Diterbitkan oleh: BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR) I S S N : 1412-2588 Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai sebagai medium tukar pikiran, informasi dan penelitian ilmiah antar para pemerhati masalah pendidikan. Penanggung Jawab Dra. Kristinawati Susatio, M.M. Pemimpin Redaksi Dr. BP. Sitepu, M.A. Sekretaris Redaksi Rosmawati Situmorang Dewan Editor Dr. BP. Sitepu, M.A. Ir. Budyanto Lestyana, M.Si. Dra. Mulyani Dr. Theresia K. Brahim Dra. Vitriyani P., M.Pd. Alamat Redaksi : Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470 Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968 http://www.bpkpenabur.or.id E-mail : [email protected] Pedoman Penulisan Naskah untuk Jurnal Pendidikan Penabur Naskah ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: 1. Naskah merupakan laporan penelitian, opini, info, dan resensi buku yang berhubungan dengan bidang pendidikan serta disajikan dalam bentuk bahasa ilmiah populer. 2. Naskah merupakan karya asli dari penulis dan belum pernah dipublikasikan atau sedang dikirimkan ke media lain. 3. Naskah diketik pada kertas A4 dengan margin/batas atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm dan batas kiri 4 cm dari tepi kertas. Menggunakan program MS Word dengan jenis huruf Book Antiqua 10 point/spasi ganda. 4. Panjang naskah hasil penelitian + 4500 kata, sedangkan untuk opini, info, serta resensi buku + 2000 kata. 5. Judul harus singkat, jelas dan tidak lebih dari 10 kata. 6. Format penulisan adalah : Judul, nama penulis, abstrak, isi artikel, daftar pustaka, dan keterangan mengenai penulis. 7. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata. 9. Ilustrasi (grafik, tabel dan foto) harus disajikan dengan jelas. Tulisan pada ilustrasi menggunakan huruf yang sama pada isi naskah dengan besar huruf tidak lebih kecil dari 6 point. 10. Naskah dikirim dalam bentuk disket dan hasil print out ke Redaksi Jurnal Pendidikan Penabur, Jalan Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lantai 5. Jakarta Barat - 11470 atau melalui e-mail: [email protected] 11. Naskah disertai dengan daftar riwayat hidup yang memuat latar belakang pendidikan, pekerjaan dan karya ilmiah lain yang pernah ditulis. 12. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan. Naskah yang tidak dimuat tidak dikembalikan. 13. Redaksi berhak mengedit naskah yang dimuat tanpa mengubah isi naskah. 14. Isi Jurnal Pendidikan Penabur tidak mencerminkan pendapat atau kebijakan BPK PENABUR Jurnal Pendidikan Penabur Nomor 07/V/Desember 2006 ISSN: 1412-2588 Daftar Isi i Pengantar Redaksi ii-iv Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games, Arvin Nathanael Chandra, Rekontruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran, Widodo 1-11 12-23 Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Melalui Metode Diskusi Panel dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas), Herman Joseph Siswandi 24-35 M Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat, Esther Christiana Juwanda 36-54 Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR, Budyanto Lestyana, Mudarwan, Theresia K.Brahim, dan Vitriyani Pryadarsina, 55-63 Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa, Handy Susanto, 64-71 Melatih Siswa Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan, Keke T. Aritonang, Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif, Suprayekti, 72-87 88-92 Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Menuju Anak yang Sehat dan Cerdas Melalui Permainan, Soegeng Santoso, 93-99 Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945, S. Fudiman, Isu Mutakhir, Hotben Situmorang, 100-107 108-110 Resensi Buku: Introduction to Research in Education (7th ed.), Teguh Santoso, Profil BPK PENABUR Cimahi, Hermin Hermayanti, 111-113 114-118 Keterangan Mengenai Penulis, 119-121 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006 i Pengantar Redaksi emperoleh pendidikan adalah merupakan hak semua warga negara Indonesia tanpa diskriminasi dari segi suku, ras, agama ataupun golongan. Hal ini jelas terlihat dalam salah satu amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berkaitan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa yang selanjutnya diatur dalam Pasal 31. Untuk memenuhi hak itu, Pemerintah bersama-sama masyarakat bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan dalam satu sistem yang diatur oleh Pemerintah. Sistem pendidikan Nasional yang terakhir, diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003. Tanggung jawab Pemerintah terlihat dari pembangunan gedung, sarana dan prasarana pendidikan, serta pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Di lain pihak masyarakat melalui berbagai Yayasan ikut berperan serta menyelenggarakan lembaga-lembaga pendidikan dasar, menengah dan tinggi sebagai perwujudan rasa tanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa secara meluas dan merata. Bahkan di daerah tertentu masyarakat menjadi perintis penyelengaraan pendidikan baru kemudian disusul oleh Pemerintah. Berbagai sekolah yang dikelola oleh masyarakat melakukan inovasiinovasi pembelajaran untuk meningkatkan mutu serta sekaligus agar mampu bersaing dengan sekolah lain. Dengan demikian peranan Pemerintah dan masyarakat tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam usaha pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan serta sekaligus meningkatkan kecerdasan bangsa, Pemerintah mencanangkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Enam Tahun pada tahun 1984 dan meningkatkannya menjadi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun pada tahun 1994. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di semua jenjang dan jenis, berbagai pendekatan, metode, dan teknik belajar dan membelajarkan diterapkan di samping pengadaan berbagai sarana dan prasarana pendidikan termasuk alat-alat laboratorium dan alat praktek. Masih dalam rangka peningkatan mutu hasil pendidikan, berbagai kegiatan ekstra kurikuler dirancang dan dilaksanakan oleh sekolah. Beban belajar peserta didik pun semakin berat, sarat dengan berbagai tugas dan kegiatan dan terkesan peserta didik semakin berperan menjadi objek dan bukan subjek belajar-membelajarkan. Proses pembelajaran terkesan lebih bertujuan untuk mencapai target kurikulum khususnya berkaitan dengan penyampaian materi bahan ajar. Kesan lain juga terasa sejumlah guru mengarahkan kegiatan pembelajaran dengan melakukan drilling atau latihan mengerjakan soal-soal yang berorientasi pada Ujian Nasional, sehingga konsep ilmu yang seharusnya dipelajari secara utuh terabaikan. Belakangan ini semakin marak terlihat berbagai sekolah baik negeri maupun swasta yang berupaya meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikannya dengan mengacu ke lembaga pendidikan di luar negeri sebagai bench mark. Sekolah yang mengaku dirinya M ii Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006 sebagai sekolah nasional bertaraf internasional itu memiliki pandangan bahwa untuk dapat bersaing dan berkolaborasi di era globalisasi ini, lembaga-lembaga pendidikan pun perlu terus menerus belajar meningkatkan mutunya dengan melakukan berbagai perbaikan (continuous improvement) sehingga tidak kalah dalam persaingan dan tertinggal dalam pergaulan dan kerja sama lokal, nasional, dan internasional. Gejala ini memberikan dampak yang tidak selalu menguntungkan perkembangan fisik, intelektual, emosional, dan psikis peserta didik. Kepentingan peserta didik sendiri tidak jarang diabaikan demi untuk mencapai target sekolah. Belakangan ini berkembang suatu penyelenggaraan pendidikan yang disebut Sekolah Rumah atau Home Schooling yang jumlahnya mencapai 100 buah tersebar di Jakarta dan sekitarnya. Pada awalnya pendidikan di Sekolah Rumah ini dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga atau orang lain dalam suasana kekeluargaan dengan memperhatikan seluruh aspek perkembangan pribadi peserta didik. Waktu belajar diatur secara luwes tanpa banyak peraturan dan ketentuan yang “menyusahkan” peserta didik. Perkembangan aspek intelektual, spiritual, emosional, psikis serta fisik anak diperhatikan dan dikembangkan secara berimbang. Ternyata prestasi hasil belajar anak tidak kalah dengan peserta didik di sekolah formal, bahkan anak dapat berkembang secara lebih berimbang dan utuh . Munculnya Sekolah Rumah ini tidak semata-mata karena tidak ada sekolah di wilayah itu atau orangtua tidak sanggup membiayai anaknya belajar di sekolah biasa. Akan tetapi Sekolah Rumah ini muncul antara lain karena orang tua tidak puas dengan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah formal. Mereka menganggap sekolah telah memasung kebebasan serta kreativitas anak dan gagal mendidik peserta didik secara utuh. Lebih jauh lagi, sekolah dianggap bukan lagi sebagai suatu lembaga sosial yang lebih mengandalkan pelayanan, akan tetapi penampilan dan perilaku sekolah memberikan kesan sebagai usaha bisnis komersial yang mencari keuntungan finansial. Anggapan ini menunjukkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan formal. Betapa ironisnya jika hal-hal seperti yang dikemukakan itu benar, karena sekolah memiliki pemimpin, pendidik, dan tenaga kependidikan yang seharusnya memahami makna pendidikan dalam arti luas, serta mahir dalam melaksanakan proses belajar dan membelajarkan. Mereka seharusnya menguasai benar didaktik metodik, psikologi anak dan perkembangannya, bimbingan dan konseling, serta hak azasi anak, tidak hanya secara teoritis, tetapi juga terampil mempraktekkannya secara nyata dalam proses belajarmembelajarkan di sekolah. Dengan demikian apa yang dikhawatirkan baik dalam skala mikro maupun secara makro oleh Ivan Ilich lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dalam bukunya Deschooling Society (1972) tidak akan terulang dalam abad ke-21 ini. Menjadikan peserta didik menjadi pusat perhatian dan pelaku aktif dalam proses belajar-membelajarkan sehingga mereka merasakan belajar sebagai suatu kegembiraan dan kenikmatan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, metode dan teknik membelajarkan. Bobbi DePorter dan rekan-rekannya dalam bukunya Quantum Learning (1992) dan Quantum Teaching (1999) atau Gordon Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006 iii Dryden dan Jeannette Vos dalam bukunya The Learning Revolution (1999) telah banyak membicarakan dan memberikan pengalaman bagaimana membuat belajar menjadi suatu kegembiraan dan kesenangan bagi peserta didik sehingga secara fisik, intelektual, emosional, dan kepribadian mereka tumbuh dan berkembang secara harmonis. Jurnal Pendidikan Penabur Edisi Desember 2006 ini terbit dengan memuat sejumlah tulisan yang berkaitan dengan strategi dan metode belajar-membelajarkan yang memberikan penekanan kepada karakteristik dan kepentingan peserta didik sebagai pemelajar yang dibelajarkan. Secara teoritis, gagasan-gagasan yang dikemukakan dalam tulisan itu bukan hal yang asing seperti pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (pakem) melalui belajar kooperatif, belajar secara kontekstual (contextual learning), atau belajar berbasis masalah (problem based learning), belajar melalui berbuat (learning by doing), atau belajar dengan menemukan sendiri (discovery learning). Akan tetapi dengan wacanawacana yang disajikan diharapkan guru tergugah atau termotivasi mempraktekkannya secara kreatif. Hasil angket tentang pendapat pembaca mengenai Jurnal ini menunjukkan antara lain bahwa pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan BPK PENABUR telah mengenal dan banyak di antaranya telah membacanya walaupun tidak semua nomor terbitan. Secara umum responden menyambut baik kehadiran Jurnal ini dan merasakan manfaatnya. Sungguhpun demikian, diperoleh juga sejumlah saran untuk meningkatkan mutunya. Untuk semua pembaca selamat menjalani Tahun Baru 2007, semoga kita semua lebih berhasil tahun 2007 dalam kasih dan berkat Tuhan. Redaksi iv Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006 Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games Penelitian Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games Arvin Nathanael Chandra *) Abstrak nline games adalah salah satu fenomena baru yang berdasarkan media informasi bentuk baru. Fenomena ini mencakup banyak negara, melintasi batas geografis, usia, jenis kelamin, bangsa dan agama. Meskipun sudah lama ada dan berkembang di luar negeri, online games masih relatif baru di Indonesia. Dengan mengacu pada alat ukur Yee (2005) penelitian ini mencoba mencari gambaran perilaku dan motivasi bermain online games dari 70 remaja yang berada di daerah Kelapa Gading. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara insidental, pada remaja berusia 13 – 19 tahun. Alat ukur yang digunakan terdiri dari 50 item, yang terdiri dari 4 pertanyaan data demografis, 7 item tentang perilaku bermain online games dan 39 item yang mengukur motivasi bermain online games. Melalui tabulasi silang peneliti menemukan sejumlah variabel perilaku bermain online games yang memiliki keterkaitan signifikan (seperti lama mengenal permainan komputer, besar pengeluaran, lama bermain), serta variabel perilaku yang berkaitan signifikan dengan motivasi bermain online games. Dari ketiga motivasi utama bermain online games, skor tertinggi terletak pada motivasi achievement. Sedangkan untuk masing-masing subkomponen motivasi, untuk ranah achievement subkomponen dengan skor tertinggi adalah advancement; untuk ranah social subkomponen dengan skor tertinggi adalah teamwork; untuk ranah immersion subkomponen dengan skor tertinggi adalah customizing. O Kata kunci: Motivasi, bermain, permainan komputer, online games Online games are a relatively new phenomenon which is based on a computer games as a new form of media, crossing the distinctions of geography, race, age, gender and religion. Although they have long been developing in developed countries, in Indonesia they are still regarded as relatively new. Unfortunately not much empirical data are available to support further research regarding this subject. Referring to a motivation assessment instrument devised by Yee (2005), this research attempted to find a description of the behaviors and motivations of 70 teenagers in the Kelapa Gading area of Jakarta who play online games. The sampling was done incidentally on teenagers between the ages of 13 to 19. The questionnaire consists of 50 items, 4 items related to demographic data, 7 items related to the online gaming behavior, and 39 items regarding the motivations to play online games. Using cross tabulation, this research discovered some online game variables that are significantly related (such as length of time knowing computer games, amount of expenditure for playing games, time spent in playing), as well variables related to the behavior significantly related to online games motivation. Of the main three motivations to play online games, the highest score is in achievement motivation. For the highest sub-component scores in each main motivations, the highest one for achievement is in the advancement, while the highest sub-component score in social is teamwork, and the highest sub-component score in immersion is customizing. *) Alumnus SMAK 3 BPK PENABUR Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 1 Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games persahabatan di antara mereka atau terbentuknya suatu komunitas pemain games meskipun mereka belum pernah mengalami Sejak dulu kata bermain, sebagai lawan kata tatap muka secara langsung. Banyak pemain bekerja, sering menunjuk ke perilaku yang yang menghabiskan waktu dan uang yang dianggap kurang penting karena bekerja terhitung banyak untuk bermain dalam duniaberkaitan dengan perilaku bertahan hidup dunia MMOG ini. Bahkan perilaku anak-anak sementara bermain lebih diasosiasikan dengan dan remaja yang memainkan games ini santai, rekreasi, pengisian waktu luang dan menyebabkan timbulnya keprihatinan dari para kehidupan kanak-kanak dan remaja (Franken, orang tua dan guru, yang menganggap bahwa 1994). Ada pandangan historis bahwa anak- kebiasaan bermain tadi tersebut berpengaruh anak merupakan orang dewasa dalam buruk pada prestasi akademis dan perilaku penantian dan pandangan tersebut sosial mereka (Nuswandana, 2003). Padahal, sebagai sebuah alat rekreasi, online mengakibatkan mereka diperlakukan games dapat bersifat negatif ataupun positif. sedemikian rupa sehingga perilaku belajar, Namun yang lebih sering mendapat sorotan bersekolah dan mengerjakan tugas-tugas adalah sisi negatifnya, karena para pemain merupakan perilaku yang lebih diterima online games mempunyai kecenderungan dibandingkan bermain dengan tujuan menghabiskan banyak waktu untuk bermain menyiapkan mereka dalam kehidupan nyata di dan sebagai akibatnya prestasi akademis mereka usia dewasa mereka. cenderung turun. Meskipun demikian, sisi Ada berbagai bentuk bermain. Salah satu positifnya juga ada, bahwa dengan bermain bentuk bermain adalah melakukan permainan online games, sang pemain memperoleh komputer (computer games) yang selanjutnya kesempatan untuk pada tulisan ini disebut melakukan eksplorasi sebagai games. Games yang diri dan memenuhi telah menjadi industri Games yang telah menjadi beberapa kebutuhan bernilai milyaran dollar industri bernilai milyaran seperti penggunaan kini diminati oleh waktu untuk kegiatan dollar kini diminati oleh berbagai kalangan, pria santai atau leisure (Steere, berbagai kalangan, pria maupun wanita, baik usia 2002). anak-anak hingga orang maupun wanita, baik usia Pengkajian tentang dewasa. anak-anak hingga orang sisi negatif dan positif Indonesia mempudewasa. dari permainan MMOG, nyai jumlah pemain games ataupun games secara yang cukup besar. Namun umum, tidak diimbangi sayangnya karena keterbatasan data hasil penelitian mengenai hal dengan jumlah pengkajian ilmiah yang memadai ini jumlah pemain games di Indonesia ini belum sehingga orang-orang cenderung mempunyai diketahui secara tepat. Di antara berbagai jenis stereotip yang berdasarkan pengalamangames, ada suatu jenis games baru yang dapat pengalaman belaka. Keterbatasan literatur dan dimainkan beramai-ramai sekaligus. Jenis ini, materi penelitian dunia permainan komputer yang disebut sebagai Massively Multiplayer dan video games menjadi kendala utama Online Games (MMOG), memanfaatkan teknologi terhadap penelitian-penelitian sejenis ini. Sisi positif dari bermain games, dapat terlihat komunikasi jaringan internet dan mempunyai dari motivasi seseorang memainkannya. Hal ini sifat yang berbeda dengan jenis games disebabkan oleh kenyataan bahwa ketika sebelumnya. Jenis game ini melibatkan banyak bermain online games, seseorang pemain dan memberi mereka kesempatan untuk menginvestasikan waktu, pikiran, tenaga serta sama-sama bermain, berinteraksi dan uang. Hal ini semua menunjukkan adanya suatu berpetualang serta membentuk komunitasnya perilaku yang diarahkan. Keadaan internal yang sendiri dalam dunia maya. Melalui keberadaan MMOG ini muncullah merangsang seseorang untuk bertindak ke arah dinamika-dinamika baru pada para pemainnya. tertentu dan membuatnya tetap menjalankan Ada interaksi yang terjadi antara para pemain, aktivitas tersebut, adalah definisi motivasi yang dapat mengarah ke terbentuknya (Mayer, 2002). Yee (2005) kemudian menemukan Pendahuluan 2 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games ada beberapa aspek motivasi bermain online games. Motivasi-motivasi ini mempunyai sisi yang positif. Contohnya seperti pada motivasi berprestasi, seseorang akan mencoba berjuang mencapai suatu tujuan, melintasi rintangan dan mencoba menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Pada motivasi sosial, seseorang akan mencoba membina relasi interpersonal yang baik dan akan memberikan dukungannya terhadap kawan-kawannya. Pada motivasi penghayatan seseorang akan tertarik untuk mempelajari sesuatu dengan segala intrikintriknya dan memahaminya sebisa mungkin. Mengacu pada data empiris yang diperoleh melalui penelitiannya, Yee selanjutnya meneliti intrik-intrik dunia online games seperti perilaku dan relationship formation para pemainnya. Penelitian tentang motivasi bermain online games seperti ini belum ada di Indonesia. Padahal jelas ada perilaku yang tampak dari para pemain online games ini. Mereka menginvestasikan uang, tenaga, pikiran dan waktu yang cukup banyak untuk bermain. Perilaku ini mempunyai arah dan persistence, yang menunjukkan adanya motivasi. Oleh karena itu. Peneliti memutuskan untuk meneliti hal ini, mengacu pada teori Yee (2005) tentang aspek-aspek motivasi bermain online games, yakni aspek motivasi berprestasi (achievement), motivasi sosial (social) dan motivasi penghayatan terhadap permainan (immersion). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang motivasi bermain. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut. Bagaimanakah gambaran perilaku dan motivasi pemain online games pada remaja? Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data empiris tentang motivasi dan perilaku para pemain online games berjenis MMOG, seperti kebiasaan bermain mereka, jumlah uang dan waktu yang digunakan untuk bermain. Dengan data tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perilaku dan motivasi pemain online games pada remaja. Manfaat penelitian ini secara umum adalah memberikan sumbangsih terhadap ilmu psikologi dalam memahami fenomena budaya permainan digital khususnya di Indonesia dari pandangan ilmu-ilmu psikologi seperti psikologi kognitif, psikologi sosial, ataupun pandangan ilmu sosial lainnya seperti sosiologi dan ekonomi pemasaran. Manfaat praktis penelitian adalah: 1. Memberikan data tentang gambaran perilaku dan motivasi bermain online games, mencari tahu apa yang menjadi motivasi utama para remaja bermain online games dengan harapan penelitian ini dapat menjadi awal terhadap penelitian lanjutan tentang fenomena ini. 2. Memberikan pemahaman tentang alasan mengapa orang-orang bermain online games, khususnya bagi remaja dan pemainnya sendiri, beserta orang tua beserta guru agar bisa memahami perilaku bermain online games. Bermain Bermain dulunya dianggap tidak penting, karena tidak terkait langsung dengan kebutuhan bertahan hidup. (Franken,1994). Bermain dianggap sebagai perilaku yang pantas untuk anak-anak. Baru belakangan ini penelitianpenelitian menunjukkan bermain merupakan perilaku yang esensial dalam proses perkembangan anak. Bermain pada umumnya adalah kegiatan spontan yang tidak mempunyai tujuan tertentu dan lebih didorong oleh kebutuhan untuk rasa senang. Definisi bermain mencakup segala usia, dari muda sampai tua sekalipun. Hanya, orang dewasa menyebutnya bukan bermain, melainkan berekreasi. Sementara bermain untuk anak usia sekolah bukan atas dorongan semata, tapi juga disertai rasa ingin menang (Nakita, 2001). Dengan bermain anak-anak belajar berinteraksi dengan sesamanya dan saling belajar. Bagi orang-orang bekerja, bermain merupakan suatu rekreasi yang membantu mengurangi beban pikiran. Dalam usia remaja, kegiatan rekreasi atau leisure time merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya terpenuhi, karena dengan rekreasi seorang dapat mendapat kesegaran baik secara fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa lelah, bosan, monoton dan memperoleh semangat yang baru. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 3 Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games Menurut Nakita (2001), bermain dapat menyangkut tiga ranah yakni fisik motorik, kognisi, dan sosial-emosional. Dalam permainan komputer, ketiga ranah itu jelas berkaitan. Dalam melakukan kegiatan bermain game, aktivitas fisik motorik lebih ditekankan dalam gerakan-gerakan tangan pada keyboard dan mouse, dan lebih banyak lagi dalam gerakan otot mata dalam mengikuti perkembangan game melalui layar monitor. Sering pemain game dikatakan memiliki kemampuan koordinasi tangan-mata (hand-eye coordination) yang tinggi. Aspek kognisi terlihat dari bagaimana pemain mengolah informasi dalam game, mengambil keputusan dan langkah tindakan berikutnya. Aspek sosial-emosional terasa ketika pemain mengalami emosi-emosi seperti senang atau sedih atau hal-hal yang berkaitan dengan penghayatan permainan tersebut (Murray, 1997) arena-arena bermain yang bersifat persistent (tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut bermain) dan real-time (waktu berlalu terus). MMOG dapat bersifat kombinasi dari beberapa jenis game yang ada, namun Massively Multiplayer Online Role-Playing Online Game (MMORPG) adalah salah satu jenis MMOG yang paling populer dimainkan. Seorang pemain dapat menghubungkan komputer ke sebuah server dan melaluinya dapat bermain bersamaan dengan ribuan pemain di seluruh dunia. Pemain dalam permainan MMORPG akan dihadapkan dengan berbagai tantangan dan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan tokoh yang dimainkannya. Sebagai contoh adalah Ragnarok Online, yang mempunyai puluhan server di seluruh dunia dengan jumlah hingga 17 juta pemain. Di Indonesia, khususnya ada beberapa server yang masing-masing memiliki data tersendiri (Fachrisal, 2005). . Permainan Komputer Menurut Wikipedia definisi tentang permainan komputer …a computer game is any sort of game that is played using a computer. The term is usually used in reference to games played using a personal computer (www.wikipedia.org). Selanjutnya definisi inilah yang digunakan untuk tulisan ini. Satu kelebihan utama permainan komputer dibandingkan jenis permainan lainnya secara umum, adalah kemampuan komputer untuk ‘menghasilkan’ lawan atau lawan-lawan buatan/ciptaan program komputer tersebut. Game Multiplayer Melalui perkembangan teknologi komunikasi yang memungkinkan adanya koneksi antar komputer, muncullah berbagai jenis game multiplayer. Berbeda dengan permainan (dalam arti umum) lainnya, permainan komputer ada dengan menciptakan lawan buatan (artificial opponents) untuk dihadapi pemain. Game multiplayer ini dapat berupa sejumlah pemain bermain menggunakan beberapa komputer yang terhubung pada saat bersamaan, atau dua atau lebih pemain tergabung pada satu sistem komputer (www.wikipedia.org). Dengan munculnya teknologi modem dan disertai perkembangan Internet, game multiplayer berkembang hingga bermuncullah online games yang dapat dimainkan secara massal. Jenis game yang dikenal sebagai online games atau Massively Multiplayer Online Game (MMOG), mempunyai 4 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Jenis-Jenis Pemain Richard A. Bartle, salah satu pencipta Multi-User Domain (MUD, sejenis online games yang berbasis teks yang juga merupakan pendahulu MMOG) mengamati perilaku para pemain MUD. Dari hasil pengamatannya dan perbincangannya dengan para pemain, dia merumuskan 4 tipe pemain seperti achievers, yakni mereka yang bermain untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu dan meningkatkan kemampuan mereka didalam game tersebut; explorers, yakni mereka yang suka menjelajah dan menyelidiki dunia permainan; socializers, yakni mereka yang suka bersosialisasi dan berhubungan dengan para pemain lain dan tidak selalu dalam konteks permainan; griefs, yakni mereka yang suka mengganggu atau menyakiti para pemain lain. (Bartle, 1996) Remaja Remaja, dalam bahasa Inggris disebut sebagai adolescence atau teenagers adalah kelompok usia orang yang berada di atas usia anak-anak tapi belum mencapai usia dewasa. Menurut World Health Organization (WHO), yang termasuk remaja adalah mereka yang berada pada usia 10 – 19 tahun. Secara etimologis, teenagers atau teens adalah mereka yang berada pada usia dengan akhiran –teen- dalam bahasa Inggris (13 – 19 tahun). Dalam usia remaja, kegiatan rekreasi atau leisure time merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya terpenuhi, karena dengan Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games rekreasi seorang dapat mendapat kesegaran baik secara fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton dan memperoleh semangat yang baru. Bermain online games merupakan salah satu bentuk penggunaan waktu luang untuk memenuhi kebutuhan rekreasi tersebut. Salah satu alasan peneliti memilih kelompok usia ini adalah karena sebagian besar pemain online games adalah kelompok remaja. Motivasi Motivasi secara umum Dalam pengertian secara psikologi, motivasi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang melibatkan dorongan-dorongan, insentif dan motif-motif (Drever, 1952 dalam Franken, 1994). Motivasi dalam bermain games Nicholas Yee (2002) membuat survei pada 6700 pemain MMORPG tentang motivasi bermain mereka dan mencoba meneliti validitas dari studi tipe-tipe pemain menurut Bartle. Yang menjadi pertanyaan utama adalah apakah ada perbedaan fundamental yang bisa ditemukan pada pemain MMORPG yang didasarkan perbedaan jenis kelamin, usia atau jenis kepribadian. Dari penelitiannya itu, Yee membuat daftar motivasi-motivasi bermain, yaitu: 1. Relationship, faktor motivasi berkaitan dengan keinginan pemain mengembangkan hubungan yang bermakna dengan orang lain. 2. Immersion, sebagaimana seorang menyelami dan menjadi bagian dari dunia maya tersebut. 3. Grief, faktor motivasional yang mengukur keinginan pemain untuk menyakiti dan mengganggu untuk kepentingan mereka sendiri. 4. Achievement, faktor motivasional yang mengukur keinginan pemain untuk menjadi lebih kuat dalam konteks game 5. Leadership, faktor motivasional yang mengukur assertiveness dan kepemimpinan si pemain. Nick Yee melakukan sejumlah survei kepada ribuan pemain MMORPG, dan dari itu dia mencoba merancang kluster dan mengelompokkan motivasi para pemain. Pada penelitiannya yang terakhir dia merumuskan 10 jenis motivasi para pemain MMORPG, yakni Advancement, Mechanics, Competition, Socializing, Relationship, Teamwork, Discovery, Role-playing, Customization, dan Escapism. Kesepuluh jenis tersebut membentuk tiga komponen utama dari motivasi-motivasi itu, yakni: Achievement (Prestasi), Social (Sosial) dan Immersion (Penghayatan). Tiga Komponen Motivasi Bermain MMORPG Achievement Social Immersion Advanc ementProgress, Power,Ac c umulation, Status Soc ializing Casual Chat, Helping Others,Making Friends Disc overy Exploration, Lore,Finding Hidden Things Mec hanic sNumbers, Optimization,Templating, Analysis RelationshipPersonal, Self-Disc losure,Find and Give Support Role-Playing Story Line, Charac ter History,Roles, Fantasy Competition Challenging Others,Provoc ation, Domination Teamwork Collaboration, Groups,Group Ac hievements Customization Appearanc e, Ac c essories,Style, Color Sc hemes Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 5 Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games Achievement Salah satu tokoh awal penelitian perilaku berprestasi adalah Henry Murray. Murray (Franken, 1994) mengamati kecenderungan yang berbeda-beda pada orang untuk ‘mengatasi rintangan, menunjukkan kekuatan, memperjuangkan sesuatu yang sulit dengan cara sebaik-baiknya dan secepat mungkin.’ Kecenderungan ini yang disebutnya sebagai need to achieve (kebutuhan berprestasi). Aspek-aspek motivasi yang termasuk kategori achievement (Yee, 2005) ialah: 1. Advancement, yakni dorongan untuk memajukan karakter pemain seperti dalam hal kemajuan cerita, peningkatan kekuatan atau kemampuan karakter, pengakumulasian mata uang dan item-item dalam game, atau peningkatan status (dikenal baik) dalam game. 2. Mechanics, yakni pengenalan yang tinggi terhadap mekanika game, baik dari segi angka-angka, atau pengoptimalan kemampuan karakter, penggunaan template-template karakter yang dianggap cocok (bila ada), dan kemampuan mengalanisis game dengan baik. 3. Competition, yakni dorongan untuk bersaing untuk menantang, sekedar memancing untuk menjengkelkan pemain lain, atau menunjukkan kekuatan lebih terhadap para pemain lain. Social Sosialisasi dalam permainan MMORPG mengandung pengertian bagaimana seorang pemain berinteraksi dengan para pemain lainnya dalam dunia permainan tersebut. Interaksi yang ada ini tergolong unik, karena melintasi batasan ruang dan waktu serta batasbatasan geografis dan nasional. Aspek-aspek yang termasuk kategori social (Yee, 2005) adalah: 1. Socializing, yakni seberapa banyak pemain mencoba mengenal pemain lain, menolong mereka dan berbicara/chatting dengan mereka 2. Relationship, yakni bagaimana pemain mencoba mempunyai hubungan atau relasi yang dalam dan bermakna dengan pemain lain, hingga bisa membicarakan isu-isu dari kehidupan nyata 3. Teamwork, yakni kecenderungan pemain untuk menjadi bagian dari suatu kelompok. 6 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Immersion Menurut Murray (1997), istilah immersion dapat diumpamakan proses penenggelaman atau penceburan diri ke dalam permukaan air. Immersion adalah pengertian seberapa terbawanya seorang pemain oleh game, baik dalam unsur cerita dan suasana (yakni disebut sebagai tingkat diegetis), ataupun seberapa tertariknya dia terhadap game tersebut dan strategi-strategi yang digunakannya (yang disebut sebagai tingkat non diegetis). Aspek-aspek yang termasuk dalam ranah immersion (Yee, 2005) adalah: 1. Discovery (penemuan), yakni keinginan untuk menjelajahi dan menemui hal-hal baru dalam permainan, menemukan hal-hal tersembunyi dan mencoba semakin mengenal seluk-beluk dunia permainan 2. Role-playing (bermain peran), yakni mengikuti alur ceritanya, mendalami tokoh dan peran yang dimiliki, mengarang atau mencipta kisah sejarah tokoh peranan, dan berfantasi dengan peran tersebut 3. Customization (menciptakan keunikan), yakni dorongan untuk membuat kekhasan dalam penampilan tokoh, baik dari ciri-ciri fisik seperti wajah, rambut, bentuk tubuh, ataupun dari pakaian, gaya dan pola warna yang digunakan 4. Escapism (pelarian), yakni dorongan untuk sekedar berelaksasi, bersantai setelah bekerja seharian di dunia nyata, ataupun menghindari dari persoalan-persoalan hidup nyata. Alat ukur Motivation Assessments rancangan Yee, yang terdiri atas 39 butir akan digunakan untuk mengukur skor-skor tiga aspek utama motivasi. Metodologi Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan fenomena budaya games dan motivasi serta perilaku pemain games. Variabel-variabel yang diukur meliputi data demografis yang bersifat nominal seperti jenis kelamin, tempat biasa bermain, dan ordinal seperti pengeluaran untuk bermain online games dan berapa lama mengenalnya. Selain itu pula ada 39 butir pertanyaan yang berhubungan dengan aspek motivasi. Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games Populasi sampel penelitian ini adalah para pemain games atau disebut juga gamers yang tergolong usia remaja di areal Kelapa Gading Jakarta. Karakteristik pertama sampel penelitian adalah usia. Berdasarkan data demografis tentang pemain games di Indonesia dan pemain jenis MMORPG yang diketahui, maka batasan usia yang digunakan untuk sampel penelitian adalah remaja yang berusia 13 tahun (sekolah lanjutan tingkat pertama) hingga 19 tahun (remaja akhir). Penarikan sampel menggunakan metode insidensial pertama dilaksanakan di sejumlah warnet/game center di Kelapa Gading. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan waktu dan kepraktisan dalam mencari sampel yang memenuhi kriteria di atas. Peneliti memilih pemain online games yang bersedia mengisi kuesioner penelitian. Namun penarikan sampel di warnet menemui sejumlah kendala sehingga peneliti mencoba mencari tambahan sampel dari sekolah. Untuk menambah jumlah sampel, peneliti juga mendatangi dua sekolah tingkat menengah (SMP dan SMA) swasta bekerja sama dengan guru bimbingan konseling. Sekolah yang dipilih juga terletak di daerah Kelapa Gading dan memang memiliki sejumlah murid yang di ketahui suka bermain online games. Penelitian dilaksanakan antara bulan Juni hingga Juli 2005 dengan sampel yang berjumlah 70 responden. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian utama yang digunakan untuk memperoleh data adalah kuesioner dengan menggunakan pertanyaan terstruktur bersifat tertutup. Kuesioner ini berisikan 39 butir pertanyaan berhubungan dengan aspek-aspek motivasi bermain MMORPG menurut Nick Yee (2005). Alat ukur tersebut disusun pada tahun 2005 dari hasil pengembangan selama beberapa tahun sebelumnya. Pertama Yee membuat daftar berbagai macam jenis motivasi yang mungkin berkaitan dengan bermain MMORPG dari bahan literatur yang sudah ada (seperti tipe-tipe pemain menurut Bartle) dan survei menggunakan respon terbuka. Motivasimotivasi ini kemudian diubah menjadi pertanyaan survei yang menggunakan skala 5 poin. Metode ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan: memastikan setiap komponen motivasi yang ada saling berhubungan, 2. memastikan motivasi-motivasi yang berbeda memang tidak berhubungan, dan 3. memberikan cara untuk mengukur motivasimotivasi tersebut. Data tersebut menghasilkan 10 faktor subkomponen yang kemudian mengacu kepada 3 faktor komponen utama. Selain alat ukur Motivations Assessment tersebut, kuesioner tersebut disertai 11 pertanyaan yang bertujuan memperoleh data demografis berupa: 1. Usia (skala interval) 2. Jenis Kelamin (skala nominal) 3. Tingkat Pendidikan (skala ordinal) 4. Jumlah pengeluaran uang pribadi selama sebulan (berskala ordinal) 5. Jumlah pengeluaran uang untuk bermain MMOG selama sebulan (berskala ordinal) 6. Tempat biasa bermain MMOG (berskala nominal, bisa dijawab lebih dari satu) 7. Berapa lama mengenal permainan komputer (skala ordinal) 8. Berapa lama mengenal online games jenis MMOG (skala ordinal) 9. Judul game MMOG yang dimainkan (untuk mendapatkan kategori jenis MMOG yang dimainkan, berskala nominal) 10. Seminggu berapa kali bermain game MMOG (skala interval) 11. Berapa jam yang digunakan untuk bermain MMOG dalam seminggu (skala interval). Tujuan pemerolehan data demografis adalah untuk menjadi rujukan perilaku pemain MMOG. 1. Analisis Analisis dilakukan terhadap data kontrol dan instrumen motivasi. Untuk data kontrol akan dilakukan perhitungan presentase, dan juga dilakukan pengujian tabulasi silang (chi-square) untuk melihat keterkaitan antar variabel sehingga dapat diperoleh gambaran lebih jelas tentang perilaku bermain dari sampel. Instrumen yang digunakan merupakan bagian dari alat ukur aspek motivasi pada pemain game MMORPG rancangan Nicholas Yee. Dengan berasumsikan alat ukur berskala interval karena disebarkan ke jumlah responden yang besar (3200 orang), Yee melakukan analisis faktorial. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 7 Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games Hasil perhitungan data diolah menggunakan bantuan program Statistical Program for Social Sciences (SPPS) versi 11.5.0 dengan sistem operasi Windows XP. Dari ke-39 butir alat ukur yang ada dibagi ke dalam 10 subkomponen motivasi, yakni mechancics, advancement, competition, teamwork, socializing, relationship, discovery, roleplaying, customizing, escapism. Dalam mengolah hasil penelitian, hasil kuesioner diolah menjadi beberapa tahap, yakni: 1. Gambaran sampel, yang berisi gambaran umum sampel seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pengeluaran pribadi per bulan. 2. Gambaran perilaku bermain MMOG, yakni gambaran dari variabel MMOG mereka seperti pengeluaran untuk bermain MMOG per bulan mereka, bermain, berapa lama mereka mengenal game, lama mengenal game jenis MMOG, distribusi jenis MMOG yang dimainkan, preferensi tempat bermain MMOG, jumlah bermain MMOG dalam seminggu, dan jumlah jam bermain MMOG dalam seminggu. 3. Gambaran motivasi bermain MMOG, yang diolah dari alat ukur Motivation Assessments yang dibagi menjadi sepuluh kategori subkomponen motivasi yang membentuk tiga aspek motivasi, yakni Achievement (Berprestasi), Social (Sosial) dan Immersion (Penghayatan). Untuk mendapat skor, dilakukan perhitungan mean dari masingmasing subkategori yang bersangkutan. Selanjutnya, skor motivasi utama (achievement, social dan immersion) didapatkan dengan melakukan perhitungan mean dari masing-masing item ranah yang bersangkutan. 4. Uji keterkaitan antara variabel-variabel perilaku bermain MMOG dengan variabelvariabel demografi dan perilaku bermain MMOG lainnya. 5. Uji keterkaitan antara tinggi rendah skor motivasi bermain MMOG dengan variabelvariabel demografi perilaku bermain MMOG. Dalam mencari kaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya, digunakan pengolahan data berdasarkan rumus chi kuadrat (χ2). Rumus chi kuadrat adalah: 8 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 O = nilai yang diobservasi (terhitung) E = nilai yang diperkirakan (hitungan yang diharapkan) Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pemain laki-laki jauh lebih banyak daripada perempuan (57 banding 13) dan hal ini menyulitkan perbandingan antara kedua kelompok tersebut. Dari segi usia peneliti mendapat jumlah yang cukup imbang antara rentang 13 – 15 tahun dengan 16 – 19 tahun, meskipun jumlah subyek yang berusia 15 cukup sedikit, yakni hanya 5 orang, serta usia 18 hanya 2 orang dan 19 tahun hanya ada 3 orang. Dari hasil penelitian variabel perilaku bermain, ditemukan ada beberapa keterkaitan yang signifikan: 1. Antara variabel besar pengeluaran bermain MMOG dengan variabel-variabel besar pengeluaran pribadi per bulan, banyaknya bemain MMOG per minggu dan tinggi rendahnya jam bermain MMOG per minggu. 2. Antara variabel lama mengenal permainan komputer dengan variabel lama mengenal MMOG, jenis MMOG yang dimainkan dan tinggi rendahnya jam bermain MMOG per minggu. 3. Antara variabel lama mengenal MMOG dengan lama mengenal permainan komputer, jenis MMOG yang dimainkan dan banyaknya bermain MMOG per minggu. 4. Antara variabel preferensi jenis MMOG yang dimainkan dengan lama mengenal permainan komputer, lama mengenal MMOG, banyaknya bermain MMOG per minggu dan tinggi rendahnya jam bermain MMOG per minggu. 5. Antara variabel banyaknya bermain MMOG per minggu dengan besar pengeluaran bermain MMOG per bulan, lama mengenal MMOG, preferensi jenis MMOG yang dimainkan dan tinggi rendahnya bermain MMOG per minggu. 