Strategi Pemasaran: Mengintegrasikan Konsep Pemasaran

advertisement
Strategi Pemasaran: Mengintegrasikan Konsep Pemasaran Pariwisata,
Gaya Hidup Konsumen dan Manajemen Destinasi Pariwisata Menuju
Kualitas Pengalaman Berkelanjutan
I Nyoman Sudiarta*
[email protected]
*Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Udayana- Bali dan Mahasiswa Program
Doktor (S3) Pariwisata. Pasca Sarjana Universitas Udayana
Abstact
This paper is a conceptual paper which tried to review from relevance literaturs namely
books and journals that relationships with marketing concept,life style and destination
management to achieve sustainability quality of experiences. Essentially marketing is
consumer satisfaction which raising from terminology of sustainable customer
satisfaction (Jamrozy, 2003. Nevertheless many literatures drew about quality of
experiences such as Moscardo,(2003); Wall and Mathieson, (2006); Reisinger,(2009)
Fullerton et.al, (2010). Achieving sustainability of quality experiences needed a specific
strategy. In this paper author integrated societal marketing concept, life style of customer
and destination management. The result is a model that integrated between marketing
concept, life style of customer and destination management proceed sustainability
quality of experiences that call as Sustainable Quality Experiences Model(SQEM)
Keyword: Marketing strategy, life style, destination management and sustainability of
quality experiences
Pendahuluan
Pemasaran sering disamakan dengan promosi dikuatkan oleh Clarke (2002) dalam
Jamrozy (2007) yang memandang pemasaran sebagai kegiatan promosi, padahal promosi
hanya bagian kecil dari kegiatan pemasaran yang sangat luas. Kegiatan pemasaran sudah
dimulai dari sebelum produk dibuat sampai kepada kegiatan purna beli. Seiring
perubahan konsumen maka strategi pemasaran produk pariwisata dan juga destinasi
harus dilakukan perubahan (Jamrozy (2006)
Adanya evolusi perkembangan konsep pemasaran menguatkan pentingnya
konsumen atau pelanggan dalam aktifitas pemasaran. Produsen sebelumnya menerapkan
konsep produksi, produk penjualan kemudian berubah menggunakan konsep kepuasan
konsumen yang terdiri dari konsep marketing, pemasaran social dan pemasaran holistic
(Kotler dan Keller,2009). Secara umum konsep pemasaran dapat dibagi menjadi dua,
Page 1 of 16
yaitu konsep produk dan konsep yang berorientasi kepada konsumen.
Konsep produk lebih berorientasi pada kebutuhan produsen sedangkan konsep
konsumen lebih berorientasi pada keinginan dan kebutuhan konsumen atau kepuasan
konsumen. Sedangkan orientasi konsumen menonjolkan kepuasan konsumen sebagai
tujuan utama. Dengan kata lain orientasi produk lebih berorientasi pada sisi ekonomi.
Namun lambat laun konsep ini mulai ditinggalkan oleh konsumen karena konsumen
semakin pintar, semakin memiliki pengalaman serta berbagai motivasi yang beragam.
Junardy (2002) presiden Asosiasi Pemasaran Indonesia dan Vice Presiden Federasi
Pemasaran Asia mengatakan, tidak cukup memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan
namun harus menyatu ke dalam jiwa pelanggan. Tanjung (2002) mengatakan adanya
pergeseran dari Poduct Centric ke Customer Centric bahkan Human Centric Era.
Salah satu implementasi dari konsep pemasaran yang berorientasi konsumen,
salah satunya adalah bagaimana memahami gaya hidup atau life style. Gaya hidup
menunjuk pada nilai, minat, opini dan prilaku.Gaya hidup suatu refleksi pilihan individu
atas produk dan jasa, destinasi dan perjalanan. (Reisinger,2009). Pilihan perjalanan
(travel preference) antar budaya bangsa juga mengalami variasi.(Sukakida, Cole & Card,
2004).
Sebagai sebuah tempat dimana wisatawan akan berkunjung dan berbagai produk
disediakan maka sebuah destinasi harus siap menjadi media interaksi antara wisatawan
dan juga tuan rumah (host) seperti dikatakan Swarbrooke dan Horner (2001) “sebuah
destinasi memerlukan manajemen yang efektif jika mereka ingin memuaskan kebutuhan
wisatawan”, pada destinasi pula kualitas pengalaman dan otentisitas diperoleh wisatawan
selama menikmati perjalanannya.
Studi Literatur
Pariwisata Sebuah Sistem
Pariwisata sebagai suatu sistem menurut Goeldner and Richie (2006:5) dalam
Cathy et.al (2008) dalam bukunya Tourism Marketing: An Asia Pacific Perspective
mengatakan;
“Toursim system is the process, activities and outcomes arising from the
relationship and the interactions among tourist, tourism supplier, host government, host
communities, and surrounding environment that are involved in the attracting and
hosting visitors”.
Bila diterjemahkan secara bebas artinya, “pariwisata sebagai suatu sistem adalah
proses, aktivitas dan hasil yang muncul dari adanya hubungan dan interaksi antara
wisatawan, supplier pariwisata, pemerintah, tuan rumah, masyarakat dan lingkungan
sekitar yang menarik wisatawan”.Sedangkan menurut Mill and Morison (1998)
menggambarkan pariwisata sebagai suatu sistem dengan empat elemen atau variabel: 1).
