laporan akhir program hi-link tahun ke-1

advertisement
LAPORAN AKHIR PROGRAM HI-LINK TAHUN KE-1
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN ANGGARAN 2015
PEMANFAATAN Saccharomyces Hibrida Lokal UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS
WINE SALAK BALI
Oleh:
Ketua
Dr. I Nyoman Tika, M.Si., NIDN. 0001126302 (Ketua),
Dr. I D.P.Raka Rasana,M.Pd. NIDN. 0023054902 (Anggota)
I Gusti Ayu Tri Agustiana,S.Pd., M.Pd., NIDN 0028088402, (Anggota)
Dibiayai oleh :
Direktorat Penelitian an Pengabdian kepada masyarakat
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksnaan
Penugasan Program Pengabdian Kepada Masyarakat Nomor :109/UN48.15/LPM/2015
tanggal 15 Maret 2015
LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
OKTOBER 2015
0
1
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Halaman Pengesahan……………………………………………………………….
Daftar Isi …………………………………………………………………………..
Ringakasan …………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………..
BAB II
TARGET LUARAN………………………………………………..
BAB III
METODE PELAKSANAAN……………………………………….
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………..
BAB V
PENUTUP………………………… …………………………….
5.1 Kesimpulan ………………………………………………..
5.2 Kerja yang akan dilakukan ……………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………………
i
I
Ii
Iii
1
9
13
16
32
32
32
32
34
Abstrak
Tujuan program Hi-link ini adalah : (1) untuk meningkatkan kualitas wine salak yang
dihasilkan oleh industri mitra (CV.Dukuh Lestari) dengan menggunakan ragi Saccharomyces
hibrida lokal, (2) memperbaiki sistem fermentasi yang dilakukan mitra, (3) meningkatkan
managemen pemasaran wine salak hasil produksi dengan Saccharomyces hibrida lokal oleh CV.
Dukuh Lestari. Metode yang digunakan untuk pelaksanaan Hi-link adalah eksperimen di
laboratorium, demontrasi, metode diskusi, pendampingan, diseminasi, dan evaluasi, yang
mengadopsi metode PALS (participatory action learning system). Program ini dirancang dengan
mitra CV Dukuh Lestari di Desa Sibetan Karangasem Bali. Kegiatan ini dilakukan selama tiga
tahun, dengan mekanisme sebagai berikut : Tahun pertama, dilaksanakan pembelajaran dan
transfer teknologi dari tim Undiksha (sebagai pengusul Hi-link), kepada mitra, CV Dukuh
Lestari, yang meliputi pemagangan staf CV Dukuh Lestari ke Jurusan Pendidikan Kimia dan
Biologi FMIPA Undiksha, perihal antara lain : (1) Kultivasi ragi Saccharomyces hibrida lokal,
(2) teknik perbanyakan strain, sampai pembuatan kultur padatan (Instant yeast) dari
Saccharomyces Hibrida Lokal, (3) Setelah itu dilakukan aplikasi skala lab untuk memproduksi
wine salak Bali, dan produksi industri mitra, (4) Uji mutu wine yang dihasilkan dalam skala lab.
Tahun kedua: merupakan kelajutan dari tahun pertama, yaitu (1) peningkatan kapasitas produksi
wine salak oleh mitra (CV. Dukuh Lestari), (2) Transfer teknologi filtrasi dengan sistem
bioreaktor membran pemisahan, yaitu menggunakan mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), dan
nanofiltrasi (NF). Ketiga metode ini diharapkan dapat memperoduksi wine salak dengan
kapasitas yang lebih besar, (3) tansfer teknologi biosensor untuk analisis kualitas wine salak,
secara cepat dan murah. Tahap ketiga adalah tahap akhir kegiatan Hi-Link ini yaitu (1) menjaga
kontinuitas produksi, (2) transfer managemen pemasaran modern (promosi, service bagi
konsumen, dan memperbaiki kemasan). Pemasaran dilakukan baik secara langsung maupun
lewat website, (3) menjajagi kemungkinan untuk pasar luar negeri (import). Luaran program HiLink : (1) metode fermentasi wine salak dengan Saccharomyces hibrida lokal, (2) Wine salak
Bali yang berkualitas, (3) metode quality control untuk produksi wine salak, (4) Buku berisi
prosedur pembuatan wine salak Bali dengan ragi Saccharomyces hibrida lokal, (5) Dua artikel
ilmiah yang siap dimuat dijurnal terakriditasi dan 1 jurnal internasional (6) usulan draf paten
tentang metode fermentasi dengan Saccharomyses hibrida lokal. Wine salak yang dihasilkan
dari fermentasi hibrida lokal skala lab dan skala yang lebih besar adalah sesuai aroma baik, dan
cita rasanya baik. Dengan analisis menggunakan GCMS ditemukan bahwa ada beberapa
senyawa yang potensial dapat meningkatakan kualitas wine salak Bali.Kesimpulan (1)
Penumbuhan ragi untuk menghasilkan wine salak bali dapat ditransfer dengan baik pada CV
Dukuh Lestari. (2) Dilakukan perendaman dengan gula 5% dan penambahan enzim perendaman
dengan gula 5% untuk menghilangkan tannin yang dikeluarkan dari salak tersebut serta
dilakukan penambahan enzim Rapidase Ex /Color, Fermivin, Rapidase CR , (3) Pembentukan
alkohol dari buah salak dapat dilakukan melalui proses fermentasi dengan bantuan
Saccaromycess hibrida lokal .(4) Uji organoleptik anggur salak yang dihasilkan memperoleh
hasil warna coklat muda, aroma baik dan menyengat, tekstur cair, dan rasa seperti rasa buah
salak, Wine yang dihasilkan lebih manis dan lebih beraroma. (5) Uji zat volatil dan kandungan
wine salak menunjukkan bahwa wine salak mengandung etanol dan 3-metil-1-butanol
Kata Kunci : CV Dukuh Lestari, Hi-link, Wine salak Bali, Sibetan
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Profil dan Kebutuhan Industri Mitra
Profil mitra CV. Dukuh Lestari dapat diuraikan sebagai berikut. Lokasi CV Dukuh
Lestari ada di dusun Dukuh, Desa Sibetan Karangasem Bali. Dusun Dukuh, merupakan tempat
dengan populasi salak paling dominan. CV Dukuh Lestari, yang merupakan kumpulan petani
salak yang bergerak untuk mengolah salak Bali menjadi wine salak Bali sejak tahun 1997.
