Jurnal Pendidikan Penabur

advertisement
Diterbitkan oleh:
BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR)
I S S N : 1412-2588
Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai
sebagai medium tukar pikiran, informasi dan
penelitian ilmiah antar para pemerhati masalah pendidikan.
Penanggung Jawab
Dra. Kristinawati Susatio, M.M.
Pemimpin Redaksi
Dr. BP. Sitepu, M.A.
Sekretaris Redaksi
Rosmawati Situmorang
Dewan Editor
Dr. BP. Sitepu, M.A.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.
Dra. Mulyani
Dr. Theresia K. Brahim
Dra. Vitriyani P., M.Pd.
Alamat Redaksi :
Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470
Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968
http://www.bpkpenabur.or.id
E-mail : [email protected]
Pedoman Penulisan Naskah untuk Jurnal Pendidikan Penabur
Naskah ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1. Naskah merupakan laporan penelitian, opini, info, dan resensi buku yang
berhubungan dengan bidang pendidikan serta disajikan dalam bentuk
bahasa ilmiah populer.
2.
Naskah merupakan karya asli dari penulis dan belum pernah
dipublikasikan atau sedang dikirimkan ke media lain.
3.
Naskah diketik pada kertas A4 dengan margin/batas atas, kanan, dan
bawah masing-masing 3 cm dan batas kiri 4 cm dari tepi kertas.
Menggunakan program MS Word dengan jenis huruf Book Antiqua 10
point/spasi ganda.
4.
Panjang naskah hasil penelitian + 4500 kata, sedangkan untuk opini,
info, serta resensi buku + 2000 kata.
5.
Judul harus singkat, jelas dan tidak lebih dari 10 kata.
6.
Format penulisan adalah : Judul, nama penulis, abstrak, isi artikel, daftar
pustaka, dan keterangan mengenai penulis.
7.
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata.
9.
Ilustrasi (grafik, tabel dan foto) harus disajikan dengan jelas. Tulisan pada
ilustrasi menggunakan huruf yang sama pada isi naskah dengan besar
huruf tidak lebih kecil dari 6 point.
10. Naskah dikirim dalam bentuk disket dan hasil print out ke Redaksi Jurnal
Pendidikan Penabur, Jalan Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lantai 5.
Jakarta Barat - 11470 atau melalui e-mail: [email protected]
11. Naskah disertai dengan daftar riwayat hidup yang memuat latar belakang
pendidikan, pekerjaan dan karya ilmiah lain yang pernah ditulis.
12. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan. Naskah yang tidak dimuat
tidak dikembalikan.
13. Redaksi berhak mengedit naskah yang dimuat tanpa mengubah isi
naskah.
14. Isi Jurnal Pendidikan Penabur tidak mencerminkan pendapat atau
kebijakan BPK PENABUR
Jurnal Pendidikan Penabur
Nomor 07/V/Desember 2006
ISSN: 1412-2588
Daftar Isi
i
Pengantar Redaksi
ii-iv
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games, Arvin Nathanael Chandra,
Rekontruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran, Widodo
1-11
12-23
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Melalui Metode Diskusi Panel dalam Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas), Herman Joseph Siswandi
24-35
M
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat, Esther Christiana Juwanda
36-54
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR, Budyanto Lestyana, Mudarwan, Theresia
K.Brahim, dan Vitriyani Pryadarsina,
55-63
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa,
Handy Susanto,
64-71
Melatih Siswa Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan, Keke T. Aritonang,
Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif, Suprayekti,
72-87
88-92
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Menuju Anak yang Sehat dan Cerdas Melalui
Permainan, Soegeng Santoso,
93-99
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945, S. Fudiman,
Isu Mutakhir, Hotben Situmorang,
100-107
108-110
Resensi Buku: Introduction to Research in Education (7th ed.), Teguh Santoso,
Profil BPK PENABUR Cimahi, Hermin Hermayanti,
111-113
114-118
Keterangan Mengenai Penulis, 119-121
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006
i
Pengantar Redaksi
emperoleh pendidikan adalah merupakan hak semua warga
negara Indonesia tanpa diskriminasi dari segi suku, ras,
agama ataupun golongan. Hal ini jelas terlihat dalam salah
satu amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun
1945 berkaitan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa yang
selanjutnya diatur dalam Pasal 31. Untuk memenuhi hak itu,
Pemerintah bersama-sama masyarakat bertanggung jawab
menyelenggarakan pendidikan dalam satu sistem yang diatur oleh
Pemerintah. Sistem pendidikan Nasional yang terakhir, diatur dalam
Undang-Undang No 20 Tahun 2003.
Tanggung jawab Pemerintah terlihat dari pembangunan gedung,
sarana dan prasarana pendidikan, serta pengadaan pendidik dan
tenaga kependidikan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan
pendidikan. Di lain pihak masyarakat melalui berbagai Yayasan ikut
berperan serta menyelenggarakan lembaga-lembaga pendidikan
dasar, menengah dan tinggi sebagai perwujudan rasa tanggung
jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa secara meluas dan
merata. Bahkan di daerah tertentu masyarakat menjadi perintis
penyelengaraan pendidikan baru kemudian disusul oleh Pemerintah.
Berbagai sekolah yang dikelola oleh masyarakat melakukan inovasiinovasi pembelajaran untuk meningkatkan mutu serta sekaligus agar
mampu bersaing dengan sekolah lain. Dengan demikian peranan
Pemerintah dan masyarakat tidak dapat diabaikan dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.
Dalam usaha pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
serta sekaligus meningkatkan kecerdasan bangsa, Pemerintah
mencanangkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Enam
Tahun pada tahun 1984 dan meningkatkannya menjadi Program
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun pada tahun 1994.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di semua jenjang dan jenis,
berbagai pendekatan, metode, dan teknik belajar dan membelajarkan
diterapkan di samping pengadaan berbagai sarana dan prasarana
pendidikan termasuk alat-alat laboratorium dan alat praktek. Masih
dalam rangka peningkatan mutu hasil pendidikan, berbagai kegiatan
ekstra kurikuler dirancang dan dilaksanakan oleh sekolah. Beban
belajar peserta didik pun semakin berat, sarat dengan berbagai tugas
dan kegiatan dan terkesan peserta didik semakin berperan menjadi
objek dan bukan subjek belajar-membelajarkan. Proses pembelajaran
terkesan lebih bertujuan untuk mencapai target kurikulum
khususnya berkaitan dengan penyampaian materi bahan ajar. Kesan
lain juga terasa sejumlah guru mengarahkan kegiatan pembelajaran
dengan melakukan drilling atau latihan mengerjakan soal-soal yang
berorientasi pada Ujian Nasional, sehingga konsep ilmu yang
seharusnya dipelajari secara utuh terabaikan.
Belakangan ini semakin marak terlihat berbagai sekolah baik
negeri maupun swasta yang berupaya meningkatkan mutu proses
dan hasil pendidikannya dengan mengacu ke lembaga pendidikan di
luar negeri sebagai bench mark. Sekolah yang mengaku dirinya
M
ii
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006
sebagai sekolah nasional bertaraf internasional itu memiliki
pandangan bahwa untuk dapat bersaing dan berkolaborasi di era
globalisasi ini, lembaga-lembaga pendidikan pun perlu terus menerus
belajar meningkatkan mutunya dengan melakukan berbagai
perbaikan (continuous improvement) sehingga tidak kalah dalam
persaingan dan tertinggal dalam pergaulan dan kerja sama lokal,
nasional, dan internasional. Gejala ini memberikan dampak yang
tidak selalu menguntungkan perkembangan fisik, intelektual,
emosional, dan psikis peserta didik. Kepentingan peserta didik
sendiri tidak jarang diabaikan demi untuk mencapai target sekolah.
Belakangan ini berkembang suatu penyelenggaraan pendidikan
yang disebut Sekolah Rumah atau Home Schooling yang jumlahnya
mencapai 100 buah tersebar di Jakarta dan sekitarnya. Pada awalnya
pendidikan di Sekolah Rumah ini dilakukan oleh orang tua, anggota
keluarga atau orang lain dalam suasana kekeluargaan dengan
memperhatikan seluruh aspek perkembangan pribadi peserta didik.
Waktu belajar diatur secara luwes tanpa banyak peraturan dan
ketentuan yang “menyusahkan” peserta didik. Perkembangan aspek
intelektual, spiritual, emosional, psikis serta fisik anak diperhatikan
dan dikembangkan secara berimbang. Ternyata prestasi hasil belajar
anak tidak kalah dengan peserta didik di sekolah formal, bahkan
anak dapat berkembang secara lebih berimbang dan utuh .
Munculnya Sekolah Rumah ini tidak semata-mata karena tidak
ada sekolah di wilayah itu atau orangtua tidak sanggup membiayai
anaknya belajar di sekolah biasa. Akan tetapi Sekolah Rumah ini
muncul antara lain karena orang tua tidak puas dengan
penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah
formal. Mereka menganggap sekolah telah memasung kebebasan serta
kreativitas anak dan gagal mendidik peserta didik secara utuh. Lebih
jauh lagi, sekolah dianggap bukan lagi sebagai suatu lembaga sosial
yang lebih mengandalkan pelayanan, akan tetapi penampilan dan
perilaku sekolah memberikan kesan sebagai usaha bisnis komersial
yang mencari keuntungan finansial. Anggapan ini menunjukkan
merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan
formal.
Betapa ironisnya jika hal-hal seperti yang dikemukakan itu
benar, karena sekolah memiliki pemimpin, pendidik, dan tenaga
kependidikan yang seharusnya memahami makna pendidikan dalam
arti luas, serta mahir dalam melaksanakan proses belajar dan
membelajarkan. Mereka seharusnya menguasai benar didaktik
metodik, psikologi anak dan perkembangannya, bimbingan dan
konseling, serta hak azasi anak, tidak hanya secara teoritis, tetapi
juga terampil mempraktekkannya secara nyata dalam proses belajarmembelajarkan di sekolah. Dengan demikian apa yang
dikhawatirkan baik dalam skala mikro maupun secara makro oleh
Ivan Ilich lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dalam bukunya
Deschooling Society (1972) tidak akan terulang dalam abad ke-21 ini.
Menjadikan peserta didik menjadi pusat perhatian dan pelaku
aktif dalam proses belajar-membelajarkan sehingga mereka
merasakan belajar sebagai suatu kegembiraan dan kenikmatan dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan, metode dan teknik
membelajarkan. Bobbi DePorter dan rekan-rekannya dalam bukunya
Quantum Learning (1992) dan Quantum Teaching (1999) atau Gordon
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006
iii
Dryden dan Jeannette Vos dalam bukunya The Learning Revolution
(1999) telah banyak membicarakan dan memberikan pengalaman
bagaimana membuat belajar menjadi suatu kegembiraan dan
kesenangan bagi peserta didik sehingga secara fisik, intelektual,
emosional, dan kepribadian mereka tumbuh dan berkembang secara
harmonis.
Jurnal Pendidikan Penabur Edisi Desember 2006 ini terbit
dengan memuat sejumlah tulisan yang berkaitan dengan strategi
dan metode belajar-membelajarkan yang memberikan penekanan
kepada karakteristik dan kepentingan peserta didik sebagai
pemelajar yang dibelajarkan. Secara teoritis, gagasan-gagasan yang
dikemukakan dalam tulisan itu bukan hal yang asing seperti
pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (pakem)
melalui belajar kooperatif, belajar secara kontekstual (contextual
learning), atau belajar berbasis masalah (problem based learning),
belajar melalui berbuat (learning by doing), atau belajar dengan
menemukan sendiri (discovery learning). Akan tetapi dengan wacanawacana yang disajikan diharapkan guru tergugah atau termotivasi
mempraktekkannya secara kreatif.
Hasil angket tentang pendapat pembaca mengenai Jurnal ini
menunjukkan antara lain bahwa pendidik dan tenaga kependidikan
di lingkungan BPK PENABUR telah mengenal dan banyak di
antaranya telah membacanya walaupun tidak semua nomor terbitan.
Secara umum responden menyambut baik kehadiran Jurnal ini dan
merasakan manfaatnya. Sungguhpun demikian, diperoleh juga
sejumlah saran untuk meningkatkan mutunya. Untuk semua
pembaca selamat menjalani Tahun Baru 2007, semoga kita semua
lebih berhasil tahun 2007 dalam kasih dan berkat Tuhan.
Redaksi
iv
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
Penelitian
Gambaran Perilaku dan Motivasi
Pemain Online Games
Arvin Nathanael Chandra *)
Abstrak
nline games adalah salah satu fenomena baru yang berdasarkan media informasi bentuk
baru. Fenomena ini mencakup banyak negara, melintasi batas geografis, usia, jenis kelamin,
bangsa dan agama. Meskipun sudah lama ada dan berkembang di luar negeri, online games
masih relatif baru di Indonesia. Dengan mengacu pada alat ukur Yee (2005) penelitian ini
mencoba mencari gambaran perilaku dan motivasi bermain online games dari 70 remaja yang berada
di daerah Kelapa Gading. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara insidental, pada remaja berusia
13 – 19 tahun. Alat ukur yang digunakan terdiri dari 50 item, yang terdiri dari 4 pertanyaan data
demografis, 7 item tentang perilaku bermain online games dan 39 item yang mengukur motivasi
bermain online games. Melalui tabulasi silang peneliti menemukan sejumlah variabel perilaku bermain
online games yang memiliki keterkaitan signifikan (seperti lama mengenal permainan komputer,
besar pengeluaran, lama bermain), serta variabel perilaku yang berkaitan signifikan dengan motivasi
bermain online games. Dari ketiga motivasi utama bermain online games, skor tertinggi terletak
pada motivasi achievement. Sedangkan untuk masing-masing subkomponen motivasi, untuk ranah
achievement subkomponen dengan skor tertinggi adalah advancement; untuk ranah social subkomponen dengan skor tertinggi adalah teamwork; untuk ranah immersion subkomponen dengan
skor tertinggi adalah customizing.
O
Kata kunci: Motivasi, bermain, permainan komputer, online games
Online games are a relatively new phenomenon which is based on a computer games as a new form
of media, crossing the distinctions of geography, race, age, gender and religion. Although they have
long been developing in developed countries, in Indonesia they are still regarded as relatively new.
Unfortunately not much empirical data are available to support further research regarding this subject.
Referring to a motivation assessment instrument devised by Yee (2005), this research attempted to
find a description of the behaviors and motivations of 70 teenagers in the Kelapa Gading area of
Jakarta who play online games. The sampling was done incidentally on teenagers between the ages
of 13 to 19. The questionnaire consists of 50 items, 4 items related to demographic data, 7 items
related to the online gaming behavior, and 39 items regarding the motivations to play online games.
Using cross tabulation, this research discovered some online game variables that are significantly
related (such as length of time knowing computer games, amount of expenditure for playing games,
time spent in playing), as well variables related to the behavior significantly related to online games
motivation. Of the main three motivations to play online games, the highest score is in achievement
motivation. For the highest sub-component scores in each main motivations, the highest one for
achievement is in the advancement, while the highest sub-component score in social is teamwork,
and the highest sub-component score in immersion is customizing.
*) Alumnus SMAK 3 BPK PENABUR Jakarta
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
1
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
persahabatan di antara mereka atau
terbentuknya suatu komunitas pemain games
meskipun mereka belum pernah mengalami
Sejak dulu kata bermain, sebagai lawan kata tatap muka secara langsung. Banyak pemain
bekerja, sering menunjuk ke perilaku yang yang menghabiskan waktu dan uang yang
dianggap kurang penting karena bekerja terhitung banyak untuk bermain dalam duniaberkaitan dengan perilaku bertahan hidup dunia MMOG ini. Bahkan perilaku anak-anak
sementara bermain lebih diasosiasikan dengan dan remaja yang memainkan games ini
santai, rekreasi, pengisian waktu luang dan menyebabkan timbulnya keprihatinan dari para
kehidupan kanak-kanak dan remaja (Franken, orang tua dan guru, yang menganggap bahwa
1994). Ada pandangan historis bahwa anak- kebiasaan bermain tadi tersebut berpengaruh
anak merupakan orang dewasa dalam buruk pada prestasi akademis dan perilaku
penantian dan pandangan tersebut sosial mereka (Nuswandana, 2003).
Padahal, sebagai sebuah alat rekreasi, online
mengakibatkan mereka diperlakukan
games
dapat bersifat negatif ataupun positif.
sedemikian rupa sehingga perilaku belajar,
Namun
yang lebih sering mendapat sorotan
bersekolah dan mengerjakan tugas-tugas
adalah
sisi
negatifnya, karena para pemain
merupakan perilaku yang lebih diterima
online
games
mempunyai kecenderungan
dibandingkan bermain dengan tujuan
menghabiskan
banyak waktu untuk bermain
menyiapkan mereka dalam kehidupan nyata di
dan
sebagai
akibatnya
prestasi akademis mereka
usia dewasa mereka.
cenderung
turun.
Meskipun
demikian, sisi
Ada berbagai bentuk bermain. Salah satu
positifnya
juga
ada,
bahwa
dengan
bermain
bentuk bermain adalah melakukan permainan
online
games,
sang
pemain
memperoleh
komputer (computer games) yang selanjutnya
kesempatan
untuk
pada tulisan ini disebut
melakukan
eksplorasi
sebagai games. Games yang
diri dan memenuhi
telah menjadi industri
Games yang telah menjadi
beberapa kebutuhan
bernilai milyaran dollar
industri bernilai milyaran
seperti penggunaan
kini diminati oleh
waktu untuk kegiatan
dollar kini diminati oleh
berbagai kalangan, pria
santai atau leisure (Steere,
berbagai kalangan, pria
maupun wanita, baik usia
2002).
anak-anak hingga orang
maupun wanita, baik usia
Pengkajian tentang
dewasa.
anak-anak hingga orang
sisi
negatif
dan positif
Indonesia mempudewasa.
dari
permainan
MMOG,
nyai jumlah pemain games
ataupun
games
secara
yang cukup besar. Namun
umum,
tidak
diimbangi
sayangnya
karena
keterbatasan data hasil penelitian mengenai hal dengan jumlah pengkajian ilmiah yang memadai
ini jumlah pemain games di Indonesia ini belum sehingga orang-orang cenderung mempunyai
diketahui secara tepat. Di antara berbagai jenis stereotip yang berdasarkan pengalamangames, ada suatu jenis games baru yang dapat pengalaman belaka. Keterbatasan literatur dan
dimainkan beramai-ramai sekaligus. Jenis ini, materi penelitian dunia permainan komputer
yang disebut sebagai Massively Multiplayer dan video games menjadi kendala utama
Online Games (MMOG), memanfaatkan teknologi terhadap penelitian-penelitian sejenis ini.
Sisi positif dari bermain games, dapat terlihat
komunikasi jaringan internet dan mempunyai
dari
motivasi
seseorang memainkannya. Hal ini
sifat yang berbeda dengan jenis games
disebabkan
oleh kenyataan bahwa ketika
sebelumnya. Jenis game ini melibatkan banyak
bermain
online
games,
seseorang
pemain dan memberi mereka kesempatan untuk
menginvestasikan
waktu,
pikiran,
tenaga
serta
sama-sama bermain, berinteraksi dan
uang.
Hal
ini
semua
menunjukkan
adanya
suatu
berpetualang serta membentuk komunitasnya
perilaku yang diarahkan. Keadaan internal yang
sendiri dalam dunia maya.
Melalui keberadaan MMOG ini muncullah merangsang seseorang untuk bertindak ke arah
dinamika-dinamika baru pada para pemainnya. tertentu dan membuatnya tetap menjalankan
Ada interaksi yang terjadi antara para pemain, aktivitas tersebut, adalah definisi motivasi
yang dapat mengarah ke terbentuknya (Mayer, 2002). Yee (2005) kemudian menemukan
Pendahuluan
2
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
ada beberapa aspek motivasi bermain online
games. Motivasi-motivasi ini mempunyai sisi
yang positif. Contohnya seperti pada motivasi
berprestasi, seseorang akan mencoba berjuang
mencapai suatu tujuan, melintasi rintangan dan
mencoba menjadi lebih baik daripada
sebelumnya. Pada motivasi sosial, seseorang
akan mencoba membina relasi interpersonal
yang baik dan akan memberikan dukungannya
terhadap kawan-kawannya. Pada motivasi
penghayatan seseorang akan tertarik untuk
mempelajari sesuatu dengan segala intrikintriknya dan memahaminya sebisa mungkin.
Mengacu pada data empiris yang diperoleh
melalui penelitiannya, Yee selanjutnya meneliti
intrik-intrik dunia online games seperti perilaku
dan relationship formation para pemainnya.
Penelitian tentang motivasi bermain online
games seperti ini belum ada di Indonesia.
Padahal jelas ada perilaku yang tampak dari
para pemain online games ini. Mereka
menginvestasikan uang, tenaga, pikiran dan
waktu yang cukup banyak untuk bermain.
Perilaku ini mempunyai arah dan persistence,
yang menunjukkan adanya motivasi. Oleh
karena itu. Peneliti memutuskan untuk meneliti
hal ini, mengacu pada teori Yee (2005) tentang
aspek-aspek motivasi bermain online games,
yakni aspek motivasi berprestasi (achievement),
motivasi sosial (social) dan motivasi penghayatan
terhadap permainan (immersion). Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan
untuk memperoleh gambaran tentang motivasi
bermain.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya,
maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian ini sebagai berikut.
Bagaimanakah gambaran perilaku dan motivasi
pemain online games pada remaja?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data
empiris tentang motivasi dan perilaku para
pemain online games berjenis MMOG, seperti
kebiasaan bermain mereka, jumlah uang dan
waktu yang digunakan untuk bermain. Dengan
data tersebut diharapkan dapat memberikan
gambaran perilaku dan motivasi pemain online
games pada remaja.
Manfaat penelitian ini secara umum adalah
memberikan sumbangsih terhadap ilmu
psikologi dalam memahami fenomena budaya
permainan digital khususnya di Indonesia dari
pandangan ilmu-ilmu psikologi seperti
psikologi kognitif, psikologi sosial, ataupun
pandangan ilmu sosial lainnya seperti sosiologi
dan ekonomi pemasaran.
Manfaat praktis penelitian adalah:
1. Memberikan data tentang gambaran
perilaku dan motivasi bermain online games,
mencari tahu apa yang menjadi motivasi
utama para remaja bermain online games
dengan harapan penelitian ini dapat
menjadi awal terhadap penelitian lanjutan
tentang fenomena ini.
2.
Memberikan pemahaman tentang alasan
mengapa orang-orang bermain online games,
khususnya bagi remaja dan pemainnya
sendiri, beserta orang tua beserta guru agar
bisa memahami perilaku bermain online
games.
Bermain
Bermain dulunya dianggap tidak penting, karena
tidak terkait langsung dengan kebutuhan
bertahan hidup. (Franken,1994). Bermain
dianggap sebagai perilaku yang pantas untuk
anak-anak. Baru belakangan ini penelitianpenelitian menunjukkan bermain merupakan
perilaku yang esensial dalam proses
perkembangan anak. Bermain pada umumnya
adalah kegiatan spontan yang tidak mempunyai
tujuan tertentu dan lebih didorong oleh
kebutuhan untuk rasa senang.
Definisi bermain mencakup segala usia,
dari muda sampai tua sekalipun. Hanya, orang
dewasa menyebutnya bukan bermain,
melainkan berekreasi. Sementara bermain untuk
anak usia sekolah bukan atas dorongan semata,
tapi juga disertai rasa ingin menang (Nakita,
2001). Dengan bermain anak-anak belajar
berinteraksi dengan sesamanya dan saling
belajar. Bagi orang-orang bekerja, bermain
merupakan suatu rekreasi yang membantu
mengurangi beban pikiran. Dalam usia remaja,
kegiatan rekreasi atau leisure time merupakan
kebutuhan sekunder yang sebaiknya terpenuhi,
karena dengan rekreasi seorang dapat mendapat
kesegaran baik secara fisik maupun psikis,
sehingga terlepas dari rasa lelah, bosan, monoton
dan memperoleh semangat yang baru.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
3
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
Menurut Nakita (2001), bermain dapat
menyangkut tiga ranah yakni fisik motorik,
kognisi, dan sosial-emosional. Dalam permainan
komputer, ketiga ranah itu jelas berkaitan.
Dalam melakukan kegiatan bermain game,
aktivitas fisik motorik lebih ditekankan dalam
gerakan-gerakan tangan pada keyboard dan
mouse, dan lebih banyak lagi dalam gerakan otot
mata dalam mengikuti perkembangan game
melalui layar monitor. Sering pemain game
dikatakan memiliki kemampuan koordinasi
tangan-mata (hand-eye coordination) yang tinggi.
Aspek kognisi terlihat dari bagaimana pemain
mengolah informasi dalam game, mengambil
keputusan dan langkah tindakan berikutnya.
Aspek sosial-emosional terasa ketika pemain
mengalami emosi-emosi seperti senang atau
sedih atau hal-hal yang berkaitan dengan
penghayatan permainan tersebut (Murray, 1997)
arena-arena bermain yang bersifat persistent (tetap
ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu
ikut bermain) dan real-time (waktu berlalu terus).
MMOG dapat bersifat kombinasi dari
beberapa jenis game yang ada, namun Massively
Multiplayer Online Role-Playing Online Game
(MMORPG) adalah salah satu jenis MMOG yang
paling populer dimainkan. Seorang pemain
dapat menghubungkan komputer ke sebuah
server dan melaluinya dapat bermain bersamaan
dengan ribuan pemain di seluruh dunia. Pemain
dalam permainan MMORPG akan dihadapkan
dengan berbagai tantangan dan kesempatan
untuk meningkatkan kemampuan tokoh yang
dimainkannya. Sebagai contoh adalah Ragnarok
Online, yang mempunyai puluhan server di
seluruh dunia dengan jumlah hingga 17 juta
pemain. Di Indonesia, khususnya ada beberapa
server yang masing-masing memiliki data
tersendiri (Fachrisal, 2005).
.
Permainan Komputer
Menurut Wikipedia definisi tentang permainan
komputer …a computer game is any sort of game
that is played using a computer. The term is usually
used in reference to games played using a personal
computer (www.wikipedia.org). Selanjutnya
definisi inilah yang digunakan untuk tulisan ini.
Satu kelebihan utama permainan komputer
dibandingkan jenis permainan lainnya secara
umum, adalah kemampuan komputer untuk
‘menghasilkan’ lawan atau lawan-lawan
buatan/ciptaan program komputer tersebut.
Game Multiplayer
Melalui perkembangan teknologi komunikasi
yang memungkinkan adanya koneksi antar
komputer, muncullah berbagai jenis game
multiplayer. Berbeda dengan permainan (dalam
arti umum) lainnya, permainan komputer ada
dengan menciptakan lawan buatan (artificial
opponents) untuk dihadapi pemain. Game
multiplayer ini dapat berupa sejumlah pemain
bermain menggunakan beberapa komputer yang
terhubung pada saat bersamaan, atau dua atau
lebih pemain tergabung pada satu sistem
komputer (www.wikipedia.org).
Dengan munculnya teknologi modem dan
disertai perkembangan Internet, game multiplayer
berkembang hingga bermuncullah online games
yang dapat dimainkan secara massal. Jenis game
yang dikenal sebagai online games atau Massively
Multiplayer Online Game (MMOG), mempunyai
4
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Jenis-Jenis Pemain
Richard A. Bartle, salah satu pencipta Multi-User
Domain (MUD, sejenis online games yang berbasis
teks yang juga merupakan pendahulu MMOG)
mengamati perilaku para pemain MUD. Dari
hasil pengamatannya dan perbincangannya
dengan para pemain, dia merumuskan 4 tipe
pemain seperti achievers, yakni mereka yang
bermain untuk mencapai sasaran-sasaran
tertentu dan meningkatkan kemampuan mereka
didalam game tersebut; explorers, yakni mereka
yang suka menjelajah dan menyelidiki dunia
permainan; socializers, yakni mereka yang suka
bersosialisasi dan berhubungan dengan para
pemain lain dan tidak selalu dalam konteks
permainan; griefs, yakni mereka yang suka
mengganggu atau menyakiti para pemain lain.
(Bartle, 1996)
Remaja
Remaja, dalam bahasa Inggris disebut sebagai
adolescence atau teenagers adalah kelompok usia
orang yang berada di atas usia anak-anak tapi
belum mencapai usia dewasa. Menurut World
Health Organization (WHO), yang termasuk
remaja adalah mereka yang berada pada usia 10
– 19 tahun. Secara etimologis, teenagers atau teens
adalah mereka yang berada pada usia dengan
akhiran –teen- dalam bahasa Inggris (13 – 19
tahun).
Dalam usia remaja, kegiatan rekreasi atau
leisure time merupakan kebutuhan sekunder
yang sebaiknya terpenuhi, karena dengan
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
rekreasi seorang dapat mendapat kesegaran baik
secara fisik maupun psikis, sehingga terlepas
dari rasa capai, bosan, monoton dan
memperoleh semangat yang baru. Bermain online
games merupakan salah satu bentuk penggunaan
waktu luang untuk memenuhi kebutuhan
rekreasi tersebut. Salah satu alasan peneliti
memilih kelompok usia ini adalah karena
sebagian besar pemain online games adalah
kelompok remaja.
Motivasi
Motivasi secara umum
Dalam pengertian secara psikologi, motivasi
merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fenomena yang melibatkan
dorongan-dorongan, insentif dan motif-motif
(Drever, 1952 dalam Franken, 1994).
Motivasi dalam bermain games
Nicholas Yee (2002) membuat survei pada 6700
pemain MMORPG tentang motivasi bermain
mereka dan mencoba meneliti validitas dari studi
tipe-tipe pemain menurut Bartle. Yang menjadi
pertanyaan utama adalah apakah ada
perbedaan fundamental yang bisa ditemukan
pada pemain MMORPG yang didasarkan
perbedaan jenis kelamin, usia atau jenis
kepribadian.
Dari penelitiannya itu, Yee membuat daftar
motivasi-motivasi bermain, yaitu:
1.
Relationship, faktor motivasi berkaitan
dengan keinginan pemain mengembangkan
hubungan yang bermakna dengan orang lain.
2. Immersion, sebagaimana seorang menyelami
dan menjadi bagian dari dunia maya tersebut.
3. Grief, faktor motivasional yang mengukur
keinginan pemain untuk menyakiti dan
mengganggu untuk kepentingan mereka sendiri.
4. Achievement, faktor motivasional yang
mengukur keinginan pemain untuk menjadi
lebih kuat dalam konteks game
5. Leadership, faktor motivasional yang
mengukur assertiveness dan kepemimpinan
si pemain.
Nick Yee melakukan sejumlah survei
kepada ribuan pemain MMORPG, dan dari itu
dia mencoba merancang kluster dan
mengelompokkan motivasi para pemain. Pada
penelitiannya yang terakhir dia merumuskan 10
jenis motivasi para pemain MMORPG, yakni
Advancement, Mechanics, Competition, Socializing,
Relationship, Teamwork, Discovery, Role-playing,
Customization, dan Escapism.
Kesepuluh jenis tersebut membentuk tiga
komponen utama dari motivasi-motivasi itu,
yakni: Achievement (Prestasi), Social (Sosial) dan
Immersion (Penghayatan).
Tiga Komponen Motivasi Bermain MMORPG
Achievement
Social
Immersion
Advanc ementProgress,
Power,Ac c umulation, Status
Soc ializing Casual Chat,
Helping Others,Making
Friends
Disc overy Exploration,
Lore,Finding Hidden
Things
Mec hanic sNumbers,
Optimization,Templating,
Analysis
RelationshipPersonal,
Self-Disc losure,Find and
Give Support
Role-Playing Story
Line, Charac ter
History,Roles, Fantasy
Competition Challenging
Others,Provoc ation,
Domination
Teamwork Collaboration,
Groups,Group
Ac hievements
Customization
Appearanc e,
Ac c essories,Style, Color
Sc hemes
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
5
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
Achievement
Salah satu tokoh awal penelitian perilaku
berprestasi adalah Henry Murray. Murray
(Franken, 1994) mengamati kecenderungan yang
berbeda-beda pada orang untuk ‘mengatasi
rintangan,
menunjukkan
kekuatan,
memperjuangkan sesuatu yang sulit dengan cara
sebaik-baiknya dan secepat mungkin.’
Kecenderungan ini yang disebutnya sebagai need
to achieve (kebutuhan berprestasi).
Aspek-aspek motivasi yang termasuk
kategori achievement (Yee, 2005) ialah:
1. Advancement, yakni dorongan untuk
memajukan karakter pemain seperti dalam
hal kemajuan cerita, peningkatan kekuatan
atau
kemampuan
karakter,
pengakumulasian mata uang dan item-item
dalam game, atau peningkatan status
(dikenal baik) dalam game.
2. Mechanics, yakni pengenalan yang tinggi
terhadap mekanika game, baik dari segi
angka-angka, atau pengoptimalan
kemampuan karakter, penggunaan
template-template karakter yang dianggap
cocok (bila ada), dan kemampuan
mengalanisis game dengan baik.
3. Competition, yakni dorongan untuk bersaing
untuk menantang, sekedar memancing
untuk menjengkelkan pemain lain, atau
menunjukkan kekuatan lebih terhadap para
pemain lain.
Social
Sosialisasi dalam permainan MMORPG
mengandung pengertian bagaimana seorang
pemain berinteraksi dengan para pemain
lainnya dalam dunia permainan tersebut.
Interaksi yang ada ini tergolong unik, karena
melintasi batasan ruang dan waktu serta batasbatasan geografis dan nasional.
Aspek-aspek yang termasuk kategori social
(Yee, 2005) adalah:
1. Socializing, yakni seberapa banyak pemain
mencoba mengenal pemain lain, menolong
mereka dan berbicara/chatting dengan
mereka
2. Relationship, yakni bagaimana pemain
mencoba mempunyai hubungan atau relasi
yang dalam dan bermakna dengan pemain
lain, hingga bisa membicarakan isu-isu dari
kehidupan nyata
3. Teamwork, yakni kecenderungan pemain
untuk menjadi bagian dari suatu kelompok.
6
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Immersion
Menurut Murray (1997), istilah immersion dapat
diumpamakan proses penenggelaman atau
penceburan diri ke dalam permukaan air.
Immersion adalah pengertian seberapa
terbawanya seorang pemain oleh game, baik
dalam unsur cerita dan suasana (yakni disebut
sebagai tingkat diegetis), ataupun seberapa
tertariknya dia terhadap game tersebut dan
strategi-strategi yang digunakannya (yang
disebut sebagai tingkat non diegetis).
Aspek-aspek yang termasuk dalam ranah
immersion (Yee, 2005) adalah:
1. Discovery (penemuan), yakni keinginan
untuk menjelajahi dan menemui hal-hal
baru dalam permainan, menemukan hal-hal
tersembunyi dan mencoba semakin
mengenal seluk-beluk dunia permainan
2. Role-playing (bermain peran), yakni
mengikuti alur ceritanya, mendalami tokoh
dan peran yang dimiliki, mengarang atau
mencipta kisah sejarah tokoh peranan, dan
berfantasi dengan peran tersebut
3. Customization (menciptakan keunikan),
yakni dorongan untuk membuat kekhasan
dalam penampilan tokoh, baik dari ciri-ciri
fisik seperti wajah, rambut, bentuk tubuh,
ataupun dari pakaian, gaya dan pola warna
yang digunakan
4. Escapism (pelarian), yakni dorongan untuk
sekedar berelaksasi, bersantai setelah
bekerja seharian di dunia nyata, ataupun
menghindari dari persoalan-persoalan
hidup nyata.
Alat ukur Motivation Assessments rancangan
Yee, yang terdiri atas 39 butir akan digunakan
untuk mengukur skor-skor tiga aspek utama
motivasi.
Metodologi
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian
deskriptif yang bertujuan menggambarkan
fenomena budaya games dan motivasi serta
perilaku pemain games. Variabel-variabel yang
diukur meliputi data demografis yang bersifat
nominal seperti jenis kelamin, tempat biasa
bermain, dan ordinal seperti pengeluaran untuk
bermain online games dan berapa lama
mengenalnya. Selain itu pula ada 39 butir
pertanyaan yang berhubungan dengan aspek
motivasi.
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
Populasi sampel penelitian ini adalah para
pemain games atau disebut juga gamers yang
tergolong usia remaja di areal Kelapa Gading
Jakarta. Karakteristik pertama sampel penelitian
adalah usia. Berdasarkan data demografis
tentang pemain games di Indonesia dan pemain
jenis MMORPG yang diketahui, maka batasan
usia yang digunakan untuk sampel penelitian
adalah remaja yang berusia 13 tahun (sekolah
lanjutan tingkat pertama) hingga 19 tahun
(remaja akhir).
Penarikan sampel menggunakan metode
insidensial pertama dilaksanakan di sejumlah
warnet/game center di Kelapa Gading. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan waktu dan
kepraktisan dalam mencari sampel yang
memenuhi kriteria di atas. Peneliti memilih
pemain online games yang bersedia mengisi
kuesioner penelitian. Namun penarikan sampel
di warnet menemui sejumlah kendala sehingga
peneliti mencoba mencari tambahan sampel dari
sekolah. Untuk menambah jumlah sampel,
peneliti juga mendatangi dua sekolah tingkat
menengah (SMP dan SMA) swasta bekerja sama
dengan guru bimbingan konseling. Sekolah
yang dipilih juga terletak di daerah Kelapa
Gading dan memang memiliki sejumlah murid
yang di ketahui suka bermain online games.
Penelitian dilaksanakan antara bulan Juni
hingga Juli 2005 dengan sampel yang berjumlah
70 responden.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian utama yang digunakan
untuk memperoleh data adalah kuesioner
dengan menggunakan pertanyaan terstruktur
bersifat tertutup. Kuesioner ini berisikan 39 butir
pertanyaan berhubungan dengan aspek-aspek
motivasi bermain MMORPG menurut Nick Yee
(2005). Alat ukur tersebut disusun pada tahun
2005 dari hasil pengembangan selama beberapa
tahun sebelumnya. Pertama Yee membuat daftar
berbagai macam jenis motivasi yang mungkin
berkaitan dengan bermain MMORPG dari
bahan literatur yang sudah ada (seperti tipe-tipe
pemain menurut Bartle) dan survei
menggunakan respon terbuka. Motivasimotivasi ini kemudian diubah menjadi
pertanyaan survei yang menggunakan skala 5
poin.
Metode ini dilakukan untuk mencapai
beberapa tujuan:
memastikan setiap komponen motivasi yang
ada saling berhubungan,
2. memastikan motivasi-motivasi yang
berbeda memang tidak berhubungan, dan
3. memberikan cara untuk mengukur motivasimotivasi tersebut.
Data tersebut menghasilkan 10 faktor subkomponen yang kemudian mengacu kepada 3
faktor komponen utama.
Selain alat ukur Motivations Assessment
tersebut, kuesioner tersebut disertai 11
pertanyaan yang bertujuan memperoleh data
demografis berupa:
1. Usia (skala interval)
2. Jenis Kelamin (skala nominal)
3. Tingkat Pendidikan (skala ordinal)
4. Jumlah pengeluaran uang pribadi selama
sebulan (berskala ordinal)
5. Jumlah pengeluaran uang untuk bermain
MMOG selama sebulan (berskala ordinal)
6. Tempat biasa bermain MMOG (berskala
nominal, bisa dijawab lebih dari satu)
7. Berapa lama mengenal permainan komputer
(skala ordinal)
8. Berapa lama mengenal online games jenis
MMOG (skala ordinal)
9. Judul game MMOG yang dimainkan (untuk
mendapatkan kategori jenis MMOG yang
dimainkan, berskala nominal)
10. Seminggu berapa kali bermain game MMOG
(skala interval)
11. Berapa jam yang digunakan untuk bermain
MMOG dalam seminggu (skala interval).
Tujuan pemerolehan data demografis
adalah untuk menjadi rujukan perilaku pemain
MMOG.
1.
Analisis
Analisis dilakukan terhadap data kontrol dan
instrumen motivasi. Untuk data kontrol akan
dilakukan perhitungan presentase, dan juga
dilakukan pengujian tabulasi silang (chi-square)
untuk melihat keterkaitan antar variabel
sehingga dapat diperoleh gambaran lebih jelas
tentang perilaku bermain dari sampel.
Instrumen yang digunakan merupakan
bagian dari alat ukur aspek motivasi pada
pemain game MMORPG rancangan Nicholas
Yee. Dengan berasumsikan alat ukur berskala
interval karena disebarkan ke jumlah responden
yang besar (3200 orang), Yee melakukan analisis
faktorial.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
7
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
Hasil
perhitungan
data
diolah
menggunakan bantuan program Statistical
Program for Social Sciences (SPPS) versi 11.5.0
dengan sistem operasi Windows XP.
Dari ke-39 butir alat ukur yang ada dibagi
ke dalam 10 subkomponen motivasi, yakni
mechancics, advancement, competition, teamwork,
socializing, relationship, discovery, roleplaying,
customizing, escapism.
Dalam mengolah hasil penelitian, hasil
kuesioner diolah menjadi beberapa tahap, yakni:
1. Gambaran sampel, yang berisi gambaran
umum sampel seperti usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan dan pengeluaran
pribadi per bulan.
2. Gambaran perilaku bermain MMOG, yakni
gambaran dari variabel MMOG mereka
seperti pengeluaran untuk bermain MMOG
per bulan mereka, bermain, berapa lama
mereka mengenal game, lama mengenal
game jenis MMOG, distribusi jenis MMOG
yang dimainkan, preferensi tempat bermain
MMOG, jumlah bermain MMOG dalam
seminggu, dan jumlah jam bermain MMOG
dalam seminggu.
3. Gambaran motivasi bermain MMOG, yang
diolah dari alat ukur Motivation Assessments
yang dibagi menjadi sepuluh kategori subkomponen motivasi yang membentuk tiga
aspek motivasi, yakni Achievement
(Berprestasi), Social (Sosial) dan Immersion
(Penghayatan). Untuk mendapat skor,
dilakukan perhitungan mean dari masingmasing subkategori yang bersangkutan.
Selanjutnya, skor motivasi utama
(achievement, social dan immersion)
didapatkan dengan melakukan perhitungan
mean dari masing-masing item ranah yang
bersangkutan.
4. Uji keterkaitan antara variabel-variabel
perilaku bermain MMOG dengan variabelvariabel demografi dan perilaku bermain
MMOG lainnya.
5. Uji keterkaitan antara tinggi rendah skor
motivasi bermain MMOG dengan variabelvariabel demografi perilaku bermain
MMOG.
Dalam mencari kaitan antara satu variabel
dengan variabel lainnya, digunakan pengolahan
data berdasarkan rumus chi kuadrat (χ2).
Rumus chi kuadrat adalah:
8
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
O = nilai yang diobservasi (terhitung)
E = nilai yang diperkirakan (hitungan yang
diharapkan)
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
pemain laki-laki jauh lebih banyak daripada
perempuan (57 banding 13) dan hal ini
menyulitkan perbandingan antara kedua
kelompok tersebut. Dari segi usia peneliti
mendapat jumlah yang cukup imbang antara
rentang 13 – 15 tahun dengan 16 – 19 tahun,
meskipun jumlah subyek yang berusia 15 cukup
sedikit, yakni hanya 5 orang, serta usia 18 hanya
2 orang dan 19 tahun hanya ada 3 orang.
Dari hasil penelitian variabel perilaku
bermain, ditemukan ada beberapa keterkaitan
yang signifikan:
1. Antara variabel besar pengeluaran bermain
MMOG dengan variabel-variabel besar
pengeluaran pribadi per bulan, banyaknya
bemain MMOG per minggu dan tinggi
rendahnya jam bermain MMOG per minggu.
2. Antara variabel lama mengenal permainan
komputer dengan variabel lama mengenal
MMOG, jenis MMOG yang dimainkan dan
tinggi rendahnya jam bermain MMOG per
minggu.
3. Antara variabel lama mengenal MMOG
dengan lama mengenal permainan
komputer, jenis MMOG yang dimainkan
dan banyaknya bermain MMOG per minggu.
4. Antara variabel preferensi jenis MMOG
yang dimainkan dengan lama mengenal
permainan komputer, lama mengenal
MMOG, banyaknya bermain MMOG per
minggu dan tinggi rendahnya jam bermain
MMOG per minggu.
5. Antara variabel banyaknya bermain MMOG
per minggu dengan besar pengeluaran
bermain MMOG per bulan, lama mengenal
MMOG, preferensi jenis MMOG yang
dimainkan dan tinggi rendahnya bermain
MMOG per minggu.
6. Antara variabel tinggi rendahnya jam bermain
MMOG per minggu dengan besar
pengeluaran bermain MMOG per bulan,
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
lama mengenal permainan komputer, jenis
MMOG yang dimainkan dan banyaknya
bermain MMOG per minggu.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjuk bahwa kategori
motivasi yang paling tinggi skornya adalah
motivasi achievement, dengan sub kategori
advancement yang mempunyai skor tertinggi.
Pada kategori social, skor tertinggi adalah subkategori teamwork, dan pada kategori immersion,
sub-kategori dengan skor tertinggi adalah
customization.
Secara keseluruhan, motivasi achievement
tidak ditemukan adanya keterkaitan dengan
variabel-variabel lainnya, tetapi subkomponen
mechanics mempunyai keterkaitan dengan lama
mengenal permainan komputer dan lama
mengenal MMOG.
Motivasi social mempunyai keterkaitan
dengan besar pengeluaran bermain MMOG per
bulan. Subkomponen teamwork mempunyai
keterkaitan dengan besar pengeluaran pribadi
per bulan; sub-komponen socializing ada kaitan
dengan besar pengeluaran bermain MMOG per
bulan; sub-komponen relationship ada kaitan
dengan jumlah jam bermain MMOG per minggu.
Motivasi immersion mempunyai keterkaitan
yang signifikan dengan kelompok usia, dengan
usia 13-15 thn mempunyai skor Immersion lebih
tinggi daripada yang usia 16-19 thn. Selain itu
ada juga kaitan dengan variabel besar
pengeluaran bermain MMOG per bulan dan
dengan lama mengenal permainan komputer.
Sub-komponen customizing ada keterkaitan
dengan besar pengeluaran pribadi per bulan,
lama mengenal permainan komputer dan lama
mengenal MMOG. Sub-komponen discovery
mempunyai kaitan dengan besar pengeluaran
MMOG per bulan dan dengan lama mengenal
MMOG.
Diskusi
Meskipun penelitian berawal untuk meneliti
perilaku dan motivasi pemain MMORPG,
peneliti memutuskan untuk mengkaji pemain
MMOG yang lebih umum. Perubahan ini salah
satunya disebabkan kendala yang ditemui pada
saat pengambilan data, dimana meskipun para
pemain mengetahui istilah MMORPG, mereka
belum secara jelas mengkategorikan game-game
yang termasuk jenis ini sehingga game-game non
RPG seperti Gunbound, GetAmped dan Vital Signs
ikut dijawab sebagai judul game yang mereka
mainkan.
Kesulitan mencari sampel di warnet-warnet
menjadi alasan peneliti mencoba mencari ke
tempat lain seperti sekolah-sekolah serta
meminta bantuan peers peneliti ataupun pemain
MMOG sendiri untuk mencarikan sampel
tambahan.
Keterkaitan antara variabel pengeluaran
pribadi per bulan, pengeluaran bermain MMOG
dan banyak waktu yang digunakan untuk
bermain MMOG dapat dilihat dari hasil
pengujian chi-square. Memang wajarnya
seseorang yang mempunyai pengeluaran tinggi
untuk bermain MMOG akan meluangkan waktu
yang cukup banyak untuk bermain.
Implikasi penelitian ini adalah dengan nilai
motivasi achievement sebagai motivasi tertinggi
di antara para pemain online games menunjukkan
bahwa mereka mempunyai keinginan untuk
berprestasi yang cukup kuat, yang setidaknya
disalurkan melalui bermain online games. Yang
patut diketahui lebih lanjut adalah, bagaimana
kaitan hal ini dengan kehidupan sehari-hari
mereka. Apakah mereka menunjukkan
keinginan berprestasi yang kuat dalam aspekaspek kehidupan lainnya seperti pergaulan,
pelajaran akademis? Ataukah mereka sulit
berprestasi dalam melakukan hal-hal ini
sehingga kebutuhan berprestasi tersebut mereka
salurkan melalui bermain online games?
Kaitan antara motivasi sosial dengan besar
pengeluaran bermain online games per bulan
menunjukkan suatu hal menarik tentang
kerelaan online gamers untuk bisa mengorbankan
waktu dan uang untuk memenuhi kebutuhan
ini. Apakah kebutuhan sosial mereka tersebut
juga dipenuhi dengan cara di luar bermain online
games?
Kedua motivasi ini perlu ditanyakan tidak
saja kepada para remaja yang memainkan online
games ini, tetapi juga guru dan orang tua yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
9
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
berlaku sebagai pihak yang mempunyai andil
bagi para remaja ini.
Salah satu hal menarik adalah motivasi
penghayatan (immersion). Ditemukan ada
keterkaitan yang signifikan antara kelompok
usia (remaja madya atau akhir) dengan tinggi
rendahnya skor immersion mereka. Antara kedua
usia tersebut memang ada perbedaan-perbedaan,
seperti hal kognisi dan perkembangan
kepribadian mereka. Kognisi dalam arti
kelompok usia remaja akhir mempunyai
perkembangan kognisi yang lebih maju
dibandingkan remaja madya, serta mempunyai
pengalaman hidup yang lebih banyak. Namun
hal ini tidak menjelaskan mengapa remaja
madya mempunyai skor immersion yang lebih
tinggi. Apakah karena kelompok remaja madya
mempunyai waktu luang yang lebih tinggi
dibandingkan remaja akhir? Ataukah karena
kognisi mereka tidak semaju remaja akhir
sehingga mereka mampu untuk lebih
menghayati permainan MMOG mereka?
Customizing, sebagai sub-komponen
terbesar pada motivasi immersion memang
merupakan unsur utama dalam bermain
MMOG, yakni kemampuan untuk menciptakan
karakter, preferensi mereka dan gaya bermain
sesuai mereka sendiri.
Penelitian ini memberikan gambaran awal
tentang pemain online games di Indonesia.
Tentunya masih banyak hal yang dapat
diperbaiki mulai dari perancangan alat ukur
yang lebih memadai (khususnya kuesioner
tentang data demografis). Meskipun dalam
pengisian kuesioner responden tidak menemui
banyak kesulitan dalam memahaminya, salah
satu kendala terbesar adalah membuat mereka
bersedia untuk mengisinya. Hal ini yang
diharapkan dapat diatasi dalam penelitian
lanjutan. Selain itu ada baiknya kalau penelitian
lanjutan mencoba mencapai jumlah sampel yang
lebih banyak sehingga gambaran yang diperoleh
menjadi lebih kaya.
Sebagai saran teoritis mungkin ada baiknya
kalau penelitian perihal perilaku dan motivasi
bermain MMOG ini dikaitkan dengan teori-teori
psikologi lainnya, misalnya pola pikir, strategi
bermain game, dan kalau memungkinkan,
diperluas sehingga melibatkan studi perilaku
10
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
sosial, corak kepribadian dan psikologi bermain.
Untuk saran praktis, peneliti menyarankan ada
baiknya jika baik orang tua atau guru-guru
mencoba untuk lebih memahami permainanpermainan ini, yang meskipun relatif baru
usianya telah memberikan dampak yang cukup
berarti bagi para remaja yang memainkannya.
Kesempatan bagi para remaja untuk bisa
mencapai semacam keberhasilan dan
mempunyai kehidupan sosial dalam dunia
permainan ini ada baiknya dipertanyakan lebih
dalam ke mereka, karena mungkin mereka
merasa apa yang ditawarkan dalam dunia online
games ini terasa lebih memikat daripada apa yang
bisa diperoleh pada dunia nyata.
Pada hakekatnya, penelitian ini bisa
mengatakan kalau online games sebagai suatu
media bukanlah suatu hal yang berbahaya atau
perlu diwaspadai oleh pihak orang tua dan guru.
Karena seperti benda apapun, hal yang paling
berarti adalah bagaimana seseorang
menggunakannya. Apakah dalam pemakaian
online games seorang pemain yang mempunyai
motivasi tertentu mempunyai corak kepribadian
tertentu? Hal ini belum bisa terjawab dalam
penelitian ini, tapi mungkin pada puncaknya,
ada baiknya kalau di masa mendatang bisa
dilakukan penelitian dengan melakukan
simulasi permainan online bersama-sama di
antara para pemain. Mereka bersama-sama
bermain untuk beberapa jam dan dalam proses
tersebut peneliti menggali informasi dari para
subjek itu sendiri bagaimana pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaan mereka pada saat bermain.
Daftar Pustaka
Bartle, R. A. Hearts, clubs, diamonds and spades:
player who suits muds Colchester, Essex:
MUSE Ltd. http://www.mud.co.uk/
richard/hcds.htm (terakhir diambil, 26
November 2004)
Egdenfelt-Nielsen, S. & Smith, J.H. Computer
games, media and interactivity. Terjemahan
bahasa Inggris dari Den Digitale Leg.
