PENERAPAN MODEL THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X MA NEGERI 1 (MODEL) LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2014/2015 JURNAL Oleh Nama Nim Prodi Dosen Pembimbing : Ema Suryani : 4010072 : Pendidikan Matematika : 1. Yulianti, M.Pd. 2. Hj. Annisah, M.Pd. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU i 2015 PENERAPAN MODEL THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X MA NEGERI 1 (MODEL) LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Oleh Ema Suryani1, Yulianti, M.Pd. 2, Hj. Annisah, M.Pd.3 ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Think-Pair-Share (TPS) pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2014/2015”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2014/2015 setelah penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share. Subjek penelitian ini adalah siswa MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau kelas X.3. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan desain Pre-test dan Post-test Group. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dalam bentuk essay. Untuk menguji hipotesis diterima atau ditolak digunakan analisis statistik uji-t nilai post-test pada taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh thitung(3,56) > ttabel(1,697), sehingga Ha di terima dan Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau setelah penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share secara signifikan sudah tuntas. Rata-rata hasil belajar siswa sebesar 81,74 dan persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 81,57%. Kata kunci: Think-Pair-Share, Matematika. ii A. Pendahuluan Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya (Trianto, 2010:1). Untuk mewujudkan pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik tersebut bukanlah hal yang mudah, sudah banyak upaya perbaikan-perbaikan peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan pemerintah. Beberapa upaya yang dilakukan itu salah satu upayanya adalah dengan merubah atau memperbaiki kurikulum dan beberapa proyek peningkatan, diantaranya proyek peningkatan mutu guru, proyek pegadaan buku paket, BOS (Bantuan Operasional sekolah), BKM (Bantuan Khusus Murid) dan proyek perpustakaan (Seputar Pendidikan, 15 Oktober 2014). Hasil observasi awal dilakukan peneliti di MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau, menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata ulangan harian mata pelajaran matematika siswa kelas X masih tergolong rendah. Kriteria Ketuntasan Minimum yang harus dicapai siswa adalah 78 Sedangkan rata-rata nilai ulangan harian siswa adalah 67,65. Dengan rincian 68 (36,17%) siswa yang telah mencapai ketuntasan minimum dan 120 (63,82%) siswa yang masih di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dari 188 siswa. Sehingga siswa yang belum tuntas harus mengikuti remedial. Keberhasilan pencapaian kompetensi suatu mata pelajaran bergantung kepada beberapa aspek. Salah satunya bagaimana cara seorang guru dalam iii melaksanakan pembelajaran (Rinoto, 24 Oktober 2014). Namun permasalahan yang ditemukan oleh peneliti saat melakukan observasi awal yaitu kecenderungan pembelajaran masih berpusat pada guru. Masih banyak siswa yang kurang terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Mereka hanya pasif dan menerima apa yang diajarkan oleh guru, sehingga proses pembelajaran menjadi kurang efektif karena komunikasi yang dilakukan hanya satu arah. Sedangkan di dalam Standar Nasional Pendidikan Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah telah dijelaskan pada lampiran Nomor 5. Bidang Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran disana dijelaskan bahwa mutu pembelajaran di sekolah/madrasah dikembangkan dengan melibatkan peserta didik secara aktif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis. Dari masalah – masalah di atas peneliti akan meneliti masalah hasil belajar yang rendah untuk dijadikan permasalahan dalam penelitian. Mengingat peranan matematika yang sangat penting, maka siswa dituntut untuk menguasai pelajaran matematika secara tuntas di setiap jenjang pendidikan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut peneliti akan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share. Menurut Trianto (2009:81), “Think Pair and Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas dimana guru dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling iv membantu”. Dengan beberapa kelebihan model pembelajaran Think-PairShare (TPS) dalam proses pembelajaran seperti setiap siswa dalam kelompoknya berusaha untuk mengetahui jawaban pertanyaan yang diberikan (semua siswa aktif), melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui diskusi kelompok dan presentasi jawaban suatu pertanyaan atau permasalahan, dan meningkatkan keterampilan berpikir secara individu maupun kelompok. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Think-Pair-Share (TPS) Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2014/2015”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau tahun pelajaran 2014/2015 setelah penerapan model pembelajaran Think-PairShare (TPS) secara signifikan tuntas?”. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2014/2015 setelah penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share . Kemudian diharapkan dengan peneilian ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah (1) Bagi Siswa, meningkatkan hasil belajar, Menumbuhkan motivasi belajar, Menumbuhkan ide-ide kreatif dan inovatif dalam v pembelajaran matematika, dan menumbuhkan sikap kerjasama. (2) Bagi Guru, sebagai bahan pertimbangan bagi guru agar pembelajaran matematika dapat lebih efektif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. (3) Bagi Sekolah, dapat dijadikan referensi dan sumbangsi pemikiran sebagai bahan acuan bagi sekolah, agar dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran sehingga siswa lebih fokus dalam belajar, serta membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada pelajaran matematika. (4) Bagi Peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman sebagai calon guru. Selain itu penelitian ini dapat menjadi pembelajaran serta pengalaman untuk melakukan penelitian bagi peneliti dimasa yang akan datang. B. LANDASAN TEORI Lie (2008:57) menyatakan bahwa “Model kooperatif Think-Pair-Share merupakan model pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain”. Menurut Trianto (2009:81), “Think Pair and Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas dimana guru dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling dan saling membantu. Guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami”. Suprijono (2009:91) menjelaskan “seperti namanya Thinking, pembelajaran ini diawali dengan mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Selanjutnya Pairing, pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasangpasangan untuk berdiskusi. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan vi hasil nya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas, yang dikenal dengan istilah sharing.” Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan model pembelajaran Think-Pair-Share adalah pembelajaran kooperatif yang melatih siswa untuk berfikir dengan cara berpasangan dan berbagi pengetahuan mengenai materi yang dipelajari. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah (1) Guru menjelaskan materi pembelajaran. (2) Guru memberikan pertanyaan berisi permasalahan yang berhubungan dengan materi pembelajaran. (3) Siswa diminta untuk berpikir tentang jawaban dari pertanyaan tersebut (Thinking). (4) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (1 kelompok 2 orang). (5) Siswa diminta berdiskusi dengan teman sebelahnya (teman 1 kelompoknya) untuk membahas hasil jawaban masing-masing (Pairing). (6) Guru meminta tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. (7) Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan memperbaiki jawaban siswa yang belum benar. (8) Guru memberi kesimpulan. TPS memiliki kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran, menurut Zaky (17 Maret 2014) kelebihan TPS adalah (1) Siswa dapat berinteraksi dalam memecahkan masalah, menemukan konsep yang dikembangkan. (2) Siswa dapat meningkatkan perolehan isi akademik dan keterampilan sosial. (3) Setiap siswa dalam kelompoknya berusaha untuk mengetahui jawaban pertanyaan yang diberikan (semua siswa aktif). (4) Melatih siswa vii untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui diskusi kelompok dan presentasi jawaban suatu pertanyaan atau permasalahan. (5) Meningkatkan keterampilan berpikir secara individu maupun kelompok. Adapun kekurangan TPS adalah (1) Dibutuhkan waktu yang lama. (2) Pada pembelajaran koopertif, siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa atau pasangannya. Hal ini dimaksudkan agar interaksi antar siswa menjadi maksimal dan efektif. Apabila jumlah siswa sangat banyak guru akan mengalami kesulitan membimbimg siswa. C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian ini adalah eksperimen Semu. Penelitian ini melibatkan satu kelompok. Kelompok eksperimen diberi pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe TPS. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Random, Pre-Test, PostTest Desain. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau tahun pelajaran 2014/2015, dengan jumlah siswa sebanyak 188 siswa dan sebagai sampel kelas X.3 dengan jumlah siswa sebanyak 41 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yaitu berupa tes tertulis. Tes pada penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar siswa (kemampuan kognitif) matematika pada siswa. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bentuk tes uraian dengan banyak soal 6 soal dengan materi logika. Tes viii dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum melakukan pembelajaran (pretest) dan sesudah melakukan pembelajaran (post-test). Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t dengan taraf kepercayaan ๐ผ = 0,05 D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau dimulai dari tanggal 3 Maret sampai dengan 3 April 2015 dengan menggunakan satu kelas sampel, yaitu kelas X.3 dengan jumlah 41 siswa yang diambil secara acak. Adapun jumlah seluruh siswa kelas X seluruhnya berjumlah 188 siswa dari lima kelas yang ada. Pada penelitian ini proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think-PairShare. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama lima kali pertemuan yaitu dengan rincian satu kali tes kemampuan awal (pre-test), tiga kali mengadakan pembelajaran atau pemberian perlakuan dan satu kali melakukan tes kemampuan akhir (post-test). Pemberian pre-test digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi pokok logika matematika. Kemampuan pre-test adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran yang diberikan. Setelah kemampuan pretest siswa diketahui, dilakukan kegiatan pembelajaran dengan model Think-Pair-Share. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan. Pada akhir penelitian dilakukan post-test untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Kemampuan akhir siswa adalah kemampuan ix siswa dalam penguasaan materi logika matematika yang merupakan hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran. Pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share. Soal pre-test yang digunakan berbentuk esay yang terdiri dari enam soal. Pre-test dilakukan pada pertemuan pertama yang diikuti oleh 40 siswa, dikarenakan ada 1 siswa yang sakit. Berdasarkan hasil perhitungan data pre-test, rekapitulasi analisis data hasil pre-test dapat dilihat pada table 1 berikut. Tabel 1 Rekapitulasi hasil pre-test Keterangan No Kategori 1 Nilai terendah 2 2 Nilai tertinggi 30 3 Rata-rata nilai 16,25 4 Simpangan baku 6,60 5 Jumlah siswa yang tuntas 0 siswa (0%) Berdasarkan tabel 1 diperoleh data bahwa seluruh siswa mendapat nilai kurang dari 78 (belum tuntas). Nilai yang tertinggi 30 dan nilai yang ๏จ๏ฉ terendah adalah 2. Rata-rata x nilai secara keseluruhan sebesar 16,25, dalam hal ini belum ada siswa yang tuntas. Jadi, secara deskriptif dapat dikatakan bahwa kemampuan awal siswa sebelum penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share termasuk kategori belum tuntas, karena nilai rata-ratanya kurang dari KKM yang telah ditetapkan yaitu sebesar 78. x Kemampuan akhir siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share, suatu hasil belajar berada pada kategori tuntas ketika nilai siswa telah mencapai KKM. Posttest dalam penelitian ini dilakukan pada pertemuan akhir yang diikuti oleh 38 siswa di kelas yang telah ditentukan sebagai sampel. Berdasarkan hasil perhitungan data post-test rekapitulasi hasil tes akhir siswa dapat dilihat dari tabel 2 berikut. No 1 2 3 4 5 Tabel 2 Rekapitulasi hasil post-test Kategori Keterangan Nilai terendah 65 Nilai tertinggi 93 Rata-rata nilai 81,74 Simpangan baku 6,47 Jumlah siswa yang tuntas 31 siswa (81,57%) Dari tabel 2 diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 78 (tuntas) sebanyak 31 siswa (81,57 %) dan siswa yang mendapat nilai kurang dari 70 (belum tuntas) sebanyak 7 siswa (19%). Nilai yang tertinggi adalah 93 dan nilai yang terendah adalah 65. Rata-rata nilai secara keseluruhan sebesar 81,74. Jadi, secara deskriptif dapat dikatakan bahwa hasil kemampuan akhir siswa setelah penerapan model Think-Pair-Share termasuk kategori tuntas. Jika dibandingkan dengan pre-test, maka terdapat peningkatan ratarata nilai sebesar 65,49 dan peningkatan persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 81,57%. Perbandingan nilai rata-rata dan ketuntasan hasil belajar dapat dilihat pada grafik berikut. xi Tes awal 81,74 100 50 16,25 81,57% 0% 0 Rata-rata Ketuntasan belajar Grafik 1. Peningkatan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar. 2. Pembahasan Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukan dalam penelitian ini yaitu “Apakah hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau tahun pelajaran 2014/2015 setelah penerapan Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) secara signifikan sudah tuntas?”. Berdasarkan analisis data pre-test dapat dilihat bahwa tidak ada siswa yang mendapatkan nilai lebih dari 78 (tuntas), analisis tersebut dapat diamati melalui rekapitulasi hasil pre-test yang berdasarkan perhitungan di (lampiran C) dan dapat dilihat pada tabel 4.1. Dapat disimpulkan hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau sebelum penerapan model Think-Pair-Share signifikan belum tuntas karena nilai rata-rata siswa kurang dari 78. Pemberian pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan pembelajaran dengan menggunakan model Think-Pair-Share Setelah diberikan pre-test maka dilanjutkan dengan menerapkan model Think-Pair-Share yang dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Sebelum proses pembelajaran Think-Pair-Share, terlebih xii dahulu peneliti mengiformasikan kepada siswa cara belajar yang akan ditempuh dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS). Sebelum