Hukum dan Pemhangunan .'"6 - BEBERAPA PERLINDUNGAN HUKUM KHUSUS BAGI BURUH WANITA , oleh : SULIA TI RACHMA T, S.H. . , • . --,. ~, --:?' . .' , , ~~ tenaga kerja wanita tetap memegang peranan penting di Indonesia. Persamaan derajat wanita dan pria menyebabkan perlunya perlindungail hukum bagi renaga kerja wanita. Perlindunganhukum rersebut menyangkut kondisi kerja, hak-hak wanita sebagai karyawan, upah yang memadai, dan jaminan sosial. Ketentuanketentuan me ngena i hal ini sudah sejak lama ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kita. Setelah kemerdekaan beJbagai ketentuan Iainnya menyusul sesuaide~an perkembangan keadaan. Karangan berikut ini secara Iebih rerperinci menguraikan halhal perlindungan tenaga kerja wanita dari sudut peraturan perundang-undangan kita. , A. PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah wanita memasuki lapangan kerja dewasa ini, baik dalam hubungan keJ!ia maupun secara mandiri disatu pihak memang cukup menggembirkan, sekalipun dilain ' pihak menimbulkan berbagai 'masa:lah, terutama mengenai!penyediaan kesempatan kerja serta perlindungannya yang memadai, Istilah perlindungan yang biasanya dihubungkan dengan , peraturait-peraturan tertentu serta pengawasannya, sangat erat pula kaitannya dengan faktor pembina an, khususuya terhadap para pelaku proses proc\uksi, baik berupa penyuluhan, bimbingan dan lain-lain, Lebih-Iebih di negara-negara' berkembang seperti Indonesia, pembinaan yang ditujukan'untuk mampu melaksanakan peraturan-peraturan yang berlaku sangatlah penting, mengingat tingkat pendidikan buruh yang relatif masih sangat rendah, . . . Oi Indonesiaperlindun~an tersebut secara garis besar d;irumuskan dalam Undang-undang No, 14 Tahun-I%9-Tentang Ketentuan Pokcik Tenaga ~erja (sering pula disebut.Undang, ' undimg Pokok . Kcrja), dan dalam pasall menyebu~ : "TenagaKerja adalahtiap orang yang-mampu melakukanpekerjaan baik di dalam maupun diluar hubun~an kerja, guna mertghasilkanjasa alaubarang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," sebiIigga pengertian tenaga kerja dengaD,demikianmemiliki cakupan yang sangat luas baik .didalam atau di luar . , , " , . - • - 327 Buruh Wanita . 'hubungan kerja, juga meliputi tenaga pisik maupun rohani. Sedang eiri hubungan kerja umumnya dipandang "bekerja dibawah perintah pihak lain dengan menerima upah." Belakangan unsur perintah tersebut dipandang tidak lagi mutlak.. · . Terlihatlah dalam rumusan tersebut diatas bahwa pengertian tenaga kerja lebih luas dari pada buruh, sebab biasanya yang .disebut buruh ialah hanya mereka yang bekerja dalam hubungan kerja. Selanjutnya pasal 2 Undang-undang tersehut menyatakan : "Dalam menjalankan Undangundang ini serta peraturan-peraturan pelaksanaannya tidak holeh diadakan diskriminasi." Azas non diskrimi'nasi inipun penting artinya bagi kaum ,wanita, sehab dalam menjalankan Undang-undang juga tidak holeh diadakan diskriminasi antara tenaga kerja pria dan wanita. Semua jenis perlindungan sebagai hak dasar tenaga kerja/puruh dijaharkan dalam ketentua n tersebut. Masalah pedindungan tenaga kerja ini sejak tahun 1983 termasuk Salah satu prioritas Departemen Tenaga Kerja untuk masa kerja tahun 1983 • 1988. Hurub Wanita • Wanita umumnya disamping sehagai ibu rumah tangga, mulai dari desa-desa sampai ke kota berperan aktif dalam masyarakat antara lain sebagai buruh/pekerja, petani, pedagang keeil, pekerja sosial dan sebagainya . Diantara banyak peran terse but, ingin kami meneoba menyoroti wanita sebagai buruh . .terutama perlindungan hukumnya. Sebagai buruh, wanita turut'serta dengan rekan mereka kaum pria memberikan tenaga dan jasanya dalam proses produksi untuk melayani kebutuhan masyarakat. Hampir semua jenis produksi memperkerjakantenaga kerja, bahkan di berbagai lapangan kerja tertentu, sementara perusahaan memandang lebih tepat menggunakan tenaga wanita; baik karel)a pembawaan . . . . alamnya maupun sifat pekerjaannya. Disinilah peranan wanita merupakan saingan yang tidak • rlngan bagi rekan-rekannya pria. . Dalam hubungan tersebut dinilai bahwa pada umumnya buruh wanita lebih banyak memiliki kesabaran, ketelitian, kesetiaan, kepatuhan, ketekunan dan sebagainya. Beberapa pekerjaan tertentu dipandang lebih ·tepat ditangani oleh wanita, misalnya : bidang pemintalan, pengepakan rokok, jasa