(2000). http://www.game-research.com/
art_games_media.asp (terakhir diambil, 11
October 2004)
Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games
Fachrisal, A. (2005). Online gaming di Indonesia.
dari Majalah LEVEL edisi 12 tahun 2005.
Jakarta: Elex Media Computindo.
Franken, R. E.. (1993). Human motivation. California: Brooks/Cole Publishing Company
http://www.takingchildrenseriously.com/
node.php?id=83 (terakhir diambil, 18
January 2005)
Mayer, R. E. (2002). The promise of educational psychology, vol. II: Teaching for meaningful learning. New Jersey: Pearson Education
Murray, J. (1996). Hamlet on the holodeck: The Future of narrative in cyberspace. New York:
The Free Press
Nakita. (2001). Bermain dan permainan. Jakarta: PT
Sarana Kinasih Satya Sejati
Nuswandana, Adhityaswara. (2005. Bikin main
game makin asyik . Dari Harian Kompas
tanggal 21 Oktober 2005. http://
www.kompas.com/kompas-cetak/0510/
21/muda/2143888.htm (terakhir diambil,
October 2006)
Ragnarok Online. (2005) Gravity Corp & Lee
Myoung-Jin (DTS Studios). http://
www.ragnarok.co.id/roguide/intro/
intro.asp
Steere, E. A. (1994). Cultural formations in text based
virtual realities. Melbourne: University of
Melbourne
http://www.aluluei.com/cult-form.htm
(terakhir diambil, 21 Oktober 2006)
Yee, N. 2002. Facets: 5 motivation factors for why
people play MMORPG’s. http://
www.nickyee.com/facet/home.html
(terakhir diambil, November 2004)
Wikipedia.org. (2005). Computer games.
Wikipedia, the free encyclopedia
http://en.wikipedia.org/wiki/
Computer_and_Video_ Games (terakhir
diambil, 21 Oktober 2006)
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
11
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
Penelitian
Rekonstruksi Pembelajaran
Melalui Metode Pembelajaran
Widodo *)
Abstrak
Latar belakang pendidikan yang disandang guru ternyata tidak berpengaruh pada gaya guru mengajar.
Penelitian yang dilakukan terhadap guru TK, SD, SMP, dan SMA BPK PENABUR Tasikmalaya
memperlihatkan bahwa gaya guru mengajar pada guru dengan latar belakang yang berbeda ternyata
tetap sama yaitu mereproduksi gaya mantan gurunya. Oleh karena itu disarankan agar pemerintah/
lembaga pendidikan merekonstruksi sistem pembelajaran calon guru terutama yang berkaitan langsung
dengan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Kata kunci : Rekonstruksi, model pembelajaran, metode pembelajaran, belajar aktif
This research finds out that educational background of teachers at BPK PENABUR schools in
Tasikmalaya do not give significant effects to the styles of their theching. Most of the teacher at
Kindergatens, Primary School, Junior and Senior High Schools choose their ex-teachers at Senior
High School as ideal models in teaching. Conscquenlly, they are not craetive and their teaching style
is teacher oriented not student. This research suggests to reconstruct the instructional model through
changging the instructional methods.
Pendahuluan
istem pendidikan Indonesia selama ini
memfasilitasi terjadinya reproduksi
sistem pengetahuan dan keyakinan
tentang pengajaran yang bersifat
penyampaian materi satu arah dari guru kepada
murid. Gaya guru mengajar seperti cara/metode
gurunya yang terdahulu mengajar kepadanya.
Beberapa waktu kemudian cara/metode
mengajarnya akan dipraktikkan oleh muridnya
ketika menjadi guru. Bangsa Indonesia terlalu
lama hidup di bawah tekanan penjajah dan
sistem pemerintahan kerajaan yang
mengkondisikan sebagian besar rakyat dikuasai
oleh beberapa orang. Keadaan tersebut
membentuk budaya yang memunculkan
anggapan ada orang yang dianggap serba tahu
dan ada banyak orang yang tidak tahu. Orang
yang dianggap serba tahu harus dihormati oleh
S
*) Kepala SDK BPK PENABUR Tasikmalaya
12
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
orang yang tidak tahu dan orang yang dianggap
serba tahu berkewajiban selalu memberi tahu.
Sebagai orang dewasa guru menganggap
dirinya serba tahu dan murid dianggap sebagai
pribadi yang belum tahu. Dengan demikian guru
aktif mentransfer ilmu dan murid pasif menerima
pengajaran guru. Guru menempatkan dirinya
paling utama dalam kegiatan belajar mengajar.
Guru merasa berjasa dan menganggap harus
dihargai jasa-jasanya yang telah mengantarkan
murid mencapai keberhasilan. Cara/metode
mengajar seperti di atas yang selalu diwariskan,
sehingga cara/metode mengajar searah selalu
berulang.
Semenjak di era reformasi banyak pihak
yang menyadari dan mulai berani menyatakan,
bahwa model pembelajaran penyajian materi
satu arah dari guru kepada murid tidak efektif
dan harus ditinggalkan dan diupayakan
pengganti model pembelajaran yang lebih
memberdayakan para murid. Oleh karena
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
menurut Heinz Kock, orang yang paling penting
di sekolah adalah murid, bukan guru.
Maksudnya murid yang harus belajar secara
aktif dan guru hanya membantunya. Murid
seharusnya dihargai dan dihormati sebagai
pribadi yang sama dengan gurunya. Murid
memiliki potensi untuk dapat berkembang. Pada
zaman modern ini dengan didukung oleh
kemajuan teknologi informasi, sangat mungkin
terjadi guru tidak lagi sebagai pribadi yang serba
tahu. Ada kalanya murid dalam hal-hal tertentu
labih dahulu tahu dibandingkan dengan
gurunya. Untuk mewujudkannya diperlukan
usaha merekonstruksi pembelajaran secara
serentak di berbagai jenjang pendidikan,
konsisten, menyeluruh, dan dilakukan tanpa
putus dalam kurun waktu yang relatif lama. Bila
tidak demikian akan cenderung kembali kepada
pola lama.
Rekonstruksi pembelajaran meliputi banyak
hal antara lain: filosofi dan kebijakan
pendidikan, strategi pendidikan nasional,
pendanaan pendidikan, tenaga pendidik,
perguruan tinggi keguruan, dan sebagainya.
Pada kesempatan ini penulis hanya
memfokuskan pada rekonstruksi pembelajaran
melalui rekonstruksi metode pembelajaran.
Sebab penggunaan metode pembelajaran
berkaitan langsung dengan Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM). Hal ini berhubungan langsung
dan dapat diupayakan oleh Pengurus BPK
PENABUR dan tenaga pendidik, serta
mempengaruhi langsung perubahan tingkah
laku murid. Sedangkan hal-hal besar lainnya
tersebut di atas sebagian besar merupakan
tanggungjawab Pemerintah.
Disadari atau tidak, sistem pendidikan di
Indonesia selama ini memberikan tempat untuk
penyelenggaraan pembelajaran yang menjurus
ke satu arah.Di sekolah murid belajar tentang
apa yang dimaksud belajar dan tentang apa yang
dimaksud mengajar secara aktif sejak di SD, SMP,
SMA/SPG, dan sampai Perguruan Tinggi. Ketika
murid menjadi guru, maka sistem pengetahuan
dan keyakinan yang telah terbentuk oleh mantan
gurunya akan digunakan di dalam
pembelajarannya. Dengan demikian pola
mengajar terulang kembali. Hal ini merupakan
penyebab betapa sulit mengubahnya. Telah
banyak upaya yang dilakukan untuk
mengubahnya, tetapi cenderung kembali kepada
pola lama.
Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
masalah penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut: (1) Apakah guru-guru BPK PENABUR
Tasikmalaya yang berijazah terakhir SPG
(Sekolah Pendidikan Guru) atau SLA (sekolah
Lanjutan Atas) mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru?. (2) Apakah guru-guru
BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan
Perguruan Tinggi yang belum memiliki Akta
mengajar mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru?. (3) Apakah guru-guru
BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan
Perguruan Tinggi yang sudah memiliki Akta
mengajar mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru?
Kerangka Teori
Menurut Winarno Surakhmad, (1986), bahwa
manusia tidak mungkin dapat hidup bersama
dengan manusia lainnya tanpa adanya proses
interaksi. Proses interaksi itu dimungkinkan,
bahwa kenyataan manusia itu adalah makhluk
yang memiliki sifat sosial yang sangat besar.
Setiap interaksi terjadi dalam suatu situasi, tidak
dalam alam hampa. Di antara berbagai jenis
situasi itu terdapat satu jenis situasi khusus
yakni situasi edukatif. Interaksi yang terjadi
dalam situasi edukatif dinamakan interaksi
edukatif. Interaksi edukatif merupakan salah
satu interaksi yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat. Oleh karenanya
interaksi edukatif dapat terjadi menggunakan
berbagai sarana dan berbagai media yang ada
di masyarakat, baik interaksi secara langsung
maupun tidak langsung. Salah satu wahana
interaksi edukatif secara langsung adalah
sekolah. Hingga saat ini (khususnya di
Indonesia) sekolah dianggap sebagai wahana
interaksi edukatif secara langsung dan efektif.
Sosilog Boudieu (1990), mengatakan bahwa
sekolah merupakan sistem tempat terjadinya
reproduksi kebudayaan. Pengajaran merupakan
salah satu aktivitas kebudayaan. Guru seringkali
dalam pengajaran mencoba mengimplementasikan bidang ajarnya ke dalam kehidupan
nyata sehari-hari di masyarakat. Di dalam
usahanya tersebut guru secara sengaja atau
tidak sengaja memperkenalkan budaya
masyarakat setempat atau menyinggung
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
13
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
keberadaan budaya masyarakat setempat kepada
murid-muridnya. Sebab kehidupan sehari-hari
masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan
budaya masyarakat tersebut.
Stigler dan Hiebert (1999) mengatakan,
bahwa pola mengajar yang ada pada suatu
kelompok masyarakat tertentu tidak dapat
dipisahkan dengan sistem nilai dan kebudayaan
masyarakat setempat. Hal ini berarti pola
pembelajaran para guru di Indonesia melekat
pada tata nilai dan kebudayaan masyarakat
Indonesia. Murid-murid belajar tentang
bagaimana belajar dan bagaimana mengajar
melalui keterlibatannya secara langsung sejak
di SD, SMP, SMA/SPG/SMK, sampai Perguruan
Tinggi. Ketika murid tersebut menjadi guru,
maka sistem pengetahuan dan keyakinan (salah
satunya adalah metode mengajar guru-gurunya)
akan digunakan dalam pembelajarannya.
Dengan demikian pola mengajar terulang lagi.
Menurut Hall E.T. (1966), budaya adalah
komunikasi, dan komunikasi adalah budaya.
Dengan demikian interaksi adalah budaya,
sebab di dalam interaksi ada komunikasi.
Sekolah merupakan interaksi edukatif dan
merupakan proses interaksi yang sangat aktif
dilakukan oleh guru – guru dengan banyak
murid setiap hari dalam kurun waktu yang lama.
Dengan demikian di sekolah terjadi program
pembangunan budaya dalam proses
pembiasaan budaya kepada anak didik. Sebab
komunikasi adalah budaya
Di dalam pengajaran terjadi proses
komunikasi dengan demikian pengajaran
merupakan salah satu aktivitas budaya. Sekolah
di suatu daerah tidak dapat dipisahkan dari
sistem nilai dan kebudayaan masyarakat
setempat. Pernyataan ini dikuatkan oleh
kebijakan pemerintah yang memasukkan
budaya daerah ke dalam kurikulum yang
dikenal dengan muatan lokal yang
mengharuskan setiap sekolah untuk
mengajarkannya. Memasukkan budaya daerah
dalam bentuk seni, bahasa, hasil karya ke dalam
kurikulum sah-sah saja dalam rangka
melestarikan budaya daerah. Memang harus ada
upaya-upaya pembangunan dan pelestarian
budaya daerah agar budaya daerah dapat
dilestarikan. Sekolah merupakan wahana yang
tepat untuk melestarikan budaya daerah. Yang
menjadi masalah adalah usaha- usaha baik
sengaja maupun tidak sengaja mewariskan tata
nilai dan keyakinan yang sudah tidak sesuai
lagi, yaitu menganggap guru sebagai seorang
14
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
dewasa yang serba tahu dan murid sebagai
pribadi yang serba belum tahu. Dengan demikian
menempatkan guru sebagai yang utama dan
murid sebagai pribadi yang pasif dalam kegiatan
belajar mengajar. Gurulah yang berjasa
menjadikan murid berhasil dalam hidupnya.
Beberapa metode pembelajaran yang ada
dan telah banyak diperkenalkan sebagai
pengetahuan antara lain sebagai berikut :
1. Metode Ceramah
Merupakan metode penerangan dan
penuturan secara lisan oleh guru di depan
kelas kepada murid-muridnya. Dengan
demikian guru aktif dan siswa pasif, karena
aktivitasnya mendengarkan dan mencatat
pokok-pokok yang dianggap penting.
Metode ini merupakan metode yang paling
disenangi
guru,
karena
mudah
menyampaikan materi pelajaran sebanyak
apapun. Tetapi metode ini tidak cocok bagi
perkembangan siswa, karena aktivitasnya
terbatas.
2. Metode Latihan Siap (Drill)
Merupakan metode untuk memperoleh
suatu ketangkasan atau keterampilan
latihan terhadap apa yang telah dipelajari.
Metode ini untuk mendapatkan a).
kecakapan motorik (seperti: menulis,
melafalkan, menggunakan alat/mesin,
atletik, dan permainan). b). kecakapan
mental
(menjumlah,
mengurang,
mengalikan, membagi, mengenal tandatanda, dan sebagainya). c). persiapan lomba.
3. Metode Tanya Jawab
Merupakan metode guru mengetahui
apakah siswa telah menguasai fakta
tertentu yang sudah diajarkan. Dengan
demikian metode ini baik untuk Apersepsi
digunakan meninjau pelajaran yang lalu,
menyelingi pembicaraan kerjasama siswa,
menangkap perhatian siswa.
4. Metode Diskusi atau Musyawarah
Merupakan metode yang digunakan untuk
memecahkan persoalan yang memerlukan
jawaban atau cara lebih dari satu dan
diperlukan kerja sama dan musyawarah.
5. Metode Demonstrasi dan Eksperimen
Merupakan metode yang menarik, karena
menantang siswa dalam mencari jawab
cara membuat, bahan apa, dan sebagainya.
6. Metode Pembagian Tugas
Merupakan metode pembelajaran yang
memiliki tiga fase, yaitu: pertama guru
memberi tugas; ke dua siswa melaksanakan
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
tugas (belajar); dan ke tiga siswa
mempertanggungjawabkan (melaporkan)
kepada guru apa-apa yang telah dipelajari
di rumah, di perpustakaan, di
laboratorium, atau di tempat lain.
7. Metode Karyawisata
Merupakan metode yang memerlukan
biaya sangat besar. Oleh karenanya tidak
dapat dilaksanakan setiap waktu,
meskipun disenangi siswa.
8. Metode Kerja Kelompok atau Metode Gotong
Royong
Metode untuk mencapai bermacam-macam
tujuan pembelajaran sekaligus. Siswa
dalam satu kelas dibagi dalam kelompok
dan ditugaskan untuk memecahkan
masalah yang berbeda dengan kelompok
lain.
9. Metode Sistem Regu
Merupakan metode team teaching dalam
mengajar kelompok siswa. Dengan
demikian satu mata pelajaran gurunya dua
orang atau lebih.
10. Metode Sosiodrama dan Bermain Peran
Sosiodrama artinya mendramatisasikan
cara tingkah laku di dalam hubungan
sosial. Sedangkan bermain peran artinya
menekankan kenyataan di mana siswa
diikutsertakan dalam memainkan peranan
di dalam mendramatisasikan masalahmasalah sosial.
Uraian di atas menunjukkan terdapat
paling sedikit sepuluh metode yang dapat
dipilih oleh guru dalam membelajarkan
muridnya. Pemilihan metode pembelajaran
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran,
keadaan lingkungan, waktu yang tersedia, serta
karakteristik murid. Untuk memotivasi murid
belajar, guru dapat menerapkan metode
pembelajaran yang bervariasi. Penggunaan
metode bervariasi juga dapat meningkatkan
pemahaman murid.
Kerangka Berpikir
Manusia sebagai makhluk sosial selalu
berusaha melakukan interaksi dengan manusia
lain dalam membangun budayanya. Salah satu
interaksi yang dikembangkan adalah interaksi
edukatif. Apapun yang diajarkan di sekolah
tidak dapat dipisahkan oleh budaya tempat
sekolah itu berada (masyarakat setempat).
Sistem pendidikan di negara kita selama ini
masih sentralistik, dan pembelajaran satu arah.
Murid terlibat secara langsung dalam belajar dan
sekaligus belajar bagaimana mengajar. Guru
yang secara fisik lebih dewasa daripada muridmuridnya menganggap dirinya serba tahu
berkewajiban selalu memberitahu kepada muridmuridnya. Murid-murid dikondisikan sebagai
pribadi yang harus menerima pengajaran dari
sang guru. Ketika menjadi guru, iapun
mempraktikkan cara mengajar mantan gurunya.
Menganggap guru paling tahu, dan
menganggap muridnya tidak tahu apa-apa.
Pola mengajar selalu terulang dan betapa
sulit mengubahnya. Salah satu upaya yang
pernah dilakukan cukup serius melalui
penerapan metode Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA), tetapi kekurangsiapan dan banyak
faktor lain yang belum mendukung, maka
pelaksanaan di lapangan cenderung kembali ke
pola pembelajaran yang lama. Dengan demikian
upaya melakukan rekonstruksi pembelajaran
yang bersifat penyampaian materi satu arah (dari
guru kepada murid), ke arah metode
pembelajaran
yang
lebih
bersifat
memberdayakan para murid perlu dilakukan
secara serentak pada berbagai jenjang
pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK, sampai
Perguruan Tinggi), konsisten, dan tanpa putus
dalam kurun waktu yang cukup lama.
Upaya menghadirkan metode pembelajaran
yang lebih bersifat memberdayakan para murid
perlu segera diwujudkan. Menurut Heinz Kock
(1986), bahwa yang paling penting di sekolah
adalah murid bukan guru. Maksudnya murid
yang belajar secara aktif, guru hanya
membantunya. Guru sebagai manajer dan
fasilitator di dalam kelas perlu memfasilitasi
kegiatan belajar yang selalu menghadirkan halhal yang menarik dan membiasakan murid
secara aktif belajar dan guru membantu aktivitas
belajar murid. Guru mengusahakan agar murid
tidak bergantung kepada guru. Guru
mengusahakan agar murid semakin mandiri
dan secara sadar mencintai belajar. BPK
PENABUR diharapkan dapat berperan dalam
melakukan rekonstruksi pembelajaran melalui
rekonstruksi metode pembelajaran yang lebih
memberdayakan murid, khususnya untuk
kepentingan sekolah-sekolah BPK PENABUR.
Dengan demikian secara menyeluruh kualitas
pembelajaran sekolah-sekolah BPK PENABUR
sama dan menjadi lebih baik bila dibandingkan
dengan sekolah-sekolah lainnya.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
15
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1)
apakah benar guru-guru BPK PENABUR
Tasikmalaya yang berijazah terakhir SPG
(Sekolah Pendidikan Guru) atau SLA (Sekolah
Lanjutan Atas) mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru; 2) apakah benar guruguru BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan
Perguruan Tinggi yang belum memiliki Akta
mengajar mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru; dan 3) apakah benar
guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan
Perguruan Tinggi yang sudah memiliki Akta
mengajar mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat bermanfaat, pertama
untuk memberikan masukan kepada BPK
PENABUR dalam upaya meningkatkan kualitas
pendidikan sekolah-sekolah BPK PENABUR
dengan melakukan rekonstruksi pembelajaran
melalui rekonstruksi metode pembelajaran.
Upaya tersebut dilakukan dengan memberikan
pelatihan atau pembinaan metode pembelajaran
yang lebih memberdayakan murid secara
serentak pada berbagai jenjang pendidikan (SD,
SMP, SMA/SMK), konsisten, dan tanpa putus
dalam kurun waktu yang cukup lama. Kedua,
untuk memotivasi guru-guru termasuk penulis
untuk selalu berusaha menghadirkan kegiatan
belajar mengajar yang menarik dan
menumbuhkan kemandirian murid di dalam
belajar.
Meninggalkan
cara/metode
pembelajaran sentralistik satu arah dari guru
kepada murid. Mengupayakan agar murid aktif
belajar dan guru membantu murid untuk dapat
aktif belajar. Ketiga, untuk meninggalkan
anggapan gurulah yang paling berjasa di setiap
keberhasilan siswa, dan mulai menyadari
bahwa setiap usaha guru merupakan tugas dan
kewajiban profesinya dan pelayanannya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK, SD, SMP, dan
SMA BPK PENABUR Tasikmalaya, menggunakan metode survei melalui kuesioner. Responden
penelitian adalah semua pengajar sebanyak 51
orang yang terdiri atas 9 orang guru/karyawan
tetap TK; 15 orang guru/karyawan tetap dan 3
orang guru tidak tetap SD; 9 orang guru tetap
SMP; 12 guru tetap dan 3 guru tidak tetap SMA,
yang sudah bekerja lebih dari satu tahun di BPK
PENABUR Tasikmalaya. Jumlah responden
masing-masing sekolah ditunjukkan pada Tabel
1. Sedangkan jumlah responden yang
berhubungan dengan kepemilikan Akta
Mengajar ditunjukkan pada Tabel 2.
Pengolahan data hasil penelitian
dilaksanakan dengan metode statistik deskriptif.
Tabel 1: Jumlah Responden TK, SD, SMP, dan SMA BPK PENABUR Tasikmalaya
Jenjang
Guru Honor
Calon Guru
Guru Tetap
Karyawan
Jumlah
TK
0
0
6(67%)
3(33%)
9(100%)
SD
3(16.67%)
0
14(77.78%)
1(5.55%)
18(100%)
SMP
0
1(11.11%)
8(88.89%)
0
9(100%)
SMA
3(20%)
2(13.33%)
10(66.67%)
0
15(100%)
6(11.77%)
3(5.88%)
38(74.51%)
4(7.84%)
51(100%)
Jumlah
16
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
Gambar 1: Jumlah Responden
14
12
10
TK
SD
SMP
SMA
8
6
4
2
0
Guru Honor Calon Guru Guru Tetap
Karyaw an
Catatan:
Tiga orang pengajar di TK dan seorang pengajar di SD berstatus sebagai karyawan (mendapat SK
sebagai Tenaga Kependidikan) yang mendapat tugas mengajar.
Tabel 2: Responden yang Belum Memiliki Akta Mengajar
Akta Mengajar
TK
SD
S MP
S MA
Jumlah
Sudah Memiliki
2(22.22%)
12(66.66%)
7(77.78%)
13(87.67%)
34(67,66%)
Belum Memiliki
4(44.45%)
3(16.67%)
2(22.22%)
2(13.33%)
11(21.57%)
SPG/SLTA
3(33.33%)
3(16.67%)
0
0
6(11.76%)
9(100)
18(100%)
9(100%)
15(100%)
51(100%)
Jumlah
Gambar 2: Responden yang Belum Memiliki Akta Mengajar
14
12
Sudah Mem iliki Akta
Mengajar
10
8
6
Belum Mem iliki Akta
Mengajar
4
SPG/SLA
2
0
TK
SD
SMP
SMA
Hasil Penelitian
Pendapat Responden tentang
Mencontoh/Mempraktikkan Metode/
Cara Mengajar Mantan Guru
Pada umumnya guru-guru (yaitu 35 dari 51
responden atau 68.63%, tabel 3) mencontoh/
mempraktikkan metode/cara mengajar mantan
guru. Meskipun guru-guru SMP (yaitu 4 dari 9
respondennya atau 44.44%) dan SMA (yaitu 7
dari 15 respondennya atau 46.67%) yang
menyatakan tidak mencontoh/mempraktikkan
metode/cara mengajar mantan guru, hampir
mendekati jumlah guru-guru SMP (yaitu 5 dari
respondennya atau 55.56%) dan SMA (yaitu 8
dari respondennya atau 53.33%) yang
menyatakan mencontoh/mempraktikkan cara/
metode mengajar mantan gurunya. Akibatnya
guru-guru tidak mudah menerima sesuatu yang
baru, karena sudah nyaman dengan yang
dilakukan selama ini, meskipun menjadikan
siswa pasif dalam kegiatan belajar dan tidak
memiliki kesadaran untuk belajar. Guru bangga
bila siswa dan masyarakat menganggap
keberhasilan siswa semata karena jasa guru.
Seharusnya di dalam pembelajaran guru
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
17
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
Tabel 3: Responden Mempraktikkan Metode/Cara Mengajar Mantan Guru
Memp rak tik k an Metod e
Mengajar Mantan Guru
TK
SD
S MP
S MA
Jumlah
Benar Mempraktikkan
8(88.89%)
14(77.78%)
5(55.56%)
8(53.33%)
35(68.63%)
Tidak Mempraktikkan
1(11.11%)
4(22.22%)
4(44.44%)
7(46.67%)
16(31.37%)
9(100%)
18(100%)
9(100%)
15(100%)
51(100%)
Jumlah
Gambar 3: Responden Mempraktikkan Metode/Cara
Mengajar Mantan Guru
14
12
10
8
B enar M emp r akt i kkan
6
T i d ak M emp r akt i kkan
4
2
0
TK
SD
SMP
SMA
mengupayakan agar siswa menyadari
pentingnya belajar secara aktif mandiri untuk
menemukan banyak hal.
Semua responden yang berijazah terakhir
SPG/SLA mengajar di TK sebanyak 3 orang dan
yang mengajar di SD 3 orang menyatakan
menyatakan mencontoh/mempraktikkan
metode/cara mengajar mantan guru. Dengan
demikian hipotesis terbukti. Dan membuktikan
begitu kuatnya pengaruh budaya dan pewarisan
nilai-nilai sistem pengetahuan dan keyakinan
para seniornya atau mantan gurunya.
Tabel 4: Responden SPG/SLA Mempraktikkan Metode/Cara Mengajar Mantan Guru
Memp rak tik k an Metod e
Mengajar Mantan Guru
TK
SD
S MP
S MA
Jumlah
Benar Mempraktikkan
3(100%)
3(100%)
0
0
6(100%)
Tidak Mempraktikkan
0
0
0
0
0
3(100%)
3(100%)
0
0
6(100%)
Jumlah
mencontoh/mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru (tabel 4)
Sebanyak 9 orang dari 11 orang guru yang belum
memiliki Akta Mengajar menyatakan
mencontoh/mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru, meskipun guru SMP dan
SMA yang menyatakan mencontoh/
mempraktikkan sama (tabel 5). Dengan demikian
hipotesis terbukti. Guru-guru yang belum
memiliki akta mengajar sangat sedikit
mengetahui metode mengajar, maka akan lebih
mudah mencontoh/mempraktikkan cara
mengajar mantan gurunya.
Sebanyak 24 orang dari 34 orang guru (atau 71%,
tabel 6) yang sudah memiliki Akta Mengajar
18
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Pendapat Responden tentang
Mantan Guru yang Diidolakan
Sebanyak 47 orang (92%) dari 51 orang guru
menyatakan memiliki idola mantan guru (tabel
7). Sebagian besar responden mengidolakan
mantan guru SMA/SPG/SMK/SLA sebagai
cerminan ingatan yang kuat di usia remaja.
Pernyataan ini menguatkan, bahwa guru-guru
BPK PENABUR Tasikmalaya mempraktikkan
metode/cara mengajar mantan gurunya. Mereka
menganggap guru yang utama dalam kegiatan
belajar mengajar dan siswa dapat berhasil
karena jasa guru.
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
Tabel 5: Responden yang Belum Memiliki Akta Mengajar Mempraktikkan Metode
Mengajar Mantan Guru
Memp rak tik k an Metod e
Mengajar Mantan Guru
TK
SD
S MP
S MA
Jumlah
Benar Mempraktikkan
4(100%)
3(100%)
1(50%)
1(50%)
9(82.82%)
Tidak Mempraktikkan
0
0
1(50%)
1(50%)
2(18.18%)
4(100%)
3(100%)
2(100%)
2(100%)
11(100%)
Jumlah
Gambar 4: Responden yang Belum memiliki Akta Mengajar
Mempraktikkan Metode Mengajar Mantan Guru
4
3
Benar
Mem praktikkan
2
Tidak
Mem praktikkan
1
0
TK
SD
SMP
SMA
Tabel 6: Responden yang Sudah Memiliki Akta Mengajar Mempraktikkan Metode
Mengajar Mantan Guru
Memp rak tik k an Metod e
Mengajar Mantan Guru
TK
SD
S MP
Jumlah
7(53.85%)
24(70.59%)
Benar Mempraktikkan
2(100%)
Tidak Mempraktikkan
0
1(8.33%)
3(42.86%)
6(46.15%)
10(29.41%)
2(100%)
12(100%)
7(100%)
13(100%)
34(100%)
Jumlah
11(91.67%) 4(57.14%)
S MA
Gambar 5: Responden yang Sudah Memiliki Akta Mnegajar
Mempraktikkan Metode Mengajar Mantan Guru
15
10
Benar
Mem praktikkan
5
Tidak
Mem praktikkan
0
TK
SD
SMP
SMA
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
19
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
Tabel 7: Pendapat Responden tentang Mantan Guru yang Diidolakan
Mantan Guru Idola
TK
SD
S MP
S MA
Jumlah
Mantan Guru SD
1(11.11%)
7(38.89%)
0
2(13.33%)
10(19.61)
Mantan Guru SMP
3(33.33%)
3(16.67%)
2(22.22%)
3(20.00%)
11(21.57%)
Mantan Guru
SMA/SPG/SMK/SLA
4(45.45%)
8(44.44%)
4(44.45%)
7(46.67%)
23(45.10%)
0
0
1(11.11%)
2(13.33%)
3(5.88%)
1(11.11%)
0
2(22.22%)
1(6.67%)
4(7.84%)
9(100%)
18(100%)
9(100%)
15(100%)
51(100%)
Mantan Dosen
Tidak Punya Idola
Jumlah
Gambar 6: Mantan Guru yang Diidolakan
Tabel 8: Pendapat Responden tentang Metode/Cara Mengajar Mantan Guru Idola yang
Berkesan dan Mempengaruhi Pembelajarannya
Metode Mengajar Mantan
Guru Idola
TK
SD
S MP
S MA
Jumlah
Sederhana dan mudah
1(11,11%)
6(33.33%)
1(11.11%)
4(26.66%)
12(23.53%)
Gaya Mengajar Menarik
6(66.67%)
12(66.67%)
4(44.45%)
9(60.00%)
31(60.79%)
Menggunakan alat peraga
1(11.11%)
0
2(22.22%)
0
3(5.88%)
Mayoritas siswa nilainya
b ag u s
0
0
0
1(6.67%)
1(1.96%)
Tidak ada yang mengesankan
1(1.11%)
0
2(22.22%)
1(6.67%)
4(7.84%)
Jumlah
9(100%)
18(100%)
9(100%)
15(100%)
51(100%)
20
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
Gambar 8: Pendapat Responden tentang Metode/Cara Mengajar Mantan Guru
Idola yang Berkesan dan Mempengaruhi Pembelajarannya
Sederhana dan m udah
12
10
Menarik gaya
m engajarnya
8
6
Menggunakan banyak alat
peraga
4
Sebagian besar sisw a
yang diajar nilainya bagus
2
Tidak ada yang
m engesankan
0
TK
SD
SMP
SMA
Alasan responden mengidolakan mantan guru sebagian besar karena menarik gaya mengajarnya,
sederhana dan mudah, menggunakan alat peraga, dan sebagian besar siswa yang diajar nilainya
bagus (tabel 8).
Tabel 9: Pendapat R esponden tentang Pilihan Pelatihan Metode Guna Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran
Pelatihan Metode Mengajar
yang diinginkan Guru
18
16
14
12
10
8
6
TK
SD
SMP
SMA
Jumlah
Mendapat banyak teori
0
1(5.56%)
3(33.33%)
0
4(7.84%)
Me to de p e nyaj i an sama de ngan
metode yang telah digunakannya
0
0
0
1(6.67%)
1(1.96%)
Me l i hat p e nyaji me mp rakti kkan 9(100%) 17(94.44%) 6(66.67%) 14(93.33%) 46(90.20%)
Metode penyajian sam a dengan
me to d e me ngaj ar yang me nari k
m etode yang telah digunakannya
dan mudah dipraktikkan
Pelatihan apapun tidak mengubah
metode pembelajarannya
0
0
4
2
Mendapat banyak teori
Jumlah
9(100%)
18(100%) Pelatihan
9(100%apapun
)
15(tidak
100%)
0
TK
SD
SMP
Melihat penyaji m em praktikkan
0 m engajar yang
0 m enarik
m etode
dan m udah dipraktikkan
SMA
-
51(100%)
m engubah m etode
pem belajarannya
Gambar 8: Pendapat Responden tentang Pilihan Pelatihan Metode Guru Guna Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
21
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
Semua responden menyadari, bahwa
peningkatan kualitas pembelajaran harus selalu
diupayakan. Semua responden menyediakan
diri untuk mengikuti pelatihan/pembinaan
metode mengajar guna meningkatkan
kemampuan dan kualitas pembelajarannya.
Sebanyak 46 dari 51 orang responden (atau 90%,
tabel 9) menginginkan penyaji memberikan
contoh metode yang menarik dan mudah untuk
dipraktikkan. Tentunya metode yang lebih
memberdayakan murid di dalam kegiatan
belajar, bukan penyaji yang hanya banyak
berceramah.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
diuraikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
Pertama, guru-guru BPK PENABUR
Tasikmalaya yang berijazah terakhir SPG
(Sekolah Pendidikan Guru) atau SLA (Sekolah
Lanjutan Atas) mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan guru. Kedua, guru-guru BPK
PENABUR Tasikmalaya lulusan Perguruan
Tinggi yang belum memiliki Akta mengajar
mempraktikkan metode/cara mengajar mantan
guru. Ketiga, guru-guru BPK PENABUR
Tasikmalaya lulusan Perguruan Tinggi yang
sudah memiliki Akta mengajar mempraktikkan
metode/cara mengajar mantan guru. Keempat,
Guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya
menyadari, bahwa peningkatan kualitas
pembelajaran harus selalu diupayakan terus,
baik melalui pelatihan maupun belajar secara
pribadi.
Guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya
mencontoh/mempraktikkan metode/cara
mengajar mantan gurunya. Dengan demikian
guru aktif mengajar dan siswa pasif menerima
pengajaran guru. Guru belum menyadari, bahwa
yang utama di dalam kegiatan belajar adalah
siswa sedangkan guru membantu siswa aktif
belajar. Guru masih menganggap dirinya sebagai
pribadi yang paling berjasa di dalam
menentukan keberhasilan siswa. Siswa berhasil
karena jasa guru. Akibatnya siswa cenderung
pasif tidak mau berusaha, takut salah, tidak
berani mengambil keputusan, dan tidak timbul
kesadaran untuk belajar mandiri. Keadaan ini
perlu diubah. Guru-guru BPK PENABUR perlu
22
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
menyadari bahwa yang utama di dalam
kegiatan belajar adalah siswa, sedangkan guru
membantu siswa aktif belajar. Guru-guru perlu
menyadari, bahwa mengajar membantu siswa
aktif belajar adalah tugas dan kewajiban
profesinya dan pelayanannya. Adapun yang
berjasa menjadikan siswa berhasil adalah siswa
sendiri.
Saran
BPK PENABUR merupakan badan pendidikan
yang besar. Dengan demikian mampu untuk
berbeda dengan badan pendidikan lainnya baik
yang dikelola oleh pemerintah maupun yang
dikelola oleh masyarakat. BPK PENABUR dapat
mengambil inisiatif merekonstruksi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas sekolahsekolah BPK PENABUR. Rekonstruksi
pembelajaran dilakukan melalui rekonstruksi
metode pembelajaran melalui pelatihan/
pembinaan yang memberi tempat utama kepada
para murid untuk aktif belajar.
Berdasarkan hasil penelitian dan
kesimpulan, bahwa guru-guru BPK PENABUR
Tasikmalaya membuka diri kepada upayaupaya meningkatkan kemampuan diri guna
meningkatkan kualitas pembelajaran. Saran
yang dapat dikemukakan berhubungan dengan
rekonstruksi metode pembelajaran, sebagai
berikut:
Pertama, BPK PENABUR mewajibkan
kepada setiap guru (tenaga pendidik) agar
memberdayakan para murid di dalam
pembelajarannya. Menempatkan murid pada
tempat utama dalam kegiatan belajar mengajar,
dan guru membantu murid untuk aktif belajar.
Kedua, BPK PENABUR menetapkan metode
pembelajaran baku yang harus diberlakukan di
seluruh sekolah-sekolah BPK PENABUR.
Metode pembelajaran baku yang dimaksudkan
hanya untuk mata pelajaran tertentu, untuk
mencapai hasil belajar tertentu, dan pada jenjang
tertentu. Dengan demikian mata pelajaran lain,
jenjang yang lain memiliki metode baku
tersendiri yang berbeda. Untukmewujudkannya
perlu dibentuk kelompok-kelompok kerja guru
(KKG) yang selalu membangun setiap mata
pelajaran pada setiap jenjang.
Ketiga, BPK PENABUR memberikan
pelatihan metode pembelajaran untuk setiap
mata pelajaran, setiap jenjang secara berkala, dan
dalam kurun waktu tertentu (misalnya selama
empat tahun). Pelatihan ini juga bertujuan untuk
memberdayakan kelompok kerja guru (KKG)
Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran
untuk membangun setiap guru dalam
meningkatkan pembelajaran.
Keempat, BPK PENABUR memilih para
pelatih/pembina yang terampil dan berhasil
menggunakan metode pembelajaran yang
memberdayakan para murid.
Ke lima, BPK PENABUR merekrut calon
tenaga pendidik dari Perguruan Tinggi
Keguruan yang baik yang menempatkan murid
sebagai subjek paling penting di sekolah.
Daftar Pustaka
Alwi Hasan dan Tim. (2001). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Furchan, Arief. (1997). Pengantar penelitian dalam
pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Hall, E.T. (1996). The hidden dimension, the silent
language”. Doubleday: Garden City
Jalal, Fasli dan Supriadi Dede. (2001). Reformasi
pendidikan dalam konteks otonomi daerah.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Kock, Heinz. (1986). Saya Guru Yang Baik!.
Yogyakarta: Kanisius
Porter, R.E, dan Samovar, L.A. (1976). Communicating interculturall. Belmont: A.Rader,
Wadsworth
Suparno. (2005). Filsafat konstruktivisme dalam
pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Surakhmad, Winarno. (1986). Metodologi
pengajaran nasional. Bandung: Jemmars
Winkel, W.S. (1991). Psikologi pengajaran. Jakarta:
Grasindo
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
23
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Penelitian
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Melalui Metode Diskusi Panel dalam
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
(Penelitian Tindakan Kelas)
Herman Joseph Siswandi *)
Abstrak
Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SD, guru sering menemukan kesulitan membelajarkan
siswa agar mampu berbicara untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. Penelitian ini mencoba
memecahkan masalah tersebut melalui tindakan kelas di kelas 6A SD Tarakanita 2 Jakarta dengan
metode diskusi panel. Setelah melakukan lima kali putaran kegiatan dengan penyempurnaan pada
setiap putaran, penelitian ini membuktikan bahwa diskusi panel dapat meningkatkan keberanian dan
keterampilan siswa dalam menyampaikan pendapat, mengajukan pertanyaan dan saran-saran.
Disarankan agar guru menerapkan metode diskusi panel dalam mengatasi masalah kemampuan
siswa berkomunikasi.
Kata kunci: Bahasa, keterampilan, komunikasi, diskusi panel
Teachers at primary school often find some diffculties in teaching the students to express their
opnions or raise questions. This classroom action research tries to solve such problems in Tarakanita
Primary School 2, Jakarta, by applying panel discussion method. After five cycles of practising the
method with some modifications in each cycle, the research finds out an instructional model which
can improve the students’ competence in communicating their ideas and feelings. To succeed the
teacher in using the model, some important considerations are recommended.
Pendahuluan
alam kurikulum pendidikan Sekolah
Dasar yang disempurnakan berdasarkan
suplemen 1999 menyangkut mata
pelajaran Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa fungsi utama bahasa adalah salah satu
alat komunikasi untuk menyampaikan
gagasan/pendapat dan perasaan kepada orang
lain. Melalui bahasa manusia dapat saling
berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi
pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan
meningkatkan kemampuan intelektual. Selain
itu rambu-rambu mata pelajaran Bahasa
Indonesia berdasarkan Kurikulum Berbasis
Kompetensi menyebutkan bahwa fungsi utama
bahasa adalah sebagai alat untuk
D
*) Guru SD Tarakanita Jakarta
24
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
berkomunikasi. Dengan demikian setiap warga
dituntut untuk terampil berbahasa. Bila setiap
warga sudah terampil berbahasa, maka
komunikasi antarwarga akan berlangsung
dengan baik. Komunikasi yang dimaksud di sini
adalah suatu proses penyampaian maksud
pembicara kepada orang lain dengan
menggunakan saluran tertentu. Maksud
komunikasi dapat berupa pengungkapan
pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan,
keinginan, penyampaian informasi tentang
suatu peristiwa, dan lain-lain.
Pentingnya fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi dan alat berpikir terlihat pada mata
pelajaran bahasa yang diberikan mulai dari
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Sungguhpun demikian penguasaan dan
penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
yang baik dan benar belum selalu memuaskan.
Masih ada sejumlah siswa yang selalu ragu
untuk berbicara. Ada rasa takut berbicara kalaukalau mengatakan hal yang salah atau
mengatakan hal yang benar dengan cara yang
salah. (Larry, King, & Bill: 2004.) Persoalan inilah
yang dialami oleh para siswa kelas 6A Sekolah
Dasar Tarakanita 2 Jakarta. Suasana belajar
menjadi pasif dan tidak bersemangat, akibat
tidak adanya keberanian berbicara untuk
mengemukakan pendapat atau bertanya.
Kurangnya keterampilan berkomunikasi
seorang anak, juga merupakan dampak
pendidikan di dalam keluarga dan masyarakat.
Orang tua dan masyarakat kurang memberi
kesempatan atau kurang mendorong anak
berbicara mengutarakan pendapat dan
perasaannya serta kurang memberikan perhatian
atau penghargaan kepada anak anak ketika ia
berbicara mengungkapkan pikiran atau isi
hatinya. Tidak jarang terjadi orang tua atau
anggota keluarga lain menghentikan atau
melarang anak berbicara. Keadaan lingkungan
demikian memberikan pengaruh negatif pada
kemampuan anak berbahasa dan mengurangi
keberanian menyampaikan pendapatnya
dengan menggunakan bahasa.
Keterampilan berkomunikasi seorang
anak perlu terus ditingkatkan guna
meningkatkan kemampuan intelektual,
kematangan emosional, dan kematangan sosial.
Keberadaan siswa sebagai makhluk sosial hanya
dapat dikembangkan dalam kebersamaan
dengan sesamanya. Melalui kebersamaan itulah
seorang siswa mengenal dan membentuk
dirinya. Buah pikirannya diuji dalam pikiran
orang lain melalui keterampilannya dalam
berkomunikasi. Dengan meningkatnya
keterampilan berkomunikasi diharapkan siswa
dapat memahami dan memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi khususnya persoalanpersoalan yang berhubungan dengan evaluasi
dari berbagai mata pelajaran yang diperolehnya
di sekolah.
Penulis sebagai wali kelas dan pengampu
mata pelajaran Bahasa Indonesia merasa
bertanggungjawab dan tertantang untuk
memperbaiki suasana kelas agar lebih aktif dan
bersemangat. Keadaan inilah yang mendorong
penulis untuk melakukan penelitian tindakan
kelas di kelas 6A SD Tarakanita 2 Jakarta untuk
mengatasi kesulitan guru membelajarkan siswa
agar memiliki kemampuan dan keberanian
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Penulis berpendapat bahwa untuk
memotivasi dan menghidupkan suasana kelas,
keterampilan berkomunikasi perlu ditingkatkan
melalui metode yang tepat dalam proses
pembelajaran.
Permasalahan
Permasalahan dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana meningkatkan keterampilan
berkomunikasi melalui penerapan metode
diskusi panel dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 6 A SD Tarakanita 2 Jakarta?”
Tujuan Penelitian Tindakan
Bertolak dari rumusan masalah yang telah
disebutkan di atas, penelitian tindakan
dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mencari metode pembelajaran yang tepat
untuk mengaktifkan suasana pembelajaran
di kelas sehingga dapat meningkatkan
aktivitas keterampilan berkomunikasi .
2. Mengujicobakan metode diskusi panel
dalam pembelajaran di kelas untuk
meningkatkan keterampilan berkomunikasi
siswa
3. Melatih siswa untuk terampil berkomunikasi
dan tanggap menghadapi persoalan di
sekelilingnya.
Manfaat / Kegunaan Penelitian
Dari penelitian tindakan ini diharapkan:
1. Para siswa dapat:
a. mengkomunikasikan suatu masalah
yang dihadapinya kepada orang lain
dengan singkat dan jelas;
b. memiliki keberanian untuk dapat
berkomunikasi dalam berbagai situasi;
baik tempat, jumlah orang, maupun usia
serta status orang yang dihadapinya;
c. menanggapi/merespon persoalanpersoalan yang biasa dihadapi dalam
lingkungan kehidupannya sehari-hari,
baik di rumah, sekolah, maupun di
masyarakat; dan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
25
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
2.
3.
d. melihat dengan nyata gagasan-gagasan
yang terbaik dari hasil pemikiran
bersama dengan teman kelompoknya.
Para guru memperoleh gambaran tentang:
a. metode pembelajaran Bahasa Indonesia
yang dapat meningkatkan keterampilan
berkomunikasi; dan
b. penerapan pendekatan metode diskusi
panel dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia
khususnya
untuk
meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Untuk sekolah khususnya SD Tarakanita 2
Jakarta, ialah untuk menghasilkan mutu
lulusan yang terampil dalam berkomunikasi sehingga dapat menghadapi arus
informasi yang semakin canggih dan
berwawasan luas.
Tinjauan Teoretis dan
Perumusan Hipotesis
Pengertian Komunikasi
Tujuan utama penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran di sekolah haruslah membelajarkan siswa tentang bagaimana belajar. Untuk
mencapai tujuan tersebut salah satu yang
diperlukan pendidik atau guru yang profesional
adalah kemampuan untuk meningkatkan atau
mengembangkan keterampilan berkomunikasi
bagi peserta didik. Dengan keterampilan
berkomunikasi yang dimilikinya maka peserta
didik diharapkan dapat merespon berbagai
pengetahuan yang diterimanya baik dari
lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat dan selanjutnya termotivasi untuk
terus belajar
Dengan demikian guru akan mengetahui
lebih jelas kemampuan yang dimiliki peserta
didik berdasarkan keaktifan yang tampak dalam
kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini dapat
lebih memudahkan proses pendampingan
selanjutnya. Dalam proses pembelajaran sangat
menekankan pentingnya relasi dan komunikasi.
Kemampuan berkomunikasi amat erat
kaitannya dengan kemampuan berbahasa,
karena bahasa merupakan alat komunikasi yang
utama.Meningkatkan kemampuan berkomunikasi berarti juga meningkatkan kemampuan
berbahasa.
Kemampuan berbahasa seorang anak
memiliki tahap-tahap perkembangan yang
26
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
prosesnya dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Jean Piaget mengajukan pola perkembangan
bahasa sebagai berikut. Tahap sensorimotor,
yang total bergantung pada refleks dan faktor
bawaan (0-2 tahun). Tahap fungsi semiotis (2-4
tahun), dengan kemampuan berpikir simbolis.
Teryata anak-anak berusia 4-7 tahun
memperlihatkan sejumlah hal yang cukup
berarti dalam bahasa egosentris. Bahasa
egosentris terpusat pada aku (ego) di mana anak
belum memperlihatkan pendapat orang. Mereka
yang berusia 7 tahun atau lebih makin
memanfaatkan komunikasi verbal. (Sinolungan,
1977).
Erich H. Lenneberg menyatakan bahwa
perkembangan bahasa diperoleh dalam sistem
linguistik yang terkembang baik. Hal itu dapat
diperoleh anak yang IQ-nya kurang dari 50.
Kemampuan berbahasa sesuai dengan
Standar Kompetensi Bahan Kajian Bahasa
Indonesia yang tertuang dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) meliputi:
1. Mendengarkan
Mendengarkan,
memahami,
dan
memberikan tanggapan terhadap gagasan,
pendapat, dan perasaan orang lain dalam
berbahasa bentuk wacana lisan.
2. Berbicara
Berbicara secara efektif dan efisien untuk
mengungkapkan gagasan, pendapat,
kritikan, perasaan, dalam berbagai bentuk
kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan
tujuan dan konteks pembicaraan.
3. Membaca
Membaca dan memahami berbagai jenis
wacana, baik secara tersurat maupun
tersirat untuk berbagai tujuan.
4. Menulis
Menulis secara efektif dan efisien berbagai
jenis karangan dalam berbagai konteks.
Bahasa adalah alat yang terpenting untuk
menyatakan buah pikiran (pendapat). Oleh
karena itu makin baik penguasaan bahasa
seseorang makin baik pula jalan pikirannya.
Melalui bahasa manusia dapat saling
berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi
pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan
meningkatkan kemampuan intelektual.
Berbahasa berarti menggunakan bahasa untuk
mengkomunikasikan buah pikiran kepada
seseorang atau orang banyak.
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Teori Belajar
Banyak para ahli yang mengemukakan teori
belajar setelah mengadakan penelitianpenelitian. Beberapa teori belajar akan
dikemukakan dalam penelitian tindakan ini. Di
antara teori belajar yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
Suparno,
dalam
bukunya
Filsafat
Konstruktivisme dalam Pendidikan, menuliskan
beberapa teori belajar, di antaranya:
1. Teori Belajar Perubahan Konsep
Teori perubahan konsep membedakan dua
macam perubahan konsep, perubahan yang
kuat dan yang lemah.
2. Teori Belajar Bermakna Ausubel
Teori asimilasi Ausubel menjelaskan
bagaimana belajar bermakna terjadi, yaitu
bila siswa mengasimilasikan pengetahuan
yang dipelajarinya dengan pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya
3. Teori Skema
Teori skema lebih menunjukkan bahwa
pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu
skema yang terletak dalam ingatan
seseorang.
Teori belajar perubahan konsep
menunjukkan bahwa sebelum terjadi proses
belajar seseorang telah memiliki konsep dalam
pikirannya. Teori belajar Ausubel menyatakan
bahwa seseorang dalam belajar tinggal
mengasimilasikan pengetahuan dengan yang
sudah ada sebelumnya. Teori skema
menyatakan bahwa dalam ingatan seseorang
telah tersusun pengetahuan dalam suatu skema
yang terus bertambah atau berubah.
Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan
di atas baik teori perubahan konsep, asimilasi
Ausubel, maupun teori skema, belajar akan
sangat bermakna jika siswa memiliki
keterampilan berkomunikasi dengan baik.
Keterampilan berkomunikasi menjadikan siswa
dapat saling belajar dari yang lain, yaitu: guru,
teman, buku, dan media cetak atau pun media
elektronik.
Metode Diskusi Panel
Proses belajar yang dapat meningkatkan
aktivitas dalam keterampilan berkomunikasi
dengan bahasa seperti yang tertuang dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi di antaranya
adalah diskusi.
Metode Diskusi Panel merupakan salah
satu modifikasi dari teknik forum yang
menitikberatkan pada isi pembicaraan pada dua
panelis atau lebih dengan disertai partisipasi
para peserta atau peserta didik lainnya.
Partisipasi peserta didik itu berupa pendapat,
pertanyaan, dan saran-saran yang berkaitan
dengan isi pembicaraan. (Sudjana, 2001)
Metode Diskusi Panel adalah metode yang
digunakan untuk membahas beberapa topik,
biasa dilakukan oleh satu kelompok yang terdiri
dari tiga sampai lima orang yang memiliki
kemampuan atau pengetahuan yang memadai,
dan berwawasan luas. Pada diskusi panel
semua orang berhak berbicara. Peserta yang satu
berhak berbicara dengan peserta lainnya.
(Nurani. Y: 2003)
Keunggulan metode diskusi panel sebagai
berikut.
1. Memberikan kesempatan kepada peserta
dalam membahas masalah sehingga peserta
dapat menyatakan pendapatnya.
2. Peserta “dipaksa “ oleh situasi untuk
memperhatikan penjelasan orang lain
dalam membahas masalah.
3. Peserta dapat menanggapi pendapat panelis
dan peserta lain.
4. Hasil pembicaraan dapat dirumuskan oleh
moderator sehingga peserta dapat
mengetahuinya.
5. Dapat dihimpun pendapat dan tanggapan
yang berbeda-beda tentang masalah yang
dibahas dan pemecahannya.
Kerangka Berpikir
Daya serap materi pelajaran yang disajikan guru
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Selain faktor
keterampilan guru dalam menerapkan metode
pembelajaran daya serap juga dipengaruhi oleh
suasana belajar di kelas. Guru yang mengajar di
kelas yang pasif akan sulit mengetahui apakah
materi yang diajarkan dapat terserap dengan
baik atau tidak oleh para siswanya.
