digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Red cell distribution width (RDW) 1. Fisiologi Red cell distribution width Eritosit merupakan salah satu sel darah yang penting, dimana eritrosit berfungsi untuk mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh. Red cell distribution width sebagai bagian dari hitung darah lengkap otomatis, adalah parameter rutin tersedia di analisa hematologi (Park, 1987) dan merupakan salah satu parameter yang paling banyak dipelajari. Namun, beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan perbedaan dalam interpretasi hasil (Constantino, 2013). Red cell distribution width adalah pengukuran anisositosis (variabilitas dalam ukuran eritrosit yang beredar) secara kuantitatif (Felker et al., 2007; Perkins, 2013; Zöller et al., 2014). Pemeriksaan laboratorium RDW merupakan bagian dari hitung darah lengkap standar, dan digunakan bersama dengan indeks lainnya pada eritrosit, terutama mean corpuscular volume (MCV) untuk membantu menentukan penyebab anemia. Anemia didiagnosis ketika salah satu dari hemoglobin atau hematokrit terlalu rendah. Red cell distribution width dianggap berguna dalam klasifikasi awal anemia karena menjadi tidak normal pada awal anemia defisiensi gizi dari parameter sel darah merah lainnya, terutama dalam kasus anemia kekurangan zat besi. Red cell distribution width sangat baik dalam menggambarkan anemia mikrositik, yang memungkinkan untuk membedakan antara anemia defisiensi besi tanpa komplikasi dan thalasemia heterozigot tanpa komplikasi meskipun tes lainnya juga tetap diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis (Wintrobe et al. 2013) diketahui pula bahwa nilai MCV dapat sama tapi memiliki derajat anisositosis yang berbeda (Gambar 1) (Salvagno et al., 2015). Red cell distribution width dihitung langsung dari histogram sel darah merah dan commit to user 5 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dinyatakan dalam koefisien variasi (CV) atau bstandar deviasi (SD). Dalam hubungannya dengan parameter commit to user darah lengkap 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lainnya, seperti histogram, MCV dan analisis film yang darah perifer, RDW sering digunakan untuk menafsirkan penyimpangan morfologi sel darah merah (Evans, 1991; Constantino, 2013). Dihitung dengan membagi standar deviasi dari volume sel darah merah oleh MCV dan mengalikannya dengan 100 dan dinyatakan dalam standar deviasi (SD) dengan satuan femtoliters (fL), atau sebagai koefisien variasi (CV) dalam persentase (%) pengukuran volume sel darah merah (Evans, 1991). Red cell distribution width (RDW) : ௌ ெ x 100 Umumnya, dua hasil RDW terpisah dicatat dalam hasil hitung darah lengkap yaitu RDW-CV dengan angka normal adalah 37-54 fL dan RDW-SD dengan nilai normal berkisar 11.5-14.5% (Sarma, 1990; Lanzkowsky, 2011). Nilai normal RDW pada pasien dewasa baik lelaki maupun perempuan adalah 12,3 ± 0,8%, ada juga yang menyebutkan nilai normal RDW 13,4 ± 1,2%. Gambar 1. Hubungan volume sel darah merah dan RDW. Nilai MCV hampir sama tapi memiliki derajat anisositosis yang berbeda (Salvagno et al., commit to user 2015). 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Nilai RDW meningkat secara paralel dengan anisositosis, sehingga bila terjadi peningkatan RDW maka terjadi anisositosis pada pemeriksaan hapusan darah tepi. Nilai normal RDW pada bayi dan anak berbeda berdasar usia. Pada bayi baru lahir dan usia 1 bulan lebih tinggi dibanding kelompok usia lain, sedangkan pada usia 3 bulan tidak berbeda banyak dengan nilai normal RDW pada dewasa seperti yang tertera pada tabel 1 (Park, 1987). Tabel 1. Nilai normal RDW (Park, 1987). Umur Newborn Infancy dan childhood ‐ 1 bulan ‐ 3 bulan ‐ 6 bulan ‐ 8 bulan ‐ 15 bulan ‐ 18 bulan ‐ 4 tahun Dewasa ‐ Pria ‐ Wanita Jumlah 54 210 30 30 30 30 30 30 30 175 86 89 RDW (Mean ± SD) 17.1 ± 1.7 13.0 ± 1.0 14.7 ± 1.0 12.3 ± 0.8 13.1 ± 0.9 13.0 ± 1.0 12.9 ± 0.7 13.1 ± 0.8 12.5 ± 0.6 12.3 ± 0.8 12.1 ± 0.5 12.5 ± 1.0 Perubahan RDW dipengaruhi oleh banyak faktor seperti anemia, disfungsi ginjal atau disfungsi hati, penyakit tiroid, transfusi, akut atau peradangan kronis, aktivasi neurohormonal, malnutrisi (zat besi, vitamin B12 dan asam folat), etnis, tulang depresi sumsum, dan penggunaan beberapa obat (penggunaan eritropoetin dan antibiotik) (Sarma, 1990; Förhécz et al., 2009; Montagnana et al., 2011). Secara umum peningkatan nilai RDW berhubungan dengan banyaknya variasi ukuran sel dan heterogenitas bentuk sel darah merah (anisositosis). Segala kelainan yang menyebabkan pelepasan sel darah merah immatur ke sirkulasi atau segala proses yang menyebabkan pemendekan waktu hidup eritrosit akan meningkatkan nilai RDW. Mekanisme terjadinya peningkatan nilai RDW belum sepenuhnya dimengerti, namun terdapat dugaan kuat adanya peran respon inflamasi