BAB I PENGERTIAN DASAR SOSIOLOGI KRIMINALITAS A.Pengantar Kriminalitas merupakan salah satu permasalahan yang selalu ada dalam kehidup an manusia. Hampir tak ada satu lingkungan masyarakat pun yang terlepas dari masalah kriminalitas, baik dalam lingkungan masyarakat yang terbatas, maupun lingkungan masyarakat yang luas. Lebih-lebih bagi masyarakat yang sedang merambah ke arah era industrialisasi, dengan kondisi yang heterogen dan kompleks. Ilmu atau disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari kriminalitas, adalah kriminologi, suatu ilmu pengetahuan yang memahami perilaku kriminal dari berbagai aspek atau sudut pandang dan metode. Oleh karena itu metode statistik, historis, studi kasus, maupun metode-metode lain yang dianggap tepat untuk mengupas masalah kriminalitas, sangat biasa di gunakan dalam disiplin krimonologi. Sosiologi Kriminalitas merupakan suatu disiplin ilmu cabang Sosiologi yang berusaha memahami masalah kriminalitas dari sudut pandang Sosiologi. Sebagai disiplin ilmu yang relatif muda, perlu kiranya difahami lebih dahulu mengenai pengertian dan ruang lingkup pokok kajiannya, agar penggunaan bagi pengembangan teori maupun pencegahan dan penanggulangan secara empirik, menjadi mudah dilakukan. Banyak sekali ilmuwan yang berusaha merumuskan definisi mengenai Sosiologi Kriminalitas, dan perbedaan pendapat pun tidak bisa dihindari. Namun demikian bukan berarti, bahwa sampai kini belum didapati kesepakatan mengenai definisi Sosiologi Kriminalitas. Kristalisasi definisi mengenai Sosiologi Kriminalitas tetap telah terwujud. Sebelum sampai pada uraian mengenai hubungan timbal-balik antara aspekaspek sosial dan aspek hukum, perlu kiranya didefinisikan terlebih dahulu mengenai konsep atau pengertian Sosiologi Kriminalitas ini. Universitas Gadjah Mada B. Pengertian Sosiologi Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang relatif muda, sejak awal kelahiran hingga kini telah banyak melahirkan sejumlah perbedaan pendapat dalam penentuan batasan pengertiannya, baik batasan pengertian yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Oleh pencetus pertamanya, yaitu : Isidore Auguste Francois Xavier Comte atau biasa dikenal dengan sebutan Auguste Comte seorang warga Perancis, dikemukakan bahwa Sosiologi merupakan : "A General Social Sience", atau suatu ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang bersifat umum atau suatu ilmu pengetahuan yang mempalajari masyarakat dengan segenap aspeknya. Pengertian di atas telah menempatkan Sosiologi menjadi suatu ilmu pengetahuan yang dapat mempelajari apapun tentang kehidupan masyarakat, baik aspek-aspek yang bersifat fisik, ekonomik, psikologik, sosial maupun budaya. Kalangan yang beraliran umum berpendapat bahwa mempelajari Sosiologi berarti mempelajari masyarakat, kelompok, maupun kolektivitas secara utuh, mengingat kolektivitas social merupakan fenomena yang berdiri sendiri, memiliki pola keteraturan sendiri yang berbeda dengan fenomena individual. Hati nurani kelompok yang oleh Durkheim disebut conscience collective merupakan kekuatan yang mampu mengarahkan serta mengatur perilaku anggota-anggotanya dan melalui proses inilah terbentuk keteraturan sosial (social order), yang merupakan fakta sosial.Auguste Comte sendiri yang disebut sebagai Bapak Sosiologi itu, menekankan bahwa tidaklah mungkin masyarakat dapat dipelajari secara ilmiah apabila " ia " hanya dipelajari secara terpotong-potong. Masyarakat harus dipelajari secara keseluruhan sebagai suatu sistem (David Barry sebagaimana disunting oleh Paulus Wirutomo, 1982). Oleh sebagian ilmuwan, pendapat di atas memang tidak terlalu dipersoalkan, akan tetapi oleh sebagian ilmuwan lain, pendapat di atas sudah tentu dianggap sangat janggal, sebab dengan demikian, maka berarti antara Sosiologi dengan ilmu lain menjadi sulit dibedakan. Terutama antara Sosiolgi dengan Antropologi, Sosiologi dengan Psikologi, antara Sosiologi dengan Demografi dan antara Sosiologi dengan Geografi Sosial. Berkenaan dengan hal di atas maka ketika Sosiologi sampai ke negara Inggris setidaknya ada dua orang ilmuwan yang mencoba ikut ambil bagian dalam penentuan batasan Sosiologi. Dua orang tersebut adalah : Herbert Spencer dan John Stuart Mill, Universitas Gadjah Mada yang berusaha menempatkan Sosiologi : As a special social science atau sebagai : Ilmu yang mempelajari masyarakat secara khusus. Hal yang sama dikemukakan juga oleh lima ilmuwan dari German yaitu : Ferdinant Tonnis, Virkandt, Richard, George