BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sebuah negara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sebuah negara yang demokratis, setiap warga negara memiliki hak
yang sama untuk menentukan keputusan dalam hal urusan publik. Urusan publik
adalah segala hal yang menyangkut kepentingan bersama dan dipergunakan
sebagai milik bersama.1 Salah satu contoh dari urusan publik adalah pemilihan
umum. Pemilihan umum menjadi salah satu penunjuk penting dalam
penyelenggaraan negara yang demokratis.
Pemilihan umum merupakan salah satu sarana partisipasi politik
masyarakat. Pemilihan umum di anggap penting karena setiap warga negara dapat
menyalurkan aspirasi dan keinginannya melalui jalur politik. Pemilu menjadi
sarana terciptanya kesempatan bagi warga negara dalam menyampaikan aspirasi
dan dukungan politiknya. Pemilihan umum memberikan dua pilihan bagi tiap
warga negaranya, yaitu mencalonkan diri dan memberikan pilihan kepada calon
yang didukung.
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia sendiri pada awalnya ditujukan
untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,
pemilihan presiden dan wakil presiden yang saat ini disingkat menjadi pilpres,
semula dilakukan oleh MPR, kemudian disepakati untuk dilakukan secara
1
Adytia Perdana, dkk, Panduan Calon Legislatif Perempuan untuk Pemilu, Pusat Kajian Politik,
Jakarta, 2012, hlm. 49
langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian
pemilu. Pemilihan Presidenyang merupakan bagian dari pemilu diadakan pertama
kali pada Pemilu 2004.2 Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga
dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah "pemilu"
lebih sering merujuk dan digunakan pada saat pemilihan anggota legislatif dan
presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara
langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat.
Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala
daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:
Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi, Bupati dan wakil bupati untuk
kabupaten dan Wali kota dan wakil wali kota untuk kota. Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Pada awalnya kepala daerah dan wakil
kepala daerah dipilh oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada.3
Keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum yang merupakan
serangkaian kegiatan membuat keputusan, yaitu memilih atau tidak memilih
dalam pemilu.Miriam Budiardjo menyatakan partisipasi politik adalah kegiatan
seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
2
Saiful Munjani, Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan
Prsesiden Indonesia Pasca-Orde Baru, Mizan, Jakarta, 2012, hlm. 3
3
Lihat UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 56-119
politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung
atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).4Dengan
demikian partisipasi politik erat kaitannya dengan kesadaran politik, karena
semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak
bersuara dalam penyelenggaraan pemerintah.5Partisipasi merupakan salah satu
aspek penting demokrasi. Setiap keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan
oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat
maka mereka berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik.6Keterlibatan
masyarakat dalam partisipasi politik juga dapat menunjukkan perilaku politik
seseorang dalam proses politik. Hal ini berkaitan dengan perilaku memilih
masyarakat
dalam menentukan pilihannya
pada saat
pemilihan umum
berlangsung. Sehingga keputusan keputusan memilih dan tidak memilih
ini
menjadi salah satu bentuk dari perilaku politik pada perilaku memilih seseorang.
Dalam kajian perilaku pemilih terdapat dua konsep utama, yaitu; perilaku
memilih
(voting
behavior)
dan
perilaku
tidak
memilih
(non
voting
behavior).Perilaku memilih merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang paling
kecil dari masyarakat karena hal itu hanya menuntut suatu keterlibatan minimal
yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana.
Menurut Saiful Munjani, Perilakumemilih memiliki tiga pendekatan utama
yaitu, pendekatan sosiologis, psikologis dan pilihan rasional (rational choice).7
4
Miriam Budiarjo,Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, Hal 367
Ibid.,
6
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, PT Grasindo, Jakarta, 1992, hal.140
7
Saiful Munjani,Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan
Prsesiden Indonesia Pasca-Orde Baru, Mizan, Jakarta, 2012, hal. 4
5
Pendekatan sosiologis lebih menekankan pentingnya beberapa hal yang
berkaitan dengan instrumen kemasyarakatan seseorang seperti, status sosial
ekonomi (pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan dan klas), agama, etnik/suku
bangsa dan wilayah tempat tinggal (pedesaan dan perkotaan). Kemudian pada
pendekatan psikologis lebih menekankan kepada pentingnya sosialisasi politik
terhadap lingkungan seperti indentifikasi kepartaian dimana identifikasi
kepartaian merupakan wujud dari sosialisasi politik yang bisa dibina oleh orang
tua, masyarakat dan organisasi sosial masyarakat lainnya. Sosialisasi politik
lainnya yaitu orientasi kandidat. Pendekatan selanjutnya yaitu pendekatan pilihan
rasional yang dipopulerkan oleh Antony Down8 yang mengasumsikan bahwa
seseorang berprilaku rasional ketika memilih dimana perilaku memilih
dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi yang menekankan pada biaya dan
keuntungan, baik itu keuntungan jangka panjang maupun keuntungan jangka
pendek.
