JUMLAH MIKROBA DAN BAKTERI ASAM LAKTAT

advertisement
Ummi Fadlilah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):151-156, April 2013
PENGARUH LAMA PEMERAMAN YANG BERBEDA TERHADAP KEASAMAN (pH), JUMLAH
MIKROBA DAN BAKTERI ASAM LAKTAT KEJU SUSU KAMBING
(THE EFFECT OF DIFFERENT RIPENING TIME ON ACIDITY (PH), NUMBER OF MICROORGANISM,
AND LACTIC ACID BACTERIA OF GOAT’S MILK CHEESE)
Ummi Fadlilah, Triana Setyawardani, Samsu Wasito
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pemeraman yang berbeda terhadap
keasaman (pH), jumlah mikroba dan bakteri asam laktat keju susu kambing. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu lama pemeraman selama
0, 5, 10 dan 15 hari dengan dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) bila terjadi
pengaruh perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pemeraman yang berbeda keju
susu kambing berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat keasaman (pH) dan diuji lanjut
menggunakan uji BNJ menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan pemeraman 0 hari
dengan 15 hari. Jumlah mikroba menunjukkan berpengaruh tidak nyata (P>0,05), sedangkan
jumlah bakteri asam laktat (BAL) menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) dan diuji dengan
menggunakan uji BNJ menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan pemeraman 5 hari
dengan jumlah BAL 9,58 log cfu/g dan perlakuan pemeraman 15 hari dengan jumlah BAL 8,77 log
cfu/g. Kesimpulan penelitian ini yaitu keju susu kambing yang diperam dengan lama yang berbeda
menghasilkan keju 0 hari (tanpa pemeraman) mempunyai pH tertinggi dibandingkan keju yang
diperam. Untuk keju yang diperam selama 5 hari mempunyai jumlah BAL tertinggi, sedangkan
jumlah mikroba sama pada semua perlakuan.
Kata Kunci : pemeraman, keasaman (pH), jumlah mikroba, jumlah bakteri asam laktat, keju susu
kambing.
ABSTRACT
This research was purposed is to know the effect of different ripening time on acidity (pH),
number of microorganism, and lactic acid bacteria of goat’s milk cheese. This research used
completely randomized design with 4 treatment during the ripening time of 0, 5th, 10th and 15th
days with as many as five replications. The data obtained were analyzed using analysis of variance
and continued with Honestly Significant Difference (HSD) test if there were significant influences.
The results showed that different ripening time of goat’s milk cheese influenced significantly
(P<0.05) on the acidity (pH) and a test using Honestly Significant Difference (HSD) test showed the
significant difference in ripening time between treatment 0-day to 15-day. The treatment did not
give any significant effect (P>0.05) on the number of microorganism, while the treatment gave
significant effect (P<0.05) on the number of lactic acid bacteria. A test by using HSD test showed a
significant difference in rippening time of 5-day (9.58 log cfu/g) and rippening time of 15-day (8.77
log cfu/g). The conclusions of this research is goat's milk cheese ripened with time of 0 day
(without ripening) has the highest pH. For the cheese rippening of 5-day, it has the highest
number of lactic acid bacteria, while the number of microorganism is the same at all treatments.
Keywords : ripening, acidity (pH), number of microorganism, number of lactic acid bacteria, goat’s
milk chesse.
151
Ummi Fadlilah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):151-156, April 2013
PENDAHULUAN
Pemenuhan gizi manusia dapat diperoleh dari hasil produksi ternak berupa susu. Kambing
Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu ternak yang cukup potensial sebagai penyedia
protein hewani baik melalui daging maupun susunya. Sementara ini, pengembangan kambing PE
sebagai penghasil susu belum banyak diperhatikan dan pemeliharaan masih bersifat tradisional
(Sukarini, 2006). Keju merupakan hasil produk olahan susu. Salah satu penerapan teknologi
pengolahan pada pembuatan keju adalah penambahan bakteri asam laktat (BAL) yang bertujuan
meningkatkan sifat fungsional keju. Di Indonesia pengembangan keju dari susu kambing lokal
belum banyak dilakukan sehingga merupakan peluang yang baik untuk dikembangkan. Keju susu
kambing merupakan keju yang diproduksi dengan berbahan baku susu kambing.
