BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Masyarakat 1

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat
Banyak deskripsi yang dituliskan oleh para pakar mengenai
pengertian masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang
berasal dari kata Latin socius, berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri
berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia saling “bergaul”, atau dengan istilah
ilmiah, saling “berinteraksi” (Koentjaraningrat, 2009: 116). Menurut Phil
Astrid S. Susanto (1999: 6), masyarakat atau society merupakan manusia
sebagai satuan sosial dan suatu keteraturan yang ditemukan secara berulangulang, sedangkan menurut Dannerius Sinaga (1988: 143), masyarakat
merupakan orang yang menempati suatu wilayah baik langsung maupun tidak
langsung saling berhubungan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan, terkait
sebagai satuan sosial melalui perasaan solidaritas karena latar belakang
sejarah, politik ataupun kebudayaan yang sama.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dimaknai bahwa masyarakat
merupakan kesatuan atau kelompok yang mempunyai hubungan serta
beberapa kesamaan seperti sikap, tradisi, perasaan dan budaya yang
membentuk suatu keteraturan. Adapun macam-macam masyarakat yaitu:
12 13 a. Masyarakat modern
Masyarakat modern merupakan masyarakat yang sudah tidak
terikat pada adat-istiadat. Adat-istiadat yang menghambat kemajuan segera
ditinggalkan untuk mengadopsi nila-nilai baru yang secara rasional
diyakini membawa kemajuan, sehingga mudah menerima ide-ide baru
(Dannerius Sinaga, 1988: 156).
Berdasar pada pandangan hukum, Amiruddin (2010: 205),
menjelaskan bahwa dalam masyarakat modern mempunyai solidaritas
sosial organis. Menurut OK. Chairuddin (1993: 116), solidaritas organis
didasarkan atas spesialisasi. Solidaritas ini muncul karena rasa saling
ketergantungan secara fungsional antara yang satu dengan yang lain dalam
satu kelompok masyarakat. Spesialisasi dan perbedaan fungsional yang
seperti diungkapkan tersebut memang kerap dijumpai pada masyarakat
modern.
Selain adanya solidaritas organis, Amiruddin (2010: 206) juga
menjelaskan bahwa hukum yang terdapat dalam masyarakat modern
merupakan hukum restruktif yaitu hukum berfungsi untuk mengembalikan
keadaan seperti semula dan untuk membentuk kembali hubungan yang
sukar atau kacau kearah atau menjadi normal. Jadi masyarakat modern
merupakan yang sudah tidak terpaku pada adat-istiadat dan cenderung
mempunyai solidaritas organis karena mereka saling membutuhkan serta
hukum yang ada bersifat restruktif.
14 b. Masyarakat tradisional
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang masih terikat
dengan kebiasaan atau adat-istiadat yang telah turun-temurun. Keterikatan
tersebut menjadikan masyarakat mudah curiga terhadap hal baru yang
menuntut sikap rasional, sehingga sikap masyarakat tradisional kurang
kritis (Dannerius Sinaga, 1988: 152). Menurut Rentelu, Pollis dan Shcaw
yang dikutip dalam (P. J Bouman. 1980: 53) masyarakat tradisional
merupakan masyarakat yang statis tidak ada perubahan dan dinamika yang
timbul dalam kehidupan.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat
tradisional merupakan masyarakat yang melangsungkan kehidupannya
berdasar pada patokan kebiasaan adat-istiadat yang ada di dalam
lingkungannya. Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya,
sehingga kehidupan masyarakat tradisional cenderung statis.
Menurut P. J Bouman (1980: 54-58) hal yang membedakan
masyarakat tradisional dengan masyarakat modern adalah ketergantungan
masyarakat terhadap lingkungan alam sekitarnya. Faktor ketergantungan
masyarakat tradisional terhadap alam ditandai dengan proses penyesuaian
terhadap lingkungan alam. Oleh karena itu masyarakat tradisional
mempunyai karakteristik tertentu yang menjadi ciri pembeda dari
masyarakat modern. Adapun karakteristik pada masyarakat tradisional
diantaranya:
15 1. Orientasi terhadap nilai kepercayaan kebiasaan dan hukum alam
tercermin dalam pola berpikirnya
2. Kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada sektor agraris
3. Fasilitas pendidikan dan tingkat pendidikan rendah
4. Cenderung tergolong dalam masyarakat agraris dan pada
kehidupannya tergantung pada alam sekitar
5. Ikatan kekeluargaan dan solidaritas masih kuat
6. Pola hubungan sosial berdasar kekeluargaan, akrab dan saling
mengenal
7. Kepadatan penduduk rata-rata perkilo meter masih kecil
8. Pemimpin cenderung ditentukan oleh kualitas pribadi individu dan
faktor keturunan (Dannerius Sinaga, 1988: 156).
