EFEKTIFITAS INTERPOL DALAM PENANGGULANGAN JARINGAN NARKOTIKA DI INDONESIA JURNAL Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin oleh: VINSENSIUS RICHARD LIU E 131 09 261 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2013 Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas peran Interpol didalam penanggulangan jaringan narkotika di Indonesia, Startegi Interpol dalam menangani jaringan narkotika internasional di Indonesia, dan sikap Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi jaringan narkotika Internasional. Penulis membatasi penelitian ini dalam kurun waktu 3 tahun yaitu 2009-2011. Tipe penelitian yang penulis gunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah tipe penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah wawancara dan studi pustaka. Adapun untuk menganalisa data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif. Katakunci : INTERPOL, NARKOTIKA, INDONESIA Latar belakang Arus globalisasi dan kerjasama ekonomi suatu negara dengan negara lain melahirkan kesejahteraan bagi suatu negara, selain membawa kesejahteraan juga membawa suatu masalah bagi suatu negara antara lain mendorong lahirnya kejahatan lintas batas di seluruh belahan dunia. Kejahatan merupakan fenomena sosial yang bersifat universal dalam kehidupan manusia.Perkembangan global telah mengubah karakteristik kejahatan yang semula dalam lingkup domestik bergeser menjadi lintas batas negara atau transnasional dengan kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih.Modus operandi kejahatan masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan mobilitas yang cepat dapat melintasi batas-batas negara (borderless countries). Inilah yang dikenal sebagai kejahatan yang berdimensi transnasional (transnational criminality). Transnational crime merupakan tindak pidana atau kejahatan yang melintasi batas negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali secara internasional pada era tahun 1990-an dalam pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membahas pencegahan kejahatan. Pada tahun 1995, PBB mengidentifikasi 18 jenis kejahatan transnasional yaitu : money laundering, terrorism, theft of art and cultural objects, theft of intellectual property, illicit arms trafficking, aircraft hijacking, sea piracy, insurance fraud, computer crime, environmental crime, trafficking in persons, trade in human body parts, illicit drug trafficking, fraudulent bankruptcy, infiltration of legal business, corruption and bribery of public or party officials.1 Pengertian kata “Transnational”, meliputi dilakukan di lebih dari satu negara, persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengawasan dilakukan di negara lain, melibatkan organsisasi criminal dimana kejahatan dilakukan di lebih satu negara serta berdampak serius pada negara lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejahatan transnasional merupakan suatu kejahatan yang direncanakan serta disiapkan di negara lain dan membawa dampak serius di negara lain. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kedudukan geografis yang sangat strategis di jalur perdagangan dunia. Indonesia memiliki 4 selat yang menjadi jalur utama lalu lintas perdagangan dunia yaitu: Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makasar selain itu memiliki jumlah penduduk yang besar (kurang lebih dari 240 juta orang) dan memiliki kekayaan alam yang berlimpah yang merupakan daya tarik bagi pelaku kejahatan untuk menjadikan Indonesia sebagai objek tempat untuk melakukan kejahatan di negara ini. Salah satu dari kejahatan trasnasional yang paling krusial karena menyangkut masa depan generasi suatu bangsa, terutama kalangan generasi muda negeri ini adalah kejahatan dibidang penyalahgunaan narkotika. Pada dasarnya narkotika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan oleh karena itu untuk memperoleh kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus bagi para penderita tersebut. Pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di Gerhard O. W. Mueller, “Transnational Crime, Definitions and Concepts:, dalam P. Williams dan D. Vlassis (eds), Combating Transnational Crime, a Special Issue of Transnational Organized Crime, 4 (3&4), Autum/Winter 1998, hal 18 dalam Ralf Emmers,The Securitization of Transnational Crime in ASEAN, Institute of Defence and Strategic Studies Singapore No. 39, November 2002, hal: 14 1 sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Narkotika apabila digunakan secara tidak teratur menurut takaran/dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya serta dapat menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebutsecara terus menerus karena sebab-sebab emosional. Masalah penyalahgunaan narkotika ini perlu mendapat perhatian dunia Internasional. Memasuki abad ke-20 perhatian dunia internasional terhadap masalah narkotika semakin meningkat, salah satu dapat dilihat melalui Single Convention on Narcotic Drugs pada tahun 1961. Masalah ini menjadi begitu penting mengingat bahwa obat-obat (narkotika) itu adalah suatu zat yang dapat merusak fisik dan mental yang bersangkutan, apabila penggunanya tanpa resep dokter. Narkotika berpengaruh terhadap fisik dan mental, apabila digunakan dengan dosis yang tepat dan dibawah pengawasan dokter anastesia atau dokter phsikiater dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan atau penelitian sehingga berguna bagi kesehatan fisik dan kejiwaan manusia. Adapun yang termasuk golongan narkotika adalah candu dan komponen-komponennya yang aktif yaitu