Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan Disusun guna memenuhi tugas Bimbingan dan Konseling Dosen Pengampu: Muslikah Disusun Oleh: Andhika Cahya Purwanto 3401413084 Daftar Isi Pembukaan 1. Rumusan Masalah 2. Tujuan Pembahasan Penutup 1. Kesimpulan 2. Saran Daftar Pustaka Lampiran Pembukaan Pendidikan merupakan hal yang vital dan sentral di dalam pembangunan suatu Negara. Maka dari itu perlunya pengawasan dan penyelanggaraan pendidikan dilakukan dengan maksimal dan sangat baik. Namun dalam kenyataannya pendidikan di Indonesia masih menuai banyak masalah, seperti contohnya adalah sarana dan prasarana penunjang pendidikan. Tapi sebenarnya tidak hanya hal itu, kurangnya sikap profesional dari tenaga pendidik pun menjadi permasalahan sendiri di dalam penyelenggaraan pendidikan. Sikap kurang profesional tersebut mencakup berbagai aspek, sepercti contohnya kurangnya tenaga pendidik, kurang kompetennya pendidik dalam menyampaikan materi, hingga kasus-kasus pelecehan dan kriminalitas yang dilakukan oleh tenaga pendidik. 1. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk kriminalitas seksual yang terjadi di dalam pendidikan ? 2. Apa motif pelaku dalam melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap peserta didiknya ? 3. Apa yang akan terjadi kepada peserta didik yang menjadi korban dari kriminalitas seksual tersebut ? 4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap kriminalitas seksual yang marak belakangan ini ? 5. Bagaimana sikap Bimbingan dan Konseling didalam menangani permasalahan tersebut ? 2. Tujuan 1. Pembaca dapat mengetahui bentuk-bentuk kriminalitas seksual yang terjadi di dalam pendidikan. 2. Pembaca dapat mengetahui motif pelaku dalam melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap peserta didiknya. 3. Pembaca dapat mengetahui dampak yang terjadi kepada peserta didik yang menjadi korban dari kriminalitas seksual 4. Pembaca dapat mengetahui beberapa pendapat masyarakat tentang kriminalitas seksual yang sedang marak terjadi. 5. Pembaca dapat mengetahui sikap Bimbingan dan Konseling didalam menangani permasalahan tersebut. Pembahasan “Bangsa yang baik dilihat dari kualitas pendidikannya” seperti pepatah yang sering terdengar di beberapa media. Indonesia sendiri sebagai bangsa yang besar pun memiliki beberapa permasalahan di dalam pendidikan. Masalah tersebut biasanya berupa permasalahan-permasalahan struktur dan infrastruktur penunjang pendidikan. Contohnya adalah dimana pendidikan yang tidak merata menyebabkan sulitnya masyarakat dalam mengenyam pendidikan, selain itu minimnya jumlah sekolah dan aspek penunjang pembelajaran seperti tenaga pendidik, bangunan sekolah, buku referensi yang digunakan baik oleh pendidik maupun oleh peserta didik. Di Indonesia yang tergolong sebagai Negara Kepulauan Terbesar di Dunia dirasa masih kurang didalam melaksanakan pendidikan yang layak dan yang baik. Seperti halnya pendidikan yang kurang merata, di Indonesia sendiri belum mampu mendistribusikan pendidikan yang layak dan baik bagi warga negaranya. Namun, akhir-akhir ini ada masalah yang lebih serius daripada struktur dan infrastruktur. Yaitu adalah pelecehan seksual atau kriminalitas seksual yang dialami oleh para peserta didik. Menurut Arist Merdeka Sirait selaku ketua Komnas Perlindungan Anak, beberapa kriminalitas seksual yang terjadi didalam penyelenggaraan pendidikan antara lain adalah kasus sodomi, kasus pemerkosaan, kasus pencabulan, serta kasus inses. Beberapa hal tersebut adalah sebagian contoh dari kasus kriminalitas seksual yang terjadi di sekolah-sekolah. Dan jelas sekali hal tersebut jelas membuat masyarakat menyayangkan hal ini. Banyak alasan atau motif yang digunakan oleh oknum-oknum dalam menerangkan kasus-kasus tersebut. Beberapa motif diantaranya adalah pengaruh media pornografi, terangsang dengan korban, hasrat yang tidak tersalurkan, serta alasan kepuasan