wisata dan lain-lain. Umumnyamotif utama mereka bekerja keeuali kaiena kemajuan pendidikan, bagi yang bersuami untuk menutup biaya nidup keluarga, sedang bagi yang tidak bersuami untuk meneari nafkah. Diantara para peneari nafkah tersebut, banyak karena ditinggalkan suami sedang n'Ienganggur, lebih lebih mengingat sulitnya memperoleh pekerjaan tetap dewasa inL Masih pula terdapat diantaranya yang bekerja hanya kareria mengisi waktu luang, menambah . . pergllulan atau senang akan melakukan jenis pekerja, a n tertentu dan sebagainya. Pendeknya ., . , kegiatan wanita diluar rumah tangga,bukanlah masalah baru untuk masyarakat umumnya. Sebagaiburuh, wanita selalu memikul tugas ganda, sebagai isterilibu dan sebagai pekerja ditemPlt kerja. , . . Kewajiban serta tanggungjawab yang eukup berat ini dapat mereka ,penuhi,jika kebutuhan• .kebu~uhan dasarnya terjamin seperti makanan bergizi, peqteliharaan kesehatan, waktu.istirahat;ketenangan serra keselamatan kerja dan lain-lain. Kegairahan kerja bilkanlah semata-mata persoalan upah, akan tetapi tidaldah kurang pu\a penti~ya suasana hubungl\n perburuhan ditempat kerjl1, keserasian dala~ . • • • • • • Agustus 1988 • Hukum dan Pembangunan 328 seluruh kebutuhan-kebutuhan dasar seperti tersehut diatas ikuqYula menentukan. Guna menJamin perlindungan sebagian kepentingan buruh , khususnya buruh wanita, pemerintah memberlakukan seperangkat ketentuan-ketentuan perburuhan yang sifatnya khusus. disamping peraturan-peraturan perburuhan yang berlaku umum bagi seluruh huruh. Belum sehiruh pasal UU Kerja No. 12/ Th. 1948 sudah berlaku, seperti pasal 7 dan 9 yang melarang wanita bekerja pada waktu malam, dan melakukan pekerjaan yang berhahaya hagi kesehatan dan keselamatannya. Sedang pasal 8 dan 13 yang melarang wanita hekerja dalam tamhang serta mengatur pemherian cuti khusus, yaitu cuti melahirkan dan haid. telah dinyatakan herlaku. . Undang-undang kerja No. 12/ Th. 1948 'itu sendiri secara keseluruhan telah dinyatakan herla ku untuk sehiruh wilayah Indonesia dengan UU No. 11Th. 195 I pada tanggal 6 Januari 195 I. Almarhum Mr. Soetiksno, bekas Sekjen Departemen Perhuruhan RIS menyebut dalam hukunya "Huku.m Perburuhan" bahwa UU Kerja No. 12/ Th. 1948 itu selain merupakan UU Pokok, juga merupakan pernyataan politik sosial negara Repuhlik Indonesia. Mengenai pekerjaan huruh, UU bertujuan untuk menjamin pekerjaan dan penghidupan yang layak, schingga selaras dengan Pasal 27 (2) UU 1945, sebagai sumber hukum perburuhan meteriil. Seterusnya heliau menjelaskan bahwa UU tersebut hersifat puhlik, karena : I. Aturan-aturan yang termuat didalamnya bukan bermaksud rnelindungi kepentingan perseorangan saja, melainkan untuk kepentingan masyarakat; 2. Buruh Indonesia belum memiliki kesadaran / kemampuan untuk melindungi hak"hak . sendiri. Untuk tujuan perlindungan tersebut diperlukan campur tangan pemerintah dalam hubung• an perburuhan melalui peraturan perundang-undangan. Diluar UU Kerja No. 12! Th. 1948, masih pula dapat kita jumpai perlindungan hukum khusus untuk buruh wanita, misalnya UU No. 80/ Th. 1957 Tentang Persetujuan Konvensi IlO No. 100. mengenai pengupahan yang sarna bagi wanita dan pria untuk jenispekerjaan yang sarna nilainya (L.N. No. 17 UTh. 1957), dan P.P. No. 81Th. 1981 Tentang Perlindungan Upah. Demikian juga "Peraturan Tentang Pembatasan Pekerjaan Anak dan Pekerjaan Wanita Pada Malam Hari", Ordonantie 17 Desemberl925. Slbl No. 647, suatu ketentuan yang herasal dari zaman Hindia Belanda, yang masih tetap berlaku. Dari seluruh ketentuan 'h ukum yang berlaku khusus bagi buruh wanita tersebut, akan kita tinjau secara garis besar satu demi satu. B. TENTANG PEKERJAAN W ANITA I. Kerja malam Ditempatkan kerja tertentu, wanltaSeiing diperlukan untuk melakukan pekerjaan diwaktu malam, baik karena pekerjaan itu sendiri, kepentingan umum, maupun kehutuhan perusahaan secara tetap atau berkala. . t Pasal 7 UU Kerja No.1 21Th. 1948jo UU No. 11Th. 195 I pada dasarnya melarang wanita bekerja pada malam hari, kecuali dalam dua hal, yaitu: (I )jikalau.pekerjaan itu menurut sifat, tern pat dan keadaan seharusnya dijalankan oleh wanita; (2) dimana pekerjaan wanita pada '!lalam hari itu tidak dapat dihindarkan berhubung dengan kepentingan atau kesejahte:raan urn urn. Akan tetapi berhubung pasal 7 ketentuan