BAB VII HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN SOSIAL PERILAKU KRIMINAL Perubahan merupakan suatu gejala yang tidak mungkin dapat dihindari dalam kehidupan manusia. Perubahan yang melanda kehidupan manusia itu, dapat bersifat progresif menuju pada keadaan lebih baik dan dapat pula bersifat regresif menuju pada keadaan lebih buruk. Perubahan yang terjadi di dalam kehidupan manusia dapat terpro ses secara terencana atau planned dan dapat pula terjadi tanpa rencana atau unplanned. Apabila dilihat dari aspek dimensinya, perubahan bisa berdimensi stniktural atau pada aspek tatanan kehidupan manusia dan berdimensi kultural atau budaya yang dimiliki oleh manusia. Berkenaan dengan adanya kemungkinan terjadi perubahan sosial yang bersifat regresif dan terlebih lagi yang tak terencana maka kehidupan manusia perlu melakukan pencermatan dan kewaspadaan agar perubahan yang terjadi di dalamnya tidak sampai menimbulkan tindakan-tindakan kriminalitas yang merugikan mayarakat. A. Pengertian, Sifat dan Dimensi Perubahan Sosial Di dunia ini tidak ada satupun gejala yang bersifat kekal, kecuali Perubahan. Artinya bahwa cepat ataukah lambat, kehidupan manusia pasti akan mengalami perubah an. Baik perubahan yang bersifat progresif maupun yang bersifat regresif. Baik perubahan yang datang dan disebabkan oleh faktor-faktor internal atau datang dari dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan maupun perubahan yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang datang dari luar lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, ada yang diproses secara terencana melalui program-program pembangunan, namun banyak juga yang terjadi tanpa rencana. A.1 Pengertian perubahan sosial Perubahan sosial didefinisikan sebagai suatu proses yang memperlihatkan, bahwa di dalam suatu sistem sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat diukur, yang ter jadi dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, suatu masyarakat dan atau suatu sistem sosial, bani dapat dinyatakan sebagai mengalami perubahan sosial, apabila di dalam kehidupannya Universitas Gadjah Mada didapati perbedaan-perbedaan, dan perbedaan-perbedaan itti dapat diukur dalam suatu kurun waktu tertentu. A.2 Sifat Perubahan Sosial Perubahan yang melanda kehidupan manusia itu dapat bersifat progresif atau menuju pada keadaan yang baik, atau menuju pada kemajuan. Misalnya kehidupan masyarakat yang semula masih pra sejahtera, kini berubah menjadi sejahtera. Masyarakat desa yang semula memasak dengan kayu, sekarang telah banyak yang memasak dengan menggunakan kompor gas. Contoh lain dapat dikemukakan bahwa masyarakat yang semula menggunakan sarana transportasi sepeda, kini telah banyak yang menggunakan kendaraan bermotor. Selain sifat yang progfesif sebagaimana disebut di atas ini, perubahan sosial dapat pula bersifat regresif atau menuju pada keadaan yang lebih buruk atau mennuju pada kemunduran. Misalnya kehidupan masyarakat pengrajin industr meubel yang semula memiliki tingkat pendapatan yang relatif tinggi, tiba-tiba menurun dratis karena ada krisis ekonomi yang melanda kehidupan bangsa Indonesia. Demikian juga misalnya kehidupan para penyelenggara industri wisata yang semula memiliki pendapatan yang lumayan, kini menurun karena para wisatawan yang datang ke Indonesia sedang menyusust drastis. Sifat lain dari perubahan sosial dapat dilihat dari sisi gejala terjadinya. Maksud nya adalah ada penibahan-perubaham sosial yang gejalanya dapat diamati, biasanya disebut sebagai perubahan yang bersifat manifes, yaitu suatu penibahan yang