6. Antara variabel tinggi rendahnya jam bermain MMOG per minggu dengan besar pengeluaran bermain MMOG per bulan, Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games lama mengenal permainan komputer, jenis MMOG yang dimainkan dan banyaknya bermain MMOG per minggu. Kesimpulan Penelitian ini menunjuk bahwa kategori motivasi yang paling tinggi skornya adalah motivasi achievement, dengan sub kategori advancement yang mempunyai skor tertinggi. Pada kategori social, skor tertinggi adalah subkategori teamwork, dan pada kategori immersion, sub-kategori dengan skor tertinggi adalah customization. Secara keseluruhan, motivasi achievement tidak ditemukan adanya keterkaitan dengan variabel-variabel lainnya, tetapi subkomponen mechanics mempunyai keterkaitan dengan lama mengenal permainan komputer dan lama mengenal MMOG. Motivasi social mempunyai keterkaitan dengan besar pengeluaran bermain MMOG per bulan. Subkomponen teamwork mempunyai keterkaitan dengan besar pengeluaran pribadi per bulan; sub-komponen socializing ada kaitan dengan besar pengeluaran bermain MMOG per bulan; sub-komponen relationship ada kaitan dengan jumlah jam bermain MMOG per minggu. Motivasi immersion mempunyai keterkaitan yang signifikan dengan kelompok usia, dengan usia 13-15 thn mempunyai skor Immersion lebih tinggi daripada yang usia 16-19 thn. Selain itu ada juga kaitan dengan variabel besar pengeluaran bermain MMOG per bulan dan dengan lama mengenal permainan komputer. Sub-komponen customizing ada keterkaitan dengan besar pengeluaran pribadi per bulan, lama mengenal permainan komputer dan lama mengenal MMOG. Sub-komponen discovery mempunyai kaitan dengan besar pengeluaran MMOG per bulan dan dengan lama mengenal MMOG. Diskusi Meskipun penelitian berawal untuk meneliti perilaku dan motivasi pemain MMORPG, peneliti memutuskan untuk mengkaji pemain MMOG yang lebih umum. Perubahan ini salah satunya disebabkan kendala yang ditemui pada saat pengambilan data, dimana meskipun para pemain mengetahui istilah MMORPG, mereka belum secara jelas mengkategorikan game-game yang termasuk jenis ini sehingga game-game non RPG seperti Gunbound, GetAmped dan Vital Signs ikut dijawab sebagai judul game yang mereka mainkan. Kesulitan mencari sampel di warnet-warnet menjadi alasan peneliti mencoba mencari ke tempat lain seperti sekolah-sekolah serta meminta bantuan peers peneliti ataupun pemain MMOG sendiri untuk mencarikan sampel tambahan. Keterkaitan antara variabel pengeluaran pribadi per bulan, pengeluaran bermain MMOG dan banyak waktu yang digunakan untuk bermain MMOG dapat dilihat dari hasil pengujian chi-square. Memang wajarnya seseorang yang mempunyai pengeluaran tinggi untuk bermain MMOG akan meluangkan waktu yang cukup banyak untuk bermain. Implikasi penelitian ini adalah dengan nilai motivasi achievement sebagai motivasi tertinggi di antara para pemain online games menunjukkan bahwa mereka mempunyai keinginan untuk berprestasi yang cukup kuat, yang setidaknya disalurkan melalui bermain online games. Yang patut diketahui lebih lanjut adalah, bagaimana kaitan hal ini dengan kehidupan sehari-hari mereka. Apakah mereka menunjukkan keinginan berprestasi yang kuat dalam aspekaspek kehidupan lainnya seperti pergaulan, pelajaran akademis? Ataukah mereka sulit berprestasi dalam melakukan hal-hal ini sehingga kebutuhan berprestasi tersebut mereka salurkan melalui bermain online games? Kaitan antara motivasi sosial dengan besar pengeluaran bermain online games per bulan menunjukkan suatu hal menarik tentang kerelaan online gamers untuk bisa mengorbankan waktu dan uang untuk memenuhi kebutuhan ini. Apakah kebutuhan sosial mereka tersebut juga dipenuhi dengan cara di luar bermain online games? Kedua motivasi ini perlu ditanyakan tidak saja kepada para remaja yang memainkan online games ini, tetapi juga guru dan orang tua yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 9 Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games berlaku sebagai pihak yang mempunyai andil bagi para remaja ini. Salah satu hal menarik adalah motivasi penghayatan (immersion). Ditemukan ada keterkaitan yang signifikan antara kelompok usia (remaja madya atau akhir) dengan tinggi rendahnya skor immersion mereka. Antara kedua usia tersebut memang ada perbedaan-perbedaan, seperti hal kognisi dan perkembangan kepribadian mereka. Kognisi dalam arti kelompok usia remaja akhir mempunyai perkembangan kognisi yang lebih maju dibandingkan remaja madya, serta mempunyai pengalaman hidup yang lebih banyak. Namun hal ini tidak menjelaskan mengapa remaja madya mempunyai skor immersion yang lebih tinggi. Apakah karena kelompok remaja madya mempunyai waktu luang yang lebih tinggi dibandingkan remaja akhir? Ataukah karena kognisi mereka tidak semaju remaja akhir sehingga mereka mampu untuk lebih menghayati permainan MMOG mereka? Customizing, sebagai sub-komponen terbesar pada motivasi immersion memang merupakan unsur utama dalam bermain MMOG, yakni kemampuan untuk menciptakan karakter, preferensi mereka dan gaya bermain sesuai mereka sendiri. Penelitian ini memberikan gambaran awal tentang pemain online games di Indonesia. Tentunya masih banyak hal yang dapat diperbaiki mulai dari perancangan alat ukur yang lebih memadai (khususnya kuesioner tentang data demografis). Meskipun dalam pengisian kuesioner responden tidak menemui banyak kesulitan dalam memahaminya, salah satu kendala terbesar adalah membuat mereka bersedia untuk mengisinya. Hal ini yang diharapkan dapat diatasi dalam penelitian lanjutan. Selain itu ada baiknya kalau penelitian lanjutan mencoba mencapai jumlah sampel yang lebih banyak sehingga gambaran yang diperoleh menjadi lebih kaya. Sebagai saran teoritis mungkin ada baiknya kalau penelitian perihal perilaku dan motivasi bermain MMOG ini dikaitkan dengan teori-teori psikologi lainnya, misalnya pola pikir, strategi bermain game, dan kalau memungkinkan, diperluas sehingga melibatkan studi perilaku 10 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 sosial, corak kepribadian dan psikologi bermain. Untuk saran praktis, peneliti menyarankan ada baiknya jika baik orang tua atau guru-guru mencoba untuk lebih memahami permainanpermainan ini, yang meskipun relatif baru usianya telah memberikan dampak yang cukup berarti bagi para remaja yang memainkannya. Kesempatan bagi para remaja untuk bisa mencapai semacam keberhasilan dan mempunyai kehidupan sosial dalam dunia permainan ini ada baiknya dipertanyakan lebih dalam ke mereka, karena mungkin mereka merasa apa yang ditawarkan dalam dunia online games ini terasa lebih memikat daripada apa yang bisa diperoleh pada dunia nyata. Pada hakekatnya, penelitian ini bisa mengatakan kalau online games sebagai suatu media bukanlah suatu hal yang berbahaya atau perlu diwaspadai oleh pihak orang tua dan guru. Karena seperti benda apapun, hal yang paling berarti adalah bagaimana seseorang menggunakannya. Apakah dalam pemakaian online games seorang pemain yang mempunyai motivasi tertentu mempunyai corak kepribadian tertentu? Hal ini belum bisa terjawab dalam penelitian ini, tapi mungkin pada puncaknya, ada baiknya kalau di masa mendatang bisa dilakukan penelitian dengan melakukan simulasi permainan online bersama-sama di antara para pemain. Mereka bersama-sama bermain untuk beberapa jam dan dalam proses tersebut peneliti menggali informasi dari para subjek itu sendiri bagaimana pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan mereka pada saat bermain. Daftar Pustaka Bartle, R. A. Hearts, clubs, diamonds and spades: player who suits muds Colchester, Essex: MUSE Ltd. http://www.mud.co.uk/ richard/hcds.htm (terakhir diambil, 26 November 2004) Egdenfelt-Nielsen, S. & Smith, J.H. Computer games, media and interactivity. Terjemahan bahasa Inggris dari Den Digitale Leg. (2000). http://www.game-research.com/ art_games_media.asp (terakhir diambil, 11 October 2004) Gambaran Perilaku dan Motivasi Pemain Online Games Fachrisal, A. (2005). Online gaming di Indonesia. dari Majalah LEVEL edisi 12 tahun 2005. Jakarta: Elex Media Computindo. Franken, R. E.. (1993). Human motivation. California: Brooks/Cole Publishing Company http://www.takingchildrenseriously.com/ node.php?id=83 (terakhir diambil, 18 January 2005) Mayer, R. E. (2002). The promise of educational psychology, vol. II: Teaching for meaningful learning. New Jersey: Pearson Education Murray, J. (1996). Hamlet on the holodeck: The Future of narrative in cyberspace. New York: The Free Press Nakita. (2001). Bermain dan permainan. Jakarta: PT Sarana Kinasih Satya Sejati Nuswandana, Adhityaswara. (2005. Bikin main game makin asyik . Dari Harian Kompas tanggal 21 Oktober 2005. http:// www.kompas.com/kompas-cetak/0510/ 21/muda/2143888.htm (terakhir diambil, October 2006) Ragnarok Online. (2005) Gravity Corp & Lee Myoung-Jin (DTS Studios). http:// www.ragnarok.co.id/roguide/intro/ intro.asp Steere, E. A. (1994). Cultural formations in text based virtual realities. Melbourne: University of Melbourne http://www.aluluei.com/cult-form.htm (terakhir diambil, 21 Oktober 2006) Yee, N. 2002. Facets: 5 motivation factors for why people play MMORPG’s. http:// www.nickyee.com/facet/home.html (terakhir diambil, November 2004) Wikipedia.org. (2005). Computer games. Wikipedia, the free encyclopedia http://en.wikipedia.org/wiki/ Computer_and_Video_ Games (terakhir diambil, 21 Oktober 2006) Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 11 Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Penelitian Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Widodo *) Abstrak Latar belakang pendidikan yang disandang guru ternyata tidak berpengaruh pada gaya guru mengajar. Penelitian yang dilakukan terhadap guru TK, SD, SMP, dan SMA BPK PENABUR Tasikmalaya memperlihatkan bahwa gaya guru mengajar pada guru dengan latar belakang yang berbeda ternyata tetap sama yaitu mereproduksi gaya mantan gurunya. Oleh karena itu disarankan agar pemerintah/ lembaga pendidikan merekonstruksi sistem pembelajaran calon guru terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Kata kunci : Rekonstruksi, model pembelajaran, metode pembelajaran, belajar aktif This research finds out that educational background of teachers at BPK PENABUR schools in Tasikmalaya do not give significant effects to the styles of their theching. Most of the teacher at Kindergatens, Primary School, Junior and Senior High Schools choose their ex-teachers at Senior High School as ideal models in teaching. Conscquenlly, they are not craetive and their teaching style is teacher oriented not student. This research suggests to reconstruct the instructional model through changging the instructional methods. Pendahuluan istem pendidikan Indonesia selama ini memfasilitasi terjadinya reproduksi sistem pengetahuan dan keyakinan tentang pengajaran yang bersifat penyampaian materi satu arah dari guru kepada murid. Gaya guru mengajar seperti cara/metode gurunya yang terdahulu mengajar kepadanya. Beberapa waktu kemudian cara/metode mengajarnya akan dipraktikkan oleh muridnya ketika menjadi guru. Bangsa Indonesia terlalu lama hidup di bawah tekanan penjajah dan sistem pemerintahan kerajaan yang mengkondisikan sebagian besar rakyat dikuasai oleh beberapa orang. Keadaan tersebut membentuk budaya yang memunculkan anggapan ada orang yang dianggap serba tahu dan ada banyak orang yang tidak tahu. Orang yang dianggap serba tahu harus dihormati oleh S *) Kepala SDK BPK PENABUR Tasikmalaya 12 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 orang yang tidak tahu dan orang yang dianggap serba tahu berkewajiban selalu memberi tahu. Sebagai orang dewasa guru menganggap dirinya serba tahu dan murid dianggap sebagai pribadi yang belum tahu. Dengan demikian guru aktif mentransfer ilmu dan murid pasif menerima pengajaran guru. Guru menempatkan dirinya paling utama dalam kegiatan belajar mengajar. Guru merasa berjasa dan menganggap harus dihargai jasa-jasanya yang telah mengantarkan murid mencapai keberhasilan. Cara/metode mengajar seperti di atas yang selalu diwariskan, sehingga cara/metode mengajar searah selalu berulang. Semenjak di era reformasi banyak pihak yang menyadari dan mulai berani menyatakan, bahwa model pembelajaran penyajian materi satu arah dari guru kepada murid tidak efektif dan harus ditinggalkan dan diupayakan pengganti model pembelajaran yang lebih memberdayakan para murid. Oleh karena Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran menurut Heinz Kock, orang yang paling penting di sekolah adalah murid, bukan guru. Maksudnya murid yang harus belajar secara aktif dan guru hanya membantunya. Murid seharusnya dihargai dan dihormati sebagai pribadi yang sama dengan gurunya. Murid memiliki potensi untuk dapat berkembang. Pada zaman modern ini dengan didukung oleh kemajuan teknologi informasi, sangat mungkin terjadi guru tidak lagi sebagai pribadi yang serba tahu. Ada kalanya murid dalam hal-hal tertentu labih dahulu tahu dibandingkan dengan gurunya. Untuk mewujudkannya diperlukan usaha merekonstruksi pembelajaran secara serentak di berbagai jenjang pendidikan, konsisten, menyeluruh, dan dilakukan tanpa putus dalam kurun waktu yang relatif lama. Bila tidak demikian akan cenderung kembali kepada pola lama. Rekonstruksi pembelajaran meliputi banyak hal antara lain: filosofi dan kebijakan pendidikan, strategi pendidikan nasional, pendanaan pendidikan, tenaga pendidik, perguruan tinggi keguruan, dan sebagainya. Pada kesempatan ini penulis hanya memfokuskan pada rekonstruksi pembelajaran melalui rekonstruksi metode pembelajaran. Sebab penggunaan metode pembelajaran berkaitan langsung dengan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Hal ini berhubungan langsung dan dapat diupayakan oleh Pengurus BPK PENABUR dan tenaga pendidik, serta mempengaruhi langsung perubahan tingkah laku murid. Sedangkan hal-hal besar lainnya tersebut di atas sebagian besar merupakan tanggungjawab Pemerintah. Disadari atau tidak, sistem pendidikan di Indonesia selama ini memberikan tempat untuk penyelenggaraan pembelajaran yang menjurus ke satu arah.Di sekolah murid belajar tentang apa yang dimaksud belajar dan tentang apa yang dimaksud mengajar secara aktif sejak di SD, SMP, SMA/SPG, dan sampai Perguruan Tinggi. Ketika murid menjadi guru, maka sistem pengetahuan dan keyakinan yang telah terbentuk oleh mantan gurunya akan digunakan di dalam pembelajarannya. Dengan demikian pola mengajar terulang kembali. Hal ini merupakan penyebab betapa sulit mengubahnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengubahnya, tetapi cenderung kembali kepada pola lama. Masalah Penelitian Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakah guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya yang berijazah terakhir SPG (Sekolah Pendidikan Guru) atau SLA (sekolah Lanjutan Atas) mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru?. (2) Apakah guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan Perguruan Tinggi yang belum memiliki Akta mengajar mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru?. (3) Apakah guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan Perguruan Tinggi yang sudah memiliki Akta mengajar mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru? Kerangka Teori Menurut Winarno Surakhmad, (1986), bahwa manusia tidak mungkin dapat hidup bersama dengan manusia lainnya tanpa adanya proses interaksi. Proses interaksi itu dimungkinkan, bahwa kenyataan manusia itu adalah makhluk yang memiliki sifat sosial yang sangat besar. Setiap interaksi terjadi dalam suatu situasi, tidak dalam alam hampa. Di antara berbagai jenis situasi itu terdapat satu jenis situasi khusus yakni situasi edukatif. Interaksi yang terjadi dalam situasi edukatif dinamakan interaksi edukatif. Interaksi edukatif merupakan salah satu interaksi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenanya interaksi edukatif dapat terjadi menggunakan berbagai sarana dan berbagai media yang ada di masyarakat, baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu wahana interaksi edukatif secara langsung adalah sekolah. Hingga saat ini (khususnya di Indonesia) sekolah dianggap sebagai wahana interaksi edukatif secara langsung dan efektif. Sosilog Boudieu (1990), mengatakan bahwa sekolah merupakan sistem tempat terjadinya reproduksi kebudayaan. Pengajaran merupakan salah satu aktivitas kebudayaan. Guru seringkali dalam pengajaran mencoba mengimplementasikan bidang ajarnya ke dalam kehidupan nyata sehari-hari di masyarakat. Di dalam usahanya tersebut guru secara sengaja atau tidak sengaja memperkenalkan budaya masyarakat setempat atau menyinggung Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 13 Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran keberadaan budaya masyarakat setempat kepada murid-muridnya. Sebab kehidupan sehari-hari masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan budaya masyarakat tersebut. Stigler dan Hiebert (1999) mengatakan, bahwa pola mengajar yang ada pada suatu kelompok masyarakat tertentu tidak dapat dipisahkan dengan sistem nilai dan kebudayaan masyarakat setempat. Hal ini berarti pola pembelajaran para guru di Indonesia melekat pada tata nilai dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Murid-murid belajar tentang bagaimana belajar dan bagaimana mengajar melalui keterlibatannya secara langsung sejak di SD, SMP, SMA/SPG/SMK, sampai Perguruan Tinggi. Ketika murid tersebut menjadi guru, maka sistem pengetahuan dan keyakinan (salah satunya adalah metode mengajar guru-gurunya) akan digunakan dalam pembelajarannya. Dengan demikian pola mengajar terulang lagi. Menurut Hall E.T. (1966), budaya adalah komunikasi, dan komunikasi adalah budaya. Dengan demikian interaksi adalah budaya, sebab di dalam interaksi ada komunikasi. Sekolah merupakan interaksi edukatif dan merupakan proses interaksi yang sangat aktif dilakukan oleh guru – guru dengan banyak murid setiap hari dalam kurun waktu yang lama. Dengan demikian di sekolah terjadi program pembangunan budaya dalam proses pembiasaan budaya kepada anak didik. Sebab komunikasi adalah budaya Di dalam pengajaran terjadi proses komunikasi dengan demikian pengajaran merupakan salah satu aktivitas budaya. Sekolah di suatu daerah tidak dapat dipisahkan dari sistem nilai dan kebudayaan masyarakat setempat. Pernyataan ini dikuatkan oleh kebijakan pemerintah yang memasukkan budaya daerah ke dalam kurikulum yang dikenal dengan muatan lokal yang mengharuskan setiap sekolah untuk mengajarkannya. Memasukkan budaya daerah dalam bentuk seni, bahasa, hasil karya ke dalam kurikulum sah-sah saja dalam rangka melestarikan budaya daerah. Memang harus ada upaya-upaya pembangunan dan pelestarian budaya daerah agar budaya daerah dapat dilestarikan. Sekolah merupakan wahana yang tepat untuk melestarikan budaya daerah. Yang menjadi masalah adalah usaha- usaha baik sengaja maupun tidak sengaja mewariskan tata nilai dan keyakinan yang sudah tidak sesuai lagi, yaitu menganggap guru sebagai seorang 14 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 dewasa yang serba tahu dan murid sebagai pribadi yang serba belum tahu. Dengan demikian menempatkan guru sebagai yang utama dan murid sebagai pribadi yang pasif dalam kegiatan belajar mengajar. Gurulah yang berjasa menjadikan murid berhasil dalam hidupnya. Beberapa metode pembelajaran yang ada dan telah banyak diperkenalkan sebagai pengetahuan antara lain sebagai berikut : 1. Metode Ceramah Merupakan metode penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru di depan kelas kepada murid-muridnya. Dengan demikian guru aktif dan siswa pasif, karena aktivitasnya mendengarkan dan mencatat pokok-pokok yang dianggap penting. Metode ini merupakan metode yang paling disenangi guru, karena mudah menyampaikan materi pelajaran sebanyak apapun. Tetapi metode ini tidak cocok bagi perkembangan siswa, karena aktivitasnya terbatas. 2. Metode Latihan Siap (Drill) Merupakan metode untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan latihan terhadap apa yang telah dipelajari. Metode ini untuk mendapatkan a). kecakapan motorik (seperti: menulis, melafalkan, menggunakan alat/mesin, atletik, dan permainan). b). kecakapan mental (menjumlah, mengurang, mengalikan, membagi, mengenal tandatanda, dan sebagainya). c). persiapan lomba. 3. Metode Tanya Jawab Merupakan metode guru mengetahui apakah siswa telah menguasai fakta tertentu yang sudah diajarkan. Dengan demikian metode ini baik untuk Apersepsi digunakan meninjau pelajaran yang lalu, menyelingi pembicaraan kerjasama siswa, menangkap perhatian siswa. 4. Metode Diskusi atau Musyawarah Merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan persoalan yang memerlukan jawaban atau cara lebih dari satu dan diperlukan kerja sama dan musyawarah. 5. Metode Demonstrasi dan Eksperimen Merupakan metode yang menarik, karena menantang siswa dalam mencari jawab cara membuat, bahan apa, dan sebagainya. 6. Metode Pembagian Tugas Merupakan metode pembelajaran yang memiliki tiga fase, yaitu: pertama guru memberi tugas; ke dua siswa melaksanakan Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran tugas (belajar); dan ke tiga siswa mempertanggungjawabkan (melaporkan) kepada guru apa-apa yang telah dipelajari di rumah, di perpustakaan, di laboratorium, atau di tempat lain. 7. Metode Karyawisata Merupakan metode yang memerlukan biaya sangat besar. Oleh karenanya tidak dapat dilaksanakan setiap waktu, meskipun disenangi siswa. 8. Metode Kerja Kelompok atau Metode Gotong Royong Metode untuk mencapai bermacam-macam tujuan pembelajaran sekaligus. Siswa dalam satu kelas dibagi dalam kelompok dan ditugaskan untuk memecahkan masalah yang berbeda dengan kelompok lain. 9. Metode Sistem Regu Merupakan metode team teaching dalam mengajar kelompok siswa. Dengan demikian satu mata pelajaran gurunya dua orang atau lebih. 10. Metode Sosiodrama dan Bermain Peran Sosiodrama artinya mendramatisasikan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial. Sedangkan bermain peran artinya menekankan kenyataan di mana siswa diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramatisasikan masalahmasalah sosial. Uraian di atas menunjukkan terdapat paling sedikit sepuluh metode yang dapat dipilih oleh guru dalam membelajarkan muridnya. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, keadaan lingkungan, waktu yang tersedia, serta karakteristik murid. Untuk memotivasi murid belajar, guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi. Penggunaan metode bervariasi juga dapat meningkatkan pemahaman murid. Kerangka Berpikir Manusia sebagai makhluk sosial selalu berusaha melakukan interaksi dengan manusia lain dalam membangun budayanya. Salah satu interaksi yang dikembangkan adalah interaksi edukatif. Apapun yang diajarkan di sekolah tidak dapat dipisahkan oleh budaya tempat sekolah itu berada (masyarakat setempat). Sistem pendidikan di negara kita selama ini masih sentralistik, dan pembelajaran satu arah. Murid terlibat secara langsung dalam belajar dan sekaligus belajar bagaimana mengajar. Guru yang secara fisik lebih dewasa daripada muridmuridnya menganggap dirinya serba tahu berkewajiban selalu memberitahu kepada muridmuridnya. Murid-murid dikondisikan sebagai pribadi yang harus menerima pengajaran dari sang guru. Ketika menjadi guru, iapun mempraktikkan cara mengajar mantan gurunya. Menganggap guru paling tahu, dan menganggap muridnya tidak tahu apa-apa. Pola mengajar selalu terulang dan betapa sulit mengubahnya. Salah satu upaya yang pernah dilakukan cukup serius melalui penerapan metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), tetapi kekurangsiapan dan banyak faktor lain yang belum mendukung, maka pelaksanaan di lapangan cenderung kembali ke pola pembelajaran yang lama. Dengan demikian upaya melakukan rekonstruksi pembelajaran yang bersifat penyampaian materi satu arah (dari guru kepada murid), ke arah metode pembelajaran yang lebih bersifat memberdayakan para murid perlu dilakukan secara serentak pada berbagai jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK, sampai Perguruan Tinggi), konsisten, dan tanpa putus dalam kurun waktu yang cukup lama. Upaya menghadirkan metode pembelajaran yang lebih bersifat memberdayakan para murid perlu segera diwujudkan. Menurut Heinz Kock (1986), bahwa yang paling penting di sekolah adalah murid bukan guru. Maksudnya murid yang belajar secara aktif, guru hanya membantunya. Guru sebagai manajer dan fasilitator di dalam kelas perlu memfasilitasi kegiatan belajar yang selalu menghadirkan halhal yang menarik dan membiasakan murid secara aktif belajar dan guru membantu aktivitas belajar murid. Guru mengusahakan agar murid tidak bergantung kepada guru. Guru mengusahakan agar murid semakin mandiri dan secara sadar mencintai belajar. BPK PENABUR diharapkan dapat berperan dalam melakukan rekonstruksi pembelajaran melalui rekonstruksi metode pembelajaran yang lebih memberdayakan murid, khususnya untuk kepentingan sekolah-sekolah BPK PENABUR. Dengan demikian secara menyeluruh kualitas pembelajaran sekolah-sekolah BPK PENABUR sama dan menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah lainnya. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 15 Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1) apakah benar guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya yang berijazah terakhir SPG (Sekolah Pendidikan Guru) atau SLA (Sekolah Lanjutan Atas) mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru; 2) apakah benar guruguru BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan Perguruan Tinggi yang belum memiliki Akta mengajar mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru; dan 3) apakah benar guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan Perguruan Tinggi yang sudah memiliki Akta mengajar mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat bermanfaat, pertama untuk memberikan masukan kepada BPK PENABUR dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan sekolah-sekolah BPK PENABUR dengan melakukan rekonstruksi pembelajaran melalui rekonstruksi metode pembelajaran. Upaya tersebut dilakukan dengan memberikan pelatihan atau pembinaan metode pembelajaran yang lebih memberdayakan murid secara serentak pada berbagai jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK), konsisten, dan tanpa putus dalam kurun waktu yang cukup lama. Kedua, untuk memotivasi guru-guru termasuk penulis untuk selalu berusaha menghadirkan kegiatan belajar mengajar yang menarik dan menumbuhkan kemandirian murid di dalam belajar. Meninggalkan cara/metode pembelajaran sentralistik satu arah dari guru kepada murid. Mengupayakan agar murid aktif belajar dan guru membantu murid untuk dapat aktif belajar. Ketiga, untuk meninggalkan anggapan gurulah yang paling berjasa di setiap keberhasilan siswa, dan mulai menyadari bahwa setiap usaha guru merupakan tugas dan kewajiban profesinya dan pelayanannya. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TK, SD, SMP, dan SMA BPK PENABUR Tasikmalaya, menggunakan metode survei melalui kuesioner. Responden penelitian adalah semua pengajar sebanyak 51 orang yang terdiri atas 9 orang guru/karyawan tetap TK; 15 orang guru/karyawan tetap dan 3 orang guru tidak tetap SD; 9 orang guru tetap SMP; 12 guru tetap dan 3 guru tidak tetap SMA, yang sudah bekerja lebih dari satu tahun di BPK PENABUR Tasikmalaya. Jumlah responden masing-masing sekolah ditunjukkan pada Tabel 1. Sedangkan jumlah responden yang berhubungan dengan kepemilikan Akta Mengajar ditunjukkan pada Tabel 2. Pengolahan data hasil penelitian dilaksanakan dengan metode statistik deskriptif. Tabel 1: Jumlah Responden TK, SD, SMP, dan SMA BPK PENABUR Tasikmalaya Jenjang Guru Honor Calon Guru Guru Tetap Karyawan Jumlah TK 0 0 6(67%) 3(33%) 9(100%) SD 3(16.67%) 0 14(77.78%) 1(5.55%) 18(100%) SMP 0 1(11.11%) 8(88.89%) 0 9(100%) SMA 3(20%) 2(13.33%) 10(66.67%) 0 15(100%) 6(11.77%) 3(5.88%) 38(74.51%) 4(7.84%) 51(100%) Jumlah 16 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Gambar 1: Jumlah Responden 14 12 10 TK SD SMP SMA 8 6 4 2 0 Guru Honor Calon Guru Guru Tetap Karyaw an Catatan: Tiga orang pengajar di TK dan seorang pengajar di SD berstatus sebagai karyawan (mendapat SK sebagai Tenaga Kependidikan) yang mendapat tugas mengajar. Tabel 2: Responden yang Belum Memiliki Akta Mengajar Akta Mengajar TK SD S MP S MA Jumlah Sudah Memiliki 2(22.22%) 12(66.66%) 7(77.78%) 13(87.67%) 34(67,66%) Belum Memiliki 4(44.45%) 3(16.67%) 2(22.22%) 2(13.33%) 11(21.57%) SPG/SLTA 3(33.33%) 3(16.67%) 0 0 6(11.76%) 9(100) 18(100%) 9(100%) 15(100%) 51(100%) Jumlah Gambar 2: Responden yang Belum Memiliki Akta Mengajar 14 12 Sudah Mem iliki Akta Mengajar 10 8 6 Belum Mem iliki Akta Mengajar 4 SPG/SLA 2 0 TK SD SMP SMA Hasil Penelitian Pendapat Responden tentang Mencontoh/Mempraktikkan Metode/ Cara Mengajar Mantan Guru Pada umumnya guru-guru (yaitu 35 dari 51 responden atau 68.63%, tabel 3) mencontoh/ mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru. Meskipun guru-guru SMP (yaitu 4 dari 9 respondennya atau 44.44%) dan SMA (yaitu 7 dari 15 respondennya atau 46.67%) yang menyatakan tidak mencontoh/mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru, hampir mendekati jumlah guru-guru SMP (yaitu 5 dari respondennya atau 55.56%) dan SMA (yaitu 8 dari respondennya atau 53.33%) yang menyatakan mencontoh/mempraktikkan cara/ metode mengajar mantan gurunya. Akibatnya guru-guru tidak mudah menerima sesuatu yang baru, karena sudah nyaman dengan yang dilakukan selama ini, meskipun menjadikan siswa pasif dalam kegiatan belajar dan tidak memiliki kesadaran untuk belajar. Guru bangga bila siswa dan masyarakat menganggap keberhasilan siswa semata karena jasa guru. Seharusnya di dalam pembelajaran guru Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 17 Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Tabel 3: Responden Mempraktikkan Metode/Cara Mengajar Mantan Guru Memp rak tik k an Metod e Mengajar Mantan Guru TK SD S MP S MA Jumlah Benar Mempraktikkan 8(88.89%) 14(77.78%) 5(55.56%) 8(53.33%) 35(68.63%) Tidak Mempraktikkan 1(11.11%) 4(22.22%) 4(44.44%) 7(46.67%) 16(31.37%) 9(100%) 18(100%) 9(100%) 15(100%) 51(100%) Jumlah Gambar 3: Responden Mempraktikkan Metode/Cara Mengajar Mantan Guru 14 12 10 8 B enar M emp r akt i kkan 6 T i d ak M emp r akt i kkan 4 2 0 TK SD SMP SMA mengupayakan agar siswa menyadari pentingnya belajar secara aktif mandiri untuk menemukan banyak hal. Semua responden yang berijazah terakhir SPG/SLA mengajar di TK sebanyak 3 orang dan yang mengajar di SD 3 orang menyatakan menyatakan mencontoh/mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru. Dengan demikian hipotesis terbukti. Dan membuktikan begitu kuatnya pengaruh budaya dan pewarisan nilai-nilai sistem pengetahuan dan keyakinan para seniornya atau mantan gurunya. Tabel 4: Responden SPG/SLA Mempraktikkan Metode/Cara Mengajar Mantan Guru Memp rak tik k an Metod e Mengajar Mantan Guru TK SD S MP S MA Jumlah Benar Mempraktikkan 3(100%) 3(100%) 0 0 6(100%) Tidak Mempraktikkan 0 0 0 0 0 3(100%) 3(100%) 0 0 6(100%) Jumlah mencontoh/mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru (tabel 4) Sebanyak 9 orang dari 11 orang guru yang belum memiliki Akta Mengajar menyatakan mencontoh/mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru, meskipun guru SMP dan SMA yang menyatakan mencontoh/ mempraktikkan sama (tabel 5). Dengan demikian hipotesis terbukti. Guru-guru yang belum memiliki akta mengajar sangat sedikit mengetahui metode mengajar, maka akan lebih mudah mencontoh/mempraktikkan cara mengajar mantan gurunya. Sebanyak 24 orang dari 34 orang guru (atau 71%, tabel 6) yang sudah memiliki Akta Mengajar 18 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Pendapat Responden tentang Mantan Guru yang Diidolakan Sebanyak 47 orang (92%) dari 51 orang guru menyatakan memiliki idola mantan guru (tabel 7). Sebagian besar responden mengidolakan mantan guru SMA/SPG/SMK/SLA sebagai cerminan ingatan yang kuat di usia remaja. Pernyataan ini menguatkan, bahwa guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya mempraktikkan metode/cara mengajar mantan gurunya. Mereka menganggap guru yang utama dalam kegiatan belajar mengajar dan siswa dapat berhasil karena jasa guru. Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Tabel 5: Responden yang Belum Memiliki Akta Mengajar Mempraktikkan Metode Mengajar Mantan Guru Memp rak tik k an Metod e Mengajar Mantan Guru TK SD S MP S MA Jumlah Benar Mempraktikkan 4(100%) 3(100%) 1(50%) 1(50%) 9(82.82%) Tidak Mempraktikkan 0 0 1(50%) 1(50%) 2(18.18%) 4(100%) 3(100%) 2(100%) 2(100%) 11(100%) Jumlah Gambar 4: Responden yang Belum memiliki Akta Mengajar Mempraktikkan Metode Mengajar Mantan Guru 4 3 Benar Mem praktikkan 2 Tidak Mem praktikkan 1 0 TK SD SMP SMA Tabel 6: Responden yang Sudah Memiliki Akta Mengajar Mempraktikkan Metode Mengajar Mantan Guru Memp rak tik k an Metod e Mengajar Mantan Guru TK SD S MP Jumlah 7(53.85%) 24(70.59%) Benar Mempraktikkan 2(100%) Tidak Mempraktikkan 0 1(8.33%) 3(42.86%) 6(46.15%) 10(29.41%) 2(100%) 12(100%) 7(100%) 13(100%) 34(100%) Jumlah 11(91.67%) 4(57.14%) S MA Gambar 5: Responden yang Sudah Memiliki Akta Mnegajar Mempraktikkan Metode Mengajar Mantan Guru 15 10 Benar Mem praktikkan 5 Tidak Mem praktikkan 0 TK SD SMP SMA Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 19 Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Tabel 7: Pendapat Responden tentang Mantan Guru yang Diidolakan Mantan Guru Idola TK SD S MP S MA Jumlah Mantan Guru SD 1(11.11%) 7(38.89%) 0 2(13.33%) 10(19.61) Mantan Guru SMP 3(33.33%) 3(16.67%) 2(22.22%) 3(20.00%) 11(21.57%) Mantan Guru SMA/SPG/SMK/SLA 4(45.45%) 8(44.44%) 4(44.45%) 7(46.67%) 23(45.10%) 0 0 1(11.11%) 2(13.33%) 3(5.88%) 1(11.11%) 0 2(22.22%) 1(6.67%) 4(7.84%) 9(100%) 18(100%) 9(100%) 15(100%) 51(100%) Mantan Dosen Tidak Punya Idola Jumlah Gambar 6: Mantan Guru yang Diidolakan Tabel 8: Pendapat Responden tentang Metode/Cara Mengajar Mantan Guru Idola yang Berkesan dan Mempengaruhi Pembelajarannya Metode Mengajar Mantan Guru Idola TK SD S MP S MA Jumlah Sederhana dan mudah 1(11,11%) 6(33.33%) 1(11.11%) 4(26.66%) 12(23.53%) Gaya Mengajar Menarik 6(66.67%) 12(66.67%) 4(44.45%) 9(60.00%) 31(60.79%) Menggunakan alat peraga 1(11.11%) 0 2(22.22%) 0 3(5.88%) Mayoritas siswa nilainya b ag u s 0 0 0 1(6.67%) 1(1.96%) Tidak ada yang mengesankan 1(1.11%) 0 2(22.22%) 1(6.67%) 4(7.84%) Jumlah 9(100%) 18(100%) 9(100%) 15(100%) 51(100%) 20 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Gambar 8: Pendapat Responden tentang Metode/Cara Mengajar Mantan Guru Idola yang Berkesan dan Mempengaruhi Pembelajarannya Sederhana dan m udah 12 10 Menarik gaya m engajarnya 8 6 Menggunakan banyak alat peraga 4 Sebagian besar sisw a yang diajar nilainya bagus 2 Tidak ada yang m engesankan 0 TK SD SMP SMA Alasan responden mengidolakan mantan guru sebagian besar karena menarik gaya mengajarnya, sederhana dan mudah, menggunakan alat peraga, dan sebagian besar siswa yang diajar nilainya bagus (tabel 8). Tabel 9: Pendapat R esponden tentang Pilihan Pelatihan Metode Guna Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Pelatihan Metode Mengajar yang diinginkan Guru 18 16 14 12 10 8 6 TK SD SMP SMA Jumlah Mendapat banyak teori 0 1(5.56%) 3(33.33%) 0 4(7.84%) Me to de p e nyaj i an sama de ngan metode yang telah digunakannya 0 0 0 1(6.67%) 1(1.96%) Me l i hat p e nyaji me mp rakti kkan 9(100%) 17(94.44%) 6(66.67%) 14(93.33%) 46(90.20%) Metode penyajian sam a dengan me to d e me ngaj ar yang me nari k m etode yang telah digunakannya dan mudah dipraktikkan Pelatihan apapun tidak mengubah metode pembelajarannya 0 0 4 2 Mendapat banyak teori Jumlah 9(100%) 18(100%) Pelatihan 9(100%apapun ) 15(tidak 100%) 0 TK SD SMP Melihat penyaji m em praktikkan 0 m engajar yang 0 m enarik m etode dan m udah dipraktikkan SMA - 51(100%) m engubah m etode pem belajarannya Gambar 8: Pendapat Responden tentang Pilihan Pelatihan Metode Guru Guna Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 21 Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran Semua responden menyadari, bahwa peningkatan kualitas pembelajaran harus selalu diupayakan. Semua responden menyediakan diri untuk mengikuti pelatihan/pembinaan metode mengajar guna meningkatkan kemampuan dan kualitas pembelajarannya. Sebanyak 46 dari 51 orang responden (atau 90%, tabel 9) menginginkan penyaji memberikan contoh metode yang menarik dan mudah untuk dipraktikkan. Tentunya metode yang lebih memberdayakan murid di dalam kegiatan belajar, bukan penyaji yang hanya banyak berceramah. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama, guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya yang berijazah terakhir SPG (Sekolah Pendidikan Guru) atau SLA (Sekolah Lanjutan Atas) mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru. Kedua, guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan Perguruan Tinggi yang belum memiliki Akta mengajar mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru. Ketiga, guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya lulusan Perguruan Tinggi yang sudah memiliki Akta mengajar mempraktikkan metode/cara mengajar mantan guru. Keempat, Guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya menyadari, bahwa peningkatan kualitas pembelajaran harus selalu diupayakan terus, baik melalui pelatihan maupun belajar secara pribadi. Guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya mencontoh/mempraktikkan metode/cara mengajar mantan gurunya. Dengan demikian guru aktif mengajar dan siswa pasif menerima pengajaran guru. Guru belum menyadari, bahwa yang utama di dalam kegiatan belajar adalah siswa sedangkan guru membantu siswa aktif belajar. Guru masih menganggap dirinya sebagai pribadi yang paling berjasa di dalam menentukan keberhasilan siswa. Siswa berhasil karena jasa guru. Akibatnya siswa cenderung pasif tidak mau berusaha, takut salah, tidak berani mengambil keputusan, dan tidak timbul kesadaran untuk belajar mandiri. Keadaan ini perlu diubah. Guru-guru BPK PENABUR perlu 22 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 menyadari bahwa yang utama di dalam kegiatan belajar adalah siswa, sedangkan guru membantu siswa aktif belajar. Guru-guru perlu menyadari, bahwa mengajar membantu siswa aktif belajar adalah tugas dan kewajiban profesinya dan pelayanannya. Adapun yang berjasa menjadikan siswa berhasil adalah siswa sendiri. Saran BPK PENABUR merupakan badan pendidikan yang besar. Dengan demikian mampu untuk berbeda dengan badan pendidikan lainnya baik yang dikelola oleh pemerintah maupun yang dikelola oleh masyarakat. BPK PENABUR dapat mengambil inisiatif merekonstruksi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas sekolahsekolah BPK PENABUR. Rekonstruksi pembelajaran dilakukan melalui rekonstruksi metode pembelajaran melalui pelatihan/ pembinaan yang memberi tempat utama kepada para murid untuk aktif belajar. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, bahwa guru-guru BPK PENABUR Tasikmalaya membuka diri kepada upayaupaya meningkatkan kemampuan diri guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Saran yang dapat dikemukakan berhubungan dengan rekonstruksi metode pembelajaran, sebagai berikut: Pertama, BPK PENABUR mewajibkan kepada setiap guru (tenaga pendidik) agar memberdayakan para murid di dalam pembelajarannya. Menempatkan murid pada tempat utama dalam kegiatan belajar mengajar, dan guru membantu murid untuk aktif belajar. Kedua, BPK PENABUR menetapkan metode pembelajaran baku yang harus diberlakukan di seluruh sekolah-sekolah BPK PENABUR. Metode pembelajaran baku yang dimaksudkan hanya untuk mata pelajaran tertentu, untuk mencapai hasil belajar tertentu, dan pada jenjang tertentu. Dengan demikian mata pelajaran lain, jenjang yang lain memiliki metode baku tersendiri yang berbeda. Untukmewujudkannya perlu dibentuk kelompok-kelompok kerja guru (KKG) yang selalu membangun setiap mata pelajaran pada setiap jenjang. Ketiga, BPK PENABUR memberikan pelatihan metode pembelajaran untuk setiap mata pelajaran, setiap jenjang secara berkala, dan dalam kurun waktu tertentu (misalnya selama empat tahun). Pelatihan ini juga bertujuan untuk memberdayakan kelompok kerja guru (KKG) Rekonstruksi Pembelajaran Melalui Metode Pembelajaran untuk membangun setiap guru dalam meningkatkan pembelajaran. Keempat, BPK PENABUR memilih para pelatih/pembina yang terampil dan berhasil menggunakan metode pembelajaran yang memberdayakan para murid. Ke lima, BPK PENABUR merekrut calon tenaga pendidik dari Perguruan Tinggi Keguruan yang baik yang menempatkan murid sebagai subjek paling penting di sekolah. Daftar Pustaka Alwi Hasan dan Tim. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Furchan, Arief. (1997). Pengantar penelitian dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius Hall, E.T. (1996). The hidden dimension, the silent language”. Doubleday: Garden City Jalal, Fasli dan Supriadi Dede. (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa Kock, Heinz. (1986). Saya Guru Yang Baik!. Yogyakarta: Kanisius Porter, R.E, dan Samovar, L.A. (1976). Communicating interculturall. Belmont: A.Rader, Wadsworth Suparno. (2005). Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Surakhmad, Winarno. (1986). Metodologi pengajaran nasional. Bandung: Jemmars Winkel, W.S. (1991). Psikologi pengajaran. Jakarta: Grasindo Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 23 Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Penelitian Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Melalui Metode Diskusi Panel dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas) Herman Joseph Siswandi *) Abstrak Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SD, guru sering menemukan kesulitan membelajarkan siswa agar mampu berbicara untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. Penelitian ini mencoba memecahkan masalah tersebut melalui tindakan kelas di kelas 6A SD Tarakanita 2 Jakarta dengan metode diskusi panel. Setelah melakukan lima kali putaran kegiatan dengan penyempurnaan pada setiap putaran, penelitian ini membuktikan bahwa diskusi panel dapat meningkatkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menyampaikan pendapat, mengajukan pertanyaan dan saran-saran. Disarankan agar guru menerapkan metode diskusi panel dalam mengatasi masalah kemampuan siswa berkomunikasi. Kata kunci: Bahasa, keterampilan, komunikasi, diskusi panel Teachers at primary school often find some diffculties in teaching the students to express their opnions or raise questions. This classroom action research tries to solve such problems in Tarakanita Primary School 2, Jakarta, by applying panel discussion method. After five cycles of practising the method with some modifications in each cycle, the research finds out an instructional model which can improve the students’ competence in communicating their ideas and feelings. To succeed the teacher in using the model, some important considerations are recommended. Pendahuluan alam kurikulum pendidikan Sekolah Dasar yang disempurnakan berdasarkan suplemen 1999 menyangkut mata pelajaran Bahasa Indonesia disebutkan bahwa fungsi utama bahasa adalah salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan/pendapat dan perasaan kepada orang lain. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Selain itu rambu-rambu mata pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi menyebutkan bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk D *) Guru SD Tarakanita Jakarta 24 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 berkomunikasi. Dengan demikian setiap warga dituntut untuk terampil berbahasa. Bila setiap warga sudah terampil berbahasa, maka komunikasi antarwarga akan berlangsung dengan baik. Komunikasi yang dimaksud di sini adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang lain dengan menggunakan saluran tertentu. Maksud komunikasi dapat berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi tentang suatu peristiwa, dan lain-lain. Pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dan alat berpikir terlihat pada mata pelajaran bahasa yang diberikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Sungguhpun demikian penguasaan dan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi yang baik dan benar belum selalu memuaskan. Masih ada sejumlah siswa yang selalu ragu untuk berbicara. Ada rasa takut berbicara kalaukalau mengatakan hal yang salah atau mengatakan hal yang benar dengan cara yang salah. (Larry, King, & Bill: 2004.) Persoalan inilah yang dialami oleh para siswa kelas 6A Sekolah Dasar Tarakanita 2 Jakarta. Suasana belajar menjadi pasif dan tidak bersemangat, akibat tidak adanya keberanian berbicara untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. Kurangnya keterampilan berkomunikasi seorang anak, juga merupakan dampak pendidikan di dalam keluarga dan masyarakat. Orang tua dan masyarakat kurang memberi kesempatan atau kurang mendorong anak berbicara mengutarakan pendapat dan perasaannya serta kurang memberikan perhatian atau penghargaan kepada anak anak ketika ia berbicara mengungkapkan pikiran atau isi hatinya. Tidak jarang terjadi orang tua atau anggota keluarga lain menghentikan atau melarang anak berbicara. Keadaan lingkungan demikian memberikan pengaruh negatif pada kemampuan anak berbahasa dan mengurangi keberanian menyampaikan pendapatnya dengan menggunakan bahasa. Keterampilan berkomunikasi seorang anak perlu terus ditingkatkan guna meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. Keberadaan siswa sebagai makhluk sosial hanya dapat dikembangkan dalam kebersamaan dengan sesamanya. Melalui kebersamaan itulah seorang siswa mengenal dan membentuk dirinya. Buah pikirannya diuji dalam pikiran orang lain melalui keterampilannya dalam berkomunikasi. Dengan meningkatnya keterampilan berkomunikasi diharapkan siswa dapat memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi khususnya persoalanpersoalan yang berhubungan dengan evaluasi dari berbagai mata pelajaran yang diperolehnya di sekolah. Penulis sebagai wali kelas dan pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia merasa bertanggungjawab dan tertantang untuk memperbaiki suasana kelas agar lebih aktif dan bersemangat. Keadaan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tindakan kelas di kelas 6A SD Tarakanita 2 Jakarta untuk mengatasi kesulitan guru membelajarkan siswa agar memiliki kemampuan dan keberanian berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penulis berpendapat bahwa untuk memotivasi dan menghidupkan suasana kelas, keterampilan berkomunikasi perlu ditingkatkan melalui metode yang tepat dalam proses pembelajaran. Permasalahan Permasalahan dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui penerapan metode diskusi panel dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 6 A SD Tarakanita 2 Jakarta?” Tujuan Penelitian Tindakan Bertolak dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penelitian tindakan dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Mencari metode pembelajaran yang tepat untuk mengaktifkan suasana pembelajaran di kelas sehingga dapat meningkatkan aktivitas keterampilan berkomunikasi . 2. Mengujicobakan metode diskusi panel dalam pembelajaran di kelas untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa 3. Melatih siswa untuk terampil berkomunikasi dan tanggap menghadapi persoalan di sekelilingnya. Manfaat / Kegunaan Penelitian Dari penelitian tindakan ini diharapkan: 1. Para siswa dapat: a. mengkomunikasikan suatu masalah yang dihadapinya kepada orang lain dengan singkat dan jelas; b. memiliki keberanian untuk dapat berkomunikasi dalam berbagai situasi; baik tempat, jumlah orang, maupun usia serta status orang yang dihadapinya; c. menanggapi/merespon persoalanpersoalan yang biasa dihadapi dalam lingkungan kehidupannya sehari-hari, baik di rumah, sekolah, maupun di masyarakat; dan Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 25 Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi 2. 3. d. melihat dengan nyata gagasan-gagasan yang terbaik dari hasil pemikiran bersama dengan teman kelompoknya. Para guru memperoleh gambaran tentang: a. metode pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi; dan b. penerapan pendekatan metode diskusi panel dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Untuk sekolah khususnya SD Tarakanita 2 Jakarta, ialah untuk menghasilkan mutu lulusan yang terampil dalam berkomunikasi sehingga dapat menghadapi arus informasi yang semakin canggih dan berwawasan luas. Tinjauan Teoretis dan Perumusan Hipotesis Pengertian Komunikasi Tujuan utama penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah haruslah membelajarkan siswa tentang bagaimana belajar. Untuk mencapai tujuan tersebut salah satu yang diperlukan pendidik atau guru yang profesional adalah kemampuan untuk meningkatkan atau mengembangkan keterampilan berkomunikasi bagi peserta didik. Dengan keterampilan berkomunikasi yang dimilikinya maka peserta didik diharapkan dapat merespon berbagai pengetahuan yang diterimanya baik dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat dan selanjutnya termotivasi untuk terus belajar Dengan demikian guru akan mengetahui lebih jelas kemampuan yang dimiliki peserta didik berdasarkan keaktifan yang tampak dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini dapat lebih memudahkan proses pendampingan selanjutnya. Dalam proses pembelajaran sangat menekankan pentingnya relasi dan komunikasi. Kemampuan berkomunikasi amat erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi yang utama.Meningkatkan kemampuan berkomunikasi berarti juga meningkatkan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa seorang anak memiliki tahap-tahap perkembangan yang 26 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 prosesnya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jean Piaget mengajukan pola perkembangan bahasa sebagai berikut. Tahap sensorimotor, yang total bergantung pada refleks dan faktor bawaan (0-2 tahun). Tahap fungsi semiotis (2-4 tahun), dengan kemampuan berpikir simbolis. Teryata anak-anak berusia 4-7 tahun memperlihatkan sejumlah hal yang cukup berarti dalam bahasa egosentris. Bahasa egosentris terpusat pada aku (ego) di mana anak belum memperlihatkan pendapat orang. Mereka yang berusia 7 tahun atau lebih makin memanfaatkan komunikasi verbal. (Sinolungan, 1977). Erich H. Lenneberg menyatakan bahwa perkembangan bahasa diperoleh dalam sistem linguistik yang terkembang baik. Hal itu dapat diperoleh anak yang IQ-nya kurang dari 50. Kemampuan berbahasa sesuai dengan Standar Kompetensi Bahan Kajian Bahasa Indonesia yang tertuang dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) meliputi: 1. Mendengarkan Mendengarkan, memahami, dan memberikan tanggapan terhadap gagasan, pendapat, dan perasaan orang lain dalam berbahasa bentuk wacana lisan. 2. Berbicara Berbicara secara efektif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan, dalam berbagai bentuk kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan. 3. Membaca Membaca dan memahami berbagai jenis wacana, baik secara tersurat maupun tersirat untuk berbagai tujuan. 4. Menulis Menulis secara efektif dan efisien berbagai jenis karangan dalam berbagai konteks. Bahasa adalah alat yang terpenting untuk menyatakan buah pikiran (pendapat). Oleh karena itu makin baik penguasaan bahasa seseorang makin baik pula jalan pikirannya. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Berbahasa berarti menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan buah pikiran kepada seseorang atau orang banyak. Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Teori Belajar Banyak para ahli yang mengemukakan teori belajar setelah mengadakan penelitianpenelitian. Beberapa teori belajar akan dikemukakan dalam penelitian tindakan ini. Di antara teori belajar yang dimaksud adalah sebagai berikut. Suparno, dalam bukunya Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, menuliskan beberapa teori belajar, di antaranya: 1. Teori Belajar Perubahan Konsep Teori perubahan konsep membedakan dua macam perubahan konsep, perubahan yang kuat dan yang lemah. 