Permintaan (demand), 2). Perjalanan (travel), 3). Destinasi (Destination) dan
4).Pemasaran (Marketing). Empat komponen tersebut saling ketergantungan dan
mempengaruhi sehingga sistem dapat berjalan dengan baik (Cathy et.al 2008). Bila
digambarkan sebagai suatu model, elemen permintaan dapat disamakan dengan daerah
asal wisatawan atau tourist generating Ccountries (TGC) sedangkan destinasi dapat
disamakan dengan daerah tujuan wisata atau tourist destination countries (TDC) yang
merupakan daerah tujuan bagi wisatawan. Sedangkan elemen perjalanan (travel) dan
pemasaran (marketing) adalah penghubung antara TGC dan TDC.
Page 2 of 16
Travel akan membawa wisatawan dari daerah asal menuju daerah tujuan wisata,
misalnya wisatawan dari Eropa menuju ke Bali (Destinasi). Sedangkan elemen marketing
berperan memasarkan; mengkomunikasikan daerah tujuan wisata kepada wisatawan di
daerah asalnya. Sehingga wisatawan akan mengetahui berbagai daya tarik yang ada
didaerah tujuan wisata, dengan adanya kegiatan marketing dan berbagai bentuk promosi
dan komunikasi yang dilakukan.
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan konsep yang berasal
dari Brundtland Report (WCED, 1987 dalam Jamrozy, 2007) “ Declares the mission of
sustainable development as meeting the needs their own needs.The key to achieving
moral implication are environmental health, economic viability and social equity”.
Pembangunan berkelanjutan menurut pandangan penulis adalah sutu model
pembangunan yang memenuhi kebutuhan namun tetap memberikan manfaat bagi
generasi mendatang. Dalam konteks keseimbangan pembangunan ini mengandung makna
adanya harmoni antara kepentingan ekonomi, social dan juga lingkungan. Sehingga
konsep ini sangat cocok diadopsi dalam pembangunan pariwisata, khususnya pemasaran
pariwisata, karena adanya perubahan paradigma green tourism, green tourist dan juga
green destination.
Pengertian Pemasaran Pariwisata
Pada hakekatnya pengertian pemasaran secara umum tidak berbeda dengan
pengertian pemasaran pariwisata, namun karena sifat pariwisata sebagai suatu jasa, yang
bersifat intangibles; tidak tahan lama, tidak dapat disimpan, produksi dan konsumsi harus
bersamaan artinya wisatawan harus datang untuk membeli atau menikmati produk yang
diinginkan. Sehingga definisi pemasaran pariwisata akan berbeda dari sisi produk yang
dihasilkan namun konsumennya sama, yang harus dipuaskan secara totalitas. Namun
untuk memasarkan produk insdustri pariwisata bukan saja diperlukan koordinasi, tetapi
diperlukan kerjasama yang baik antara organisasi yang bertanggungjawab dalam
pengembangan pariwisata dengan semua pihak yang terlibat dan berkaitan dengan
kegiatan pariwisata.
J. Krippendorf, merumuskan ”Pemasaran pariwisata adalah suatu sistem dan
koordinasi yang harus dilakukan sebagai kebijaksanaan bagi perusahaan-perusahaan
kelompok industri pariwisata, baik swasta atau milik pemerintah, dalam ruang lingkup
lokal, regional, nasional atau internasional untuk mencapai kepuasan wisatawan dengan
memperoleh keuntungan yang wajar.”
Sedangkan menurut Salah Wahab (1997) memberikan batasan tentang pemasaran
pariwisata yaitu ”Suatu proses manajemen yang dilakukan oleh organisasi pariwisata
nasional atau perusahaan-perusahaan. Termasuk dalam kelompok industri pariwisata
untuk melakukan identifikasi terhadap wisatawan yang sudah punya keinginan untuk
melakukan perjalanan wisata. Wisatawan yang punya potensi akan melakukan perjalanan
wisata dengan jalan melakukan komunikasi, mempengaruhi keinginan, kebutuhan,
memotivasinya, terhadap apa yang disukai dan tidak disukainya, pada tingkat daerahdaerah lokal, regional, nasional ataupun internasional dengan menyediakan obyek dan
atraksi wisata agar wisatawan memperoleh kepuasan optimal”.
Namun secara umum definisi pemasaran pariwisata selalu dikaitkan dengan aktifitas
Page 3 of 16
pariwisata sebagai sebuah industri jasa yang berbeda dengan produk manufaktur yang
lebih bersifat phisik. Sehingga difinisi pemasaran pariwisata menggabungkan fungsi
pemasaran secara umum dengan ciri pariwisata sebagai suatu industri.
Evolusi dan Konsep Pemasaran
Konsep dapat disamakan dengan pola pikir atau arah yang mencapai tujuan.
Konsep sering disebut dengan “orientasi pemasar”. (Kotler dan Keller,2009). Dua konsep
penting dalam pemasaran adalah “produsen” dan “konsumen”, bila tujuan utama kita
adalah kepada produsen maka dapat disebut dengan konsep produk atau produsen karena
orientasinya kepada produsen, dalam konteks pemasaran perusahaan akan memproduksi
barang dan jasa didasarkan pada kemauan atau keinginan dari produsen, tanpa melihat
dari sisi konsumen atau yang disukai oleh konsumen dewasa ini. Sehingga konsep ini
lebih mementingkan apa keinginan dari perusahaan, dan sering keliru dengan keinginan
pelanggan, misalnya pelanggan menyukai wisata spiritual, namun yang disajikan atau
dujual oleh produsen adalah wisata petualangan atau wisata bahari, yang jelas-jelas tidak
disenangi oleh wisatawan.
