FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERUBAHAN

advertisement
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA
PERUBAHAN PEMBAGIAN PENDAPATAN
DALAM SISTEM BAWON
PADA PETANI
(Dusun Selorejo, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta Untuk
Memenuhi sebagai persyaratan
Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
Dyah Ayu Andaninggar
07413244024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, penulis:
Nama
: Dyah Ayu Andaninggar
NIM
: 07413244024
Program Studi : Pendidikan Sosiologi
Fakultas
: Ilmu Sosial
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul Faktor-Faktor Penyebab
Terjadinya Perubahan Pembagian Pendapatan Dalam Sistem Bawon Pada
Petani (Dusun Selorejo, Desa
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman) adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Skripsi ini tidak berisi
materi yang dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau telah dipergunakan
dan diterima sebagai persyaratan penyelesaian studi di perguruan tinggi lain,
kecuali pada bagian-bagian tertentu yang penulis gunakan sebagai acuan dengan
mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.
Pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya, apabila kemudian hari
terdapat kekeliruan, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Yogyakarta, 18 September 2011
Yang menyatakan,
Dyah Ayu Andaninggar
NIM: 07413244024
ii
iii
iv
MOTTO
“Kesuksesan bukan kunci kebahagiaan, tetapi kebahagiaan adalah
kunci kesuksesan. Jika kamu mencintai apa yang kamu lakukan maka
kamu akan sukses”
(Albert Schweitzer)
“Kegagalan paling menyedihkan dalam hidup ini adalah kegagalan
yang disebabkan oleh kegagalan menggunakan power dan kemauan
untuk sukses”
(Edwin Percy Welles)
“Jadilah yang terbaik dari yang paling baik”
(Rama)
“Kerjakanlah pekerjaan yang membawa berkah bagimu dan orang
yang kamu cintai”
(Penulis)
iii
PERSEMBAHAN
Dengan Nama Allah SWT dan puji syukur kehadirat Allah SWT
atas rahmat, hidayah serta kekuatan yang telah diberikan-Nya
kepadaku,
sehingga skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan.
Kupersembahkan skripsi ini untuk orang-orang
Yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat yang tinggi
Kepadaku
Dengan cinta dan sayang:
Untuk kedua orang tuaku,
Papa Budi Purwanto dan Mama Unon Andamari
Serta saudara-saudaraku tersayang
Kakakku Rizky Ekvan Dinata
dan
Adekku Rama Isra Dhavika
vi
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERUBAHAN
PEMBAGIAN PENDAPATAN DALAM SISTEM BAWON PADA PETANI
(Dusun Selorejo, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten
Sleman)
Oleh
Dyah Ayu Andaninggar
(07413244024)
ABSTRAK
Masyarakat Indonesia sebagian besar merupakan masyarakat tradisional.
Meskipun sudah mengalami proses kemajuan teknologi, tetapi nilai-nilai dan
corak kehidupan masyarakat masih tetap tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Selama ini petani Dusun Selorejo menggunakan sistem bawon dengan pola 6:1,
namun dengan kemajuan teknologi, perkembangan zaman dan sumber daya
manusia saat ini yang berkurang menyebabkan sistem bawon mengalami
perubahan dalam pembagian pendapatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan pembagian pendapatan dalam sistem
bawon, untuk mengetahui dampak terhadap petani pemilik sawah dan petani
penggarap setelah adanya perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon.
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Selorejo, Desa Wukirsari, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
purposive sampling yang dipadukan dengan teknik snowball sampling. Informan
penelitian adalah petani pemilik sawah dan petani penggarap sawah warga Dusun
Selorejo. Penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data, yaitu dengan
observasi non partisipasi, wawancara semi terstruktur, dan dokumentasi. Teknik
keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi dan
referensi yang cukup. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
model analisis interaktif dari Miles dan Huberman, yang meliputi pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menyatakan dengan adanya perkembangan zaman,
sistem bawon mengalami perubahan dari aspek teknologi dan sistem pengupahan.
Perkembangan teknologi dengan menciptakan mesin-mesin pertanian modern
menjadi faktor penyebab terjadinya perubahan pembagian pendapatan sistem
bawon, juga mengakibatkan perubahan perbandingan sistem bawon yang dahulu
7:1 dan sekarang secara umum menjadi 8:1 yaitu 8 bagian untuk petani pemilik
sawah dan 1 bagian untuk petani penggarap sawah, tetapi bagi pemanen padi
mendapat bagian 9:1. Dampak yang timbul dari adanya perubahan tersebut yaitu
petani pemilik sawah mengalami kerugian karena harus memberikan bagian
bawon yang lumayan banyak, namun untuk petani penggarap sendiri mendapat
keuntungan karena hasilnya banyak. Harapan untuk sistem bawon sendiri agar
tetap dilestarikan dan jangan dihilangkan.
Kata kunci: Sistem Bawon, Petani, Desa Wukirsari Cangkringan.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Terjadinya
Perubahan Pembagian Pendapatan Dalam Sistem Bawon Pada Petani (Dusun
Selorejo, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman)” dapat
terselesaikan. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan
guna meraih gelar Sarjana Pendidikan pada program studi Pendidikan Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini dari awal
hingga akhir tidak akan berhasil dengan baik apabila tanpa adanya bimbingan,
dukungan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd M.A, selaku Rektor Universitas
Negeri Yogyakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk
mengadakan penelitian.
3. Ibu Terry Irenewaty, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas
Ilmu
Sosial
Universitas
Negeri
Yogyakarta
sekaligus
pembimbing 1 yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan
viii
evaluasi sehingga sangat membantu terselesaikannya penyusunan skripsi
ini.
4. Ibu Puji Lestari, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sosiologi Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Yogyakarta.
5. Ibu Nur Hidayah, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah dengan
sabar memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan evaluasi dari awal
hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
6. Bapak Grendi Hendrastomo, M.M, Selaku Penasehat Akademik.
7. Para Dosen Jurusan Pendidikan Sejarah dan Program Studi Pendidikan
sosiologi yang telah memberikan berjuta ilmu dan pengetahuan yang
sangat bermanfaat bagi penulis.
8. Masyarakat serta para petani Dusun Selorejo yang telah banyak membantu
dan memberikan informasi terkait dengan pengumpulan data sehingga
penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
9. Terima kasih pada Bapak Hari Suprianto dan Ibu Parmiwati yang banyak
memberikan motivasi, nasehat, pengarahan dan dukungan penuh pada
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
10. Terima kasih pada Dani Hendramawan Suprianto yang telah memberikan
kasih sayang dan semangat tersendiri, memberikan arti tentang
kedewasaan dan dukungan penuh atas terselesaikannya skripsi ini.
11. Teman-temanku di Prodi Pendidikan Sosiologi angkatan 2007, Indi, Dewi,
Santi, Deni, Faqih, Yuris, Iskandar, Sekar, Fani, Febri yang telah memberi
ix
arti persahabatan dan teman-teman lainnya. Terima kasih untuk
kebersamaan, semangat dan dukungan kalian, serta semua kenangan yang
telah kalian goreskan baik dalam bangku kuliah maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 18 September 2011
Penulis
Dyah Ayu Andaninggar
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
PERSETUJUN
PERNYATAAN
ii
PENGESAHAN
MOTTO
iii
PERSEMBAHAN
vi
ABSTRAK
vii
KATA PENGANTAR
viii
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Identifikasi Masalah
6
C. Pembatasan Masalah
7
D. Perumusan Masalah
7
E. Tujuan Penelitian
7
F. Manfaat Penelitian
8
ix
BAB II. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Kajian Teori
1. Tinjauan Tentang Sosiologi Pertanian
10
2. Tinjauan Tentang Pendapatan
10
3. Tinjauan Tentang Sistem Bawon
12
4. Tinjauan Tentang Petani
15
5. Pengertian Perubahan Sosial
17
6. Teori Perubahan Sosial Budaya
19
B. Penelitian yang Relevan
20
C. Kerangka Berfikir
23
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
25
B. Waktu Penelitian
25
C. Desain Penelitian
25
D. Bidang Penelitian
26
E. Subyek dan Akses Penelitian
27
F. Sumber Data Penelitian
28
G. Teknik Pengumpulan Data
29
H. Teknik Cuplikan/Sampling
31
I. Validitas Data
33
J. Teknik Analisis Data
34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
37
1. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian
37
2. Kondisi Demografis Lokasi Penelitian
39
B. Deskripsi Sistem Bawon
39
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
41
1. Deskripsi Informan
41
2. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pembagian pendapatan
x
dalam sistem bawon pada petani di Dusun Selorejo
47
3. Dampak terhadap petani pemilik setelah adanyaperubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon
56
4. Dampak terhadap petani penggarap setelah adanya perubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon
D. Pokok Temuan Penelitian
59
60
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
61
B. Saran
62
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN
65
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar
1. Bagan Kerangka Berpikir
2. Lahan sawah sebelum panen
3. Sawah yang sudah siap panen
4. Sawah saat panen
5. Sawah saat panen
6. Wawancara dengan petani penggarap sawah bernama Ng
7. Wawancara dengan petani penggarap sawah bernama Vw
8. Wawancara dengan petani pemilik sawah bernama Pr
9. Wawancara dengan petani pemilik sawan bernama Sd
10. Wawancara dengan petani pemilik sawah bernama Sp
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran
1. Pedoman Observasi
2. Pedoman Wawancara
3. Laporan Observasi
4. Kode Data Penelitian
5. Laporan Hasil Wawancara
6. Dokumen Hasil Penelitian
7. Peta Dusun Selorejo
8. Surat Ijin Penelitian
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal dengan negara agraris yang sebagian besar penduduk
tinggal di pedesaan dan bekerja di sektor pertanian, hal ini ditunjukkan dengan
besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Menurut data BPS tahun
2004 dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia 74,52% digunakan untuk
usaha pertanian, sedangkan sisanya digunakan untuk pekarangan/lahan, bangunan
dan halaman sekitarnya, padang rumput serta lahan yang sementara tidak
diusahakan dengan jumlah penduduk sebesar 217,9 juta jiwa. Menurut Nursid
Sumaatmadja (1988:166), pertanian merupakan dasar kehidupan ekonomi
manusia yang menjadi sumber daya bahan makanan penduduk, perdagangan
maupun sebagai bahan dasar industri. Jika hanya mengandalkan dari sektor
pertanian saja
maka besarnya pendapatan tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup rumah tangga petani.
Pembangunan pertanian merupakan upaya peningkatan kualitas hidup
masyarakat tani, yang dicapai melalui investasi teknologi, pengembangan
produktivitas tenaga kerja, pembangunan prasarana ekonomi, serta penataan dan
pengembangan kelembagaan pertanian. Dalam konteks kelembagaan hubungan
kerja pertanian, perubahan teknologi telah mengubah sistem pengupahan yang
bisa jadi mengakibatkan distribusi pendapatan petani semakin timpang.
1
2
Masyarakat Indonesia sebagian besar merupakan masyarakat tradisional.
Meskipun sudah mengalami proses kemajuan teknologi, tetapi nilai-nilai dan
corak kehidupan masyarakat masih tetap tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Dampak kapitalisme pada masyarakat pedesaan yang sangat jelas terlihat dari
proses hilangnya kemandirian petani dalam mengusahakan sistem produksinya.
Tujuan dan orientasinya adalah merasionalkan semua kegiatan petani agar mampu
menghasilkan keuntungan dengan berbagai inovasi baru di bidang pertanian.
Dalam sistem usaha tani, tanah (lahan) pertanian merupakan faktor
produksi (komoditi) yang penting dalam proses atau kegiatan usaha tani, terutama
dalam upaya menyediakan secukupnya kebutuhan bahan makanan untuk keluarga
sendiri dan menyisihkan sebagian atau semua yang tersisa untuk dijual, dan untuk
konsumsi bersama. Lahan telah menjadi komoditi yang langka di banyak daerah
pedesaan di negara berkembang karena berbagai hal. Tingkat kenaikan jumlah
penduduk di dunia ketiga masih tinggi dan cepat bila dibanding dengan tingkat
dan percepatan kenaikan jumlah penduduk dari bagian dunia lainnya.
Persediaan lahan di pedesaan sering terbatas, sehingga perluasan lahan
hampir tak terjadi kecuali dengan merambah hutan (dan ini di banyak negara
bertentangan dengan kebijakan pemerintah). Sistem adat dan kebiasaan yang
berlaku didalam tiap komunitas, distribusi pemilikan tanah acap kali tidak merata.
Pemilikan dan pengusahaan lahan cenderung makin lebih kecil atau sempit
ukurannya per keluarga. Kenaikan produksi lahan usaha tani, oleh karena itu
diupayakan dengan menambah masukan baru (teknologi) kedalam sistem
pertanian. Masukan baru tersebut, merupakan suatu terobosan (inovasi teknologi),
3
yang dapat diupayakan dengan penambahan tenaga kerja, perbaikan sistem, dan
pemeliharaan irigasi, pemasukan teknologi rekayasa ilmiah berupa pupuk,
insektisida, herbisida, dan lain-lain. (Bahrein T.Sugihen, 1997: 123-124)
Ekonomi keluarga tani memperlihatkan tipe usaha pertanian yang paling
sering dijumpai. Sebagai kesatuan produksi dan konsumsi, mereka terorganisir
menurut masing-masing struktur keluarga tani yang berlaku. Kegiatan usaha
ditujukan untuk menjamin keperluan hidup keluarga melalui produksi subsistem
dan sekarang ini semakin banyak juga melalui produksi tambahan untuk pasar,
seperti melalui pembentukan modal didalam usaha pertanian.
Usaha pembangunan di semua negara sedang berkembang lebih ditujukan
pada pembangunan perkotaan-industri daripada pertanian-desa. Hal ini patut
diperhatikan karena pertanianlah dan disini terutama ekonomi tani, yang dalam
proses jangka panjang merupakan sektor ekonomi terpenting dan mewakili
sebagian penduduk. Sebagian besar elite politik dan pimpinan pemerintahan tidak
berasal dari desa atau mempunyai hubungan erat kesana, akibatnya petani di
kebanyakan negara belum menemukan identitas barunya didalam proses
pembangunan ekonomi dan masyarakat. Mereka mengambil jarak atau malah
bersikap menolak terhadap pemerintah, partai dan pelaku pembangunan. (Ulrich
Planck, 1993: 28 dan 45)
Kabupaten Sleman keadaan tanahnya di bagian selatan relatif datar kecuali
daerah perbukitan dibagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di
Kecamatan Gamping, makin ke utara relatif miring dan dibagian utara sekitar
Lereng Merapi relatif terjal serta terdapat sekitar 100 sumber mata air. Hampir
4
setengah dari luas wilayah merupakan tanah pertanian yang subur dengan
didukung irigasi teknis di bagian barat dan selatan. Topografi dapat dibedakan
atas dasar ketinggian tempat dan kemiringan lahan (lereng). Ketinggian > 1000 m
dari permukaan laut seluas 1.495 ha atau 2,60 % dari luas wilayah meliputi
Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan. Tanah hampir setengah dari luas
wilayah merupakan tanah pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis
dibagian barat dan selatan. Keadaan jenis tanahnya dibedakan atas sawah, tegal,
pekarangan, hutan, dan lain-lain. Perkembangan penggunaan tanah selama 5 tahun
terakhir menunjukkan jenis tanah sawah turun rata-rata per tahun sebesar 0,96 %,
tegalan naik 0,82 %, pekarangan naik 0,31 %, dan lain-lain turun 1,57 %.