morphin, heroin, codein, ganja dan cocoain, juga hasish, shabu-shabu, koplo dan sejenisnya. Bahaya penyalahgunaannya tidak hanya terbatas pada diri pecandu, melainkan dapat membawa akibat lebih jauh lagi, yaitu gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat yang bisa berdampak pada malapetaka runtuhnya suatu bangsa negara dan dunia. Negara yang tidak dapat menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika akan diklaim sebagai sarang kejahatan ini. Hal tersebut tentu saja menimbulkan dampak negatif bagi citra suatu negara. Untuk mengantisipasi masalah tersebut telah diadakan berbagai kegiatan yang bersifat internasional karena dalam menangani masalah ini tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja melainkan membutuhkan kerjasama untuk memberantas kejahatan narkotika. Modus operandi sindikat peredaran narkotika dengan mudah dapat menembus batas-batas negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan teknologi yang canggih sehingga dengan mudah memasuki suatu negara tanpa terkecuali hal ini termasuk Indonesia yang dijadikan sebagai negara transit (transit-state) atau bahkan sebagai negara tujuan perdagangan narkotika secara ilegal (point of market-state). Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dapat mendukung peredaran gelap obat-obatan terlarang ini.. Dalam menangani peredaran narkoba (Drug Trafficking) dibutuhkan penanganan yang lebih terorganisir dalam rangka memberantas penyalahgunaan dan perdagangan ilegal narkotika dengan melakukan kerjasama informasi yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka kerjasama sangat diperlukan terutama dalam menanggulangi masalah narkotika agar tidak menghambat tercapainya kepentingan nasional. Oleh karena dibutuhkan sebuah lembaga internasional seperti Interpol yang merupakan suatu lembaga yang bertugas untuk menanggulangi kejahatan transnasional dan internasional di didunia seperti perdagangan ilegal narkotika dan obat-obatan berbahaya, penyelundupan manusia, kejahatan internet (cyber crime), pencucian uang, dan lain-lain. Oleh karena itu penulis memfokuskan penelitian ini pada Organisasi Internasional yaitu Interpol dan membatasi kurun waktu masalah yang terjadi yaitu dalam periode waktu 2009-2011 dengan kasus narkotika yang di tangani oleh Interpol sehingga penelitian ini sesuai dengan judul yang di angkat yaitu “Efektifitas Interpol dalam Penanggulangan Jaringan Narkotika di Indonesia.” Dari hal di atas, penulis mencoba memformulasikan pertanyaan sebagai batasan dalam penulisan skripsi ini, , yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana Strategi Interpol dalam menangani jaringan narkotika internasional di Indonesia? 2. Bagaimana efektifitas peranan Interpol dalam memberantas jaringan narkotika internasional di Indonesia? 3. Bagaimana sikap Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi jaringan narkotika Internasional? Konsep Pada dasarnya sebuah penelitian ilmiah dibutuhkan seperangkat teori dan konsep sebagai alat analisis untuk membahas masalah-masalah yang akan diteliti, serta sebagai bahan acuan dan pijakan dasar dalam penelitian. Dan tentunya teoriteori dan konsep-konsep yang digunakan memiliki kaitan dan relevansi terhadap permasalahan yang akan diteliti. Sehubungan dengan itu, penulis mencoba menganalisis lebih jauh tentang batasan masalah dan pertanyaan penelitian yang dirumuskan dengan beberapa teori dan konsep yang relevan.. Kejahatan transnasional (transnational crime) adalah suatu pelanggaran hukum baik perdata maupun pidana yang dimana suatu kasus tersebut melintasi batas-batas dari suatu negara, kejahatan ini bisa ditujukan kepada negara, kepada individu atau kepada harta benda baik milik negara maupun milik individu.Secara konsep transnational crime merupakan tindak pidana atau kejahatan yang melintasi batas negara. Secara konsep, transnational crime merupakan tindak pidana atau kejahatan yang melintasi batas negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali secara internasional pada era tahun 1990-an dalam TheEigth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders.2 Sebelumnya istilah yang telah lebih dulu berkembang adalah “organized crime”. Pada tahun 1995, PBB telah mengidentifikasi 18 jenis kejahatan transnasional, yaitu pencucian uang, terorisme, pencurian benda seni dan budaya, pencurian kekayaan intelektual, perdagangan senjata gelap, pembajakan pesawat, pembajakan laut, penipuan asuransi, kejahatan komputer, kejahatan lingkungan, John R. Wagley, “Transnational Organized Crime:Principal Threats and U.S. Responses” 2 perdagangan orang, perdagangan bagian tubuh manusia, perdagangan narkoba, penipuan kepailitan, infiltrasi bisnis, korupsi, dan penyuapan pejabat publik atau pihak tertentu. Dilihat dari jenis-jenis kejahatan transnasional diatas dapat di ketahui bahwa peredaran narkoba (illegal drug trafficking) merupakan salah satu kejahatan transnasional yang termasuk didalamnya. Berbagai masalah yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dan perdagangan ilegal obat-obatan berbahaya ini membuat keberadaan suatu organisasi yang dapat menanggulangi masalah tersebut dirasakan sangat perlu. Kerjasama antar negara dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika harus dikembangkan karena tidak mungkin suatu negara dapat memberantas peredaran gelap narkotika berdimensi internasional sendirian. Maka di butuhkan suatu kerjasama baik itu melalui pemerintah atau organisasi internasional. Setiap negara di dunia sudah tentu memiliki kepentingan