Strategi Pemasaran: Mengintegrasikan Konsep Pemasaran Pariwisata, Gaya Hidup Konsumen dan Manajemen Destinasi Pariwisata Menuju Kualitas Pengalaman Berkelanjutan I Nyoman Sudiarta* [email protected] *Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Udayana- Bali dan Mahasiswa Program Doktor (S3) Pariwisata. Pasca Sarjana Universitas Udayana Abstact This paper is a conceptual paper which tried to review from relevance literaturs namely books and journals that relationships with marketing concept,life style and destination management to achieve sustainability quality of experiences. Essentially marketing is consumer satisfaction which raising from terminology of sustainable customer satisfaction (Jamrozy, 2003. Nevertheless many literatures drew about quality of experiences such as Moscardo,(2003); Wall and Mathieson, (2006); Reisinger,(2009) Fullerton et.al, (2010). Achieving sustainability of quality experiences needed a specific strategy. In this paper author integrated societal marketing concept, life style of customer and destination management. The result is a model that integrated between marketing concept, life style of customer and destination management proceed sustainability quality of experiences that call as Sustainable Quality Experiences Model(SQEM) Keyword: Marketing strategy, life style, destination management and sustainability of quality experiences Pendahuluan Pemasaran sering disamakan dengan promosi dikuatkan oleh Clarke (2002) dalam Jamrozy (2007) yang memandang pemasaran sebagai kegiatan promosi, padahal promosi hanya bagian kecil dari kegiatan pemasaran yang sangat luas. Kegiatan pemasaran sudah dimulai dari sebelum produk dibuat sampai kepada kegiatan purna beli. Seiring perubahan konsumen maka strategi pemasaran produk pariwisata dan juga destinasi harus dilakukan perubahan (Jamrozy (2006) Adanya evolusi perkembangan konsep pemasaran menguatkan pentingnya konsumen atau pelanggan dalam aktifitas pemasaran. Produsen sebelumnya menerapkan konsep produksi, produk penjualan kemudian berubah menggunakan konsep kepuasan konsumen yang terdiri dari konsep marketing, pemasaran social dan pemasaran holistic (Kotler dan Keller,2009). Secara umum konsep pemasaran dapat dibagi menjadi dua, Page 1 of 16 yaitu konsep produk dan konsep yang berorientasi kepada konsumen. Konsep produk lebih berorientasi pada kebutuhan produsen sedangkan konsep konsumen lebih berorientasi pada keinginan dan kebutuhan konsumen atau kepuasan konsumen. Sedangkan orientasi konsumen menonjolkan kepuasan konsumen sebagai tujuan utama. Dengan kata lain orientasi produk lebih berorientasi pada sisi ekonomi. Namun lambat laun konsep ini mulai ditinggalkan oleh konsumen karena konsumen semakin pintar, semakin memiliki pengalaman serta berbagai motivasi yang beragam. Junardy (2002) presiden Asosiasi Pemasaran Indonesia dan Vice Presiden Federasi Pemasaran Asia mengatakan, tidak cukup memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan namun harus menyatu ke dalam jiwa pelanggan. Tanjung (2002) mengatakan adanya pergeseran dari Poduct Centric ke Customer Centric bahkan Human Centric Era. Salah satu implementasi dari konsep pemasaran yang berorientasi konsumen, salah satunya adalah bagaimana memahami gaya hidup atau life style. Gaya hidup menunjuk pada nilai, minat, opini dan prilaku.Gaya hidup suatu refleksi pilihan individu atas produk dan jasa, destinasi dan perjalanan. (Reisinger,2009). Pilihan perjalanan (travel preference) antar budaya bangsa juga mengalami variasi.(Sukakida, Cole & Card, 2004). Sebagai sebuah tempat dimana wisatawan akan berkunjung dan berbagai produk disediakan maka sebuah destinasi harus siap menjadi media interaksi antara wisatawan dan juga tuan rumah (host) seperti dikatakan Swarbrooke dan Horner (2001) “sebuah destinasi memerlukan manajemen yang efektif jika mereka ingin memuaskan kebutuhan wisatawan”, pada destinasi pula kualitas pengalaman dan otentisitas diperoleh wisatawan selama menikmati perjalanannya. Studi Literatur Pariwisata Sebuah Sistem Pariwisata sebagai suatu sistem menurut Goeldner and Richie (2006:5) dalam Cathy et.al (2008) dalam bukunya Tourism Marketing: An Asia Pacific Perspective mengatakan; “Toursim system is the process, activities and outcomes arising from the relationship and the interactions among tourist, tourism supplier, host government, host communities, and surrounding environment that are involved in the attracting and hosting visitors”. Bila diterjemahkan secara bebas artinya, “pariwisata sebagai suatu sistem adalah proses, aktivitas dan hasil yang muncul dari adanya hubungan dan interaksi antara wisatawan, supplier pariwisata, pemerintah, tuan rumah, masyarakat dan lingkungan sekitar yang menarik