ANALISIS STRUKTUR DAN AGEN TERHADAP KARYA MUSISI

advertisement
“BERBAGI RUANG DALAM KARYA”
ANALISIS STRUKTUR DAN AGEN TERHADAP KARYA MUSISI JAZZ
AGAM HAMZAH
Yosa Maulana
0806464192
FISIP/Antropologi
Pembimbing: Dave Lumenta
ABSTRAK
Tulisan dalam skripsi ini mendeskripsikan proses kreatif dari musisi jazz Agam Hamzah.
Melihat karya-karyanya melalui penelusuran life story dan interpretasi simbolik sehingga akan
terbaca bagaimana struktur yang terdiri dari jalinan pengalaman hidup mempengaruhi karakter
musikal Agam Hamzah yang kemudian diolahnya dan dituangkan dalam lagu-lagunya.
Komposisi musik jazz yang seringkali menggunakan nada-nada spontan menjadi ekspresi dari
gagasannya. Kegiatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik
wawancara mendalam dan pengamatan terlibat.
Kata Kunci: Proses kreatif, Karya, life story, Interpretasi simbolik, Struktur, Pengolahan.
ABSTRACT
The thesis discusses the creative process of a jazz musician Agam Hamzah. Looking to his work
through the searching of life story and symbolic interpretations to see how the structure of life
experience interrelation affecting the musical creation of Agam Hamzah, in which later he turns
them into songs. Jazz composition which often time uses spontaneous tones becoming the
expressions of his ideas. This research is done using the qualitative approach, in depth interview
technique, and participant observation.
Keyword: creative process, creation, life story, symbolic interpretation, structure, process.
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
Pendahuluan
Aktivitas berkesenian telah dilakukan manusia semenjak berabad lamanya, dapat dilihat dari
laporan-laporan penelitian maupun literatur yang ditulis oleh para ilmuwan mengenai kesenian
pada bentuk masyarakat sederhana. Setiap kebudayaan bisa dikatakan telah mengembangkan
beberapa bentuk kesenian sebagaimana mereka mengembangkan bahasa. Beberapa kebudayaan
sederhana mungkin tidak memiliki agama atau mitologi yang sejati, namun semua memiliki
beberapa kesenian – tarian, musik, dekorasi (Langer, 1964). Akan tetapi karakter-karakter
kesenian kuno yang menyebar tersebut memiliki perbedaan dengan ide yang lazim bahwa
kesenian merupakan produk mewah dari peradaban, embel-embel kebudayaan, atau secarik tipis
dari lapisan sosial.
Sebagai ciri kemanusiaan yang universal, kesenian berhubungan erat dengan estetika atau
rasa keindahan (L. Beals, 1971). Jika kita bicara mengenai kesenian dalam antropologi, maka
akan selalu berkaitan dengan masyarakat pendukungnya. Pandangan hidup, nilai-nilai, dan
norma sosial amat besar pengaruhnya terhadap perwujudan seni tersebut. Dimanapun sebuah
masyarakat yang telah mencapai kebudayaan (dalam pengertian etnologi), pasti melahirkan
sebuah kesenian, bukan di akhir riwayat, tetapi pada awal mulanya terbentuk. Pada intinya,
kesenian dapat memberikan pengaruh bagi manusianya, maupun sebaliknya.
Realisasinya, estetika atau rasa keindahan itu ditampung dalam kesenian tersebut,
Kesenian layaknya saluran untuk mengungkapkan gagasan yang muncul karena dipicu oleh
fenomena yang ada di sekitar. Salah satu salurannya adalah melalui seni musik. Setiap
kebudayaan selalu mengembangkan suatu jenis musik tertentu. Suatu karya musik pun sejalan
dengan karya seni lain yaitu diciptakan atau dipertunjukkan melalui proses kreatif. Proses kreatif
dapat dikatakan sebagai suatu praktik dalam rangka menciptakan bentuk-bentuk ekspresif yang
dapat dirasakan, sebagai refleksi dari perasaan dan pemikiran penciptanya (Langer, 1961).
Sebuah lagu dapat tercipta akibat dari pengolahan sang musisi. Keterampilan serta
“perbendaharaan” nada yang dimiliki musisi sangat mempengaruhi komposisi lagu yang
dibuatnya. Tentunya dalam proses bermusik, seseorang yang memiliki pengalaman bermusik
yang banyak, motivasi yang tinggi, dan proses belajar yang maksimal akan berbeda dengan
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
orang yang tidak menjalankannya
Dengan demikian, dalam membicarakan musik, tidak bisa dilepaskan dari mereka yang
menciptanya, yaitu musisi. Musisi adalah orang yang memimpin, mencipta, atau menampilkan
musik. Mereka yang melakukan salah satu dari aktivitas tersebut bisa dikatakan sebagai musisi.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa menjadi seorang musisi perlu memiliki
keterampilan dalam bermusik, dan keterampilan itu merupakan sesuatu yang sangat dipengaruhi
oleh pengalaman, motivasi, lingkungan, proses belajar yang mendukung, dan lain-lain.
Seorang seniman yang melahirkan karya dan telah disebarluaskan ke publik sejatinya
sudah memberikan pengaruh bagi kehidupan sosial. Dalam hal ini, musisi yang menciptakan
album musik dan telah didistribusikan oleh label rekaman. Mereka telah “mendokumentasikan”
realita yang telah diolah melalui pemahamannya secara artistik. Pendokumentasian ini telah
membuka kemungkinan bagi para pendengar untuk mengikutinya, mempelajarinya (secara
teknik ataupun ide), menganalisisnya, sampai mengkritisinya. Ini memunculkan suatu proses
dialektik baru dalam kehidupan masyarakat. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas seorang
musisi jazz dari Indonesia, Agam Hamzah.