David Moon mengatakan ada dua pendekatan teoritik utama dalam
menjelaskan perilaku non-voting yaitu: pertama, menekankan pada karakteristik
sosial, psikologi pemilih dan karakteristik institusional sistem pemilu; dan kedua,
menekankan pada harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugian atas
keputusan mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih.9Pendekatan sosialpsikologi-institusional biasanya menemui kesulitan dalam membangun penjelasan
mengenai kehadiran atau ketidakhadiran sehingga menimbulkan munculnya
berbagai cara pandang atau pertanyaan seperti faktor apakah yang “paling
8
Ibid., hlm.5
Efriza, Political Explore, Alfabeta, Bandung, 2012, hlm. 535
9
penting” pengaruhnya untuk menjelaskan kehadiran atau ketidakhadiran pemilih.
Dalam sudut pandang ini telah terbukti bahwa faktor-faktor tertentu seperti
pendidikan, sikap terhadap politik, hubungannya dengan parpol, tatanan-tatanan
institusi mempunyai hubungan sangat kuat dengan ketidakhadiran pemilih.10
Munculnya perilaku tidak memilih masyarakat ini menjadi suatu acuan dalam
sikap apatisme masyarakat terhadap politik.
Perilaku tidak memilih berbeda dengan golput. Golput menurut Arief
Budiman11merupakan sikap yang secara sadar sebagai sebuah gerakan moral yang
sengaja dilakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintahan dan
terhadap partai-partai politik. Sikap tidak senang terhadap campur tangan
pemerintah dalam urusan internal partai politik dalam menentang kebijakankebijakan pemerintah dalam pengerahan massa yang hanya dikhususkan untuk
mendukung partai pemerintah dan bahkan masyarakat dikerahkan hanya untuk
bekerja dan tidak punya peran sama sekali dalam politik. Maka, kelompok golput
bersatu menganjurkan pencoblosan diluar prosedur.
Perilaku tidak memilih merupakan bentuk dari perilaku politik dalam
pemilu.Perilaku tidak memilih adalah mereka yang sudah terdaftar dalam
pelaksanaan pemilu, namun tidak menggunakan hak pilih pada saat hari H Pemilu
karena faktor tidak adanya motivasi.12 Untuk memahami situasi motivasional
sebagai faktor yang melatarbelakangi perilaku tidak memilih, itu berarti
membutuhkan penjelasan yang bersifat sosiologis seperti karakteristik sosial
10
Ibid., hlm. 535
Acu Nurhidayat, 2009, Fenomena Golput di Indonesia Pasca Orde Baru (Studi Kasus Pada
Pemilu 2004, Skripsi,Jakarta, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah
12
Efriza, Political explore, Bandung, Alfabeta, 2012, hlm. 534
11
ekonomi, dan semacamnya. Oleh karena itu, untuk memahami perilaku tidak
memilih secara lebih mendalam dibutuhkan penjelasan mengenai faktor psikologi,
kepercayaan politik, sistem politik, dan SSE masyarakat yang mempengaruhi
perilaku tidak memilih.13
Pemilu kepala daerah langsung Walikota dan Wakil Walikota Padang
yang diselenggarakan tanggal 30 Oktober 2013 merupakan sarana untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat di tingkat lokal. Pemilihan walikota ini di
lakukan sebanyak dua kali atau sampai dengan putaran kedua. Idealnya pilkada
putaran kedua semakin mendorong masyarakat pemilih untuk menggunakan
hak suaranya saat pemilihan kepala daerah berlangsung. Namun kenyataannya
tingkat kehadiran masyarakat (voter turn out) dalam pemilihan walikota dan
wakil walikota ternyata malah menurun. Keputusan untuk tidak memilih sudah
semakin rumit. Pada putaran kedua angka persentase masyarakat tidak memilih
justru lebih tinggi dari putaran pertama. Dari hasil data yang didapat, hasil
pemilihan walikota dan wakil walikota putaran pertama dan putaran keduapada
tanggal 5 Maret 2014 persentase
hasil masyarakat yang tidak menggunakan
haknya pilihnya, yakni sebagai berikut:
Tabel 1.1
