universitas indonesia analisis komunikasi marketing antar budaya

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS KOMUNIKASI MARKETING ANTAR BUDAYA DALAM
SUDUT PANDANG DIMENSI BUDAYA GEERT HOFSTEDE
(STUDI TERHADAP IKLAN TV BLACKBERRY INDONESIA DAN
SINGAPURA)
MAKALAH NON SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Muhamat Riando
1006711100
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERIKLANAN
DEPOK
DESEMBER 2014
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
2
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
3
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
4
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
5
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
6
Analisis Komunikasi Marketing Antar Budaya
Dalam Sudut Pandang Dimensi Antar Budaya Geert Hofstede
(Studi Terhadap Iklan TV Blackberry Indonesia dan Singapura)
Muhamat Riando
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Teori Dimensi antar Budaya Hofstede telah menjadi teori yang sangat populer di dunia akademis (Bond 2002;
Hofstede 1997). Dalam sudut pandang pemasaran global, penting untuk memiliki pemahaman budaya secara
mendalam untuk menentukan apakah sebuah strategi dapat berjalan efektif pada karakter masyarakat yang
berbeda atau dibutuhkan beberapa strategi yang dimodifikasi berdasarkan karakter budaya masyarakat tertentu.
Penelitian ini bertujuan menganalisa dua iklan TV testimonial BlackBerry Messenger yang dirancang secara
berbeda untuk masyarakat Singapura dan Indonesia. Terdapat lima aspek dari video yang di bandingkan, yaitu
metode pemilihan bintang iklan, quotes yang ucapkan, aktivitas yang di tampilkan, bagaimana penggunaan
ponsel oleh bintang iklan, serta testimoni personal dari bintang iklan. Riset menunjukkan bahwa kedua iklan
tersebut selaras dengan konsep Dimensi Budaya Hofstede. Penulis merekomendasikan bahwa penggunaan
konsep tersebut sebagai konsep dasar dari pemahaman konsumen dalam budaya tertentu
Analysis on Cross-Cultural Marketing Communications
In Perspective of Geert Hofstede’s Cultural Dimension
(A Study of Blackberry TV ads in Singapore and Indonesia)
Hofstede’s work on culture is the most widely cited in existence (Bond 2002; Hofstede 1997). In global
marketing, a thorough understanding of cultural practices is useful in determining whether a single strategy can
be effective in different national environments, or whether several strategies must be adopted, with each geared
to the distinctive cultural setting. This paper takes an in-depth look at two Blackberry Messenger testimonial TV
advertisements, which was designed differently for Singaporean audience and Indonesian audience. There are
five aspects of the videos that are being analyzed, which are the method of choosing the celebrity, the quotes,
the activities, how the celebrity deploy the device and the celebrity personal testimonial. The study reveals that
those advertisements match the. The writer suggests to utilize Hofstede’s cultural dimensions as the basic
concept of the consumer research for understanding consumers from different cultures.
Keywords: Inter-cultural Communication; Hofstede; consumer analysis; Blackberry
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Survey yang dilakukan oleh Lembaga Riset JANA menunjukkan bahwa penetrasi
smartphone di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 45% dari total populasi (Jana.com). Selain
itu, survey juga memperlihatkan pada tahun 2013 Blackberry dimiliki oleh 16.11%
masyarakat Indonesia. Pasar Blackberry di Indonesia memang mengalami fluktuasi sejak
pertama kali diluncurkan. Menurut data dari International Data Corporation (IDC),
pertumbuhan smartphone, terutama BlackBerry di Indonesia melonjak hingga 494% pada
akhir 2008. Pada 2007 peningkatan penjualan BlackBerry mencapai 365%. Walau penjualan
smartphone di dunia pada akhir 2008 mengalami penurunan sebesar 17%, RIM justru mampu
menaikkan pendapatan sebesar 84% dari USD1.88 miliar pada 2007 menjadi USD3.46 miliar
pada 2008. Pada tahun tersebut, RIM sudah merilis BlackBerry di lebih dari 160 negara dan
didukung oleh 475 operator di seluruh dunia. Di Indonesia, industri ini didukung oleh tiga
operator besar seperti Telkomsel, Indosat, dan XL,” kata Gregory Wade, Regional Vice
President RIM Asia Pasific. (sumber: www.studiohp.com, 10 Mei 2009)
Sejak pertama kali meluncurkan BlackBerry, RIM mampu menjaring 25 juta
pelanggan hingga kuartal empat 2008. Diharapkan ada penambahan pelanggan baru sekitar
3,9 juta orang hingga kuartal empat 2009 (studiohp.com). Salah satunya dengan peluncuran
seri terbaru BlackBerry Storm. Hingga kuartal 4 tahun 2009, terdapat lebih dari 1.000
developer aplikasi yang sudah bekerja sama. Baik berupa aplikasi bisnis, lifestyle, instant
messenger, social network, informasi (wikimobile, viigo), location based (wayfinder), dan
lainnya.