Selama ini petani di Dusun Selorejo, Desa Wukirsari, Kecamatan
Cangkringan menggunakan sistem bawon yaitu cara panen yang sudah cukup
lama dan masih dipertahankan dengan pola 6:1, maksudnya upah natura bahwa 6
takaran untuk petani pemilik dan 1 takaran untuk petani penggarap atau bisa
disebut sebagai tenaga buruh tani untuk mengerjakan sawah. Dengan kemajuan
teknologi, perkembangan zaman dan sumber daya manusia saat ini yang
berkurang, menyebabkan sistem bawon mengalami perubahan dalam pembagian
pedapatan, karena saat ini banyak pemilik sawah memilih memanen padi dengan
alat yang lebih maju.
Perubahan sistem bawon yang terjadi mengharuskan buruh tani untuk ikut
mengerjakan pekerjaan seperti mengolah tanah, tanam padi dan lainnya tanpa
dibayar, sehingga upah natura yang diterima oleh petani penggarap terjadi
perubahan pola 9:1. Adanya perubahan pembagian pendapatan dikalangan petani,
5
diantaranya dari sistem bawon yaitu sistem upah secara natura dari pekerjaan
menuai padi yang terbuka bagi seluruh penduduk desa dan menurut tradisi jumlah
orang yang ikut memanen tidak dibatasi. Dalam sistem ini baik pemilik lahan
maupun buruh merasa aman dan diuntungkan.
Perubahan sosial dan budaya cenderung sulit untuk dipisahkan karena
perubahan sosial bagian dari perubahan budaya. Perubahan sosial dan budaya
tidak selalu ke arah kemajuan atau progress, tetapi bisa saja ke arah kemunduran
atau regress. Perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat tersebut bisa
mempengaruhi aspek-aspek kehidupan sosial masyarakat. Pembagian pendapatan
dalam sistem bawon itu sendiri memiliki aturan bagi hasil, dimana pengertian bagi
hasil adalah iuran untuk hak garap terdiri dari bagian panen yang telah ditetapkan
sebelumnya dan setelah panen diserahkan pada pemilik tanah dalam bentuk hasil
bumi in natura. Semua perjanjian dilakukan secara lisan. Besarnya bagian panen
begitu juga ukuran bagian masing-masing pihak pada sarana produksi seperti
bibit, pupuk dan ternak pembajak, berbeda di satu tempat dengan tempat lainnya,
dan tergantung terutama pada situasi tanah dan kualitas letak petak-petak lahan.
Pada kajian penelitian ini difokuskan tentang bagaimana faktor-faktor
yang menyebabkan perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon pada
petani. Penelitian ini akan dilakukan di Dusun Selorejo, Desa Wukirsari,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini akan mengkaji faktorfaktor yang menyebabkan perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon
pada petani, dampak yang dirasakan petani penggarap setelah adanya perubahan
6
pembagian pendapatan dalam sistem bawon dan dampak yang dirasakan petani
pemilik setelah adanya perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon.
B. Identifikasi
1.
Identifikasi Masalah
a. Pertanian merupakan dasar kehidupan ekonomi manusia.
b. Pertanian merupakan faktor produksi yang penting dalam proses atau
kegiatan usaha tani.
c. Perubahan
teknologi
mengubah
sistem
pengupahan
yang
mengakibatkan pendapatan petani semakin timpang.
d. Terjadi perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon pada
petani Dusun Selorejo, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pembagian pendapatan
dalam sistem bawon pada petani.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan pada penelitian ini difokuskan pada masalah apa faktor-faktor
yang menyebabkan perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon pada
petani, apa dampak terhadap petani penggarap setelah adanya perubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon, dan dampak terhadap petani pemilik
setelah adanya perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon tersebut.
7
D. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perubahan pembagian
pendapatan dalam sistem bawon pada petani Dusun Selorejo Desa
Wukirsari Kecamatan Cangkringan ?
2. Apa dampak terhadap petani penggarap setelah adanya perubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon ?
3. Apa dampak terhadap petani pemilik setelah adanya perubahan pembagian
pendapatan dalam sistem bawon ?
E. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon pada petani.
b. Untuk mengetahui dampak terhadap petani penggarap setelah adanya
perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon.
c. Untuk mengetahui dampak terhadap petani pemilik setelah adanya
perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon.
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini kiranya dapat menambah pengetahuan serta
dapat digunakan sebagai acuan penelitian dimasa yang akan datang.
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai hasil karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan
dapat berguna untuk menambah referensi atau informasi yang
berkaitan dengan perubahan sosial masyarakat.
8
b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
bagi pengembangan
ilmu
sosiologi terutama
mengenai
kehidupan sosial khususnya pengembangan Perubahan Sosial
dan Budaya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi bacaan
di perpustakaan, baik fakultas maupun pusat sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.
b. Bagi Dosen
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi
para dosen yang ingin mengkaji lebih jauh hal yang berkaitan
dengan perubahan-perubahan sosial budaya yang terjadi pada
masyarakat desa.
c. Bagi Mahasiswa
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
referensi dan sumber bagi setiap orang yang ingin melakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon pada petani.
d. Bagi Peneliti
1) Penelitian ini digunakan sebagai syarat menyelesaikan studi
dan mendapat gelar sarjana pada program studi Pendidikan
Sosiologi FISE UNY.
9
2) Memberi bekal pengalaman untuk mengaplikasikan ilmu
pengetahuan selama dibangku kuliah kedalam karya nyata.
3) Dapat mengetahui perubahan soosial budaya di Dusun
Selorejo Desa Wukirsari tentang perubahan pembagian
pendapatan dalam sistem bawon.
e. Bagi Masyarakat
Penelitian
ini diharapkan dapat
memberikan tambahan
informasi dan pengetahuan mengenai dinamika perubahan
masyarakat dalam bidang sosial dan pertanian.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. KajianTeori
1.
Tinjauan tentang Sosiologi Pertanian
Sosiologi Pertanian adalah ilmu pengetahuan mengenai struktur dan
hubungan sosial dalam bidang pertanian dan kehutanan, terutama yang berada
diatas tanah. Definisi lain dari Sosiologi Pertanian adalah sosiologi ekonomi
seperti halnya sosiologi industri, yang membahas fenomena sosial dalam
bidang ekonomi pertanian. Ke dalam ilmu ekonomi makro ini biasanya
termasuk juga cabang ekonomi seperti ilmu perkebunan, kehutanan,
perburuan dan perikanan. Tetapi sosiologi pertanian memusatkan hampir
semua perhatiannya pada petani dan permasalahan hidup petani. Tema utama
sosiologi pertanian adalah undang-undang pertanian, organisasi sosial
pertanian (struktur pertanian), usaha pertanian, bentuk organisasi pertanian,
terutama koperasi dan masalah sosial pertanian. Sebuah aspek penting adalah
posisi sosial petani dalam masyarakat.
2.
Tinjauan tentang Pendapatan
Pendapatan menurut BPS (1988: 56) adalah seluruh penghasilan yang
diterima baik dari sektor formal maupun non formal serta penghasilan dari
subsistem (pertanian) yang dihitung dalam jangka waktu tertentu. Adapun
perincian pendapatan adalah sebagai berikut:
10
11
1)
Pendapatan sektor formal adalah segala penghasilan yang berasal dari
sektor formal, berupa barang dan jasa atau kontrakprestasi. Misalnya
gaji, upah dan hasil investasi.
2)
Pendapatan sektor non formal adalah pendapatan yang meliputi
kerajinan rumah tangga dan keuntungan penjualan.
Pendapatan merupakan salah satu komponen penting laporan
keuangan. Namun permasalahan utama dalam akuntansi untuk pendapatan
adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Dalam Statement of
Financial Accounting Concept No. 5 disebutkan bahwa pengakuan
pendapatan umumnya terjadi ketika:
a) Pendapatan telahdirealisasikan
Pendapatan dapat direalisasikan bila aktiva yang didapat atau diterima
dari suatu pertukaran dapat dipertukarkan secara cepat dengan sejumlah
uang kas atau klaim terhadap kas.
b) Pendapatan telah dihasilkan
Pendapatan telah dihasilkan karena sebagian besar proses untuk
menghasilkan laba telah diselesaikan.
General Accepted Accounting Principles (GAAP) menyimpulkan
bahwa pendapatan baru dapat diakui dalam laporan keuangan bila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Nilai ekonomis harus sudah ditambahkan pada produknya.
2) Jumlah/nilai pendapatan harus dapat diakui.
3) Pengukuran harus dapat diuji dan relatif bebas dari bias.
12
4) Expense/beban yang terkait harus dapat ditaksir dengan cukup akurat.
Sementara pengakuan pendapatan menurut Sprounse dan Monits yang
diterjemahkan oleh Tuanakotta (1984:157) adalah:
Pendapatan harus diidentifikasikan dengan periode dimana kegiatan
ekonomi yang utama untuk menciptakan dan menyerahkan barang dan
jasa telah dicapai, dengan catatan bahwa pengukuran yang objektif
dapat dilakukan.
Sinaga dan White dalam Sriadi Setyawati (1997: 19), mengemukakan
bahwa salah satu ciri struktur agraris di Pulau Jawa “Pendapatan dari kegiatan
non pertanian untuk semua golongan masyarakat pedesaan sangat penting,
sebagai tambahan pendapatan yang bersumber dari kegiatan pertanian”.
3.
Tinjauan tentang Sistem Bawon
Collier
et
al
(1974)
menyebutkan
pada
sistem
bawon
tradisional,bawon merupakan upah natura yang diberikan pemilik lahan
kepada buruh tani khususnya untuk kegiatan panen yang merupakan bagian
tertentu dari hasil panen. Panen padi merupakan aktivitas komunitas yang
dapat diikuti oleh semua atau kebanyakan anggota komunitas dan menerima
bagian tertentu dari hasil. Menurut hasil di beberapa tempat petani tidak dapat
membatasi jumlah orang yang ikut memanen. Sistem tersebut merupakan
bawon yang benar-benar terbuka dalam arti setiap orang diijinkan ikut
memanen (Hayami dan Kikuchi, 1981).
13
Sistem bawon adalah suatu sistem upah yang berlaku di pedesaan di
Pulau Jawa, dimana pemetik padi di sawah orang lain akan mendapatkan
bagian hasil padi sebanyak 20% (dua puluh persen) dari padi yang berhasil
dipetiknya, yang dinamakan bawon. Pemberian bawon sebesar 20% ini tidak
mutlak, tetapi kebanyakan di beberapa daerah atau beberapa desa di Pulau
Jawa biasanya memberikan bawon sebesar 20% atau 1/5 bagian. Terdapat
beberapa tinjauan tentang sistem bawon (Kasihono Arumbinang, 1993: 17
dan 18) yaitu:
a.
Sistem bawon ditinjau dari segi sejarah
Diperkirakan sistem bawon itu sudah dilaksanakan di Pulau Jawa
sejak zaman Kerajaan Mataram bahkan mungkin juga sudah dimulai
semenjak zaman Kerajaan Majapahit. Sistem pemberian upah dengan
sebagian buah yang berhasil dipetik sebetulnya tidak hanya terjadi pada
buah padi saja, tetapi terjadi juga pada buah kelapa, buah kopi, buah
cengkeh dan lain-lain. Hal ini terjadi karena memang lebih praktis untuk
mengupah buruh petik dengan sebagian buah yang berhasil dipetiknya,
daripada pemilik sawah atau pemilik kebun harus mencari uang terlebih
dahulu untuk keperluan membayar para buruh petik. Kesimpulannya
sistem upah seperti ini merupakan peninggalan budaya nenek moyang
kita yang masih relevan untuk dipakai sampai hari ini dan perlu
dilestarikan.
14
b. Sistem bawon ditinjau dari segi hukum
Sistem bawon ini berdasarkan “Hukum Adat” karena sistem bawon
ini merupakan adat istiadat yang punya akibat hukum bagi yang
melanggar. Peraturan bawon ini sampai sekarang belum pernah ditulis
oleh nenek moyang kita, bahwa untuk melaksanakan panen padi yang
sudah menguning di sawah para pemilik sawah luas harus memanggil
tetangga-tetangganya untuk bergotong royong memetik padi di sawahnya
dengan upah padi yang dinamakan bawon. Jadi walaupun sistem bawon
ini sampai sekarang belum pernah tertulis, tetapi masyarakat pedesaan
tetap melaksanakannya sampai sekarang terutama di Pulau Jawa karena
merupakan adat istiadat.
c.
Sistem bawon ditinjau dari segi sosial
Pemberian upah berupa bawon itu adalah merupakan suatu cara
yang dipakai oleh nenek moyang kita dalam rangka “pemerataan
pendapatan” untuk memberikan kesejahteraan hidup atau kesejahteraan
sosial pada masyarakat miskin di pedesaan yang sesuai dengan
kemampuannya atau kepandaiannya. Walaupun petani yang ikut
menderep atau menuai padi itu tidak punya sawah, tetapi di waktu musim
panen tiba petani tadi akan memiliki padi seperti padi yang dimiliki oleh
si pemilik sawah. Jadi walaupun jumlah kepemilikan padi antara si
penderep dengan pemilik sawah luas tidak sama, tetapi kalau si penderep
atau si petani miskin itu pada musim panen bisa mendapatkan bawon
setiap hari dari pemilik sawah yang luas yang lain, maka si petani miskin
15
tadi akan cukup banyak memiliki padi di rumahnyayang cukup untuk
dimakan beberapa minggu, bahkan mungkin cukup untuk dimakan
beberapa bulan dengan rasa yang sama dengan padi yang dimakan oleh si
pemilik sawah atau si petani kaya. Selain itu gotong royong untuk
memetik padi di sawah luas milik petani kaya merupakan suatu pekerjaan
yang ditunggu-tunggu petani miskin di desa, yang merupakan pekerjaan
padat karya, sebab di musim panen tiba hampir semua petani miskin akan
turun ke sawah untuk bekerja sebagai pemetik padi atau panderep.
d. Sistem bawon ditinjau dari segi ekonomi
Ditinjau dari segi ekonomi, jelas-jelas bawon ini sangat
mendukung ekonomi petani miskin. Sebab tanpa memiliki sawah 1 meter
persegi pun petani miskin setiap panen tiba akan memiliki padi yang
berupa bawon tadi, dan bawon ini selain untuk dimakan juga bisa dijual
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain, yaitu sandang dan papan.
Jadi dengan adanya bawon yang berupa padi, yang memang merupakan
makanan pokok orang Jawa maka salah satu kebutuhan pokok manusia
yang berupa pangan sudah terpenuhi.
4.
Tinjauan tentang Petani
Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia
yang termasuk didalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan
juga kehutanan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia
16
adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk
dikembangkan di Negara kita.
Bentuk-bentuk pertaniandi Indonesia :
1.
Sawah
Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan
memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah
hujan maupun sawah pasang surut.
2.
Tegalan
Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada
pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan
terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya
sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata.
Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk
ditumbuhi tanaman pertanian.
3.
Pekarangan
Perkarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah
(biasanya
dipagari
dan
masuk
ke
wilayah
rumah)
yang
dimanfaatkan/digunakan untuk ditanami tanaman pertanian.
4.
LadangBerpindah
Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di
banyak lahan hasil pembukaan hutan atau semak dimana setelah
beberapa kali panen/ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga
17
perlu pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak
digarap.
5.
PengertianPerubahan Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini
merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke
bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern. Penemuanpenemuan baru di bidang teknologi yang terjadi di suatu tempat dengan cepat
dapat diketahui oleh masyarakat lain yang berada jauh dari tempat tersebut.
William F. Ogburn berusaha memberikan sesuatu pengertian tertentu,
walau tidak memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia
mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsurunsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang
ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap
unsur-unsur immaterial.