Agam Hamzah, sebagai subjek penelitian dalam tulisan ini adalah seorang musisi (gitaris)
jazz kelahiran Aceh tahun 1963, dan besar di Bandung. Saya memilihnya karena ia termasuk
salah satu pionir musik jazz pada masa kini, dan telah menelurkan banyak musisi junior, dengan
kata lain telah memberikan pengaruh bagi dunia musik.
Berbicara mengenai proses berkesenian, pastinya tidak bisa dilepaskan dari pembahasan
tentang seniman dan karyanya, dalam hal ini musisi dan lagu ciptaannya. Lagu sebagai karya
seorang musisi merupakan media yang dapat menampung ekspresi yang keluar dari gagasan
musisi tersebut, ide atau gagasan dituangkan ke dalam komposisi lagu. Dengan kata lain karya
seni erat kaitannya dengan ekspresi. Ekspresi menurut Dilthey (1976) berkaitan dengan
pengalaman, ekspresi merupakan cara bagaimana pengalaman-pengalaman dibingkai dan
diartikulasikan. Pengalaman yang didapat seseorang akan terlihat dalam ekspresinya, begitu juga
sebaliknya, ekspresi yang keluar dari seseorang di masa yang akan datang akan berubah menjadi
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
pengalaman yang kemudian mestrukturkan ekspresi yang lain lagi, dan akan berlangsung
seterusnya.
Hal ini memberikan pemahaman bahwa gagasan seseorang muncul akibat pengaruh dari
struktur yang menaunginya. Dalam pemikiran Cassirer, konteks atau struktur tersebut menjadi
hal yang tegas untuk diperhatikan karena segala tindakan dan pengungkapan seseorang
merupakan proses reproduksi dari unsur-unsur dalam strukturnya.
Dunia Pengalaman yang dimiliki musisi tentunya disokong oleh berbagai unsur yang
membentuknya, dan tiap seniman memiliki pengalaman yang berbeda dari segi ruang, waktu,
cara pandang, praktik sosial, sistem nilai dan sebagainya, sehingga pengetahuan yang tercipta
pada setiap musisi pun menjadi multi bentuk dan varian. Dalam hal ini, antara idealisme dan
materialisme, atau antara gagasan dan praktik saling bertemu dan menghasilkan suatu proses
dialektik dalam reproduksi pengetahuan. Proses dialektik memungkinkan pengetahuan yang
dilahirkan dari pengalaman, dan di sisi lain turut pula membentuk pengalaman dalam bentangan
ruang dan dimensi waktu yang lain.
Seorang musisi dalam melatih dan meningkatkan keterampilannya selalu mengacu
kepada musik-musik yang menjadi referensinya, dengan kata lain dirinya sudah dikuasai oleh hal
tersebut baik dalam keterampilannya, selera, rasa dan tindakan musikal lainnya. Namun, seiring
berjalannya waktu tentunya ia selalu mendapat gempuran dari realitas kekiniannya yang dapat
berupa referensi musik, rekan musisi, dan fenomena yang baru ditemui, alhasil ada proses
panjang yang terjadi di sana. Sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosial
melalui karya musik, hal ini menjadi dorongan bagi seorang musisi untuk menciptakan lagu-lagu
yang dapat menampung hubungan dialektis keduanya, sehingga muncul pertanyaan, bagaimana
proses yang terjadi dalam dinamika tersebut, dimana seorang musisi yang telah dikuasai oleh
jalinan terdahulunya kemudian digempur pula oleh keinginan untuk memadukan dengan realitas
kekiniannya. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis mencoba menelusuri proses-proses antara
jalinan gagasan dengan materi yang mewujud dalam karya milik Agam Hamzah. Penulis
membahas karya-karya dari Agam Hamzah bersama grup Ligro di album Dictionary 1, dan
Dictionary 2.
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
Tinjauan Teoritis
Experience dan Expressions
Realitas dapat diterima oleh alam sadar kita melalui pemahaman yang diberikan oleh
pengalaman. Bagaimana individu secara aktual mengalami kebudayaannya, maka ketika itulah
segala peristiwa dapat diterima oleh kesadaran kita (Dilthey, 1976:161). Pengalaman juga
sampai kepada diri individu bukan hanya secara verbal tapi juga dalam gambaran dan kesan. Jadi
apa yang mendahulukan adalah pengalaman.
Dilthey (1976:230) memandang bahwa ketika ingin mengetahui pengalaman seseorang
maka harus melihat dan menginterpretasikan ekspresi yang keluar dalam kehidupannya. Hal itu
menjadi landasan ketika ingin melihat bagaimana seseorang menjalani kehidupannya. Seorang
peneliti harus menginterpretasikan ekspresi yang keluar dari praktik kesehariannya, sebagai hasil
dari pengalaman manusia tersebut dalam menjalani hidup.
Hubungan antara ekspresi dan pengalaman adalah hubungan yang dialektis, pengalaman
menstrukturkan ekspresi, dan sebaliknya. Pengalaman yang didapat seseorang akan terlihat
dalam ekspresinya, begitu juga sebaliknya, ekspresi yang keluar dari seseorang di masa yang
akan datang akan berubah menjadi pengalaman yang kemudian mestrukturkan ekspresi yang lain
lagi, dan akan berlangsung begitu seterusnya (Bruner, 1986:6). Dalam hal ini, Agam Hamzah
dapat dikatakan memiliki pengalaman estetis dan pengalaman masa lalu lainnya yang kemudian
singgah ke ruang kontemplasi pikirannya, berlabuh di penghayatan batinnya yang luas dan
dalam, hingga kemudian termanifestasikan dalam nyanyian enam senarnya dan tersusun menjadi
sebuah lagu. Suatu proses kreatif yang ketat dan dalam.
Seni Sebagai Simbol
Menurut teori simbolik, bahwa dasar konstitusi antropologis manusia adalah sistem simbol.