Keberadaan CV Dukuh Lestari sebenarnya, untuk mengantisipasi anjoknya harga salak, akibat
ulah para tengkulak. Jumlah pohon salak di kebun salak didesa Sibetan, dan tercatat sebanyak
7.468.395 pohon dengan produksi 31.116 ton.
Produksinya kala itu dalam skala home Industri. Sampai tahun 2013 memiliki karyawan
15 orang, dengan omset sebesar 500-600 juta/pertahun. Namun seiring berkembangnya waktu,
CV Dukuh Lestari akhirnya banyak mendapat perhatian dari para investor dan Pemda, CV
Dukuh Lestari mendapat hibah peralatan (reaktor) dan fasilitas bangunan, yang representatif
sebagai sebuah industri wine salak. Izin produksi yang sudah dikantongi sebanyak 13 jenis,
antara lain TDI, IPR, HO, UKL,UPL, TDP, SIUPP, SIUP MB, NPWP, SITU, IMB, MD,
BPOM, serta rekomendasi Dinas Tenaga Kerja , dan Bea Cukai.
Pengolahan salak Bali oleh CV Dukuh Lestari menjadi wine salak, memiliki aspek
manfaat yang sangat strategis, yaitu (1) membuka lapangan pekerjaan , (2) sebagai buah tangan
industry pariwisa di kabupaten karang asem, (3) memberikan keuntungan tambahan pada petani
salak Keuntungan tambahan itu adalah, saat panen raya, harga salak bisa jatuh, bisa sampai Rp
500,- /kg.
Produksi wine salak yang diberi label Salaka Wine (Anggur Buah Salak) ini, menurut I
Nengah Suparta, S.H direncanakan kapasitasnya mencapai 6000 liter /bulan. Untuk produksi
satu liter wine diperlukan empat kg bahan baku salak. Wine salak yang dihasilkan termasuk
kelas B dengan kandungan kadar alkohol 12%. Untuk tahap percobaan sudah diproduksi
sebanyak 300 liter yang diarahkan untuk promosi atau souvenir. Wine salak ini sekaligus
menjadi produk satu-satunya di dunia. Ke depan diharapkan dalam produksi wine salak ini
mampu menyerap produk salak yang dihasilkan di Desa Sibetan termasuk juga beberapa desa di
sekitarnya dengan kisaran harga Rp 5.000 sampai Rp 10.000/kg untuk kualitas I dan II. Produk
wine salak tanpa bahan pengawet ini dijual dalam berbagai kemasan. Untuk kemasan botol 750
ml dijual Rp 95.000, sedangkan kemasan 350 ml seharga Rp 45.000.
1
Gambar 2. Penulis sedang berdiskusi
dengan Direktur CV. Dukuh Lestari
(doc. Tika, 2013)
Gambar 1. Lokasi Wisata Argo Desa Sibetan
Sampai saat ini wine salak yang dihasilkan oleh CV Dukuh Lestari, jumlahnya rata-rata
300 liter /setiap bulan, dengan harga Rp 150.000 /liter, jadi total omset produksi sebesar Rp
45.000.000. Pemasaran produk dilakukan secara langsung. Hambatan pemasaran dialami oleh
CV Dukuh Lestari, karena dampak dari kualitas wine yang dihasilkan belum bagus. Hasil
penelitian penulis terhadap kualitas wine salak produksi CV Dukuh Lestari, adalah bau, rasa, dan
warna (tingkat kejernihannya ) sudah cukup bagus, namun saat diminum masih menyebabkan
rasa perih pada tenggorokan (Tika dkk, 2013). Akibat rasa yang ditimbulkan ini, laju pemasaran
tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga mengakibatkan produksi wine stagnan.
Selain kualitas produk, kelemahan
lain adalah dalam pemasaran disebabkan teknik
pemasarannya hanya menggunakan teknik tradisonal, yaitu di pasarkan langsung.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa masalah penting yang melilit CV Dukuh
Lestari adalah (1) Dalam memproduksi wine belum memiliki standar produksi yang baku, dan
tahap penghilangan tannin tidak dilakukan, (2) Kualitas ragi dari strains Saccharomyces
bayamus. Ragi ini
merupakan ragi import dari New Zeland, dengan suhu optimum 32°C
sedangkan kondisi lingkungan fementasi CV Dukuh Lestari, adalah 22-25°C, artinya kondisi
ini tidak pernah dapat dimanipulasi, sehingga kualitas wine yang dihasilkan masih memiliki
kekurangan dari segi rasa. Seperti beberapa pengakuan konsumen yang pernah ditemui penulis
yaitu dapat membuat tenggorokan perih.
2
Gambar 1. Kebun Salak dan Produk wine salak CV. Dukuh Lestari
Gambar 2: (a) Lokasi Wisata argo di Desa Sibetan , (b). Dikusi Mitra dengan tim
pengusul Hi-Link dari Undiksha.
Kebutuhan Industri Mitra
Permasalahan yang dihadapi oleh CV Dukuh Lestari pada intinya adalah pada aspek
produksi, quality control,
managemen, pemasaran dan permodalan. Permasalahan itu dapat
diketahui dari hasil observasi tim penyusun proposal saat diskusi dengan direktur CV Dukuh
Lestari dapat diuraikan sebagai berikut :
1. CV Dukuh Lestari dalam memproduksi wine menggunakan ragi Saccharomyces
bayamus import yang harganya mahal, dan sangat tergantung pada pemasokan dari luar
negeri. Ragi itu belum dioptimasi kondisi fermentasinya, serta tidak ada perlakuan
penghilangan pectin
sehingga produk wine
yang dihasilkan masih membuat
tenggorokan perih. Hal yang sama juga dikeluhkan oleh konsumen yang berasal dari
manca negara. Oleh karena itu, dibutuhkan metode penghilangan pectin dan penggunaan
jenis ragi Saccharomyces hibrida yang adaptif pada suhu lingkungan di Sebetan berkisar
antara 22-25°C (gambar 1).
2. Lemahnya quality control yang menjadi prasyarat untuk produksi minuman yang yang
dihasilkan. Hal ini tampak sebelum diedarkan harus dianalisis lab untuk menentukan
layak atau tidak untuk dikonsumsi. Pengecekan kualitas selama ini masih dianalisis di
3
lab standard di Denpasar, sehingga tidak efisien.Artinya kondisi ini membutuhkan mini
lab untuk dapat mengecek hasil produksi setiap saat di tempat produksi.