wisatawan”.Sedangkan menurut Mill and Morison (1998) menggambarkan pariwisata sebagai suatu sistem dengan empat elemen atau variabel: 1). Permintaan (demand), 2). Perjalanan (travel), 3). Destinasi (Destination) dan 4).Pemasaran (Marketing). Empat komponen tersebut saling ketergantungan dan mempengaruhi sehingga sistem dapat berjalan dengan baik (Cathy et.al 2008). Bila digambarkan sebagai suatu model, elemen permintaan dapat disamakan dengan daerah asal wisatawan atau tourist generating Ccountries (TGC) sedangkan destinasi dapat disamakan dengan daerah tujuan wisata atau tourist destination countries (TDC) yang merupakan daerah tujuan bagi wisatawan. Sedangkan elemen perjalanan (travel) dan pemasaran (marketing) adalah penghubung antara TGC dan TDC. Page 2 of 16 Travel akan membawa wisatawan dari daerah asal menuju daerah tujuan wisata, misalnya wisatawan dari Eropa menuju ke Bali (Destinasi). Sedangkan elemen marketing berperan memasarkan; mengkomunikasikan daerah tujuan wisata kepada wisatawan di daerah asalnya. Sehingga wisatawan akan mengetahui berbagai daya tarik yang ada didaerah tujuan wisata, dengan adanya kegiatan marketing dan berbagai bentuk promosi dan komunikasi yang dilakukan. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan konsep yang berasal dari Brundtland Report (WCED, 1987 dalam Jamrozy, 2007) “ Declares the mission of sustainable development as meeting the needs their own needs.The key to achieving moral implication are environmental health, economic viability and social equity”. Pembangunan berkelanjutan menurut pandangan penulis adalah sutu model pembangunan yang memenuhi kebutuhan namun tetap memberikan manfaat bagi generasi mendatang. Dalam konteks keseimbangan pembangunan ini mengandung makna adanya harmoni antara kepentingan ekonomi, social dan juga lingkungan. Sehingga konsep ini sangat cocok diadopsi dalam pembangunan pariwisata, khususnya pemasaran pariwisata, karena adanya perubahan paradigma green tourism, green tourist dan juga green destination. Pengertian Pemasaran Pariwisata Pada hakekatnya pengertian pemasaran secara umum tidak berbeda dengan pengertian pemasaran pariwisata, namun karena sifat pariwisata sebagai suatu jasa, yang bersifat intangibles; tidak tahan lama, tidak dapat disimpan, produksi dan konsumsi harus bersamaan artinya wisatawan harus datang untuk membeli atau menikmati produk yang diinginkan. Sehingga definisi pemasaran pariwisata akan berbeda dari sisi produk yang dihasilkan namun konsumennya sama, yang harus dipuaskan secara totalitas. Namun untuk memasarkan produk insdustri pariwisata bukan saja diperlukan koordinasi, tetapi diperlukan kerjasama yang baik antara organisasi yang bertanggungjawab dalam pengembangan pariwisata dengan semua pihak yang terlibat dan berkaitan dengan kegiatan pariwisata. J. Krippendorf, merumuskan ”Pemasaran pariwisata adalah suatu sistem dan koordinasi yang harus dilakukan sebagai kebijaksanaan bagi perusahaan-perusahaan kelompok industri pariwisata, baik swasta atau milik pemerintah, dalam ruang lingkup lokal, regional, nasional atau internasional untuk mencapai kepuasan wisatawan dengan memperoleh keuntungan yang wajar.” Sedangkan menurut Salah Wahab (1997) memberikan batasan tentang pemasaran pariwisata yaitu ”Suatu proses manajemen yang dilakukan oleh organisasi pariwisata nasional atau perusahaan-perusahaan. Termasuk dalam kelompok industri pariwisata untuk melakukan identifikasi terhadap wisatawan yang sudah punya keinginan untuk melakukan perjalanan wisata. Wisatawan yang punya potensi akan melakukan perjalanan wisata dengan jalan melakukan komunikasi, mempengaruhi keinginan, kebutuhan, memotivasinya, terhadap apa yang disukai dan tidak disukainya, pada tingkat daerahdaerah lokal, regional, nasional ataupun internasional dengan menyediakan obyek dan atraksi wisata agar wisatawan memperoleh kepuasan optimal”. Namun secara umum definisi pemasaran pariwisata selalu dikaitkan dengan aktifitas Page 3 of 16 pariwisata sebagai sebuah industri jasa yang berbeda dengan produk manufaktur yang lebih bersifat phisik. Sehingga difinisi pemasaran pariwisata menggabungkan fungsi pemasaran secara umum dengan ciri pariwisata sebagai suatu industri. Evolusi dan Konsep Pemasaran Konsep dapat disamakan dengan pola pikir atau arah yang mencapai tujuan. Konsep sering disebut dengan “orientasi pemasar”. (Kotler dan Keller,2009). Dua konsep penting dalam pemasaran adalah “produsen” dan “konsumen”, bila tujuan utama kita adalah kepada produsen maka dapat disebut dengan konsep produk atau produsen karena orientasinya kepada produsen, dalam konteks pemasaran perusahaan akan memproduksi barang dan jasa didasarkan pada kemauan atau keinginan dari produsen, tanpa melihat dari sisi