Gillin dan Gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai
suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahanperubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,
ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru
dalam masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan, perubahanperubahan
pada
lembaga-lembaga
kemasyarakatan
di
dalam
suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya
nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam
18
masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia,
yang kemudian
mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.
Definisi menurut beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan definisi
perubahan sosial. Perubahan sosial itu merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dalam satu bentangan waktu tertentu. Pemakaian atau
adopsi suatu teknologi tertentu oleh warga suatu kelompok atau masyarakat
akan membawa suatu perubahan sosial yang dapat diobservasi lewat perilaku
sosial anggota masyarakat bersangkutan. Perubahan itu akan jelas terlihat bila
teknologi yang diadopsi tersebut adalah suatu teknologi, tepat guna, adaptif,
dapat selalu dimodifikasi (disesuaikan) dengan tingkat kebutuhan dan
kemampuan adopters. Perubahan itu dapat dipantau lewat pola hubungan
sosial masyarakat dengan lingkungannya.
6.
Teori Perubahan Sosial Budaya
Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata berarti suatu kemajuan
(progres) namun dapat pula berarti kemunduran dari bidang-bidang
kehidupan tertentu. Masyarakat desa sudah mengenal perdagangan, alat-alat
transportasi modern bahkan dapat mengikuti berita-berita mengenai daerah
lain melalui radio, televisi dan sebagainya yang semuanya belum dikenal
sebelumnya. Perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, normanorma
sosial,
kemasyarakatan,
pola-pola
perilaku
lapisan-lapisan
dalam
organisasi,
susunan
masyarakat,
lembaga
kekuasaan
dan
19
wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya (Soerjono Soekanto,
2005:301).
Teori perubahan sosial dan budaya Karl Marx yang merumuskan
bahwa perubahan sosial dan budaya sebagai produk dari sebuah produksi
(materialism), sedangkan Max Weber lebih pada sistem gagasan, sistem
pengetahuan, sistem kepercayaan yang justru menjadi sebab perubahan.
Perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang
normal. Pengaruhnya dapat menjalar dengan cepat ditempat lain berkata dan
komunikasi modern. Penemuan-penemuan baru dibidang teknologi yang
terjadi di suatut empat dengan cepat dapat diketahui oleh masyarakat lain
yang berada jauh dari tempat tersebut. Proses perubahan tersebut menjadikan
masyarakat mampu beradaptasi dan menjaga eksistensi hidupnya. Gillin dan
Gillin mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi
dengan cara-cara yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan
geografis, kebudayaan materiil, kompetisi penduduk, ideologi maupun karena
adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Dalam perkembangan suatu kebudayaan pasti banyak mengalami
perubahan, baik perubahan sosial maupun budaya. Perubahan kebudayaan
menurut Parsudi Suparlan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide
yang dimiliki bersama oleh sejumlah warga masyarakat misalnya aturanaturan, nilai-nilai, norma, adat istiadat, rasa keindahan, bahasa termasuk juga
upacara tradisional.
20
Pitirim A. Sorokin berpendapat bahwa segenap usaha untuk
mengemukakan adanya suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam
perubahan-perubahan sosial tidak akan berhasil baik. Dia meragukan
kebenaran akan adanya lingkaran-lingkaran perubahan sosial tersebut.
Perubahan-perubahan tetap ada dan yang paling penting adalah lingkaran
terjadinya gejala-gejala sosial harus dipelajari karena dengan jalan tersebut
barulah akan dapat diperoleh suatu generalisasi.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan berbagai kajiannya akan menjadi
masukan untuk melengkapi penelitian ini. Penelitian relevan tersebut antara
lain:
1)
Hasil penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Eni
Wahyuningsih, mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. Judul penelitian
yang dilakukan Eni yaitu ”Sumbangan Pendapatan Non Pertanian
Terhadap
Total Pendapatan
Rumah Tangga
Petani Di Desa
Pucanganom Kecamatan Rongkop Kabupaten Gunung Kidul”. Dalam
penelitian tersebut, Eni menyimpulkan bahwa mata pencaharian yang
menjadi sumber pendapatan di sektor non pertanian yang paling banyak
dikerjakan oleh responden di desa pucanganom adalah buruh bangunan
sebesar 45,76%. Hal ini dikarenakan responden tidak mempunyai
21
keahlian dan ketrampilan yang lain sehingga mereka hanya dapat
bekerja sebagai buruh bangunan. Pendapatan dari non pertanian
memberikan sumbangan lebih besar terhadap total pendapatan
responden. Penelitian ini lebih menekankan tentang sumbangan
pendapatan non pertanian. Persamaan penelitian yang dilakukan Eni
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah sama-sama
menggunakan tema pendapatan pertanian. Perbedaannya terletak pada
obyek yang diteliti yakni penelitian Eni meneliti tentang sumbangan
pendapatan non pertanian terhadap total pendapatan dimana obyeknya
adalah rumah tangga petani Desa Pucanganom Kecamatan Rongkop
Kabupaten Gunung Kidul. Sedangkan penelitian ini meneliti obyek
yang lebih memfokuskan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
pembagian pendapatan system bawon pada petani di Dusun Selorejo,
Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, serta dampak yang timbul
setelah adanya perubahan pembagian pendapatan system bawon pada
petani.
2)
Penelitian oleh Sapto Nugroho yang berjudul “Sumbangan Pendapatan
Non Pertanian Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Di
Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman” Fakultas Ilmu Sosial dan
Ekonomi, Universitas Negeri
Yogyakarta. Penelitian ini lebih
menekankan tentang sumbangan pendapatan non pertanian. Persamaan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama menggunakan
tema pendapatan pertanian. Perbedaannya terletak pada obyek yang
22
diteliti yakni penelitian Sapto meneliti tentang sumbangan pendapatan
non pertanian terhadap pendapatan rumah tangga petani, dimana
obyeknya adalah rumah tangga petani di Kecamatan Cangkringan
Kabupaten Sleman. Sedangkan penelitian ini meneliti obyek yang lebih
memfokuskan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pembagian
pendapatan sistem bawon pada petani di Dusun Selorejo, Desa
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, serta dampak
yang timbul setelah adanya perubahan pembagian pendapatan system
bawon pada petani.
23
C. KerangkaPikir
Dari berbagai penjelasan teori diatas, dapat digambarkan kedalam
bagan kerangka sebagai berikut:
Petani
(PemilikLa
han)
Petani
Penggarap
(tenaga kerja
Sawah
PanenPadi
Sistem
Bawon
Sistem
upah
7:1.
Sapi
untuk
bajak sawah
Sistem
upah
9:1.
Traktor untuk
bajak sawah
Bagan I. KerangkaBerpikir
24
Sistematika kerangka berpikirnya adalah petani pemilik lahan dan
petani penggarap panen padi dan hasil panen dibagi menggunakan sistem
bawon. Pembagian hasil yang diperoleh setelah panen akan dibagi rata untuk
petani penggarap atau tenaga kerja buruh, yaitu dengan system upah yang
dulunya hanya 7:1, namun seiring dengan perkembangan jaman sekarang
terjadi perubahan sistem upah yaitu 8:1 bahwa 8 takaran untuk petani pemilik
sawah dan 1 untuk petani penggarap. Sistem ini yang dijalankan oleh
masyarakat dari tiap generasi, sehingga pendapatan yang diperoleh pun selalu
berubah tiap masa panen apalagi dengan adanya perubahan teknologi telah
mengubah sistem pengupahan yang mengakibatkan pendapatan petani
semakin timpang.
BAB III
METODE PENELITIAN
1.
Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan
pembagian dalam sistem bawon pada petani di Dusun Selorejo, Desa
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Bantul. Adapun yang
menjadi pertimbangan dari pengambilan lokasi penelitian ini adalah:
a.
Secara geografis letak Dusun Selorejo cukup jauh dari pusat kota dan
banyak terdapat lahan sawah.
b.
Berdasarkan lingkungan masih kental dengan gotong royong.
c.
Pertimbangan lain didasarkan pada kenyataan bahwa terjadinya
perubahan pembagian pendapatan dalam sistem bawon.
2.
Waktu Penelitian
Dalam melakukan sebuah pengamatan atau penelitian terhadap suatu
fenomena tertentu dalam masyarakat, tentu saja membutuhkan sebuah proses
yang memerlukan waktu cukup lama. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan
dalam jangka waktu dua bulan, yaitu bulan Juli-September 2011.
3.
Desain Penelitian
Penelitian pada dasarnya merupakan sarana untuk menemukan
kebenaran atau lebih membenarkan sebuah kebenaran. Penelitian ini
25
26
menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor
yang mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang atau perilaku yang diamati. Dari berbagai kajian mengenai penelitian
kualitatif, Meleong mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainlain (Lexy J.Meleong, 2005: 4).
Secara deskriptif dalam hal ini merupakan sebuah pendekatan dengan
mengeksploirasi dan klarifikasi mengenai sebuah fenomena atau kenyataan
sosial, dengan jalan mendiskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan
dengan masalah atau unit yang diteliti (Sanapiah Faisal, 2005: 20).
4.
Bidang Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bidang sosial budaya. Dimana
penelitian ini merupakan kegiatan membentuk dan mengabstraksikan
pemahaman secara rasional empiris dari fenomena kebudayaan didalam
kehidupan masyarakat, baik terkait dengan konsepsi, nilai, kebiasaan, pola
interaksi, biografi, jalannya tradisi upacara maupun berbagai bentuk
fenomena sosial budaya (Maryaeni, 2005: 1-2).
27
5.
Subyek dan Akses Penelitian
a.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang dipilih oleh peneliti akan berpengaruh pula
pada teknik pengambilan sampel. Teknik purposive sampling merupakan
teknik yang dipilih oleh peneliti dalam sampel penelitiannya. Melalui teknik
ini diharapkan sampel yang ada benar-benar mampu memberikan informasi
yang tepat mengenai fokus penelitian ini. Teknik purposive sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pada wilayah penelitian dengan subyek
penelitian ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu guna mendapatkan
data atau informasi dari obyek tersebut yang sesuai dengan keperluan
penelitian. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat petani
Dusun Selorejo, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan.
b.
Akses Penelitian
Secara umum proses awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
peneliti melakukan survei atau observasi di lapangan. Akses penelitian ini
tidak terlalu sulit dan tidak menggunakan prosedur tertentu melainkan hanya
melalui surat perizinan kepada pihak terkait antara lain kepala Dusun
Selorejo, maka peneliti dengan mudah mengambil data-data yang diperlukan
demi kelancaran proses penelitian ini.
28
6.
Sumber Data Penelitian
Penelitian kualitatif memiliki sumber data utama yang bersumber dari
kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain (Lexy J.Meleong, 2002: 157). Adapun jenis sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer maupun sekunder, yaitu:
a.
Sumber data primer, yaitu data yang berasal dari narasumber langsung
yang terdiri dari masyarakat di Dusun Selorejo, Desa Wukirsari,
Kecamatan Cangkringan dan diperkuat dengan informan lain yang
terkait.
b.
Sumber data sekunder berasal dari buku-buku, majalah, koran, jurnal
penelitian maupun penelitian yang relevan, dan lain sebagainya. Sumber
data sekunder ini akan mempermudah dan membantu peneliti dalam
proses menganalisis data-data yang terkumpul yang nantinya dapat
memperkuat
pokok
temuan
dan
menghasilkan
penelitian
yang
mempunyai tingkat validitas yang tinggi.
c.
Foto ini dapat memberikan gambaran mengenai lokasi geografis, keadaan
wilayah, mata pencaharian serta sarana prasarana yang ada, dan
gambaran tentang distribusi penduduk yang ada. Berkaitan dengan
penelitian ini foto merupakan sumber data yang dapat memberikan
gambaran mengenai lokasi geografis daerah Dusun Selorejo
d.
Data statistik, penelitian kualitatif sering juga menggunakan data statistik
yang telah tersedia sebagai sumber data tambahan. Adanya data statistik
29
dapat membantu peneliti mempelajari komposisi distribusi penduduk
dilihat dari segi usia, jenis kelamin, agama, mata pencaharian, tingkat
kehidupan sosial ekonomi dan pendidikan.
7.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan melalui dua tahap yaitu:
a.
Getting along yaitu ketika berada dilokasi penelitian. Pada tahap ini
ketika di dalam site penelitian, peneliti berusaha masuk dalam
perspektif informan dan beradaptasi dengan kondisi dan situasi
lingkungan sehingga mampu memperoleh data dan informasi yang
relevan dengan sasaran penelitian. Maksud upaya ini adalah untuk
mengungkapkan perspektif emmik dari informan. Upaya yang
dilakukan dalam tahap ini
adalah melakukan pendekatan formal
maupun informal kepada warga masyarakat Dusun Selorejo.
b.
Logging data, yaitu peneliti melakukan pengumpulan data. Pada tahapan
terakhir ini peneliti mengumpulkan data yang diperlukan dengan
menggunakan berbagai teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1) Wawancara
Menurut Soehartono 2002, wawancara adalah pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden oleh
peneliti/pewawancara dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam
dengan alat perekam.
30
2) Pengamatan atau Observasi
Teknik observasi menurut Nasution 1996, adalah dapat menjelaskan
secara luas dan terperinci tentang masalah-masalah yang dihadapi karena data
observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat, dan terperinci mengenai
keadaan lapangan, kegiatan manusia dan sistem sosial, serta konteks tempat
kegiatan itu terjadi.
3) Dokumentasi
Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dilakukan untuk
memperoleh informasi dari data-data tertulis, selain itu dokumentasi berguna
untuk menunjang dalam pengumpulan data. Teknik dokumentasi dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan tulisan atau artikel dari
internet, data terkait pelaksanaan panen dengan sistem bawon dan bahanbahan pustaka yang membahas permasalahan yang sama dengan penelitian
ini. Foto-foto yang berupa dokumen pribadi juga merupakan dokumentasi
yang berguna sebagai alat pengumpul data. Sehingga data yang diperoleh
kemudian dapat dijadikan referensi yang menunjang proses penelitian.
Setelah melakukan pengumpulan data yang berupa dokumentasi peneliti
menggabungkannya dengan hasil observasi, serta wawancara. Kemudian
data-data tersebut dibuat suatu tulisan yang padu.
Dokumen terdiri dari dua macam, yaitu dokumen pribadi dan
dokumen resmi. Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan
data. Dalam penelitian ini adalah dokumen pribadi maupun dokumen resmi.
31
Dengan dokumentasi diharapkan mampu memberikan gambar nyata,
berbentuk gambar, data statistik, semua data itu menggambarkan situasi dan
kondisi penelitian yang sedang berlangsung (Cholid Narbuko dan Abu
Achmadi, 2005:84).
8.
Teknik Cuplikan/ Sampling
Populasi dan sampling merupakan salah satu elemen yang sangat vital
dalam metodologi penelitian sebab populasi sampling sangat berpengaruh
terhadap data yang nantinya diperoleh oleh peneliti. Sampel dalam penelitian
kualitatif diambil untuk mewakili situasi sosial yang diteliti. Peneliti
mengambil purposive sampling sebagai teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data sesuai dengan
obyek penelitian. Pengambilan sampel yang sesuai akan mempermudah
peneliti mendapatkan data yang detail dan mampu menjelaskan kebenaran
obyek yang diteliti.
Adapun ciri-ciri purposive sampling adalah sebagai berikut (Nazir,
2005:165):
a. Rancangan sampel yang muncul: sampel tidak dapat ditentukan atau
ditarik terlebih dahulu.
b. Pemilihan sampel secara berurutan: tujuan memperoleh variasi yang
sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilih sampel sudah
ditentukan, dijaring dan dianalisis sebelumnya.