tersebut diatas belum dinyatakan berlaku, maka • , 329 Buruh Wanita masih herlakulah ketentUan lama yaitu, "Perat!)ran Tentang Pemhatasan Pekerjaan Anak dan Pekerjaan Wanita Pada Malam Hari" Ordonansi 17 Desemher 1925, Sth!. No. 647. , Peraturan ini tidaklah melarang, akan tetapi hanya memhatasi wanita hekerja pada waktu . . malam. Pasal 3 peraturan tersehut memuat ketentuan, hahwa seorang wanita antara pukul sepuluh malam dan pukullima pagi tidak holeh menjalankan pekerjaan, sepanjang untuk hal itu tidak ada izin dari ata u herdasarkan surat keputusan Pemerinta h untuk perusahaan tenentu pada umumnya atau untuk pahrik, tempat kerja atau perusahaan tenentu pada khususnya . • sesuatunya berhuhimg dengan kepentingan khusus dari perusahaan. Regeringsbesluit No. 12 Th. 1941 (Keputusan 21 Fehruari 1941 Sth!. No. 45) melaksanakan aturan dalam "Maatregel~n/Peraturan Tentang Pemhatasan" mengenai pemberian i7in penyimpangan tersehut diatas. Pemhatasan pekerjaan wanita pada waktu malam hertujuan untuk menjaga kesehatan dan kesusilaan wanita. • • • 2. Larangan Pekerjaan dalam Tambang Pasal 8 (\) UU Kerja No. I2ITahun 1948 jo U.v. No. 11Th. 1951 melarang wanita metljafaqkan pekerjaan didalam tamhang, lohang didalam tanah atau tempat lain untuk mengamhi1logam dan hahan dari dalam tanah. Sedang pasal 8 (2) menjelaskan bahwa larangan tersehut tidak berlaku terhadap orang wanita yang herhuhung dengan pekerjaannya, kadang-kadang harus turun dihagian tamhang diQa»,ah tanah dan tidak menjalankan pekerjaan tangan. Pasal 8 bersama heherapa aturan dalam UU Kerja No. 12/Tahun 1948tersebut sudah • berlaku, . serta dilaksanakan dengan P.P. No.7 I Tahun 1948. Sedang Peraturan. Pemerintah ini dinyatakan herlaku untuk seluruh Indonesia dengan P.P. No. 14/Tahun 1951 (LN. NO.7 ITh. 195 I). Lehihjauh larangan terhadap wanita untuk bekerja dalam tambang ini dapat terlihatju~a pada Peraturan Te'ntang Pengawasan di Tamhang (Mynpolitie-Reglement, Regeringsverosdening 3 September 1930 Stb!. No 341), mengenai pekerjaan pada hangumln dibawah (anah, . . . pasal 17 menyatakan bahwa pekerjaan dihawah tanah hanya boleh diperintahkan ~epada orang laki-Iaki yang berusia 1ebih dari enam belas tahun.• • • • 3. Larangan Pekeljaan yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan . • Pasal 9 (I) melarang wan ita menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan keseIamatannya, demikian pula pekerjaan yang menurut sifat, tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusiJaannya . Pasal .ini belum berlaku, sehingga. peraturan peJaksanaan yang dimaksud oleh ayat 2 sampai sekarang belum ada. • • C. CUTI/ISTIRAHAT KHUSUS BAGI WANITA I. Cuti hamil/bersalin. Pasal \3 (2) dan 3) UU Kerja No. IUTh. 1948 jo U.U. No. 11Th. 1951 mengatur pemberian cuti hamillbersalin. Pasal iriipun teJah dinyatakan berlakU. • Pengertian cutilistirahat itIengandung artl, bahwa buruh tidak melakukan pe~rjllan dengan menerima upah penuh. Wanita daJam keadaan hamil, pendapat ahli memang memerlukan • istirahat, yaitu umumnya H2 bulan sebelumdan 1'r2 bulan .~sudah melahirkan. Kiranya perlu dalam hubungan ini disebut suatu konvensilLO "United Nations,Conventton • , Agustus 198'8. • Hukum dan Pembangunan 330 on the Elimenation of all Forms of Discrimination Against Women" Y<lcng telah.diratifiser oleh sejumlah negara. termasuk Indonesia dalam VV No.7 ITh. 1984. Pasa! II convention tcrsehut khusus mengenai tel]3ga• kerja wanita, yang dalam ayat I a menyatakan hahwa, "Hak atas pekerjaan merupakan hak azazi manusia yang tidak hisa dicahut". Sedang ayat 2a pasal yang sarna mel;ITang dengan sanksi suatu pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti hamil, serta diskriminasi dalam pemherhentian atas dasar status perkawinan. Dan passal II ayat 2b mencegah diskriminasi terhadap wanita atas dasar kehamilan / cuti hamil: dan untuk menjaminhak efektif mereka untuk hekerja, mewajihkiln kepada negara peserta membuat peraturan-peraturan yang. tepat untuk memherikancuti hamil dengan hayaran atau dengan tunjangan sosial yang sebanding tanpa kehilangan pekerjaan semula, senioritas atau lain-lain jaminan sosial. Konvensi memandang bahwa kehamilan mempunyai arti sosial untuk melanjutkan keturun• an. sehingga layak mendapat perlindungan. • Sekalipun perlindungan hukum khusus bagi buruh ini