konsumen atau yang disukai oleh konsumen dewasa ini. Sehingga konsep ini lebih mementingkan apa keinginan dari perusahaan, dan sering keliru dengan keinginan pelanggan, misalnya pelanggan menyukai wisata spiritual, namun yang disajikan atau dujual oleh produsen adalah wisata petualangan atau wisata bahari, yang jelas-jelas tidak disenangi oleh wisatawan. Sedangkan konsep konsumen atau sering juga disebut dengan konsep pasar atau market orientation disini produsen selalu membuat barang dan jasa didasarkan pada kebutuhan dan juga keinginan pelanggan, konsumen atau wisatawan. Sehingga akan dapat meminimalisasi komplain atau keluhan konsumen karena sudah sesuai dengan harapannya. Dengan demikian konsep ini mencoba untuk mengurangi keluhan atau ketidak puasan konsumen, karena konsumen yang mengeluh atau kecewa Seorang tamu dari Jepang misalnya selalu menginginkan adanya bathtub disetiap kamar mandinya, maka produsen semestinya sudah tahu bahwa wisatawan Jepang menginginkan hal tersebut, sehingga seorang pengusaha hotel sudah melengkapi kamar hotelnya dengan kamar mandi yang dilengkapi dengan bathtub, termasuk dengan air panasnya, bila perlu dengan jacuzynya. Intinya adalah kenali kebutuhannya selanjutnya penuhilah. Dengan demikian untuk mengetahui bagaimana dan apa kebutuhan konsumen harus dilakukan penelitian tentang prilaku konsumen atau consumer behavior. Sehingga riset dalam pemasaran sangat penting dan harus dilakukan oleh setiap orang, kelompok dan organisasi yang akan memasuki pasar. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, dunia seolah tanpa batas (less border), tidak ada tempat yang ada didunia ini yang tidak dapat dijangkau, seolah dunia tanpa batas dan waktu. Ini berimbas pula pada pengetahuan dan pengalaman mereka semakin luas sehingga keinginan atau motivasi berwisata semakin komplek. Bila mencoba untuk melakukan kilas balik, konsep atau falsafah pemasaran berkembang sejak tahun 1950an (Kottler dan Keller, 2009:20) Adapun falsafah atau konsep pemasaran menurut (Kotler, 2000: 19, Kotler dan Keller, 2009 ) adalah; 1) Konsep Produksi, 2). Konsep Produk, 3). Konsep Penjualan, 4) Konsep Pemasaran dan 5). Konsep Pemasaran Sosial (Societal Marketing) dan yang terbaru adalah konsep pemasaran Holistik. Konsep Produksi (Production concept) Konsep yang dianggap paling tua dari lima konsep yang ada saat ini. Adapun ciriciri konsep ini adalah : 1). Konsumen menyukai produk yang tersedia luas dan harganya murah, 2). Produsen berkonsentrasi pada efisiensi produk yang tinggi dengan biaya yang Page 4 of 16 rendah, 3). Distribusi secara besar-besaran, 4). Mutu produk rendah. Konsep ini berlaku bila kita ingin memperluas pasar. Contoh : mocin, motor cina yang pernah beredar di Indonesia dan Bali, dengan harga yang murah namun kualitas rendah sehingga sejak tahun 2009 sudah hilang dari pasaran Indonesia dan Bali. Ini membuktikan bahwa konsumen tidak selalu menginginkan produk yang murah, karena terimajinasi dibenak konsumen, bila barang atau jasa yang harganya murah cendrung minim kualitas. Padahal ini tidak selalu demikian, dengan semakin banyaknya pesaing, justru harga-harga yang ditawarkan oleh produsen dewasa ini cendrung semakin murah, namun tetap menjaga kualitas, namun harus mengurangi beberapa entitas yang dianggap tidak penting namun tetap benjaga manfaat bagi konsumen sehinga mereka akan merasa puas. Konsep Produk (Product Concept) Konsep ini mengasumsikan bahwa konsumen akan menyukai produk yang bermutu, berkinerja atau inovatif. Adapun ciri-ciri konsep ini berbanding terbalik dengan konsep produksi yaitu; 1). Produk terbatas, 2). Harga mahal, 3). Kualitas tinggi. Konsep ini lupa untuk memikirkan konsumen, General Motor misalnya membuat mobil yang berkualitas tinggi, dengan jumlah yang terbatas, padahal pesaing mulai membuat produk dengan harga bersaing dengan memperhatikan kombinasi harga dan kualitas serta desain produk. Konsep Penjualan (selling concept) Konsep ini memandang konsumen tidak akan membeli produk kalau tidak “dipaksa” sehingga produsen harus melakukan berbagai cara promosi dan harus gencar. Ciri produk ini adalah 1). Produsen melakukan kegiatan promosi secara gencar atau mungkin memaksa (contoh asuransi di Indonesia). 