234 pengembangan lembar kerja siswa dengan

advertisement
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA DENGAN MODEL INKUIRI
MATERI POKOK STRUKTUR DAN FUNGSI SEL SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA SMA
KABUPATEN MALANG
Development Of Student Work Sheet With The Subject Matter Inquiry Model Cell
Structure And Function As An Effort To Improve Metacognitive Skills Malang District
Student High School
Murni Sapta Sari
[email protected]
Abstrak
Standar proses pendidikan dasar dan menengah dalam PERMEN DIKNAS RI no 65 th
2013 proses pembelajaran diselenggarkan secara: interaktif inspiratif menyenangkan
menantang memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dan memberi ruang cukup bagi
prakarsa,kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minta, dan perkembangan fisik
serta psikologis siswa Dalam proses pembelajaran, ada beberapa masalah yang sering
ditemui guru. Salah satu masalah penting tersebut adalah memilih atau menentukan lembar
kerja siswa yang tepat dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dalam proses
penemuan dan juga penting yaitu memberdayakan proses berpikirnya. Tujuan dari
penelitian untuk mendesain dan mengembangkan LKS materi pokok Sel dengan model
inkuiri terbimbing sebagai upaya meningkatkan ketrampilan metakognitif siswa SMA
Kelas XI di Kabupaten Malang. Metode penelitiani termasuk jenis penelitian
pengembangan yaitu mengembangkan LKS menggunakan model pengembangan 4-D
(Thiagarajan, 1974) yang terdiri dari tahap pendefinisian (define), tahap perencanaan
(design), tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran (disseminate). Hasil dari
uji ahli materi, ahli pembelajaran dan praktisi lapangan diperoleh nilai lebih dari 87 %
menunjukkan sangat valid. Hasil uji produk terkait peningkatan keterampilan metakognitif
diperoleh nilai relatif hanya kecil tetapi akan memberikan pada siswa umpan balik pada
penilaian diri untuk mengembangkan keterampilan metakognitifnya
Kata Kunci: Pengembangan LKS, Model inkuiri terbimbing, Keterampilan metakognitif
Abstract
The standard process of primary and secondary education in Permendiknas RI no 65 th
2013 the learning process hosted by: interactive inspiring fun challenge to motivate
students to participate actively and provide space enough for initiative, creativity, and
independence according to their talents, ask, and physical and psychological development
of students in the process of learning, there are some problems that are often encountered
teachers. One important issue is to choose or determine appropriate student worksheet to
help students achieve the learning objectives in the process of the invention and it is also
important that empower the process of thinking. The purpose of the research to design and
develop the subject matter LKS cells with guided inquiry model as an effort to improve the
metacognitive skills of high school students Class XI in Malang. Penelitiani methods
including types of development research is to develop LKS development model 4-D
(Thiagarajan, 1974) comprising the steps of defining (define), the planning (design), stage
of development (develop), and the deployment phase (disseminate). The results of the test
materials experts, learning experts and practitioners in the field values obtained over 87%
indicates a very valid. The test results of products related to the development of
metacognitive skills acquired relative value only small but it will give the students
feedback on the self-assessment to develop metacognitive skill
Key words: Development LKS, guided inquiry model, metacognitive skills
234
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
PENDAHULUAN
Standar proses pendidikan dasar dan menengah dalam PERMEN DIKNAS RI no
65 th 2013 proses pembelajaran diselenggarkan secara: interaktif inspiratif menyenangkan
menantang memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dan memberi ruang cukup bagi
prakarsa,kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minta, dan perkembangan fisik
serta psikologis siswa.
Selain itu prinsip pembelajaran adalah 1) dari siswa diberi tahu menuju siswa
mencari tahu 2) dari guru sebagai satu-satunya sumber menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar 3) dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah 4) dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi. Sebagai upaya mewujudkan yang diharapkan dari standar proses diperlukan
strategi dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, ada beberapa masalah yang sering ditemui guru. Salah
satu masalah penting tersebut adalah memilih atau menentukan lembar kerja siswa yang
tepat dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dan juga penting yaitu
mengembangkan proses berpikirnya . Majid (2011) menyatakan bahwa Lembar Kerja
Siswa(LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.
Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu
tugas. Hasil observasi dan wawancara di beberapa sekolah di Kabupaten Malang LKS
yang digunakan adalah yang dikeluarkan penerbit cenderung kurang sesuai dengan konsep
yang diajarkan. LKS yang dicetak hanya lebih banyak menekankan pada pelajaran yang
bersifat kognitif menimbulkan pembelajaran yang membosankan karena siswa hanya
menghafalkan fakta-fakta yang ada tanpa memberikan kesempatan untuk mencari tahu
Salah satu model pembelajaran yang akan mengakomodasi siswa dalam proses mencari
tahu atau penemuan adalah model inkuiri
Llwellyn (2013) menjelaskan model inkuiri dikelompokkan berdasarkan tingkat
dominasi peran guru atau siswa. Terdapat 4 tipe yaitu inkuiri demonstrasi (demonstrated
inquiry) atau discrepant events , inkuiri terstruktur (structured inquiry), inkuiri terbimbing
(guided inquiry), dan inkuiri penuh (full inquiry). Karena guru belum menerapkan proses
penemuan dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa belum terbiasa melakukan
proses penemuan maupun pemecahan masalah sehingga dalam penelitian yang dipilih
inkuiri terbimbing. Menurut Llewellyn (2013) inkuiri terbimbing memiliki tahapantahapan yakni eksplorasi sebuah fenomena, fokus pada pertanyaan, merencanakan
penyelidikan, melaksanakan percobaan, menganalisis data, membentuk pengetahuan baru,
dan mengkomunikasikan pengetahuan baru. Tahapan dari model inkuiri menunjukkan
adanya komponen perencanaan, monitoring, proses kognitif dan kesadaran yang
merupakan komponen keterampilan metakognitif oleh karena itu sesuai pula untuk
memberdayakan keterampilan metakognitif .
Peningkatan keterampilan metakognitif siswa perlu diakomodasi dalam kurikulum.
Sejalan dengan pendapat Elis (2013) untuk meningkatkan keterampilan metakognitif
dalam proses pembelajaran dapat dikaitkan secara positif melaui kurikulum, asesmen dan
model pembelajaran yang konsisten.Salah satu ciri penting dari lingkungan belajar untuk
memicu penggunaan strategi metakognitif adalah dengan melibatkan kurikulum.
Kurikulum yang mengintegrasikan minat siswa, pembelajaran aktif, dan kolaboratif dapat
235
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
menghasilkan peluang bagi siswa untuk menggunakan keterampilan metakognitif. Eggen
dan Kauchak dalam Corebima (2006) menyatakan bahwa ketrampilan metakognitif dapat
membantu siswa menjadi self regulated learners yang bertanggung jawab terhadap
kemajuan belajarnya sendiri dan mengadaptasi strategi belajarnya mencapai tuntutan tugas
untuk menjadi siswa yang lebih mandiri. Oleh karena itu tujuan dari penelitian Untuk
mendesain dan mengembangkan LKS materi pokok Sel sebagai upaya meningkatkan
ketrampilan metakognitif siswa SMA Kelas XI di Kabupaten Malang
METODE
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pengembangan yaitu mengembangkan LKS.
Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D (Thiagarajan, 1974) yang terdiri
dari tahap pendefinisian (define), tahap perencanaan (design), tahap pengembangan
(develop), dan tahap penyebaran (disseminate). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei –
Oktober 2015 . Uji coba terbatas dilakukan di SMA Islam Kepanjen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan lembar Kerja Siswa (LKS) menggunakan model 4 D, meliputi
tahap define, design, develop dan disseminate. LKS merupakan salah satu sumber belajar
yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran yang
disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan
pembelajaran yang akan dihadapi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini pada tahap
define yaitu analisis kebutuhan meliputi hasil analisis siswa, tugas dan analisis konsep
menjadi tujuan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa
guru masih belum menerapkan model pembelajaran inkuiri secara holistik artinya dalam
pelaksanaannya sudah dilakukan metode diskusi dan praktikum tetapi merupakan bagian
yang terpisah dampaknya siswa belum melakukan proses penemuan. Oleh karena itu dalam
pengembangan LKS mrnggunakan model inkuiri terbimbing, selain mengakomodasi siswa
dalam proses penemuan pada kegiatan pembelajaran juga dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan metakognitif siswa.