telahdiav.ui secara internasional, namun dalam praktek penerapannya masih banyak rriempunyai hambatan. Adanya sinyalemen . hahwa sementara perusahaan di Ibu Kota memhuat peraturan/ ketentuan yang secara tidak Iangsung bertindak memberhentikan buruh wanita karena menikah/ hamil; pernah dicoba untuk dapat diungkapkan dalam suatu penelitian awal Fakultas Hukum VI, yang herusaha untuk memperolehjawaban masalah tersebut, dan hasilnya cukup merangsang untuk mengemhangkan lebih lebih lanjut penelitian tersebut. . . . Perwujudan isi konvensi bagi negara-negara anggota tentu herlainan satu sarna lain, masingmasing tidak terlepas dari pandangan hidup yang dianutnya. Misalnya di negara-negara liberal, dimana kedudukan hukum majikan cenderung dipandang sarna dengan buruh, suatu azas"persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the la w)", menilai upah penuh selama cuti hamil tiga bulan, sangat memberatkan beban majikan, sehingga oleh sebab itu perlindungan nafkah tidak diberikan sepenuhnya, akan tetapi sebagian menjadi risiko buruh yang bersangkutan, dan dilaksanakan lewat sistim asuransi. Pemberian upah penuh dipandang kurang adil, suatu perlindungan yang agak berat sebelah . . menurut mata azas yang mereka anut. Seringkali perlindungan ini memberikan dampak negatif, yaitu keengganan perusahaan untuk menerima tenaga kerja wanita. Liberalisme diikuti pula B.W., yang masih pula berlaku di negeri kita sebagai pedoman. Almarhum Prof. Iman Soepomo dalam bukunya "Hukum Perburuhan bidang Hubungan Kerja" secara luas menggambarkan bahwa sekalipun B.W. telah mencapai kemajuan yang sangat berarti pada saat lahirnya, yaitu masuknya unsur kemanusiaan dalam hukum perburuhan, namun sifat liberal tetap tercermin dalam keselurl!han pasal-pasalnya, yang berarti perlindungan hukum yang sarna diberikan kepada pihak-pihak buruhdan pengusaha yang berbeda kekuatan sosial ekonominya. Namun dengan berlakunya V.V. Kerja No. l2lTh / . 1948jo V.V. No.1 Th. 1951 dan V.V. , No. 141Th. 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Kerja, leberalisme telah ditinggalkan dan diganti dengan prinsip keadilan sosial. . Azas'Pancasila, kecuali memuat unsur kemanusiaan yang berkaitan dengan sila-sila lainnya secara keselurufian, mempunyai tujuan yang lebih jeIas, yaitu masyara'kat Indonesia yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila. Dasar ini menentukan pola pikir/pandangan yang • • • • • • ~ • Buruh Wa nita 331 jelas herheda, dalam se luruh arah kegia tan negara dan rakyat. Keadilan sosia l merupakan norma seluruh sikap-tindak se kaligus tujuan serta arah perjuangan bangsa dan negara yang hakal diwujudkan. Azas tersehut merupakan langkah·maju ya ng lehih · konkrit daripada unsur kemanusiaan semata-mata. Perumusan pasal 27 (2) UU D. 1945, yang menjamin / melindungi huruh terhadap hak ~ I !~I ' 'pekerjaan dan penghidupan yang la yak di Indonesia, kiranya sudalah selaras dalam penjaha rannya antara lain dalam pasal 13 UU Kerja No. I 21T h. 1948 tersebut. Sedangkan Pera tu r~1 n Menteri Tenaga Kerja No. 02 / Men / 1984, Tentang Pertanggungan Sakit-Hamil dan Bcr~a iin bagi Tenaga Kerja dan Kel uarganya, sehagai peraturan pelaksa naan yang memhatasi pengg~1 ntian hiaya persa liIian hagi tena ga kerja / isteri tena ga kerja hanya sampai anak ketiga . adabh dalam rangka menunjang kebijaksanaan penduduk . Untuk herhasilnya program nasional keluarga herencana, pemerintah mema nd ang pnill memhatasi laju pertumhuhan penduduk dengan menera pkan norma keluarga kecil. Ke!en! lI~1 n senadapun diherlakukan pula terhadap pegawai negeri, yaitu P.P. No. 24/ Th. 1976 Tc n!an ~' Peraturan Cuti Pega wai Negeri ya ng mengatur hahwa cuti hamil dengan upa h penll h ha 11\ ;1 diherikan kepada Pegawai Negeri Wanita sid anak ketiga. Untuk anak ke 4 dan sc!erll'll\a pegawai negeri wanita dapat menga mhil cuti diluar tanggunga n negara. Pemha ta san tcrschll! tidak terdapat pada UU. Kerja No. 12/ Th. 1948. Dalam keadaan normal , lama istirahat sehelum saatnya huruh menurut perhitungan abn melahirkan dan ses udahnya, tidak dapat diubah dalam arti ditamhah/ dikurangi mcnUl'lI! kehendak sendiri tanpa keterangan seorang dokter/seorang yang dipandang ahli. Pasal 13 (H) memherikan kesempatan kepada buruh wanita untuk menyusui anaknv:1 selama waktu kerja, jika hal tersehut