Berbeda dengan karakteristik yang diungkapkan oleh Dannerius
sinaga, Selo Soemardjan (1993: 62-68) mencirikan masyarakat tradisional
berdasarkan pandangan sosiologis. Berikut karakteristiknya:
a. Masyarakat yang cenderung homogen
b. Adanya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan dan rasa percaya yang
kuat antar para warga
c. Sistem sosial yang masih diwarnai dengan kesadaran kepentingan
kolektif
d. Pranata adat yang efektif untuk menghidupkan disiplin sosial
e. Shame culture (budaya malu) sebagai pengawas sosial langsung dari
lingkungan sosial manusia, rasa malu menganggu jiwa jika ada orang
lain yang mengetahui penyimpangan sistem nilai dalam adat-istiadat.
Ciri-ciri masyarakat tradisional berdasarkan pandangan sosial
berbeda dengan ciri
masyarakat berdasarkan pandangan
hukum.
Karakteristik masyarakat tradisional berdasarkan hukum dapat dilihat pada
pendapat yang dikemukakan oleh Amiruddin (2010: 205), bahwa
16 masyarakat tradisional cenderung mempunyai solidaritas sosial mekanis.
Solidaritas mekanis merupakan solidaritas yang muncul atas kesamaan
(keserupaan), konsensus dan dapatnya saling dipertukarkan antara individu
yang satu dengan individu yang lain berada dalam kelompok itu. Tidak ada
kekhususan pada masing-masing individu (OK. Chairuddin, 1993: 115).
Berbeda dengan pendapat Selo Soemardjan (1993: 186) disiplin
hukum masyarakat tradisional terhadap hukum negara lemah. Akan tetapi
disiplin terhadap hukum adat cukup kuat. Sosial control dan disiplin
hukum adat akan digunakan oleh masyarakat untuk mengatur ketertiban
tata
hidup
sosialnya.
Dari
penjelasan
tersebut,
dapat
dimaknai
keseragaman masyarakat sering di jumpai pada masyarakat tradisional
lebih patuh terhadap hukum adat daripada negara atau hukum nasional.
Dalam masyarakat tradisional hukum yang ada bersifat represif. Hukum
dengan sanksi represif memperoleh pernyataan hukumnya yang utama
dalam kejahatan dan hukuman. Pelanggaran peraturan-peraturan sosial
berarti kejahatan dan menimbulkan hukuman (Amiruddin, 2010: 204).
2. Masyarakat Tani
a. Masyarakat Desa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masyarakat adalah sejumlah
manusia dalam arti yang seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan
yang mereka anggap sama. Sedangkan masyarakat desa yang penduduknya
mempunyai mata pencaharian dari sektor pertanian, peternakan, perikanan
17 atau gabungan dari kesemuanya itu dan yang sistem budaya dan sistem
sosialnya mendukung mata pencaharan itu.
Soerjono
Soekanto
(2006:
162),
istilah
community
dapat
diterjemahkan sebagai masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah
wilayah kehidupan sosial ang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial
yang tertentu. Dasar dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan
perasaan semasyarakat setempat tersebut. Ciri-ciri pokok suatu masyarakat
yaitu manusia yang hidup bersama, bercampur untuk waktu yang cukup lama,
mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan, dan merupakan suatu
sistem hidup bersama.
Menurut Soerjono Soekanto (2006: 166-167) masyarakat pedesaan
pada hakikatnya bersifat gradual. Warga suatu masyarakat pedesaan
memupunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang
hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem
kehidupannya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk
masyarakat desa pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat
adanya tukang kayu, tukang membuat genteng dan bata, tukang bangunan,
akan tetapi inti pekerjaan penduduk pedesaan adalah pertanian. Masyarakat
ditandai oleh ciri-ciri, yaitu adanya interaksi, ikatan pola tingkah laku yang
khas didalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu, dan
adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana individu yang bersangkutan
menjadi anggota kelompoknya.