Tahap berikutnya adalah tahap design, tujuan tahap ini menyiapkan prototipe
perangkat pembelajaran terdiri dari RPP, LKS dan instrumen asesmen kinerja. Tahap
develop dalam penelitian dan pengembangan perangkat pembelajaran dilakukan uji
ahli/pakar untuk menilai perangkat pembelajaran yang sudah dibuat. Apabila sudah
dinyatakan valid oleh para ahli kemudian dilakukan uji coba pengguna produk melalui
kegiatan lesson study. Data penelitian pengembangan yang dideskripsikan berikut ini
meliputi: (1) hasil uji pakar/ahli dan praktisi di lapangan dan (2) hasil uji coba pengguna
produk (guru dan siswa) melalui kegiatan lesson study Uji validitas dari para ahli
dianalisis secara deskriptif kualitatif, analisis deskriptif persentase, dan analisis deskriptif
kuantitatif dari hasil uji pakar/ahli dan praktisi di lapangan serta hasil uji coba pengguna
produk Secara kuantitatif hasil validasi LKS berdasarkan syarat kesesuaian pembuatan
LKS menurut Darmojo dan Kaligis (1992) meliputi aspek didaktik, aspek konstruksi dan
aspek teknik.
Syarat didaktik mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal dapat
digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih
236
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting dalam LKS ada
variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa. LKS juga diharapkan
mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial, emosional,moral, dan
estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh tujuan pengembangan
pribadi siswa. Selain itu syarat didaktik penyusunan LKS yang berkualitas harus
memenuhi syarat- syarat didaktik yang dapat dijabarkan sebagai berikut :1). mengajak
siswa aktif dalam proses pembelajaran 2) memberi penekanan pada proses untuk
menemukan konsep 3). memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan
siswa sesuai dengan Kurikulum 2013 4). dapat mengembangkan kemampuan komunikasi
sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa 5). pengalaman belajar ditentukan
oleh tujuan pengembangan pribadi. Sedangkan syarat konstruks terkait dengan validasi
kostruk LKS yang meliputi delapan aspek yaitu 1) kesesuaian tujuan dengan kompetensi
dasar 2) ketepatan kegiatan dengan tujuan 3) kejelasan petunjuk kegiatan 4) mengajak
siswa aktif dalam pembelajaran 5) menghubungkan ilmu pengetahuan dan teknologi 6)
kualitas tampilan gambar 7) pemilihan komposisi warna dan 8) pemilihan jenis/ ukuran
font memperoleh nilai rata-rata 88,08 % dari validator sehingga kriterianya sangat valid.
Syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan
penampilannya dalam LKS Validasi teknis dinyatakan valid karena LKS menggunakan
tulisan yang mudah dibaca dan gambar-gambar yang jelas serta menarik minat siswa dalam
belajar, sesuai dengan pendapat Danim (2010:25) bahwa ukuran tulisan yang serasi,
kalimat yang ringkas dan gambar yang berwarna lebih menarik perhatian siswa sewaktu
belajar Secara keseluruhan syarat kesesuaian penyusunan LKS memperoleh nilai 90,36
artinya kriterianya sangat valid.