3. Kapasitas produksi wine salak masih rendah, karena kekurangan tenaga dan fasilitas
berupa tank fermentasi dan tanki aging (penuaan), terbatasnya mesin filtrasi, tenaga
kerja yang masih sedikit dan belum terlatih. Hal ini disebabkan kemampuan untuk
membiayai produksi yang masih rendah.
4. Rendahnya omset CV Dukuh Lestari disebabkan pemasaran masih terbatas hanya pada
satu restoran/bar di Denpasar, karena kebijakan tata niaga minuman wine didominasi
oleh pemodal besar, sehingga dibutuhkan kebijakan pemerintah Kabupaten Karangasem
khususnya dan Bali umumnya untuk memproteksi wine produksi lokal khususnya untuk
wine salak agar dapat meningkatkan daya saing.
5. CV Dukuh Lestari belum mampu mengembangkan produk kuliner lain secara kontinyu,
akibatnya wisata argo belum optimal berkembang.
Kunjungan wisata 25-50 orang
perbulan, sehingga masih tergolong kecil, sehingga belum memberikan dampak
signifikan bagi masyarakat sekitarnya.
6. Masalah yang dihadapi ketika salak difermentasi menjadi wine adalah sisa fermentasi
(hampas) buah salak ini dibuang percuma ke kebun salak. Cara ini sangat tidak
menguntungkan karena dapat terbentuk asam sehingga mengganggu pohon salak
7. Ampas salak selama ini belum dilihat sebagai bahan yang memiliki nilai ekonomi,
padahal sisa ampas salak ini dapat diolah menjadi produk olahan baru berupa pupuk
organik.
Berangkat dari permasalahan tersebut maka dapat diuraikan beberapa kebutuhan yang
diperlukan oleh mitra CV Dukuh Lestari dapat diuraikan seperti table 1.
Tabel 1.Permasalah dan kebutuhan Mitra (CV. Dukuh Lestari)
No.
Permasalahan
1
Memproduksi wine
menggunakan ragi
Saccharomyces
bayamus import
2
Kualitas wine salak
Akar masalah
1. Ragi Sacchamyces
lokal tidak tumbuh
dengan baik di
wilayah Sibetan
karena suhu berkisar
18-22°C
2. Untuk ragi S.bayamus
tidak diketahui
kondisi optimumnya
1. Ragi Import belum
4
Kebutuhan
1. Penggunaan ragi
Saccharomyces
alternative murah dan
produktif
2. Optimasi proses produksi
wine salak.
1.
Perlunya transfer metode
yang dihasilkan
relative rendah
terkondisi dengan baik di
wilayah Sibetan
2. Metode /cara fermentasi
tidak diketahui dengan
baik
2.
3.
4.
3.
4
Produksi masih
rendah
Omset relative
rendah
1. Tenaga kerja yang terlibat
masih sedikit.
2. Petani salak tidak
berminat menjual
salaknya ke CV. Dukuh
Lestari
1.
Managemen pemasaran yang
belum optimal
1.
2.
3.
2.
fermentasi yang memenuhi
standar
Quality control dengan
fasilitas laboratorium mini
Proses fermentasi untuk
menghilangkan rasa perih di
tenggorokan dengan
“degradasi enzymatis”
Perlunya konsultan
teknologi untuk menentukan
kualitas produksi
Perlunya pelatihan tenaga
kerja yang terampil.
Perekrutan tenaga kerja
terampil
Perlunya pengetahuan petani
untuk mendukung produksi
wine salak
Managemen pemasaran yang
lebih luas (low cost)
Kebijakan agar restoran an
dan hotel memberikan porsi
yang lebih pada minuman
wine lokal.
5
Limbah
(hampas)/produk
samping fermentasi
Teknologi pengolahan belum
diketahui dengan baik
1. Transfer metode pengolahan
limbah menjadi pupuk
2. Pengadaan peralatan
pembuatan pupuk
3. Pemasaran pupuk organik
6
CV Dukuh Lestari
belum memperluas
produksi pada
bahan-bahan
makanan olahan lain
Kekurangan SDM dan
teknologi
Pelatihan sumber daya manusia
dan transfer teknologi
Saccharomyces
Hibrida
Fermentasi
S.cerevicae
CV Dukuh
Lestari
Suhu
32 °C
HiLink
Waktu aging wine
lama
Rasanya dan aroma
Belum menarik
23-25 ° C
Waktu aging wine
lebih cepat
Aroma dan rasa
sangat menarik
Gambar 3. Perbandingan penggunaan ragi untuk fermentasi wine salak
5
1.2 Profil dan Kebutuhan Pemda Karangasem Bali
Kabupaten Karangasem yang terletak di ujung Timur Pulau Bali dan merupakan salah
satu dari 9 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali, mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara Laut Jawa Sebelah Selatan Samudera Indonesia Sebelah Barat Kabupaten
Klungkung, Bangli, Buleleng. Sebelah Timur Selat Lombok. Secara geografis Kabupaten
Karangasem berada pada posisi 80 00’ 00’’ – 80 41’37,8’’ Lintang Selatan dan 1150 35’ 9,8’’ –
1150 54’ 8,9’’ Bujur Timur. Luas Kabupaten Karangasem adalah 839,54 Km 2 atau 14,90% dari
luas Provinsi Bali (5.632,86 Km2). Dari seluruh luas wilayah tersebut, sekitar 7.070 Ha. (8,42%)
merupakan lahan persawahan, sedangkan bukan lahan sawah 76.884 Ha (91,58%). Wilayah
Kabupaten Karangasem mempunyai topografi sangat bervariasi, berupa dataran, perbukitan,
pegunungan (termasuk Gunung Agung). Karangasem mempunyai pantai dengan panjang 87 Km,
yang sebagian diantaranya merupakan potensi dan telah ditetapkan sebagai kawasan wisata.
Secara administratif Kabupaten Karangasem (tahun 2009) terdiri dari dari 8 kecamatan, dengan
78 desa/kelurahan (75 desa definitif, 3 kelurahan), 532 banjar dinas, 52 lingkungan. Sedangkan
secara adat, Kabupaten Karangasem terdiri dari 189 desa adat dengan 605 banjar adat.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karangasem terkait potensi pertanian dalam arti luas di
jabarkan dalam beberapa program yang mendukung diantaranya : (1) Program Peningkatan
Kesejahteraan Petani melalui kegiatan Peningkatan kemampuan lembaga petani. (2) Program
Peningkatan Ketahanan Pangan (Pertanian/Perkebunan) melalui kegiatan Penanganan pasca
panen dan pengolahan hasil pertanian, Pengembangan Pertanian Pada Lahan Kering,
Pengembangan Perbenihan/Perbibitan (DAK), Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu
Produk Pertanian Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan melalui kegiatan
Pengembangan Bibit Unggul Pertanian.