nasional yang fundamental yaitu mewujudkan warga negara yang merdeka, bebas dan sejahtera. Namun hal ini tidak akan tercapai apabila suatu bangsa tidak bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Dengan adanya kesamaan visi dan misi serta kebutuhan masyarakat atas suatu organisasi internasional yang mengkoordinasikan kerjasama di bidang kepolisian dalam rangka memberantas kejahatan-kejahatan yang bersifat lintas batas negara maka lahirlah International Criminal Police Organization atau Interpol. Salah satu kejahatan transnasional yang menjadi agenda dalam tugas Interpol adalah pemberantasan peredaran gelap narkotika. Organisasi internasional termasuk bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari jaringan hubungan internasional dan bahwa kebanyakan negara berpartisipasi dalam berbagai jenis organisasi tidak hanya memperluas kemungkinan untuk kebijakan nasional tetapi menambah ikatan di tempat negara beroperasi. NCBInterpol Indonesia merupakan anggota dari organisasi internasional INTERPOL yang fokus dalam menanggulangi kejahatan transnasional dan internasional di negaranya seperti perdagangan ilegal narkotika dan obat-obatan berbahaya, penyelundupan manusia, kejahatan internet (cyber crime), pencucian uang, dan lain-lain.Selain upaya menanggulangi kejahatan transnasional dan internasional, NCB-Interpol juga merupakan lembaga kerjasama internasional kepolisian guna meningkatkan kredibilitas masing-masing negara anggotanya. NCB-Interpol Indonesia dalam menanggulangi kejahatan narkotika dan obat-obatan berbahaya, khususnya pada kasus perdagangan gelap narkotika yang melewati dua negara atau lebih yaitu melalui kerjasama pertukaran data dan informasi dengan NCB-Interpol lainnya mengenai kejahatan tersebut untuk mempersempit ruang gerak dan meminimalisir terjadinya kejahatan perdagangan ileagal narkotika dan obat-obatan berbahaya. Selain pertukaran data dan informasi yang efektif mengenai cara pemberantasan perdagangan ilegal narkotika dan obatobatan terlarang, NCB-Interpol Indonesia sebagai wakil atau delegasi Indonesia juga aktif dalam pertemuan-pertemuan regional Asia Tenggara yang membahas kejahatan transnasional dan internasional. Pertemuan regional di kawasan Asia Tenggara tersebut dapat membantu penanggulangan perdagangan gelap narkoba lintas negara karena dalam pertemuan tersebut dibahas peraturan-peraturan untuk menentukan kebijakan serta cara yang efektif yang dapat mengurangi kejahatan transnasional di wilayah Asia Tenggara. Suatu kerja sama yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain tidak terlepas dari kepentingan nasional masing-masing negara yang mendasarinya untuk melakukan kerjasama. Setiap negara mengandalkan dirinya pada kekuatan nasional yang untuk menyelenggarakan politik luar negeri yang mengabdi pada kepentingan nasional.Kepentingan nasional adalah sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya.Dalam hal ini kepentingan nasional dari negara Indonesia yaitu mencipatakan Indonesia bebas narkotika. Hal ini sesuai apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia yaitu “Gerakan Indonesia Bebas Narkoba 2015” yang telah di cetuskan pada 26 Juni 2011 yang bertepatan dengan Hari Anti Narkoba Internasioal (HANI) PEMBAHASAN A. Strategi Interpol dalam menanggulangi jaringan narkotika Internasional di Indonesia Modus operandi sindikat peredaran narkotika dengan mudah dapat menembus batas-batas negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan teknologi yang canggih sehingga dengan mudah memasuki suatu negara oleh karena itu setiap aparat penegak hukum harus lebih cerdik dan lebih sigap dalam hal mengantisipasi masalah ini. Khusus dalam penanganan masalah narkotika, Internasional Crime Police Organization mempunyai sub Divisi Narkotika yang mempunyai tugas untuk memfokuskan pada masalah narkotika untuk membantu petugas penanggulangan obat terlarang. Sub divisi narkotika ini mengoperasikan suatu system pelaporan intelejen yang efektif dan menguntungkan negara anggota, menyoroti kasus-kasus penyitaan narkotika dalam jumlah besar dan melukiskan kecenderungankecenderungan baru dari penyalur, jenis narkotika yang disita, modus operandi yang digunakan dan rute perjalanan yang dilalui. Aktifitas yang berhubungan dengan narkotika di tangani oleh dua group yaitu Group 1 dan Group 2, Group 1 bertugas untuk menangani ganja/opium dan Group 2 bertugas untuk menanangani kokain dan obat-obat psikotropis. Kedua Group ini bertugas untuk mengumpulkan informasi penyitaan, mengkordinir penyelidikan internasional, mensirkulasikan informasi tentang taktik dan strategi, berkordinasi dengan berbagai badan PBB, meyediakan bantuan kepada setiap NCB, mengatur pertemuan untuk membicarakan kasus yang sedang berlangsung,mengevaluasi secara periodic situasi perdagangan/peredaran narkotika diberbagai belahan bumi. Kantor Perwakilan Pengontrolan Narkotika di Bangkok,Thailand mempunyai dua perwira dan satu sekertaris yang berasal dari kedua negara tersebut yang menitikberatkan pada penanggulangan peredaran narkotika di Asia Tenggara. Aktifitas yang dilakukan oleh sub divisi Narkotika ini antara lain : 1. Program Strategis penanggulangan perluasan peredaran kokain di Eropa. 2. Sistem Intelejen Strategis (SIS) menyediakan data penyitaan narkotika diseluruh dunia secara computer 3. Program monitor diversi narkotika dan zat kimia uang bersifat legal kemudian diperdagangkan secara illegal. 4. Program Monitor penyalur-penyalur dari berbagai kebangsaan dan kelompok etnis. 