18 1. Ciri-ciri masyarakat desa
Menurut Abdul Syani dalam Basrowi (2005 :41) menyebutkan bahwa
masyarakat ditandai oleh empat ciri, yaitu adanya interaksi, ikatan pola
tingkah laku yang khas didalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap
dan kontinyu, serta adanya rasa identtas terhadap kelompok, dimana individu
yang bersangkutan menjadi anggota kelompoknya. Sedangkan Soerjono
Soekanto (2006: 156-157) menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup
atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu
mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut :
a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang
mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah
manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoritis angka minimumnya
ada dua orang yang hidup bersama.
b. Bercampur untuk wilayah yang cukup lama. Kumpulan dari manusia
tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati, seperti kursi, meja dan
sebagainya, karena berkumpulnya manusia akan timbul manusia-manusia
baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, kesan-kesan atau perasaanperasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu timbulah sistem
komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
antar manusia dalam kelompok tersebut.
c. Mereka sadar merupakan sebuah kesatuan.
19 d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok
merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.
Ciri-ciri masyarakat diatas selaras dengan definisi masyarakat yang
telah dikemukakan sebelumnya bahwa masyarakat adalah kelompok manusia
yang terbesar dan mempunyai kebiasan, tradisi, sikap dan perasaan yang
sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih
kecil yang mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
Sedangkan ciri-ciri masyarakat menurut Munandar
Soelaman
(1992:73) ialah adanya sejumlah orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu,
adanya sistem hubungan, ikatan atas dasar kepentingan bersama, tujuan dan
bekerja bersama, ikatan atas dasar unsur unsur sebelumnya, rasa solidaritas,
sadar akan adanya interdependensi, adanya norma-norma dan kebudayaan.
Kesemua ciri-ciri masyarakat ini dicoba ditransformasikan pada realitas desa
dan kota, dengan menitikberatkan pada kehidupannya.
Dalam buku sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli
sosiologi
Talcot
Parsons
menggambarkan
masyarakat desa sebagai
masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta,
kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan
tolong-menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita
orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
20 2) Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak
suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus
memperlihatkan keseragaman persamaan.
3) Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya
dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya
berlaku untuk kelompok tertentu saja (lawannya Universalisme).
4) Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak
diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan
suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan (lawanya
prestasi).
5) Kekabaran (diffuseness), sesuatu yang tidak jelas terutama dalam
hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit.
Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan
sesuatu.
Dari uraian tersebut dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni
masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar. Masyarakat yang menjadi fokus
peneliti adalah masyarakat desa yakni desa Mungseng. Masyarakat desa
merupakan kelompok orang yang menghuni wilayah desa, pada umumnya
mata pencaharian utama penduduknya adalah petani atau nelayan, sedangkan
bagi desa Mungseng bertani menjadi mata pencaharian utama warga
masyarakatnya.
21 Masyarakat desa erat kaitannya dengan bidang pertanian, sebab
mayoritas pedesaan di negara kita masih bergantung pada bidang pertanian.
Sayangnya, masyarakat desa yang terkenal sebagai penghasil pangan justru
terkenal pula akan kemiskinannya. Desa, pertanian dan kemiskinan sangat
erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat tani. Masyarakat tani adalah
mereka yang berprofesi sebagai petani dan tergabung dalam komunitas tani di
suatu wilayah, sehingga ada ungkapan bahwa secara umum kehidupan
masyarakat tani memang sangat miskin dan rentan terhadap gejolak sekecil
apapun yang menimpa mereka.
Sebagian besar petani kita merupakan buruh tani dan petani gurem,
mereka bercocok tanam hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluargannya dan sebgian besar tidak mampu mencukupi kebutuhan tersebut.
Meskipun demikian, pertanian adalah hal yang sangat penting, sebab
pertanian merupakan salah satu sektor dari seluruh perekonomian (CE.
Bishop dan WD Toussaint, 1979: 28).
B. Tinjauan tentang Petani
1. Pengertian pertanian
Secara etimologi pertanian, berasal dari kata agriculture, dimana ager
artinya lahan atau tanah dan cultura artinya memelihara atau menggarap.
Menurut A.T Mosher (1968: 19) pertanian adalah sejenis proses produksi
khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Bagi
Indonesia sebagai negara berkembang, sektor peetanian merupakan mata
pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk dan merupakan sasaran
22 pembangunan di pedasaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh M.