Program Pemberdayaan Penyuluh Pertanian
Lapangan/Perkebunan Lapangan Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan melalui
kegiatan Pembibitan dan perawatan ternak (DAK), Penyuluhan kualitas gizi dan pakan ternak
Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Peternakan melalui kegiatan Pengolahan dan
pemasaran hasil produksi peternakan.
Dari sisi obyek wisata Kabupaten Karangasem dengan sebutan "Pearl from East Bali"
merupakan tujuan wisata ketiga setelah Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. Wisatawan
yang berkunjung ke Kabupaten Karangasem adalah wisatawan yang menggunakan kapal pesiar.
Pada era 90-an rata-rata terdapat 60 kapal cruise lego jangkar setiap tahunnya di perairan
Padangbai yang lokasi daratnya merupakan Desa Pakraman Tanah Ampo. Sebanyak 199 kapal
berdasarkan data kunjungan kapal pesiar sejak 2001 hingga 2007 datang ke Indonesia, di
antaranya 58 ke Bali; 37 kapal ke Padangbai dan 21 kapal ke Benoa. Perairan Padangbai sendiri
6
merupakan pelabuhan alami dengan kedalaman lebih dari 10 meter dan sejak lama dikenal
sebagai pelabuhan transit yang sudah sering dikunjungi oleh kapal pesiar internasional, termasuk
Queen Elisabeth II pada November 2006. Lokasi terminal kapal pesiar Tanah Ampo berjarak
sekitar 65 km dari Bandar Udara Ngurah Rai dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam dan berada
sekitar 1,5 km dari jalan utama Denpasar – Karangasem. Berdasarkan hal tersebut maka
dibutuhkan strategi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke wisata Argo di desa Sibetan.
Pembangunan pariwisata sesuai dengan misi ke -2 pemda Kabupaten Karangasem saat ini yaitu
: pendayagunaan potensi, pemberdayaan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan
dalam segala bidang, menjaga kelestarian lingkungan baik lingkungan fisik maupun non fisik.
Kebutuhan Kabupaten Karangasem untuk mengembangkan wisata argo salak Bali saat ini,
adalah :
1. Perlunya, peningkatan pengolahan salak menjadi produk makanan olahan yang memiliki
nilai tambah, seperti wine, dodol salak, manisasn salak dan keripik salak.
2. Perlunya diinisisasi terbentuknya pasar oleh-oleh bagi wisatawan dengan bahan baku
salak , keberadaan pasar ini penunjang wisata argo kebun salak di Desa Sibetan Bali.
3. Dibentuknya paket wisata ke wisata Argo Di Desa Sibetan dengan program insentif dan
inovatif terintegrasi dengan Pura besakih, Putung, Tirta Gangga dan Taman Soekadana
Ujung Karangasem.
4. Terjadinya pemberdayaan petani salak dalam bentuk ketersediaan peralatan produksi
untuk mengolah bahan makanan berbasiskan salak Bali dan dievaluasi secara
berkesinambungan.
5. Perlunya Pembangunan infra struktur penunjang pariwisata argo (jalan, penginapan,
restorant, dan toilet) di desa Sibetan.
6. Adanya pendampingan /konsultan dari perguruan tinggi untuk quality control dan
transfer teknologi pada masyarakat pendukung wisata argo kebun salak di desa Sibetan .
7. Terbentuknya pesta kesenian
dan
budaya setiap tahunnya
untuk meningkatkan
kunjungan Wisata ke Karangasem.
1.3 Profil dan Fungsi keterlibatan Undiksha
Universitas Pendidikan Ganesha, merupakan perluasan
mandat dari IKIP
Singaraja, dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No 11 Tahun 2006, tanggal
11 Mei 2006. Perubahan bentuk itu membawa konsekuensi logis terhadap tugas dan fungsi
Undiksha yang semakin luas dan beragam. Perluasan mandat Undiksha memberi peluang untuk
mengembangkan program-program kependidikan dan nonkependidikan. Sejalan dengan
7
perubahan bentuk dan perluasan mandat itu, dilakukan perubahan struktur organisasi, baik
berkenaan dengan fakultas, lembaga penunjang pendidikan, maupun unit kerja administrasi. Di
samping perubahan-perubahan internal, Undiksha juga dihadapkan pada perubahan-perubahan
kondisi eksternal, baik berupa peluang maupun ancaman.
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Undiksha memiliki komitmen untuk
memberdayakan penduduk sekitarnya dan mengembangkan SDM wilayah di kabupaten
Buleleng, ada 3 sentra yang kini sedang di garap yaitu, Kecamatan Grogak, Kecamatan
Kubutambahan (kabupaten Buleleng) dan kecamatan Nusa Penida (di Kabupaten Klungkung),
dan Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem, Pengabdian diluar itu juga di garap termasuk di
kecamatan Banjar, selain peningkatan kualifikasi guru, Peran Universitas Pendidikan Ganesha,
juga menggarap segmen lain yaitu petani, pengerajin dan juga pengusaha kecil menengah untuk
mendapatkan budaya baru dalam bidang teknologi, seni dan sosial budaya.
Keberadaan beberapa Fakultas Ilmu Murni
memungkinkan Undiksha berperan banyak
dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat untuk mengabdikan ilmu yang digeluti oleh civitas
akademikanya diluar bidang pendidikan, yakni bidang ilmu murni (non pendidikan). Dalam
bidang ilmu dasar, seperti ilmu kimia dan biologi.
Universtas Pendidikan Ganesha, khususnya Fakultas MIPA, membawahi jurusan
pendidikan Kimia, yang merupakan tempat pengusul proposal Hi-link, yaitu Dr. I Nyoman Tika,
M.Si, alumni Dokor ITB, telah banyak meneliti tentang mikroorganisme ekstrim (termostabil),
telah dapat mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba isolat lokal dari kelompok bakteri, jamur
dan ragi (Tika, dkk., 2006). Misalnya, Ragi Rhizophus sp isolate Lokal Singaraja juga telah
dapat diisolasi dan dimanfaatkan untuk memproduksi tempe dengan kualitas baik (Tika, 2007,
dan produksi biodiesel (Sukarta dan Tika, 2010).