Hasil Persentase Memilih dan Tidak Memilih Pada Putaran Pertama dan
Putaran Kedua Pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Padang
Pilkada putaran pertama
Persentasememilih
13
Ibid., hlm. 534
Persentase
memilih
Pilkada putaran kedua
tidak Persentase memilih
Persentase tidak
memilih
58%
42 %
53,6 %
46,4%
Sumber: www.pekanbaru.tribunnew.com
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa tingkat persentase tidak memilih
masyarakat pada putaran kedua 46,4 % meningkat dari sebelumnya.14 Padahal
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Padang menyatakan bahwa masyarakat
yang tidak terdaftar namanya di daftar pemilih tetap (DPT) pemilihan kepala
daerah (pilkada) walikota dan wakil walikota putaran kedua masih dapat
menggunakan hak pilihnya. Hal ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi
nomor 85/PPU-/2012, pemilih yang tidak tercantumkan namanya di DPT dapat
memberikan suara dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu
keluarga (KK) yang masih berlaku.15
Meningkatnya ketidakhadiran masyarakat kota padang pada pilkada
putaran kedua bertolak belakang dengan hasil penelitian Lipset, berdasarkan data
pemilu di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat seperti Jerman,
Swedia, Norwegia, dan Finlandia, dimana masyarakat “kota” mempunyai
partisipasi politik yang lebih tinggi dibandingkat dengan masyarakat “desa”.16Di
Kota Padang ditinjau dari persentase penduduk berumur 15 tahun keatas bekerja
menurut lapangan usaha, masyarakat Kota Padang sudah memiliki pekerjaan yang
14
Harismanto, 2014, 11 Maret,Jumlah Golput di Pilwako Padang Naik Jadi 47 Persen Dapat
dilihat
dihttp://pekanbaru.tribunnews.com/2014/03/11/jumlah-golput-di-pilwako-padang-naikjadi-47-persen. Diakses pada tanggal 30 april 2015
15
Harismanto, 2014, 5 Maret. Pilwako Padang Putaran II. Dapat dilihat pada
http://pekanbaru.tribunnews.com/2014/03/05/hari-ini-560286-warga-ikuti-putaran-ii-pilwakopadang. Diakses pada tanggal 26 April 2015
16
Lihat Tanti Endang Lestari, 2006, Penyebab non-voter dalam Pemilihan Kepala Daerah
(pilkada) di Kecamatan Padang Utara Kota Padang, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Padang,
FISIP UNAND
memadai dan tergolong cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut
dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 1.2
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Bekerja menurut
Lapangan Usaha
No.
Lapangan Usaha
Jumlah
1.
Pertanian, Kehutanan,
Perburuan dan Perikanan
5,49
2.
Pertambangan dan Penggalian
0,98
3.
Industri
4,45
4.
Listrik, Gas dan air Bersih
0,88
5.
Kontruksi
5,83
6.
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
31,90
7.
Komunikasi dan Transportasi
10,10
8.
Keuangan
2,46
9.
Jasa-jasa
29,50
10.
Dll.
8,42
Total
100
Sumber: BPS Kota Padang Tahun 2009
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa masyarakat Kota Padang sudah
memiliki pekerjaan tetap. Dari tabel tersebut terlihat masyarakat Kota Padang
mayoritas adalah pedagang, Hotel dan Restoran dengan persentase 31,90 %.
Dalam perkembangannya, keputusan untuk
tidak memilih ternyata
semakin hari semakin menarik untuk diteliti penyebabnya. Seorang pemilih
bersikap tidak memilih dengan cara tidak menghadiri bilik suara atau TPS
pada waktu yang telah ditentukan (jadwal pencoblosan). Pemilih (voter) tadi
sudah terdaftar sebagai pemilih, akan tetapi pemilih dengan sengaja tidak hadir ke
lokasi pemungutan suara ketika hari pelaksanaan pemilihan. Tentu saja kertas
suara yang tidak digunakan tadi dianggap tidak sah. Sehingga sikap untuk tidak
memilih (no vote) semakin menarik untuk dijelaskan. Mereka (calon pemilih)
akan menolak untuk dicatatkan atau didaftarkan namanya sebagai calon pemilih.