Suhartono dalam Harumiasih (2002: 23) prioritas pembangunan masyarakat
di pedesaan dijatuhkan pada sektor ekonomi pertanian. Hal tersebut
disebabkan karena mata pencaharian sebagai petani di Indonesia identik
dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Tidak bisa disanggah lagi bahwa
sebagian besar penduduk Indonesia adalah penduduk pedesaan yang bekerja
pada sektor agraris atau pertanian sebagai mata pencaharian utamanya.
Kegiatan-kegiatan produksi didalam setiap usaha tani merupakan
suatu bagian usaha, dimana biaya dan penerimaan adalah penting. Tumbuhan
merupakan pabrik pertanian yang primer. Ia mengambil gas karbondioksida
dari udara melalui daunnya. Diambilnya air dan hara kimia dari dalam tanah
melalui akarnya. Dari bahan-bahan ini, dengan menggunakan sinar matahari,
ia membuat biji, buah, serat dan minyak yang dapat digunakan oleh manusia.
Pertumbuhan tumbuhan dan hewan liar berlangsung di alam tanpa
campur tangan manusia. Beribu-ribu macam tumbuhan di berbagai bagian
dunia telah mengalami evolusi sepanjang masa sebagai reaksi terhadap
adanya perbedaan dalam penyinaran matahari, suhu, jumlah air atau
kelembaban yang tersedia serta sifat tanah. Tiap jenis tumbuhan menghendaki
syarat-syarat tersendiri terutama tumbuhnya pada musim tertentu. Tumbuhan
yang tumbuh di suatu daerah menentukan jenis-jenis hewan apakah yang
hidup di daerah tersebut, karena beberapa di antara hewan itu memakan
tumbuhan yang terdapat di daerah tersebut, sedangkan lainnya memakan
23 hewan lain. Sebagai akibatnya terdapatlah kombinasi tumbuhan dan hewan di
berbagai dunia.
Pertanian dalam arti sempit adalah sebagai pertanian rakyat, yaitu
usaha pertanian keluarga, dimana produksi bahan makanan utama seperti
beras, palawija dan tanaman hortikultura. Sedangkan pertanian dalam arti luas
mencakup pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, perikanan dan
kehutanan. Pertanian juga merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya
hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan
baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan
hidupnya. Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan ketahanan
tubuhnya. Nasi merupakan salah satu bahan makanan pokok yang mudah
diolah, mudah disajikan, enak, lagi pula nilai energi yang terkandung di
dalamnya cukup tinggi, sehingga berpengaruh besar terhadap aktivitas tubuh
atau kesehatan. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras.
Menurut cara tanamnya, padi dapat dibagi menjadi padi sawah dan
padi gogo. Padi sawah adalah padi yang ditanam di sawah dengan
pengairannya sepanjang musim atau setiap saat. Sedangkan padi gogo adalah
padi yang diusahakan di tanah tegalan kering secara menetap. Padi gogo
diusahakan dengan menerapkan teknik budidaya seperti pengolahan tanah,
pemupukan, dan pergiliran tanaman. Dibawah ini bentuk-bentuk dari
pertanian di Indonesia :
24 a. Sawah
Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan
memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah
hujan maupun sawah pasang surut.
b. Tegalan
Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada
pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah
dari lingkungan dlam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk
dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat
musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditumbuhi
tanaman pertanian.
c. Pekarangan
Pekarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah
atau
biasanya
dipagari
dan
masuk
ke
wilayah
rumah
yang
dimanfaatkan/digunakan untuk ditanami tanaman pertanian.
d. Ladang Berpindah
Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di
banyak lahan hasil pembukaan hutan atau semak dimana setelah beberapa
kali panen atau ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga perlu
pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak digarap.
25 2. Pengertian Petani
Petani adalah orang yang bercocok tanam untuk memenuhi sebagian
atau seluruh kebutuhan kehidupannya dibidang pertanian. Dalam arti luas
yang meliputi usaha tani pertanian pangan, peternakan, perikanan (termasuk
penangkapan ikan) dan pemungutan hasil laut (Fadholi Hernanto, 1996: 26).
Berdasarkan bidang usahanya, petani di Indonesia menurut Sandy (1985:
107) dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a. Petani pemilik adalah petani yang mengusahakan sendiri tanahnya
b. Petani penggarap adalah petani yang mengusahakan tanah orang lain atas
dasar bagi hasil
c. Buruh tani adalah orang yang menyewakan tenaganya di bidang pertanian,
untuk usahanya itu dia menerima upah sesuai dengan kesepakatan.