Sistem simbol yang membedakan manusia dengan binatang. Berawal dari perkembangan
konsepsi mengenai sign (tanda). Inilah yang menyebabkan manusia diibaratkan menjadi kaisar di
muka bumi ini berkat kelebihannya tersebut. Langer (1948: 24) mengatakan, Man, unlike other
animals, uses “signs” not only to indicate things, but also represent them. Melalui sistem
simbol, manusia dapat membentuk dan menyajikan konsepsi atas benda atau fenomena dalam
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
bentuk yang arbitrer dan terbatas. Arbitrer, sebab antara penanda (signifier) dan petanda
(signified) tidak memiliki hubungan langsung (hubungan sebab-akibat), sehingga pada kelompok
masyarakat tertentu, makna yang dikandung di dalamnya dapat dipahami secara berbeda.
Struktur, Agen, dan Dimensi Praktik Sosial
Dua dimensi praktik sosial yang dijelaskan Bourdieu (1977) bahwa praktik sosial memiliki dua
dimensi. Dimensi pertama adalah internalisasi segala sesuatu yang dialami dan diamati dari luar
diri pelaku (agen). Dimensi kedua adalah pengungkapan dari segala sesuatu yang telah
terinternalisasi dan menjadi bagian dari diri pelaku. Praktik sosial bagi Bourdieu tidak
sepenuhnya otonom karena eksistensinya dilihat sebagai varian-varian dari struktur berterima
dan bergantung pada hubungan antara „authorised, authorizing language, and the group which
authorizes it and acts on its authority‟.
Metode Penelitian
Untuk mencari jawaban dari pertanyaan penelitian yang penulis ajukan terhadap proses bermusik
seorang musisi jazz ini, maka penulis akan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif merupakan pendekatan yang dirancang untuk memahami masalah-masalah sosial dan
kemanusiaan berdasarkan hal yang kompleks, yang digambarkan secara menyeluruh, dibentuk
dengan kata-kata, dilaporkan melalui pandangan mendetil dari informan, dan diadakan pada
setting aslinya (Creswell, 1994: 1-2). Pendekatan yang mencoba mendeskripsikan suatu keadaan
tertentu. Untuk mendukung metode ini, maka teknis pengumpulan data dilakukan dengan cara
pengamatan terlibat (participant observation), dan wawancara mendalam (depth interview).
Pembahasan
Pencarian Diri Menjadi Musisi
Ketika memasuki periode remaja, selain akrab dengan musik jazz dan musik tradisional
sunda, Agam juga dekat dengan suasana yang muncul dari suara-suara pengajian, adzan, dan
bacaan-bacaan shalawat, ia menganggap itu semua sebagai alunan musikal yang dapat
dinikmatinya. Ia merasa ada suatu ritmik ketika mendengar lantunan bacaan Al-Quran, dan ada
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
bagian-bagian hentakan yang teratur. Tergolong alunan suara yang masuk ke telinganya dan
menjadi familiar. Tetapi tetap saja menurutnya, musik yang diapresiasi dan didengar sebagai
sajian khusus secara serius adalah jazz.
Musik jazz dari musisi lokal adalah musik yang pertama kali ia konsumsi dengan rutin
pada kesehariannya, musik yang pertama kali menggugah seleranya akan jazz, karena pada saat
tinggal di Bogor, ia belum begitu sering mendengarkan musik jazz dari luar. Beberapa musisi
lokal diantaranya adalah Jack Lesmana, dan Bubi Chen. Ada beberapa musik jazz populer dari
luar yang ia dengarkan, seperti karya dari Matt Monro, dan Nat King Cole.
“Itu yang masuk pertama ke gua, Jazz lokal yaitu Jack Lesmana, Jack Lesmana tuh
favorit gua deh gua dengerin banget, karena gua di Bogor kan, jarang tau tuh musik luar
paling Matt Monro sama Nat king Cole yang ada vokalnya, yang instrumen tuh justru
kebanyakan gua dari musik lokal, jadi berjasa banget tuh orang-orang itu. Jack Lesmana,
Bubi Chen itu buat gua wahh.. pondasi banget. Sampai akhirnya gua bisa ngerti Chick
Corea, ngerti yang lain-lain kan dari situ dulu. Ingat gua, keluaran Hidayat nama
labelnya. Itu yang punya om gua tuh kasetnya. Gua dikasih kaset, pelat. Nah terus dari
situ tuh gua gak bisa dengerin musik lain, dengerin Koes Plus kurang masuk juga.”
Semenjak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, Agam Hamzah sudah akrab dengan
musik jazz. Ia sangat menaruh hati terhadap musik ini. Hal ini membentuk selera musiknya,
mempengaruhi tindakannya dalam mengkonsumsi suatu jenis musik. Mulai tumbuh
penilaian-penilaian yang ketat terhadap musik mana yang menyentuh seleranya. Hal yang
menarik untuk dilihat adalah bahwa Agam tidak memiliki ketertarikan dengan musik rock yang
pada saat itu tentunya banyak diminati oleh anak-anak seumurnya.
Agam Hamzah melakukan pencarian diri sebagai seorang gitaris dengan cara yang tidak
begitu sistematis, dalam artian bahwa ia tidak melalui pendidikan formal musik seperti menuntut
ilmu di perguruan tinggi musik, tetapi ia mendatangi langsung para gitaris yang pada saat itu
merupakan pemain-pemain hebat di ranah jazz. Sebab itu, ia sering menyebut dirinya sebagai
musisi yang tidak begitu berbakat. Ia merasa lebih besar keinginan daripada bakatnya,
kecintaannya terhadap musik melebihi bakatnya. Menurutnya, ia kurang berbakat bila
dibandingkan dengan musisi-musisi yang se-level dengannya, tapi karena kecintaan terhadap
musik itulah ia menjadi gigih dalam bermusik dan akhirnya dapat menjadi pemusik sampai saat
ini.