2. Teori Belajar Bermakna Ausubel Teori asimilasi Ausubel menjelaskan bagaimana belajar bermakna terjadi, yaitu bila siswa mengasimilasikan pengetahuan yang dipelajarinya dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya 3. Teori Skema Teori skema lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan seseorang. Teori belajar perubahan konsep menunjukkan bahwa sebelum terjadi proses belajar seseorang telah memiliki konsep dalam pikirannya. Teori belajar Ausubel menyatakan bahwa seseorang dalam belajar tinggal mengasimilasikan pengetahuan dengan yang sudah ada sebelumnya. Teori skema menyatakan bahwa dalam ingatan seseorang telah tersusun pengetahuan dalam suatu skema yang terus bertambah atau berubah. Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan di atas baik teori perubahan konsep, asimilasi Ausubel, maupun teori skema, belajar akan sangat bermakna jika siswa memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik. Keterampilan berkomunikasi menjadikan siswa dapat saling belajar dari yang lain, yaitu: guru, teman, buku, dan media cetak atau pun media elektronik. Metode Diskusi Panel Proses belajar yang dapat meningkatkan aktivitas dalam keterampilan berkomunikasi dengan bahasa seperti yang tertuang dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi di antaranya adalah diskusi. Metode Diskusi Panel merupakan salah satu modifikasi dari teknik forum yang menitikberatkan pada isi pembicaraan pada dua panelis atau lebih dengan disertai partisipasi para peserta atau peserta didik lainnya. Partisipasi peserta didik itu berupa pendapat, pertanyaan, dan saran-saran yang berkaitan dengan isi pembicaraan. (Sudjana, 2001) Metode Diskusi Panel adalah metode yang digunakan untuk membahas beberapa topik, biasa dilakukan oleh satu kelompok yang terdiri dari tiga sampai lima orang yang memiliki kemampuan atau pengetahuan yang memadai, dan berwawasan luas. Pada diskusi panel semua orang berhak berbicara. Peserta yang satu berhak berbicara dengan peserta lainnya. (Nurani. Y: 2003) Keunggulan metode diskusi panel sebagai berikut. 1. Memberikan kesempatan kepada peserta dalam membahas masalah sehingga peserta dapat menyatakan pendapatnya. 2. Peserta “dipaksa “ oleh situasi untuk memperhatikan penjelasan orang lain dalam membahas masalah. 3. Peserta dapat menanggapi pendapat panelis dan peserta lain. 4. Hasil pembicaraan dapat dirumuskan oleh moderator sehingga peserta dapat mengetahuinya. 5. Dapat dihimpun pendapat dan tanggapan yang berbeda-beda tentang masalah yang dibahas dan pemecahannya. Kerangka Berpikir Daya serap materi pelajaran yang disajikan guru dipengaruhi oleh berbagai faktor. Selain faktor keterampilan guru dalam menerapkan metode pembelajaran daya serap juga dipengaruhi oleh suasana belajar di kelas. Guru yang mengajar di kelas yang pasif akan sulit mengetahui apakah materi yang diajarkan dapat terserap dengan baik atau tidak oleh para siswanya. Demikianlah masalah yang terjadi di kelas 6A SD Tarakanita 2 di awal tengah semester pertama tahun ajaran 2004/2005. Pada awal tahun ajaran para guru berkomentar bahwa mengajar di kelas 6A paling menyenangkan karena siswanya tertib, tidak ribut dan tidak ada gangguan oleh anak-anak tertentu yang biasa membuat ulah di kelas untuk mencari perhatian. Namun dalam pertemuan guru pararel bulan berikutnya dikemukakan bahwa kelas yang menyenangkan ini ternyata menyimpan Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 27 Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi masalah. Para guru yang mengajar mulai merasakan ada masalah di kelas ini. Selama dalam proses pembelajaran para siswa hanya diam saja, tidak ada yang bertanya. Kalau ditanya pun hanya dapat menjawab dengan beberapa kata saja. Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang menekankan pada aspek belajar berkomunikasi. Oleh karena itu aktivitas pembelajaran diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam pembelajaran Bahasa juga mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi yang seimbang. Maka akan tepat kalau kemampuan berkomunikasi dapat ditingkatkan melalui pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia. Meningkatnya keterampilan berkomunikasi diharapkan juga dapat meningkatkan aktivitas dalam proses pembelajaran di kelas karena kemampuan berkomunikasi tidak hanya dibutuhkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia tetapi juga mata pelajaran lain. Oleh karena itu mata pelajaran Bahasa Indonesia tentunya akan berdampak pada mata pelajaran lain baik yang menyangkut ilmu-ilmu sosial maupun sains. Bahasa sebagai alat komunikasi dapat digunakan untuk berbagai macam fungsi sesuai dengan apa yang ingin disampaikan oleh penutur, misalnya untuk menyampaikan informasi faktual (mengidentifikasikan, melaporkan, menanyakan, dan mengoreksi); menyatakan sikap intelektual (menyatakan setuju atau tidak setuju, menyanggah, dan sebagainya); menyatakan sikap emosional ( senang, tak senang, harapan, kepuasan, dan sebagainya); menyatakan sikap moral (meminta maaf, menyatakan penyesalan, penghargaan, dan sebagainya); menyatakan perintah (mengajak, mengundang, memperingatkan, dan sebagainya); untuk bersosialisasi (menyapa, memperkenalkan diri, menyampaikan selamat, meminta perhatian, dan sebagainya). Dengan menerapkan berbagai metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia akan sangat membantu pengembangan potensi siswa secara maksimal. Terlebih lagi bahwa bahan pelajaran Bahasa Indonesia dapat dipadu atau dikaitkan dengan mata pelajaran lain, seperti IPA, IPS, atau Matematika. 28 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Jika guru dapat menerapkan metode yang sesuai dengan situasi kelas dalam proses pembelajaran bukan tidak mungkin kelas akan semakin hidup dan dinamis. Dalam kerangka berpikir tersebut di atas tersimpul bahwa situasi kelas yang pasif disebabkan kurangnya keterampilan dalam berkomunikasi para siswanya. Untuk itu keterampilan berkomunikasi perlu dikembangkan agar siswa menjadi berani mengungkapkan gagasan dan perasaannya sehingga suasana kelas akan terasa menjadi lebih aktif. Dari berbagai metode pembelajaran yang ada penulis beranggapan bahwa metode pembelajaran yang menarik dan dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan aktivitas dalam berkomunikasi adalah diskusi panel. Kekuatan metode diskusi panel sebagai berikut. 1. Dalam diskusi panel setiap peserta (siswa) berhak berbicara untuk menyampaikan gagasan, pikiran, pendapat, tanggapan, dan lain-lain. 2. Siswa sebagai pembicara dapat mempresentasikan materi secara bergantian, akibatnya siswa lain harus mendengarkan pandangan yang berbeda satu sama lain, dengan demikian dituntut perhatian yang tinggi dari seluruh siswa. 3. Suasana menjadi sangat rileks dan akan bersifat informal serta dapat menampung aspirasi seluruh siswa sebagai peserta. 4. Melatih dan membiasakan siswa berpendapat, berbicara, dan mendengarkan sesuai dengan topik yang dibahas dan diminati. 5. Membiasakan siswa untuk bersikap kritis dan tanggap terhadap setiap persoalan yang dihadapinya sehari-hari. Dengan demikian penerapan pendekatan metode diskusi panel dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dalam keterampilan berkomunikasi bagi para siswanya. Dengan keterampilan berkomunikasi yang dimiliki maka belajar bermakna sungguh dapat terwujud. Perumusan Hipotesis Tindakan Perumusan hipotesis tindakan sebagai berikut. “Jika dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi di kelas 6 diterapkan metode diskusi panel maka aktivitas dalam keterampilan berkomunikasi para siswa dapat ditingkatkan”. dimungkinkan penelitian tindakan akan selesai kurang dari 8 kali pertemuan. Jenis Penelitian Tindakan Kelas Subyek Penelitian Subyek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah 42 orang siswa kelas 6A yang terdiri dari 20 orang siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan di Sekolah Dasar Tarakanita 2 Jl. Wolter Monginsidi No. 118. Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada mulai Nopember 2004 - Januari 2005. Agar pelaksanaan kegiatan penelitian tidak terganggu, oleh pelbagai kegiatan kelas dan juga tidak mengganggu proses pembelajaran lainnya, maka penentuan waktu pelaksanaan ditetapkan dengan bijaksana. Perkiraan waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian menggunakan rumus ( Soedarsono: 1996 ) : Waktu = W per = 1 W pes + W te + W op 6 = 10 pert. + 4x8 pert. + 5 pert. 6 = 7,8 pertemuan dibulatkan menjadi 8 pertemuan. Keterangan: W per = Waktu perkiraan W pes = Waktu pesimistik (waktu terlama yang diperkirakan diperlukan) W te = Waktu yang diperlukan paling mendekati W op = Waktu optimistik (Waktu paling singkat atau cepat yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan) Pert. = Pertemuan Dengan demikian waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan penelitian tindakan ini 8 (delapan) kali pertemuan. Namun mengingat bahwa dalam penelitian tindakan kelas bahwa penelitian dinyatakan selesai jika peneliti sudah merasa puas dengan hasil penelitiannya dan sudah mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan indikator, maka dapat Jenis Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan adalah Model Kemmis dan Mc Taggart (model siklus). Model ini terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu: Rencana - Tindakan - Observasi - dan Refleksi. Rencana: Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau mengubah perilaku dan sikap sebagai solusi, meliputi: 1. Observasi awal 2. Menyusun Rencana Pembelajaran (RP) 3. Menyusun Instrumen Observasi 4. Menentukan Jadwal Pelaksanaan Tindakan: Guru atau peneliti melakukan upaya perbaikan terhadap proses pembelajaran di kelas , peningkatan atau perubahan yang diinginkan diantaranya: 1. Mempersiapkan segala kebutuhan untuk melaksanakan tindakan. 2. Mempersiapkan siswa untuk segera melaksanakan kegiatan. 3. Melaksanakan kegiatan / tindakan sesuai rencana pembelajaran. 4. Melakukan pengelolaan dan pengendalian. Observasi: Mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa dengan instrumen sebagai berikut: 1. Lembar Observasi 2. Catatan peneliti. Refleksi: Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan serta menyusun rencana tindakan selanjutnya jika masih diperlukan. Dengan langkah ini terjadilah suatu siklus rencana – tindakan – observasi – refleksi – dan seterusnya, sehingga tujuan yang diharapkan tercapai. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 29 Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Teknik Pengumpulan dan Analisa Data Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menggunakan beberapa instrumen, yaitu: a. Lembar observasi Lembar observasi ini digunakan dan diisi baik oleh peneliti, guru sejawat, maupun siswa. Melalui lembar observasi ini dapat diketahui tingkat perkembangan keterampilan berkomunikasi siswa dari setiap tahap kegiatan penelitian tindakan yang dilakukan. b. Buku catatan guru (peneliti) Buku catatan ini berisi catatan kejadian selama kegiatan Diskusi Panel dilaksanakan. Juga dicatat banyaknya siswa yang aktif dari setiap pelaksanaan tindakan c. Catatan singkat dari guru sejawat. Berisi komentar singkat mengenai situasi pembelajaran di kelas 6 A setelah diadakan tindakan di kelas tersebut sehingga tingkat keaktifan kelas juga dapat dirasakan oleh para guru sejawat. 2. Teknik Analisis Data Dari keseluruhan data yang terkumpul selanjutnya dilakukan analisa data, sebagai berikut. a. Lembar observasi Dari hasil isian lembar observasi jumlah indikator yang baik, sedang, dan kurang, kemudian hasil akhir dipersentasekan dan dibuat kesimpulan. b. Buku catatan guru peneliti Berisi catatan-catatan kejadian selama kegiatan penelitian berlangsung baik kekurangan maupun kelebihannya. Hal ini berguna untuk mengambil langkah berikutnya. Juga berisi catatan frekuensi/banyaknya siswa yang aktif berbicara selama kegiatan diskusi panel berlangsung. Hal ini berguna guna mengetahui peningkatan jumlah siswa yang aktif berbicara. c. Informasi/catatan singkat dari guru sejawat. Digunakan sebagai informasi pendukung mengenai keadaan/ kemajuan siswa setelah diadakan tindakan. Dari keseluruhan data yang telah dianalisis selanjutnya dibuat kesimpulan mengenai hasil akhir dari penelitian tindakan kelas ini. 1. 30 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Hasil Penelitian Hasil penelitian tindakan kelas ini disusun berdasarkan hasil pengamatan, catatan kejadian selama diadakannya kegiatan diskusi panel dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia dan beberapa komentar tanggapan dari para rekan pengamat dari guru sejawat. Adapun mengenai hasil pengamatan tidak hanya dilaksanakan oleh guru peneliti tetapi juga dilakukan oleh beberapa siswa yang dianggap mampu. Dengan demikian para siswa juga dilatih untuk kritis dan tahu bagaimana cara menyampaikan kritik dan saran kepada temantemannya sendiri. Kerangka Kegiatan Diskusi Panel 1. 2. 3. Pembukaan Siswa yang berperan sebagai moderator (pimpinan diskusi) membuka diskusi dengan membacakan topik diskusi serta tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan diskusi panel ini. Kemudian dilanjutkan dengan memperkenalkan para perserta dan membacakan tata tertib diskusi. Penyampaian Gagasan Moderator memberikan kesempatan kepada masing-masing panelis untuk membacakan / menyampaikan gagasan, pendapat yang telah dipersiapkannya. Setiap panelis (pembicara) yang telah ditunjuk memiliki waktu lima sampai sepuluh menit untuk membacakan / menyampaikan gagasan, pendapat, atau pengalamannya. Diskusi Bebas Setelah semua panelis menyelesaikan pembicaraan, moderator mengatur jalannya diskusi antar panelis. Panelis yang satu akan menanggapi atau menanyakan butir-butir tertentu berkaitan dengan gagasan, pendapat, atau pengalaman panelis lain. Sementara itu panelis lain akan menjawab, menerangkan, atau mempertahankan pendapatnya. Partisipasi Pendengar. Moderator memberi kesempatan kepada para peserta (siswa yang berperan sebagai Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi 4. penonton) untuk mengemukakan pendapat mereka sendiri, menanggapi atau bertanya kepada panelis. Panelis yang mendapatkan pertanyaan atau tanggapan mengenai materi diskusi yang telah disampaikannya berusaha memberikan jawaban atau tanggapan balik semampunya. Walaupun jawaban panelis kadang-kadang kurang tepat guru tetap membiarkannya saja dulu yang penting anak sudah mulai berani berbicara dulu. Penutup Diskusi Moderator merangkum hasil diskusi dengan jalan menyatakan hal-hal yang telah disepakati bersama, dan hal-hal yang tidak disepakati, serta hal-hal yang masih menimbulkan perbedaan pendapat. Hasil Kegiatan Diskusi Panel Putaran I, dilaksanakan Sabtu, 6 Nopember 2004. 1. Topik: Bagaimana memilih sekolah favorit ? 2. Guru menetapkan 1 orang siswa sebagai moderator dan 6 orang siswa sebagai panelis, dan sisanya sebagai partisipasi pendengar yang memiliki kesempatan pula untuk bertanya dan menyampaikan gagasannya. Dalam hal ini guru menetapkan siswa yang menjadi moderator dan panelis secara acak dan semua siswa akan mendapat giliran sesuai putaran yang berlangsung. Guru mengatur formasi tempat duduk kegiatan diskusi panel, dan menjelaskan secara umum aturan permainan diskusi panel 3. Pelaksanaan kegiatan. a. Moderator memberikan kesempatan kepada masing-masing panelis untuk menyampaikan gagasannya dalam waktu 5 menit b. Setelah semua panelis menyampaikan gagasannya, moderator mengatur jalannya diskusi antarpanelis dalam menjawab, menerangkan , atau mempertahankan pendapatnya c. Walaupun jawaban panelis terkadang kurang tepat, guru berusaha tidak menyela pembicaraan siswa mengingat target dari putaran ini adalah memancing siswa untuk berani berbicara 4. Pada tahap akhir, moderator merangkum hasil diskusi. Sekolah favorit adalah sekolah yang memiliki sarana prasarana lengkap, tersedia laboratorium MIPA dan komputer, lapangan olah raga, perpustakaan, kantin bersih, guru profesional, lokasi bebas banjir, dan tidak disepakati kemacetan lalu lintas di sekitar sekolah. 4. Observasi a. Moderator masih tampak ragu dalam membuka pertemuan. Ekspresi wajah, volume suara, vokal, dan intonasi masih belum maksimal. Setelah kegiatan berlangsung, moderator akhirnya dapat menguasai keadaan b. Panelis tampak bersemangat dalam menyampaikan gagasan dan beberapa mendapat respon dari peserta diskusi, ada yang sangat yakin dan penuh percaya diri dan ada yang masih tampak kurang siap c. Materi pembahasan terlalu singkat; dan d. 17 siswa dari 35 siswa dalam kelas yang bertindak sebagai partisipasi pendengar (berarti 50%) sudah aktif memberikan tanggapan baik berupa pertanyaan dan sanggahan (50%), selain moderator dan 6 panelis (total 42 siswa dalam kelas) 5. Refleksi a. 18 siswa yang belum aktif dalam kegiatan diskusi ini berarti mereka baru sebatas menjadi penonton saja. b. Berdasarkan data lembar observasi, 17 siswa yang sudah aktif berbicara secara kualitatif dapat dinilai sebagai berikut. 1) 23,17% baik ( volume suara, vokal/lafal, intonasi baik dan jelas) 2) 65,85% sedang ( salah satu dari ketiga unsur di atas kurang baik) 3) 10,98% kurang ( tiga unsur di atas masih belum maksimal) 4) untuk pelaksanaan putaran berikutnya, perlu dicari upaya agar siswa yang aktif berbicara lebih banyak lagi, maka diupayakan topik diskusi yang lebih ringan dan menarik bagi siswa Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 31 Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Putaran II, dilaksanakan Sabtu, 4 Desember 2004. 1. Topik: Kantin sekolah tentang kebersihan, macam makanan dan minuman yang tersedia, harga dan kesehatan 2. Pelaksanaan kegiatan mirip dengan aturan yang dilakasanakan pada putaran 1, dengan moderator dan panelis yang berbeda. 3. Pada tahap akhir, moderator merangkum hasil diskusi. Siswa mengharapkan kantin sekolah hendaknya memperhatikan sungguh-sungguh faktor kebersihan tempat dan makanan yang disediakan. Jenis makanan yang tersedia diharapkan yang dapat mencukupi gizi anak mengingat terdapat siswa yang mengandalkan sarapan paginya dengan membeli makanan dari kantin sekolah. Yang tidak disepakati adalah makanan mahal pasti bergizi. 4. Observasi a. moderator dapat mengawali diskusi dengan lebih baik dan lancar. Kelemahan justru terletak pada panelis yang terlalu cepat berbicara , bahkan ada salah seorang panelis yang pembicaraannya sulit dimengerti karena volume suara dan vokalnya kurang jelas. b. karena moderator terampil dalam mengatur arus pembicaraan, maka peserta bersemangat dalam memberikan tanggapan maupun pertanyaan c. Satu orang siswa putra dan dua siswa putri yang selama ini tak pernah aktif berbicara di kelas ternyata mulai tertarik dan mau berbicara. 5. Refleksi Berdasarkan data lembar observasi kualitatif dapat dilihat keterampilan berbicara dengan hasil baik 6, 10 % (berarti turun dari 23,17%), sedang 70,73% dan kurang 23,17% Penurunan kualitas ini disebabkan masih kurangnya peserta yang berani berbicara. Dengan demikian perlu adanya upaya perbaikan dalam hal keberanian berbicara. Hal ini dilakukan dengan meneruskan kegiatan ini berulang-ulang agar siswa yang sudah mulai berani berbicara dapat terus tertantang agar lebih berani berbicara. 32 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Putaran III, dilaksanakan Senin, 13 Desmber 2004. 1. Topik: Profil Sekolah Kita (perpustakaan, kegiatan ekstrakurikuler, WC, pengajar, laboratorium komputer dan MIPA 2. Pelaksanaan kegiatan mirip dengan aturan yang dilaksanakan pada putaran sebelumnya, dengan moderator dan panelis yang berbeda. 3. Pada tahap akhir, moderator merangkum hasil diskusi. Profil sekolah kita adalah sekolah yang memiliki sarana prasarana cukup memadai termasuk juga tenaga pengajar yang penyabar dan berdisiplin tinggi. Hanya sayang kebersihan WC kurang terpelihara dengan baik walaupun pesuruh sekolah sudah bekerja semaksimal mungkin untuk membersihkannya. Jadi masih ada siswa yang belum paham hidup bersih. Tidak disepakati kalau ada guru yang suka terlambat. 4. Oservasi Moderator dapat mengawali diskusi dengan lebih baik dan lancar. Kelemahan justru terletak pada peserta yang mendomininasi pembicaraan sehingga pada putaran ini peserta yang mendapat kesempatan berbicara hanya 14 orang saja. Untuk itu moderator diharapkan lebih dapat mengatur pembicaraan sehingga kesempatan bicara bagi para peserta dapt lebih merata. 5. Refleksi a. pada putaran ini yang menarik adalah semangat para panelis yang berusaha mendapat kesempatan untuk tampil berbicara. Dalam penyampaian gagasan para peserta sudah lebih memperhatikan aturan main diskusi sehingga tidak main serobot dalam berbicara b. berdasarkan data lembar observasi kualitatif dapat dilihat keterampilan berbicara dengan hasil baik 29,27%, sedang 42,68% dan kurang 28,05%. Dengan demikian terlihat kembali adanya kenaikan yang baik sebesar 23,17%. Kegiatan diskusi panel ini menarik untuk terus dilakukan agar siswa lebih memahami sopan santun Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi berbicara terlebih dalam forum-forum resmi. Putaran IV, dilaksanakan Kamis 13 Januari 2005. 1. Topik : Pentingnya mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat 2. Pelaksanaan kegiatan mirip dengan aturan yang dilaksanakan pada putaran sebelumnya, dengan moderator dan panelis yang berbeda. 3. Pada tahap akhir, moderator merangkum hasil diskusi. Waktu luang yang ada hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat seperti mengikuti les pelajaran tambahan, kursus musik, membaca dan olahraga. Tidak disepakati bahwa kegiatan membaca dapat menambah pengetahuan mengingat tergantung apa yang dibacanya. 4. Observasi Moderator dapat mengawali diskusi dengan lebih baik, lancar dan tegas. Para siswa lebih antusias untuk melaksanakan kegiatan diskusi panel ini. Selama kegiatan berlangsung, siswa lebih dapat mandiri artinya guru hanya mengamati kegiatan saja. 5. Refleksi a. pada putaran ini yang menarik adanya perubahan perilaku dari sebagian besar peserta yang begitu antusias untuk mendapat kesempatan berbicara. Moderator terlihat agak kewalahan untuk menggilir pembicaraan mengingat ada peserta yang sangat dominan dalam berbicara; dan b. berdasarkan data lembar observasi kualitatif dapat dilihat keterampilan berbicara dengan hasil baik 35,37%, sedang 50% dan kurang 14,63%. Kembali terlihat adanya peningkatan kualitas sebesar 6,10%. Kegiatan diskusi ini akan terus dilakukan. Putaran V, dilaksanakan Jumat, 14 Januari 2005. 1. Topik : Budaya Bersih Lingkungan 2. Pelaksanaan kegiatan mirip dengan aturan yang dilaksanakan pada putaran sebelumnya, dengan moderator dan panelis yang berbeda. 3. Pada tahap akhir, moderator merangkum hasil diskusi. Budaya bersih lingkungan hendaknya dimiliki oleh setiap orang mengingat bahwa kebersihan merupakan salah satu sumber kesehatan. Kebersihan juga tidak menyangkut tempat tetapi juga kebersihan hati dan pikiran, sehingga hidup kita akan terasa nyaman. 4. Observasi Berkat keterampilan moderator dalam mengatur arus pembicaraan peserta diskusi maka diskusi tetap berjalan dengan baik dan semakin menarik 5. Refleksi Berdasarkan data lembar observasi kualitatif dapat dilihat keterampilan berbicara dengan hasil baik 58,54%, sedang 42,68% dan kurang 1,22%. Kembali terlihat adanya peningkatan kualitas sebesar 6%. Prosentase siswa yang kurang terampil berbicara semakin kecil hanya sekitar 1%. Berdasarkan lembar pengamatan tampak terlihat bahwa untuk kriteria Baik dari lima kali putaran diskusi terus meningkat mulai dari 23,17% sampai akhirnya menjadi 58,54%. Sedangkan untuk kriteria Kurang terus menurun mulai dari 10,98% sampai akhirnya 1,22%. Dengan demikian peneliti berpendapat bahwa tujuan kegiatan diskusi panel untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi mencapai hasil yang memuaskan. Selain itu hasil ini juga didukung oleh komentar dan kesan dari guru sejawat yang mengajar di kelas 6. Mereka mengungkapkan suasana kelas 6 lebih hidup, siswa aktif bertanya dan berani menyatakan tidak setuju jika ada yang dirasakan tidak sesuai. Bukti pendukung lain adalah adanya peningkatan rata-rata nilai hasil belajar siswa semester 1. Oleh karena tujuan penelitian tindakan ini tercapai, maka selanjutnya tidak dilakukan putaran diskusi panel berikutnya seperti jumlah yang sudah dirancang sebelumnya. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Upaya meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui metode diskusi panel dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ternyata sungguh dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi bagi para siswanya. Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan kejadian selama tindakan kelas dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Kurangnya keterampilan berkomunikasi pada diri siswa menyebabkan suasana kelas Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 33 Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi kurang aktif selama pembelajaran berlangsung 2. Penyebab kurangnya keaktifan dan keterampilan berkomunikasi akibat tidak adanya keberanian siswa untuk berbicara. Hal ini disebabkan adanya perasaan takut jika pendapat yang diungkapkannya salah atau pendapatnya benar tetapi diungkapkan dengan cara yang salah. 3. Penerapan metode diskusi panel dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan dan keterampilan siswa untuk berbicara di dalam forum kelas sekaligus mengaktifkan suasana pembelajaran di kelas. 4. Keterampilan berkomunikasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan kemampuan untuk menanggapi persoalan di sekitarnya serta menjalin relasi bagi sesama yang pada akhirnya dapat menambah kepercayaan diri. Hal ini dapat dilihat dalam diri siswa saat menyampaikan informasi faktual, menyatakan sikap intelektual, menyatakan sikap emosional, menyatakan sikap moral terhadap beberapa masalah yang ada di sekitarnya; menyatakan perintah, dan saat bersosialisasi. 5. Keterampilan berkomunikasi dibutuhkan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia; yang pada akhirnya akan berdampak pada prestasi belajar yang diperolehnya. Upaya meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui metode diskusi panel dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dalam pelaksanaannya tidak seluruhnya dapat berjalan mulus. Adapun kendala yang ditemui sebagai berikut. 1. Moderator (pimpinan diskusi) yang kurang terampil dalam mengatur pembicaraan dapat menyebabkan pembicaraan menyimpang dari pokok pembahasan. 2. Bagi peserta yang senang berbicara ada kemungkinan dapat menggunakan waktu banyak sehingga mengurangi kesempatan bicara untuk yang lainnya. Hal ini dapat juga menyebabkan diskusi panel berubah menjadi debat. 34 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Saran-saran Berdasarkan pengalaman peneliti selama proses pelaksanaan tindakan kelas, ada beberapa hal yang baik untuk diperhatikan oleh teman-teman guru, yaitu: Perlu kemampuan guru untuk menerapkan metode pembelajaran yang tepat jika dalam pelaksanaan proses pembelajaran ditemui adanya kendala-kendala yang pada akhirnya akan menjadi masalah di kelas. Hal ini mengingat jika masalah dibiarkan berlarut-larut bukan tidak mungkin akan menyebabkan pencapaian proses pembelajaran menjadi tidak maksimal. Mengingat pentingnya keterampilan berkomunikasi yang diperlukan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia maka masalah komunikasi perlu mendapat perhatian dari para guru agar terus dikembangkan sesuai dengan materi pembelajaran yang berlangsung dan juga dapat dimulai dari kelas awal. Metode diskusi panel termasuk salah satu metode pembelajaran yang jarang digunakan dan diharapkan para guru berani untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Para guru yang menerapkan metode diskusi panel hendaknya memperhatikan kelemahankelemahan yang ada seperti yang disampaikan pada dua kendala di atas agar dapat berhasil dengan lebih baik. Daftar Pustaka Esti, Sri, W D. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta: Grasindo Grainger, J. (2003). Children’s behavior, attention and reading problems. Jakarta: Grasindo Gulo, W. (2002). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Grasindo Hadiyanto. (2001). Membudayakan kebiasaan menulis. Bogor: Fikahati Aneska Henry G, (1980). Menyimak sebagai suatu ketrampilan berbahasa. Bandung: Angkasa Hernowo., (ed). (2003). Quantum learning. Bandung: MLC Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Hernowo., (ed). (2003). Quantum reading. Bandung: MLC Hernowo., (ed). (2003). Quantum writing. Bandung: MLC Larry, King,. Gilbert, Bill. (2004). Seni berbicara. Jakarta: Gramedia Lesley K, Megan C, Colin, R. (2004). Professional development for educational management. Jakarta: Grasindo Linda,. Richard Eyre. (1995). Mengajar nilai-nilai kepada anak. Jakarta: Gramedia Lindy, Petersen. (2004). Bagaimana memotivasi anak belajar. Jakarta: Grasindo Naisaban L. (2004). Para psikolog terkemuka dunia. Jakarta: Grasindo Dunne, Richard dan Ted Wragg. (1996). Pembelajaran efektif. Jakarta: Grasindo Riyanto, Theo. (2002). Pembelajaran sebagai proses bimbingan. Jakarta: Grasindo Rooijakkers,. Ad. (1984). Mengajar dengan sukses. Jakarta: Gramedia Rung, Kaewdang. (2002). Belajar dari monyet. Jakarta: Grasindo Semiawan, C. (1997). Perspektif pendidikan anak berbakat. Jakarta: Grasindo Sinolungan, A. E. (1977). Psikologi perkembangan peserta didik. Jakarta: Gunung Agung Soedarsono. (1996 ) Pedoman pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Yogjakarta: DirJen Dikti Sri Widayati,. C, dkk. (2002). Reformasi pendidikan dasar. Jakarta: Grasindo Sudarmanto,. Y.B. (1993). Tuntunan metodologi belajar. Jakarta: Grasindo Sudijarto. (1993). Memantapkan sistem pendidikan nasional. Jakarta: Grasindo Sudjana, H.D.S. (2001). Metode & teknik pembelajaran partisipatif. Bandung: Falah Production Sumaji, dkk. (1997). Pendidikan sains yang humanistis. Yogyakarta: Kanisius Suparno, P. (2005). Miskonsepsi & perubahan konsep pendidikan fisika. Jakarta: Grasindo Tilaar, H. A. R. (2004). Multikulturalisme. Jakarta: Grasindo Winkel,. W.S. (1984). Psikologi pendidikan dan evaluasi belajar. Jakarta: Gramedia Wiyanto, A. (2000). Seri terampil diskusi. Jakarta: Grasindo Wragg, E.C. (1997). Keterampilan mengajar di sekolah dasar. Jakarta: Grasindo Yuliani N. (2003). Strategi pembelajaran. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 35 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Penelitian Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa - Jakarta Barat Esther Christiana Juwanda*) Abstrak Penelitian ini didesain dengan metodologi ethnographic terhadap anak lingkungan bedeng yang rutin mengunjungi Taman Bacaan Bunda di tengah-tengah lingkungan bedeng, belakang SDN 05-06, Kelurahan Duri Kepa, kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Masalah penelitian ini ialah, (1) apakah anak lingkungan bedeng yang rutin mengunjungi Taman Bacaan Bunda memiliki potensi kreativitas?, (2) bagaimana pembelajaran informal dapat mengembangkan kreativitas anak lingkungan bedeng. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan potensi kreativitas subjek penelitian, merancang desain pembelajaran bagi pengembangan potensi kreativitas, menerapkan pengalaman yang mengembangkan potensi kreativitas anak bedeng setelah mengalami pembelajaran kreativitas dan terakhir menyempurnakan desain pembelajaran sesuai dengan hasil penerapan. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa anak-anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda adalah anak-anak yang memiliki potensi kreativitas tingkat pertama, kedua , dan ketiga. Namun perwujudan diri sebagai bagian dari indikator kreativitas tingkat ketiga tidak terlihat potensinya. Hasil akhir memperlihatkan bahwa upaya peningkatan potensi kreativitas mereka digali dan dikembangkan melalui pembelajaran kreativitas yang memperhatikan tiga komponen kreativitas, yaitu: motivasi, pengetahuan, dan keberanian, yang ketiganya terakomodasi dalam pembelajaran yang memberi ruang kebebasan, menerapkan enam strategi komunikasi verbal, mengajak anak untuk mengidentifikasi masalah dalam rangka merefleksikan pengetahuan. Kata kunci: Kreativitas, pembelajaran, keberanian, motivasi Applying ethnographic methods, this research was conducted to know whether the slum children who pay regular visit to Taman Bacaan Bunda in Kebon Jeruk, West Jakarta, prossess creativity potentials for creativityand how informal instruction can develop their creativity. This research discovers that the slum children in Taman Bacaan Bunda have creativity potentials of the first, second, and third stages. However, the potential for self actualization as one of the indicators for the third stage creativity can not be observed. Their creativity potentiasla can be developed through creativity instruction programs covering creativity components such as motivation, knowledge, and courage. Pendahuluan reativitas dapat menjadi modal berharga dalam menghadapi persoalan kehidupan lingkungan bedeng yang begitu kompleks. Kreativitas yang dapat menjadi bekal berharga dalam upaya perubahan nasib, sudah semestinya mendapat perhatian. Para orang tua dan para pendidik sekolah formal K *) Penulis tetap renungan anak Kiddy 36 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 maupun nonformal sudah saatnya memberi perhatian pada pendidikan anak yang mengembangkan kreativitas. Kreativitas perlu menjadi target dalam pendidikan anak-anak tak terkecuali anak-anak miskin. Pengembangan potensi kreativitas bagi anak-anak lingkungan miskin dalam menghadapi kerasnya kehidupan, adalah penting dalam hidup mereka. Hal inilah yang melatar belakangi penelitian tentang kreativitas Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat anak-anak lingkungan bedeng serta desain pembelajaran yang dapat menumbuh kembangkan kreativitas anak-anak lingkungan bedeng. Banyak anak bedeng yang tinggal di kelurahan Duri Kepa, Kebon Jeruk Jakarta Barat, mengunjungi Taman Bacaan Bunda yang berada di tengah-tengah lingkungan bedeng itu. Mereka membaca berbagai jenis buku sebagai penambah pengetahuan atau hiburan. Isi buku itu dapat juga memperluas cakrawala berpikir dan juga menambah kreativitas mereka. Mengingat pentingnya peran kreativitas itu dalam kehidupan mereka kemudian hari. Perlu diketahui secara tepat bagaimana perkembangan kreativitas anak-anak bedeng yang mengunjungi Taman Bacaan Bunda itu secara teratur. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini dijabarkan dalam dua pertanyaan berikut: 1. Apakah anak-anak lingkungan bedeng yang rutin mengunjungi Taman Bacaan Bunda memiliki potensi kreativitas? 2. Bagaimana sebuah pembelajaran di Taman Bacaan Bunda dapat mengembangkan potensi kreativitas anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan potensi kreativitas anak bedeng yang rutin mengunjungi Taman Bacaan Bunda. 2. Merancang desain pembelajaran informal bagi pengembangan potensi kreativitas anak bedeng. 3. Menerapkan pengalaman pembelajaran informal yang mengembangkan potensi kreativitas anak bedeng. 4. Mendeskripsikan potensi kreativitas anak bedeng setelah mengalami pembelajaran kreativitas di Taman Bacaan Bunda. 5. Menyempurnakan desain pembelajaran sesuai dengan hasil penerapan. Kajian Pustaka Definisi Kreativitas Lefranqois (1991 :242) memperlihatkan tiga pandangan berbeda terhadap kreativitas. Guilford (1959) memandang kreativitas sebagai individu yang kreatif. Ia mendefinisikan kreativitas sebagai fluency, flexibility, dan originality. Lain halnya dengan Mednick yang memandang kreativitas sebagai proses yang kreatif. Ia mendefinisikan kreativitas sebagai berikut. Creativity is the forming of associative elements into new combination which either meet specified requirements or are in some ways useful. The more mutually remote the elements of the new combination the more creative the process of solution. (Lefranqois, 1991:242) Sedangkan Stein, memandang kreativitas sebagai produk yang kreatif. Ia mendefinisikan kreativitas sebagai produk yang dapat diterima, berguna, dan memuaskan banyak orang. Melalui ketiga definisi ini, Lefranqois merangkumnya menjadi individu yang kreatif, produk yang kreatif, dan proses yang kreatif. Dalam Wikipedia, free ensikopledia (http:// en.wikipedia.org/), disebutkan bahwa Arthur Koestler, dalam buku “The Act of Creative” (1964) mengemukakan tiga bentuk kreativitas, yaitu: the Artist, the Sage, dan the Jester. Paul Birch and Brian Clegg (Crash Course in Creativity, 2002) menamakan ketiganya sebagai “aaahhh”, “ah ha”, dan “ha ha”. Dari berbagai definisi tentang kreativitas, John David Garcia dalam bukunya Creativity Transformation, mengemukakan hal yang mentransform pengertian kreativitas. Ia mengatakan bahwa: “The most creative thing we can do is to help maximize the creativity of another. It will be shown that in so doing we maximize our own creativity” (Garcia, 1991, http://www.see.org/ e_ct_int.htm). Garcia menyebutnya sebagai transformasi dalam kreativitas karena pandangannya mentransform pandangan kreativitas yang bersifat individual menjadi bersifat sosial. Jika sebelumnya pembicaraan tentang kreativitas hanya berhubungan dengan kreativitas bagi diri sendiri, maka Garcia mentransform menjadi kreativitas yang merangsang kreativitas orang lain. Kreativitas menjadi powerfull ketika kreativitas itu merangsang kreativitas-kreativitas lain bertumbuh. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 37 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Komponen Kreativitas Pembicaraan tentang kreativitas selalu bermuara pada pertanyaan,” Bagaimana menjadi kreatif?” Komponen apa yang mutlak dimiliki anak agar dapat mengembangkan daya kreativitasnya? Menurut Stenberg (1985), pengetahuan memiliki andil dalam mengembangkan potensi. Ia mengatakan, “That creativity comes from using the knowledge acquisition component in an insightful way, but something more is needed is the ability break set –restructuring- the problem to see things in a new way”. (Woolfolk, 1993:305) Pernyataan Stenberg yang dikutip Woolfolk ini membenarkan bahwa komponen yang menunjang kreativitas adalah pengetahuan, namun pengetahuan bukanlah satu-satunya komponen kreativitas. Keberanianlah yang mengeksternalisasikan pengetahuan seseorang menjadi sebuah kreativitas. Anak menjadi kreatif jika ia memiliki keberanian untuk berbeda; keberanian untuk mendobrak status quo; keberanian untuk mendobrak aturan; keberanian untuk salah; keberanian untuk membebaskan pikiran. Theresia Amabile, dalam teori kreativitasnya, memperkaya komponen kreativitas dengan task motivation. Menurut Amabile, motivasi sangat penting dalam mengembangkan kreativitas. Dalam penelitiannya, individu yang memiliki motivasi intrinsik, lebih menunjukkan kreativitasnya dibanding dengan individu yang tidak memiliki motivasi atau termotivasi dari luar. Berdasarkan deskripsi para ahli tentang kreativitas, maka potensi kreativitas seseorang tidak dapat berkembang dengan sendirinya tanpa komponen-komponen penunjang. Komponen penunjang yang disebut sebagai komponen kreativitas adalah pengetahuan, keberanian, dan motivasi. Pembelajaran dan Komponen Kreativitas Menurut Feldman (1999) perkembangan kreativitas dipengaruhi sedikitnya oleh tujuh hal, yaitu: 1)cognitive processes; 2) social and emotional processes; 3) family aspects, both while growing up and current; 4) education and preparation, both informal and formal; 5) characteristics of the domain and field; 6) sociocultural contextual aspects; and 7) historical forces, events, and trends. (Jalongo, 2001:http://www.udel.edu) 38 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Pendidikan formal dan informal yang menurut Feldman menjadi salah satu bagian yang ikut serta mempengaruhi perkembangan kreativitas anak, semestinya menjadi lembaga pendidikan yang menitikberatkan proses pendidikan pada ketiga komponen kreativitas, yaitu pengetahuan, motivasi, dan keberanian. Semestinya pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga merangsang anak untuk memiliki pengetahuan, motivasi, dan keberanian. Di bawah ini dijabarkan bagaimana sebuah pembelajaran meraih tiap komponen kreativitas yang menjadi komponen prasyarat menjadikan seorang anak tumbuh menjadi anak kreatif. Pembelajaran dan Pengetahuan Piaget, yang menganut pandangan pengetahuan yang konstruktivistis, menentang prinsip tabula rasa yang memandang seorang anak sebagai lembaran kosong (Piaget, 1988 :60). Sebaliknya, ia menyatakan bahwa subjek yang aktif membangun pengetahuannya di dalam interaksi dengan lingkungannya. Bersama dengan Inhelder (1971), Piaget dalam Brooks & Brooks (1993:5) mengatakan bahwa “knowledge comes from neither from the subject nor the object, but from the unity of the two”. Inhelder, dalam tulisannya tentang Beberapa Aspek Pendekatan Genetis Piaget Terhadap Pengertian (Piaget, 1988:154) menyatakan: Tidak benar jika pertumbuhan pengetahuan dalam diri anak secara eksklusif semata-mata harus disebabkan oleh timbunan secara bertumpuk informasi-informasi yang diterima dari luar atau secara eksklusif disebabkan oleh pemahaman yang tiba-tiba, yang tidak bergantung dari persiapan terdahulu. Inhelder ingin menekankan bahwa setiap anak telah memiliki pemahaman tentang pengetahuan tertentu, dan tugas pendidik adalah mengetahui pemahaman seperti apa yang ada dalam kognisi anak. Pemahaman anak ini menjadi modal bagi pendidik untuk menyampaikan informasi selanjutnya. Pembelajaran selalu dimulai dari hal yang diketahui anak. Piaget menyebut pemahaman anak sebagai schema. Schema anak akan berkembang jika suatu saat, terjadi perbedaan antara informasi dan pemahaman anak, Piaget menyebutkan saat itu sebagai saat disequilibrium. Ketakseimbangan ini menimbulkan proses equilibrasi dalam kognisi anak. Melalui proses equilibrasi ini, pengetahuan dikembangkan, Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat diperbaiki, ditingkatkan1. Pengalaman anak merupakan pintu gerbang pengetahuan. Piaget didukung juga oleh Lec Vygotsky, berpendapat bahwa pengalaman belajar yang dapat membangun pengetahuan adalah pengalaman belajar yang mengembangkan rasa ingin tahu pada pemelajar (Arrends, 2004 :396-397). Pembelajaran dan Keberanian Keberanian dalam kreativitas adalah keberanian untuk berbeda, keberanian untuk mendobrak status quo, keberanian untuk salah, keberanian untuk menanggung risiko. Keberanian dalam kreativitas ini hanya dimungkinkan jika pembelajaran bersifat membebaskan dan bukan membelenggu. Dalam buku Experience and Education, John Dewey mengatakan: “Satu-satunya kebebasan yang menjadi kepentingan abadi adalah kebebasan inteligensia, yakni kebebasan observasi dan kebebasan menilai tujuan yang mengandung manfaat.” (Dewey, 2004:55). Ketika anak hanya diperbolehkan bergerak dalam tanda-tanda yang pasti dan susunan yang mapan maka keberanian tidak akan muncul. Itu berarti, kreativitas tidak akan berkembang. Martyn Long mengutip Getzels & Jackson (1962) mengatakan: Creative student were not as well like by their teachers as the more conforming and conventional ones. Meminjam istilah Parker J Palmer dalam bukunya To Know As We Are Known bahwa mengajar berarti creating space (Palmer, 1993:69). Menurut Palmer, sebuah pembelajaran seharusnya tidak mengekang anak sebaliknya membebaskan. Pembelajaran yang membebaskan adalah pembelajaran yang memberi ruang untuk menjadi diri sendiri dan tidak dibelenggu dengan keseragaman. Pembelajaran yang membebaskan juga memberi ruang bagi pemelajar untuk bereksperimen dan tidak dibelenggu dengan tanda-tanda yang pasti. Pembelajaran yang membebaskan juga memberi ruang bagi pemelajar untuk berpikir dan tidak terbelenggu dengan penilaian benar dan salah. Pembelajaran yang memberi ruang bagi keberanian selalu dilimpahi oleh perasaan bahwa ia, sebagai pemelajar diterima secara total dalam sebuah proses pembelajaran. Keberanian tumbuh dalam sebuah penerimaan total. Pembelajaran dan Motivasi Motivasi yang membangkitkan kreativitas adalah motivasi yang tumbuh dalam diri anak. Pemberian hadiah kadang hanya membangkitkan kompetisi dan bukan kreativitas. Lepper dkk (1973) meneliti krativitas anak berdasarkan gambar anak. Melalui penelitiannya ditemukan bahwa anak yang dimotivasi dengan hadiah memiliki kualitas gambar yang lebih rendah dibanding anak yang tidak diiming-iming dengan hadiah (Long, hal 90). Hal ini menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik tidak mengembangkan kreativitas anak. Sebaliknya, motivasi instrinsik dapat mengembangkan kreativitas anak. Memotivasi anak, terkait dengan manajemen kelas. Dalam hal ini penulis hanya menyorot salah satu bagian dari manajemen kelas, yaitu komunikasi verbal pendidik dan anak didik. Percakapan antara pendidik dengan anak didik yang seringkali tidak mendapat porsi perhatian yang besar, ternyata berpengaruh besar dalam kreativitas anak. Menurut Rathvon dalam The Unmotivated Child (1996:124-146), ada lima strategi yang dapat ditempuh untuk membangun percakapan yang berkulitas antara pendidik dan anak didik, yaitu sebagai berikut. 1. Allowing not disavowing feelings. 2. Managing, not reaction emotion. 3. Inviting, not interrogating. 4. Promoting problem solving, not giving advice. 5. Constructive encouragement. Melalui strategi komunikasi verbal ini anak dapat memiliki motivasi yang lahir dari dirinya sendiri dan bukan lahir atas dorongan dari luar. Pengukuran Kreativitas Pengukuran dengan model kreativitas yang dikemukakan Treffinger (1980) seperti dikutip Munandar dkk. (1987:39) dapat mewakili konsep kreativitas sebagai personal creativity, proses creativity, dan product creativity. Treffinger membagi kreativitas menjadi tiga tingkat, yaitu tingkat pertama sebagai fungsi divergen. Kreativitas tingkat pertama ini dapat diinterpretasikan sebagai person creativity. Kreativitas tingkat kedua adalah proses berpikir dan perasaan majemuk, yang dapat diinterpretasikan sebagai process creativity. Terakhir, kreativitas tingkat tiga adalah keterlibatan dalam tantangan-tantangan nyata, sebagai product creativity. Dalam setiap tingkat, Treffinger membaginya menjadi kognitif dan afektif. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 39 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Desain Penelitian Kreativitas Anak Lingkungan Bedeng di Taman Bacaan Bunda Penelitian ini didesain sebagai penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif melalui analisis sebuah studi kasus pembelajaran anak-anak di lingkungan bedeng. Berdasarkan beberapa kegiatan yang bervariasi, seperti menggambar, menulis puisi, membaca buku, penulis mencoba untuk mendeskripsikan kreativitas anak bedeng. Tingkat kreativitas anak bedeng dianalisis berdasarkan model kreatifitas menurut Treffinger (1980) yang dikutip oleh Munandar dkk (1987:39). Tingkat kreativitas ini, menjadi acuan untuk melihat perkembangan potensi kreativitas anak bedeng ketika konsep pembelajaran dipraktekkan dalam Taman Bacaan Bunda. Studi kasus yang dilaksanakan pada anak bedeng di belakang SD Negeri 05-06, kelurahan Duri Kepa, kecamatan Kebon Jeruk , Jakarta Barat, ini menggunakan metodologi ethnographic. Dalam penelitian ethnographic ini peneliti terlibat langsung dalam kegiatan belajar di Taman Bacaan Bunda. Kondisi ini menyebabkan data yang diperoleh bisa sangat subjektif . Mengantisipasi hal ini, maka pengambilan data tidak hanya mengandalkan daya ingat, tapi juga dibantu alat-alat penelitian seperti, rekaman suara, buku kerja, video, alat observasi, dan catatan lapangan yang dapat mengurangi unsur subjektivitas dalam penelitian. Subjek , Tempat, dan Waktu Penelitian Enam belas anak-anak lingkungan bedeng di belakang SD Negeri 05-06, Kepa Duri, dengan rentang usia 8-12 tahun, yang rutin datang ke Taman Bacaan Bunda dipilih sebagai subjek penelitian. Selain mengamati tingkah laku dan buku kerja subjek penelitian, perilaku anak-anak lain secara umum juga diamati untuk mendapatkan potret keseluruhan anak-anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda. Penelitian dilakukan di Taman Bacaan Bunda. Taman Bacaan ini berukuran empat meter persegi, terletak di lingkungan bedeng di belakang SDN 05-06, kelurahan Duri Kepa , kecamatan Kebon Jeruk , Jakarta Barat. Penelitian dilakukan sejak bulan Agustus sampai dengan awal Desember 2005. 40 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Melalui kelima pertemuan diamati tingkah laku dan hasil kerja yang didokumentasikan dalam catatan lapangan, buku kerja anak, rekaman suara, dan rekaman video. Sesuai dengan ungkapan Fiskin (1998) yang mengungkapkan bahwa kreativitas anak adalah Germinal creativity (Jalongo, 2003, http://www.creativelearning.com/assess/test18.htm), maka analisis kreativitas sama sekali mengabaikan kualitas produk dan lebih mengutamakan proses yang kreatif. Kreativitas Tingkat Pertama, Berpikir Divergen Pada kreativitas tingkat pertama ini, yang diutamakan adalah bagaimana anak berpikir divergen. Ruang kebebasan berpikir dan pembebasan anak dari penilaian benar dan salah menjadi penentu bagi keberhasilan anak untuk berpikir divergen. Umumnya anak masih terbelenggu pemikirannya dalam kaidah-kaidah benar dan salah. Hal ini sesuai dengan perkembangan seni anak, maka anak pada usia 8-12 tahun ini memasuki tahap Schematic stage untuk usia 7-9 tahun dan realistic stage untuk anak usia 9-12 tahun (Gable, 2005, http:// muextension.missouri.edu). Penilaian benar dan salah sangat berarti bagi mereka. Hal ini justru menurunkan potensi kreativitas mereka yang mungkin berkembang pada tahap-tahap sebelumnya. Anak kurang berani untuk mengeluarkan ide atau alternatif ide. Anak merasa nyaman jika idenya dianggap benar dan idenya menjadi patokan bagi teman-temannya dalam mengembangkan ide. Misalnya dalam melakukan aktivitas, mereka selalu bertanya “Boleh begini, Bunda?”, “Begini, ya?”, “Bener nggak?”. Anak-anak merasa nyaman jika hasil pekerjaan dianggap benar dan baik oleh orang lain. Sikap cepat puas ini menyebabkan mereka tidak berusaha untuk mencari alternatif ide. Deskripsi hasil temuan kreativitas tingkat pertama subjek penelitian adalah sebagai berikut. Kelancaran Ukuran waktu lima menit menjadi ukuran bahwa mereka memiliki kelancaran dalam Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat menuangkan ide gambar dengan tema “Aku Anak yang Merdeka” Awalnya mereka berkeluh kesah dengan tema2, namun beberapa anak dapat menuangkan ide dalam lima menit bahkan kurang dalam lima menit. Munculnya ide terpicu ketika salah seorang menemukan dan menyebutkan ide gambarnya. Budaya persaingan di antara mereka sangat jelas terlihat. Ketika melihat temannya sudah menemukan ide, anak-anak lain jadi termotivasi untuk memutar otak mencari ide. Sikap bersaing ini memicu anak-anak mengeluarkan ide ketika ada salah seorang temannya yang lebih dulu memiliki ide. Sikap bersaing ini dapat dimanfaatkan secara positif dalam pembelajaran kreativitas, yaitu dalam membangkitkan kemampuan menuangkan ide secara cepat dan tepat. Orisinalitas Orisinalitas anak di Taman Bacaan Bunda lebih terlihat pada kemampuan anak mengembangkan ide daripada kemampuan menghasilkan ide. Dalam lomba gambar ini, rata-rata ide mereka terpengaruh oleh ide bersama, yaitu menggambar bendera dan rumah, kecuali AG yang memiliki ide berbeda dari yang lainnya. Ia menggambar anak yang berdiri di atas Monas. “Anak yang merdeka, bisa manjat Monas.” Ujar AG ketika ditanya alasannya menggambar Monas. Al menambahkan gambar rumah dan bendera dengan gambar matahari dan awan. Lain halnya dengan Ng, yang tumbuh dalam keluarga pemulung hanya menggambar rumah dan bendera. ED yang juga menambahkan gambar orang yang sedang bertanding, tidak menunjukkan orisinalitas setinggi MK karena ide orang yang bertanding diambil ED dari MK. Namun tetap ED menunjukkan orisinalitas karena tidak sama persis dengan gambar MK. Analisis mengenai derajat orisinalitas ini dilakukan berdasarkan pengembangan ide orang lain atau ide bersama. Hal seperti ini dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran, yaitu dengan memfasilitasi anak untuk mengembangkan idenya atau ide bersama. Kelenturan Kelenturan ini terlihat ketika anak melihat ide gambarnya bukanlah satu-satu ide yang dapat dihasilkan dan ia juga melihat bahwa ada ideide lain yang mungkin lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh ED. Pada Awalnya ED menggambar bendera besar di tengah diapit oleh dua pohon, kemudian ia melihat ide MK yang menggambar pertandingan bendera. Ide bendera ini tidak ia coret, melainkan ia membuat gambar kedua yang merupakan pengembangan dari ide MK. Melalui tingkah laku ED, maka ia dianggap menunjukkan indikator kelenturannya. Ia tidak kaku pada ide gambarnya yang semula. Ia mau menerima ide gambar orang lain, kemudian mengembangkannya sehingga dihasilkan dua alternatif gambar yang berbeda. Kelenturan ini agak sulit dilihat pada anak lain karena umumnya anak puas dengan hasil pekerjaannya. Sikap cepat puas seperti ini mungkin dapat disiasati lewat sikap bersaing yang mereka miliki. Melalui persaingan, mereka dipacu untuk melakukan yang terbaik. Juga disertai dengan kesadaran bahwa segala alternatif perlu dimunculkan demi menghasilkan yang terbaik. Rasa ingin tahu Keterlibatan secara aktif anak-anak dalam aktivitas dan pertanyaan anak menjadi indikator bahwa mereka memiliki rasa ingin tahu. Keaktifan ini ditunjukkan anak-anak melalui keterlibatannya dalam aktivitas menceritakan perasaannya terhadap gambar yang dilihatnya, walaupun awalnya mereka mengeluh dan kesulitan3. Pertanyaan mereka yang timbul antara lain: “Apa aja ya, Bunda?” “Istimewa itu apa?” “Gimana caranya?” “Boleh tentang binatang, Bunda? “ “Boleh tentang apa aja, Bunda? “ Pertanyaan-pertanyan mereka ini menunjukkan keterlibatan mereka secara aktif dalam pembelajaran, yang menjadi sub indikator dari rasa ingin tahu. Dengan demikian proses pembelajaran kreativitas perlu membuka lebarlebar bagi segala pertanyaan anak bahkan jika perlu pembelajaran kreativitas menjadi pembelajaran yang merangsang anak untuk bertanya. Keterbukaan Terhadap Pengalaman Beberapa orang menunjukkan keterbukaan terhadap pengalaman yang baru melalui kesediaan tampil di hadapan kamera video. Pengalaman tampil dihadapan kamera video boleh dikatakan merupakan pengalaman baru bagi mereka. Walaupun malu-malu, mereka semangat juga terhadap pengalaman ini. Beberapa dari mereka bersedia secara sukarela Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 41 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat menampilkan ceritanya di hadapan temantemannya di depan video kamera. Meskipun mereka agak malu-malu dan tidak berani menatap kamera, semangat mereka untuk mau tampil di depan kamera, menandakan bahwa mereka menunjukkan keterbukaan terhadap pengalaman. Keterbukaan terhadap pengalaman ini dapat dikembangkan melalui perasaan nyaman dan aman ketika anak mencoba pengalaman baru. Sebaliknya, pengalaman buruk ketika mencoba pengalaman baru dapat membuat ia menjadi anak yang traumatik terhadap pengalaman baru. Kepekaan terhadap masalah Kepekaan terhadap masalah diperlihatkan melalui ungkapan perasaan ketika melihat gambar bencana gunung berapi. Beberapa ungkapan perasaan mereka sebagai berikut. “Orang-orang pada celaka, aku sangat sedih”. “Saya terharu karena hewan-hewan yang berada di sana harus mengungsi”. “Saya sedih, saudara saya kena musibah gunung meletus”. “Sedih sekali kalau ada gunung meledak. Di gunung itu banyak batu yang runtuh yang hampir mengenai binatang itu”. Kepekaan mereka masih sebatas pada ungkapan perasaan dan belum pada bagaimana mencegahnya atau menanggulanginya atau bagaimana cara menolongnya. Namun dalam ungkapan perasaan ini ada hal yang lebih dari sekedar mengungkapkan perasaan, yaitu mengungkapkan hal yang dirasakan oleh lingkungan yang dilihatnya. Ungkapan ini ditemui pada NU dan TN. NU: “ Sedih. Pada suatau hari ada sebuah gunung meletus semua warga ketakutan dan semua binatang juga ketakutan.” TN: “Pada suatu hari ada yang meletus di gunung merapi. Semua orang terkejut mendengar letusan. Mereka telah menyelamatkan diri untuk selamat. Perasaanku sangat terharu.” NU dan TN memiliki kepekaan yang lebih tinggi dari yang lainnya karena mereka tidak hanya mengungkapkan perasaan diri sendiri, tapi juga perasaan lingkungannya. Kehidupan lingkungan bedeng yang berdempet-dempetan dan berdekatan, seharusnya membuat setiap individu memiliki kepekaan terhadap masalah. Namun kenyataannya hanya 43% yang menunjukkan kepekaan terhadap masalah. Kemungkinan hal 42 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 ini disebabkan oleh metode atau media yang tidak mendorong dan mengajak anak untuk memiliki kepekaan terhadap masalah. Dengan demikian pembelajaran kreativitas perlu memperhatikan metode dan media pembelajaran kreativitas yang dekat dengan masalah anakanak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda. Percaya Diri Beberapa anak menunjukkan rasa percaya diri dengan beraninya memilih warna yang berbeda dari teman-temannya. Hal ini ditemukan pada AD, NG, dan YS, AD yang rmemilih warna kuning untuk warna gunung. Ketika ia memilih warna kuning, ia diejek teman-temannya. “Masak gunung warna kuning, sih”. “Seharusnya warna coklat”. “Gunung apaan tuh! Nggak tahu warna gunung ya?” Mendengar protes teman-temannya, AD tidak marah, bahkan ia tersenyum sambil berkomentar terhadap protes teman-temannya. “Biarin, emangnya kenapa kalau diwarnain kuning. Ini khan cuma gambar. Aku suka warna kuning”. Memang, pemilihan warna ini agak riskan untuk dijadikan rasa percaya diri. Hal ini disebabkan karena proses pemilihan warna dapat diakibatkan karena anak malas mencari warna yang sesuai, anak tidak tahu warna, anak tidak pernah melihat gunung, anak tidak melihat gambar sebagai gambar melainkan hanya sebagai pekerjaan untuk mewarnai. Dan yang lebih ekstrim lagi, anak memilih warna yang berbeda karena pada dasarnya ada jiwa pemberontak dalam diri anak. Dengan demikian pemilihan warna ini tidak dapat menjadi satu-satunya indikator bagi rasa percaya diri. Dalam pertemuan ini, rasa percaya diri dapat diperlihatkan oleh mereka yang berani untuk menampilkan perasaannya dihadapan teman-temannya. Mereka adalah RH, EI, DI, AD, ED, Wahyu B. Bersedianya anakanak untuk tampil dihadapan teman-temannya memperkuat penafsiran tentang rasa percaya diri pada saat pemilihan warna. Hanya 29% anak menunjukkan rasa percaya diri. Rasa kurang percaya diri kemungkinan disebabkan mereka tidak menyadari potensi yang dimilikinya. Potensi diri merupakan misteri bahkan bagi dirinya sendiri. Meskipun demikian, misteri itu tetap dapat ditemukan ketika terjadi refleksi terus menerus dalam diri. Jadi pembelajaran kreativitas perlu Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat memberi kesempatan bagi anak untuk belajar berefleksi karena melalui refleksi diri, anak dapat menemukan potensi diri. Temuan kreativitas tingkat pertama ini menunjukkan bahwa pada umumnya subjek penelitian memiliki kreativitas tingkat pertama. Perkembangan kreativitas bergantung pada lingkungan, dalam hal ini kegiatan di Taman Bacaan Bunda. Pengaruh pembelajaran terhadap kreativitas bergantung pada pemilihan bahasan yang dekat dengan masalah anak atau menarik bagi anak, memanfaatkan sikap bersaing secara positif, memfasilitasi anak untuk memperkaya ide, terbuka pada setiap pertanyaan, memberi rasa nyaman dan aman, dan mengajak anak untuk berefleksi. Kreativitas Tingkat Kedua, Proses Berpikir dan Perasaan Majemuk Kreativitas tingkat kedua ini terfokus pada penyelesaian masalah dan keterbukaan terhadap perbedaan. Kegiatan yang menjadi dasar pengamatan adalah kegiatan ke empat dalam studi pendahuluan, yang diselenggarakan pada tanggal 15 November 2005. Aktivitas yang dilakukan adalah mewarnai gambar bencana banjir dan menulis cerita berdasarkan gambar bencana banjir. Analisis dilakukan berdasarkan dokumentasi penelitian, yaitu catatan lapangan, buku kerja, dan rekaman suara. Melalui analisis ini, diperoleh temuan kreativitas subjek penelitian, yang kemudian diolah dalam bentuk persentase dari perbandingan jumlah subjek yang menunjukkan indikator kreativitas dengan jumlah subjek penelitian yang hadir pada saat kegiatan di Taman Bacaan Bunda. Hasil temuan subjek penelitian dalam menunjukkan kreativitas tingkat kedua, dibahas secara rinci dalam pembahasan di bawah ini. Analisis Kemampuan anak menganalisis ini ditunjukkan oleh 80% subjek penelitian yang mampu menganalisis gambar bencana banjir, melalui aktivitas menulis cerita. Anak yang lain hanya mendeskripsikan apa yang dilihat dalam gambar dan tidak sampai pada tahap analisis. Kemampuan analisis dalam menulis cerita dapat dilihat dari berbagai cuplikan cerita yang menjadi hasil analisis anak seperti di bawah ini. “Rumah itu sangat pendek, maka rumah kebanjiran.” “Rumah ini kebanjiran karena orang-orang membuang sampah sembarangan dan hujan deras. “ Di antara anak-anak, TN menunjukkan hasil analisis yang lebih tajam, yaitu ia juga menganalisis apa yang terjadi jika hujan berhenti. Cerita TN sebagai berikut. “Ada sebuah rumah yang kebanjiran. Karena hujannya sangat deras. Dan benda-benda lainnya semua tenggelam. Beberapa kemudian hujan itu telah berhenti. Lalu sampah-sampah lainnya menyebar penyakit. “ Kemampuan anak dalam melakukan analisis terlihat cukup tinggi, yaitu 80%. Kemampuan ini kemungkinan karena sebelum anak-anak diajak beraktivitas menulis, Bunda bertanya tentang berbagai hal yang bersangkutan dengan gambar bencana banjir. “Kita sekarang membuat cerita tentang gambar ini. Coba kita lihat! Gambar apa ini?” Bunda mengajak anak-anak untuk meneliti gambar. Jawaban anak-anak adalah sebagai berikut: “sandal” “pohon” “Rumah kebanjiran” “pager” “pohon terbang” “Apa sih yang jadi masalah di sini?” tanya Bunda lebih teliti lagi. Mendengar pertanyaan Bunda, anak-anak mulai berpikir dan kemudian menjawab sebagai berikut: “buang sampah sembarangan” “banjir” “Hujan” “Angin” Setelah proses bertanya, Bunda mengajak anak-anak untuk menulis cerita. Kegiatan bertanya yang dilakukan Bunda sebelum aktivitas ini membangkitkan kemampuan analisis anak. Hal ini sesuai dengan Robert Fisher yang dikutip Colin Rose (Colin & Malcolm, 2003:271), yang mengatakan bahwa: “Mengajukan pertanyaan yang bagus mensyaratkan agar siswa berpikir lebih keras daripada memberikan jawaban”. Evaluasi Proses evaluasi yang menjadi indikator dalam kreativitas tingkat kedua ini ditandai dengan kemampuan anak mengevaluasi dirinya sendiri atau orang lain sehubungan dengan masalah yang dihadapi. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 43 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat “Rumah ini kebanjiran karena orang-orang membuang sampah sembarangan... Karena orang-orang tidak disiplin membuang sampah di tempatnya, pasti rumah itu akan kebanjiran”. Cuplikan cerita Al ini menunjukkan bahwa ia melakukan proses evaluasi dalam menganalisis penyebab banjir. Ia mengevaluasi orang-orang yang tidak disiplin dalam membuang sampah. Ia tidak hanya menganalisis penyebab banjir berdasarkan apa yang terlihat di gambar, yaitu hujan deras dan angin kencang. Namun ia juga melakukan evaluasi dalam mempertajam analisisnya. Proses evaluasi seperti Al ini dilakukan juga oleh NG dan WB. FI dan AD juga melakukan evaluasi dalam analisnya, namun hasil evaluasinya berbeda dengan AL, NG , dan WB. Cuplikan cerita FI menunjukkan bahawa ia melihat bahwa rumahrumah yang kebanjiran adalah rumah-rumah yang pendek sedangkan rumah yang tinggi tidak akan kebanjiran. “Ada suatu rumah yang kebanjiran. Rumah bisa tenggelam karena rumah itu sangat pendek sekali maka rumah itu kebanjiran”. FI mengevaluasi bahwa rumah-rumah yang kebanjiran adalah rumah-rumah yang pendek. Hasil evaluasi FI yang berbeda dengan AL menunjukkan bahwa hasil evaluasi anak disesuaikan dengan pengalamannya ketika banjir seperti yang dilakukan FI dan AD atau pengetahuannya tentang bencana banjir seperti yang dilakukan AL, NG, dan WB. Jadi proses evaluasi dapat dilakukan anak ketika anak memiliki kepekaan terhadap pengalaman atau memiliki pengetahuan yang cukup tentang suatu masalah. Dengan demikian, pembelajaran kreativitas perlu merangsang kepekaan anak terhadap pengalaman. Melalui kepekaan tersebut, anak dapat membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman. Penerapan Kemampuan menerapkan yang dituangkan dalam bentuk cerita diperlihatkan hanya oleh 7% subjek penelitian. NG satu-satunya anak yang memperlihatkan kemampuan penerapan ini melalui ceritanya sebagai berikut. “Pada suatu hari hujan deras sekali. Akhirnya semua rumah kebanjiran. Karena semua warga membuang sampah sembarangan. Seharusnya semua warga membuang sampah pada tempatnya”. 44 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Tulisan yang digaris bawahi merupakan hasil dari kemampuan penerapan NG yang dituangkan dalam cerita. Dalam aktivitas pada tanggal 15 November 2005, LI (8 tahun) yang tidak menjadi subjek penelitian menunjukkan kemampuan menerapkan yang lebih tinggi dari NG. Cuplikan cerita LI adalah sebagai berikut. “Ada sebuah rumah yang kebanjiran karena hujan deras karena itu membuang sampah sembarangan. Jadilah kebanjiran. Nah karena itu kita membuang sampah pada tempatnya. Pasti tidak akan terjadi kebanjiran dan kita akan sehat tidak terkena penyakit. Jagalah kebersihan lingkungan kita agar tidak kotor dan jangan membuang sembarangan yah”. LI menunjukkan kemampuannya menerapkan indikator penerapan ini melalui rincian yang harus dilakukan agar tidak terjadi masalah. Gambar yang berada di luar dirinya terinternalisasikan ke dalam dirinya, kemudian dieksternalisasi dalam bentuk tulisan yang mengajak untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Anak-anak lain berhenti pada proses analisis dan tidak melanjutkan ceritanya sampai pada penerapan, mengenai apa yang harus dilakukan sehubungan dengan bencana banjir. Kemungkinan hal ini terjadi karena anak-anak jarang diajak untuk berunding tetang apa yang akan dan harus dilakukan. Anak-anak lingkungan bedeng lebih banyak menerima perintah atau larangan seperti: “Ayo mandi!” “Cepetan ganti baju!” “Neng, beliin shampoo!” “Jangan berantem!” “Keluyuran terus, ayo belajar!” “Jangan main air, udah tahu susah cari air!” Kenyataan ini membuat anak kurang memiliki inisiatif dalam merencanakan dan menentukan apa yang harus ia lakukan. Atas dasar latar belakang seperti ini maka pembelajaran kreativitas perlu membuka kesempatan bagi anak untuk menentukan apa yang harus dikerjakan sehubungan dengan keadaan yang ia hadapi. Keterbukaan terhadap perasaan-perasaan majemuk Dalam pertemuan ketiga, pada tanggal 11 November 2005 anak-anak tidak memperlihat- Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat kan keterbukaan terhadap perasaan majemuk. Terjadi pertikaian di antara mereka pada saat mewarnai gambar bencana Gunung Merapi, yang disebabkan perbedaan pilihan warna. Namun pada pertemuan berikutnya, yaitu pertemuan keempat pada tanggal 15 November 2005, keterbukaan terhadap perasaan ditunjukkan oleh 100% subjek penelitian, yaitu ketika mereka tidak saling mengejek satu dengan yang lain. Melihat warna-warni gambar mereka, sebenarnya ada potensi untuk bertikai tentang masalah warna. Misalnya, AD mewarnai batang pohon dengan warna ungu dan genteng rumah dengan warna merah. Melihat perbedaan pilihan warna AD, tidak mempermasalahkan perbedaan pilihan warna di antara mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mengalami peningkatan dalam keterbukaan terhadap perbedaan. Namun perlu dicermati juga bahwa keterbukaan mereka ini kemungkinan terjadi karena perhatian mereka tidak terfokus pada mewarnai namun pada membuat cerita. Memang, bagi anak-anak di Taman Bacaan Bunda, aktivitas membuat cerita merupakan hal yang terberat dibanding aktivitas lain. Kemungkinan mereka lebih memberi perhatian pada aktivitas menulis cerita dan tidak terlalu memperhatikan perbedaan pilihan warna di antara mereka. Berdasarkan pengalaman ini, desain pembelajaran perlu memberi sarana kegiatan yang tidak menutupi perbedaan, sebaliknya memperlihatkan perbedaan dan belajar bagaimana seharusnya bersikap terhadap perbedaan. Penggunaan khayalan Penggunaan khayalan ditunjukkan oleh 66% subjek penelitian ketika membuat cerita. Mereka dapat melihat apa yang tidak tertangkap oleh mata, seperti tercermin dalam ungkapan berikut: “Saya lagi ambil suatu benda”. “Di sana juga ada mainan yang tenggelam”. “Yang punya rumah itu sangat takut”. Dalam gambar tidak ada orang yang mengambil benda, tidak ada mainan, juga tidak tergambar orang-orang yang ketakutan. Anakanak menggunakan khayalan mereka sehingga mereka membayangkan bahwa di dalam rumah itu ada yang lagi mengambil benda, kotak yang mengapung itu adalah mainan, dan membayangkan orang-orang ketakutan jika berada dalam suasana kebanjiran. Khayalan mereka masih merupakan pengalaman nyata mereka sendiri yang mereka internalisasikan dalam cerita banjir. Anak-anak belum menunjukkan khayalan di luar pengalamannya. Temuan ini memberi dasar bagi desain pembelajaran kreativitas yang relevan bagi anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda atau yang pernah di alami oleh anak lingkungan bedeng di taman bacaan. Secara keseluruhan, melalui temuan kreativitas anak tingkat kedua ini, subjek penelitian menunjukkan kemampuan mereka dalam proses berpikir dan keterbukaan terhadap perasaan-perasaan majemuk yang menjadi indikator kreativitas tingkat kedua. Penemuan ini selain menggambarkan kreativitas anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda, juga memberi masukan bagi desain pembelajaran kreativitas, yaitu pembelajaran yang lebih banyak mengajukan pertanyaan yang bagus ketimbang memberikan jawaban yang baik, pembelajaran berbasis pengalaman, membuka kesempatan bagi anak untuk menentukan apa yang harus ia lakukan dan memperlihatkan perbedaan sebagai sarana belajar bagaimana bersikap terhadap pengalaman. Kreativitas Tingkat Ketiga, Keterlibatan dalam TantanganTantangan Nyata Kreativitas tingkat ketiga ini lebih mengarah pada bagaimana anak dapat mengelola dirinya sendiri dan di luar dirinya sehubungan dengan keterlibatannya dalam tantangan-tantangan yang ada di hadapannya. Hal ini ditunjukkan dalam pertemuan kelima dalam studi pendahuluan, yang diselenggarakan pada tanggal 16 November 2005. Kegiatan membuat kartu ucapan terima kasih pada orang tua, anakanak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda, memperlihatkan kreativitas tingkat ketiga, yang dibahas dalam pembahasan di bawah ini. Pengelolaan sumber Pengelolaan sumber ditunjukkan subjek ketika mencari sumber gambar sendiri dari majalah Bobo. Mereka membolak-balik halaman mencari gambar yang diharapkan. Setelah mendapat gambar, mereka menggunting sendiri dan menempelnya pada kartu. Memang, pada awalnya, beberapa anak meminta bantuan untuk mencari gambar, namun ketika Bunda bertanya tentang tujuan pembuatan kartu dan apa yang hendak dilakukan dengan kartu tersebut, dilanjutkan dengan meminta mereka untuk Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 45 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat memperhatikan teman-temannya yang sudah memperoleh gambar, anak yang meminta bantuan tersebut mengikuti teman-temannya mencari gambar. Berarti percakapan Bunda yang mengarah pada strategi ke empat komunikasi verbal, solving problem (Rathvon, 1996:124-146), memotivasi anak untuk mengerjakan aktivitas. Pengembangan produk Kemampuan pengembangan produk ditunjukkan oleh 100% subjek penelitian yang hadir dalam pertemuan kelima. Kemampuan pengembangan produk ini ditunjukkan ketika mereka menggunting cuplikan gambar dalam suatu cerita dan menempelnya sesuai dengan tujuan, yaitu kartu ucapan terima kasih kepada orang tua. Subjek melakukan cara pengembangan produk yang sama namun menghasilkan karya yang berbeda-beda. Beberapa contoh yang memperlihatkan perbedaan karya mereka adalah: Ng, memilih gambar seorang laki-laki asing berbadan tegap. “Ini bapa saya, Bunda”. Ujar Ng cengengesan. Ia menulis: “Terima kasih Ibu, saya diberi makan, saya dibesarkan, saya senang main bola”. Dimas, memilih gambar orang main basket “Itu cita-cita saya, Bunda”. Tulisannya dalam kartu: “Terima kasih mama karena telah membesarkanku waktu kecil”. Nengli, memilih gambar cinderela dengan pangeran. “Ini dua orang yang mencintai”, jawabnya ketika ditanya gambar pilihannya. “Apa ini orang tuamu?” tanya Bunda. “Iya” jawab Nengli tersenyum malu. Dalam kartunya, Nengli menulis: “Saya sangat berterima kasih pada orang tua karena telah membesarkan kita”. Sebelumnya aktivitas mereka diberi kesempatan untuk mengingat kasih sayang orang tua. Kegiatan ini melibatkan emosi anak. Setelah itu Bunda mengajak mereka untuk membuat kartu ucapan terima kasih pada orang tua. Melalui kegiatan awal ini, diduga bahwa anak-anak menunjukkan kemampuan pengembangan produk ketika mereka memiliki tujuan yang jelas terhadap produk yang akan mereka hasilkan. Selain itu juga keterlibatan emosi ketika menghasilkan produk, mendorong anak untuk mengembangkan produk. Internalisasi Kemampuan internalisasi ditunjukkan oleh 100% subjek penelitian yang hadir pada tanggal 16 November 2005 , dalam menulis ucapan 46 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 terima kasih. Mereka menginternalisasikan nilainilai tentang orang tua ketika mendengarkan cerita, setelah itu mereka eksternalisasikan nilainilai tersebut ke dalam ungkapan terima kasih. Beberapa ungkapan terima kasih anak-anak di Taman Bacaan Bunda pada orang tua, penting untuk kita simak, yaitu sebagai berikut. “Terima kasih Ibu, saya diberi makan, saya dibesarkan, saya senang main bola”. “Terima kasih semua, kalian sudah memberi kasih sayang. Aku mengucapkan terima kasih sudah merepotkan kalian, sudah mengecewakan kalian. Doakan aku. Aku suka bohong kepada mereka”. “Terima kasih ibu, karena ibu telah merawatku”. “Terima kasih sama ibu dan ayah karena mereka merawat saya”. “Ibu, bapa terima kasih karena telah merawatku dari kecil. Saya diberi makan dan minum, aku juga disekolahkan. Saya juga diberi uang jajan. “Ma, terima kasih karena sudah melahirkan aku di sini. Aku sangat terima kasih karena sudah mendidik aku di saat aku kesusahan. Terima kasih, mah”. “Terima kasih Bu, karena sudah memberi makan dan saya dibesarkan”. “Saya sangat berterima kasih pada orang tua karena telah membesarkan kita”. “Aku sayang ibu bapa. Ibu dan bapa sudah merawat aku sejak kecil”. “Terima kasih mama karena telah membesarkanku waktu kecil”. “Saya berterima kasih pada orang tuaku karena telah merawatku dari kecil hingga dewasa”. “Saya berterima kasih pada orang tuaku karena telah merawatku dari kecil hingga dewasa”. “Makasih mah telah merawatku sampai gede”. Seluruh ungkapan anak-anak merupakan ungkapan terima kasih, tidak ada anak yang mengungkapkan bahwa orang tua tidak memperhatikan atau orang tua menyuruhnya bekerja, seperti yang dialami oleh SG. Apapun yang dilakukan orang tua terhadap mereka, mereka tetap menulis ucapan terima kasih. Tidak seperti biasanya, ketika mereka menulis cerita mereka mengeluh tidak bisa atau susah, sementara dalam mengungkapkan rasa terima kasih ini mereka tidak mengeluh dan tidak terlihat mengalami kesulitan. Hal ini membuktikan bahwa mereka telah menginternalisasikan nilai-nilai tentang orang tua sebagai orang yang telah berjasa dalam Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat pertumbuhan mereka. Proses internalisasi ini terjadi ketika mendengarkan cerita. Hal ini menunjukkan metode dongeng mampu memberi pendidikan tentang nilai-nilai kepada anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda. Perwujudan diri Selama studi pendahuluan hanya perwujudan diri yang sama sekali tidak terlihat pada anakanak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda. Dalam pertemuan kelima, studi pendahuluan juga jelas terlihat bahwa anakanak melakukan sesuatu berdasarkan apa yang umumnya orang lakukan dan tidak berdasarkan pada apa yang dapat dilakukan sebagai perwujudan diri. Misalnya NU yang senang menulis puisi tidak menulis puisi untuk kartunya, melainkan ia seperti yang lainnya mencari gambar dari majalah untuk ditempel di kartunya. Demikian juga dengan Wahyu A., ia termasuk yang pandai menggambar, namun ia tidak mengisi kartunya dengan gambar melainkan sama dengan yang lainnya, yaitu dengan tempelan gambar yang diambil dari majalah. Mereka melakukan sesuatu hanya berdasarkan apa yang dilakukan orang dan bukan pada apa yang dapat saya lakukan. Hal ini semakin mempertegas penemuan dalam studi pendahuluan mengenai budaya ikutikutan dalam lingkungan bedeng. Jadi, kemampuan perwujudan diri ini tidak dapat terjadi begitu saja, perlu rangsangan untuk membangkitkan kemampuan tersebut. Artinya perlu dibuat pembelajaran yang sengaja ditujukan untuk perwujudan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran perlu mendobrak budaya ikut-ikutan melalui mengajak anak untuk melihat dan menemukan potensi diri. Dan memberi rasa aman ketika anak memiliki potensi yang berbeda. Secara umum anak-anak memiliki kreativitas tingkat ketiga kecuali dalam hal perwujudan diri. Hal ini memberi indikasi bahwa pembelajaran yang menuju perwujudan diri ini merupakan kebutuhan utama dalam pembelajaran kreativitas anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda. Di samping itu, temuan kreativitas tingkat katiga ini menunjukkan bahwa komunikasi verbal, pendidikan nilai dan keterlibatan emosi dalam pembelajaran kreativitas mendorong kreativitas tingkat ketiga. Desain Pembelajaran Kreativitas Melalui analisis terhadap kekuatan dan kelemahan anak-anak lingkungan bedeng, maka secara umum terdapat dua kebutuhan yang dapat mewakili kebutuhan anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda, yaitu: Perwujudan diri dan kemampuan berbahasa. Sikap cepat puas, disiasati dengan memanfaatkan sikap bersaing dalam diri anak secara positif, yaitu melalui kerja kelompok. Jadi pembelajaran anak lingkungan bedeng yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak dalam latar belakang budaya, kemampuan, dan cara hidup lingkungan bedeng daerah Kepa Duri, adalah desain pembelajaran kreativitas yang mewujudkan kemampuan perwujudan diri dan pembelajaran bahasa. Pembelajaran Kreativitas Berdasarkan hasil refleksi dalam kajian pustaka mengenai kreativitas, refleksi terhadap pendidikan alternatif anak-anak kumuh, dan kajian terhadap temuan pada studi pendahuluan, maka pembelajaran kreativitas disiasati dengan menggunakan strategi pembelajaran kreativitas yang terdapat dalam tabel 1 yang disusun berdasarkan kajian temuan kreativitas dalam studi pendahuluan. Berdasarkan strategi pada tabel 1, maka dihasilkan sebuah model pembelajaran kreativitas yang awalnya diilhami dari gambar model dinamika edukasi dasar yang berbentuk rumah dengan empat pilar (Supraktinya, 1999:265-304). Dari model rumah tersebut diambil atap rumah yang berbentuk segitiga. Pemikiran bahwa pendidikan kreativitas memerlukan suasana belajar yang memberi ruang maka atap segitiga berubah sama sekali menjadi limas terbalik. Dalam limas terbalik terdapat komponen kreativitas dengan komponen dasar yaitu motivasi, pengetahuan, dan terakhir keberanian, sebagai prasyarat munculnya suatu kreativitas. Simbol limas terbalik dirasa cocok karena bawahnya lebih fleksibel untuk bergerak. Namun, ia rentan sekali untuk jatuh dan hancur, sehingga dibutuhkan sebuah penopang, yaitu strategi komunikasi verbal. Strategi komunikasi verbal ini menopang dan menguatkan sekaligus menumbuhkan motivasi intrinsik. Di samping itu, seorang anak perlu bimbingan atau pembelajaran yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 47 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Tabel 1: Strategi Pembelajaran Kreativitas Indikator Kreativitas Strategi Kelancaran, orisinalitas, dan kelenturan 1. Kerja kelompok 2. Memanfaatkan sikap bersaing secara posistif 4 melalui persaingan antar kelompok Rasa ingin tahu Memberikan kesempatan untuk anak bertanya Keterbukaan terhadap pengalaman, Percaya diri Perasaan nyaman dan aman Kepekaan terhadap masalah Membahas masalah yang relevan Proses berpikir analisis Mengajukan pertanyaan yang bagus dan bukan memberikan jawaban yang baik Evaluasi, penggunaan khayalan Memberikan kesempatan pada anak untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Keterbukaan terhadap perasaan majemuk Memperlihatkan perbedaan Pengelolaan sumber Komunikasi verbal Pengembangan produk Mengajak anak untuk terlibat secara emosional terhadap produk yang akan dihasilkan Internalisasi Pendidikan nilai Menuju perwujudan diri Refleksi diri untuk menemukan potensi diri mendukung agar ketiga komponen kreativitas dimiliki anak, oleh sebab itu komponen kreativitas yang terdapat di dalam limas tidak dapat muncul dengan sendiri. Terinspirasi oleh alat pembuat tanah liat yang berputar-putar membentuk tanah liat, maka dibuat bentuk silinder sebagai alat pembentuk komponen kreativitas yang pada akhirnya menghasilkan sebuah kreativitas. Pengalaman inderawi dan 48 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 proses refleksi menjadi bahan dasar bagi terbentuknya pengetahuan. Kedua proses ini dilakukan dalam proses pembelajaran yang mencitakan ruang. Model pembelajaran dalam rancangan awal ini mendapat penyempurnaan melalui uji coba dengan hasil uji coba peningkatan kreativitas anak menurut tabel 2. -Anak mampu mengungkapkan perasaannya dan perasaan lingkungan sehubungan dengan masalah yang ada dihadapannya. - Anak berani untuk berbeda - Anak melakukan sesuatu tanpa ragu dan tidak terpengaruh oleh lingkungan Percaya diri - Anak terlibat aktif dalam aktivitas - Anak bertanya Rasa ingin tahu Kepekaan terhadap masalah - Anak menghasilkan alternatif ide Kelenturan - Anak mau melakukan hal yang tidak biasa - Anak mampu menghasilkan ide - Anak mampu mengembangkan ide dari yang pernah dilihatnya Orisinalitas Keterbukaan terhadap pengalaman - Anak mengumpulkan aktivitas tepat waktu Indikator Kelancaran Variabel Kreativitas V - V - O V V - V V - - V - - - - - V V - - - - V - - AD - AL - O - O - O - V - O V V - V AT V O O O V V V V O O - - V - DI V V O O V - V - V O V V V V EI V V O O V V V V O V V V V V ED V - O - V - V - V O V V V V FT V O O V V O V V V O V V V V MK V O O O V V V V V O V V V V NG V O O V V - V - V - V - V - NU V - - V V V V O O V V V V RH V O O V V - V - V - V - V - SG V O O O V - V - V O V V V V SU - O O O - - - - - - - - - - TN V O O O V - V - O - V - V - UJ 0 O O V O 0 V V V - V - V - YS Data Pengamatan V = ya; O =t idak; - = tidak hadir hitam = studi pendahuluan; normal = pada saat pelaksanaan pembelajaran kreativitas Tabel 2 : Perbandingan Kreativitas Tingkat Pertama Sebelum dan Selama Proses Pembelajaran Kreativitas 92 29 0 43 92 57 100 100 61 13 100 100 100 100 % Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 49 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Analisis - Anak mampu mengevaluasi dirinya sendiri sehubungan dengan masalah - Anak mampu mengidentifikasi masalah berdasarkan apa yang dilihat MK NG NU % FT YS ED UJ EI TN DI SU AT O SG AD V RH AL V 80 V V V V V V V V V - V V O V - O V V O 90 V O V V O V V V - - O O - - V V O V O V 27 O V - - O O V O O V V O O O V O - V V O 85 V O V V - O V O - O V V V O V 7 O V O O V V O O V V O O V V 92 V V - - V V - V V V V 10 V 0 10 O O 92 66 0 V V V V V - V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V O V V V V V O V V O V V V - - V - - V V V Data Pengamatan V = ya; O =t idak; - = tidak hadir hitam = studi pendahuluan; normal = pada saat pelaksanaan pembelajaran kreativitas Tabel 3: Perbandingan Kreativitas Tingkat Kedua Sebelum dan Selama Proses Pembelajaran Kreativitas Evaluasi - Anak mampu membuat rincian hal-hal yang harus dilakukan. Indikator Penerapan - Anak tidak mengejek temannya yang berbeda Variabel Kreativitas Keterbukaan terhadap perasaan-perasaan majemuk Penggunaan khayalan - Anak mampu melihat yang tidak ditangkap oleh mata Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 50 Anak dapat mencari sendiri sumber dalam rangka membuat produk Anak mengubah produk menjadi sesuatu yang berbeda Anak menginternalisasi nilai-nilai yang diajarkan ke dalam kehidupannya Anak mencari kemampuan diri sendiri Pengembangan produk Pendidikan nilai Menuju perwujudan diri Sub ndikator Pengelolaan sumber Indikator Kreativitas O - V - V O V - V V O - V O V 2 V 1 - O - V - O - V 3 V O V V V O V V 4 V O V V V O V V 5 V O V V V O V V 6 Tabel 3: Perbandingan Kreativitas Tingkat Kedua Sebelum dan Selama Proses Pembelajaran Kreativitas V O V V V O V V 7 O V - V V V O V V 9 O V V V O V V 8 O O V V V O V V 10 V O V V V O V V 11 V O V V V O V V 12 Data Pengamatan V = ya; O = tidak; - = tidak hadir - - - - - 13 - - - - - 14 - - - - - 15 - O V V V O V V 16 80 0 100 100 100 0 100 100 % Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 51 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat keberanian pengetahuan motivasi Gambar: Model Pembelajaran Kreativitas Disempurnakan Anak Lingkungan Bedeng di Taman Bacaan Bunda 52 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Anak-anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda memiliki potensi kreativitas tingkat pertama, yaitu kemampuan berpikir divergen; potensi kreativitas tingkat kedua, yaitu melakukan proses berpikir, dan keterbukaan terhadap perasaan majemuk, dan memiliki potensi kreativitas tingkat ketiga, yaitu keterlibatan dalam tantangan-tantangan nyata. Namun di balik potensi kreativitas yang terlihat, ada beberapa potensi yang belum terlihat, yaitu: kelenturan anak dalam mengubah ide, kepekaan terhadap masalah, rasa percaya diri, kemampuan mengevaluasi, kemampuan menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, pengembangan produk dan perwujudan diri. Potensi kreativitas yang terlihat dan yang belum terlihat dapat digali lebih dalam dan dikembangkan lebih jauh melalui pembelajaran yang didesain bagi pengembangan kreativitas. Desain pembelajaran kreativitas ini tidak melulu diterapkan dalam pelajaran kreativitas secara khusus, namun dapat diintegrasikan dalam pelajaran lain. Dalam penelitian ini, proses pembelajaran yang dirancang dalam program perwujudan diri melalui pengembangan produk bahasa, memberi pengaruh yang positif bagi perkembangan kreativitas anak di Taman Bacaan Bunda. Dalam pelaksanaan pembelajaran kreativitas, faktor penting pendukung suksesnya proses pembelajaran kreativitas adalah lingkungan belajar yang memberi rasa nyaman serta aman dan kemampuan fasilitator dalam melakukan strategi komunikasi verbal. Setelah mengalami pembelajaran kreativitas di Taman Bacaan Bunda, anak-anak lingkungan bedeng mengalami peningkatan dalam seluruh potensi kreativitas. Bahkan, kelenturan anak dalam mengubah ide, kepekaan terhadap masalah, rasa percaya diri, kemampuan mengevaluasi, kemampuan menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, pengembangan produk dan perwujudan diri yang sebelum pembelajaran belum terlihat potensinya, dapat terekspresikan dalam pembelajaran kreativitas di Taman Bacaan Bunda. Melalui hasil penerapan pembelajaran kreativitas di Taman Bacaan Bunda maka desain pembelajaran mengalami penyempurnaan yaitu anak-anak perlu diberi pengalaman belajar yang melibatkan emosi dan intelektual melalui pertanyaan-pertanyaan yang merangsang anak mengidentifikasi masalah. Penyempurnaan juga terjadi pada pelaksanaan pembelajaran kreativitas, yaitu fasilitator perlu lebih memperhatikan penghargaan terhadap perbedaan dalam melakukan komunikasi verbalnya. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka dijabarkan saran-saran sebagai berikut. 1. Kepada pengelola Taman Bacaan Bunda disarankan dapat mengembangkan desain pembelajaran kreativitas dalam bidang studi yang lain. Melalui pelaksanaannya, disarankan agar desain terus menerus mengalami penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda. 2. Kepada lembaga sosial disarankan mengujicobakan desain pembelajaran kreativitas pada anak-anak miskin di tempat lain atau anak-anak jalanan dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan. 3. Kepada peneliti pendidikan disarankan menggunakan gambaran kreativitas anakanak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang lebih komprehensif mengenai anak-anak lingkungan bedeng. 4. Kepada pendidik sekolah formal disarankan untuk mengujicobakan desain pembelajaran kreativitas dalam pembelajaran menuju anak kreatif. Daftar Pustaka Buzan, Tony. (2003). Use both sides of your brain, teknik pemetaan kecerdasan dan kreativitas pikiran, temuan terkini tentang otak manusia. Penerj. A. Asnawi. Yogyakarta: Ikon Teralitera Buzan, Tony. (2003). Head first, 10 cara memanfaatkan 99% dari kehebatan otak anda yang selama ini belum pernah anda gunakan. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Chandra, Julius. (1993). Kreativitas, bagaimana menanam, membangun dan mengembangkannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 53 Kreativitas Anak-Anak Bedeng Kelurahan Duri Kepa-Jakarta Barat Dewey, John. (2003). Experience and education, pendidikan berbasis pengalaman Penerj. Hani’ah. Bandung: Penerbit Teraju Fraenkel, Jack R., and Wallen, Norman F. (2000). How to design & evaluate researh in education, fourth edition. New York: McGraw Hill Gagne, Robert M., (1985). The conditions of learning and theory of instruction, fourth edition. Japan: Holt-Saunders. Hyde, Arthur A., & Bizar, Marilyn. (1989). Thinking in context, theaching cognitive processes across the elementary school curriculum. New York: Longman Kosslyn, Stephen M., & Rosenberg, Robin S. (2000). Psychology, the brain, the person, the world. Boston: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company Lefranqois, G.R. (1991). Psychology for teaching. Beltmont: Wadsworth Publishing Company Palmer, Parker J. (1989). The active life, a spirituality of work, creativity, and caring. San Francisco: Jossey-Bass Peaget, Jeans. (1988). Antara tindakan dan pikiran. Disunting dan diterjemahkan Agus Cremers. Jakarta: Penerbit Gramedia Rathvon, Natalie. (1996). Unmotivated child, helping your underachiever become a successful student. New York: Fireside Rockefeller Center Reiser, Robert A., & Dempsey, John V. (2002). Trends and issues in instructional design and technology. New Jersey: Pearson Education Inc. Rohidi, Tjetjep Rohendi. (2002). Ekspresi seni orang miskin, adaptasi simbolik terhadap kemiskinan. Bandung: Penerbit Nuansa, Yayasan Cendekia Samples, Bob. (2002). Revolusi belajar untuk anak: Panduan belajar sambil bermain untuk membuka pikiran anak-anak anda. Penerj. Rahmani Astuti. Bandung: Penerbit Kaifa Semiawan, Conny, Munandar, A.S., dan Munandar, S.C.U. (1985). Memupuk bakat dan kreativitas siswa sekolah menengah: Petunjuk bagi guru dan orangtua. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Slavin, Robert E. (1991). Educational psychology, third edition. Boston: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company Supratiknya, A, (1993). “Pendidikan dasar sebagai infanteri ”, dalam Sindunata, Pergulatan intelektual dalam era kegelisahan. Yogyalarta: Penerbit Kanisius Woolfolk, A.E. (1993). Educational psychology. Needham Heihgts: Allyn and Bacon http://www.personalityresearch.org/papers/ porzio.html, 18 Juli 2005 http://www.vub.ac.be/CLEA/liane/PAPERS00 54 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 /index.html, 18 Juli 2005 http://www.rbso.com/create.htm, 27 Agustus 2005 http://en.wikipedia.org/wiki/ john_david_garcia, 27 Agustus 2005 http://en.wikipedia.org/wiki/ creativity#measuringcreativity, 27 Agustus 2005 http://www.creativelearning.com/assess/ test18.htm, 2 September 2005 http://www.see.org/e_ct_int.htm, 6 Oktober 2005 http://www.creativelearning.com/assess/ test18.htm, 2 September 2005 http://www.sarasota.usf.edu/wogi/documents/creatthinkannonarr.doc.htm, 2 September 2005 http://www.creartivelearning.com, 2 September 2005 http://muextension.missouri.edu/eplorepdf/ hesguide/humanrel, 11 Oktober 2005 http://www.udel.edu, 6 Oktober 2005 http://www.ashoka.org/id/fellows1988.cfm, 12 November 2005 http://www.balipost.co.id/balipostcetak/ 2003/7/4/op2.htm, 12 November 2005 ______ 1 Skema merupakan pola tingkah laku yang tersusun secara kognitif yang kurang lebih bersifat dinamis, namun agak stabil, konsisten, dan tidak kontradiktoris. Dalam susunan kognitif ini, tindakan-tindakan dan objek dihubungkan satu sama lain lewat asimilasi di dalam proses kognitif. Dapat terjadi, berdasarkan pengalaman baru, anak menemui fakta baru yang tidak sesuai dengan skema yang ada. Maka terjadilah disequilibrium. Ketidakseimbangan ini kemudian di akomodasi atau disesuaikan dengan meninjau kembali skema dan mengubahnya menjadi skema baru. 2 Sikap ini agaknya menjadi ciri khas mereka dalam menghadapi hal yang tidak biasa atau yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya. “Ayo mandi!”;“Cepetan ganti baju!”; “Neng, beliin shampoo!” ;”Jangan berantem!”; “Keluyuran terus, ayo belajar!”; “Jangan main air, udah tahu susah cari air!” 3 Anak-anak lingkungan bedeng awalnya memang kesulitan untuk mengungkapkan perasaan atau bercerita. Hal ini karena orang tua yang jarang mengungkapkan perasaan atau bercerita pada anak. Komunikasi antara anak dan orang tua yang teramati sebatas perintah dan tidak banyak berdialog, seperti: “Ayo mandi!”; “Cepetan ganti baju!”; “Neng, beliin shampoo!” ;”Jangan berantem!”; “Keluyuran terus, ayo belajar!”; “Jangan main air, udah tahu susah cari air!” 4 Memanfaatkan sikap bersaing secara posistf berarti tidak memotivasi persaingan kelompok dengan hadiah atau iming-iming lain, melainkan membiarkan antar kelompok melakukakan persaingan dengan sendirinya. Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR Penelitian Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR Tim Redaksi*) Abstrak ntuk meningkatkan mutu Jurnal Pendidikan PENABUR, Dewan Redaksi melakukan survei ke pembaca yang menjadi sasaran Jurnal ini (pendidik, tenaga kependidikan, pengurus dan mitra BPK PENABUR). Hampir semua (96,13% dari 727) responden menyatakan bahwa jurnal ini bermanfaat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka dan kualitas penampilannya (perwajahan, tata letak, dan huruf) cukup memadai. Akan tetapi lebih dari sebagian (51,17%) menyatakan belum berminat menulis untuk Jurnal ini karena kurang berpengalaman menulis karya ilmiah. Hampir sebagian (44.49%) responden menemukan dan membaca jurnal ini di perpustakaan sekolah. U To improve the quality of this Journal, in 2006 the editorial board conducted a survey to the target readers (teachers, school administrators, foundation members of BPK PENABUR and its associate). Almost all (96,13% out of 727) respondents indicate that the Journal is usefull for them in performing their tasks and they also consider its appearance is satisfactory. However, the majority (51,17%) of respondents do not have enough interest to write for this Journal due to lack of scientific writing experience. Almost a half (44,49%) of the respondents find and read the Journal in the school librariens. Pendahuluan Metode penelitian Dalam misinya untuk memacu penelitian dan penulisan ilmiah di kalangan guru BPK PENABUR, keberadaan Jurnal Pendidikan PENABUR memerlukan perbaikan yang terus menerus dan terarah untuk meningkatkan manfaatnya bagi pembaca. Untuk dapat melakukan perbaikan secara tepat, diperlukan pemahaman terhadap distribusi, manfaat yang dirasakan pembaca, tata letak, dan bagaimana minat pembaca untuk mengisi artikel jurnal. Penelitian dilakukan melalui survei terhadap pembaca. Populasi pembaca berkisar 2.700 hingga 3.000 jiwa. Pengumpulan data dilakukan bersamaan dengan penerbitan Jurnal Pendidikan PENABUR edisi 6, Juni 2006, dengan menyebarkan angket sejumlah 2.100 eksemplar. Jumlah angket yang masuk sebanyak 727 eksemplar. Responden meliputi guru-guru jenjang TK, SD, SMP, SMA, karyawan, pengurus BPK PENABUR pada 15 daerah, serta pembaca dari luar BPK PENABUR (Tabel 1). Khusus untuk butir pertanyaan yang menanyakan prioritas pilihan, dilakukan pengolahan data dengan cara sebagai berikut. Untuk setiap butir pilihan, jumlah responden yang menjawab pada “prioritas pertama” dikalikan dengan “jumlah pilihan” yang Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebermanfaatan isi jurnal, minat pembaca untuk menulis di dalam jurnal tersebut, distribusi, dan kualitas grafika. *) Budyanto Lestyana, Mudarwan, Theresia K. Brahim, dan Vitriyani Pryadarsina Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 55 Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR tersedia, jumlah responden yang menjawab pada prioritas kedua dikalikan dengan “jumlah pilihan dikurang satu”, demikian seterusnya hingga jumlah responden yang menjawab pada “prioritas terakhir” dikalikan dengan “satu”. Hasil perkalian tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan skor butir pilihan tersebut. Skor antara butir pilihan digambarkan dalam grafik batang. Tabel 1. Distribusi Responden Kota asal TK SD S MP S MK T an p a Jenjang Mitra 5 8 2 79 46 22 7 3 2 S MA Bandarlampung Bandung 14 B o go r 15 13 4 Cianjur 31 Cicurug 2 Cimahi 14 Cirebon 14 8 10 Indramayu Jakarta 48 83 64 Jatibarang 3 6 4 Metro 4 7 Rengasdengklok 62 4 1 9 23 1 4 20 Sukabumi 2 11 5 9 10 Tasikmalaya 2 28 Maranatha 2 STT Jakarta 2 Analisis Hasil Survei Kebermanfaatan Isi Jurnal Pendidikan PENABUR Responden memanfaatkan Jurnal Pendidikan PENABUR dengan urutan prioritas : untuk menambah pengetahuan, meningkatkan kemampuan mengajar, rujukan dalam menulis makalah, dan mempersiapkan penelitian (Gambar 1). Hampir semua responden (96,13%) menyatakan Jurnal Pendidikan PENABUR diperlukan, bahkan sebagian di antaranya Gambar 1. Prioritas Pemanfaatan Jurnal Pendidikan PENABUR Is i ju r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R b e r m a n f a a t u n t u k h a l- h a l s e b a g a i b e r ik u t 2542 1758 2000 1111 1000 861 0 M enam bah p e n g e ta h u a n 56 3 1 Serang 3000 3 M e n in g k a t k a n R u ju k a n d a la m M e m p e r s ia p k a n k e m a m p u a n m e n u lis m a k a la h p e n e lit ia n m e n g a ja r Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR (40,39%) menyatakan sangat memerlukannya. Walaupun demikian masih ada (3.88%) sebagian kecil menyatakan kurang memerlukan atau bahkan tidak memerlukannya (Gambar 2A). Khusus pada guru SMK (Gambar 2B), prosentase responden yang menjawab bahwa keberadaan Jurnal Pendidikan PENABUR “kurang diperlukan” mencapai 26,32%. Mungkin isi Jurnal Pendidikan PENABUR dirasa kurang relevan bagi mereka. Urutan artikel Jurnal Pendidikan PENABUR yang diminati secara berturut-turut dari yang tertinggi adalah isu-isu mutakhir, opini, profil BPK PENABUR, penelitian, pengantar redaksi, dan resensi buku (Gambar 3). Disamping untuk keperluan yang dipilih, responden juga menambahkan bahwa Jurnal ini bermanfaat untuk lebih mengenal BPK PENABUR dan perkembangannya. Gambar 2. Persepsi kebutuhan Jurnal Pendidikan PENABUR secara total (A), dan guru jenjang SMK (B) A p a k a h m e d ia J u r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R d ib u t u h k a n o le h g u r u , N o n - G u r u , P e n g u r u s & M it r a B P K P E N A B U R ? G u r u J e n ja n g S M K T id a k D ip e r lu k a n 0 .4 5 % K urang D ip e r lu k a n 3 .4 3 % Sangat D ip e r lu k a n 4 0 .3 9 % D ip e r lu k a n 5 5 .7 4 % T id a k D ip e r lu k a n 0 .0 0 % K urang D ip e r lu k a n 2 6 .3 2 % Sangat D ip e r lu k a n 5 2 .6 3 % D ip e r lu k a n 2 1 .0 5 % A B Gambar 3. Urutan prioritas yang dibaca dalam Jurnal Pendidikan PENABUR U ru ta n P ri o r ita s y a n g d ib a c a d a la m J u r n a l P e n d id i k a n P E N A B U R 3000 2671 2524 2415 2402 2221 1759 2000 1000 0 Is u - Is u M u ta k h ir O p in i P r o f il B P K PEN A B U R P e n e lit ia n P e n g a n ta r R ed aks i Resensi B uku Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 57 Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR Distribusi Jurnal Pendidikan PENABUR Distribusi Jurnal Pendidikan PENABUR dapat dilihat dari bagaimana responden memperoleh buku Jurnal Pendidikan PENABUR. Perpustakaan merupakan sumber utama (44,49%) bagi responden memperoleh buku perpustakaan, tetapi lokasi membaca Jurnal Pendidikan PENABUR (Gambar 5) berturutturut dari tingkat tertinggi adalah sekolah atau kantor (59,00%), perpustakaan (30,51%), dan rumah (10,40%). Lokasi membaca di luar perpustakaan mungkin menunjukkan bahwa diperlukan waktu yang lama untuk membaca. Hal ini perlu Gambar 4. Sumber mendapatkan Jurnal Pendidikan PENABUR. A : total responden, B : Guru SD D a r im a n a a n d a m e n d a p a t J u r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R ? K e p a la S e k o la h 2 1 .7 3 % D ik ir im la n g s u n g o le h R e d a k s i. 3 .9 9 % Tem an 3 .7 1 % P e r p u s ta k a a n S e k o la h 4 4 .4 9 % K a n to r te m p a t saya b e k e r ja 2 6 .0 0 % GURU S D Teman, 2 .6 3 % D ik ir im la n g s u n g o le h R e d a k s i., 5 .2 6 % P e r p u s ta k a a n S e k o la h , 2 9 .6 1 % K a n to r te m p a t s a y a b e k e r ja , 1 8 .4 2 % K e p a la S e k o la h , 4 4 .0 8 % A B Jurnal Pendidikan PENABUR sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4A. Dua sumber lain yang dominan adalah kantor tempat bekerja (26%) dan Kepala Sekolah (21,73). Khususnya pada guru jenjang SD (Gambar 4B), peranan Kepala Sekolah sangat dominan (44,08%) dalam distribusi Jurnal Pendidikan PENABUR. Walaupun sumber utama memperoleh Jurnal Pendidikan PENABUR adalah diteliti lebih lanjut untuk perbaikan terhadap teknik penyajian dan penulisan. Perkembangan jumlah pembaca (Gambar 6) Jurnal Pendidikan PENABUR meningkat seiring dengan munculnya edisi-edisi baru. Peningkatan ini dapat ditafsirkan bahwa Jurnal Pendidikan PENABUR semakin dikenal dan diminati. Gambar 5. Tempat membaca Jurnal Pendidikan D im a n a b ia s a n y a a n d a m e m b a c a J u r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R ? Pe r p u s ta k a an 3 0 .5 1 % Di rum ah 1 0 .4 0 % D i s e k o la h / k a n to r 5 9 .0 0 % 58 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR Gambar 6. Perkembangan jumlah Jurnal Pendidikan PENABUR yang dibaca E d is i m a n a y a n g t e la h A n d a b a c a d a r i J u r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R ? 500 400 300 200 100 0 E d is i 01 E d is i 02 E d is i 03 E d is i 04 E d is i 05 E d is i 06 Kualitas Grafika Kualitas grafika dilihat dari ukuran huruf, jenis huruf, dan tata letak. Secara umum kualitas grafika dinyatakan baik. Namun guru TK memiliki prefensi tata letak yang berbeda. Hampir semua (91,53%) responden menyatakan ukuran huruf Jurnal Pendidikan PENABUR adalah sedang (Gambar 7). Namun demikian ada sebagian kecil (3,25%) yang menyatakan ukuran huruf terlalu besar, dan sebagian kecil (5,23%) menyatakan ukuran huruf terlalu kecil. Sebagian besar (75,45%) responden menyatakan jenis huruf yang digunakan menyenangkan untuk dibaca (Gambar 8). Khusus untuk guru TK dan SMP (Gambar 9), lebih dari sepertiga responden (39,44% dan 35,29%) menyatakan jenis huruf kurang menyenangkan. Bagi guru TK mungkin jenis huruf tersebut kurang sesuai dengan jiwa kreatif pada jenjang TK. Gambar 7. Ukuran huruf artikel dalam Jurnal Pendidikan PENABUR Gambar 8. Persepsi pembaca terhadap jenis huruf yang digunakan B a g a i m a n a k a h u k u r a n h u r u f a r t ik e l d i J u r n a l t e r b i t a n i n i? A p a k a h j e n is h u r u f a r t ik e l m e n ye n a n g k a n u n tu k d ib a c a ? T e rla lu k e c il 5 .2 3 % T e rla lu besar 3 .2 5 % T id a k menyenang k a n , 1 .2 6 % K urang menyenang ka n , 2 3 .2 9 % Sedang 9 1 .5 3 % Menyenang ka n , 7 5 .4 5 % Gambar 9. Persepsi guru TK (A) dan guru SMP (B) terhadap jenis huruf G u ru S M P G u ru TK K K urang menyenang ka n 3 1 .7 6 % T id a k menyenang ka n 0 .0 0 % K urang menyenang ka n 3 9 .4 4 % T id a k menyenang ka n 3 .5 3 % Menyenang ka n 6 0 .5 6 % A Menyenang ka n 6 4 .7 1 % B Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 59 Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR Sebagian besar responden (63,65%) menyatakan tata letak Jurnal Pendidikan PENABUR menarik, namun sebagian (34,37%) responden menyatakan kurang menarik, bahkan sebagian kecil (1,98%) menyatakan tidak menarik (Gambar 10A). Sebaliknya pada responden guru TK (Gambar 10B), lebih dari setengah (52,86%) menyatakan tata letak kurang menarik, bahkan Minat Menulis di Jurnal Pendidikan PENABUR Sebagian besar responden (57,17%) menyatakan kurang berminat menulis di Jurnal Pendidikan PENABUR bahkan sebagian di antaranya menyatakan tidak berminat (Gambar 11). Walaupun demikian sebagian (42,84%) Gambar 10. Persepsi responden terhadap tata letak. A: total, B: guru TK A p a k a h t a t a le t a k ( la y o u t ) m e n a r ik ( t id a k k a k u ) ? K u ran g m e n a r ik 3 4 .3 7 % G u ru T K K T id a k m e n a r ik 1 .4 3 % T id a k m e n a r ik 1 .9 8 % K u rang m e n a r ik 5 2 .8 6 % M e n a r ik 4 5 .7 1 % M e n a r ik 6 3 .6 5 % A sebagian kecil (1,43%) menyatakan tata letak tidak menarik. Bagi guru TK, tata letak Jurnal Pendidikan PENABUR yang formil mungkin dirasa kurang sesuai dengan jiwa kreatif pada jenjang TK. Di sini terlihat bahwa perbaikan tata letak perlu dilakukan. B responden menyatakan berminat menulis. Sebaliknya guru jenjang SD (55,78%) dan SMK (66,67%) menyatakan berminat menulis (Gambar 12 A dan B). Gambar 11. Minat menulis di Jurnal Pendidikan PENABUR A p a k a h A n d a B e rm in a t m e n u lis d i J u rn a l p e n d id ik a n P E N A B U R ? T id a k b e r m i n a t. 1 7 .7 4 % K u ra n g b e rm in a t 3 9 .4 3 % 60 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Sangat b e rm in a t 3 .4 1 % B e rm in a t 3 9 .4 3 % Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR Gambar 12. Minat menulis pada guru SD (A), dan SMK (B) G u r u J e n ja n g S D T id a k b e r m in a t. 1 0 .8 8 % G u r u je n ja n g S M K T id a k b e r m in a t. 5 .5 6 % Sangat b e r m in a t 1 .3 6 % K u ra n g b e r m in a t 2 7 .7 8 % Sangat b e r m in a t 1 1 .1 1 % B e r m in a t 5 4 .4 2 % K u ra n g b e r m in a t 3 3 .3 3 % B e r m in a t 5 5 .5 6 % Hampir semua (94,12%) responden tidak pernah mengirimkan naskah ke Jurnal Pendidikan PENABUR (Gambar 13). Hanya sebagian kecil (3,16%) responden yang pernah mengirimkan naskah dan dimuat, sedangkan 2,73% responden mengirim, tetapi tidak dimuat. Secara relatif hanya setengah dari responden yang mengirim pernah dimuat. Untuk mengetahui penyebab rendahnya persentase tulisan yang dimuat, perlu penelitian lebih lanjut. Responden karyawan, pengurus, dan Mitra (Gambar 14) yang mengirim tulisan seluruhnya dimuat di Jurnal Pendidikan PENABUR, sedangkan pada jenjang TKK prosentase yang dimuat hanya sebagian kecil yang dimuat. Tampaknya diperlukan suatu pelatihan untuk meningkatkan keterampilan menulis ilmiah pada jenjang TK untuk meningkatkan hal tersebut. Gambar 13. Persentase responden yang pernah mengirim naskah atau pernah dimuat A p a k a h A n d a p e r n a h m e n g ir im k a n n a s k a h u n t u k d im u a t d i J u r n a l P e n d id ik a n P E N AB U R ? Pe rn a h d a n d im u a t 3 .1 6 % Pe r n a h ta p i tid a k d im u a t 2 .7 3 % T id a k p e r n a h 9 4 .1 2 % Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 61 Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR Gambar 14. Persentase responden karyawan, pengurus, mitra, dan guru TK yang mengirimkan naskah Karyawan, Pengurus, Mitra Pernah dan dimuat 6.85% Guru Jenjang TKK Pernah tapi tidak dimuat 0.00% Pernah tapi tidak dimuat 14.49% Pernah dan dimuat 4.35% Tidak pernah 93.15% Tidak pernah 81.16% Alasan rendahnya minat menulis terutama dikarenakan belum terbiasa menulis dan kurang waktu untuk menulis (Gambar 15). Kedua alasan ini merupakan faktor internal individu tersebut. Sedangkan honorarium dan distribusi merupakan faktor eksternal individu yang bersangkutan dan berada dalam lingkaran pengaruh redaksi jurnal. Gambar 15. Prioritas alasan tidak mengirimkan naskah ke Jurnal Pendidikan PENABUR P r i o r i ta s a l a s a n ti d a k p e r n a h m e n g i r i m k a n n a s k a h k e J u r n a l P e n d id ik a n P E N A B U R 2000 1843 1736 1600 1200 581 800 639 400 0 B e lu m t e r b ia s a m e n u lis 62 K u r a n g w a k tu u n t u k m e n u lis Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 H o n o r a r iu m k u r a n g m e n a r ik D is t r ib u s i J u r n a l Pendapat Pembaca tentang Jurnal Pendidikan PENABUR Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. 2. 3. 4. Hampir semua responden menyatakan keberadaan Jurnal Pendidikan PENABUR diperlukan dan bermanfaat. Prioritas pemanfaatan Jurnal Pendidikan PENABUR berturut-turut dari yang tertinggi adalah menambah pengetahuan, meningkatkan kemampuan mengajar, rujukan dalam menulis makalah, dan mempersiapkan penelitian. Hampir semua responden tidak berminat menulis dan tidak pernah mengirim naskah di Jurnal Pendidikan PENABUR. Grafika Jurnal Pendidikan PENABUR dinyatakan cukup menarik. Distribusi Jurnal Pendidikan PENABUR terutama melalui perpustakaan. Saran Misi penerbitan Jurnal Pendidikan PENABUR adalah untuk memacu penelitian dan penulisan ilmiah oleh guru-guru PENABUR. Misi ini dapat dikatakan belum tercapai, terlihat dari rendahnya minat menulis di jurnal ini. Untuk itu di bawah ini beberapa saran yang dapat dipertimbangkan: 1. Pelatihan. Melihat bahwa kendala utama untuk menulis di dalam jurnal adalah faktor internal guru, maka pelatihan untuk meningkatkan keterampilan meneliti dan menulis ilmiah serta program peningkatan motivasi akan bermanfaat bagi para guru. 2. Media ilmiah populer. Rubrik favorit yang dibaca guru (isu-isu mutakhir, dan opini) tergolong rubrik ilmiah populer. Hal ini dapat dimaklumi bahwa rubrik penelitian dan resensi buku dianggap rubrik “berat” yang membutuhkan konsentrasi tinggi dalam membacanya. Oleh karena itu dapat dipertimbangkan pengadaan terbitan ilmiah populer atau penambahan rubrik ilmiah populer untuk menjembatani hal tersebut. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 63 Mengembangkan Kemampuan Self Regulation Opini Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa Handy Susanto*) Abstrak Keberhasilan seseorang dalam menjalankan proses pendidikannya tidak hanya ditentukan oleh tingkat intelegensi (IQ) yang dimilikinya, tetapi dibutuhkan juga kemampuan meregulasi dirinya selama mengikuti proses pendidikan. Kemampuan ini lebih dikenal dengan istilah self regulation meliputi kemampuan untuk mulai mencoba menentukan nilai yang ingin diperolehnya, merencanakan membuat jadwal pelajaran, membagi waktu antara belajar dan bermain, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasinya di sekolah. Kata kunci: Intelligence Quotient (IQ), Self Regulation, kemampuan akademik Intelligence Quotient (IQ) is not the only one factor in determining some one to be successful in his/ her study. Besides, a person needs the skill to regulate him/herself during learning process. This skill, known as self regulation, includes the ability to determine the goals that he/she wants to reach, to plan learning schedule, to organize time to study and to play, and to prepare him/herself for the examination so that he/she can finally show his/her better performance at school. Pendahuluan atu pertanyaan yang sering kita hadapi ataupun kita renungkan adalah apa yang kita harapkan baik saat ini peran kita sebagai guru ataupun sebagai orang tua terhadap anakanak kita? Tentunya sebagian besar dari kita bahkan setiap guru ataupun orang tua akan mengharapkan anak-anak kita dapat berhasil dan sukses dalam mengikuti pendidikannya. Pernahkah terlintas dalam benak kita bahwa kita mengharapkan dapat melihat setiap anak kita (tanpa kita harus berteriak-teriak) dengan sendirinya membuka buku pelajaran, mengerjakan seluruh tugas-tugas sekolah yang diterimanya? Ataukah ternyata yang saat ini kita hadapi kenyataannya sangat S bertentangan dengan apa yang kita bayangkan, bahkan mungkin ada yang berkata dalam hatinya bahwa melihat anakanak mampu belajar sendiri, mengerjakan tugasnya tanpa harus disuruh-suruh, tanpa harus keluar teriakan dari mulutnya, tanpa harus berargumentasi merupakan hal yang mustahil yang dapat mereka lihat pada diri anak mereka. Seiring dengan perkembangan zaman yang begitu cepat, kesibukan orang tua yang sangat padat dengan dalih untuk mencari penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup, membuat komunikasi antara orang tua dan anak sangat sulit untuk terjalin. Padatnya jadwal bekerja orang tua membuat setiap anak tidak memiliki lagi waktu untuk bersama-sama dengan orang tuanya. Padahal waktu kebersamaan antara orang *) Mantan Guru Bimbingan dan Konseling SMPK BPK PENABUR Tasikmalaya 64 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Mengembangkan Kemampuan Self Regulation tua dan anak sangatlah penting untuk selalu ternyata mereka merupakan siswa yang cerdas (superior atau bahkan gifted). dikembangkan dan dijaga kualitasnya. Menurut Boekaerts, ada beberapa faktor Jika kita mengharapkan anak-anak kita yang mempengaruhi keberhasilan seorang siswa mampu untuk belajar tanpa harus disuruh, untuk mencapai prestasi yang optimal. Di tentunya pada awalnya membutuhkan antaranya adalah intelegensi, kepribadian, dorongan dan bimbingan orang tua. Suatu hal lingkungan sekolah, dan lingkungan rumah. yang mustahil dapat dicapai oleh orang tua jika Namun selain faktor-faktor tersebut ternyata self mereka mengharapkan anak-anaknya dapat regulation turut mempengaruhi keberhasilan belajar dengan sendirinya tanpa dimulai dengan siswa dalam mencapai prestasi yang optimal. adanya dukungan orang tua. Di sinilah peran Meskipun seorang siswa memiliki tingkat orang tua untuk dapat mengembangkan intelegensi yang baik, kepribadian, lingkungan kemampuan anak untuk mulai mencoba rumah, dan lingkungan sekolah yang menentukan nilai yang ingin diperolehnya, mendukungnya, namun tanpa ditunjang oleh merencanakan untuk membuat jadwal pelajaran, kemampuan self regulation maka siswa tersebut mampu membagi waktu antara belajar dan bermain, mampu mempersiapkan diri dalam tetap tidak akan mampu mencapai prestasi yang menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya optimal, (dalam Boekaerts, 2005). dapat meningkatkan prestasinya di sekolah. Pentingnya kemampuan self regulation dalam Kemampuan-kemampuan tersebut tercakup menunjang keberhasilan seseorang dalam dalam kemampuan meregulasi diri dalam bidang mencapai prestasi yang optimal ditunjang oleh akademik. hasil survey yang (www.pikirandilakukan rakyat.com). Yayasan KeseMeskipun seorang siswa memiliki jahteraan Anak Perkembangan tingkat intelegensi yang baik, Indonesia terhaself regulation dap 306 orang kepribadian, lingkungan rumah, dan sebenarnya susiswa kelas IV dah mulai berlingkungan sekolah yang sampai VI langsung pada mendukungnya, namun tanpa Sekolah Dasar saat anak mulai menunjukkan ditunjang dengan kemampuan Self memasuki lingbahwa pada kungan sekolah. Regulation maka siswa tersebut tetap tahun 1997 rataDi sekolah, anaktidak akan mampu mencapai prestasi rata anak anak dituntut yang optimal. menonton televisi untuk dapat sekitar 26 jam/ mengikuti proses m i n g g u , belajar mengajar, kemudian pada misalnya belajar untuk memusatkan perhatian tahun 2001 meningkat menjadi sekitar 35 jam/ pada saat pelajaran sedang berlangsung, minggu atau sama dengan 5 s/d 6 jam per hari. mencatat setiap pelajaran yang diperolehnya Sebanyak 50% responden menyadari bahwa selama di kelas, mengerjakan tugas-tugas yang mereka terlalu banyak menghabiskan waktu di diberikan oleh guru. Oleh karena itu dituntut depan televisi sehingga mereka cenderung lupa perhatian dari orang tua masing-masing untuk mulai menerapkan disiplin sejak dini. untuk belajar (Kompas, 24 Juli 2001). Hal yang Sebagaimana yang dikatakan oleh Gunarsa senada juga diungkapkan oleh salah seorang (1991), bahwa kebiasaan disiplin diri dan guru Sekolah Dasar Negeri yang menyatakan disiplin waktu akan mendukung kelancaran bahwa proses belajar seringkali terabaikan perkembangan kognitif sehingga anak mampu hanya karena anak terlalu sering bermain playstation. (www.kompas.com). Di sini jelas mencapai keberhasilan prestasi yang optimal. Dari yang selama ini diamati oleh penulis, terlihat bahwa ketidakmampuan anak dalam tampaknya cukup banyak siswa yang tergolong mengatur jadwal belajar dengan bermain underachiever. Siswa yang menunjukkan prestasi (merupakan salah satu kemampuan dalam self yang kurang optimal, padahal pada saat regulatian academik) membuat proses belajar dilakukan pemeriksaan psikologis (psikotest) menjadi terabaikan. untuk mengetahui potensi kecerdasannya Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 65 Mengembangkan Kemampuan Self Regulation Memang kita tidak dapat menyangkal bahwa perkembangan zaman begitu cepat, perkembangan teknologi sangat cepat, dan tuntutan zaman semakin tinggi memberikan pengaruh sedikit banyak pada pencapaian prestasi anak. Salah satu contohnya, dengan maraknya bermunculan permainan di komputer (games online). Mungkin sulit bagi kita untuk mencegah anak untuk tidak bermain games di komputer, menonton televisi terus menerus, ataupun dengan semakin menjamurnya pusatpusat perbelanjaan yang membuat mereka selalu ingin bermain di tempat-tempat tersebut. Sungguh tidak bijak bagi kita untuk menolak kemajuan zaman. Yang menjadi persoalan bagi kita semua, bahkan mungkin inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita untuk ke depan adalah bagaimana kita membantu anak-anak kita, siswa-siswi kita dalam mengembangkan kemampuan self regulation agar dapat menunjang keberhasilannya dalam mencapai prestasi yang optimal. Tinjauan Pustaka Keberhasilan seorang anak dalam pendidikannya tidak dapat dicapai begitu saja. Anak yang dapat meraih keberhasilan dalam pendidikannya tentunya melalui proses yang cukup panjang dan ditentukan oleh berbagai macam faktor. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama di mana seorang anak mulai belajar beradaptasi agar mereka dapat berhasil saat masuk ke dalam lingkungan di luar keluarga. Dengan perkataan lain bahwa pendidikan untuk seorang anak bukanlah dimulai di lingkungan sekolah, tapi keluarga merupakan lingkungan pendidikan anak yang pertama. Di dalam lingkungan keluarga anak dapat memperoleh pendidikan salah satunya adalah disiplin yang nantinya pada saat anak terbiasa untuk menerapkan disiplin bagi dirinya, maka akan turut mempengaruhi perkembangan self regulation. Pendidikan Anak di dalam Lingkungan Keluarga Menurut Gunarsa (1991), anak membutuhkan rasa aman dan terlindungi yang tentunya pertama kali didapatkan di dalam lingkungan keluarga. Rasa aman yang diberikan oleh keluarga merupakan salah satu syarat bagi 66 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 kelancaran proses perkembangan anak. Sebagai langkah awal, orang tua perlu sampai pada kesepakatan mengenai pendidikan anak. Keluarga merupakan tempat bagi anak untuk memperoleh dasar dalam membentuk kemampuannya agar kelak menjadi orang yang berhasil di masyarakat. Di dalam lingkungan keluarga yang menerapkan disiplin, anak akan memperoleh dasar untuk mulai mengembangkan sikap sosial dan kebiasaan berperilaku. Kebiasaan disiplin diri dan disiplin waktu akan mendukung kelancaran perkembangan kognitif sehingga anak mampu mencapai keberhasilan prestasi yang optimal. Selama masa pertengahan dan akhir anakanak, beberapa kendali dialihkan dari orang tua kepada anak itu sendiri, walaupun prosesnya terjadi secara bertahap (Maccoby, 1994 dalam Santrock, 2002). Masa ini dikenal dengan masa koregulasi. Proses koregulasi adalah suatu periode transisi antara kuatnya kendali orang tua pada masa awal anak-anak dengan meningkatnya pengurangan pengawasan pada masa remaja. Selama masa koregulasi ini, orang tua harus: 1. Memonitor, menuntun, dan mendukung anak dari jauh. 2. Menggunakan waktu secara efektif ketika mengadakan kontak langsung dengan anak dalam arti bahwa setiap orang tua harus membangun suatu hubungan yang berkualitas dengan anak. 3. Memperkuat kemampuan anak untuk memantau perilakunya sendiri, mengadopsi standar-standar perilaku yang sesuai, menghindari resiko yang membahayakan, dan merelakan kapan dukungan dan kontak orang tua yang dengan tepat. Self Regulation Self-regulation dapat dipahami sebagai penggunaan suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku, dan affects (perasaan) yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Schunk & Zimmerman, 1997 dalam http: // education.calumet.purdue.edu/indeks23,php). Self regulation digambarkan sebagai sebuah siklus karena feedback dari tingkah laku sebelumnya digunakan untuk membuat penyesuaian dalam usahanya saat ini. Penyesuaian seperti itu diperlukan karena Mengembangkan Kemampuan Self Regulation faktor-faktor personal, tingkah laku, dan lingkungan secara konstan berubah selama proses belajar dan berperilaku. Faktor-faktor tersebut juga harus diobservasi dengan feedback yang mengarah pada dirinya. Struktur Sistem Self Regulation Setiap orang akan berusaha untuk meregulasi fungsi dirinya dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Winne, 1997 dalam Boekaerts, 2000). Oleh karena itu yang membedakan hanyalah efektivitas dari self regulation itu sendiri. Pada waktu seseorang mampu mengembangkan kemampuan self regulation secara optimal, maka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Sebaliknya pada saat seseorang kurang mampu mengembangkan kemampuan menentukan tahap-tahap untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Fase performance or volitional control meliputi proses-proses yang terjadi selama seseorang bertindak dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada fase sebelumnya. Fase self reflection meliputi proses yang terjadi setelah seseorang melakukan upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan pengaruh dari respon (feedback) terhadap pengalamannya yang kemudian akan memberikan pengaruh pada fase forethought dalam menetapkan tujuan dan langkah-langkah yang harus dilaksanakannya. Ketiga fase tersebut terus menerus berulang dan membentuk suatu siklus. Secara ringkas proses yang terjadi dalam ketiga fase tersebut dalam dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel struktur fase dan sub proses pada self regulation (Boekaerts, 2000) Forethought Performanc e/ V olitional Control Self Reflec tion Task A nalysis - G oal setting - Strategic planning Self c ontrol - Self intruc tion - Imagery - A ttention: foc using - Task strategies Self judgement - Self evaluation - Causal attribution Self motivation - Self efic ac y - Outc omes expec tations - Intrinsic interest/ value - G oal orientation Self observation - Self rec ording - Self experimentation Self reac tion - Self satisfac tion/ affec t - A daptive – Devensive self regulation dalam dirinya, maka pencapaian tujuan yang telah ditetapkannya tidak dapat dicapai secara optimal. Ketidakefektifan dalam kemampuan self regulation ini bisa disebabkan oleh kurang berkembangnya salah satu fase dalam proses self regulation terutama pada fase forethought dan performance control yang tidak efektif (Bandura, 1991; Zimmerman, 1998 dalam Boekaerts, 2000). Berdasarkan perspektif social cognitive, proses self regulation digambarkan dalam tiga fase perputaran : Fase forethought (perencanaan), performance or volitional control (pelaksanaan), self reflection (proses evaluasi). Fase forethought berkaitan dengan proses-proses yang berpengaruh yang mendahului usaha untuk bertindak dan juga meliputi proses dalam 1. Fase Forethought Terdapat dua kategori yang saling berkaitan erat dalam fase Forethought: a. Task Analysis Yang menjadi inti task analysis meliputi penentuan tujuan (goal setting) dan strategic planning. Goal Setting dapat diartikan sebagai penetapan / penentuan hasil belajar yang ingin dicapai oleh seorang siswa, misalnya memecahkan persoalan matematika selama proses belajar berlangsung (Locke & Lathan, 1990 dalam Boekaerts, 2000). Goal system dari seseorang yang mampu melakukan self regulation tersusun secara bertahap. Proses Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 67 Mengembangkan Kemampuan Self Regulation b. 2. 68 tersebut dilakukan sebagai regulator untuk mencapai tujuan yang sama dengan hasil yang pernah dicapai. Bentuk kedua dari task analysis adalah strategic planning. Strategi ini merupakan suatu proses dan tindakan seseorang yang bertujuan dan diarahkan untuk memperoleh dan menunjukkan suatu keterampilan yang dapat digunakannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. (Zimmerman, 1989 dalam Boekaerts, 2000). Strategi yang dipilih secara tepat dapat meningkatkan performance dengan mengembangkan kognitif, mengontrol affect, dan mengarahkan kegiatan motorik (Pressley & Wolloshyn, 1995 dalam Boekaerts, 2000). Perencanaan dan pemilihan strategi membutuhkan penyesuaian yang terus menerus karena adanya perubahan-perubahan baik dalam diri siswa itu sendiri ataupun dari kondisi lingkungan. Self Motivation Beliefs Yang menjadi dasar task analysis dan strategic planning adalah self motivation beliefs yang meliputi self eficacy, outcome expectation, intrinsic interest or valuing, dan goal orientation. Self eficacy merujuk pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk memiliki performance yang optimal untuk mencapai tujuannya, sementara outcomes expectation merujuk pada harapan seseorang tentang pencapaian suatu hasil dari upaya yang telah dilakukannya (Bandura, 1997 dalam Boekaerts, 2000). Sebagai contoh, self eficacy yang mempengaruhi goal setting adalah sebagai berikut: semakin mampu seseorang meyakini kemampuan mereka sendiri, maka akan semakin tinggi tujuan yang mereka tetapkan dan semakin mantap ia akan bertahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya (Bandura, 1991; Locke & Latham, 1990 dalam Boekaerts, 2000). Fase Performance / Volitional control a. Self Control Proses self control seperti self instruction, imagery, attention focusing, dan task strategies, membantu siswa menfokuskan pada tugas yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 b. 3. dihadapinya dan mengoptimalkan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Salah satu perilaku yang dapat diamati pada saat seseorang sedang berada di fase ini adalah saat anak mencoba untuk memecahkan persoalan matematika, anak memperlihatkan verbalisasi dalam mengingat rumus-rumus matematika (self instruction), mencoba untuk membentuk suatu gambaran mental secara utuh misalnya dengan cara melakukan proses encoding (imagery) ataupun mencoba berbagai teknik untuk melatih konsentrasi agar dapat dengan mudah menghapalkan rumus-rumus matematika tersebut (attention focusing). Self Observation Proses Self observing, mengacu pada penelusuran seseorang terhadap aspekaspek yang spesifik dari performance yang mereka tampilkan, kondisi sekelilingnya, dan akibat yang dihasilkannya (Zimmerman & Paulsen, 1995 dalam Boekaerts, 2000). Penetapan tujuan yang dilakukan pada fase forethought mempermudah self observation, karena tujuannya terfokus pada proses yang spesifik dan terhadap kejadian di sekelilingnya. Fase Self Reflection a. Self Judgement Self judgement meliputi self evaluation terhadap performance yang ditampilkannya dalam upaya mencapai tujuan dan menjelaskan penyebab yang signifikan terhadap hasil yang dicapainya. Self evaluation mengarah pada upaya untuk membanding informasi yang diperolehnya melalui self monitoring dengan standar atau tujuan yang telah ditetapkan pada fase forethought. b. Self Reaction Proses yang kedua yang terjadi pada fase ini adalah self reaction yang terus menerus akan memperngaruhi fase forethought dan seringkali berdampak pada performance yang ditampilkannya di masa mendatang terhadap tujuan yang ditetapkannya. Mengembangkan Kemampuan Self Regulation Disfungsi Self Regulation Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang kurang mampu untuk mengembangkan self regulation. 1. Kurangnya pengalaman belajar dari lingkungan sosial adalah faktor yang pertama yang menyebabkan kegagalan seseorang dalam mengembangkan self regulation. Seringkali mereka mengalami kesulitan untuk mengembangkan self regulation disebabkan mereka tumbuh di rumah atau lingkungan yang tidak mengajarkan mereka untuk melakukan self regulation, tidak diberikan contoh, atau pun tidak diberikan reward (Brody, Stoneman, Flor, 1996 dalam Boekaerts, 2000). 2. Batasan kedua yang menghambat seseorang dalam mengembangkan kemampuan self regulation bersumber dari dalam dirinya yaitu adanya sikap apatis (disinterest). Hal ini disebabkan dalam menggunakan teknikteknik self regulation yang efektif dibutuhkan atisipasi, konsentrasi, usaha, self reflection yang cermat. Sebagai contohnya, kebanyakan guru akan melaporkan bahwa murid-murid yang tidak aktif di kelas akan menunjukkan prestasi yang kurang dan jarang mengumpulkan tugas-tugas yang diterimanya (Steinberg, Brown, Dornbusch, 1996 dalam Boekaerts, 2000). 3. Gangguan suasana hati, seperti mania atau depresi adalah batasan ketiga yang dapat menyebabkan disfungsi self regulation. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami depresi cenderung menunjukkan perilaku menyalahkan diri sendiri, salah dalam mempersepsikan hasil perilaku mereka, bersikap negatif (Bandura, 1991 dalam Boekaerts, 2000). 4. Batasan yang keempat yang sering dihubungkan dengan disfungsi self regulation adalah adanya learning disabilities, seperti masalah kurang mampu konsentrasi, mengingat, membaca dan menulis (Borkowski & Thorpe, 1994 dalam Boekaerts, 2000). Sebagai contoh, seorang anak dengan learning disabilities menetapkan goal academic yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak normal, memiliki masalah dalam mengontrol dorongannya, dan kurang akurat dalam menilai kemampuan yang mereka miliki. Saran dan Aplikasi Penulis mengakui bahwa dalam mengembangkan self regulation pada diri anakanak sangatlah sulit. Akan ada begitu banyak tantangan yang kita hadapi saat mencoba untuk mengembangkan kemampuan self regulation, seperti pengaruh dari lingkungan pergaulan anak, perkembangan teknologi yang cenderung membawa anak-anak pada hal-hal yang negatif. Namun, satu hal yang harus kita pahami juga bahwa self regulation merupakan suatu kemampuan. Pada prinsipnya jika kemampuan tersebut dicoba untuk terus menerus digunakan / dilatih, maka pada suatu saat pasti kemampuan tersebut akan melekat pada diri anak-anak kita. Intinya pengulangan merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan agar kemampuan tersebut dapat melekat pada diri anak-anak kita. Di dalam usaha untuk melatih kemampuan ini pada anak-anak kita, peran orang tua (di rumah) dan guru (di sekolah) sangatlah penting. Orang tua dan guru (terutama yang mungkin akan lebih berperan adalah Guru Bimbingan dan Konseling) harus bersinergi untuk melatih kemampuan self regulation agar melekat pada diri anak-anaknya. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua bersama dengan guru: 1. Langkah pertama yang dapat kita latih adalah kita harus mencoba mengarahkan anak-anak kita untuk mulai menetapkan target pada saat mereka mengikuti proses belajar. Cobalah untuk memahami dan menghargai apapun target yang ditetapkan oleh anak-anak kita. Tujuannya adalah agar anak-anak kita mampu menetapkan goal setting selama mereka mengikuti proses belajar. Ajaklah anak-anak kita untuk berdiskusi dan bersikaplah terbuka terhadap anak kita. Dalam forum diskusi ini pula kita dapat mengatakan apa yang sebenarnya kita harapkan dalam diri anakanak kita. 2. Setelah mereka menetapkan target yang akan mereka capai, maka kita perlu mendiskusikan dengan anak kita, apa yang akan mereka lakukan (strategi) untuk mencapai target yang telah mereka tetapkan. Diskusikan setiap langkahlangkah yang akan mereka lakukan dan berikanlah pandangan kita terhadap Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 69 Mengembangkan Kemampuan Self Regulation langkah-langkah yang akan mereka laksanakan, tetapi bukan untuk mengkritik langkah yang akan mereka tempuh. 3. Jika mereka telah menetapkan target yang akan dicapai dan langkah-langkah yang akan dijalani untuk mecapai target tersebut, kita mulai membimbing mereka selama proses pencapaian target tersebut. Selama proses belajar tersebut, pastilah dibutuhkan kemampuan untuk konsentrasi terhadap tugas yang dihadapinya. Kita dapat menawarkan beberapa cara agar mereka dapat memusatkan perhatiannya selama mengikuti proses belajar, seperti teknik yang digunakan dalam quantum learning, misalnya dengan mengajarkan kepada anak-anak bagaimana cara meningkatkan gelombang alpha di dalam otak kita sehingga kita mampu memusatkan perhatian (konsentrasi). Latihan ini terutama ditujukan untuk melatih kemampuan attention focusing. 4. Pada saat anak-anak mendapatkan tugas di sekolah yang harus mereka kerjakan, mulailah dengan melatih mereka untuk membagi tugas-tugas tersebut menjadi bagian-bagian kecil dan memilah bagianbagian yang penting. Misalnya, jika mereka menghadapi ulangan maka kita dapat mengajarkan untuk membagi bahan ulangan tersebut menjadi beberapa bagian dengan menetapkan skala prioritas (derajat kepentingannya), dan memulai mempelajari bahan ulangan dari bagian yang paling penting. 5. Langkah selanjutnya yang dapat kita latih adalah mencoba untuk mengevaluasi kembali target yang telah ditetapkan dengan hasil yang telah diperoleh selama ini. Ajaklah anak-anak kita untuk berdiskusi mengenai hal tersebut. Buatlah suasana diskusi yang terbuka agar anakanak kita pun mampu untuk terbuka menyampaikan pendapatnya. Berikanlah pandangan-pandangan kita mengenai hasil yang telah didapatnya. Kemudian ajaklah kembali anak-anak kita untuk mulai menetapkan target yang baru, yang mengacu pada hasil evaluasi. Perlu usaha yang sangat besar dalam menjalankan langkah-langkah tersebut dan sungguh mustahil dapat dijalankan apabila 70 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 hubungan kita dengan anak cukup jauh. Oleh karena itulah sangatlah penting bagi kita untuk mulai membenahi kembali hubungan kita dengan anak. Seperti yang diungkapkan pada awal tulisan ini, bahwa untuk memulai mengembangkan self regulation ini adalah dorongan dari orang tua. Jadi tidak mungkin kita dapat melatih kemampuan self regulation jika hubungan kita dengan anak atau siswa kita kurang baik. Untuk menjalankan beberapa saran yang telah diuraikan di atas mensyaratkan satu hal yaitu keterbukaan antara orang tua dan anak, guru dan murid. Keterbukaan tersebut baru dapat tercipta jika hubungan antara keduanya pun baik. Namun, perlu disadari juga bahwa perkembangan self regulation tidak bisa terjadi secara instan. Semuanya mengalami suatu proses, dan yang pasti akan membutuhkan waktu yang cukup panjang agar self regulation dapat berkembang seutuhnya. Di sini penulis menekankan kepada setiap guru (terutama Guru Bimbingan dan Konseling) dan orang tua hendaklah tidak jemu-jemunya untuk membimbing terus setiap anaknya dalam rangka mengembangkan self regulation ini, karena ini merupakan suatu bentuk keterampilan yang harus terus menerus diulang. Manfaatkanlah awal tahun pelajaran ataupun awal semester untuk mulai membentuk kemampuan ini, lalu dilakukan proses evaluasi sepanjang semester atau sepanjang tahun pelajaran tersebut dengan cara membagi menjadi beberapa waktu evaluasi, misalnya melakukan evaluasi 1 bulan atau 2 bulan sekali. Semakin sering melakukan evaluasi akan semakin baik karena hasil dari evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menetapkan atau merumuskan kembali tujuan yang sebelumnya telah ditetapkan. Kesimpulan Keberhasilan seorang anak dalam menjalani proses pendidikannya bukanlah ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient) semata. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menjalani proses pendidikannya, salah satunya adalah kemampuan self regulation. Kemampuan self regulation meliputi kemampuan siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di Mengembangkan Kemampuan Self Regulation sekolah, membagi waktu antara belajar dan bermain, kemampuan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan. Kemampuan ini tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif agar anak dapat mengembangkan kemampuan self regulation. Lingkungan yang kondusif seperti hubungan yang baik antara orang tua dan anak atau guru dan anak akan mendukung perkembangan self regulation karena dalam hubungan yang kondusif, maka akan tercipta suatu keterbukaan yang diperlukan untuk melaksanakan proses diskusi dan evaluasi. Daftar Pustaka Boekaerts, Monique; Pintrich, Paul; Zeidner, Mosche. (2000). Handbook of self regulation. California, USA: Academic Press Gunarsa, Singgih D. (1991). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: Gunung Mulia Santrock, John W. (1983). Developmental psychology; A Life-span approach, 5th ed. New Delhi: McGraw-Hill, Inc; Ltd Publishing Company Santrock, John W. (2002). Life span developmental, 5th ed. Jakarta: Erlangga http://www.kompas.com, 24 Juli 2001, Televisi menyita perhatian anak http://www.pikiran-rakyat.com, 22 April 2001. http: //education.calumet.purdue.edu/ indeks23.php, 18 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 71 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Opini Melatih Siswa Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Keke T. Aritonang *) Abstrak Keterampilan menulis yang diperlukan dalam menuangkan dan mengkomunikasikan gagasan dan perasaan dalam bentuk tulisan, perlu dikembangkan ketika siswa masih belajar di lembaga pendidikan. Dalam hal ini, sekolah dapat melakukan berbagai kegiatan dalam mengembangkan kemampuan siswa menulis sejak dini. Tulisan ini menawarkan cara guru melatih siswa mengembangkan kemampuan menulis yang dapat diterapkan di berbagai tingkat pendidikan. Kata kunci: Melatih siswa, keterampilan menulis, ragam tulisan, program kegiatan. Writing skill, as one of the essential life skills one should have in his or her life, is needed in communicating ideas and emotion in oral or written forms. This skill can be developed when a child is learning at school. School can provide various kinds of activities to stimulate and develop writing skill at early age. This article offers the teachers some techniques of developing writing skills at different levels. Pendahuluan enulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang. Orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut jika orang itu memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut. Gambaran grafik yang dimaksud menulis bukan huruf-huruf dalam poster atau membuat karya-karya kaligrafi yang artistik sifatnya. Menulis di sini dimaksudkan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtun, ekspresif, enak dibaca dan dipahami orang lain (Marwoto, dkk, 1987:12). Menurut definisi Akademi Kepengarangan, dalam Widyamartaya, 1990, menulis dapat dipahami sebagai “Keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis M *) Guru SMPK 1 BPK PENABUR Jakarta 72 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti yang dimaksudkan oleh penulis”. Pada prinsipnya fungsi utama dari sebuah tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir. Juga dapat menolong kita berpikir secara kritis (Tarigan, 1985 : 22). Menurut Morsey, keterampilan menulis sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern saat ini. Keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar (Tarigan, 1985 : 4). Sehubungan dengan hal itu, kegiatan menulis dapat dilakukan dengan baik oleh orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan ini tergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, dan struktur kalimat serta menuntut latihan yang cukup, teratur, dan pendidikan yang terprogram. Menurut Peck dan Schulz, program kegiatan menulis direncanakan untuk mencapai tujuan berikut. Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan 1. Membantu para siswa memahami bagaimana caranya mengekspresikan ide secara tertulis, dapat melayani mereka, dengan jalan menciptakan situasi-situasi di dalam kelas yang jelas memerlukan karya tulis dan kegiatan menulis. 2. Mendorong para siswa mengekspresikan diri mereka secara bebas dalam tulisan. 3. Mengajar para siswa menggunakan bentuk yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis. 4. Mengembangkan pertumbuhan bertahap dalam menulis dengan cara membantu para siswa menulis sejumlah maksud dengan sejumlah cara dengan penuh keyakinan pada diri sendiri secara bebas (Tarigan, 1985 : 9). Masalah yang sering terjadi dalam pengajaran bahasa Indonesia, khususnya keterampilan menulis, adalah: 1. Kurang mampunya siswa menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari pilihan kata yang kurang tepat, kalimat yang kurang efektif, sukar mengungkapkan gagasan karena kesulitan memilih kata atau membuat kalimat, bahkan kurang mampu mengembangkan ide secara teratur dan sistematis. 