32
c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel: pada mulanya setiap sampel dapat
sama kegunaannya, namun semakin banyak informasi yang diperoleh dan
berkembangnya hipotesis maka sampel dapat disesuaikan sesuai fokus
penelitian.
d. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan: pada sampel bertujuan
seperti ini pemilihan jumlah sampel berdasarkan pertimbangan informasi
yang diperlukan. Jika informasi yang dijaring telah meluas dan telah
terjadi pengulangan informasi maka penarikan sampel dapat dihentikan.
Peneliti
akan
mengambil
sampel
siapa
saja
yang
menurut
pertimbangan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian (Irawan
Soehartono, 2002:63). Mengenai jumlah orang yang diambil tidak ditentukan
batasannya. Peneliti menetapkan beberapa orang informan sebagai sampel
yang berasal dari pihak petani yang menggunakan sistem bawon dan
masyarakat yang tinggal di Dusun Selorejo. Peneliti telah memilih informan
yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan peneliti. Apabila kenyataan di
lapangan peneliti mengalami kesulitan dalam mencari informan terutama
yang berstatus sebagai petani yang menggunakan sistem bawon pada
pertaniannya. Peneliti memadukan teknik purposive ini dengan snowball
sampling, sehingga peneliti mendapatkan informan berdasarkan informasi
dan rekomendasi yang diperoleh dari informan lainnya.
33
9.
Validitas Data
Validitas data merupakan salah satu bagian penting dalam penelitian
ini untuk menguji kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh di
lapangan. Dalam hal ini penulis menggunakan tiga cara pengujian validitas
data :
a.
Triangulasi Data, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik ini
digunakan dengan membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu
informasi melalui waktu dan alat berbeda-beda. Hal ini dilakukan dengan
cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara, membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain, membandingkan hasil
wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
b.
Ketekunan pengamatan, bermaksud menemuakan ciri-ciri dan unsurunsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal itu secara
rinci. Pengamatan yang dilakukan ialah dengan teliti dan rinci serta
berkesinambungan
terhadap
faktor-faktor
yang
menonjol
untuk
kemudian ditelaah secara rinci sehingga dapat dipahami.
c.
Pemeriksaan melalui diskusi dengan rekan-rekan dalam bentuk diskusi
analitik, sehingga kekurangan dari penelitian dapat segera disingkap dan
diketahui agar pengertian mendalam dapat segera ditelaah. Dalam diskusi
34
terjadi proses interaksi tukar menukar informasi antara peneliti dan rekan
diskusi. Melalui tukar-menukar informasi maka peneliti akan mendapat
masukan yang positif terhadap penelitian yang dilakukan. Dalam teknik
diskusi ini tidak ada formula pasti untuk menyelenggarakan diskusi.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah dalam diskusi ini rekan diskusi
bukan sebagai “pengagum” hasil penelitian, melainkan sanggup
memberikan kritik dan saran terhadap penelitian yang telah dilakukan
secara obyektif.
10. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis
terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai
setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan
pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel
(Sugiyono, 2010: 246-252). Analisis data dilakukan dengan tujuan agar
informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan eksplisit. Sesuai dengan
tujuan penelitian maka teknik analisis data yang dipakai untuk menganalisis
data dalam penelitian adalah analisis kualitatif model interaktif sebagaimana
diajukan oleh Miles dan Huberman yaitu terdiri dari empat hal utama (Miles
dan Huberman, 1992: 15-21) :
35
a.
Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi
dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dri dua aspek, yaitu deskriptif dan
refleksi. Catatan deskriptif merupakan alami yang berisi tentang apa yang
dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa
adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang
dijumpai.
Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan,
komentar dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan
bahan
rencana
pengumpulan
data
untuk
tahap
berikutnya.
Untuk
mendapatkan catatan ini maka peneliti melakukan wawancara pada beberapa
informan.
b.
Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang
masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman
atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu, maka wawasan
peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki
nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.
c.
Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (1984) menyatakan “the most
36
frequent form of display data for qualitative research data in the past has
been narrative text”, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Disarankan dalam mendisplaykan data selain teks yang naratif juga dapat
berupa grafik, matrik, network (jejaring kerja) dan chart.
d.
Penarikan Kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin
dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini terletak di Dusun Selorejo. Dusun
Selorejo secara teritorial menjadi bagian dari sebuah Desa di Wukirsari dan
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Dusun Selorejo ini merupakan
salah satu Dusun yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman
yang kira-kira dapat ditempuh dengan waktu 30 menit dari kota Yogyakarta.
Letak Dusun Selorejo masih banyak rumah-rumah penduduk yang disamping
kanan kirinya terdapat sawah yang subur. Kecamatan Cangkringan berada di
sebelah Timur Laut dari Ibukota Kabupaten Sleman dan memiliki luas
wilayah 4.799 Ha.
Kabupaten Sleman keadaan tanahnya dibagian selatan relatif datar
kecuali daerah perbukitan dibagian tenggara Kecamatan Prambanan dan
sebagian di Kecamatan Gamping. Makin ke utara relatif miring dan dibagian
utara sekitar Lereng Merapi relatif terjal serta terdapat sekitar 100 sumber
mata air. Hampir setengah dari luas wilayah merupakan tanah pertanian yang
subur dengan didukung irigasi teknis di bagian barat dan selatan. Topografi
dapat dibedakan atas dasar ketinggian tempat dan kemiringan lahan (lereng).
Wilayah Kabupaten Sleman termasuk beriklim tropis basah dengan musim
hujan antara bulan Nopember – April dan musim kemarau antara bulan Mei –
37
38
Oktober. Pada tahun 2000 banyaknya hari hujan 25 hari terjadi pada bulan
maret, namun demikian rata-rata banyaknya curah hujan terdapat pada bulan
februari sebesar 16,2 mm dengan banyak hari hujan 20 hari. Walaupun dapat
ditempuh dengan waktu 30 menit dari kota Yogyakarta, banyak alat
transportasi yang menghubungkan daerah Dusun Selorejo dengan kota
Yogyakarta. Kemudahan akses transportasi membuat Dusun Selorejo tidak
terlalu mengalami ketertinggalan, walaupun pemukimannya masih terdapat
banyak sawah. Dusun Selorejo yang menjadi lokasi utama dalam penelitian
ini juga memiliki suasana yang nyaman dan tenteram, karena berada di
daerah pegunungan yang sejuk dan pemandangan yang bagus serta banyak
terdapat kebun sayuran dan kolam ikan sehingga masyarakat setempat bisa
mempermudah untuk makan sehari-hari.
Dusun Selorejo ini daerah pemukimannya banyak terdapat lahan
sawah yang subur, kebanyakan penduduk Dusun Selorejo memiliki sawah itu
merupakan mata pencaharian warga. Walaupun di Dusun Selorejo ini terkena
dampak abu merapi tetapi tidak membuat lahan sawah menjadi rusak dan
sekarang menjadi lebih subur dan hasil padi yang diperoleh saat panen
menjadi kualitas yang unggul.
39
2. Kondisi Demografis Lokasi Penelitian
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pekerjaan
Tabel 4.
Komposisi Penduduk Dusun Selorejo Berdasarkan Tingkat Pekerjaan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Tingkat Pekerjaan
Jumlah Penduduk
Swasta
47 orang
PNS/Guru
39 orang
TNI/Polri
4 orang
Petani
80 orang
Lain-lain
57 orang
Sumber: Data monografi Dusun Selorejo tahun 2010
Berdasarkan data tabel diatas, prosentase tingkat pekerjaan petani yang
lebih banyak. Di Dusun Selorejo ini memang sebagian besar penduduknya
bekerja sebagai petani, tidak sedikit pula yang bekerja sebagai PNS/Guru.
Diartikan bahwa memang di Dusun Selorejo ini mayoritas penduduknya
memilik lahan sawah untuk mata pencaharian mereka sehari-hari.
B. Deskripsi Sistem Bawon
Sistem Bawon merupakan suatu sistem upah yang berlaku di pedesaan
di Pulau Jawa, dimana pemetik padi di sawah orang lain akan mendapatkan
bagian hasil berupa padi sebanyak 20% (dua puluh persen) dari padi yang
berhasil dipetiknya, yang dinamakan “bawon”. Pemberian bawon sebesar 20%
ini tidak mutlak, tetapi kebanyakan di beberapa daerah atau beberapa desa di
Pulau Jawa biasanya memberikan Bawon sebesar 20% atau 1/5 (seperlima)
bagian. Jadi kalau kita membantu memetik padi di sawah milik orang lain atau
40
orang kaya di desa, maka kita akan mendapat upah 20% atau 1/5 bagian dari
padi yang berhasil kita petik. Memang pada mulanya, ketika sistem bawon itu
masih murni, semua pekerjaan mengolah sawah itu diurus dan dibiayai oleh
pemilik sawah, sedangkan para pemetik padi yang biasa disebut panderep,
tinggal datang waktu mau panen untuk bekerja membantu memetik padi, dan
dapat upah berupa padi yang namanya “bawon”. Oleh karena adanya
pertambahan penduduk yang amat cepat, yang mengakibatkan penguasaan
atau kepemilikan tanah pertanian yang pincang, dimana lebih banyak orang
yang tidak punya tanah pertanian daripada yang punya tanah, maka terjadi
perubahan yang berlaku di beberapa desa atau daerah tentang kriteria orang
yang berhak menerima Bawon. (Kasihono Arumbinang, 1993: 17 dan 18)
Tinjauan sistem bawon dari beberapa segi. Sistem bawon ditinjau dari
segi sejarah diperkirakan sistem bawon itu sudah dilaksanakan di Pulau Jawa
sejak zaman Kerajaan Majapahit. Sistem pemberian upah dengan sebagian
buah yang berhasil dipetik sebetulnya tidak hanya terjadi pada buah padi saja,
tetapi terjadi juga pada buah kelapa, buah kopi, buah cengkeh dan lain-lain.
Sistem bawon ditinjau dari segi hukum, sistem bawon ini berdasarkan
“Hukum Adat”, karena sistem bawon ini merupakan adat istiadat yang punya
akibat hukum bagi yang melanggar. Sistem bawon ditinjau dari segi sosial,
pemberian upah berupa bawon itu adalah merupakan suatu cara yang dipakai
oleh nenek moyang kita dalam rangka “pemerataan pendapatan” untuk
memberikan kesejahteraan hidup atau kesejahteraan sosial pada masyarakat
miskin di pedesaan yang sesuai dengan kemampuannya atau kepandaiannya.
41
Walaupun petani yang ikut menderep atau menuai padi itu tidak punta sawah,
tetapi di waktu musim panen tiba, petani tadi akan memiliki padi seperti padi
yang dimiliki oleh si pemilik sawah. Begitu juga yang terjadi di Dusun
Selorejo, petani memberikan sistem bawon masih menggunakan rasa
kekeluargaan, sehingga petani penggarap atau tenaga kerja buruh bisa
mendapatkan hasil bawon yang banyak untuk kebutuhan sehari-hari.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Deskripsi Informan
Penelitian ini dilakukan terhadap warga masyarakat yang berada di
wilayah Desa Wukirsari khusunya di Dusun Selorejo. Informan yang dipilih
bervariasi, beberapa diantaranya adalah petani yang menggunakan sistem
bawon saat panen padi di Dusun Selorejo. Warga yang menggunakan sistem
bawon dalam daerah Dusun Selorejo ini diidentifikasi oleh peneliti sebagai
sosok yang telah menggunakan sistem bawon dalam pertanian mereka dan
kelompok tani yang menggunakan sistem tersebut. Hal tersebut nantinya akan
berpengaruh terhadap perubahan sosial budaya yang mengakibatkan
perubahan pembagian bawon dan perubahan peralatan pertanian. Masingmasing informan yang berjumlah 8 orang yang terdiri dari 4 petani pemilik
sawah dan 4 petani penggarap atau tenaga kerja buruh. Menurut peneliti akan
lebih jelas menggambarkan keadaan informan secara mendetail.
42
a. Pengelompokan informan dari petani pemilik sawah Dusun Selorejo
1) Pr
Pr merupakan salah satu petani pemilik yang tinggal di Dusun
Selorejo dan berumur 48 tahun, memiliki seorang istri dan dua orang anak
yang sudah remaja. Pekerjaannnya adalah seorang supir truk yang
mempunyai banyak teman seprofesi akan tetapi Pr ini juga memiliki sebuah
lahan sawah berukuran 500 meter, sawah ini mulai dari tanam hingga panen
semua yang mengerjakan petani penggarap atau tenaga kerja buruh dan
menggunakan sistem bawon. Gabah yang dihasilkan tiap kali panen yaitu 3
kuintal, menggunakan pupuk urea sebanyak 50 kg, perbandingan upah natura
yang akan diberikan untuk petani penggarap yang dari awal pengerjaan sawah
yaitu 8:1 atau ½ hasil padi. Namun dengan terjadinya perkembangan jaman
yang begitu pesat, sistem bawon ini masih dilestarikan oleh penduduk telah
terjadi perubahan pembagian upah dan peralatan untuk pengerjaan sawah.
2) Sd
Sd merupakan salah satu petani pemilik di Dusun Selorejo dan bekerja
sebagai petani karena beliau sudah tua untuk melakukan pekerjaan lain. Sd ini
berusia 74 tahun, mempunyai satu orang anak yang sudah menikah dan
memiliki dua orang cucu. Sd memiliki lahan sawah berukuran 200 meter,
pengerjaan sawah tersebut sering dilakukan oleh anaknya. Gabah yang
dihasilkan Sd tiap panen yaitu 3 karung, menggunakan pupuk urea sebanyak
½ kuintal, perbandingan upah untuk petani penggarap yaitu 8:1. Harapan Sd
43
dengan adanya sistem bawon ini yaitu untuk meringankan pekerjaan dan bisa
membantu memberikan bawon pada orang lain.
3) Sp
Sp merupakan salah satu petani pemilik di Dusun Selorejo dan
menjabat jadi wakil ketua di sebuah kelompok tani, namun menurut Sp
kelompok tani yang khususnya di bidang pertanian ini tidak aktif karena
belum dikukuhkan. Kelompok tani bidang pertanian ini berada didalam
kelompok tani bidang perikanan, jadi menurutnya memang penduduk di
Dusun Selorejo ini sebagian besar berprofesi sebagai petani tetapi tidak
memiliki kelompok tani. Gabah yang dihasilkan Sp saat panen yaitu 40
karung yang per @ 50 kg, selama pengerjaan sawah menggunakan pupuk
urea yang banyaknya 4 kuintal. Sawahnya kadang dikerjakan sendiri kadang
dikerjakan oleh petani penggarap. Perbandingan pembagian upahnya yaitu
dulu 7:1 namun sekarang jadi 9:1. Menurut Sp keuntungan menggunakan
sistem bawon yaitu bisa meringankan pekerjaan dan harapan itu sendiri untuk
sistem bawon yaitu tetap melestarikan sistem bawon agar tidak terjadi
ketertinggalan.
4) Sk
Sk merupakan seorang petani pemilik di Dusun Selorejo yang berusia
72 tahun memiliki seorang istri dan dua orang anak yang sudah menikah.
Pekerjaan sehari-hari Sk sebagai petani dan luas lahan sawah 500 meter, tiap
kali panen menghasilkan 10 karung gabah. Dalam pengerjaan sawahnya Sk
44
menggunakan pupuk urea sebanyak ½ kuintal, bibit benih padi yang akan
disebar ke lahan sawah itu sendiri berasal dari panenan dan pembelian dan
perbandingan yang digunakan untuk memberikan upah pada petani penggarap
yaitu 8:1. Keuntungan menggunakan sistem bawon yaitu bisa meringankan
pekerjaan dan harapannya sendiri bisa untuk mencukupi kebutuhan seharihari.
b. Pengelompokan informan dari petani penggarap atau tenaga kerja buruh
Dusun Selorejo
1) Vw
Kehidupan sehari-hari Vw bekerja sebagai buruh tani atau petani
penggarap, berusia 59 tahun, Vw memiliki tanggungan yaitu suami dan adik.