5. Program penanggulangan peredaran heroin dari rute Balkan.3 Sub divisi ini memproduksi berbagai dokumen untuk membantu petugas penanggulangan narkotika dalam melaksanakan tugas. Laporan-laporan intelejen sangat penting dalam penyitaan, dan setiap kecenderungan baru dalam perdagangan internasional dikirim kemasing-masinng negara anggota setiap minggu. Dalam pemberantasan narkotika di Asia tenggara, khususnya di Indonesia, Interpol Indonesia sebagai salah satu anggota dari organisasi ICPO yang bertugas untuk memberantas kejahatan narkotika ini harus lebih sigap dalam menanggulangi kasus ini, baik itu bekerja sama dengan badan lain seperti Badan Narkotika Nasional atau pihak Bareskrim Polri atau dengan lembaga lain. Selain melakukan kerjasama dengan NCB-Indonesia perlu melakukan peningkatan internal yang harus dilakukan untuk meningkatkan skill dan wawasan setiap personil NCB-Indonesia. Menurut wawancara dengan Bapak Drs. Hasan Malik selaku Kepala Bagian Jaringan Internasional mengungkapkan bahwa dalam menanggulangi kejahatan narkotika di Indonesia, NCB Indonesia melakukan aktifitas seperti berikut : 1. Melakukan kerjasama dengan NCB Interpol negara lain baik itu dengan melakukan Join Operasional ataupun melakukan pertukaran staff. 2. Peningkatan skill staff, dalam hal ini peninggkatan kemampuan staff dengan cara melakukan training baik itu dengan lembaga didalam negri atau dari luar negri yang di panggil secara khusus untuk meningkatkan kemampuan staff NCB-Indonesia. 3. Mendapatkan Informasi personal baik itu secara formal dan informal 3 Sardjono, Op.Cit., hlm 30 4. Menerima dan merespons dengan cepat dan tepat setiap informasi yang di butuhkan baik itu informasi dari NCB negara lain ataupun dari informan Interpol sehingga kecepatan dalam penanganan suatu masalah bisa terselesaikan dengan baik.4 Selain itu Interpol Indonesia juga mempunyai strategi khusus dalam penanganan masalah penyalahgunaan narkotika. Interpol Indonesia memakai “MST-Message” dan sistem jaringan “I-24/7”. MST-Message merupakan suatu surat khusus yang dipakai dalam meminta informasi tentang kejahatan narkotika. Surat ini berisi identitas pelaku dan sindikat jaringan internasional yang di simpan didalam system Interpol dan didalam MST-message ini berisi informasi yang berupa singkatan-singkatan khusus dan kode-kode informasi serta hanya beris informasi penting sehingga informasi yang di terima oleh Interpol negara peminta bersifat rahasia dan langsung pada isinya. Yang kedua yaitu system “I-24/7” yang merupakan singkatan dari “I”merupakan Interpol, 24 merupakan 24 jam dan 7 hari dalam seminggu. Sistem 1-24/7 merupakan jaringan komunikasi yang lazim disebut Interpol Global Communication System (ICGS) yang non stop beroperasi selama 24 jam. Sistem ini merupakan suatu system yang bersifat rahasia karena didalam system ini berisi tentang informasi mengenai peta jaringan narkoba internasional dan laporanlaporan kasus narkotika seluruh dunia. Sistem ini bebas dari serangan hacker dunia, karena apabila login kedalam program ini, system I-24/7 harus masuk kedalam suatu program khusus dari Interpol yang telah disediakan sehingga program ini betul-betul rahasia dan hanya sebagian khusus dari staff NCB yang bisa mengakses program ini. Program I-24/7 merupakan jaringan komunikasi khusus dari ICPO yang berfungsi untuk berkomunikasi dengan kantor-kantor NCB Interpol negara lain, selain itu I-24/7 ini memuat berbagai jenis kejahatan-kejahatan yang di tangani oleh ICPO yang dimana kejahatan narkotika merupakan salah satu jenis kejahatan yang di tangani di dalamnya. Di dalam program ini, yang dimana penulis melihat dan mengamati secara langsung di dalam Kejahatan narkotika, terlihat jenis 4 Wawancara dengan Bapak Drs. Hasan Malik tanggal 7 maret 2013 di Kantor NCB-Indonesia sindikat,red notice, peta jaringan dan kasus-kasus narkotika yang ditangani oleh polisi-polisi di seluruh dunia. B. Efektifitas Peranan Interpol dalam menangani jaringan narkotika Internasional di Indonesia Indonesia sebagai salah satu anggota ICPO-Interpol yang mempunyai posisi geografis yang strategis dan program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah tidak terlepas dari perkembangan kejahatan internasional baik yang terjadi di Indonesia, terkait dengan negara lain kemudian pelakunya melarikan diri ke luar negri maupun pelaku kejahatan dari negara lain yang melarikan diri dan bersembunyi di Indonesia. Internasional Crime Police Organisation sebagai suatu Organisasi yang mempunyai tugas untuk memberantas kejahatan internasional yang dimana narkoba merupakan salah satu kejahatan yang berada didalamnya melakukan berbagai upaya dalam memberantas jaringan narkotika antara lain : i. Menerbitkan “Internasional Notices (Red,Blue,Green,Black,Yellow, Modus Operandi, Operational Matter dan Stolen Property)” yang berisi pencarian pelaku kejahatan, peringatan untuk mengikuti kegiatan seseorang yang dicurigai, informasi-informasi tentang penjahat internasional, mayat tidak dikenal, modus operandi baru,dan jenis kejahatan yang berkembang. ii. Menerbitkan “Interpol review” yang berisi informasi-informasi tentang kejahatan dan penyalahgunaannya serta penerapan teknologi dalam tugas-tugas kepolisian. iii. Menyelenggarakan symposium, seminar, training dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional, iv. Komputerisasi data dan informasi kejahatan (sidik jari,identitas pelaku, perusahaan dan organisasi) yang biasa di akses oleh setiap negara naggota v. Memberikan bantuan teknik di bidang