bahan-ajar-masalah-sosial

advertisement
BAHAN AJAR PERMASALAHAN SOSIAL
A. PENDAHULUAN
Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu, selain itu manusia disebut juga makhluk
sosial, dimana manusia tidak akan lepas dari pengaruh lingkungannya. Manusia memiliki
kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia lain atau disebut juga interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari
hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nnilai sosial yang berlaku dan
diterapkan dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial
itu sendiri dapat berlangsung dengan baik.
Didalam kehidupan sehari-hari tentunya manusia tidak lepas dari hubungan antara satu
dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk mencari individu ataupun kelompok lain
untuk dapat berinteraksi atau bertukar pikiran. Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto,
interaksi sosial merupakan kunci rotasi semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya
komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan
bersama.
Interaksi di kehidupan bermasyarakat, setiap individu diwajibkan untuk memiliki kesadaran
akan kewajibannya sebagai anggota kelompok masyarakat. Jika tidak adanya kesadaran atas
pribadi masing-masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan
yang di harapkan. Selain itu jika proses sosial tidak berjalan dengan baik maka akan timbul
masalah sosial. Masalah sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam masyarakat sebagai
suatu kondisi yang tidak diharapkan.
Buku ini akan menelaah permasalahan sosial di Indonesia umumnya dan permasalahan sosial
di di kingkungan sekitar khususnya. Berbagai permasalahan sosial muncul di lingkungan
sekitar seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, pengangguran, pendidikan, kriminalitas dan
masih banyak lagi permasalahan yang tidak terekspose menjamur di lingkungan masyarakat.
Setelah mempelajari buku ini diharapkan mahasiswa dapat menelaah dan mencari solusi dari
permasalahan sosial di Indonesia pada umumnya dan lingkungan sekitar khususnya.
B. PEMBAHASAN
Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa masalah berarti sesuatu yang
harus diselesaikan atau dipecahkan; persoalan. Masalah merupakan suatu keadaan yang
bersumber dari hubungan anatara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang
membingungkan. Umumnya masalah disadari “ada” saat seorang individu merasakan bahwa
keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan yang ia inginkan.
Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia, sosial berarti segala sesuatu yang
berkenaan dengan masyarakat. Sosial merupakan segala perilaku manusia yang
menggambarkan hubungan nonidividualis. Istilah tersebut sering disandingkan dengan
cabang-cabang kehidupan manusia dan mesyarakat dimanapun. Pengertian sosial ini merujuk
pada hubungan-hubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antar manusia,
hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungna manusia dengan organisasi untuk
mengembangkan dirinya.
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa masalah sosial merupakan suatu
masalah atau persoalan yang harus diselesaikan yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial
dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Masalah sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam
masyarakat sebagai suatu kondisi yang tidak diharapkan. Masalah sosial berkaitan erat
dengan hal-hal yang mengganggu kedamaian didalam suatu kelompok masyarakat.
1. KARAKTERISTIK MASALAH SOSIAL
Masalah sosial memiliki beberapa karakter, antara lain :
a. Kondisi yang dirasakan banyak orang
Suatu masalah dapat disebut sebagai masalah sosial jika kondisinya dirasakan
oleh banyak orang, namun tidak ada batasan mengenai berapa jumlah orang yang harus
merasakan masalah tersebut. Jika suatu masalah mendapatkan perhatian dari beberapa
orang, maka masalah tersebut merupakan masalah sosial.
b. Kondisi yang dinilai tidak menyenangkan
Menurut paham hedonisme, orang cenderung mengulang sesuatu yang
menyenangkan dan menghindari sesuatu yang tidak mengenakkan. Orang senantiasa
menghindari masalah, karena masalah selalu tidak menyenangkan. Penilaian
masyarakat sangat menentukan suatu masalah dapat dikatakan sebagai masalah sosial.
c. Kondisi yang menuntut permecahan.
Suatu kondisi yang tidak menyenangkan senantiasa menuntut pemecahan.
Umumnya, suatu kondisi dianggap perlu dipecahkan jika masyarakat menganggap
masalah tersebut perlu dipecahkan.
d. Pemecahan masalah tersebut harus diselesaikan melalui aksi secara kolektif.