Vw bekerja sebagai petani penggarap sejak setelah menikah sampai sekarang,
pekerjaan sebagai petani penggarap adalah menjadi pekerjaan utamanya
namun Vw juga memiliki pekerjaan sampingan selama menunggu panen
yaitu menjual tempe di pasar, penghasilan yang didapat dari menjual tempe
dalam sehari kira-kira Rp 100.000 kotor namun penghasilan yang didapat
tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dikarenakan
bahan-bahan sekarang mahal. Hasil bawon yang didapat saat panen yaitu 4 kg
sekitar Rp 15.000 dan menurut Vw telah terjadi perubahan takaran dalam
sistem bawon, kalau hasil banyak pengukurannya menggunakan tenggok dan
kalau sedikit menggunakan kaleng. Menurut Vw harapan untuk sistem bawon
yaitu untuk mencukupi kebutuhan.
45
2) Mu
Mu adalah seorang petani penggarap atau tenaga kerja buruh, berusia
44 tahun bekerja selama 4 tahun dan memiliki tanggungan 5 orang dalam
keluarga. Petani penggarap menjadi pekerjaan utama namun Mu memiliki
pekerjaan sampingan yaitu ternak ayam dan tanam cabe, penghasilan yang
didapat dari pekerjaan sampingan tersebut sekitar Rp 600.000, penghasilan
tersebut belum mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari karena masih harus
membiayai anak sekolah. Hasil bawon yang didapat saat panen yaitu 1/8 dari
hasil panen sehari sama dengan 7 kg sekitar Rp 21.000. Perbandingan upah
natura menurut Mu yaitu 8:1 tidak terjadi perubahan pola, namun telah terjadi
perubahan dalam teknologi yang dulunya saat mengerjakan sawah
menggunakan bajak sekarang menggunakan traktor. Menurut Mu harapan
untuk sistem bawon adalah perbandingan dikurangi biar bisa dapat banyak,
dan menurutnya dampak yang terjadi yaitu karena masih tradisi jadi
pemberian upah bawon masih menggunakan rasa kemanusiaan yang tinggi.
3) Ng
Ng merupakan seorang petani penggarap atau tenaga kerja buruh,
berusia 45 tahun bekerja setelah menikah sampai sekarang dan memiliki
tanggungan 2 orang dalam keluarga. Profesi sebagai petani penggarap ini
merupakan pekerjaan utama Ng namun juga memiliki pekerjaan sampingan
yaitu jualan nasi bungkus di pasar, penghasilan yang didapat dari pekerjaan
sampingan itu sebesar Rp 250.000, namun penghasilan yang didapat belum
46
mencukupi kebutuhan sehari-hari karena bahan makanan naik. Hasil bawon
atau upah natura yang didapat saat panen yaitu 5 kg atau sekitar Rp 25.000,
menurut Ng selama berprofesi sebagai pekerja hasil yang didapat cuma
sedikit sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Ng telah
terjadi perubahan perbandingan dalam sistem bawon yang dulunya 7:1
sekarang 8:1. Harapan kedepan untuk sistem bawon itu sendiri yaitu bisa
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4) St
St berusia 56 tahun memiliki suami dan satu orang anak. Pekerjaan
utama St adalah sebagai pekerja, selain itu St juga memiliki pekerjaan
sampingan yaitu berjualan nasi di pasar. Penghasilan yang didapat sebesar Rp
150.000, penghasilan sampingan ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari karena bahan-bahan sekarang mahal. Sedangkan hasil bawon yang
didapat St saat panen sebesar 5 kg atau Rp 25.000. Menurut St perubahan
yang terjadi dalam sistem bawon yaitu peralatan untuk pengerjaan sawahnya
kalau dulu menggunakan tenaga sapi untuk membajak sawah namun seiring
dengan perkembangan zaman sekarang menggunakan traktor. Harapan untuk
sistem bawon itu sendiri yaitu agar anak cucu nantinya bisa tetap
melestarikan sistem bawon.
47
2. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pembagian pendapatan
dalam sistem bawon pada petani di Dusun Selorejo
Penelitian yang sudah dilakukan, peneliti menemukan berbagai
perubahan yang terjadi dalam pertanian sistem bawon. Selama ini petani
Dusun Selorejo menggunakan sistem bawon dalam pertaniannya yang
memudahkan untuk membagi hasil atau upah untuk para petani penggarap
setelah panen. Penggunaan traktor di masyarakat dinilai menyebabkan
terjadinya penyisihan tenaga kerja, sehingga buruh tani harus mencari
kesempatan kerja di luar usaha tani. Akan tetapi penggunaan traktor
merupakan pilihan yang harus diambil, demi efisiensi akibat dari
berpalingnya tenaga kerja pertanian pada peluang kerja yang semakin
berkembang.
Swasembada pangan merupakan prestasi yang seringkali dipandang
sebagai lambang keberhasilan pembangunan pertanian di negara kita. Namun
demikian dikaitkan dengan tujuan mendasar dari pembangunan pertanian,
untuk menyejahterakan petani perlu mendapat perhatian apa yang
diungkapkan Mubyarto (1992) bahwa walaupun revolusi hijau telah berhasil
atas dukungan penuh petani jawa, tetapi petani jawa masih tetap miskin hal
ini disebabkan karena pembangunan pertanian yang selama ini berlangsung
terlalu berorientasi pada produksi, tanpa
bagaimana
produksi
tersebut
dihasilkan
memperhatikan secara utuh
sehingga
tanpa
disadari
pembangunan pertanian di negara kita telah meninggalkan petani sebagai
pelaku utama proses produksi. Pengangguran struktural (teknologis) serta
48
proses polarisasi pendapatan antara petani kaya dan petani miskin merupakan
dampak revolusi hijau yang paling dirasakan berat oleh sebagian besar petani
miskin di pedesaan. Dalam produksi padi sawah tercatat perubahan
kelembagaan seperti sistem panen menggunakan ani-ani menjadi sistem sabit,
sistem pengolahan dari tumbuk menjadi sistem huller, yang kesemuanya
mengakibatkan pergeseran struktur tenaga kerja dan pendapatan masyarakat
pedesaan. Selanjutnya perkembangan kelembagaan baru tersebut terkait erat
dengan kondisi eksternal dan internal masyarakat.
Dalam konteks berkembangnya sistem bawon, masyarakat Dusun
Selorejo dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok yang mempunyai
kedudukan dan peran berbeda yakni petani, panderep, dan panyeblok. Petani
adalah kelompok penggarap sawah (baik yang memiliki maupun menyakap)
yang tidak terlibat sebagai buruh panen, baik penggarap sawah maupun tidak.
Panderep adalah kelompok masyarakat yang terlibat sebagai buruh panen,
baik penggarap sawah maupun tidak. Sedangkan panyeblok atau paculan ini
timbul karena adanya orang atau sekelompok orang yang ingin adanya
kepastian untuk bisa mendapatkan bawon di waktu panen tiba, dimana hal ini
terjadi karena adanya penguasaan atau kepemilikan tanah pertanian yang
pinncang akibat adanya pertambahan penduduk yang amat cepat. Faktor yang
menyebabkan perubahan pembagian pendapatan sistem bawon pada petani di
Dusun Selorejo terdapat faktor internal dan eksternal.
49
a. Faktor internal
1) Banyak terdapat lahan sawah di Dusun Selorejo.
Mayoritas penduduk desa memiliki area sawah untuk dijadikan
profesi mereka. Dan diungkapkan juga oleh Vw bahwa memang
kehidupan sebagian besar Dusun Selorejo ini adalah petani agar bisa
menambah pendapatan sehari-hari (Wawancara dengan salah satu petani
penggarap bernama Vw, pada 9 Agustus 2011). Dengan dilestarikannya
sistem bawon nenek moyang kita dulu banyak penduduk desa yang masih
mempertahankannya, namun sangat disayangkan bahwa pengerjaan sawah
hanya dilakukan oleh warga yang sudah tua saja. Remaja di Dusun
Selorejo sendiri mayoritas tidak pernah ikut turun langsung membantu
orang tua mereka mengerjakan sawah, karena mereka masih bersekolah
dan bekerja diluar. Perubahan sistem panen membawa konsekuensi
semakin hilangnya harapan memperoleh kesejahteraan dari pertanian.
Akhirnya pemuda-pemuda datang ke kota untuk mencari keberuntungan
dalam pekerjaan lainnya, yang menjadi masalah adalah tidak semua
pemuda desa yang pergi ke kota tersebut memiliki bekal yang cukup.
Kebanyakan dari mereka tidak memiliki keahlian dengan rata rata
pendidikan SD. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa adanya
perubahan sosial di dalam masyarakat yang berhubungan dengan proses
perubahan yang dilihat dari kondisi geografis serta sisi dari warga
masyarakatnya.
50
Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulau Jawa
menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama
lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Misal, orang lantas mengenal hak
milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan
selanjutnya
yang
sebelumnya
tidak
dikenal.
Faktor
ini
yang
mengakibatkan produksi padi berkurang dimana permintaan konsumen
saat ini semakin banyak, maka petani pemilik harus meningkatkan kualitas
kerja petani penggarap untuk menaikkan produksi.
2) Adanya perubahan sistem pengupahan dalam sistem bawon.
Dalam kondisi suplai tenaga kerja berlebih pekerja akan tetap mau
bekerja dengan menerima seberapapun hasil yang akan diterima, namun
mereka juga akan melakukan penyesuaian upaya kerja mereka sesuai
dengan penurunan upah yang mereka terima. Perbandingan pengupahan
sistem bawon rata-rata yang digunakan oleh warga yaitu 8:1, namun
menurut Sp bahwa sebenarnya tidak ada penetapan upah bawon yang akan
diberikan oleh pekerja, perbandingan upah bawon itu ditentukan sendiri
oleh petani pemilik sawah. Sp menggunakan perbandingan 7:1 untuk yang
ikut tanam, kalau yang hanya panen padi saja perbandingannya 9:1,
alasannya karena sistem bawon di Dusun Selorejo ini pembagian upahnya
masih menggunakan rasa kemanusiaan, jadi kalau hanya diberi sedikit itu
merasa tidak tega (Wawancara dengan petani pemilik sawah bernama SP,
pada 8 Agustus 2011). Namun lain halnya dengan penuturan Ng bahwa
51
telah terjadi perubahan dalam takaran sistem bawon, yaitu kalau mendapat
hasil panen banyak maka takaran untuk mengambil gabah menggunakan
tenggok sedangkan kalau mendapat hasil sedikit menggunakan kaleng
untuk pengambilan gabahnya (Wawancara dengan petani penggarap
bernama Ng, pada 10 Agustus 2011). Disini yang dimaksud petani
penggarap yaitu petani yang mengerjakan sawah saat masa panen akan
tiba, dalam hal ini petani pemilik sawah menggunakan perbandingan 9:1.
Pengerjaan sawah saat sebelum panen sangat menguntungkan bagi petani
pemilik sawah karena selain meringankan pekerjaan, perbandingan yang
didapat pun lebih banyak.
b. Faktor eksternal
Perubahan sosial juga disebabkan oleh faktor teknologi.
Teknologi yang semakin berkembang membuat penduduk Dusun
Selorejo yang khususnya petani menggunakan alat-alat yang semakin
canggih dalam pertaniannya. Misalnya saja untuk membajak sawah para
petani tidak perlu susah-susah lagi menggunakan sapi, dengan adanya
traktor sebagai alat bajak sangat memudahkan petani untuk mengerjakan
sawah mereka disamping untuk bisa menghemat tenaga, hasil padi yang
diperoleh pun jadi semakin baik kualitasnya dan lahan sawah menjadi
lebih terlihat rapi.
Selain itu juga adanya sistem huller atau mesin pengupas padi,
dengan adanya sistem huller ini petani tidak lagi menggunakan sistem
tumbuk untuk mengolah padi. Sistem huller juga sudah sangat canggih
52
yaitu dengan menggunakan mesin pengupas padi ini bisa secara otomatis
memisahkan padi utuh, padi pecah kecil-kecil dan sekam. Mesin ini
menggunakan pisau, jadi hasil padi yang didapat pun akan baik dan
berkualitas. Ada beberapa faktor yang ikut menentukan, ada semacam
ketidak seimbangan antara produksi dan kebutuhan dimana saat ini
konsumen meminta produksi padi ditambah, karena semakin banyaknya
kebutuhan yang diinginkan konsumen. Saat ini banyak permintaan
dibanding produksi dan kondisi demikian ini berbeda, petani jadi semakin
kebingungan dan tingkat produksinya semakin rendah karena cuaca yang
tidak menentu mengakibatkan tidak adanya kepastian panen. Faktor
teknologi yaitu adanya perubahan alat yang digunakan untuk mengolah
sawah, dulu menggunakan sapi untuk membajak sawah dan sekarang
menggunakan traktor. Tercatat telah terjadi perubahan kelembagaan
bidang teknologi seperti sistem panen menggunakan sistem ani-ani
menjadi sistem sabit, sistem pengolahan dari tumbuk menjadi sistem
huller (mesin pengupas padi). Adanya perubahan dalam pembagian sistem
bawon itu menimbulkan tanggapan positif maupun negatif, tanggapan itu
sendiri muncul karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan suatu
permasalahan itu ada.
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama adalah innovasi. Proses
tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru
yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat dan cara-cara unsur
53
kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam
masyarakat yang bersangkutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab
terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertianpengertian discovery dan invention. Penemuan-penemuan baru ini terjadi
dalam sistem pertanian di Dusun Selorejo dimana peralatan pertanian
sekarang sudah modern, petani menyerap dan menggunakan teknologiteknologi pertanian.
Dari pengakuan tersebut dapat terlihat bahwa sebenarnya telah terjadi
perubahan sistem pengupahan bawon dalam hal perbandingan pembagian
upahnya dan takaran untuk memberikan bagian bawon. Sebenarnya dalam
pembagian hasil bawon tidak tercatat dalam hukum tertulis, nenek moyang
kita dulu hanya mengeluarkan undang-undang yang tidak tertulis tentang
bawon bahwa dimana para pemetik padi atau panderep sebaiknya diberi upah
dengan padi yang dinamakan bawon dan jangan diberi upah dengan uang.
Pemberian bawon untuk pemetik padi ataupun yang mengerjakan sawah akan
mendapatkan bagian hasil berupa padi sebanyak 20% atau 1/5 bagian dari
padi yang berhasil dipetiknya, dan hasil ini tidak mutlak. Oleh karena adanya
pertambahan penduduk yang amat cepat mengakibatkan kepemilikan tanah
pertanian yang tidak seimbang, dimana lebih banyak orang yang tidak punya
tanah pertanian daripada yang punya tanah, maka terjadi perubahan yang
berlaku di beberapa desa lain tentang kriteria orang yang berhak menerima
hasil bawon. Kriteria orang atau petani miskin yang berhak untuk menerima
bawon adalah orang atau sekelompok orang yang bersedia bekerja terlebih
54
dahulu tanpa upah untuk mengairi sawah, mencangkul, menanam, menyiangi
pertama, memetik padi (panen). Tetapi dengan adanya padi jenis baru, maka
pekerjaan calon penerima bawon akan bertambah berupa: membabat,
menggabahkan (merontokkan padi), dan menjemur pertama.