Adapun jumlah data pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat
pemilihan berlangsung yaitu sebagai berikut;
Tabel 1.3
Hasil Persentase Memilih dan Tidak Memilih Di Kota Padang Pada
Pilkada Walikota Dan Wakil Walikota Putaran Kedua Tahun 2014
No.
Kecamatan
Jumlah
DPT
Total
Pemilih
Persentase
(%)
Suara
tidak
sah
Tidak
memilih
Persentase
(%)
1.
Padang Utara
37.274
18.746
50,29
266
18.528
49,71
2.
Padang Barat
32.307
16.112
49,87
215
16.195
50,13
3.
Padang Selatan
41.222
22.191
53,83
407
19.031
46,17
4.
Padang Timur
54.906
27.220
49,58
384
27,686
50,42
5.
Kuranji
87.262
45.916
52,62
506
41.346
47,38
6.
Pauh
37.470
20.333
54,26
223
17.137
45,74
7.
Lubuk Begalung
71.844
39.084
54,40
568
32.760
45,60
8.
Lubuk Kilangan
32.028
17.566
54,85
260
14.462
45,15
9.
Koto Tangah
113.047
60.485
53,50
917
52562
46,50
10.
Bungus
Kabung
8.996
56,48
137
6.933
47,52
11
Nanggalo
36.966
19.381
52,39
314
17.615
47,61
Total
560.285
296.030
52,84 %
4.197
264.255
47,16%
Teluk 15.929
Sumber: Data sekunder KPU Kota Padang tahun 2014
Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang
tidak memilih pada Pilwako Padang berjumlah 264.255 atau 47,16%. Hal ini
menunjukkan bahwa hampir setengah pemilih yang tidak memilih pada Pilwako
Padang putaran kedua dan tergolong tinggi. Kemudian dari 11 kecamatan yang
ada di Kota Padang, jumlah masyarakat yang tidak memilih paling banyak
terdapat di Kecamatan Padang Timur sebesar 27.686 orang atau 50,42 %. Hal
tersebut menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang tidak memilih pada
Pilwako Padang putaran kedua tergolong tinggi, dan jumlah tertinggi terdapat di
Kecamatan Padang Timur.
Berdasarkan data yang didapat pada tahun 2014 Kecamatan Padang Timur
merupakan salah satu dari 11 kecamatan yang ada di Kota Padang, Provinsi
Sumatera Barat. Kecamatan ini memiliki terdiri dari 11 kelurahan dengan kondisi
daerah berupa dataran rendah dimana tingkat mobilitas penduduknya cukup
tinggi. Bila ditinjau karakteristik sosial masyarakat dari tingkat pendidikan,
maka terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin
rendah kecenderungan seseorang untuk berperilaku tidak memilih. Faktanya
pada masyarakat Kecamatan Padang Timur yang penduduknya termasuk dalam
golongan menengah yang sebahagian besar tamatan SLTP dan SLTA dengan
mata pencarian sebagian besar adalah pedagang dan buruh masih banyak yang
tidak menggunakan suara atau tidak memilih pada saat pemilihan berlangsung.17
Tabel 1.4
Pendidikan Masyarakat Kec. Padang Timur
17
No.
Tingkat Pendidikan
2009
2013
1.
Tidak punya ijazah
2.824
1.895
2.
SD/MI
2.915
2.104
3.
SLTP/MTS
1.442
1.564
4.
SMA/SMK/MA
1.927
3.324
Padang Dalam Angka Tahun 2009 dan 2013, BPS Kota Padang 2013
5.
Akademi/Univ
425
585
Sumber: BPS Kota Padang tahun 2013
Tabel 1.5
Jumlah Perusahaan Perdagangan Kec. Padang Timur Menurut Klasifikasi
Tahun 2008-2009
Tahun
Jumlah
2008
4.780
2009
4.920
Sumber: BPS Kota Padang tahun 2009
Dari data diatas, terlihat bahwa meningkatnya mutu pendidikan dan
meningkatnya lapangan usaha perdagangan masyarakat Kec. Padang Timur
ternyata belum mampu menyadarkan mereka untuk memberikan hak suara dalam
pilkada langsung walikota dan wakil walikota Kota Padang putaran kedua.