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
Dalam masa pencariannya tersebut, ia mengumpulkan segala informasi mengenai para
pemain gitar dari pembicaraan teman-teman, omongan-omongan orang, pertunjukkan musik,
kemudian mencoba untuk mendatanginya. Pertama, ketika SMP, ia belajar gitar kepada
Bambang Sumarsono, seorang musisi profesional yang cukup dikenal kala itu, kerap bermain di
kafe-kafe di Bandung. Ini pertama kalinya ia mendapatkan ilmu dan teknik chord 7 dan 9 yang
seringkali dipakai dalam musik jazz. Sampai pada tengah perjalanan, ia pernah diajak untuk
mengiringi gurunya tersebut di Hotel Savoy Homann Bandung, tapi dengan bermain gitar bass.
Hatinya merasa senang sekali karena bisa bermain di tempat seperti itu saat dirinya yang masih
duduk di bangku SMP.
“SMP udah, gua belajar Jazz sama Pak Bambang Sumarsono. Dia termasuk di Bandung
tuh inilah, dia emang musisi professional. Gua datang ke rumahnya, belajar. Iya belajar
serius, datang ke rumah dia kursus, bayar, gitu. Sebulan 5 ribu. Kalau sekarang mungkin
sekitar gopek lah, tahun 79 kan itu. Dia angkatannya Edi Karamoy. Lebih tua lagi, Edi
Karamoy, Samba, bapaknya Elfa, yang gitu-gitu. Gua belajar sama dia. Jadi cara mainin
kaya gini tuh dari dia, yang kaya (memainkan chord 7 dan 9 dengan irama swing). Nah
tapi gua sempet main di kafe tuh SMP sama om Bambang itu, dia segala macam bisa.
Trus gua sempet disuruh main bass. „Coba kamu main bass siapa tahu ada ini..‟ main aja
gua, main diajak ke hotel Homann, wah lucu lah itu. Savoy Homann, wah gayaa euy
SMP coba gila lo.”
Kedua, saat memasuki bangku Sekolah Menengah Atas, ada satu nama penting yang tidak
bisa begitu saja dicoret dari kehidupan Agam Hamzah karena sangat berjasa dalam
perkembangan musikalnya hingga kini, yaitu Donny Suhendra. Gitaris senior yang akrab
disapa “Kang Donny” di kalangan musisi ini menjadi penting
untuk
dicatat
karena
ia
paling memberikan pengaruh bagi proses pembelajaran teknik bermain gitar dan pembentukan
mental Agam Hamzah, dan bisa dikatakan menjadi titik tolak bagi kehidupan bermusiknya.
Panjang sekali perjalanan yang dilalui Agam bersama mentornya ini. Berbagai masukan, jatuh
bangun, dari kritikan pedas sampai pujian manis ia rasaksan dan memetik pelajaran darinya.
“Nah kelas 1 SMA gua belajar sama Donny Suhendra. Wahh disituu..! tau dia dari
omongan-omongan, „wah ada gitaris hebat banget, hebat bangett..‟ gua nyamperin tuh ke
rumahnya. Rumahnya tuh kan pas gua kalau mau ke sekolah kelewatan, ngeliat nomor
100 rumahnya tuh. Di Lengkong, rumahnya keren lagi kan di pinggir jalan gitu. Gua
masuk aja nekat, gua mau kursus bilang gitu. Wuihh gua bengong euy liat dia main.
Gilaaa, itu bener-bener Donny Suhendra tuh dewa buat gua., sampai sekarang kali.
Sampai sekarang Kang Donny tuh..udahlah buat gua tuh top deh. Jadi Donny itu boleh
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
dibilang orang yang pertama kali main gitar dengan konsep modern tuh dia di
Banyak pola-pola nada atau dalam bahasa musiknya disebut scale, yang dipelajari oleh Agam
dari Kang Donny ini. Bagaimana ide-ide tentang fusion jazz terbentuk. Standar apa saja yang
harus dikuasai. Siapa saja musisi yang harus didengarkan, dan terutama teknik-teknik
memainkannya. Seperti yang umumnya dipahami bahwa hal yang wajib dikuasai dalam aliran
fusion jazz adalah bagaimana harmoni dan kerangka besar jazz dipadukan dengan semangat rock.
Dibutuhkan latihan yang teratur untuk mendapatkan itu semua, inilah yang ia pelajari dari
sang guru. “wah udah deh pokoknya gua udah habis semua di Donny, semuanya banyak gua
dapat dari dia..”
Teori-teori musik yang diajarkan oleh Donny sangat memperkaya pemahaman Agam
mengenai jazz. Tangga nada, berbagai jenis chord, interval nada, dan lain-lainnya semakin
banyak dikuasai oleh Agam. Sebagai guru yang penuh tanggung jawab, Donny sangat menaruh
perhatian kepada muridnya ini. Bisa dikatakan Agam Hamzah termasuk dalam golongan
pertama
dari
murid-murid
Donny
Suhendra. Donny
juga
sangat
membantu
dalam
pembentukan mental bagi Agam Hamzah. Melatih mental sebagai musisi profesional, dengan
sering mengajak Agam untuk bermain
dari panggung ke panggung ketika di Bandung
saat itu, denganmembawakan lagu-lagu yang tidak gampang dari segi teori musik. Bahkan
sampai saat ini, terkadang ia masih bermain duet bersama gurunya tersebut.
Agam semakin menyadari bahwa musik ini sangat cocok dengan alur kehidupan dirinya.