Berikut peringkat jumlah pelanggan terbanyak Blackberry per Mei 2009 berdasarkan
negara dan kota. (sumber: www.tokopda.com, 10 Juni 2009)
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
8
Negara
Kota
1. Indonesia
2. Kanada
3. Venezuela
4. Amerika Serikat
5. Singapura
6. United Kingdom
7. India
8. Chili
9. Austria
10. Mexico
1. Waterloo, Kanada
2. Jakarta, Indonesia
3. Caracas, Venezuela
4. New York, NY, USA
5. Miami, FL, USA
6. Toronto, Kanada
7. Atlanta, GA, USA
8. Dallas, TX, USA
9. Phoenix, AZ, USA
10. Washington, DC, USA
Besarnya pangsa pasar pengguna Blackberry pada saat itu membuat RIM
meluncurkan berbagai strategi promosi di berbagai negara. Salah satunya adalah iklan TV
yang mengandalkan fitur Blackberry Messenger yang di adaptasi ke berbagai versi di
berbagai negara, seperti Indonesia dan Singapura. Iklan tersebut adalah video testimoni yang
menggunakan selebriti berdurasi sekitar dua menit. Pada dasarnya, video tersebut memiliki
tujuan yang sama, yaitu mengkomunikasikan pemanfaatan Blackberry Messenger oleh para
selebriti dalam kehidupan mereka. Yang menarik adalah walaupun memiliki tujuan pesan
yang sama, pesan yang disampaikan dalam video tersebut memiliki berbagai perbedaan dari
tiap negara. Perbedaan karakter masyarakat menjadi alasan fundamental mengapa Blackberry
perlu melakukan adaptasi dari pesan yang sampaikan agar tujuan komunikasi yang
diharapkan dapat tercapai dengan baik.
Pengadaptasian pesan pada promosi Blackberry Mesenger merupakan sebuah potret
bagaimana sebuah pesan yang memiliki tujuan yang sama dimodifikasi berdasarkan karakter
masyarakat setempat dengan konsep komunikasi antar budaya. Salah satu konsep komunikasi
antar budaya yang tercermin dalam video tersebut adalah Teori Dimensi Antar Budaya
(Hofstede’s Cultural Dimensions) yang dikembangkan oleh Geert Hofstede.
Pada dasarnya terdapat berbagai motif untuk mempelajari dan memanfaatkan hasil
riset antar budaya. Dalam perspektif komunikasi, riset tentang budaya yang bertujuan untuk
memahami pemasaran lintas budaya menghasilkan dilema global-lokal yaitu apakah
penggunaan riset untuk menghasilkan standarisasi pesan iklan demi kepentingan efisiensi
atau untuk mengadaptasikan strategi pesan iklan pada karakter konsumen lokal (Mooij,
Hofstede 2010). Beberapa studi menghasilkan bahwa penggunaan riset budaya yang
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
9
bertujuan untuk mengadaptasi strategi pesan terbukti lebih efektif dibanding pemanfaatan
riset budaya untuk membentuk standarisasi pesan komunikasi (Dow 2005; Calantone et al.
2006; Okazaki et al. 2006; Wong & Merrilees 2007). Teori Dimensi Antar Budaya Hofstede
telah berperan besar dalam pengaplikasian komunikasi dan pemasaran global. Selain itu, teori
ini juga telah dikembangkan untuk menjelaskan perbedaan dari konsep diri dan kepribadian
manusia yang digambarkan dalam berbagai strategi komunikasi, branding, serta pemahaman
konsumen.
Terkait uraian diatas, tulisan akan menganalisa apakah iklan televisi Blackberry
Messenger versi Indonesia dan Singapura selaras dengan teori dimensi antar budaya Geert
Hofstede? Serta sejauh manakah sebaiknya Teori Dimensi Antar Budaya Hofstede berperan
dalam rancangan strategi pemasaran komunikasi antar budaya?
