BAB 3 PENINGKATAN KEAMANAN, KETERTIBAN DAN PENANGGULANGAN KRIMINALITAS A. KONDISI UMUM Upaya peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas ditandai dengan meningkatnya kemampuan aparat keamanan dalam menindak, mencegah dan menanggulangi gangguan keamanan, ketertiban, dan kriminalitas. Keberhasilan yang telah dicapai dalam membongkar tindak kejahatan menunjukkan adanya peningkatan profesionalitas aparat keamanan. Dunia internasionalpun mengakui keberhasilan pembangunan bidang keamanan, dimana keseriusan dalam memerangi tindak kejahatan transnasional mendapatkan apresiasi baik oleh masyarakat internasional maupun dunia usaha. Kepercayaan masyarakat internasional dan dunia usaha terhadap kondisi keamanan dan ketertiban tercermin dari kinerja perekonomian yang ditunjukkan oleh kestabilan atau membaiknya berbagai indikator makro ekonomi. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya masih menghadapi berbagai kendala seperti terjadinya penyimpangan profesi aparat keamanan, sikap kritis masyarakat yang kurang dilandasi oleh pemahaman dan kepatuhan terhadap hukum, serta perilaku primordial masyarakat yang belum sepenuhnya dapat menerima perbedaan baik etnis, agama maupun keyakinan. Pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik relatif belum mampu mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab masih tingginya tingkat gangguan keamanan, ketertiban dan kriminalitas. Kondisi yang ditandai dengan tingginya tingkat pengangguran, sulitnya lapangan kerja, serta daya beli masyarakat yang rendah menjadikan sebagian masyarakat seakan terjebak dalam dua pilihan yaitu bertahan untuk hidup secara lurus atau secara menyimpang (bertindak kriminal). Hal semacam ini merupakan faktor korelatif kriminogen yang apabila tidak dapat dikelola dengan baik dapat menjadi tindak kriminal nyata. Dalam hal inilah peran aparat keamanan menjadi sangat penting. Meskipun beberapa kejahatan konvensional yang menonjol seperti pencurian dengan pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, penganiayaan berat, atau kenakalan remaja menunjukkan penurunan, namun secara umum trend kriminalitas masih menunjukkan gejala peningkatan pada tahun 2006, yaitu meningkat sebesar 6,7 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, penyelesaian tindak pidana pada tahun yang sama hanya meningkat sebesar 2,5 persen. Masih lemahnya penjagaan wilayah perbatasan dan pintu-pintu masuk Indonesia seperti pelabuhan laut dan udara, serta masih terbatasnya kerjasama internasional penanganan kejahatan transnasional menjadikan Indonesia sebagai ladang subur bagi tumbuhnya kejahatan transnasional. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan semakin mengglobalnya dunia menyebabkan kejahatan yang bersifat kompleks dengan skala lintas negara/ transnasional seperti penyelundupan senjata, perdagangan manusia, perdagangan anak-anak dan perempuan, terorisme ataupun perdagangan narkoba masih tinggi intensitasnya. Namun dalam hal penanganan kejahatan transnasional pencucian uang (money laundering), sejak Februari 2006 Indonesia secara resmi telah dikeluarkan II.3 - 1 dari kelompok negara yang dimonitor oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF on ML) dan hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia telah berhasil menekan tindakan illegal khususnya money laundry. Dalam hal pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, aparat keamanan semakin intensif dan berhasil menggulung sejumlah pengguna dan bandar pengedar narkoba. Seiring dengan semakin ketatnya pengawasan, maka berbagai modus peredaran gelap narkoba yang semakin beragam telah berhasil dibongkar oleh aparat keamanan. Lebih lanjut, terbongkarnya sejumlah sentra-sentra produksi narkoba berskala besar terutama sabu-sabu, ekstasi, dan ladang ganja, menimbulkan harapan baru menurunnya kasus-kasus kejahatan narkoba. Beberapa kasus besar narkoba yang berhasil dibongkar oleh aparat keamanan pada tahun 2006 