Padahal menurut Wolfinger dan Rossestone18 menjelaskan bahwa meningkatnya
tingkat pendidikan masyarakat seharusnya mampu membuat masyarakat hadir
dalam pemilihan berlangsung, seperti halnya disekolah dan perkuliahan,kita
belajar mengenai system politik dan bagaimana suatu isu mempengaruhi hidup
kita dan diterangkan untuk menekan teman sebayanya untuk berpartisipasi dalam
proses politik dan segala pengaruh ini mempengaruhi kita untuk memberikan
suara. Pemilih yang kurang berpendidikan dengan perbedaan terpengaruh untuk
menghindari politik karena kekurangan mereka terhadap kepentingan dalam suatu
proses politik, ketidakpedulian atas hubungannya terhadap kehidupan mereka, dan
kekurangan kemampuan mereka perlu dihadapkan pada aspek-aspek birokratik
dari memilih dan mendaftar.
18
Efriza, Political explore, Alfabeta, Bandung, 2012, hlm. 543
Selain karakteristik sosial masyarakat Kec. Padang Timur, ketidakhadiran
pemilih pada saat pemilihan juga terlihat dari faktor psikologis pemilih. Hal ini
juga dapat dilihat dari pernyataan beberapa warga Kecamatan Padang Timur yang
tidak ikut memilih pada pemilukada walikota dan wakil walikota Padang putaran
kedua tahun 2014 yang bernama Novia Arita (37 tahun) yang bekerja sebagai
pedagang di kantin Bank BRI menyatakan bahwa :
uni lai libur karajo waktu tu diak, tapi uni maleh se mancoblos patang ko.
Mamiliah bana uni pemerintahan ko ka mode iko jo nyo..Uni ndak lo pacayo jo calon ko
lai diak. Pas kampanye nyo ngecek ka mandangaan kecek rakyat, lah duduaknyo awak
nyo lupoan nyo.. ancak lah ndak mamilih samo sakali uni lai..19
(kakak, pada hari pencoblosan libur, tapi kakak malas untuk datang mencoblos
kemaren ini. Memilih pun kakak, pemerintah akan seperti ini juga. Kakak sudah tidak
percaya dengan calon kandidat ini dik. Ketika kampanye mereka mengatakan akan
mendengarkan aspirasi rakyat, tetapi ketika sudah terpilih mereka melupakan rakyat.
Lebih bagus kakak tidak memilih sama sekali)
Berdasarkan wawancara diatas terlihat adanya perasaan sinisme yang
merupakan bagian dari pendekatan faktor psikologis dimana terdapatperasaan
kecurigaan terhadap orang lain, hal ini dapat disebabkan oleh karena masyarakat
itu bersifat ego-sentris (memusatkan segala sesuatu pada dirinya sendiri wujud
dari perasaan itu seperti, tidak adanya rasa percaya terhadap para politisdari salah
satu masyarakat Kec. Padang Timur yang tidak hadir pada saat pemilihan
berlangsung.
Hal ini, sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Yosi Silva (46
tahun)bekerja sebagai ibu rumah tangga yang menyatakan bahwa
Pemilihan walikota patang ibuk ndak miliah diak, ibuk ko, ibu rumah tangga nyo,
suaro ibuk ndak ado gai pengaruhnyo dek calon tu diak.kalau apak lai miliah mah
dik.lagian manga harus mamiliah lo ibuk diak, lah jaleh pejabat ka KKN juo beko nyo.
19
Wawancara Novia Arita (38) salah satu warga kecamatan Padang Timur yang tidak memilih
pada Pemilukada Kota Padang Putaran Kedua Tahun 2014, 19 September 2015, pukul 17.19 WIB,
di Rumah Kediamannya. Jl. Air camar I No 07 RT 05 RW 08 Kel. Parak Gadang Timur Kec.