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
1.1 Tinjauan Teoritis
Pada tahun 1980, seorang akademisi Belanda bernama Geert Hofstede untuk pertama
kalinya mempublikasikan hasil riset yang ia lakukan pada IBM di 40 negara di dunia. Riset
bertujuan untuk memetakan dimensi yang berbeda dari beragam kebudayaan yang berbeda.
Studi yang dilakukan oleh Hofstede menghasilkan sebuah teori yang dikenal dengan
Hofstede’s Dimensions of Culture (Dimensi Budaya Hofstede).
2.1.1 Dimensi Budaya Hofstede
Hostede mengidentifikasi lima dimensi yang disebut Individualism-collectivism, masculinityfemininity, power distance dan uncertainty avoidance. Dimensi Individualism-collectivism
menggambarkan ragam budaya mulai dari budaya yang terstruktur secara lemah hingga
budaya yang terintegrasi dengan kuat. Dimensi Masculinity-femininity menjelaskan
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
10
bagaimana nilai-nilai yang mendominasi dalam sebuah kebudayaan bersifat bersahabat atau
memaksa. Power distance diartikan sebagai proses distribusi pengaruh yang terjadi didalam
suatu budaya. Terakhir, uncertainty avoidance memperlihatkan sejauh mana sebuah budaya
mentoleransi ambiguitas dan penerimaan atas resiko. Selain itu, Hofstede dan Bond (1984)
mengidentifikasi dimensi ke-lima, yaitu dimensi long-term vs short-term. Dimensi ini
menggambarkan keragaman budaya dimana perbedaan orientasi pada nilai-nilai jangka
panjang dan jangka pendek.
a. Individualism vs Collectivism
Individualism vs Collectivism adalah bagaimana orang mendefinisikan diri mereka
dan hubungan mereka dengan orang lain. Di negara yang memiliki nilai
individualisme tinggi, kepentingan pribadi cenderung berperan lebih besar
daripada kepentingan kelompok. Hal ini juga terlihat dari ikatan antar individu
yang cenderung lemah. Mazakazu (1994) mengartikan individualism sebagai cara
pandang pada keragaman manusia yang dilihat kepercayaan pribadi seseorang dan
keinginan pribadi seseorang serta persaingan yang terjadi diantara mereka. Di
negara yang memiliki budaya collectivist, kepentingan kelompok lebih
diutamakan daripada kepentingan pribadi. Disini, orang cenderung bersatu untuk
menjadi kuat, yang terlihat dari ketergabungan dalam suatu grup yang bertahan
lama demi memperlihatkan loyalitas (Hofstede, 1997).
Hal yang paling membedakan dari individualism dan collectivism adalah cara
menentukan sebuah keputusan yang akan diambil atau tujuan yang akan dikejar.
Di negara dengan nilai individualisme tinggi, keputusan yang diambil lebih
berlandaskan pada keputusan individu atau grup itu sendiri, tanpa terlalu
memikirkan kepentingan dari orang lain. Sebaliknya, di negara dengan
kolektivisme yang tinggi, kepentingan orang lain menjadi bahan pertimbangan
penting terkait keputusan yang akan diambil oleh seseorang atau kelompoknya.
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
11
Peringkat Individualism dari 50 Negara dari Tiga Wilayah di Dunia
Sumber: Hofstede (2001, Exhibit 5.1, p. 215)
Negara dengan karakter collectivist memiliki menekankan hubungan interpersonal sebagai sesuatu yang bernilai tinggi dan diutamakan. Budaya ini
mengorientasikan kemampuan serta perasaan yang dimiliki oleh seseorang
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok. Oleh karena itu orang
dengan karakter budaya collectivist cenderung lebih suka dilihat sebagai
keanggotaanya pada kelompok daripada individu, walaupun ia memiliki
kemampuan individu. Hal ini berbanding terbalik dengan karakter masyarakat
individualist dimana mereka lebih suka dipandang berdasarkan kemampuan
pribadinya dan memandang pencapaian pribadi adalah penghargaan pada pribadi,
bukan kelompok.