Masalah sosial berbeda dengan masalah individual. Masalah individual dapat
diatasi secara individual, tetapi masalah sosial hanya dapat diatasi melalui rekayasa
sosial seperti aksi sosial, kebijakan sosial atau perencanaan sosial, karena penyebab dan
akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banyak orang.
2. FAKTOR PENYEBAB MASALAH SOSIAL
Menurut Daldjoeni dalam Abulsyani (1994:187) bahwa, masalah social dapat
bertalian dengan masalah alami ataupun masalah pribadi, maka secara menyeluruh ada
beberapa sumber penyebab timbulnya masalah social, yaitu antara lain:
a. Faktor alam (ekologis-geografis)
Ini menyangkut gejala menipisnya sumber daya alam. Penyebabnya dapat
berupa tindakan eksploitasi berlebihan atasnya oleh manusia dengan teknologinya yang
makin maju, sehingga kurang diperhatikan perlunya pelestarian lingkungan. Dapat pula
karena semakin banyaknya jumlah penduduk yang secara otomatis cepat menipiskan
persediaan sumber daya meskipun sudah dilakukan penghematan.
b. Faktor biologis (dalam arti kependudukan)
Faktor biologis ini menyangkut bertambahnya jumlah penduduk dengan pesat
yang dirasakan secara nasional, regional maupun local. Pemindahan manusia (mobilitas
fisik) yang dapat dihubungkan pula dengan implikasi medis dan kesehatan masyarakat
umum serta kualitas masalah pemukiman baik dipedesaan maupun diperkotaan
c. Faktor budaya
Faktor Budaya ini menimbulkan berbagai keguncangan mental dan berlalian
dengan beraneka penyakit kejiwaan. Pendorongnya adalah perkembangan teknologi
(komunikasi dan transportasi) dan implikasinya dalam kehidupan ekonomi hokum,
pendidikan, keagamaan, serta pemakaian waktu senggang.
d. Faktor sosial
Dalam arti berbagai kebijaksanaan ekonomi dan politik yang dikendalikan
untuk masyarakat.
3. UPAYA PENGENDALIAN MASALAH SOSIAL
a. Peran Orangtua. Ini adalah pintu pertama dalam menangani masalah sosial. Selain
karena orang tua adalah merupakan bagian dari tatanan sosial masyarakat, orang tua
juga menjadi penentu baik tidaknya kehidupan keluarga yang ujung-ujungnya akan
bersinggungan dengan kehidupan masyarakat disekitarnya. Peran orang tua dalam hal
ini di antaranya,
b. Dengan bekerja sebaik mungkin memenuhi kebutuhan keluarga agar dengan
perekonomian keluarga yang sehat tidak akan berdampak pada terjadinya persoalan
ekonomi keluarga yang akan meyerempet kehidupan masayrakat di sekitarnya.
c. Dengan memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya, bukan hanya sekedar
menyekolahkan mereka tapi juga dengan senantiasa memberi nasehat saat di rumah.
d. Dengan memberi tambahan ilmu agama pada anak-anaknya merupakan langkah tepat
dalam mengatasi dan menghindari masalah sosial. Sebab agama akan menuntun mereka
berprilaku lebih baik sehingga kehidupan berbudaya dapat berjalan dengan baik.
e. Dengan memberi contoh yang baik pada anak merupakan kunci dari semua yang kita
ajarkan. Tak ada artinya anda menasehati tiap hari kalau anda sendiri tidak melakukan
apa yang anda katakan.
f. Dengan menjadi orang tua angkat. Untuk keluarga yang mampu peran ini seyogyanya
dijalankan sebab jika sekiranya saja setiap satu keluarga melakukan ini maka akan
sangat banyak anak terlantar yang akan memperoleh kehidupan yang lebih baik dan
tentunya diharapkan mampu mengurangi dampak masalah sosial masyarakat nantinya.
2.