yang terjadi pada individu seperti yang tertera pada tabel 2 commitsakit to user 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (Salvagno et al., 2015). Usia dan umur merupakan determinan penting dari RDW, tehnik analisa yang digunakan untuk mengukur volume sel darah merah, perbedaan algoritma yang digunakan untuk mendistribusikan dan mengetahui posisi histogram sel darah merah yang digunakan untuk menghitung standart deviasi dari ukuran sel darah merah juga mempengaruhi nilai RDW. Usia sampel merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan karena ketidakstabilan RDW pada suhu kamar. Meskipun satu studi menunjukkan tidak ada perubahan dalam nilai-nilai RDW setelah 6 sampai 24 jam penyimpanan, studi lain menunjukkan signifikan berubah ketika sampel disimpan selama lebih dari 6 jam (Park et al. 1987; Hill et al. 2009). Nilai RDW berhubungan dengan usia, namun tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin (Borné et al., 2011; Qiao et al., 2014). Faktorfaktor pada pasien yang mempengaruhi hasil pemeriksaan diantaranya : 1. Umur. Semakin tua usia makan nilai RDW semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng et. al., dimana dilaporkan nilai RDW cenderung meningkat dengan bertambahnya usia pada US National health and Nutrition Examination Survey III (NHANES III) yang melibatkan 25.000 subyek penelitian (Cheng et al., 2004; Patel et al., 2009; Chen et al., 2010; Borné et al., 2011; Qiao et al., 2014; Lippi et al., 2014). 2. Etnis. Pada etnis kulit hitam didapatkan nilai RDW yang lebih tinggi. Menurut Saxena dan Wong yang mempelajari kadar RDW pada 663 subyek kulit putih, 697 kulit hitam, 535 Latin-America, dan 247 Asia didapatkan hasil nilai RDW lebih tinggi pada orang kulit hitam. Dimana hal ini sesuai dengan survei NHANES III yang menyebutkan nilai RDW tertinggi pada orang kulit hitam non Hispanic (Saxena et al., 1990; Lippi et al., 2014). 3. Makanan dan minuman, minum alkohol dapat menyebabkan perubahan lambat berupa peningkatan kadar MCV yang nantinya mempengaruhi RDW. Kekurangan vitamin dan nutrient misalnya kekurangan besi, asam folat, vitamin B12 meningkatkan nilai RDW (Sarma, 1990; Theml H. et al., 2004; Vajpayee et al., 2006; Förhécz et al., 2009; Sutedjo, 2009; Montagnana et al., 2011). commit to user 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4. Obat-obatan. Beberapa obat anti hipertensi dapat mempengaruhi nilai RDW (Vajpayee et al., 2006). 5. Aktivitas fisik. Nilai RDW meningkat setelah aktivitas fisik, hal ini dikemukakan oleh Lippi dan Alis dimana didapatkan nilai RDW meningkat terutama setelah berlari jarak menengah dan jaarak jauh, selain itu juga pada aktivitas lari yang melelahkan (Lippi et al., 2012 (a); Lippi et al., 2014 (b); Alis et al., 2014). 6. Kehamilan. Peningkatan nilai RDW terjadi pada kehamilan minggu ke 34 dan saat persalinan, kemudian kembali normal 7 hari setelah persalinan (Shehata et al., 1998). 7. Riwayat transfusi darah sebelumnya. Nilai RDW meningkat setelah transfusi darah. Ada juga yang berpendapat bahwa nilai RDW pada sebelum dan setelah transfusi tidak berbeda signifikan (Salvagno et al., 2015). Penelitian klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa penilaian RDW tidak hanya diperuntukkan sebagai nilai diagnostik pada anemia, namun juga berfungsi sebagai biomarker penting dalam berbagai kondisi patologis akut dan kronis (Salvagno . Tabel 2. Kegunaan Klinis RDW Pada Gangguan Tubuh Manusia (Salvagno et al., 2015). Jenis keadaan Gangguan kardiovaskular dan trombosis Kondisi kronis Kondisi akut Keterangan Penyakit kardiovaskular Ektasia arteri coroner Gagal jantung Fibrilasi arteri Penyakit Oklusi arteri perifer Iskemia akut mesenterika Thrombosis vena Kanker Penyakit inflamasi usus Penyakit paru obstruksi kronis Pneumonis komunitas didapat Migrain Keracunan akut committo user Pankreatitis akut 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gangguan metabolik 2. Pre eklamsia Pasien dengan penyakit kritis Trauma Penyakit ginjal Penyakit hepar Diabetes Melitus Red cell distribution width (RDW) pada penyakit kardiovaskular dan gagal jantung Dalam beberapa tahun terakhir RDW telah terbukti secara independen dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas pada penyakit kardiovaskular dan berbagai macam penyakit lainnya, termasuk penyakit arteri koroner, gagal jantung, diabetes, stroke dan tromboemboli vena (Hampole et al., 2009; Allen et al., 2009; Ani et al., 2009; Malandrino et al., 2012). Sesuai dengan fisiologinya RDW biasanya akan meningkat pada kondisi-kondisi dimana terjadi peningkatan penghancuran sel darah merah atau eritropoesis yang inefektif (Karnad dan Poskitt, 1985; Su et al., 2016). Anemia sangat umum terjadi pada pasien dengan gagal jantung dengan prevalensi lebih dari 20% di berbagai studi (Ezekowitz et al. 2003; Anand, 2008). Dari beberapa studi didapatkan bahwa anemia onset baru dan penurunan konsentrasi hemoglobin dari waktu ke waktu terkait dengan risiko kematian yang lebih tinggi pada pasien gagal jantung (Anand et al. 2005; Groenveld et al. 2008). Oleh karena itu, anemia onset baru merupakan masalah penting dengan implikasi untuk prognosis dan pengobatan pada gagal jantung (Anand, 2008). Nilai RDW yang tinggi ditemukan terkait dengan peningkatan risiko semua penyebab dan mortalitas kardiovaskular pada pasien dengan gagal jantung dan penyakit kronis lainnya (Felker et al., 2007; Zöller et al., 2014). Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis PJB dengan kejadian anemia dengan peluang 5,4 kali pada PJB non sianotik dibandingkan PJB sianotik (Hariyanto, 2012). Anemia pada PJB asianotik adalah bila kadar hemoglobin (Hb) <12 g/dl, sedangkan pada PJB sianotik bila kadar hemoglobin (Hb) <15 g/dl ( Amoozgar et al., 2011). Angka kejadian penyakit jantung bawaan di Indonesia commit to user adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup (Allen et al., 2012). Angka kelahiran di perpustakaan.uns.ac.id 11 digilib.uns.ac.id Indonesia tahun 2013 adalah 4,8 juta jiwa (Kemenkes, 2015), maka diperkirakan jumlah penderita penyakit jantung bawaan pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 300.000 – 400.000 kasus. Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik ventricular septal defect (VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriousus (PDA) menempati urutan terbanyak dengan menduduki tiga besar, berturut-turut 35%, 35% dan 33% (Hariyanto, 2012). Penelitian Xue-young et al. menunjukkan bahwa ventricular septal defect (VSD), patent ductus arteriousus (PDA) dan atrial septal defect (ASD) merupakan lesi terbanyak pada bayi lahir hidup, secara berturut-turut 34%, 23,7% dan 10,8% (Xue-young et al., 2009). Mekanisme patobiologis mengenai hubungan RDW dengan berbagai macam penyakit kardiovaskular masih belum dapat dijelaskan. Namun hal tersebut diduga terkait dengan stres oksidatif, inflamasi kronis dan disfungsi endotelial (Chiari et al., 1995; Zalawadiya et al., 2012). Selama umur rata-rata 120 hari, sel darah merah terpapar oleh berbagai gangguan yang berbahaya mulai dari mekanik, oksidatif sampai stress hiperosmotik (Cauthen et al., 2013). Sel darah merah langsung terlibat dalam regulasi oksigen reaktif dan pengiriman nitrogen ke jaringan perifer, sehingga memodulasi kerusakan siklus oksidatif (Comporti et al., 2002). Telah dihipotesiskan dari berbagai studi eksperimental bahwa sel darah merah memiliki radikal bebas (enzim anti oksidan kuat dengan jumlah berlimpah dan membantu mengendalikan stres oksidatif pada kondisi fisiologis normal), pro oksidan (mengurangi ketidakseimbangan dalam sel darah merah yang dihasilkan oleh kerusakan oksidatif yang berlebihan dan peradangan pada jaringan patologis yang mengubah dan meregulasi mekanisme anti-oksidan, sebagai sel pro-oksidan memodifikasi, mengatur vascular bed serta fungsi endotel) dan mengirimkan sinyal (stres oksidatif menyebabkan perubahan dalam RBC sifat membran dan interaksi antara sel darah merah dan sel darah merah dan sel antara lain yang menyebabkan kerusakan oksidatif berkesinambungan (Minetti et al., 2007; Zalawadiya et al., 2010). Stres oksidatif dapat menyebabkan penataan ulang sitoskeleton dan hilangnya lipid asimetri di membran sel darah merah, menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kaku dan asimetris dalam ukuran to user Zalawadiya et al., 2010). Pada keadaan ini sel (anisositosis) dengan kata lain (commit perpustakaan.uns.ac.id 12 digilib.uns.ac.id darah merah menjadi lebih rentan terhadap hemolisis dan kemampuan untuk membawa oksigen menjadi berkurang, perfusi menjadi berkurang atau berkurangnya pasokan oksigen otot jantung. Red cell distribution width yang meningkat dapat mencerminkan suatu peradangan kronis, yang mungkin disebabkan oleh peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Lippi et al. menggambarkan hubungan antara RDW dan penanda inflamasi seperti tingkat sedimentasi eritrosit dan hs-CRP (Lippi et al., 2009). Allen et al. menunjukkan hipotesis bahwa peningkatan di RDW mungkin mencerminkan berbagai proses patologis yang mendasari, seperti stres inflamasi dan metabolisme besi yang terganggu (Allen et al., 2010). Hal ini menyebabkan pematangan eritrosit erythropoietin induced terhambat, yang merupakan ciri dari anemia penyakit kronis (Tang dkk 2006). Meskipun prevalensi defisiensi zat besi pada pasien dengan gagal jantung masih kontroversial, ada pendapat yang mengatakan bahwa kemampuan untuk memobilisasi dan menggunakan zat besi yang ada mungkin terganggu bahkan dalam pengaturan jumlah besi tubuh yang memadai (Haurani, 1993; Opasich et al., 2005; Minetti et al. 2007). Keadaan ini disebut