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
12
Dari sudut pandang komunikasi, individualist – collectivist kerap diasosiasikan
pada cara berkomunikasi yang bersifat direct dan indirect. Pada komunikasi yang
bersifat direct, yang dekat dengan budaya individualist, maksud, kebutuhan dan
keinginan yang ada di benak komunikator jelas disampaikan melalui lisan. Disisi
lain, budaya collectivist yang kerap diasosiasikan dengan indirect, maksud,
kebutuhan dan keninginan yang ada dibenak komunikator tidak disampaikan
dengan tegas pada perkataan yang disampaikan.
Rajjanaprapayon (1997), mendemonstrasikan strategi komunikasi yang kerap
terjadi di Thailand. Orang Thailand cenderung tidak menyebutkan nama ketika
mereka mengekspresikan perasaan yang bernilai negatif; Orang Thailand
cenderung menggunakan kata “mungkin”, “kadang-kadang”, “kayanknya”,
“menurut saya seperti ini, tetapi saya kurang yakin”. Masyarakat Thailand
cenderung tidak mengekspresikan perasaan mereka jika hal itu akan menyakiti
orang tersebut. Selain itu, mereka juga cenderung menghindari kontak mata dan
memiliki jarak antar personal ketika berinteraksi dengan orang lain.
b. Masculinity vs femininity
Hofstede (1980) menyimpulkan bahwa peran perempuan dalam kehidupan sosial
bervariasi tergantung pada kebudayaan setempat. Ia menggambarkan bahwa pada
negara dengan karakter masculinity yang tinggi, budaya sosial mengharapkan
adanya perbedaan yang jelas antara apa yang dapat dilakukan oleh perempuan dan
laki-laki. Budaya yang memiliki masculinity tinggi, memberi penghargaan lebih
kepada kesuksesan pribadi, kompetisi, dan kesuksesan material.
Sebaliknya, negara dengan karakter femininity yang tinggi memberikan ruang
yang longgar pada peran yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Budaya ini menjunjung tinggi nilai nilai seperti kualitas hidup, hubungan antar
pribadi dan kepedulian pada orang-orang yang lemah.
Berdasarkan studi yang dilakukan pada orang Thailand, Rojjanaprapayon (1997)
menyimpulkan bahwa ternyata konsep masculinity versi masyarakat barat seperti
agresif dan berorientasi pada goal yang dipopulerkan oleh Hofstede berbeda
dengan konsep masculinity yang tergambarkan pada masyarakat Thailand.
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
13
Walaupun memiliki nilai masculinity yang rendah, masyarakat Thailand dapat
menjadi sangat agresif dan berorientasi pada goal tetapi tetap menjunjung tinggi
nilai-nilai seperti suportif dan rendah hati. Arcmen & Tellis (2001)
menggambarkan dimensi masculinity dan femininity kedalam dua karakter, yaitu
karakter geografis dan tinkat kelahiran. Negara dengan iklim yang dingin
cenderung memiliki tingkat femininity yang tinggi. Selain itu, negara dengan
tingkat kelahiran tinggi cenderung memiliki tingkat masculinity yang tinggi,
karena ukuran keluarga cenderung di tentukan oleh pria. Pada budaya tersebut,
wanita cenderung tidak memiliki kekuatan untuk menentukan jumlah anak yang
dilahirkan.
Peringkat Masculinity dari 50 Negara dari Tiga Wilayah di Dunia
Sumber: Hofstede (2001, Exhibit 6.3, p. 286)
c. Power Distance
Power Distance adalah dimensi yang mengekspresikan bagaimana sebuah
karakter masyarakat menerima dan mengharapkan kekuatan yang ada di
masyarakat tersebut di distribusikan dengan tidak merata (Hofstede 1997). Isu
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
14
utama dari dimensi ini adalah bagaimana masyarakat tersebut menanggapi
ketidak setaraan yang terjadi antar individu. Hofstede menyimpulkan bahwa
power distance adalah dimensi yang dipelajari sejak dini di dalam keluarga. Di
negara dengan nilai power distance yang tinggi, anak dididik untuk menuruti
orang tua. Di negara tersebut, individu diharapkan menunjukkan rasa hormat
mereka terhadap orang yang memiliki status di atas mereka. Contohnya, di negara
seperti Indonesia dan Myanmar, orang diharapkan untuk menunjukkan rasa
hormat kepada tokoh agama seperti Biarawan dan Ustadz dengan memilih tata
bahasa yang menunjukkan hormat serta menyediakan tempat duduk istimewa
untuk mereka.