Simmel dan Leopold Von Wiese, yang mengusulkan pula bahwa hendaknya Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat secara khusus . Dengan demikian, baik ilmuwan Inggris maupun ilmuwan German sama-sama menyatakan : "Sosiologi is a Special Sosial Science". Lebih lanjut, terhadap masing-masing kelompok ilmuwan itu kemudian ditanya lebih jauh mengenai apa yang dimaskud dengan sifat yang khusus tersebut. Oleh ilmuwan Inggris dijawab bahwa kekhususan itu adalah bahwa : Sebaiknya Sosiologi itu mempelajari pengaruh individu terhadap kelompok, atau dengan kata lain mereka mengusulkan bahwa Sosiologi sebaiknya merupakan : Ilmu pengetahuan yang mempe lajari aspek Pengaruh individu terhadap kelompok Adapun yang menjadi alasannya adalah bahwa terbentuknya kelompok atau kehidupan bersama itu sebenarnya didahului oleh keberadaan individu-individu yang menyatakan kehidupan bersama, sehingga baik buruknya kelompok sangat ditentukan oleh balk buruknya individu yang ada di dalamnya. Sebagai contoh apabila setiap orang yang membaca buku ini malas mengerjakan soal-soal latihan, maka kelompok pembaca buku teks ini akan menjadi malas pula. . Sebaliknya apabila masing-masing individu pembaca buku teks ini rajin-rajin, maka kelompok pembaca buku teks ini otomatis menjadi nampak rajin-rajin pula. Sekarang marilah disimak bagaimana dengan pendapat ilmuwan German yang nampaknya sama, yaitu mengusulkan sifat khusus dari Sosiologi. Ketika ditanya lebih jauh mengenai apa yang dimaksud dengan kekhususan itu, mereka menjawab bahwa adalah omong kosong apabila di dalam kehidupan manusia ini ada individu yang berpengaruh terhadap kelompok. Menurut mereka yang benar adalah pengaruh kelompok terhadap individu. Dalam kehidupan sehari-hari menurut ilmuwan German tersebut, yang terjadi adalah pengaruh kelompok terhadap individu. Sebagai contoh misalnya : Jika ada anak kecil menangis, biasanya orang tua atau saudara dari anak itu akan berkata : Berhentilah menangis, malu didengar tetangga. Contoh yang lain adalah penggunaan helm, banyak orang menggunakan helm bukan karena takut gegar otak atau takut kepalanya cidera apabila terjadi kecelakaan, akan tetapi karena takut petugas lalu lintas. Mereka akan menggunakan helm jika telah banyak orang Universitas Gadjah Mada yang menggunakannya, namun jika pada suatu saat banyak yang tidak menggunakan, maka helm pun akan segera dilepas nya. Demikian juga ketika seseorang akan membeli pakaian, dan setelah pakaian yang diinginkannya didapatkan di sebuah took, biasanya seseorang tidak langung meng ambil dan membayarnya, akan tetapi ia akan bercermin dan bertanya dulu pada kawan atauSaudara yang ikut mengantarnya: Lihatlah, cocokah pakaian ini bagi saya?, dan jika orang lain mengatakan cocok, maka ia akan merasa mantap untuk membelinya, akan tetapi sebaliknya jika seseorang yang ditanya itu menjawab : '`Ah ... rasanya kurang cocok deh, karena warnanya terlalu mencolok dan seronok, nanti kesan orang terhadapmu menjadi jelek, maka seseorang itu akan merasa ragu dan bahkan mungkin rela untuk menggantinya dengan baju yang lain. Mengapa harus begitu ? Mengapa ia tidak langsung Baja mengikuti kehendaknya ? Mengapa harus peduli terhadap kata orang ? Hal itu terjadi karena adanya kenyataan bahwa kelompok memang berpengaruh kuat terhadap individu. Di fihak lain Alan Walls menyatakan, bahwa : The task of Sociology is seen alternatively as a building, a general and abstract theory of society, as interpreting social life and events for benefit of potentially political publics, or as the humanistic goal of others and self realization. (Alan Wells, 1978: 1-2) yang artinya kurang lebih : Togas Sosiologi secara alternatif dilihat sebagai suatu bangunan teori yang umum dan abstrak mengenai masyarakat, sebagai intepretasi peristiwa - peristiwa dan kehidupan social bagi keuntungan secara potensial dari politik publik atas pelbagai kebebasan dan kesadaran diri. Sebagai pelengkap dapatlah diikuti beberapa pendapat berikut ini agar diperoleh batasan yang mengkristal mengenai Sosiologi. Auguste Comte menyatakan bahwa Sosiologi adalah : Ilmu yang bertujuan untuk mengetahui masyarakat, menjelaskan, meramalkan Berta menggontrol masyarakat, yang secara singkat merupakan suatu studi ilmiah tentang masyarakat. Universitas Gadjah Mada Sementara itu Durkheim menyatakan bahwa Sosiologi adalah : Ilmu yang mempelajari Fakta Sosial, dan factor social bukanlah fakta individual. Fakta Sosial adalah setiap cara