2). Konsumen/pelanggan bersifat lamban, kalau tidak ditawarkan tidak akan membeli. Partai politik di Indonesia adalah contoh organisasi yang mengaplikasikan konsep ini. Partai politik berusaha untuk membujuk masyarakat untuk memilih partai atau orang yang di”tawarkan”. Ciri konsep ini adalah adanya unsur “ memaksa” atau “menbujuk” agar konsumen mau membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Kenapa konsumen sukar untuk membeli produk ini, karena dianggap sebagai suatu kebutuhan. Di Indonesia jasa asuransi masih dinggap bukan sebagai kebutuhan, sehingga konsumen harus dibujuk untuk menjadi anggota atau membeli produk asuransi, dengan berbagai bujukan dan rayuan. Sedangkan dinegaranegara maju asuransi adalah suatu kewajiban untuk melindungi diri. Konsep Pemasaran (Marketing Concept) Konsep ini bertentangan dengan tiga konsep sebelumnya. Konsep ini secara umum menggambarkan adanya perhatian yang serius terhadap konsumen. Bila konsep penjualan berorientasi pada kebutuhan penjual, konsep ini berorientasi pada kebutuhan pembeli. Ciri konsep ini adalah: 1). Konsumen akan membeli karena memang membutuhkan, 2). Tidak harus membujuk, 3). Pasar sasaran terpilih. Ciri lain dari konsep ini dapat dilihat dari moto: “ temukan keinginan dan penuhilah”, Cintailah pelanggan bukan produk, “ andalah sang Bos”, “untuk anda kami ada”. Intinya adalah berorientasi pada konsumen. Produsen akan membuat produk yang berkualitas sehingga menjadi incaran para pelanggan. Apabila seorang produsen sudah menunjukkan ciri-ciri seperti ini maka dia akan menjadi sukses dan memenangkan persaingan, apalagi pesaing Page 5 of 16 belum berorientasi kepada konsumen. Konsep Pemasaran Masyarakat (Societal Marketing Concept) Konsep ini mengandung filosofi bahwa tugas organisasi adalah menentukan keinginan dan kebutuhan serta minat dari pasar sasaran dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara efektif dan efisien, dengan tetap memelihara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan konsumen. Konsep ini sangat penting di era sudah banyaknya kerusakan lingkungan, degradasi moral serta rusaknya nilai-nilai budaya. Ciri – ciri konsep ini adalah 1). Konsumen akan membeli produk (barang dan jasa) karena memang membutuhkan, 2). Produsen harus membuat produk yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan pembeli, 3). Memperhatikan masalah sosial, budaya dan lingkungan dalam proses produksi dan pemasarannya Beberap perusahaan dewasa ini sangat peduli pada masalah social, budaya dan lingkungan. Perusahaan air minum Aqua misalnya telah bekerjasama dengan perusahaan Danone untuk membantu masalah kesulitas air minum di daerah Indonesia Timur, beberapa hotel berbintang di Bali dan juga di Indonesia telah membantu masyarakat miskin melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan memberikan bantuan kepada masyarakat miskin dengan memberikan bantuan bahan makanan, membuat rumah (bedah rumah) dan juga memberikan bantuan untuk tempat tidur dan sebagainya. Dalam konteks lingkungan banyak hotel di Bali yang membantu membersihkan pantai, menanam pohon bakau dan mengolah air limbah pada dan cair untuk diolah dan hasil olahan dapat digunakan untuk menyiram tanaman dan juga untuk kolam ikan. Dewasa ini hotel-hotel di Bali telah ikut memelihara habitat hidup burung dan juga tupai dengan memberikan makan dan menyediakan tanaman-tanaman tempat burung dan hewan lainnya tupai untuk berkembang biak. Tidak jarang burung-burung tersebut memasuki halaman restoran terbuka, yang akhirnya menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengabadikan melalui kamera. Konsep societal marketing ini merupakan implementasid dari konsep pariwisata berkelanjutan, dimana pembangunan pariwisata yang dilakukan akan terus dapat dinikmati oleh generasi dimasa yang akan datang. Sehingga dalam pemasaranpun akhirnya dikenal istilah sustainable satisfaction atau kepuasan yang berkelanjutan bagi konsumen atau pelanggan. Dengan meminjam istilah pembangunan berkelanjutan atau sustainable development saya berpendapat dapat pula digunakan istilah green marketing atau responsible marketing atau education marketing, karena apa yang dilakukan oleh produsen dapat menjadi pengalaman bagi mereka ketika menikmati perjalanan dan juga menginap disuatu hotel. Karena tidak jarang pihak hotel mengajak wisatawan untuk ikut serta dalam kegiatan membantu lingkungan seperti menanam pohon bakau. Konsep Pemasaran Holistik (KPH) Konsep atau model pemasaran holistik menurut Kotler dan Keller (2009) didasarkan atas pengembangan desain dan implementasi program pemasaran, proses dan aktifitas-aktifitas karena adanya sifat keluasan dan saling ketergantungan antara berbagai entitas yang ada. Konsep Pemasaran Holistik (KPH) berusaha untuk menyadari dan memahami ruang lingkup dan kompleksitas dari aktifitas pemasaran, yang dapat digambarkan menjadi empat elemen yakni: konsep pemasaran hubungan, konsep Page 6 of 16 pemasaran ter-integrasi, konsep pemasaran internal dan konsep pemasaran kinerja. Keempat elemen tersebut akan saling melengkapi untuk dapat mewujudkan pemasaran holistic atau pemasaran yang memenuhi seluruh kepentingan yang terkait. Kata kunci pemasaran holistik adalah adanya usaha untuk memahami bahwa “segala