telekomunikasi guna terselenggaranya pertukaran informasi dengan cepat dan aman.5 Dalam melakukan pemberantasan kejahatan narkotika, ICPO-Interpol menghadapi berbagai permasalahan dan batasan dalam menanggulangi masalah ini yaitu : 1) Batas negara dan yuridiksi Kewenangan aparat penegak hukum di dalam melakukan kegiatan penegak hukum dibatasi oleh suatu wilayah negara sebagai batas yuridiksi hukum yang dimilikinya. Di sisi lain para pelaku kejahatan ini dapat bergerak bebas melewati batas negara selama dilengkapi dengan dokumen keimigrasian yang memadai 2) Perbedaan hukum nasional Adanya perbedaan hukum nasional dari negara-negara anggota ICPO-Interpol, misalnya di negara tertentu di negara lain perbuatan yang sama tidak dianggap tindak pidana. Hal tersebut sering menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan penyelidikan antar negara. 3) Kecepatan Dengan kemajuan di bidang transportasi, komunikasi dan informatika, maka para pelaku kejahatan dapat bergerak dengan cepat untuk berpindah dari suatu negara ke negra lainnya sementara aparat penegak hukum terbentur pada masalah birokrasi yang panjang.Di samping itu di perlukan adanya kecepatan dalam pertukaran informasi dengan negara yang menjadi tujuan pelaku kejahatan. 4) Identifikasi Sebelum penegak hukum dapat melaksanakan pertukaran informasi dengan negara lain, mereka mampu melaksanakan identifikasi terhadapa pelaku kejahatan yang akurat. Dalam kurun waktu 5 Sardjono, Op.Cit., hlm 138 tersebut, para pelaku kejahatan dapat melarikan diri ke negara lain lagi. 5) Perjanjian (treaty) Setelah para pelaku kejahatan tersebut diketahui berada disuatu negara tertentu, maka untuk membawa pelaku tersebut kembali ke Indonesia diperlukan adanya perjanjian ekstradisi antara negara tersebut dengan Indonesia. Sedangkan sampai saat ini Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan semua negara di dunia. Indonesia baru memilik perjanjian ekstradisi dengan Malaysia, Philipina, Thailand dan Australia. 6) Bantuan timbal balik dalam penyelidikan Di samping perjanjian ekstradisi, maka dalam rangka penyeledikan (penggeledehan, penyitaan barang bukti, penangkapan tersangka, pemeriksaan dan lain-lain) masih diperlukan kesepakatan dalam prosedur pelaksanaannya yang secara internasional disebut “Mutual Assistance in Criminal Matters” 7) Liaison Officer Dalam rangka kerjasama dalam penanggulangan kejahatan internasional berdasarkan resolusi sidang umum ICPO-Interpol dan Joint Communique Sidang Aseanpol, sangat di anjurkan menempatkan Liaison Officer (LO) Polri di negara lain secara selektif berdasarkan kepentingan negara tersebut. Namun pada saat ini Polri baru menempatkan Liaison Officer (LO) hanya di Malaysia sedangkan di negara lain masih berstatus “DIPLOMATIK” masih dalam proses penyelesaian.6 Secara khusus NCB-Interpol Indonesia juga memiliki peran dalam pemberantasan narkoba di Indonesia. NCB-Indonesia yang merupakan salah satu bagian dari ICPO mempunyai peran khusus dalam menanggulangi kejahatan narkotika di Indonesia namun peran ini tidak terlepas dari peranan secara umum yang telah dijelaskan sebelumnya. Peran khusus ini di pengaruhi oleh keberadaan 6 Sardjono, Op.Cit., hlm 138 NCB-Indonesia yang berada di wilayah Indonesia yang menganut system hukum dan peradilan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dengan Drs. Hasan Malik selaku Kepala Bagian Jaringan Internasional, NCB-Interpol Indonesia memiliki peran khusus dalam pemberantasan jaringan narkotika di Indonesia antara lain: 1. Fasilitator Dalam peran ini Interpol mempunyai tugas sebagai fasilitator dari penyidik penyidik baik itu dari BNN ataupun dari Bareskrim Polri untuk melakukan penyelidikan tentang masalah narkotika. Selain itu NCB-Indonesia juga menjadi fasilitator penyidik dari negara lain yang membutuuhkan bagian dari NCB-Indonesia untuk mencari pelaku yang diduga berada di negara Indonesia 2. Kordinator Dalam fungsi Kordinator NCB-Indonesia memilikin peran yang terdepan dalam melakukan kerjasama dengan negara lain, baik itu NCB-Indonesia menjadi tempat pertama apabila ada negara lain yang ingin meminta bantuan untuk menyelidiki tersangka yang ada di Indonesia ataupun NCB-Indonesia sebagai motor pertama untuk diminta bantuan untuk menyelidiki para pelaku kejahatan yang berada di negara lain. 3. Penyelidikan Dalam fungsi penyelidikan, NCB- Indonesia hanya sampai dalam tahap memberikan Informasi.Karena fungsi penangkapan di Indonesia dilakukan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia.7 Dalam Wawancara ini, secara khusus ditekankan bahwa NCB-Indonesia sebagai perwakilan ICPO di Indonesia hanya sebatas pemberi dan penyebar informasi. Baik itu buat semua aparat kepolisian di Indonesia untuk melakukan pemburuan dan penangkapan tersangka ataupun sabagai Informasi kepada NCB negara lain untuk melakukan pembatasan ruang dan gerak para pelaku kejahatan 7 Wawancara dengan Bapak Drs. Hasan Malik tanggal 7 maret 2013 di NCB-Interpol Indonesia dan memberi tahu kepada kepolisian negara tersebut untuk melakukan penangkapan apabila pelaku memasuki negara tersebut. Dalam memberikan informasi baik itu kepada pihak kepolisian atau kepada negara lain NCB-Indonesia mengeluarkan “Notice” merupakan salah satu alat untuk melacak keberadaan orang di Luar Negara asalnya, adalah kewajiban negara – negara yang tergabung dalam Interpol untuk menyebar luaskannya, dan mencari buronan Notice tersebut di dalam negerinya, kemudian menangkap atau minimal memberitahu negara asal pembuat Notice. Berikut ini jenis tingkatan notices yang di keluarkan oleh ICPO-Interpol 1. Red Notices ( Wanted Notice) adalah permintaan pencarian tersangka/ terdakwa atau terpidana yang diduga melarikan diri ke negara lain, dengan maksud agar dilakukan pencarian, penangkapan dan penahanan untuk diekstradisikan 2. Blue Notice (Enquiry Notice) adalah Permintaan pencarian pelaku kejahatan yang diduga melarikan diri ke Negara lain bukan untuk tujuan penangkapan, tetapi untuk dilokalisir dan atau kemungkinan adanya catatan criminal serta jati diri maupun aktifitas lainnya. 