diantaranya adalah tertangkapnya sejumlah bandar narkoba dari dalam dan luar negeri, pemusnahan ladang ganja, pembongkaran pabrik ekstasi dan sabu-sabu skala besar di berbagai daerah, serta penggagalan rencana transaksi narkotika jenis sabu-sabu seberat hampir 1 ton dengan nilai Rp. 600 milyar di Teluk Naga Tangerang. Namun demikian keberhasilan tersebut belum dapat menurunkan tingkat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba terkait dengan nilai ekonominya yang sangat tinggi. Dalam kurun dua tahun terakhir, kejahatan narkotika mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu 28,6 persen dibandingkan tahun 2005. Meskipun masyarakat Poso pada dasarnya memiliki toleransi yang tinggi, ada indikasi pemeliharaan keberlangsungan konflik yang ditunjukkan dengan rentetan peristiwa pada dua tahun terakhir seperti konflik horisontal pasca eksekusi Tibo cs, terbunuhnya tokoh agama (pendeta), atau konflik vertikal antara masyarakat dengan aparat keamanan. Dalam hal konflik bernuansa agama, akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan eskalasi. Sejumlah aliran yang dinyatakan terlarang, aktivitasnya telah merenggut sejumlah korban baik dari aparat keamanan ataupun pengikutnya. Konflik juga melanda sejumlah tempat ibadah khususnya gereja dan masjid yang dianggap melanggar peraturan tentang penyiaran agama, penodaan ajaran agama, atau penyimpangan ajaran agama. Sementara itu dalam hal pelaksanaan pengamanan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI), keberhasilan menurunkan tingkat kejahatan di laut khususnya di Selat Malaka, belum menyurutkan tekanan pihak asing untuk turut serta dalam pengamanan Selat Malaka. Sistem pengawasan dan pengamanan pengelolaan sumberdaya alam masih terasa lemah. Di bidang kehutanan pembalakan liar merupakan ancaman yang paling serius bagi keberlanjutan fungsi hutan, baik dari aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial. Kerugian hutan Indonesia akibat praktik pembalakan liar diperkirakan mencapai USD 5,7 miliar atau setara dengan Rp 46,74 triliun per tahun, tidak termasuk kerugian dari aspek ekologis yang berpotensi menimbulkan dampak bencana seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan. Upaya untuk mengatasi masalah pembalakan liar ini merupakan usaha yang sulit mengingat pelakunya memiliki jaringan sangat luas dan sulit tersentuh. Namun demikian upaya penegakan hukum yang tegas diharapkan mampu memutus jaringan pembalakan liar baik di dalam negeri maupun antar negara. Dalam upaya mengatasi masalah tersebut dari segi yuridis Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Dalam upaya memberantas praktek-praktek illegal II.3 - 2 logging telah dilakukan beberapa kegiatan diantaranya: merevitalisasi kelembagaan polisi hutan sebagai bagian dari desentralisasi kewenangan, peningkatan pengamanan hutan berbasisi sumber daya masyarakat, dan penegakan undang-undang dan peraturan serta mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum di sektor kehutanan. Sementara itu dalam rangka penanggulangan pencurian ikan (illegal fishing), telah dilakukan upaya pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan melalui penerapan sistem monitoring, controlling, and surveilance yang diantaranya berupa pemasangan transmitter dalam rangka pengembangan vessel monitoring system dengan sasaran kapal perikanan Indonesia; pembangunan pos pengawas dan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Pengawasan di 5 lokasi yaitu Belawan, Jakarta, Pontianak, Bitung dan Tual; kerja sama operasional pengawasan dengan TNI AL dan Polri serta operasi pengawasan oleh kapal pengawas DKP ; dan pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan yang diresmikan pada bulan Oktober 2006. Berkenaan dengan kondisi tersebut, maka tantangan pokok yang dihadapi pada pembangunan nasional tahun 2008 dalam rangka meningkatkan keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas adalah menurunkan tingkat kriminalitas baik