Sedangkan konsep konsumen atau sering juga disebut dengan konsep pasar atau
market orientation disini produsen selalu membuat barang dan jasa didasarkan pada
kebutuhan dan juga keinginan pelanggan, konsumen atau wisatawan. Sehingga akan
dapat meminimalisasi komplain atau keluhan konsumen karena sudah sesuai dengan
harapannya. Dengan demikian konsep ini mencoba untuk mengurangi keluhan atau
ketidak puasan konsumen, karena konsumen yang mengeluh atau kecewa Seorang tamu
dari Jepang misalnya selalu menginginkan adanya bathtub disetiap kamar mandinya,
maka produsen semestinya sudah tahu bahwa wisatawan Jepang menginginkan hal
tersebut, sehingga seorang pengusaha hotel sudah melengkapi kamar hotelnya dengan
kamar mandi yang dilengkapi dengan bathtub, termasuk dengan air panasnya, bila perlu
dengan jacuzynya. Intinya adalah kenali kebutuhannya selanjutnya penuhilah.
Dengan demikian untuk mengetahui bagaimana dan apa kebutuhan konsumen
harus dilakukan penelitian tentang prilaku konsumen atau consumer behavior. Sehingga
riset dalam pemasaran sangat penting dan harus dilakukan oleh setiap orang, kelompok
dan organisasi yang akan memasuki pasar. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang
semakin pesat, dunia seolah tanpa batas (less border), tidak ada tempat yang ada didunia
ini yang tidak dapat dijangkau, seolah dunia tanpa batas dan waktu. Ini berimbas pula
pada pengetahuan dan pengalaman mereka semakin luas sehingga keinginan atau
motivasi berwisata semakin komplek.
Bila mencoba untuk melakukan kilas balik, konsep atau falsafah pemasaran
berkembang sejak tahun 1950an (Kottler dan Keller, 2009:20) Adapun falsafah atau
konsep pemasaran menurut (Kotler, 2000: 19, Kotler dan Keller, 2009 ) adalah; 1)
Konsep Produksi, 2). Konsep Produk, 3). Konsep Penjualan, 4) Konsep Pemasaran dan
5). Konsep Pemasaran Sosial (Societal Marketing) dan yang terbaru adalah konsep
pemasaran Holistik.
Konsep Produksi (Production concept)
Konsep yang dianggap paling tua dari lima konsep yang ada saat ini. Adapun ciriciri konsep ini adalah : 1). Konsumen menyukai produk yang tersedia luas dan harganya
murah, 2). Produsen berkonsentrasi pada efisiensi produk yang tinggi dengan biaya yang
Page 4 of 16
rendah, 3). Distribusi secara besar-besaran, 4). Mutu produk rendah. Konsep ini berlaku
bila kita ingin memperluas pasar. Contoh : mocin, motor cina yang pernah beredar di
Indonesia dan Bali, dengan harga yang murah namun kualitas rendah sehingga sejak
tahun 2009 sudah hilang dari pasaran Indonesia dan Bali. Ini membuktikan bahwa
konsumen tidak selalu menginginkan produk yang murah, karena terimajinasi dibenak
konsumen, bila barang atau jasa yang harganya murah cendrung minim kualitas. Padahal
ini tidak selalu demikian, dengan semakin banyaknya pesaing, justru harga-harga yang
ditawarkan oleh produsen dewasa ini cendrung semakin murah, namun tetap menjaga
kualitas, namun harus mengurangi beberapa entitas yang dianggap tidak penting namun
tetap benjaga manfaat bagi konsumen sehinga mereka akan merasa puas.
Konsep Produk (Product Concept)
Konsep ini mengasumsikan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
bermutu, berkinerja atau inovatif. Adapun ciri-ciri konsep ini berbanding terbalik dengan
konsep produksi yaitu; 1). Produk terbatas, 2). Harga mahal, 3). Kualitas tinggi. Konsep
ini lupa untuk memikirkan konsumen, General Motor misalnya membuat mobil yang
berkualitas tinggi, dengan jumlah yang terbatas, padahal pesaing mulai membuat produk
dengan harga bersaing dengan memperhatikan kombinasi harga dan kualitas serta desain
produk.
Konsep Penjualan (selling concept)
Konsep ini memandang konsumen tidak akan membeli produk kalau tidak
“dipaksa” sehingga produsen harus melakukan berbagai cara promosi dan harus gencar.
Ciri produk ini adalah 1). Produsen melakukan kegiatan promosi secara gencar atau
mungkin memaksa (contoh asuransi di Indonesia). 2). Konsumen/pelanggan bersifat
lamban, kalau tidak ditawarkan tidak akan membeli. Partai politik di Indonesia adalah
contoh organisasi yang mengaplikasikan konsep ini. Partai politik berusaha untuk
membujuk masyarakat untuk memilih partai atau orang yang di”tawarkan”. Ciri konsep
ini adalah adanya unsur “ memaksa” atau “menbujuk” agar konsumen mau membeli
barang atau jasa yang ditawarkan. Kenapa konsumen sukar untuk membeli produk ini,
karena dianggap sebagai suatu kebutuhan. Di Indonesia jasa asuransi masih dinggap
bukan sebagai kebutuhan, sehingga konsumen harus dibujuk untuk menjadi anggota atau
membeli produk asuransi, dengan berbagai bujukan dan rayuan. Sedangkan dinegaranegara maju asuransi adalah suatu kewajiban untuk melindungi diri.