Kultur Saccharomyces lokal telah diisolasi dari beberapa makanan fermentasi khas kota
Singaraja, seperti tape singkong, tape ketan (merah dan hitam) (Tika , dkk 2006). Ada lima
jenis strain yang ditemukan dari makanan fermentasi itu, yaitu
Saccharomyces cerevisiae
SRJ1: SRJ2; SRJ3; SRJ4; dan SRJ5.
Saccharomyces cerevisiae strain SRJ1: SRJ2; SRJ3; SRJ4; dan SRJ5 memiliki ukuran 6
- 8 mikron. Dalam 1 gram ragi padat, terdapat kurang lebih 10 milyar sel hidup. Ragi ini
berbentuk bulat telur, dan dilindungi oleh dinding membran yang semi berpori (semi permeabel),
melakukan reproduksi dengan cara membelah diri, dan dapat hidup dilingkungan tanpa oksigen
(anaerob) maupun dengan oksigen (aerob) (Tika, dkk, 2006). Untuk bertahan hidup, ragi
membutuhkan air, makanan dan lingkungan yang sesuai, serta memiliki sifat-sifat fisiologi yang
stabil, sangat aktif dalam memecah gula yaitu mengubah pati dan gula menjadi karbon dioksida dan
Alkohol terdispersi dalam air, mempunyai daya tahan simpan yang lama, dan tumbuh dengan sangat
8
cepat (Tika, dkk., 2006). Berikut beberapa karakteristik masing-masing S. cereviciae tersebut
dapat dicandrakan dalam table berikut :
Tabel 2. Karakterisitik S. cereviciae isolate Lokal Singaraja
No.
Strain S.c
Suhu optimum
Viabilitas
Aktivitas
1
SRJ1
25
Sedang
tinggi
2
SRJ2
32
Sedang
tinggi
3
SRJ3
30
Tinggi
tinggi
4
SRJ4
27
Tinggi
Sedang
5
SRJ5
31
Tinggi
tinggi
Dari lima strain yang dianalisis ditemukan bahwa S. cereviciae SRJ3 dan S. cereviciae SRJ5,
memiliki aktivitas yang tinggi, serta memiliki suhu optimum pertumbuhan pada rentang 2531oC.
Menurut Lopes et.al., (2007)., maka bila satu atau lebih starin ragi yang berbeda
dicampur pada fase sporulasi, maka dapat menghasilkan strain dengan gabungan sifat-sifat
induknya. Oleh karena itu, S. cereviciae SRJ3 dan S. cereviciae SRJ, dicampurkan dengan
mengadaptasi metode Lopes et al., (2007), maka dihasilkan strain Saccharomyces hibrida SRJ6.
Saccharomyces hibrida SRJ6 ini telah diaplikasikan untuk fermentasi wine salak, wine anggur
dan wine mengkudu, seperti tertera dalam Tabel 3.
Tabel 3.
No.
1
2
3
4
5
Hasil aplikasi
Hibrida SRJ6
Kualitas
Konsetrasi alkohol
Rasa
Bau
Cita rasa
Referensi
untuk pembuatan beberapa
Wine salak
12%
Sangat Baik
Baik
Baik
(Tika, dkk,
2014)
Wine anggur
12,5%
Sangat Baik
Baik
Baik
(Tika,dkk,
2011)
wine dengan Saccharomyces
Wine mengkudu
11%
Cukup
Menyengat
Cukup
(Data tidak
dipublikasikan)
Kultur Saccharomyces Hibrida SRJ6 telah dimurnikan dan dibiakkan dan diproduksi
dalam bentuk powder (Gambar 4), lalu digunakan dalam bentuk hibrida (kultur yang dicampur)
pada masa ragi terjadi fase sporulasi dengan metode yang dikemukaan oleh Lopes et.al.,
(2007). Ragi hasil persilangan (hibrida) antara Saccharomyces SRJ3 dan SRJ5 diberinama
Saccharomyces hibrida SRJ6 (Data tidak dipublikasikan).
Ragi Saccharomyces hibrida SRJ6
ini setelah diaplikasikan pada permentasi ekstrak anggur menghasilkan wine anggur dengan
kadar reveratrol yang tinggi ( Qomariah & Tika, 2014) dan memiliki aroma dan citarasa wine
9
yang sangat baik (Tika, dkk, 2011). S.Hibrida SRJ6 telah diujicobakan untuk fermentasi wine
salak, terbukti menghasilkan wine dalam waktu 3- 4 minggu, dengan kualitas baik (Tika, dkk
2014,) Pada pres pembuatan wine anggur dibutuhkan inducer (fruktosa) serta penambahan
pectinase untuk menghilangkan rase sepat yang disebabkan oleh pektin (Tika, dkk, 2011) Hasil
penelitian itu menarik untuk terapkan pada masyarakat dalam bentuk program Hi-Link pada
industry pengolahan salak menjadi wine.
Gambar 4.a Ragi Saccharomyces Hibrida
SRJ6 dalam bentuk powder
Gambar 4.b Ragi Saccharomyces
Hibrida SRJ6 dalam bentuk
powder yang telah disimpan 3
bulan
Oleh karena itu, Hi-link Universitas Pendidikan Ganesha dapat berperan penting pada
aspek antara lain (1) Aplikasi metode fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces hibrida.
(2) sebagai konsultan dalam produksi dan pemasaran /managemen sumber manusia bagi mitra
(3) Selaku tenaga ahli untuk transfer teknologi bagi masyarakat,
Secara lebih rinci dapat diuraikan keterlibatan Undiksha dalam program Hi-Link ini,
sebagai berikut :
1.
Sebagai fasilitator tenaga ahli/ intelektual dalam hal transfer produk hasil penelitian
isolate Saccharomyces hibrida SRJ6 yang dimiliki oleh laboratorium kimia dan
biologi Universitas Pendidikan Ganesha kepada mitra (CV. Dukuh Lestari)
2. Sebagai konsultan dalam transfer metode fermentasi yang efektif untuk produksi
wine salak dengan kualitas baik
3. Transfer teknologi filtrasi produk fermentasi dengan membrane dialysis.
4. Konsultan pembuatan wine dan quality control dalam pengujian wine salak sebelum
produksi dengan mendisain mini lab untuk uji kualitas produk.