Menurut Ray (1996) bakteri asam laktat (BAL) memiliki aktivitas penting dalam pembuatan
keju yaitu dalam proses fermentasi susu. Bakteri asam laktat memfermentasi laktosa menjadi
asam laktat. Keasaman yang dihasilkan saat fermentasi laktosa menjadi asam laktat dapat
mempercepat penggumpalan kasein, mencegah timbulnya mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Menurut Fontescha et al., (1990) proses pematangan dengan cara pemeraman, merupakan salah
satu cara untuk mempelajari masa simpan keju. Proses pemeraman dengan suhu dan lama
tertentu akan menghasilkan kualitas keju yaitu berpengaruh pada perubahan kimia dan
mikrobiologi keju susu kambing.
Starter keju adalah kultur aktif dari mikroorganisme non-patogen yang ditumbuhkan dalam
susu (Daulay, 1991). Streptococcus thermophilus merupakan spesies yang penting dalam
pembuatan keju dapat tumbuh pada suhu 45° C bersifat homofermentatif (Frazier and Westhoff,
1978). Secara morfologis, Streptococcus thermophilus berbentuk bulat, sering hidup dalam bentuk
rantai, bersifat termofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh dalam suhu yang relatif tinggi (35°C)
dengan pH optimum untuk pertumbuhannya sekitar 6,6 – 6,8. (Halferich and Westhoff, 1980).
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif
karena hanya mampu menghasilkan asam laktat pada produk utama dari fermentasi glukosa.
Bakteri Lactobacillus bulgaricus dapat tumbuh dalam suhu 37°C. Secara morfologis, Lactobacillus
bulgaricus tidak berspora, berbentuk batang yang panjang (Fardiaz, 1992). Salah satu keuntungan
dari Lactobacillus bulgaricus adalah dapat menghasilkan enzim yang mengubah glukosa atau
laktosa membentuk asam laktat dan aktivitas proteolitiknya lebih tinggi dibandingkan dengan
bakteri asam laktat lainnya, sehingga produk yang dihasilkan dari fermentasi oleh bakteri ini
memiliki cita rasa dan nilai gizi tinggi (Holt et al., 1994).
METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah susu kambing; vegetable rennet; aquades;
NaCl; natrium sitrat; BAL (Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus); susu skim;
spiritus; MRSA (De Man Rogosa Sharpe Agar); PCA (Plate Count Agar); alkohol; dan buffer. Alat
yang digunakan dalam penelitian adalah kompor listrik; kompor gas; kain saring; panci aluminium;
timbangan; termometer; alat pres; saringan; baskom; aluminium foil; tisue; inkubator; pisau;
batang pengaduk; lemari es; tabung schot; beker glass; tabung ulir; vortex; autoclave; toples, tip;
spatula; cawan petri; mikropipet, bunsen; jarum ose dan plastik steril.
152
Ummi Fadlilah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):151-156, April 2013
Penelitian menggunakan metode eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan, setiap perlakuan
diulang sebanyak 5 kali. Susunan perlakuannya adalah lama pemeraman selama 0, 5, 10 dan 15
hari. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji BNJ
(Beda Nyata Jujur) (Stell and Torrie, 1996).
Untuk mengetahui nilai keasaman (pH) menggunakan pH-meter. Dalam menghitung jumlah
mikroba dan bakteri asam laktat menggunakan metode BAM (2001) dengan rumus :
Ʃc
N=
{(1xn1) + (0,1xn2) x (d)}
N = Total bakteri
Ʃc = Jumlah seluruh koloni yang dihitung
n1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua
d = Pengenceran terkecil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan bahwa keju yang diperam selama 15 hari
mempunyai pH berbeda nyata dengan keju yang tanpa diperam (0 hari), dengan rataan tertinggi
pH keju tanpa diperam (0 hari), akan tetapi keju yang diperam selama 5 dan 10 hari mempunyai
pH yang sama (Gambar 1).
5.65
5.6
5.55
5.5
pH
5.45
5.4
hasil pH
5.35
5.3
5.25
5.2
5.15
0
5
10
15
lama pemeraman (hari)
Gambar 1. Rataan pH keju susu kambing berdasarkan lama pemeraman yang berbeda
Selama pemeraman terjadi penurunan pH yang dipengaruhi oleh jumlah asam laktat yang
dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL), semakin tinggi asam laktat yang dihasilkan maka pH-nya
semakin rendah (Soeza, et al., 2003). Turunnya nilai pH karena adanya aktivitas bakteri dalam keju
153
Ummi Fadlilah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):151-156, April 2013
tersebut. Bakteri asam laktat yang ada di dalam keju (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus) mampu memproduksi asam laktat dari laktosa (Kayagil, 2006).