Berdasarkan teori perubahan sosial dimana masyarakat hidup tidak
bersifat statis akan tetapi mengalami perubahan karena faktor yang beraneka
ragam, begitu juga dengan sistem bawon yang dulu sering digunakan petani
untuk mengerjakan sawahnya, dan sekarang sistem bawon lebih berkembang
dengan adanya perkembangan zaman yang semakin pesat. Perkembangan
zaman yang menuntut manusia khususnya masyarakat berfikir dan
beradaptasi dengan perkembangan yang ada dan menjurus kearah modern.
Sesuai teori yang diungkapkan Selo Soemardjan, perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan
pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada
definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai
himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur
masyarakat lainnya (Ritzer George dkk, 2008). Adapun kaitannya antara
perubahan sosial dengan sistem bawon menimbulkan beberapa faktor yang
menyebabkan sistem bawon cepat berkembang terutama karena adanya
perubahan takaran untuk pembagian bawon dan perubahan teknologi.
Teori yang diungkapkan oleh Gillin dan Gillin, perubahan-perubahan
sosial suatu variasi dengan cara-cara yang telah diterima, baik karena
55
perubahan-perubahan geografis, kebudayaan materiil, kompetisi penduduk,
ideology maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru
dalam masyarakat (Soerjono Soekamto, 2005:31). Adapun kaitannya antara
perubahan sosial dengan sistem bawon menimbulkan beberapa faktor yang
menyebabkan sistem bawon berkembang terutama karena masuknya
teknologi yang canggih sehingga mendorong terjadinya perubahan dalam
pembagian pendapatan pada petani, faktor teknologi ini termasuk kebudayaan
materiil dalam teori perubahan sosial yang diungkapkan oleh Gillin dan
Gillin. Pada teori perubahan sosial, seseorang melakukan perubahan karena
adanya motivasi dan partisipasi. Motivasi muncul karena sistem bawon ini
sudah sejak dahulu digunakan oleh petani untuk membagi upah bawon pada
pekerjanya, sehingga timbul keinginan petani lainnya (petani modern) beralih
menggunakan sistem bawon ini karena terdapat keuntungan tersendiri bagi
petani pemilik sawah. Adanya partisipasi dari masyarakat sekitar tentang
sistem bawon yang juga menimbulkan beberapa persepsi masyarakat karena
adanya keinginan untuk merubah dalam segi teknologi dan kualitas padi yang
akan dihasilkan nantinya, sehingga para petani Dusun Selorejo ini akan
menghasilkan hasil gabah dan padi yang berkualitas untuk menunjang
kebutuhan ekonomi bagi para petani penggarap maupun petani pemilik
sawah. Hal yang
ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah
meningkatkan kemampuan atau pemberdayaan setiap orang yang terlibat baik
langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan
56
dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatankegiatan selanjutnya dan untuk jangka panjang.
3. Dampak terhadap
petani
pemilik setelah
adanya perubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon
Dampak positif dari adanya sistem ekonomi bawon, semua harga
komoditi pertanian yang dimonopoli harganya akan ditentukan sebelum
panen tiba,
bahkan sebelum komoditi (suatu benda yang
mudah
diperdagangkan dapat diserahkan secara fisik, dapat disimpan dan dapat
dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis sama) tersebut ditanam.
Jadi petani nantinya akan bisa merencanakan untuk menanam komoditi apa
yang menguntungkan. Adanya sistem ekonomi bawon ini diharapkan
nantinya petani sudah bisa melihat masa depan yang cerah tidak seperti
sekarang, pendapatan petani tidak menentu karena adanya fluktuasi harga
(ketidaktetapan harga atau turun naiknya harga), saat panen harga turun
drastis, tetapi pada saat paceklik harganya naik sangat tinggi. Petani jawa
biasanya menggarap sawah bukan untuk mencari keuntungan tetapi untuk
mencukupi
kebutuhan
sehari-hari
saja.
Prinsip
petani
yang
lebih
mendahulukan selamat menunjukan pola hidup petani, sehingga prinsip
tersebut tidak memperhatikan usaha peningkatan produksi karena petani
cenderung menghentikan usaha produksi jika kebutuhan pokoknya terpenuhi.
57
Petani di Indonesia berpola pada subsistem, ada 3 indikator untuk memahami
pola tersebut:
a. Cara petani memperlakukan tanah dan sumber daya agraria. Dikatakan
sebagai petani subsistem jika tidak mengeksplor tanah dan sumber daya
agraria serta memproduksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
b. Besar kecilnya skala usaha petani. Hal ini tergantung pada pemikiran
petani walaupun lahannya kecil jika berorientasi pasar maka disebut
sebagai petani komersial tetapi jika hanya sebagai pemenuhan kebutuhan
hidup disebut sebagai petani subsistem.
c. Jenis komoditas yang dibudidayakan petani. Walaupun menanam tanaman
komersial jika digunakan sebagai pemenuhan hidup maka menjadi petani
subsistem tetapi jika digunakan untuk mendapat keuntungan menjadi
petani komersial.
Dampak lain yang dirasakan petani pemilik sawah yaitu karena masih
menganut tradisi yang ada para petani pemilik sawah dalam membagi upah
masih tidak tega karena memiliki rasa kemanusiaan yang masih tinggi.
Sehingga dalam membagi upahnya itu diberi bagian yang banyak. Banyak
para petani pemilik sawah yang menuturkan hal yang sama yaitu dalam
memberikan upah bawon masih menggunakan rasa kemanusiaan sehingga
mau tidak mau hasil yang didapat petani pemilik jadi berkurang banyak.
Namun inilah dampak yang harus dirasakan para petani pemilik sejak dulu
untuk itu sampai saat ini petani jawa tidak pernah maju dan memiliki
keuntungan banyak.
58
Dalam perkembangan suatu kebudayaan pasti banyak mengalami
perubahan, baik perubahan sosial maupun budaya. Perubahan yang terjadi
pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya dapat menjalar
dengan cepat di tempat lain berkat adanya komunikasi modern. Penemuanpenemuan bari di bidang teknologi yang terjadi di suatu tempat dengan cepat
dapat diketahui oleh masyarakat lain yang berada jauh dari tempat tersebut.
Proses perubahan tersebut menjadikan masyarakat mampu beradaptasi dan
menjaga eksistensi hidupnya. Menurut beberapa informan dari petani pemilik
sawah maupun petani penggarap sawah harapan untuk sistem bawon itu
sendiri adalah untuk tetap melestarikan apa yang sudah ada sejak dahulu dan
kalau bisa perbandingan pembagian bawonnya bertambah (Wawancara
dengan beberapa informan).
Dari penjelasan diatas terdapat beberapa dampak yang dirasakan
petani pemilik sawah yaitu:
a. Dampak positif, bahwa semua harga komoditi pertanian akan ditentukan
sebelum panen tiba, jadi petani nantinya bisa merencanakan untuk
menanam komoditi yang menguntungkan.
b. Dampak lain yang dirasakan petani pemilik sawah dalam membagi upah
masih menggunakan rasa kemanusiaan yang tinggi karena masih menganut
tradisi. Namun inilah dampak yang harus dirasakan petani pemilik yang
sejak dulu dan sampai saat ini petani jawa tidak pernah maju.
59
4. Dampak terhadap petani penggarap setelah adanya perubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon
Dampak positif yang dirasakan petani penggarap dengan adanya
perubahan pembagian sistem bawon yaitu dengan jelas petani penggarap
mendapat keuntungan dan hasil banyak setelah panen untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari mereka. Petani penggarap disini yang dimaksud adalah
orang yang mengerjakan sawah sebelum panen tiba. Adapun dampak
negatifnya bahwa setiap menunggu panen para petani penggarap tidak
mendapat penghasilan untuk hidup mereka kalau mereka tidak memiliki
pekerjaan sampingan yang mencukupi, untuk itu dengan terjadinya perubahan
pembagian pendapatan yang perbandingannya 8:1 untuk secara umum dan
9:1 untuk petani penggarap atau yang mengerjakan sawah sebelum masa
panen tiba, sangat menguntungkan bagi petani pemilik . Dengan adanya
ketidak seimbangan antara produksi dan kebutuhan maka mengakibatkan
petani pemilik maupun petani penggarap tidak lagi memiliki hasil yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Upaya pemerintah untuk terus mengembangkan sektor pertanian
ditempuh melalui penemuan teknologi baru dalam mengolah sawah serta
hasilnya. Upaya menyebabkan kontak kebudayaan antara masyarakat yang
telah menggunakan teknologi modern dan masyarakat setempat (pedesaan)
yang masih mengandalkan tenaga manusia dan hewan. Masuknya budaya
modern dalam bidang pertanian ini tidak bisa tidak akan membawa serta
produk budaya “baru” yang berupa alat-alat pertanian modern yang bertenaga
60
mesin. Perubahan penyediaan sumberdaya pertanian melalui pertumbuhan
angkatan kerja pertanian di pedesaan sementara luas lahan pertanian relatif
tetap, mengakibatkan turunnya produktivitas marginal tenaga kerja terhadap
lahan yang tercermin melalui penurunan upah riil.
Oleh karena itu dalam mengatur tatanan ekonomi pedesaan, nenek
moyang orang Jawa hanya menekankan pada pelaksanaan pemberian bawon
itu saja yang seolah-olah hanya upah dari kerja gotong-royong memetik padi,
padahal sebetulnya ajaran bawon itu berhubungan erat dengan kepemilikan
saham petani miskin pada sawah milik petani kaya yang tinggal di desa.
Adanya bawon maka di pedesaan akan ada pemerataan pendapatan yang
akhirnya bisa menetralisasi kesenjangan sosial.
D. Pokok Temuan Penelitian
1. Pengerjaan sawah sebagian besar masih dikerjakan oleh para orang
tua. Remaja di Dusun Selorejo justru malah mencari pekerjaan lain ke
kota, dan tidak ada waktu untuk membantu orang tua mereka.
2. Adanya perubahan sistem pengupahan dan perubahan teknologi yang
mengakibatkan perubahan dalam pembagian pendapatan sistem
bawon, yang banyak menguntungkan para petani penggarap di Dusun
Selorejo.
3. Terdapat dampak positif dan negatif yang dirasakan petani pemilik
sawah maupun petani penggarap Dusun Selorejo setelah adanya
perubahan pembagian pendapatan sistem bawon.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan
pembagian pendapatan dalam sistem bawon, khususnya penduduk petani
yang
tingggal
di
Dusun
Selorejo,
Desa
Wukirsari,
Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman. Hal ini terlihat dari beberapa respon
yang dikemukakan oleh sebagian besar masyarakat di Dusun Selorejo
tentang sistem bawon yang digunakan para petani disana.
Dalam sistem bawon tidak tercatat hukum bawon yang tertulis,
namun nenek moyang dulu mengeluarkan undang-undang yang tidak
tertulis tentang bawon bahwa dimana para pemetik padi atau panderep
sebaiknya diberi upah dengan padi yang dinamakan bawon dan jangan
diberi upah dengan uang. Yang jelas pemberian bawon untuk pemetik padi
ataupun yang mengerjakan sawah akan mendapatkan bagian hasil berupa
padi sebanyak 20% atau 1/5 bagian dari padi yang berhasil dipetiknya, dan
hasil ini tidak mutlak. Terdapat beberapa kriteria yang layak untuk
diberikan hasil bawon yaitu orang atau sekelompok orang yang bersedia
bekerja terlebih dahulu tanpa upah untuk mengairi sawah, mencangkul,
menanam, menyiangi pertama, memetik padi (panen). Dengan adanya padi
jenis baru, maka pekerjaan calon penerima bawon akan bertambah berupa:
membabat, menggabahkan (merontokkan padi), dan menjemur pertama.
61
62
Dengan adanya perkembangan zaman terjadi perubahan teknologi
berupa alat-alat pertanian yang sudah canggih, perubahan dalam sistem
pengupahan dalam hal perbandingan bawon yang akan diberikan. Hal ini
tentu saja dapat mempengaruhi perubahan pembagian pendapatan dalam
sistem bawon. Para petani pemilik sawah maupun petani penggarap sawah
juga merasakan dampak dengan adanya perubahan tersebut yaitu untuk
petani pemilik mereka tidak mendapat keuntungan yang banyak setelah
panen dan untuk petani penggarap mereka justru mendapatkan banyak
keuntungan dari hasil panen karena perubahan dari perbandingan sistem
bawon. Perkembangan zaman adalah kunci dari perkembangan sistem
bawon, jika para petani tidak bisa menjaga dan melestarikan maka bisa
terjadi perubahan yang tidak diinginkan oleh petani. Adanya partisipasi
dari masyarakat sekitar tentang sistem bawon yang juga menimbulkan
beberapa persepsi masyarakat karena adanya keinginan untuk merubah
dalam segi teknologi dan kualitas padi yang akan dihasilkan nantinya,
sehingga para petani Dusun Selorejo ini akan menghasilkan hasil gabah
dan padi yang berkualitas untuk menunjang kebutuhan ekonomi bagi para
petani penggarap maupun petani pemilik sawah.
B. Saran
1. Bagi petani yang menggunakan sistem bawon di Dusun Selorejo,
sebaiknya tetap melestarikan sistem bawon yang ada sejak dulu
walaupun telah terjadi perubahan untuk pembagian pendapatannya,
63
agar tidak ketinggalan zaman dan juga bisa menyaring perkembangan
yang ada.
2. Bagi masyarakat Dusun Selorejo agar bisa ikut andil dalam pengerjaan
sawah dan menerima hal-hal baru yang bisa memajukan sistem bawon
agar hasil yang didapat berkualitas baik.
64
A. Daftar Pustaka
Arumbinang Kasihono. 1993. Sistem Bawon Untuk KUD:Suatu Alternatif
Pengalihan Saham 20% . Jakarta: CV Haji Masagung.
Bahrein T. Sugihen. 1997. Sosiologi Pedesaan:Suatu Pengantar. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Lexy J. Meleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ritzer George dkk. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta.
Robert M.Z. Lawang. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta:
Gramedia.
Sanapiah Faisal. 2005. Format-format Penelitain Sosial. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Sayogyo. 1985. Peluang Berusaha-Peluang Bekerja dan Lembaga Sosial
Pedesaan dalam Mubyarto (ed).Peluang Kerja dan Berusaha di
Pedesaan. BPFE. Yogyakarta.
Slamet Santoso. 2006. Dinamika kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Soerjono Soekanto. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Ulrich Planck. 1993. Sosiologi Pertanian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Skripsi:
Eni Wahyuningsih. 2010. Sumbangan Pendapatan Non Pertanian Terhadap
Total Pendapatan Rumah Tangga Petani. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Sapto Nugroho. 2004. Sumbangan Pendapatan Non Pertanian Terhadap
Rumah Tangga Petani di Kecamatan Cangkringan Kabupaten
Sleman. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
65
Internet:
........... 2008. “Teori Perubahan Sosial Karl Marx dan Max Weber”,
http://nie07independent.wordpress.com/2008/11/18/teori-perubahansosial-karl-marx-dan-max-weber/. Diunduh pada tanggal 14 April
2011.
...........
2004.
“Topografi
Kabupaten
Sleman”
http://www.slemankab.go.id/profil-kabupatensleman/geografi/topografi. Diunduh pada tanggal 14 April 2011.
LAMPIRAN
66
LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Observasi
Hari/Tanggal
:
Waktu
:
Lokasi
:
No.
Aspek yang Diamati
1.
Kondisi geografis dusun
2.
Pendapatan per Kapita warga
3.
Luas area sawah
Jumlah Warga Dusun
a.
Umur :
 0
– 19 th
 20 – 60 th
 ≥ 61 th
b.
Pendidikan :
4.