seksual. Mereka menggunakan motif tersebut hanya untuk melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh tenaga pendidik kepada peserta didiknya. Selain itu, beberapa modus yang digunakan oleh pelaku yakni menggunakan obat penenang, diculik lebih dulu, disekap, bujuk rayu dan tipuan, dan iming-iming. Kasus yang terkuak oleh para penegak hukum diantaranya karena kesaksian orang tua peserta didik yang curiga melihat geliat anak-anaknya. Seperti yang dialami oleh AR yang berusia 6 tahun melapor ke orang tuanya bahwa dirinya telah dilecehkan oleh oknum satpam sekolahnya, dan kemudian orang tuanya melapor ke pihak berwajib untuk di proses lebih lanjut. Kasus-kasus yang bermunculan tentu membuat masyarakat merasa khawatir terhadap tumbuh kembang anak-anaknya ketika mereka di sekolah. Dan dampak dari beberapa perbuatan yang tidak terpuji tersebut jelas membuat para peserta didik trauma secara psikologisnya. Beberapa dari sekian banyak trauma yang dialami oleh para peserta didik antara lain adalah trauma untuk pergi ke sekolah, trauma bertemu dengan oknum yang telah melecehkan dirinya, bahkan hingga anak menjadi pendiam dan takut untuk angkat bicara. Komnas Perlindungan Anak mencatat korban yang sedikitnya 9 anak meninggal dan 345 anak mengalami trauma mendalam atas kejadian yang dialaminya. Menurut beberapa informan, kurangnya sikap profesional di dalam diri tenaga pendidik pun menjadi sorotan dan bahkan menjadi penyebab utama kejadian tidak terpuji tersebut. Orang tua akan beranggapan bahwa “sekolah disitu tidak baik” dan ini akan berdampak pula bagi pihak sekolah atas tindakan oknum guru yang tidak bertanggung jawab. Yang juga disayangkan adalah beberapa kasus kriminalitas seksual tersebut terjadi di lingkungan terdekat seperti sekolah dan keluarga. Bahkan Arist Merdeka Sirait mengungkapkan “Lingkungan rumah dan sekolah sebagai tempat perlindungan pertama anak sudah tidak memberikan rasa aman lagi”. Dan hal lain selain kriminalitas seksual juga adanya kekerasan secara fisik terhadap tenaga pendidik. Komnas Perlindungan Anak mencatat sedikitnya ada 293 kekerasan secara fisik. Kekerasan fisik yang terjadi terlatar belakangi oleh kenakalan dari anak itu sendiri, emosi terhadap anak, ekonomi, dan persoalan keuarga. Bentuk-bentuk dari kekerasan yang diterima antara lain seperti dipukul, ditampar, disundut rokok, dijewer, bahkan hingga diancam dengan senjata tajam, dan juga ada orang tua yang meludahi anaknya. Inilah yang menyebabkan pada tahun 2013 dan semester awal tahun 2014 menjadi tahun “Status Darurat Nasional Kejahatan Seksual”. Seperti kita ketahui, BK hanya bertindak ketika adanya masalah atau kasus dari peserta didik yang kemudian terdengar dan terlihat oleh konselor di tingkat sekolah dalam hal ini guru BK. Tapi sebenarnya BK juga melakukan tindakan preventif agar tidak terjadinya permasalahan seperti kasus tersebut. Tindakan para konselor itu seperti halnya dilakukan agar peserta didik mampu menjaga dirinya dari tindakan kriminal tersebut. Contoh dari tindakan pencegahan itu adalah membuat peserta didik agar tidak menjadi pribadi yang tertutup dan mau menceritakan permasalahannya ke orang lain agar masalahnya dapat terpecahkan. Jadi ketika peseta didik diberikan pertanyaan seputar permasalahannya, peserta didik mampu dan dapat menjelaskan masalah dan penyebabnya agar peserta didik dapat menyelesaikan permasalahannya. Sementara itu, tindakan yang dilakukan oleh konselor tingkat sekolah setelah adanya permasalahan seperti tindak kriminalitas seksual adalah meredam trauma dan juga memberikan solusi terbaik bagi peserta didiknya agar mampu menjalani harinya dengan tenang dan tanpa gangguan. Namun tidak hanya peserta didik yang mempunyai masalah, konseling juga dilakukan terhadap rekan sejawat peserta didik yang mempunyai masalah agar tidak membedakan satu sama lain, dengan catatan konselor tetap menjaga asas