bertindak yang fiks atau tidak, mampu bekerja atas individu sebagai tekanan dari luar (eksternal), atau setiap tara bertindak yang umumnya terdapat dalam suatu masyarakat tertentu yang sekaligus memiliki eksistensinya sendiri, terlepas dari manifestasi —manifestasi individu. Sedangkan batasan lain yang lebih menyatukan antara individu dan masyarakat dikemukakan oleh Patter L Berger, bahwa Sosiologi adalah : Studi ilmiah mengenai hubungan antara masyarakat dan individu. (baca Robert MZ Lawang, 1985 : 30-33). Lebih lanjut adapula pendapat yang menyatakan, bahwa Sosiologi sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan sosial berusaha mengetahui gejala-gejala dalam masyara kat beserta sebab dan akibatnya. Seperti yang dikemukakan oleh Mayor Polak : Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruan, yakni antar hubungan diantara manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis. (Mayor Polak,1978 : 8 ) Masih dirasa perlu juga ditambahkan di sini pernyataan Astrid S. Sosanto, sebagai berikut : Sosiologi tidak sekedar mempelajari berbagai hubungan yang terjadi dalam masyarakat saja, tetapi mempelajari gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dan yang terjadi berulang-ulang. (Astrid Susanto, 1979 : 7). Sebagai tambahan terakhir, patut pula dicatat pendapat Joseph H Fichter, yang menyatakan bahwa : The subject matter of Sociology actually exists in the real order but is not the function of the Sociologis as social scientist, to evaluate the reality of social phenomena (Joseph H. Fichter, 1961 : 4). Yang artinya kurang lebih : Pokok permasalahan Sosiologi secara nyata ada di dalam keteraturan sosial, tapi tidak berfungsi bagi sosiolog untuk mengevaluasi realita gejala-gejala sosial. Universitas Gadjah Mada Dari sejumlah batasan di atas dapatlah ditangkap suatu pengertian, bahwa Sosiologi tidak saja mempelajari masyarakat secara kolektif, akan tetapi juga secara individual, sekalipun tidak terlepas dari jaringan hubungan yang ada di antara mereka, dan oleh karena hubungan itulah maka proses pengaruh-mempengaruhi itu terjadi. Jadi bukan soal siapa mempengaruhi siapa, akan tetapi proses pengaruhmempengaruhi itu terjadi karena di antara manusia terjalin suatu interaksi. Dengan demikian akhirnya dapat dikristalkan suatu batasan bahwa : Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari jaringan hubungan antar manusia, baik manusia dianggap sebagai makhluk individu maupun sekaligus sebagai makhluk sosial atau anggota masyarakat. C. Pengertian Kriminalitas Setelah mengetahui pengertian dasar mengenai Sosiologi, sekarang marilah kita mempelajari pengertian dasar mengenai Kriminalitas. Seperti halnya Sosiologi, Kriminali tas juga melibatkan banyak fihak dalam penentuan batasannya. Marvin E. Wolfgang, dalam The Sociology of Crime and Delinquency (1962), mengemukakan beberapa pengertian kriminalitas sebagai berikut : 1. Kriminalitas merupakan Tindakan yang tidak diijinkan oleh hukum untuk menjaga, melindungi masyarakat, dan membuat pelaku itu memperoleh hukuman melalui proses yuridis. 2. Suatu perilaku kriminal adalah perilaku yang tidak diijinkan oleh hukum publik. 3. Suatu perilaku disebut kriminal apa bila pelaku perilaku itu menimbulkan penderitaan atau kerugian fihak lain. 4. Perilaku itu dilarang oleh hukum. Sementarta itu Ramsey Clark, dalam Crime, in America (1970) mendefinisikan kriminalitas sebagai ilmu yang mempelajari keterkaitan antara perilaku manusia dan lingkungan Sosial. Hal ini mengandung makna, bahwa : 1). Crime reflects the character of a people. 2). There is no simple reform for defective character (Stubborn, durable, Strong as our Selves). Universitas Gadjah Mada 3). Heredity and enveronment, the interaction of individual and society, the totallity of human nature and human experience these are the elemental origins of crime. 4). Crime is not just sordid happenings. It is human behavior. Berdasarkan masing-masing pengertian antara Sosiologi di satu sisi dan Kriminalitas di sisi lain, dapat kiranya dikemukakan bahwa Sosiologi Kriminalitas merupakan disiplin ilmu cabang Sosiologi yang mempelajari : Keterkaitan antara aspekaspek sosial yang menyangkut jaringan hubungan antar manusia, dengan perilaku melanggar budaya, nilai dan norma sosial yang merugikan fihak lain, atau melahirkan penderitaan pads fihak lain, dan atas perbuatannya itu maka pelakunya akan dapat dikenai sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Universitas Gadjah Mada