dapat diamati prosesnya. Misalnya pembuatan jamban umum bagi masyarakat yang semula membuang air besar di sungai, kegiatan gotong royong pengerasan jalan, pembangunan jembatan, penyuluhan kesehatan dan lain-lain. Gerakan-gerakan sebagaimana disebutkan di atas itu jelas dapat diamati prosesnya dan pada saatnya akan nampak adanya suatu perubahan ke arah lebih baik bagi masyarakat yang bersangkutan, yaitu misalnya makin sehatnya lingkungan kawasan sungai, karena jumlah anggota masyarakat yang membuang air besar di sungai telah berkurang, makin banyaknya jalan yang sudah dikeraskan, didapatinya jembatan penghubung antara tempat yang satu dengan yang lain, yang berdampak memperlancar mobilitas penduduk dari satu tempat ketempat yang lain, makin banyaknya warga berperilaku sehat dan terhindar dari penyakit, berkenaan dengan adanya penyuluhan kesehatan dan lain-lain. Universitas Gadjah Mada Di sainping gejala-gejala perubahan yang dapat diamati, ada pula perubahan sosial yang muncul secara tiba-tiba dan tidak diketahui lebih dahulu proses terjadinya. Keadan ini biasa disebut Latent Misalnya tanpa diketahui dan direncana tiba-tiba•terjadi bencana kebakaran, serangan hama tanaman di kalangan petani atau dapat juga tanpa diduga sebelumnya di sebuah desa terpencil, tiba-tiba muncul kampus perguruan tinggi, atau menjadi pusat perbelanjaan atau menjadi terminal, yang sudah barang tentu akan mengubah warganya dalam hal tingkat pendapatan, jenis usaha dan lain-lain. Masih dalam lingkup sifat perubahan adalah proses terjadinya perubahan itu ada yang bersifat evolusioner atau perlahan-lahan dan ada pula yang bersifat revolusioner atau terjadi dalam waktu yang singkat dan bahkan ada yang bersifat radikal, yaitu suatu proses perubahan yang disamping terjadi dalam waktu singkat juga drastis dan bisa jadi akan mengejutkan warganya, karena akan membuat kehidupan warganya menjadi mengalami perbedaan yang sangat menyolok. A.3. Dimensi Perubahan Sosial Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masvarakat ini dapat berdimensi struktural, artinya bahwa perubahan-perubahan itu menyangkut masalah komposisi para warga masyarakat, baik dalam dimensi horisontal, vertikal maupun diagonal, serta dimensicultural, menyangkut budaya yang dimiliki oleh masvarakat setempat, balk budaya material maupun imaterial, baik dalam arti pola perilaku maupun dalam arti hasil cipta, rasa karsa manusia. Perubahan struktural horisontal dapat terjadi dalam bentuk perpindahan penduduk dari tempat yang satu ketempat yang lain atau perpindahan warga masvarakat dari kelompok yang satu kekelompok yang lain. Misalnya gejala bahwa masyarakat yang semula mengumpul di tengah kota, menjadi bergeser ke pinggiran dan bahkan keluar kota, atau masyarakat tertentu yang semula lebih menyukai pekerjaan sebagai pedagang, kini berubah menjadi menyukai pekerjaan sebagai buruh pabrik. Sedangkan perubahan struktural vertikal, dapat terjadi dalam bentuk perpindah an warga masyarakat dari strata sosial tertentu ke srata sosial yang lain, baik vertikal ke atas maupun vertikal ke bawah. Artinya di dalam lingkungan masyarakat tertentu telah banyak terjadi perubahan warganya yang semula berstatus sosial ekonomi rendah menjadi berubah menengah atau bahkan ke atas dan atau sebaliknya. Universitas Gadjah Mada Sementara itu yang dimaksud dengan perubahan struktural diagonal, adalah suatu perubahan yang terjadi baik dalam hal perpindahan horisontal maupun vertikal, misalnya ada warga masyarakat yang berpindah tempat karena ia naik pangkat, atau sebaliknya, ia harus bergeser ke pinggiran