sesuatu berarti’ dalam pemasaran. Sehingga kegiatan pemasaran adalah aktifitas yang strategis bagi perusahan, organisasi baik swasta maupun pemerintah.seprti digambarkan dibawah ini: Page 7 of 16 Departemen Pemasaran Manajer senior Komunikasi Departemen lain Pemasaran Internal Produk dan jasa Pemasaran Terintegrasi Pemasaran Holistik Pemasaran Kinerja Page 8 of 16 Pemasaran Hubunagn Saluran Pendapata n Penjualan Ekuitas Pelanggan dan Merek Etika Lingkunga ngan Hukum Komunitas Pelanggan Saluran Mitra Sumber : Adopsi dari Kotler dan Keller, 2002. Strategi Pemasaran (Pariwisata) Strategi pemasaran merupakan pernyataan, baik secara eksplisit maupun inplisit suatu merek atau produk mencapai tujuannya (Bennet,1988 dalam Tjiptono,1997:6). Sedangkan menurut Tull dan Kahle (1990 dalam Tjiptono,1997 : 6) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran Strategi pemasaran menurut Middleton, Clarkie (2001:189) marketing strategy is a dominant element in corporate strategy because of its focus on balancing delivery of customer satisfaction and value with sales – revenue generation. Adapun komponen strategi pemasaran menurut Middleton dan Clarke (2001) adalah : 1. Goals and objectives (tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu) 2. Images, positioning and branding (bagaiman menciptakan image bagi pelanggan) 3. Strategies and programmes (eksien yang dilakukan termasuk pengembangan produk dan investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran). 4. Budget ( sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan) 5. Review and evaluation, (bagaimana melakukan penilaian atas apa yang dicapai dalam kontek persaingan dan lingkungan ekternal. Dalam konteks bisnis, strategi pemasaran menurut Chaty et.al (2008); strategi mengacu pada serangkaian keputusan manajerial dan aksi dari perusahaan atau organisasi yang bertujuan untuk membedakan perusahaan dari pesaing dan keberlanjutan keuntungan kompetitif.Untuk itu perusahaan harus bersifat realistis berkaitan dengan strategi mereka, yang didasarkan pada visi, misi sumber daya yang dimiliki perusahaan, dan lingkungan yang ada disekitarnya. Sehingga strategi pemasaran didefinisikan sebagai: “a plan by a company to differentiate itself positively from its competitor, using its relative strengths to beeter satisfy customer needs in a given environment ( Jain 2004 in Chaty et.al 2008). Tidak berbeda dengan pernyataan beberapa ahli tentang strategi pemasaran dimana kata-kata kunci yang terkandung adalah; rencana, pesaing, kepuasan konsumen. Chaty (2008) juga memberikan pandangan, bahwa strategi pemasaran (SP) memerlukan tiga langkah dalam aplikasinya, yakni: pertama harus dapat menjawab Page 9 of 16 pertanyaan “dimana kita sekarang” ; melalui kegiatan analisis situasi (meliputi situasi internal dan eksternal). Kedua adalah menjawab pertanyaan “ kita ingin menjadi apa”; sehingga perusahaan harus menentukan visi dan misi, dan mencapai untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Kontrol terhadap kualitas, umpan balik, dan monitoring sangat perlu dilakukan dalam meng-implentasikan rencana pemasaran perusahaan. Adapun esensi strategi pemasaran menurut Hsu dan Powers (2002), Jain (2004) dalam Chaty et.al (2008) yang terdiri dari tiga (3) elemen yang lazim disebut dengan “three Cs” yang meliputi; pertaman customers, kedua competition dan ketiga company. Ketiga elemen yang saling terkait ini disebut dengan triangle strategy. Perusahaan harus mengaplikasikan tiga elemen (3C) ini untuk memperoleh keuntungan kompetitif. Perusahaan harus memberikan nilai kepada konsumen sehingga konsumen percaya kepada perusahaan dan akan menjadi pelanggan setia. Karena pesaing juga akan melakukan hal yang sama, maka perusahaan harus membuat “ diferensiasi” dalam segala hal sehingga berbeda dengan pesaing yang ada. Namun harus dipahami ketikan komunikasi antara perusahaan dan konsumen terjadi harus didasarkan pada kemampuan sumber daya yang tersedia serta kebutuhan dan keinginan konsumen. Sehingga apa yang dipersepsikan konsumen sama dengan apa yang diberikan oleh perusahaan maka konsumen akan puas. Perusahaan dan pesaiang samasama memandang konsumen sebagai entitas penting untuk keberlanjutan mereka masingmasing, maka perusahaan harus sangat berhati hati dalam memahami kebutuhan konsumen, karena kesalahan menterjemahkan akan berakibat fatal bagi perusahaan dan dalam jangka yang panjang. Disamping tiga elemen, ada elemen lain yang juga mempengaruhi persaingan tersebut. Elemen tersebut adalah lingkungan social budaya, ekonomi, global, politik, ekologi dan teknologi yang sering disebut dengan lingkungan makro. Memahami Gaya Hidup Konsumen Salah satu implementasi dari konsep pemasaran yang berorientasi konsumen, salah satunya adalah bagaimana memahami gaya hidup atau life style. Gaya hidup menunjuk pada nilai, minat, opini dan prilaku (Reisinger,2009:323) Gaya hidup refleksi pilihan individu atas produk dan jasa, destinasi dan perjalanan yang terkait gaya hidup (Reisinger,2009:323).Dikaitkan dengan gaya hidup budaya antar bangsa bervariasi, pada budaya feminim, masyarakat merasakan lebih dikaitkan dengan rumah dan tempat tinggal dibandingkan dengan budaya maskulin. Anggota budaya feminim lebih suka perjalanan sekitar rumah dan mengeluarkan uang lebih sedikit untuk akomodasi.