Selain itu kualitas LKS yang disusun juga harus memenuhi aspek validasi materi,
meliputi (1) aspek kebenaran konsep biologi (2) aspek kedalaman konsep (3) aspek
keluasan konsep (4) aspek bahasa menunjukkan nilai rata-rata 94,77 % dari validator
sehingga kriterianya sangat valid. Berdasarkan hasil validasi semua aspek tersebut maka
LKS dinyatakan sangat valid oleh ketiga validator..Hasil penilaian LKS disajikan pada
tabel 1
Tabel 1 Hasil validasi LKS
No
Validasi
I
1
2
3
Validasi materi
LKS
Validasi
konstruk LKS
Validasi
kesesuaian LKS
Skor validator (%)
II
III
Rata-rata
95.09
90,35
93.75
86,56
95.49
87,34
94,77
88,08
90,23
88,54
92,32
90,36
Kriteria
Sangat
valid
Sangat
valid
Sangat
valid
Hasil uji coba melalui lesson study tahap refleksi diperoleh temuan oleh para guru
yang menarik terkait proses pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing, karena dalam
proses pembelajaran siswa dapat mengembangkan materi pengetahuan baik
237
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
factual,konseptual, procedural maupun metakognitif . Contohnya dalam LKS ditunjukkan
kegiatan awal siswa mengeksplorasi fenomena alam berdasarkan fakta yaitu focus pada
pertanyaan dari guru, merencanakan percobaan dan melaksanakan percobaan. Dalam
langkah melaksanakan percobaan melalui
pengamatan secara mikroskopik daun
Hydrilla, siswa dapat menemukan bahwa struktur sel tumbuhan memiliki dinding sel,
organel kloroplas, sitoplasma dan vakuola. Sebagai upaya melengkapi struktur sel yang
ada siswa mengamati pada gambar yang hanya dapat diamati dengan mikroskop electron.
Proses pembelajaran seperti ini penting karena siswa memperoleh pengetahuan secara
factual tidak abstrak dan dapat mengkaitkan antara pengetahuan factual, konseptual,
procedural dan metakognitif. Hal ini sejalan dengan standar kompetensi lulusan (SKL)
pada kurikulum 2013 tingkat satuan pendidikan SMA kompetensi pengetahuan tidak hanya
factual dan procedural tetapi juga metakonitif.
Temuan lain
pada saat penerapan asesmen untuk mengukur keterampilan
metakognitif siswa melalui angket diperoleh baik pada siklus pertama, siklus kedua dan
ketiga menunjukkan peningkatan yaitu rata-rata nilai keterampilan perencanaan siswa
sebesar 43,47, 52,05 menjadi 54,05. dan monitoring 42,30; 46,37 menjadi ketiga 49,05 ,
nilai rata-rata keterampilan strategi kognitif sebesar 39,55 menjadi 44,05 dan ketiga 48,05
dan kesadaran siswa sebesar 25,67 menjadi 36,25 dan 37,5 (Gb 1). meliputi keterampilan
merencanakan, keterampilan memonitor, dan keterampilan strategi kognitif dan kesadaran.
Meskipun kenaikan keterampilan metakognitif hanya kecil tetapi akan memberikan pada
siswa umpan balik pada penilaian diri untuk mengembangkan keterampilan
metakognitifnya. Suherman (2001) menyatakan bahwa perkembangan metakognisi dapat
diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk mengobservasi tentang apa yang
mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk merefleksi tentang apa yang diobeservasi. Guru
atau pendidik oleh karena itu perlu untuk mengembangkanketerampilan metakognisi
melalui proses pembelajaran
Masalah penskoran penilaian menggunakan angket penilaian diri seringkali siswa
memilih skor yang tinggi, oleh karena itu dalam pengukuran keterampilan metakognitif
perlu didukung dengan rubrik ketrampilan metakognitif menggunakan rubrik metakognitif
yang terintegrasi dengan tes essay yang telah dikembangkan oleh Corebima (2008).