Demikianlah masalah yang terjadi di kelas
6A SD Tarakanita 2 di awal tengah semester
pertama tahun ajaran 2004/2005. Pada awal
tahun ajaran para guru berkomentar bahwa
mengajar di kelas 6A paling menyenangkan
karena siswanya tertib, tidak ribut dan tidak ada
gangguan oleh anak-anak tertentu yang biasa
membuat ulah di kelas untuk mencari perhatian.
Namun dalam pertemuan guru pararel bulan
berikutnya dikemukakan bahwa kelas yang
menyenangkan ini ternyata menyimpan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
27
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
masalah. Para guru yang mengajar mulai
merasakan ada masalah di kelas ini. Selama
dalam proses pembelajaran para siswa hanya
diam saja, tidak ada yang bertanya. Kalau
ditanya pun hanya dapat menjawab dengan
beberapa kata saja.
Mata pelajaran bahasa Indonesia
merupakan mata pelajaran yang menekankan
pada aspek belajar berkomunikasi. Oleh karena
itu aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Dalam pembelajaran Bahasa juga
mencakup aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut
sebaiknya mendapat porsi yang seimbang. Maka
akan tepat kalau kemampuan berkomunikasi
dapat ditingkatkan melalui pembelajaran mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
Meningkatnya keterampilan berkomunikasi
diharapkan juga dapat meningkatkan aktivitas
dalam proses pembelajaran di kelas karena
kemampuan berkomunikasi tidak hanya
dibutuhkan dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia tetapi juga mata pelajaran lain. Oleh
karena itu mata pelajaran Bahasa Indonesia
tentunya akan berdampak pada mata pelajaran
lain baik yang menyangkut ilmu-ilmu sosial
maupun sains.
Bahasa sebagai alat komunikasi dapat
digunakan untuk berbagai macam fungsi sesuai
dengan apa yang ingin disampaikan oleh
penutur, misalnya untuk menyampaikan
informasi faktual (mengidentifikasikan,
melaporkan, menanyakan, dan mengoreksi);
menyatakan sikap intelektual (menyatakan
setuju atau tidak setuju, menyanggah, dan
sebagainya); menyatakan sikap emosional
( senang, tak senang, harapan, kepuasan, dan
sebagainya); menyatakan sikap moral (meminta
maaf, menyatakan penyesalan, penghargaan,
dan sebagainya); menyatakan perintah
(mengajak, mengundang, memperingatkan, dan
sebagainya); untuk bersosialisasi (menyapa,
memperkenalkan diri, menyampaikan selamat,
meminta perhatian, dan sebagainya).
Dengan menerapkan berbagai metode dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia akan sangat
membantu pengembangan potensi siswa secara
maksimal. Terlebih lagi bahwa bahan pelajaran
Bahasa Indonesia dapat dipadu atau dikaitkan
dengan mata pelajaran lain, seperti IPA, IPS, atau
Matematika.
28
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Jika guru dapat menerapkan metode yang
sesuai dengan situasi kelas dalam proses
pembelajaran bukan tidak mungkin kelas akan
semakin hidup dan dinamis.
Dalam kerangka berpikir tersebut di atas
tersimpul bahwa situasi kelas yang pasif
disebabkan kurangnya keterampilan dalam
berkomunikasi para siswanya. Untuk itu
keterampilan
berkomunikasi
perlu
dikembangkan agar siswa menjadi berani
mengungkapkan gagasan dan perasaannya
sehingga suasana kelas akan terasa menjadi
lebih aktif. Dari berbagai metode pembelajaran
yang ada penulis beranggapan bahwa metode
pembelajaran yang menarik dan dapat
memotivasi siswa untuk meningkatkan aktivitas
dalam berkomunikasi adalah diskusi panel.
Kekuatan metode diskusi panel sebagai
berikut.
1. Dalam diskusi panel setiap peserta (siswa)
berhak berbicara untuk menyampaikan
gagasan, pikiran, pendapat, tanggapan,
dan lain-lain.
2. Siswa sebagai pembicara dapat
mempresentasikan materi secara
bergantian, akibatnya siswa lain harus
mendengarkan pandangan yang berbeda
satu sama lain, dengan demikian dituntut
perhatian yang tinggi dari seluruh siswa.
3. Suasana menjadi sangat rileks dan akan
bersifat informal serta dapat menampung
aspirasi seluruh siswa sebagai peserta.
4. Melatih dan membiasakan siswa
berpendapat,
berbicara,
dan
mendengarkan sesuai dengan topik yang
dibahas dan diminati.
5. Membiasakan siswa untuk bersikap kritis
dan tanggap terhadap setiap persoalan
yang dihadapinya sehari-hari.
Dengan demikian penerapan pendekatan
metode diskusi panel dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia di kelas diharapkan dapat
meningkatkan aktivitas dalam keterampilan
berkomunikasi bagi para siswanya. Dengan
keterampilan berkomunikasi yang dimiliki maka
belajar bermakna sungguh dapat terwujud.
Perumusan Hipotesis Tindakan
Perumusan hipotesis tindakan sebagai berikut.
“Jika dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
di kelas 6 diterapkan metode diskusi panel maka
aktivitas dalam keterampilan berkomunikasi
para siswa dapat ditingkatkan”.
dimungkinkan penelitian tindakan akan selesai
kurang dari 8 kali pertemuan.
Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Subyek Penelitian
Subyek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah 42
orang siswa kelas 6A yang terdiri dari 20 orang
siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan
di Sekolah Dasar Tarakanita 2 Jl. Wolter
Monginsidi No. 118. Kebayoran Baru Jakarta
Selatan.
Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan pada mulai Nopember
2004 - Januari 2005.
Agar pelaksanaan kegiatan penelitian tidak
terganggu, oleh pelbagai kegiatan kelas dan juga
tidak mengganggu proses pembelajaran
lainnya, maka penentuan waktu pelaksanaan
ditetapkan dengan bijaksana. Perkiraan waktu
yang diperlukan untuk melakukan penelitian
menggunakan rumus ( Soedarsono: 1996 ) :
Waktu = W per = 1 W pes + W te + W op
6
= 10 pert. + 4x8 pert. + 5 pert.
6
= 7,8 pertemuan dibulatkan
menjadi 8 pertemuan.
Keterangan:
W per = Waktu perkiraan
W pes = Waktu pesimistik (waktu terlama yang
diperkirakan diperlukan)
W te = Waktu yang diperlukan paling mendekati
W op = Waktu optimistik (Waktu paling singkat
atau cepat yang diperlukan untuk
menyelesaikan kegiatan)
Pert. = Pertemuan
Dengan demikian waktu yang dibutuhkan
untuk kegiatan penelitian tindakan ini 8
(delapan) kali pertemuan. Namun mengingat
bahwa dalam penelitian tindakan kelas bahwa
penelitian dinyatakan selesai jika peneliti sudah
merasa puas dengan hasil penelitiannya dan
sudah mencapai tujuan yang direncanakan
sesuai dengan indikator, maka dapat
Jenis Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan
adalah Model Kemmis dan Mc Taggart (model
siklus). Model ini terdiri dari 4 (empat) langkah,
yaitu: Rencana - Tindakan - Observasi - dan
Refleksi.
Rencana:
Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
memperbaiki, meningkatkan atau mengubah
perilaku dan sikap sebagai solusi, meliputi:
1. Observasi awal
2. Menyusun Rencana Pembelajaran (RP)
3. Menyusun Instrumen Observasi
4. Menentukan Jadwal Pelaksanaan
Tindakan:
Guru atau peneliti melakukan upaya perbaikan
terhadap proses pembelajaran di kelas ,
peningkatan atau perubahan yang diinginkan
diantaranya:
1. Mempersiapkan segala kebutuhan untuk
melaksanakan tindakan.
2. Mempersiapkan siswa untuk segera
melaksanakan kegiatan.
3. Melaksanakan kegiatan / tindakan sesuai
rencana pembelajaran.
4. Melakukan pengelolaan dan pengendalian.
Observasi:
Mengamati atas hasil atau dampak dari
tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan
terhadap siswa dengan instrumen sebagai
berikut:
1. Lembar Observasi
2. Catatan peneliti.
Refleksi:
Peneliti
mengkaji,
melihat
dan
mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari
tindakan serta menyusun rencana tindakan
selanjutnya jika masih diperlukan.
Dengan langkah ini terjadilah suatu siklus
rencana – tindakan – observasi – refleksi – dan
seterusnya, sehingga tujuan yang diharapkan
tercapai.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
29
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Teknik Pengumpulan
dan Analisa Data
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan
beberapa instrumen, yaitu:
a. Lembar observasi
Lembar observasi ini digunakan dan
diisi baik oleh peneliti, guru sejawat,
maupun siswa. Melalui lembar
observasi ini dapat diketahui tingkat
perkembangan
keterampilan
berkomunikasi siswa dari setiap tahap
kegiatan penelitian tindakan yang
dilakukan.
b. Buku catatan guru (peneliti)
Buku catatan ini berisi catatan kejadian
selama kegiatan Diskusi Panel
dilaksanakan. Juga dicatat banyaknya
siswa yang aktif dari setiap
pelaksanaan tindakan
c. Catatan singkat dari guru sejawat.
Berisi komentar singkat mengenai
situasi pembelajaran di kelas 6 A setelah
diadakan tindakan di kelas tersebut
sehingga tingkat keaktifan kelas juga
dapat dirasakan oleh para guru sejawat.
2. Teknik Analisis Data
Dari keseluruhan data yang terkumpul
selanjutnya dilakukan analisa data, sebagai
berikut.
a. Lembar observasi
Dari hasil isian lembar observasi
jumlah indikator yang baik, sedang,
dan kurang, kemudian hasil akhir
dipersentasekan
dan
dibuat
kesimpulan.
b. Buku catatan guru peneliti
Berisi catatan-catatan kejadian selama
kegiatan penelitian berlangsung baik
kekurangan maupun kelebihannya.
Hal ini berguna untuk mengambil
langkah berikutnya. Juga berisi catatan
frekuensi/banyaknya siswa yang aktif
berbicara selama kegiatan diskusi
panel berlangsung. Hal ini berguna
guna mengetahui peningkatan jumlah
siswa yang aktif berbicara.
c.
Informasi/catatan singkat dari guru
sejawat.
Digunakan sebagai informasi
pendukung mengenai keadaan/
kemajuan siswa setelah diadakan
tindakan.
Dari keseluruhan data yang telah dianalisis
selanjutnya dibuat kesimpulan mengenai hasil
akhir dari penelitian tindakan kelas ini.
1.
30
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Hasil Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini disusun
berdasarkan hasil pengamatan, catatan kejadian
selama diadakannya kegiatan diskusi panel
dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia
dan beberapa komentar tanggapan dari para
rekan pengamat dari guru sejawat. Adapun
mengenai hasil pengamatan tidak hanya
dilaksanakan oleh guru peneliti tetapi juga
dilakukan oleh beberapa siswa yang dianggap
mampu. Dengan demikian para siswa juga
dilatih untuk kritis dan tahu bagaimana cara
menyampaikan kritik dan saran kepada temantemannya sendiri.
Kerangka Kegiatan Diskusi Panel
1.
2.
3.
Pembukaan
Siswa yang berperan sebagai moderator
(pimpinan diskusi) membuka diskusi dengan
membacakan topik diskusi serta tujuan yang
ingin dicapai dari kegiatan diskusi panel
ini. Kemudian dilanjutkan dengan
memperkenalkan para perserta dan
membacakan tata tertib diskusi.
Penyampaian Gagasan
Moderator memberikan kesempatan kepada
masing-masing panelis untuk membacakan
/ menyampaikan gagasan, pendapat yang
telah dipersiapkannya.
Setiap panelis (pembicara) yang telah
ditunjuk memiliki waktu lima sampai
sepuluh menit untuk membacakan /
menyampaikan gagasan, pendapat, atau
pengalamannya.
Diskusi Bebas
Setelah semua panelis menyelesaikan
pembicaraan, moderator mengatur jalannya
diskusi antar panelis. Panelis yang satu akan
menanggapi atau menanyakan butir-butir
tertentu berkaitan dengan gagasan,
pendapat, atau pengalaman panelis lain.
Sementara itu panelis lain akan menjawab,
menerangkan, atau mempertahankan
pendapatnya.
Partisipasi Pendengar.
Moderator memberi kesempatan kepada
para peserta (siswa yang berperan sebagai
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
4.
penonton) untuk mengemukakan pendapat
mereka sendiri, menanggapi atau bertanya
kepada panelis. Panelis yang mendapatkan
pertanyaan atau tanggapan mengenai
materi diskusi yang telah disampaikannya
berusaha memberikan jawaban atau
tanggapan balik semampunya. Walaupun
jawaban panelis kadang-kadang kurang
tepat guru tetap membiarkannya saja dulu
yang penting anak sudah mulai berani
berbicara dulu.
Penutup Diskusi
Moderator merangkum hasil diskusi dengan
jalan menyatakan hal-hal yang telah
disepakati bersama, dan hal-hal yang tidak
disepakati, serta hal-hal yang masih
menimbulkan perbedaan pendapat.
Hasil Kegiatan Diskusi Panel
Putaran I, dilaksanakan Sabtu, 6 Nopember
2004.
1. Topik: Bagaimana memilih sekolah favorit ?
2. Guru menetapkan 1 orang siswa sebagai
moderator dan 6 orang siswa sebagai
panelis, dan sisanya sebagai partisipasi
pendengar yang memiliki kesempatan pula
untuk bertanya dan menyampaikan
gagasannya. Dalam hal ini
guru
menetapkan siswa yang menjadi moderator
dan panelis secara acak dan semua siswa
akan mendapat giliran sesuai putaran yang
berlangsung. Guru mengatur formasi tempat
duduk kegiatan diskusi panel, dan
menjelaskan secara umum aturan
permainan diskusi panel
3. Pelaksanaan kegiatan.
a. Moderator memberikan kesempatan
kepada masing-masing panelis untuk
menyampaikan gagasannya dalam
waktu 5 menit
b. Setelah semua panelis menyampaikan
gagasannya, moderator mengatur
jalannya diskusi antarpanelis dalam
menjawab, menerangkan , atau
mempertahankan pendapatnya
c. Walaupun jawaban panelis terkadang
kurang tepat, guru berusaha tidak
menyela pembicaraan siswa mengingat
target dari putaran ini adalah
memancing siswa untuk berani
berbicara
4. Pada tahap akhir, moderator
merangkum hasil diskusi. Sekolah
favorit adalah sekolah yang memiliki
sarana prasarana lengkap, tersedia
laboratorium MIPA dan komputer,
lapangan olah raga, perpustakaan,
kantin bersih, guru profesional, lokasi
bebas banjir, dan tidak disepakati
kemacetan lalu lintas di sekitar sekolah.
4. Observasi
a. Moderator masih tampak ragu dalam
membuka pertemuan. Ekspresi wajah,
volume suara, vokal, dan intonasi masih
belum maksimal. Setelah kegiatan
berlangsung, moderator akhirnya dapat
menguasai keadaan
b. Panelis tampak bersemangat dalam
menyampaikan gagasan dan beberapa
mendapat respon dari peserta diskusi,
ada yang sangat yakin dan penuh
percaya diri dan ada yang masih
tampak kurang siap
c. Materi pembahasan terlalu singkat; dan
d. 17 siswa dari 35 siswa dalam kelas yang
bertindak
sebagai
partisipasi
pendengar (berarti 50%) sudah aktif
memberikan tanggapan baik berupa
pertanyaan dan sanggahan (50%), selain
moderator dan 6 panelis (total 42 siswa
dalam kelas)
5. Refleksi
a. 18 siswa yang belum aktif dalam
kegiatan diskusi ini berarti mereka baru
sebatas menjadi penonton saja.
b. Berdasarkan data lembar observasi, 17
siswa yang sudah aktif berbicara secara
kualitatif dapat dinilai sebagai berikut.
1) 23,17% baik ( volume suara,
vokal/lafal, intonasi baik dan jelas)
2) 65,85% sedang ( salah satu dari
ketiga unsur di atas kurang baik)
3) 10,98% kurang ( tiga unsur di atas
masih belum maksimal)
4) untuk pelaksanaan putaran
berikutnya, perlu dicari upaya agar
siswa yang aktif berbicara lebih
banyak lagi, maka diupayakan
topik diskusi yang lebih ringan
dan menarik bagi siswa
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
31
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Putaran II, dilaksanakan Sabtu, 4 Desember
2004.
1. Topik: Kantin sekolah tentang kebersihan,
macam makanan dan minuman yang
tersedia, harga dan kesehatan
2. Pelaksanaan kegiatan mirip dengan aturan
yang dilakasanakan pada putaran 1,
dengan
moderator dan panelis yang
berbeda.
3. Pada tahap akhir, moderator merangkum
hasil diskusi. Siswa mengharapkan kantin
sekolah hendaknya memperhatikan
sungguh-sungguh faktor kebersihan tempat
dan
makanan yang disediakan. Jenis
makanan yang tersedia diharapkan yang
dapat
mencukupi gizi anak mengingat
terdapat siswa yang mengandalkan
sarapan paginya
dengan membeli
makanan dari kantin sekolah. Yang tidak
disepakati adalah makanan
mahal
pasti bergizi.
4. Observasi
a. moderator dapat mengawali diskusi
dengan lebih baik dan lancar.
Kelemahan justru terletak pada panelis
yang terlalu cepat berbicara , bahkan ada
salah
seorang
panelis
yang
pembicaraannya sulit dimengerti karena
volume suara dan vokalnya kurang jelas.
b. karena moderator terampil dalam
mengatur arus pembicaraan, maka
peserta bersemangat dalam memberikan
tanggapan maupun pertanyaan
c. Satu orang siswa putra dan dua siswa
putri yang selama ini tak pernah aktif
berbicara di kelas ternyata mulai tertarik
dan mau berbicara.
5. Refleksi
Berdasarkan data lembar observasi kualitatif dapat dilihat keterampilan berbicara
dengan hasil baik 6, 10 % (berarti turun dari
23,17%), sedang 70,73% dan kurang 23,17%
Penurunan kualitas ini disebabkan masih
kurangnya peserta yang berani berbicara.
Dengan
demikian perlu adanya upaya
perbaikan dalam hal keberanian berbicara.
Hal ini
dilakukan dengan meneruskan
kegiatan ini berulang-ulang agar siswa
yang sudah mulai berani berbicara dapat
terus tertantang agar lebih berani berbicara.
32
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Putaran III, dilaksanakan Senin, 13 Desmber
2004.
1. Topik: Profil Sekolah Kita (perpustakaan,
kegiatan ekstrakurikuler, WC, pengajar,
laboratorium komputer dan MIPA
2. Pelaksanaan kegiatan mirip dengan aturan
yang dilaksanakan pada putaran
sebelumnya, dengan moderator dan panelis
yang berbeda.
3. Pada tahap akhir, moderator merangkum
hasil diskusi. Profil sekolah kita adalah
sekolah yang memiliki sarana prasarana
cukup memadai termasuk juga tenaga
pengajar yang penyabar dan berdisiplin
tinggi. Hanya sayang kebersihan WC
kurang terpelihara dengan baik walaupun
pesuruh sekolah sudah bekerja semaksimal
mungkin untuk membersihkannya. Jadi
masih ada siswa yang belum paham hidup
bersih. Tidak disepakati kalau ada guru
yang suka terlambat.
4. Oservasi
Moderator dapat
mengawali diskusi
dengan lebih baik dan lancar. Kelemahan
justru terletak pada peserta yang
mendomininasi pembicaraan sehingga
pada putaran ini peserta yang mendapat
kesempatan berbicara hanya 14 orang saja.
Untuk itu moderator diharapkan lebih
dapat mengatur pembicaraan sehingga
kesempatan bicara bagi para peserta dapt
lebih merata.
5. Refleksi
a. pada putaran ini yang menarik adalah
semangat para panelis yang berusaha
mendapat kesempatan untuk tampil
berbicara. Dalam penyampaian gagasan
para peserta sudah lebih memperhatikan
aturan main diskusi sehingga tidak main
serobot dalam berbicara
b. berdasarkan data lembar observasi
kualitatif dapat dilihat keterampilan
berbicara dengan hasil baik 29,27%,
sedang 42,68% dan kurang 28,05%.
Dengan demikian terlihat kembali
adanya kenaikan yang baik sebesar
23,17%. Kegiatan diskusi panel ini
menarik untuk terus dilakukan agar
siswa lebih memahami sopan santun
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
berbicara terlebih dalam forum-forum
resmi.
Putaran IV, dilaksanakan Kamis 13 Januari 2005.
1. Topik : Pentingnya mengisi waktu luang
dengan kegiatan yang bermanfaat
2. Pelaksanaan kegiatan mirip dengan aturan
yang dilaksanakan pada putaran
sebelumnya, dengan moderator dan panelis
yang berbeda.
3. Pada tahap akhir, moderator merangkum
hasil diskusi. Waktu luang yang ada
hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat seperti mengikuti les
pelajaran tambahan, kursus musik,
membaca dan olahraga. Tidak disepakati
bahwa kegiatan membaca dapat menambah
pengetahuan mengingat tergantung apa
yang dibacanya.
4. Observasi
Moderator dapat mengawali diskusi dengan lebih baik, lancar dan tegas. Para siswa
lebih antusias untuk melaksanakan
kegiatan diskusi panel ini. Selama kegiatan
berlangsung, siswa lebih dapat mandiri
artinya guru hanya mengamati kegiatan
saja.
5. Refleksi
a. pada putaran ini yang menarik adanya
perubahan perilaku dari sebagian besar
peserta yang begitu antusias untuk
mendapat kesempatan berbicara.
Moderator terlihat agak kewalahan
untuk menggilir pembicaraan mengingat
ada peserta yang sangat dominan dalam
berbicara; dan
b. berdasarkan data lembar observasi
kualitatif dapat dilihat keterampilan
berbicara dengan hasil baik 35,37%,
sedang 50% dan kurang 14,63%. Kembali
terlihat adanya peningkatan kualitas
sebesar 6,10%. Kegiatan diskusi ini akan
terus dilakukan.
Putaran V, dilaksanakan Jumat, 14 Januari 2005.
1. Topik : Budaya Bersih Lingkungan
2. Pelaksanaan kegiatan mirip dengan aturan
yang dilaksanakan pada putaran
sebelumnya, dengan moderator dan panelis
yang berbeda.
3. Pada tahap akhir, moderator merangkum
hasil diskusi. Budaya bersih lingkungan
hendaknya dimiliki oleh setiap orang
mengingat bahwa kebersihan merupakan
salah satu sumber kesehatan. Kebersihan
juga tidak menyangkut tempat tetapi juga
kebersihan hati dan pikiran, sehingga hidup
kita akan terasa nyaman.
4. Observasi
Berkat keterampilan moderator dalam
mengatur arus pembicaraan peserta diskusi
maka diskusi tetap berjalan dengan baik dan
semakin menarik
5. Refleksi
Berdasarkan data lembar observasi kualitatif dapat dilihat keterampilan berbicara
dengan hasil baik 58,54%, sedang 42,68%
dan kurang 1,22%. Kembali terlihat adanya
peningkatan kualitas sebesar 6%.
Prosentase siswa yang kurang terampil
berbicara semakin kecil hanya sekitar 1%.
Berdasarkan lembar pengamatan tampak
terlihat bahwa untuk kriteria Baik dari lima kali
putaran diskusi terus meningkat mulai dari
23,17% sampai akhirnya menjadi 58,54%.
Sedangkan untuk kriteria Kurang terus menurun
mulai dari 10,98% sampai akhirnya 1,22%.
Dengan demikian peneliti berpendapat bahwa
tujuan kegiatan diskusi panel untuk
meningkatkan keterampilan berkomunikasi
mencapai hasil yang memuaskan. Selain itu
hasil ini juga didukung oleh komentar dan kesan
dari guru sejawat yang mengajar di kelas 6.
Mereka mengungkapkan suasana kelas 6 lebih
hidup, siswa aktif bertanya dan berani
menyatakan tidak setuju jika ada yang dirasakan
tidak sesuai. Bukti pendukung lain adalah
adanya peningkatan rata-rata nilai hasil belajar
siswa semester 1. Oleh karena tujuan penelitian
tindakan ini tercapai, maka selanjutnya tidak
dilakukan putaran diskusi panel berikutnya
seperti jumlah yang sudah dirancang
sebelumnya.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Upaya
meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi melalui metode diskusi panel
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ternyata
sungguh dapat meningkatkan keterampilan
berkomunikasi bagi para siswanya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan
kejadian selama tindakan kelas dilaksanakan
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Kurangnya keterampilan berkomunikasi
pada diri siswa menyebabkan suasana kelas
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
33
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
kurang aktif selama pembelajaran
berlangsung
2. Penyebab kurangnya keaktifan dan
keterampilan berkomunikasi akibat tidak
adanya keberanian siswa untuk berbicara.
Hal ini disebabkan adanya perasaan takut
jika pendapat yang diungkapkannya salah
atau
pendapatnya
benar
tetapi
diungkapkan dengan cara yang salah.
3. Penerapan metode diskusi panel dalam
proses pembelajaran dapat meningkatkan
keaktifan dan keterampilan siswa untuk
berbicara di dalam forum kelas sekaligus
mengaktifkan suasana pembelajaran di
kelas.
4. Keterampilan berkomunikasi dapat
meningkatkan kemampuan berpikir,
bernalar, dan kemampuan memperluas
wawasan kemampuan untuk menanggapi
persoalan di sekitarnya serta menjalin relasi
bagi sesama yang pada akhirnya dapat
menambah kepercayaan diri. Hal ini dapat
dilihat dalam diri siswa saat menyampaikan
informasi faktual, menyatakan sikap
intelektual, menyatakan sikap emosional,
menyatakan sikap moral terhadap beberapa
masalah yang ada di sekitarnya;
menyatakan
perintah,
dan
saat
bersosialisasi.
5. Keterampilan berkomunikasi dibutuhkan
siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran khususnya mata pelajaran
Bahasa Indonesia; yang pada akhirnya akan
berdampak pada prestasi belajar yang
diperolehnya.
Upaya meningkatkan keterampilan
berkomunikasi melalui metode diskusi panel
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dalam
pelaksanaannya tidak seluruhnya dapat
berjalan mulus. Adapun kendala yang ditemui
sebagai berikut.
1. Moderator (pimpinan diskusi) yang kurang
terampil dalam mengatur pembicaraan
dapat menyebabkan pembicaraan
menyimpang dari pokok pembahasan.
2. Bagi peserta yang senang berbicara ada
kemungkinan dapat menggunakan waktu
banyak sehingga mengurangi kesempatan
bicara untuk yang lainnya. Hal ini dapat
juga menyebabkan diskusi panel berubah
menjadi debat.
34
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Saran-saran
Berdasarkan pengalaman peneliti selama proses
pelaksanaan tindakan kelas, ada beberapa hal
yang baik untuk diperhatikan oleh teman-teman
guru, yaitu:
Perlu kemampuan guru untuk menerapkan
metode pembelajaran yang tepat jika dalam
pelaksanaan proses pembelajaran ditemui
adanya kendala-kendala yang pada akhirnya
akan menjadi masalah di kelas. Hal ini
mengingat jika masalah dibiarkan berlarut-larut
bukan tidak mungkin akan menyebabkan
pencapaian proses pembelajaran menjadi tidak
maksimal.
Mengingat pentingnya keterampilan
berkomunikasi yang diperlukan dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia maka masalah
komunikasi perlu mendapat perhatian dari para
guru agar terus dikembangkan sesuai dengan
materi pembelajaran yang berlangsung dan juga
dapat dimulai dari kelas awal.
Metode diskusi panel termasuk salah satu
metode pembelajaran yang jarang digunakan
dan diharapkan para guru berani untuk
menerapkannya dalam proses pembelajaran
Bahasa Indonesia sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai.
Para guru yang menerapkan metode diskusi
panel hendaknya memperhatikan kelemahankelemahan yang ada seperti yang disampaikan
pada dua kendala di atas agar dapat berhasil
dengan lebih baik.
Daftar Pustaka
Esti, Sri, W D. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta:
Grasindo
Grainger, J. (2003). Children’s behavior, attention
and reading problems. Jakarta: Grasindo
Gulo, W. (2002). Strategi belajar mengajar. Jakarta:
Grasindo
Hadiyanto. (2001). Membudayakan kebiasaan
menulis. Bogor: Fikahati Aneska
Henry G, (1980). Menyimak sebagai suatu
ketrampilan berbahasa. Bandung: Angkasa
Hernowo., (ed). (2003). Quantum learning.
Bandung: MLC
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Hernowo., (ed). (2003). Quantum reading.
Bandung: MLC
Hernowo., (ed). (2003). Quantum writing.
Bandung: MLC
Larry, King,. Gilbert, Bill. (2004). Seni berbicara.
Jakarta: Gramedia
Lesley K, Megan C, Colin, R. (2004). Professional
development for educational management.
Jakarta: Grasindo
Linda,. Richard Eyre. (1995). Mengajar nilai-nilai
kepada anak. Jakarta: Gramedia
Lindy, Petersen. (2004). Bagaimana memotivasi
anak belajar. Jakarta: Grasindo
Naisaban L. (2004). Para psikolog terkemuka dunia.
Jakarta: Grasindo
Dunne, Richard dan Ted Wragg. (1996).
Pembelajaran efektif. Jakarta: Grasindo
Riyanto, Theo. (2002). Pembelajaran sebagai proses
bimbingan. Jakarta: Grasindo
Rooijakkers,. Ad. (1984). Mengajar dengan sukses.
Jakarta: Gramedia
Rung, Kaewdang. (2002). Belajar dari monyet.
Jakarta: Grasindo
Semiawan, C. (1997). Perspektif pendidikan anak
berbakat. Jakarta: Grasindo
Sinolungan, A. E. (1977). Psikologi perkembangan
peserta didik. Jakarta: Gunung Agung
Soedarsono. (1996 ) Pedoman pelaksanaan penelitian
tindakan kelas. Yogjakarta: DirJen Dikti
Sri Widayati,. C, dkk. (2002). Reformasi pendidikan
dasar. Jakarta: Grasindo
Sudarmanto,. Y.B. (1993). Tuntunan metodologi
belajar. Jakarta: Grasindo
Sudijarto. (1993). Memantapkan sistem pendidikan
nasional. Jakarta: Grasindo
Sudjana, H.D.S. (2001). Metode & teknik
pembelajaran partisipatif. Bandung: Falah
Production
Sumaji, dkk. (1997). Pendidikan sains yang
humanistis. Yogyakarta: Kanisius
Suparno, P. (2005). Miskonsepsi & perubahan konsep
pendidikan fisika. Jakarta: Grasindo
Tilaar, H. A. R. (2004). Multikulturalisme. Jakarta:
Grasindo
Winkel,. W.S. (1984). Psikologi pendidikan dan
evaluasi belajar. Jakarta: Gramedia
Wiyanto, A. (2000). Seri terampil diskusi. Jakarta:
Grasindo
Wragg, E.C. (1997). Keterampilan mengajar di
sekolah dasar. Jakarta: Grasindo
Yuliani N. (2003). Strategi pembelajaran. Jakarta:
Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
Departemen Pendidikan Nasional
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
35
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Penelitian
Kreativitas Anak-Anak Bedeng
Kelurahan Duri Kepa - Jakarta Barat
Esther Christiana Juwanda*)
Abstrak
Penelitian ini didesain dengan metodologi ethnographic terhadap anak lingkungan bedeng yang rutin
mengunjungi Taman Bacaan Bunda di tengah-tengah lingkungan bedeng, belakang SDN 05-06,
Kelurahan Duri Kepa, kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Masalah penelitian ini ialah, (1) apakah
anak lingkungan bedeng yang rutin mengunjungi Taman Bacaan Bunda memiliki potensi kreativitas?,
(2) bagaimana pembelajaran informal dapat mengembangkan kreativitas anak lingkungan bedeng.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan potensi kreativitas subjek penelitian, merancang desain
pembelajaran bagi pengembangan potensi kreativitas, menerapkan pengalaman yang
mengembangkan potensi kreativitas anak bedeng setelah mengalami pembelajaran kreativitas dan
terakhir menyempurnakan desain pembelajaran sesuai dengan hasil penerapan. Melalui penelitian
ini ditemukan bahwa anak-anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda adalah anak-anak yang
memiliki potensi kreativitas tingkat pertama, kedua , dan ketiga. Namun perwujudan diri sebagai
bagian dari indikator kreativitas tingkat ketiga tidak terlihat potensinya. Hasil akhir memperlihatkan
bahwa upaya peningkatan potensi kreativitas mereka digali dan dikembangkan melalui pembelajaran
kreativitas yang memperhatikan tiga komponen kreativitas, yaitu: motivasi, pengetahuan, dan
keberanian, yang ketiganya terakomodasi dalam pembelajaran yang memberi ruang kebebasan,
menerapkan enam strategi komunikasi verbal, mengajak anak untuk mengidentifikasi masalah dalam
rangka merefleksikan pengetahuan.
Kata kunci: Kreativitas, pembelajaran, keberanian, motivasi
Applying ethnographic methods, this research was conducted to know whether the slum children
who pay regular visit to Taman Bacaan Bunda in Kebon Jeruk, West Jakarta, prossess creativity
potentials for creativityand how informal instruction can develop their creativity. This research discovers
that the slum children in Taman Bacaan Bunda have creativity potentials of the first, second, and
third stages. However, the potential for self actualization as one of the indicators for the third stage
creativity can not be observed. Their creativity potentiasla can be developed through creativity
instruction programs covering creativity components such as motivation, knowledge, and courage.
Pendahuluan
reativitas dapat menjadi modal berharga
dalam
menghadapi
persoalan
kehidupan lingkungan bedeng yang
begitu kompleks. Kreativitas yang dapat
menjadi bekal berharga dalam upaya perubahan
nasib, sudah semestinya mendapat perhatian.
Para orang tua dan para pendidik sekolah formal
K
*) Penulis tetap renungan anak Kiddy
36
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
maupun nonformal sudah saatnya memberi
perhatian pada pendidikan anak yang
mengembangkan kreativitas. Kreativitas perlu
menjadi target dalam pendidikan anak-anak tak
terkecuali anak-anak miskin.
Pengembangan potensi kreativitas bagi
anak-anak lingkungan miskin dalam
menghadapi kerasnya kehidupan, adalah
penting dalam hidup mereka. Hal inilah yang
melatar belakangi penelitian tentang kreativitas
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
anak-anak lingkungan bedeng serta desain
pembelajaran yang dapat menumbuh
kembangkan kreativitas anak-anak lingkungan
bedeng.
Banyak anak bedeng yang tinggal di
kelurahan Duri Kepa, Kebon Jeruk Jakarta Barat,
mengunjungi Taman Bacaan Bunda yang berada
di tengah-tengah lingkungan bedeng itu. Mereka
membaca berbagai jenis buku sebagai penambah
pengetahuan atau hiburan. Isi buku itu dapat
juga memperluas cakrawala berpikir dan juga
menambah kreativitas mereka. Mengingat
pentingnya peran kreativitas itu dalam
kehidupan mereka kemudian hari. Perlu
diketahui
secara
tepat
bagaimana
perkembangan kreativitas anak-anak bedeng
yang mengunjungi Taman Bacaan Bunda itu
secara teratur.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini
dijabarkan dalam dua pertanyaan berikut:
1. Apakah anak-anak lingkungan bedeng yang
rutin mengunjungi Taman Bacaan Bunda
memiliki potensi kreativitas?
2. Bagaimana sebuah pembelajaran di Taman
Bacaan Bunda dapat mengembangkan
potensi kreativitas anak lingkungan bedeng
di Taman Bacaan Bunda?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan potensi kreativitas anak
bedeng yang rutin mengunjungi Taman
Bacaan Bunda.
2. Merancang desain pembelajaran informal
bagi pengembangan potensi kreativitas anak
bedeng.
3. Menerapkan pengalaman pembelajaran
informal yang mengembangkan potensi
kreativitas anak bedeng.
4. Mendeskripsikan potensi kreativitas anak
bedeng setelah mengalami pembelajaran
kreativitas di Taman Bacaan Bunda.
5. Menyempurnakan desain pembelajaran
sesuai dengan hasil penerapan.
Kajian Pustaka
Definisi Kreativitas
Lefranqois (1991 :242) memperlihatkan tiga
pandangan berbeda terhadap kreativitas.
Guilford (1959) memandang kreativitas sebagai
individu yang kreatif. Ia mendefinisikan
kreativitas sebagai fluency, flexibility, dan
originality. Lain halnya dengan Mednick yang
memandang kreativitas sebagai proses yang
kreatif. Ia mendefinisikan kreativitas sebagai
berikut.
Creativity is the forming of associative elements into
new combination which either meet specified
requirements or are in some ways useful. The more
mutually remote the elements of the new combination
the more creative the process of solution. (Lefranqois,
1991:242)
Sedangkan Stein, memandang kreativitas
sebagai produk yang kreatif. Ia mendefinisikan
kreativitas sebagai produk yang dapat diterima,
berguna, dan memuaskan banyak orang.
Melalui ketiga definisi ini, Lefranqois
merangkumnya menjadi individu yang kreatif,
produk yang kreatif, dan proses yang kreatif.
Dalam Wikipedia, free ensikopledia (http://
en.wikipedia.org/), disebutkan bahwa Arthur
Koestler, dalam buku “The Act of Creative” (1964)
mengemukakan tiga bentuk kreativitas, yaitu: the
Artist, the Sage, dan the Jester. Paul Birch and
Brian Clegg (Crash Course in Creativity, 2002)
menamakan ketiganya sebagai “aaahhh”, “ah
ha”, dan “ha ha”.
Dari berbagai definisi tentang kreativitas,
John David Garcia dalam bukunya Creativity
Transformation, mengemukakan hal yang
mentransform pengertian kreativitas. Ia
mengatakan bahwa: “The most creative thing we
can do is to help maximize the creativity of another. It
will be shown that in so doing we maximize our own
creativity” (Garcia, 1991, http://www.see.org/
e_ct_int.htm). Garcia menyebutnya sebagai
transformasi dalam kreativitas karena
pandangannya mentransform pandangan
kreativitas yang bersifat individual menjadi
bersifat sosial. Jika sebelumnya pembicaraan
tentang kreativitas hanya berhubungan dengan
kreativitas bagi diri sendiri, maka Garcia
mentransform menjadi kreativitas yang
merangsang kreativitas orang lain. Kreativitas
menjadi powerfull ketika kreativitas itu
merangsang kreativitas-kreativitas lain
bertumbuh.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
37
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Komponen Kreativitas
Pembicaraan tentang kreativitas selalu
bermuara pada pertanyaan,” Bagaimana
menjadi kreatif?” Komponen apa yang mutlak
dimiliki anak agar dapat mengembangkan daya
kreativitasnya?
Menurut Stenberg (1985), pengetahuan memiliki
andil dalam mengembangkan potensi. Ia
mengatakan, “That creativity comes from using the
knowledge acquisition component in an insightful
way, but something more is needed is the ability break
set –restructuring- the problem to see things in a new
way”. (Woolfolk, 1993:305)
Pernyataan Stenberg yang dikutip Woolfolk ini
membenarkan bahwa komponen yang
menunjang kreativitas adalah pengetahuan,
namun pengetahuan bukanlah satu-satunya
komponen kreativitas. Keberanianlah yang
mengeksternalisasikan pengetahuan seseorang
menjadi sebuah kreativitas. Anak menjadi kreatif
jika ia memiliki keberanian untuk berbeda;
keberanian untuk mendobrak status quo;
keberanian untuk mendobrak aturan;
keberanian untuk salah; keberanian untuk
membebaskan pikiran.
Theresia
Amabile,
dalam
teori
kreativitasnya, memperkaya komponen
kreativitas dengan task motivation. Menurut
Amabile, motivasi sangat penting dalam
mengembangkan
kreativitas.
Dalam
penelitiannya, individu yang memiliki motivasi
intrinsik, lebih menunjukkan kreativitasnya
dibanding dengan individu yang tidak memiliki
motivasi atau termotivasi dari luar.
Berdasarkan deskripsi para ahli tentang
kreativitas, maka potensi kreativitas seseorang
tidak dapat berkembang dengan sendirinya
tanpa komponen-komponen penunjang.
Komponen penunjang yang disebut sebagai
komponen kreativitas adalah pengetahuan,
keberanian, dan motivasi.
Pembelajaran dan Komponen
Kreativitas
Menurut Feldman (1999) perkembangan
kreativitas dipengaruhi sedikitnya oleh tujuh
hal, yaitu:
1)cognitive processes; 2) social and emotional
processes; 3) family aspects, both while growing up
and current; 4) education and preparation, both
informal and formal; 5) characteristics of the domain
and field; 6) sociocultural contextual aspects; and 7)
historical forces, events, and trends. (Jalongo,
2001:http://www.udel.edu)
38
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Pendidikan formal dan informal yang
menurut Feldman menjadi salah satu bagian
yang ikut serta mempengaruhi perkembangan
kreativitas anak, semestinya menjadi lembaga
pendidikan yang menitikberatkan proses
pendidikan pada ketiga komponen kreativitas,
yaitu pengetahuan, motivasi, dan keberanian.
Semestinya pembelajaran dirancang sedemikian
rupa sehingga merangsang anak untuk memiliki
pengetahuan, motivasi, dan keberanian. Di
bawah ini dijabarkan bagaimana sebuah
pembelajaran meraih tiap komponen kreativitas
yang menjadi komponen prasyarat menjadikan
seorang anak tumbuh menjadi anak kreatif.
Pembelajaran dan Pengetahuan
Piaget, yang menganut pandangan pengetahuan
yang konstruktivistis, menentang prinsip tabula
rasa yang memandang seorang anak sebagai
lembaran kosong (Piaget, 1988 :60). Sebaliknya,
ia menyatakan bahwa subjek yang aktif
membangun pengetahuannya di dalam interaksi
dengan lingkungannya. Bersama dengan
Inhelder (1971), Piaget dalam Brooks & Brooks
(1993:5) mengatakan bahwa “knowledge comes
from neither from the subject nor the object, but from
the unity of the two”.
Inhelder, dalam tulisannya tentang
Beberapa Aspek Pendekatan Genetis Piaget
Terhadap Pengertian (Piaget, 1988:154)
menyatakan:
Tidak benar jika pertumbuhan pengetahuan
dalam diri anak secara eksklusif semata-mata
harus disebabkan oleh timbunan secara
bertumpuk informasi-informasi yang diterima
dari luar atau secara eksklusif disebabkan oleh
pemahaman yang tiba-tiba, yang tidak
bergantung dari persiapan terdahulu.
Inhelder ingin menekankan bahwa setiap
anak telah memiliki pemahaman tentang
pengetahuan tertentu, dan tugas pendidik
adalah mengetahui pemahaman seperti apa
yang ada dalam kognisi anak. Pemahaman anak
ini menjadi modal bagi pendidik untuk
menyampaikan informasi selanjutnya.
Pembelajaran selalu dimulai dari hal yang
diketahui anak. Piaget menyebut pemahaman
anak sebagai schema. Schema anak akan
berkembang jika suatu saat, terjadi perbedaan
antara informasi dan pemahaman anak, Piaget
menyebutkan saat itu sebagai saat disequilibrium.
Ketakseimbangan ini menimbulkan proses
equilibrasi dalam kognisi anak. Melalui proses
equilibrasi ini, pengetahuan dikembangkan,
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
diperbaiki, ditingkatkan1. Pengalaman anak
merupakan pintu gerbang pengetahuan. Piaget
didukung juga oleh Lec Vygotsky, berpendapat
bahwa pengalaman belajar yang dapat
membangun pengetahuan adalah pengalaman
belajar yang mengembangkan rasa ingin tahu
pada pemelajar (Arrends, 2004 :396-397).
Pembelajaran dan Keberanian
Keberanian dalam kreativitas adalah keberanian
untuk berbeda, keberanian untuk mendobrak
status quo, keberanian untuk salah, keberanian
untuk menanggung risiko. Keberanian dalam
kreativitas ini hanya dimungkinkan jika
pembelajaran bersifat membebaskan dan bukan
membelenggu.
Dalam buku Experience and Education, John
Dewey mengatakan: “Satu-satunya kebebasan
yang menjadi kepentingan abadi adalah
kebebasan inteligensia, yakni kebebasan
observasi dan kebebasan menilai tujuan yang
mengandung manfaat.” (Dewey, 2004:55). Ketika
anak hanya diperbolehkan bergerak dalam
tanda-tanda yang pasti dan susunan yang
mapan maka keberanian tidak akan muncul. Itu
berarti, kreativitas tidak akan berkembang.
Martyn Long mengutip Getzels & Jackson (1962)
mengatakan: Creative student were not as well like
by their teachers as the more conforming and
conventional ones.
Meminjam istilah Parker J Palmer dalam
bukunya To Know As We Are Known bahwa
mengajar berarti creating space (Palmer, 1993:69).
Menurut Palmer, sebuah pembelajaran
seharusnya tidak mengekang anak sebaliknya
membebaskan.
Pembelajaran
yang
membebaskan adalah pembelajaran yang
memberi ruang untuk menjadi diri sendiri dan
tidak dibelenggu dengan keseragaman.
Pembelajaran yang membebaskan juga memberi
ruang bagi pemelajar untuk bereksperimen dan
tidak dibelenggu dengan tanda-tanda yang
pasti. Pembelajaran yang membebaskan juga
memberi ruang bagi pemelajar untuk berpikir
dan tidak terbelenggu dengan penilaian benar
dan salah. Pembelajaran yang memberi ruang
bagi keberanian selalu dilimpahi oleh perasaan
bahwa ia, sebagai pemelajar diterima secara total
dalam sebuah proses pembelajaran. Keberanian
tumbuh dalam sebuah penerimaan total.
Pembelajaran dan Motivasi
Motivasi yang membangkitkan kreativitas
adalah motivasi yang tumbuh dalam diri anak.
Pemberian
hadiah
kadang
hanya
membangkitkan kompetisi dan bukan
kreativitas. Lepper dkk (1973) meneliti krativitas
anak berdasarkan gambar anak. Melalui
penelitiannya ditemukan bahwa anak yang
dimotivasi dengan hadiah memiliki kualitas
gambar yang lebih rendah dibanding anak yang
tidak diiming-iming dengan hadiah (Long, hal
90). Hal ini menunjukkan bahwa motivasi
ekstrinsik tidak mengembangkan kreativitas anak.
Sebaliknya, motivasi instrinsik dapat
mengembangkan kreativitas anak.
Memotivasi anak, terkait dengan
manajemen kelas. Dalam hal ini penulis hanya
menyorot salah satu bagian dari manajemen
kelas, yaitu komunikasi verbal pendidik dan
anak didik. Percakapan antara pendidik dengan
anak didik yang seringkali tidak mendapat porsi
perhatian yang besar, ternyata berpengaruh
besar dalam kreativitas anak.
Menurut Rathvon dalam The Unmotivated
Child (1996:124-146), ada lima strategi yang
dapat ditempuh untuk membangun percakapan
yang berkulitas antara pendidik dan anak didik,
yaitu sebagai berikut.
1. Allowing not disavowing feelings.
2. Managing, not reaction emotion.
3. Inviting, not interrogating.
4. Promoting problem solving, not giving advice.
5. Constructive encouragement.
Melalui strategi komunikasi verbal ini anak
dapat memiliki motivasi yang lahir dari dirinya
sendiri dan bukan lahir atas dorongan dari luar.
Pengukuran Kreativitas
Pengukuran dengan model kreativitas yang
dikemukakan Treffinger (1980) seperti dikutip
Munandar dkk. (1987:39) dapat mewakili
konsep kreativitas sebagai personal creativity,
proses creativity, dan product creativity. Treffinger
membagi kreativitas menjadi tiga tingkat, yaitu
tingkat pertama sebagai fungsi divergen.
Kreativitas tingkat pertama ini dapat
diinterpretasikan sebagai person creativity.
Kreativitas tingkat kedua adalah proses berpikir
dan perasaan majemuk, yang dapat
diinterpretasikan sebagai process creativity.
Terakhir, kreativitas tingkat tiga adalah
keterlibatan dalam tantangan-tantangan nyata,
sebagai product creativity. Dalam setiap tingkat,
Treffinger membaginya menjadi kognitif dan
afektif.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
39
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Metodologi Penelitian
Hasil Penelitian
Desain Penelitian
Kreativitas Anak Lingkungan Bedeng
di Taman Bacaan Bunda
Penelitian ini didesain sebagai penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif melalui analisis
sebuah studi kasus pembelajaran anak-anak di
lingkungan bedeng. Berdasarkan beberapa
kegiatan yang bervariasi, seperti menggambar,
menulis puisi, membaca buku, penulis mencoba
untuk mendeskripsikan kreativitas anak bedeng.
Tingkat kreativitas anak bedeng dianalisis
berdasarkan model kreatifitas menurut Treffinger
(1980) yang dikutip oleh Munandar dkk
(1987:39). Tingkat kreativitas ini, menjadi acuan
untuk melihat perkembangan potensi kreativitas
anak bedeng ketika konsep pembelajaran
dipraktekkan dalam Taman Bacaan Bunda.
Studi kasus yang dilaksanakan pada anak
bedeng di belakang SD Negeri 05-06, kelurahan
Duri Kepa, kecamatan Kebon Jeruk , Jakarta Barat,
ini menggunakan metodologi ethnographic.
Dalam penelitian ethnographic ini peneliti
terlibat langsung dalam kegiatan belajar di
Taman Bacaan Bunda. Kondisi ini menyebabkan
data yang diperoleh bisa sangat subjektif .
Mengantisipasi hal ini, maka pengambilan data
tidak hanya mengandalkan daya ingat, tapi juga
dibantu alat-alat penelitian seperti, rekaman
suara, buku kerja, video, alat observasi, dan
catatan lapangan yang dapat mengurangi unsur
subjektivitas dalam penelitian.
Subjek , Tempat, dan Waktu
Penelitian
Enam belas anak-anak lingkungan bedeng di
belakang SD Negeri 05-06, Kepa Duri, dengan
rentang usia 8-12 tahun, yang rutin datang ke
Taman Bacaan Bunda dipilih sebagai subjek
penelitian. Selain mengamati tingkah laku dan
buku kerja subjek penelitian, perilaku anak-anak
lain secara umum juga diamati untuk
mendapatkan potret keseluruhan anak-anak
lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda.
Penelitian dilakukan di Taman Bacaan
Bunda. Taman Bacaan ini berukuran empat
meter persegi, terletak di lingkungan bedeng di
belakang SDN 05-06, kelurahan Duri Kepa ,
kecamatan Kebon Jeruk , Jakarta Barat. Penelitian
dilakukan sejak bulan Agustus sampai dengan
awal Desember 2005.
40
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Melalui kelima pertemuan diamati tingkah laku
dan hasil kerja yang didokumentasikan dalam
catatan lapangan, buku kerja anak, rekaman
suara, dan rekaman video. Sesuai dengan
ungkapan Fiskin (1998) yang mengungkapkan
bahwa kreativitas anak adalah Germinal creativity (Jalongo, 2003, http://www.creativelearning.com/assess/test18.htm), maka analisis
kreativitas sama sekali mengabaikan kualitas
produk dan lebih mengutamakan proses yang
kreatif.
Kreativitas Tingkat Pertama,
Berpikir Divergen
Pada kreativitas tingkat pertama ini, yang
diutamakan adalah bagaimana anak berpikir
divergen. Ruang kebebasan berpikir dan
pembebasan anak dari penilaian benar dan
salah menjadi penentu bagi keberhasilan anak
untuk berpikir divergen. Umumnya anak masih
terbelenggu pemikirannya dalam kaidah-kaidah
benar dan salah. Hal ini sesuai dengan
perkembangan seni anak, maka anak pada usia
8-12 tahun ini memasuki tahap Schematic stage
untuk usia 7-9 tahun dan realistic stage untuk
anak usia 9-12 tahun (Gable, 2005, http://
muextension.missouri.edu). Penilaian benar
dan salah sangat berarti bagi mereka. Hal ini
justru menurunkan potensi kreativitas mereka
yang mungkin berkembang pada tahap-tahap
sebelumnya. Anak kurang berani untuk
mengeluarkan ide atau alternatif ide. Anak
merasa nyaman jika idenya dianggap benar dan
idenya menjadi patokan bagi teman-temannya
dalam mengembangkan ide. Misalnya dalam
melakukan aktivitas, mereka selalu bertanya
“Boleh begini, Bunda?”, “Begini, ya?”, “Bener
nggak?”. Anak-anak merasa nyaman jika hasil
pekerjaan dianggap benar dan baik oleh orang
lain. Sikap cepat puas ini menyebabkan mereka
tidak berusaha untuk mencari alternatif ide.
Deskripsi hasil temuan kreativitas tingkat
pertama subjek penelitian adalah sebagai
berikut.