Konsep Pemasaran (Marketing Concept)
Konsep ini bertentangan dengan tiga konsep sebelumnya. Konsep ini secara
umum menggambarkan adanya perhatian yang serius terhadap konsumen. Bila konsep
penjualan berorientasi pada kebutuhan penjual, konsep ini berorientasi pada kebutuhan
pembeli. Ciri konsep ini adalah: 1). Konsumen akan membeli karena memang
membutuhkan, 2). Tidak harus membujuk, 3). Pasar sasaran terpilih. Ciri lain dari
konsep ini dapat dilihat dari moto: “ temukan keinginan dan penuhilah”, Cintailah
pelanggan bukan produk, “ andalah sang Bos”, “untuk anda kami ada”. Intinya adalah
berorientasi pada konsumen. Produsen akan membuat produk yang berkualitas sehingga
menjadi incaran para pelanggan. Apabila seorang produsen sudah menunjukkan ciri-ciri
seperti ini maka dia akan menjadi sukses dan memenangkan persaingan, apalagi pesaing
Page 5 of 16
belum berorientasi kepada konsumen.
Konsep Pemasaran Masyarakat (Societal Marketing Concept)
Konsep ini mengandung filosofi bahwa tugas organisasi adalah menentukan
keinginan dan kebutuhan serta minat dari pasar sasaran dan memberikan kepuasan yang
diinginkan secara efektif dan efisien, dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan konsumen. Konsep ini sangat penting di era sudah
banyaknya kerusakan lingkungan, degradasi moral serta rusaknya nilai-nilai budaya. Ciri
– ciri konsep ini adalah 1). Konsumen akan membeli produk (barang dan jasa) karena
memang membutuhkan, 2). Produsen harus membuat produk yang efektif dan efisien
sesuai kebutuhan pembeli, 3). Memperhatikan masalah sosial, budaya dan lingkungan
dalam proses produksi dan pemasarannya
Beberap perusahaan dewasa ini sangat peduli pada masalah social, budaya dan
lingkungan. Perusahaan air minum Aqua misalnya telah bekerjasama dengan perusahaan
Danone untuk membantu masalah kesulitas air minum di daerah Indonesia Timur,
beberapa hotel berbintang di Bali dan juga di Indonesia telah membantu masyarakat
miskin melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan memberikan
bantuan kepada masyarakat miskin dengan memberikan bantuan bahan makanan,
membuat rumah (bedah rumah) dan juga memberikan bantuan untuk tempat tidur dan
sebagainya.
Dalam konteks lingkungan banyak hotel di Bali yang membantu membersihkan
pantai, menanam pohon bakau dan mengolah air limbah pada dan cair untuk diolah dan
hasil olahan dapat digunakan untuk menyiram tanaman dan juga untuk kolam ikan.
Dewasa ini hotel-hotel di Bali telah ikut memelihara habitat hidup burung dan juga tupai
dengan memberikan makan dan menyediakan tanaman-tanaman tempat burung dan
hewan lainnya tupai untuk berkembang biak. Tidak jarang burung-burung tersebut
memasuki halaman restoran terbuka, yang akhirnya menjadi daya tarik bagi wisatawan
untuk mengabadikan melalui kamera.
Konsep societal marketing ini merupakan implementasid dari konsep pariwisata
berkelanjutan, dimana pembangunan pariwisata yang dilakukan akan terus dapat
dinikmati oleh generasi dimasa yang akan datang. Sehingga dalam pemasaranpun
akhirnya dikenal istilah sustainable satisfaction atau kepuasan yang berkelanjutan bagi
konsumen atau pelanggan. Dengan meminjam istilah pembangunan berkelanjutan atau
sustainable development saya berpendapat dapat pula digunakan istilah green marketing
atau responsible marketing atau education marketing, karena apa yang dilakukan oleh
produsen dapat menjadi pengalaman bagi mereka ketika menikmati perjalanan dan juga
menginap disuatu hotel. Karena tidak jarang pihak hotel mengajak wisatawan untuk ikut
serta dalam kegiatan membantu lingkungan seperti menanam pohon bakau.
Konsep Pemasaran Holistik (KPH)
Konsep atau model pemasaran holistik menurut Kotler dan Keller (2009)
didasarkan atas pengembangan desain dan implementasi program pemasaran, proses dan
aktifitas-aktifitas karena adanya sifat keluasan dan saling ketergantungan antara berbagai
entitas yang ada. Konsep Pemasaran Holistik (KPH) berusaha untuk menyadari dan
memahami ruang lingkup dan kompleksitas dari aktifitas pemasaran, yang dapat
digambarkan menjadi empat elemen yakni: konsep pemasaran hubungan, konsep
Page 6 of 16
pemasaran ter-integrasi, konsep pemasaran internal dan konsep pemasaran kinerja. Keempat elemen tersebut akan saling melengkapi untuk dapat mewujudkan pemasaran
holistic atau pemasaran yang memenuhi seluruh kepentingan yang terkait. Kata kunci
pemasaran holistik adalah adanya usaha untuk memahami bahwa “segala sesuatu berarti’
dalam pemasaran. Sehingga kegiatan pemasaran adalah aktifitas yang strategis bagi
perusahan, organisasi baik swasta maupun pemerintah.seprti digambarkan dibawah ini:
Page 7 of 16
Departemen
Pemasaran
Manajer
senior
Komunikasi
Departemen
lain
Pemasaran
Internal
Produk dan
jasa
Pemasaran
Terintegrasi
Pemasaran
Holistik
Pemasaran
Kinerja
Page 8 of 16
Pemasaran
Hubunagn
Saluran
Pendapata
n
Penjualan
Ekuitas
Pelanggan
dan Merek
Etika
Lingkunga
ngan
Hukum
Komunitas
Pelanggan
Saluran
Mitra
Sumber : Adopsi dari Kotler dan Keller, 2002.