2. Kurangnya latihan dan praktek menulis Hal ini disebabkan dalam pengajaran bahasa Indonesia yang terdiri dari empat aspek yaitu keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis waktu yang diberikan empat jam dalam satu minggu. Waktu hanya satu jam untuk aspek keterampilan menulis, dalam satu minggu sangatlah kurang untuk latihan dan praktek menulis. 3. Kurang terampilnya guru memberikan berbagai macam tulisan kepada siswa. Hal ini terlihat dari hasil tulisan siswa, seperti karya tulis sederhana yang dibuat sebagai syarat kelulusan terkesan asal jadi, tidak memenuhi syarat-syarat penulisan karangan ilmiah. 4. Pada umumnya sekolah tidak memiliki atau membuat program kegiatan menulis melalui proses intra maupun ekstrakurikuler. Berdasarkan hal di atas, agar siswa memiliki keterampilan menulis dan tujuan program kegiatan menulis tercapai, diperlukan pembimbing atau guru yang juga memiliki keterampilan dalam menulis. Disamping itu, diperlukan program kegiatan menulis di setiap sekolah, agar waktu untuk latihan dan praktek menulis dapat tersusun sesuai dengan jadwal dan proses bertahap dalam menulis dapat berjalan teratur dan terprogram. Kualifikasi Guru/Pelatih dalam Bidang Menulis Kualifikasi guru/pelatih yang dituntut dalam bidang menulis menurut Lado, dalam, Tarigan 1985 : 10, dibagi menjadi tiga kualifikasi yaitu sebagai berikut. Kualifikasi Minimal Kualifikasi minimal yang harus dimiliki oleh guru/pelatih dalam bidang menulis yaitu mampu menulis dengan tepat kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf seperti yang akan dikembangkan secara lisan, dan menulis surat sederhana. Untuk mencapai kualifikasi minimal tersebut guru harus memiliki kemampuan dasar menulis yang meliputi: 1. Menguasai bahasa yang digunakan untuk menulis. Jika menulis bahasa Indonesia, ia harus menguasai bahasa Indonesia dan mampu menggunakannya dengan baik dan benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti mengetahui dan dapat menggunakan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia yang meliputi tata bunyi, tata bentukan, tata kalimat, dan tata wacana. 2. Mengetahui dan mampu menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku yaitu Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan yang meliputi, penulisan huruf, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca. 3. Mengetahui dan dapat menggunakan kosa kata bahasa Indonesia. Pengenalan kata atau jumlah kata yang terbatas berarti pembatasan sumber daya untuk mengungkapkan diri di dalam kehidupan tulis-menulis. Dengan kosa kata terbatas tidak hanya menyulitkan dalam berinspirasi, tetapi juga akan menyulitkan menuangkan inspirasi tersebut. Semakin banyak kata-kata yang dikuasai makin mudah untuk menulis yang pada gilirannya memudahkan kita dalam soal memilih kata. Secara umum kosa kata berarti (1) semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa, (2) kata-kata yang dipakai dalam satu bidang ilmu pengetahuan, (3) kata-kata yang dikuasai oleh segolongan orang dari Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 73 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan 4. 5. lingkungan yang sama, (4) daftar sejumlah kata atau frase dari suatu bahasa yang secara alfabetis, disertai batasan dan penjelasannya, dan (5) seluruh morfem yang terdapat dalam suatu bahasa. Sedangkan menurut jenisnya kosa kata terdiri dari bentuk dan makna. Dari segi bentuk kata antara lain : homonym, homofon, homograf, sinonim, hiponim, dan polisemi. Dari segi makna antara lain: kata yang bermakna leksikal, makna gramatikal, makna konotasi, dan makna denotasi. Semua aspek kosa kata ini harus dikuasai sehingga guru/pembimbing mampu menulis dengan tepat. Mengetahui dan mampu mengefektifkan kalimat. Kalimat efektif ialah kalimat jelas, mengikuti tata bahasa, ringkas, luwes, dan enak dibaca. Semua tulisan harus menggunakan kalimat efektif. Jika tidak, tulisan tersebut akan menjadi tulisan yang tidak berhasil guna. Mengetahui dan mampu mengembangkan paragraf. Guru harus mampu menyusun dan mengekspresikan gagasan-gagasan penunjang. Gagasan pokok dari sebuah paragraf hanya akan jelas jika diperinci dengan gagasan-gagasan penunjang serta memperhatikan unsur kesatuan dan kepaduan (koheren) paragraf. Kualifikasi Baik Guru yang berkualifikasi baik memiliki disiplin dan kreativitas dalam menulis “karangan bebas” yang sederhana dengan kejelasan dan ketepatan dalam kosa kata, idiom, dan sintaksis. Disiplin yang harus dimiliki antara lain: 1. Disiplin dalam membaca. Banyak membaca berbagai jenis buku baik itu fiksi maupun nonfiksi akan menambah kosa kata dan pengetahuan sehingga menghasilkan tulisan bebas yang bermutu bagi pembaca. Hal ini dikarenakan antara menulis dan membaca terdapat hubungan yang sangat erat. Bila kita menulis sesuatu, maka pada prinsipnya kita ingin agar tulisan itu dibaca oleh orang lain. (Tarigan, 1985 : 4) 2. Disiplin dalam menulis. Dalam menulis jangan ditunda-tunda. Jika ada niat menulis langsung menulis. Landasan disiplin dalam menulis dengan latihan-latihan yang terus menerus, 74 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 menangkap, dan berpikir sehingga menghasilkan berbagai karangan bebas. Sedangkan kreatifitas yang perlu dimiliki oleh guru agar menghasilkan karangan bebas, antara lain: 1. Membiasakan diri bebas dalam berpikir dan bertindak. Lakukan perkerjaan menulis sesuai dengan tuntutan kreatif guru. Jika menulis itu menuntut guru untuk bekerja keras dan berpikir kritis, ikuti saja. Dengan mengikuti tuntutan kreativitas jiwa akan merasa leluasa dan dapat bekerja secara maksimal. 2. Menciptakan hal-hal yang baru. Jangan puas dengan apa yang telah ada. Pikirkan sesuatu yang mungkin terjadi atau cara yang mungkin ditempuh dan perbanyak kemungkinan-kemungkinan untuk menempuh hal-hal yang baru. Dapat juga dilaksanakan melalui percobaanpercobaan secara terus menerus. Dengan cara ini guru dapat berimajinasi, berpikir untuk menciptakan sesuatu yang baru. 3. Mengembangkan daya konsentrasi. Berlatihlah memusatkan perhatian pada apa yang sedang dilakukan. Salah satu latihan konsentrasi yang dapat dilakukan adalah duduk di tempat yang paling sunyi, pejamkan mata dan buat titik konsentrasi di dalam pikiran. Mungkin ada lagi cara guru tersendiri untuk dapat berkonsentrasi. 4. Melakukan hal-hal yang menantang. Tantangan dapat menyuburkan kreativitas, karena melalui tantangan pikiran, emosi, dan imajinasi dapat bekerja keras. Untuk itu hindarkanlah hal-hal yang bersifat statis. 5. Membiasakan bekerja keras. Tentukanlah waktu untuk berlatih menulis. Upayakan jangan sampai ada waktu kosong latihan yang lama. Jangan mudah jemu dan putus asa yang mengakibatkan jiwa tumpul dan tidak ulet, sehingga sulit untuk dapat bekerja keras. 6. Memupuk kepekaan terhadap gejala alam dan kehidupan. Amati secara jeli segala aspek kehidupan di sekitar kita, baik kehidupan manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Amati dan renungkan setiap yang kita amati, kemudian olah dan organisir dan tulislah apa yang telah diamati itu sampai menjadi sebuah tulisan bebas yang baik. Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan 7. Melatih berpikir assosiasi. Biasakan mengassosiasikan suatu gejala yang Anda tangkap dengan sesuatu yang lain. Berpikir assosiatif akan mempertajam imajinasi. Untuk itu berlatihlah terus sehingga imajinasi berkembang dengan optimal. Kualifikasi Unggul Guru yang memiliki kualifikasi unggul mampu menulis beraneka ragam tulisan baik itu fiksi maupun nonfiksi yang mudah dipahami. Ia juga mempunyai perasaan yang tajam terhadap gaya bahasa yang beraneka ragam dalam bahasa tulisan tersebut. Dengan kemampuan yang demikian guru/ pelatih menulis dapat menghasilkan beraneka ragam tulisan sehingga hasil tulisan itu dapat dijadikan bahan ajar kepada anak didik. Tingkat kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kuantitas dan kualitas bahan bacaan yang dihasilkan oleh para penulis/ pengarangnya. Juga dapat diukur dari tinggirendahnya minat baca warga negara bangsa tersebut. Terlebih-lebih minat baca para siswa dan kita sebagai guru yang akan membimbing siswa dalam menulis. Menurut Breasted, hubungan antara tulisan dan peradaban sangat erat. Seorang sejarawan Amerika asal Chicago pernah mengatakan bahwa “Penemuan tulisan dan sistim perekaman yang tepat dan sesuai pada kertas benar-benar telah mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam menaikkan martabat ras manusia daripada setiap prestasi intelektual lainnya dalam karier manusia. (Tarigan, 1985 : 11) Program Kegiatan Menulis Seperti yang telah diuraikan dalam pendahuluan keterampilan menulis itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi menuntut latihan yang cukup dan teratur serta pendidikan yang terprogram. Program kegiatan menulis dapat berjalan lancar apabila ada kerjasama antara kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi, guru/pelatih bidang menulis, serta siswa. Kepala sekolah, guru, dan siswa dapat berperan dalam melaksanakan program kegiatan menulis di sekolah. Peranan Kepala Sekolah, guru dan siswa dapat dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut. Tabel 1 : Program Kegiatan Menulis yang Berkaitan dengan Kepala Sekolah Kegiatan Keterangan (Prioritas, Frekuensi, Intensitas) 1. Menyusun program pengembangan minat dan kegemaran menulis di sekolah. 1 x dalam setahun (awal tahun ajaran). 2. Merencanakan dan melaksanakan wajib kunjung perpustakaan di sekolah. 1 x dalam seminggu. 3. Merencanakan dan melaksanakan berbagai lomba yang berkaitan dengan peningkatan minat dan kegemaran menulis. Dalam program, tahunan atau semester. 4. Menyediakan penghargaan untuk berbagai kegiatan termasuk lomba berkaitan dengan peningkatan minat dan kegemaran menulis. Melalui program Prosata sekolah masing-masing. 5. Memantau pelaksanaan program pengembang- Secara periodik disesuaikan dengan an minat dan kegemaran menulis di sekolah. kegiatan. 6. Memantau berbagai kegiatan termasuk kegiatan lomba. 7. Memantau pelaksanaan wajib kunjung perpus- Secara periodik disesuaikan dengan takaan. kegiatan. Secara periodik disesuaikan kegiatan. dengan Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 75 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Tabel 2 . Program Kegiatan Menulis yang Berkaitan dengan Guru/Pelatih Bidang Menulis Kegiatan Keterangan (Prioritas, Frekuensi, Intensitas) 1. Melaksanakan program kegiatan menulis berdasarkan program pengembangan minat dan kegemaran menulis di sekolah yang telah disusun oleh kepala sekolah. 1 x dalam setahun (awal tahun pelajaran). 2. Melaksanakan kunjungan ke perpusatakaan sekolah bersama siswa. 1 x dalam seminggu. 3. Mengadakan kegiatan yang menarik minat siswa untuk menulis. Misal: memajang hasil tulisan siswa pada majalah dinding sekolah, serta memberikan hadiah yang menarik bagi tulisan yang terpajang atau memberikan nilai tambah pelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis. 1 x dalam seminggu. 4. Mempublikasikan hasil-hasil tulisan siswa, dapat melalui majalah dinding, majalah sekolah atau buletin/majalah khusus menulis. 1 x dalam sebulan, 2 x dalam sebulan, atau 3 x dalam sebulan tergantung dana sekolah. 5. Menugaskan siswa untuk menulis ringkasan buku pelajaran. Setiap awal semester bekerjasama dengan guru bidang studi. 6. Menugaskan siswa untuk membuat berita berbagai kegiatan yang diadakan di sekolah, misalnya perayaan 17 Agustus, aksi sosial, pentas seni, dan lain-lain. Setiap ada kegiatan di sekolah. 7. Menugaskan siswa untuk membuat laporan perjalanan yang dilakukan sekolah. Laporan: karyawisata, retreat, perjalanan ke objek wisata 1 x dalam setahun.Bekerja sama dengan guru bidang studi dan wali kelas. 8. Menugaskan siswa untuk membuat karya tulis ilmiah sederhana. Secara periodik setiap tahun. Bekerjasama dengan guru bidang studi. 9. Mengadakan lomba menulis karya sastra (cerpen, puisi) dan menulis karya ilmiah. Secara periodik setiap tahun. 10. Membentuk kelompok menulis siswa/klub menulis. Awal tahun ajaran baru, disesuaikan dengan jenjang kelas. 76 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Tabel 3. Program Kegiatan Menulis yang Berkaitan dengan Siswa Keterangan (Prioritas, Frekuensi, Intensitas) Kegiatan 1. Membentuk kelompok menulis siswa/klub menulis. Masing-masing kelompok beranggotakan sepuluh siswa. Siswa dapat memilih Ketua, Sekretaris dan Anggota Kelompok-kelompok tersebut memiliki tugas sesuai dengan bidangnya seperti: a. kelompok pencari berita b. kelompok pewawancara c. kelompok mengumpulkan dan mengedit artikel d. dan lain-lain Sesuai jenjang kelas dapat diprakarsai siswa. 2. Menerbitkan majalah sekolah/buletin menulis untuk memuat hasil-hasil tulisan seperti: a. berita b. hasil wawancara c. artikel d. cerpen e. puisi f. resensi g. opini h. dan lain-lain 1 x dalam sebulan, 2 x dalam sebulan, atau 3 x dalam sebulan tergantung dana masing-masing sekolah. 3. Mengikuti berbagai lomba menulis baik yang diadakan di sekolah maupun di luar sekolah Setiap ada kegiatan di sekolah atau undangan dari luar sekolah. 4. Mengikuti seminar/workshop yang diadakan di sekolah maupun di luar sekolah. Setiap ada kegiatan di sekolah atau undangan dari luar sekolah. Program-program kegiatan menulis pada tabel 1, 2, dan 3 di atas dapat mengatasi masalah kurangnya latihan dan praktik menulis, sehingga dengan waktu yang sudah terjadwal dalam satu tahun ajaran, latihan menulis yang cukup dan teratur dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan tulisan-tulisan yang baik pula. Program-program kegiatan menulis tersebut juga sebagai salah satu alternatif untuk dilaksanakan di sekolah masing-masing melalui proses intra maupun ekstrakurikuler. Berbagai Ragam Tulisan Banyak ahli yang membuat klasifikasi mengenai berbagai ragam tulisan. Salisbury (dalam Tarigan, 1985 : 26) membagi ragam tulisan berdasarkan bentuknya sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk objektif yang mencakup: a. penjelasan yang terperinci mengenai suatu proses, b. batasan, c. laporan, dan d. dokumen. 2. Bentuk-bentuk subyektif yang mencakup : a. otobiografi, b. surat-surat, c. penilaian pribadi, d. esai informal, e. potret/ gambaran, f. sastra. Selain pembagian di atas, ada yang mengklasifikasikan ragam tulisan ke dalam bentuk, (1) eksposisi, (2) deskripsi, (3) narasi, dan (4) argumentasi.Dalam tulisan ini, ragam tulisan yang dapat diberikan bagi siswa sesuai dengan program kegiatan menulis yang dilaksanakan dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Karangan fiksi (cerpen, puisi) 2. Karangan nonfiksi (ringkasan, laporan, berita, resensi, dan makalah ilmiah) Adapun langkah-langkah mengajarkan menulis karangan fiksi, seperti tertera pada tabel berikut. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 77 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Tabel 4. Langkah-langkah Mengajarkan Menulis Karangan Fiksi Ragam Tulisan Cerpen Puisi 78 Bahan Pengajaran 1. Cerpen yang terdapat dalam majalah atau guntingan surat kabar dengan tema yang bersifat umum. 3. Buku Anatomi Sastra, M Atar Semi. 1. Contoh-contoh puisi yang terdapat dalam koran atau majalah. 2. Buku Anatomi Sastra, M Atar Semi Langkah-Langlah Pengajaran Langkah pertama. 1. Guru membagikan contoh cerpen dari majalah atau koran. 2. Siswa membaca cerpen tersebut dalam hati. 3. Guru menjelaskan dan menunjukkan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen yang telah dibaca siswa, terdiri dari : penokohan dan perwatakan, alur, latar atau seting cerita, gaya bahasa, tema, dan amanat. 4. Siswa memperhatikan penjelasan guru sambil menulis unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut. Langkah kedua. 1. Guru memberikan penjelasan dalam menulis cerpen dengan prinsip: sekelumit kehidupan sehari-hari, tokoh orang biasa, tanpa periode awal atau akhir, tidak mempunya perubahan nasib, dan materi cerita pendek dengan narasi utuh dan dalam isi; 2. Siswa memperhatikan penjelasan guru sambil menulis hal-hal penting yang disampaikan guru; 3. Guru menentukan isi cerpen yang akan dibuat siswa. Siswa diperbolehkan memilih isi cerpen seperti kisah perjalanan, pengalaman hidup, peristiwa atau kejadian seharihari dan siswa menentukan penokohan dan perwatakan, alur, latar atau seting cerita, gaya bahasa, tema, amanat, dan judul cerpen yang akan ditulis; 4. Siswa menulis cerpen berdasarkan penjelasan guru; 5. Guru memilih cerpen terbaik yang dibuat siswa untuk dipublikasikan. Puisi yang cocok sebagai model untuk latihan menulis adalah: puisi berbentuk bebas dan sederhana, berisi hasil pengamatan yang berupa himbauan atau pernyataan, dan puisi yang mengandung bahasa kias berbentuk metafor. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Waktu Langkah pertama : 2x pertemuan. Langkah kedua :3x pertemuan atau sesuai jadwal program kegiatan menulis yang telah disusun. 2x pertemuan atau sesuai jadwal program kegiatan menulis yang telah disusun Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Langkah-Langkah Pengajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. Waktu Langkah-langkah mengajarkannya adalah sebagai berikut. Guru membagikan contoh puisi yang cocok seperti yang telah disebutkan di atas. Siswa mendengarkan penjelasan guru cara menulis puisi, yaitu a. menentukan tema puisi yang akan ditulis; dan b. mengamati objek yang akan dijadikan puisi apakah itu lingkungan sekitar sekolah, gambar-gambar pemandangan, dan lain-lain. Guru menyediakan rangkaian gambar untuk dijadikan puisi. Siswa mengamati gambar dan mengurutkan gambar tersebut sesuai dengan seleranya. Siswa menulis puisi bebas dan sederhana berdasarkan hasil pengamatan. Guru memeriksa hasil puisi yang ditulis siswa dan puisi yang terbaik dapat dipublikasikan di mading, majalah sekolah, ataupun koran. Langkah-langkah melatih menulis karangan fiksi yakni cerpen dan puisi pada tabel 4 di atas adalah cara yang paling mudah membimbing siswa sebagai awal untuk dapat menulis. Karena tulisan tersebut berdasarkan pengalaman serta pengamatan siswa sehari-hari dan juga tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan tulisan tersebut. Sedangkan langkah-langkah melatih menulis karangan non fiksi dapat di lihat pada tabel berikut. Tabel 5. Langkah-langkah Mengajarkan Menulis Karangan Nonfiksi Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Ringkasan 1. Langkah-Langlah Pengajaran Buku-buku 1. Guru membagikan contoh ringpelajaran siswa kasan yang dibuat oleh guru. yang akan 2 Siswa memperhatikan penjelasan dibuat ringkasan guru bagaimana cara membuat 2. Buku-buku ringkasan berdasarkan contoh pelajaran siswa ringkasan yang telah dibagikan. yang akan 3. Guru menentukan buku-buku apa dibuat ringkasan saja yang akan dibuat ringkasan. 4. Siswa mulai menulis ringkasan buku pelajaran sesuai penjelasan guru, yaitu : Waktu Untuk membuat ringkasan satu buku pelajaran waktu yang digunakan :3x pertemuan atau sesuai jadwal program kegiatan menulis yang telah disusun Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 79 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Langkah-Langkah Pengajaran Waktu a. membaca buku yang akan diringkas dengan seksama dua tiga kali sehingga dapat dipahami isinya dan menangkap temanya; b. membaca sekali lagi buku tersebut atau sebagian yang harus diringkas dengan membuat catatan-catatan; c. dengan berpedoman catatancatatan itu, menyusun ringkasan sementara dengan sedapat mungkin menggunakan perkataan atau cara penuturan sendiri; d. membaca kembali ringkasansementara dengan mengadakan perbaikan kesalahan, kalau ada kesalahan; e. menghitung jumlah kata yang dipakai dalam ringkasan sementara itu, jika jumlah katanya ditentukan; dan f. setelah mengadakan perbaikan atau perubahan untuk memenuhi ketentuan, menulis ringkasan jadi dan mencantumkan jumlah katanya pada akhir ringkasan. 5. Guru memeriksa setiap ringkasan yang telah dibuat oleh siswa. 6. Siswa menyusun hasil ringkasanringkasan buku tersebut yang telah diperiksa oleh guru ke dalam satu buku atau dijilid rapi agar dapat dibaca dan dipelajari oleh siswa. Laporan 80 1. Buku komposisi, Gorys Keraf. 2. Buku Aneka Surat, Statuta, Laporan, dan Notula, Lamuddin Finoza. 3. Contoh laporan karyawisata, retreat, dan perjalanan ke objek wisata. Langkah-langkah membuat laporan karyawisata: 1. Guru membagi kelompok masingmasing kelompok beranggotakan lima orang, dan siswa memilih sendiri ketua kelompoknya jika laporan ini akan dibuat perkelompok. 2. Guru membagikan contoh cara membuat laporan karyawisata. 3. Siswa mendengarkan penjelasan guru cara membuat laporan karyawisata berdasarkan contoh yang telah dibagikan, yaitu sebagai berikut. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 2x pertemuan untuk penjelasan dan membagi kelompok atau sesuai jadwal program kegiatan menulis yang telah disusun. Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Langkah-Langkah Pembelajaran Waktu membuat judul laporan karyawisata; b. membuat pendahuluan yang berisikan : tujuan diadakannya karyawisata, jumlah peserta karyawisata, lamanya karyawisata, dan tempat-tempat karyawisata; c. membuat isi laporan yang berisikan: rincian kunjungan karyawisata, hari pertama, hari kedua, dan seterusnya, data/bahan laporan yang didapatkan selama kunjungan; dan d. membuat penutup yang berisikan : kesimpulan dan saran. a. 4. Setelah berakhirnya karyawisata siswa menyusun laporan tersebut sesuai penjelasan yang telah diberikan guru. Diketik rapi dan dijilid. memeriksa hasil 5. Guru laporan yang telah dibuat siswa, laporan yang isinya lengkap dan sesuai dengan langkah-langkah membuat laporan disimpan di perpustakaan sekolah untuk bahan referensi. Langkah-langkah membuat laporan retreat sebagai berikut. 1. Guru membagi kelompok, masingmasing kelompok beranggotakan lima orang, dan siswa memilih sendiri ketua kelompoknya jika laporan ini akan dibuat perkelompok. 2. Guru membagikan contoh cara membuat laporan retreat. 3. Siswa mendengarkan penjelasan guru cara membuat laporan retreat berdasarkan contoh yang telah dibagikan, yaitu sebagai berikut. a. membuat judul laporan retreat b.membuat pendahuluan yang berisikan : Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 81 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Langkah-Langkah Pembelajaran c. d. e. f. . 82 (1) dasar pemikiran diadakannya retreat; (2) tema retreat; dan (3) tempat dan waktu pelaksanaan retreat. membuat isi laporan yang berisikan : (1) rincian acara retreat hari pertama, hari kedua, dan seterusnya, (2) data/bahan hasil retreat: pembicara, tema, tema, tujuan, ringkasan hasil ceramah. membuat penutup yang berisikan : (1) saran, dan (2) kesimpulan. setelah berakhirnya retreat siswa menyusun laporan tersebut sesuai penjelasan yang telah diberikan guru. Diketik rapi dan dijilid; guru memeriksa hasil laporan yang telah dibuat siswa, laporan yang isinya lengkap dan sesuai dengan langkahlangkah membuat laporan disimpan di perpustakaan sekolah untuk bahan referensi. Langkah-langkah membuat laporan perjalanan ke objek wisata : 1. Guru membagi kelompok masingmasing kelompok beranggotakan lima orang, dan siswa memilih sendiri ketua kelompoknya jika laporan ini akan dibuat perkelompok. 2. Guru membagikan contoh cara membuat laporan perjalanan ke objek wisata 3. Siswa mendengarkan penjelasan guru cara membuat laporan perjalanan ke objek wisata berdasarkan contoh yang telah dibagikan, yaitu sebagai berikut. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Waktu Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Langkah-Langkah Pembelajaran a. b. c. d. e. f. Berita 1. Buku Penulisan Berita, Nadhya Abrar 2. Contoh cara penulisan berita dari koran, majalah. Waktu membuat judul laporan perjalanan ke objek wisata; membuat pendahuluan yang berisikan : (1) tujuan diadakannya perjalanan, dan (2) tempat, waktu perjalanan membuat isi laporan yang berisikan : (1) rincian perjalanan hari pertama, hari kedua, dan seterusnya, dan (2) data dan bahan yang didapatkan selama perjalanan ke objek wisata membuat penutup yang berisikan : (1) saran, dan (2) kesimpulan setelah berakhirnya perjalanan ke objek wisata siswa menyusun laporan tersebut sesuai penjelasan yang telah diberikan guru, diketik rapi dan dijilid; guru memeriksa hasil laporan yang telah dibuat siswa, laporan yang isinya lengkap dan sesuai dengan langkahlangkah membuat laporan disimpan di perpustakaan sekolah untuk bahan referensi. Langkah-langkah membuat berita kegiatan yang diadakan di sekolah sebagai berikut. a. Guru membagi kelompok, masingmasing kelompok beranggotakan ketua kelompoknya jika laporan ini akan dibuat perkelompok. Setiap kelompok akan membuat berita kegiatan sekolah yang sudah disusun sesuai jadwal masingmasing sekolah. b. Guru membagikan contoh membuat berita salah satu kegiatan di sekolah kepada masing-masing kelompok c. Siswa memperhatikan penjelasan guru cara membuat berita sebagai berikut. Sesuai jadwal program kegiatan menulis yang telah disusun Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 83 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Langkah-Langkah Pembelajaran (1) (2) (3) d. e. a. b. c. 84 Berita yang dibuat adalah berita langsung untuk itu dalam penulisan berita tersebut unsur nilai berita yang paling kuat adalah dalam lead atau teras berita. Membuat teras berita /lead dengan memperhatikan syaratsyarat, yaitu :1) panjang lead sekitar 30-40 kata, 2) tidak diawali dengan kata penghubung, 3) tidak menggunakan kalimat pasif, 4) menjawab pertanyaan dua atau tiga unsur dari Apa, Siapa, Mengapa, Dimana, Kapan, dan Bagaimana, 5) tidak lebih dari satu alinea, 6) menjawab rasa ingin tahu pembaca (siswa). Setelah menjawab dan mengumpulkan data dari 6 pertanyaan pokok berita kegiatan tersebut dengan penulisan gaya piramida terbalik yang terdiri dari: 1) judul berita, 2) baris tanggal, 3) teras berita/lead, 4) tubuh berita. Siswa menulis berita tersebut setiap ada kegiatan sekolah sesuai dengan penjelasan guru. Guru memeriksa hasil pekerjaan siswa. Berita yang penulisannya sesuai dengan langkahlangkah di atas dimuat di mading atau majalah sekolah Langkah-langkah membuat resensi buku fiksi maupun buku nonfiksi sebagai berikut. Guru membagi dua kelompok. Kelompok 1 membuat resensi buku fiksi dan kelompok yang lain membuat resensi buku nonfiksi. Guru menentukan buku-buku apa saja yang akan diresensi disusun sesuai jadwal kapan waktu dikumpulkan hasil resensi tersebut Guru membagikan contoh membuat resensi dari koran atau majalah kepada siswa. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Waktu Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Langkah-Langkah Pembelajaran (1) (2) (3) (4) (5) (6) e. f. Waktu bacalah bahan resensi tersebut lebih dari satu kali untuk mengenal pokok masalah; klasifikasikan pokok masalah tersebut, jika sudah terklasifikasi sesuaikan dengan naskah asli; komentari unsur struktural, sesuaikan dengan naskah asli; evaluasi secara objektif; kemukakan bukti-bukti, sesuaikan dengan naskah asli, dan kemukakan bukti-bukti, sesuaikan dengan naskah asli, dan mulailah menulis resensi, tulis judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, jumlah halaman, dan publikasikan. Siswa membuat resensi sesuai dengan penjelasan guru di atas. Guru memeriksa hasil resensi tersebut dan resensi yang terbaik dapat dipublikasikan di Koran maupun majalah. M a k a l a h 1. Ilmiah Buku Dasara. Guru membagi kelompok untuk Dasar Penulisan menyusun makalah ilmiah, Karangan maksimal jumlah kelompok terdiri Ilmiah, E. dari empat orang. Zaenal Arifin. b. Guru menyusun jadwal kegiatan 2. Contoh kayang terdiri dari : 1) persiapan, 2) rangan ilmah pengumpulan data, 3) sederhana pengorganisasian, 4) pengonsepan, 5) pemeriksaan/penyuntingan, dan 6) pengetikan/penyajian. c. Guru membagikan contoh karya ilmiah kepada masing-masing. d. Siswa mendengarkan penjelasan guru cara menulis makalah ilmiah, yaitu : (1) 4x pertemuan untuk penjelasan dan membagi kelompok atau sesuai jadwal program kegiatan membuat tahap persiapan yang terdiri dari : a) pemilihan masalah/topik, b) penentuan judul, c) pembuatan kerangka karangan; Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 85 Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Ragam Tulisan Bahan Pengajaran Langkah-Langkah Pembelajaran (3) (4) (5) e. f. g membuat tahap pengorganisasian dan pengonsepan yang terdiri: a) pengelompokan bahan, yaitu bagian-bagian mana yang akan didahulukan dan bagian mana yang dikemudiankan, b) pengonsepan; membuat tahap pemeriksaan atau penyuntingan konsep, yaitu pembacaan dan pengecekan kembali naskah; yang kurang lengkap dilengkapi, yang kurang relevan dibuang; dan membuat tahap penyajian, yaitu pengetikan hasil penelitian. Guru menentukan judul-judul penelitian kepada kelompok dan masing-masing kelompok boleh memilih judul yang akan diteliti. Siswa memulai penelitian dan menulis karya ilmiah sederhana sesuai dengan penjelasan guru. Guru memeriksa hasil karya ilmiah tersebut dan karya ilmiah yang terbaik disimpan di perpustakaan sekolah sebagai bahan referensi untuk siswa berikutnya. Langkah-langkah melatih menulis karangan non fiksi yaitu ringkasan, laporan, berita, resensi dan makalah ilmiah pada tabel 5 di atas adalah cara yang paling mudah melatih siswa terampil menulis. Jenis tulisan tersebut tidak sulit mencari bahan dan buku- buku sumber untuk menulis, karena digunakan dalam setiap mata pelajaran serta berbagai kegiatan di sekolah Untuk bahan pengajaran dalam menulis karangan fiksi dan non fiksi pada tabel 4 dan 5, guru dapat menambahkan buku-buku lainnya sebagai bahan tambahan agar dalam mengajarkan menulis siswa semakin lebih terampil. Sedangkan untuk waktu yang diberikan sesuai dengan program kegiatan sekolah masing-masing yang sudah disusun. 86 Waktu Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Penutup Menulis menuntut latihan yang cukup dan teratur serta bimbingan yang terprogram. Agar siswa memiliki keterampilan menulis dan tujuan program kegiatan menulis tercapai maka diperlukan pelatih atau guru yang juga memiliki keterampilan dalam menulis serta adanya program, kegiatan menulis di setiap sekolah. Proses bertahap dalam menulis dapat berjalan teratur dan berprogram jika guru/pembimbing bidang menulis memiliki kualifikasi minimal, baik, dan unggul. Diharapkan di setiap sekolah memiliki dan melaksanakan program pengembangan minat dan kegemaran menulis, sehingga dapat mengatasi masalah kurang mampunya siswa menggunakan bahasa Melatih Siswa Agar Terampil Membuat Berbagai Ragam Tulisan Indonesia, kurangnya latihan serta praktek menulis, dan diharapkan juga guru/pelatih bidang menulis terampil juga dalam memberikan berbagai macam tulisan kepada siswa. Karena tingkat kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kuantitas dan kualitas bahan bacaan yang dihasilkan oleh para penulis/ pengarangnya, dan juga dari tinggi-rendahnya minat baca para siswa. Untuk itu melatih siswa memiliki keterampilan menulis sangatlah diperlukan bagi dunia pendidikan dan ikut serta dalam memajukan bangsa. Daftar Pustaka Abrar, Nadhya. (2005). Penulisan berita. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta Arifin, Zaenal. (2003). Dasar-dasar penulisan karangan ilmiah. Jakarta: Penerbit PT Grasindo Elha, Karim. (1992). Kiat Menulis. Jambi: Penerbit Masyarakat Pencinta Budaya Indonesia Provinsi Jambi (MPBI) Marwoto, Suyatmi dan Suyitno (1987) . Komposisi praktis. Yogyakarta: Penerbit Handinita Natawidjaja, Suparman. (1979). Bimbingan cakap menulis. Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia Purba, Andiopenta. (1993) . Materi kuliah menulis bebas dan rangkuman bacaan. Jambi : Penerbit FKIP Universitas Jambi Rahmanto B. (1988). Metode pengajaran sastra. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Sabarti, dkk. (1988) . Pembinaan kemampuan menulis bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga Tarigan, H.G. (1985).. Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa Vero dan Widyamartaya, (2005). Terampil meringkas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Widyamartaya, A. (1990). Seni mengayakan kalimat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 87 Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif Opini Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif Suprayekti *) Abstrak Ada berbagai strategi penyampaian dan salah satu diantaranya melalui teknik pembelajaran kooperatif. Tulisan ini membahas belajar kooperatif sebagai teknik pembelajaran. Dikatakan bahwa dalam teknik pembelajaran kooperatif siswa dapat bekerja sama, tukar pikiran, pengalaman dan membangun semangat bekerja dalam satu tim. Untuk keberhasilan teknik ini, guru disarankan mengikuti langkahlangkah yang benar mulai dari perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan belajar. Kata kunci: Strategi penyampaian, sumber belajar, teknik pembelajaran koperatif This article discusses cooperative learning as one of instructional delivery technique. In a cooperative learning the students can worck together, share opinions and experiences, and build team work spirit. The teacher is suggested to follow the steps property including in planning, organizing, and evaluating the learning activities. Pendahuluan paya membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran / kompetensi telah dilakukan guru secara terus menerus dan tulus. Guru berusaha mengoptimalkan kinerjanya untuk hal itu melalui strategi pembelajaran yang dipilihnya, baik strategi pembelajaran ekspositori maupun strategi pembelajaran discoveri. Strategi pembelajaran ekspositori dan diskoveri keduanya dapat digunakan secara bersamaan dan saling melengkapi. Apabila kedua strategi ini digunakan, tersirat sebagai strategi penyampaian yaitu cara-cara yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran dan menerima / menanggapi masukan dari siswa. Strategi ekspositori adalah strategi pembelajaran dimulai dengan penyajian informasi berupa prinsip-prinsip umum, aksioma, dalil, dsb melalui penjelasan atau U demonstrasi. Kemudian disusul dengan pengujian terhadap pemahaman atas informasi yang sudah diberikan. Setelah itu diberikan kesempatan untuk mempraktikkan atau menerapkan prinsip-prinsip umum tersebut ke dalam contoh-contoh dan kasus-kasus tertentu, dan terakhir adalah pemberian kesempatan untuk penerapan terhadap informasi yang baru dipelajari itu ke dalam situasi atau masalah nyata. Strategi ini menitikberatkan pada pendekatan deduktif (dari umum ke khusus). Berbeda dengan strategi ekspositori, strategi diskoveri mulai dengan penyajian kasus, contoh-contoh, atau fakta-fakta khusus. Kemudian para siswa diberikan kesempatan untuk meneliti hubungan sebab akibat atau saling keterkaitan antara berbagai kasus, contoh, atau fakta tersebut. Setelah menemukan saling keterkaitan makna tersebut, para siswa sampai kepada kesimpulan atau generalisasi yang diperteguh oleh penjelasan atau paparan dari guru. Tahap terakhir dari strategi ini adalah pemberian kesempatan kepada para siswa *) Dosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP- Universitas Negeri Jakarta 88 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif untuk menerapkan informasi yang baru diperoleh ini ke dalam situasi atau masalah nyata. Strategi ini menitikberatkan pada pendekatan induktif (dari khusus ke umum). Kedua strategi ini dapat dilaksanakan guru dengan teknik pembelajaran kooperatif. Teknik ini memiliki kelebihan yaitu terbinanya kerjasama siswa dan interaksi sesama siswa sebagai makhluk sosial. Belakangan ini teknik pembelajaran kooperatif banyak dibicarakan dan diterapkan dalam berbagai situasi belajar membelajarkan. Teknik ini dianggap dapat membuat pelajaran kreatif, menyenangkan, dan pemelajar jadi aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Masalah Berdasarkan paparan tersebut, masalah yang dapat dirumuskan adalah apakah yang dimaksud dengan teknik pembelajaran kooperatif dan bagaimana prosedur pelaksanaannya? Hal-hal apa yang perlu dipraktikkan oleh guru dalam menggunakan teknik ini? Pembahasan Strategi penyampaian pembelajaran untuk mengoptimalkan tercapainya tujuan pembelajaran / kompetensi siswa meliputi semua sumber belajar yang dapat digunakan oleh siswa baik secara terpisah maupun gabungan. Sumber belajar itu meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik dan latar. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan kepada siswa. Orang adalah nara sumber yang bertindak sebagai penyampai atau penyalur pesan. Bahan yaitu perangkat lunak berisi pesan. Alat adalah perangkat keras untuk menyampaikan pesan. Teknik yaitu prosedur tertentu untuk menyampaikan pesan dengan menggunakan orang, bahan alat, dan latar, sedangkan latar adalah lingkungan di mana pesan diterima siswa. Sumber-sumber belajar tersebut dirancang dan dimanfaatkan sebagai komponen sistem pembelajaran, di antaranya teknik pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dalam bentuk kerjasama kelompok/tim. Konsep Teknik Pembelajaran Kooperatif Teknik pembelajaran kooperatif dalam budaya Indonesia yaitu gotong-royong. Anggota masyarakatnya mempunyai kesamaan tujuan dan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Slavin mengemukakan bahwa teknik pembelajaran kooperatif adalah berbagai metode pembelajaran yang memungkinkan para siswa bekerja di dalam kelompok kecil saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi tertentu. Dalam pembelajaran para siswa diharapkan saling membantu, berdiskusi, berdebat, atau saling menilai pengetahuan dan pemahaman satu sama lain. Berdasarkan definisi tersebut karakteristik teknik pembelajaran kooperatif adalah : a. Siswa belajar dalam kelompok. b. Siswa memiliki rasa saling ketergantungan. c. Siswa belajar berinteraksi secara kerjasama. d. Siswa dilatih untuk bertanggung jawab terhadap tugas. e. Siswa memiliki keterampilan komunikasi interpersonal. Ciri-ciri tersebut dapat memberikan dampak positif kepada siswa antara lain : a. Membangun sikap belajar kelompok / bersosialisasi. b. Membangun kemampuan bekerjasama. c. Melatih kecakapan berkomunikasi. d. Melatih keterlibatan emosi siswa. e. Mengembangkan rasa percaya diri dalam belajar. f. Meningkatkan prestasi akademiknya secara individu dan kelompok. g. Meningkatkan motivasi belajar. h. Memperoleh kepuasan belajar. Tingkat keberhasilan teknik pembelajaran kooperatif di atas, tergantung kepada tinggi rendahnya aspek berikut : a. Interdependensi ganjaran. b. Interdependensi tugas. c. Tanggung jawab atau akuntabilitas individual. d. Struktur yang dipaksakan oleh guru. e. Ada atau tidak adanya kompetensi kelompok. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 89 Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif Interdependensi ganjaran merujuk kepada pembelajaran kooperatif seperti dikemukakan suatu ganjaran kelompok secara eksplisit yang oleh Slavin tidak tersirat secara sistematis. Oleh didasarkan pada kinerja kelompok. karena itu guru dapat mengoptimalkan kinerja Interdependensi tugas dikatakan tinggi apabila yang telah dilaksanakannya dengan memilih para anggota kelompok bahu membahu berjuang satu metode yang dikemukakan Slavin, antara menyelesaikan tugasnya demi pencapaian lain Student Teams Achievement Divisions (STAD), kinerja kelompok yang maksimal. Sementara itu Team Games Tournament (TGT), Team assisted akuntabilitas individual merujuk kepada Individualization (TAI), Cooperative Integrated sumbangan anggota tim terhadap kelompok atau Reading and Comprehension (CIRC) dan Jigsaw. timnya dalam bentuk perolehan skor tertentu. STAD yang dikemukakan oleh Slavin Semakin tinggi akuntabilitas individual, maka adalah sebuah metode pembelajaran yang terdiri ia akan memperlihatkan tingkat keterlibatan dari 4 atau 5 orang yang heterogen dari segi dalam kelompok yang tinggi pula. tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar Struktur yang dipaksakan oleh guru belakang budaya. Tahap-tahap pembelajaran berkaitan dengan pembentukan kelompok dan adalah sebagai berikut : 1) penyajian guru, 2) pemberian ganjaran yang dilakukan di kelas, diskusi kelompok, 3) kuis individual dan kuis apakah diprakarsai oleh siswa atau guru. silang dengan tim, dan 4) penguatan dari guru. Semakin besar struktur yang dipaksakan oleh TGT hampir mirip dengan STAD namun guru menginTGT tidak dipergudikasikan semakin nakan kuis melainbesar pula kan melalui turnaInterdependensi tugas dikatakan intervensi dan men prestasi hasil tinggi apabila bahwa para anggota keterlibatan guru pembahasan. Ada 4 dalam proses tahap dalam TGT kelompok bahu membahu berjuang pembelajaran. yakni : 1) identifikasi menyelesaikan tugasnya demi Tidak semua masalah, 2) pencapaian kinerja kelompok yang k e l o m p o k pembahasan maksimal. kooperatif berjalan masalah dalam tim, dalam kondisi yang 3) prestasi hasil sama. Ada yang pembahasan tim sangat membutuhkan banyak intervensi dari (tournament), dan 4) penguatan guru. guru, di samping itu ada pula yang tidak terlalu TAI juga mirip dengan STAD dalam hal membutuhkan intervensi guru dalam komposisi tim, tetapi berbeda dalam cara pembentukan kelompok dan penetapan strategi pembelajaran. STAD hanya menggunakan cara pencapaian kelompok. tunggal yakni team atau kelompok, sementara Kompetensi kelompok merujuk kepada ada TAI menggabungkan cara kelompok dan atau tidak adanya suasana persaingan yang individual. Sementara itu CIRC merupakan ditetapkan sebagai suatu cara untuk mencapai suatu program pembelajaran kooperatif yang tujuan. Ada kelompok kooperatif yang tidak komprehensif untuk pembelajaran membaca dan didasarkan pada kompetisi. Para siswa berjuang menulis di tingkat-tingkat atas di sekolah dasar. menurut kemampuan mereka dalam kelompok Komposisi kelompoknya pun hampir sama, dengan harapan akan mendapatkan hasil yang hanya bentuk penugasannya disesuaikan maksimal tanpa harus merasa disaingi oleh dengan tugas khas pelajaran bahasa. kelompok lain. Sebaliknya ada kelompok yang Dalam Jigsaw, siswa dibagi ke dalam sengaja memasukkan unsur persaingan ini kelompok yang terdiri dari 6 orang untuk untuk mendorong kinerja kelompok. menyelesaikan satu tugas akademis yang sudah dibagi ke dalam bagian-bagian. Masing-masing Prosedur Pelaksanaan individu ditugaskan untuk menyelesaikan satu Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tidak bagian dan kemudian berperan sebagai peer tutor identik dengan pembelajaran kelompok. Dalam bagi anggota tim yang lain. Kemudian diadakan pembelajaran kelompok guru dapat pembahasan “ahli”. Masing-masing individu mengoptimalkan siswa bekerja bersama dengan dari kelompok yang berbeda-beda dengan topik siswa lainnya. Pembelajaran kelompok berbeda atau bagian yang sama bertemu dalam sebuah dengan pembelajaran kooperatif, karena ciri-ciri 90 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif kelompok “ahli” untuk mempresentasikan hasilnya kepada tim dan kemudian semua anggota “ahli”tersebut kembali kepada timnya masing-masing untuk membahas bagiannya itu kepada tim. Setelah itu dibuat kuis atau tes dan penguatan oleh guru. Sebagai contoh prosedur pelaksanaan dari metode pembelajaran di atas, dapat dirancang oleh guru dengan teknik bersifat umum dan dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran. Prosedur dibagi kedalam 3 tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. a. Tahap Persiapan Pada tahap ini guru merencanakan keseluruhan kegiatan pembelajaran yang dipersiapkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran mencakup komponen materi pelajaran, teknik dan media pembelajaran yang akan digunakan, latar pembelajaran, mekanisme kontrol terhadap kegiatan pembelajaran, alat evaluasi yang akan digunakan dan alokasi waktu. Rencana pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan tingkat satuan pendidikan. b. Tahap pelaksanaan Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan, guru memberikan gambaran ringkas tentang keseluruhan isi bahan pelajaran yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran yang akan dicapai (kompetensi dasar dan indikator) dan mekanisme pelaksanaan pembelajaran. Pada kegiatan inti guru mulai mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok kecil dan memberikan penugasan yang harus dikerjakan, secara kelompok. Kemudian guru menyajikan pokok-pokok materi dan tugas-tugas yang harus diselesaikan secara kelompok. Setelah mendapatkan penugasan, para siswa duduk berkelompok dan mendengarkan penjelasan guru serta mulai mengerjakan tugas yang diberikan. Masingmasing siswa dalam kelompok mendapatkan tugas khusus dari kelompok untuk diselesaikan dan kemudian disampaikan kepada kelompok. Kelompok memberikan penilaian sebelum disampaikan dalam forum yang lebih luas. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, para siswa berkesempatan untuk c. memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di sekolah (misalnya mencari rujukan atau materi yang perlu di perpustakaan, bertanya kepada guru, berdiskusi dengan teman kelompok, dan sebagainya). Guru selama proses ini berlangsung bertindak sebagai fasilitator dan memberikan bantuan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja. Setelah semua kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan, kemudian diadakan panel hasil kelompok. Wakil dari setiap kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya (turnament) kepada seluruh kelas dan kelompok lain diberi kesempatan untuk mengajukan koreksi, sanggahan, kritik atau masukan-masukan yang perlu demi perbaikan. Pemilihan wakil kelompok tidak ditentukan oleh kelompok tetapi oleh guru yang dilakukan secara acak atau melalui undian. Ini dimaksudkan agar semua siswa mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan tidak mengantungkan harapannya pada siswa tertentu. Selama panel ini berlangsung, guru membuat penilaian terhadap kinerja kelompok berdasarkan kinerja yang diperlihatkan anggota-anggota kelompok selama panel. Kegiatan penutup berisi rangkuman dan tindak lanjut untuk kegiatan berikutnya. Kuis dapat berbentuk individual, silang atau kelompok. Tahap Evaluasi Evaluasi dilakukan secara berkala pada setiap pergantian pokok bahasan. Pada tahap ini dilakukan evaluasi secara menyeluruh baik terhadap proses maupun hasil yang dicapai. Bobot evaluasi hendaknya diberikan lebih besar kepada aktivitas kelompok. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan berdasarkan kinerja kelompok secara keseluruhan, bukan berdasarkan kinerja siswa secara individual. Meskipun pada akhirnya tes akan diberikan secara individual dalam bentuk ujian akhir dan nilai siswa itu bersifat individual, namun bobot tes untuk kelompok. Ini dimaksudkan untuk mendorong para siswa agar senantiasa terlibat dalam proses kelompoknya dan berkompetisi dengan kelompok lain. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 91 Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif Kesimpulan Daftar Pustaka Teknik pembelajaran kooperatif memiliki ciri tersendiri yang membedakannya dengan teknik pembelajaran lainnya. Teknik pembelajaran kooperatif adalah prosedur membelajarkan siswa melalui kelompok kecil dengan melibatkan interdependensi tugas, interdependensi ganjaran, interaksi siswa dengan sumber belajar, dan kompetisi. Teknik pembelajaran kooperatif berbeda dengan teknik kerja kelompok atau tekniki diskusi kelompok. Pelaksanaan teknik pembelajaran kooperatif dapat disesuaikan dengan mata pelajaran yang diampu oleh guru. Dalam melaksanakan teknik ini guru perlu memperhatihkan prosedur dalam tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran yang ditetapkan. A.J. Romiszowski. (1981). Designing instructional system. London: Kogan Page Charles M. Reigeluth. (1983). Instructional design: Theories and models. New Jersy: Lawrence Erlbaum associaties Publiser Robert E. Slavin. (1995). Cooperative learning : Theory, research and practice. Boston: Allyn and Bacon Barbara B. Seels and Rita C. Richey. (1994). Instructional technology : The definition and domain of the field. Washington DC : AECT 92 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Opini Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Menuju Anak yang Sehat dan Cerdas Melalui Permainan Soegeng Santoso *) Abstrak Pendidikan anak pada usia dini menentukan perkembangan kepribadian dan fisiknya di kemudian hari. Oleh karena itu untuk keseimbangan dan keutuhan perkembangan pribadi anak, perlu diperhatikan dan diberdayakan semua kemampuan yang dimilikinya. Dengan menunjuk pada berbagai teori psikologi, tulisan ini membahas bagaimana permainan dipergunakan secara optimal untuk membuat anak menjadi sehat, cerdas dan berhasil. Kata kunci: Anak usia dini, perkembangan kepribadian, permainan Early childhood education plays an important role in a character and physical development in the future. This article discusses how game can be utilized as an effective technique in developing all potentials possessed by the child to be healthy, intelligent and successful in his/her life. Referring to a number of psychological theories, the article emphasizes the urgent need to consider and develop multiple intelligence every body has. Pendahuluan endidikan berlangsung sejak anak lahir bahkan secara tidak langsung proses pendidikan dimulai ketika anak masih berada dalam kandungan ibu. Pendidik yang pertama kali memberikan pengaruh terhadap anak adalah ibu dan bapak di lingkungan keluarga. Pendidik ini sangat menentukan proses pembentukan pribadi anak. Jadi pengaruh yang berasal dari orang tua itu merupakan pengaruh atau bimbingan yang utama. Oleh karena itu orang tua wajib memberikan teladan yang baik, positif dan bersifat mendidik. Pendidikan yang tidak langsung terhadap bayi dalam kandungan berwujud kedisiplinan, ketenangan, kesehatan, ketentraman, dan pemberian makanan yang bergizi bagi ibu yang P hamil. Setelah lahir, orang tua wajib menyongsongnya dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang optimal. Terdapat tiga sifat yang wajib dilakukan oleh pendidikan yaitu pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran (Fuad Hassan, 2004). Kalau ketiganya sudah dilaksanakan mudah-mudahan anak mampu tumbuh dan berkembang secara maksimal. Anak mempunyai sifat suka bergerak kalau tidak, berarti terdapat sesuatu yang tidak wajar, misalnya kecewa, sakit, capek dan, kurang gizi, tentu tidak kelihatan ceria. Anak yang tumbuh selalu dikaitkan dengan fisik. Misalnya tubuh kecil berubah menjadi besar, yang lemah menjadi kuat. Anak yang berkembang dikaitkan dengan psikis. Misalnya penakut menjadi pemberani, diam lalu menjadi banyak bicara, bertanya sesuatu atau periang. Anak mulai bertindak dengan pikiran dan perasaan yang tadinya secara spontanitas. *) Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 93 Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Optimalisasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978) pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development) sebenarnya memiliki makna yang berbeda, tetapi antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Pertumbuhan menunjukkan arti perubahan kuantitatif, pertambahan dalam ukuran dan struktur. Sejalan dengan pertumbuhan otak anak, dia memiliki kapasitas belajar lebih besar untuk belajar, mengingat, dan bernalar. Perkembangan dapat didefinisikan sebagai kemajuan terurut berkesinambungan, perubahan-perubahan koheren (menyatu). Kemajuan artinya perubahan itu berlanjut ke arah depan. Terurut dan koheren, artinya terdapat relasi tertentu antara perubahan yang sedang terjadi dan apa yang dilalui atau berikutnya. Berkembang, yaitu menunjukkan perubahan kuantitatif dan kualitatif berikutnya (Elisabeth B. Hurlock, 1978). Pertumbuhan dan perkembangan anak pada umumnya amat bergantung dari genetik dan pengasuhan ibunya masing-masing. Pengasuhan anak yang optimal akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan berkembangannya. Contoh sebagai berikut : Pada tahun pertama, anak-anak kebanyakan telah mulai belajar berjalan. Jika pada usia dini ini dilatih berbagai kecakapan motorik secara terus menerus maka perkembangan kemampuan anak akan berlangsung cepat. Pada tahun kedua perkembangannya, anakanak kebanyakan telah dapat atau setidaknya telah belajar berjalan. Sebagian anak bahkan telah mampu berlari-lari dari halamannya sendiri menuju ke halaman tetangganya dan menelusuri lorong-lorong di sekitarnya. Mereka berlatih dengan berbagai kecakapan motorik, dan secara terus menerus ingin menunjukkan keterampilannya itu kepada orang tuanya dan orang lain yang menyaksikannya. Pada tahun ketiga, perilaku anak akan tampak sedikit perubahan yang berbeda. Watak tantrumnya (merengek) belum sepenuhnya hilang, kemanjaan usia dua tahunan dapat berakhir pada tahun keempat, tetapi perilaku senang rewel kebanyakan telah ditinggalkan. Setiap minggu menghasilkan ungkapan katakata baru dan cara baru dalam memanjat, 94 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 melonjak dan meloncat. Anak-anak mulai mampu menguasai dan mengendalikan anggota badannya guna melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan sebelumnya. Kita dapat melihat perubahan tindakan anak pada saat usia menginjak tahun prasekolah, dia belajar bagaimana menulis, mengambar, dan bagaimana memainkan permainan dengan berbagai alat permainan seperti bola, kelereng, dan sebagainya. Mereka juga membuat tentang keterampilan baru yang dapat dilakukan dan pertumbuhan diri. Misalkan ada seorang anak berkata : “Saya sudah tidak lagi kecil, ya bukan?” Anak-anak ini memang benar. Mereka bukan lagi bayi kecil, masa bayi kecilnya sudah berlalu. Pada usia empat tahun, mereka telah menjadi lebih berpetualangan, mengeksplorasi dunianya dengan senang, bangga, dan terus menerus. Pada usia lima tahun, mereka adalah anak yang mampu mencukupi kebutuhannya sendiri, dalam arti telah mampu mengkoordinasi motorik dengan baik. Anak-anak pada usia ini bahkan senang bertindak yang dapat mengejutkan orang tuanya atau pengasuhnya dengan perilaku yang mengkhawatirkan, misalnya sering menapaki anak tangga dan bangunan-bangunan lain yang menanjak bahkan sembarangan objek yang dapat dinaiki. Piaget menegaskan bahwa bentuk tertinggi kecerdasan logis dapat ditelusuri hingga ke asalnya ke dalam tubuh. Sebab mulai dari pertama kehidupan, tubuh bayi dengan aktif meneliti dunia dan membangun kerangka dasar yang berfungsi sebagai fondasi semua pikiran berikutnya. Kemampuan awal ini mempersiapkan jalan untuk perkembangan berikutnya di tengah-tengah masa kanak-kanak ketika anak-anak bisa secara internal mewakili berbagai benda dari sudut pandang yang berbeda-beda. Perawatan Kesehatan Anak Usia Dini Perawatan kesehatan pada anak usia dini dapat diawali dari pemberian makanan yang sehat. Dahulu Departemen Kesehatan membuat moto yang berbunyi “empat sehat lima sempurna”, karena waktu itu sebagian besar penduduk Indonesia belum makan kenyang, penuh gizi dan lengkap dengan buah-buahan. Setelah Indonesia merdeka sebagian rakyat sudah Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini kecukupan bahkan ada yang kelebihan rejeki bergerak, bermain, berwajah ceria, cakap dan akibatnya makan tidak terkendali. Akhirnya mereka sakit antara lain jantung, hati, stroke dan tersenyum, sehingga anak mampu tumbuh dan kelebihan gizi, kegemukan, lalu mereka ikut berkembang secara optimal serta menjadi anak senam untuk melangsingkan tubuh anjuran yang memiliki kepribadian utuh. berolah raga (tiada hari tanpa olah raga, mengolahragakan masyarakat dan Mendidik Anak memasyarakatkan olah raga). Kecuali itu terdapat anjuran penganekaragaman makanan. Sesuai Potensi yang Dimiliki Lalu muncul moto kesehatan yang baru berbunyi “gizi seimbang”, antara lain nasehatnya adalah Mendidik sesuai dengan potensi yang dimiliki makan makanan yang bergizi dan bermacam- sangat penting, sebab kesesuaian dalam macam supaya seimbang antara protein, lemak, mendidik anak akan mempengaruhi nabati, zat besi, makanan berserat, banyak perkembangannya di masa yang akan datang. Konsep kesesuaian itu memiliki dua dimensi makan buah-buahan dan lain-lain. Minum kopi, teh, cokelat ada yang yaitu kesesuaian dengan umur dan kesesuaian mengkategorikan sebagai bahan kenikmatan. dengan individu masing-masing. Dari diri anak Lalu timbul terdapat pola anjuran minumumum yang lah air mineral diprediksi (air putih) antara Mendidik sesuai dengan potensi menyangkut lain aqua yang yang dimiliki sangat penting, perkembangan dinilai sebagai sebab kesesuaian dalam mendidik dan perubahan minuman yang yang terjadi pada paling aman dan anak akan mempengaruhi anak selama menyehatkan perkembangannya di masa yang sembilan tahun tubuh. Semula akan datang. permulaan d i r a s a k a n kehidupannya. janggal mengapa Perubahan ini air putih saja terjadi pada d i j u a l . Kenyataannya di masyarakat sekarang baik di seluruh area perkembangan fisik, emosional, kota besar maupun kota kecil air putih sudah sosial dan kognitif (Bredekamp, 1992). Atas dasar merupakan kebutuhan orang. Bahkan di desa itulah dapat dikatakan bahwa anak akan pun sudah dikonsumsi, biarpun di tumbuh dan berkembang secara optimal jika lingkungannya terdapat sumur. Di kota air putih lingkungan memberikan suasana yang aman, dijual literan atau kalengan, di pegunungan menyenangkan dan penuh kasih sayang sehingga meningkatkan perkembangan fisik, yang langka air dikirim dari kota. Makanan yang diberikan kepada anak agar emosional, sosial dan kognitifnya. dapat tumbuh dan berkembang secara optimal haruslah makan bergizi meliputi : (a) bahan makanan pokok, (b) bahan makanan lauk pauk, (c) bahan makanan sayuran, (d) susu dan telur. Makanan ini diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia dini anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi dalam jumlah yang besar. Jika anak diberikan makanan yang bergizi mereka akan sehat dan selanjutnya akan Kecerdasan Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul Multiple Intellegences (MI) menegaskan bahwa kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur: (1) kecerdasan logika matematika, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan musikal, (4) kecerdasan visual spasial, (5) kecerdasan kinestetik, (6) kecerdasan interpersonal, (7) kecerdasan intrapersonal, dan (8) kecerdasan naturalis. Melalui konsepnya mengenai multiple intellegences atau kecerdasan jamak ini, Gardner ingin mengoreksi keterbatasan cara berpikir yang konvensional mengenai kecerdasan, Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 95 Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini perasaan atau emosi itu muncul. Ini sering dimana seolah-olah kecerdasan hanya terbatas dikatakan sebagai dasar dari kecerdasan pada apa yang diukur oleh beberapa tes emosional. intelegensi yang sempit saja, atau sekedar 2. Kemampuan mengelola emosi, merupakan melihat prestasi yang ditampilkan seorang anak kemampuan seseorang untuk melalui ulangan ataupun ujian di sekolah mengendalikan perasaannya sendiri belaka. Teori Gardner ini kemudian sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat dikembangkan dan juga dilengkapi oleh para mempengaruhi perilakunya secara salah. ahli lain, di antaranya adalah Daniel Goleman 3. Kemampuan memotivasi diri, adalah melalui bukunya yang terkenal, Emotional kemampuan memberikan semangat kepada Intellegence atau Kecerdasan Emosional. Thomas diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang Amstrong (Seven Kinds of Smart / 7 jenis baik dan bermanfaat. kecerdasan ) juga mengembangkan MI yang 4. Kemampuan mengenali emosi orang lain, meliputi : (1) kecerdasan linguistic (mengolah adalah kemampuan untuk mengerti kata), (2) kecerdasan logis matematis ( mengolah perasaan dan angka dan logika), kebutuhan orang (3) kecerdasan lain sehingga spatial ( berpikir orang lain akan Permainan hendaknya mempunyai dalam gambar), (4) merasa senang kecerdasan musikal nilai yang bermacam-macam dan dimengerti (menyerap, perasaannya. sehingga mengembangkan seluruh menghargai dan Kemampuan ini aspek kepribadian atau potensi menciptakan irama sering pula anak. dan melodi), (5) disebut sebagai kecerdasan kemampuan k i n e s t e t i k berempati, (kecerdasan dalam m a m p u diri sendiri), (6) kecerdasan antar pribadi menangkap pesan nonverbal dari orang (kecerdasan dalam diri sendiri), (7) kecerdasan lain. intra pribadi. 5. Kemampuan membina hubungan, adalah Dari kedelapan kecerdasan yang kemampuan untuk mengelola emosi orang dikemukakan oleh Gardner di atas, Goleman lain sehingga tercipta keterampilan sosial mencoba memberi tekanan pada aspek yang tinggi dan membuat pergaulan kecerdasan interpersonal atau kecerdasan seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak antarpribadi. Inti sari kecerdasan ini mencakup dengan kemampuan ini cenderung kemampuan untuk membedakan dan mempunyai banyak teman, pandai bergaul, menanggapi dengan tepat suasana hati, dan menjadi lebih populer. temperamen, motivasi, dan hasrat keinginan Hal yang hampir senada juga dikemukakan orang lain. Namun, menurut Gardner, oleh Robert Coles dalam bukunya yang kecerdasan antarpribadi ini lebih menekankan berjudul The Moral Intellegence of Children pada aspek kognisi atau pemahaman, sementara bahwa di samping IQ (Intellegence Quotient) faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan. ada suatu jenis kecerdasan yang disebut Padahal, menurut Goleman, faktor emosi ini sebagai kecerdasan moral yang juga sangat penting dan memberikan suatu warna memegang peranan amat penting bagi yang kaya dalam kecerdasan antarpribadi ini. kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal Selanjutnya Sternberg dan Salovey, ini ditandai dengan kemampuan seorang sebagaimana diungkapkan oleh Goleman, anak untuk dapat menghargai dirinya disebutkan adanya lima wilayah kecerdasan sendiri dan orang lain, memahami perasaan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional. terdalam orang di sekelilingnya, dan Lima wilayah tersebut adalah : mengikuti aturan yang berlaku, yang 1. Kemampuan mengendalikan emosi, semuanya ini merupakan kunci merupakan kemampuan seseorang dalam keberhasilan bagi seorang anak di masa mengenali perasaannya sendiri sewaktu depan. 96 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Permainan Salah satu sifat anak yang paling terlihat adalah senang bermain, oleh karena itu jika anak tidak mau bermain tentu ada sebabnya. Mungkin ia kecewa, marah, lapar, kurang gizi, sakit atau sebab lain yang tidak diketahui pendidik. Berbagai permainan perlu disediakan baik untuk perkembangan kemampuan motorik halus atau perkembangan motorik kasar. Permainan dapat disediakan di kelas atau di luar kelas. Permainan hendaknya mempunyai nilai yang bermacammacam sehingga mengembangkan seluruh aspek kepribadian atau potensi anak. Permainan yang berhubungan dengan kemampuan motorik halus dapat dilakukan dalam ruangan, sedang perkembangan kemampuan motorik kasar banyak dilakukan di luar ruangan. Hal ini sesuai dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara (Perguruan Taman Siswa) dan pandangan R. Tagore (Shantiniketan, India). Tujuannya adalah potensi tadi dapat berkembang secara optimal, terampil mengenal cinta dan melestarikan lingkungan yang berwujud flora, fauna dan alam secara menyeluruh. Mendidik Anak Usia Dini Agar Cerdas Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan tentang anak usia dini adalah anak yang berusia 0 – 6 tahun, oleh karena itu pada usia dini perlu diberi pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan yang baik. Pada usia ini anak suka meniru, seluruh aspek kepribadiannya akan tumbuh dan berkembang secara alamiah oleh karena itu perlu rangsangan dari orang tua dan pendidik pada umumnya. Apalagi kalau anak itu kreatif, perlu mendapat dorongan. Mendidik anak agar cerdas, kreatif dan terampil harus dimulai sejak usia dini. Anak yang cerdas menurut Ki Hadjar Dewantara (1962) perlu diawali di Taman Anak (sekarang Taman Kanak-Kanak/masa wiraga) dengan : (a) permainan dan olah raga dengan nyanyian anak-anak dan tari, (b) nyanyian rakyat, menggambar corak dan warna, (c) cerita yang berwujud dongeng, mitologis dan historis dihubungkan dengan pelajaran bahasa dan lagu, (d) pelajaran mengenal keadaan tempat keliling (lingkungan) anak selaku persediaan (persiapan) pelajaran ilmu alam, ilmu kodrat, ilmu bumi dan ilmu negeri (kemasyarakatan dan kenasionalan). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebaiknya telah memperkenalkan pendidikan pada abad ini yang berpandangan pada multikulturisme (Tilaar, 2004). Menurut penulis pendidikan multikulturisme melalui permainan misalnya, bermacam-macam adat daerah di seluruh Indonesia dapat diberikan pada anak usia dini walaupun sifatnya sangat sederhana, praktis dan dapat dilakukan oleh anak. Contohnya anak-anak mengenakan pakaian adat, mengenalkan berbagai nyanyian daerah, menikmati macam-macam jenis makanan, adanya berbagai permainan, adat kebiasaan teman yang berasal dari daerah dan perbedaan suku bangsa di Indonesia. Tentu saja penyajiannya harus mudah, inovatif, menarik dan sesuai dengan perkembangan anak. Kalau hal ini ditanamkan pada anak secara terus menerus anak akan melakukan sesuatu berdasarkan pembiasaan, belum pengertian sebab pendidikan itu akan berhasil melalui pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran (Fuad Hassan, 2004). Hal ini didukung oleh pandangan M.J. Langeveld yang mengatakan bahwa proses pendidikan melalui pembiasaan dan dengan tatap muka. Keteladanan dari pendidik penting sekali, baik orang tua, guru dan pemimpin masyarakat (Trisentra System Ki Hadjar Dewantara, 1962). Pembelajaran meliputi mendidik dan mengajar yang dilakukan oleh guru. Jadi selain mencerdaskan manusia juga diimbangi dengan pembentukan moral, sebab kemampuan intelektual menghasilkan kemakmuran yang modernisasi sedang gerakan moral bertujuan membangun komunitas yang cerdas dan beradab. Untuk gerakan moral ini diperlukan agama dan kehidupan global (Tilaar, 2004). Pada anak usia dini khususnya taman kanak-kanak diberikan pendidikan yang berkaitan dengan : (a) perkembangan daya cipta dan daya pikir, (b) pengembangan bahasa, (c) pengembangan perilaku dan keterampilan, (d) pengembangan jasmani dan, (e) pengembangan moral, emosional, sosial, dan disiplin. Berbagai jenis pengembangan ini dibuat beberapa butir tema kegiatan berdasarkan Garis-Garis Besar Program Kegiatan Belajar (GBPKB). Para guru dituntut kreatif dalam menyusun kegiatan (Soegeng, 2000). Kegiatan ini tidak berbeda jauh dengan pandangan Ghulam Farid Malik yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 97 Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini mengatakan kegiatan pada Taman Penitipan Anak (TPA) : 1. Umur 1 sampai 2 tahun, antara lain : memanjat, mengerti beberapa kata, memberikan mainan, asyik bermain, minum, belajar menggunakan sendok, melempar bola, tahu nama keluarga, mencoba meloncat dan bermain dengan air dan pasir. 2. Umur 3 sampai 4 tahun, antara lain: bermain dengan anak lain, bermain dengan jarinya, bermain bergiliran, menghitung benda sampai tiga benda, bermain mencocok gambar, menyebutkan umurnya dengan jari, mampu menyelesaikan puzzel sederhana dan memiliki humor. 3. Umur 5 sampai 6 tahun, antara lain : mengadu, bermain dengan makanannya, butuh pengakuan orang dewasa, senang menolong, mengenal konsep waktu samarsamar, belajar menggunting, menempel dan menggambar. 4. Umur 7 sampai 8 tahun, antara lain : mulai mengeluh dan berdebat, kritis dengan saudaranya, menentang orang tuanya, mencari perhatian guru, mengulangi bahasa kasar yang didengarnya dan memiliki humor. Dengan adanya jenis kegiatan yang disenangi oleh anak tersebut maka permainan yang disediakan oleh sekolah perlu disesuaikan. Demikian pula pendidik yang yang memberikan kegiatan wajib mengetahui dan mampu melaksanakannya. Sejak tahun 1946 ketika Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dijabat oleh Menteri Soewandi, Indonesia telah memiliki dasar pendidikan dan pengajaran yang dijadikan pedoman bagi guru yang memuat sifatsifat kemanusiaan dan kewarganegaraan sebagai dasar pengajaran dan pendidikan yang berintikan Pancasila. Sifat yang diutamakan sebagai dasar pendidikan adalah : 1. Perasaan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Perasaan cinta kepada alam. 3. Perasaan cinta kepada negara. 4. Perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak. 5. Perasaan cinta kepada bangsa. 98 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 6. Perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut pembawaan dan kekuatannya. 7. Keyakinan bahwa orang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat. 8. Keyakinan bahwa orang hidup dalam masyarakat harus tunduk pada tata tertib. 9. Keyakinan bahwa manusia itu sama karyanya, sebab itu berhubungan sesama anggota masyarakat harus bersifat hormat menghormati, berdasarkan rasa keadilan dengan berpegang teguh atas karya diri sendiri. 10. Keyakinan bahwa negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, tahu pada kewajibannya, jujur dalam pikiran dan tindakannya (Soegarda Poerbakawatja, 1970). Jika diterapkan dengan baik, ketentuan itu akan menghasilkan manusia yang utuh dan berkepribadian. Penutup Anak sejak lahir telah memiliki potensi yang berbeda satu sama lain, oleh karena itu perlu diberi dorongan, bimbingan dan pengaruh positif agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Dalam pemberian pengaruh ini pendidik perlu mengetahui masa perkembangan anak. Pengaruh yang diberikan kepada anak sebaiknya dihubungkan dengan berbagai kecerdasan yang dimiliki anak, supaya nanti dapat menghasilkan manusia yang berkepribadian utuh. Anak adalah subyek yang harus diperhatikan, diberi kebebasan untuk tumbuh dan kembang sendiri berdasarkan apa adanya, tugas pendidik adalah mempengaruhi karena itu perlu pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran. Pemberian kegiatan pada anak perlu disesuaikan dengan kematangan dan perkembangan anak, sehingga nanti dapat menjadi anak yang sehat, cerdas dan ceria. Beberapa pandangan di atas dapat dijadikan acuan untuk mendidik anak usia dini agar menjadi anak yang sehat dan cerdas melalui bermain. Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Daftar Pustaka Amstrong, Thomas. (2002). The seven kinds of smart. Jakarta. Gramedia Cooles, Robert. (1997). The moral intellegence of children. New York : Random House, Inc. Dewantara, Ki Hadjar . 1962. Karya Ki Hadjar Dewantara. Yogjakarta : Taman Siswa Gardner, Howard. (1995). Multiple intellegences. New York : Basic Book Harper Collins Publ. Inc. Ghulam Farid Malik. (2002). Peranan daycare/ tempat penitipan anak, sebagai penganti orang tua disaat bekerja. Jakarta (Paper) Goleman, Daniel. (1995). Emotional intellegence. New York : Bantam Books Poerbakawatja, Soegarda. (1970). Pendidikan dalam alam Indonesia Merdeka. Jakarta: Gunung Agung Santoso, Soegeng . (2000). Problematika pendidikan dan cara pemecahannya. Jakarta: Kteasi Pena Gading Tilaar, H.A. R. 2004. Multikulturalisme. Jakarta: Lembaga Manajemen Universitas Negeri Jakarta ______. (2002). Pendidikan anak usia dini. Jakarta : Citra Pendidikan ______. (2002). Setiap anak cerdas (Panduan membantu anak belajar dengan memanfaatkan multiple Intellegence-nya diterjemahkan dari discovering and encauraging your child’s multiple Intellegences). Jakarta: PT. Gramedia Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 99 Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 Opini Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 S. Fudiman *) Abstrak Dalam negara yang menganut paham demokrasi, rakyat memiliki kedaulatan tertinggi. Tulisan ini menganalisis makna dari kedaulatan rakyat itu berdasarkan nilai-nilai bangsa Indonesia serta bagaimana kedaulatan rakyat itu diwadahi secara tersirat dan tersurat dalam Pancasila dan UUD Thn 1945 di Indonesia sehingga memiliki ciri khas. Kata kunci: Kedaulatan, demokrasi, Pancasila, UUD 1945 In a democratic country, the people have the highest sovereignty in making decision. However the value and practices of sovereignty could be different in each of democratic countries. This article discusses the specific characteristics of sovereignty embodied in Pancasila and the 1945 Constitution. Pendahuluan edaulatan rakyat adalah salah satu fokus perhatian penting yang muncul pada saat BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) mengadakan sidang I ( 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945) yang menampilkan 3 orang pembicarayaitu: Prof. Soepomo, M. Jamin, dan Ir. Soekarno. Mereka masing-masing mengemukakan Dasar negara Indonesia yang akhirnya diberi nama Pancasila. PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) merumuskan UndangUndang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Negara Indonesia tentu perlu menengok ke belakang dan mempelajari konsepkonsep kedaulatan dari negara-negara lain yang telah lebih dahulu berdiri. Hasil dari pengkajian dan diskusi inilah yang kemudian menjadi konsep Kedaulatan Rakyat Indonesia menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tulisan ini membahas kedaulatan rakyat K *) Guru SMK BPK PENABUR Jakarta 100 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 menurut Pancasila dan UUD 1945 hanya akan dibahas secara konsepsional, bukan operasional. Konsepsional yang dimaksud adalah pembahasan didasarkan pada isi UUD 1945 dan sila-sila Pancasila secara teori (konsep) bukan pelaksanaan/penjabaran dalam kehidupan bernegara dalam kelembagaan. Kedaulatan rakyat yang kita kenal di Indonesia berbeda dengan kedaulatan rakyat versi Barat (menurut Montesquieu). Menurut versi Barat, kedaulatan rakyat dibagi menjadi 3 bagian kekuasaan yang terdiri dari kekuasaan : 1. Legislatif (Pembuat UU / UUD) : Parlemen 2. Eksekutif (Pelaksana UU) : Pemerintah 3. Yudikatif (Pengawas pelaksanaan UU): Peradilan Di Indonesia pemisahan kekuasaan ini berlandaskan pada sila-sila Pancasila. Kedaulatan rakyat juga akan diartikan berbeda dengan demokrasi. Kedaulatan rakyat dipandang sebagai bagian dari istilah demokrasi. Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 Pengertian Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi Kedaulatan rakyat sesungguhnya merupakan salah satu dari sekian banyak teori kedaulatan. Di samping teori kedaulatan rakyat, dikenal juga teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan raja, Kedaulatan negara dan kedaulatan hukum. Jenis teori kedaulatan yang dianut suatu negara biasanya dapat diamati dari dasar negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem hukumnya. Dapat juga terjadi, tidak hanya satu teori kedaulatan yang dianut oleh suatu negara, tetapi gabungan atau kombinasi dari beberapa teori sekaligus. Indonesia misalnya, termasuk negara yang menganut lebih dari satu teori kedaulatan. Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan, bahwa pernyataan kemerdekaannya didasarkan atas berkat rahmat Allah yang Mahakuasa. Hal ini mengandung pengakuan akan kekuasaan Tuhan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas makhluk hidup dan segenap ciptaan-Nya. Dengan demikian, Tuhan memiliki kedaulatan. Selanjutnya disinggung pula tentang Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 ditegaskan tentang kedaulatan ada di tangan rakyat. Pasal 3 UUD 1945 menyatakan : “Oleh karena Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) memegang kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas,…”. Penjelasan tersebut menyinggung tentang kedaulatan negara. Kemudian Penjelasan UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara, kunci pokok yang pertama menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Ini berarti Negara Indonesia juga menganut teori kedaulatan hukum, demikian juga dalam pasal 1 ayat 3 UUD 45 secara tegas dituliskan : “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam ilmu hukum dan filsafat hukum, kasus mengenai istilah kedaulatan rakyat dibicarakan dalam kaitannya dengan permasalahan: mengapa orang menaati hukum. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan dengan perkataan lain : “Siapa yang menjadi sumber hukum utama dalam negara itu?” Jawaban atas pertanyaan itu melahirkan banyak teori kedaulatan, seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat, kedaulatan negara, dan kedaulatan hukum. Demikian pula dalam hukum tata negara, masalah kedaulatan ini juga muncul dalam konteks pembicaraan serupa tentang siapa yang memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Konsep kedaulatan rakyat ini sering kali diidentikkan dengan konsep demokrasi. Secara etimologis, demokrasi (demos = rakyat, kratos/ kratein = kekuasaan/berkuasa). Lengkapnya, dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Pengertian kekuasaan sendiri menurut definisi yang telah diterima secara umum adalah kemampuan seseorang/sekelompok orang/ suatu badan untuk mempengaruhi orang lain agar bersikap/bertindak sesuai dengan keinginan yang memiliki kemampuan itu. Kekuasaan harus pula dibedakan dengan kewenangan. Kewenangan adalah kekuasaan yang ada pada seseorang/sekelompok orang yang mempunyai dukungan / mendapat pengakuan dari masyarakat. Dengan demikian, maka demokrasi sesungguhnya lebih luas cakupannya daripada kedaulatan rakyat. Demokrasi dalam arti material adalah segala kewenangan yang dimiliki rakyat. Dalam arti formal, demokrasi berkaitan dengan tata cara rakyat dalam melaksanakan kewenangan itu. Jelaslah, bahwa kedaulatan rakyat adalah salah satu unsur penting dalam demokrasi. Kedaulatan rakyat sendiri merupakan suatu konsep ketatanegaraan yang dianut banyak negara. Konsep kedaulatan dalam alam pikiran modern pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin, melanjutkan apa yang dikemukakan oleh Machiavelli. Selanjutnya, konsep ini terus berkembang dan tercatat beberapa nama penting disinggung setiap kali berbicara tentang Kedaulatan Rakyat, yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan Jean Jacques Rousseau. Konsep tersebut dikembangkan sebagai reaksi atas kekuasaan yang terlalu besar dari kaum penguasa negara dan gereja, khusus pada abad pertengahan di Eropa. Paham perjanjian yang dikemukakan Thomas Hobbes berangkat dari perjanjian antar individu untuk melahirkan suatu negara. Dalam perjanjian itu, para individu yang selalu bertikai itu menyerahkan semua hak mereka kepada negara. Ini berarti perjanjian yang dilakukan bukan antara individu dengan negara, sebab negara adalah buah dari perjanjian itu, dan tidak mempunyai kewajiban apapun terhadap para individu. Negara adalah “manusia buatan”, atau Sang Leviatan sebagaimana judul Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 101 Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 yang diberikan Thomas Hobbes atas bukunya. Negara mempunyai kehidupan dan kehendak sendiri. Sang Leviatan ini dapat saja mati/bubar, tetapi selama ia ada, selama itu pula ia berkuasa dan berwenang mutlak menyerupai Tuhan. Hobbes bahkan juga mengatakan, bahwa negara itu ibarat “Tuhan yang dapat mati”. Paham ini melahirkan absolutisme negara, yang dalam prakteknya berarti bukan pula absolutisme penguasa negara (raja). Hobbes bukan tidak menyadari jika absolutisme ini dapat saja disalahgunakan oleh penguasa. Untuk itu ia menyatakan penguasa masih mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada Tuhan, karena kekuasaan yang diperolehnya berasal dari Tuhan, bukan dari masyarakat. Landasan moral inilah satu-satunya pembatas yang dapat menghindarkan negara dari kesewenang-wenangan. John Locke secara tidak langsung memberi reaksi atas pemikiran Hobbes tersebut. Jika Hobbes berpendapat bahwa individu-individu senantiasa bertikai, Locke sebaliknya mengatakan bahwa manusia itu pada awalnya hidup dalam kedamaian. Situasi ini baru berubah setelah manusia mulai diperdayai oleh materi, termasuk masalah tanah. Untuk melindungi hak milik inilah yang membuat para individu bersepakat mendirikan negara. Hak milik ini meliputi pula hak-hak asasi manusia yang paling utama, seperti hak untuk hidup dan kebebasan. Para individu yang mengadakan perjanjian tersebut kemudian menyerahkan 2 haknya kepada negara, yaitu : 1. Hak untuk menentukan sendiri bagaimana mempertahankan diri dari dan orang-orang lain. 2. Hak untuk menghukum seorang pelanggar hukum menurut aturan hukum kodrat. Kekuasaan negara dengan demikian, terbatas pada tujuan penegakan 2 hak itu saja. Urusan yang pribadi adalah hal individu yang bersangkutan, yang tidak perlu dicampuri oleh negara. Pemikiran ini lebih jauh melahirkan paham negara sebagai ‘penjaga malam’ (nachtwakerstaat). Kekuasaan negara tidaklah tak terbatas. Kekuasaan yang dimiliki negara datang dari para individu yang membuat perjanjian, bukan dari Tuhan seperti teori Hobbes. Pembatasan kekuasaan negara ini dimuat dalam konstitusi. John Locke membagi kekuasaan ini menjadi 3 fungsi, yaitu legislatif, eksekutif, dan federatif (hubungan luar negeri). Menurut Locke, 102 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 kekuasaan yang tertinggi ada di tangan legislatif, yaitu parlemen. Sayangnya ia tidak merekomendasikan parlemen yang benar-benar dapat menggambarkan kedaulatan rakyat, walaupun ia menyatakan konstitusi negara harus menganut prinsip mayoritas, yang berarti didukung oleh kesepakatan sebagian besar masyarakat. Kenyataannya, para parlemen di Inggris tidak lebih daripada merepresentasikan golongan pemilik modal dan kaum bangsawan, bukan rakyat kebanyakan. Pembagian kekuasaan ini (negara) dari Locke dikembangkan oleh Montesquieu dengan menyebut 3 fungsi yaitu legislative, eksekutif, dan yudikatif. Fungsi federatif dimasukkannya dalam eksekutif. Tokoh terakhir yang akan disinggung berikut adalah Jean Jacques Rousseau. Ia menentang keras absolutisme negara. Menurutnya, setiap individu memiliki kehendaknya sendiri, tetapi di sisi lain juga ada kepentingan para individu untuk menjaga hubungan sosial. Hal terakhir ini disebut kehendak umum (volonte generale), dan tugas negara adalah menjalankan kehendak umum dari rakyat itu. Ini berarti kehendak rakyat identik dengan kehendak negara. Rakyat yang memiliki negara, bukan penguasa. Rakyatlah pemilik kedaulatan. Dalam hal ini tidak ada satupun hak-hak rakyat yang diserahkan kepada negara. Sampai di sini pemikiran Rosseau dapat kita terima. Hanya kemudian, sebagai konsekuensi pendapatnya tentang identifikasi negara dan rakyat. Rosseau menolak keberadaan lembaga perwakilan. Menurutnya, rakyat tidak dapat diwakili. Bila diadakan pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat, itu artinya sama dengan mengasingkan negara dari rakyat. Untuk menjaga kemurnian kehendak rakyat itu, tidak ada jalan lain kecuali mengajak rakyat seluruhnya bersama masyarakat menyuarakan kehendaknya dan mencantumkan dalam undang-undang. Gagasan Rosseau ini tentu suatu utopia untuk dapat dilaksanakan, bahkan bagi negara Perancis ketika Rosseau hidup. Paham negara persatuan yang dianut oleh bangsa Indonesia sepintas agak menyerupai pemikiran Rosseau ini. Hanya saja pemikiran Rosseau tentang perlindungan hak-hak individu tentu saja tidak sejalan dengan pandangan Indonesia. Karena rakyat identik dengan negara, berarti negara (rakyat) tidak perlu membatasi kekuasaan yang dimilikinya Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 sendiri. Konsekuensinya, wujud final pemikiran Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Rosseau untuk menolak lembaga perwakilan Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam rakyat yang demikian besar jumlahnya, jelas suatu susunan Negara Republik Indonesia yang tidak mungkin kita terima. Kalaupun dikatakan berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan paham negara persatuan yang dianut Indonesia kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, mirip dengan pemikiran Rosseau, lebih kepada kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan pandangan, bahwa penguasa negara dan rakyat Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh sebagai suatu negara besar. Penguasa wajib hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/ memperhatikan kepentingan tiap-tiap individu perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu dan kelompok rakyat yang menjadi anggota keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. keluarganya, sebaliknya rakyat wajib mentaati Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 ini penguasa yang telah dipercaya sebagai “bapak merupakan prinsip apa yang dinamakan keluarga”. Rakyat dan penguasa dalam paham “Demokrasi Pancasila” negara persatuan tidak ditempatkan dalam Dinamakan Demokrasi Pancasila karena posisi berhadap-hadapan. berdasarkan pada lima sila Pancasila secara Memang dalam konteks ketatanegaraan, bulat utuh (sebagai landasan idiil dan tentu saja selalu saja muncul persepsi yang menghadap- dengan sendirinya berdasar kepada UUD 45 hadapkan (penguasa/pemerintah) negara sebagai landasan konstitusional). Demokrasi dengan rakyat. Penguasa yang memegang Pancasila meliputi segala aspek kehidupan kendali pemerintahan negara cenderung untuk berma-syarakat, berbang-sa dan bernegara. bertahan dan jika Artinya demokrasi mungkin, memyang dimaksud perbesar kekuasatidak saja meliputi Karena penguasa cenderung annya. Sementara demokrasi politik, mempertahankan dan memperluas itu rakyat, sebagai namun juga pihak yang diperindemokrasi di kekuasaannya, maka perlu ada tah, dipandang bidang ekonomi pembatasan-pembatasan atas sebagai pihak yang dan sosial, sekekuasaan yang diserahkan lemah karena hakbagaimana dapat kepada penguasa. hak (sebagian/ diperhatikan seluruhnya) telah dalam pasal 27-32 diserahkan kepada dan pasal 34 UUD penguasa. 1945. Teori kedaulatan rakyat bertolak dari Reaksi yang sama dengan alinea ke-4 persepsi bahwa sesungguhnya rakyatlah yang Pembukaan UUD 1945 juga ditemukan pada memegang kekuasaan tertinggi dalam negara Pokok Pikiran ke-3 Pembukaan UUD 1945 yang bukan penguasa. Karena penguasa cenderung menyatakan tentang negara yang berkedaulatan mempertahankan dan memperluas rakyat, berdasar atas kerakyatan dan kekuasaannya, maka perlu ada pembatasan- permusyawaratan/perwakilan. Kata “berkepembatasan atas kekuasaan yang diserahkan daulatan rakyat” di atas menunjukkan kepada penguasa itu. demokrasi dalam arti materialnya, sedangkan “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/ perwakilan” atau “kerakyatan dan Kedaulatan Rakyat Menurut pemusyawaratan” mengandung pengertian Pancasila dan UUD1945 demokrasi material itu dilaksanakan. Tata cara Pengertian demokrasi meliputi cakupan yang yang dimaksud antara lain dinyatakan dalam lebih luas daripada kedaulatan rakyat. Istilah Pasal 2 ayat 3 UUD 1945, yakni dengan suara yang disebut terakhir ini adalah segi material terbanyak. Pengertian suara terbanyak di sini demokrasi. Bagi Negara Indonesia, perbedaan identik dengan kewajiban melakukan voting. Istilah “kerakyatan” di atas menunjukkan, antara demokrasi dalam arti material dan formal bahwa segala sesuatu berasal dari rakyat, tersebut dapat diamati dari kata-kata dalam dilaksanakan oleh rakyat, dan diperuntukkan alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 :”… maka bagi rakyat. Kata “perwakilan” menunjukkan disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 103 Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 bahwa demokrasi yang dianut bangsa Indonesia pada dasarnya dilaksanakan melalui wakilwakil rakyat. “Hikmat kebijaksanaan” berarti kearifan dalam menganbil keputusan melalui permusyawaratan. Kearifan inilah yang memimpin seseorang dalam mengambil keputusan bersama di atas kepentingan perorangan/golongan. “permusyawarahan” menunjukan adanya pembicaraan dari wakilwakil rakyat yang ingin memperoleh keputusan atau kesepakatan bersama secara arif bijaksana mengenai suatu masalah. Istilah yang lazim dipakai untuk itu ialah “bermusyawarah untuk mencapai mufakat”. Juga telah disinggung sebelumnya bahwa sistem pemerintahan negara dapat menjadi indikator teori kedaulatan apa yang dianut negara tersebut. Demikian pula apabila kita menyatakan, bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat, dapat diketahui dari salah satu indikator itu. Dalam UUD 1945 dinyatakan, bahwa sistem pemerintahan negara berpegang kepada tujuh prinsip, yaitu : 1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 2. Sistem konstitusional. 3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR. 4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi di bawah Majelis. 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. 6. Menteri negara ialah pembantu Presiden, Menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. 7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Dalam uraian selanjutnya tidak akan disinggung tujuh prinsip itu satu demi satu. Berikut ini diberikan gambaran secara umum dan singkat atas tujuh prinsip tersebut, yang dapat menunjukkan keterkaitannya dengan konsep kedaulatan rakyat bagi negara Republik Indonesia. Jika mengacu pada teori-teori perjanjian seperti yang telah diuraikan di muka, negara Indonesia ini sebenarnya juga didirikan oleh rakyat dengan suatu “perjanjian”. Perjanjian yang dimaksudkan melalui suatu proses perjuangan yang panjang, yang kemudian mencapai puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Dengan perantaraan pejuang-pejuang bangsa itu pula, 104 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 satu hari kemudian, tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945. Undang-Undang Dasar ini memuat hukum dasar yang tertulis. Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci, yang mengandung cita-cita luhur Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber dari segala sumber hukum yang meliputi pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum, cita-cita moral yang mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, kehidupan kemasyarakatan, keagamaan sebagai pengejawantahan budi nurani manusia telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar negara Pancasila. Pancasila yang menjiwai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, diuraikan terinci dalam Pembukaan UUD 1945 yang mengandung pokok-pokok pikiran dan selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh UUD 1945. Apa yang dicantumkan dalam UUD 1945 inipun hanya berupa aturan-aturan pokok, yang mempunyai garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Dalam hal ini, ketentuan dalam UUD 1945 perlu dikonkretkan lagi dalam produk hukum yang lebih rendah tingkatannya. Tata urutan peraturan perundang-undangan ini dimuat dalam UU No. 10 tahun 2004. Dalam tata urutan peraturan perundang-undangan itu berlaku asas hukum lex superior derogat legi inferiori, yang berarti peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Karena UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tinggi, maka semua peraturan yang lebih rendah itu harus tunduk kepadanya. Telah disinggung sebelumnya, bahwa berbeda dengan teori Jean Jacques Rosseau, bagi bangsa Indonesia, kedaulatan rakyat ini dipercayakan pelaksanaannya kepada suatu badan perwakilan yang kita sebut Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR). Pembukaan UUD 1945 menyatakan tentang Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, yang kemudian dalam Pokok Pikiran ke3 dari Pembukaan yang tercantum dalam Penjelasan UUD 1945 diulangi lagi dan kemudian ditegaskan dengan kata-kata : “Oleh Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam rakyat itu dalam pemilihan umum yang akan Undang-Undang Dasar harus berdasar atas datang. kedaulatan rakyat dan berdasar atas Kedaulatan itu harus diwujudkan sesuai permusyawaratan/ perwakilan. Memang aliran dengan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.” Untuk itu perlu ada pihak yang diberi mandat Kita mengetahui bahwa Pokok Pikiran ke-3 untuk menjalankan pemerintahan, sehingga yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia dapat tersebut tidak lain adalah sila ke-4 dari tercapai. Dalam rangka, mewujudkan rakyat Pancasila. Keberadaannya tidak dapat dalam pemerintahan negara sesuai dengan dilepaskan dari keseluruhan sila-sila Pancasila. amanat UUD Negara RI tahun 1945, pemilihan Artinya, apabila kita membicarakan konsep umum Presiden dan Wakil Presiden kedaulatan rakyat menurut UUD 1945, maka dilaksanakan secara langsung oleh rakyat (pasal dengan sendirinya kita berbicara tentang konsep 6A UUD 1945). Hal ini setelah dipelajari, kedaulatan rakyat menurut Pancasila, demikian ditelaah, dan dipertimbangkan dengan seksama pula sebaliknya. dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat Di atas telah dikemukakan, bahwa mendasar yang dihadapi rakyat, bangsa, dan kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat negara, serta dengan menggunakan Indonesia. Dengan demikian, rakyat memiliki kewenangannya berdasarkan pasal 37 UUD 45 sepenuhnya hak-haknya. Tentu saja mengingat MPR-RI mengubah dan / atau menambah ps 6, jumlahnya yang demikian besar, rakyat tidak ps 6A, ps 7A – 7B – 7C dan ps 8 ayat 1, 2 tentang mungkin dapat Presiden dan melaksanakan Wakil Presiden. kekuasaannya itu. Pemilihan ...apabila kita membicarakan Untuk itulah kedaPresiden dan Wakonsep kedaulatan rakyat menurut ulatan berada di kil Presiden disetangan rakyat dan lenggarakan UUD 1945, maka dengan dilaksanakan secara demokratis sendirinya kita berbicara tentang menurut UUD dan beradab dengkonsep kedaulatan rakyat menurut 1945 (Pasal 1 ayat an partisipasi Pancasila, demikian pula 2 UUD 1945). rakyat seluassebaliknya. B e r b e d a luasnya yang dengan teori kedadilaksanakan ulatan John Locke berdasarkan asas seperti telah dilangsung, umum, singgung sebelumnya, hak untuk berdaulat dari bebas, rahasia, jujur dan adil. Dalam kerangka rakyat itu tidak dapat dikatakan hilang. Hak itu inilah MPR melantik Presiden dan Wakil hanya didelegasikan pelaksanaannya kepada Presiden hasil pemilihan umum oleh rakyat. MPR. Perlu diingat, bahwa anggota MPR berasal Di atas telah disebutkan, bahwa agar dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kekuasaan tidak cenderung disalahgunakan dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum, perlu diadakan pembatasan-pembatasan. dan perwakilan setiap daerah propinsi (DPD) Presiden sebagai pemegang mandat pun diberi yang dipilih melalui pemilu yang sama dengan pembatasan-pembatasan kekuasaan. PembaDPR. Dengan demikian secara teoritis, cukup tasan yang paling utama tercantum dalam logis dikatakan bahwa MPR merupakan Undang-Undang Dasar yang telah ditetapkan penjelmaan seluruh bangsa Indonesia. Karena sendiri oleh MPR (pasal 4 ayat 1 UUD 45) mereka yang duduk di MPR dan DPR (keduanya Apabila Presiden dipandang tidak bekerja merupakan lembaga perwakilan rakyat) sesuai dengan UUD (contoh: melakukan merupakan wakil-wakil rakyat, sehingga korupsi), maka MPR dapat mengadakan sidang mereka harus mengetahui dan kemudian istimewa meminta pertanggungjawabannya. meyalurkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. Mekanisme untuk mengadakan sidang istimewa Jika mereka gagal, rakyat dapat menggunakan ini memang diajukan terlebih dahulu oleh DPR kedaulatannya untuk tidak lagi memilih kepada Mahkamah Konstitusi (pasal 7B UUD organisasi sosial politik yang mewadahi wakil 45) karena lembaga yang disebut terakhir inilah yang sesungguhnya menjalankan fungsi Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 105 Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 perwakilan rakyat itu terus-menerus sepanjang tahun. Mengingat separuh anggota MPR adalah anggota DPR, maka usul untuk mengadakan sidang istimewa ini (secara teoritis) tentu sangat besar kemungkinannya untuk dikabulkan oleh MPR. DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, walaupun secara hirarkis berada setingkat dengan presiden, memiliki kedudukan dan peranan yang amat strategis dalam rangka perwujudan kedaulatan rakyat. Presiden memerlukan kerja sama DPR dalam menetapkan undang-undang. Salah satu materi yang teramat penting yang ditetapkan dengan undangundang (berarti harus di setujui oleh DPR) adalah berkenaan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. Memang pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara secara terinci dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tetapi hasil pemeriksaan tersebut wajib diberitahukan kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai dengan kewenangannya (Pasal 23 E ayat 2 UUD 1945). Bentuk perwujudan lainnya dari kedaulatan rakyat tampak pada saat undang-undang dasar akan diubah atau diganti. Akses ke arah perubahan dan penggantian itu terdapat dalam pasal 37 UUD 1945. MPR telah melakukan Amandemen UUD 1945 itu terwujud secara bertahap dari tahun 1999-2002 sebanyak empat kali masing-masing: disahkan 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 10 Nopember 2001, dan 10 Agustus 2002. Apa yang digambarkan di atas paling tidak telah memenuhi ciri-ciri hirarki negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dengan ciri: 1. negara hukum, 2. pemerintahan yang di bawah kontrol nyata masyarakat, 3. pemilihan umum yang bebas, 4. prinsip mayoritas, dan 5. adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis. Ciri yang kelima tidak lain berkenan dengan hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk berserikat dan berkumpul, dan seterusnya. Dalam UUD 1945 secara jelas hak-hak demikian dijamin secara konstitusional (pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 45). Hak-hak asasi manusia ini juga mempunyai landasan idilnya, yakni Pancasila. 