10
5. Pendampingan desain packing wine salak dan produk olahan salak.
6. Pendampingan pemasaran wine salak dan produk olahan salak dengan website
Secara skematis peran Undiksha dapat digambarkan seperti gambar 5.
Masyarakat/CV Dukuh Lestari
Transfer Teknologi
Pemda
Karangasem
Managemen
Makanan Olahan Salak
Undiksha
Quality
control
Lab
Makanan
Olahan/kuliner Bali
Wisata Argo Salak Bali
Wine salak Bali
Gambar 5. Peran Undiksha dalam Program Hi-Link
11
BAB II
TARGET LUARAN
Adapun luaran yang ditargetkan selama program Hi-Link, adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Target Luaran Program Hi-link
No
Luaran
Spesifikasi
2015
1.
Metode
fermentasi salak
dengan Ragi
Saccharomyce
s hibrida SRJ6
Target ( Tahun -Volume)
2016
2017
Metode yang mampu
menghasilkan wine salak yang
tumbuh optimum pada suhu 25°
C
50 %
80%
100%
Kadar alkoho 12-13,5%, dalam
berbagai kemasan 1 liet, 330
mL, dan 500 mL, dan 100 Ml
Mengulas tentang jenis salak,
luas areal, pemeliharaan,
makanan olahan dan wine salak,
dan wisata argo
1000
liter/bulan
2000
liter/bulan
6000
liter/tahun
Bab I jenis
salak, dan
Bab II cara
penenaman
’
Bab III luas
areal
Bab III Hama
tanaman
salak,
Bab IV
Pemasaran
Analisis
komponen
mutu wine
1 artikel di
majalah
Nasional/in
ternasional
Analisis
makanan
Bab V
makanan
olahan salak,
Bab IV wine
salak
Bab VI wisata
argo
Terbit buku
Analisis
makan
2 artikel
di majalah
Nasional/inte
rnasional
1 artikel di
majalah
Nasional/inter
nasional
-
1 draf paten
1 draf paten
2.
Wine salak yang
berkualitas baik
3
Buku tentang
Salak
4
Mini lab
Untuk quality control
5
Artikel Ilmiah
1. Tentang penggunaan ragi
hibrida untuk memproduksi
salak
2. Respon dan tanggapan petani
salak terhadap wisata argo
6
Draf Paten
Metode fermentasi wine salak
dengan
Ragi Saccharomyces hibrida
SRJ6
12
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Gambaran Lokasi Kegiatan
Lokasi tempat dilaksanakan Hi-link Dusun Dukuh Desa Sibetan, Kecamatn Bebandem,
kabuapten Karangasem Bali. Desa Sibetan terletak di wilayah kecamatan Bebandem Kabupaten
Karangasem yang terdiri dari sepuluh Br Dinas. Desa Sibetan memiliki batas desa sebagai
berikut: di sebelah Utara Desa jungutan, sebelah barat Desa Duda Timur, sebelah selatan Desa
Selumbung sebelah Timur Desa Bebandem. Luas Wilayah desa Sibetan adalah 1039,809 ha
dengan ketinggian 500 -700 meter di atas permukaan laut. Suhu rata-rata 25-30ºC, curah hujan
per tahun rata-rata 1567- 2000 mm. Areal kebun salak merupakan yang terluas dari kondisi
lahan di Sibetan. Paparannya sebagai berikut sawah 69,520 ha, tegal kebun 693,227 ha, jalan 19
hektar, pekarangan 20,640 ha, pelaba Pura 135,910 ha, lain-lain 101, 512 ha. Jumlah Penduduk
sebanyak 4305 orang, perempuan 4308 orang , jumlah jiwa sebanyak 8618 orang dengan jumlah
KK sebanyak 2186 KK.
Sebagian pekerjaan penduduk Desa Sibetan adalah petani Salak dengan luas kebun 234 Ha,
dengan jumlah paling dominan ada di Dusun Dukuh sekitar 84 Ha. Jumlah KK di Dusun Dukuh
sebanyak 121 KK.
Lokasi Hi-Link
Gambar 6. Lokasi Hi_link berjarak 100 km dari Undiksha
3.2 Rancangan Kegiatan Hi-Link tahun I ( 2015)
1. Transfer teknologi fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces hibrida SRJ6 dari
skala lab menuju skala rumah tangga, pada CV Dukuh Lestari
2. Pembuatan Wine salak dengan Saccharomyces cerviciae Hibrida lokal.
3. Analisis terhadap wine yang diproduksi dengan wine hibrida (dilakukan penelitian).
4. Optimasi produksi wine dalam pembuatan wine salak (aplikasi dan penelitian)
5. Pembuatan pupuk dari limbah fermmentasi salak
6. Pengemasan untuk produksi skala rumah tangga
13
7. Penulisan draf buku
8. Penulisan draf paten
Tahun II (Tahun 2016)
1. Peningkatan kapasitas produksi wine salak oleh mitra (CV. Dukuh Lestari
2. Transfer teknologi filtrasi dengan sistem bioreaktor membran pemisahan, yaitu
menggunakan mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), dan nanofiltrasi (NF).
3. Penulisan Buku tentang salak
4. Transfer teknologi biosensor untuk analisis kualitas wine salak (murah dan cepat)
5. Penyempurnaan draf pten
6. Pengadaan mini lab untuk menguji quality control
Tahun III (Tahun 2017)