Sebaliknya, di negara dengan nilai power distance yang rendah, jarak antara
orang yang berbeda status tidak terlihat. Salah satu contoh dapat terlihat dari
mekanisme kerja yang terlihat dari pimpinan di negara dengan power distance
rendah cenderung tidak berjarak. Hal ini dapat dilihat dari ruang kerja pimpinan
yang dapat diakses oleh banayk orang dan tidak didesain dengan mewah.
Peringkat Power Distance dari berbagai negara dari tiga wilayah di
dunia
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
15
d. Uncertainty Avoidance
Uncertainty Avoidance diartikan sebagai sebuah tingkatan yang menunjukkan
sejauh mana sebuah karakter masyarakat dapat menerima sebuah ketidak pastian
dan ambiguitas (Hofstede 1980). Isu utama dari dimensi ini adalah bagaimana
sebuah karakter masyarakat menghadapi fakta bahwa masa depan tidak akan
pernah diketahui: apakakah kita harus mencoba mengontrol masa depan tersebut
atau biarkanlah waktu yang akan menentukanya?. Hofstede (1997) menjelaskan
bahwa jawaban tersebut dapat digambarkan dari sejauh mana orang menganggap
pentingnya sebuah prediksi dan aturan tertulis.
Masyarakat yang berasal dari negara dengan nilai uncertainty avoidance tinggi
cenderung bersifat aktif, agresif, emosional, berorientasi pada keamanan dan
kurang toleran. Sebaliknya, negara dengan uncertainty avoidance rendah
cenderung bersikap rileks, religius, tidak agresif, menerima resiko pribadi dan
relatif toleran.
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
16
Peringkat Uncertainty Avoidance dari 50 Negara dari Tiga Wilayah di Dunia
e. Long Term vs Short Term Orientation
Long term vs Short term merujuk pada pada sejauh mana sebuah karakter
masyarakat berorientasi pada orientasi masa depan daripada manfaat jangka
pendek. Terdapat beberapa nilai yang terkandung dalam dimensi ini, yaitu
komitmen, hubungan antar personal yang berorientasi pada status, manajemen
keuangan dan kepemilikan rasa malu ( De Mooij 2010). Short Term Orientation
adalah orientasi yang mencakup ketergantungan personal, stabilitas dan rasa
hormat pada tradisi. Long term orientation dapat dilihat dari orientasi yang
dilakukan pada investasi untuk masa depan (De Mooij 2010)
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
17
Peringkat Long Term Orientation tertinggi dari 23 Negara di Dunia
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Masalah
Perkembangan zaman yang diiringi dengan perkembangan produk dan jasa di pasar
membuat persaingan antar brand semakin ketat, terutama di industri gadget yang sedang
mengalami pertumbuhan pesat. Dari segi konsumen, mereka kini lebih pintar dalam memilih
produk dan jasa yang mereka inginkan. Dengan bantuan teknologi, informasi mengenai
sebuah brand dapat konsumen peroleh dengan mudah. Oleh sebab itu, selain kualitas produk,
persepsi konsumen terhadap sebuah brand serta bagaimana brand tersebut diposisikan di
benak mereka menjadi sangat penting dalam memenangkan persaingan di pasar. Strategi
iklan televisi terstimonial menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan pemasar. Selain
mampu memvisualisasikan citra sebuah brand, iklan testimonial dipercaya mampu
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
18
mempengaruhi secara positif perilaku pembelian konsumen. Karena perannya yang besar,
strategi iklan testimonial menjadi penting untuk diperhatikan.
Blackberry merupakan salah satu brand
teknologi asal Kanada yang sukses di
Indonesia dengan mengandalkan Blackberry Messenger. Penulis akan menganalisa melalui
hasil pengamatan pada iklan Blackberry yang dimodifikasi dalam dua versi, yaitu versi
Indonesia dan versi Singapura. Penulis akan menguji apakah modifikasi iklan yang ditujukan
pada kultur yang berbeda tersebut selaras dengan konsep Dimensi Budaya Hofstede
Dalam membandingkan kedua iklan tersebut, penulis memilih lima aspek dari pesan
iklan yang terdapat pada kedua iklan. Aspek tersebut adalah metode pemilihan bintang iklan,
kuotes yang ucapkan, aktivitas yang di tampilkan, bagaimana penggunaan ponsel oleh
bintang iklan, serta testimoni personal dari bintang iklan.