Baginya bermusik bagaikan “makanan spiritual” penting yang tak bisa terlewatkan. Jazz
sebagai media mengekspresikan dirinya karena spirit kebebasan dalam musik ini sangat
diresapinya. Menurutnya, jazz menunjukkan ekspresi bunyin yang melampaui penjelasanpenjelasan filosofis dan hanya dapat dimengerti dengan merasakannya. Terkait dengan ini ia
berpendapat,
“Ada suatu idiomatic dalam musik jazz yang berakar dari musik Blues dimana
kebebasan, kemerdekaan hanya bisa dirasakan dan dimengerti oleh pengekspresian
"bunyi" dan tidak sama sekali bisa dijelaskan oleh kata-kata. Suatu bunyi yang
melampaui teori atau penjelasan filosofis, mendobrak segala bentuk penjara formalitas,
keindahan yang muncul secara spontan dari kepolosan tanpa terjebak kedalam "sensasi
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
murahan". Musik seperti ini hanya bisa terlahir dari pribadi yang hanya mengikuti „kata
hatinya‟. Gua bisa merasakan bener, freedom. Iya beyond. Makanya kan gua bilang ada
idiom dalam jazz itu yang sulit sekali dijelaskan dengan kata-kata tapi lo bisa merasakan
di sana ada spirit itu, freedom. Dan buat gua, boleh dibilang tidak ada pekerjaan yang
lebih asik dan enak selain bermain musik.”
Ia selalu mereferensikan kepribadian dirinya kepada musik jazz. Hal ini tercermin dalam
tindakan bermusiknya, dimana ia tidak hanya memiliki satu grup musik saja, tetapi banyak
proyek musik yang dijalankannya. Ia tidak bisa dan tidak ingin menetap di satu band saja. Dalam
perjalanannya Agam banyak mebentuk grup musik dengan orang yang berbeda, dengan
pemilihan yang berdasarkan pada musik seperti apa yang ingin ia salurkan dan apakah ia merasa
cocok atau tidak dengan orang tersebut. Ini menunjukkan bahwa banyak ide-ide dari dirinya
yang tidak bisa tertampung dalam satu grup musik saja, selalu merasa ada kekurangan. Jika di
satu grup ia dapat menyalurkan ide yang satu, tetapi ide yang lain tertahan dan tidak tersalurkan.
Segala kisah perjalanan pengalaman mas lalu tersebut, khususnya pengalaman estetis,
latar belakang keluarga, pemahaman teknik bermain sampai filosofis berlabuh dalam pribadi
Agam Hamzah dan memberikan konsekuensi terhadap kegiatan bermusik terutama dalam
anak karyanya.
AKTUALISASI DIRI DALAM JAZZ
Salah satu proyek musik yang dibentuk oleh Agam Hamzah adalah kelompok musik
instrumental Ligro, atau banyak disebut di kalangan pemusik sebagai Ligro Trio. Karena terdiri
dari tiga orang yang mengisi band ini yaitu Agam Hamzah pada gitar, Adi Dharmawan pada
gitar bass, dan Gusti Hendy pada drum. Agam dan Adi Dharmawan dikenal sebagai musisi yang
malang melintang di dunia jazz dan sebagai pengajar musik senior yang telah menelurkan
banyak musisi baru, sedangkan Gusti Hendy lebih banyak dikenal oleh masyarakat luas sebagai
pemain drum dari band GIGI yang namanya sudah sangat populer di Indonesia. Ketiga orang ini
sepakat untuk mendirikan Ligro pada tahun 2004. Agam Hamzah bertindak sebagai pemimpin
dari band ini. Dirinya yang mengatur secara garis besar dan konsep secara umum. Didorong oleh
keinginannya untuk membuat musik jazz yang dipadukan dengan musik rock blues, Agam
menjadikan gagasannya berbuah visi untuk membentuk grup musik tersebut.
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
Dalam konsep lagu-lagu mereka yang beraliran jazz rock – atau yang biasa dikategorikan
juga sebagai jazz fusion – ini sendiri, mengacu kepada kesamaan mereka akan ketertarikan
kepada musik fusion yang sudah mereka pelajari sejak lama, terutama karya-karya dari salah satu
pendekar fusion yaitu Miles Davis. Mencampurkan nada-nada jazz dan blues dengan kekuatan
rock, sehingga nama Ligro (Orgil = Orang Gila) dirasa cocok untuk mewakili karakter musik
mereka. Selain itu, mereka memfokuskan pada pencarian bunyi-bunyian yang menurut mereka
tiada batasnya. Jenis-jenis suara tertentu memunculkan nuansa tertentu yang dapat menggiring
perasaan yang luar biasa dahsyatnya. Mereka memainkan musik sebagaimana yang terlintas dari
hati. Bagi mereka musik adalah sesuatu yang mengasikkan dan dapat ditransformasi dalam
berbagai bentuk komposisi dan harmoni tiada terbatas. Mereka merasa siap disebut orgil karena
kecintaan untuk mengeksplorasi bunyi-bunyian
Bagi Agam Hamzah dan Ligro, ide besar mereka dalam menciptakan lagu adalah ingin
menonjolkan nada-nada disonan. Di dalam musik ada nada-nada yang tergolong dalam bentuk
chord dominan seperti flat7, flat5, dan flat9 yang seringkali hanya
digunakan
sebagai
„jembatan‟ antarnada, penghubung antar-chord dan memberikan nuansa „tanggung‟ di dalam
sebuah komposisi, dan mereka menganggap ini memiliki nilai artistik tersendiri yang berhak
untuk muncul dalam industri musik. Agam menerangkan,
“Kita banyak menggunakan nada-nada yang dianggap disonan, nah seperti Blues juga
kan, flat7, flat5, flat9 gitu kan. Tapi justru itu yang terasa enak, yang tadinya dianggap
nada-nada setan lah gitu, tapi ternyata juga punya nilai artistik tersendiri. Buat Ligro hal
yang artistik tuh ya yang kayak gini, yang mau kita tekankan adalah nada-nada disonan,
itu sebenarnya. Pengen menyampaikan itunya, bahwa nada-nada ini juga berhak muncul
gitu loh di dunia musik industri. Itu kira-kira prinsip dan visi Ligro secara musik.”