Berdasarkan kutipan di atas bahwa bidang-bidang usaha petani itu
sangat menentukan hasil yang diperoleh misalkan jika bidang usaha mereka
sebagai pemilik lahan pertanian maka hasil produksi tidak akan berkurang
karena adanya biaya sewa lahan, namun jika bidang usahanya sebagai
penggarap maka ketentuan hasil produksi akan dikurangi biaya sewa lahan
karena lahan ini milik orang lain apalagi jika bidang usaha sebagai buruh tani
maka hanya memiliki upah bila ada orang (petani) yang memerlukan jasanya.
Jumlah rumah tangga petani di Indonesia didominasi patani kecil,
sebagaimana diungkapkan Soekartawi (1986: 1), bahwa karakteristik petani
kecil di Indonesia ialah sebagai berikut:
26 1. Petani yang pendapatanya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras
per kapita pertahun
2. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar lahan
sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani tersebut juga
mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1,0 hektar di
luar Jawa
3. Petani yang kekurangan modal dam memiliki tabungan yang terbatas
4. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa ciri yang paling
dominan dari petani kecil yaitu dilihat tingkat pendapatan yang rendah, luas
lahan garapan yang sempit, kurangnya modal serta minimnya pengetahuan
bertani sehingga kurang adanya inovasi dan cenderung monoton dalam
mengolah lahan pertaniannya. Sementara itu, menurut Suriapermana petani di
Indonesia diklasifikasikan ke dalam empat golongan yaitu:
a. Petani penggarap atau buruh tani: pria dan wanita dalam batas usia
produktif (15-50 tahun), yang memiliki satu atau lebih wadah dari satuan
usaha, tetapi karena hasilnya tidak cukup menunjang kebutuhan hidup
keluarganya atau karena ingin menambaha penghasilan, bekerja kepada
petani lain, mereka yang memiliki lahan biasanya mulai memburuh setelah
menggarap lahan miliknya sendiri
b. Petani penyekap : kepala keluarga yang memiliki modal tetapi tidak cukup
memiliki wadah dari salah satu satuan usaha sehingga mengerjakan lahan
milik orang lain (tegalan atau sawah) dengan cara sewa, sewa dengan batas
waktu tidak menentu (gadai), atau bagi hasil
c. Petani pemilik-penggarap: petani yang mengelola lahannya sendiri,
adakalanya mengupah buruh tani apabila tenaga keluarganya tidak cukup
untuk mengerjakan seluruh lahan miliknya, tetapi ada juga yang
menyewakan sebagian lahan miliknya jika tidak cukup modal untuk
mengupah buruh tani
d. Petani pemilik-bukan penggarap: mereka memiliki lahan, tetapi karena
mempunyai usaha lain (pedagang, industrialis, pegawai negeri/swasta,
27 ABRI), menyekapkan tanahnya kepada orang lain, biasanya tanah
miliknya terletak agak jauh dari rumahnya (Hanafi, 2007: 35).
Menurut pengertian di atas, petani di Indonesia diklasifikasikan lebih
rinci yaitu petani pemilik yang mengolah lahanya sendiri, petani pemilik yang
tidak mengolah lahannya sendiri, petani yang menyewa lahan milik orang
lain dan petani yang selain menggarap lahannya sendiri, juga menjadi buruh
di tempat lain.
C. Tinjauan tentang Hukum Adat
1. Pengertian Hukum Adat
Hukum adat merupakan istilah teknis ilmiah, yang menunjukkan
aturan-aturan kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat yang tidak
berbentuk peraturan-perundangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintahan
(Hilman Hadikusuma, 1992: 8). Menurut Cornelis van Vollenhoven hukum
adat adalah himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang
pribumi dan timur asing pada satu pihak yang mempunyai sanksi (karena
bersifat hukum) dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak
dikodifikasikan (karena adat). Tetapi rumusan Van Vallenhoven dimaksud
memang cocok untuk mendeskripsikan apa yang dinamakan adat recht pada
jaman tersebut bukan untuk hukum adat pada masa kini (Abdulrahman, 1984:
17-18).