Tabel Pengujian Aspek-Aspek Komunikasi dalam Iklan
No
Aspek Yang di Uji
Singapura
Indonesia
1
Pemilihan Bintang
Eunice Olsen
Annisa Pohan
Iklan
Miss Singapura 2010 yang
Ia adalah istri dari putra
mengenyam pendidikan di
mantan Presiden Indonesia,
National University of
Susilo Bambang Yudhoyono.
Singapore. Ia belum menikah
Ia mengenyam pendidikan di
dan berkarir di dunia hiburan
Universitas Indonesia.
sebagai aktris, presenter dan
musisi.
2
3
Quotes yang
“Do the work, concentrate on
“Sehari saja ga ketemu anak
Disampaikan
the craft, people will
saya sudah jadi pengorbanan
recognize your work”
buat saya)
Aktivitas yang
Pekerjaan sehari-hari sebagai
Annisa mengalokasikan
ditampilkan
model dan musisi, diwaktu
sebagian besar waktunya
luang ia berlatih beladiri.
untuk mengurus anak. Selain
itu ia juga bekerja di bidang
hiburan sebagai model iklan.
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
19
4
Cara Penggunaan
Penggunaan utama adalah
Penggunaan utama adalah
Gadget
untuk membantu
manajemen komunikasi
menyelesaikan pekerjaan, lalu dengan anak, selain itu untuk
5
berbagi ide dengan manager.
membantu pekerjaan.
Testimoni Personal
“If you have found something
“Baby sitter terbaik adalah ibu
yang disampaikan
you love, work hard, hard
dari anak itu sendiri”, “My
work pays off”, “My Goal is
Child is everything”
everything”
a. Pemilihan Bintang Iklan
Terdapat perbedaan yang kontras dalam pemilihan bintang iklan pada iklan
Blackberry yang ditujukan untuk masyarakat Singapura dan Indonesia.

Annisa Pohan
Annisa adalah figur seorang ibu yang dianggap sukses di Indonesia. Ia
bagaikan sebuah perwujudan dari impian perempuan-perempuan di
Indonesia, yaitu seorang wanita cantik yang memiliki suami sukses
yaitu seorang putra presiden pada saat itu.

Eunice Olsen
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
20
Eunice Olsen ialah sosok seorang wanita yang independen dan
ambisius. Selain mengenyam pendidikan tinggi di National University
of Singapore, didalam video ia juga menjelaskan bahwa ia terbang ke
Amerika Serika seorang diri untuk belajar seni peran.
Berdasarkan perbandingan tersebut, terlihat perbedaan pesan yang disampaikan
disesuaikan dengan karakter budaya masyarakat tersebut yang selaras dengan konsep
Dimensi Budaya Hofstede. Singapura tercatat masuk kedalam deretan sepuluh negara
dengan tingkat indivudualism tertinggi di dunia. Berbeda dengan Indonesia yang
berada di peringkat 47 di Dunia. Selain itu, Singapura memiliki poin Masculinity yang
lebih tinggi dari Indonesia dan berada di peirngkat 28 di Dunia. Hal ini terlihat dari
Eunice Olsen yang terlihat kompetitif dan berorientasi pada kesuksesan pribadi. Ini
berbanding terbalik dengan Annisa Pohan, yang berorientasi pada kesuksesan
keluarga.
Selain itu, Walaupun Annisa Pohan memiliki pendidikan baik, yaitu mengenyam
sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, ia tidak memperlihatkan
ambisinya untuk mengejar karir. Hal ini menjadi khas perempuan Indonesia,
walaupun memiliki pendidikan yang bagus dan memiliki potensi untuk mengejar karir
yang tinggi, mereka tidak berorientasi pada karir melainkan pada anak. Disini terlihat
perbedaan yang kontras dengan Olse, ia jelas memperlihatkan ambisi dan usaha
kerasnya untuk mengejar karir, hal ini selaras dengan masyarakat Singapura yang
dikenal pekerja keras. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat jarak yang jauh antara
karakter Annisa dan Olsen yang selaras dengan perbedaan peringkat MasculinityFemininity Indonesia dan Singapura.
b. Quotes yang Disampaikan
Berdasarkan quotes yang disampaikan “Do the work, concentrate on the craft,
people will recognize your work” terlihat bahwa Eunice Olsen lebhi berorientasi pada
karir dan pekerjaan. Hal ini berbanding terbalik dengan Annisa Pohan yang
menyatakan “sehari saja ga ketemu anak saya sudah jadi pengorbanan buat saya”.