3. Green Notice (Warning Notice) adalah Informasi yang berisi peringatan kepada Negara-negara lain agar waspada terhadap residivis atau seseorang atau kelompok yang kemungkinan akan melakukan kejahatan di Negara penerima informasi. 4. Yellow Notice ( Missing Person) adalah Pencarian orang yang diduga hilang atau orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan diduga hilang, yang kemungkinan pergi atau berada di Negara lain. 5. Black Notice (Unidentified Body) adalah Permintaan informasi tentang penemuan mayat yang tidak diketahui identitasnya dan diduga berkebangsaan lain.8 Notice yang Interpol terima setiap bulan baik itu Red,Blue, Green, yellow ataupun black Notices dapat mencapai puluhan bahkan ratusan notices per hari yang di terima NCB-Indonesia dari kantor-kantor NCB lainnya ataupunlangsung 8 Sardjono, Op.Cit., hlm 258-259 dari pusat yang berbasis di Lyon. Seperti contoh per tanggal 9 januari 2013, NCB Indonesia mendapatkan 18 Red Notices mengenai semua kejahatan yang di tangani Interpol yang dimana didalam 18 Red Notices tersebut terdapat 1 Red Notices tentang Narkotika, sedangkan pada tanggal 10 januari 2013, NCB Indonesia mendapatkan 30 Red Notices mengenai semua kejahatan yang di tangani Interpol yang dimana didalam 30 Red Notices tersebut terdapat 4 Red Notices tentang Narkotika, dan pada tanggal 22 januari 2013, NCB Indonesia mendapatkan 37 Red Notices mengenai semua kejahatan yang di tangani Interpol yang dimana didalam 37 Red Notices tersebut terdapat 4 Red Notices tentang Narkotika. Dari jumlah Notice yang diterima ataupun dikeluarkan oleh NCB Indonesia kita dapat mengetahui bagaimana efektifitas peran dari NCB-Indonesia itu. Karena dalam hal Red Notices yang diterima atau di keluarkan, NCBIndonesia ataupun NCB-Interpol di negara lain harus langsung menanggapi dan menyerahkan daftar Red Notices ini kepihak imigrasi tiap negara dan kepolisian di masing-masing negara. Tolak ukur yang digunakan sebagai efektif atau tidaknya permasalahan ini bisa dikategorikan dalam 3 jenis kelompok yang harus direspons oleh NCB-Indonesia ataupun Interpol lain di negara lain yaitu yang pertama Kategori Urgent (harus di respons secepat mungkin maksimal 24 jam); yang kedua kategori ‘NORMAL”(harus di respons secepat mungkin dalam waktu 10 hari) ; yang ketiga yaitu kategori “NON-URGENT”(harus di respons secepat mungkin dalam waktu 1 bulan)9. Selain mengukur ke efektifitas Interpol dari notice, berikut ini akan dipaparkan Jumlah kasus narkotika yang di tangani berdasarkan kerja sama Interpol dan Badan Narkotika Nasional berdasarkan tahun 2009-2011 sebagai batasan waktu penulisan skripsi ini dan akan di bandingkan dengan jumlah kasus narkotika di Indonesia pada tahun 2009-2011. 9 Wawancara dengan Ibu susi tanggal 7 maret 2013 di NCB-Indonesia Tabel 3.2. Tabel Jumlah kasus kerjasama Interpol dan BNN No Benua 1 Tahun 2009 2010 2011 Asia 81 107 86 2 Eropa 10 9 12 3 Afrika 9 13 16 4 Australia 3 3 4 5 Amerika 5 2 2 108 134 120 TOTAL KESELURUHAN Sumber : Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Pori,Maret 2012 di dalam Jurnal Data BNN halaman 15-16 Dari tabel diatas dapat diketahui berapa banyak jumlah kasus yang di tangani atas kerjasama antara NCB-Indonesia, Badan Narkotika Nasional pada tahun 2009 terdapat 108 kasus, pada tahun 2010 meningkat menjadi 134 kasus dan pada tahun 2011 menurun menjadi 120 kasus. Untuk mengukur keefektifitasan NCB-Indonesia dalam menangani kasus narkotika di Indonesia dapat kita lihat lagi dalam tabel berikut ini: Tabel 3.3. Tabel Jumlah kasus narkotika Periode 2009-2011 Kewarganegaraan No Tahun WNI WNA 1 2009 38295 144 2 2010 33288 161 3 2011 36469 141 S sumber : Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Pori, Maret 2012 Dari tabel di atas kita dapat lihat bahwa jumlah kasus narkotika di Indonesia yang berasal dari negara lain pada tahun 2009 berjumlah 144 kasus pada tahun 2010 sejumlah 161 kasus dan pada tahun 2011 yaitu 141 kasus. Dari jumlah kasus tersebut dapat dilihat peranan NCB-Indonesia dalam menangani kasus narkotika di Indonesia dari tabel 3.2 pada tahun 2009 yaitu berjumlah 108 kasus dari 144 kasus di Indonesia itu berarti 75% penanganan kasus Warga negara asing itu di tangani oleh NCB-Indonesia bekerjasama dengan BNN, pada tahun 2010 total jumlah kasus di Indonesia berjumlah 161 kasus sedangkan jumlah kasus yang di tangani oleh NCB-Indonesia berjumlah 134 kasus yang berarti hampir 83% d tangani oleh NCB-Indonesia, dan sedangkan pada tahun 2011 total jumlah kasus di Indonesia berjumlah 141 kasus sedangkan jumlah kasus yang di tangani oleh NCB-Indonesia berjumlah 120 kasus yang berarti hampir 85% d tangani oleh NCB-Indonesia. Dari 3 tahun tersebut tahun 2009-2011 dapat kita lihat peranan NCB-Indonesia diatas 75% bahkan tiap tahun meningkat jumlah kasus yang di tangani oleh Interpol Indonesia. Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah kasus yang ditangani Interpol 3 tahun tersebut dapat disimpulkan efektif. Di Indonesia, NCB-Indonesia menjadi sebagai sumber informasi kedua lembaga lainnnya yaitu BNN dan Bareskrim Polri karena menurut Undang-Undang yang berlaku, penangkapan tersangka narkotika hanya boleh dilakukan oleh kedua lembaga tersebut Interpol Indonesia mempunyai peran yang begitu penting dalam menangani kasus narkotika di Indonesia namun dalam menjalankan peran tersebut, Interpol Indonesia mempunyai faktor-faktor penghambat dalam menjalankan peran tersebut antara lain: 1. Kurangnya staf Interpol Indonesia 2. Terjadi perbedaan hukum dengan negara lain 3. Keinginan baik suatu negara 4. Kapasitas staff Interpol Indonesia 5. Teknologi yang digunakan C. Sikap Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi jaringan narkotika Internasional Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/Obat berbahaya) merupakan masalah yang sangat kompleks, masalah ini memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Penanggulangan Narkotika ini tidak dapa dilakukan oleh Pemerintah sendiri melainkan membutuhkan kerja sama dengan negara lain bahkan dengan organisasi Internasional. Pemerintah Indonesia yang menunjuk BNN sebagai lembaga pemerintah yang bertugas khusus untuk memberantas peredaran narkoba di Indonesia telah melakukan kerjasama dengan NCB-Indonesia dalam menanggulangi peredaran narkotika di Indonesia. Kerja sama antara NCB Indonesia dan BNN serta dengan Bareskrim Polri dapat dilihat dari ilustrasi berikut ini: PUSAT ICPO di Lyon Di Di NCB IMIGRASI NCB INDONESIA NCB BNN POLRI Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa sumber informasi berasal dari Pusat ICPO yang berada di Lyon, dari kantor pusat ICPO memberikan informasi kepada setiap-setiap NCB baik itu berupa notice atau perkembangan sindikat narkotika untuk mengantisipasi dan bahkan menangkap tersangka tersebut, dari tiap-tiap NCB pun saling melakukan komunikasi, saling bertukar informasi kepada tiap NCB dan mengirimkan data terbaru mengenai suatu sindikat atau jaringan narkotika internasional kepada ICPO pusat untuk disebarkan kembali dan dijadikan data base bagi NCB yang membutuhkan. Ketika Informasi masuk kepada tiap-tiap NCB termasuk didalamnya NCB-Indonesia, NCB tersebut harus segara merespon dan memberitahukan kepada bagian imigrasi untuk melakukan pencekalan dan kepada Polisi untuk melakukan penangkapan. Hal ini terjadi karena Interpol hanya sebatas pemberi informasi dan penangkapan sutu tersangka dilakukan oleh kepolisian setempat, hal ini berlaku pula di Indonesia. Jadi pemerintah Indonesia yang dimana di wakili oleh BNN dan Bareskrim Polri harus sigap dan tanggap dalam menangani setiap informasi yang masuk. Selain melakukan kerjasama dengan Interpol, pemerintah juga perlu mencanangkan program khusus untuk mengantisipasi peredaran narkotika di Indonesia. BNN selaku lembaga pemerintah yang ditunjuk langsung untuk menangani kasus narkotika di Indonesia telah membuat program Pencegahan , Penanggulangan Penyalahgunaan dan Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba atau yang lebih dikenal dengan P4GN untuk memberantas kejahatan narkotika di Indonesia. Pencegahan dalam P4GN di maksudkan mempunyai 3 poin utama yaitu mencegah mereka yang belum pernah memakai narkoba agar tidak memakai narkoba; kedua mencegah mereka yang memulai memakai narkoba agar tidak terjadi ketergantungan dan poin ketiga yaitu mencegah mereka yang sudah ketergantungan agar tidak semakin berat dalam menggunakan narkoba10. Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan dan Pemberantasan Gelap Narkoba, memiliki 3 sasaran utama yang difokuskan yaitu, Program berbasis sekolah yang dimana bertujuan untuk menjadikan sekolah sebagi tempat bebas narkoba, sekolah dijadikan sebagai tempat vital untuk memberikan informasi awal dan sebagai langkah pertama dalam memberantas narkoba; yang kedua Program berbasis Tempat Kerja, yang bertujuan menjadikan tempat kerja bebas narkoba dengan mengetahui besar dan luasan masalah, menetapkan kebijakan termasuk peraturan dan sanksi, komunikasi serta informasi dan melakukan pemeriksaan rutin serta 10 Lydia Harlina Martono,2007,Ancaman narkoba bagi generasi bangsa,Jakarta, hal 106 tindakan represif untuk pencegahan narkoba; dan yang ketiga yaitu Program berbasis Komunitas dengan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat agar mampu dan menolong dirinya dan lingkungannya dalam upaya P4GN dengan sasaran remaja,orang tua dan tokoh masyarakat.11 KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, NCB Indonesia mempunyai tugas sebagai penyelenggara kerjasama atau koordinasi melalui wadah ICPO Interpol dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kejahatan internasional atau transnasional yang dimana Kejahatan narkotika merupakaan salah satu jenis kejahatan internasional atau transnasional. Dalam menangani kejahatan narkotika Interpol Indonesia memilik strategi antara lain Melakukan kerjasama dengan NCB Interpol negara lain baik itu dengan melakukan Join Operasional ataupun melakukan pertukaran staff; Melakukan Peningkatan skill staff; Mendapatkan Informasi personal baik itu secara formal dan informal; Menerima dan merespons dengan cepat dan tepat setiap informasi yang di butuhkan baik itu informasi dari NCB negara lain ataupun dari informan Interpol sehingga kecepatan dalam penanganan suatu masalah bisa terselesaikan dengan baik selain itu strategi khusus Interpol Indonesia yaitu menggunakan Mst-Message dan I-24/7 Selain itu Menerbitkan “Internasional Notices (Red, Blue, Green, Black, Yellow, Modus