kota karena ia mengalami gulung tikar dalam kegiatan dagangnya dan sebagainya. Disamping perubahan-perubahan yang berdimensi struktural, kita mengenal pula dimensi lain yaitu perubahan berdimensi kultural, yaitu suatu perubahan yang terjadi baik pada pola-pola perilakunya, maupun pada hash cipta, rasa dan karsa manusia. Sebagai contoh, sangat mungkin di dalam kehidupan masyarakat terjadi polapola kebiasaan yang semula para warga masyarakatnya mudah diajak untuk melakukan kerja bakti, kini menjadi sulit karena warga masyarakatnya makin lama makin memiliki kesi bukan yang berbeda-beda sehingga untuk melakukan pekerjaan tertentu bersama-sama menjadi sulit dilakukan. Disamping itu bentuk dari partisipasi warga masyarakat dalam kegiatan kerja bakti itu pun bisa berubah, dari bentuknya yang semula fisikal atau terlibat secara fisik, menjadi berbentuk material, yaitu diganti dengan uang atau material. Contoh lain, misalnya yang semula warga masyarakat selalu minta bantuan dalam bentuk uang, pada saat tertentu merasa perlu pula mendapat bantuan dalam bentuk saran, pendapat dan lain-lain. B. Hubungan antara Perubahan Struktur Sosial dan Kriminalitas Perubahan struktur sosial merupakan perubahan yang menyangkut komposisi posisi seseorang atau sekelompok orang, dalam dimensi, horisontal, vertikal maupun diagonal Perubahan struktural horisontal yang pada uraian di muka telah dikemukakan sebagai perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain atau perpindah an warga masyarakat dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain. Seperti gejala konsentrasi masyarakat yang semula mengumpul di tengah kota, menjadi bergeser menyebar ke pinggiran dan bahkan keluar kota, atau masyarakat tertentu yang semula lebih menyukai pekerjaan sebagai pedagang, kini berubah menjadi menyukai pekerjaan sebagai buruh pabrik. Pergeseran tersebut, apabila ternyata sempat menimbulkan penggusuran terhadap anggota masyarakat yang di datanginya, maka sudah barang tentu akan menimbulkan keresahan, dan apabila keresahan ini tidal( terkendali, sangat mungkin Universitas Gadjah Mada akan menimbulkan permusuhan dan bahkan nenubculkan tindak kriminalitas, seperti perkelahian, penganiaya an, pembunuhan dan sebagainya. Sedangkan perubahan struktural vertikal, yang pada uraian terdahulu dikemukakan sebagai dapat terjadi dalam bentuk perpindahan warga masyarakat dari strata sosial tertentu ke srata sosial yang lain, baik vertikal ke atas maupun vertikal ke bawah. Seperti misalnya, mereka yang semula miskin menjadi lebih kaya, dari mereka yang semula berpendapatan rendah menjadi lebih tinggi, dari kedudukan pangkat yang rendah menjadi lebih tinggi dan sebagainya. Pada kondisi tertentu, sangat mungkin akan melahirkan tindak-tindak kriminalitas, apabila perubahan strata itu ternyata berakibat kerugian bagi fihak lain atau setidak-tidaknya meresahkan fihak lain. Sementara itu perubahan struktural diagonal, yang menyengkut perubahan yang terjadi baik dalam hal perpindahan horisontal maupun vertikal, seperti adanya warga masyarakat yang berpindah tempat karena ia naik pangkat, atau sebaliknya, ia harus bergeser ke pinggiran kota karena ia mengalami gulung tikar dalam kegiatan dagangnya dan sebagainya. Pada kondisi tertentu dapat melahirkan -keresahan tertentu baik bagi pelaku perubahan itu sendiri maupun bagi warga masyarakat lain yang dimasuki oleh orang-orang yang mengalami perubahan diagonal tersebut. Perubahan yang berpotensi membawa dampak keresahan atau beban psikologis maupun sosial ini sangat mengkin dapat memacu munculnya tindak