Kelancaran
Ukuran waktu lima menit menjadi ukuran
bahwa mereka memiliki kelancaran dalam
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
menuangkan ide gambar dengan tema “Aku
Anak yang Merdeka” Awalnya mereka berkeluh
kesah dengan tema2, namun beberapa anak
dapat menuangkan ide dalam lima menit bahkan
kurang dalam lima menit. Munculnya ide terpicu
ketika salah seorang menemukan dan
menyebutkan ide gambarnya. Budaya
persaingan di antara mereka sangat jelas terlihat.
Ketika melihat temannya sudah menemukan ide,
anak-anak lain jadi termotivasi untuk memutar
otak mencari ide. Sikap bersaing ini memicu
anak-anak mengeluarkan ide ketika ada salah
seorang temannya yang lebih dulu memiliki ide.
Sikap bersaing ini dapat dimanfaatkan secara
positif dalam pembelajaran kreativitas, yaitu
dalam
membangkitkan
kemampuan
menuangkan ide secara cepat dan tepat.
Orisinalitas
Orisinalitas anak di Taman Bacaan Bunda lebih
terlihat
pada
kemampuan
anak
mengembangkan ide daripada kemampuan
menghasilkan ide. Dalam lomba gambar ini,
rata-rata ide mereka terpengaruh oleh ide
bersama, yaitu menggambar bendera dan rumah,
kecuali AG yang memiliki ide berbeda dari yang
lainnya. Ia menggambar anak yang berdiri di
atas Monas. “Anak yang merdeka, bisa manjat
Monas.” Ujar AG ketika ditanya alasannya
menggambar Monas. Al menambahkan gambar
rumah dan bendera dengan gambar matahari
dan awan. Lain halnya dengan Ng, yang
tumbuh dalam keluarga pemulung hanya
menggambar rumah dan bendera. ED yang juga
menambahkan gambar orang yang sedang
bertanding, tidak menunjukkan orisinalitas
setinggi MK karena ide orang yang bertanding
diambil ED dari MK. Namun tetap ED
menunjukkan orisinalitas karena tidak sama
persis dengan gambar MK.
Analisis mengenai derajat orisinalitas ini
dilakukan berdasarkan pengembangan ide
orang lain atau ide bersama. Hal seperti ini dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran, yaitu
dengan
memfasilitasi anak
untuk
mengembangkan idenya atau ide bersama.
Kelenturan
Kelenturan ini terlihat ketika anak melihat ide
gambarnya bukanlah satu-satu ide yang dapat
dihasilkan dan ia juga melihat bahwa ada ideide lain yang mungkin lebih baik. Hal ini
ditunjukkan oleh ED. Pada Awalnya ED
menggambar bendera besar di tengah diapit oleh
dua pohon, kemudian ia melihat ide MK yang
menggambar pertandingan bendera. Ide bendera
ini tidak ia coret, melainkan ia membuat gambar
kedua yang merupakan pengembangan dari ide
MK. Melalui tingkah laku ED, maka ia dianggap
menunjukkan indikator kelenturannya. Ia tidak
kaku pada ide gambarnya yang semula. Ia mau
menerima ide gambar orang lain, kemudian
mengembangkannya sehingga dihasilkan dua
alternatif gambar yang berbeda.
Kelenturan ini agak sulit dilihat pada anak
lain karena umumnya anak puas dengan hasil
pekerjaannya. Sikap cepat puas seperti ini
mungkin dapat disiasati lewat sikap bersaing
yang mereka miliki. Melalui persaingan, mereka
dipacu untuk melakukan yang terbaik. Juga
disertai dengan kesadaran bahwa segala
alternatif perlu dimunculkan demi
menghasilkan yang terbaik.
Rasa ingin tahu
Keterlibatan secara aktif anak-anak dalam
aktivitas dan pertanyaan anak menjadi indikator
bahwa mereka memiliki rasa ingin tahu.
Keaktifan ini ditunjukkan anak-anak melalui
keterlibatannya dalam aktivitas menceritakan
perasaannya terhadap gambar yang dilihatnya,
walaupun awalnya mereka mengeluh dan
kesulitan3.
Pertanyaan mereka yang timbul antara lain:
“Apa aja ya, Bunda?”
“Istimewa itu apa?”
“Gimana caranya?”
“Boleh tentang binatang, Bunda? “
“Boleh tentang apa aja, Bunda? “
Pertanyaan-pertanyan mereka ini
menunjukkan keterlibatan mereka secara aktif
dalam pembelajaran, yang menjadi sub indikator
dari rasa ingin tahu. Dengan demikian proses
pembelajaran kreativitas perlu membuka lebarlebar bagi segala pertanyaan anak bahkan jika
perlu pembelajaran kreativitas menjadi
pembelajaran yang merangsang anak untuk
bertanya.
Keterbukaan Terhadap Pengalaman
Beberapa orang menunjukkan keterbukaan
terhadap pengalaman yang baru melalui
kesediaan tampil di hadapan kamera video.
Pengalaman tampil dihadapan kamera video
boleh dikatakan merupakan pengalaman baru
bagi mereka. Walaupun malu-malu, mereka
semangat juga terhadap pengalaman ini.
Beberapa dari mereka bersedia secara sukarela
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
41
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
menampilkan ceritanya di hadapan temantemannya di depan video kamera. Meskipun
mereka agak malu-malu dan tidak berani
menatap kamera, semangat mereka untuk mau
tampil di depan kamera, menandakan bahwa
mereka menunjukkan keterbukaan terhadap
pengalaman.
Keterbukaan terhadap pengalaman ini dapat
dikembangkan melalui perasaan nyaman dan
aman ketika anak mencoba pengalaman baru.
Sebaliknya, pengalaman buruk ketika mencoba
pengalaman baru dapat membuat ia menjadi
anak yang traumatik terhadap pengalaman baru.
Kepekaan terhadap masalah
Kepekaan terhadap masalah diperlihatkan
melalui ungkapan perasaan ketika melihat
gambar bencana gunung berapi. Beberapa
ungkapan perasaan mereka sebagai berikut.
“Orang-orang pada celaka, aku sangat sedih”.
“Saya terharu karena hewan-hewan yang berada
di sana harus mengungsi”.
“Saya sedih, saudara saya kena musibah gunung
meletus”.
“Sedih sekali kalau ada gunung meledak. Di
gunung itu banyak batu yang runtuh yang
hampir mengenai binatang itu”.
Kepekaan mereka masih sebatas pada
ungkapan perasaan dan belum pada bagaimana
mencegahnya atau menanggulanginya atau
bagaimana cara menolongnya. Namun dalam
ungkapan perasaan ini ada hal yang lebih dari
sekedar mengungkapkan perasaan, yaitu
mengungkapkan hal yang dirasakan oleh
lingkungan yang dilihatnya. Ungkapan ini
ditemui pada NU dan TN.
NU: “ Sedih. Pada suatau hari ada sebuah
gunung meletus semua warga ketakutan dan
semua binatang juga ketakutan.”
TN: “Pada suatu hari ada yang meletus di
gunung merapi. Semua orang terkejut
mendengar
letusan.
Mereka
telah
menyelamatkan diri untuk selamat. Perasaanku
sangat terharu.”
NU dan TN memiliki kepekaan yang lebih tinggi
dari yang lainnya karena mereka tidak hanya
mengungkapkan perasaan diri sendiri, tapi juga
perasaan lingkungannya.
Kehidupan lingkungan bedeng yang
berdempet-dempetan dan berdekatan,
seharusnya membuat setiap individu memiliki
kepekaan terhadap masalah. Namun
kenyataannya hanya 43% yang menunjukkan
kepekaan terhadap masalah. Kemungkinan hal
42
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
ini disebabkan oleh metode atau media yang
tidak mendorong dan mengajak anak untuk
memiliki kepekaan terhadap masalah. Dengan
demikian pembelajaran kreativitas perlu
memperhatikan metode dan media pembelajaran
kreativitas yang dekat dengan masalah anakanak lingkungan bedeng di Taman Bacaan
Bunda.
Percaya Diri
Beberapa anak menunjukkan rasa percaya diri
dengan beraninya memilih warna yang berbeda
dari teman-temannya. Hal ini ditemukan pada
AD, NG, dan YS, AD yang rmemilih warna
kuning untuk warna gunung. Ketika ia memilih
warna kuning, ia diejek teman-temannya.
“Masak gunung warna kuning, sih”.
“Seharusnya warna coklat”.
“Gunung apaan tuh! Nggak tahu warna gunung
ya?”
Mendengar protes teman-temannya, AD
tidak marah, bahkan ia tersenyum sambil
berkomentar terhadap protes teman-temannya.
“Biarin, emangnya kenapa kalau diwarnain
kuning. Ini khan cuma gambar. Aku suka warna
kuning”. Memang, pemilihan warna ini agak
riskan untuk dijadikan rasa percaya diri. Hal
ini disebabkan karena proses pemilihan warna
dapat diakibatkan karena anak malas mencari
warna yang sesuai, anak tidak tahu warna, anak
tidak pernah melihat gunung, anak tidak melihat
gambar sebagai gambar melainkan hanya
sebagai pekerjaan untuk mewarnai. Dan yang
lebih ekstrim lagi, anak memilih warna yang
berbeda karena pada dasarnya ada jiwa
pemberontak dalam diri anak.
Dengan demikian pemilihan warna ini
tidak dapat menjadi satu-satunya indikator bagi
rasa percaya diri. Dalam pertemuan ini, rasa
percaya diri dapat diperlihatkan oleh mereka
yang berani untuk menampilkan perasaannya
dihadapan teman-temannya. Mereka adalah
RH, EI, DI, AD, ED, Wahyu B. Bersedianya anakanak untuk tampil dihadapan teman-temannya
memperkuat penafsiran tentang rasa percaya
diri pada saat pemilihan warna.
Hanya 29% anak menunjukkan rasa
percaya diri. Rasa kurang percaya diri
kemungkinan disebabkan mereka tidak
menyadari potensi yang dimilikinya. Potensi diri
merupakan misteri bahkan bagi dirinya sendiri.
Meskipun demikian, misteri itu tetap dapat
ditemukan ketika terjadi refleksi terus menerus
dalam diri. Jadi pembelajaran kreativitas perlu
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
memberi kesempatan bagi anak untuk belajar
berefleksi karena melalui refleksi diri, anak dapat
menemukan potensi diri.
Temuan kreativitas tingkat pertama ini
menunjukkan bahwa pada umumnya subjek
penelitian memiliki kreativitas tingkat pertama.
Perkembangan kreativitas bergantung pada
lingkungan, dalam hal ini kegiatan di Taman
Bacaan Bunda. Pengaruh pembelajaran
terhadap kreativitas bergantung pada pemilihan
bahasan yang dekat dengan masalah anak atau
menarik bagi anak, memanfaatkan sikap
bersaing secara positif, memfasilitasi anak untuk
memperkaya ide, terbuka pada setiap
pertanyaan, memberi rasa nyaman dan aman,
dan mengajak anak untuk berefleksi.
Kreativitas Tingkat Kedua, Proses
Berpikir dan Perasaan Majemuk
Kreativitas tingkat kedua ini terfokus pada
penyelesaian masalah dan keterbukaan
terhadap perbedaan. Kegiatan yang menjadi
dasar pengamatan adalah kegiatan ke empat
dalam
studi
pendahuluan,
yang
diselenggarakan pada tanggal 15 November
2005. Aktivitas yang dilakukan adalah mewarnai
gambar bencana banjir dan menulis cerita
berdasarkan gambar bencana banjir. Analisis
dilakukan berdasarkan dokumentasi penelitian,
yaitu catatan lapangan, buku kerja, dan rekaman
suara. Melalui analisis ini, diperoleh temuan
kreativitas subjek penelitian, yang kemudian
diolah dalam bentuk persentase dari
perbandingan jumlah subjek yang menunjukkan
indikator kreativitas dengan jumlah subjek
penelitian yang hadir pada saat kegiatan di
Taman Bacaan Bunda. Hasil temuan subjek
penelitian dalam menunjukkan kreativitas
tingkat kedua, dibahas secara rinci dalam
pembahasan di bawah ini.
Analisis
Kemampuan anak menganalisis ini ditunjukkan
oleh 80% subjek penelitian yang mampu
menganalisis gambar bencana banjir, melalui
aktivitas menulis cerita. Anak yang lain hanya
mendeskripsikan apa yang dilihat dalam gambar
dan tidak sampai pada tahap analisis.
Kemampuan analisis dalam menulis cerita dapat
dilihat dari berbagai cuplikan cerita yang
menjadi hasil analisis anak seperti di bawah
ini.
“Rumah itu sangat pendek, maka rumah
kebanjiran.”
“Rumah ini kebanjiran karena orang-orang
membuang sampah sembarangan dan hujan
deras. “
Di antara anak-anak, TN menunjukkan
hasil analisis yang lebih tajam, yaitu ia juga
menganalisis apa yang terjadi jika hujan
berhenti. Cerita TN sebagai berikut.
“Ada sebuah rumah yang kebanjiran. Karena
hujannya sangat deras. Dan benda-benda
lainnya semua tenggelam. Beberapa kemudian
hujan itu telah berhenti. Lalu sampah-sampah
lainnya menyebar penyakit. “
Kemampuan anak dalam melakukan
analisis terlihat cukup tinggi, yaitu 80%.
Kemampuan ini kemungkinan karena sebelum
anak-anak diajak beraktivitas menulis, Bunda
bertanya tentang berbagai hal yang
bersangkutan dengan gambar bencana banjir.
“Kita sekarang membuat cerita tentang gambar
ini. Coba kita lihat! Gambar apa ini?” Bunda
mengajak anak-anak untuk meneliti gambar.
Jawaban anak-anak adalah sebagai berikut:
“sandal”
“pohon”
“Rumah kebanjiran”
“pager”
“pohon terbang”
“Apa sih yang jadi masalah di sini?” tanya
Bunda lebih teliti lagi.
Mendengar pertanyaan Bunda, anak-anak mulai
berpikir dan kemudian menjawab sebagai
berikut:
“buang sampah sembarangan”
“banjir”
“Hujan”
“Angin”
Setelah proses bertanya, Bunda mengajak
anak-anak untuk menulis cerita. Kegiatan
bertanya yang dilakukan Bunda sebelum
aktivitas ini membangkitkan kemampuan
analisis anak. Hal ini sesuai dengan Robert
Fisher yang dikutip Colin Rose (Colin & Malcolm,
2003:271), yang
mengatakan bahwa:
“Mengajukan pertanyaan yang bagus
mensyaratkan agar siswa berpikir lebih keras
daripada memberikan jawaban”.
Evaluasi
Proses evaluasi yang menjadi indikator dalam
kreativitas tingkat kedua ini ditandai dengan
kemampuan anak mengevaluasi dirinya sendiri
atau orang lain sehubungan dengan masalah
yang dihadapi.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
43
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
“Rumah ini kebanjiran karena orang-orang
membuang sampah sembarangan... Karena
orang-orang tidak disiplin membuang sampah
di tempatnya, pasti rumah itu akan kebanjiran”.
Cuplikan cerita Al ini menunjukkan bahwa
ia melakukan proses evaluasi dalam
menganalisis penyebab banjir. Ia mengevaluasi
orang-orang yang tidak disiplin dalam
membuang sampah. Ia tidak hanya
menganalisis penyebab banjir berdasarkan apa
yang terlihat di gambar, yaitu hujan deras dan
angin kencang. Namun ia juga melakukan
evaluasi dalam mempertajam analisisnya.
Proses evaluasi seperti Al ini dilakukan juga oleh
NG dan WB.
FI dan AD juga melakukan evaluasi dalam
analisnya, namun hasil evaluasinya berbeda
dengan AL, NG , dan WB. Cuplikan cerita FI
menunjukkan bahawa ia melihat bahwa rumahrumah yang kebanjiran adalah rumah-rumah
yang pendek sedangkan rumah yang tinggi tidak
akan kebanjiran.
“Ada suatu rumah yang kebanjiran. Rumah bisa
tenggelam karena rumah itu sangat pendek
sekali maka rumah itu kebanjiran”.
FI mengevaluasi bahwa rumah-rumah yang
kebanjiran adalah rumah-rumah yang pendek.
Hasil evaluasi FI yang berbeda dengan AL
menunjukkan bahwa hasil evaluasi anak
disesuaikan dengan pengalamannya ketika
banjir seperti yang dilakukan FI dan AD atau
pengetahuannya tentang bencana banjir seperti
yang dilakukan AL, NG, dan WB. Jadi proses
evaluasi dapat dilakukan anak ketika anak
memiliki kepekaan terhadap pengalaman atau
memiliki pengetahuan yang cukup tentang suatu
masalah. Dengan demikian, pembelajaran
kreativitas perlu merangsang kepekaan anak
terhadap pengalaman. Melalui kepekaan
tersebut,
anak
dapat
membangun
pengetahuannya sendiri berdasarkan
pengalaman.
Penerapan
Kemampuan menerapkan yang dituangkan
dalam bentuk cerita diperlihatkan hanya oleh
7% subjek penelitian. NG satu-satunya anak
yang memperlihatkan kemampuan penerapan
ini melalui ceritanya sebagai berikut.
“Pada suatu hari hujan deras sekali. Akhirnya
semua rumah kebanjiran. Karena semua warga
membuang sampah sembarangan. Seharusnya
semua warga membuang sampah pada
tempatnya”.
44
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Tulisan yang digaris bawahi merupakan hasil
dari kemampuan penerapan NG yang
dituangkan dalam cerita.
Dalam aktivitas pada tanggal 15 November
2005, LI (8 tahun) yang tidak menjadi subjek
penelitian menunjukkan kemampuan
menerapkan yang lebih tinggi dari NG. Cuplikan
cerita LI adalah sebagai berikut.
“Ada sebuah rumah yang kebanjiran karena
hujan deras karena itu membuang sampah
sembarangan. Jadilah kebanjiran. Nah karena
itu kita membuang sampah pada tempatnya.
Pasti tidak akan terjadi kebanjiran dan kita akan
sehat tidak terkena penyakit. Jagalah kebersihan
lingkungan kita agar tidak kotor dan jangan
membuang sembarangan yah”.
LI menunjukkan
kemampuannya
menerapkan indikator penerapan ini melalui
rincian yang harus dilakukan agar tidak terjadi
masalah. Gambar yang berada di luar dirinya
terinternalisasikan ke dalam dirinya, kemudian
dieksternalisasi dalam bentuk tulisan yang
mengajak untuk melakukan suatu tindakan
tertentu yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi. Anak-anak lain berhenti pada proses
analisis dan tidak melanjutkan ceritanya sampai
pada penerapan, mengenai apa yang harus
dilakukan sehubungan dengan bencana banjir.
Kemungkinan hal ini terjadi karena anak-anak
jarang diajak untuk berunding tetang apa yang
akan dan harus dilakukan. Anak-anak
lingkungan bedeng lebih banyak menerima
perintah atau larangan seperti:
“Ayo mandi!”
“Cepetan ganti baju!”
“Neng, beliin shampoo!”
“Jangan berantem!”
“Keluyuran terus, ayo belajar!”
“Jangan main air, udah tahu susah cari air!”
Kenyataan ini membuat anak kurang memiliki
inisiatif dalam merencanakan dan menentukan
apa yang harus ia lakukan. Atas dasar latar
belakang seperti ini maka pembelajaran
kreativitas perlu membuka kesempatan bagi
anak untuk menentukan apa yang harus
dikerjakan sehubungan dengan keadaan yang
ia hadapi.
Keterbukaan terhadap perasaan-perasaan
majemuk
Dalam pertemuan ketiga, pada tanggal 11
November 2005 anak-anak tidak memperlihat-
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
kan keterbukaan terhadap perasaan majemuk.
Terjadi pertikaian di antara mereka pada saat
mewarnai gambar bencana Gunung Merapi,
yang disebabkan perbedaan pilihan warna.
Namun pada pertemuan berikutnya, yaitu
pertemuan keempat pada tanggal 15 November
2005, keterbukaan terhadap perasaan
ditunjukkan oleh 100% subjek penelitian, yaitu
ketika mereka tidak saling mengejek satu dengan
yang lain. Melihat warna-warni gambar mereka,
sebenarnya ada potensi untuk bertikai tentang
masalah warna. Misalnya, AD mewarnai batang
pohon dengan warna ungu dan genteng rumah
dengan warna merah. Melihat perbedaan pilihan
warna AD,
tidak mempermasalahkan
perbedaan pilihan warna di antara mereka. Hal
ini menunjukkan bahwa mereka mengalami
peningkatan dalam keterbukaan terhadap
perbedaan. Namun perlu dicermati juga bahwa
keterbukaan mereka ini kemungkinan terjadi
karena perhatian mereka tidak terfokus pada
mewarnai namun pada membuat cerita.
Memang, bagi anak-anak di Taman Bacaan
Bunda, aktivitas membuat cerita merupakan hal
yang terberat dibanding aktivitas lain.
Kemungkinan mereka lebih memberi perhatian
pada aktivitas menulis cerita dan tidak terlalu
memperhatikan perbedaan pilihan warna di
antara mereka. Berdasarkan pengalaman ini,
desain pembelajaran perlu memberi sarana
kegiatan yang tidak menutupi perbedaan,
sebaliknya memperlihatkan perbedaan dan
belajar bagaimana seharusnya bersikap terhadap
perbedaan.
Penggunaan khayalan
Penggunaan khayalan ditunjukkan oleh 66%
subjek penelitian ketika membuat cerita. Mereka
dapat melihat apa yang tidak tertangkap oleh
mata, seperti tercermin dalam ungkapan berikut:
“Saya lagi ambil suatu benda”.
“Di sana juga ada mainan yang tenggelam”.
“Yang punya rumah itu sangat takut”.
Dalam gambar tidak ada orang yang
mengambil benda, tidak ada mainan, juga tidak
tergambar orang-orang yang ketakutan. Anakanak menggunakan khayalan mereka sehingga
mereka membayangkan bahwa di dalam rumah
itu ada yang lagi mengambil benda, kotak yang
mengapung itu adalah mainan, dan
membayangkan orang-orang ketakutan jika
berada dalam suasana kebanjiran. Khayalan
mereka masih merupakan pengalaman nyata
mereka sendiri yang mereka internalisasikan
dalam cerita banjir. Anak-anak belum
menunjukkan khayalan di luar pengalamannya.
Temuan ini memberi dasar bagi desain
pembelajaran kreativitas yang relevan bagi anak
lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda
atau yang pernah di alami oleh anak lingkungan
bedeng di taman bacaan.
Secara keseluruhan, melalui temuan
kreativitas anak tingkat kedua ini, subjek
penelitian menunjukkan kemampuan mereka
dalam proses berpikir dan keterbukaan terhadap
perasaan-perasaan majemuk yang menjadi
indikator kreativitas tingkat kedua. Penemuan
ini selain menggambarkan kreativitas anak
lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda,
juga memberi masukan bagi desain pembelajaran
kreativitas, yaitu pembelajaran yang lebih
banyak mengajukan pertanyaan yang bagus
ketimbang memberikan jawaban yang baik,
pembelajaran berbasis pengalaman, membuka
kesempatan bagi anak untuk menentukan apa
yang harus ia lakukan dan memperlihatkan
perbedaan sebagai sarana belajar bagaimana
bersikap terhadap pengalaman.
Kreativitas Tingkat Ketiga,
Keterlibatan dalam TantanganTantangan Nyata
Kreativitas tingkat ketiga ini lebih mengarah
pada bagaimana anak dapat mengelola dirinya
sendiri dan di luar dirinya sehubungan dengan
keterlibatannya dalam tantangan-tantangan
yang ada di hadapannya. Hal ini ditunjukkan
dalam pertemuan kelima dalam studi
pendahuluan, yang diselenggarakan pada
tanggal 16 November 2005. Kegiatan membuat
kartu ucapan terima kasih pada orang tua, anakanak lingkungan bedeng di Taman Bacaan
Bunda, memperlihatkan kreativitas tingkat
ketiga, yang dibahas dalam pembahasan di
bawah ini.
Pengelolaan sumber
Pengelolaan sumber ditunjukkan subjek ketika
mencari sumber gambar sendiri dari majalah
Bobo. Mereka membolak-balik halaman mencari
gambar yang diharapkan. Setelah mendapat
gambar, mereka menggunting sendiri dan
menempelnya pada kartu. Memang, pada
awalnya, beberapa anak meminta bantuan untuk
mencari gambar, namun ketika Bunda bertanya
tentang tujuan pembuatan kartu dan apa yang
hendak dilakukan dengan kartu tersebut,
dilanjutkan dengan meminta mereka untuk
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
45
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
memperhatikan teman-temannya yang sudah
memperoleh gambar, anak yang meminta
bantuan tersebut mengikuti teman-temannya
mencari gambar. Berarti percakapan Bunda yang
mengarah pada strategi ke empat komunikasi
verbal, solving problem (Rathvon, 1996:124-146),
memotivasi anak untuk mengerjakan aktivitas.
Pengembangan produk
Kemampuan
pengembangan
produk
ditunjukkan oleh 100% subjek penelitian yang
hadir dalam pertemuan kelima. Kemampuan
pengembangan produk ini ditunjukkan ketika
mereka menggunting cuplikan gambar dalam
suatu cerita dan menempelnya sesuai dengan
tujuan, yaitu kartu ucapan terima kasih kepada
orang tua. Subjek melakukan cara
pengembangan produk yang sama namun
menghasilkan karya yang berbeda-beda.
Beberapa contoh yang memperlihatkan
perbedaan karya mereka adalah:
Ng, memilih gambar seorang laki-laki asing
berbadan tegap. “Ini bapa saya, Bunda”. Ujar
Ng cengengesan. Ia menulis: “Terima kasih Ibu,
saya diberi makan, saya dibesarkan, saya senang
main bola”.
Dimas, memilih gambar orang main basket “Itu
cita-cita saya, Bunda”. Tulisannya dalam kartu:
“Terima kasih mama karena telah
membesarkanku waktu kecil”.
Nengli, memilih gambar cinderela dengan
pangeran. “Ini dua orang yang mencintai”,
jawabnya ketika ditanya gambar pilihannya.
“Apa ini orang tuamu?” tanya Bunda. “Iya”
jawab Nengli tersenyum malu. Dalam kartunya,
Nengli menulis:
“Saya sangat berterima kasih pada orang tua
karena telah membesarkan kita”.
Sebelumnya aktivitas mereka diberi
kesempatan untuk mengingat kasih sayang
orang tua. Kegiatan ini melibatkan emosi anak.
Setelah itu Bunda mengajak mereka untuk
membuat kartu ucapan terima kasih pada orang
tua. Melalui kegiatan awal ini, diduga bahwa
anak-anak
menunjukkan kemampuan
pengembangan produk ketika mereka memiliki
tujuan yang jelas terhadap produk yang akan
mereka hasilkan. Selain itu juga keterlibatan
emosi ketika menghasilkan produk, mendorong
anak untuk mengembangkan produk.
Internalisasi
Kemampuan internalisasi ditunjukkan oleh
100% subjek penelitian yang hadir pada tanggal
16 November 2005 , dalam menulis ucapan
46
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
terima kasih. Mereka menginternalisasikan nilainilai tentang orang tua ketika mendengarkan
cerita, setelah itu mereka eksternalisasikan nilainilai tersebut ke dalam ungkapan terima kasih.
Beberapa ungkapan terima kasih anak-anak di
Taman Bacaan Bunda pada orang tua, penting
untuk kita simak, yaitu sebagai berikut.
“Terima kasih Ibu, saya diberi makan, saya
dibesarkan, saya senang main bola”.
“Terima kasih semua, kalian sudah memberi
kasih sayang. Aku mengucapkan terima kasih
sudah merepotkan kalian, sudah mengecewakan
kalian. Doakan aku. Aku suka bohong kepada
mereka”.
“Terima kasih ibu, karena ibu telah merawatku”.
“Terima kasih sama ibu dan ayah karena mereka
merawat saya”.
“Ibu, bapa terima kasih karena telah merawatku
dari kecil. Saya diberi makan dan minum, aku
juga disekolahkan. Saya juga diberi uang jajan.
“Ma, terima kasih karena sudah melahirkan aku
di sini. Aku sangat terima kasih karena sudah
mendidik aku di saat aku kesusahan. Terima
kasih, mah”.
“Terima kasih Bu, karena sudah memberi makan
dan saya dibesarkan”.
“Saya sangat berterima kasih pada orang tua
karena telah membesarkan kita”.
“Aku sayang ibu bapa. Ibu dan bapa sudah
merawat aku sejak kecil”.
“Terima kasih mama karena telah
membesarkanku waktu kecil”.
“Saya berterima kasih pada orang tuaku karena
telah merawatku dari kecil hingga dewasa”.
“Saya berterima kasih pada orang tuaku karena
telah merawatku dari kecil hingga dewasa”.
“Makasih mah telah merawatku sampai gede”.
Seluruh ungkapan anak-anak merupakan
ungkapan terima kasih, tidak ada anak yang
mengungkapkan bahwa orang tua tidak
memperhatikan atau orang tua menyuruhnya
bekerja, seperti yang dialami oleh SG. Apapun
yang dilakukan orang tua terhadap mereka,
mereka tetap menulis ucapan terima kasih. Tidak
seperti biasanya, ketika mereka menulis cerita
mereka mengeluh tidak bisa atau susah,
sementara dalam mengungkapkan rasa terima
kasih ini mereka tidak mengeluh dan tidak
terlihat mengalami kesulitan. Hal ini
membuktikan
bahwa
mereka
telah
menginternalisasikan nilai-nilai tentang orang
tua sebagai orang yang telah berjasa dalam
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
pertumbuhan mereka. Proses internalisasi ini
terjadi ketika mendengarkan cerita. Hal ini
menunjukkan metode dongeng mampu memberi
pendidikan tentang nilai-nilai kepada anak
lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda.
Perwujudan diri
Selama studi pendahuluan hanya perwujudan
diri yang sama sekali tidak terlihat pada anakanak lingkungan bedeng di Taman Bacaan
Bunda. Dalam pertemuan kelima, studi
pendahuluan juga jelas terlihat bahwa anakanak melakukan sesuatu berdasarkan apa yang
umumnya orang lakukan dan tidak berdasarkan
pada apa yang dapat dilakukan sebagai
perwujudan diri. Misalnya NU yang senang
menulis puisi tidak menulis puisi untuk
kartunya, melainkan ia seperti yang lainnya
mencari gambar dari majalah untuk ditempel di
kartunya. Demikian juga dengan Wahyu A., ia
termasuk yang pandai menggambar, namun ia
tidak mengisi kartunya dengan gambar
melainkan sama dengan yang lainnya, yaitu
dengan tempelan gambar yang diambil dari
majalah. Mereka melakukan sesuatu hanya
berdasarkan apa yang dilakukan orang dan
bukan pada apa yang dapat saya lakukan. Hal
ini semakin mempertegas penemuan dalam
studi pendahuluan mengenai budaya ikutikutan dalam lingkungan bedeng. Jadi,
kemampuan perwujudan diri ini tidak dapat
terjadi begitu saja, perlu rangsangan untuk
membangkitkan kemampuan tersebut. Artinya
perlu dibuat pembelajaran yang sengaja
ditujukan untuk perwujudan diri. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran perlu
mendobrak budaya ikut-ikutan melalui
mengajak anak untuk melihat dan menemukan
potensi diri. Dan memberi rasa aman ketika anak
memiliki potensi yang berbeda.
Secara umum anak-anak memiliki
kreativitas tingkat ketiga kecuali dalam hal
perwujudan diri. Hal ini memberi indikasi
bahwa pembelajaran yang menuju perwujudan
diri ini merupakan kebutuhan utama dalam
pembelajaran kreativitas anak lingkungan
bedeng di Taman Bacaan Bunda. Di samping
itu, temuan kreativitas tingkat katiga ini
menunjukkan bahwa komunikasi verbal,
pendidikan nilai dan keterlibatan emosi dalam
pembelajaran kreativitas mendorong kreativitas
tingkat ketiga.
Desain Pembelajaran Kreativitas
Melalui analisis terhadap kekuatan dan
kelemahan anak-anak lingkungan bedeng, maka
secara umum terdapat dua kebutuhan yang
dapat mewakili kebutuhan anak lingkungan
bedeng di Taman Bacaan Bunda, yaitu:
Perwujudan diri dan kemampuan berbahasa.
Sikap cepat puas, disiasati dengan
memanfaatkan sikap bersaing dalam diri anak
secara positif, yaitu melalui kerja kelompok. Jadi
pembelajaran anak lingkungan bedeng yang
sesuai dengan kebutuhan anak-anak dalam
latar belakang budaya, kemampuan, dan cara
hidup lingkungan bedeng daerah Kepa Duri,
adalah desain pembelajaran kreativitas yang
mewujudkan kemampuan perwujudan diri dan
pembelajaran bahasa.
Pembelajaran Kreativitas
Berdasarkan hasil refleksi dalam kajian pustaka
mengenai kreativitas, refleksi terhadap
pendidikan alternatif anak-anak kumuh, dan
kajian terhadap temuan pada studi
pendahuluan, maka pembelajaran kreativitas
disiasati dengan menggunakan strategi
pembelajaran kreativitas yang terdapat dalam
tabel 1 yang disusun berdasarkan kajian temuan
kreativitas dalam studi pendahuluan.
Berdasarkan strategi pada tabel 1, maka
dihasilkan sebuah model pembelajaran
kreativitas yang awalnya diilhami dari gambar
model dinamika edukasi dasar yang berbentuk
rumah dengan empat pilar (Supraktinya,
1999:265-304). Dari model rumah tersebut
diambil atap rumah yang berbentuk segitiga.
Pemikiran bahwa pendidikan kreativitas
memerlukan suasana belajar yang memberi
ruang maka atap segitiga berubah sama sekali
menjadi limas terbalik. Dalam limas terbalik
terdapat komponen kreativitas dengan
komponen dasar yaitu motivasi, pengetahuan,
dan terakhir keberanian, sebagai prasyarat
munculnya suatu kreativitas. Simbol limas
terbalik dirasa cocok karena bawahnya lebih
fleksibel untuk bergerak. Namun, ia rentan sekali
untuk jatuh dan hancur, sehingga dibutuhkan
sebuah penopang, yaitu strategi komunikasi
verbal. Strategi komunikasi verbal ini menopang
dan menguatkan sekaligus menumbuhkan
motivasi intrinsik. Di samping itu, seorang anak
perlu bimbingan atau pembelajaran yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
47
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Tabel 1: Strategi Pembelajaran Kreativitas
Indikator Kreativitas
Strategi
Kelancaran,
orisinalitas,
dan kelenturan
1. Kerja kelompok
2. Memanfaatkan sikap bersaing secara posistif 4
melalui persaingan antar kelompok
Rasa ingin tahu
Memberikan kesempatan untuk anak bertanya
Keterbukaan terhadap pengalaman, Percaya diri
Perasaan nyaman dan aman
Kepekaan terhadap masalah
Membahas masalah yang relevan
Proses berpikir analisis
Mengajukan pertanyaan yang bagus dan bukan
memberikan jawaban yang baik
Evaluasi, penggunaan khayalan
Memberikan kesempatan pada anak untuk
menentukan apa yang harus dilakukan.
Keterbukaan terhadap perasaan majemuk
Memperlihatkan perbedaan
Pengelolaan sumber
Komunikasi verbal
Pengembangan produk
Mengajak anak untuk terlibat secara emosional
terhadap produk yang akan dihasilkan
Internalisasi
Pendidikan nilai
Menuju perwujudan diri
Refleksi diri untuk menemukan potensi diri
mendukung agar ketiga komponen kreativitas
dimiliki anak, oleh sebab itu komponen
kreativitas yang terdapat di dalam limas tidak
dapat muncul dengan sendiri. Terinspirasi oleh
alat pembuat tanah liat yang berputar-putar
membentuk tanah liat, maka dibuat bentuk
silinder sebagai alat pembentuk komponen
kreativitas yang pada akhirnya menghasilkan
sebuah kreativitas. Pengalaman inderawi dan
48
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
proses refleksi menjadi bahan dasar bagi
terbentuknya pengetahuan. Kedua proses ini
dilakukan dalam proses pembelajaran yang
mencitakan ruang.
Model pembelajaran dalam rancangan awal
ini mendapat penyempurnaan melalui uji coba
dengan hasil uji coba peningkatan kreativitas
anak menurut tabel 2.
-Anak mampu mengungkapkan perasaannya
dan perasaan lingkungan sehubungan dengan
masalah yang ada dihadapannya.
- Anak berani untuk berbeda
- Anak melakukan sesuatu tanpa ragu dan
tidak terpengaruh oleh lingkungan
Percaya diri
- Anak terlibat aktif dalam aktivitas
- Anak bertanya
Rasa ingin tahu
Kepekaan terhadap
masalah
- Anak menghasilkan alternatif ide
Kelenturan
- Anak mau melakukan hal yang tidak biasa
- Anak mampu menghasilkan ide
- Anak mampu mengembangkan ide dari
yang pernah dilihatnya
Orisinalitas
Keterbukaan terhadap
pengalaman
- Anak mengumpulkan aktivitas tepat waktu
Indikator
Kelancaran
Variabel Kreativitas
V
-
V
-
O
V
V
-
V
V
-
-
V
-
-
-
-
-
V
V
-
-
-
-
V
-
-
AD
-
AL
-
O
-
O
-
O
-
V
-
O
V
V
-
V
AT
V
O
O
O
V
V
V
V
O
O
-
-
V
-
DI
V
V
O
O
V
-
V
-
V
O
V
V
V
V
EI
V
V
O
O
V
V
V
V
O
V
V
V
V
V
ED
V
-
O
-
V
-
V
-
V
O
V
V
V
V
FT
V
O
O
V
V
O
V
V
V
O
V
V
V
V
MK
V
O
O
O
V
V
V
V
V
O
V
V
V
V
NG
V
O
O
V
V
-
V
-
V
-
V
-
V
-
NU
V
-
-
V
V
V
V
O
O
V
V
V
V
RH
V
O
O
V
V
-
V
-
V
-
V
-
V
-
SG
V
O
O
O
V
-
V
-
V
O
V
V
V
V
SU
-
O
O
O
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TN
V
O
O
O
V
-
V
-
O
-
V
-
V
-
UJ
0
O
O
V
O
0
V
V
V
-
V
-
V
-
YS
Data Pengamatan
V = ya; O =t idak; - = tidak hadir
hitam = studi pendahuluan; normal = pada saat pelaksanaan pembelajaran kreativitas
Tabel 2 : Perbandingan Kreativitas Tingkat Pertama Sebelum dan Selama Proses Pembelajaran Kreativitas
92
29
0
43
92
57
100
100
61
13
100
100
100
100
%
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
49
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Analisis
- Anak mampu mengevaluasi dirinya sendiri
sehubungan dengan masalah
- Anak mampu mengidentifikasi masalah
berdasarkan apa yang dilihat
MK
NG
NU
%
FT
YS
ED
UJ
EI
TN
DI
SU
AT
O
SG
AD
V
RH
AL
V
80
V
V
V
V
V
V
V
V
V
-
V
V
O
V
-
O
V
V
O
90
V
O
V
V
O
V
V
V
-
-
O
O
-
-
V
V
O
V
O
V
27
O
V
-
-
O
O
V
O
O
V
V
O
O
O
V
O
-
V
V
O
85
V
O
V
V
-
O
V
O
-
O
V
V
V
O
V
7
O
V
O
O
V
V
O
O
V
V
O
O
V
V
92
V
V
-
-
V
V
-
V
V
V
V
10
V
0
10
O
O
92
66
0
V
V
V
V
V
-
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
O
V
V
V
V
V
O
V
V
O
V
V
V
-
-
V
-
-
V
V
V
Data Pengamatan
V = ya; O =t idak; - = tidak hadir
hitam = studi pendahuluan; normal = pada saat pelaksanaan pembelajaran kreativitas
Tabel 3: Perbandingan Kreativitas Tingkat Kedua Sebelum dan Selama Proses Pembelajaran Kreativitas
Evaluasi
- Anak mampu membuat rincian hal-hal yang
harus dilakukan.
Indikator
Penerapan
- Anak tidak mengejek temannya yang
berbeda
Variabel Kreativitas
Keterbukaan terhadap
perasaan-perasaan
majemuk
Penggunaan khayalan
- Anak mampu melihat yang tidak ditangkap
oleh mata
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
50
Anak dapat mencari sendiri sumber dalam
rangka membuat produk
Anak mengubah produk menjadi sesuatu
yang berbeda
Anak menginternalisasi nilai-nilai yang
diajarkan ke dalam kehidupannya
Anak mencari kemampuan diri sendiri
Pengembangan produk
Pendidikan nilai
Menuju perwujudan diri
Sub ndikator
Pengelolaan sumber
Indikator Kreativitas
O
-
V
-
V
O
V
-
V
V
O
-
V
O
V
2
V
1
-
O
-
V
-
O
-
V
3
V
O
V
V
V
O
V
V
4
V
O
V
V
V
O
V
V
5
V
O
V
V
V
O
V
V
6
Tabel 3: Perbandingan Kreativitas Tingkat Kedua Sebelum dan Selama Proses Pembelajaran Kreativitas
V
O
V
V
V
O
V
V
7
O
V
-
V
V
V
O
V
V
9
O
V
V
V
O
V
V
8
O
O
V
V
V
O
V
V
10
V
O
V
V
V
O
V
V
11
V
O
V
V
V
O
V
V
12
Data Pengamatan
V = ya; O = tidak; - = tidak hadir
-
-
-
-
-
13
-
-
-
-
-
14
-
-
-
-
-
15
-
O
V
V
V
O
V
V
16
80
0
100
100
100
0
100
100
%
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
51
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
keberanian
pengetahuan
motivasi
Gambar: Model Pembelajaran Kreativitas Disempurnakan
Anak Lingkungan Bedeng di Taman Bacaan Bunda
52
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Anak-anak lingkungan bedeng di Taman
Bacaan Bunda memiliki potensi kreativitas
tingkat pertama, yaitu kemampuan berpikir
divergen; potensi kreativitas tingkat kedua, yaitu
melakukan proses berpikir, dan keterbukaan
terhadap perasaan majemuk, dan memiliki
potensi kreativitas tingkat ketiga, yaitu
keterlibatan dalam tantangan-tantangan nyata.
Namun di balik potensi kreativitas yang terlihat,
ada beberapa potensi yang belum terlihat, yaitu:
kelenturan anak dalam mengubah ide, kepekaan
terhadap masalah, rasa percaya diri, kemampuan
mengevaluasi, kemampuan menerapkan
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari,
pengembangan produk dan perwujudan diri.
Potensi kreativitas yang terlihat dan yang
belum terlihat dapat digali lebih dalam dan
dikembangkan lebih jauh melalui pembelajaran
yang didesain bagi pengembangan kreativitas.
Desain pembelajaran kreativitas ini tidak melulu
diterapkan dalam pelajaran kreativitas secara
khusus, namun dapat diintegrasikan dalam
pelajaran lain. Dalam penelitian ini, proses
pembelajaran yang dirancang dalam program
perwujudan diri melalui pengembangan produk
bahasa, memberi pengaruh yang positif bagi
perkembangan kreativitas anak di Taman
Bacaan Bunda.
Dalam pelaksanaan pembelajaran
kreativitas, faktor penting pendukung suksesnya
proses pembelajaran kreativitas adalah
lingkungan belajar yang memberi rasa nyaman
serta aman dan kemampuan fasilitator dalam
melakukan strategi komunikasi verbal. Setelah
mengalami pembelajaran kreativitas di Taman
Bacaan Bunda, anak-anak lingkungan bedeng
mengalami peningkatan dalam seluruh potensi
kreativitas. Bahkan, kelenturan anak dalam
mengubah ide, kepekaan terhadap masalah, rasa
percaya diri, kemampuan mengevaluasi,
kemampuan menerapkan pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari, pengembangan produk
dan perwujudan diri yang sebelum
pembelajaran belum terlihat potensinya, dapat
terekspresikan dalam pembelajaran kreativitas
di Taman Bacaan Bunda.
Melalui hasil penerapan pembelajaran
kreativitas di Taman Bacaan Bunda maka desain
pembelajaran mengalami penyempurnaan yaitu
anak-anak perlu diberi pengalaman belajar yang
melibatkan emosi dan intelektual melalui
pertanyaan-pertanyaan yang merangsang anak
mengidentifikasi masalah. Penyempurnaan juga
terjadi pada pelaksanaan pembelajaran
kreativitas, yaitu fasilitator perlu lebih
memperhatikan penghargaan terhadap
perbedaan dalam melakukan komunikasi
verbalnya.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka dijabarkan
saran-saran sebagai berikut.
1. Kepada pengelola Taman Bacaan Bunda
disarankan dapat mengembangkan desain
pembelajaran kreativitas dalam bidang studi
yang lain. Melalui pelaksanaannya,
disarankan agar desain terus menerus
mengalami penyempurnaan sesuai dengan
kebutuhan anak lingkungan bedeng di
Taman Bacaan Bunda.
2. Kepada lembaga sosial disarankan
mengujicobakan desain pembelajaran
kreativitas pada anak-anak miskin di
tempat lain atau anak-anak jalanan dan
mengembangkannya sesuai dengan
kebutuhan.
3. Kepada peneliti pendidikan disarankan
menggunakan gambaran kreativitas anakanak lingkungan bedeng di Taman Bacaan
Bunda untuk melakukan penelitian lebih
lanjut yang lebih komprehensif mengenai
anak-anak lingkungan bedeng.
4. Kepada pendidik sekolah formal disarankan
untuk mengujicobakan desain pembelajaran
kreativitas dalam pembelajaran menuju anak
kreatif.
Daftar Pustaka
Buzan, Tony. (2003).
Use both sides of your
brain, teknik pemetaan
kecerdasan dan
kreativitas pikiran, temuan terkini tentang otak
manusia. Penerj. A. Asnawi. Yogyakarta:
Ikon Teralitera
Buzan, Tony. (2003). Head first, 10 cara
memanfaatkan 99% dari kehebatan otak anda
yang selama ini belum pernah anda gunakan.
Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama
Chandra, Julius. (1993). Kreativitas, bagaimana
menanam,
membangun
dan
mengembangkannya. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
53
Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat
Dewey, John. (2003). Experience and education,
pendidikan berbasis pengalaman Penerj.
Hani’ah. Bandung: Penerbit Teraju
Fraenkel, Jack R., and Wallen, Norman F. (2000).
How to design & evaluate researh in education,
fourth edition. New York: McGraw Hill
Gagne, Robert M., (1985). The conditions of learning and theory of instruction, fourth edition.
Japan: Holt-Saunders.
Hyde, Arthur A., & Bizar, Marilyn. (1989). Thinking in context, theaching cognitive processes
across the elementary school curriculum. New
York: Longman
Kosslyn, Stephen M., & Rosenberg, Robin S.
(2000). Psychology, the brain, the person, the
world. Boston: Allyn & Bacon, A Pearson
Education Company
Lefranqois, G.R. (1991). Psychology for teaching.
Beltmont: Wadsworth Publishing Company
Palmer, Parker J. (1989). The active life, a spirituality of work, creativity, and caring. San Francisco: Jossey-Bass
Peaget, Jeans. (1988). Antara tindakan dan pikiran.
Disunting dan diterjemahkan Agus
Cremers. Jakarta: Penerbit Gramedia
Rathvon, Natalie. (1996). Unmotivated child, helping your underachiever become a successful student. New York: Fireside Rockefeller Center
Reiser, Robert A., & Dempsey, John V. (2002). Trends
and issues in instructional design and technology. New Jersey: Pearson Education Inc.
Rohidi, Tjetjep Rohendi. (2002). Ekspresi seni orang miskin, adaptasi simbolik terhadap
kemiskinan. Bandung: Penerbit Nuansa,
Yayasan Cendekia
Samples, Bob. (2002). Revolusi belajar untuk anak:
Panduan belajar sambil bermain untuk
membuka pikiran anak-anak anda. Penerj.
Rahmani Astuti. Bandung: Penerbit Kaifa
Semiawan, Conny, Munandar, A.S., dan
Munandar, S.C.U. (1985). Memupuk bakat
dan kreativitas siswa sekolah menengah:
Petunjuk bagi guru dan orangtua. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia
Slavin, Robert E. (1991). Educational psychology,
third edition. Boston: Allyn & Bacon, A
Pearson Education Company
Supratiknya, A, (1993). “Pendidikan dasar sebagai
infanteri ”, dalam Sindunata, Pergulatan
intelektual dalam era kegelisahan. Yogyalarta:
Penerbit Kanisius
Woolfolk, A.E. (1993). Educational psychology.
Needham Heihgts: Allyn and Bacon
http://www.personalityresearch.org/papers/
porzio.html, 18 Juli 2005
http://www.vub.ac.be/CLEA/liane/PAPERS00
54
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
/index.html, 18 Juli 2005
http://www.rbso.com/create.htm, 27 Agustus
2005
http://en.wikipedia.org/wiki/
john_david_garcia, 27 Agustus 2005
http://en.wikipedia.org/wiki/
creativity#measuringcreativity, 27
Agustus 2005
http://www.creativelearning.com/assess/
test18.htm, 2 September 2005
http://www.see.org/e_ct_int.htm, 6 Oktober 2005
http://www.creativelearning.com/assess/
test18.htm, 2 September 2005
http://www.sarasota.usf.edu/wogi/documents/creatthinkannonarr.doc.htm, 2
September 2005
http://www.creartivelearning.com, 2 September
2005
http://muextension.missouri.edu/eplorepdf/
hesguide/humanrel, 11 Oktober 2005
http://www.udel.edu, 6 Oktober 2005
http://www.ashoka.org/id/fellows1988.cfm, 12
November 2005
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/
2003/7/4/op2.htm, 12 November 2005
______
1
Skema merupakan pola tingkah laku yang tersusun
secara kognitif yang kurang lebih bersifat dinamis,
namun agak stabil, konsisten, dan tidak kontradiktoris.
Dalam susunan kognitif ini, tindakan-tindakan dan
objek dihubungkan satu sama lain lewat asimilasi di
dalam proses kognitif.
Dapat terjadi, berdasarkan pengalaman baru, anak
menemui fakta baru yang tidak sesuai dengan skema
yang ada. Maka terjadilah disequilibrium.
Ketidakseimbangan ini kemudian di akomodasi atau
disesuaikan dengan meninjau kembali skema dan
mengubahnya menjadi skema baru.
2
Sikap ini agaknya menjadi ciri khas mereka dalam
menghadapi hal yang tidak biasa atau yang tidak
pernah mereka lakukan sebelumnya.
“Ayo mandi!”;“Cepetan ganti baju!”; “Neng, beliin
shampoo!” ;”Jangan berantem!”; “Keluyuran terus, ayo
belajar!”; “Jangan main air, udah tahu susah cari air!”
3
Anak-anak lingkungan bedeng awalnya memang
kesulitan untuk mengungkapkan perasaan atau
bercerita. Hal ini karena orang tua yang jarang
mengungkapkan perasaan atau bercerita pada anak.
Komunikasi antara anak dan orang tua yang teramati
sebatas perintah dan tidak banyak berdialog, seperti:
“Ayo mandi!”; “Cepetan ganti baju!”; “Neng, beliin
shampoo!” ;”Jangan berantem!”; “Keluyuran terus,
ayo belajar!”; “Jangan main air, udah tahu susah cari
air!”
4
Memanfaatkan sikap bersaing secara posistf berarti
tidak memotivasi persaingan kelompok dengan
hadiah atau iming-iming lain, melainkan membiarkan
antar kelompok melakukakan persaingan dengan
sendirinya.
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
Penelitian
Pendapat Pembaca
tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
Tim Redaksi*)
Abstrak
ntuk meningkatkan mutu Jurnal Pendidikan PENABUR, Dewan Redaksi melakukan survei ke
pembaca yang menjadi sasaran Jurnal ini (pendidik, tenaga kependidikan, pengurus dan
mitra BPK PENABUR). Hampir semua (96,13% dari 727) responden menyatakan bahwa jurnal
ini bermanfaat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka dan kualitas penampilannya
(perwajahan, tata letak, dan huruf) cukup memadai. Akan tetapi lebih dari sebagian (51,17%)
menyatakan belum berminat menulis untuk Jurnal ini karena kurang berpengalaman menulis karya
ilmiah. Hampir sebagian (44.49%) responden menemukan dan membaca jurnal ini di perpustakaan
sekolah.
U
To improve the quality of this Journal, in 2006 the editorial board conducted a survey to the target
readers (teachers, school administrators, foundation members of BPK PENABUR and its associate).
Almost all (96,13% out of 727) respondents indicate that the Journal is usefull for them in performing
their tasks and they also consider its appearance is satisfactory. However, the majority (51,17%) of
respondents do not have enough interest to write for this Journal due to lack of scientific writing
experience. Almost a half (44,49%) of the respondents find and read the Journal in the school
librariens.
Pendahuluan
Metode penelitian
Dalam misinya untuk memacu penelitian dan
penulisan ilmiah di kalangan guru BPK
PENABUR, keberadaan Jurnal Pendidikan
PENABUR memerlukan perbaikan yang terus
menerus dan terarah untuk meningkatkan
manfaatnya bagi pembaca. Untuk dapat
melakukan perbaikan secara tepat, diperlukan
pemahaman terhadap distribusi, manfaat yang
dirasakan pembaca, tata letak, dan bagaimana
minat pembaca untuk mengisi artikel jurnal.