proses pembelajaran dimulai, peneliti menjelaskan secara singkat bentuk dari proses pembelajaran dengan menggunakan model Think-Pair-Share (TPS), Model Think-Pair-Share (TPS) dalam penelitian ini dilakukan secara individu. Kemudian guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada pertemuan pertama jumlah soal yang diberikan kepada siswa berjumlah 2 soal dan siswa diminta untuk berpikir tentang jawaban dari soal tersebut. Selanjutnya siswa diminta untuk berpasangan dengan teman sebelahnya dan berdiskusi untuk membahas hasil jawaban masingmasing. Adapun kesulitan atau hambatan yang dialami siswa antara lain perubahan cara mengajar guru dirasakan siswa sebagai hal yang baru dan memerlukan penyesuaian terhadap metode pembelajaran baru tersebut. Hambatan lain yang ditemukan peneliti adalah siswa kurang berani atau percaya diri dalam mengemukakan pendapat mereka di depan temanteman sekelasnya. Hal ini terlihat pada saat diberikan tugas dan siswa maju kedepan mereka masih bersikap malu, ragu untuk menyajikan dan takut sehingga dalam penyampaian hasil penemuan kurang maksimal karena terdengar kurang jelas oleh siswa lain. serta kurangnya waktu bagi siswa untuk menyampaikan hasil diskusinya didepan kelas sehingga tidak semua pasangan dapat maju kedepan, pada pertemuan pertama ini xiii hanya ada 4 pasangan siswa yang maju kedepan. Dengan selanjutnya peneliti memberi pengarahan dan bimbingan supaya siswa aktif dalam kegiatan belajar, kemudian dengan bimbingan peneliti, siswa diarahkan untuk menyimpulkan materi yang telah disampaikan. Selanjutnya guru menanyakan kepada siswa soal yang dianggapnya sulit, kemudian guru meminta kepada siswa yang bisa mengerjakannya untuk kedepan dan membahasnya secara bersama-sama. Kegiatan akhir, guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pembelajaran. Guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Aktivitas pada pertemuan kedua dan selanjutnya mengalami perubahan, hambatan dipertemuan sebelumnya telah berkurang. Siswa tampak siswa lebih berani dalam memaparkan jawaban mereka di depan kelas walaupun masih ada beberapa siswa yang malu-malu untuk maju kedepan menjelaskan hasil jawaban mereka. Berdasarkan pembahasan diatas, maka pembelajaran dengan model Think-Pair-Share memberikan beberapa manfaat bagi peserta didik yaitu salah satunya membuat siswa terbiasa aktif mengikuti pembelajaran sehingga aktivitas siswa meningkat, serta memupuk kerja sama siswa untuk membahas dan menyelesaikan jawaban dari soal yang diberikan. Kemudian dilanjutkan pemberian post-test tujuannya mengetahui kemampuan akhir siswa dan juga sebagai pembanding dengan hasil kemampuan awal siswa. xiv Setelah melakukan pembelajaran dilakukan tes akhir untuk melihat hasil belajar siswa. Hasil post-test siswa didapat nilai rata-rata siswa adalah 81,74. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan uji-t menghasilkan bahwa ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ > ๐ก๐ก๐๐๐๐ dengan nilai 3,56 > 1,697, ini membuktikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau setelah penerapan model Think-Pair-Share lebih besar dari KKM. E. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau setelah penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share secara signifikan sudah tuntas. Hal ini ditunjukkan oleh hasil dari analisis uji-t nilai post-test pada taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh thitung (3,56) > ttabel (1,697) dan ratarata hasil belajar siswa setelah penerapan model Think-Pair-Share sebesar 81,74 dan persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 81,57%. Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. xv DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rieneka Cipta. Aqib, Zainal. 2013. Model-model Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya. Baharudin dan Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: ArRuzz Media. Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia. Rinoto. 2013. 3 Aspek yang Mendukung Keberhasilan Pembelajaran. [online] http.modelpembelajaran.blogspot.com/2013/09/3-aspek-yang-mendukungkeberhasilan.html?m=1 Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suara Pendidikan. 2013. Peningkatan Mutu Pendidikan. [online] http.suarapendidikan003.blogspot.com/2013/06/menningkatkan-mutupendidikan.html?m=1. [15 Oktober 2014]. Sudrajat, Akhmad. 2013. Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. [online] http.akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/01/20/pendekatan-dan-metodepembelajaran-dalam-kurikulum-2013/. [3 September 2014]. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suherman dan Sukjaya. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah. Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya : Masmedia Buana Pustaka. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Zaky. 2012. Model Pembelajaran Think-Pair-Share. [online] http://blog.um.ac.id/zakydroid88/2011/11/26/think-pair-share/. [8 Maret 2014]. xvi