Pendapat tersebut bisa dipahami bahwa dahulu masyarakat masih
kental dengan banyak tradisi dan budaya, jadi menurut beliau menyebutnya
dengan adat recht pada jamannya, akan tetapi tidak cocok bila dikaitkan
dengan jaman sekarang yang masyarakatnya sudah modern. Sukanto dalam
28 Abdulrahman (1984: 17-18) berpendapat bahwa hukum adat adalah kompleks
adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan
bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
Sedangkan menurut Soepomo hukum adat adalah hukum tidak tertulis
didalam peraturan tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup yang
meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung
oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan
tersebut mempunyai kekuatan hukum (Abdulrahman, 1984: 17-18).
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsurunsur dari pada hukum adat sebagai berikut :
a. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat
b. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
c. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sakral
d. Adanya keputusan kepala adat
e. Adanya sanksi/ akibat hukum
f. Tidak tertulis
g. Ditaati dalam masyarakat.
Pengertian dan batasan diatas dapat dijadikan pedoman untuk
membahas suatu tradisi yang ada di salah satu masyarakat tani di tengahtengah masyarakat modern. Salah satu contoh tradisi yang akan dibahas
adalah sistem bawon. Bawon yang merupakan warisan turun-temurun dari
nenek moyang para petani sudah memenuhi unsur hukum adat karena
29 merupakan aktifitas atau kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh
masyarakat tani.
2. Corak-Corak Hukum Adat Indonesia
Menurut Hilman Hadikusuma (1992: 33), corak hukum adalah hukum
adat Indonesia yang normatif pada umumnya menunjukkan corak yang
kepercayaan,
tradisional,
kebersamaan,
konkrit
dan
visual.
Sistem
keseluruhan hidup bersama yang tersusun dari berbagai bagian dimana antara
bagian satu dengan bagian yang lain saling bertautan atau berhubungan. Tiap
hukum merupakan suatu sistem, sebagai suatu sistem yang kompleks dari
norma-norma, yang merupakan suatu kebulatan sebagai wujud dari kesatuan
alam pikiran yang hidup dalam masyarakat yang bersendi atas dasar alam
pikiran yang berkaitan dengan unsur-unsur yang menjadi dasar corak sistem
hukum adat (I Gede A.B Wiranata 2003: 57-58). Adapun corak-corak dalam
hukum adat sebagai berikut:
a. Kepercayaan (Religio Magis)
Kepercayaan (Religio Magis) merupakan perilaku hukum atau
kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang
gaib dan atau berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Hilman
Hadikusuma 1992: 33). Tiap-tiap masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib
yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap aman tentram bahagia dan
lain-lain. Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta
tidak ada pemisahan antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti
kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek moyang dan kehidupan
30 makhluk-makhluk
lainnya.
Adanya
pemujaan-pemujaan
khususnya
terhadap arwah-arwah dari nenek moyang sebagai pelindung adat-istiadat
yang diperlukan bagi kebahagiaan masyarakat. Setiap kegiatan atau
perbuatan-perbuatan bersama seperti membuka tanah, membangun rumah,
menanam dan peristiwa-peristiwa penting lainnya selalu diadakan upacaraupacara religius yang bertujuan agar mendapat berkah, tidak ada halangan
dan selalu berhasil dengan baik. Arti religio magis adalah :
1. bersifat kesatuan batin
2. ada kesatuan dunia lahir dan dunia gaib
3. ada hubungan dengan arwah-arwah nenek moyang dan maklukmakluk halus lainnya
4. percaya adanya kekuatan gaib
5. pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang setiap kegiatan selalu
diadakan upacara-upacara relegius
6. percaya adnya roh-roh halus, hatu-hantu yang menempati alam
semesta
seperti
terjadi gejala-gejala
alam,
tumbuh-tumbuhan,
binatang, batu dan lain sebagainya
7. percaya adanya kekuatan sakti
8. adanya beberapa pantangan-pantangan.
b. Kebersamaan (Komunal)
Bercorak kebersamaan (komunal) artinya bahwa kehidupan
manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang
utuh. Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia
31 adalah makhluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakat yaitu
kepentingan
bersama
lebih
diutamakan
daripada
kepentingan
perseorangan. Hal ini berarti bahwa kepentingan individu dalam hukum
adat diimbangi oleh hak-hak umum (Soleman B. Taneko, 1984: 89). Corak komunal atau kebersamaan ini terlihat apabila warga desa
melakukan kerja bakti atau gugur gunung, nampak sekali adanya
kebiasaan hidup bergotong royong, solidaritas yang tinggi atau saling
bantu-membantu. Rasa solidaritas yang tinggi menyebabkan orang selalu
lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri.