Padang Timur
Ibuk yo ndak peduli bana jo politik ko diak, ma adoan pemilu ko se abih pitih ratusan
juta tapi pejabat yang alah dipiliah KKN juo..20
(Pemilihan walikota kemaren ibuk tidak memilih dik, ibuk hanya ibu rumah
tangga, suara ibuk tidak ada pengaruh terhadap calon tersebut, kalau bapak iya memilih
dik. Lagian kenapa ibuk harus datang memilih sudah tau pejabat akan KKN juga
nanntinya. Ibuk tidak terlalu peduli dengan politik ini dik. Mengadakan pemilu ini saja
sudah menghabiskan uang ratusan juta tapi pejabat yang duduk tetap saja KKN)
Berdasarkan pernyataan diatas, terlihat adanya sifat tidak acuh terhadap
politik oleh masyarakat karena kecewa dengan banyaknya berita korupsi di media
massa.Sifat tidak acuh ini muncul karena masyarakat tidak peduli lagi dengan
dunia politik.Hal tersebut menujukkan bahwa sebagian masyarakat Kec. Padang
Timur memperlihatkan gejala faktor psikologis dalam ketidakhadiran mereka
pada saat pemilihan.
Selanjutnya dalam menjelaskan perilaku tidak memilih mayarakat di Kec.
Padang Timur pada Pilwako Padang putaran kedua tahun 2014 terlihat adanya
faktor kepercayaan politik masyarakat Kec. Padang Timur. Dimana dalam
menjelaskan faktor kepercayaan politik masyarakat ini terlihat dari ketidakaktifan
masyarakat dalam dunia politik. Hal ini terlihat dari pernyataan sepasang suami
istri warga Kecamatan Padang Timur yang tidak ikut memilih pada Pilwako
Padang putaran kedua tahun 2014 yang bernama Andri Fardius (53 tahun) yang
bekerja sebagai guru privat B.Inggris yang menyatakan bahwa :
Apak ndak pernah mamilih salamo ko diak. Apolai pas pilwako patang,
apak indak juo mamilih. Apak ndak mamilih dek apak lah puas jo pemerintahan
kini ko diak, apak tau ndak ado yang bisa diubah dek pemerintah ko lai, makonyo
apak puas se samo keadaan kini makonyo apak ndak nio manggunoan suaro pak
pas pemilu ko diak..21
20
Wawancara Yosi Silva (46 Tahun), salah satu warga kecamatan Padang Timur yang tidak
memilih pada Pemilukada Kota Padang Putaran Kedua Tahun 2014, 19 september 2015, pukul
18.07 WIB, di Rumah Kediamannya, Komplek Filano Jaya 2 Blok DD no 08, RT 04 RW 05
Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah Kecamatan Padang Timur
21
Wawancara Andri Fardius (53 Tahun), salah satu warga kecamatan Padang Timur yang tidak
memilih pada Pemilukada Kota Padang Putaran Kedua Tahun 2014, 8 Oktober 2015, pukul 15.47
(Bapak tidak pernah memilih selama ini dik. Apalagi pemilihan walikota
kemarin, bapak tidak juga ikut memilih. Bapak tidak pernah memilih karna bapak
sudah puas dengan keadaan sekarang ini, makanya bapak tidak mau menggunakan
suara bapak saat pemilu dik)
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh istri bapak Andri Firdaus
yang bernama Yanti (41 tahun) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga
menyatakan bahwa :
Ibuk ndak juo pernah mamilih diak. Ba a ibuk ka mamilih diak, ibuk ndak
pacayo samo calon nyo diak. Lah ibuk amati salamo ko mah diak, yang calon ko
mainnyo sogok manyogok ko diak. Liek lah pas pilwako patang, yang mamilih kan
yang dapek sogokan se mah diak, tau ibuk mah. Jadi ibuk ndak pacayo jo pemilu
ko diak, samo jo calon yang maju ko, ndak ado yang bisa manarik hati ibuk untuk
tibo ka TPS tu diak...22
(Ibuk juga tidak memilih dik. Gimana mau ibuk pilih, ibuk tidak percaya
dengan dengan calon ini dik. Sudah ibuk amati selama ini, yang calon main
sogok. Lihat saja pilwako yang lalu, yang memilih kan yang mendapatkan
sogokan saja. Jadi ibuk tidak percaya dengan calon karena tidak ada yang bisa
menarik hati ibuk untuk datang ke TPS)
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa adanya faktor
kepercayaan politik masyarakat Kec. Padang Timur dalam hal ini tidak ikut
memberikan suara pada saat pemilihan. Dalam hal ini, beberapa masyarakat
merasa bahwa ketidakhadiran pada Pilwako Padang putaran kedua dilihat dari
ketidaktifan masyarakat yang diinterpretasikan sebagai kepercayaan yang tinggi
diamana cukup puas dengan keadaan dan kepercayaan yang rendah karena rasa
kecewa masyarakat yang saat ini dalam pemilu masih ada penyuapan.