Peran Golongan Tertentu. Yang dimaksud di sini adalah seperti pengusaha, tokoh agama,
lembaga-lembaga sosial, maupun pribadi yang masuk kategori mapan atau mampu memberi
sumbangsi dalam mengatasi masalah sosial di daerahnya. Bagi seorang pengusaha misalnya
dengan memberikan bantuan modal pada anak muda yang ingin berbisnis atau menyediakan
fasilitas belajar bagi mereka. Untuk tokoh agama tentutunya banyak melakukan penyuluhan
dan nasehat-nasehat yang mengena di hati orang-orang agar mudah diterima. Sedang untuk
lembaga sosial, misalnya organisasi kemasyarakatan, sebaiknya banyak melakukan penelitian
soal keadaan sosial di daerahnya dan kemudian menerapkan pemecahannya dengan
melibatkan banyak orang dan lain sebagainya.
3.
Peran Pemerintah. Peran inilah sebenarnya yang sangat berpengaruh dan dapat membantu
peran-peran lainnya dalam mengatasi masalah sosial. Karena mereka mempunyai wewenang
untuk menggerakkan, memfasilitasi dan bahkan memberi punishment bagi yang tidak
mengikuti aturannya. Diantara yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan mendirikan
lembaga khusus yang menangani persoal-persolan tertentu, misalnya penyuluhan anti
narkoba, pelatihan ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Atau misalnya menciptakan
program-program yang berdampak pada pemeliharaan tatanan sosial, misalnya memberkan
Bantuan Tunai pada masyarakat kurang mampu, memfasilitasi kebutuhan sekolah secara
berkala dan lain sebagainya. Selain itu menciptakan aturan yang tegas pada semua usaha
yang dilakukan oleh pemerintah juga menjadi senjata ampuh dalam menjaga kelansungan
program-program tersebut.
2.1 Masalah Sosial, Batasan dan Pengertian
Masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan
persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang inmoral, berlawanan dengan hukum dan
bersifat merusak. Oleh sebab itu, maslah-masalah sosial tak akan mungkin diterapkan tanpa
mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa
yang dianggap buruk. Sosiologi menyangkut teori yang hanya dalam batas tertentu
menyangkut nilai-nilai sosial dan moral, yang terpokok adalah aspek ilmiahnya.
Maslah sosial masyarakat menyangkut analisis tentang macam-macam gejala kehidupan
masyarakat, sedangkan problema sosial meneliti gejala-gejala abnormal masyarakat dengan
maksud untuk memperbaiki atau bahkan untuk menghilangkannya. Sosiologi menyelidiki
persoalan-persoalan umum dalam masyarakat dengan maksud untuk menemukan dan
menafsirkan kenyataan-kenyataan kehidupan masyrakat. Sementara itu, usaha-usaha
perbaikannya merupakan bagian dari pekerjaan sosial. Dengan kata lain sosiologi berusaha
untuk memahami kekuatan-kekuatan dasar yang berda di belakang tata kelakuan sosial.
Pekerjaan sosial berusaha untuk menganggulangi gejala-gejala abnormal dalam masyarakat,
atau untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau
masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat
terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga
menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Dalam keadaan normal terdapat integrasi serta
keadaan yang sesuai pada hubungan-hubungan antar unsur-unsur kebudayaan atau
masyarakat. Apabila antar unsur-unsur tersebut terjadi bentrokan, maka hubungan-hubungan
sosial akan terganggu sehingga mungkin terjadi kegoyahan dalam kehidupan kelompok.
Perumusan masalah sosial tidak begitu sukar, daripada usaha-usaha untuk membuat suatu
indeks yang memberi petunjuk akan adanya masalah sosial tersebut. Para sosiologi telah
banyak mengusahakan adanya indeks-indeks tersebut seperti misalnya indeks simple rates ,
yaitu angka laju gejala-gejala abnormal dalam masyarakat, angka-angka bunuh diri,
perceraian, kejahatan anak-anak, dan seterusnya. Sering kali juga diusahakan sistem
composite indices, yaitu gabungan indeks-indeks dari bermacam-macam aspek yang
mempunyai kaitan satu sama lainnya contohnya angka bunuh diri di hungkan dengan tingkat
kemiskinan yang menjadi faktor melakukan tindakan tersebut. Namun demikian, ada
beberapa ukuran umum yang dapat dipakai sebagai ukuran terjadinya suatu disorganisasi
dalam masyarakat umpamanya adanya keresahan sosial. Karena terjadinya pertentangan
antara golongan-golongan dalam masyarakat, frekuensi penemuan baru yang fundamental
dalam kebudayaan dan masyarakat tersebut juga menyebabkan perubahan-perubahan.