Bahkan pada suku bangsa jawa terdapat pepatah adat yang dengan tepat
menggambarkan corak komunal yaitu: dudu sanak dudu kadang, ning yen
mati melu kelangan (bukan anggota keluarga bukan saudara sekandung,
tetapi kalau ia meninggal merasa turut kehilangan). c. Tradisional
Hukum adat mempunyai corak tradisional, artinya bersifat turuntemurun dari zaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang,
keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang
bersangkutan (Hilman Hadikusuma, 1992: 33). Perilaku turun-temurun
dan tradisional cenderung mewarnai kehidupan masyarakat hukum adat.
Berbagai tatanan kebiasaan telah ada bahkan tetap dipertahankan namun
ada rasa kurang nyaman apabila tidak dilaksanakan apalagi harus
ditinggalkan. Salah satu contoh corak tradisional yang masih dilakukan di
suku Jawa adalah upacara pada malam 1 Sura. Dalam pelaksanaan upacara
32 adat tradisional 1 Sura masing-masing daerah mempunyai ritual yang
berbeda-beda, sehingga terdapat pula makna yang berbeda-beda dalam
ritual tersebut bagi masyarakat. Namun masyarakat yang terlibat, belum
tentu paham dengan makna, nilai serta simbol yang terkandung di dalam
pelaksanaan upacara adat tersebut mereka hanya sekedar ikut-ikutan tanpa
mengetahui makna serta manfaatnya (Wahyudi Pantja Sunjata, 1997: 2).
d. Konkrit dan Visual
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau
keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus
dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud. Tidak ada janji yang
dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada
saling mencurigai satu dengan yang lainnya. Hukum adat juga sangat
memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan-hubungan
hidup yang kongkrit. Sistem hukum adat mempergunakan hubunganhubungan yang kongkrit tadi dalam pengatur pergaulan hidup (Soepomo,
1997: 140-141).
Sedangkan visual berarti dapat terlihat, tanpak, terbuka, terang dan
tunai. Visual juga merupakan pemberian sebuah tanda yang kelihatan
untuk bukti penegasan atau peneguhan atas apa yang akan terjadi atau
telah terjadi. Contohnya saat kita memberikan jaminan baik dalam bentuk
barang maupun uang atas sesuatu yang telah kita beli, dimana kita tidak
dapat membelinya secara tunai saat itu (panjer).
33 e. Tidak dikodifikasikan
Artinya hukum adat sebagian besar tidak tertulis (Non Statutair).
Sebagian besar hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis, semua
masyarakatnya melakukanya secara sadar dan spontan. Mereka dapat
menjadikan itu sebuah hukum walaupun tidak ada sebuah peraturan yang
tertulis, karena hukum tersebut mereka dapat secara turun-temurun, dan
sudah menjadi kebiasaan bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam upacara adat kebanyakan juga tidak tertulis, walaupun ada
juga yang dicatat dalam daerah, bahkan ada yang dibukukan dengan cara
yang sistematis, namun hanya sekedar sebagai pedoman dan sekedar
dilaksanakan. Oleh karena itu, hukum adat mudah berubah, dan dapat
disesuaikan dengan perkembangan masyarakat (Hilman hadikusuma,
1992: 38).
D. Tinjauan Tentang Sistem Bawon
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata bawon mempunyai arti
pembagian upah menuai padi yang berdasarkan banyak sedikitnya padi yang
dipotong. Collier et.al (1974: 10) menyebutkan pada sistem bawon
tradisional, bawon merupakan upah natura yang diberikan pemilik lahan
kepada buruh tani khususnya untuk kegiatan panen yang merupakan bagian
tertentu dari hasil panen. Panen padi merupakan aktifitas komunitas yang
dapat diikuti oleh semua atau kebanyakan anggota komunitas dan menerima
bagian tertentu dari hasil. Menurut hasil di beberapa tempat petani tidak dapat
membatasi jumlah orang yang ikut memanen. Sistem tersebut merupakan
34 bawon yang benar-benar terbuka dalam arti
setiap orang diijinkan ikut
memanen (Hayami dan Kikuchi, 1981: 50).