(Reisinger, 2009: 323), dimana anggota budaya maskulin melakukan perjalanan lebih jauh, tinggal di hotel dan mengeluarkan uang lebih banyak untuk akomodasi. Pilihan perjalanan (travel preference) antar budaya bangsa bervariasi, sebagai contoh, murid dari Amerika lebih suka dari murid Jepang melakukan perjalanan dengan jumlah kecil. Mengunjungi petualangan dan destinasi yang berbeda. Murid jepang dilain pihak lebih menyukai individu dalam mengatur perjalanan, dibandingkan dengan Amerika. Murid Amerika dan Jepang juga berbeda dalam pilihan perjalanan dengan tipe allocentric (distance travel). Murid Jepang lebih kolektif, kurang menyukai allocentric namun lebih menyukai perjalanan yang bersifat psychocentric (close to home) (Sukakida, Cole & Card, 2004 dalam Reisinger, 2009) Wisatawan Korea berbeda dengan Jepang dalam pola perjalanannya, Wisatawan Page 10 of 16 Korea melakukan perjalanan bagian dari kelompok, dan menggunakan paket wisata, sebab ini lebih mudah dan jalan cepat dalam menyusun perjalanan wisata (Kim & Prideaux, 1998 in Reisinger, 2009: 323). Wisatawan Korea lebih adventure dari jepang dalam memilih aktifitas wisata dan lebih impulsive dalam berbelanja (March,1997 dalam Reisinger, 2009:323).Wisatawan Korea juga lebih cepat memutuskan perjalanan dibandingkan Jepang. (Iverson, 1997 dalam Reisinger, 2009:323). Manajemen Destinasi Pariwisata Destinasi menurut Jamrozy (2007) adalah sebuah tempat dimana terjadi interaksi antara konsumen dan produsen, adanya berbagai stakeholders pada sisi suplai. Clarke (2002) menyatakan bahwa destinasi dapat dipandang sebagai suatu “image”. Sangat masuk akal bahwa saat ini orang bukan membeli produk tetapi membeli “citra”atau “imege’ . Laku tidaknya sebuah perusahaan, organisasi atau destinasi sangat tergantung persepsi konsumen atas produknya tersebut. Bila persepsi mereka positif maka sebuh perusahaan, destinasi dan apapun sebutannya akan memiliki citra positif. Jamrozy (2007) mengembangkan suatu model yang mengintegrasikan elemen ekonomi, social dan lingkungan sebagai suatu kesatuan yang saling terkait sehingga memberikan manfaat yang berkelanjutan. Model ini sebenarnya diambil dari konsep pembangunan berkelanjutan (WCED,1987) yang juga diadopsi oleh pariwisata dan juga bidang pemasaran. Seningga dikenal istilah-istilah: sustainable development, sustaibale tourism development dan sustainable tourism marketing. Jamrozy (2007) menyebutkan dengan sustainable tourism marketing model (STMM. Model lain yang juga sering digunakan adalah karya Hsu & Powers (2004) dalam Chaty et.al (2008) dengan sebutan Marketing Strategy Triangle, yang mengintegrasikan komponen-komponen lingkungan yang lebih luas atau tidak dapat dikontrol, seperti lingkungan social, ekonomi politik dan lingkungan yang dapat dikontrol seperti konsumen, pesaing dan perusahaan.internal seperti konsumen atau pelanggan, perusahaan dan pesaing. Swarbrooke dan Horner (2001) mengatakan sebuah destinasi memerlukan manajemen yang efektif jika mereka ingin memuaskan kebutuhan wisatawan. Manajemen dapat mengambil beberapa bentuk atau model seperti pada bagan dibawah: Planning and Development Infrastructure Including Venues and Transport Training and education for all staff involved in servicing the needs of business tourists Page 11 of 16 Marketing and the provision of information concerning the destination Destination The Operation of publicity owned conference/exhibition venues Managing quality standards in respect of all aspects of the product and taking action if there are problem Maintaining the standard of the physical environment including street cleaning and the maintenance of open space Ensuring the safety and security of business visitors particularly in relaxion to come and fire safety Ensuring the reliability of utilities such as electricity and water supplies Sumber :Adopsi dari Swarbrooke dan Horner (2001): The scope of business tourism destination management Namun tanggungjawab tidak hanya oleh satu organisasi.Sehingga pemerintah lokal biasanya bertanggungjawab dalam pengelolaan destinasi, juga berperan seperti : 1. Perwakilan pemerintah pusat 2. Perwakilam pemerintah regional 3. Organisasi yang bekerjasama dengan pemerintah dan sector swasta.