Selama proses fermentasi terjadi penguraian laktosa susu menjadi asam laktat menyebabkan
peningkatan keasaman, yang ditandai dengan penurunan nilai pH (Frazier and Westhoff, 1988).
Bakteri asam laktat dapat menghasilkan asam-asam organik seperti asam laktat, asam asetat, dan
asam propionat yang bersifat antimikroba karena dapat menurunkan pH (Yang, 2000).
Hasil analisis variansi menunjukkan keju yang diperam sampai dengan 15 hari mengandung
mikroba yang sama (P>0,05). Jumlah mikroba antara 9,25 – 9,31 log cfu/g. Menurut jumlah yang
dihasilkan memperlihatkan jumlah mikroba selama pemeraman mencapai jumlah tinggi 10 9,
diduga 80% dari mikroba adalah bakteri asam laktat yang ditandai dari hasil jumlah BAL yang
berpengaruh nyata.
Jenis mikroba yang menguntungkan seperti BAL sehingga dapat menghasilkan produk
fermentasi yang diinginkan. Dalam pembuatan keju, pada mulanya Streptococcus thermophillus
adalah mikroba yang berperan dalam menghasilkan asam laktat. Tetapi pertumbuhan selanjutnya
dari bakteri Streptococcus thermophillus akan terhambat oleh keasaman yang dihasilkannya
sendiri. Oleh karena itu bakteri tersebut akan menjadi inaktif sehingga akan tumbuh bakteri
Lactobacillus bulgaricus yang lebih toleran terhadap asam.
Lactobacillus bulgaricus akan menghasilkan asam lebih banyak lagi sampai jumlah tertentu
yang dapat menghambat pertumbuhannya. Selama pembentukan asam tersebut pH akan turun.
(Winarno dkk, 1980). Jenis mikroba yang merugikan seperti kamir dan kapang dapat menyebabkan
kerusakan bahan pangan. Berdasarkan kisaran pH yang diperoleh 5,41 masih memungkinkan
kamir dan kapang untuk tumbuh.
Pada keasaman yang tinggi Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus akan
mati dan kemudian tumbuh kamir dan kapang yang lebih toleran terhadap asam. Hal itu sesuai
dengan Fardiaz (1992) bahwa kamir menyukai pH 4-5, dapat tumbuh kisaran pH 2,5-8,5 dan
kapang menyukai pH 5-7, dapat tumbuh kisaran 3-8,5.
Hasil analisis variansi menunjukkan jumlah BAL pada keju dengan pemeraman yang
berbeda berkisar 8,77 ± 0,15 sampai dengan 9,58 ± 0,54 log cfu/g. Jumlah BAL antara 8,77-9,58 log
cfu/g. Berdasarkan hasil BNJ menunjukan keju yang diperam selama 5 hari mempunyai jumlah BAL
lebih tinggi dan berbeda nyata dengan jumlah BAL pada keju yang diperam selama 15 hari
(P<0,05). Pada produk akhir selama pemeraman 15 hari menunjukan 10 8 log cfu/g. Berbeda halnya
dengan penelitian Prayitno (2011) menunjukkan viabilitas BAL selama proses pembuatan
mencapai 109 cfu/g pada produk akhir selama penyimpanan 8 minggu.
Berdasarkan jumlah BAL keju umur 5 hari diduga BAL berada dalam fase log/pertumbuhan.
Fase logaritmik adalah fase pertambahan populasi menjadi dua kali lipat pada interval waktu
tertentu selama inkubasi (Pelczar dan Chan, 2005). Pada fase ini BAL membelah dengan cepat.
Kecepatan pertumbuhan BAL dipengaruhi oleh medium tempat tumbuh seperti pH. Dengan
ditandai tingkat keasaman yang rendah (pH 5,40) maka dapat meningkatkan jumlah BAL karena
bakteri masih dapat toleran dengan kondisi asam yang rendah. Pada keju umur 15 hari jumlah BAL
semakin turun dengan ditandai pH yang semakin asam (pH 5,30).