Penelitian dilakukan melalui survei terhadap
pembaca. Populasi pembaca berkisar 2.700
hingga 3.000 jiwa. Pengumpulan data dilakukan
bersamaan dengan penerbitan Jurnal
Pendidikan PENABUR edisi 6, Juni 2006, dengan
menyebarkan angket sejumlah 2.100 eksemplar.
Jumlah angket yang masuk sebanyak 727
eksemplar. Responden meliputi guru-guru
jenjang TK, SD, SMP, SMA, karyawan, pengurus
BPK PENABUR pada 15 daerah, serta pembaca
dari luar BPK PENABUR (Tabel 1).
Khusus untuk butir pertanyaan yang
menanyakan prioritas pilihan, dilakukan
pengolahan data dengan cara sebagai berikut.
Untuk setiap butir pilihan, jumlah responden
yang menjawab pada “prioritas pertama”
dikalikan dengan “jumlah pilihan” yang
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kebermanfaatan isi jurnal, minat pembaca untuk
menulis di dalam jurnal tersebut, distribusi, dan
kualitas grafika.
*) Budyanto Lestyana, Mudarwan, Theresia K. Brahim, dan Vitriyani Pryadarsina
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
55
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
tersedia, jumlah responden
yang menjawab pada
prioritas kedua dikalikan
dengan “jumlah pilihan
dikurang satu”, demikian
seterusnya hingga jumlah
responden yang menjawab
pada “prioritas terakhir”
dikalikan dengan “satu”.
Hasil perkalian tersebut
dijumlahkan
untuk
mendapatkan skor butir
pilihan tersebut. Skor antara
butir pilihan digambarkan
dalam grafik batang.
Tabel 1. Distribusi Responden
Kota asal
TK
SD
S MP
S MK
T an p a
Jenjang
Mitra
5
8
2
79
46
22
7
3
2
S MA
Bandarlampung
Bandung
14
B o go r
15
13
4
Cianjur
31
Cicurug
2
Cimahi
14
Cirebon
14
8
10
Indramayu
Jakarta
48
83
64
Jatibarang
3
6
4
Metro
4
7
Rengasdengklok
62
4
1
9
23
1
4
20
Sukabumi
2
11
5
9
10
Tasikmalaya
2
28
Maranatha
2
STT Jakarta
2
Analisis Hasil Survei
Kebermanfaatan Isi Jurnal
Pendidikan PENABUR
Responden memanfaatkan Jurnal Pendidikan
PENABUR dengan urutan prioritas : untuk
menambah pengetahuan, meningkatkan
kemampuan mengajar, rujukan dalam menulis
makalah, dan mempersiapkan penelitian
(Gambar 1).
Hampir semua responden (96,13%)
menyatakan Jurnal Pendidikan PENABUR
diperlukan, bahkan sebagian di antaranya
Gambar 1. Prioritas Pemanfaatan Jurnal Pendidikan PENABUR
Is i ju r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R b e r m a n f a a t u n t u k h a l- h a l s e b a g a i b e r ik u t
2542
1758
2000
1111
1000
861
0
M enam bah
p e n g e ta h u a n
56
3
1
Serang
3000
3
M e n in g k a t k a n R u ju k a n d a la m M e m p e r s ia p k a n
k e m a m p u a n m e n u lis m a k a la h
p e n e lit ia n
m e n g a ja r
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
(40,39%) menyatakan sangat memerlukannya.
Walaupun demikian masih ada (3.88%) sebagian
kecil menyatakan kurang memerlukan atau
bahkan tidak memerlukannya (Gambar 2A).
Khusus pada guru SMK (Gambar 2B), prosentase
responden yang menjawab bahwa keberadaan
Jurnal Pendidikan PENABUR “kurang
diperlukan” mencapai 26,32%. Mungkin isi
Jurnal Pendidikan PENABUR dirasa kurang
relevan bagi mereka.
Urutan artikel Jurnal Pendidikan PENABUR
yang diminati secara berturut-turut dari yang
tertinggi adalah isu-isu mutakhir, opini, profil
BPK PENABUR, penelitian, pengantar redaksi,
dan resensi buku (Gambar 3).
Disamping untuk keperluan yang dipilih,
responden juga menambahkan bahwa Jurnal ini
bermanfaat untuk lebih mengenal BPK
PENABUR dan perkembangannya.
Gambar 2. Persepsi kebutuhan Jurnal Pendidikan PENABUR secara total (A), dan guru
jenjang SMK (B)
A p a k a h m e d ia J u r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R
d ib u t u h k a n o le h g u r u , N o n - G u r u , P e n g u r u s
& M it r a B P K P E N A B U R ?
G u r u J e n ja n g S M K
T id a k
D ip e r lu k a n
0 .4 5 %
K urang
D ip e r lu k a n
3 .4 3 %
Sangat
D ip e r lu k a n
4 0 .3 9 %
D ip e r lu k a n
5 5 .7 4 %
T id a k
D ip e r lu k a n
0 .0 0 %
K urang
D ip e r lu k a n
2 6 .3 2 %
Sangat
D ip e r lu k a n
5 2 .6 3 %
D ip e r lu k a n
2 1 .0 5 %
A
B
Gambar 3. Urutan prioritas yang dibaca dalam Jurnal Pendidikan PENABUR
U ru ta n P ri o r ita s y a n g d ib a c a d a la m J u r n a l P e n d id i k a n P E N A B U R
3000
2671
2524
2415
2402
2221
1759
2000
1000
0
Is u - Is u
M u ta k h ir
O p in i
P r o f il B P K
PEN A B U R
P e n e lit ia n
P e n g a n ta r
R ed aks i
Resensi
B uku
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
57
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
Distribusi Jurnal
Pendidikan PENABUR
Distribusi Jurnal Pendidikan PENABUR dapat
dilihat dari bagaimana responden memperoleh
buku Jurnal Pendidikan PENABUR.
Perpustakaan merupakan sumber utama
(44,49%) bagi responden memperoleh buku
perpustakaan, tetapi lokasi membaca Jurnal
Pendidikan PENABUR (Gambar 5) berturutturut dari tingkat tertinggi adalah sekolah atau
kantor (59,00%), perpustakaan (30,51%), dan
rumah (10,40%).
Lokasi membaca di luar perpustakaan
mungkin menunjukkan bahwa diperlukan
waktu yang lama untuk membaca. Hal ini perlu
Gambar 4. Sumber mendapatkan Jurnal Pendidikan PENABUR. A : total responden, B : Guru SD
D a r im a n a a n d a m e n d a p a t J u r n a l
P e n d id ik a n P E N A B U R ?
K e p a la
S e k o la h
2 1 .7 3 %
D ik ir im
la n g s u n g
o le h
R e d a k s i.
3 .9 9 %
Tem an
3 .7 1 %
P e r p u s ta k a
a n S e k o la h
4 4 .4 9 %
K a n to r
te m p a t
saya
b e k e r ja
2 6 .0 0 %
GURU S D
Teman,
2 .6 3 %
D ik ir im
la n g s u n g
o le h
R e d a k s i.,
5 .2 6 %
P e r p u s ta k a a n
S e k o la h ,
2 9 .6 1 %
K a n to r
te m p a t s a y a
b e k e r ja ,
1 8 .4 2 %
K e p a la
S e k o la h ,
4 4 .0 8 %
A
B
Jurnal Pendidikan PENABUR sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 4A. Dua sumber lain
yang dominan adalah kantor tempat bekerja
(26%) dan Kepala Sekolah (21,73). Khususnya
pada guru jenjang SD (Gambar 4B), peranan
Kepala Sekolah sangat dominan (44,08%) dalam
distribusi Jurnal Pendidikan PENABUR.
Walaupun sumber utama memperoleh
Jurnal Pendidikan PENABUR adalah
diteliti lebih lanjut untuk perbaikan terhadap
teknik penyajian dan penulisan.
Perkembangan jumlah pembaca (Gambar 6)
Jurnal Pendidikan PENABUR meningkat seiring
dengan munculnya edisi-edisi baru.
Peningkatan ini dapat ditafsirkan bahwa Jurnal
Pendidikan PENABUR semakin dikenal dan
diminati.
Gambar 5. Tempat membaca Jurnal Pendidikan
D im a n a b ia s a n y a a n d a m e m b a c a
J u r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R ?
Pe r p u s ta k a
an
3 0 .5 1 %
Di rum ah
1 0 .4 0 %
D i s e k o la h /
k a n to r
5 9 .0 0 %
58
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
Gambar 6. Perkembangan jumlah Jurnal
Pendidikan PENABUR yang dibaca
E d is i m a n a y a n g t e la h A n d a b a c a d a r i
J u r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R ?
500
400
300
200
100
0
E d is i
01
E d is i
02
E d is i
03
E d is i
04
E d is i
05
E d is i
06
Kualitas Grafika
Kualitas grafika dilihat dari ukuran huruf, jenis
huruf, dan tata letak. Secara umum kualitas
grafika dinyatakan baik. Namun guru TK
memiliki prefensi tata letak yang berbeda.
Hampir semua (91,53%) responden menyatakan
ukuran huruf Jurnal Pendidikan PENABUR
adalah sedang (Gambar 7). Namun demikian
ada sebagian kecil (3,25%) yang menyatakan
ukuran huruf terlalu besar, dan sebagian kecil
(5,23%) menyatakan ukuran huruf terlalu kecil.
Sebagian besar (75,45%) responden menyatakan
jenis huruf yang digunakan menyenangkan
untuk dibaca (Gambar 8). Khusus untuk guru
TK dan SMP (Gambar 9), lebih dari sepertiga
responden (39,44% dan 35,29%) menyatakan
jenis huruf kurang menyenangkan. Bagi guru TK
mungkin jenis huruf tersebut kurang sesuai
dengan jiwa kreatif pada jenjang TK.
Gambar 7. Ukuran huruf artikel dalam Jurnal
Pendidikan PENABUR
Gambar 8. Persepsi pembaca terhadap jenis
huruf yang digunakan
B a g a i m a n a k a h u k u r a n h u r u f a r t ik e l
d i J u r n a l t e r b i t a n i n i?
A p a k a h j e n is h u r u f a r t ik e l
m e n ye n a n g k a n u n tu k d ib a c a ?
T e rla lu
k e c il
5 .2 3 %
T e rla lu
besar
3 .2 5 %
T id a k
menyenang
k a n , 1 .2 6 %
K urang
menyenang
ka n ,
2 3 .2 9 %
Sedang
9 1 .5 3 %
Menyenang
ka n ,
7 5 .4 5 %
Gambar 9. Persepsi guru TK (A) dan guru SMP (B) terhadap jenis huruf
G u ru S M P
G u ru TK K
K urang
menyenang
ka n
3 1 .7 6 %
T id a k
menyenang
ka n
0 .0 0 %
K urang
menyenang
ka n
3 9 .4 4 %
T id a k
menyenang
ka n
3 .5 3 %
Menyenang
ka n
6 0 .5 6 %
A
Menyenang
ka n
6 4 .7 1 %
B
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
59
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
Sebagian besar responden (63,65%) menyatakan
tata letak Jurnal Pendidikan PENABUR menarik,
namun sebagian (34,37%) responden
menyatakan kurang menarik, bahkan sebagian
kecil (1,98%) menyatakan tidak menarik (Gambar
10A). Sebaliknya pada responden guru TK
(Gambar 10B), lebih dari setengah (52,86%)
menyatakan tata letak kurang menarik, bahkan
Minat Menulis di Jurnal
Pendidikan PENABUR
Sebagian besar responden (57,17%) menyatakan
kurang berminat menulis di Jurnal Pendidikan
PENABUR bahkan sebagian di antaranya
menyatakan tidak berminat (Gambar 11).
Walaupun demikian sebagian (42,84%)
Gambar 10. Persepsi responden terhadap tata letak. A: total, B: guru TK
A p a k a h t a t a le t a k ( la y o u t ) m e n a r ik
( t id a k k a k u ) ?
K u ran g
m e n a r ik
3 4 .3 7 %
G u ru T K K
T id a k
m e n a r ik
1 .4 3 %
T id a k
m e n a r ik
1 .9 8 %
K u rang
m e n a r ik
5 2 .8 6 %
M e n a r ik
4 5 .7 1 %
M e n a r ik
6 3 .6 5 %
A
sebagian kecil (1,43%) menyatakan tata letak
tidak menarik. Bagi guru TK, tata letak Jurnal
Pendidikan PENABUR yang formil mungkin
dirasa kurang sesuai dengan jiwa kreatif pada
jenjang TK. Di sini terlihat bahwa perbaikan tata
letak perlu dilakukan.
B
responden menyatakan berminat menulis.
Sebaliknya guru jenjang SD (55,78%) dan SMK
(66,67%) menyatakan berminat menulis
(Gambar 12 A dan B).
Gambar 11. Minat menulis di Jurnal Pendidikan PENABUR
A p a k a h A n d a B e rm in a t m e n u lis d i
J u rn a l p e n d id ik a n P E N A B U R ?
T id a k
b e r m i n a t.
1 7 .7 4 %
K u ra n g
b e rm in a t
3 9 .4 3 %
60
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Sangat
b e rm in a t
3 .4 1 %
B e rm in a t
3 9 .4 3 %
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
Gambar 12. Minat menulis pada guru SD (A), dan SMK (B)
G u r u J e n ja n g S D
T id a k
b e r m in a t.
1 0 .8 8 %
G u r u je n ja n g S M K
T id a k
b e r m in a t.
5 .5 6 %
Sangat
b e r m in a t
1 .3 6 %
K u ra n g
b e r m in a t
2 7 .7 8 %
Sangat
b e r m in a t
1 1 .1 1 %
B e r m in a t
5 4 .4 2 %
K u ra n g
b e r m in a t
3 3 .3 3 %
B e r m in a t
5 5 .5 6 %
Hampir semua (94,12%) responden tidak
pernah mengirimkan naskah ke Jurnal
Pendidikan PENABUR (Gambar 13). Hanya
sebagian kecil (3,16%) responden yang pernah
mengirimkan naskah dan dimuat, sedangkan
2,73% responden mengirim, tetapi tidak dimuat.
Secara relatif hanya setengah dari responden
yang mengirim pernah dimuat. Untuk
mengetahui penyebab rendahnya persentase
tulisan yang dimuat, perlu penelitian lebih
lanjut.
Responden karyawan, pengurus, dan Mitra
(Gambar 14) yang mengirim tulisan seluruhnya
dimuat di Jurnal Pendidikan PENABUR,
sedangkan pada jenjang TKK prosentase yang
dimuat hanya sebagian kecil yang dimuat.
Tampaknya diperlukan suatu pelatihan untuk
meningkatkan keterampilan menulis ilmiah
pada jenjang TK untuk meningkatkan hal
tersebut.
Gambar 13. Persentase responden yang pernah
mengirim naskah atau pernah dimuat
A p a k a h A n d a p e r n a h m e n g ir im k a n n a s k a h
u n t u k d im u a t d i J u r n a l P e n d id ik a n
P E N AB U R ?
Pe rn a h d a n
d im u a t
3 .1 6 %
Pe r n a h ta p i
tid a k d im u a t
2 .7 3 %
T id a k p e r n a h
9 4 .1 2 %
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
61
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
Gambar 14. Persentase responden karyawan, pengurus, mitra, dan guru TK yang mengirimkan
naskah
Karyawan, Pengurus, Mitra
Pernah dan
dimuat
6.85%
Guru Jenjang TKK
Pernah tapi
tidak dimuat
0.00%
Pernah tapi
tidak dimuat
14.49%
Pernah dan
dimuat
4.35%
Tidak
pernah
93.15%
Tidak
pernah
81.16%
Alasan rendahnya minat menulis terutama
dikarenakan belum terbiasa menulis dan kurang
waktu untuk menulis (Gambar 15). Kedua alasan
ini merupakan faktor internal individu tersebut.
Sedangkan honorarium dan distribusi
merupakan faktor eksternal individu yang
bersangkutan dan berada dalam lingkaran
pengaruh redaksi jurnal.
Gambar 15. Prioritas alasan tidak mengirimkan naskah ke Jurnal Pendidikan PENABUR
P r i o r i ta s a l a s a n ti d a k p e r n a h m e n g i r i m k a n n a s k a h k e J u r n a l
P e n d id ik a n P E N A B U R
2000
1843
1736
1600
1200
581
800
639
400
0
B e lu m t e r b ia s a
m e n u lis
62
K u r a n g w a k tu
u n t u k m e n u lis
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
H o n o r a r iu m
k u r a n g m e n a r ik
D is t r ib u s i J u r n a l
Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1.
2.
3.
4.
Hampir semua responden menyatakan
keberadaan Jurnal Pendidikan PENABUR
diperlukan dan bermanfaat. Prioritas
pemanfaatan Jurnal Pendidikan PENABUR
berturut-turut dari yang tertinggi adalah
menambah pengetahuan, meningkatkan
kemampuan mengajar, rujukan dalam
menulis makalah, dan mempersiapkan
penelitian.
Hampir semua responden tidak berminat
menulis dan tidak pernah mengirim naskah
di Jurnal Pendidikan PENABUR.
Grafika Jurnal Pendidikan PENABUR
dinyatakan cukup menarik.
Distribusi Jurnal Pendidikan PENABUR
terutama melalui perpustakaan.
Saran
Misi penerbitan Jurnal Pendidikan PENABUR
adalah untuk memacu penelitian dan penulisan
ilmiah oleh guru-guru PENABUR. Misi ini dapat
dikatakan belum tercapai, terlihat dari
rendahnya minat menulis di jurnal ini. Untuk
itu di bawah ini beberapa saran yang dapat
dipertimbangkan:
1. Pelatihan.
Melihat bahwa kendala utama untuk
menulis di dalam jurnal adalah faktor
internal guru, maka pelatihan untuk
meningkatkan keterampilan meneliti dan
menulis ilmiah serta program peningkatan
motivasi akan bermanfaat bagi para guru.
2. Media ilmiah populer.
Rubrik favorit yang dibaca guru (isu-isu
mutakhir, dan opini) tergolong rubrik ilmiah
populer. Hal ini dapat dimaklumi bahwa
rubrik penelitian dan resensi buku
dianggap rubrik “berat” yang membutuhkan konsentrasi tinggi dalam membacanya.
Oleh karena itu dapat dipertimbangkan
pengadaan terbitan ilmiah populer atau
penambahan rubrik ilmiah populer untuk
menjembatani hal tersebut.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
63
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
Opini
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa
Handy Susanto*)
Abstrak
Keberhasilan seseorang dalam menjalankan proses pendidikannya tidak hanya ditentukan oleh tingkat
intelegensi (IQ) yang dimilikinya, tetapi dibutuhkan juga kemampuan meregulasi dirinya selama
mengikuti proses pendidikan. Kemampuan ini lebih dikenal dengan istilah self regulation meliputi
kemampuan untuk mulai mencoba menentukan nilai yang ingin diperolehnya, merencanakan membuat
jadwal pelajaran, membagi waktu antara belajar dan bermain, dan mempersiapkan diri dalam
menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasinya di sekolah.
Kata kunci: Intelligence Quotient (IQ), Self Regulation, kemampuan akademik
Intelligence Quotient (IQ) is not the only one factor in determining some one to be successful in his/
her study. Besides, a person needs the skill to regulate him/herself during learning process. This
skill, known as self regulation, includes the ability to determine the goals that he/she wants to reach,
to plan learning schedule, to organize time to study and to play, and to prepare him/herself for the
examination so that he/she can finally show his/her better performance at school.
Pendahuluan
atu pertanyaan yang sering kita
hadapi ataupun kita renungkan
adalah apa yang kita harapkan baik
saat ini peran kita sebagai guru
ataupun sebagai orang tua terhadap anakanak kita? Tentunya sebagian besar dari kita
bahkan setiap guru ataupun orang tua akan
mengharapkan anak-anak kita dapat berhasil
dan sukses dalam mengikuti pendidikannya.
Pernahkah terlintas dalam benak kita bahwa
kita mengharapkan dapat melihat setiap anak
kita (tanpa kita harus berteriak-teriak)
dengan sendirinya membuka buku pelajaran,
mengerjakan seluruh tugas-tugas sekolah
yang diterimanya? Ataukah ternyata yang
saat ini kita hadapi kenyataannya sangat
S
bertentangan dengan apa yang kita
bayangkan, bahkan mungkin ada yang
berkata dalam hatinya bahwa melihat anakanak mampu belajar sendiri, mengerjakan
tugasnya tanpa harus disuruh-suruh, tanpa
harus keluar teriakan dari mulutnya, tanpa
harus berargumentasi merupakan hal yang
mustahil yang dapat mereka lihat pada diri
anak mereka.
Seiring dengan perkembangan zaman
yang begitu cepat, kesibukan orang tua yang
sangat padat dengan dalih untuk mencari
penghasilan demi memenuhi kebutuhan
hidup, membuat komunikasi antara orang
tua dan anak sangat sulit untuk terjalin.
Padatnya jadwal bekerja orang tua membuat
setiap anak tidak memiliki lagi waktu untuk
bersama-sama dengan orang tuanya.
Padahal waktu kebersamaan antara orang
*) Mantan Guru Bimbingan dan Konseling SMPK BPK PENABUR Tasikmalaya
64
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
tua dan anak sangatlah penting untuk selalu ternyata mereka merupakan siswa yang cerdas
(superior atau bahkan gifted).
dikembangkan dan dijaga kualitasnya.
Menurut Boekaerts, ada beberapa faktor
Jika kita mengharapkan anak-anak kita
yang
mempengaruhi keberhasilan seorang siswa
mampu untuk belajar tanpa harus disuruh,
untuk
mencapai prestasi yang optimal. Di
tentunya pada awalnya membutuhkan
antaranya
adalah intelegensi, kepribadian,
dorongan dan bimbingan orang tua. Suatu hal
lingkungan
sekolah, dan lingkungan rumah.
yang mustahil dapat dicapai oleh orang tua jika
Namun
selain
faktor-faktor tersebut ternyata self
mereka mengharapkan anak-anaknya dapat
regulation
turut
mempengaruhi keberhasilan
belajar dengan sendirinya tanpa dimulai dengan
siswa
dalam
mencapai
prestasi yang optimal.
adanya dukungan orang tua. Di sinilah peran
Meskipun
seorang
siswa
memiliki tingkat
orang tua untuk dapat mengembangkan
intelegensi
yang
baik,
kepribadian,
lingkungan
kemampuan anak untuk mulai mencoba
rumah,
dan
lingkungan
sekolah
yang
menentukan nilai yang ingin diperolehnya,
mendukungnya,
namun
tanpa
ditunjang
oleh
merencanakan untuk membuat jadwal pelajaran,
kemampuan
self
regulation
maka
siswa
tersebut
mampu membagi waktu antara belajar dan
bermain, mampu mempersiapkan diri dalam tetap tidak akan mampu mencapai prestasi yang
menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya optimal, (dalam Boekaerts, 2005).
dapat meningkatkan prestasinya di sekolah. Pentingnya kemampuan self regulation dalam
Kemampuan-kemampuan tersebut tercakup menunjang keberhasilan seseorang dalam
dalam kemampuan meregulasi diri dalam bidang mencapai prestasi yang optimal ditunjang oleh
akademik.
hasil survey yang
(www.pikirandilakukan
rakyat.com).
Yayasan KeseMeskipun seorang siswa memiliki
jahteraan Anak
Perkembangan
tingkat
intelegensi
yang
baik,
Indonesia terhaself regulation
dap 306 orang
kepribadian, lingkungan rumah, dan
sebenarnya susiswa kelas IV
dah mulai berlingkungan sekolah yang
sampai
VI
langsung pada
mendukungnya,
namun
tanpa
Sekolah
Dasar
saat anak mulai
menunjukkan
ditunjang dengan kemampuan Self
memasuki lingbahwa
pada
kungan sekolah.
Regulation maka siswa tersebut tetap
tahun
1997
rataDi sekolah, anaktidak
akan
mampu
mencapai
prestasi
rata
anak
anak dituntut
yang optimal.
menonton televisi
untuk
dapat
sekitar 26 jam/
mengikuti proses
m i n g g u ,
belajar mengajar,
kemudian pada
misalnya belajar untuk memusatkan perhatian
tahun
2001
meningkat
menjadi
sekitar 35 jam/
pada saat pelajaran sedang berlangsung,
minggu
atau
sama
dengan
5
s/d
6 jam per hari.
mencatat setiap pelajaran yang diperolehnya
Sebanyak
50%
responden
menyadari
bahwa
selama di kelas, mengerjakan tugas-tugas yang
mereka
terlalu
banyak
menghabiskan
waktu
di
diberikan oleh guru. Oleh karena itu dituntut
depan
televisi
sehingga
mereka
cenderung
lupa
perhatian dari orang tua masing-masing untuk
mulai menerapkan disiplin sejak dini. untuk belajar (Kompas, 24 Juli 2001). Hal yang
Sebagaimana yang dikatakan oleh Gunarsa senada juga diungkapkan oleh salah seorang
(1991), bahwa kebiasaan disiplin diri dan guru Sekolah Dasar Negeri yang menyatakan
disiplin waktu akan mendukung kelancaran bahwa proses belajar seringkali terabaikan
perkembangan kognitif sehingga anak mampu hanya karena anak terlalu sering bermain
playstation. (www.kompas.com). Di sini jelas
mencapai keberhasilan prestasi yang optimal.
Dari yang selama ini diamati oleh penulis, terlihat bahwa ketidakmampuan anak dalam
tampaknya cukup banyak siswa yang tergolong mengatur jadwal belajar dengan bermain
underachiever. Siswa yang menunjukkan prestasi (merupakan salah satu kemampuan dalam self
yang kurang optimal, padahal pada saat regulatian academik) membuat proses belajar
dilakukan pemeriksaan psikologis (psikotest) menjadi terabaikan.
untuk mengetahui potensi kecerdasannya
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
65
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
Memang kita tidak dapat menyangkal
bahwa perkembangan zaman begitu cepat,
perkembangan teknologi sangat cepat, dan
tuntutan zaman semakin tinggi memberikan
pengaruh sedikit banyak pada pencapaian
prestasi anak. Salah satu contohnya, dengan
maraknya bermunculan permainan di komputer
(games online). Mungkin sulit bagi kita untuk
mencegah anak untuk tidak bermain games di
komputer, menonton televisi terus menerus,
ataupun dengan semakin menjamurnya pusatpusat perbelanjaan yang membuat mereka selalu
ingin bermain di tempat-tempat tersebut.
Sungguh tidak bijak bagi kita untuk menolak
kemajuan zaman. Yang menjadi persoalan bagi
kita semua, bahkan mungkin inilah yang
menjadi pekerjaan rumah kita untuk ke depan
adalah bagaimana kita membantu anak-anak
kita, siswa-siswi kita dalam mengembangkan
kemampuan self regulation agar dapat menunjang
keberhasilannya dalam mencapai prestasi yang
optimal.
Tinjauan Pustaka
Keberhasilan
seorang
anak
dalam
pendidikannya tidak dapat dicapai begitu saja.
Anak yang dapat meraih keberhasilan dalam
pendidikannya tentunya melalui proses yang
cukup panjang dan ditentukan oleh berbagai
macam faktor. Lingkungan keluarga merupakan
lingkungan pertama di mana seorang anak mulai
belajar beradaptasi agar mereka dapat berhasil
saat masuk ke dalam lingkungan di luar
keluarga. Dengan perkataan lain bahwa
pendidikan untuk seorang anak bukanlah
dimulai di lingkungan sekolah, tapi keluarga
merupakan lingkungan pendidikan anak yang
pertama. Di dalam lingkungan keluarga anak
dapat memperoleh pendidikan salah satunya
adalah disiplin yang nantinya pada saat anak
terbiasa untuk menerapkan disiplin bagi dirinya,
maka akan turut mempengaruhi perkembangan
self regulation.
Pendidikan Anak di dalam
Lingkungan Keluarga
Menurut Gunarsa (1991), anak membutuhkan
rasa aman dan terlindungi yang tentunya
pertama kali didapatkan di dalam lingkungan
keluarga. Rasa aman yang diberikan oleh
keluarga merupakan salah satu syarat bagi
66
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
kelancaran proses perkembangan anak. Sebagai
langkah awal, orang tua perlu sampai pada
kesepakatan mengenai pendidikan anak.
Keluarga merupakan tempat bagi anak
untuk memperoleh dasar dalam membentuk
kemampuannya agar kelak menjadi orang yang
berhasil di masyarakat. Di dalam lingkungan
keluarga yang menerapkan disiplin, anak akan
memperoleh
dasar
untuk
mulai
mengembangkan sikap sosial dan kebiasaan
berperilaku. Kebiasaan disiplin diri dan disiplin
waktu akan mendukung kelancaran
perkembangan kognitif sehingga anak mampu
mencapai keberhasilan prestasi yang optimal.
Selama masa pertengahan dan akhir anakanak, beberapa kendali dialihkan dari orang tua
kepada anak itu sendiri, walaupun prosesnya
terjadi secara bertahap (Maccoby, 1994 dalam
Santrock, 2002). Masa ini dikenal dengan masa
koregulasi. Proses koregulasi adalah suatu
periode transisi antara kuatnya kendali orang
tua pada masa awal anak-anak dengan
meningkatnya pengurangan pengawasan pada
masa remaja.
Selama masa koregulasi ini, orang tua harus:
1. Memonitor, menuntun, dan mendukung
anak dari jauh.
2. Menggunakan waktu secara efektif ketika
mengadakan kontak langsung dengan anak
dalam arti bahwa setiap orang tua harus
membangun suatu hubungan yang
berkualitas dengan anak.
3. Memperkuat kemampuan anak untuk
memantau
perilakunya
sendiri,
mengadopsi standar-standar perilaku yang
sesuai, menghindari resiko yang
membahayakan, dan merelakan kapan
dukungan dan kontak orang tua yang
dengan tepat.
Self Regulation
Self-regulation dapat dipahami sebagai
penggunaan suatu proses yang mengaktivasi
pemikiran, perilaku, dan affects (perasaan) yang
terus menerus dalam upaya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
(Schunk & Zimmerman, 1997 dalam http: //
education.calumet.purdue.edu/indeks23,php).
Self regulation digambarkan sebagai sebuah
siklus karena feedback dari tingkah laku
sebelumnya digunakan untuk membuat
penyesuaian dalam usahanya saat ini.
Penyesuaian seperti itu diperlukan karena
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
faktor-faktor personal, tingkah laku, dan
lingkungan secara konstan berubah selama
proses belajar dan berperilaku. Faktor-faktor
tersebut juga harus diobservasi dengan feedback
yang mengarah pada dirinya.
Struktur Sistem Self Regulation
Setiap orang akan berusaha untuk meregulasi
fungsi dirinya dengan berbagai cara untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Winne,
1997 dalam Boekaerts, 2000). Oleh karena itu
yang membedakan hanyalah efektivitas dari self
regulation itu sendiri. Pada waktu seseorang
mampu mengembangkan kemampuan self
regulation secara optimal, maka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
secara optimal. Sebaliknya pada saat seseorang
kurang mampu mengembangkan kemampuan
menentukan tahap-tahap untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkannya. Fase performance or
volitional control meliputi proses-proses yang
terjadi selama seseorang bertindak dalam upaya
mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada fase
sebelumnya. Fase self reflection meliputi proses
yang terjadi setelah seseorang melakukan upaya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
dan pengaruh dari respon (feedback) terhadap
pengalamannya yang kemudian akan
memberikan pengaruh pada fase forethought
dalam menetapkan tujuan dan langkah-langkah
yang harus dilaksanakannya. Ketiga fase
tersebut terus menerus berulang dan membentuk
suatu siklus.
Secara ringkas proses yang terjadi dalam
ketiga fase tersebut dalam dilihat dari tabel di
bawah ini:
Tabel struktur fase dan sub proses pada self regulation (Boekaerts, 2000)
Forethought
Performanc e/ V olitional
Control
Self Reflec tion
Task A nalysis
- G oal setting
- Strategic planning
Self c ontrol
- Self intruc tion
- Imagery
- A ttention: foc using
- Task strategies
Self judgement
- Self evaluation
- Causal attribution
Self motivation
- Self efic ac y
- Outc omes expec tations
- Intrinsic interest/ value
- G oal orientation
Self observation
- Self rec ording
- Self experimentation
Self reac tion
- Self satisfac tion/ affec t
- A daptive
– Devensive
self regulation dalam dirinya, maka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkannya tidak dapat
dicapai secara optimal. Ketidakefektifan dalam
kemampuan self regulation ini bisa disebabkan
oleh kurang berkembangnya salah satu fase
dalam proses self regulation terutama pada fase
forethought dan performance control yang tidak
efektif (Bandura, 1991; Zimmerman, 1998 dalam
Boekaerts, 2000).
Berdasarkan perspektif social cognitive,
proses self regulation digambarkan dalam tiga
fase perputaran : Fase forethought (perencanaan),
performance or volitional control (pelaksanaan), self
reflection (proses evaluasi). Fase forethought
berkaitan dengan proses-proses yang
berpengaruh yang mendahului usaha untuk
bertindak dan juga meliputi proses dalam
1.
Fase Forethought
Terdapat dua kategori yang saling berkaitan
erat dalam fase Forethought:
a. Task Analysis
Yang menjadi inti task analysis meliputi
penentuan tujuan (goal setting) dan
strategic planning. Goal Setting dapat
diartikan sebagai penetapan /
penentuan hasil belajar yang ingin
dicapai oleh seorang siswa, misalnya
memecahkan persoalan matematika
selama proses belajar berlangsung
(Locke & Lathan, 1990 dalam Boekaerts,
2000). Goal system dari seseorang yang
mampu melakukan self regulation
tersusun secara bertahap. Proses
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
67
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
b.
2.
68
tersebut dilakukan sebagai regulator
untuk mencapai tujuan yang sama
dengan hasil yang pernah dicapai.
Bentuk kedua dari task analysis adalah
strategic planning. Strategi ini merupakan
suatu proses dan tindakan seseorang
yang bertujuan dan diarahkan untuk
memperoleh dan menunjukkan suatu
keterampilan yang dapat digunakannya
untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkannya. (Zimmerman, 1989
dalam Boekaerts, 2000). Strategi yang
dipilih secara tepat dapat meningkatkan
performance dengan mengembangkan
kognitif, mengontrol affect, dan
mengarahkan kegiatan motorik
(Pressley & Wolloshyn, 1995 dalam
Boekaerts, 2000). Perencanaan dan
pemilihan strategi membutuhkan
penyesuaian yang terus menerus karena
adanya perubahan-perubahan baik
dalam diri siswa itu sendiri ataupun
dari kondisi lingkungan.
Self Motivation Beliefs
Yang menjadi dasar task analysis dan
strategic planning adalah self motivation
beliefs yang meliputi self eficacy, outcome
expectation, intrinsic interest or valuing,
dan goal orientation. Self eficacy merujuk
pada keyakinan seseorang terhadap
kemampuannya untuk memiliki
performance yang optimal untuk
mencapai tujuannya, sementara
outcomes expectation merujuk pada
harapan seseorang tentang pencapaian
suatu hasil dari upaya yang telah
dilakukannya (Bandura, 1997 dalam
Boekaerts, 2000). Sebagai contoh, self
eficacy yang mempengaruhi goal setting
adalah sebagai berikut: semakin mampu
seseorang meyakini kemampuan
mereka sendiri, maka akan semakin
tinggi tujuan yang mereka tetapkan dan
semakin mantap ia akan bertahan untuk
mencapai tujuan yang telah
ditetapkannya (Bandura, 1991; Locke &
Latham, 1990 dalam Boekaerts, 2000).
Fase Performance / Volitional control
a. Self Control
Proses self control seperti self instruction,
imagery, attention focusing, dan task
strategies,
membantu
siswa
menfokuskan pada tugas yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
b.
3.
dihadapinya dan mengoptimalkan
usaha untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkannya. Salah satu perilaku
yang dapat diamati pada saat seseorang
sedang berada di fase ini adalah saat
anak mencoba untuk memecahkan
persoalan
matematika,
anak
memperlihatkan verbalisasi dalam
mengingat rumus-rumus matematika
(self instruction), mencoba untuk
membentuk suatu gambaran mental
secara utuh misalnya dengan cara
melakukan proses encoding (imagery)
ataupun mencoba berbagai teknik untuk
melatih konsentrasi agar dapat dengan
mudah menghapalkan rumus-rumus
matematika tersebut (attention focusing).
Self Observation
Proses Self observing, mengacu pada
penelusuran seseorang terhadap aspekaspek yang spesifik dari performance
yang mereka tampilkan, kondisi
sekelilingnya, dan akibat yang
dihasilkannya (Zimmerman & Paulsen,
1995 dalam Boekaerts, 2000). Penetapan
tujuan yang dilakukan pada fase
forethought mempermudah self
observation, karena tujuannya terfokus
pada proses yang spesifik dan terhadap
kejadian di sekelilingnya.
Fase Self Reflection
a. Self Judgement
Self judgement meliputi self evaluation
terhadap
performance
yang
ditampilkannya dalam upaya mencapai
tujuan dan menjelaskan penyebab yang
signifikan terhadap hasil yang
dicapainya. Self evaluation mengarah
pada upaya untuk membanding
informasi yang diperolehnya melalui
self monitoring dengan standar atau
tujuan yang telah ditetapkan pada fase
forethought.
b. Self Reaction
Proses yang kedua yang terjadi pada fase
ini adalah self reaction yang terus
menerus akan memperngaruhi fase
forethought dan seringkali berdampak
pada performance yang ditampilkannya
di masa mendatang terhadap tujuan
yang ditetapkannya.
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
Disfungsi Self Regulation
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
seseorang
kurang
mampu
untuk
mengembangkan self regulation.
1. Kurangnya pengalaman belajar dari
lingkungan sosial adalah faktor yang
pertama yang menyebabkan kegagalan
seseorang dalam mengembangkan self
regulation. Seringkali mereka mengalami
kesulitan untuk mengembangkan self
regulation disebabkan mereka tumbuh di
rumah atau lingkungan yang tidak
mengajarkan mereka untuk melakukan self
regulation, tidak diberikan contoh, atau pun
tidak diberikan reward (Brody, Stoneman,
Flor, 1996 dalam Boekaerts, 2000).
2. Batasan kedua yang menghambat seseorang
dalam mengembangkan kemampuan self
regulation bersumber dari dalam dirinya
yaitu adanya sikap apatis (disinterest). Hal
ini disebabkan dalam menggunakan teknikteknik self regulation yang efektif dibutuhkan
atisipasi, konsentrasi, usaha, self reflection
yang cermat. Sebagai contohnya,
kebanyakan guru akan melaporkan bahwa
murid-murid yang tidak aktif di kelas akan
menunjukkan prestasi yang kurang dan
jarang mengumpulkan tugas-tugas yang
diterimanya (Steinberg, Brown, Dornbusch,
1996 dalam Boekaerts, 2000).
3. Gangguan suasana hati, seperti mania atau
depresi adalah batasan ketiga yang dapat
menyebabkan disfungsi self regulation.
Sebagai contoh, seseorang yang mengalami
depresi cenderung menunjukkan perilaku
menyalahkan diri sendiri, salah dalam
mempersepsikan hasil perilaku mereka,
bersikap negatif (Bandura, 1991 dalam
Boekaerts, 2000).
4. Batasan yang keempat yang sering
dihubungkan dengan disfungsi self
regulation adalah adanya learning disabilities,
seperti masalah kurang mampu
konsentrasi, mengingat, membaca dan
menulis (Borkowski & Thorpe, 1994 dalam
Boekaerts, 2000). Sebagai contoh, seorang
anak dengan learning disabilities menetapkan
goal academic
yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak-anak normal,
memiliki masalah dalam mengontrol
dorongannya, dan kurang akurat dalam
menilai kemampuan yang mereka miliki.
Saran dan Aplikasi
Penulis
mengakui
bahwa
dalam
mengembangkan self regulation pada diri anakanak sangatlah sulit. Akan ada begitu banyak
tantangan yang kita hadapi saat mencoba untuk
mengembangkan kemampuan self regulation,
seperti pengaruh dari lingkungan pergaulan
anak, perkembangan teknologi yang cenderung
membawa anak-anak pada hal-hal yang negatif.
Namun, satu hal yang harus kita pahami juga
bahwa self regulation merupakan suatu
kemampuan. Pada prinsipnya jika kemampuan
tersebut dicoba untuk terus menerus digunakan
/ dilatih, maka pada suatu saat pasti
kemampuan tersebut akan melekat pada diri
anak-anak kita. Intinya pengulangan
merupakan suatu hal yang mutlak harus
dilakukan agar kemampuan tersebut dapat
melekat pada diri anak-anak kita.
Di dalam usaha untuk melatih kemampuan
ini pada anak-anak kita, peran orang tua (di
rumah) dan guru (di sekolah) sangatlah penting.
Orang tua dan guru (terutama yang mungkin
akan lebih berperan adalah Guru Bimbingan dan
Konseling) harus bersinergi untuk melatih
kemampuan self regulation agar melekat pada diri
anak-anaknya.
Terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh orang tua bersama dengan guru:
1. Langkah pertama yang dapat kita latih
adalah kita harus mencoba mengarahkan
anak-anak kita untuk mulai menetapkan
target pada saat mereka mengikuti proses
belajar. Cobalah untuk memahami dan
menghargai apapun target yang ditetapkan
oleh anak-anak kita. Tujuannya adalah agar
anak-anak kita mampu menetapkan goal
setting selama mereka mengikuti proses
belajar. Ajaklah anak-anak kita untuk
berdiskusi dan bersikaplah terbuka
terhadap anak kita. Dalam forum diskusi
ini pula kita dapat mengatakan apa yang
sebenarnya kita harapkan dalam diri anakanak kita.
2. Setelah mereka menetapkan target yang
akan mereka capai, maka kita perlu
mendiskusikan dengan anak kita, apa yang
akan mereka lakukan (strategi) untuk
mencapai target yang telah mereka
tetapkan. Diskusikan setiap langkahlangkah yang akan mereka lakukan dan
berikanlah pandangan kita terhadap
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
69
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
langkah-langkah yang akan mereka
laksanakan, tetapi bukan untuk mengkritik
langkah yang akan mereka tempuh.
3. Jika mereka telah menetapkan target yang
akan dicapai dan langkah-langkah yang
akan dijalani untuk mecapai target tersebut,
kita mulai membimbing mereka selama
proses pencapaian target tersebut. Selama
proses belajar
tersebut, pastilah
dibutuhkan kemampuan untuk konsentrasi
terhadap tugas yang dihadapinya. Kita
dapat menawarkan beberapa cara agar
mereka dapat memusatkan perhatiannya
selama mengikuti proses belajar, seperti
teknik yang digunakan dalam quantum
learning, misalnya dengan mengajarkan
kepada anak-anak bagaimana cara
meningkatkan gelombang alpha di dalam
otak kita sehingga kita mampu
memusatkan perhatian (konsentrasi).
Latihan ini terutama ditujukan untuk
melatih kemampuan attention focusing.
4. Pada saat anak-anak mendapatkan tugas
di sekolah yang harus mereka kerjakan,
mulailah dengan melatih mereka untuk
membagi tugas-tugas tersebut menjadi
bagian-bagian kecil dan memilah bagianbagian yang penting. Misalnya, jika mereka
menghadapi ulangan maka kita dapat
mengajarkan untuk membagi bahan
ulangan tersebut menjadi beberapa bagian
dengan menetapkan skala prioritas (derajat
kepentingannya),
dan
memulai
mempelajari bahan ulangan dari bagian
yang paling penting.
5. Langkah selanjutnya yang dapat kita latih
adalah mencoba untuk mengevaluasi
kembali target yang telah ditetapkan
dengan hasil yang telah diperoleh selama
ini. Ajaklah anak-anak kita untuk
berdiskusi mengenai hal tersebut. Buatlah
suasana diskusi yang terbuka agar anakanak kita pun mampu untuk terbuka
menyampaikan pendapatnya. Berikanlah
pandangan-pandangan kita mengenai
hasil yang telah didapatnya. Kemudian
ajaklah kembali anak-anak kita untuk
mulai menetapkan target yang baru, yang
mengacu pada hasil evaluasi.
Perlu usaha yang sangat besar dalam
menjalankan langkah-langkah tersebut dan
sungguh mustahil dapat dijalankan apabila
70
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
hubungan kita dengan anak cukup jauh. Oleh
karena itulah sangatlah penting bagi kita untuk
mulai membenahi kembali hubungan kita
dengan anak. Seperti yang diungkapkan pada
awal tulisan ini, bahwa untuk memulai
mengembangkan self regulation ini adalah
dorongan dari orang tua. Jadi tidak mungkin kita
dapat melatih kemampuan self regulation jika
hubungan kita dengan anak atau siswa kita
kurang baik. Untuk menjalankan beberapa saran
yang telah diuraikan di atas mensyaratkan satu
hal yaitu keterbukaan antara orang tua dan
anak, guru dan murid. Keterbukaan tersebut baru
dapat tercipta jika hubungan antara keduanya
pun baik. Namun, perlu disadari juga bahwa
perkembangan self regulation tidak bisa terjadi
secara instan. Semuanya mengalami suatu
proses, dan yang pasti akan membutuhkan
waktu yang cukup panjang agar self regulation
dapat berkembang seutuhnya. Di sini penulis
menekankan kepada setiap guru (terutama Guru
Bimbingan dan Konseling) dan orang tua
hendaklah tidak jemu-jemunya untuk
membimbing terus setiap anaknya dalam rangka
mengembangkan self regulation ini, karena ini
merupakan suatu bentuk keterampilan yang
harus terus menerus diulang.
Manfaatkanlah awal tahun pelajaran
ataupun awal semester untuk mulai membentuk
kemampuan ini, lalu dilakukan proses evaluasi
sepanjang semester atau sepanjang tahun
pelajaran tersebut dengan cara membagi menjadi
beberapa waktu evaluasi, misalnya melakukan
evaluasi 1 bulan atau 2 bulan sekali. Semakin
sering melakukan evaluasi akan semakin baik
karena hasil dari evaluasi tersebut dapat
digunakan sebagai patokan untuk menetapkan
atau merumuskan kembali tujuan yang
sebelumnya telah ditetapkan.
Kesimpulan
Keberhasilan seorang anak dalam menjalani
proses pendidikannya bukanlah ditentukan
oleh IQ (Intelligence Quotient) semata. Ada banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan
seseorang
dalam
menjalani
proses
pendidikannya, salah satunya adalah
kemampuan self regulation. Kemampuan self
regulation meliputi kemampuan siswa dalam
mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di
Mengembangkan Kemampuan Self Regulation
sekolah, membagi waktu antara belajar dan
bermain, kemampuan mempersiapkan diri
dalam menghadapi ulangan.
Kemampuan ini tidak dapat berkembang
dengan sendirinya. Dibutuhkan suatu
lingkungan yang kondusif agar anak dapat
mengembangkan kemampuan self regulation.
Lingkungan yang kondusif seperti hubungan
yang baik antara orang tua dan anak atau guru
dan anak akan mendukung perkembangan self
regulation karena dalam hubungan yang
kondusif, maka akan tercipta suatu keterbukaan
yang diperlukan untuk melaksanakan proses
diskusi dan evaluasi.
Daftar Pustaka
Boekaerts, Monique; Pintrich, Paul; Zeidner,
Mosche. (2000). Handbook of self regulation.
California, USA: Academic Press
Gunarsa, Singgih D. (1991). Psikologi
perkembangan anak dan remaja. Jakarta:
Gunung Mulia
Santrock, John W. (1983). Developmental psychology; A Life-span approach, 5th ed. New Delhi:
McGraw-Hill, Inc; Ltd Publishing Company
Santrock, John W. (2002). Life span developmental,
5th ed. Jakarta: Erlangga
http://www.kompas.com, 24 Juli 2001, Televisi
menyita perhatian anak
http://www.pikiran-rakyat.com, 22 April 2001.
http: //education.calumet.purdue.edu/
indeks23.php, 18
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
71
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Opini
Melatih Siswa Terampil
Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Keke T. Aritonang *)
Abstrak
Keterampilan menulis yang diperlukan dalam menuangkan dan mengkomunikasikan gagasan dan
perasaan dalam bentuk tulisan, perlu dikembangkan ketika siswa masih belajar di lembaga pendidikan.
Dalam hal ini, sekolah dapat melakukan berbagai kegiatan dalam mengembangkan kemampuan
siswa menulis sejak dini. Tulisan ini menawarkan cara guru melatih siswa mengembangkan kemampuan
menulis yang dapat diterapkan di berbagai tingkat pendidikan.
Kata kunci: Melatih siswa, keterampilan menulis, ragam tulisan, program kegiatan.
Writing skill, as one of the essential life skills one should have in his or her life, is needed in
communicating ideas and emotion in oral or written forms. This skill can be developed when a child
is learning at school. School can provide various kinds of activities to stimulate and develop writing
skill at early age. This article offers the teachers some techniques of developing writing skills at
different levels.
Pendahuluan
enulis ialah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik
yang menggambarkan suatu bahasa
yang dipahami oleh seseorang. Orang
lain dapat membaca lambang-lambang grafik
tersebut jika orang itu memahami bahasa dan
gambaran grafik tersebut. Gambaran grafik yang
dimaksud menulis bukan huruf-huruf dalam
poster atau membuat karya-karya kaligrafi yang
artistik sifatnya. Menulis di sini dimaksudkan
sebagai kemampuan seseorang untuk
mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan,
ilmu, dan pengalaman-pengalaman hidupnya
dalam bahasa tulis yang jelas, runtun, ekspresif,
enak dibaca dan dipahami orang lain (Marwoto,
dkk, 1987:12).
Menurut definisi Akademi Kepengarangan,
dalam Widyamartaya, 1990, menulis dapat
dipahami sebagai “Keseluruhan rangkaian
kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan
dan menyampaikannya melalui bahasa tulis
M
*) Guru SMPK 1 BPK PENABUR Jakarta
72
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti
yang dimaksudkan oleh penulis”.
Pada prinsipnya fungsi utama dari sebuah
tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang
tidak langsung. Menulis sangat penting bagi
pendidikan karena memudahkan para pelajar
berpikir. Juga dapat menolong kita berpikir
secara kritis (Tarigan, 1985 : 22).
Menurut Morsey, keterampilan menulis
sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern
saat ini. Keterampilan menulis merupakan suatu
ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang
terpelajar (Tarigan, 1985 : 4).
Sehubungan dengan hal itu, kegiatan
menulis dapat dilakukan dengan baik oleh orang
yang dapat menyusun pikirannya dan
mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan ini
tergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian
kata-kata, dan struktur kalimat serta menuntut
latihan yang cukup, teratur, dan pendidikan
yang terprogram. Menurut Peck dan Schulz,
program kegiatan menulis direncanakan untuk
mencapai tujuan berikut.
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
1.
Membantu para siswa
memahami
bagaimana caranya mengekspresikan ide
secara tertulis, dapat melayani mereka,
dengan jalan menciptakan situasi-situasi
di dalam kelas yang jelas memerlukan karya
tulis dan kegiatan menulis.
2. Mendorong para siswa mengekspresikan
diri mereka secara bebas dalam tulisan.
3. Mengajar para siswa menggunakan bentuk
yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis.
4. Mengembangkan pertumbuhan bertahap
dalam menulis dengan cara membantu para
siswa menulis sejumlah maksud dengan
sejumlah cara dengan penuh keyakinan pada
diri sendiri secara bebas (Tarigan, 1985 : 9).
Masalah yang sering terjadi dalam
pengajaran bahasa Indonesia, khususnya
keterampilan menulis, adalah:
1. Kurang mampunya siswa menggunakan
bahasa Indonesia.
Hal ini terlihat dari pilihan kata yang
kurang tepat, kalimat yang kurang efektif,
sukar mengungkapkan gagasan karena
kesulitan memilih kata atau membuat kalimat,
bahkan kurang mampu mengembangkan ide
secara teratur dan sistematis.
2. Kurangnya latihan dan praktek menulis
Hal ini disebabkan dalam pengajaran
bahasa Indonesia yang terdiri dari empat
aspek yaitu keterampilan mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis waktu
yang diberikan empat jam dalam satu
minggu. Waktu hanya satu jam untuk aspek
keterampilan menulis, dalam satu minggu
sangatlah kurang untuk latihan dan praktek
menulis.
3. Kurang terampilnya guru memberikan
berbagai macam tulisan kepada siswa.
Hal ini terlihat dari hasil tulisan siswa,
seperti karya tulis sederhana yang dibuat
sebagai syarat kelulusan terkesan asal jadi,
tidak memenuhi syarat-syarat penulisan
karangan ilmiah.
4. Pada umumnya sekolah tidak memiliki atau
membuat program kegiatan menulis melalui
proses intra maupun ekstrakurikuler.
Berdasarkan hal di atas, agar siswa memiliki
keterampilan menulis dan tujuan program
kegiatan menulis tercapai, diperlukan
pembimbing atau guru yang juga memiliki
keterampilan dalam menulis. Disamping itu,
diperlukan program kegiatan menulis di setiap
sekolah, agar waktu untuk latihan dan praktek
menulis dapat tersusun sesuai dengan jadwal
dan proses bertahap dalam menulis dapat
berjalan teratur dan terprogram.