106 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Kesimpulan Sebagai uraian akhir dapat ditegaskan di sini, bahwa Pancasila dan UUD 1945 telah secara jelas dan lengkap memuat prinsip-prinsip kedaulatan rakyat atau lebih luas lagi prinsipprinsip demokrasi, termasuk di dalamnya pengakuan kedaulatan rakyat sebagai bagian dari hak-hak asasi manusia. Dalam hal ini rakyat tidak menyerahkan hak-haknya kepada (penguasa) negara. Hak-hak itu tetap utuh ada pada rakyat. Dengan perkataan lain, hak asasi manusia di Indonesia dipertahankan melalui kedaulatan rakyat. Rakyat ikut serta dalam sistem pemerintahan negara, yaitu melalui wakil-wakilnya. Apa saja kekuasaan/ wewenang rakyat itu dan bagaimana tata caranya, itulah yang disebut dengan demokrasi, tepatnya demokrasi Pancasila. Apabila dikaitkan dengan teori-teori kedaulatan, jelas bahwa kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tidak mengacu kepada salah satu teori yang ada, tetapi merupakan gabungan dari teori kedaulatan hukum. Hal ini disebabkan oleh motivasi yang melatarbelakangi berdirinya bangsa dan negara Indonesia, yang muncul melalui proses perjuangan yang panjang dengan titik kulminasinya pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dasar negara Pancasila dan menurut UUD 1945, secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Lembaga MPR negara ini diberi wewenang utama mengubah dan menetapkan UUD dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan melantik Kepala Negara (Presiden) serta memberhentikan Presiden menurut UUD dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Di samping itu, terdapat pula lembaga-lembaga tinggi negara lainnya yang setingkat dengan Presiden. Masing-masing lembaga mempunyai tugas mengemban kedaulatan rakyat pula. Kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini secara lebih konkret dilaksanakan melalui berbagai produk hukum, seperti UU, dan peraturan lainnya mulai dari undang-undang sampai dengan keputusan Kepala Dati II. Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945 Masalahnya tentu saja, kedaulatan rakyat sebagai bagian dari demokrasi Pancasila tersebut, tidak cukup hanya dituangkan secara konsepsional dan perlu dilengkapi dengan segi operasionalnya. Dua segi tersebut secara simultan harus dijadikan indikator untuk menilai kadar demokrasi suatu negara, termasuk negara kita. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kedaulatan rakyat yang dikenal bangsa kita itu berbeda dengan bangsa lain di dunia. Kedaulatan rakyat di Indonesia berlandaskan pada UUD 1945 dan Pancasila. UUD 1945 terdiri atas: 1. Pembukaan (preambule) dengan 4 alinea. 2. Batang tubuh dengan XVI Bab dan 37 pasal. 3. Penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Dalam Pembukaan saja terdapat kata kedaulatan rakyat yang tersurat dalam alina IV, dan ditemukan pula di Pokok Pikiran ke-3 Pembukaan UUD 1945, sedang Kedaulatan Rakyat menurut Pancasila terdapat di sila ke-4. Pada batang tubuh UUD 1945 kedaulatan rakyat terdapat di pasal 1 ayat 2, pasal 2 ayat 3, sedang pelaksanaan kedaulatan rakyat diatur pasal 3 (MPR), pasal 19-22 B (DPR), pasal 37 (perubahan UUD). Secara implisit sistem pemerintahan negara berpegang kepada tujuh prinsip (dalam penjelasan UUD 1945) yang dapat menunjukkan keterkaitannya dengan konsep kedaulatan Rakyat bagi negara Republik Indonesia. Daftar Pustaka Handoyo, B. Hestu Cipto. (2003). Hukum tata negara, kewarganegaraan dan hak asasi manusia. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Kaelan, H., M.S. (2000). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma Kansil, CST. (1984). Hukum tata Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Penerbit Bina Aksara Kansil, CST. (1985). Hukum tata pemerintahan Indonesia. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Kansil, CST, dan Christine ST. Kansil. (1985). Hukum tata negara pemerintahan Indonesia. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia Kansil, CST. (1987). Hukum antar tata pemerintahan. Jakarta: Penerbit Erlangga Kunardi, Mohamad, dan Bintan R. Saragih. (2004). Susunan pembagian kekuasaan menurut sistem UUD 1945. Jakarta: PT. Gramedia Schmid, JJ. Von, JHR. (1961). Pemikiran tentang negara dan hukum dalam abad ke-19. Jakarta: Penerbit Pustaka Sarjana Schmid, JJ. Von, JHR. (1985). Pemikiran tentang negara dan hukum. Jakarta: Penerbit Erlangga Situmorang, Victor. (1987). Intisari ilmu negara. Jakarta : Penerbit Bina Aksara Tim Eska Media. (2004). Edisi lengkap UUD 1945 Hasil dan proses amandemen pertama – keempat (1999-2002). Jakarta: Penerbit Eka Media Tim PPKN. (2000). Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan jilid 1,2,3. Jakarta: Penerbit Yudistira Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 107 Isu Isu Mutakhir Mutakhir Isu Mutakhir Hotben Situmorang*) Uji Publik Standar Nasional Pendidikan asalah mutu dan relevansi pendidikan merupakan salah satu masalah pendidikan nasional yang sampai sekarang belum dapat diatasi secara tuntas. Mutu pendidikan nasional yang belum dapat diunggulkan dan belum mampu bersaing didunia internasional serta kesenjangan mutu antar wilayah dan antar sekolah dicoba diatasi dengan memberlakukan standar nasional pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 33 ayat (1), disebutkan standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Standar itu digunakan sebagai acuan pengembangan masing-masing komponen tersebut. Akan tetapi dalam UU itu belum dijabarkan lebih lanjut ketentuan tentang standar nasional pendidikan, agar dapat dipedomani secara operasional tetapi akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bertugas menyiapkan kedelapan konsep standar nasional pendidikan M *) untuk diajukan ke Mendiknas. Konsep standar nasional pendidikan itu disusun oleh BSNP bekerjasama dengan pakar yang relevan dan disosialisasikan ke berbagai kalangan untuk memperoleh masukan dan penyempurnaan. Sampai akhir tahun 2006 atas usul BSNP, Mendiknas telah menetapkan standar isi dan standar kompetensi lulusan dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen). Dalam rangka uji publik BSNP memaparkan dan mendiskusikan draf standar proses, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan dalam bulan Desember 2006 di Jakarta. Terkait dengan kedua standar yang telah disosialisasikan (standar isi dan standar kompetensi lulusan) setiap sekolah dipersilakan menyusun kurikulum sendiri dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dengan mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan itu. Setiap satuan pendidikan diperkenankan merumuskan dan mengatur susunan kurikulum sendiri dengan muatan minimal sesuai “standar isi”. Pengelolaan yang dilaksanakan tingkat satuan pendidikan diharapkan mengarah pada pencapaian “standar kompetensi lulusan”. Dari paparan tim ad hoc dan diskusi yang berkembang dapat dipahami bahwa rumusan standar yang dirumuskan BSNP dan akan ditetapkan berupa Permen. Permen tersebut akan menjadi acuan akreditasi dan bahan pertimbangan kebijakan mengenai “performance” satuan pendidikan. Kebijakan yang dimaksud dapat berupa dukungan pengembangan berupa finansial atau fasilitas lainnya, akan tetapi juga menjadi ukuran kelayakan layanannya. Draf final standar proses pendidikan banyak menyoroti tertib administrasi yang seharusnya dilaksanakan guru dan tingkat satuan pendidikan. Draf yang diajukan oleh tim ad hoc terkesan merupakan kompilasi aktivitas proses belajar yang selama ini telah terlaksana dan kebanyakan mengatur tertib administrasi, yang antara lain adalah penyusunan silabus dan halhal terkait dengan perancangan, persiapan, pelaksanaan dan evaluasi yang harus disiapkan oleh guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain masalah Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (I) BPK PENABUR Jakarta 108 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Isu Mutakhir administrasi draf ini juga memunculkan “rasio” jumlah rombongan belajar di setiap kelas dan rasio jam mengajar berdasarkan pertimbangan ideal untuk ketercapaian proses pemelajaran yang maksimal. Hal sensitif dan banyak diperdebatkan oleh peserta uji publik adalah meminta peninjauan kembali adalah ratio mengajar guru karena sangat berdampak pada aspek finansial: 1. Wajib tatap muka bagi seorang guru SD = 27 jam pelajaran/minggu @ 35 menit. 2. Wajib tatap muka bagi seorang guru SMP = 18 jam pelajaran/minggu @ 40 menit. 3. Wajib tatap muka bagi seorang guru SMA = 18 jam pelajaran/minggu @ 45 menit. 4. Ratio rombongan belajar tingkat SD = 28 siswa per kelas. 5. Ratio rombongan belajar tingkat SMP = 32 siswa per kelas. 6. Ratio rombongan belajar tingkat SMA = 32 siswa per kelas. Reaksi peserta yang berasal dari lembaga pendidikan pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat langsung menerima angkaangka yang disampaikan tim ad hoc dengan pertimbangan pembiayaan pendidikan menjadi beban RAPBN dan RAPBD. Akan tetapi peserta yang mewakili lembaga pendidikan swasta belum dapat meyakini pendanaan dari pemerintah. Pada kesempatan ini juga muncul pertanyaan apakah seluruh lembaga pendidikan akan dikelola pemerintah termasuk swasta. Penjelasan anggota BSNP secara tegas menyatakan usulan ini didasarkan pada PP 19 dan UU No. 20 tentang SISDIKNAS, dimana tidak ada lagi dikotomi antara swasta dan negeri. Namun penjelasan itu tidak menjawab secara tegas pertanyaan yang diajukan. Kritik yang disampaikan oleh panel uji publik ditampung oleh tim ad hoc untuk menjadi rumusan final dan akan ditandatangani oleh Mendiknas, yang selanjutnya akan berlaku sebagai Permen. Saat ini pengelola dan aktivis pendidikan dapat merencanakan program yang akan dilaksanakan di masa depan. BSNP masih dapat menerima masukan secara tertulis sampai draft akhir disampaikan ke Mendiknas. Standar Pembiayaan Standar pembiayaan dirumuskan dengan pendekatan pengalaman lapangan, dan dibatasi hanya pada biaya operasional pendidikan. Standar biaya investasi dan biaya personal akan diatur kemudian secara terpisah. Dengan berpandang-an pada korelasi mutu dengan pembiayaan maka untuk menjaga mutu pendidikan yang baik maka standar pembiayaan minimal dirumuskan dengan memperhitungkan seluruh biaya personil (gaji, tunjangan dan faktor yang melekat pada gaji), biaya alat tulis sekolah, biaya rapat, biaya penilaian, biaya pemeliharaan, biaya pembinaan serta daya dan jasa yang diperkirakan terpakai. Standar yang dirumuskan terbatas pada sekolah pendidikan umum (SD, SMP dan SMA), sementara sekolah kejuruan belum dapat distandarkan dikarenakan keberagaman yang demikian luas dan waktu pengkajian yang terbatas. Asumsi yang dipergunakan dalam menghitung biaya rata-rata per murid menyesuaikan dengan standar proses, sehingga untuk SD ditetapkan minimal ada 6 rombongan belajar dan setiap rombongan belajar terdapat jumlah siswa 28 orang. Untuk SMP dan SMA masing-masing dengan minimal ada 3 rombongan belajar dengan jumlah siswa 32 orang setiap rombongan belajar. Untuk membedakan faktor kemahalan dan keunikan setiap daerah maka diberlakukan indeks kemahalan untuk setiap kabupaten di seluruh Indonesia. Standar pembiayaan tersebut akan dipergunakan untuk mengukur kelayakan sekolah dalam hal pembiayaan, dan untuk menjadi pertimbangan kebijakan pendanaan dari berbagai program pemerintah. Perhitungan yang telah didasarkan kajian audit keuangan yang memerlukan kompetensi pemahaman perhitungan keuangan tidak banyak dipahami peserta. Diskusi berpusat pada angka yang dijadikan patokan, yakni pembiayaan tenaga pendidik dengan golongan III A pada struktur pegawai negeri. Nampaknya perhitungan itu perlu dikaji lebih lanjut oleh orang yang berkeahlian yang sesuai. Panduan Penilaian Standar penilaian pendidikan disusun dalam tiga modul berjenjang. Modul utama berupa standar penilaian pendidikan, modul berikutnya Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 109 Isu Mutakhir berupa panduan umum penilaian pendidikan dan modul ketiga adalah modul panduan penilaian kelompok mata pelajaran. Secara umum standar penilaian lebih merumuskan tertib administrasi penilaian yang seharusnya dilakukan seorang guru. Rancangan yang disusun mengacu pada proses yang selama ini berlaku dan belum mengarah pada pelaksanaan kurikulum yang berbasis kompetensi. Diskusi yang muncul hanya terkait dengan pengalaman teknis pelaksanaan yang berbeda-beda. Penilaian ujian praktek pada pelajaran agama Islam agaknya lebih masuk akal dan mudah dipahami dikarenakan mengukur tata aturan pelaksanaan ibadat solat dan lain-lain, berbeda dengan pelaksanaan uji praktek pada bidang studi agama Kristen yang terkesan dipaksakan mempunyai kriteria sama dengan agama lainnya. Sebagian besar peserta yang diundang dan hadir tidak memahami pelaksanaan lapangan terlebih dengan bentuk-bentuk pelaksanaan Kurikulum berbasis kompetensi, dan pada akhirnya diskusi tidak terlalu menarik. Jenis Sekolah Pada seminar yang dilaksanakan oleh Pusat Kurikulum di Hotel Santika Jogyakarta pada tanggal 20 Desember 2006 dipaparkan adanya pelaksanaan sekolah bertaraf internasional yang didasarkan pada interpretasi undang-undang yang 110 mengamanatkan keterlaksanaannya di setiap kabupaten. Pelaksanaan yang terjadi di lapangan sangat berbeda-beda sehingga perlu diluruskan kembali dan ditegaskan bahwa sekolah yang ada di Indonesia dikategorikan menjadi 6 (enam) menurut pengelolaannya sebagai berikut. 1. Sekolah kategori standar 2. Sekolah kategori mandiri 3. Sekolah berbasis keunggulan lokal 4. Sekolah bertaraf internasional 5. Sekolah yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing 6. Lembaga pendidikan asing di NKRI Setiap satu kategori mempunyai kriteria yang berbeda atau nilai lebih dibandingkan dengan yang lainnya. Sekolah kategori standar seyogianya memenuhi standar minimal dari kriteria yang dikeluarkan oleh BSNP, dan yang tidak memenuhi standar minimal tersebut akan mendapat tindakan kebijakan diknas setempat. Selanjutnya sekolah dengan kategori mandiri sudah melampaui kriteria berkategori standar jika dinilai dari sisi pengelolaan. Sementara yang berbasis keunggulan lokal dapat disejajarkan dengan yang bertaraf internasional. Sekolah berkategori bertaraf internasional serta yang berkeunggulan lokal sudah seharusnya melampaui ukuran kriteria mandiri. Karakteristik penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional harus dilaksanakan dengan kurikulum yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai dengan standar Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 pendidikan negara maju, dalam artian negara yang lebih maju dari Indonesia. Keempat kategori di atas diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga pendidikan swasta dalam negeri untuk kepentingan warga negara Indonesia. Sedangkan kedua kategori lainnya diselenggarakan oleh lembaga pendidikan negara asing yang ditujukan untuk kepentingan warga negara asing. Sumber Informasi: Draf Uji Publik Standar Proses, BSNP, Jakarta, Hotel Ciputra 11-12 Desember 2006 Draf Uji Publik Standar Pembiayaan, BSNP, Jakarta Hotel Ciputra, 15-16 Desember 2006 Draf Uji Publik Standar Penilaian Pendidikan, BSNP, Hotel Ciputra, 17-18 Desember 2006 Seminar pelaksanaan sekolah bertaraf Internasional, Pusat Kurikulum, Jogyakarta 21 Desember 2006 . Resensi buku : Introduction to Research in Education (7th ed.) Resensi buku Introduction to Research in Education (7th ed.) Donald Ary, Lucy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh, dan Chris Sorensen, 2006 xviii+670 halaman Belmont-USA: Thomson Wadsworth Oleh : Teguh Santoso*) ernahkah bulu kuduk anda berdiri, merinding mendengar istilah-istilah teknis statistika dalam riset/ penelitian, seperti standard deviation, ttest, berbagai macam correlation coefficient, analysis of variance (ANOVA), dan two-variable chi square? Sebagai bagian pelajaran matematika, statistik sering dianggap juga menimbulkan migraine bagi yang tidak gemar matematika meski sudah tersedia software statistik yang memudahkan kerja analisis, seperti SPSS http://www. spss.com/, yang sudah mencapai versi SPSS 15.0. Tetapi Ary dkk. membuat buku ini asyik dibaca, dilengkapi dengan kartun interaktif, flow chart sederhana, diagram, dan latihan soal lengkap dengan kunci jawaban di setiap bab. Jika pembaca tidak puas dengan pembahasan detil tentang dua penelitian utama untuk bidang pendidikan, yaitu penelitian kuantitatif, serta penelitian kualitatif, Ary dkk. menambahkan di edisi ketujuh ini dengan satu bab khusus (bab 17) jenis penelitian tindakan (action research), yang sejumlah akademisi masih memperdebatkan apakah diklasifikasikan sebagai murni suatu penelitian. Buku ini mendefinisikannya sebagai pengambilan tindakan atas suatu P penelitian dan kemudian meneliti tindakan yang diterapkan tersebut (hal. 538). Letak kekuatan buku ini untuk materi statistik, jika dibandingkan dengan materi statistik di buku lain adalah pada pendekatan materi yang diperuntukkan bagi mahasiswa, seperti latihan soal tidak hanya praktek, tetapi juga latihan soal teori (cf. Woods dkk., 1986; Bailey, 1998), kunci jawaban materi tersedia, tidak seperti di buku Coolidge (2000) dan tentu saja, pada penggunaan statistika penelitian khusus bidang pendidikan, di mana pendekatan ilmiah mempunyai keterbatasan dalam penerapannya untuk ilmu-ilmu sosial (hal. 16-18). Hal berbeda di buku ini adalah pada tabel critical values of the Pearson product moment correlation coefficient (Woods dkk., 1986:302) selain angka pembagi tabel F distribution di buku ini mencapai angka 1.000 (selain angka tak terhingga). Buku-buku research, khususnya yang mengeksplorasi penggunaan alat statistik, biasanya berfokus pada penelitian kuantitatif. Buku ini mengeksplorasi tidak hanya penelitian kuantitatif, tetapi juga penelitian kualitatif di samping penelitian tindakan. Yang perlu diberikan nilai plus adalah adanya *) Staf P-4 dan guru Bahasa Inggris SMAK 7 BPK PENABUR Jakarta, studi master di UPI Bandung, dan bekerja di BPK PENABUR Bandung sejak 2005 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 111 Resensi buku : Introduction to Research in Education (7th ed.) pendekatan para penulis terhadap kebutuhan belum menjadi bagian integral untuk diulas mahasiswa dalam memulai suatu penelitian. begitu penulisan mencapai bagian checklist Misalnya, buku ini memberikan contoh desain penelitian kuantitatif. Alangkah baiknya jika pembuatan proposal skripsi untuk tipe ada satu contoh holistik di bagian checklist penelitian kuantitatif (hal. 570-571) dan tersebut yang dapat dikupas satu per satu penelitian kualitatif (hal. 581). Detil tiap untuk menunjukkan pada pembaca komponen dalam desain pembuatan proposal persyaratan penelitian kuantitatif apa saja di dua tipe penelitian di atas dikupas tuntas, yang mesti dihadirkan dalam suatu yang bisa dianggap sebagai reinforcement dari penelitian. Contoh lengkap seperti ini pembahasan di bab terdahulu tentang kedua diberikan Brown (1990:199-203) dengan penelitian tersebut. Meskipun demikian, menganalisa suatu paper secara holistik porsi penelitian kualitatif tidak serinci, berdasarkan checklist. Tidak heran buku misalnya, buku Alwasilah tentang bermacam Brown tersebut mendapatkan the 1989 Duke teknik penulisan berdasarkan penelitan of Edinburgh Award of High Commendation in kualitatif dengan contoh mini-proposal untuk English Language Teaching untuk edisi penelitian ethnography di Amerika (2003:288- pertama tahun 1988. Kedua, angin baru dunia penelitian 299). Lebih jauh lagi, checklist untuk menilai adalah kehadiran penelitian tindakan (action suatu laporan penelitian kuantitatif juga research), yang kerap disebut practitioner/ disertakan. Adalah sangat cerdas bahwa teacher research. Meskipun demikian, karena karakteristiknya diberikan checklist yang masih relatif yang sebenarnya baru, perlu diberim e r u p a k a n kan juga cara rangkuman dari Kemutakhiran isi buku serta pembuatan proseluruh bab mengekepraktisan dalam posal penelitian nai unsur-unsur penggunaannya membuat buku dan checklistnya penelitian kuantitatif ini dapat menjadi salah satu untuk memudahapa saja yang sudah kan guru dan tercakup (hal. 611buku terfavorit peneliti dan peneliti membuat 612) seperti checklist calon peneliti di bidang desain dengan yang diberikan oleh pendidikan. teknik pelaporan Brown (1990:59-61). yang spesifik. Hal itu serasa belum Meskipun demicukup. Ary dkk. kian, Ary dkk. m e m b e r i k a n beberapa manual/buku petunjuk bentuk dan telah memberikan sebuah contoh penelitian gaya penulisan skripsi dan disertasi. Salah tindakan (hal. 562-566) beserta dengan analisa satunya bisa diakses online di: http:// dan tanya jawab berkenaan dengan contoh www.apastyles.org/styletips.html, yang tersebut. Sejak terbit pertama (tahun 1972) buku menuntun para surfer ke sumber-sumber web dengan topik, antara lain, penulisan ini telah mencapai edisi yang ke tujuh (tahun penelitian, cara mengutip, daftar pustaka 2006) dengan berbagai penyempurnaan sesuai dengan perkembangan metodologi sampai dengan software akademik. Terlepas dari keunggulan buku ini yang penelitian dan teknologi informasi. masih berlabel “Introduction” dengan fitur Kemutakhiran isi buku serta kepraktisan yang cukup lengkap dan “memanjakan” siapa dalam penggunaannya membuat buku ini saja yang melakukan penelitian, ada paling dapat menjadi salah satu buku terfavorit sedikit dua hal yang bisa membuat buku ini peneliti dan calon peneliti di bidang pendidikan. lebih baik. Secara fisik buku tebal, total 670 Pertama, contoh-contoh yang diambil untuk tiap bab dan bahkan sub-bab terasa halaman, dengan isi dalam bahasa Inggris ini 112 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Resensi buku : Introduction to Research in Education (7th ed.) akan menimbulkan tanda tanya berkenaan dengan kemampuan pengguna materi riset memahami isinya (readability). Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan atas dasar minimal dua alasan. Pertama, relatif banyak istilah riset dan statistik dipertahankan dalam proses transfer bahasa (language transfer) di buku-buku terjemahan bahasa Indonesia, sehingga pemahaman akan lebih terfasilitasi. Kedua, struktur buku ini memberikan pemahaman yang lebih solid dengan dihadirkannya konsep inti (key concepts), soal-soal serta kunci jawaban di akhir tiap bab, daftar istilah (glossary), dan sumber internet, seperti situs/website National Center for Educational Statistics dari Amerika di http://nces.ed.gov. Meskipun demikian, bagi yang mencoba mencari cara menghitung statistik penelitian secara klasikal (tanpa bantuan program komputer) secara sangat rinci mungkin akan kecewa. Memang cara penghitungan dan dasarnya diberikan, tetapi seperti ditegaskan di pendahuluan oleh Ary dkk (hal. xvii), yang membedakan edisi ketujuh ini dengan edisi lainnya, salah satunya, adalah keterlibatan informasi dan teknologi beserta perangkat penelitian yang sangat mempermudah komputasi data statistik, sehingga fokus lebih pada prosedur statistikanya. Daftar Pustaka Alwasilah, A. Chaedar. (2003). Pokoknya kualitatif: Dasar-dasar merancangdan melakukan penelitian kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya Bailey, Kathleen M. (1998). Learning about language assessment: Dilemmas, decisions and directions. Heinle & Heinle, hal. 87128 Brown, James Dean. (1990). Understanding research in second language learning. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 59-61, 199-203 Coolidge, Frederick L. (2000). Statistics: A gentle introduction. London: Sage Publications, Ltd. Woods, Anthony, Paul Fletcher, and Arthur Hughes. (1986). Statistics in language studies. Cambridge: Cambridge University Press Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 113 PROFIL BPK PENABUR CIMAHI Profil PROFIL BPK PENABUR CIMAHI Hermin Hermayanti*) Sejarah Singkat ermula dari kerinduan warga jemaat GKI Jabar di Cimahi agar anak – anaknya mendapatkan pendidikan yang baik, karena sejak tahun 1957 banyak sekolah asing yang ditutup oleh pemerintah dan sekolah swasta yang menggantikannya kurang mendapatkan tempat dalam masyarakat. Maka pada tahun 1961 GKI Jabar di Cimahi mendirikan sekolah Taman Kanak – Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 1963. Sekolah – sekolah ini mempergunakan nama Andreas, mengingat akan tugas Andreas sebagai murid Yesus. Sekolah – sekolah ini bernaung di bawah Yayasan Badan Pendidikan Kristen Jawa Barat ( BPK Jabar) dengan asuhan langsung oleh Komisi Pembantu Setempat (KPS) Cimahi. Pengurus KPS Cimahi diangkat pertama kali oleh Pengurus Harian BPK Jabar pada tanggal 11 Januari 1962. Kegiatan belajar membelajarkan saat itu dimulai di sebuah gedung bekas sekolah asing di Jalan Pabrik Aci dengan cara meminjam – pakai. Kemudian kegiatan belajar membelajarkan pindah ke lokasi gereja. B TK memiliki gedung sekolah sendiri sejak tahun 1975 di seberang lokasi gereja di Jalan Pacinan no. 15, tahun 1980 SD memiliki gedung sendiri di Jalan Babakan no. 23 dan kemudian tahun 1989 SMP memiliki gedung sendiri di Jalan Citeureup no. 75. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah siswa SD, ruangan belajar yang ada tidak dapat menampung jumlah siswa maka pada tahun 1998 dibangun gedung SD untuk tahap pertama di Jalan Citeureup no. 75. Sebagian siswa SD melakukan kegiatan belajar di gedung SD yang lama yaitu di Jalan Babakan no. 23 dan sebagian di Jalan Citeureup 75. Pada tahun 2002 telah terselesaikan pembangunan gedung SD tahap kedua, dan mulai tahun 2002 seluruh siswa SD melakukan kegiatan belajar mengajar di lokasi yang baru yaitu di Jalan Citeureup 75. Mulai tahun 2002 TK pindah ke lokasi yang lebih luas yaitu lokasi bekas SD di Jalan Babakan no. 23 Pada tanggal 21 Maret 1989 nama BPK Jabar diganti menjadi BPK PENABUR, dan sekolah Andreas berubah menjadi sekolah BPK PENABUR Cimahi. Gambaran Umum Jumlah Siswa Tiga Tahun Terakhir Jumlah Guru Tiga Tahun Terakhir T ah u n TK SD S MP Jumlah T ah u n TK SD S MP Jumlah 2004-2005 152 479 166 79 7 2004-2005 8 17 19 44 2005-2006 1 78 466 17 7 821 2005-2006 10 18 16 49 2006-2007 1 57 504 208 879 2006-2007 10 21 21 51 *) Karyawan sekretariat BPK PENABUR Cimahi 114 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 PROFIL BPK PENABUR CIMAHI Ketua Yayasan/Pengurus (1962-2010) Kepala SDK ( ... - 2006) No Nama Masa Jabatan No 1. Lay Djit Siong - 1 9 62 1. Oey Siong Liem - 2. Sie Tek Hok 1963 - 1965 2. Sri Kusyamto - 3. Ibrahim Hasan 1972 - 1973 3. Aep Machyar - 4. Lien Karlina 1 9 7 4 - 1 9 82 4. Mamah Haryati - 5. David Lewarion 1982 - 1986 5. Liana Dharmawati 6. Liem Ban Sioe 1986 - 1994 6. Debora Lusiana 7. Mathius Tandiontong 1 9 9 4 - 1 9 98 8. Tjetjep Gunawan 1998 - 2002 9. Joshua Hendharto C. 2 0 0 2 - 2 0 06 No 2 0 0 6 - 2 0 10 1. I.M. Sitorus 1963 – 1967 2. Tini Gantini 1968 – 1970 3. Haryanto M. Sasono 1971 – 1973 4. Amir Syarifudin 1974 – 1975 5. Tejo Sutikno 1975 – 1976 6. Jolly Sukarman 1976 – 1994 7. Amir Syarifudin 1995 – 1999 8. Fredrika R. Hursepuni 10. Arda Rahardja L Kepala TKK (1961-2006) No Nama Masa Jabatan 1. Oey Siong Liem 1961 – 1975 2. Nurhayati Suratno 1975 – 1984 3. Lenny Usman 1984 – 1994 4. Dede Susilawati 1994 – 2003 5. Tri Yuwani 2003– sekarang Nama Masa Jabatan 1994 - 2006 2006 - sekarang Kepala SMPK (1963 - 2006) Nama Masa Jabatan 1999 – sekarang Penyegaran pimpinan Yayasan dan sekolah BPK PENABUR Cimahi diharapkan dapat meningkatkan dinamika kegiatan pendidikan di setiap sekolah yang dibinanya. Beberapa Prestasi Siswa Tahun 2004-2006 Jenjang TK K Prestasi yang Dicapai T ah u n Juara III Lomba Mewarnai Tunas Toyota Cup se- Kab. Cimahi 2004 Juara I Lomba Komputer Kids se- Kab. Bandung 2005 Juara I Lomba Menyanyi se- Kota Cimahi 2006 Juara III Lomba Menyusun Balok se- Kota Cimahi 2006 Juara II Sepak Bola se – Kab. Bandung 2006 Juara II Foto Ekspresi se – Kab. Bandung 2006 Juara III Deklamasi se- Kab. Bandung 2006 Juara I Lomba Menggambar se – Kota Cimahi 2006 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 115 PROFIL BPK PENABUR CIMAHI Beberapa Prestasi Siswa Tiga Tahun Terakhir (2004-2006) Jenjang Prestasi yang Dicapai T ah u n Juara III Lomba Melukis PT. GRASINDO CUP Bandung 2004 Juara II Olimpiade Matematika se – Kota Cimahi 2004 Juara II Lomba Melukis se - Kota Cimahi 2004 Peringkat V Olimpiade Matematika Propinsi Jawa Barat 2005 Juara I Seni Suara Solo se – Kota Cimahi 2005 Juara II Lomba Majalah Dinding SMP 5 BPK PENABUR Bandung 2006 Juara I Lomba Carlistung se – Kota Cimahi 2006 Juara III Lomba Paduan Suara “KOMPAS – GRAMEDIA FAIR 2006 Juara III Lomba MIPA Fisika se – Kota Cimahi 2005 Juara I Lomba Mengarang se – Kota Cimahi 2005 Juara III Lomba Melukis se – Kota Cimahi 2005 Juara II Lomba Renang Putri se – Kota Cimahi 2005 Juara II Lomba MIPA Fisika se – Kota Cimahi 2005 SDK SMPK Peringkat II Nilai Ujian Nasional se- Kota Cimahi TA : 2004/2005 2005 Pelajar Teladan se – Kabupaten Bandung TA : 2005/2006 2006 Juara II Basket Putri SMUK 3 BPK PENABUR Bandung 2006 Peringkat II Nilai Ujian Nasional se- Kota Cimahi TA : 2005/2006 Sungguhpun sekolah-sekolah BPK PENABUR Cimahi telah berhasil memperoleh peringkat dalam berbagai kejuaraan, upaya untuk meningkatkan peringkat masih terus menerus dilakukan termasuk kegiatan intra dan ekstra kurikuler. Jenjang TK K 116 2006 Gambaran secara umum sekolah BPK PENABUR Cimahi mempunyai beberapa kelebihan apabila dibanding dengan sekolah swasta lain yang ada di kota Cimahi antara lain sebagai berikut. Keadaan BPK PENABUR Cimahi Keadaan Sekolah Lain Memiliki sarana pembelajaran komputer, kolam renang Dimiliki beberapa sekolah Memiliki native speaker dari luar negeri Tidak memiliki Memiliki biro konsultasi (psikolog) bagi siswa yang berkebutuhan khusus Tidak memiliki Memiliki biro konsultasi (psikolog) bagi siswa yang berkebutuhan khusus Tidak memiliki Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 PROFIL BPK PENABUR CIMAHI Jenjang TK K Keadaan BPK PENABUR Cimahi Keadaan Sekolah Lain Memiliki esktrakurikuler kesenian tradisional angklung Dimiliki beberapa sekolah Memiliki sarana pembelajaran komputer Dimiliki beberapa sekolah Memiliki native speaker dari luar negeri Tidak memiliki Memberikan pembelajaran bahasa Mandarin Tidak memberikan Mempunyai biro konsultasi (psikolog) bagi siswa yang berkebutuhan khusus Tidak mempunyai Ada kegiatan ekstrakurikuler: degung, tape rekorder, Paduan Suara, Seni Tari, Pramuka Dimiliki beberapa sekolah Memiliki sarana pembelajaran komputer Dimiliki bebrapa sekolah Memiliki native speaker dengan pengajar langsung dari luar negeri Tidak memiliki Ada pembelajaran bahasa Mandarin T i d ak d i ad ak an Memiliki biro konsultasi (psikolog) bagi siswa yang ber kebutuhan khusus Tidak memiliki SDK SMPK Memiliki faslitas pendidikan yang lengkap yaitu : Dimiliki beberapa sekolah laboratorium IPA, laboratorium komputer, ruangan multimedia, perpustakaan Memiliki kegiatan ekstrakurikuler Paduan Suara, Musik Modern Seni Tari, Drum Band Agar memiliki ciri khas, sekolah BPK PENABUR Cimahi berusaha menyelenggarakan programprogram yang berbeda atau lebih baik dari sekolah lain. a. b. c. Sekolah yang Tidak Dikenal Di masyarakat kota Cimahi dan sekitarnya masih banyak yang belum mengenal sekolah BPK PENABUR Cimahi. Sampai saat ini sebagian masyarakat masih mengenal dengan nama sekolah Andreas, padahal pergantian nama dari Andreas menjadi BPK PENABUR sudah lama sejak tahun 1989. Jika diamati secara umum ada beberapa hal yang menyebabkan sekolah BPK PENABUR Cimahi kurang dikenal oleh masyarakat : Dimiliki beberapa sekolah Pada periode waktu lalu prestasi siswa yang kurang menonjol. Sekolah kurang mengikutsertakan siswa dalam pertandingan atau perlombaan yang dilakukan oleh pihak luar. Komunikasi antara pihak sekolah dan pengurus yang kurang, menyebabkan sering terjadi salah persepsi dalam menterjemahkan program – program sekolah. Bangkit dari Sekolah yang Tidak Dikenal Menyadari faktor – faktor di atas, ada beberapa upaya yang dilakukan dalam rangka memperkenalkan sekolah BPK PENABUR Cimahi kepada masyarakat, antara lain : Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 117 PROFIL BPK PENABUR CIMAHI Bidang Upaya yang Dilakukan a. Meningkatkan kualitas guru dan karyawan dengan mengikuti pelatihan dan pembinaan, baik yang diadakan Dinas Pendidikan maupun oleh Yayasan Pendidikan di Kota Cimahi. b. Me nggal i p o te ns i s i s wa d e ngan me ngi ku ti l o mb a – l o mb a yang diadakan oleh pihak luar. a. Mengadakan acara – acara yang bertujuan memperkenalkan B P K P E NAB UR Ci mahi ke p ad a p i hak l u ar. Se p e rti acara ce rd as ce rmat, open house, p e ntas s e ni , p e rayaan natal , d an paskah dengan mengundang siswa dari sekolah lain b. P ro mo s i p e ne ri maan s i s wa b aru yang l e b i h ge ncar s e p e rti pemasangan iklan di radio dan koran. c. Lebih aktif mengisi berita – berita terbaru yang menceritakan kegiatan – kegiatan di BPK PENABUR Cimahi dan prestasi – prestasi yang telah diraih dalam website BPK PENABUR. d. M e ng i ri m k a n p a d u a n s u a ra s e k o l a h u nt u k m e m b a wa k a n pujian – pujian pada kebaktian di gereja – gereja di Cimahi a. Me ng a d a k a n a k s i s o s i a l k e p a d a ma s y a ra k a t d i s e k i ta r kompleks sekolah seperti: 1. Bidang Pendidikan 2. Promosi - Mengunjungi panti asuhan, panti jompo, SLB . - Me nd u k u ng acara y ang d i ad ak an o l e h mas y arak at s e k i t a r l i ng k u ng a n s e k o l a h s e p e rt i m e m i nj a m k a n l o k a s i u ntu k me nj ad i l o kas i te mp at p e mu ngu tan s u ara p ad a s aat PEMILU dll. 3. Hubungan dengan masyarakat - B e rp a rt i s i p a s i d a l a m a c a ra p e ra y a a n 1 7 Ag u s t u s y a ng diadakan oleh masyarakat di sekitar sekolah b. Me ngad akan ke rj a s ama d e ngan i ns tans i l ai n yang b e rhu b u ng a n d e ng a n p e ng e m b a ng a n p e ng a j a ra n s e p e rti dengan Universitas Maranatha Bandung dalam hal menangani a n a k y a n g b e r k e b u t u h a n k h u s u s , B a n k N ISP C a b . C i m a h i dalam hal pemberian bea siswa bagi siswa yang berprestasi. Penutup Ada pepatah yang mengatakan “Tak Kenal Maka Tak Sayang” . Dalam perjalanan BPK PENABUR Cimahi untuk lebih memperkenalkan profil sekolah kepada masyarakat sudah banyak yang telah dilaksanakan dan sudah menghasilkan beberapa perubahan. Harapannya ialah agar masyarakat lebih mengenal BPK PENABUR bukan hanya sebagai sekolah yang dikenal baik di hati masyarakat kota Cimahi dan sekitarnya tetapi juga sebagai sekolah unggulan di kota Cimahi sesuai dengan Misi dan Visi BPK PENABUR. 118 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 Keberhasilan itu ditentukan bagaimana BPK PENABUR menjalankan misinya yang berbunyi: Mengembangkan potensi peserta didik secara optimal melalui pendidikan dan pengajaran bermutu berdasarkan nilai-nilai Kristiani. Dengan dijalankannya misi secara benar mudahmudahan BPK PENABUR dapat mewujudkan visinya yaitu: Menjadi lembaga pendidikan Kristen unggul dalam iman, ilmu, dan pelayanan. Untuk mencapai Misi dan Visi, tentunya dengan kerja keras seluruh Pengurus, Guru dan Karyawan BPK PENABUR serta disertai dengan doa kepada Tuhan. Tuhan memberkati. Keterangan Mengenai Penulis Arvin Nathanael Chandra, S.Psi. Lahir di Jakarta, Juni 1981. Pendidikan terakhir S1 Psikologi di Universitas Katholik Atma Jaya Jakarta tahun 2005, alumni SMAK 3 BPK PENABUR Jakarta tahun 1999 dan lulusan Program Pelatihan Pemimpin abad 21 (P3-21) pada tahun yang sama. Pernah menjadi asisten mahasiswa dalam pelajaran Statistik pada tahun 2001. Kini aktif dengan Young Life Indonesia, yaitu sebuah lembaga yang bergerak di bidang kepemimpinan dan kawula muda serta Youth Empowerment Station, yaitu sebuah lembaga pelayanan kawula muda. Budyanto Lestyana, Ir., M.Si. Lahir di Semarang, Desember 1970. Menyelesaikan program S2 dari IPB-Bogor tahun 2000. Menjabat sebagai Kepala Bidang Kurikulum dari tahun 2000-2004 BPK PENABUR Jakarta. Terlibat berbagai proyek pengembangan kurikulum dan diversifikasi sekolah serta berkecimpung dalam pengembangan KIR. Saat ini sebagai Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan BPK PENABUR Jakarta. Esther Christiana Juwanda Lahir di Bandung, November 1971. Menyelesaikan studi S1 di ITENAS, jurusan Teknik Kimia pada tahun 1995. Sejak tahun 19921995 aktif menjadi asisten dosen laboratorium fisika dan laboratorium kimia. Pada tahun 2006 menyelesaikan S-2 di Universitas Pelita Harapan, Magister Pendidikan, jurusan Teknologi Pendidikan. Tahun 2001, tulisannya cerita anak, serial petualangan Doni, diterbitkan oleh Penerbit Kalam Hidup. Sejak tahun 2003 menjadi anggota redaksi dan penulis tetap renungan anak Kiddy. Kini mengasuh pembelajaran anak-anak lingkungan bedeng di Taman Bacaan Bunda, Kepa Duri. Aktif memberi dan menyelenggarakan pelatihan bagi guru sekolah minggu, guru sekolah, dan anak-anak. Serta menjadi salah seorang trainer dan tim Kurikulum Suluh Sekolah Minggu dari Bina Warga. Handy Susanto, S.Psi. Lahir di Tasikmalaya, Februari 1981. Lulusan S1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, tahun 2003. Tahun 2002–2003 menjadi Assiten Dosen Fakultas Psikologi, dan tahun 2003–2004 menjadi dosen Luar Biasa Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha. Tahun 2003–2004, Guru Bimbingan Konseling SMAK 1 BPK PENABUR Bandung. Tahun 2004–2006 di SMP BPK PENABUR Tasikmalaya, sebagai Guru Bimbingan Konseling. Herman Joseph Siswandi, S.Pd. Lahir, September 1960. Menyelesaikan S1 di FKIP Universitas Atmajaya tahun 2005. Menjadi guru SD sejak 1980 sampai saat ini di Yayasan Tarakanita Jakarta. Hermin Hermayanti Lahir, Januari 1978, menyelesaikan pendidikan D3 Accounting di Indonesia Amerika Institut – Bandung tahun 1998. Bekerja di BPK PENABUR Cimahi sejak 2 Oktober 1999 sebagai staf akunting BPK PENABUR Cimahi. Hotben Situmorang, Drs., M.B.A. Lahir di Toba Sumatera Utara, April 1961. Menyelesaikan S1 di IKIP Jakarta jurusan Pendidikan Fisika (1985). Sambil menyelesaikan S1, guru di SMA Neg. 50 (1982), SMA Neg.31 (1983-1997) dan ikut Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 119 mendirikan SMA PGRI 10. Guru dan pejabat Kepala Sekolah Indonesia di Davao Philippines (1987-1994) sekaligus menyelesaikan S2 bidang Business Management di Ateneo de Davao Philippines (1994). Mengikuti Program Mission Studies di Overseas Ministries Study Centre, Connecticut USA (1994/1995). Menjadi konsultan Yakoma PGI dan dosen di UKI (1996). Bekerja di BPK PENABUR sebagai Kepala Bidang Pengembangan (1997). Care and taker Kepala SMK 2 BPK PENABUR ( 1996-2004). Saat ini sebagai Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan BPK PENABUR Jakarta. Keke T. Aritonang, M.Pd. Lahir di Jakarta, April 1969. menyelesaikan S1 di FKIP Universitas Jambi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (1996). Menyelesaikan Magister Pendidikan tahun 2004 di Universitas Kristen Jakarta. Pada tahun 2000 -2002 pernah menjadi dosen di Akademi Sekretaris dan Manajemen LEPISI Tanggerang. Bekerja di BPK PENABUR sejak tahun 1988. Saat ini sebagai guru Bahasa Indonesia serta pelatih ekstrakurikuler menulis di SMP Kristen 1 BPK PENABUR Jakarta. Mudarwan, S.Si. Lahir di Bagan Siapi-api, Juni 1973. Memperoleh gelar Sarjana Sains dari FMIPA Universitas Indonesia tahun 1998 Jurusan Biologi. Pernah mengajar dan menjadi kepala sekolah di SMP Permai tahun 1998 – 2004. Sejak Agustus 2004 bekerja sebagai staf bagian Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (P4) BPK PENABUR Jakarta. S. Fudiman, SH. Lahir di Jakarta, Oktober 1948. Pendidikan terakhir S1 (Hukum Perdata) Universitas Tarumanagara – Jakarta, Akta 4 (Universitas Terbuka), Kursus Psikologi Belajar (Universitas Indonesia). Pengalaman Bekerja; Pengacara 1976–1977. Sebagai guru di SMA / SMEAK Ketapang (1978–1992), SMAK Kanaan (1981–1987), SMAK 1 BPK PENABUR (1989–1992), SMEAK BPK PENABUR (1984 – sekarang), STMK BPK PENABUR (1987– 1994), SMFK BPK PENABUR (1993– sekarang), SMAK 4 BPK PENABUR (2005 – sekarang), Staf Yayasan BPK PENABUR Jakarta : Kepala Unit Bina Siswa (1993 – 1996). Soegeng Santoso, Prof. Dr. Lahir di Bantul, Januari 1942. Guru besar Universitas Negeri Jakarta, dan Pendiri Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini (S1) FIP UNJ tahun 1999. Menyelesaikan Sarjana Pendidikan tahun 1968, Magister Pendidikan tahun 1983 dan Doktor Pendidikan 1994. Menulis beberapa buku: Dasar—Dasar Pendidikan TK (2005); Kesehatan Gizi (2005); Pendidikan Anak Usia Dini (2004). Suprayekti, Dra., M.Pd. Lahir di Jakarta, 14 Oktober 1960. Menyelesaikan S2 Jurusan Teknologi Pendidikan FIP Universitas Negeri Jakarta dan saat ini sebagai dosen Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Teguh Santoso, S.Pd. Lahir di Malang, Mei 1969. Menyelesaikan S1 di FKIP Pendidikan Bahasa dan Seni Inggris di UNIKA Atma Jaya Jakarta tahun 1993 (cum laude). Mengajar di BPK PENABUR Jakarta sejak 1991: Guru SDK 7 Bintaro (1991-1993), SMAK 1 (1993-2001), SMAK 7 (2001-2005) dan staf P4(2003-2005). Sejak 2005 mengambil program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris pada Universitas Pendidikan Indonesia 120 Jurnal Pendidikan Penabur - No.07 /Th.V/Desember 2006 Bandung, dan tetap mengabdi di BPK PENABUR. Sejak 2005 staf Pendidikan di BPK PENABUR Bandung, guru Bahasa Inggris SMPK 5, koordinator lab. Bahasa SMAK 3, dan sejak 2006, mengajar juga kelas bilingual SMAK 1, dan staf Litbang SMPK 5. Dalam bidang I.T., dua kali meraih penghargaan dari SEAMEO-RELC Singapore tahun 2001 dan 2002 (Keaktifan berkomunikasi via mailing list gurudosen ASEAN), serta mengelola website 5 sekolah di BPK PENABUR. Mempresentasikan paper tentang pembelajaran internet di Surabaya (joint-paper, Open and Distance Learning Symposium, 1999) dan di Salatiga (individual paper, TEFLIN Conference, Desember 2006). Theresia K. Brahim, Dr. Lahir di Jakarta, September 1952. Memperoleh gelar Doktor Pendidikan dari IKIP Jakarta tahun 1992. Pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Litbang BPK PENABUR Jakarta, Sekretaris Umum MPPK (Majelis Pusat Pendidikan Kristen), Kepala Litbang Sinode GKI wilayah Jabar. Saat ini sebagai dosen PGSD dan Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta serta beberapa universitas swasta di Jakarta. Vitriyani P., M.Pd. Lahir di Jakarta, Januari 1967, menyelesaikan S1 bidang Teknologi Pendidikan tahun 1990 dan S2 Magister Pendidikan dari IKIP Jakarta. Mengajar di SD Kasih Bunda tahun 1989-1990. Bekerja di BPK PENABUR Jakarta tahun 1990-2003 ( tahun 1998-2003 sebagai kepala Bagian Pendidikan) . Saat ini sebagai Koordinator Pelaksana Sekolah Pancaran Berkat, Jelambar- Jakarta Barat, Dosen di FKIP Universitas Kristen Jakarta, Dosen FKIP Universitas Atmajaya Jakarta serta Pengelola dan Pengajar Lembaga Kursus Pendidikan Rylstar di Kedoya-Jakarta barat Widodo, Drs. Lahir di Yogyakarta, Juli 1960. Pendidikan Terakhir S1 IKIP Sanata Dharma (sekarang Universitas Sanata Dharma) Yogyakarta, Program Ekonomi Pendidikan Bisnis. Lulus tahun 1983. Menjadi guru SMA Katolik Yayasan Siswarta Banjarmasin tahun 1983 – 1985, guru SMA dan SMP BPK PENABUR Tasikmalaya tahun 1986-2000, Kepala SD BPK PENABUR Tasikmalaya tahun 2000– sekarang. Jurnal Pendidikan Penabur - No.07/Th.V/Desember 2006 121