Sistem bawon adalah suatu sistem upah yang berlaku di pedesaan di
pulau jawa, dimana pemetik padi disawah orang lain akan mendapatkan
bagian hasil padi sebanyak 20 % dari padi yang berhasil dipetiknya, yang
dinamakan bawon. Pemberian bawon 20 % ini tidak mutlak, tetapi
kebanyakan di beberapa daerah atau beberapa desa dipulau jawa biasanya
memberikan bawon sebesar 20 % atau 1/5 bagian (Kasihono Arumbinang,
1993: 17-18). Terdapat beberapa tinjauan tentang sistem bawon yaitu :
1. Sistem bawon ditinjau dari segi sejarah
Diperkirakan sistem bawon itu sudah dilaksanakan di pulau jawa
sejak zaman kerajaaan Mataram bahkan mungkin juga sudah dimulai
semenjak zaman kerajaan Majapahit. Sistem pemberian upah dengan
sebagian buah yang berhasil dipetik sebetulnya tidak hanya terjadi pada
buah padi saja, tetapi terjadi juga pada buah kelapa, buah kopi, buah
cengkeh dan lain-lain. Hal ini terjadi karena memang lebih praktis untuk
mengupah buruh petik dengan sebagian buah yang berhasil dipetiknya,
daripada pemilik sawah atau pemilik kebun harus mencari uang terlebih
dahulu untuk keperluan membayar para buruh petik. Kesimpulannya
sistem upah seperti ini merupakan peninggalan budaya nenek moyang kita
yang masih relevan untuk dipakai sampai hari ini dan perlu dilestarikan.
35 2. Sistem bawon ditinjau dari segi hukum
Sistem bawon ini berdasarkan “Hukum Adat” karena sistem bawon
ini merupakan adat-istiadat yang punya akibat hukum bagi yang
melanggar. Peraturan bawon ini sampai sekarang belum pernah ditulis
oleh nenek moyang kita, bahwa untuk melaksanakan panen padi yang
sudah menguning disawah para pemilik sawah luas harus memanggil
tetangga-tetangganya untuk bergotong-royong memetik padi disawahnya
dengan upah padi yang dinaamakan bawon. Jadi walaupun sistem bawon
ini sampai sekarang belum pernah tertulis, tetapi masyarakat pedesaan
tetap melaksanakannya sampai sekarang terutama di Pulau Jawa karena
merupakan adat-istiadat.
3. Sistem bawon ditinjau dari segi sosial
Pemberian upah berupa bawon itu adalah merupakan suatu cara
yang dipakai oleh nenek moyang kita dalam rangka pemerataan
pendapatan untuk memberikan kesejahteraan hidup atau kesejahteraan
sosial pada masyarakat miskin di pedesaan ynag sesuai dengan
kemampuannya atau kepandaiannya. Walaupun petani yang ikut menderep
atau menuai padi itu tidak punya sawah, tetapi di waktu musim panen tiba
petani tadi akan memiliki padi seperti padi yang dimiliki oleh si pemilik
sawah.
Jadi walaupun jumlah kepemilikan padi antara si penderep dengan
pemilik sawah luas tidak sama, tetapi kalau si penderep atau si petani
miskin itu pada musim panen bisa mendapatkan bawon setiap hari dari
36 pemilik sawah yang luas yang lain, maka si petani miskin tadi akan cukup
banyak memiliki padi di rumahnya yang cukup untuk dimakan beberapa
minggu, bahkan mungkin cukup untuk dimakan beberapa bulan dengan
rasa yang sama dengan padi yang dimakan oleh si pemilik sawah atau si
petani kaya. Selain itu gotong-royong untuk memetik padi di sawah luas
milik petani kaya merupakan suatu pekerjaan yang ditunggu-tunggu petani
miskin di desa, yang merupakan pekerjaan padat karya, sebab di musim
panen tiba hampir semua petani miskin akan turun ke sawah untuk bekerja
sebagai pemetik padi atau penderep.
4. Sistem bawon ditinjau dari segi ekonomi
Ditinjau dari segi ekonomi, jelas-jelas bawon ini sangat
mendukung ekonomi petani miskin. Sebab tanpa memiliki sawah satu
meter persegi pun petani miskin setiap panen tiba akan memiliki padi yang
berupa bawon tadi, dan bawon ini selan untuk dimakan juga bisa dijual
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain, yaitu sandang dan papan.
Jadi dengan adanya bawon yang berupa padi, yang memang merupakan
makanan pokok orang Jawa maka salah satu kebutuhan pokok manusia
yang berupa pangan sudah terpenuhi.
Download