Strategi Pemasaran (Pariwisata)
Strategi pemasaran merupakan pernyataan, baik secara eksplisit maupun inplisit
suatu merek atau produk mencapai tujuannya (Bennet,1988 dalam Tjiptono,1997:6).
Sedangkan menurut Tull dan Kahle (1990 dalam Tjiptono,1997 : 6) mendefinisikan
strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan
perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan
melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani
pasar sasaran
Strategi pemasaran menurut Middleton, Clarkie (2001:189) marketing strategy is
a dominant element in corporate strategy because of its focus on balancing delivery of
customer satisfaction and value with sales – revenue generation. Adapun komponen
strategi pemasaran menurut Middleton dan Clarke (2001) adalah :
1. Goals and objectives (tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam kurun
waktu tertentu)
2. Images, positioning and branding (bagaiman menciptakan image bagi
pelanggan)
3. Strategies and programmes (eksien yang dilakukan termasuk pengembangan
produk dan investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran).
4. Budget ( sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan)
5. Review and evaluation, (bagaimana melakukan penilaian atas apa yang
dicapai dalam kontek persaingan dan lingkungan ekternal.
Dalam konteks bisnis, strategi pemasaran menurut Chaty et.al (2008); strategi
mengacu pada serangkaian keputusan manajerial dan aksi dari perusahaan atau organisasi
yang bertujuan untuk membedakan perusahaan dari pesaing dan keberlanjutan
keuntungan kompetitif.Untuk itu perusahaan harus bersifat realistis berkaitan dengan
strategi mereka, yang didasarkan pada visi, misi sumber daya yang dimiliki perusahaan,
dan lingkungan yang ada disekitarnya. Sehingga strategi pemasaran didefinisikan
sebagai:
“a plan by a company to differentiate itself positively from its competitor, using
its relative strengths to beeter satisfy customer needs in a given environment ( Jain 2004
in Chaty et.al 2008).
Tidak berbeda dengan pernyataan beberapa ahli tentang strategi pemasaran
dimana kata-kata kunci yang terkandung adalah; rencana, pesaing, kepuasan konsumen.
Chaty (2008) juga memberikan pandangan, bahwa strategi pemasaran (SP)
memerlukan tiga langkah dalam aplikasinya, yakni: pertama harus dapat menjawab
Page 9 of 16
pertanyaan “dimana kita sekarang” ; melalui kegiatan analisis situasi (meliputi situasi
internal dan eksternal). Kedua adalah menjawab pertanyaan “ kita ingin menjadi apa”;
sehingga perusahaan harus menentukan visi dan misi, dan mencapai untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Kontrol terhadap kualitas, umpan balik, dan monitoring
sangat perlu dilakukan dalam meng-implentasikan rencana pemasaran perusahaan.
Adapun esensi strategi pemasaran menurut Hsu dan Powers (2002), Jain (2004)
dalam Chaty et.al (2008) yang terdiri dari tiga (3) elemen yang lazim disebut dengan
“three Cs” yang meliputi; pertaman customers, kedua competition dan ketiga company.
Ketiga elemen yang saling terkait ini disebut dengan triangle strategy. Perusahaan harus
mengaplikasikan tiga elemen (3C) ini untuk memperoleh keuntungan kompetitif.
Perusahaan harus memberikan nilai kepada konsumen sehingga konsumen percaya
kepada perusahaan dan akan menjadi pelanggan setia. Karena pesaing juga akan
melakukan hal yang sama, maka perusahaan harus membuat “ diferensiasi” dalam segala
hal sehingga berbeda dengan pesaing yang ada.
Namun harus dipahami ketikan komunikasi antara perusahaan dan konsumen
terjadi harus didasarkan pada kemampuan sumber daya yang tersedia serta kebutuhan dan
keinginan konsumen. Sehingga apa yang dipersepsikan konsumen sama dengan apa yang
diberikan oleh perusahaan maka konsumen akan puas. Perusahaan dan pesaiang samasama memandang konsumen sebagai entitas penting untuk keberlanjutan mereka masingmasing, maka perusahaan harus sangat berhati hati dalam memahami kebutuhan
konsumen, karena kesalahan menterjemahkan akan berakibat fatal bagi perusahaan dan
dalam jangka yang panjang. Disamping tiga elemen, ada elemen lain yang juga
mempengaruhi persaingan tersebut. Elemen tersebut adalah lingkungan social budaya,
ekonomi, global, politik, ekologi dan teknologi yang sering disebut dengan lingkungan
makro.