Pemilihan Quotes yang disampaikan senada dengan konsep Dimensi Budaya
Hofstede, dimana Singapura memiliki poin masculinity dan Individualism yang lebih
tinggi dari Indonesia.
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
21
c. Aktivitas yang di Tampilkan dan Cara Penggunaan Gadget
Olsen menampilkan waktunya yang ia luangkan lebih banyak untuk kepentingan
dirinya dan goalnya, terlihat ia hanya sedikit melibatkan orang lain seperti, keluarga
didalam kehidupanya. Hal ini kontras dengan Annisa Pohan, dimana ia terlihat
mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk anaknya. Selain itu, hal ini juga
tergambar dari cara penggunaan gadget dimana Olsen lebih berorientasi pada
pekerjaan dan goalnya sedangkan bagi Annisa Pohan, komunikasinya dengan anaknya
adalah hal terpenting dari penggunaan alat komunikasi. Berdasarkan analisis ini
terlihat bahwa tingginya poin dimensi Individualism dan masculinity yang dimiliki
Singapura selaras dengan aktivitas dan cara penggunaan gadget oleh Olsen.
d. Testimoni Personal
Berdasarkan analisa pada testimoni personal yang disampaikan oleh kedua bintang
iklan, terlihat bahwa hidup Olsen sangat berorientasi pada pekerjaan dan goal
sedangkan Annisa Pohan sangat berorientasi pada anak dan keluarga. Konsep
Masculinity dan Individualism Hofstede terlihat jelas dalam pemilihan pesan
testimoni tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Industri gadget di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dari tahun ke tahun.
Semakin beragamnya produk yang beredar membuat persaingan di pasar semakin ketat.
Kemudahan mencari informasi membentuk konsumen yang semakin pintar dalam memilih
produk dan semakin sulit untuk dipuaskan. Oleh karena itu, selain kualitas produk, persepsi
konsumen terhadap sebuah merek menjadi sangat penting untuk mendiferensiasikannya dari
merek lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemasar adalah dengan iklan TV
testimonial. Melalui iklan TV testimonial, sebuah brand dapat mengkomunikasikan secara
visual citra maupun konsep yang dimilikinya. Berdasarkan analisa yang dilakukan pada
kelima aspek dalam pesan iklan, dapat disimpulkan bahwa pengadaptasian pesan iklan
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
22
testimonial Blackberry Indonesia dan Singapura selaras dengan konsep Dimensi Budaya
Hofstede. Kelima aspek yaitu metode pemilihan bintang iklan, kuotes yang ucapkan, aktivitas
yang di tampilkan, bagaimana penggunaan ponsel oleh bintang iklan, serta testimoni personal
dari bintang iklan searah dengan perbedaan poin Dimensi Budaya Hofstede dalam perspektif
Individualism dan Masculinity. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan penggunaan
konsep Dimensi Budaya Hofstede untuk dijadikan salah satu landasan untuk memahami
sebuah karakter masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu.
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Hofstede, G. (2002) 'Dimensions do not exist: A reply to Brendan McSweeney', Vol.
55 The Tavistock Institute SAGE Publications London, Thousand Oaks CA, New
Delhi.
2. Hofstede, G. Culture’s consequences: International differences in work-related
values. Beverly Hills, CA: Sage, 1980.
3. Hofstede, G. Culture’s consequences: Comparing values, behaviors, institutions and
organizations across nations (2nd edn). Thousand Oaks, CA: Sage, 2001.
4. Hofstede, G., Neuijen, B., Ohayv, D.D. & Sanders, G. Measuring organizational
cultures. A qualitative and quantitative study across twenty cases. Administrative
Science Quarterly, 1990, 35, 286–316.
5. Hofstede, G. Mooij. The Hofstede model; Application to Global Branding and
Advertising Strategy and research. International Journal of Advertising, 2010, 29, 85110
6. Jones M. L. (2007 'Hofstede - Culturally questionable?' Oxford Business &
Economics Conference. Oxford, UK, 24-26 June.
7. Liu, S. Volcic, Z. and Gallois, C (2011) 'Introducing Intercultural Communication:
Global Cultures and Contexts', London: SAGE Publication Ltd.
Analisis komunikasi..., Muhamat Riando, FISIP UI, 2014
Download