Kemudian, adanya perilaku tidak memilih masyarakat Kec. Padang Timur
pada Pilwako Padang putaran kedua tahun 2014 juga terlihat dari faktor sistem
WIB, di Rumah Kediamannya, Komplek Azizi, jln. Merak no.5 RT 03 RW 01 Kelurahan Andalas
Kecamatan Padang Timur
22
Wawancara Yanti (41 Tahun), salah satu warga kecamatan Padang Timur yang tidak memilih
pada Pemilukada Kota Padang Putaran Kedua Tahun 2014, 8 Oktober 2015, pukul 15.47 WIB, di
Rumah Kediamannya, Komplek Azizi, jln. Merak no.5 RT 03 RW 01 Kelurahan Andalas
Kecamatan Padang Timur
politik. Dimana adanya hubungan antara sistem pemilu atau sistem perwakilan
yang
diterpakan
sangat
berpengaruh
pada
persentase
kehadiran
dan
ketidakhadiran seseorang dalam pemilu. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh
Bakrie (63 tahun) tidak bekerja yang menyatakan bahwa :
apak indak suko jo sistem pemilu kini diak, apak lebih suko samo pemilu
yang lamo. Bialah awak mamilih partai se, bia urang partai tu yang mamilih
calon nyo surang. Pasti nyo tau yang ma yang terbaik yang pantas jadi
pemimpin. Cukuik lah awak mamilih partai se. Masalah yang jadi pemimpin
bialah inyo samo inyo yang marundiangan, jadi masyarakat ndak ikuik campua
lai do..23
(Bapak tidak suka dengan sistem pemilu sekarang ini, bapak lebih suka
dengan sistem pemilu yang lama. Dimana kita hanya memilih partai saja. Untuk
calonnya biarlah orang partai yang menentukan. Pasti orang partai tau yang mana
yang terbaik yang pantas dijadikan pemimpin. Cukup kita memilih partai saja,
masalah siapa yang jadi pemimpin, biarlah mereka yang merundingkan sehingga
masyarakat tidak ikut campur lagi)
Adanya faktor sistem politik ini juga disampaikan oleh Suci Maulidia (22
tahun) Mahasiswi mengatakan bahwa :
Pemilihan umum kini ko menurut akak ndak ado yang ancaknyo ratih,
indonesia ko harus tau jo sifat masyarkatnyo, kalau maikuik sistem pemilu dilua
kayak sistem distrik samo sistem proposional ko ndak bisa di masuak an ka
negara awak ko do.. Jadi dek ndak suko jo sistem pemilu ko maleh se akak pai
mamilih pas pemilihan tu jadinyo..24
(Pemilihan umum sekarang ini menurut kakak tidak ada yang bagusnya
ratih. Indonesia seharusnya tau dengan sifat masyarakatnya, kalu mengikut sistem
pemilu di luar tidak cocok dengan negara kita ini, seperti ajang uji coba saja.
Karena kakak tidak menyukai sistem pemilu indonesia ini makanya kakak malas
pergi memilih pada saat pemelihan itu jadinya)
Berdasarkan realita di atas, memperlihatkan bagaimana sebagian
masyarakat Kec. Padang Timur memperlihatkan adanya perilaku tidak memilih
23
Wawancara Bakri (63 Tahun), salah satu warga kecamatan Padang Timur yang tidak memilih
pada Pemilukada Kota Padang Putaran Kedua Tahun 2014, 8 Oktober 2015, pukul 17.14 WIB, di
Rumah Kediamannya, Jl. Air Camar I No. 143 A RT 03 RW 08 Kelurahan Ganting Parak Gadang
Kecamatan Padang Timur
24
Wawancara Suci Maulidia (21 Tahun), salah satu warga kecamatan Padang Timur yang tidak
memilih pada Pemilukada Kota Padang Putaran Kedua Tahun 2014, 8 Oktober 2015, pukul 15.47
WIB, di Universitas Andalas, Limau Manis, Kec. Pauh
dilihat dari faktor psikologis, faktor sistem politik, faktor kepercayaan politik dan
faktor latar belakang sosial-ekonomi. Dalam meneliti perilaku tidak memilih
masyarakat Kecamatan Padang timur, tidak terlepas dari peran masyarakat yang
hadir dalam pemilihan berlangsung. Oleh karena itu fenomena di Kec. Padang
Timur ini menarik diteliti, dimana jumlah DPT di Kec. Padang Timur tidaklah
terbesar di Kota Padang, tetapi angka ketidakhadiran pemilih pada pilkada putaran
kedua termasuk yang paling tinggi. Selain itu komposisi masyarakat Kec. Padang
Timur rata-rata tergolong dalam kelas menengah dan berpendidikan tinggi. Oleh
karena itu kehadiran dan ketidakhadiran masyarakat Kecamatan Padang Timur ini
semakin menarik untuk diteliti,Sehingga peneliti mempunyai hipotesis bahwa
adanya hubungan perbedaan antara faktor-faktor masyarakat yang memilih
dengan masyarakat yang tidak ikut memilih terhadap perilaku masyarakat
Kecamatan Padang Timur pada pemilihan Walikota dan wakil walikota Kota
Padang putaran kedua tahun 2014.
B. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti melihat adanya perbedaan latar
belakang sosial-ekonomi, psikologis, sistem politik, dan kepercayaan politik
masyarakat yang ikut memilih dengan masyarakat yang tidak ikut memilih
terhadap perilaku masyarakat Kecamatan Padang Timur pada Pilkada Kota
Padang putaran kedua tahun 2014. Agar penelitian ini menjadi terarah dan ruang
lingkupnya tidak terlalu luas, maka berdasarkan uraian latar belakang penelitian di
atas, permasalahan yang diteliti secara rinci yaitu:
1.
Apakah ada perbedaaan faktor psikologis masyarakat yang ikut
memilih dengan masyarakat
yang tidak ikut memilih
terhadapperilaku masyarakat Kec. Padang Timur pada pilkada
Kota Padang putaran kedua tahun 2014?
2.
Apakah ada perbedaan faktor sistem politik masyarakat yang
ikut memilih dengan masyarakat yang tidak ikut memilih
terhadapperilaku masyarakat Kec. Padang Timur pada pilkada
Kota Padang putaran kedua tahun 2014?
3.
Apakah ada perbedaan faktor kepercayaan politik masyarakat
yang ikut memilih dengan masyarakat yang tidak ikut memilih
terhadapperilaku masyarakat Kec. Padang Timur pada pilkada
Kota Padang putaran kedua tahun 2014?
4.
Apakah adaperbedaan faktor latar belakang sosial ekonomi
masyarakat yang ikut memilih dengan masyarakat yang tidak
ikut memilih terhadap perilaku masyarakat Kec. Padang Timur
pada pilkada Kota Padang putaran kedua tahun 2014?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan perbedaan faktor psikologis masyarakat yang ikut
memilih dengan masyarakat yang tidak ikut memilih terhadap perilaku
masyarakat Kec. Padang Timur pada pilkada Kota Padang putaran kedua
tahun 2014.
2. Untuk menjelaskan perbedaan faktor sistem politik masyarakat yang ikut
memilih dengan masyarakat yang tidak ikut memilih terhadap perilaku
masyarakat Kec. Padang Timur pada pilkada Kota Padang putaran kedua
tahun 2014.
3. Untuk menjelaskan perbedaan faktor kepercayaan politik masyarakat yang
ikut memilih dengan masyarakat yang tidak ikut memilih terhadap
perilaku masyarakat Kec. Padang Timur pada pilkada Kota Padang
putaran kedua tahun 2014.
4. Untuk menjelaskan perbedaan faktor latar belakang sosial ekonomi
masyarakat yang ikut memilih dengan masyarakat yang tidak ikut memilih
terhadap perilaku tidak memilih masyarakat Kec. Padang Timur pada
pilkada Kota Padang putaran kedua tahun 2014.
D. Signifikasi Penelitian
Signifikasi penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu :
a. Secara akademis, dapat dijadikan referensi bagi penulis lain yang juga
mempunyai minat dan keterkaitan terhadap perilaku tidak memilih, serta
faktor yang mempengaruhi tidak memilih dalam pemilu.
b. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan gambaran, pemahaman
dan acuan bagi pembaca guna memperluas wawasan mengenai perilaku
tidak memilih dalam pemilu.
Download