sepatutnya harus dilakukan. • 2. Cuti Haid Lain halnya dengan cuti haid, ya ng disehut pasal 13 (1) shh. "Buruh wanita tidak holch . diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid". Menurut Almarhum Prof. Iman Soepomo, SH hekas Sekjen Kementerian Perhuruhan R IS dan Guru Besar Hukum Perhuruhan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia semasa hayatnya, pernah menyatakan dalam penjelasa n-penjelasan kuliahnya, bahwa cuti haill bukanlah merupakan hak, tetapi adalah suatu keholehan. Keadaan haid buruh, majikan dianggap tidak mengetahui apa hila tidak diheritahu. Dengan demikian, bila hufuh wanita merasa perlu menggunakan kesempatan cuti haid, siburuh waji h memberitahukan kepada majikan. Pihak majikan dalam hal ini, tidak boleh mewajihkan buruh untuk melakukan pekerjaann ya. Akan tetapi apabila huruh tidak menggunakan kesempatan istirahat/ cuti haid tersehul. ia tidak dapat menuntutn ya atas dasar hak. Dalam praktek ditempat-tempat kerja, dimana buruh wanita melakukan pekerjaan yang . relatif ringan, se perti dikantor-kantor, banyak diantara mereka tiak menggunakan cuti haiL! tersebut. Ada semacam keengganan umumnya dipihak buruh, untuk memberitahukan kcadaan haid tersebut kepada pihak majikan. Kecuali itu dalam kenyataan mereka memang masih mampu melakukan kewajiban untuk bekerja. Telah dapat diketahui secara umum, bahwa kesehatan wanita pada harike 1 dan ke 2 masa haidmelilang tidaklah sarna, sebagian wanita tidaklah selalu dalam keadaan sehat sepenuhnya. • AguS(IIS 1988 • . • 332 Hukum dan Pembangunan Lehih-Iehih hagi para buruh wanita yang hams melakukan kerja herat, seperti di pahrik-pahrik dan lapangan kerja lain, kiranya bent uk perlindungan herupa kesempatan untuk istirahat haid padahari ke I dan ke 2 ini dapat digunakan seperlunya. Tentang terjadinya berbagai penyalah gunaan kesempatan tersehut, oleh pihak .majikan dengan berbagai upaya dapat dihindarkan. Dewasa ini banyak perusahaan yang telah menyediakan klinik -kesehatim bagi buruhnya. Klinik tersebut dilayani oleh perawat dan selama' heherapa jam setiap harinya oleh tenaga dokter. Laporan tentang haid buruh wanita dapat dia wasi kebenarannya oleh klinik tersebut, dan apabila perlu buruh yang bersangkutan dapat diheri obat. Dengan .demikian buruh wanita tidak perlu cuti selama seharildua hari penuh, cukuplah istirahat beberapa jam diklinik. • D. PERLINDUNGAN Dalam hubungan kerja upah merupakan salah satu u~sur pokok, dan untuk tujuan Itu pulalah buruh melakukan pekerjaan. Majikan wajib membayar upah kepada buruh yang bekerja atau dianggap melakukan pekerjaan bagi kepentingannya. Dengan upah tersebut, bu~uh memenuhi kebutuhan hidupnya • hersama keluarga yang ditanggung. . Sejarah hqkum perburuhan adalah pula sejarah perlinc;tungan buruh, sebagai pihakyang sosial ekonomi lemah terhadap majikan yang lebih kuat. 'Suatu perlindungan yang bermula dengan keselamatan kerja, dan kemudian dengan perlindlmgan sosial, serta pada pertumbu, hannya lebih lanjut melahirkan perlindungan hubungan kerja secara luas. Perlindungan upah adalah pula salah satunya, disamping bentuk yang lain .. Banyak hal sangat berpengaruh terhadap upah, antara lain: keadaan ekonomi, penggunaan teknologi maju terutama dalam industri, perubahan nilai-nilai sosial serta berbagai pandangan tentang upah dan lain-lain. t. U pah sebagai imbalan kerja . Pandangan ini sangat dominan dibanyak negara majlI, yang pada umumnya beraliran liberal. Fungsi upah adalah imhalan yang sesuai terhadap Ijilai keIja/jasa yang diberikan oleh seorang buruh, dengan kata lain bahwa buruh akan menflrima upah sebesar nilai keria yang diberikan. Apabila produktivitas buruh rendah, ia akan menerima irn'balan yang rendah pula. Dinegaranegara maju, dimana latarbelakang pendidikan buruh sudah relatif tinggi dengan sarana . , produksi yang efIsien, gc:ongaIt ouruh yang produktivitasnya rendah juga sedikit. • Bagi nlereka ilu telah a:rsedla macam·macam jaminaq s~ial dari pemerintah dalam bentuk tunjangan-tunjangan seperti :.tunjangan perbaikan gizi anak-anak, biaya penitipan anak agar si ibu dapat bekerja, rilaupun makanan dan lain-lain. I) • • • Di Indonesia pengaruh B.W. masih besar, terutama dalam pengupahan, misalnya: PP. No. B/Th. 19BI TentangPerlindungan upah telah mengamblil alih sejumlah pasal-pasal (Pasal 1601 P sid 1601 t, 1601 x, 1601 v, 1602 a sid 1602 t, l(l02v alinea 51969 - anlinea 3 dan 1971. sepanjangmenyangkut upab). DeDll;an berlakunya peraturan tersebut. dalam Ketentuan • • I). Prasaran Dr. Payaman Y. Simanjuntak pada diskusi panel HPP UPi, Oktober 198J di , Jakarta - Buruh Wanita. Penutup dinyatakan babw~ "Ketentuan-Ketentuan peraturan perundang-undnagan yang mengatur perhndungan upab, sejauh telah diatur dalam Ptiraturan 1m tidak berlaku" (PP. No. • 81Th. 1981 Tentang Perlindungan U pah ini menyingkirkan B.W. sebagai UU, suatu hal sccara hukum yang tidak dapat dibenarkan). Kiranya kekalutan dalam menentukan pengaturan upah ini dapat dipahami, mengingat ha h\\a semula Bab 7A Buku III B.W. berdasarkan ketentuan Su~. A Pasal VI (Ketentuan Penutup) Koninklijk .Besluit 12 Juni 1926 No. 33 (Stb!. Indonesia 1926 No. 335) hanya berlaku bagi . golongan Eropa, tidak berlaku bagi buruh golongan Indonesia, Tionghoa, Orang Timur a s in ~ • bukan Tionghoa .. Bagi mereka dari Ketiga golongan ini berlakulah hukum adat/ adatrly ht masing-masing. Menurut Van Vollenhoven "Adatreeht, ialah keseluruhan tingkah laku vang be~laku bagi orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, yang mempunyai upaya pl:maksa lagi pula tidak dikodifiikasikan". 2,' . • . Tentang adatrecht dalam bidang perjanjian kerja, termasuk pengupahan, belum pernah . dipelajari seeara mendalam, sehingga bagi pihak pembuat peraturan tidak memiliki ketentua nketentuan sebagai petunjuk yang jelas, selain peraturan-peraturan B.W. yang dalam praktl:k . memaI)g sudah diberlakukan . 2. Azas keadilan sos.ial dalam pengupahan. Pasal3 Ul,J No. 14/ Th. 1969 Tenting Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kcrja • berbunyi : . • "Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilanyang layak bagi kemanusiaan ." V.v. yang seeara garis besar memuat hak-hakdasar buruh ini, adalah penjabaran lebih Ianjut Pasal27 (2) UUD. 1945, yang pada hakekatnya menjamin tiap warga negara akan haknya atas pekerjaan, dan dari padanya memperoleh penghasilan guna menjamin penghidupan yang layak sebagai manusia. Oleh sebab lttl pengupahan .di Indonesia mempunyai fungsi sosial di samping ekonomis. Azas tersebut selaras pula de'ngan suatu ketentuan dasar ILO yang menyatakan bahwa "Tiap buruh berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak hagi kemanusiaan". Dengan demikian, sasaran sistim pengupahan di Indonesia menjadi jelas. . . bukan semata-mata hanya produktivitas kerja, tetapi lebih jauh untuk meneapai keadilan sosial bagi seluruh buruh. Dapat dilihat dalam hal ini bahwa pemerinta.h dan sebagian hesar penisahaan swasta memberikan berbagai inaeam tunjangan, seperti tunjangan keluarga. tunjangan sakit, dan lain-lain. Pada umumnya buruh di Indonesia berpenoidikan rendah tidak memiliki ketrampilan siap pakai, sehingga berproduktivitas rendah dan berpenghasilan rendah pula. Sebagainegara berkembang, pemerintah Indonesia belum mampu memberikan bantuan terhadap golongan TQasyamkat berpenghasilan rendah ini. • Dengan penghasilan rendah, mereka tidak mampu memperoleh gizi serta kebutuhan hidup dasar lain yang baik, sehingga tidak mampu berproduktivitas tinggi, karena daya kerja yang . rendah. Dalamkeadaan ini, banyak waktu dan tenaga digunakan untuk usaha Qleneukupi • biaya hid up keluarga. • Buruh tidak lagi memiliki ketenangan. kerja, dan tidak mampu memusatkan perhatian pada pekerjaannya. Oleh karena itu sebagai salah satu usaha untuk menin~katbn oroduktivitas. • • • • • • • • • 2). HukOin Petburuhan Mr. Soetikno, hal 8.9 - 92. • Agustus 1988 334 Hukum dat! Pembangullan v:litu melindungi dan menaikkan penghasilan. Bukanlah hanya upah riil. tetapi meliputi juga scniua hal yang menyangkut perlindungan upah, seperti tcmpat maupun waktu pemhayaran, jumla h potongan upah yang diizinkan, bentuk upa h, masa ·kedaluwarsa tuntutan atas lIpah dan ' ctcrllsn va. Ga gasan sistim upah minimum ya ng sudah diterapkan dan dikemhangkan di Indonesia, sn ta didasarkan pada kehutuhan minimum hurllh, hertujuan agar huruh tidak herpenghasilan . dih:lwah kete.ntuan yallg ada, sekalipun dalam pelaksanaan masih terhatas sejumlah sektor tcrtcntu. Departemen Tenaga Kerja guna kepentingan tersehut telah menghitung kehutuh an hidllp minimum huruh untuk seluruh wilayah Indonesia; serta