Bagi Ligro dan khususnya Agam Hamzah, karakter tersebut tidak terlepas dari peranan orangorang yang mempengaruhi musikalitasnya dalam bermusik. Agam mengakui bahwa gagasan
musiknya banyak mendapat pengaruh dari musisi-musisi lain. Walaupun pada segi detil setiap
lagunya berakar dari kerangka besar yang diciptakan oleh salah satu orang saja yang kemudian
dilengkapi oleh personil yang lain.
Pada lagu Green Powder. Bagi Agam Hamzah, lagu yang berada di track ke 2 dalam
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
album pertama ini, ia labelkan dengan nama Green Powder karena kecintaannya terhadap alam
sekitar. Unsur-unsur natural, tumbuh-tumbuhan, kehijau-hijauan yang bersifat alamiah
sesungguhnya sangat dibutuhkan bagi manusia. Pada komposisi lagunya ia menggunakan polapola blues hampir di semua bagian. Terkait hal ini Agam menceritakan,
“Green Powder. Hijau kan, yaa pengalaman estetika berdasarkan hijau-hijauan.
Tumbuhan-tumbuhan sorga gitu kan haha.. Gak heran kalau jaman dulu orang sampe
nyembah pohon kan. Kalau Powder yaa apa ya, itu kan bedak ya, berlumur lah gitu ya,
hal-hal yang natural itu sebenarnya asik sekali.”
Kemudian pada lagu berjudul Paradox, Agam menciptakan komposisi dengan menggunakan
skala nada whole-half step. Not-not dengan pola yang memiliki jarak satu kemudian setengah
dan begitu seterusnya, yang berasal dari ide diminish notes. Dari sini ia mencoba mebuat
suatu ilustrasi bahwa kenyataan hidup ini bersifat paradoks. Gambaran kejiwaan yang
complicated. Karena skala nada satu-setengah tersebut akan membentuk suatu garis lurus yang
tidak pernah bertemu jika dibuat. Semacam grafik yang simetrik. Agam menjelaskan,
“Kalau lagu Paradox ini secara teknis ini berangkat dari scale nada half-whole step. Ideide Diminish. Lo kalau nangkep ide tersebut itu seperti lo melihat gambaraan kejiwaan
yang complicated yang tidak ada selesainya. Ini kan satu-setengah-satu-setengah, jadi
kalau dibikin grafik jadi seperti garis yang tidak pernah ketemu, tapi pas lo ke atasin gini
justru ketemu semua. Simetrik gitu loh jadinya. Yang simetrik tuh scale cuma dua,
whole-half ini sama.”
Milesway, lagu pembuka pada album Dictionary 2 dipersembahkan Agam Hamzah untuk salah
satu musisi idolanya yaitu Miles Davis. Terinspirasi dari sosok Miles Davis yang merupakan
seorang musisi jazz Afrika-Amerika, pemain terompet, dan diakui sebagai salah satu musisi yang
paling berpengaruh di abad 20. Termasuk figur kunci dalam perkembangan musik jazz karena
gagasannya dalam melahirkan aliran cool jazz dan jazz-rock fusion. Maka dari itu dari segi
komposisi musiknya, Agam mencoba berangkat dari ide „one chord‟ seperti yang digunakan
6
Miles Davis pada beberapa musiknya. Ide „one chord‟ dimana hampir tidak ada chord changes ,
melakukan improvisasi bebas dalam satu chord tersebut, sehingga lebih banyak ide pada
dinamika rhythm. Dibuka dengan alunan gitar Agam Hamzah yang bernuansa blues dengan
sedikit distorsi kemudian menyusul iringan bass yang ditahan pada nada open E string hingga
akhir lagu, tetapi dengan dinamika rhythm yang berbeda-beda yang menyatu dengan hentakan
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
drum Hendy. Diakuinya bahwa kerangka besar dari lagu ini adalah hasil ciptaannya hanya
penggarapannya tetap dilakukan bersama-sama Ligro.
“Ini terpengaruh jelas dari Miles Davis. Milesway kan, maksudnya the way of Miles
Davis, gua bikin aja Milesway judulnya..wahh, jadi kaya apaa gitu kan..haha, kaya suatu
hal yang jauh gitu. Ya tapi emang benar sih suatu perjalanan gua yang jauh lah ya.
Sebenernya kalau gua lihat ya, semua musik-musik tahun 70an yang populer setelah
Miles Davis, seperti Mahavishnu, Herbie Hancock, Chick Corea sekalipun, itu semua
berangkat dari idenya Miles Davis. Yang dituju itu kan one chord nya sebetulnya. Ide
besarnya one chord, kan itu ide one chord itu asik sekali ya dengan improvisasi bebas di
satu chord gitu, terus lebih banyak idenya dari rhythm. Karena akar dari segala biang
kerok musik adalah rhythm. Sama juga kan kehidupan juga rhythm kan, waktu, irama..
Kalau dia ini boleh dibilang dari segi rhythm berani keluar dari swing sebagai suatu
syarat jazz.”
Setelah melihat bagaimana Agam membuat simbolisasi dari gagasan yang terbentuk oleh
pengalamannya ke dalam lagu-lagu tersebut, penulis juga mencoba menyoroti proses
internalisasi atau penyerapan yang dilakukan Agam Hamzah dalam membentuk karyanya.
Melakukan pemaknaan melalui karya-karya yang dibuatnya yang mengacu pada konteks saat itu.