melalui penurunan kejahatan konvensional, transnasional, kejahatan narkoba, konflik komunal, kejahatan di laut maupun kejahatan terhadap sumber daya alam, agar aktivitas masyarakat dapat berjalan secara wajar. Di samping itu, belum tertangkapnya tokohtokoh utama terorisme, dinamika proses politik yang masih diwarnai tindakan anarkhis, serta penyelesaian akar masalah konflik terutama di Poso merupakan tantangan yang masih akan dihadapi dalam mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, khususnya dalam rangka meraih kepercayaan internasional serta menciptakan iklim investasi yang kondusif. B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2008 Sasaran pokok yang akan dicapai dalam upaya meningkatkan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas pada tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. Menurunnya resiko penduduk terkena tindak pidana dan bertambah lamanya selang waktu terjadinya tindak pidana sejalan dengan semakin meningkatnya profesionalisme Polri; 2. Makin sempitnya ruang gerak kejahatan transnasional terutama jaringan peredaran gelap dan produksi narkotika, perdagangan manusia, dan pencucian uang; 3. Terlindunginya keamanan lalu lintas informasi rahasia lembaga/fasilitas vital negara sebagai konsekuensi kebebasan memperoleh informasi serta pemberlakuan zonazona pasar bebas regional dan kawasan; 4. Menurunnya angka ketergantungan narkoba dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba; 5. Menurunnya jumlah gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut terutama pada alur perdagangan dan distribusi serta alur pelayaran internasional sejalan dengan menguatnya koordinasi keamanan laut; 6. Terungkapnya jaringan utama pencurian sumber daya alam dan membaiknya praktek penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dalam memberantas illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing; II.3 - 3 7. Meningkatnya toleransi keberagaman dan penghargaan pluralitas serta kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum. C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2008 Arah kebijakan yang akan ditempuh untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas pada tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. Penguatan kemampuan dan pemantapan koordinasi lembaga pertahanan dan keamanan yaitu Polri, TNI, BIN, Lemsaneg, BNN, dan Bakorkamla dalam rangka meningkatkan keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas; 2. Peningkatan kemampuan mencegah, menangkal dan menindak kejahatan transnasional terutama jaringan peredaran gelap dan produksi narkotika, perdagangan manusia, dan pencucian uang melalui upaya deteksi dini dan interdiksi darat, laut maupun udara serta kerjasama antar lembaga terkait maupun internasional; 3. Peningkatan dan perluasan jaringan pelayanan lalulintas informasi rahasia lembaga/fasilitas vital negara baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri; 4. Peningkatan pelayanan rehabilitasi korban narkotika, sosialisasi bahaya narkoba, serta menekan aktivitas jaringan supply dan demand narkotika; 5. Peningkatan koordinasi dan pelaksanaan penanganan keamanan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai implementasi tanggung jawab pengamanan lalulintas pelayaran internasional; 6. Peningkatan upaya pencegahan dan penindakan kegiatan illegal logging, illegal mining dan illegal fishing melalui penguatan kapasitas kelembagaan perlindungan sumber daya laut dan kehutanan, pelaksanaan operasi pengamanan hutan dan laut secara terus menerus, dan penyelesain kasus hukum kejahatan sumber daya alam dengan hukuman yang dapat memberikan efek jera untuk menjaga sustainabilitas pemanfaatan sumber daya alam; 7. Pembinaan toleransi keberagaman dan penghargaan pluralitas; penegakan hukum non-diskriminatif yang dapat memancing rasa kepercayaan masyarakat untuk mematuhi hukum; dan pemeliharaan kamtibmas melalui upaya pemolisian masyarakat (community policing). II.3 - 4