Memahami Gaya Hidup Konsumen
Salah satu implementasi dari konsep pemasaran yang berorientasi konsumen,
salah satunya adalah bagaimana memahami gaya hidup atau life style. Gaya hidup
menunjuk pada nilai, minat, opini dan prilaku (Reisinger,2009:323) Gaya hidup refleksi
pilihan individu atas produk dan jasa, destinasi dan perjalanan yang terkait gaya hidup
(Reisinger,2009:323).Dikaitkan dengan gaya hidup budaya antar bangsa bervariasi, pada
budaya feminim, masyarakat merasakan lebih dikaitkan dengan rumah dan tempat tinggal
dibandingkan dengan budaya maskulin. Anggota budaya feminim lebih suka perjalanan
sekitar rumah dan mengeluarkan uang lebih sedikit untuk akomodasi.(Reisinger, 2009:
323), dimana anggota budaya maskulin melakukan perjalanan lebih jauh, tinggal di hotel
dan mengeluarkan uang lebih banyak untuk akomodasi.
Pilihan perjalanan (travel preference) antar budaya bangsa bervariasi, sebagai
contoh, murid dari Amerika lebih suka dari murid Jepang melakukan perjalanan dengan
jumlah kecil. Mengunjungi petualangan dan destinasi yang berbeda. Murid jepang dilain
pihak
lebih menyukai individu dalam mengatur perjalanan, dibandingkan dengan
Amerika. Murid Amerika dan Jepang juga berbeda dalam pilihan perjalanan dengan tipe
allocentric (distance travel). Murid Jepang lebih kolektif, kurang menyukai allocentric
namun lebih menyukai perjalanan yang bersifat psychocentric (close to home) (Sukakida,
Cole & Card, 2004 dalam Reisinger, 2009)
Wisatawan Korea berbeda dengan Jepang dalam pola perjalanannya, Wisatawan
Page 10 of 16
Korea melakukan perjalanan bagian dari kelompok, dan menggunakan paket wisata,
sebab ini lebih mudah dan jalan cepat dalam menyusun perjalanan wisata (Kim &
Prideaux, 1998 in Reisinger, 2009: 323). Wisatawan Korea lebih adventure dari jepang
dalam memilih aktifitas wisata dan lebih impulsive dalam berbelanja (March,1997 dalam
Reisinger, 2009:323).Wisatawan Korea juga lebih cepat memutuskan perjalanan
dibandingkan Jepang. (Iverson, 1997 dalam Reisinger, 2009:323).
Manajemen Destinasi Pariwisata
Destinasi menurut Jamrozy (2007) adalah sebuah tempat dimana terjadi interaksi
antara konsumen dan produsen, adanya berbagai stakeholders pada sisi suplai. Clarke
(2002) menyatakan bahwa destinasi dapat dipandang sebagai suatu “image”. Sangat
masuk akal bahwa saat ini orang bukan membeli produk tetapi membeli “citra”atau
“imege’ . Laku tidaknya sebuah perusahaan, organisasi atau destinasi sangat tergantung
persepsi konsumen atas produknya tersebut. Bila persepsi mereka positif maka sebuh
perusahaan, destinasi dan apapun sebutannya akan memiliki citra positif. Jamrozy (2007)
mengembangkan suatu model yang mengintegrasikan elemen ekonomi, social dan
lingkungan sebagai suatu kesatuan yang saling terkait sehingga memberikan manfaat
yang berkelanjutan. Model ini sebenarnya diambil dari konsep pembangunan
berkelanjutan (WCED,1987) yang juga diadopsi oleh pariwisata dan juga bidang
pemasaran. Seningga dikenal istilah-istilah: sustainable development, sustaibale tourism
development dan sustainable tourism marketing. Jamrozy (2007) menyebutkan dengan
sustainable tourism marketing model (STMM. Model lain yang juga sering digunakan
adalah karya Hsu & Powers (2004) dalam Chaty et.al (2008) dengan sebutan Marketing Strategy
Triangle, yang mengintegrasikan komponen-komponen lingkungan yang lebih luas atau
tidak dapat dikontrol, seperti lingkungan social, ekonomi politik dan lingkungan yang
dapat dikontrol seperti konsumen, pesaing dan perusahaan.internal seperti konsumen atau
pelanggan, perusahaan dan pesaing.
Swarbrooke dan Horner (2001) mengatakan sebuah destinasi memerlukan
manajemen yang efektif
jika mereka ingin memuaskan kebutuhan wisatawan.
Manajemen dapat mengambil beberapa bentuk atau model seperti pada bagan dibawah:
Planning and
Development
Infrastructure
Including Venues
and Transport
Training and
education for all
staff involved in
servicing the needs
of business tourists
Page 11 of 16
Marketing and
the provision of
information
concerning the
destination
Destination
The Operation of
publicity owned
conference/exhibition
venues
Managing quality
standards in respect of
all aspects of the
product and taking
action if there are
problem
Maintaining the
standard of the
physical
environment
including street
cleaning and the
maintenance of
open space
Ensuring the
safety and
security of
business visitors
particularly in
relaxion to come
and fire safety
Ensuring the reliability
of utilities such as
electricity and water
supplies
Sumber :Adopsi dari Swarbrooke dan Horner (2001): The scope of business tourism
destination management
Namun tanggungjawab tidak hanya oleh satu organisasi.Sehingga pemerintah
lokal biasanya bertanggungjawab dalam pengelolaan destinasi, juga berperan seperti :
1. Perwakilan pemerintah pusat
2. Perwakilam pemerintah regional
3. Organisasi yang bekerjasama dengan pemerintah dan sector swasta.(contoh di
Bali mungkin dapat disamakan dengan Bali Tourism Board
4. Perusahaan – perusahaan swasta (contoh di Bali seperti Hotel dan restorant, Biro
perjalanan wisata dll)
5. Universitas dan sekolah tinggi ( contoh di Bali antara PTN dan PTS yang berada
di bawah Kopertis).