dengan ''blok retikuloendotelial'' dimediasi sebagian oleh over-ekspresi hepcidin, hormon peptida yang disekresi oleh hati yang bertindak sebagai pengatur metabolisme besi manusia. Dengan mengurangi ekspresi permukaan sel dari besi eksportir ferroportin, hepcidin menurunkan penyerapan zat besi dari usus dan pelepasan besi dari penyimpanan retikuloendotelial. Hepcidin diregulasi oleh sejumlah rangsangan, termasuk anemia, hipoksia dan khususnya inflamasi (Nanas et al., 2006; Allen et al., 2010). Oleh karena itu interleukin 6 (IL-6) sangat terkait dengan peningkatan RDW yang merupakan penginduksi kuat transkripsi gen hepcidin yang telah terbukti menjadi prediktor pada gagal jantung (Westenbrink et al., 2007). Sitokin ini dapat berdampak pada fungsi sumsum tulang dan metabolisme besi sehingga dapat secara langsung menghambat pematangan eritrosit erythropoietin-induced, yang tercermin dengan peningkatan RDW (Ganz, 2003; Lee et al., 2005). dapat mencerminkan aktivasi neurohormonal, to sumsum user disfungsi ginjal, kekurangan gizi, commit disfungsi tulang dan inflamasi sistemik Red cell distribution width perpustakaan.uns.ac.id 13 digilib.uns.ac.id kronis; atau kombinasi dari semua proses patologis yang terjadi selama perkembangan gagal jantung (Pierce et al., 2005; Förhécz et al., 2009; Allen et al., 2010). Pada penelitian North American Candesartan in Heart Failure: Assessment of Reduction in Mortality and Morbidity study (CHARM) tahun 2007, didapatkan bahwa RDW merupakan faktor prognostik mengenai morbiditas dan mortalitas dengan hazard ratio (HR) 1,17 per kenaikan 1 SD (p <0,001) dan hasil yang sama juga didapatkan pada kelompok pasien dari Duke Databank, di mana peningkatan RDW akan sangat terkait dengan semua penyebab kematian dengan hazard ratio 1,29 per kenaikan 1 SD (p <0,001) (Felker et al. 2007). Selain itu terdapat banyak penelitian yang menyatakan bahwa RDW merupakan prediktor untuk prognosis buruk pada pasien dengan gagal jantung akut dan kronis (Förhécz et al., 2009; Pascual-Figal,2009; Al-Najjar et al., 2009; van Kimmenade et al. 2010; Borné et al., 2011; Jung et al. 2011). Pada penelitian lainnya didapatkan hipotesis bahwa nilai RDW yang lebih tinggi dapat dikaitkan dengan stres hemodinamik pada pasien dengan gagal jantung akut dimana pada keadaan ini akan terjadi peningkatan left ventricular filling pressure (LVFP) dan hal ini penting dalam pengelolaan pasien dengan gagal jantung akut. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa parameter ekokardiografi non invasif berupa early mitral inflow velocity (E) to early diastolic mitral annular velocity(E') ratio (E/E') mempunyai korelasi positif dengan LVFP invasif (Nagueh et al. 1997; Dokainish et al., 2004). Oh et al. menunjukkan bahwa nilai RDW yang tinggi juga dikaitkan dengan peningkatan E/E', yang berarti LVFP juga meningkat. Red cell distribution width juga merupakan penentu independen dari E/E', bahkan setelah penyesuaian untuk faktor risiko gagal jantung lainnya. Selain itu didapatkan nilai RDW memiliki korelasi yang signifikan dengan parameter seperti left atrial volume index (LAVI) dan NT-proBNP, yang diketahui juga berkorelasi dengan LVFP (Oh et al. 2009). Left ventricular filling pressure yang meningkat menunjukkan prognosis yang buruk, terlepas dari fungsi sistolik ventrikel kiri. Nilai cutoff RDW (13,45%) dalam penelitian yang dilakukan oleh Oh et al. commit to user sebanding dengan nilai RDW yang dilaporkan sebelumnya pada studi perpustakaan.uns.ac.id 14 digilib.uns.ac.id Candesartan in Heart failure Assessment of Reduction in Mortality and morbidity program (CHARM) dan Cholesterol and Recurrent Events (CARE) (Felker et al. 2007; Tonelli et al. 2008; Oh et al. 2009). Dalam studi CHARM, kematian kardiovaskular atau rawat inap gagal jantung dan kematian meningkat secara signifikan pada pasien dengan RDW lebih dari 14,7% dan semua penyebab kematian, penyakit koroner fatal atau infark miokard nonfatal meningkat secara signifikan dengan pasien dengan RDW lebih dari 13,1% di studi CARE (Felker et al. 2007). Nilai plasma NT-proBNP telah terbukti menjadi biomarker untuk memprediksi LVFP pada pasien dengan gagal jantung (Dokainish et al., 2004 dan Nagueh et al. 1997). Meskipun ada beberapa keterbatasan dalam prediksi berdasarkan NTproBNPe dari LVFP tinggi, kadar NT-proBNP telah dianggap sebagai biomarker standar untuk diagnosis dan menilai keparahan gagal jantung. Oh et al. melaporkan bahwa RDW sebanding dan aditif dengan NT-proBNP untuk memprediksi tinggi E/E'(>15) pada pasien dengan gagal jantung akut, meskipun kekuatan prediksi dari kedua penanda relatif rendah (0,6<AUC <0,7) dan akurasi serta sensitifitas NT-proBNP sedikit lebih tinggi daripada RDW. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak hanya NT-proBNP, tetapi juga nilai RDW dapat menginformasikan tentang prediksi LVFP pada pasien dengan gagal jantung akut dan mungkin ada hubungan independen antara RDW dan NT-proBNP pada gagal jantung (Oh et al. 2009). Dibandingkan dengan indeks prognostik tradisional, seperti BNP, NT-proBNP, midregional pro-atrial natriuretic peptide (MRproANP) dan troponin, RDW sebagai faktor prognostik untuk pasien dengan gagal jantung menawarkan setidaknya tiga keuntungan. Pertama, itu adalah harganya yang murah, karena tes rutin darah lengkap adalah wajib pada pasien dengan gagal jantung dan RDW adalah parameter hematologi rutin, tanpa biaya tambahan untuk memperkenalkan RDW terhadap estimasi prognosis gagal jantung. Kedua, RDW merupakan pemeriksaan yang mudah diperoleh, dan dapat diuji bahkan di rumah sakit komunitas. Ketiga, umur sel darah merah yang lebih lama dari itu peptida commit to user perpustakaan.uns.ac.id 15 digilib.uns.ac.id natriuretik, sekitar 130 hari. Oleh karena itu, RDW mungkin memiliki variasi biologis yang sedikit, dan karakteristik ini dapat membuat interpretasi klinis jauh lebih mudah daripada parameter dievaluasi dalam uji laboratorium gagal jantung tradisional (Huang et al. 2014). B. Fungsi ventrikel kiri pada penyakit jantung bawaan asianotik dan gagal jantung Ventrikel kiri adalah satu dari empat bilik jantung yang terletak di bagian kiri bawah jantung di bawah atrium kiri dan dipisahkan oleh katup mitral. Ketika jantung berkontraksi, darah mengalir kembali ke atrium kiri, dan kemudian melalui katup mitral, memasuki ventrikel kiri. Dari sana, darah dipompa keluar melalui katup aorta ke arkus aorta dan seterusnya ke seluruh tubuh. Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling tebal dan bertanggung jawab untuk memompa darah beroksigen ke jaringan di seluruh tubuh. Sebaliknya, ventrikel kanan hanya memompa darah ke paru-paru. Selama fase sistolik ventrikel, sejumlah darah yang besar berkumpul dalam atrium karena katup A-V tertutup, oleh karena itu, segera sesudah sistolik selesai dan tekanan ventrikel turun lagi sampai ke nilai diastoliknya yang rendah, tekanan yang cukup tinggi di dalam atrium segera mendorong katup A-V agar terbuka sehingga darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, seperti naiknya kurva volume pada volume ventrikel pada saat pemeriksaan biasanya, keadaan ini disebut sebagai periode pengisian cepat pada ventrikel (E/early filling). Periode pengisian cepat berlangsung kira-kira pada sepertiga pertama dari diastolik. Selama sepertiga kedua dari diastolik (diastasis), biasanya hanya ada sedikit darah yang mengalir ke dalam ventrikel, darah ini adalah darah yang terus mengalir masuk ke dalam atrium dari vena-vena dan dari atrium langsung masuk ke ventrikel (total daral 75%). Selama periode sepertiga akhir dari diastolik, atrium berkontraksi (A/atrial kick) dengan memerikan dorongan tambahan terhadap aliran darah yang masuk ke dalam ventrikel, dan hal ini kira-kira 25% dari commit to user pengisian ventrikel pada setiap siklus jantung (Guyton et al., 2011). perpustakaan.uns.ac.id 16 digilib.uns.ac.id Kinerja optimal dari ventrikel kiri tergantung pada kemampuannya untuk berputar pada dua keadaan, pertama, ruang komplians pada diastol yang memungkinkan ventrikel kiri untuk terisi dari atrium kiri yang bertekanan rendah. Kedua, adanya ruangan yang kaku (tekanan yang meningkat dengan cepat) pada saat sistol yang menyemburkan stroke volume pada tekanan arteri. (Brutsaert et al., 1993, Nagueh et al., 2009). Dibutuhkan satu kesatuan dari ejeksi, relaksasi, rekoil, kemampuan pengembangan ventrikel yang normal untuk mendapatkan fungsi diastolik yang normal (Little, 2005; Ohara et al., 2010). Pengisian ventrikel yang tepat tergantung dari tiga kondisi: tekanan pengisian dari darah yang kembali ke atrium, kemampuan katup atrioventrikular untuk membuka (tidak stenosis) dan kemampuan dinding ventrikel untuk mengembang secara pasif dengan tahanan yang kecil (memiliki compliance yang tinggi) (Mohrman dan Heller, 2014). Disfungsi diastolik dapat terjadi oleh karena relaksasi yang terganggu (melambat atau tidak lengkap), afterload ventrikel kiri yang meningkat oleh karena kekakuan arteri, hipertrofi miokard, fibrosis miokard, kemampuan pengembangan ventrikel yang terganggu, proses remodelling serta ejeksi sistolik yang adekuat (Graham et al., 1992; Ohara et al., 2010). Volume ventrikel kiri dan fraksi ejeksi (EF) adalah parameter klinis utama sehubungan dengan diagnosis dan prognosis pada pasien dengan penyakit jantung. Keputusan pengobatan dan evaluasi efek terapi didasarkan pada parameter ini. (Hoffmann et al., 2014). C. Hubungan antara red cell distribution width (RDW) dengan fungsi ventrikel kiri pada penyakit jantung bawaan asianotik dan gagal jantung Pada pasien dengan gagal jantung, fungsi ventrikel kiri terganggu dan kerusakannya