1. Menjaga kontinuitas produksi
2. Peningkatan kapasitas teknologi filtrasi dengan nanofiltrasi (NF).
3. Transfer managemen pemasaran (promosi, service dan inovasi kemasan)
4. Menjajagi kemungkinan pasar import
5. Penerbitan Buku
6. Pengusulan paten
Adapun keterkaitan masing-masing kegitan Hi-ling dapat digambarkan sebagai berikut :
Transfer teknologi Ragi
Saccharomyces hibrida SRJ6
Formulasi fermentasi
wine salak
Peningkatan
kapasitas produksi
Aplikasi filtrasi
bioreaktor
Nanofiltrasi
Kontinuitas
produksi
Wine
salak
berkual
itas
dengan
standar
eksport
Analisis
kualitas
winealak
Penulisan Buku
Salak
Optimasi fermentasi dalam
skala lab
Reformulasi produksi
wisata argo
Analisis biosensor
Analisis
wine salak
Produksi
Pupuk
orgnik
Penulisan Buku
Mini Lab
2015
2016
Managemen
pemasaran
Perluasan pasar
dan Buku, dan
paten
2017
Gambar 7. Sistematika (fishbone diagram) alur kegiatan pengabdian Hi-Link
tahun pertama, kedua dan ketiga (2015-2017)
14
3.3 Metode pelaksanaan Kegiatan
Metode yang akan digunakan untuk pelaksanaan Hi-Li nk Wisata argo Salak Bali di
Desa Sibetan Karangasem ini adalah metode PALS (participatory action learning system),
yang memiliki prinsip-prinsip: (1) A defined methodology and systemtic learning process, yaitu
proses pembelajaran yang metodik, komulatif partisipatif, dan sistematik, (2) multiple
perspectives :yaitu dalam pemberdayaan diutamakan pada pencapaian keragaman dan aksi-aksi
yang beragam, (3) group learning processes: yaitu pemecahan kompleksitas masalah dunia
nyata dengan proses rekognisi melalui inkuiri kelompok dan interaksi, (4) context specific, yaitu
pendekatan penanganan masalah secara kontekstual, (5) facilitating experts and stakeholders,
yaitu pemanfaat pakar dan partisipasi masyarakat dalam aksi perbaikan kondisi masyarakat, (6)
leading to sustained action, yaitu penguatan kapasitas personal dan lembaga masyarakat dalam
mengawal program aksi secara berkelanjutan.
Dengan metode PALS, proses dan evaluasi dilaksanakan secara partisipatif. Proses
partisipasi menggunakan model Dick (1997) dimana tingkat partisipasi dibedakan menjadi tujuh
tergantung dari jenis kegiatan atau sub kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan partisipasi yaitu
sebagai: (1) informan, (2) interpreter, (3) planner, (4) implementor, (5) fasilitator, (6)
researcher atau co-researcher, (7) information resipient.
Beberapa Peralatan yang dibutuhkan
Gambar 8. Salah satu desain alat yang akan diterapkan fermentasi wine salak
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan
Sesuai dengan kebutuhan mitra dalam transfer teknologi fermentasi, pemasaran dan
pengolahan makanan bahan baku salak, maka kepakaran yang dibutuhkan adalah (1) ahli
fermentasi/biokimia (2) managemen, (3) pengolahan hasil salak. Oleh karena itu, kualifikasi Tim
pelaksana cukup mumpuni dalam bidang teknologi fermentasi, teknologi pemasaran dan
penggunaan pupuk. Kualifipasi ini didasarkan pada Tim pelaksana telah banyak melakukan
penelitian yang ada hubungannya teknologi fermentasi dan dan pengolahan pangan, kemudian
anggota peneliti. Tim pengusul. sehingga dengan kemampuan seperti itu tim pelaksana Undiksha
sangat menunjang untuk kesuksesan kegiatan P2M ini. Ketua Tim pelaksana memiliki
kemampuan dalam pengolahan pasca panen (lihat CV ketua pelaksana, dalam lampiran biodata.
4.2 Pembuatan Wine Salak dengan Penambahan enzim
Pengolahan jus salak bali menjadi wine salak
merupakan proses bioteknologi.
Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai
contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal
sejak abad ke-9.Bioteknologi dengan menggunakan mikroorganisme dapat menghasilkan
makanan dan minuman karena dapat tumbuh dengan cepat, mengandung protein yang cukup
tinggi dan dapat menggunakan produk-produk sisa sebagai substratnya misalnya dari limbah
dapat menghasilkan produk yang tidak toksik dan reaksi biokimianya dapat dikontrol oleh enzim
organisme itu sendiri.
Mikroorganisme dapat menjadi bahan pangan ataupun mengubah bahan pangan menjadi
bentuk lain. Proses pembuatan pangan yang dibantu oleh mikroorganisme misalnya melalui
fermentasi, seperti keju, yoghurt, dan berbagai makanan lain termasuk kecap dan tempe. Pada
masa mendatang diharapkan peranan mikroorganisme dalam penciptaan makanan baru seperti
mikroprotein dan protein sel tunggal. Mengenal sifat dan cara hidup mikroorganisme juga akan
sangat bermanfaat dalam perbaikan teknologi pembuatan makanan.
Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa spesies mikroba seperti
bakteri, khamir dan kapang. Mikroba yang melakukanfermentasi dengan memberikan hasil
yang dikehendaki dapat dibedakan dari mikroba-mikroba penyebab penyakit dan penyebab
kerusakan. Mikroba fermentasi mendatangkan hasil akhir yang dikehendaki, misalnya bakteri
16
akan menghasilkanasam laktat, khamir (ragi) menghasilkan alkohol, kapang menghasilkan
tempe(Muchtadi; 1989).
Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang dihasilkan di
laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan, misalnya kultur
murni dari bakteri asam laktat untuk membuat keju. Kadang-kadang tidak digunakan kultur
murni untuk fermentasi sebagai laru (starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom
digunakan hancuran tempe dan oncom yang sudah jadi (Winarno: 1984).
Proses fermentasi wine memanfaatkan
mikroorganisme yang sering disebut dengan
ragi. Bagi kalangan awam, istilah ragi sudah sering didengar. Ragi digunakan untuk pembuatan
roti, minuman keras, beberapa jenis makanan tradisional seperti tape, tahu, tempe. Ragi juga
digunakan dalam produksi ethanol baik dalam skala industri besar maupun kecil.Penggunaan
ragi diantaranya saccaromyces sebagai pembuat roti dan alkohol (wine).
Alkohol, disebut juga etanol, etil alkohol, alkohol murni, atau alkohol absolut, adalah
sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol
yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat
psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern.alkohol
adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.Fermentasi gula menjadi alkohol merupakan
salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia.Efek dari konsumsi
alkohol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu.
Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium
untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang
baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30°C. Derajat keasaman (pH) optimum untuk
proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5.
Fermentasi etanol meliputi dua tahap yaitu: 1. Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan
pelepasan paling sedikit dua pasang atom hidrogen melalui jalur EMP (Embden-MeyerhoffParnas), menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa. 2.
Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam
tahap pertama, membentuk senyawa-senyawa hasil fermentasi yaitu etanol. Penggunaan ethanol
sangat luas, misalnya bahan baku kosmetik, pelarut organik, obat-obatan, minuman berethanol,
dan sumber energi. Ragi yang sering digunakan dalam industri fermentasi ethanol adalah
Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces adalah yeast yang dapat tumbuh dengan baik dalam
kondisi aerob maupun anaerob. Tapi dalam kondisi anaerob, yeast akan memfermentasi subtrat
menjadi gula sangat cepat dan akan segera dikonversi menjadi ethanol.