Pompham (2011) menyatakan ada tiga sumber kesalahan dalam penskoran penilaian
asesmen kinerja yang harus diperhatikan (a) masalah penskor yang bias artinya penskor
cenderung untuk sukar menghilangkan masalah personal bias. Sewaktu menskor hasil
pekerjaan peserta tes ada kemungkinan penskor mempunyai masalah generosity error
artinya penskor cenderung memberi nilai yang tinggi-tinggi atau severity error artinya
penskor cenderung member nilai yang rendah-rendah (b) masalah dalam instrument artinya
instrument pedoman penskoran tidak jelas sehingga sukar untuk digunakan penilai. Selain
itu komponen yang harus dinilainya sukar untuk diskor, misalnya komponen tersebut sukar
diamati. Hal yang demikian akan mengakibatkan hasil penskoran yang tidak valid dan
tidak akurat (c) Masalah procedural Prosedur yang digunakan dalam penilaian tidak baik
sehingga mempengaruhi hasil penskoran. Masalah sering terjadi adalah penskor(rater)
harus menskor komponen keterampilan terlalu banyak. Masalah lain dari prosedur ini
adalah umumnya penskor hanya satu orang, akan menimbulkan subyektifitas dalam
238
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
penilaian. Oleh karena itu dalam penerapan instrument kinerja penskor jumlahnya lebih
dari satu orang sehingga diharapkan hasil penilaian menjadi lebih valid dan reliable.
Dalam kegiatan refleksi diketahui banyak diperoleh temuan yang menarik dalam
penerapan perangkat pembelajaran RPP dan LKS dengan model inkuiri terbimbing dan
instrument asesmen kinerja untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa. Para
guru dapat langsung mengamati contoh penerapan perangkat pembelajaran yang telah
dikembangkan Tahap refleksi merupakan tahap penting karena pada tahap inilah setiap
peserta akan mengemukakan berbagai pengalaman dan temuan berharga yang dianalisis
guru dan tim peneliti untuk dimanfaatkan memperbaiki hasil penelitian pengembangan
perangkat pembelajaran biologi yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil refleksi guru dapat memahami dan implementasi penerapan
perangkat pembelajaran biologi
model inkuiri terbimbing untuk meningkatkan
keterampilan metakognitif. Kegiatan open class(do) dan refleksi merupakan keunggulan
kegiatan lesson study dalam meningkatkan keprofesional guru dibandingkan kegiatan
pelatihan yang sering dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan keprofesionalan
guru. Alasannya karena hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja tidak diterapkan
pada pembelajaran di kelas. Menurut Stigler dan Hiebert(1999 dalam Susilo 2010) Lesson
study memberikan kata kunci dari reformasi pendidikan yaitu cara efektif untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pengembangan keprofesionalan dengan
pelaksanannya secara kolaboratif berdasarkan praktik pembelajaran secara langsung.
Kegiatan lesson study perlu dilanjutkan terutama pada tahap open class dan refleksi
khususnya untuk materi yang dianggap sulit.
Dalam penerapan model inkuiri diperlukan asesmen yang sesuai yaitu instrumen
asesmen kinerja. Asesmen kinerja selain digunakan untuk meningkatkan keterampilan
metakognitif juga dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pada
kurikulum 2013 ditunjukkan penilaian tidak hanya pada kompetensi pengetahuan tetapi
juga kompetensi sikap dan keterampilan. Menurut Anderson (2008) asesmen kinerja dapat
didefinisikan sebagai bentuk asesmen yang meminta siswa untuk mendemonstrasikan dan
menerapkan kompetensi sikap, pengetahuan, ketrampilan kerjanya ke dalam berbagai tugas
yang bermakna dan melibatkan siswa sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Siswa
diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam suatu aktivitas
seperti
melakukan kegiatan praktikum, penggunaan alat, dan sebagainya. Sementara siswa
melakukan tugas yang ditentukan, guru melakukan penyekoran ketrampilan kinerja siswa
dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan yang disebut rubrik kinerja. Guru
dapat mengetahui dengan pasti apakah seorang siswa memiliki keterampilan kerja yang
diharapkan atau tidak, dengan memanfaatkan asesmen kinerja, Asesmen kinerja dilakukan
untuk menilai tugas yang dilakukan siswa sehingga guru dapat memiliki informasi yang
lengkap tentang siswa. Tugas kinerja menghendaki (1) penerapan konsep IPA dan
informasi penunjang penting lainnya,(2) kerja ilmiah yang penting bagi siswa,(3) sikap
ilmiah. Asesmen kinerja harus mencakup hasil akhir dan proses untuk mencapai hasil itu.