kriminalitas. C. Hubungan antara Perubahan Budaya dan Kriminalitas Telah disinggung pada uraian sebelumnya, bahwa salah satu dimensi dari perubahan sosial adalah perubahan budaya, dan perubahan budaya sendiri masih dapat dirinci menjadi beberapa dimensi lagi, yang bersifat material maupun imaterial. Pada saat kita membicarakan mengenai pengertian dasar Sosiologi, telah dikemukakan pula beberapa definisi dari budaya, yang di dalamnya memang tersirat tentang adanya bentuk budaya material dan budaya imaterial. Budaya memang merupakan salah satu unsur dari kehidupan masyarakat, bahkan adapula sejumlah ilmuwan yang mengatakan bahwa salah satu pembeda antara kehidupan komunitas manusia dan komunitas binatang adalah terletak pada keberadaan budaya. Manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki budaya, balk budaya dalam arti pola perilaku maupun budaya dalam arti materil. Universitas Gadjah Mada C.1. Perubahan Pola Perilaku dan Kriminalitas Dalam rangka mempertahankan keberadaannya, manusia selalu berusaha melakukan serangkaian tindakan,dan tindakan yang dilakukan itu akan selalu dinilai, dirasakan megenai baik buruk dan untung ruginya. Suatu tindakan yang mendatangkan keuntungan sudah tentu akan diulang, di pertahankan dan jika perlu dikembangkan. Sementara apabila suatu tindakan itu dirasa merugikan, maka manusia akan segera meninggalkan dan berusaha mencari pola perilaku lain yang lebih menguntungkan. Itulah barang kali sebabnya, mengapa Horton and Horton (1971) dan H.M. Boodiesh dalam tulisannya berjudul Our Industrial Age (1961) menyatakan bahwa kehidupan manusia dari ujudnya yang paling sederhana sampai dengan kehidupan yang komleks seperti sekarang ini, telah mengalami berbagai tahapan. Horton and Horton misalnya, melalui tulisannya berjudul Introductory Sociology menyebutkan bahwa pada mulanya manusia dalam suatu ikatan-ikatan kecil yang terdiri dari beberapa keluarga dan beranggotakan beberapa orang saja dengan berbekal hidup mulai pengumpulan bahan makanan dengan berburu didaerah-daerah terpencil, sehingga terbentuklah suatu masyarakat. Sementara itu H.M Boodish secara lebih tegas dan rinci menyatakan bahwa : Cepat ataukah lambat kehidupan manusia akan berproses dalam lima tahap sebagai berikut : 1. Hunting and Fishing (Tahap berburu dan menangkap ikan) 2. Pastoral (Tahap menetap) 3. Agricultural (Tahap bercocok tanam) 4. Handicraft (Tahap kerajinan tangan) 5. Industrial (Tahap industri Tahap demi tahap itu berproses sejalan dengan pola pemenuhan kebutuhan hidup mereka pada saat itu. Pada saat manusia masih dapat menggantungkan diri pada mata pencaharian berburu dan menagkap ikan, mereka menempuh jalan hidup berpindahpindah dari tempat yang satu ketempat yang lain, sambil mengikuti gerak binatang serta mencari tempat-tempat yang memungkinkan diperoleh binatang buruan. Kehidupan semacam ini oleh para ilmuwan disebut sebagai kehidupan nomaden. Kehidupan semacam ini ternyata tidak dapat dipertahankan terus-menerus, mengingat kehidupan berpindah-pindah sambil mengikuti gerak binatang buruan dan Universitas Gadjah Mada mencari bahan makanan, ternyata makin lama semakin tidak menguntungkan dan tidak membawa hasil. Disamping itu membanyaknya jumlah anggota kelompok yang berusia lanjut dan membebani proses perpindahan mereka, juga ikut andil dalam mempersulit gerak mereka, sehingga kehidupan man usia berangsur-angsur terdorong kearah kehidupan menetap atau memasuki tahap kehidupan yang disebut pastoral Pada tahap ini pembagian tugas sudah mulai dikenal dengan jalan membagi diri bahwa kaum pria masih