dari sini ternyata hahwa hesar Up;1h huruh memang masih dibawah kebutuhan hidup minimum. Menyimak herhagai upaya pemerintah untuk mencapai tujuan perlindungan upah, kiranya 1)1:1 sih jauh dari apa yang diharapkan huruh sendiri: sehel um penjaharan huhungan perhuruhan Pancasila herhasil dirumuskan dalam sistim pengupahan. Sudah harang tentu herhagai faktor diluar huhungan perhuruhan masih hanyak turut serta mene ntukan, seperti keherhasilan pemhangunan ekonomi, stahilitas politik, dan sehagainya. - " • • 3. Hak yang sarna atas upab bagi buruh wanita. . Di luar dua ketentuan tentang upah. haik PP. No. 81Th. 81 Tentang Perlindungan Upah, maupun Ketentuan Upa b minimum yang herlaku secara sektoral: hagi huruh wanita herlaku pcrlindungan upah kbusus dalam UU No. 80 Th. 1957 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 100 mengenai persamaan hak atas upah untuk pekerjaan ya ng sarna nilainya. " Pasal 3 PP No. 81 I Th. 1981 Tentang Perlindungan Upah yang memuat ketentuan, bahwa "Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh rnengadakan dikriminasi antara buruh laki-Ia ki dan huruh wa nita untuk pekerjaan yang sami! nilainya". adalah merupakan peraturan pelaksanaan dari ratifikasi konvensi "tersehut. Sehagai suatu kemajuan, hal tersehut diatas tidak lah terpisahkan dari sejarah perjuangan hak-hak azasi pada umurnnya, serta perjuangan w.anita khususnya dalam mencapai persamaan derajat dengan pria .sebagai manusia. Kedudukan wanita dalam sejarah dipandang lehih rendah dari pria. Peruhahan secara hcrtahap tercapai serta merupakan iangkah penting menju persamaan hak untuk wanita dan mencapai puncaknya ketika Sidang Majelis Umum PBB menyetujui konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita pada tanggal 18 Desemher 1979. . . Suatu konvensi yang luas ruang lingkupnya, terdiri atas 30 pasal dalam hentuk yang mengikat • menurut hukum. Isinya mencerminkan pembatasan-pembatasan yang dilakukan terbadap wanita sematamata banya atas dasar jenis kelamin, serta menyerukan persamaan hak untuk wanita disegala hidang: politik, ekonomi, sosial budaya dan sipil tanpa dipengaruhi status kawin mereka. Konvensi rnengbendaki supaya peraturan perundang-undangan oasional rnelarang segala bentuk diskriminasi, bah!-'.an mendorong terbentuknya ketentuan-ketentuan sementara untuk mempercepat tercapainya persamaan de facto antara wanita dan pria, sertamengubah polapoIi! sosial dan budaya yang rnengabadikan diskriminasi. Diantarallya, persamaan ha k wanita dalam kesempatan untuk mernperoleb pendidikan dan pilihan kurikulum yang sa'rna, tidak adanya diskriminasi dalam pekerjaan dan upab,jaminan atl!.~kepastian pekerjaanjika yang bersangkutan kawin, bamil dan sebagainya . " " • • • Buruh Wanita 335 Pasal 11 Konvensi tersehut menyatakan dalam perumusannya hahwa : . I). Negara-negara peserta wajih membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk mengha[1u , diskriminasi terhadap wanita dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sarna • atas dasar persamaan antara pria dan wanita khususnya : a. Hak untuk hekerja sehagai hak azasi manusia : h. Hak atas kesempatan kerja yang sarna, termasuk penerapan kriteria seleksi yang sam:! • dalam penerimaan pegawai: C. Hak unluk memilih dengan he has profesi dan pekerjaan, hak unluk promosi.jaminan pekerjaan dan semua tunjangan dan fasilitas kerja dan hak untuk memperoleh blih;,n kejuruan dan latihan ulang, lermasuk masa kerja sehagai magang latihan kejurm n lanjutan dan latihan ulang; • d. Hak menerima upah yang sarna, termasuk tunjangan tunjangan, 'baik untuk perlakuan • yang sarna sehuhungan dengan pekerjaan dengan nilai-nilai kwalitas . pekcrjaan: . . . e. Hak atas jaminan sosiaL kh:Jsusnya dalam hal pensiun, ·pengangguran, saki!. caeal. lanjyt usia, serta lain-Ia in ketidak mampuan untuk hekerja, maupun hak atas masa uili yang'dihayar: . f. Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasukhak perlindungan tethadap fungsi melanjutkan kelurunan: 2). Untuk mencegah diskriminasi terhadap wanita atas dasar perkawinan atau kehamilan dan untuk menjamin hak efektif mereka unluk hekerja. • Negara-negara peserta wajih memhuat peraturan-peraturan yang tepat : a. Untuk melarang dengan dikenakan sanksi, pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti . hamil dan diskriminasi dalam pemherhentian atas dasar status perkawinan: h. Untuk mengadakan peraturan cuti hamil dengan hayaran atau dengan tunjangan sosial yang sehanding tanpa kehilangan pekerjaan semula, senioritas atau lain-lain jaminan sosial: c. Untuk men&anjurkan mengadakan pelayanan sosial yang perlu guna memungkinkan para orang ma menggahungkan kewajihan-kewajihan keluarga dengan tanggungjawah pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat, khususnya dengan meningkatkan pembentukan dan pengemhangan suatu jaringan tempat-tempat penitipan anak: d. Untuk memheri perlindungan khusus kepada kaum wanita selama kehamilan pada jenis pekerjaan yang terbukti berhahaya hagi mereka . • . . 3). Perundang-undangan yanghersifat melindungi ,sehuhungan dengan hal-hal yang tercakup • dalam pasal ini wajib ditinjau kern bali secara herkala herdasar ilmu pengetahuan dan' teknologi serta direvisi, dicabut atau diperluas menurut keperluan. Pasal tersehutdiatas kecuali memuat perlindungan upah (lId), mencakup pula semua bentuk perlindungan wanita sebagai buruh. Seherapa jauh hal initerealisir disuatu negara, sangat ditentukan pula oleh pandangan serta pola kebudayaan masyarakatnya. Kenyataan membuktikan bahwa tidak jarang negara-negara maju belum •siap menerima persamaan hak buruh wanita tersehut, walaupun secara formal negara ' yang bersangkutan telah • • menerima isi konvensi, sehagarconloh, perusahaan-perusahaan diJepang umumnya tidak , suka menerima. tenaga kerja wanita, sekalipun pendidikan serta ketrampilan mereka sudah memadai kehutuhan, dan masih hanyak lagi contoh lain. Kedudukan hukum/wanita dan • Aguslus 1988 336 Hukum dan Pembangunan • • . . sikap masyarakat di Indonesia lehih menguntungkan, oleh karena itu penera'pan Undangundang No. 71Th . 1984 tersehut tidak mengundang kesulitan / hamhatan yang herarti. • E. Penutup Dari uraian tersehut diatas dapatlah kita simpulkan hahwa perlindungan wanita sehagai huruli, umumnya bertujuan untuk menjaga kesehatan, keselamatan dan kesusilaannya . • Perlindungan tersebut bersifat khusus, terutama sangat erat berkaitan dengan pemhawaan alam / kodratnya baik jasmani maupun rohani, dalam mengemhan tugas alamnya, misalnya tugliS wanita untuk melahirkan; keadaan alam fisik / rohani wanita yang memerlukan perlin• dungan. . Sejumlah negara di dunia telah menerima pandangan tersebut, juga mendukung seeepat mungkin berakhirnya diskriminasi hak wanita, yang semata-mata disehabkan oleh jenis kelamin . Namun demikiandalam pelaksanaan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup serta pola kehudayaan masing-masing. P.B.B serta lembaga-Iembaga internasionallainnya seperti ILO, banyak turut serta memainkan peranan dalam meneapai tujuan kemanusiaan tersehut. Indonesia sebagai negara dan bangsa da1am keikutsertaannya mendukung pelaksanaan, baik dari pandangan Paneasila maupun kebudayaan bangsa, tidak mengalami hambatan yang . herarti. • • Departemen Urusan Peranan Wanita selaku instansi •resmi, dapat berfungsi sebagai saluran untuk penggerak kegiatan / peranan kaum wanita guna mengambii bagian dalam usaha tersehut. Hal ini sangat penting, mengingat besarnya jumIah tenaga kerja wanita, serta peranannya dalam pemhangunan bangsa dan negara. DAFT AR BACAAN • I. Soepom0, lman, Pengantar HukumPerburuban eel. ke-6, Jakarta Jembatan, 1983. 2. Soepomb, Iman, Hukum Perburuhan, Bidang Hubungan Kerja, eet ke-6, Jakarta, Jembatan, 1987. . • 3. Soepomo, Iman, Hukum Perburuhan, Undang-undang dan Peraturan-petaturan Kerja, eet ke-IO, Jakarta, Jembatan, 1986. 4. Soepomo, Iman, Hukum Perhuruhan, Bidang Kesehatan Kerja eet ke-3 , Jakarta, Ptadnya Paramita, 1979 5. Soetiksno, Hukum Perb-.han, Jakarta. 6. United Nations on the IlhlJltnation c;)f All Forms of Discrimination Against Women. 7. Y.T.K.I., Friedriek Ebert Stiftung, Perhimpunan Studi IImu Hubungan Perhuruhan "Masalah Perlindungan Buruh Wanita dan Anak-anak" hasil seminar, Jakarta , 4-5 ri I 986. Februa • 8. Salyo, Suwarni, "Beberapa Peraturan Mengenai Tenaga Kerja Wanita" Makalah disampaikan pada seminar Fakultas Hukum VI, Jakarta Nopember 1985. 9. Soetopo Yuwono, "Pokok-pokok Kebijaksaaan Ketenagakerjaan khususnya wanita Dalam Repelita IV" Makalah disampaikan pada semiJlar Nasional Wanita Indonesia, Jakarta, 23-25 Agustus 1984 . Fakta dan Citra, • • •