Apabila hanya melihat hasil akhir seperti laporan atau karya ilmiah, guru tidak
memperoleh gambaran seberapa banyak ide asli yang berasal dari siswa yang dinilai.
Hasil studi pendahuluan dan implementasi uji coba yang dilakukan di SMA Negeri
dan swasta di Kabupaten Malang menunjukkan bahwa siswa telah dikelompokkan atau
239
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
mengelompok secara alami berdasarkan kemampuan akademik (nilai UASBN SMP) pada
saat rekrutmen masuk ke SMA. Hal ini tentu berimplikasi pada adanya sekolah-sekolah
yang siswanya rata-rata berkemampuan akademik tinggi, sedang atau rendah. Pada kondisi
alami semacam ini tentu diperlukan implementasi strategi pembelajaran yang sesuai pada
tingkat kemampuan akademik siswa yang berbeda. Hal ini mengingat model pembelajaran
inkuiri terdapat 4 tipe yaitu inkuiri demonstrasi (demonstrated inquiry) atau discrepant
events , inkuiri terstruktur (structured inquiry), inkuiri terbimbing (guided inquiry), dan
inkuiri penuh (full inquiry). Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh
penerapan LKS dalam meningkatkan ketrampilan metakognitif pada siswa berkemampuan
akademik atas dan bawah di SMA kelas XI di Kabupaten Malang.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan (1) pengembangan LKS, dan Instrumen
Asesmen Kinerja diperoleh nilai lebih dari 87 % artinya sangat valid (2) Dalam
mengembangkan LKS diperlukan asesmen yang sesuai yaitu asesmen kinerja (3)
Keterampilan metakognitif perlu diberdayakan agar siswa menjadi mandiri
Saran
Berdasarkan hasil penelitian pengembangan yang telah dilakukan perlu dikakukan
penelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh penerapan LKS dalam meningkatkan
hasil belajar dan ketrampilan metakognitif pada siswa berkemampuan akademik atas dan
bawah di SMA Kabupaten Malang.
DAFTAR RUJUKAN
Anderson , L. W, 2008. Classroom Assesment. USA: McGraw-Hill.
Corebima, AD. 2006. Metakognisi: Satu Ringkasan Kajian. Makalah Disampaikan pada
Pelatihan Strategi Metakognitif pada Pembelajaran Biologi untuk Guru-guru
Biologi SMA, Palangkaraya, 23 Agustus 2006
Darmojo & Kaligis. 1992. Pendidikan IPA II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Ellis,A.K., Denton.W.D & Bond,J.B. 2013. An analysis of research on metacognitive
teaching strategies. Sosial and behavior Science 116 (2014) 4015-4024
Kemendikbud, 2013. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah,
Llewellyn, D. 2013. Teaching High School Science Through Inquiry and Argumentation.
USA: Crown.
Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembela-jaran. Bandung: Remaja Rosda-karya.
O‘Neil, H. F., Jr., & Abedi, J. (1996). Reliability and validity of a state metacognitive
inventory: Potential for alternative assessment. Juornal of Educational Research,
89. 234 – 245.
Popham,W. James,2011. Clasroom Assessment:What Teachers Need to Know. Needham
Heights, MA; Allyn & Bacon, A. Simmon & Schuster Company.
Sanjaya,W., 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta.
Kencana Prenada Media.
240
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
Susilo, H. 2010. Lesson Study. Berbasis MGMP sebagai Sarana Pengembangan
Keprofesionalan Guru. Malang: Penerbit Surya Pena Gemilang
Thiagarajan, S. Semmel, D.S. & Semmel,M.I, 1974. Instructional Development for
Training Teachers of Expectional Children. Minnepolis, Minnsota: Ladhership
Training Institute Special Education, University of Minnesota.
241
Download