Kualifikasi Guru/Pelatih dalam
Bidang Menulis
Kualifikasi guru/pelatih yang dituntut dalam
bidang menulis menurut Lado, dalam, Tarigan
1985 : 10, dibagi menjadi tiga kualifikasi yaitu
sebagai berikut.
Kualifikasi Minimal
Kualifikasi minimal yang harus dimiliki oleh
guru/pelatih dalam bidang menulis yaitu
mampu menulis dengan tepat kalimat-kalimat
atau paragraf-paragraf seperti yang akan
dikembangkan secara lisan, dan menulis surat
sederhana.
Untuk mencapai kualifikasi minimal
tersebut guru harus memiliki kemampuan dasar
menulis yang meliputi:
1. Menguasai bahasa yang digunakan untuk
menulis. Jika menulis bahasa Indonesia, ia
harus menguasai bahasa Indonesia dan
mampu menggunakannya dengan baik dan
benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti
mengetahui dan dapat menggunakan
kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia yang
meliputi tata bunyi, tata bentukan, tata
kalimat, dan tata wacana.
2. Mengetahui dan mampu menggunakan
ejaan bahasa Indonesia yang berlaku yaitu
Ejaan
Bahasa
Indonesia
Yang
Disempurnakan yang meliputi, penulisan
huruf, penulisan kata, dan penggunaan
tanda baca.
3. Mengetahui dan dapat menggunakan kosa
kata bahasa Indonesia. Pengenalan kata
atau jumlah kata yang terbatas berarti
pembatasan sumber daya untuk
mengungkapkan diri di dalam kehidupan
tulis-menulis. Dengan kosa kata terbatas
tidak hanya menyulitkan dalam
berinspirasi, tetapi juga akan menyulitkan
menuangkan inspirasi tersebut. Semakin
banyak kata-kata yang dikuasai makin
mudah untuk menulis yang pada gilirannya
memudahkan kita dalam soal memilih kata.
Secara umum kosa kata berarti (1) semua
kata yang terdapat dalam suatu bahasa, (2)
kata-kata yang dipakai dalam satu bidang
ilmu pengetahuan, (3) kata-kata yang
dikuasai oleh segolongan orang dari
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
73
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
4.
5.
lingkungan yang sama, (4) daftar sejumlah
kata atau frase dari suatu bahasa yang
secara alfabetis, disertai batasan dan
penjelasannya, dan (5) seluruh morfem yang
terdapat dalam suatu bahasa.
Sedangkan menurut jenisnya kosa kata
terdiri dari bentuk dan makna. Dari segi
bentuk kata antara lain : homonym,
homofon, homograf, sinonim, hiponim, dan
polisemi. Dari segi makna antara lain: kata
yang bermakna leksikal, makna gramatikal,
makna konotasi, dan makna denotasi.
Semua aspek kosa kata ini harus dikuasai
sehingga guru/pembimbing mampu
menulis dengan tepat.
Mengetahui dan mampu mengefektifkan
kalimat. Kalimat efektif ialah kalimat jelas,
mengikuti tata bahasa, ringkas, luwes, dan
enak dibaca. Semua tulisan harus
menggunakan kalimat efektif. Jika tidak,
tulisan tersebut akan menjadi tulisan yang
tidak berhasil guna.
Mengetahui dan mampu mengembangkan
paragraf. Guru harus mampu menyusun
dan mengekspresikan gagasan-gagasan
penunjang. Gagasan pokok dari sebuah
paragraf hanya akan jelas jika diperinci
dengan gagasan-gagasan penunjang serta
memperhatikan unsur kesatuan dan
kepaduan (koheren) paragraf.
Kualifikasi Baik
Guru yang berkualifikasi baik memiliki disiplin
dan kreativitas dalam menulis “karangan
bebas” yang sederhana dengan kejelasan dan
ketepatan dalam kosa kata, idiom, dan sintaksis.
Disiplin yang harus dimiliki antara lain:
1. Disiplin dalam membaca.
Banyak membaca berbagai jenis buku baik
itu fiksi maupun nonfiksi akan menambah
kosa kata dan pengetahuan sehingga
menghasilkan tulisan bebas yang bermutu
bagi pembaca. Hal ini dikarenakan antara
menulis dan membaca terdapat hubungan
yang sangat erat. Bila kita menulis sesuatu,
maka pada prinsipnya kita ingin agar
tulisan itu dibaca oleh orang lain. (Tarigan,
1985 : 4)
2. Disiplin dalam menulis.
Dalam menulis jangan ditunda-tunda. Jika
ada niat menulis langsung menulis.
Landasan disiplin dalam menulis dengan
latihan-latihan yang terus menerus,
74
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
menangkap, dan berpikir sehingga
menghasilkan berbagai karangan bebas.
Sedangkan kreatifitas yang perlu dimiliki
oleh guru agar menghasilkan karangan bebas,
antara lain:
1. Membiasakan diri bebas dalam berpikir dan
bertindak.
Lakukan perkerjaan menulis sesuai dengan
tuntutan kreatif guru. Jika menulis itu
menuntut guru untuk bekerja keras dan
berpikir kritis, ikuti saja. Dengan mengikuti
tuntutan kreativitas jiwa akan merasa
leluasa dan dapat bekerja secara maksimal.
2. Menciptakan hal-hal yang baru.
Jangan puas dengan apa yang telah ada.
Pikirkan sesuatu yang mungkin terjadi atau
cara yang mungkin ditempuh dan
perbanyak kemungkinan-kemungkinan
untuk menempuh hal-hal yang baru. Dapat
juga dilaksanakan melalui percobaanpercobaan secara terus menerus. Dengan
cara ini guru dapat berimajinasi, berpikir
untuk menciptakan sesuatu yang baru.
3. Mengembangkan daya konsentrasi.
Berlatihlah memusatkan perhatian pada
apa yang sedang dilakukan. Salah satu
latihan konsentrasi yang dapat dilakukan
adalah duduk di tempat yang paling sunyi,
pejamkan mata dan buat titik konsentrasi
di dalam pikiran. Mungkin ada lagi cara
guru tersendiri untuk dapat berkonsentrasi.
4. Melakukan hal-hal yang menantang.
Tantangan dapat menyuburkan kreativitas,
karena melalui tantangan pikiran, emosi,
dan imajinasi dapat bekerja keras. Untuk itu
hindarkanlah hal-hal yang bersifat statis.
5. Membiasakan bekerja keras. Tentukanlah
waktu untuk berlatih menulis. Upayakan
jangan sampai ada waktu kosong latihan
yang lama. Jangan mudah jemu dan putus
asa yang mengakibatkan jiwa tumpul dan
tidak ulet, sehingga sulit untuk dapat
bekerja keras.
6. Memupuk kepekaan terhadap gejala alam
dan kehidupan.
Amati secara jeli segala aspek kehidupan
di sekitar kita, baik kehidupan manusia,
hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Amati dan
renungkan setiap yang kita amati,
kemudian olah dan organisir dan tulislah
apa yang telah diamati itu sampai menjadi
sebuah tulisan bebas yang baik.
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
7.
Melatih berpikir assosiasi.
Biasakan mengassosiasikan suatu gejala
yang Anda tangkap dengan sesuatu yang
lain. Berpikir assosiatif akan mempertajam
imajinasi. Untuk itu berlatihlah terus
sehingga imajinasi berkembang dengan
optimal.
Kualifikasi Unggul
Guru yang memiliki kualifikasi unggul mampu
menulis beraneka ragam tulisan baik itu fiksi
maupun nonfiksi yang mudah dipahami. Ia juga
mempunyai perasaan yang tajam terhadap gaya
bahasa yang beraneka ragam dalam bahasa
tulisan tersebut.
Dengan kemampuan yang demikian guru/
pelatih menulis dapat menghasilkan beraneka
ragam tulisan sehingga hasil tulisan itu dapat
dijadikan bahan ajar kepada anak didik.
Tingkat kemajuan suatu bangsa dapat
diukur dari kuantitas dan kualitas bahan bacaan
yang dihasilkan oleh para penulis/
pengarangnya. Juga dapat diukur dari tinggirendahnya minat baca warga negara bangsa
tersebut. Terlebih-lebih minat baca para siswa dan
kita sebagai guru yang akan membimbing siswa
dalam menulis.
Menurut Breasted, hubungan antara tulisan dan
peradaban sangat erat. Seorang sejarawan
Amerika asal Chicago pernah mengatakan
bahwa “Penemuan tulisan dan sistim
perekaman yang tepat dan sesuai pada kertas
benar-benar telah mempunyai pengaruh yang
lebih besar dalam menaikkan martabat ras
manusia daripada setiap prestasi intelektual
lainnya dalam karier manusia. (Tarigan, 1985 : 11)
Program Kegiatan Menulis
Seperti yang telah diuraikan dalam
pendahuluan keterampilan menulis itu tidak
datang dengan sendirinya, tetapi menuntut
latihan yang cukup dan teratur serta pendidikan
yang terprogram. Program kegiatan menulis
dapat berjalan lancar apabila ada kerjasama
antara kepala sekolah, wali kelas, guru bidang
studi, guru/pelatih bidang menulis, serta siswa.
Kepala sekolah, guru, dan siswa dapat berperan
dalam melaksanakan program kegiatan menulis
di sekolah. Peranan Kepala Sekolah, guru dan
siswa dapat dalam bentuk kegiatan-kegiatan
berikut.
Tabel 1 : Program Kegiatan Menulis yang Berkaitan dengan Kepala Sekolah
Kegiatan
Keterangan (Prioritas,
Frekuensi, Intensitas)
1.
Menyusun program pengembangan minat dan
kegemaran menulis di sekolah.
1 x dalam setahun (awal tahun ajaran).
2.
Merencanakan dan melaksanakan wajib
kunjung perpustakaan di sekolah.
1 x dalam seminggu.
3.
Merencanakan dan melaksanakan berbagai
lomba yang berkaitan dengan peningkatan
minat dan kegemaran menulis.
Dalam program, tahunan atau semester.
4.
Menyediakan penghargaan untuk berbagai
kegiatan termasuk lomba berkaitan dengan
peningkatan minat dan kegemaran menulis.
Melalui program Prosata sekolah
masing-masing.
5.
Memantau pelaksanaan program pengembang- Secara periodik disesuaikan dengan
an minat dan kegemaran menulis di sekolah.
kegiatan.
6.
Memantau berbagai kegiatan termasuk kegiatan lomba.
7.
Memantau pelaksanaan wajib kunjung perpus- Secara periodik disesuaikan dengan
takaan.
kegiatan.
Secara periodik disesuaikan
kegiatan.
dengan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
75
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Tabel 2 . Program Kegiatan Menulis yang Berkaitan dengan Guru/Pelatih Bidang Menulis
Kegiatan
Keterangan (Prioritas,
Frekuensi, Intensitas)
1.
Melaksanakan program kegiatan menulis
berdasarkan program pengembangan minat
dan kegemaran menulis di sekolah yang telah
disusun oleh kepala sekolah.
1 x dalam setahun (awal tahun pelajaran).
2.
Melaksanakan kunjungan ke perpusatakaan
sekolah bersama siswa.
1 x dalam seminggu.
3.
Mengadakan kegiatan yang menarik minat
siswa untuk menulis. Misal: memajang hasil
tulisan siswa pada majalah dinding sekolah,
serta memberikan hadiah yang menarik bagi
tulisan yang terpajang atau memberikan nilai
tambah pelajaran bahasa Indonesia pada aspek
menulis.
1 x dalam seminggu.
4.
Mempublikasikan hasil-hasil tulisan siswa,
dapat melalui majalah dinding, majalah
sekolah atau buletin/majalah khusus menulis.
1 x dalam sebulan, 2 x dalam sebulan,
atau 3 x dalam sebulan tergantung
dana sekolah.
5.
Menugaskan siswa untuk menulis ringkasan
buku pelajaran.
Setiap awal semester bekerjasama
dengan guru bidang studi.
6.
Menugaskan siswa untuk membuat berita
berbagai kegiatan yang diadakan di sekolah,
misalnya perayaan 17 Agustus, aksi sosial,
pentas seni, dan lain-lain.
Setiap ada kegiatan di sekolah.
7.
Menugaskan siswa untuk membuat laporan
perjalanan yang dilakukan sekolah.
Laporan: karyawisata, retreat, perjalanan ke objek wisata 1 x dalam
setahun.Bekerja sama dengan guru
bidang studi dan wali kelas.
8.
Menugaskan siswa untuk membuat karya tulis
ilmiah sederhana.
Secara periodik setiap tahun. Bekerjasama dengan guru bidang studi.
9.
Mengadakan lomba menulis karya sastra
(cerpen, puisi) dan menulis karya ilmiah.
Secara periodik setiap tahun.
10.
Membentuk kelompok menulis siswa/klub
menulis.
Awal tahun ajaran baru, disesuaikan
dengan jenjang kelas.
76
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Tabel 3. Program Kegiatan Menulis yang Berkaitan dengan Siswa
Keterangan (Prioritas,
Frekuensi, Intensitas)
Kegiatan
1. Membentuk kelompok menulis siswa/klub menulis.
Masing-masing
kelompok beranggotakan
sepuluh siswa. Siswa dapat memilih Ketua,
Sekretaris dan Anggota Kelompok-kelompok
tersebut memiliki tugas sesuai dengan bidangnya
seperti:
a. kelompok pencari berita
b. kelompok pewawancara
c. kelompok mengumpulkan dan mengedit artikel
d. dan lain-lain
Sesuai jenjang kelas dapat diprakarsai siswa.
2. Menerbitkan majalah sekolah/buletin menulis untuk
memuat hasil-hasil tulisan seperti:
a. berita
b. hasil wawancara
c. artikel
d. cerpen
e. puisi
f. resensi
g. opini
h. dan lain-lain
1 x dalam sebulan, 2 x dalam
sebulan, atau 3 x dalam sebulan
tergantung dana masing-masing
sekolah.
3. Mengikuti berbagai lomba menulis baik yang diadakan di sekolah maupun di luar sekolah
Setiap ada kegiatan di sekolah atau
undangan dari luar sekolah.
4. Mengikuti seminar/workshop yang diadakan di
sekolah maupun di luar sekolah.
Setiap ada kegiatan di sekolah atau
undangan dari luar sekolah.
Program-program kegiatan menulis pada
tabel 1, 2, dan 3 di atas dapat mengatasi masalah
kurangnya latihan dan praktik menulis,
sehingga dengan waktu yang sudah terjadwal
dalam satu tahun ajaran, latihan menulis yang
cukup dan teratur dapat berjalan dengan baik
dan menghasilkan tulisan-tulisan yang baik
pula. Program-program kegiatan menulis
tersebut juga sebagai salah satu alternatif untuk
dilaksanakan di sekolah masing-masing melalui
proses intra maupun ekstrakurikuler.
Berbagai Ragam Tulisan
Banyak ahli yang membuat klasifikasi mengenai
berbagai ragam tulisan. Salisbury (dalam
Tarigan, 1985 : 26) membagi ragam tulisan
berdasarkan bentuknya sebagai berikut.
1. Bentuk-bentuk objektif yang mencakup: a.
penjelasan yang terperinci mengenai suatu
proses, b. batasan, c. laporan, dan d.
dokumen.
2. Bentuk-bentuk subyektif yang mencakup : a.
otobiografi, b. surat-surat, c. penilaian
pribadi, d. esai informal, e. potret/
gambaran, f. sastra.
Selain pembagian di atas, ada yang
mengklasifikasikan ragam tulisan ke dalam
bentuk, (1) eksposisi, (2) deskripsi, (3) narasi, dan
(4) argumentasi.Dalam tulisan ini, ragam
tulisan yang dapat diberikan bagi siswa sesuai
dengan program kegiatan menulis yang
dilaksanakan dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Karangan fiksi (cerpen, puisi)
2. Karangan nonfiksi (ringkasan, laporan,
berita, resensi, dan makalah ilmiah)
Adapun langkah-langkah mengajarkan
menulis karangan fiksi, seperti tertera pada tabel
berikut.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
77
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Tabel 4. Langkah-langkah Mengajarkan Menulis Karangan Fiksi
Ragam
Tulisan
Cerpen
Puisi
78
Bahan Pengajaran
1.
Cerpen yang
terdapat dalam
majalah atau
guntingan surat
kabar dengan
tema yang bersifat
umum.
3. Buku Anatomi
Sastra, M Atar
Semi.
1.
Contoh-contoh
puisi yang
terdapat dalam
koran atau
majalah.
2. Buku Anatomi
Sastra, M Atar
Semi
Langkah-Langlah Pengajaran
Langkah pertama.
1. Guru membagikan contoh cerpen dari
majalah atau koran.
2. Siswa membaca cerpen tersebut
dalam hati.
3. Guru menjelaskan dan
menunjukkan unsur-unsur intrinsik
yang terdapat dalam cerpen yang
telah dibaca siswa, terdiri dari :
penokohan dan perwatakan, alur,
latar atau seting cerita, gaya bahasa,
tema, dan amanat.
4. Siswa memperhatikan penjelasan
guru sambil menulis unsur-unsur
intrinsik cerpen tersebut.
Langkah kedua.
1. Guru memberikan penjelasan dalam
menulis cerpen dengan prinsip:
sekelumit kehidupan sehari-hari,
tokoh orang biasa, tanpa periode awal
atau akhir, tidak mempunya perubahan nasib, dan materi cerita pendek
dengan narasi utuh dan dalam isi;
2. Siswa memperhatikan penjelasan
guru sambil menulis hal-hal penting
yang disampaikan guru;
3. Guru menentukan isi cerpen yang
akan dibuat siswa. Siswa
diperbolehkan memilih isi cerpen
seperti kisah perjalanan, pengalaman
hidup, peristiwa atau kejadian seharihari dan siswa menentukan penokohan dan perwatakan, alur, latar atau
seting cerita, gaya bahasa, tema,
amanat, dan judul cerpen yang akan
ditulis;
4. Siswa menulis cerpen berdasarkan
penjelasan guru;
5. Guru memilih cerpen terbaik yang
dibuat siswa untuk dipublikasikan.
Puisi yang cocok sebagai model
untuk latihan menulis adalah: puisi
berbentuk bebas dan sederhana, berisi
hasil pengamatan yang berupa
himbauan atau pernyataan, dan puisi
yang mengandung bahasa kias
berbentuk metafor.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Waktu
Langkah pertama :
2x pertemuan.
Langkah kedua
:3x pertemuan
atau sesuai jadwal
program kegiatan
menulis yang
telah disusun.
2x pertemuan atau
sesuai jadwal
program kegiatan
menulis yang
telah disusun
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Langkah-Langkah Pengajaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Waktu
Langkah-langkah mengajarkannya adalah sebagai berikut.
Guru membagikan contoh
puisi yang cocok seperti yang telah
disebutkan di atas.
Siswa mendengarkan penjelasan
guru cara menulis puisi, yaitu
a. menentukan tema puisi yang
akan ditulis; dan
b. mengamati objek yang akan
dijadikan puisi apakah itu
lingkungan sekitar sekolah,
gambar-gambar pemandangan, dan
lain-lain.
Guru menyediakan rangkaian
gambar untuk dijadikan puisi.
Siswa mengamati gambar dan
mengurutkan gambar tersebut
sesuai dengan seleranya.
Siswa menulis puisi bebas dan
sederhana berdasarkan hasil
pengamatan.
Guru memeriksa hasil puisi yang
ditulis siswa dan puisi yang terbaik
dapat dipublikasikan di mading,
majalah sekolah, ataupun koran.
Langkah-langkah melatih menulis
karangan fiksi yakni cerpen dan puisi pada tabel
4 di atas adalah cara yang paling mudah
membimbing siswa sebagai awal untuk dapat
menulis. Karena tulisan tersebut berdasarkan
pengalaman serta pengamatan siswa sehari-hari
dan juga tidak memerlukan waktu yang cukup
lama untuk menyelesaikan tulisan tersebut.
Sedangkan langkah-langkah melatih
menulis karangan non fiksi dapat di lihat pada
tabel berikut.
Tabel 5. Langkah-langkah Mengajarkan Menulis Karangan Nonfiksi
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Ringkasan 1.
Langkah-Langlah Pengajaran
Buku-buku
1. Guru membagikan contoh ringpelajaran siswa
kasan yang dibuat oleh guru.
yang akan
2 Siswa memperhatikan penjelasan
dibuat ringkasan
guru bagaimana cara membuat
2. Buku-buku
ringkasan berdasarkan contoh
pelajaran siswa
ringkasan yang telah dibagikan.
yang akan
3. Guru menentukan buku-buku apa
dibuat ringkasan
saja yang akan dibuat ringkasan.
4. Siswa mulai menulis ringkasan
buku pelajaran sesuai penjelasan
guru, yaitu :
Waktu
Untuk membuat
ringkasan satu
buku pelajaran
waktu yang
digunakan :3x
pertemuan atau
sesuai jadwal
program kegiatan
menulis yang
telah disusun
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
79
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Langkah-Langkah Pengajaran
Waktu
a.
membaca buku yang akan
diringkas dengan seksama dua
tiga kali sehingga dapat
dipahami isinya dan menangkap
temanya;
b. membaca sekali lagi buku tersebut atau sebagian yang harus
diringkas dengan membuat
catatan-catatan;
c. dengan berpedoman catatancatatan itu, menyusun ringkasan
sementara dengan sedapat
mungkin menggunakan perkataan atau cara penuturan sendiri;
d. membaca kembali ringkasansementara dengan mengadakan
perbaikan kesalahan, kalau ada
kesalahan;
e. menghitung jumlah kata yang
dipakai dalam ringkasan sementara itu, jika jumlah katanya
ditentukan; dan
f. setelah mengadakan perbaikan
atau perubahan untuk memenuhi
ketentuan, menulis ringkasan
jadi dan mencantumkan jumlah
katanya pada akhir ringkasan.
5. Guru memeriksa setiap ringkasan
yang telah dibuat oleh siswa.
6. Siswa menyusun hasil ringkasanringkasan buku tersebut yang telah
diperiksa oleh guru ke dalam satu
buku atau dijilid rapi agar dapat
dibaca dan dipelajari oleh siswa.
Laporan
80
1.
Buku komposisi, Gorys
Keraf.
2. Buku Aneka
Surat, Statuta,
Laporan, dan
Notula, Lamuddin Finoza.
3. Contoh laporan
karyawisata,
retreat, dan
perjalanan ke
objek wisata.
Langkah-langkah membuat laporan
karyawisata:
1. Guru membagi kelompok masingmasing kelompok beranggotakan
lima orang, dan siswa memilih
sendiri ketua kelompoknya jika
laporan ini akan dibuat perkelompok.
2. Guru membagikan contoh cara
membuat laporan karyawisata.
3. Siswa mendengarkan penjelasan
guru cara membuat laporan
karyawisata berdasarkan contoh yang
telah dibagikan, yaitu sebagai
berikut.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
2x pertemuan
untuk penjelasan
dan membagi
kelompok atau
sesuai jadwal
program kegiatan
menulis yang
telah disusun.
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Langkah-Langkah Pembelajaran
Waktu
membuat judul laporan
karyawisata;
b. membuat pendahuluan yang
berisikan : tujuan diadakannya
karyawisata, jumlah peserta
karyawisata, lamanya
karyawisata, dan tempat-tempat
karyawisata;
c. membuat isi laporan yang
berisikan: rincian kunjungan
karyawisata, hari pertama, hari
kedua, dan seterusnya,
data/bahan laporan yang
didapatkan selama kunjungan;
dan
d. membuat penutup yang berisikan : kesimpulan dan saran.
a.
4. Setelah berakhirnya karyawisata
siswa menyusun laporan tersebut
sesuai penjelasan yang telah
diberikan guru. Diketik rapi dan
dijilid.
memeriksa hasil
5. Guru
laporan yang telah dibuat siswa,
laporan yang isinya lengkap dan
sesuai dengan langkah-langkah
membuat laporan disimpan di
perpustakaan sekolah untuk bahan
referensi.
Langkah-langkah membuat laporan
retreat sebagai berikut.
1. Guru membagi kelompok, masingmasing kelompok beranggotakan
lima orang, dan siswa memilih
sendiri ketua kelompoknya jika
laporan ini akan dibuat
perkelompok.
2. Guru membagikan contoh cara
membuat laporan retreat.
3. Siswa mendengarkan penjelasan
guru cara membuat laporan retreat
berdasarkan contoh yang telah
dibagikan, yaitu sebagai berikut.
a. membuat judul laporan retreat
b.membuat pendahuluan yang
berisikan :
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
81
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Langkah-Langkah Pembelajaran
c.
d.
e.
f.
.
82
(1) dasar pemikiran diadakannya retreat;
(2) tema retreat; dan
(3) tempat dan waktu pelaksanaan retreat.
membuat isi laporan yang
berisikan :
(1) rincian acara retreat hari
pertama, hari kedua, dan
seterusnya,
(2) data/bahan hasil retreat:
pembicara, tema, tema, tujuan,
ringkasan hasil ceramah.
membuat penutup yang
berisikan :
(1) saran, dan
(2) kesimpulan.
setelah berakhirnya retreat
siswa menyusun laporan
tersebut sesuai penjelasan yang
telah diberikan guru. Diketik
rapi dan dijilid;
guru memeriksa hasil laporan
yang telah dibuat siswa,
laporan yang isinya lengkap
dan sesuai dengan langkahlangkah membuat laporan
disimpan di perpustakaan
sekolah untuk bahan referensi.
Langkah-langkah membuat laporan
perjalanan ke objek wisata :
1. Guru membagi kelompok masingmasing kelompok beranggotakan
lima orang, dan siswa memilih sendiri ketua kelompoknya jika laporan
ini akan dibuat perkelompok.
2. Guru membagikan contoh cara
membuat laporan perjalanan ke
objek wisata
3. Siswa mendengarkan penjelasan
guru cara membuat laporan
perjalanan ke objek wisata
berdasarkan contoh yang telah
dibagikan, yaitu sebagai berikut.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Waktu
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Langkah-Langkah Pembelajaran
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Berita
1.
Buku Penulisan
Berita, Nadhya
Abrar
2. Contoh cara
penulisan berita
dari koran,
majalah.
Waktu
membuat judul laporan perjalanan ke objek wisata;
membuat pendahuluan yang
berisikan :
(1) tujuan diadakannya perjalanan, dan
(2) tempat, waktu perjalanan
membuat isi laporan yang berisikan :
(1) rincian perjalanan hari pertama, hari kedua, dan
seterusnya, dan
(2) data dan bahan yang didapatkan selama perjalanan ke
objek wisata
membuat penutup yang berisikan :
(1) saran, dan
(2) kesimpulan
setelah berakhirnya perjalanan
ke objek wisata siswa
menyusun laporan tersebut
sesuai penjelasan yang telah
diberikan guru, diketik rapi dan
dijilid;
guru memeriksa hasil laporan
yang telah dibuat siswa,
laporan yang isinya lengkap
dan sesuai dengan langkahlangkah membuat laporan
disimpan di perpustakaan
sekolah untuk bahan referensi.
Langkah-langkah membuat berita
kegiatan yang diadakan di sekolah
sebagai berikut.
a. Guru membagi kelompok, masingmasing kelompok beranggotakan
ketua kelompoknya jika laporan ini
akan dibuat perkelompok. Setiap
kelompok akan membuat berita
kegiatan sekolah yang sudah
disusun sesuai jadwal masingmasing sekolah.
b. Guru membagikan contoh membuat
berita salah satu kegiatan di sekolah
kepada masing-masing kelompok
c. Siswa memperhatikan penjelasan
guru cara membuat berita sebagai
berikut.
Sesuai jadwal
program kegiatan
menulis yang
telah disusun
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
83
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Langkah-Langkah Pembelajaran
(1)
(2)
(3)
d.
e.
a.
b.
c.
84
Berita yang dibuat adalah berita
langsung untuk itu dalam
penulisan berita tersebut unsur
nilai berita yang paling kuat
adalah dalam lead atau teras
berita.
Membuat teras berita /lead
dengan memperhatikan syaratsyarat, yaitu :1) panjang lead
sekitar 30-40 kata, 2) tidak
diawali dengan kata
penghubung, 3) tidak menggunakan kalimat pasif, 4) menjawab pertanyaan dua atau tiga
unsur dari Apa, Siapa,
Mengapa, Dimana, Kapan, dan
Bagaimana, 5) tidak lebih dari
satu alinea, 6) menjawab rasa
ingin tahu pembaca (siswa).
Setelah menjawab dan
mengumpulkan data dari 6
pertanyaan pokok berita
kegiatan tersebut dengan
penulisan gaya piramida
terbalik yang terdiri dari: 1)
judul berita, 2) baris tanggal, 3)
teras berita/lead, 4) tubuh
berita.
Siswa menulis berita tersebut
setiap ada kegiatan sekolah
sesuai dengan penjelasan guru.
Guru memeriksa hasil pekerjaan siswa. Berita yang penulisannya sesuai dengan langkahlangkah di atas dimuat di
mading atau majalah sekolah
Langkah-langkah membuat resensi
buku fiksi maupun buku nonfiksi
sebagai berikut.
Guru membagi dua kelompok.
Kelompok 1 membuat resensi buku
fiksi dan kelompok yang lain
membuat resensi buku nonfiksi.
Guru menentukan buku-buku apa
saja yang akan diresensi disusun
sesuai jadwal kapan waktu
dikumpulkan hasil resensi tersebut
Guru membagikan contoh membuat
resensi dari koran atau majalah
kepada siswa.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Waktu
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Langkah-Langkah Pembelajaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
e.
f.
Waktu
bacalah bahan resensi tersebut
lebih dari satu kali untuk
mengenal pokok masalah;
klasifikasikan pokok masalah
tersebut, jika sudah
terklasifikasi sesuaikan dengan
naskah asli;
komentari unsur struktural,
sesuaikan dengan naskah asli;
evaluasi secara objektif;
kemukakan bukti-bukti, sesuaikan dengan naskah asli, dan
kemukakan bukti-bukti, sesuaikan dengan naskah asli, dan
mulailah menulis resensi, tulis
judul, pengarang, penerbit,
tahun terbit, jumlah halaman,
dan publikasikan.
Siswa membuat resensi sesuai dengan penjelasan guru di atas.
Guru memeriksa hasil resensi
tersebut dan resensi yang terbaik
dapat dipublikasikan di Koran
maupun majalah.
M a k a l a h 1.
Ilmiah
Buku Dasara. Guru membagi kelompok untuk
Dasar Penulisan
menyusun makalah ilmiah,
Karangan
maksimal jumlah kelompok terdiri
Ilmiah, E.
dari empat orang.
Zaenal Arifin.
b. Guru menyusun jadwal kegiatan
2. Contoh kayang terdiri dari : 1) persiapan, 2)
rangan ilmah
pengumpulan data, 3)
sederhana
pengorganisasian, 4) pengonsepan, 5)
pemeriksaan/penyuntingan, dan 6)
pengetikan/penyajian.
c. Guru membagikan contoh karya
ilmiah kepada masing-masing.
d. Siswa mendengarkan penjelasan
guru cara menulis makalah ilmiah,
yaitu :
(1)
4x pertemuan
untuk penjelasan
dan membagi
kelompok atau
sesuai jadwal
program kegiatan
membuat tahap persiapan yang
terdiri dari : a) pemilihan
masalah/topik, b) penentuan
judul, c) pembuatan kerangka
karangan;
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
85
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Ragam
Tulisan
Bahan Pengajaran
Langkah-Langkah Pembelajaran
(3)
(4)
(5)
e.
f.
g
membuat tahap pengorganisasian dan pengonsepan yang
terdiri: a) pengelompokan
bahan, yaitu bagian-bagian
mana yang akan didahulukan
dan bagian mana yang
dikemudiankan, b) pengonsepan;
membuat tahap pemeriksaan
atau penyuntingan konsep,
yaitu pembacaan dan
pengecekan kembali naskah;
yang kurang lengkap
dilengkapi, yang kurang
relevan dibuang; dan membuat
tahap penyajian, yaitu pengetikan hasil penelitian.
Guru menentukan judul-judul
penelitian kepada kelompok dan
masing-masing kelompok boleh
memilih judul yang akan diteliti.
Siswa memulai penelitian dan
menulis karya ilmiah sederhana
sesuai dengan penjelasan guru.
Guru memeriksa hasil karya ilmiah
tersebut dan karya ilmiah yang
terbaik disimpan di perpustakaan
sekolah sebagai bahan referensi
untuk siswa berikutnya.
Langkah-langkah melatih menulis karangan
non fiksi yaitu ringkasan, laporan, berita, resensi
dan makalah ilmiah pada tabel 5 di atas adalah
cara yang paling mudah melatih siswa terampil
menulis. Jenis tulisan tersebut tidak sulit mencari
bahan dan buku- buku sumber untuk menulis,
karena digunakan dalam setiap mata pelajaran
serta berbagai kegiatan di sekolah
Untuk bahan pengajaran dalam menulis
karangan fiksi dan non fiksi pada tabel 4 dan 5,
guru dapat menambahkan buku-buku lainnya
sebagai bahan tambahan agar dalam
mengajarkan menulis siswa semakin lebih
terampil. Sedangkan untuk waktu yang
diberikan sesuai dengan program kegiatan
sekolah masing-masing yang sudah disusun.
86
Waktu
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Penutup
Menulis menuntut latihan yang cukup dan
teratur serta bimbingan yang terprogram. Agar
siswa memiliki keterampilan menulis dan tujuan
program kegiatan menulis tercapai maka
diperlukan pelatih atau guru yang juga memiliki
keterampilan dalam menulis serta adanya
program, kegiatan menulis di setiap sekolah.
Proses bertahap dalam menulis dapat berjalan
teratur dan berprogram jika guru/pembimbing
bidang menulis memiliki kualifikasi minimal,
baik, dan unggul. Diharapkan di setiap sekolah
memiliki dan melaksanakan program
pengembangan minat dan kegemaran menulis,
sehingga dapat mengatasi masalah kurang
mampunya siswa menggunakan bahasa
Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan
Indonesia, kurangnya latihan serta praktek
menulis, dan diharapkan juga guru/pelatih
bidang menulis terampil juga dalam
memberikan berbagai macam tulisan kepada
siswa. Karena tingkat kemajuan suatu bangsa
dapat diukur dari kuantitas dan kualitas bahan
bacaan yang dihasilkan oleh para penulis/
pengarangnya, dan juga dari tinggi-rendahnya
minat baca para siswa. Untuk itu melatih siswa
memiliki keterampilan menulis sangatlah
diperlukan bagi dunia pendidikan dan ikut serta
dalam memajukan bangsa.
Daftar Pustaka
Abrar, Nadhya. (2005). Penulisan berita.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma
Jaya Yogyakarta
Arifin, Zaenal. (2003). Dasar-dasar penulisan
karangan ilmiah. Jakarta: Penerbit PT
Grasindo
Elha, Karim. (1992). Kiat Menulis. Jambi: Penerbit
Masyarakat Pencinta Budaya Indonesia
Provinsi Jambi (MPBI)
Marwoto, Suyatmi dan Suyitno (1987) . Komposisi
praktis. Yogyakarta: Penerbit Handinita
Natawidjaja, Suparman. (1979). Bimbingan cakap
menulis. Jakarta: Penerbit BPK Gunung
Mulia
Purba, Andiopenta. (1993) . Materi kuliah menulis
bebas dan rangkuman bacaan. Jambi : Penerbit
FKIP Universitas Jambi
Rahmanto B. (1988). Metode pengajaran sastra.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Sabarti, dkk. (1988) . Pembinaan kemampuan
menulis bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Tarigan, H.G. (1985).. Menulis sebagai suatu
keterampilan berbahasa. Bandung: Penerbit
Angkasa
Vero dan Widyamartaya, (2005). Terampil
meringkas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Widyamartaya, A. (1990). Seni mengayakan kalimat.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
87
Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif
Opini
Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif
Suprayekti *)
Abstrak
Ada berbagai strategi penyampaian dan salah satu diantaranya melalui teknik pembelajaran kooperatif.
Tulisan ini membahas belajar kooperatif sebagai teknik pembelajaran. Dikatakan bahwa dalam
teknik pembelajaran kooperatif siswa dapat bekerja sama, tukar pikiran, pengalaman dan membangun
semangat bekerja dalam satu tim. Untuk keberhasilan teknik ini, guru disarankan mengikuti langkahlangkah yang benar mulai dari perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan belajar.
Kata kunci: Strategi penyampaian, sumber belajar, teknik pembelajaran koperatif
This article discusses cooperative learning as one of instructional delivery technique. In a cooperative
learning the students can worck together, share opinions and experiences, and build team work
spirit. The teacher is suggested to follow the steps property including in planning, organizing, and
evaluating the learning activities.
Pendahuluan
paya membantu siswa mencapai tujuan
pembelajaran / kompetensi telah
dilakukan guru secara terus menerus
dan tulus.
Guru berusaha
mengoptimalkan kinerjanya untuk hal itu
melalui strategi pembelajaran yang dipilihnya,
baik strategi pembelajaran ekspositori maupun
strategi pembelajaran discoveri.
Strategi pembelajaran ekspositori dan
diskoveri keduanya dapat digunakan secara
bersamaan dan saling melengkapi. Apabila
kedua strategi ini digunakan, tersirat sebagai
strategi penyampaian yaitu cara-cara yang dapat
digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran
dan menerima / menanggapi masukan dari
siswa.
Strategi ekspositori adalah strategi
pembelajaran dimulai dengan penyajian
informasi berupa prinsip-prinsip umum,
aksioma, dalil, dsb melalui penjelasan atau
U
demonstrasi. Kemudian disusul dengan
pengujian terhadap pemahaman atas informasi
yang sudah diberikan. Setelah itu diberikan
kesempatan untuk mempraktikkan atau
menerapkan prinsip-prinsip umum tersebut ke
dalam contoh-contoh dan kasus-kasus tertentu,
dan terakhir adalah pemberian kesempatan
untuk penerapan terhadap informasi yang baru
dipelajari itu ke dalam situasi atau masalah
nyata. Strategi ini menitikberatkan pada
pendekatan deduktif (dari umum ke khusus).
Berbeda dengan strategi ekspositori, strategi
diskoveri mulai dengan penyajian kasus,
contoh-contoh, atau fakta-fakta khusus.
Kemudian para siswa diberikan kesempatan
untuk meneliti hubungan sebab akibat atau
saling keterkaitan antara berbagai kasus, contoh,
atau fakta tersebut. Setelah menemukan saling
keterkaitan makna tersebut, para siswa sampai
kepada kesimpulan atau generalisasi yang
diperteguh oleh penjelasan atau paparan dari
guru. Tahap terakhir dari strategi ini adalah
pemberian kesempatan kepada para siswa
*) Dosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP- Universitas Negeri Jakarta
88
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif
untuk menerapkan informasi yang baru
diperoleh ini ke dalam situasi atau masalah
nyata. Strategi ini menitikberatkan pada
pendekatan induktif (dari khusus ke umum).
Kedua strategi ini dapat dilaksanakan guru
dengan teknik pembelajaran kooperatif. Teknik
ini memiliki kelebihan yaitu terbinanya
kerjasama siswa dan interaksi sesama siswa
sebagai makhluk sosial. Belakangan ini teknik
pembelajaran kooperatif banyak dibicarakan
dan diterapkan dalam berbagai situasi belajar
membelajarkan. Teknik ini dianggap dapat
membuat pelajaran kreatif, menyenangkan, dan
pemelajar jadi aktif berpartisipasi dalam
kegiatan belajar.
Masalah
Berdasarkan paparan tersebut, masalah yang
dapat dirumuskan adalah apakah yang
dimaksud dengan teknik pembelajaran
kooperatif dan bagaimana prosedur
pelaksanaannya? Hal-hal apa yang perlu
dipraktikkan oleh guru dalam menggunakan
teknik ini?
Pembahasan
Strategi penyampaian pembelajaran untuk
mengoptimalkan
tercapainya
tujuan
pembelajaran / kompetensi siswa meliputi
semua sumber belajar yang dapat digunakan
oleh siswa baik secara terpisah maupun
gabungan. Sumber belajar itu meliputi pesan,
orang, bahan, alat, teknik dan latar. Pesan adalah
informasi yang akan disampaikan kepada
siswa. Orang adalah nara sumber yang
bertindak sebagai penyampai atau penyalur
pesan. Bahan yaitu perangkat lunak berisi
pesan. Alat adalah perangkat keras untuk
menyampaikan pesan. Teknik yaitu prosedur
tertentu untuk menyampaikan pesan dengan
menggunakan orang, bahan alat, dan latar,
sedangkan latar adalah lingkungan di mana
pesan diterima siswa.
Sumber-sumber belajar tersebut dirancang
dan dimanfaatkan sebagai komponen sistem
pembelajaran, di antaranya teknik pembelajaran
kooperatif yaitu pembelajaran dalam bentuk
kerjasama kelompok/tim.
Konsep Teknik Pembelajaran
Kooperatif
Teknik pembelajaran kooperatif dalam budaya
Indonesia yaitu gotong-royong. Anggota
masyarakatnya mempunyai kesamaan tujuan
dan saling ketergantungan satu dengan lainnya.
Slavin mengemukakan bahwa teknik
pembelajaran kooperatif adalah berbagai metode
pembelajaran yang memungkinkan para siswa
bekerja di dalam kelompok kecil saling
membantu satu sama lain dalam mempelajari
materi tertentu. Dalam pembelajaran para siswa
diharapkan saling membantu, berdiskusi,
berdebat, atau saling menilai pengetahuan dan
pemahaman satu sama lain.
Berdasarkan definisi tersebut karakteristik
teknik pembelajaran kooperatif adalah :
a. Siswa belajar dalam kelompok.
b. Siswa memiliki rasa saling ketergantungan.
c. Siswa belajar berinteraksi secara kerjasama.
d. Siswa dilatih untuk bertanggung jawab
terhadap tugas.
e. Siswa memiliki keterampilan komunikasi
interpersonal.
Ciri-ciri tersebut dapat memberikan dampak
positif kepada siswa antara lain :
a.
Membangun sikap belajar kelompok /
bersosialisasi.
b. Membangun kemampuan bekerjasama.
c. Melatih kecakapan berkomunikasi.
d. Melatih keterlibatan emosi siswa.
e. Mengembangkan rasa percaya diri dalam
belajar.
f. Meningkatkan prestasi akademiknya secara
individu dan kelompok.
g. Meningkatkan motivasi belajar.
h. Memperoleh kepuasan belajar.
Tingkat keberhasilan teknik pembelajaran
kooperatif di atas, tergantung kepada tinggi
rendahnya aspek berikut :
a. Interdependensi ganjaran.
b. Interdependensi tugas.
c. Tanggung jawab atau akuntabilitas
individual.
d. Struktur yang dipaksakan oleh guru.
e. Ada atau tidak adanya kompetensi
kelompok.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
89
Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif
Interdependensi ganjaran merujuk kepada pembelajaran kooperatif seperti dikemukakan
suatu ganjaran kelompok secara eksplisit yang oleh Slavin tidak tersirat secara sistematis. Oleh
didasarkan pada kinerja kelompok. karena itu guru dapat mengoptimalkan kinerja
Interdependensi tugas dikatakan tinggi apabila yang telah dilaksanakannya dengan memilih
para anggota kelompok bahu membahu berjuang satu metode yang dikemukakan Slavin, antara
menyelesaikan tugasnya demi pencapaian lain Student Teams Achievement Divisions (STAD),
kinerja kelompok yang maksimal. Sementara itu Team Games Tournament (TGT), Team assisted
akuntabilitas individual merujuk kepada Individualization (TAI), Cooperative Integrated
sumbangan anggota tim terhadap kelompok atau Reading and Comprehension (CIRC) dan Jigsaw.
timnya dalam bentuk perolehan skor tertentu.
STAD yang dikemukakan oleh Slavin
Semakin tinggi akuntabilitas individual, maka adalah sebuah metode pembelajaran yang terdiri
ia akan memperlihatkan tingkat keterlibatan dari 4 atau 5 orang yang heterogen dari segi
dalam kelompok yang tinggi pula.
tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar
Struktur yang dipaksakan oleh guru belakang budaya. Tahap-tahap pembelajaran
berkaitan dengan pembentukan kelompok dan adalah sebagai berikut : 1) penyajian guru, 2)
pemberian ganjaran yang dilakukan di kelas, diskusi kelompok, 3) kuis individual dan kuis
apakah diprakarsai oleh siswa atau guru. silang dengan tim, dan 4) penguatan dari guru.
Semakin besar struktur yang dipaksakan oleh
TGT hampir mirip dengan STAD namun
guru
menginTGT tidak dipergudikasikan semakin
nakan kuis melainbesar
pula
kan melalui turnaInterdependensi tugas dikatakan
intervensi
dan
men prestasi hasil
tinggi apabila bahwa para anggota
keterlibatan guru
pembahasan. Ada 4
dalam
proses
tahap dalam TGT
kelompok bahu membahu berjuang
pembelajaran.
yakni : 1) identifikasi
menyelesaikan tugasnya demi
Tidak
semua
masalah,
2)
pencapaian kinerja kelompok yang
k e l o m p o k
pembahasan
maksimal.
kooperatif berjalan
masalah dalam tim,
dalam kondisi yang
3) prestasi hasil
sama. Ada yang
pembahasan tim
sangat membutuhkan banyak intervensi dari (tournament), dan 4) penguatan guru.
guru, di samping itu ada pula yang tidak terlalu
TAI juga mirip dengan STAD dalam hal
membutuhkan intervensi guru dalam komposisi tim, tetapi berbeda dalam cara
pembentukan kelompok dan penetapan strategi pembelajaran. STAD hanya menggunakan cara
pencapaian kelompok.
tunggal yakni team atau kelompok, sementara
Kompetensi kelompok merujuk kepada ada TAI menggabungkan cara kelompok dan
atau tidak adanya suasana persaingan yang individual. Sementara itu CIRC merupakan
ditetapkan sebagai suatu cara untuk mencapai suatu program pembelajaran kooperatif yang
tujuan. Ada kelompok kooperatif yang tidak komprehensif untuk pembelajaran membaca dan
didasarkan pada kompetisi. Para siswa berjuang menulis di tingkat-tingkat atas di sekolah dasar.
menurut kemampuan mereka dalam kelompok Komposisi kelompoknya pun hampir sama,
dengan harapan akan mendapatkan hasil yang
hanya bentuk penugasannya disesuaikan
maksimal tanpa harus merasa disaingi oleh
dengan tugas khas pelajaran bahasa.
kelompok lain. Sebaliknya ada kelompok yang
Dalam Jigsaw, siswa dibagi ke dalam
sengaja memasukkan unsur persaingan ini
kelompok yang terdiri dari 6 orang untuk
untuk mendorong kinerja kelompok.
menyelesaikan satu tugas akademis yang sudah
dibagi ke dalam bagian-bagian. Masing-masing
Prosedur Pelaksanaan
individu ditugaskan untuk menyelesaikan satu
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tidak bagian dan kemudian berperan sebagai peer tutor
identik dengan pembelajaran kelompok. Dalam bagi anggota tim yang lain. Kemudian diadakan
pembelajaran kelompok guru dapat pembahasan “ahli”. Masing-masing individu
mengoptimalkan siswa bekerja bersama dengan
dari kelompok yang berbeda-beda dengan topik
siswa lainnya. Pembelajaran kelompok berbeda
atau bagian yang sama bertemu dalam sebuah
dengan pembelajaran kooperatif, karena ciri-ciri
90
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif
kelompok “ahli” untuk mempresentasikan
hasilnya kepada tim dan kemudian semua
anggota “ahli”tersebut kembali kepada timnya
masing-masing untuk membahas bagiannya itu
kepada tim. Setelah itu dibuat kuis atau tes dan
penguatan oleh guru.
Sebagai contoh prosedur pelaksanaan dari
metode pembelajaran di atas, dapat dirancang
oleh guru dengan teknik bersifat umum dan
dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran.
Prosedur dibagi kedalam 3 tahapan yaitu
persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini guru merencanakan
keseluruhan kegiatan pembelajaran yang
dipersiapkan dalam bentuk rencana
pelaksanaan pembelajaran mencakup
komponen materi pelajaran, teknik dan
media pembelajaran yang akan digunakan,
latar pembelajaran, mekanisme kontrol
terhadap kegiatan pembelajaran, alat
evaluasi yang akan digunakan dan alokasi
waktu. Rencana pelaksanaan pembelajaran
disesuaikan dengan tingkat satuan
pendidikan.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan
pendahuluan, guru memberikan gambaran
ringkas tentang keseluruhan isi bahan
pelajaran yang akan dipelajari, tujuan
pembelajaran yang akan dicapai
(kompetensi dasar dan indikator) dan
mekanisme pelaksanaan pembelajaran.
Pada kegiatan inti guru mulai mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok kecil dan memberikan penugasan
yang harus dikerjakan, secara kelompok.
Kemudian guru menyajikan pokok-pokok
materi dan tugas-tugas yang harus
diselesaikan secara kelompok.
Setelah mendapatkan penugasan, para
siswa duduk berkelompok dan
mendengarkan penjelasan guru serta mulai
mengerjakan tugas yang diberikan. Masingmasing
siswa
dalam
kelompok
mendapatkan tugas khusus dari kelompok
untuk diselesaikan dan kemudian
disampaikan kepada kelompok. Kelompok
memberikan
penilaian
sebelum
disampaikan dalam forum yang lebih luas.
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung,
para siswa berkesempatan untuk
c.
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang
tersedia di sekolah (misalnya mencari
rujukan atau materi yang perlu di
perpustakaan, bertanya kepada guru,
berdiskusi dengan teman kelompok, dan
sebagainya). Guru selama proses ini
berlangsung bertindak sebagai fasilitator
dan memberikan bantuan dan kemudahan
kepada siswa untuk bekerja.
Setelah
semua
kelompok
menyelesaikan tugas yang diberikan,
kemudian diadakan panel hasil kelompok.
Wakil
dari
setiap
kelompok
mempresentasikan hasil kelompoknya
(turnament) kepada seluruh kelas dan
kelompok lain diberi kesempatan untuk
mengajukan koreksi, sanggahan, kritik atau
masukan-masukan yang perlu demi
perbaikan. Pemilihan wakil kelompok tidak
ditentukan oleh kelompok tetapi oleh guru
yang dilakukan secara acak atau melalui
undian. Ini dimaksudkan agar semua siswa
mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan
tidak mengantungkan harapannya pada
siswa tertentu.
Selama panel ini
berlangsung, guru membuat penilaian
terhadap kinerja kelompok berdasarkan
kinerja yang diperlihatkan anggota-anggota
kelompok selama panel.
Kegiatan penutup berisi rangkuman
dan tindak lanjut untuk kegiatan
berikutnya. Kuis dapat berbentuk
individual, silang atau kelompok.
Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berkala pada
setiap pergantian pokok bahasan. Pada
tahap ini dilakukan evaluasi secara
menyeluruh baik terhadap proses maupun
hasil yang dicapai. Bobot evaluasi
hendaknya diberikan lebih besar kepada
aktivitas kelompok. Dengan kata lain,
evaluasi dilakukan berdasarkan kinerja
kelompok secara keseluruhan, bukan
berdasarkan kinerja siswa secara
individual. Meskipun pada akhirnya tes
akan diberikan secara individual dalam
bentuk ujian akhir dan nilai siswa itu
bersifat individual, namun bobot tes untuk
kelompok. Ini dimaksudkan untuk
mendorong para siswa agar senantiasa
terlibat dalam proses kelompoknya dan
berkompetisi dengan kelompok lain.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
91
Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Teknik pembelajaran kooperatif memiliki ciri
tersendiri yang membedakannya dengan teknik
pembelajaran lainnya. Teknik pembelajaran
kooperatif adalah prosedur membelajarkan
siswa melalui kelompok kecil dengan melibatkan
interdependensi tugas, interdependensi
ganjaran, interaksi siswa dengan sumber belajar,
dan kompetisi. Teknik pembelajaran kooperatif
berbeda dengan teknik kerja kelompok atau
tekniki diskusi kelompok.
Pelaksanaan teknik pembelajaran
kooperatif dapat disesuaikan dengan mata
pelajaran yang diampu oleh guru. Dalam
melaksanakan teknik ini guru perlu
memperhatihkan prosedur dalam tahap
persiapan, pelaksanaan dan evaluasi dengan
mengacu pada tujuan pembelajaran yang
ditetapkan.
A.J. Romiszowski. (1981). Designing instructional
system. London: Kogan Page
Charles M. Reigeluth. (1983). Instructional design:
Theories and models. New Jersy: Lawrence
Erlbaum associaties Publiser
Robert E. Slavin. (1995). Cooperative learning :
Theory, research and practice. Boston:
Allyn and Bacon
Barbara B. Seels and Rita C. Richey. (1994).
Instructional technology : The definition and
domain of the field. Washington DC :
AECT
92
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
Opini
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
Menuju Anak yang Sehat dan Cerdas Melalui Permainan
Soegeng Santoso *)
Abstrak
Pendidikan anak pada usia dini menentukan perkembangan kepribadian dan fisiknya di kemudian
hari. Oleh karena itu untuk keseimbangan dan keutuhan perkembangan pribadi anak, perlu diperhatikan
dan diberdayakan semua kemampuan yang dimilikinya. Dengan menunjuk pada berbagai teori
psikologi, tulisan ini membahas bagaimana permainan dipergunakan secara optimal untuk membuat
anak menjadi sehat, cerdas dan berhasil.