mungkin sudah mulai jauh sebelum pasien mengalami gejala klinis. Fungsi ventrikel kiri yang buruk dengan gagal jantung berikutnya merupakan jalur akhir untuk beberapa penyakit kardiovaskular. Gagal jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh atau sebagai sindrom klinis dan patofisiologi yang dihasilkan dari disfungsi ventrikel, volume atau tekanan yang berlebihan, baik commit to user A, 2000, Rossano et al. 2014). sendiri ataupun kombinasi dari semuanya (Marcelo perpustakaan.uns.ac.id 17 digilib.uns.ac.id Gagal jantung pada anak merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab dengan manifestasi klinis yang bervariasi. Gagal jantung baik yang terjadi pada dewasa maupun anak – anak memiliki mekanisme patofisiologi yang hampir sama yaitu, cedera jantung (baik bawaan atau didapat). Hal ini akan mengaktifkan kedua jalur baik kompensasi dan perusak yang dapat menyebabkan gangguan kronis dan progresif apabila tidak diobati kemudian pada akhirnya mempercepat kematian (Boucek et al., 2006, Madriago et al., 2010). Untuk dapat memberikan penilaian secara global mengenai derajat keparahan gagal jantung pada anak dikembangkanlah suatu klasifikasi Ross dan kemudian kembali dimodifikasi sehingga dapat di aplikasikan pada anak segala usia (Ross et al., 1992). Klasifikasi gagal jantung dari Ross yang telah dimodifikasi menggabungkan kesulitan makan, gangguan pertumbuhan dan intoleransi terhadap latihan dalam suatu skor numerik sehingga dapat dibandingkan dengan klasifikasi untuk orang dewasa dari New York Heart Association (NYHA) (tabel 3) (Hsu et al., 2009). Jantung dapat di analogikan seperti pompa dengan output yang sebanding dengan volumenya dan berbanding terbalik dengan resistensinya. Seiring dengan meningkatnya volume akhir diastolik maka sebuah jantung yang sehat juga akan Tabel 3. Klasifikasi gagal jantung Ross yang di modifikasi (Hsu dkk, 2009) meningkatkan curah jantung sampai maksimal sehingga tidak dapat ditambah lagi sesuai hukum Frank-Starling. Jikacommit ruang to jantung user adalah sudah membesar karena 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id suatu lesi yang menyebabkan peningkatan preload (misalnya, pirau kiri ke kanan atau insufisiensi katup), maka hanya terdapat sedikit ruang untuk dilatasi lebih lanjut sebagai sarana untuk menambah curah jantung. Kehadiran lesi yang menghasilkan peningkatan afterload ke ventrikel (aorta atau stenosis pulmonal, koarktasio aorta) akan menurunkan kinerja jantung, sehingga menghasilkan hubungan Frank-Starling yang tertekan (gambar 2) (Nelson, 2016). Meskipun semua kelainan jantung pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung, sebagian besar patofisiologi yang diketahui tentang gagal jantung dikarenakan kegagalan miokard yang menyebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVSD). Disfungsi sistolik ventrikel kiri akan menyebabkan adanya gangguan hemodinamik, remodelling ventrikel, aktivasi neurohormonal dan respon inflamasi. Meskipun semua kelainan jantung pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung, sebagian besar patofisiologi yang diketahui tentang gagal jantung dikarenakan kegagalan miokard yang menyebabkan disfungsi sistolik ventrikel Gambar 2. Kurva Frank-Starling (Nelson, 2016) ventrikel kiri (LVSD). Disfungsi sistolik ventrikel kiri akan menyebabkan adanya gangguan hemodinamik, remodelling ventrikel, aktivasi neurohormonal dan commit toetuser respon inflamasi (gambar 3) (McDonagh al., 2011). Berbagai macam penanda 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id biologis telah digunakan sebagai prediksi untuk morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung, namun, banyak dari penanda tersebut yang masih digunakan hanya pada penelitian (Pocock et al., 2006). Evaluasi nilai laboratorium rutin sebagai penanda untuk gagal jantung belum banyak diminati tetapi telah dilakukan beberapa penelitian pada populasi dewasa dimana salah satunya adalah RDW. Red cell distribution width yang merupakan variasi dalam ukuran dan eritrosit secara otomatis terukur ketika dilakukan pemeriksaan rutin, darah telah diteliti sebagai penanda baru dalam penyakit jantung (Förhécz et al., 2009). Red cell distribution width akan meningkat baik karena produksi yang terganggu atau meningkatnya penghancuran eritrosit. Sebagian besar penelitian yang dilakukan pada populasi dewasa menunjukkan bahwa RDW dapat digunakan sebagai penanda prognostik pada pasien dengan gagal jantung kronis. Namun, RDW belum diuji pada anakanak dengan penyakit jantung bawaan dan hanya terdapat satu penelitian yang dihubungkan dengan gagal jantung (Mawlana et al., 2014). commit to user 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 3. Patogenesis gagal jantung ((McDonagh et al., 2011) Kondisi klinis di mana RDW biasanya meningkat adalah ketika produksi sel darah merah tidak efektif (seperti kekurangan zat besi, B12 atau folat, dan hemoglobinopati), peningkatan penghancuran sel darah merah (seperti hemolisis), atau setelah transfusi darah. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa RDW dapat mewakili ukuran yang terintegrasi dari beberapa proses patologis pada gagal jantung (misalnya malnutrisi, gangguan fungsi ginjal, kongesti hepar, stres inflamasi), menjelaskan hubungannya dengan manifestasi klinis. Nilai RDW yang tinggi mungkin mencerminkan keadaan peradangan yang mendasari dan terkait dengan manifestasi klinis yang merugikan dan menyebabkan gangguan pematangan eritrosit (Tseliou et al., 2014). Patogenesis dari PJB merupakan hal yang kompleks serta meliputi mekanisme genetik, inflamasi dan autoimun. Pada pasien yang terjadi pirau kiri ke kanan bila tidak dilakukan koreksi maka akan terjadi peningkatan tekanan pulmonar yang mengakibatkan remodelling vaskular dan disfungsi endotelial. Selain itu juga terjadi ketidakseimbangan mediator-mediator vasoaktif yang akan memicu vasokonstriksi, inflamasi, trombosis, proliferasi sel, proses apoptosis yang terganggu dan fibrosis. (Calderón-Colmenero et al., 2015.; Pektaş A et al., 2016). Pada bayi dengan penyakit (defek) jantung bawaan, sintesis sitokin intramyocardial dapat distimulasi oleh stres mekanik, hipoksemia, dan peningkatan kadar sitokin sistemik. Kadar sitokin proinflamasi sistemik commit to user meningkat pada bayi dengan cacat jantung bawaan dibandingkan dengan bayi 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang sehat. Dikarena peran regulasinya pada remodeling jantung dan memiliki sifat kardiak depresan kuat maka sitokin pro-inflamasi dapat berkontribusi pada patofisiologi hipertrofi miokard dan gagal jantung pada bayi dengan cacat jantung bawaan (Qing et al., 2003). Sitokin-sitokin inflamasi telah terbukti menjadi prediktor prognosis pada gagal jantung, dan mungkin juga berdampak pada fungsi sumsum tulang, metabolisme zat besi, menginhibisi pematangan dari erythropoietin-induced erythrocyte yang dicerminkan sebagian oleh peningkatan RDW (Chiari et al., 1995; Pierce et al., 2005). Studi tentang RDW juga telah menunjukkan hubungan dengan proses peradangan dan stres oksidatif dimana terdapat hubungan langsung antara penyakit kardiovaskular dengan stres oksidatif yang tinggi dan ditemukan pula bahwa kadar RDW juga meningkat (Polat et al., 2014). Penilitian Mawlana et al. menunjukkan bahwa RDW mempunyai korelasi yang signifikan dengan hemoglobin, serupa dengan penemuan oleh Felker et al., dimana terdapat korelasi negatif antara RDW dan hemoglobin. Yang terbaru didapatkan bahwa peningkatan RDW terbukti dapat menjadi prediktor kuat dari peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung kronis (Felker et al., 2007). Penemuan penting lainnya dari penelitian ini adalah cutoff point kadar RDW 16.4% secara signifikan berkorelasi dengan parameter ekokardiografi seperti fraction shortening (FS), A velocity, E/A ratio, dan tidak berkorelasi E velocity dan E/E´ ratio. Hasil ini serupa dengan yang ditemukan pada studi yang dilakukan oleh Oh et al. yang melaporkan korelasi yang signifikan antara RDW dan parameter ekokardiografi seperti E velocity, and E/E´ ratio (Oh Jaewon et al., 2009). RDW berkorelasi dengan pengukuran sistolik (ejection fraction) dan diastolik fungsi ventrikel kiri. Hasil ini sesuai dengan studi sebelumnya pada pasien gagal jantung akut di Korea Selatan, di mana nilai RDW> 13,45% merupakan prediksi untuk early mitral inflow velocity to early diastolic mitral annular velocity (E/E′) pada ekokardiografi, menunjukkan peningkatan left ventricular end-diastolic pressure (LVEDP) (Tang et al., 2008). Mengacu pada studi-studi ini, dapat commit tosebagai user faktor prognostik gagal jantung disimpulkan bahwa RDW dapat dijadikan perpustakaan.uns.ac.id 22 digilib.uns.ac.id dan mungkin juga berhubungan terhadap proses inflamasi yang terjadi sebelumnya pada penyakit yang mendasari tetapi harus berhati-hati ketika menafsirkan hasil ini karena sebagian besar penelitian ini dilakukan pada populasi dewasa. Volume ventrikel kiri dan fraksi ejeksi (EF) adalah parameter klinis utama sehubungan dengan diagnosis dan prognosis pada pasien dengan penyakit jantung. Keputusan pengobatan dan evaluasi efek terapi didasarkan pada parameter ini. (Hoffmann et al., 2014). Pada pasien dengan gagal jantung, fungsi ventrikel kiri terganggu dan kerusakannya mungkin sudah mulai jauh sebelum pasien mengalami gejala klinis. Fungsi ventrikel kiri yang buruk dengan gagal jantung berikutnya merupakan jalur akhir untuk beberapa penyakit kardiovaskular. Gagal jantung adalah kondisi umum dan serius dengan angka kematian yang tinggi. Hal ini biasanya didiagnosis berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan ekokardiografi. Ejeksi fraksi, yaitu stroke volume dibagi dengan volume akhir diastolik, yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri. Hal ini berkorelasi dengan baik dengan angka kematian. (Bosch et al., 2005). Terdapat korelasi negatif antara RDW dan ejeksi fraksi dengan r = -0.555, P < 0.0001 (Gerede D.M. et al., 2015). Pada pasien dengan penyakit jantung bawaan juga terjadi proses remodelling dimana terjadi perubahan ukuran, bentuk , dan fungsi ventrikel kiri yang sebagai akibat dari kelainan jantung awal dan perkembangan selanjutnya dengan aktivasi sistem neurohormonal. Perubahan patologis yang terjadi pada seluler, organ, dan tingkat sistemik mendorong terjadinya proses remodelling (Mann, 2004, McDonagh et al., 2011). Terdapat dua jenis remodelling, konsentris yang terjadi ketika terdapat peningkatan yang menyeluruh pada ketebalan dinding dan massa dari ventrikel kiri. Dalam hal ini dilatasi ventrikel tidak terjadi pada awalnya namun akan terjadi di kemudian hari seiring dengan waktu. Kemudian remodelling eksentrik, yang terjadi oleh karena dilatasi ventrikel, penurunan fungsi sistolik, dan sebagai akibat dari regurgitasi mitral, trikuspid, dan katup aorta (Mann, 2004; Opie et al., 2006; McDonagh et al., 2011). Dalam kedua jenis user penting yaitu hipertrofi miosit, remodelling, terjadi perubahan commit seluler toyang 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dimana perubahan tersebut dapat dipicu oleh peningkatan beban, jalur neurohormonal, peradangan, dan stres oksidatif (Opie et al., 2006). Pada awalnya baik proses konsentris atau eksentrik akan meminimalkan stres dinding ventrikel, namun seiring waktu, perubahan-perubahan yang terjadi menyebabkan disfungsi kontraktil progresif dan pelebaran ruang jantung dengan akibat terjadinya perubahan bentuk ventrikel kiri dari elips ke sferis (McDonagh et al., 2011). Pada tingkat sel juga terjadi selama remodeling ventrikel dimana terdapat kematian sel yang terjadi secara berkelanjutan oleh nekrosis dan apoptosis (Narula et al., 1998). Apoptosis dapat dipicu oleh rangsangan yang sama yang menyebabkan hipertrofi miokard, seperti beban jantung, jalur neurohormonal, peradangan, dan stres oksidatif (Kitsis et al., 2005). Selain itu, terdapat pula perubahan dalam matriks interstitial dengan peningkatan fibrosis dan pergantian kolagen (Mann et al., 2005). Hasil akhirnya adalah meningkatkan dilatasi ventrikel. Remodelling ventrikel kiri yang merugikan berhubungan dengan peningkatan angka kematian terlepas dari kelainan jantung yang mendasari. commit to user 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 4. Patofisiologi remodelling ventrikel (McDaniel, 2014) commit to user 24 D. Kerangka Teori PJB Asianotik Disfungsi miokard Aktivasi RAAS Sistem saraf simpatik Sintesis sitokin intramiokard Ischemia Reperfusi jaringan Stres mekanik Hipoksemia Sitokin sistemik Intake nutrisi yang tidak adekuat Kebutuhan energi yang meningkat Radikal bebas Pro oksidan Malnutrisi Inflamasi Kronis Pelepasan neurohormon Stress Hipertrofi ventrikel Peningkatan kebutuhan oksigen miosit Remodelling Ventrikel Kontraktilitas jantung menurun Preload meningkat Afterload meningkat Ejeksi Fraksi menurun Fraction shortening yang memendek Rasio E/A > 2 detik Interleukin 6 (IL‐6) meningkat Penghancuran sel darah merah Over ekspresi Hepcidin Penyerapan zat besi di usus menurun Pelepasan zat besi dari penyimpanan RES menurun Eritropoitin inadekuat Penataulangan sitoskeleton Hilangnya lipid asimetris di membran Eritrosit Anemia RDW meningkat Penyakit kronis Keganasan hematologi Thalasemia Gizi buruk Gagal jantung 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id E. Penjelasan Kerangka Teori Pada penyakit jantung bawaan asianotik terjadi berbagai macam proses mulai dari inflamasi kronis, stress oksidatif, malnutrisi dan over ekspresi hepcidin yang menyebabkan menurunnya penyerapan zat besi di usus. Sehingga terjadi anemia kronis yang menyebabkan RDW meningkat dan pada akhirnya menyebabkan gagal jantung. Selain itu terjadi juga disfungsi miokard yang akan mengaktivasi sistim renin angiotensin aldosteron dan sistim saraf simpatik. Kemudian akan terjadi pelepasan neurohormonal yang akan menyebabkan hipertrofi ventrikel dan meningkatnya kebutuhan oksigen miosit. Akhirnya terjadi remodelling ventrikel yang akan menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung, preload dan afterload yang meningkat serta pada akhirnya menjadi gagal jantung. Dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter ekokardiografi berupa fraction shortening yang memanjang, ejeksi fraksi yang menurun, rasio E/A > 1,5 detik. F. Hipotesa Terdapat hubungan antara nilai RDW dengan fungsi ventrikel kiri pada pasien anak dengan penyakit jantung bawaan asianotik di RS. Dr. Moewardi Surakarta. commit to user