Dengan demikian model manajemen destinasi menurut Swarbrook dan Horner
(2001) melihat pentingnya keterlibatan berbagai stakeholders baik pemerintah pusat
sampai daerah, pihak swasta serta lembaga pendidikan, namun menurut hemat penulis
perlu melibatkan organisasi tradisonal atau kelompok masyarakat atau organisasi non
profit lainnya seperti juga LSM. Hal ini sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat
lokal dalam pengembangan pariwisata.Dari delapan elemen penting dalam manajemen
destinasi salah satunya adalah komponen pemasaran, artinya pemasaran merupakan salah
satu komponen penting sebagai suatu strategi untuk mendekatkan destinasi kepada
konsumen.
Manajemen Pemasaran Destinasi Pariwisata
Menurut Kotler, dkk (2010), pemasaran destinasi merupakan bagian integral dari
pengembangan dan pendukung suatu lokasi menjadi terkenal seperti digambarkan berikut
“Destination marketing is an integral part of developing and retaining a particular
location’s popularity.
Trace First dari University of Western Sydney (dalam Suradnya,
2011)mengatakan bahwa strategi pemasaran destinasi berkelanjutan (sustainable tourism
destination marketing strategy) dapat dibagi menjadi 4 tahapan yaitu : 1). Tahapan
identifikasi, mengadung makna bahwa perlu dilakukan pemetaan berbagai potensi atau
sumber daya serta keterlibatan semua stakeholders pariwisata.2). Tahapan formulasi
strategi pemasaran, merupakan tindak lanjut sebelumnya yaitu dengan membuat visi, misi
serta berbagai kegiatan promosi pada berbagai tingkatan; lokal,nasional maupun
internasional 3). Tahapan implementasi adalah melaksanakan berbagai konsep yang telah
Page 12 of 16
disepakati seperti promosi dengan berbagai kebijakannya seperti kebijakan produk,
harga, saluran distribusi promosi, dan 4).Tahapan monitoring dan evalusasi; tahapan ini
mengandung makna perlunya melakukan evaluasi atas berbagai kegiatan yang telah
dilakukan apakah berhasil sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, atau perlu
penyempurnaan untuk keberhasilan yang lebih baik..
Integrasi Konsep Pemasaran, Gaya Hidup Konsumen dan Manajemen Destinasi
Pariwisata
Tercapainya pariwisata berkelanjutan strategi pariwisata berkelanjutan salah satu
strategi yang dapat diterapkan adalan strategi pengintegrasian (Jamrozy, 2007;
Middleton; Moscardo, 2003), karena inti strategi integrasi adalah mengkombinasikan
kepentingan wisatawan (demand side dan kepentingan destinasi (supply side) dimana
startegi pemasaran adalah proses untuk menjembatani keduanya sehingga dihasilkan
kualitas pengalaman yang berkelanjutan atau dalam konteks yang lebih makro adalah
terwujudnya pariwisata berkelnjutan. Tercapainya kualitas pengalaman berkelanjutan
maka perlu menggunakan strategi integrasi yang mengintegrasikan gaya hidup
konsumen pada daerah asal wisatawan atau TGC, konsep pemasaran berwawasan
social/lingkungan dan
memahami perubahan paradigma konsep pemasaran dan
manajemen destinasi atau TDC. destinasi anjytan dalam hal ini adalah memkombinasikan
perubahan-perubahan yang terjadi pada konsep pemasaran, yang disesuaikan dengan
perubahan pada gaya hidup wisatawan sehingga keberlanjutan destinasi sebagai tempat,
atau produk sehingga dapat memberikan kualitas pengalaman yang berkelanjutan.Seperti
digambarkan dibawah ini:
Gaya Hidup
Konsumen
Konsep Pemasaran
Sosial/Lingkungan
Strategi
Pemasaran
Berkelanjutan
Kualitas
Pengalaman
Berkelanjutan
Manajemen
Destinasi
Gambar : Model Kualitas Pengalaman Berkelanjutan (MKPB)
Strategi pemasaran berkelanjutan, menghasilkan kualitas pengalaman yang
berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai dengan cara mengintegrasikan pemahaman tentang
perubahan yang terjadi pada gaya hidup konsumen. Konsumen dewasa ini adalah
Page 13 of 16
konsumen yang sangat peduli pada masalah-masalah lingkungan, masalah sosial dan
budaya dimana mereka melakukan perjalanan wisata.Wisatawan tidak hanya melakukan
“ something to se, something do, something to buy “, namun berubah menjadi something
to share sebagai contoh wisatawan yang menginap disuatu hotel pedulu dengan adanya
program hotel membantu masyarakat miskin mereka membantu dalam bentuk uang dan
terkadang ikut serta melihat kondisi dilapangan. Bahkan dewasa ini berkembang wisata
volunteer, dimana wisatawan disamping rela membayar atas keikutsertaanya namun juga
membantu masyarakat didaerah tujuan wisatawa secara sukarela seperti membantu
mengajar bahasa inggris, dan sebagainya. Ini adalah salah satu perubahan dalam
paradigma wisatawan, yang diikuti oleh perubahan konsep pemasaran serta orientasi
dalam mengelola destinasi pariwisata yang memperhatikan kepuasan konsumen dan
kualitas pengalaman.