Hal ini dapat diamati melalui dua dimensi praktik sosial yang dijelaskan Bourdieu (1977) bahwa
praktik sosial memiliki dua dimensi. Dimensi pertama adalah internalisasi segala sesuatu yang
dialami dan diamati dari luar diri pelaku (agen). Dimensi kedua adalah pengungkapan dari segala
sesuatu yang telah terinternalisasi dan menjadi bagian dari diri pelaku. Praktik sosial bagi
Bourdieu tidak sepenuhnya otonom karena eksistensinya dilihat sebagai varian-varian dari
struktur berterima dan bergantung pada hubungan antara „authorised, authorizing language, and
the group which authorizes it and acts on its authority‟.
Agam banyak mengadopsi ide-ide dari kawan bermusiknya dan sangat terkait pada
nd
konteks zaman itu. Seperti dalam lagu Radio Aktif dan 2
Future dimana ia mendapat ide dari
Yose yang pada saat itu mereka masih berada lingkungan musik di Bandung. Mereka disatukan
nd
dalam iklim permusikan tersebut. Kemudian pada lagu-lagu seperti Orgil, Saman Spot 2
Future yang merupakan lagu pemberian dimana tema dari lagu tersebut sudah terbentuk,
Agam tetap melakukan perubahan menyesuaikan dengan gaya permainan dan dicocokkan
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
dalam formasi grup trionya. Dalam melakukan perubahan dan berimprovisasi pada lagu pun
Agam banyak terpengaruh dari gurunya Donny Suhendra. Ada beberapa pola nada favoritnya
yang kadang ia pakai ketika berimprovisasi. Perubahan pada bagian-bagian lagu yang
dilakukannya menunjukkan bahwa Agam bertindak sebagai agen yang diakatakan Bourdieu
(1977) sebagai pelaku yang memiliki kemampuan inisiatif untuk mempengaruhi dan mengubah.
Sejalan dengan itu, Bourdieu (1977) memandang bahwa kehidupan sosial merupakan
suatu interaksi struktur, disposisi (kecenderungan), dan tindakan yang saling mempengaruhi.
Praktik sosial tidak didikte secara langsung oleh struktur dan orientasi-orientasi budaya, tetapi
lebih merupakan hasil dari proses improvisasi yang kemudian distrukturkan oleh orientasi
budaya, sejarah perorangan, dan kemampuan untuk berperan di dalam interaksi sosial. Struktur
sosial dan pengetahuan tentang struktur itu menghasilkan orientasi yang ajeg bagi tindakan yang
kemudian sebaliknya ikut memberi bentuk bagi struktur sosial.
Apabila ditelusuri melalui pemikiran Dilthey, dimana ia mengatakan ekspresi yang keluar
dari individu menandakan pengalaman (experience) yang cenderung menjadi bentuk referensial
diri. Diri manusia sebagai pribadi yang aktif. Konsepsi masa lalu akan sangat berubah dengan
kondisi masa kini. Ini memberikan pemahaman bahwa bagi Dilthey, tidak ada yang benar-benar
stabil di dalam experience seseorang. Tidak ada bentuk struktur lampau yang dapat bertahan.
Oleh karena itu segala yang menjadi tetap dan berubah merupakan hasil interaksi yang
terus berlangsung dan dipertukarkan sesuai kebutuhan, menjadi sebuah dialektika antara struktur
dan agen. Jadi apa yang telah dianalisis, bahwa ide-ide yang keluar melalui ekspresi simbolik
pada lagu, merupakan bentukan dari struktur sebelumnya yang terus didialogkan
KESIMPULAN
Melalui penelaahan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tersebut di atas ke dalam lagulagu di kedua golongan, dapat dilihat bagaimana proses pembentukan karya, dan karya sebagai
refleksi dari gagasan Agam Hamzah. Dari pengamatan ini dapat diurutkan, bahwa lagu-lagu
karya Agam Hamzah merupakan ekspresi dirinya yang menyimbolkan makna dari gagasan yang
terbentuk karena struktur. Struktur di sini terdiri dari jalinan antara warisan pengetahuan dari
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
mentor-mentornya, interaksi sesama musisi, pengalaman inderawi, dan orientasi lainnya. Sebagai
produk dari struktur tersebut, kemudian Agam bermain sebagai pelaku yang mengimprovisasi
dengan insiatif individualnya. Tindakan-tindakan dan inisiatif individu itu menghasilkan dan
mendaur ulang unsur-unsur yang ada dalam struktur.
Dilihat melalui penelusuran life history, dan simbolisasi dalam lagu-lagunya yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa hal yang membentuk karakter
lagu Agam adalah struktur yang berupa warisan ilmu-ilmu dari guru musiknya, kawan
sepermusikan, teknik permainan dan musik dari musisi luar yang disimak dan pernah dikenalkan
oleh pamannya, serta struktur kekinian seperti iklim pengajaran musik yang masih dijalaninya.
Kemudian Agam menarik diri dari struktur tersebut dengan mengambil peran sebagai agen,
individu yang berimprovisasi mengubah secara gagasan dan teknik permainan. Faktor-faktor
yang mendorongnya untuk mengubah pada bagian-bagian lagu tersebut adalah untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan grup Ligro yang terdiri dari tiga personil, musik yang sedang
didengar sekarang, dan selera dalam pola-pola nada spontan saat ini, dan terakhir Agam
melakukan pencampuran itu semua (antara ide dari musisi luar dan musisi dalam). Seperti pada
lagu 2
nd
Future dan Orgil, dimana lagu tersebut sebetulnya dimaksudkan oleh Yose untuk
dimainkan secara orkestra karena ia merupakan pemain musik klasik, tetapi kemudian diubah
oleh Agam agar bisa dimainkan secara trio.