(contoh di Bali mungkin dapat disamakan dengan Bali Tourism Board 4. Perusahaan – perusahaan swasta (contoh di Bali seperti Hotel dan restorant, Biro perjalanan wisata dll) 5. Universitas dan sekolah tinggi ( contoh di Bali antara PTN dan PTS yang berada di bawah Kopertis). Dengan demikian model manajemen destinasi menurut Swarbrook dan Horner (2001) melihat pentingnya keterlibatan berbagai stakeholders baik pemerintah pusat sampai daerah, pihak swasta serta lembaga pendidikan, namun menurut hemat penulis perlu melibatkan organisasi tradisonal atau kelompok masyarakat atau organisasi non profit lainnya seperti juga LSM. Hal ini sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata.Dari delapan elemen penting dalam manajemen destinasi salah satunya adalah komponen pemasaran, artinya pemasaran merupakan salah satu komponen penting sebagai suatu strategi untuk mendekatkan destinasi kepada konsumen. Manajemen Pemasaran Destinasi Pariwisata Menurut Kotler, dkk (2010), pemasaran destinasi merupakan bagian integral dari pengembangan dan pendukung suatu lokasi menjadi terkenal seperti digambarkan berikut “Destination marketing is an integral part of developing and retaining a particular location’s popularity. Trace First dari University of Western Sydney (dalam Suradnya, 2011)mengatakan bahwa strategi pemasaran destinasi berkelanjutan (sustainable tourism destination marketing strategy) dapat dibagi menjadi 4 tahapan yaitu : 1). Tahapan identifikasi, mengadung makna bahwa perlu dilakukan pemetaan berbagai potensi atau sumber daya serta keterlibatan semua stakeholders pariwisata.2). Tahapan formulasi strategi pemasaran, merupakan tindak lanjut sebelumnya yaitu dengan membuat visi, misi serta berbagai kegiatan promosi pada berbagai tingkatan; lokal,nasional maupun internasional 3). Tahapan implementasi adalah melaksanakan berbagai konsep yang telah Page 12 of 16 disepakati seperti promosi dengan berbagai kebijakannya seperti kebijakan produk, harga, saluran distribusi promosi, dan 4).Tahapan monitoring dan evalusasi; tahapan ini mengandung makna perlunya melakukan evaluasi atas berbagai kegiatan yang telah dilakukan apakah berhasil sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, atau perlu penyempurnaan untuk keberhasilan yang lebih baik.. Integrasi Konsep Pemasaran, Gaya Hidup Konsumen dan Manajemen Destinasi Pariwisata Tercapainya pariwisata berkelanjutan strategi pariwisata berkelanjutan salah satu strategi yang dapat diterapkan adalan strategi pengintegrasian (Jamrozy, 2007; Middleton; Moscardo, 2003), karena inti strategi integrasi adalah mengkombinasikan kepentingan wisatawan (demand side dan kepentingan destinasi (supply side) dimana startegi pemasaran adalah proses untuk menjembatani keduanya sehingga dihasilkan kualitas pengalaman yang berkelanjutan atau dalam konteks yang lebih makro adalah terwujudnya pariwisata berkelnjutan. Tercapainya kualitas pengalaman berkelanjutan maka perlu menggunakan strategi integrasi yang mengintegrasikan gaya hidup konsumen pada daerah asal wisatawan atau TGC, konsep pemasaran berwawasan social/lingkungan dan memahami perubahan paradigma konsep pemasaran dan manajemen destinasi atau TDC. destinasi anjytan dalam hal ini adalah memkombinasikan perubahan-perubahan yang terjadi pada konsep pemasaran, yang disesuaikan dengan perubahan pada gaya hidup wisatawan sehingga keberlanjutan destinasi sebagai tempat, atau produk sehingga dapat memberikan kualitas pengalaman yang berkelanjutan.Seperti digambarkan dibawah ini: Gaya Hidup Konsumen Konsep Pemasaran Sosial/Lingkungan Strategi Pemasaran Berkelanjutan Kualitas Pengalaman Berkelanjutan Manajemen Destinasi Gambar : Model Kualitas Pengalaman Berkelanjutan (MKPB) Strategi pemasaran berkelanjutan, menghasilkan kualitas pengalaman yang berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai dengan cara mengintegrasikan pemahaman tentang perubahan yang terjadi pada gaya hidup konsumen. Konsumen dewasa ini adalah Page 13 of 16 konsumen yang sangat peduli pada masalah-masalah lingkungan, masalah sosial dan budaya dimana mereka melakukan perjalanan wisata.Wisatawan tidak hanya melakukan “ something to se, something do, something to buy “, namun berubah menjadi something to share sebagai contoh wisatawan yang menginap disuatu hotel pedulu dengan adanya program hotel membantu masyarakat miskin mereka membantu dalam bentuk uang dan terkadang ikut serta melihat kondisi dilapangan. Bahkan dewasa ini berkembang wisata volunteer, dimana wisatawan disamping rela membayar atas keikutsertaanya namun juga membantu masyarakat didaerah tujuan wisatawa secara sukarela seperti membantu mengajar bahasa inggris, dan sebagainya. Ini