Operandi, Operational Matter dan Stolen Property)” yang berisi pencarian pelaku kejahatan, peringatan untuk mengikuti kegiatan seseorang yang dicurigai, informasi-informasi tentang penjahat internasional, mayat tidak dikenal, modus operandi baru,dan jenis kejahatan yang berkembang; Menerbitkan “Interpol review” yang berisi informasi-informasi tentang kejahatan dan penyalahgunaannya serta penerapan teknologi dalam tugas-tugas kepolisian; Menyelenggarakan symposium, seminar, training dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional; Komputerisasi data dan informasi kejahatan (sidik 11 Ibid,hal 110-114 jari,identitas pelaku, perusahaan dan organisasi) yang biasa di akses oleh setiap negara naggota; Memberikan bantuan teknik di bidang telekomunikasi guna terselenggaranya pertukaran informasi dengan cepat dan aman; kedua, Di dalam pelaksanaan Tugas, Interpol mengalami berbagai hambatan-hambatan dalam menyelesaikan suatu kasus seperti batas negara dan yuridiksi, Perbedaan hukum nasional, Kecepatan, Identifikasi, Perjanjian (treaty), Bantuan timbal balik dalam penyelidikan, Liaison Officer. Namun di dalam penanganan masalah Interpol tergolong efektif berdasarkan data yang ada menunjukkan peran Interpol Indonesia masih tergolong tinggi dalam memberikan data dan informasi tentang sindikat kejahatan narkotika internasional. Ketiga, Dalam menanggulangi kejahatan Narkotika di Indonesia, di jalin kerjasama antara NCB-Indonesia, Badan Nasional Narkotika dan Bareskrim Polri selain itu Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Badan Narkotika Nasional mempunyai program Pencegahan, Penanggulangan Penyalahgunaan dan Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba atau yang lebih dikenal dengan P4GN untuk memberantas Narkoba di Indonesia. B. Saran Dari penarikan kesimpulan tersebut, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut pertama, Pemerintah Indonesia harus secara ketat dalam melakukan pengawasan terhadap jaringan narkotika di Indonesia dan lebih memaksimalkan kerja sama dengan pihak Interpol. Hal ini mengingat bahwa Modus operandi sindikat peredaran narkotika dengan mudah dapat menembus batas-batas negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan teknologi yang canggih sehingga dengan mudah memasuki suatu negara oleh karena itu setiap aparat penegak hukum harus lebih cerdik dan lebih sigap dalam hal mengantisipasi masalah ini. Selain itu banyak narkoba yang masuk ke Indonesia berasal dari sindikat asing, sehingga kerja sama dengan Interpol dapat mengurangi dan menanggulangi tindak kejahatan narkotika di Indonesia; kedua, Kerjasama antara NCB-Indonesia, BNN dan Bareskrim Polri dalam penggunaan MSTMessage” dan sistem jaringan “I-24/7” harus lebih di tingkatkan. Pemanfaatan teknologi dari Interpol ini perlu lebih di tingkatkan mengingat dari kedua cara tersebut, Baik pemerintah Indonesia lewat BNN atau bareskrim Polri dapat mengetahui update perkembangan pola atau modus serta sindikat jaringan narkotika di dunia Internasional sehingga tidak ketinggalan update bahkan dapat merumuskan tindakan yang tepat untuk mengantisipasi peredaran narkotika yang berasal dari luar; ketiga NCB Indonesia harus menambah staff operasional agar lebih mengoptimalkan kinerja dari NCB-Indonesia. Hal ini mengingat bahwa jumlah staff yang berada di NCB-Indonesia sangat terbatas, perlu menambah jumlah staff yang sesuai dengan bidangnya sehingga kinerja dari NCB-Indonesia bisa lebih efektif dibandingkan saat ini. DAFTAR PUSTAKA Bennet, Lerroy, 1991, Internasional Organization,principles and isues dalam Ade Maman Suherman , 2003, Organisasi Internasional dan integrasi ekonomi regional, Jakarta: Ghalia Indonesia Bogdan dan Taylor, dalam Lexy J. Moleong, 1991 , Metode Penelitian Kualitatif , Bandung: Remaja Rosdakarya. Bowett D.W, 1995,Hukum Organisasi Internasional dalam Ade Maman Suherman ,2003, Organisasi Internasional dan integrasi ekonomi regional, Jakarta: Ghalia Indonesia Couloumbis, Theodore A. dan James H. Wolfe, 1982, Introduction to International Relations: Power and Justice, New Jersey: Prentice Hall Jemadu, Aleksius, 2008, Politik Global dalam teori dan Praktik, Yogyakarta:Bandung Karjadi, 1976, Interpol, Bogor : Politea Kusumohamidjo, Budiono, 1987, Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis, Jakarta, Bina Cipta Martono, Lydia Harlina, 2007, Ancaman narkoba bagi generasi bangsa, Jakarta Nasrun, Mappa, 1990, Indonesia International Relation with The South Pasific Countries: Prospect and Problems, Makassar: UNHAS Mas’oed, Mohtar, 1994, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3ES Nye,Jospeh S,1992, Understanding International Conflicts.Harper Collins College Publisher: USA Parhiana , I Wayan,1990, Pengantar Hukum Internasional dalam Ade Maman Suherman , 2003, Organisasi Internasional dan integrasi ekonomi regional, Jakarta: Ghalia Indonesia Perwita,2005, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional , Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Sangaribuan,Masri dan Sofyan Efendi,1983, Metode Penelitian Survei , Jakarta: LP3ES. Sardjono,1996, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, Jakarta: NCB- Interpol Sasangka, Hary, 2003, Narkotika dan Psikotropika dalam hukum pidana,Bandung: Mandar Maju Sitepu, P,Anthonius, 2011, Studi Hubungan Internasional , Yogyakarta: Graha Ilmu Suryokusumo, Sumaryo,1990, Hukum Organisasi Internasional, dalam Ade Maman Suherman , 2003, Organisasi Internasional dan integrasi ekonomi regional, Jakarta: Ghalia Indonesia