Berpijak pada segala penjelasan yang telah dijabarkan bahwa ada struktur yang bertahan,
dan ada struktur yang berubah melalui praktik bermusiknya. Penyesuaian-penyesuaian tersebut
dapat dilihat sebagai interaksi yang dilakukan Agam dengan lingkungan, dimana di dalam
interaksi tersebut terjadi pertukaran gagasan yang dilakukan lewat praktik musikal bersama grup
Ligro-nya.
Pembacaan semacam ini menegaskan bahwa apa yang menjadi esensi dari penciptaan
karya lagu seorang Agam Hamzah melalui proses kreatifnya adalah jalinan pengalamanpengalaman hidupnya, dan seberapa besar karya dan sosoknya bergantung pada seberapa besar ia
menggeluti berbagai peristiwa dalam pengalamannya tersebut. Namun demikian, pengalaman
yang terekspresikan dalam sebuah karya seni (lagu) tidak selalu berwujud mimetis (tiruan) dari
gagasan dan bentuk inspiratornya, tapi lebih merupakan hasil penafsiran ulang berdasarkan
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
proses refleksi dialogis (dialogic narration) sang musisi terhadap kehidupan aktualnya, dan
dipoles dengan sentuhan kualitas rasa kekiniannya.
Ini juga memperlihatkan bahwa musisi menempati posisi yang tidak otonom karena
selalu bergantung kepada strukturnya dalam hal ini pihak-pihak yang telah disebutkan di atas.
Namun tidak sepenuhnya juga bergantung kepada posisi struktur lamanya tersebut karena
sebagai agen, ia memiliki inisiatif dengan bekal pengetahuan tersebut untuk melakukan
improvisasi atau perubahan atas ide dan teknik yang dipahami terhadap lagu-lagunya.
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A. Rahman
2010
Islam, Jawara & Demokrasi (hal. 5-12). Jakarta. Dian Rakyat.
Beals, Ralph L, and Harry Hoijer
1971 An Introduction to Anthropology. New York: The MacMillan Co.
Berendt, Joachim E.
1981 The Jazz Book; From Ragtime to Fusion and Beyond. Lawrence Hill Books.
Bernard, H. Russel
1994 Research Methods In Anthropology: Qualitative and Quantitative
Approaches. Thousan Oaks: Sage Publications.
Bourdieu, Pierre
1995 Language and Symbolic Power. Fourth Printing. Cambridge,
Massachusetts: Harvard University Press.
1977 Outline of a Theory of Practice. Translated by Richard Nice.
Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press.
Bruner, Edward M.
1986 Experience and Its Expressions. The Anthropology of Experience
(Edward M. Bruner dan Victor Turner ed.). Chicago: University of Illinois
Press.
Cassirer, Ernst.
1962 An Essay on Man. Haven & London: Yale University Press.
1987 Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esensi Tentang Manusia. Jakarta: PT
Gramedia.
Collier, Graham
1977 Foreword: Jazz. New York: Cambridge University Press.
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
Creswell, J. W.
1998 Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. California: SAGE
Publications, Inc.
Dewey, John.
1934
Art as Experience. New York: Minton, Balch & Co.
Dieter, Mack
1994 Musik Populer. Apresiasi Musik. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusantara.
Dilthey, Wilhelm.
1976 Selected Writings. Ed. H. P. Rickman. Cambridge: Cambridge
University Press.
Dharma, Pra B.
1999 Instrumentasi, Sejarah, dan Referensi: Musik Kontemporer. Jakarta: PT Buana
Swarakita Senada.
2001 Musik Kontemporer: Teori Improvisasi dan Referensi. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Geertz, Clifford.
1992 Tafsir Kebudayaan (terjemahan B. Susanto SJ, judul asli: The
Interpretation of Culture). Yogyakarta: Kanisius
Havilland, William. A.
th
1985 Anthropology: 4 Edition. New York: CBS College Publishing
1988 Antropologi, Jilid 2. R.G. Soekadijo (penerjemah). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Hoed, H. Benny
2011
Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.
Kaemmer, John E.
1993 Music in Human Life, Anthropology Perspective on Music, Austin: University
of Texas Press.
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
Koentjaraningrat
1986 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Langer, Susanne K.
1964 Philosophical Sketches. New York: The American Library of World
Literature
1974 Philosophy in a New Key: A Study in the Symbolism of Reason, Rite, and Art
rd
(3 Edition). Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press.
1979 Feeling and Form: ATheory of Art. London and Henley: Routledge and Kegan
Paul Limited.
Sloboda, J. A.
1998 Does Music Mean Anything?. Musicae Scientiae, 11, 21 - 31
1994 The Musical Mind: The Cognitive Psychology of Music. Oxford: Clarendon
Press.
Widjojo, S. Muridan
2003 “Strukturalisme Konstruktivis, Pierre Bourdieu dan Kajian Sosial Budaya”.
Prancis dan Kita. Ed. Sutanto, Anggari Harapan. Wedatama Widya Sastra.
Jurnal
Kleden, Ninuk.
2004 ”Ekspresi Karya (Seni) dan Politik Multikultural: Sebuah Pengantar”, dalam
Jurnal Antropologi Indonesia Th. XXVII, No. 75 Sept-Des 2004.
Pirous, Iwan Meulia.
1997 ”Makna Modernitas Bagi Seniman Seni Rupa Modern Indonesia” dalam
Jurnal Antropologi Indonesia Th XXIV, No. 62 Mei-Agustus 2000.
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
Artikel
Slamet Abdul Sjukur (2013). Telinga, Musik, dan Kebersamaan. Ceramah Musik. Jakarta.
Internet:
www.ligrotrio.com 7-9-2013, 14.00
www.ngayogjazz.com 3-9-2013, 01.37
www.wikimedia.org 8-10-2013, 15.05
www.wartajazz.com 3-9-2013, 01.38
Berbagi ruang..., Yosa Maulana, FISIP UI, 2014
Download