adalah salah satu perubahan dalam paradigma wisatawan, yang diikuti oleh perubahan konsep pemasaran serta orientasi dalam mengelola destinasi pariwisata yang memperhatikan kepuasan konsumen dan kualitas pengalaman. Kesimpulan Orientasi konsep pemasaran dewasa ini mengalami perubahan dari konsep produk yang lebih berorientasi ekonomi menuju orientasi yang berpihak pada masalah-masalah sosial atau lingkungan yang dikenal dengan konsep pemasaran societal. Hal ini sejalan dengan perubahan yang terjadi pada sisi konsumen, dimana gaya hidup konsumen mengalami perubahan, selera berwisata mereka semakin tinggi mereka menginginkan pengalaman yang berkualitas, otentik bahkan menginginkan sesuatu yang asli. Dengan demikian perusahaan, organisasi, suatu destinasi dan juga individu harus mengembangkan strategi yang memahami kebutuhan, keinginan untuk dipuaskan. Sebuah destinasi yang menginginkan kualitas pengalaman berkelanjutan memerlukan strategi yang meng-intergrasikan konsep pemasaran sosietal, dan manajemen destinasi yang efektif. Model yang dihasilkan dari integrasi tiga elemen atau konsep disebut dengan Model Kualitas Pengalaman Berkelanjutan (MKPB) atau dalam bahasa pariwisata disebut Sustainable Quality Experiences Model (SQEM) yang mengadaptasi dari model yang telah ada. Rekomendasi Dalam memasarkan suatu destinasi pariwisata disamping mempertimbangkan aspek praktis seperti contoh model keberhasilan suatu destinasi. Perlu mempertimbangkan aspek akademis terutama perkembangan konsep-konsep atau teori yang berkembang saat ini. Seperti konsep pemasaran terbaru, serta konsep atau teori tentang prilaku konsumen serta model manajemen destinasi yang efektif sebagai suatu strategi meningkatkan kualitas pengalaman konsumen. Serta pentingnya manajemen destinasi menyediakan pengalaman yang otentik. Keterbatasan dari paper ini adalah, menggabungkan konsep yang masih terbatas, karena beberapa konsep yang belum di-integrasikan seperti konsep atau teori motivasi.Model yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi khasanah akademik terutama berkaitan dengan strategi pemasaran pariwisata dan juga destinasi. Page 14 of 16 Daftar Pustaka Delen, Nevbahar Handan., Qu, Hailin and Slevitch,Lisa. 2009. Hotel Managers’s Perception Towards relationship Marketing: A Case Study of Antalya,Turkey. Journal of Travel and Tourism reserch. 2010 Fullerton,Leanne.,McGettigan,Kathleen and Stephens Simon, 2010. Integrating Management and Marketing Strategies at Heritage Sites. International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research. Vol. 4 No. 2. pp. 108 -117 Goldner, Charles R and Ritchie, J.R.Brent. 2006. Tourism: Principles, Practices, Philosophies. Tenth edition. Jhon Willey & Sons, Inc. New Jersey Jamrozy, Ute. 2006. Marketing of tourism: a paradigm shift toward sustainability. International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research. Vol 1 No. 2 . 2007, pp. 117 – 130. Jennings, Gayle.2001. Tourism Research. John Wiley & Sons. Australia Kennet – Hensel, Pamela A., Sneath Julie Z. and Paul J. Hensel. 2010. Developing Sustainable Tourism: Managers Assessment of Jamaica’s Ten-Year Master Plan. Kotler,Philip; Bowen,John T; Makens, James C. 2010. marketing for Hospitality and Tourism. Pearson.New Jersey. Leiper,Neil. 2004. Tourism Management. Pearson Education. Australia McCabe, Scott. 2009. Marketing Communication in Tourism and Hospitality. Elsevier UK. Malhotra, Naresh K. 2002. Basic Marketing Research:aplication to contemporary issues. International Edition. Prentice Hall International.New jersey. Martin, Hector San; Collado,Jesus and Rodriguez del Bosque, Ignaco. 2009. A New Approach to Tourist service Satisfaction with Alternative Comparason Standards. Middleton.Victor T.C. and Hawkin, Rebecca..1998. Sustainable Tourism: A Marketing Perspektive. Butterworth Heinemann.British Richardson. John I & Fluker Martin. 2004. Understanding and Managing Tourism. Pearson Education Australia. Suprapti,Ni Wayan. 2011. Materi Kuliah Pemasaran dan Komunikasi Pariwisata. (Program Doktor (S3) PariwisataProgram Pasca Sarjana Universitas Udayana 2011 Suradnya, I Made. 2011. Bahan Kuliah Pemasaran Pariwisata “Strategi Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan”. Program Doktor Pariwisata. Universitas Udayana. Swarbrooke. J. 1999. Sustainable Tourism Management. CABI Publishing. UK Swarbrooke,John;Horner,Susan.2001. Business Travel and Tourism. Butterworth Heinemann.Oxford. Tandjung, Jenu Widjaja. 2002. Spiritual Selling: How to Get and Keep Your Customers. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia. Jakarta. Wall,Geoffrey; Mathieson Alister.2006. Tourism; Change, Impact and Opportunities. Perason. England Page 15 of 16 Page 16 of 16