 Dasar
 Menengah
 Perguruan Tinggi
c.
Pekerjaan :
 PNS
 TNI/Polri
Hasil Observasi
Catatan
 Swasta
 Petani
 Lain – lain
Jumlah Warga Dusun
5.
a. Pemilik Sawah
b. Pekerja Sawah
Sistem Bawon :
a. Tahun …… - tahun 1970
6.
b. Tahun 1970 - tahun 1990
c. Tahun 1990 – sekarang
Lampiran 2
Pedoman wawancara
A. Untuk Petani Pemilik Sawah
I. Identitas Diri
1. Nama
:
2. Usia
:
3. Jenis Kelamin
:
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa luas area sawah yang anda miliki?
2. Apakah area sawah selalu ditanami padi?
3. Berapa banyak gabah yang dihasilkan tiap kali panen?
4. Apakah sawah yang anda miliki dikerjakan sendiri?
5. Berapakah biaya total pengerjaan sawah yang anda miliki?
6. Apakah jenis pupuk yang anda gunakan?
7. Berapa banyak pupuk yang dibutuhkan?
8. Berapa kali pemupukan selama tanam?
9. Apakah penyebaran benih dilakukan sendiri?
10. Apakah bibit benih berasal dari padi panenan atau pembelian?
11. Apakah di dusun anda ada kelompok tani?
12. Apakah jabatan anda dalam kelompok tani?
13. Apakah jenis bibit padi selalu sama setiap tanam?
14. Apakah anda selalu mengganti jenis bibit padi yang akan ditanam?
15. Berapa kali panen anda mengganti jenis bibit padi?
16. Jika pekerja hanya bekerja saat panen padi, berapa perbandingan sistem
bawon yang anda gunakan?
17. Jika pekerja ikut mengerjakan sawah, berapa perbandingan sistem bawon yang
anda gunakan saat panen padi?
18. Keuntungan apa yang anda dapatkan dengan adanya sistem bawon?
19. Apa harapan anda kedepan untuk sistem bawon?
B. Untuk Petani Penggarap atau Tenaga Kerja Buruh
I.
Identitas Diri
1. Nama
:
2. Usia
:
3. Jenis Kelamin
:
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa lama anda bekerja sebagai pemanen padi?
2. Apakah pemanen padi menjadi pekerjaan utama anda?
3. Berapa orang yang menjadi tanggungan anda dalam keluarga?
4. Selama menunggu panen apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan?
5. Jika ya, berapa hasil yang anda dapatkan dari pekerjaan itu?
6. Apakah penghasilan yang didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga?
7. Berapakah upah natura yang didapat dalam sehari?
8. Jika dalam bentuk uang, berapa jumlah yang anda dapatkan?
9. Apakah selama bekerja anda mengeluarkan biaya?
10. Selama berprofesi sebagai pekerja, apakah mencukupi untuk kebutuhan
keluarga?
11. Berperan sebagai apakah anda dalam sistem bawon, apakah sebagai pemanen,
petanam atau yang mengerjakan sawah?
12. Apakah ada perubahan dengan menggunakan sistem bawon?
13. Jika ada, perubahan apa saja yang terjadi?
14. Keuntungan apa yang anda dapatkan dari sistem bawon?
15. Apa harapan anda untuk sistem bawon?
LAPORAN OBSERVASI
Hari/Tanggal
: Senin, 8 Agustus 2011
Waktu
: 09.00 – 12.00
Lokasi
: Dusun Selorejo, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman
No.
Apek yang Diamati
Hasil Observasi
Memiliki luas 799
Rata-rata memiliki
Ha
lahan sawah
1.
Kondisi geografis Dusun
2.
Pendapatan per Kapita warga
>Rp 500.000
3.
Luas area sawah
2 hektar
4.
Jumlah Warga Dusun
a. Umur:
- 0-19 th
Catatan
Pendapatan rata-rata
warga Dusun Selorejo
Rata-rata luas sawah
72 orang
196 orang
69 orang
- 20-60 th
- >60 th
b. Pendidikan
- Dasar
- Menengah
- Perguruan tinggi
64 orang
151 orang
37 orang
c. Pekerjaan
- PNS
- TNI/Polri
- Swasta
- Petani
- Lain-lain
5.
Jumlah Warga Dusun
a. Pemilik sawah
b. Pekerja sawah
Jumlah warga Dusun
Selorejo berdasarkan
usia, tingkat
pendidikan dan tingkat
pekerjaan
39 orang
4 orang
47 orang
80 orang
57 orang
80 orang
57 orang
Jumlah warga Dusun
Selorejo sebagai
petani
6.
Sistem Bawon
a. Tahun .....-tahun 1970
5:1
b. Tahun 1970-tahun 1990
6:1
c. Tahun 1990-sekarang
9:1
Perbandingan sistem
bawon yang
digunakan
KODE DATA PENELITIAN
No.
1.
Kode
Lu
Keterangan
Luas
Penjelasan
Luas area sawah yang dimiliki petani
pemilik sawah di dusun selorejo
2.
Perny
Pernyataan
Pernyataan petani pemilik sawah dan
petani penggarap atau tenaga kerja buruh
tentang kondisi sawah dan cara
pengerjaan sawah
3.
Bia
Biaya
Biaya total pengerjaan sawah yang
dimiliki petani pemilik sawah
4.
Jenpuk
Jenis pupuk
Jenis pupuk yang digunakan petani
pemilik sawah
5.
Jum
Jumlah
Jumlah pupuk yang dibutuhkan dan total
pemupukan selama tanam
6.
Biben
Bibit benih
Bibit benih yang berasal dari panenan
maupun dari pembelian
7
Jenbit
Jenis bibit
Jenis bibit padi yang digunakan selama
tanam
8
Perban
Perbandingan
Perbandingan sistem bawon yang
digunakan untuk petanam, yang
mengerjakan sawah dan pemanen
9
Keunt
Keuntungan
Keuntungan yang didapatkan dengan
adanya sistem bawon
10
Harp
Harapan
Harapan kedepan untuk sistem bawon
11
Tangg
Tanggungan
Tanggungan dalam keluarga
12
Peng
Penghasilan
Penghasilan yang didapat selama bekerja
sebagai petani penggarap
13
Up
Upah
Upah natura yang didapat dalam sehari
dan jumlahnya dalam bentuk uang
14
Kebut
Kebutuhan
Kebutuhan dalam keluarga selama
berprofesi sebagai pekerja
15
Per
Peran
Peran pekerja dalam sistem bawon
16
Perub
Perubahan
Perubahan yang terjadi selama
menggunakan sistem bawon
17
Dam
Dampak
Dampak yang dirasakan petani pemilik
dan petani penggarap setelah adanya
perubahan pembagian pendapatan sistem
bawon
LAPORAN HASIL WAWANCARA
Informan 1
A. Wawancara dengan Petani Pemilik Sawah
I. Identitas Diri
1. Nama
: Pr (nama diinisialkan)
2. Usia
: 48th
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Waktu
: Senin, 8 Agustus 2011. Pukul 10.30 WIB
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa luas area sawah yang anda miliki?
-
“kurang luwih 500 meter mbak”
Comment [C1]: Lu
2. Apakah area sawah selalu ditanami padi?
-
“ya”
Comment [C2]: Perny
3. Berapa banyak gabah yang dihasilkan tiap kali panen?
-
“kiro-kiro ki yo 3 kwintal sekali panen mbak”
Comment [C3]: Perny
4. Apakah sawah yang anda miliki dikerjakan sendiri?
-
“dikerjakan buruh mbak..dari awal sampai panen”
Comment [C4]: Perny
5. Berapakah biaya total pengerjaan sawah yang anda miliki?
-
“nek mulai dari awal ki tanam padi per @ 15.000-20.000..mencangkul
karo bajak sawah per @ 200.000, trus merabuk ½ kwintal 90.000...”
Comment [C5]: Bia
6. Apakah jenis pupuk yang anda gunakan?
-
“pupuk urea”
Comment [C6]: Jenpuk
7. Berapa banyak pupuk yang dibutuhkan?
-
“nek dikiro-kiro sekitar 50kg mbak”
Comment [C7]: Jum
8. Berapa kali pemupukan selama tanam?
-
“2 kali selama tanam..yang pertama umur 1 bulan, yang kedua umur 2
bulan bar kui panen mbak..”
Comment [C8]: Jum
9. Apakah penyebaran benih dilakukan sendiri?
-
“iya”
Comment [C9]: Perny
10. Apakah bibit benih berasal dari padi panenan atau pembelian?
-
“beli, karena kualitasnya lebih bagus trus iso milih jenis padi sing apik
mbak”
Comment [C10]: Biben
11. Apakah di dusun anda ada kelompok tani?
-
“ada”
Comment [C11]: Perny
12. Apakah jabatan anda dalam kelompok tani?
-
“anggota”
Comment [C12]: Perny
13. Apakah jenis bibit padi selalu sama setiap tanam?
-
“ganti, ben tanah e luwih subur mbak”
Comment [C13]: Jenbit
14. Apakah anda selalu mengganti jenis bibit padi yang akan ditanam?
-
“ya”
Comment [C14]: Perny
15. Berapa kali panen anda mengganti jenis bibit padi?
-
“tiap sekali panen”
Comment [C15]: Perny
16. Jika pekerja hanya bekerja saat panen padi, berapa perbandingan sistem
bawon yang anda gunakan?
-
“8:1..8kg wi nggo sing ndue sawah trus 1kg sing derep..”
Comment [C16]: Perban
17. Jika pekerja ikut mengerjakan sawah, berapa perbandingan sistem bawon yang
anda gunakan saat panen padi?
-
“1/2 hasil padi...dari awal pengerjaan sawah..”
18. Keuntungan apa yang anda dapatkan dengan adanya sistem bawon?
Comment [C17]: Perban
-
“yo bisa meringankan pekerjaan dan mendapatkan hasil yang banyak..”
Comment [C18]: Keunt
19. Apa harapan anda kedepan untuk sistem bawon?
-
“untuk memenuhi kebutuhan...sama-sama bagi hasil..nek dampak positife
Comment [C19]: Harp
kita bisa bersedekah karo pekerjane mbak”
Comment [C20]: Dam
Informan 2
I. Identitas Diri
1. Nama
: Sd (nama diinisialkan)
2. Usia
: 74th
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Waktu
: Senin, 8 Agustus 2011. Pukul 13.00 WIB
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa luas area sawah yang anda miliki?
-
“kurang lebih 200 meter..”
Comment [C21]: Lu
2. Apakah area sawah selalu ditanami padi?
-
“tidak selalu, sekarang tanam cabe..”
Comment [C22]: Perny
3. Berapa banyak gabah yang dihasilkan tiap kali panen?
-
“3 bagor tiap panen..”
Comment [C23]: Perny
4. Apakah sawah yang anda miliki dikerjakan sendiri?
-
“dikerjakan sendiri..”
Comment [C24]: Perny
5. Berapakah biaya total pengerjaan sawah yang anda miliki?
-
“150.000”
Comment [C25]: Bia
6. Apakah jenis pupuk yang anda gunakan?
-
“pupuk urea..”
Comment [C26]: Jenpuk
7. Berapa banyak pupuk yang dibutuhkan?
-
“1/2 kwintal..”
Comment [C27]: Jum
8. Berapa kali pemupukan selama tanam?
-
“2 kali”
Comment [C28]: Jum
9. Apakah penyebaran benih dilakukan sendiri?
-
“dilakukan sendiri..”
Comment [C29]: Perny
10. Apakah bibit benih berasal dari padi panenan atau pembelian?
-
“dari panenan, luih irit mbak..dengan cara diambil, dikeringkan trus
disebar ke sawah...”
Comment [C30]: Biben
11. Apakah di dusun anda ada kelompok tani?
-
“ora ono mbak...neng desa kene ki onone kelompok peternakan ikan..”
Comment [C31]: Perny
12. Apakah jabatan anda dalam kelompok tani?
-
“tidak ada”
Comment [C32]: Perny
13. Apakah jenis bibit padi selalu sama setiap tanam?
-
“nggak..terserah yang mau tanam..”
Comment [C33]: Jenbit
14. Apakah anda selalu mengganti jenis bibit padi yang akan ditanam?
-
“ganti-ganti jenisnya..”
Comment [C34]: Perny
15. Berapa kali panen anda mengganti jenis bibit padi?
-
“tiap panen ganti..”
Comment [C35]: Perny
16. Jika pekerja hanya bekerja saat panen padi, berapa perbandingan sistem
bawon yang anda gunakan?
-
“8:1”
Comment [C36]: Perban
17. Jika pekerja ikut mengerjakan sawah, berapa perbandingan sistem bawon yang
anda gunakan saat panen padi?
-
“8:1”
Comment [C37]: Perban
18. Keuntungan apa yang anda dapatkan dengan adanya sistem bawon?
-
“untuk meringankan pekerjaan dan bisa membantu petani miskin mbak..”
Comment [C38]: Keunt
19. Apa harapan anda kedepan untuk sistem bawon?
-
“untuk meringankan pekerjaan..dampak negatifnya berkurang jatah hasil
Comment [C39]: Harp
panen karena harus memberikan bawon karo pekerja.. ”
Comment [C40]: Dam
Informan 3
I. Identitas Diri
1. Nama
: Sp (nama diinisialkan)
2. Usia
: 42th
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Waktu
: Senin, 8 Agustus 2011. Pukul 14.30 WIB
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa luas area sawah yang anda miliki?
-
“1 hektar”
Comment [C41]: Lu
2. Apakah area sawah selalu ditanami padi?
-
“padi”
Comment [C42]: Perny
3. Berapa banyak gabah yang dihasilkan tiap kali panen?
-
“40 karung @50 kg..”
Comment [C43]: Perny
4. Apakah sawah yang anda miliki dikerjakan sendiri?
-
“kadang dikerjakan sendiri, kadang orang lain..”
Comment [C44]: Perny
5. Berapakah biaya total pengerjaan sawah yang anda miliki?
-
“sekitar 2.500.000”
Comment [C45]: Bia
6. Apakah jenis pupuk yang anda gunakan?
-
“pupuk urea dan TSP”
Comment [C46]: Jenpuk
7. Berapa banyak pupuk yang dibutuhkan?
-
“4 kwintal..”
Comment [C47]: Jum
8. Berapa kali pemupukan selama tanam?
-
“2 kali..”
Comment [C48]: Jum
9. Apakah penyebaran benih dilakukan sendiri?
-
“sendiri”
Comment [C49]: Perny
10. Apakah bibit benih berasal dari padi panenan atau pembelian?
-
“ada yang beli, ada yang dari panenan..”
Comment [C50]: Biben
11. Apakah di dusun anda ada kelompok tani?
-
“ada..namanya mudi makmur, sekarang tidak aktif karena belum
dikukuhkan..”
Comment [C51]: Perny
12. Apakah jabatan anda dalam kelompok tani?
-
“wakil ketua”
Comment [C52]: Perny
13. Apakah jenis bibit padi selalu sama setiap tanam?
-
“tidak”
Comment [C53]: Jenbit
14. Apakah anda selalu mengganti jenis bibit padi yang akan ditanam?
-
“ya..jenis batang musim kemarau dan hujan berbeda..kalau musim hujan
batang padi lebih tinggi, kalau musim kemarau lebih pendek karena butuh
banyak air...”
Comment [C54]: Perny
15. Berapa kali panen anda mengganti jenis bibit padi?
-
“nggak tentu karena banyak hama..”
16. Jika pekerja hanya bekerja saat panen padi, berapa perbandingan sistem
bawon yang anda gunakan?