tetap melakukan hunting and fishing, sementara kaum wanita menjadi pengolah bahan makanan yang didapat kaum pria dari berburu dan menangkap ikan, yang dilakukannya pada tempat yang telah disepakati bersama,tanpa harus berpindah-pindah tempat lagi. Kehidupan menetap ini ternyata tidak luput juga dari kesulitan-kesulitan sebab kaum pria yang bertugas mencari bahan makanan itu kadang kala datang dengan tidak membawa hasil, sehingga kaum wanita yang tahu persis tentang kondisi bahan makanan yang tersedia, terpaksa tidak bisa tinggal diam dengan mengandalkan kepada kaum pria.Meraka kemudian mencoba merubah perlakuannya terhadap bahan makanan, yang semula diperlakukan sekali pakai habis, menjadi diupayakan untuk "dilahung ", dalam arti diawetkan. Bagi binatang buruan diupayakan untuk bisa dipelihara dan diternakan, sedangkan untuk tumbuh-tumbuhan atau umbi-umbian diawetkan didalam tanah yang kemudian melahirkan kehidupan berternak dan bercocok tanam atau agricultural Mengingat kehidupan bercocok tanam ini pun masih juga menghadapi tantangan, khususnya disekitar adanya serangan hama dan bencana alam, maka dalam rangka mempertahankan hidup, mereka memanfaatkan jari-jari tangannya untuk membuat alaalat pendukung pertanian yang pada awalnya memanfaatkan bahan dari batu, dan untuk kepentingan sendiri dalam kegiatan handicraft, akhirnya mengarah pada pembuatan barang-barang dengan menggunakan mesin dan untuk dijual, sehingga kehidupan mereka mengarah pada tahap industrial Perlu diketahui pula, bahwa ketika mereka-menjalani hidup sebagai petani mereka mengenal pula kehidupan ladang berpindah, yang kadang kala perpendahan mereka itu sempat pula melahirkan konflik diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain dalam memperebutkan tanah subur yang akan digarapnya. Disamping itu, pada saat mereka mulai merasa sulit untuk memenuhi kehidupannya hanya dengan bertani dan mulai mencoba menukar barang (barter), dan berdagang, maka serangkaian kesepakatan-kesepakatan dan aturan-aturan mulai terasa perlu difikirkan. Apabila pengaturan-pengaturan itu tidak tersedia, Universitas Gadjah Mada sangat mungkin yang terjadi adalah bargaining position yang tidak imbang dan dapat melahirkan tindak kriminal, karena mereka yang memiliki bargaining position kuat akan menekan mereka yang lemah. C.2. Perubahan Budaya Material dan Kriminalitas Berkenaan dengan adanya bentuk budaya materil, sebagai salah satu bagian dari budaya, maka perlu pula dilihat bagaimana keterkaitannya dengan kriminalitas. Sekarang ini produk teknologi sistem komunikasi dan informasi sudah sedemikian pesat. Munculnya internet yang demikian cepat ternyata telah melahirkan pelakupelaku tindak kriminalitas "White Collar Crime", suatu tindak kriminal yang dilakukan oleh mereka yang memiliki status sosial relatif tinggi dengan bentuk kriminalitas yang relatif canggih. Berbagai macam bentuk kriminalitas yang terjadi berkenaan dengan keberadaan internet ini sudah sangat banyak bermunculan di sekitar kita. Demikian juga kriminalitas yang muncul berkenaan dengan keberadaan hand phone. Apalagi dengan aneka ragam fasilitas yang di berikan, seperti dengan adanya fasilitas SMS, maka berbagai penipuan, ajang selingkuh dan sebagainya telah terjadi dalam kehidupan pengguna hasil budaya material Demikian pula berkenaan dengan adanya peralatan teknologi kamera. Kecanggihan peralatan pengambilan gambar, ternyata telah pula melahirkan tindak kriminalitas dalam bentuk pencurian gambar terhadap para artis atau model . dalam rangkaian acara casting dan sebagainya. Universitas Gadjah Mada