kerahasiaan dari peserta didik yang mempunyai masalah. Konseling yang dilakukan oleh guru BK tidak melulu terhadap peserta didik yang memiliki masalah, tapi juga terhadap tenaga pendidik lain dan orang tua peserta didik agar mencegah terjadinya kasus kriminalitas yang sama. Dalam pelaksanaan konseling terhadap tenaga pendidik dan orang tua peserta didik pun berbeda. Umumnya konseling yang dilakukan terhadap tenaga pendidik adalah hal-hal yang terkait dengan proses pembelajaran, dan konseling yang dilakukan terhadap orang tua peserta didik adalah pengawasan, dan juga pembimbingan oleh orang tua terhadap peserta didik di rumahnya. Konselor tingkat sekolah memiliki prosedur khusus dalam menangani permasalahan, jadi konselor melakukan pengidentifikasian masalah dan juga melakukan penanganan masalah sesuai prosedur yang berlaku di dalamnya. Selain itu, konselor tingkat sekolah memiliki tanggung jawab terhadap peserta didiknya. Tanggung jawab konselor terhadap siswanya antara lain adalah; 1. Memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutamakepada siswa yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik. 2. Memperhatikan sepenuhnya kebutuhan siswa, seperti hal yang menyangkut pendidikan, sosial, ekonomi, dan pribadi, dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi siswa. 3. Memberitahu siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan dan konseling serta aturan dan prosedur yang harus dialui. 4. Menjaga kerahasiaan data tentang siswa. 5. Memberitahu pihak berwajib bila ada sesuatu yang berbahaya akan terjadi. 6. Melakukan referal kasus secara tepat. Konselor sangat berperan dalam hal ini karena konselor tingkat sekolah lebih memahami dan mengetahui cara yang harus dilakukan dalam penanganan kasus tersebut. Jadi seharusnya tenaga pendidik haruslah dibekali dengan Bimbingan dan Konseling agar tenaga pendidik dapat mengetahui hal-hal yang harus di lakukan oleh dirinya ketika mengalami permasalahan penyebab terjadinya kriminalitas seksual terseut. Dan dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa seluruh warga di dalam lingkungan pendidikan haruslah menjaga dan mengawasi setiap tindak kriminal yang mungkin akan terjadi. Penutup Kesimpulan Bimbingan dan Konseling haruslah menjadi sahabat bagi peserta didiknya agar terjalinnya penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik dan memajukan bangsa. Tapi tidak hanya sampai di situ, seluruh warga di dalam lingkungan pendidikan juga seharusnya dapat menjaga dan mengawasi setiap kegiatan atau aktivitas di lingkungan pendidikan sehingga tujuan penyelenggaraan pendidikan, yaitu memajukan bangsa, dapat tercapai dengan baik. Saran Dengan hadirnya makalah ini maka penulis berharap adanya perubahan yang lebih baik di dalam dunia pendidikan. Dan penulis berharap tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi orang banyak. Maka dari itu penulis harap maklum apabila adanya kekurangan didalam penulisan makalah ini, silakan untuk direvisi dan ditambahkan jika ada yang kurang demi terciptanya tulisan yang sempurna. Daftar Pustaka Prayitno, 2004, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Aneka Cipta Prayitno, 1990, Konselor Masa Depan dalam Tantangan dan Harapan. Prayitno, 1987, Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor, Jakarta, P2LPTK Depdikbud Lampiran Berikut adalah tabel hasil penyelidikan Komnas Perlindungan Anak terkait dengan kasus Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan yang di data pada tahun 2013 hingga Juni 2014. Motif Jumlah Pengaruh Media Pornografi Terangsang dengan Korban Hasrat tidak tersalurkan 70 Kasus 122 Kasus 148 Kasus Bentuk Kriminalitas Seksual Sodomi Pemerkosaan Pencabulan Inses Jumlah 52 Kasus 280 Kasus 182 Kasus 21 Kasus Bentuk Modus Penggunaan Obat Penenang Diculik lebih dulu Disekap Bujuk rayu dan tipuan Iming-iming Jumlah 15 Kasus 15 Kasus 45 Kasus 139 Kasus 131 Kasus