Comment [C55]: Perny
-
“kalau dulu sistem upahnya 7:1, namun sekarang kalau hanya memanen
mendapat 9:1..tetapi itu semua tergantung kita (pemilik sawah) untuk
Comment [C56]: Perub
bersedekah mbak..”
Comment [C57]: Perban
17. Jika pekerja ikut mengerjakan sawah, berapa perbandingan sistem bawon yang
anda gunakan saat panen padi?
-
Comment [C58]: Perban
“7:1..”
18. Keuntungan apa yang anda dapatkan dengan adanya sistem bawon?
-
“nggak ikut bekerja, bisa meringankan pekerjaan..”
Comment [C59]: Keunt
19. Apa harapan anda kedepan untuk sistem bawon?
-
“tetap melestarikan sistem bawon saja mbak..dampak negatifnya tu pasti
Comment [C60]: Harp
hasil bawon yang didapat pasti berkurang karena memberikannya dengan
sistem kemanusiaan karena kasihan.positifnya kalau kita memberi bagian
bawon pada pekerja sama saja dengan kita bersedekah dan itu membuat
rejeki kita lancar..”
Comment [C61]: Dam
Informan 4
I. Identitas Diri
1. Nama
: Sk (nama diinisialkan)
2. Usia
: 72th
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Waktu
: Senin, 8 Agustus 2011. Pukul 16.00 WIB
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa luas area sawah yang anda miliki?
-
“kurang luwih 500 meter mbak..”
2. Apakah area sawah selalu ditanami padi?
Comment [C62]: Lu
-
“iya..”
Comment [C63]: Perny
3. Berapa banyak gabah yang dihasilkan tiap kali panen?
-
“kiro-kiro yo 10 karung..”
Comment [C64]: Perny
4. Apakah sawah yang anda miliki dikerjakan sendiri?
-
“iya..”
Comment [C65]: Perny
5. Berapakah biaya total pengerjaan sawah yang anda miliki?
-
“Rp. 175.000...”
Comment [C66]: Bia
6. Apakah jenis pupuk yang anda gunakan?
-
“pupuk urea, mergo luwih praktis mbak..”
Comment [C67]: Jenpuk
7. Berapa banyak pupuk yang dibutuhkan?
-
“1/2 kuintal..”
Comment [C68]: Jum
8. Berapa kali pemupukan selama tanam?
-
“2 kali..”
Comment [C69]: Jum
9. Apakah penyebaran benih dilakukan sendiri?
-
“dilakukan sendiri..”
Comment [C70]: Perny
10. Apakah bibit benih berasal dari padi panenan atau pembelian?
-
“ada yang dari panenan, ada yang beli..”
Comment [C71]: Biben
11. Apakah di dusun anda ada kelompok tani?
-
“tidak ada..”
Comment [C72]: Perny
12. Apakah jabatan anda dalam kelompok tani?
-
“...”
13. Apakah jenis bibit padi selalu sama setiap tanam?
-
“tidak, terserah mau tanam apa..”
Comment [C73]: Jenbit
14. Apakah anda selalu mengganti jenis bibit padi yang akan ditanam?
-
“iya jenis bibitnya selalu ganti..”
Comment [C74]: Perny
15. Berapa kali panen anda mengganti jenis bibit padi?
-
“mben panen ganti..”
Comment [C75]: Perny
16. Jika pekerja hanya bekerja saat panen padi, berapa perbandingan sistem
bawon yang anda gunakan?
-
“8:1”
Comment [C76]: Perban
17. Jika pekerja ikut mengerjakan sawah, berapa perbandingan sistem bawon yang
anda gunakan saat panen padi?
-
“8:1”
Comment [C77]: Perban
18. Keuntungan apa yang anda dapatkan dengan adanya sistem bawon?
-
“yo iso meringankan pekerjaan..”
Comment [C78]: Keunt
19. Apa harapan anda kedepan untuk sistem bawon?
-
“harapane bawon ki iso dilestarikan..kalau dampak negatifnya pasti ada,
Comment [C79]: Harp
tetep rugi soale pas panen kan nek meh ngekeki bawon sek enek rasa
mesakke”
Comment [C80]: Dam
Informan 1
B. Wawancara dengan Petani Penggarap atau Tenaga Kerja Buruh
I.
Identitas Diri
1. Nama
: Vw (nama diinisialkan)
2. Usia
: 60th
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Waktu
: Selasa, 9 Agustus 2011. Pukul 09.30 WIB
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa lama anda bekerja sebagai pemanen padi?
-
“sudah lama, sejak menikah sampai sekarang”
Comment [C81]: Perny
2. Apakah pemanen padi menjadi pekerjaan utama anda?
-
“iya..karena orang desa hidup sebagai petani..”
Comment [C82]: Perny
3. Berapa orang yang menjadi tanggungan anda dalam keluarga?
-
“3..suami dan adik..”
Comment [C83]: Tangg
4. Selama menunggu panen apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan?
-
“jual tempe..”
Comment [C84]: Perny
5. Jika ya, berapa hasil yang anda dapatkan dari pekerjaan itu?
-
“1 hari kira-kira Rp. 100.000 kotor..”
Comment [C85]: Peng
6. Apakah penghasilan yang didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga?
-
“tidak, karena bahan-bahan sekarang mahal..”
Comment [C86]: Peng
7. Berapakah upah natura yang didapat dalam sehari?
-
“4kg...”
Comment [C87]: Up
8. Jika dalam bentuk uang, berapa jumlah yang anda dapatkan?
-
“Rp. 15.000”
Comment [C88]: Up
9. Apakah selama bekerja anda mengeluarkan biaya?
-
“tidak..”
Comment [C89]: Bia
10. Selama berprofesi sebagai pekerja, apakah mencukupi untuk kebutuhan
keluarga?
-
“cukup..tapi kalau sudah abis masa panen yaa gag cukup buat memenuhi
kebutuhan mbak..”
Comment [C90]: Kebut
11. Berperan sebagai apakah anda dalam sistem bawon, apakah sebagai pemanen,
petanam atau yang mengerjakan sawah?
-
“semuanya...”
Comment [C91]: Per
12. Apakah ada perubahan dengan menggunakan sistem bawon?
-
“ada..kalau hasil banyak menggunakan tenggok, kalau sedikit pake
kaleng..”
Comment [C92]: Perub
13. Jika ada, perubahan apa saja yang terjadi?
-
“yaa kayak tadi mbak, kalu hasilnya banyak yaa pake tenggok, kalau
hasilnya sedikit pake kaleng..”
Comment [C93]: Perub
14. Keuntungan apa yang anda dapatkan dari sistem bawon?
-
“untuk memenuhi biaya sehari-hari..”
Comment [C94]: Keunt
15. Apa harapan anda untuk sistem bawon?
-
“mencukupi kebutuhan..dan dampak sing tak rasakne ki yow iso oleh
Comment [C95]: Harp
bawon akeh, soale kan nek karo dulure sek enek rasa mesakne mbak, dadi
yow nek aku sebagai petani penggarap yow enak2 ae soale oleh akeh”
Comment [C96]: Dam
Informan 2
I.
Identitas Diri
1. Nama
: Mu (nama diinisialkan)
2. Usia
: 44th
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Waktu
: Selasa, 9 Agustus 2011. Pukul 14.30 WIB
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa lama anda bekerja sebagai pemanen padi?
-
“selama 4 tahun..”
Comment [C97]: Perny
2. Apakah pemanen padi menjadi pekerjaan utama anda?
-
“ya”
Comment [C98]: Perny
3. Berapa orang yang menjadi tanggungan anda dalam keluarga?
-
“5 orang”
Comment [C99]: Tangg
4. Selama menunggu panen apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan?
-
“ternak ayam sama tanam cabe..”
Comment [C100]: Perny
5. Jika ya, berapa hasil yang anda dapatkan dari pekerjaan itu?
-
“kurang lebih Rp. 600.000..”
Comment [C101]: Peng
6. Apakah penghasilan yang didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga?
-
“yaa belum mbak, karena masih ngurus anak sekolah sama ngembaliin
modal..”
Comment [C102]: Peng
7. Berapakah upah natura yang didapat dalam sehari?
-
“1/8 dari hasil panen dalam sehari..itung-itungannya 60 : 8 = 7kg..”
8. Jika dalam bentuk uang, berapa jumlah yang anda dapatkan?
Comment [C103]: Up
-
“Rp. 21.000..itu masih dibawah rata-rata UMR buat buruh petani di
Yogyakarta lho mbak..kalau UMRnya kan Rp. 875.000 : 26 = Rp.
33.600..”
Comment [C104]: Up
9. Apakah selama bekerja anda mengeluarkan biaya?
-
“iya.. Rp. 5.000 buat bekal makan dan minum..”
Comment [C105]: Bia
10. Selama berprofesi sebagai pekerja, apakah mencukupi untuk kebutuhan
keluarga?
-
“belum”
Comment [C106]: Kebut
11. Berperan sebagai apakah anda dalam sistem bawon, apakah sebagai pemanen,
petanam atau yang mengerjakan sawah?
-
“pemanen”
Comment [C107]: Per
12. Apakah ada perubahan dengan menggunakan sistem bawon?
-
“tidak ada, polanya tetap yaitu 8:1..”
Comment [C108]: Perub
13. Jika ada, perubahan apa saja yang terjadi?
-
“tidak ada”
14. Keuntungan apa yang anda dapatkan dari sistem bawon?
-
“mendapat hasil panen..”
Comment [C109]: Keunt
15. Apa harapan anda untuk sistem bawon?
-
“perbandingan upah dikurangi biar dapat banyak..dampak yang dirasakan
Comment [C110]: Harp
karena masih tradisi tiap kali panen pemberian hasil bawon masih
menggunakan rasa kemanusiaan dan masih nggak tega mbak kalau
ngasihnya cuma sedikit”
Comment [C111]: Dam
Informan 3
I.
Identitas Diri
1. Nama
: Ng (nama diinisialkan)
2. Usia
: 45th
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Waktu
: Rabu, 10 Agustus 2011. Pukul 10.00 WIB
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa lama anda bekerja sebagai pemanen padi?
-
“sejak menikah sampai sekarang..”
Comment [C112]: Perny
2. Apakah pemanen padi menjadi pekerjaan utama anda?
-
“iya”
Comment [C113]: Perny
3. Berapa orang yang menjadi tanggungan anda dalam keluarga?
-
“2 orang..”
Comment [C114]: Tangg
4. Selama menunggu panen apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan?
-
“ada..jual nasi bungkus di pasar..”
Comment [C115]: Perny
5. Jika ya, berapa hasil yang anda dapatkan dari pekerjaan itu?
-
“yaa sekitar Rp. 250.000 mbak..”
Comment [C116]: Peng
6. Apakah penghasilan yang didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga?
-
“tidak, karena bahan makanan naik..”
Comment [C117]: Peng
7. Berapakah upah natura yang didapat dalam sehari?
-
“5kg”
Comment [C118]: Up
8. Jika dalam bentuk uang, berapa jumlah yang anda dapatkan?
-
“Rp. 25.000”
9. Apakah selama bekerja anda mengeluarkan biaya?
Comment [C119]: Up
-
“tidak”
Comment [C120]: Perny
10. Selama berprofesi sebagai pekerja, apakah mencukupi untuk kebutuhan
keluarga?
-
“yaa tidak mbak, hasilnya juga cuma sedikit..”
Comment [C121]: Kebut
11. Berperan sebagai apakah anda dalam sistem bawon, apakah sebagai pemanen,
petanam atau yang mengerjakan sawah?
-
“pemanen”
Comment [C122]: Per
12. Apakah ada perubahan dengan menggunakan sistem bawon?
-
“ada”
Comment [C123]: Perub
13. Jika ada, perubahan apa saja yang terjadi?
-
“upahnya mbak, kalau dulu 7:1, sekarang 8:1..”
Comment [C124]: Perub
14. Keuntungan apa yang anda dapatkan dari sistem bawon?
-
“bisa dapat hasil banyak..”
Comment [C125]: Keunt
15. Apa harapan anda untuk sistem bawon?
-
“harapannya yaa bisa cukup buat kebutuhan sehari-hari aja
mbak..dampaknya bisa dapat hasil bawon banyak, kalau dampak
Comment [C126]: Harp
negatifnya gag ada mbak”
Comment [C127]: Dam
Informan 4
I.
Identitas Diri
1. Nama
: St (nama diinisialkan)
2. Usia
: 56th
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4.
: Rabu, 10 Agustus 2011. Pukul 15.00 WIB
Waktu
II. Daftar Pertanyaan
1. Berapa lama anda bekerja sebagai pemanen padi?
-
“dari setelah menikah sampai sekarang..”
Comment [C128]: Perny
2. Apakah pemanen padi menjadi pekerjaan utama anda?
-
“iya..”
Comment [C129]: Perny
3. Berapa orang yang menjadi tanggungan anda dalam keluarga?
-
“2 orang..suami dan anak..”
Comment [C130]: Tangg
4. Selama menunggu panen apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan?
-
“ya, jualan nasi di pasar..”
Comment [C131]: Perny
5. Jika ya, berapa hasil yang anda dapatkan dari pekerjaan itu?
-
“sehari kira-kira Rp. 150.000..”
Comment [C132]: Peng
6. Apakah penghasilan yang didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga?
-
“nggak mbak, karena sekarang bahan-bahan mahal..”
Comment [C133]: Peng
7. Berapakah upah natura yang didapat dalam sehari?
-
“5kg..”
Comment [C134]: Up
8. Jika dalam bentuk uang, berapa jumlah yang anda dapatkan?
-
“Rp. 25.000..”
9. Apakah selama bekerja anda mengeluarkan biaya?
Comment [C135]: Up
-
“iya, biaya buat makan minum..”
Comment [C136]: Perny
10. Selama berprofesi sebagai pekerja, apakah mencukupi untuk kebutuhan
keluarga?
-
“cukup, tapi kalau sudah habis ya gag cukup mbak...”
Comment [C137]: Kebut
11. Berperan sebagai apakah anda dalam sistem bawon, apakah sebagai pemanen,
petanam atau yang mengerjakan sawah?
-
“pemanen..”
Comment [C138]: Per
12. Apakah ada perubahan dengan menggunakan sistem bawon?
-
“ada..”
Comment [C139]: Perub
13. Jika ada, perubahan apa saja yang terjadi?
-
“kalau dulu bajak sawah dengan sapi tapi sekarang dengan traktor..”
Comment [C140]: Perub
14. Keuntungan apa yang anda dapatkan dari sistem bawon?
-
“untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari..”
Comment [C141]: Keunt
15. Apa harapan anda untuk sistem bawon?
-
“luwih dilestarikan wae, ben sok ki iso diteruske karo anak putune
mbak..nek dampake ki positif-positif wae mbak, soale kan aku dadi
Comment [C142]: Harp
pekerjane yo mestine aku entuk bawone luih akeh”
Comment [C143]: Dam
DOKUMEN HASIL PENELITIAN
Gambar 2. Lahan sawah sebelum panen, 14 Oktober 2011
Gambar 3. Sawah yang sudah siap panen, 1 September 2011
Gambar 4. Sawah saat panen, Senin 12 September 2011
Gambar 5. Sawah saat panen, Senin 12 September 2011
Gambar 6. Wawancara petani penggarap sawah bernama Ng, Selasa 9 Agustus 2011
Gambar 7. Wawancara petani penggarap sawah bernama Vw, Selasa 9 Agustus 2011
Gambar 8. Wawancara petani pemilik sawah bernama Pr, Senin 8 Agustus 2011
Gambar 9. Wawancara petani pemilik sawah bernama Sd, Senin 8 Agustus 2011
Gambar 10. Wawancara petani pemilik sawah bernama Sp, Senin 8 Agustus 2011

Download