2.2
Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial
Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya
sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga
mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Tingkat kemiskinan di masyarakat dapat
diukur melalui berbagai pendekatan, yaitu:
a. Secara absolut, artinya kemiskinan tersebut dapat diukur dengan standar tertentu. Seseorang
yang memiliki taraf hidup di bawah standar, maka dapat disebut miskin. Namun, jika
seseorang yang berada di atas standar dapat dikatakan tidak miskin.
b. Secara relatif, digunakan dalam masyarakat yang sudah mengalami perkembangan dan
terbuka. Melalui konsep ini, kemiskinan dilihat dari seberapa jauh peningkatan taraf hidup
lapisan terbawah yang dibandingkan dengan lapisan masyarakat lainnya.
Selain itu, kemiskinan juga dapat dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Adapun faktor
yang melatarbelakangi adanya sumber masalah kemiskinan, yaitu:
a.
Faktor Biologis, Psikologis, dan Kultural
Kondisi individu yang memiliki kelemahan biologis, psikologis, dan kultural dapat dilihat
dari munculnya sifat pemalas, kemampuan intelektual dan pengetahuan yang rendah,
kelemahan fisik, kurangnya keterampilan, dan rendahnya kemampuan untuk menanggapi
persoalan di sekitarnya.
b.
Faktor Struktural
Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam masyarakat yang terdapat perbedaan antara
orang yang hidup di bawah garis kehidupan dengan orang yang hidup dalam kemewahan.
Ciri-ciri masyarakat yang mengalami kemiskinan struktural, yaitu:
1) Tidak adanya mobilitas sosial vertikal.
2) Munculnya ketergantungan yang kuat dari pihak orang miskin terhadap kelas sosial-ekonomi
di atasnya.
2.3 Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial
Kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya kejahatan. Kriminalitas adalah semua
perilaku warga masyarakat yang bertentangan dengan norma-norma hukum pidana.
Kriminalitas yang terjadi di lingkungan masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik dari dalam maupun luar individu. Tindakan kriminalitas yang ada di masyarakat sangat
beragam bentuknya, seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, dan lain sebagainya.
Tindakan kriminalitas yang terjadi di masyarakat harus menjadi perhatian aparat polisi dan
masyarakat sekitar. Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari
terjadinya masalah kriminalitas di lingkungan masyarakat, antara lain:
a. Peningkatan dan pemantapan aparatur penegak hukum.
b. Adanya koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainnya yang
saling berhubungan.
c. Adanya partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan
kriminalitas.
d. Membuat undang-undang, yang dapat mengatur dan membendung adanya tindakan
kejahatan.
2.4 Kesenjangan Sosial Sebagai Masalah Sosial
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidakseimbangan sosial yang ada di
masyarakat
yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal
kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari berbagai aspek misalnya dalam aspek
keadilanpun bisa terjadi. Antara orang kaya dan miskin sangatlah dibedakan dalam aspek
apapun, orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini, memang benar
kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”. Adanya
ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangan yang terlalu mencolok
antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada
golongan bawah, apalagi jika ia miskin dan juga kotor, jangankan menolong, sekedar
melihatpun mereka enggan.
Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat tinggal dan tidur dijalanan,
namun masih banyak orang yang berleha-leha tidur di hotel berbintang , banyak orang diluar
sana yang kelaparan dan tidak bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih banyak
pula orang kaya sedang asyik menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit.
Disaat banyak orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai,
namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang
memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta, dengan harga sebanyak itu seharusnya
sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan.
Kesenjangan sosial yang terjadi diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
a. Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks
sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang
memiliki seperangkat kondisi:
1. Sistem ekonomi uang, buruh upah dan sistem produksi untuk keuntungan tetap tingginya
tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil
2. Rendahnya upah buruh
3.
Tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial,
ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
4. Sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
5. Kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan
harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya
anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidaksanggupan pribadi atau
memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syaratsyarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia
cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap
anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial
yang berlapis-lapis rusak atau berganti, Budaya kemiskinan juga merupakan akibat
penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi didobrak, sedangkan status golongan
pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku.
Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat serta sosial yang lebih rendah,
masyarakat terasing, dan warga korban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki
tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan
kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam situasi tersebut
memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu bentuk adaptasi yang realistis.
Beberapa ciri kebudayaan kemiskinan adalah :
1. Fatalisme,
2. Rendahnya tingkat aspirasi,
3. Rendahnya kemauan mengejar sasaran,
4. Kurang melihat kemajuan pribadi ,
5. Perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
6. Perasaan untuk selalu gagal,
7. Perasaan menilai diri sendiri negatif,
8. Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
9. Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu usaha yang sungguhsungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai
dengan nilai-nilai golongan kelas menengah, dengan menggunakan metode-metode psikiater
kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha
untuk secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan, pekerjaan,
perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi sosial dan peyaluran
kekuatan sosial) akan cendrung gagal. Budaya kemiskinan bukannya berasal dari kebodohan,
melainkan justru berfungsi bagi penyesuaian diri. Kemiskinan struktural menurut Selo
Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena
struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang
dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan
oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.
b. Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian
masyarakat, sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya
lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia
dan merupakan pekerjaan bagi pemerintah saat ini.
2.5.
Ketidakadilan Sebagai Masalah Sosial
Menurut kamus umum bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, kata adil
berarti tidak berat sebelah atau memihak manapun dan tidak sewenang-wenang. Sedangkan
menurut istilah keadilan adalah penagkuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban. Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia, ada tiga
macam keadilan menurut Aristoteles, yaitu :
a. Keadilan distributif, yaitu memberikan sama yang sama dan memberikan tidak sama yang
tidak sama
b. Keadilan kommutatif, yaitu penerapan asas proporsional, biasanya digunakan dalam hal
hukum bisnis
c. Keadilan remedial, yaitu memulihkan sesuatu ke keadaan semula, biasanya digunakan
dalam perkara gugatan ganti kerugian.
Keadilan juga dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Keadilan restitutif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses litigasi di pengadilan dimana
fokusnya adalah pelaku
b. Keadilan restoratif, yaitu keadlian yang berlaku dalam proses penyelesaian sengketa nonlitigasi dimana fokusnya bukan pada pelaku, tetapi pada kepentingan “victims” (korban).
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan
masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasuskasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara
netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa
kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah
perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau
pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini
jelas merupakan sebuah ketidakadilan.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan,
yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari
gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan
teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan
dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang
negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya
Sebagai salah satu contoh lagi ketidakadilan di negara ini adalah budaya hakim sendiri.
Budaya tersebut dilakukan bila terjadi tindakan kejahatan dan menangkap basah pelaku
kejahatan tersebut. Pelaku kejahatan biasanya akan babak-belur atau bahkan meninggal jika
polisi tidak langsung menanganinya langsung. Budaya tersebut sebaiknya tidak dilakukan
oleh masyarakat, seharusnya masyarakat menyerahkan pelaku kejahatan kepada aparat
hukum dan membiarkan aparat hukum yang menindak langsung terhadap tindak kejahatan.
Tetapi apakah fenomena budaya hakim sendiri terjadi karena ketidakpercayaan masyarakat
terhadap aparat hukum dan hukum yang berlaku di Indonesia? Mungkin saja fenomena
hakim sendiri lahir karena aparat hukum yang tidak menegakkan hukum. Banyak juga kita
lihat di televisi aparat-aparat hukum yang berlaku tidak adil, sebagai contoh kita ambil kasus
korupsi simulator SIM petinggi POLRI. Seharusnya aparat hukum yang menegakkan hukum,
tetapi pada kenyataannya adalah aparat hukum tersebut yang melanggar hukum. Atau bahkan
seorang hakim yang seharusnya jadi pengadil di negeri ini malah disuap. Harus kemanakah
mencari keadilan di negeri ini?
Download