154
Ummi Fadlilah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):151-156, April 2013
9.8
9.6
log 10 cfu/g
9.4
9.2
9
jumlah BAL
8.8
8.6
8.4
8.2
0
5
10
15
lama pemeraman (hari)
Gambar 2. Rataan jumlah BAL keju susu kambing berdasarkan lama pemeraman yang berbeda
Dengan tingkat keasaman yang lebih tinggi (pH rendah), BAL tidak toleran dengan asam
maka akan menghambat pertumbuhan BAL hingga mengalami fase kematian. Menurut Hutkins
and Nannen (1993) pada fase ini sebagian BAL mulai mengalami kematian karena beberapa sebab
yaitu : (1). Nutrien di dalam medium sudah habis (2) Energi cadangan di dalam sel habis. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi penurunan viabilitas Lactobacillus bulgariccus dan Streptococcus
thermophillus adalah adanya produksi asam laktat yang tinggi dan penurunan pH selama
penyimpanan berlangsung. Kadar asam laktat merupakan faktor penting dalam viabilitas BAL
karena produksi asam laktat yang tinggi akan menghambat pertumbuhan bakteri (Hadadji and
Bensoltane, 2006).
SIMPULAN
Kesimpulan penelitian ini yaitu menghasilkan keju 0 hari (tanpa pemeraman) mempunyai pH
tertinggi dibandingkan keju yang diperam. Untuk keju yang diperam selama 5 hari mempunyai
jumlah BAL tertinggi, sedangkan jumlah mikroba sama pada semua perlakuan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberi hidayah-Nya.
Dekan Fakultas Peternakan UNSOED yang telah memberikan ijin dilakukannya penelitian ini, Dr.
Triana Setyawardani SPt., MP dan Ir. Samsu Wasito, SU yang telah banyak memberikan saran dan
bimbingan yang bermanfaat dalam penelitian ini. Bapak, Ibu, dan keluarga besar atas doa dan
dukungan selama penelitian ini. Eyang kakung (alm), eyang putri (alm) dan teman-teman
seperjuangan serta semua pihak yang membantu yang tidak penulis sebutkan satu persatu.
155
Ummi Fadlilah dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):151-156, April 2013
DAFTAR PUSTAKA
BAM (Bacteriological Analitical Manual). 2001. Aerobic Plate Count. U.S. Food and Drugs
Administration.
Daulay, D. 1991. Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fontecha, J., C. Pelaez, M. Juaru, T. Requena, and C. Gomez. 1990. Biochemical and Microbiological
Characteristics of Artisanal Hard Goat’s Cheese. Journal of Dairy Science 73: 1150-1157.
Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. 3rd edition. Tata McGraw-Hill New Delhi.
Hadadji, M. and A. Bensoltane. 2006. Growth and Lactic Acid Production by Bifidobacterium
longum and Lactobacillus acidophilus in goat’s milk. African Journal Biotechnol. 5(6):505–
509.
Halferich,W. and D.C. Westhoff. 1980. All About Yogurt. Prentice Hall. Inc New York.
Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A.Sneath, J.T. Staley, and S.T. Williams, 1994. Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology, 9th ed Williams and Williams, Baltimore, p.556.
Hutkins, R.W., and N.L. Nannen.1993. pH Homeostatis in Lactic Acid Bacteria. Journal of Diary
Science 76: 2354-2365.
Kayagil, F. 2006. Effect of Traditional Starter Cultures on Quality of Cheese. Tesis. Department of
Biotechnology. Middle East Technical University.
Pelczar, M.J., and E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah Ratna Siri Hadioetomo,
Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari Angka. Penerbit Universitas Indonesia.
Prayitno, E.W. 2011. Stabilitas Bakteri Asam Laktat Selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju
Lunak Susu Kambing. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.Bogor.
Ray, B. 1996. Probiotics of Lactic Acid Bacteria. Springer-Verlag. Germany.
Soeza, D.F.C., D.T. Rosa, and Y.A.M. Ayub. 2003. Change in the Microbiological and Physicochemical
of Serrano Cheese During Manufacture and Ripening. Journal. Brazilian journal of
microbiology. 34(3):260-266.
Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1996. Principles and Procedures of Statistics; a Biometrical
Approach. McGraw-Hill Book Company, New York.
Sukarini, I. A. M. 2006. Produksi dan Komposisi Air Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi
Tambahan Konsentrat Pada Awal Laktasi. Fakultas peternakan Universitas Udayana.
Denpasar.
Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.
Yang, Z. 2000. Antimicrobial Component And Extracellular Polysachcaride Produce By Lactic Acid
Bacteria: Structure And Properties. Dept. Of Food Technology. University Helsinsky,
Helsinsky.
156
Download