Kesimpulan
Orientasi konsep pemasaran dewasa ini mengalami perubahan dari konsep produk
yang lebih berorientasi ekonomi menuju orientasi yang berpihak pada masalah-masalah
sosial atau lingkungan yang dikenal dengan konsep pemasaran societal. Hal ini sejalan
dengan perubahan yang terjadi pada sisi konsumen, dimana gaya hidup konsumen
mengalami perubahan, selera berwisata mereka semakin tinggi mereka menginginkan
pengalaman yang berkualitas, otentik bahkan menginginkan sesuatu yang asli.
Dengan demikian perusahaan, organisasi, suatu destinasi dan juga individu harus
mengembangkan strategi yang memahami kebutuhan, keinginan untuk dipuaskan.
Sebuah destinasi yang menginginkan kualitas pengalaman berkelanjutan memerlukan
strategi yang meng-intergrasikan konsep pemasaran sosietal, dan manajemen destinasi
yang efektif.
Model yang dihasilkan dari integrasi tiga elemen atau konsep disebut dengan
Model Kualitas Pengalaman Berkelanjutan (MKPB) atau dalam bahasa pariwisata
disebut Sustainable Quality Experiences Model (SQEM) yang mengadaptasi dari model
yang telah ada.
Rekomendasi
Dalam memasarkan suatu destinasi pariwisata disamping mempertimbangkan
aspek praktis seperti contoh model keberhasilan suatu destinasi. Perlu
mempertimbangkan aspek akademis terutama perkembangan konsep-konsep atau teori
yang berkembang saat ini. Seperti konsep pemasaran terbaru, serta konsep atau teori
tentang prilaku konsumen serta model manajemen destinasi yang efektif sebagai suatu
strategi meningkatkan kualitas pengalaman konsumen. Serta pentingnya manajemen
destinasi menyediakan pengalaman yang otentik.
Keterbatasan dari paper ini adalah, menggabungkan konsep yang masih terbatas,
karena beberapa konsep yang belum di-integrasikan seperti konsep atau teori
motivasi.Model yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi
khasanah akademik terutama berkaitan dengan strategi pemasaran pariwisata dan juga
destinasi.
Page 14 of 16
Daftar Pustaka
Delen, Nevbahar Handan., Qu, Hailin and Slevitch,Lisa. 2009. Hotel Managers’s
Perception Towards relationship Marketing: A Case Study of Antalya,Turkey.
Journal of Travel and Tourism reserch. 2010
Fullerton,Leanne.,McGettigan,Kathleen and Stephens Simon, 2010. Integrating
Management and Marketing Strategies at Heritage Sites. International Journal
of Culture, Tourism and Hospitality Research. Vol. 4 No. 2. pp. 108 -117
Goldner, Charles R and Ritchie, J.R.Brent. 2006. Tourism: Principles, Practices,
Philosophies. Tenth edition. Jhon Willey & Sons, Inc. New Jersey
Jamrozy, Ute. 2006. Marketing of tourism: a paradigm shift toward sustainability.
International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research. Vol 1
No. 2 . 2007, pp. 117 – 130.
Jennings, Gayle.2001. Tourism Research. John Wiley & Sons. Australia
Kennet – Hensel, Pamela A., Sneath Julie Z. and Paul J. Hensel. 2010. Developing
Sustainable Tourism: Managers Assessment of Jamaica’s Ten-Year Master
Plan.
Kotler,Philip; Bowen,John T; Makens, James C. 2010. marketing for Hospitality and
Tourism. Pearson.New Jersey.
Leiper,Neil. 2004. Tourism Management. Pearson Education. Australia
McCabe, Scott. 2009. Marketing Communication in Tourism and Hospitality. Elsevier
UK.
Malhotra, Naresh K. 2002. Basic Marketing Research:aplication to contemporary issues.
International Edition. Prentice Hall International.New jersey.
Martin, Hector San; Collado,Jesus and Rodriguez del Bosque, Ignaco. 2009. A New
Approach to Tourist service Satisfaction with Alternative Comparason
Standards.
Middleton.Victor T.C. and Hawkin, Rebecca..1998. Sustainable Tourism: A Marketing
Perspektive. Butterworth Heinemann.British
Richardson. John I & Fluker Martin. 2004. Understanding and Managing Tourism.
Pearson Education Australia.
Suprapti,Ni Wayan. 2011. Materi Kuliah Pemasaran dan Komunikasi Pariwisata.
(Program Doktor (S3) PariwisataProgram Pasca Sarjana Universitas Udayana
2011
Suradnya, I Made. 2011. Bahan Kuliah Pemasaran Pariwisata “Strategi Pemasaran
Destinasi Pariwisata Berkelanjutan”. Program Doktor Pariwisata.
Universitas Udayana.
Swarbrooke. J. 1999. Sustainable Tourism Management. CABI Publishing. UK
Swarbrooke,John;Horner,Susan.2001. Business Travel and Tourism. Butterworth
Heinemann.Oxford.
Tandjung, Jenu Widjaja. 2002. Spiritual Selling: How to Get and Keep Your Customers.
Elex Media Komputindo Kompas Gramedia. Jakarta.
Wall,Geoffrey; Mathieson Alister.2006. Tourism; Change, Impact and Opportunities.
Perason. England
Page 15 of 16
Page 16 of 16
Download