Kata kunci: Anak usia dini, perkembangan kepribadian, permainan
Early childhood education plays an important role in a character and physical development in the
future. This article discusses how game can be utilized as an effective technique in developing all
potentials possessed by the child to be healthy, intelligent and successful in his/her life. Referring to
a number of psychological theories, the article emphasizes the urgent need to consider and develop
multiple intelligence every body has.
Pendahuluan
endidikan berlangsung sejak anak lahir
bahkan secara tidak langsung proses
pendidikan dimulai ketika anak masih
berada dalam kandungan ibu. Pendidik
yang pertama kali memberikan pengaruh
terhadap anak adalah ibu dan bapak di
lingkungan keluarga. Pendidik ini sangat
menentukan proses pembentukan pribadi anak.
Jadi pengaruh yang berasal dari orang tua itu
merupakan pengaruh atau bimbingan yang
utama. Oleh karena itu orang tua wajib
memberikan teladan yang baik, positif dan
bersifat mendidik.
Pendidikan yang tidak langsung terhadap
bayi dalam kandungan berwujud kedisiplinan,
ketenangan, kesehatan, ketentraman, dan
pemberian makanan yang bergizi bagi ibu yang
P
hamil. Setelah lahir, orang tua wajib
menyongsongnya dengan penuh kasih sayang
dan perhatian yang optimal. Terdapat tiga sifat
yang wajib dilakukan oleh pendidikan yaitu
pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran
(Fuad Hassan, 2004). Kalau ketiganya sudah
dilaksanakan mudah-mudahan anak mampu
tumbuh dan berkembang secara maksimal.
Anak mempunyai sifat suka bergerak kalau
tidak, berarti terdapat sesuatu yang tidak wajar,
misalnya kecewa, sakit, capek dan, kurang gizi,
tentu tidak kelihatan ceria. Anak yang tumbuh
selalu dikaitkan dengan fisik. Misalnya tubuh
kecil berubah menjadi besar, yang lemah menjadi
kuat. Anak yang berkembang dikaitkan dengan
psikis. Misalnya penakut menjadi pemberani,
diam lalu menjadi banyak bicara, bertanya
sesuatu atau periang. Anak mulai bertindak
dengan pikiran dan perasaan yang tadinya
secara spontanitas.
*) Guru Besar Universitas Negeri Jakarta
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
93
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
Optimalisasi Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978)
pertumbuhan (growth) dan perkembangan
(development) sebenarnya memiliki makna yang
berbeda, tetapi antara keduanya tidak dapat
dipisahkan. Pertumbuhan menunjukkan arti
perubahan kuantitatif, pertambahan dalam
ukuran dan struktur. Sejalan dengan
pertumbuhan otak anak, dia memiliki kapasitas
belajar lebih besar untuk belajar, mengingat, dan
bernalar. Perkembangan dapat didefinisikan
sebagai kemajuan terurut berkesinambungan,
perubahan-perubahan koheren (menyatu).
Kemajuan artinya perubahan itu berlanjut ke
arah depan. Terurut dan koheren, artinya
terdapat relasi tertentu antara perubahan yang
sedang terjadi dan apa yang dilalui atau
berikutnya. Berkembang, yaitu menunjukkan
perubahan kuantitatif dan kualitatif berikutnya
(Elisabeth B. Hurlock, 1978).
Pertumbuhan dan perkembangan anak
pada umumnya amat bergantung dari genetik
dan pengasuhan ibunya masing-masing.
Pengasuhan anak yang optimal akan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
berkembangannya. Contoh sebagai berikut :
Pada tahun pertama, anak-anak
kebanyakan telah mulai belajar berjalan. Jika
pada usia dini ini dilatih berbagai kecakapan
motorik secara terus menerus maka
perkembangan kemampuan anak akan
berlangsung cepat.
Pada tahun kedua perkembangannya, anakanak kebanyakan telah dapat atau setidaknya
telah belajar berjalan. Sebagian anak bahkan
telah mampu berlari-lari dari halamannya
sendiri menuju ke halaman tetangganya dan
menelusuri lorong-lorong di sekitarnya. Mereka
berlatih dengan berbagai kecakapan motorik,
dan secara terus menerus ingin menunjukkan
keterampilannya itu kepada orang tuanya dan
orang lain yang menyaksikannya.
Pada tahun ketiga, perilaku anak akan
tampak sedikit perubahan yang berbeda. Watak
tantrumnya (merengek) belum sepenuhnya
hilang, kemanjaan usia dua tahunan dapat
berakhir pada tahun keempat, tetapi perilaku
senang rewel kebanyakan telah ditinggalkan.
Setiap minggu menghasilkan ungkapan katakata baru dan cara baru dalam memanjat,
94
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
melonjak dan meloncat. Anak-anak mulai
mampu menguasai dan mengendalikan anggota
badannya guna melakukan sesuatu yang tidak
bisa dilakukan sebelumnya. Kita dapat melihat
perubahan tindakan anak pada saat usia
menginjak tahun prasekolah, dia belajar
bagaimana menulis, mengambar, dan
bagaimana memainkan permainan dengan
berbagai alat permainan seperti bola, kelereng,
dan sebagainya. Mereka juga membuat tentang
keterampilan baru yang dapat dilakukan dan
pertumbuhan diri. Misalkan ada seorang anak
berkata : “Saya sudah tidak lagi kecil, ya bukan?”
Anak-anak ini memang benar. Mereka bukan
lagi bayi kecil, masa bayi kecilnya sudah berlalu.
Pada usia empat tahun, mereka telah
menjadi lebih berpetualangan, mengeksplorasi
dunianya dengan senang, bangga, dan terus
menerus. Pada usia lima tahun, mereka adalah
anak yang mampu mencukupi kebutuhannya
sendiri, dalam arti telah mampu mengkoordinasi
motorik dengan baik. Anak-anak pada usia ini
bahkan senang bertindak yang dapat
mengejutkan orang tuanya atau pengasuhnya
dengan perilaku yang mengkhawatirkan,
misalnya sering menapaki anak tangga dan
bangunan-bangunan lain yang menanjak
bahkan sembarangan objek yang dapat dinaiki.
Piaget menegaskan bahwa bentuk tertinggi
kecerdasan logis dapat ditelusuri hingga ke
asalnya ke dalam tubuh. Sebab mulai dari
pertama kehidupan, tubuh bayi dengan aktif
meneliti dunia dan membangun kerangka dasar
yang berfungsi sebagai fondasi semua pikiran
berikutnya.
Kemampuan awal ini
mempersiapkan jalan untuk perkembangan
berikutnya di tengah-tengah masa kanak-kanak
ketika anak-anak bisa secara internal mewakili
berbagai benda dari sudut pandang yang
berbeda-beda.
Perawatan Kesehatan Anak
Usia Dini
Perawatan kesehatan pada anak usia dini dapat
diawali dari pemberian makanan yang sehat.
Dahulu Departemen Kesehatan membuat moto
yang berbunyi “empat sehat lima sempurna”,
karena waktu itu sebagian besar penduduk
Indonesia belum makan kenyang, penuh gizi
dan lengkap dengan buah-buahan. Setelah
Indonesia merdeka sebagian rakyat sudah
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
kecukupan bahkan ada yang kelebihan rejeki
bergerak, bermain, berwajah ceria, cakap dan
akibatnya makan tidak terkendali. Akhirnya
mereka sakit antara lain jantung, hati, stroke dan tersenyum, sehingga anak mampu tumbuh dan
kelebihan gizi, kegemukan, lalu mereka ikut berkembang secara optimal serta menjadi anak
senam untuk melangsingkan tubuh anjuran yang memiliki kepribadian utuh.
berolah raga (tiada hari tanpa olah raga,
mengolahragakan
masyarakat
dan
Mendidik Anak
memasyarakatkan olah raga). Kecuali itu
terdapat anjuran penganekaragaman makanan.
Sesuai Potensi yang Dimiliki
Lalu muncul moto kesehatan yang baru berbunyi
“gizi seimbang”, antara lain nasehatnya adalah Mendidik sesuai dengan potensi yang dimiliki
makan makanan yang bergizi dan bermacam- sangat penting, sebab kesesuaian dalam
macam supaya seimbang antara protein, lemak, mendidik anak akan mempengaruhi
nabati, zat besi, makanan berserat, banyak perkembangannya di masa yang akan datang.
Konsep kesesuaian itu memiliki dua dimensi
makan buah-buahan dan lain-lain.
Minum kopi, teh, cokelat ada yang yaitu kesesuaian dengan umur dan kesesuaian
mengkategorikan sebagai bahan kenikmatan. dengan individu masing-masing.
Dari diri anak
Lalu
timbul
terdapat
pola
anjuran minumumum
yang
lah air mineral
diprediksi
(air putih) antara
Mendidik sesuai dengan potensi
menyangkut
lain aqua yang
yang dimiliki sangat penting,
perkembangan
dinilai sebagai
sebab kesesuaian dalam mendidik
dan perubahan
minuman yang
yang terjadi pada
paling aman dan
anak akan mempengaruhi
anak
selama
menyehatkan
perkembangannya di masa yang
sembilan tahun
tubuh. Semula
akan datang.
permulaan
d i r a s a k a n
kehidupannya.
janggal mengapa
Perubahan ini
air putih saja
terjadi
pada
d i j u a l .
Kenyataannya di masyarakat sekarang baik di seluruh area perkembangan fisik, emosional,
kota besar maupun kota kecil air putih sudah sosial dan kognitif (Bredekamp, 1992). Atas dasar
merupakan kebutuhan orang. Bahkan di desa itulah dapat dikatakan bahwa anak akan
pun sudah dikonsumsi, biarpun di tumbuh dan berkembang secara optimal jika
lingkungannya terdapat sumur. Di kota air putih lingkungan memberikan suasana yang aman,
dijual literan atau kalengan, di pegunungan menyenangkan dan penuh kasih sayang
sehingga meningkatkan perkembangan fisik,
yang langka air dikirim dari kota.
Makanan yang diberikan kepada anak agar emosional, sosial dan kognitifnya.
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
haruslah makan bergizi meliputi : (a) bahan
makanan pokok, (b) bahan makanan lauk pauk,
(c) bahan makanan sayuran, (d) susu dan telur.
Makanan ini diperlukan untuk memperoleh
kebutuhan zat gizi yang cukup untuk
kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan
sesudah sakit, aktivitas, pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pada usia dini anak
sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat sehingga
memerlukan zat gizi dalam jumlah yang besar.
Jika anak diberikan makanan yang bergizi
mereka akan sehat dan selanjutnya akan
Kecerdasan
Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul
Multiple Intellegences (MI) menegaskan bahwa
kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur: (1)
kecerdasan logika matematika, (2) kecerdasan
bahasa, (3) kecerdasan musikal, (4) kecerdasan
visual spasial, (5) kecerdasan kinestetik, (6)
kecerdasan interpersonal, (7) kecerdasan
intrapersonal, dan (8) kecerdasan naturalis.
Melalui konsepnya mengenai multiple
intellegences atau kecerdasan jamak ini, Gardner
ingin mengoreksi keterbatasan cara berpikir
yang konvensional mengenai kecerdasan,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
95
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
perasaan atau emosi itu muncul. Ini sering
dimana seolah-olah kecerdasan hanya terbatas
dikatakan sebagai dasar dari kecerdasan
pada apa yang diukur oleh beberapa tes
emosional.
intelegensi yang sempit saja, atau sekedar
2.
Kemampuan
mengelola emosi, merupakan
melihat prestasi yang ditampilkan seorang anak
kemampuan
seseorang
untuk
melalui ulangan ataupun ujian di sekolah
mengendalikan perasaannya sendiri
belaka.
Teori Gardner ini kemudian
sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat
dikembangkan dan juga dilengkapi oleh para
mempengaruhi perilakunya secara salah.
ahli lain, di antaranya adalah Daniel Goleman 3. Kemampuan memotivasi diri, adalah
melalui bukunya yang terkenal, Emotional
kemampuan memberikan semangat kepada
Intellegence atau Kecerdasan Emosional. Thomas
diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang
Amstrong (Seven Kinds of Smart / 7 jenis
baik dan bermanfaat.
kecerdasan ) juga mengembangkan MI yang 4. Kemampuan mengenali emosi orang lain,
meliputi : (1) kecerdasan linguistic (mengolah
adalah kemampuan untuk mengerti
kata), (2) kecerdasan logis matematis ( mengolah
perasaan dan
angka dan logika),
kebutuhan orang
(3)
kecerdasan
lain sehingga
spatial ( berpikir
orang lain akan
Permainan hendaknya mempunyai
dalam gambar), (4)
merasa senang
kecerdasan musikal
nilai yang bermacam-macam
dan dimengerti
(menyerap,
perasaannya.
sehingga mengembangkan seluruh
menghargai dan
Kemampuan ini
aspek kepribadian atau potensi
menciptakan irama
sering
pula
anak.
dan melodi), (5)
disebut sebagai
kecerdasan
kemampuan
k i n e s t e t i k
berempati,
(kecerdasan dalam
m a m p u
diri sendiri), (6) kecerdasan antar pribadi
menangkap pesan nonverbal dari orang
(kecerdasan dalam diri sendiri), (7) kecerdasan
lain.
intra pribadi.
5. Kemampuan membina hubungan, adalah
Dari kedelapan kecerdasan yang
kemampuan untuk mengelola emosi orang
dikemukakan oleh Gardner di atas, Goleman
lain sehingga tercipta keterampilan sosial
mencoba memberi tekanan pada aspek
yang tinggi dan membuat pergaulan
kecerdasan interpersonal atau kecerdasan
seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak
antarpribadi. Inti sari kecerdasan ini mencakup
dengan kemampuan ini cenderung
kemampuan untuk membedakan dan
mempunyai banyak teman, pandai bergaul,
menanggapi dengan tepat suasana hati,
dan menjadi lebih populer.
temperamen, motivasi, dan hasrat keinginan
Hal yang hampir senada juga dikemukakan
orang lain. Namun, menurut Gardner,
oleh Robert Coles dalam bukunya yang
kecerdasan antarpribadi ini lebih menekankan
berjudul The Moral Intellegence of Children
pada aspek kognisi atau pemahaman, sementara
bahwa di samping IQ (Intellegence Quotient)
faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan.
ada suatu jenis kecerdasan yang disebut
Padahal, menurut Goleman, faktor emosi ini
sebagai kecerdasan moral yang juga
sangat penting dan memberikan suatu warna
memegang peranan amat penting bagi
yang kaya dalam kecerdasan antarpribadi ini.
kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal
Selanjutnya Sternberg dan Salovey,
ini ditandai dengan kemampuan seorang
sebagaimana diungkapkan oleh Goleman,
anak untuk dapat menghargai dirinya
disebutkan adanya lima wilayah kecerdasan
sendiri dan orang lain, memahami perasaan
pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional.
terdalam orang di sekelilingnya, dan
Lima wilayah tersebut adalah :
mengikuti aturan yang berlaku, yang
1. Kemampuan mengendalikan emosi,
semuanya ini merupakan kunci
merupakan kemampuan seseorang dalam
keberhasilan bagi seorang anak di masa
mengenali perasaannya sendiri sewaktu
depan.
96
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
Permainan
Salah satu sifat anak yang paling terlihat adalah
senang bermain, oleh karena itu jika anak tidak
mau bermain tentu ada sebabnya. Mungkin ia
kecewa, marah, lapar, kurang gizi, sakit atau
sebab lain yang tidak diketahui pendidik.
Berbagai permainan perlu disediakan baik untuk
perkembangan kemampuan motorik halus atau
perkembangan motorik kasar. Permainan dapat
disediakan di kelas atau di luar kelas. Permainan
hendaknya mempunyai nilai yang bermacammacam sehingga mengembangkan seluruh
aspek kepribadian atau potensi anak. Permainan
yang berhubungan dengan kemampuan motorik
halus dapat dilakukan dalam ruangan, sedang
perkembangan kemampuan motorik kasar
banyak dilakukan di luar ruangan. Hal ini
sesuai dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara
(Perguruan Taman Siswa) dan pandangan R.
Tagore (Shantiniketan, India). Tujuannya adalah
potensi tadi dapat berkembang secara optimal,
terampil mengenal cinta dan melestarikan
lingkungan yang berwujud flora, fauna dan alam
secara menyeluruh.
Mendidik Anak Usia Dini
Agar Cerdas
Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan tentang anak usia dini adalah anak
yang berusia 0 – 6 tahun, oleh karena itu pada
usia dini perlu diberi pendidikan, pembiasaan,
dan keteladanan yang baik. Pada usia ini anak
suka meniru, seluruh aspek kepribadiannya
akan tumbuh dan berkembang secara alamiah
oleh karena itu perlu rangsangan dari orang tua
dan pendidik pada umumnya. Apalagi kalau
anak itu kreatif, perlu mendapat dorongan.
Mendidik anak agar cerdas, kreatif dan
terampil harus dimulai sejak usia dini. Anak
yang cerdas menurut Ki Hadjar Dewantara
(1962) perlu diawali di Taman Anak (sekarang
Taman Kanak-Kanak/masa wiraga) dengan : (a)
permainan dan olah raga dengan nyanyian
anak-anak dan tari, (b) nyanyian rakyat,
menggambar corak dan warna, (c) cerita yang
berwujud dongeng, mitologis dan historis
dihubungkan dengan pelajaran bahasa dan
lagu, (d) pelajaran mengenal keadaan tempat
keliling (lingkungan) anak selaku persediaan
(persiapan) pelajaran ilmu alam, ilmu kodrat,
ilmu bumi dan ilmu negeri (kemasyarakatan dan
kenasionalan). Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) sebaiknya telah memperkenalkan
pendidikan pada abad ini yang berpandangan
pada multikulturisme (Tilaar, 2004). Menurut
penulis pendidikan multikulturisme melalui
permainan misalnya, bermacam-macam adat
daerah di seluruh Indonesia dapat diberikan
pada anak usia dini walaupun sifatnya sangat
sederhana, praktis dan dapat dilakukan oleh
anak. Contohnya anak-anak mengenakan
pakaian adat, mengenalkan berbagai nyanyian
daerah, menikmati macam-macam jenis
makanan, adanya berbagai permainan, adat
kebiasaan teman yang berasal dari daerah dan
perbedaan suku bangsa di Indonesia. Tentu saja
penyajiannya harus mudah, inovatif, menarik
dan sesuai dengan perkembangan anak. Kalau
hal ini ditanamkan pada anak secara terus
menerus anak akan melakukan sesuatu
berdasarkan pembiasaan, belum pengertian
sebab pendidikan itu akan berhasil melalui
pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran
(Fuad Hassan, 2004). Hal ini didukung oleh
pandangan M.J. Langeveld yang mengatakan
bahwa proses pendidikan melalui pembiasaan
dan dengan tatap muka. Keteladanan dari
pendidik penting sekali, baik orang tua, guru
dan pemimpin masyarakat (Trisentra System Ki
Hadjar Dewantara, 1962).
Pembelajaran meliputi mendidik dan
mengajar yang dilakukan oleh guru. Jadi selain
mencerdaskan manusia juga diimbangi dengan
pembentukan moral, sebab kemampuan
intelektual menghasilkan kemakmuran yang
modernisasi sedang gerakan moral bertujuan
membangun komunitas yang cerdas dan
beradab. Untuk gerakan moral ini diperlukan
agama dan kehidupan global (Tilaar, 2004).
Pada anak usia dini khususnya taman
kanak-kanak diberikan pendidikan yang
berkaitan dengan : (a) perkembangan daya cipta
dan daya pikir, (b) pengembangan bahasa, (c)
pengembangan perilaku dan keterampilan, (d)
pengembangan jasmani dan, (e) pengembangan
moral, emosional, sosial, dan disiplin. Berbagai
jenis pengembangan ini dibuat beberapa butir
tema kegiatan berdasarkan Garis-Garis Besar
Program Kegiatan Belajar (GBPKB). Para guru
dituntut kreatif dalam menyusun kegiatan
(Soegeng, 2000).
Kegiatan ini tidak berbeda jauh dengan
pandangan Ghulam Farid Malik yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
97
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
mengatakan kegiatan pada Taman Penitipan
Anak (TPA) :
1. Umur 1 sampai 2 tahun, antara lain :
memanjat, mengerti beberapa kata,
memberikan mainan, asyik bermain, minum,
belajar menggunakan sendok, melempar
bola, tahu nama keluarga, mencoba
meloncat dan bermain dengan air dan pasir.
2. Umur 3 sampai 4 tahun, antara lain: bermain
dengan anak lain, bermain dengan jarinya,
bermain bergiliran, menghitung benda
sampai tiga benda, bermain mencocok
gambar, menyebutkan umurnya dengan jari,
mampu menyelesaikan puzzel sederhana
dan memiliki humor.
3. Umur 5 sampai 6 tahun, antara lain :
mengadu, bermain dengan makanannya,
butuh pengakuan orang dewasa, senang
menolong, mengenal konsep waktu samarsamar, belajar menggunting, menempel dan
menggambar.
4. Umur 7 sampai 8 tahun, antara lain : mulai
mengeluh dan berdebat, kritis dengan
saudaranya, menentang orang tuanya,
mencari perhatian guru, mengulangi
bahasa kasar yang didengarnya dan
memiliki humor.
Dengan adanya jenis kegiatan yang
disenangi oleh anak tersebut maka permainan
yang disediakan oleh sekolah perlu disesuaikan.
Demikian pula pendidik yang yang memberikan
kegiatan wajib mengetahui dan mampu
melaksanakannya.
Sejak tahun 1946 ketika Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dijabat
oleh Menteri Soewandi, Indonesia telah memiliki
dasar pendidikan dan pengajaran yang
dijadikan pedoman bagi guru yang memuat sifatsifat kemanusiaan dan kewarganegaraan
sebagai dasar pengajaran dan pendidikan yang
berintikan Pancasila. Sifat yang diutamakan
sebagai dasar pendidikan adalah :
1. Perasaan bakti kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Perasaan cinta kepada alam.
3. Perasaan cinta kepada negara.
4. Perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan
bapak.
5. Perasaan cinta kepada bangsa.
98
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
6.
Perasaan berhak dan wajib ikut memajukan
negaranya menurut pembawaan dan
kekuatannya.
7. Keyakinan bahwa orang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari keluarga dan
masyarakat.
8. Keyakinan bahwa orang hidup dalam
masyarakat harus tunduk pada tata tertib.
9. Keyakinan bahwa manusia itu sama
karyanya, sebab itu berhubungan sesama
anggota masyarakat harus bersifat hormat
menghormati, berdasarkan rasa keadilan
dengan berpegang teguh atas karya diri
sendiri.
10. Keyakinan bahwa negara memerlukan
warga negara yang rajin bekerja, tahu pada
kewajibannya, jujur dalam pikiran dan
tindakannya (Soegarda Poerbakawatja,
1970).
Jika diterapkan dengan baik, ketentuan itu
akan menghasilkan manusia yang utuh dan
berkepribadian.
Penutup
Anak sejak lahir telah memiliki potensi yang
berbeda satu sama lain, oleh karena itu perlu
diberi dorongan, bimbingan dan pengaruh
positif agar dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal. Dalam pemberian pengaruh ini
pendidik perlu mengetahui masa perkembangan
anak. Pengaruh yang diberikan kepada anak
sebaiknya dihubungkan dengan berbagai
kecerdasan yang dimiliki anak, supaya nanti
dapat menghasilkan manusia yang
berkepribadian utuh. Anak adalah subyek yang
harus diperhatikan, diberi kebebasan untuk
tumbuh dan kembang sendiri berdasarkan apa
adanya, tugas pendidik adalah mempengaruhi
karena itu perlu pembiasaan, keteladanan, dan
pembelajaran.
Pemberian kegiatan pada anak perlu
disesuaikan dengan kematangan dan
perkembangan anak, sehingga nanti dapat
menjadi anak yang sehat, cerdas dan ceria.
Beberapa pandangan di atas dapat dijadikan
acuan untuk mendidik anak usia dini agar
menjadi anak yang sehat dan cerdas melalui
bermain.
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
Daftar Pustaka
Amstrong, Thomas. (2002). The seven kinds of
smart. Jakarta. Gramedia
Cooles, Robert. (1997). The moral intellegence of children. New York : Random House, Inc.
Dewantara, Ki Hadjar . 1962. Karya Ki Hadjar
Dewantara. Yogjakarta : Taman Siswa
Gardner, Howard. (1995). Multiple intellegences.
New York : Basic Book Harper Collins
Publ. Inc.
Ghulam Farid Malik. (2002). Peranan daycare/
tempat penitipan anak, sebagai penganti
orang tua disaat bekerja. Jakarta (Paper)
Goleman, Daniel. (1995). Emotional intellegence.
New York : Bantam Books
Poerbakawatja, Soegarda. (1970). Pendidikan
dalam alam Indonesia Merdeka. Jakarta:
Gunung Agung
Santoso, Soegeng . (2000). Problematika pendidikan
dan cara pemecahannya. Jakarta: Kteasi Pena
Gading
Tilaar, H.A. R. 2004. Multikulturalisme. Jakarta:
Lembaga Manajemen Universitas Negeri
Jakarta
______. (2002). Pendidikan anak usia dini. Jakarta :
Citra Pendidikan
______. (2002). Setiap anak cerdas (Panduan
membantu anak belajar dengan memanfaatkan
multiple Intellegence-nya diterjemahkan dari
discovering and encauraging your child’s
multiple Intellegences). Jakarta: PT.
Gramedia
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
99
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945
Opini
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat
dari Pancasila dan UUD 1945
S. Fudiman *)
Abstrak
Dalam negara yang menganut paham demokrasi, rakyat memiliki kedaulatan tertinggi. Tulisan ini
menganalisis makna dari kedaulatan rakyat itu berdasarkan nilai-nilai bangsa Indonesia serta
bagaimana kedaulatan rakyat itu diwadahi secara tersirat dan tersurat dalam Pancasila dan UUD Thn
1945 di Indonesia sehingga memiliki ciri khas.
Kata kunci: Kedaulatan, demokrasi, Pancasila, UUD 1945
In a democratic country, the people have the highest sovereignty in making decision. However the
value and practices of sovereignty could be different in each of democratic countries. This article
discusses the specific characteristics of sovereignty embodied in Pancasila and the 1945 Constitution.
Pendahuluan
edaulatan rakyat adalah salah satu
fokus perhatian penting yang muncul
pada saat BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) mengadakan sidang I ( 29 Mei sampai
dengan 1 Juni 1945) yang menampilkan 3 orang
pembicarayaitu: Prof. Soepomo, M. Jamin, dan
Ir. Soekarno. Mereka masing-masing mengemukakan Dasar negara Indonesia yang akhirnya
diberi nama Pancasila. PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) merumuskan UndangUndang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus
1945. Sebagai negara yang merdeka pada tanggal
17 Agustus 1945, Negara Indonesia tentu perlu
menengok ke belakang dan mempelajari konsepkonsep kedaulatan dari negara-negara lain yang
telah lebih dahulu berdiri. Hasil dari pengkajian
dan diskusi inilah yang kemudian menjadi
konsep Kedaulatan Rakyat Indonesia menurut
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tulisan ini membahas kedaulatan rakyat
K
*) Guru SMK BPK PENABUR Jakarta
100
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
menurut Pancasila dan UUD 1945 hanya akan
dibahas secara konsepsional, bukan
operasional.
Konsepsional yang dimaksud adalah
pembahasan didasarkan pada isi UUD 1945 dan
sila-sila Pancasila secara teori (konsep) bukan
pelaksanaan/penjabaran dalam kehidupan
bernegara dalam kelembagaan. Kedaulatan
rakyat yang kita kenal di Indonesia berbeda
dengan kedaulatan rakyat versi Barat (menurut
Montesquieu). Menurut versi Barat, kedaulatan
rakyat dibagi menjadi 3 bagian kekuasaan yang
terdiri dari kekuasaan :
1. Legislatif (Pembuat UU / UUD) : Parlemen
2. Eksekutif (Pelaksana UU) : Pemerintah
3. Yudikatif (Pengawas pelaksanaan UU):
Peradilan
Di Indonesia pemisahan kekuasaan ini
berlandaskan pada sila-sila Pancasila.
Kedaulatan rakyat juga akan diartikan berbeda
dengan demokrasi. Kedaulatan rakyat
dipandang sebagai bagian dari istilah
demokrasi.
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945
Pengertian Kedaulatan Rakyat
dan Demokrasi
Kedaulatan rakyat sesungguhnya merupakan
salah satu dari sekian banyak teori kedaulatan.
Di samping teori kedaulatan rakyat, dikenal juga
teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan raja,
Kedaulatan negara dan kedaulatan hukum. Jenis
teori kedaulatan yang dianut suatu negara
biasanya dapat diamati dari dasar negara,
bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem
hukumnya. Dapat juga terjadi, tidak hanya satu
teori kedaulatan yang dianut oleh suatu negara,
tetapi gabungan atau kombinasi dari beberapa
teori sekaligus.
Indonesia misalnya, termasuk negara yang
menganut lebih dari satu teori kedaulatan. Dalam
pembukaan UUD 1945 dinyatakan, bahwa
pernyataan kemerdekaannya didasarkan atas
berkat rahmat Allah yang Mahakuasa. Hal ini
mengandung pengakuan akan kekuasaan
Tuhan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
atas makhluk hidup dan segenap ciptaan-Nya.
Dengan demikian, Tuhan memiliki kedaulatan.
Selanjutnya disinggung pula tentang Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 ditegaskan
tentang kedaulatan ada di tangan rakyat. Pasal
3 UUD 1945 menyatakan : “Oleh karena Majelis
Pemusyawaratan Rakyat (MPR) memegang
kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak
terbatas,…”. Penjelasan tersebut menyinggung
tentang kedaulatan negara.
Kemudian Penjelasan UUD 1945 tentang
sistem pemerintahan negara, kunci pokok yang
pertama menegaskan bahwa Negara Indonesia
berdasar atas hukum (rechstaat), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat).
Ini berarti Negara Indonesia juga menganut teori
kedaulatan hukum, demikian juga dalam pasal
1 ayat 3 UUD 45 secara tegas dituliskan : “Negara
Indonesia adalah negara hukum”.
Dalam ilmu hukum dan filsafat hukum,
kasus mengenai istilah kedaulatan rakyat
dibicarakan dalam kaitannya dengan
permasalahan: mengapa orang menaati hukum.
Permasalahan tersebut dapat dirumuskan
dengan perkataan lain : “Siapa yang menjadi
sumber hukum utama dalam negara itu?”
Jawaban atas pertanyaan itu melahirkan banyak
teori kedaulatan, seperti kedaulatan Tuhan,
kedaulatan rakyat, kedaulatan negara, dan
kedaulatan hukum. Demikian pula dalam
hukum tata negara, masalah kedaulatan ini juga
muncul dalam konteks pembicaraan serupa
tentang siapa yang memegang kekuasaan
tertinggi dalam suatu negara.
Konsep kedaulatan rakyat ini sering kali
diidentikkan dengan konsep demokrasi. Secara
etimologis, demokrasi (demos = rakyat, kratos/
kratein = kekuasaan/berkuasa). Lengkapnya,
dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.
Pengertian kekuasaan sendiri menurut definisi
yang telah diterima secara umum adalah
kemampuan seseorang/sekelompok orang/
suatu badan untuk mempengaruhi orang lain
agar bersikap/bertindak sesuai dengan
keinginan yang memiliki kemampuan itu.
Kekuasaan harus pula dibedakan dengan
kewenangan. Kewenangan adalah kekuasaan
yang ada pada seseorang/sekelompok orang
yang mempunyai dukungan / mendapat
pengakuan dari masyarakat. Dengan demikian,
maka demokrasi sesungguhnya lebih luas
cakupannya daripada kedaulatan rakyat.
Demokrasi dalam arti material adalah segala
kewenangan yang dimiliki rakyat. Dalam arti
formal, demokrasi berkaitan dengan tata cara
rakyat dalam melaksanakan kewenangan itu.
Jelaslah, bahwa kedaulatan rakyat adalah
salah satu unsur penting dalam demokrasi.
Kedaulatan rakyat sendiri merupakan suatu
konsep ketatanegaraan yang dianut banyak
negara. Konsep kedaulatan dalam alam pikiran
modern pertama kali dikemukakan oleh Jean
Bodin, melanjutkan apa yang dikemukakan oleh
Machiavelli. Selanjutnya, konsep ini terus
berkembang dan tercatat beberapa nama penting
disinggung setiap kali berbicara tentang
Kedaulatan Rakyat, yaitu Thomas Hobbes, John
Locke dan Jean Jacques Rousseau. Konsep
tersebut dikembangkan sebagai reaksi atas
kekuasaan yang terlalu besar dari kaum
penguasa negara dan gereja, khusus pada abad
pertengahan di Eropa.
Paham perjanjian yang dikemukakan
Thomas Hobbes berangkat dari perjanjian antar
individu untuk melahirkan suatu negara. Dalam
perjanjian itu, para individu yang selalu bertikai
itu menyerahkan semua hak mereka kepada
negara. Ini berarti perjanjian yang dilakukan
bukan antara individu dengan negara, sebab
negara adalah buah dari perjanjian itu, dan
tidak mempunyai kewajiban apapun terhadap
para individu. Negara adalah “manusia
buatan”, atau Sang Leviatan sebagaimana judul
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
101
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945
yang diberikan Thomas Hobbes atas bukunya.
Negara mempunyai kehidupan dan kehendak
sendiri. Sang Leviatan ini dapat saja mati/bubar,
tetapi selama ia ada, selama itu pula ia berkuasa
dan berwenang mutlak menyerupai Tuhan.
Hobbes bahkan juga mengatakan, bahwa negara
itu ibarat “Tuhan yang dapat mati”.
Paham ini melahirkan absolutisme negara,
yang dalam prakteknya berarti bukan pula
absolutisme penguasa negara (raja). Hobbes
bukan tidak menyadari jika absolutisme ini dapat
saja disalahgunakan oleh penguasa. Untuk itu
ia menyatakan penguasa masih mempunyai
kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
Tuhan, karena kekuasaan yang diperolehnya
berasal dari Tuhan, bukan dari masyarakat.
Landasan moral inilah satu-satunya pembatas
yang dapat menghindarkan negara dari
kesewenang-wenangan.
John Locke secara tidak langsung memberi
reaksi atas pemikiran Hobbes tersebut. Jika
Hobbes berpendapat bahwa individu-individu
senantiasa bertikai, Locke sebaliknya
mengatakan bahwa manusia itu pada awalnya
hidup dalam kedamaian. Situasi ini baru
berubah setelah manusia mulai diperdayai oleh
materi, termasuk masalah tanah. Untuk
melindungi hak milik inilah yang membuat para
individu bersepakat mendirikan negara. Hak
milik ini meliputi pula hak-hak asasi manusia
yang paling utama, seperti hak untuk hidup dan
kebebasan. Para individu yang mengadakan
perjanjian tersebut kemudian menyerahkan 2
haknya kepada negara, yaitu :
1. Hak untuk menentukan sendiri bagaimana
mempertahankan diri dari dan orang-orang
lain.
2. Hak untuk menghukum seorang pelanggar
hukum menurut aturan hukum kodrat.
Kekuasaan negara dengan demikian,
terbatas pada tujuan penegakan 2 hak itu saja.
Urusan yang pribadi adalah hal individu yang
bersangkutan, yang tidak perlu dicampuri oleh
negara. Pemikiran ini lebih jauh melahirkan
paham negara sebagai ‘penjaga malam’
(nachtwakerstaat).
Kekuasaan negara tidaklah tak terbatas.
Kekuasaan yang dimiliki negara datang dari
para individu yang membuat perjanjian, bukan
dari Tuhan seperti teori Hobbes. Pembatasan
kekuasaan negara ini dimuat dalam konstitusi.
John Locke membagi kekuasaan ini menjadi 3
fungsi, yaitu legislatif, eksekutif, dan federatif
(hubungan luar negeri). Menurut Locke,
102
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
kekuasaan yang tertinggi ada di tangan legislatif,
yaitu parlemen. Sayangnya ia tidak
merekomendasikan parlemen yang benar-benar
dapat menggambarkan kedaulatan rakyat,
walaupun ia menyatakan konstitusi negara
harus menganut prinsip mayoritas, yang berarti
didukung oleh kesepakatan sebagian besar
masyarakat.
Kenyataannya, para parlemen di Inggris
tidak lebih daripada merepresentasikan
golongan pemilik modal dan kaum bangsawan,
bukan rakyat kebanyakan. Pembagian
kekuasaan ini (negara) dari Locke
dikembangkan oleh Montesquieu dengan
menyebut 3 fungsi yaitu legislative, eksekutif,
dan yudikatif. Fungsi federatif dimasukkannya
dalam eksekutif.
Tokoh terakhir yang akan disinggung
berikut adalah Jean Jacques Rousseau. Ia
menentang keras absolutisme negara.
Menurutnya, setiap individu memiliki
kehendaknya sendiri, tetapi di sisi lain juga ada
kepentingan para individu untuk menjaga
hubungan sosial. Hal terakhir ini disebut
kehendak umum (volonte generale), dan tugas
negara adalah menjalankan kehendak umum
dari rakyat itu. Ini berarti kehendak rakyat identik
dengan kehendak negara. Rakyat yang memiliki
negara, bukan penguasa. Rakyatlah pemilik
kedaulatan. Dalam hal ini tidak ada satupun
hak-hak rakyat yang diserahkan kepada negara.
Sampai di sini pemikiran Rosseau dapat kita
terima. Hanya kemudian, sebagai konsekuensi
pendapatnya tentang identifikasi negara dan
rakyat. Rosseau menolak keberadaan lembaga
perwakilan. Menurutnya, rakyat tidak dapat
diwakili. Bila diadakan pemilihan umum untuk
memilih wakil-wakil rakyat, itu artinya sama
dengan mengasingkan negara dari rakyat. Untuk
menjaga kemurnian kehendak rakyat itu, tidak
ada jalan lain kecuali mengajak rakyat
seluruhnya bersama masyarakat menyuarakan
kehendaknya dan mencantumkan dalam
undang-undang. Gagasan Rosseau ini tentu
suatu utopia untuk dapat dilaksanakan, bahkan
bagi negara Perancis ketika Rosseau hidup.
Paham negara persatuan yang dianut oleh
bangsa Indonesia sepintas agak menyerupai
pemikiran Rosseau ini. Hanya saja pemikiran
Rosseau tentang perlindungan hak-hak
individu tentu saja tidak sejalan dengan
pandangan Indonesia. Karena rakyat identik
dengan negara, berarti negara (rakyat) tidak
perlu membatasi kekuasaan yang dimilikinya
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945
sendiri. Konsekuensinya, wujud final pemikiran Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Rosseau untuk menolak lembaga perwakilan Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam
rakyat yang demikian besar jumlahnya, jelas suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
tidak mungkin kita terima. Kalaupun dikatakan berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
paham negara persatuan yang dianut Indonesia kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
mirip dengan pemikiran Rosseau, lebih kepada kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
pandangan, bahwa penguasa negara dan rakyat Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
sebagai suatu negara besar. Penguasa wajib hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/
memperhatikan kepentingan tiap-tiap individu perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
dan kelompok rakyat yang menjadi anggota keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
keluarganya, sebaliknya rakyat wajib mentaati Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 ini
penguasa yang telah dipercaya sebagai “bapak merupakan prinsip apa yang dinamakan
keluarga”. Rakyat dan penguasa dalam paham “Demokrasi Pancasila”
negara persatuan tidak ditempatkan dalam
Dinamakan Demokrasi Pancasila karena
posisi berhadap-hadapan.
berdasarkan pada lima sila Pancasila secara
Memang dalam konteks ketatanegaraan, bulat utuh (sebagai landasan idiil dan tentu saja
selalu saja muncul persepsi yang menghadap- dengan sendirinya berdasar kepada UUD 45
hadapkan (penguasa/pemerintah) negara sebagai landasan konstitusional). Demokrasi
dengan rakyat. Penguasa yang memegang Pancasila meliputi segala aspek kehidupan
kendali pemerintahan negara cenderung untuk berma-syarakat, berbang-sa dan bernegara.
bertahan dan jika
Artinya demokrasi
mungkin, memyang dimaksud
perbesar kekuasatidak saja meliputi
Karena penguasa cenderung
annya. Sementara
demokrasi politik,
mempertahankan dan memperluas
itu rakyat, sebagai
namun
juga
pihak yang diperindemokrasi
di
kekuasaannya, maka perlu ada
tah, dipandang
bidang
ekonomi
pembatasan-pembatasan atas
sebagai pihak yang
dan sosial, sekekuasaan yang diserahkan
lemah karena hakbagaimana dapat
kepada penguasa.
hak (sebagian/
diperhatikan
seluruhnya) telah
dalam pasal 27-32
diserahkan kepada
dan pasal 34 UUD
penguasa.
1945.
Teori kedaulatan rakyat bertolak dari
Reaksi yang sama dengan alinea ke-4
persepsi bahwa sesungguhnya rakyatlah yang Pembukaan UUD 1945 juga ditemukan pada
memegang kekuasaan tertinggi dalam negara Pokok Pikiran ke-3 Pembukaan UUD 1945 yang
bukan penguasa. Karena penguasa cenderung menyatakan tentang negara yang berkedaulatan
mempertahankan
dan
memperluas rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
kekuasaannya, maka perlu ada pembatasan- permusyawaratan/perwakilan. Kata “berkepembatasan atas kekuasaan yang diserahkan daulatan rakyat” di atas menunjukkan
kepada penguasa itu.
demokrasi dalam arti materialnya, sedangkan
“kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/
perwakilan”
atau
“kerakyatan
dan
Kedaulatan Rakyat Menurut
pemusyawaratan”
mengandung
pengertian
Pancasila dan UUD1945
demokrasi material itu dilaksanakan. Tata cara
Pengertian demokrasi meliputi cakupan yang yang dimaksud antara lain dinyatakan dalam
lebih luas daripada kedaulatan rakyat. Istilah Pasal 2 ayat 3 UUD 1945, yakni dengan suara
yang disebut terakhir ini adalah segi material terbanyak. Pengertian suara terbanyak di sini
demokrasi. Bagi Negara Indonesia, perbedaan identik dengan kewajiban melakukan voting.
Istilah “kerakyatan” di atas menunjukkan,
antara demokrasi dalam arti material dan formal
bahwa
segala sesuatu berasal dari rakyat,
tersebut dapat diamati dari kata-kata dalam
dilaksanakan
oleh rakyat, dan diperuntukkan
alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 :”… maka
bagi
rakyat.
Kata
“perwakilan” menunjukkan
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
103
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945
bahwa demokrasi yang dianut bangsa Indonesia
pada dasarnya dilaksanakan melalui wakilwakil rakyat. “Hikmat kebijaksanaan” berarti
kearifan dalam menganbil keputusan melalui
permusyawaratan. Kearifan inilah yang
memimpin seseorang dalam mengambil
keputusan bersama di atas kepentingan
perorangan/golongan. “permusyawarahan”
menunjukan adanya pembicaraan dari wakilwakil rakyat yang ingin memperoleh keputusan
atau kesepakatan bersama secara arif bijaksana
mengenai suatu masalah. Istilah yang lazim
dipakai untuk itu ialah “bermusyawarah untuk
mencapai mufakat”.
Juga telah disinggung sebelumnya bahwa
sistem pemerintahan negara dapat menjadi
indikator teori kedaulatan apa yang dianut
negara tersebut. Demikian pula apabila kita
menyatakan, bahwa Negara Republik Indonesia
adalah negara yang berkedaulatan rakyat, dapat
diketahui dari salah satu indikator itu.
Dalam UUD 1945 dinyatakan, bahwa sistem
pemerintahan negara berpegang kepada tujuh
prinsip, yaitu :
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan
atas hukum (rechstaat).
2. Sistem konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan
MPR.
4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan
negara tertinggi di bawah Majelis.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR.
6. Menteri negara ialah pembantu Presiden,
Menteri negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak
terbatas.
Dalam uraian selanjutnya tidak akan
disinggung tujuh prinsip itu satu demi satu.
Berikut ini diberikan gambaran secara umum dan
singkat atas tujuh prinsip tersebut, yang dapat
menunjukkan keterkaitannya dengan konsep
kedaulatan rakyat bagi negara Republik
Indonesia.
Jika mengacu pada teori-teori perjanjian
seperti yang telah diuraikan di muka, negara
Indonesia ini sebenarnya juga didirikan oleh
rakyat dengan suatu “perjanjian”. Perjanjian
yang dimaksudkan melalui suatu proses
perjuangan yang panjang, yang kemudian
mencapai puncaknya dengan Proklamasi
Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Dengan
perantaraan pejuang-pejuang bangsa itu pula,
104
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
satu hari kemudian, tanggal 18 Agustus 1945
disahkan UUD 1945. Undang-Undang Dasar ini
memuat hukum dasar yang tertulis.
Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan
kemerdekaan yang terperinci, yang
mengandung cita-cita luhur Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dari uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber dari
segala sumber hukum yang meliputi pandangan
hidup, kesadaran dan cita hukum, cita-cita
moral yang mengenai kemerdekaan individu,
kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan,
keadilan sosial, perdamaian nasional dan
mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk
dan tujuan negara, kehidupan kemasyarakatan,
keagamaan sebagai pengejawantahan budi
nurani manusia telah dimurnikan dan
dipadatkan menjadi dasar negara Pancasila.
Pancasila yang menjiwai Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, diuraikan terinci
dalam Pembukaan UUD 1945 yang
mengandung pokok-pokok pikiran dan
selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal dari
Batang Tubuh UUD 1945. Apa yang
dicantumkan dalam UUD 1945 inipun hanya
berupa aturan-aturan pokok, yang mempunyai
garis-garis besar sebagai instruksi kepada
pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara
negara untuk menyelenggarakan kehidupan
negara dan kesejahteraan sosial. Dalam hal ini,
ketentuan dalam UUD 1945 perlu dikonkretkan
lagi dalam produk hukum yang lebih rendah
tingkatannya. Tata urutan peraturan
perundang-undangan ini dimuat dalam UU No.
10 tahun 2004. Dalam tata urutan peraturan
perundang-undangan itu berlaku asas hukum
lex superior derogat legi inferiori, yang berarti
peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak
boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi. Karena UUD 1945 merupakan hukum
dasar yang tinggi, maka semua peraturan yang
lebih rendah itu harus tunduk kepadanya.
Telah disinggung sebelumnya, bahwa
berbeda dengan teori Jean Jacques Rosseau, bagi
bangsa Indonesia, kedaulatan rakyat ini
dipercayakan pelaksanaannya kepada suatu
badan perwakilan yang kita sebut Majelis
Pemusyawaratan Rakyat (MPR).
Pembukaan UUD 1945 menyatakan tentang
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat, yang kemudian dalam Pokok Pikiran ke3 dari Pembukaan yang tercantum dalam
Penjelasan UUD 1945 diulangi lagi dan
kemudian ditegaskan dengan kata-kata : “Oleh
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945
karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam rakyat itu dalam pemilihan umum yang akan
Undang-Undang Dasar harus berdasar atas datang.
kedaulatan rakyat dan berdasar atas
Kedaulatan itu harus diwujudkan sesuai
permusyawaratan/ perwakilan. Memang aliran dengan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.
ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.” Untuk itu perlu ada pihak yang diberi mandat
Kita mengetahui bahwa Pokok Pikiran ke-3 untuk menjalankan pemerintahan, sehingga
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia dapat
tersebut tidak lain adalah sila ke-4 dari tercapai. Dalam rangka, mewujudkan rakyat
Pancasila. Keberadaannya tidak dapat dalam pemerintahan negara sesuai dengan
dilepaskan dari keseluruhan sila-sila Pancasila. amanat UUD Negara RI tahun 1945, pemilihan
Artinya, apabila kita membicarakan konsep umum Presiden dan Wakil Presiden
kedaulatan rakyat menurut UUD 1945, maka dilaksanakan secara langsung oleh rakyat (pasal
dengan sendirinya kita berbicara tentang konsep 6A UUD 1945). Hal ini setelah dipelajari,
kedaulatan rakyat menurut Pancasila, demikian ditelaah, dan dipertimbangkan dengan seksama
pula sebaliknya.
dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat
Di atas telah dikemukakan, bahwa mendasar yang dihadapi rakyat, bangsa, dan
kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat negara, serta dengan menggunakan
Indonesia. Dengan demikian, rakyat memiliki kewenangannya berdasarkan pasal 37 UUD 45
sepenuhnya hak-haknya. Tentu saja mengingat MPR-RI mengubah dan / atau menambah ps 6,
jumlahnya yang demikian besar, rakyat tidak ps 6A, ps 7A – 7B – 7C dan ps 8 ayat 1, 2 tentang
mungkin dapat
Presiden
dan
melaksanakan
Wakil Presiden.
kekuasaannya itu.
Pemilihan
...apabila kita membicarakan
Untuk itulah kedaPresiden dan Wakonsep kedaulatan rakyat menurut
ulatan berada di
kil Presiden disetangan rakyat dan
lenggarakan
UUD 1945, maka dengan
dilaksanakan
secara demokratis
sendirinya kita berbicara tentang
menurut UUD
dan beradab dengkonsep kedaulatan rakyat menurut
1945 (Pasal 1 ayat
an
partisipasi
Pancasila, demikian pula
2 UUD 1945).
rakyat seluassebaliknya.
B e r b e d a
luasnya
yang
dengan teori kedadilaksanakan
ulatan John Locke
berdasarkan asas
seperti telah dilangsung, umum,
singgung sebelumnya, hak untuk berdaulat dari bebas, rahasia, jujur dan adil. Dalam kerangka
rakyat itu tidak dapat dikatakan hilang. Hak itu inilah MPR melantik Presiden dan Wakil
hanya didelegasikan pelaksanaannya kepada Presiden hasil pemilihan umum oleh rakyat.
MPR. Perlu diingat, bahwa anggota MPR berasal
Di atas telah disebutkan, bahwa agar
dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kekuasaan tidak cenderung disalahgunakan
dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum, perlu diadakan pembatasan-pembatasan.
dan perwakilan setiap daerah propinsi (DPD) Presiden sebagai pemegang mandat pun diberi
yang dipilih melalui pemilu yang sama dengan pembatasan-pembatasan kekuasaan. PembaDPR. Dengan demikian secara teoritis, cukup tasan yang paling utama tercantum dalam
logis dikatakan bahwa MPR merupakan Undang-Undang Dasar yang telah ditetapkan
penjelmaan seluruh bangsa Indonesia. Karena sendiri oleh MPR (pasal 4 ayat 1 UUD 45)
mereka yang duduk di MPR dan DPR (keduanya
Apabila Presiden dipandang tidak bekerja
merupakan lembaga perwakilan rakyat) sesuai dengan UUD (contoh: melakukan
merupakan wakil-wakil rakyat, sehingga korupsi), maka MPR dapat mengadakan sidang
mereka harus mengetahui dan kemudian istimewa meminta pertanggungjawabannya.
meyalurkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. Mekanisme untuk mengadakan sidang istimewa
Jika mereka gagal, rakyat dapat menggunakan ini memang diajukan terlebih dahulu oleh DPR
kedaulatannya untuk tidak lagi memilih kepada Mahkamah Konstitusi (pasal 7B UUD
organisasi sosial politik yang mewadahi wakil 45) karena lembaga yang disebut terakhir inilah
yang sesungguhnya menjalankan fungsi
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
105
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945
perwakilan rakyat itu terus-menerus sepanjang
tahun. Mengingat separuh anggota MPR adalah
anggota DPR, maka usul untuk mengadakan
sidang istimewa ini (secara teoritis) tentu sangat
besar kemungkinannya untuk dikabulkan oleh
MPR.
DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat,
walaupun secara hirarkis berada setingkat
dengan presiden, memiliki kedudukan dan
peranan yang amat strategis dalam rangka
perwujudan kedaulatan rakyat. Presiden
memerlukan kerja sama DPR dalam menetapkan
undang-undang. Salah satu materi yang teramat
penting yang ditetapkan dengan undangundang (berarti harus di setujui oleh DPR)
adalah berkenaan dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap
tahun. Memang pemeriksaan tanggung jawab
keuangan negara secara terinci dilakukan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tetapi hasil
pemeriksaan tersebut wajib diberitahukan
kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai dengan
kewenangannya (Pasal 23 E ayat 2 UUD 1945).
Bentuk perwujudan lainnya dari kedaulatan
rakyat tampak pada saat undang-undang dasar
akan diubah atau diganti. Akses ke arah
perubahan dan penggantian itu terdapat dalam
pasal 37 UUD 1945. MPR telah melakukan
Amandemen UUD 1945 itu terwujud secara
bertahap dari tahun 1999-2002 sebanyak empat
kali masing-masing: disahkan 19 Oktober 1999,
18 Agustus 2000, 10 Nopember 2001, dan 10
Agustus 2002.
Apa yang digambarkan di atas paling tidak
telah memenuhi ciri-ciri hirarki negara
berkedaulatan rakyat (demokrasi) dengan ciri:
1. negara hukum,
2. pemerintahan yang di bawah kontrol nyata
masyarakat,
3. pemilihan umum yang bebas,
4. prinsip mayoritas, dan
5. adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
Ciri yang kelima tidak lain berkenan dengan
hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk
mengeluarkan pendapat, hak untuk berserikat
dan berkumpul, dan seterusnya. Dalam UUD
1945 secara jelas hak-hak demikian dijamin
secara konstitusional (pasal 27 sampai dengan
pasal 34 UUD 45). Hak-hak asasi manusia ini
juga mempunyai landasan idilnya, yakni
Pancasila.
106
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Kesimpulan
Sebagai uraian akhir dapat ditegaskan di sini,
bahwa Pancasila dan UUD 1945 telah secara
jelas dan lengkap memuat prinsip-prinsip
kedaulatan rakyat atau lebih luas lagi prinsipprinsip demokrasi, termasuk di dalamnya
pengakuan kedaulatan rakyat sebagai bagian
dari hak-hak asasi manusia. Dalam hal ini rakyat
tidak menyerahkan hak-haknya kepada
(penguasa) negara. Hak-hak itu tetap utuh ada
pada rakyat. Dengan perkataan lain, hak asasi
manusia di Indonesia dipertahankan melalui
kedaulatan rakyat. Rakyat ikut serta dalam
sistem pemerintahan negara, yaitu melalui
wakil-wakilnya. Apa saja kekuasaan/
wewenang rakyat itu dan bagaimana tata
caranya, itulah yang disebut dengan demokrasi,
tepatnya demokrasi Pancasila.
Apabila dikaitkan dengan teori-teori
kedaulatan, jelas bahwa kedaulatan rakyat
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tidak
mengacu kepada salah satu teori yang ada, tetapi
merupakan gabungan dari teori kedaulatan
hukum. Hal ini disebabkan oleh motivasi yang
melatarbelakangi berdirinya bangsa dan negara
Indonesia, yang muncul melalui proses
perjuangan yang panjang dengan titik
kulminasinya pada Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dasar negara Pancasila dan menurut UUD
1945, secara tegas menyatakan bahwa
kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat.
Lembaga MPR negara ini diberi wewenang
utama mengubah dan menetapkan UUD dan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan
melantik Kepala Negara (Presiden) serta
memberhentikan Presiden menurut UUD dan
Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Di
samping itu, terdapat pula lembaga-lembaga
tinggi negara lainnya yang setingkat dengan
Presiden. Masing-masing lembaga mempunyai
tugas mengemban kedaulatan rakyat pula.
Kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 ini secara lebih konkret
dilaksanakan melalui berbagai produk hukum,
seperti UU, dan peraturan lainnya mulai dari
undang-undang sampai dengan keputusan
Kepala Dati II.
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945
Masalahnya tentu saja, kedaulatan rakyat
sebagai bagian dari demokrasi Pancasila
tersebut, tidak cukup hanya dituangkan secara
konsepsional dan perlu dilengkapi dengan segi
operasionalnya. Dua segi tersebut secara
simultan harus dijadikan indikator untuk
menilai kadar demokrasi suatu negara, termasuk
negara kita.
Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa kedaulatan rakyat yang dikenal bangsa
kita itu berbeda dengan bangsa lain di dunia.
Kedaulatan rakyat di Indonesia berlandaskan
pada UUD 1945 dan Pancasila. UUD 1945 terdiri
atas:
1. Pembukaan (preambule) dengan 4 alinea.
2. Batang tubuh dengan XVI Bab dan 37 pasal.
3. Penjelasan umum dan penjelasan pasal
demi pasal.
Dalam Pembukaan saja terdapat kata
kedaulatan rakyat yang tersurat dalam alina IV,
dan ditemukan pula di Pokok Pikiran ke-3
Pembukaan UUD 1945, sedang Kedaulatan
Rakyat menurut Pancasila terdapat di sila ke-4.
Pada batang tubuh UUD 1945 kedaulatan rakyat
terdapat di pasal 1 ayat 2, pasal 2 ayat 3, sedang
pelaksanaan kedaulatan rakyat diatur pasal 3
(MPR), pasal 19-22 B (DPR), pasal 37 (perubahan
UUD).
Secara implisit sistem pemerintahan negara
berpegang kepada tujuh prinsip (dalam
penjelasan UUD 1945) yang dapat menunjukkan
keterkaitannya dengan konsep kedaulatan
Rakyat bagi negara Republik Indonesia.
Daftar Pustaka
Handoyo, B. Hestu Cipto. (2003). Hukum tata
negara, kewarganegaraan dan hak asasi
manusia. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset
Kaelan, H., M.S. (2000). Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: Penerbit Paradigma
Kansil, CST. (1984). Hukum tata Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Penerbit Bina Aksara
Kansil, CST. (1985). Hukum tata pemerintahan Indonesia. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia
Kansil, CST, dan Christine ST. Kansil. (1985).
Hukum tata negara pemerintahan Indonesia.
Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia
Kansil, CST. (1987). Hukum antar tata pemerintahan.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Kunardi, Mohamad, dan Bintan R. Saragih.
(2004). Susunan pembagian kekuasaan
menurut sistem UUD 1945. Jakarta: PT.
Gramedia
Schmid, JJ. Von, JHR. (1961). Pemikiran tentang
negara dan hukum dalam abad ke-19. Jakarta:
Penerbit Pustaka Sarjana
Schmid, JJ. Von, JHR. (1985). Pemikiran tentang
negara dan hukum. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Situmorang, Victor. (1987). Intisari ilmu negara.
Jakarta : Penerbit Bina Aksara
Tim Eska Media. (2004). Edisi lengkap UUD 1945
Hasil dan proses amandemen pertama –
keempat (1999-2002). Jakarta: Penerbit Eka
Media
Tim PPKN. (2000). Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan jilid 1,2,3. Jakarta: Penerbit
Yudistira
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
107
Isu
Isu Mutakhir
Mutakhir
Isu Mutakhir
Hotben Situmorang*)
Uji Publik Standar Nasional Pendidikan
asalah mutu dan
relevansi pendidikan
merupakan salah satu
masalah pendidikan
nasional yang sampai sekarang
belum dapat diatasi secara
tuntas. Mutu pendidikan
nasional yang belum dapat
diunggulkan dan belum
mampu bersaing didunia
internasional serta kesenjangan
mutu antar wilayah dan antar
sekolah dicoba diatasi dengan
memberlakukan
standar
nasional pendidikan. Dalam
UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional,
pasal 33 ayat (1), disebutkan
standar nasional pendidikan
terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan
prasarana,
pengelolaan,
pembiayaan dan penilaian
pendidikan. Standar itu
digunakan sebagai acuan
pengembangan masing-masing
komponen tersebut. Akan tetapi
dalam UU itu belum dijabarkan
lebih lanjut ketentuan tentang
standar nasional pendidikan,
agar dapat dipedomani secara
operasional tetapi akan diatur
lebih lanjut melalui peraturan
pemerintah.
Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) bertugas
menyiapkan kedelapan konsep
standar nasional pendidikan
M
*)
untuk diajukan ke Mendiknas.
Konsep standar nasional
pendidikan itu disusun oleh
BSNP bekerjasama dengan
pakar yang relevan dan
disosialisasikan ke berbagai
kalangan untuk memperoleh
masukan dan penyempurnaan.
Sampai akhir tahun 2006 atas
usul BSNP, Mendiknas telah
menetapkan standar isi dan
standar kompetensi lulusan
dalam bentuk Peraturan
Menteri (Permen). Dalam
rangka uji publik BSNP
memaparkan dan mendiskusikan draf standar proses,
standar pembiayaan dan
standar penilaian pendidikan
dalam bulan Desember 2006 di
Jakarta.
Terkait dengan kedua
standar yang telah disosialisasikan (standar isi dan
standar kompetensi lulusan)
setiap sekolah dipersilakan
menyusun kurikulum sendiri
dengan sebutan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), dengan mengacu pada
standar isi dan standar
kompetensi lulusan itu. Setiap
satuan pendidikan diperkenankan
merumuskan
dan
mengatur susunan kurikulum
sendiri dengan muatan
minimal sesuai “standar isi”.
Pengelolaan yang dilaksanakan tingkat satuan pendidikan
diharapkan mengarah pada
pencapaian “standar kompetensi lulusan”.
Dari paparan tim ad hoc
dan diskusi yang berkembang
dapat dipahami bahwa
rumusan standar yang
dirumuskan BSNP dan akan
ditetapkan berupa Permen.
Permen tersebut akan menjadi
acuan akreditasi dan bahan
pertimbangan
kebijakan
mengenai “performance” satuan
pendidikan. Kebijakan yang
dimaksud dapat berupa
dukungan pengembangan
berupa finansial atau fasilitas
lainnya, akan tetapi juga
menjadi ukuran kelayakan
layanannya.
Draf final standar proses
pendidikan banyak menyoroti
tertib administrasi yang
seharusnya dilaksanakan guru
dan tingkat satuan pendidikan.
Draf yang diajukan oleh tim ad
hoc terkesan merupakan
kompilasi aktivitas proses
belajar yang selama ini telah
terlaksana dan kebanyakan
mengatur tertib administrasi,
yang antara lain adalah
penyusunan silabus dan halhal
terkait
dengan
perancangan,
persiapan,
pelaksanaan dan evaluasi yang
harus disiapkan oleh guru
sebelum melaksanakan proses
pembelajaran. Selain masalah
Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (I) BPK PENABUR Jakarta
108
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Isu Mutakhir
administrasi draf ini juga
memunculkan “rasio” jumlah
rombongan belajar di setiap
kelas dan rasio jam mengajar
berdasarkan pertimbangan
ideal untuk ketercapaian proses
pemelajaran yang maksimal.
Hal sensitif dan banyak
diperdebatkan oleh peserta uji
publik adalah meminta
peninjauan kembali adalah
ratio mengajar guru karena
sangat berdampak pada aspek
finansial:
1. Wajib tatap muka bagi
seorang guru SD = 27 jam
pelajaran/minggu @ 35
menit.
2. Wajib tatap muka bagi
seorang guru SMP = 18 jam
pelajaran/minggu @ 40
menit.
3. Wajib tatap muka bagi
seorang guru SMA = 18
jam pelajaran/minggu @
45 menit.
4. Ratio rombongan belajar
tingkat SD = 28 siswa per
kelas.
5. Ratio rombongan belajar
tingkat SMP = 32 siswa per
kelas.
6. Ratio rombongan belajar
tingkat SMA = 32 siswa
per kelas.
Reaksi peserta yang
berasal
dari
lembaga
pendidikan pemerintah dan
Lembaga Swadaya Masyarakat
langsung menerima angkaangka yang disampaikan tim
ad hoc dengan pertimbangan
pembiayaan
pendidikan
menjadi beban RAPBN dan
RAPBD. Akan tetapi peserta
yang mewakili lembaga
pendidikan swasta belum
dapat meyakini pendanaan
dari
pemerintah.
Pada
kesempatan ini juga muncul
pertanyaan apakah seluruh
lembaga pendidikan akan
dikelola pemerintah termasuk
swasta. Penjelasan anggota
BSNP secara tegas menyatakan
usulan ini didasarkan pada PP
19 dan UU No. 20 tentang
SISDIKNAS, dimana tidak ada
lagi dikotomi antara swasta dan
negeri. Namun penjelasan itu
tidak menjawab secara tegas
pertanyaan yang diajukan.
Kritik yang disampaikan
oleh panel uji publik ditampung
oleh tim ad hoc untuk menjadi
rumusan final dan akan
ditandatangani oleh Mendiknas, yang selanjutnya akan
berlaku sebagai Permen. Saat
ini pengelola dan aktivis
pendidikan dapat merencanakan program yang akan
dilaksanakan di masa depan.
BSNP masih dapat menerima
masukan secara tertulis sampai
draft akhir disampaikan ke
Mendiknas.
Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan dirumuskan dengan pendekatan
pengalaman lapangan, dan
dibatasi hanya pada biaya
operasional
pendidikan.
Standar biaya investasi dan
biaya personal akan diatur
kemudian secara terpisah.
Dengan berpandang-an pada
korelasi
mutu
dengan
pembiayaan maka untuk
menjaga mutu pendidikan
yang baik maka standar
pembiayaan minimal dirumuskan dengan memperhitungkan
seluruh biaya personil (gaji,
tunjangan dan faktor yang
melekat pada gaji), biaya alat
tulis sekolah, biaya rapat, biaya
penilaian, biaya pemeliharaan,
biaya pembinaan serta daya
dan jasa yang diperkirakan
terpakai. Standar yang
dirumuskan terbatas pada
sekolah pendidikan umum (SD,
SMP dan SMA), sementara
sekolah kejuruan belum dapat
distandarkan dikarenakan
keberagaman yang demikian
luas dan waktu pengkajian
yang terbatas.
Asumsi yang dipergunakan dalam menghitung biaya
rata-rata per murid menyesuaikan dengan standar proses,
sehingga untuk SD ditetapkan
minimal ada 6 rombongan
belajar dan setiap rombongan
belajar terdapat jumlah siswa
28 orang. Untuk SMP dan SMA
masing-masing
dengan
minimal ada 3 rombongan
belajar dengan jumlah siswa 32
orang setiap rombongan
belajar. Untuk membedakan
faktor
kemahalan
dan
keunikan setiap daerah maka
diberlakukan indeks kemahalan untuk setiap kabupaten di
seluruh Indonesia. Standar
pembiayaan tersebut akan
dipergunakan untuk mengukur
kelayakan sekolah dalam hal
pembiayaan, dan untuk
menjadi
pertimbangan
kebijakan pendanaan dari
berbagai program pemerintah.
Perhitungan yang telah
didasarkan kajian audit
keuangan yang memerlukan
kompetensi
pemahaman
perhitungan keuangan tidak
banyak dipahami peserta.
Diskusi berpusat pada angka
yang dijadikan patokan, yakni
pembiayaan tenaga pendidik
dengan golongan III A pada
struktur pegawai negeri.
Nampaknya perhitungan itu
perlu dikaji lebih lanjut oleh
orang yang berkeahlian yang
sesuai.
Panduan Penilaian
Standar penilaian pendidikan
disusun dalam tiga modul
berjenjang. Modul utama
berupa standar penilaian
pendidikan, modul berikutnya
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
109
Isu Mutakhir
berupa panduan umum
penilaian pendidikan dan
modul ketiga adalah modul
panduan penilaian kelompok
mata pelajaran. Secara umum
standar penilaian lebih
merumuskan tertib administrasi
penilaian yang seharusnya
dilakukan seorang guru.
Rancangan yang disusun
mengacu pada proses yang
selama ini berlaku dan belum
mengarah pada pelaksanaan
kurikulum yang berbasis
kompetensi.
Diskusi yang muncul
hanya
terkait
dengan
pengalaman teknis pelaksanaan yang berbeda-beda.
Penilaian ujian praktek pada
pelajaran agama Islam
agaknya lebih masuk akal dan
mudah dipahami dikarenakan
mengukur
tata
aturan
pelaksanaan ibadat solat dan
lain-lain, berbeda dengan
pelaksanaan uji praktek pada
bidang studi agama Kristen
yang terkesan dipaksakan
mempunyai kriteria sama
dengan agama lainnya.
Sebagian besar peserta
yang diundang dan hadir tidak
memahami
pelaksanaan
lapangan terlebih dengan
bentuk-bentuk pelaksanaan
Kurikulum
berbasis
kompetensi,
dan pada
akhirnya diskusi tidak terlalu
menarik.
Jenis Sekolah
Pada
seminar
yang
dilaksanakan oleh Pusat
Kurikulum di Hotel Santika
Jogyakarta pada tanggal 20
Desember 2006 dipaparkan
adanya pelaksanaan sekolah
bertaraf internasional yang
didasarkan pada interpretasi
undang-undang
yang
110
mengamanatkan keterlaksanaannya
di
setiap
kabupaten. Pelaksanaan yang
terjadi di lapangan sangat
berbeda-beda sehingga perlu
diluruskan kembali dan
ditegaskan bahwa sekolah
yang ada di Indonesia
dikategorikan menjadi 6 (enam)
menurut pengelolaannya
sebagai berikut.
1. Sekolah kategori standar
2. Sekolah kategori mandiri
3. Sekolah berbasis keunggulan lokal
4. Sekolah bertaraf internasional
5. Sekolah yang diselenggarakan oleh perwakilan
negara asing
6. Lembaga pendidikan asing
di NKRI
Setiap satu kategori
mempunyai kriteria yang
berbeda atau nilai lebih
dibandingkan dengan yang
lainnya. Sekolah kategori
standar seyogianya memenuhi
standar minimal dari kriteria
yang dikeluarkan oleh BSNP,
dan yang tidak memenuhi
standar minimal tersebut akan
mendapat tindakan kebijakan
diknas setempat. Selanjutnya
sekolah dengan kategori
mandiri sudah melampaui
kriteria berkategori standar jika
dinilai dari sisi pengelolaan.
Sementara yang berbasis
keunggulan lokal dapat
disejajarkan dengan yang
bertaraf internasional. Sekolah
berkategori bertaraf internasional serta yang berkeunggulan lokal sudah seharusnya
melampaui ukuran kriteria
mandiri. Karakteristik penyelenggaraan pendidikan bertaraf
internasional harus dilaksanakan dengan kurikulum yang
mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan yang
diperkaya dan dikembangkan
sesuai
dengan
standar
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
pendidikan negara maju, dalam
artian negara yang lebih maju
dari Indonesia.
Keempat kategori di atas
diselenggarakan oleh pemerintah
atau
lembaga
pendidikan swasta dalam
negeri untuk kepentingan
warga negara Indonesia.
Sedangkan kedua kategori
lainnya diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan negara
asing yang ditujukan untuk
kepentingan warga negara
asing.
Sumber Informasi:
Draf Uji Publik Standar Proses,
BSNP, Jakarta, Hotel
Ciputra 11-12 Desember
2006
Draf Uji Publik Standar Pembiayaan, BSNP, Jakarta Hotel Ciputra, 15-16
Desember 2006
Draf Uji Publik Standar Penilaian Pendidikan, BSNP,
Hotel Ciputra, 17-18
Desember 2006
Seminar pelaksanaan sekolah
bertaraf Internasional,
Pusat
Kurikulum,
Jogyakarta 21 Desember
2006
.
Resensi buku : Introduction to Research in Education (7th ed.)
Resensi buku
Introduction to Research in Education (7th ed.)
Donald Ary, Lucy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh,
dan Chris Sorensen, 2006
xviii+670 halaman
Belmont-USA: Thomson Wadsworth
Oleh : Teguh Santoso*)
ernahkah bulu kuduk anda berdiri,
merinding mendengar istilah-istilah
teknis statistika dalam riset/
penelitian, seperti standard deviation, ttest, berbagai macam correlation coefficient,
analysis of variance (ANOVA), dan two-variable
chi square?
Sebagai bagian pelajaran
matematika, statistik sering dianggap juga
menimbulkan migraine bagi yang tidak gemar
matematika meski sudah tersedia software
statistik yang memudahkan kerja analisis, seperti
SPSS
http://www.
spss.com/, yang sudah
mencapai versi SPSS 15.0.
Tetapi Ary dkk. membuat
buku ini asyik dibaca,
dilengkapi
dengan
kartun interaktif, flow
chart sederhana, diagram,
dan latihan soal lengkap
dengan kunci jawaban di
setiap bab. Jika pembaca
tidak
puas
dengan
pembahasan detil tentang
dua penelitian utama
untuk bidang pendidikan, yaitu penelitian
kuantitatif, serta penelitian kualitatif, Ary
dkk. menambahkan di edisi ketujuh ini
dengan satu bab khusus (bab 17) jenis
penelitian tindakan (action research), yang
sejumlah akademisi masih memperdebatkan
apakah diklasifikasikan sebagai murni suatu
penelitian. Buku ini mendefinisikannya
sebagai pengambilan tindakan atas suatu
P
penelitian dan kemudian meneliti tindakan
yang diterapkan tersebut (hal. 538).
Letak kekuatan buku ini untuk materi
statistik, jika dibandingkan dengan materi
statistik di buku lain adalah pada pendekatan
materi yang diperuntukkan bagi mahasiswa,
seperti latihan soal tidak hanya praktek,
tetapi juga latihan soal teori (cf. Woods dkk.,
1986; Bailey, 1998), kunci jawaban materi
tersedia, tidak seperti di buku Coolidge
(2000) dan tentu saja,
pada penggunaan statistika penelitian khusus
bidang pendidikan, di
mana pendekatan ilmiah
mempunyai keterbatasan
dalam penerapannya
untuk ilmu-ilmu sosial
(hal. 16-18). Hal berbeda
di buku ini adalah pada
tabel critical values of the
Pearson product moment
correlation
coefficient
(Woods dkk., 1986:302)
selain angka pembagi
tabel F distribution di buku
ini mencapai angka 1.000
(selain
angka
tak
terhingga).
Buku-buku research, khususnya yang
mengeksplorasi penggunaan alat statistik,
biasanya berfokus pada penelitian kuantitatif.
Buku ini mengeksplorasi tidak hanya
penelitian kuantitatif, tetapi juga penelitian
kualitatif di samping penelitian tindakan.
Yang perlu diberikan nilai plus adalah adanya
*) Staf P-4 dan guru Bahasa Inggris SMAK 7 BPK PENABUR Jakarta, studi master di UPI Bandung, dan
bekerja di BPK PENABUR Bandung sejak 2005
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
111
Resensi buku : Introduction to Research in Education (7th ed.)
pendekatan para penulis terhadap kebutuhan belum menjadi bagian integral untuk diulas
mahasiswa dalam memulai suatu penelitian. begitu penulisan mencapai bagian checklist
Misalnya, buku ini memberikan contoh desain penelitian kuantitatif. Alangkah baiknya jika
pembuatan proposal skripsi untuk tipe ada satu contoh holistik di bagian checklist
penelitian kuantitatif (hal. 570-571) dan tersebut yang dapat dikupas satu per satu
penelitian kualitatif (hal. 581). Detil tiap untuk menunjukkan pada pembaca
komponen dalam desain pembuatan proposal persyaratan penelitian kuantitatif apa saja
di dua tipe penelitian di atas dikupas tuntas, yang mesti dihadirkan dalam suatu
yang bisa dianggap sebagai reinforcement dari penelitian. Contoh lengkap seperti ini
pembahasan di bab terdahulu tentang kedua diberikan Brown (1990:199-203) dengan
penelitian tersebut. Meskipun demikian, menganalisa suatu paper secara holistik
porsi penelitian kualitatif tidak serinci, berdasarkan checklist. Tidak heran buku
misalnya, buku Alwasilah tentang bermacam Brown tersebut mendapatkan the 1989 Duke
teknik penulisan berdasarkan penelitan of Edinburgh Award of High Commendation in
kualitatif dengan contoh mini-proposal untuk English Language Teaching untuk edisi
penelitian ethnography di Amerika (2003:288- pertama tahun 1988.
Kedua, angin baru dunia penelitian
299).
Lebih jauh lagi, checklist untuk menilai adalah kehadiran penelitian tindakan (action
suatu laporan penelitian kuantitatif juga research), yang kerap disebut practitioner/
disertakan. Adalah sangat cerdas bahwa teacher research. Meskipun demikian, karena
karakteristiknya
diberikan checklist
yang masih relatif
yang
sebenarnya
baru, perlu diberim e r u p a k a n
kan
juga cara
rangkuman
dari
Kemutakhiran isi buku serta
pembuatan proseluruh bab mengekepraktisan dalam
posal penelitian
nai
unsur-unsur
penggunaannya membuat buku
dan checklistnya
penelitian kuantitatif
ini dapat menjadi salah satu
untuk memudahapa saja yang sudah
kan guru dan
tercakup (hal. 611buku terfavorit peneliti dan
peneliti membuat
612) seperti checklist
calon peneliti di bidang
desain
dengan
yang diberikan oleh
pendidikan.
teknik pelaporan
Brown (1990:59-61).
yang
spesifik.
Hal itu serasa belum
Meskipun demicukup. Ary dkk.
kian, Ary dkk.
m e m b e r i k a n
beberapa manual/buku petunjuk bentuk dan telah memberikan sebuah contoh penelitian
gaya penulisan skripsi dan disertasi. Salah tindakan (hal. 562-566) beserta dengan analisa
satunya bisa diakses online di: http:// dan tanya jawab berkenaan dengan contoh
www.apastyles.org/styletips.html, yang tersebut.
Sejak terbit pertama (tahun 1972) buku
menuntun para surfer ke sumber-sumber web
dengan topik, antara lain, penulisan ini telah mencapai edisi yang ke tujuh (tahun
penelitian, cara mengutip, daftar pustaka 2006) dengan berbagai penyempurnaan
sesuai dengan perkembangan metodologi
sampai dengan software akademik.
Terlepas dari keunggulan buku ini yang penelitian dan teknologi informasi.
masih berlabel “Introduction” dengan fitur Kemutakhiran isi buku serta kepraktisan
yang cukup lengkap dan “memanjakan” siapa dalam penggunaannya membuat buku ini
saja yang melakukan penelitian, ada paling dapat menjadi salah satu buku terfavorit
sedikit dua hal yang bisa membuat buku ini peneliti dan calon peneliti di bidang
pendidikan.
lebih baik.
Secara fisik buku tebal, total 670
Pertama, contoh-contoh yang diambil
untuk tiap bab dan bahkan sub-bab terasa halaman, dengan isi dalam bahasa Inggris ini
112
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Resensi buku : Introduction to Research in Education (7th ed.)
akan menimbulkan tanda tanya berkenaan
dengan kemampuan pengguna materi riset
memahami isinya (readability). Namun hal ini
tidak perlu dikhawatirkan atas dasar minimal dua alasan. Pertama, relatif banyak
istilah riset dan statistik dipertahankan
dalam proses transfer bahasa (language transfer) di buku-buku terjemahan bahasa Indonesia, sehingga pemahaman akan lebih
terfasilitasi. Kedua, struktur buku ini
memberikan pemahaman yang lebih solid
dengan dihadirkannya konsep inti (key concepts), soal-soal serta kunci jawaban di akhir
tiap bab, daftar istilah (glossary), dan sumber
internet, seperti situs/website National Center
for Educational Statistics dari Amerika di
http://nces.ed.gov. Meskipun demikian,
bagi yang mencoba mencari cara menghitung
statistik penelitian secara klasikal (tanpa
bantuan program komputer) secara sangat
rinci mungkin akan kecewa. Memang cara
penghitungan dan dasarnya diberikan, tetapi
seperti ditegaskan di pendahuluan oleh Ary
dkk (hal. xvii), yang membedakan edisi
ketujuh ini dengan edisi lainnya, salah
satunya, adalah keterlibatan informasi dan
teknologi beserta perangkat penelitian yang
sangat mempermudah komputasi data
statistik, sehingga fokus lebih pada prosedur
statistikanya.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. Chaedar. (2003). Pokoknya
kualitatif: Dasar-dasar merancangdan
melakukan penelitian kualitatif. Jakarta:
Dunia Pustaka Jaya
Bailey, Kathleen M. (1998). Learning about
language assessment: Dilemmas, decisions
and directions. Heinle & Heinle, hal. 87128
Brown, James Dean. (1990). Understanding
research in second language learning. Cambridge: Cambridge University Press,
pp. 59-61, 199-203
Coolidge, Frederick L. (2000). Statistics: A
gentle introduction. London: Sage Publications, Ltd.
Woods, Anthony, Paul Fletcher, and Arthur
Hughes. (1986). Statistics in language
studies. Cambridge: Cambridge University Press
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
113
PROFIL BPK PENABUR CIMAHI
Profil
PROFIL BPK PENABUR CIMAHI
Hermin Hermayanti*)
Sejarah Singkat
ermula dari kerinduan warga jemaat GKI
Jabar di Cimahi agar anak – anaknya
mendapatkan pendidikan yang baik,
karena sejak tahun 1957 banyak sekolah
asing yang ditutup oleh pemerintah dan sekolah
swasta yang menggantikannya kurang
mendapatkan tempat dalam masyarakat. Maka
pada tahun 1961 GKI Jabar di Cimahi mendirikan
sekolah Taman Kanak – Kanak (TK) dan Sekolah
Dasar (SD). Sekolah Menengah Pertama (SMP)
pada tahun 1963. Sekolah – sekolah ini
mempergunakan nama Andreas, mengingat
akan tugas Andreas sebagai murid Yesus.
Sekolah – sekolah ini bernaung di bawah
Yayasan Badan Pendidikan Kristen Jawa Barat
( BPK Jabar) dengan asuhan langsung oleh
Komisi Pembantu Setempat (KPS) Cimahi.
Pengurus KPS Cimahi diangkat pertama kali
oleh Pengurus Harian BPK Jabar pada tanggal
11 Januari 1962.
Kegiatan belajar membelajarkan saat itu
dimulai di sebuah gedung bekas sekolah asing
di Jalan Pabrik Aci dengan cara meminjam –
pakai. Kemudian kegiatan belajar membelajarkan pindah ke lokasi gereja.
B
TK memiliki gedung sekolah sendiri sejak
tahun 1975 di seberang lokasi gereja di Jalan
Pacinan no. 15, tahun 1980 SD memiliki gedung
sendiri di Jalan Babakan no. 23 dan kemudian
tahun 1989 SMP memiliki gedung sendiri di Jalan
Citeureup no. 75.
Seiring berjalannya waktu
dan
bertambahnya jumlah siswa SD, ruangan belajar
yang ada tidak dapat menampung jumlah siswa
maka pada tahun 1998 dibangun gedung SD
untuk tahap pertama di Jalan Citeureup no. 75.
Sebagian siswa SD melakukan kegiatan belajar
di gedung SD yang lama yaitu di Jalan Babakan
no. 23 dan sebagian di Jalan Citeureup 75. Pada
tahun 2002 telah terselesaikan pembangunan
gedung SD tahap kedua, dan mulai tahun 2002
seluruh siswa SD melakukan kegiatan belajar
mengajar di lokasi yang baru yaitu di Jalan
Citeureup 75. Mulai tahun 2002 TK pindah ke
lokasi yang lebih luas yaitu lokasi bekas SD di
Jalan Babakan no. 23
Pada tanggal 21 Maret 1989 nama BPK Jabar
diganti menjadi BPK PENABUR, dan sekolah
Andreas berubah menjadi sekolah BPK
PENABUR Cimahi.
Gambaran Umum
Jumlah Siswa Tiga Tahun Terakhir
Jumlah Guru Tiga Tahun Terakhir
T ah u n
TK
SD
S MP
Jumlah
T ah u n
TK
SD
S MP
Jumlah
2004-2005
152
479
166
79 7
2004-2005
8
17
19
44
2005-2006
1 78
466
17 7
821
2005-2006
10
18
16
49
2006-2007
1 57
504
208
879
2006-2007
10
21
21
51
*) Karyawan sekretariat BPK PENABUR Cimahi
114
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
PROFIL BPK PENABUR CIMAHI
Ketua Yayasan/Pengurus (1962-2010)
Kepala SDK ( ... - 2006)
No
Nama
Masa Jabatan
No
1.
Lay Djit Siong
- 1 9 62
1.
Oey Siong Liem
-
2.
Sie Tek Hok
1963 - 1965
2.
Sri Kusyamto
-
3.
Ibrahim Hasan
1972 - 1973
3.
Aep Machyar
-
4.
Lien Karlina
1 9 7 4 - 1 9 82
4.
Mamah Haryati
-
5.
David Lewarion
1982 - 1986
5.
Liana Dharmawati
6.
Liem Ban Sioe
1986 - 1994
6.
Debora Lusiana
7.
Mathius Tandiontong
1 9 9 4 - 1 9 98
8.
Tjetjep Gunawan
1998 - 2002
9.
Joshua Hendharto C.
2 0 0 2 - 2 0 06
No
2 0 0 6 - 2 0 10
1.
I.M. Sitorus
1963 – 1967
2.
Tini Gantini
1968 – 1970
3.
Haryanto M. Sasono
1971 – 1973
4.
Amir Syarifudin
1974 – 1975
5.
Tejo Sutikno
1975 – 1976
6.
Jolly Sukarman
1976 – 1994
7.
Amir Syarifudin
1995 – 1999
8.
Fredrika R. Hursepuni
10. Arda Rahardja L
Kepala TKK (1961-2006)
No
Nama
Masa Jabatan
1.
Oey Siong Liem
1961 – 1975
2.
Nurhayati Suratno
1975 – 1984
3.
Lenny Usman
1984 – 1994
4.
Dede Susilawati
1994 – 2003
5.
Tri Yuwani
2003– sekarang
Nama
Masa Jabatan
1994 - 2006
2006 - sekarang
Kepala SMPK (1963 - 2006)
Nama
Masa Jabatan
1999 – sekarang
Penyegaran pimpinan Yayasan dan sekolah BPK PENABUR Cimahi diharapkan dapat
meningkatkan dinamika kegiatan pendidikan di setiap sekolah yang dibinanya.
Beberapa Prestasi Siswa Tahun 2004-2006
Jenjang
TK K
Prestasi yang Dicapai
T ah u n
Juara III Lomba Mewarnai Tunas Toyota Cup se- Kab. Cimahi
2004
Juara I Lomba Komputer Kids se- Kab. Bandung
2005
Juara I Lomba Menyanyi se- Kota Cimahi
2006
Juara III Lomba Menyusun Balok se- Kota Cimahi
2006
Juara II Sepak Bola se – Kab. Bandung
2006
Juara II Foto Ekspresi se – Kab. Bandung
2006
Juara III Deklamasi se- Kab. Bandung
2006
Juara I Lomba Menggambar se – Kota Cimahi
2006
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
115
PROFIL BPK PENABUR CIMAHI
Beberapa Prestasi Siswa Tiga Tahun Terakhir (2004-2006)
Jenjang
Prestasi yang Dicapai
T ah u n
Juara III Lomba Melukis PT. GRASINDO CUP Bandung
2004
Juara II Olimpiade Matematika se – Kota Cimahi
2004
Juara II Lomba Melukis se - Kota Cimahi
2004
Peringkat V Olimpiade Matematika Propinsi Jawa Barat
2005
Juara I Seni Suara Solo se – Kota Cimahi
2005
Juara II Lomba Majalah Dinding SMP 5 BPK PENABUR Bandung
2006
Juara I Lomba Carlistung se – Kota Cimahi
2006
Juara III Lomba Paduan Suara “KOMPAS – GRAMEDIA FAIR
2006
Juara III Lomba MIPA Fisika se – Kota Cimahi
2005
Juara I Lomba Mengarang se – Kota Cimahi
2005
Juara III Lomba Melukis se – Kota Cimahi
2005
Juara II Lomba Renang Putri se – Kota Cimahi
2005
Juara II Lomba MIPA Fisika se – Kota Cimahi
2005
SDK
SMPK
Peringkat II Nilai Ujian Nasional se- Kota Cimahi TA : 2004/2005
2005
Pelajar Teladan se – Kabupaten Bandung TA : 2005/2006
2006
Juara II Basket Putri SMUK 3 BPK PENABUR Bandung
2006
Peringkat II Nilai Ujian Nasional se- Kota Cimahi TA : 2005/2006
Sungguhpun sekolah-sekolah BPK
PENABUR Cimahi telah berhasil memperoleh
peringkat dalam berbagai kejuaraan, upaya
untuk meningkatkan peringkat masih terus
menerus dilakukan termasuk kegiatan intra dan
ekstra kurikuler.
Jenjang
TK K
116
2006
Gambaran secara umum sekolah BPK
PENABUR Cimahi mempunyai beberapa
kelebihan apabila dibanding dengan sekolah
swasta lain yang ada di kota Cimahi antara lain
sebagai berikut.
Keadaan BPK PENABUR Cimahi
Keadaan Sekolah Lain
Memiliki sarana pembelajaran komputer, kolam
renang
Dimiliki beberapa sekolah
Memiliki native speaker dari luar negeri
Tidak memiliki
Memiliki biro konsultasi (psikolog) bagi siswa
yang berkebutuhan khusus
Tidak memiliki
Memiliki biro konsultasi (psikolog) bagi siswa
yang berkebutuhan khusus
Tidak memiliki
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
PROFIL BPK PENABUR CIMAHI
Jenjang
TK K
Keadaan BPK PENABUR Cimahi
Keadaan Sekolah Lain
Memiliki esktrakurikuler kesenian tradisional
angklung
Dimiliki beberapa sekolah
Memiliki sarana pembelajaran komputer
Dimiliki beberapa sekolah
Memiliki native speaker dari luar negeri
Tidak memiliki
Memberikan pembelajaran bahasa Mandarin
Tidak memberikan
Mempunyai biro konsultasi (psikolog) bagi
siswa yang berkebutuhan khusus
Tidak mempunyai
Ada kegiatan ekstrakurikuler: degung, tape
rekorder, Paduan Suara, Seni Tari, Pramuka
Dimiliki beberapa sekolah
Memiliki sarana pembelajaran komputer
Dimiliki bebrapa sekolah
Memiliki native speaker dengan pengajar
langsung dari luar negeri
Tidak memiliki
Ada pembelajaran bahasa Mandarin
T i d ak d i ad ak an
Memiliki biro konsultasi (psikolog) bagi siswa
yang ber kebutuhan khusus
Tidak memiliki
SDK
SMPK
Memiliki faslitas pendidikan yang lengkap yaitu : Dimiliki beberapa sekolah
laboratorium IPA, laboratorium komputer,
ruangan multimedia, perpustakaan
Memiliki kegiatan ekstrakurikuler Paduan Suara,
Musik Modern Seni Tari, Drum Band
Agar memiliki ciri khas, sekolah BPK PENABUR
Cimahi berusaha menyelenggarakan programprogram yang berbeda atau lebih baik dari
sekolah lain.
a.
b.
c.
Sekolah yang Tidak Dikenal
Di masyarakat kota Cimahi dan sekitarnya
masih banyak yang belum mengenal sekolah
BPK PENABUR Cimahi. Sampai saat ini
sebagian masyarakat masih mengenal dengan
nama sekolah Andreas, padahal pergantian
nama dari Andreas menjadi BPK PENABUR
sudah lama sejak tahun 1989.
Jika diamati secara umum ada beberapa hal
yang menyebabkan sekolah BPK PENABUR
Cimahi kurang dikenal oleh masyarakat :
Dimiliki beberapa sekolah
Pada periode waktu lalu prestasi siswa yang
kurang menonjol.
Sekolah kurang mengikutsertakan siswa
dalam pertandingan atau perlombaan yang
dilakukan oleh pihak luar.
Komunikasi antara pihak sekolah dan
pengurus yang kurang, menyebabkan sering
terjadi salah persepsi dalam menterjemahkan program – program sekolah.
Bangkit dari Sekolah
yang Tidak Dikenal
Menyadari faktor – faktor di atas, ada beberapa
upaya yang dilakukan dalam rangka
memperkenalkan sekolah BPK PENABUR
Cimahi kepada masyarakat, antara lain :
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
117
PROFIL BPK PENABUR CIMAHI
Bidang
Upaya yang Dilakukan
a.
Meningkatkan kualitas guru dan karyawan dengan
mengikuti pelatihan dan pembinaan, baik yang diadakan
Dinas Pendidikan maupun oleh Yayasan Pendidikan di Kota
Cimahi.
b.
Me nggal i p o te ns i s i s wa d e ngan me ngi ku ti l o mb a – l o mb a
yang diadakan oleh pihak luar.
a.
Mengadakan acara – acara yang bertujuan memperkenalkan
B P K P E NAB UR Ci mahi ke p ad a p i hak l u ar. Se p e rti acara
ce rd as ce rmat, open house, p e ntas s e ni , p e rayaan natal , d an
paskah dengan mengundang siswa dari sekolah lain
b.
P ro mo s i p e ne ri maan s i s wa b aru yang l e b i h ge ncar s e p e rti
pemasangan iklan di radio dan koran.
c.
Lebih aktif mengisi berita – berita terbaru yang menceritakan
kegiatan – kegiatan di BPK PENABUR Cimahi dan prestasi –
prestasi yang telah diraih dalam website BPK PENABUR.
d.
M e ng i ri m k a n p a d u a n s u a ra s e k o l a h u nt u k m e m b a wa k a n
pujian – pujian pada kebaktian di gereja – gereja di Cimahi
a.
Me ng a d a k a n a k s i s o s i a l k e p a d a ma s y a ra k a t d i s e k i ta r
kompleks sekolah seperti:
1. Bidang Pendidikan
2. Promosi
- Mengunjungi panti asuhan, panti jompo, SLB .
- Me nd u k u ng acara y ang d i ad ak an o l e h mas y arak at
s e k i t a r l i ng k u ng a n s e k o l a h s e p e rt i m e m i nj a m k a n l o k a s i
u ntu k me nj ad i l o kas i te mp at p e mu ngu tan s u ara p ad a s aat
PEMILU dll.
3. Hubungan dengan
masyarakat
- B e rp a rt i s i p a s i d a l a m a c a ra p e ra y a a n 1 7 Ag u s t u s y a ng
diadakan oleh masyarakat di sekitar sekolah
b.
Me ngad akan ke rj a s ama d e ngan i ns tans i l ai n yang
b e rhu b u ng a n d e ng a n p e ng e m b a ng a n p e ng a j a ra n s e p e rti
dengan Universitas Maranatha Bandung dalam hal menangani
a n a k y a n g b e r k e b u t u h a n k h u s u s , B a n k N ISP C a b . C i m a h i
dalam hal pemberian bea siswa bagi siswa yang berprestasi.
Penutup
Ada pepatah yang mengatakan “Tak Kenal
Maka Tak Sayang” . Dalam perjalanan BPK
PENABUR Cimahi untuk lebih memperkenalkan
profil sekolah kepada masyarakat sudah banyak
yang telah dilaksanakan dan sudah
menghasilkan beberapa perubahan.
Harapannya ialah agar masyarakat lebih
mengenal BPK PENABUR bukan hanya sebagai
sekolah yang dikenal baik di hati masyarakat
kota Cimahi dan sekitarnya tetapi juga sebagai
sekolah unggulan di kota Cimahi sesuai dengan
Misi dan Visi BPK PENABUR.
118
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
Keberhasilan itu ditentukan bagaimana BPK
PENABUR menjalankan misinya yang berbunyi:
Mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal melalui pendidikan dan pengajaran
bermutu berdasarkan nilai-nilai Kristiani.
Dengan dijalankannya misi secara benar mudahmudahan BPK PENABUR dapat mewujudkan
visinya yaitu: Menjadi lembaga pendidikan
Kristen unggul dalam iman, ilmu, dan
pelayanan. Untuk mencapai Misi dan Visi,
tentunya dengan kerja keras seluruh Pengurus,
Guru dan Karyawan BPK PENABUR serta
disertai dengan doa kepada Tuhan. Tuhan
memberkati.
Keterangan Mengenai Penulis
Arvin Nathanael
Chandra, S.Psi.
Lahir di Jakarta, Juni 1981. Pendidikan terakhir S1 Psikologi di
Universitas Katholik Atma Jaya Jakarta tahun 2005, alumni SMAK 3
BPK PENABUR Jakarta tahun 1999 dan lulusan Program Pelatihan
Pemimpin abad 21 (P3-21) pada tahun yang sama. Pernah menjadi
asisten mahasiswa dalam pelajaran Statistik pada tahun 2001. Kini
aktif dengan Young Life Indonesia, yaitu sebuah lembaga yang
bergerak di bidang kepemimpinan dan kawula muda serta Youth
Empowerment Station, yaitu sebuah lembaga pelayanan kawula muda.
Budyanto Lestyana,
Ir., M.Si.
Lahir di Semarang, Desember 1970. Menyelesaikan program S2 dari
IPB-Bogor tahun 2000. Menjabat sebagai Kepala Bidang Kurikulum
dari tahun 2000-2004 BPK PENABUR Jakarta. Terlibat berbagai
proyek pengembangan kurikulum dan diversifikasi sekolah serta
berkecimpung dalam pengembangan KIR. Saat ini sebagai Kepala
Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan BPK PENABUR Jakarta.
Esther Christiana
Juwanda
Lahir di Bandung, November 1971. Menyelesaikan studi S1 di
ITENAS, jurusan Teknik Kimia pada tahun 1995. Sejak tahun 19921995 aktif menjadi asisten dosen laboratorium fisika dan
laboratorium kimia. Pada tahun 2006 menyelesaikan S-2 di
Universitas Pelita Harapan, Magister Pendidikan, jurusan Teknologi
Pendidikan. Tahun 2001, tulisannya cerita anak, serial petualangan
Doni, diterbitkan oleh Penerbit Kalam Hidup. Sejak tahun 2003
menjadi anggota redaksi dan penulis tetap renungan anak Kiddy.
Kini mengasuh pembelajaran anak-anak lingkungan bedeng di
Taman Bacaan Bunda, Kepa Duri. Aktif memberi dan
menyelenggarakan pelatihan bagi guru sekolah minggu, guru
sekolah, dan anak-anak. Serta menjadi salah seorang trainer dan tim
Kurikulum Suluh Sekolah Minggu dari Bina Warga.
Handy Susanto, S.Psi.
Lahir di Tasikmalaya, Februari 1981. Lulusan S1 Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha, tahun 2003. Tahun 2002–2003
menjadi Assiten Dosen Fakultas Psikologi, dan tahun 2003–2004
menjadi dosen Luar Biasa Fakultas Psikologi, Universitas Kristen
Maranatha. Tahun 2003–2004, Guru Bimbingan Konseling SMAK 1
BPK PENABUR Bandung. Tahun 2004–2006 di SMP BPK PENABUR
Tasikmalaya, sebagai Guru Bimbingan Konseling.
Herman Joseph
Siswandi, S.Pd.
Lahir, September 1960. Menyelesaikan S1 di FKIP Universitas
Atmajaya tahun 2005. Menjadi guru SD sejak 1980 sampai saat ini di
Yayasan Tarakanita Jakarta.
Hermin Hermayanti
Lahir, Januari 1978, menyelesaikan pendidikan D3 Accounting di
Indonesia Amerika Institut – Bandung tahun 1998. Bekerja di BPK
PENABUR Cimahi sejak 2 Oktober 1999 sebagai staf akunting BPK
PENABUR Cimahi.
Hotben Situmorang,
Drs., M.B.A.
Lahir di Toba Sumatera Utara, April 1961. Menyelesaikan S1 di IKIP
Jakarta jurusan Pendidikan Fisika (1985). Sambil menyelesaikan S1,
guru di SMA Neg. 50 (1982), SMA Neg.31 (1983-1997) dan ikut
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
119
mendirikan SMA PGRI 10. Guru dan pejabat Kepala Sekolah
Indonesia di Davao Philippines (1987-1994) sekaligus menyelesaikan
S2 bidang Business Management di Ateneo de Davao Philippines
(1994). Mengikuti Program Mission Studies di Overseas Ministries
Study Centre, Connecticut USA (1994/1995). Menjadi konsultan
Yakoma PGI dan dosen di UKI (1996). Bekerja di BPK PENABUR
sebagai Kepala Bidang Pengembangan (1997). Care and taker Kepala
SMK 2 BPK PENABUR ( 1996-2004). Saat ini sebagai Kepala
Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan BPK PENABUR Jakarta.
Keke T. Aritonang, M.Pd. Lahir di Jakarta, April 1969. menyelesaikan S1 di FKIP Universitas
Jambi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (1996). Menyelesaikan
Magister Pendidikan tahun 2004 di Universitas Kristen Jakarta. Pada
tahun 2000 -2002 pernah menjadi dosen di Akademi Sekretaris dan
Manajemen LEPISI Tanggerang. Bekerja di BPK PENABUR sejak
tahun 1988. Saat ini sebagai guru Bahasa Indonesia serta pelatih
ekstrakurikuler menulis di SMP Kristen 1 BPK PENABUR Jakarta.
Mudarwan, S.Si.
Lahir di Bagan Siapi-api, Juni 1973. Memperoleh gelar Sarjana Sains
dari FMIPA Universitas Indonesia tahun 1998 Jurusan Biologi.
Pernah mengajar dan menjadi kepala sekolah di SMP Permai tahun
1998 – 2004. Sejak Agustus 2004 bekerja sebagai staf bagian
Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (P4) BPK PENABUR
Jakarta.
S. Fudiman, SH.
Lahir di Jakarta, Oktober 1948. Pendidikan terakhir S1 (Hukum
Perdata) Universitas Tarumanagara – Jakarta, Akta 4 (Universitas
Terbuka), Kursus Psikologi Belajar (Universitas Indonesia).
Pengalaman Bekerja; Pengacara 1976–1977. Sebagai guru di SMA /
SMEAK Ketapang (1978–1992), SMAK Kanaan (1981–1987), SMAK
1 BPK PENABUR (1989–1992), SMEAK BPK PENABUR (1984 –
sekarang), STMK BPK PENABUR (1987– 1994), SMFK BPK
PENABUR (1993– sekarang), SMAK 4 BPK PENABUR (2005 –
sekarang), Staf Yayasan BPK PENABUR Jakarta : Kepala Unit Bina
Siswa (1993 – 1996).
Soegeng Santoso, Prof. Dr. Lahir di Bantul, Januari 1942. Guru besar Universitas Negeri Jakarta,
dan Pendiri Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini (S1) FIP UNJ
tahun 1999. Menyelesaikan Sarjana Pendidikan tahun 1968, Magister Pendidikan tahun 1983 dan Doktor Pendidikan 1994. Menulis
beberapa buku: Dasar—Dasar Pendidikan TK (2005); Kesehatan Gizi
(2005); Pendidikan Anak Usia Dini (2004).
Suprayekti, Dra., M.Pd.
Lahir di Jakarta, 14 Oktober 1960. Menyelesaikan S2 Jurusan
Teknologi Pendidikan FIP Universitas Negeri Jakarta dan saat ini
sebagai dosen Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri
Jakarta.
Teguh Santoso, S.Pd.
Lahir di Malang, Mei 1969. Menyelesaikan S1 di FKIP Pendidikan
Bahasa dan Seni Inggris di UNIKA Atma Jaya Jakarta tahun 1993
(cum laude). Mengajar di BPK PENABUR Jakarta sejak 1991: Guru
SDK 7 Bintaro (1991-1993), SMAK 1 (1993-2001), SMAK 7 (2001-2005)
dan staf P4(2003-2005). Sejak 2005 mengambil program Pascasarjana
Pendidikan Bahasa Inggris pada Universitas Pendidikan Indonesia
120
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006
Bandung, dan tetap mengabdi di BPK PENABUR. Sejak 2005 staf
Pendidikan di BPK PENABUR Bandung, guru Bahasa Inggris SMPK
5, koordinator lab. Bahasa SMAK 3, dan sejak 2006, mengajar juga
kelas bilingual SMAK 1, dan staf Litbang SMPK 5. Dalam bidang
I.T., dua kali meraih penghargaan dari SEAMEO-RELC Singapore
tahun 2001 dan 2002 (Keaktifan berkomunikasi via mailing list gurudosen ASEAN), serta mengelola website 5 sekolah di BPK PENABUR.
Mempresentasikan paper tentang pembelajaran internet di Surabaya
(joint-paper, Open and Distance Learning Symposium, 1999) dan di
Salatiga (individual paper, TEFLIN Conference, Desember 2006).
Theresia K. Brahim, Dr.
Lahir di Jakarta, September 1952. Memperoleh gelar Doktor
Pendidikan dari IKIP Jakarta tahun 1992. Pernah menjabat sebagai
Kepala Bagian Litbang BPK PENABUR Jakarta, Sekretaris Umum
MPPK (Majelis Pusat Pendidikan Kristen), Kepala Litbang Sinode GKI
wilayah Jabar. Saat ini sebagai dosen PGSD dan Pasca Sarjana
Universitas Negeri Jakarta serta beberapa universitas swasta di
Jakarta.
Vitriyani P., M.Pd.
Lahir di Jakarta, Januari 1967, menyelesaikan S1 bidang Teknologi
Pendidikan tahun 1990 dan S2 Magister Pendidikan dari IKIP
Jakarta. Mengajar di SD Kasih Bunda tahun 1989-1990. Bekerja di
BPK PENABUR Jakarta tahun 1990-2003 ( tahun 1998-2003 sebagai
kepala Bagian Pendidikan) . Saat ini sebagai Koordinator Pelaksana
Sekolah Pancaran Berkat, Jelambar- Jakarta Barat, Dosen di FKIP
Universitas Kristen Jakarta, Dosen FKIP Universitas Atmajaya Jakarta
serta Pengelola dan Pengajar Lembaga Kursus Pendidikan Rylstar di
Kedoya-Jakarta barat
Widodo, Drs.
Lahir di Yogyakarta, Juli 1960. Pendidikan Terakhir S1 IKIP Sanata
Dharma (sekarang Universitas Sanata Dharma) Yogyakarta, Program
Ekonomi Pendidikan Bisnis. Lulus tahun 1983. Menjadi guru SMA
Katolik Yayasan Siswarta Banjarmasin tahun 1983 – 1985, guru SMA
dan SMP BPK PENABUR Tasikmalaya tahun 1986-2000, Kepala SD
BPK PENABUR Tasikmalaya tahun 2000– sekarang.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006
121
Download