17
4.2 Alat dan Bahan
Tabel 4.1 Alat dan Bahan
I. BAHAN
Natrium bisulfat
Asam Sitrat
Amonium Asetat
Ragi S.Hibrida lokal
Gula
Salak
Air
Air Rebusan Kacang Hijau
Putih telur
ALAT
TOTAL
0,16 gram
0,66 gram
0,06 gram
Secukupnya
1,5 kg
500 gram
Secukupnya
0,03 gelas
Secukupnya
TOTAL
Blender
1 buah
Botol
Pipa plastik
Baskom
Panci
Sendok
2buah
2 buah
2buah
2buah
3buah
Kain saring
1 buah
4.3 Prosedur dan Hasil Pengamatan
Tabel 4.2 Pembuatan Starter
No.
Prosedur
1
Buah salak
dikupas dan
dibuang biji
serta kulit
arinya
kemudian
dicuci.
2
Daging buah
salak
ditimbang
sebanyak
66,6 gram
dan direbus
dalam air
sebanyak 1 L
selama 15
menit.
Hasil Observasi
praktikan memilih salak yang
kualitasnya baik dan bagus untuk
digunakan. Salak yang sudah
membusuk tidak digunakan.
Daging buah salak berwarna putih
kekuningan. Air rebusan buah salak
berwarna bening keputihan.
18
No.
Prosedur
3
Buah yang
telah direbus
dihancurkan
dan ditambah
air sisa
rebusan.
4
5
6.
Campuran ini
disaring
dengan
menggunakan
kain saring
untuk
memperoleh
sari buah.
46,6 gram
gula pasir
ditambahkan
ke dalam sari
buah dan
dipanaskan
sampai
hampir
mendidih
(suhu 85oC)
selama 15
menit.
Sari buah
didinginkan.
Hasil Observasi
Salak yang telah
direbus dan
dihancurkan
berwarna putih
kekuningan.
Filtrat dan residu berwarna putih
kekuningan
Penambahan gula pasir membuat
campuran menjadi lebih pekat dan
berwarna putih kecoklatan
Sari buah setelah didinginkan berwarna
kecoklatan
19
No.
Prosedur
7.
Botol
fermentor
yang telah
steril dan
telah
dipasang
selang
pengeluaran
CO2 yang
ujungnya
berisi air
bersih
disiapkan.
8.
Ragi 2%
ditambahkan
ke dalam sari
buah yang
telah
didinginkan.
9.
Botol
fermentor
ditutup dan
disimpan
dalam ruang
gelap selama
6 jam.
Hasil Observasi
Botol fermentor dibuat dari 2 buah botol
air mineral yang disambung dengan
selang sebagai saluran gas
Botol fermentor disimpan di tempat yang gelap dan tertutup agar
proses anaerob berlangsung dengan baik
20
No.
Prosedur
Hasil Observasi
Tabel 4.3 Pembuatan Sari Buah (Anggur buah salak)
No
1
Prosedur
Sari buah salak disaring
sebanyak 1 L dari 300
gram buah salak segar.
2
Gula, Na-bisulfat, asam
sitrat, dan air rebusan
kacang hijau ditambahkan.
Penggunaan gula pasir
dimaksudkan untuk
menambah cita rasa manis
dan aktivasi
Saccharomyces cerevisae.
Penggunaan ammonium
dimaksudkan untuk
mencegah pertumbuhan
mikroba dan mencegah
oksidasi. Demikian pula
ammonium posfat dan
ekstrak kacang hijau
membantu aktivasi
Saccharomyces cerevisae
selama fermentasi.
Hasil Observasi
Filtrat sari buah salak
berwarna putih
kekuningan.
Campuran berwarna
putih kecoklatan.
Ditambahkan enzim
Rapidase Ex /Color,
Fermivin, Rapidase CR
21
Hasil Observasi
Hasil pemanasan campuran
sampai mendidih dan
pendinginan membuat
campuran semakin kecoklatan
No
3
Prosedur
Dipanaskan sampai hampir
mendidih, kemudian
dinginkan sampai suhu
kamar.
4
Dimasukkan ke dalam
botol fermentor dan
kemudian ditambahkan
starter 50 mL dan dipasang
selang pengeluaran CO2 ke
dalam tabung yang berisi
air bersih.
Penambahan stater ke dalam
sari buah menghasilkan
gelembung pada campuran
dan campuran menjadi lebih
pekat dari semula.
5
Dilakukan fermentasi
diruangan yang bersih dan
gelap.
fermentasi dilakukan di
tempat bersih dan gelap
agar proses fermentasi
berlangsung baik.
Terdapat gelembung gas
pada botol.
6.
Selama fermentasi
ditambahkan larutan gula
(1 kg gula pasir dilarutkan
dalam 1 liter air) secara
berturut-turut sesuai lama
hari fermentasi, yaitu hari
k3-3,5,7,9,11,dan 13
ditambahkan larutan gula
berturut-turut 50 mL, 33,3
mL, 16,6 mL, 10 mL, 6,6
mL, dan 3,3 mL, pada hari
ke 15 anggur siap dipanen.
Hasil fermentasi dari hari ke
hari menghasilkan
campuran dengan warna
lebih pekat.
4.5 Pemanenaan dan pengujian dengan GC-MS
Tabel 4.4 Pemanenan, Penjernihan, dan Pengujian GC-MS
No
Prosedur
Hasil Observasi
22
No
1
2
3
4
Prosedur
Anggur hasil fermentasi
dipindahkan dan disaring
ke dalam panci.
Hasil Observasi
Anggur hasil
fermentasi berwarna
kecoklatan
Dipanaskan selama 30
menit (hampir mendidih)
dan didinginkan.
Pemanasan selama 30
menit membuat
campuran menjadi lebih
pekat.
Setelah anggur agak dingin
ditambahkan putih telur.
Penambahan putih telur
menambah buih pada
sampel.
Setelah mengendap saring
kemudian sterilkan.
sampel yang diuji berwarna kecoklatan
5
6
Sampel diuji organoleptik
Kandungan zat volatil dan
alkohol sampel diuji
dengan instrumen GC-MS
Sampel berasa masam dan kecut
Sampel diuji di lab forensik POLRI cabang
Denpasar pada Rabu, 9 September 2015. Hasil
pengujian terlampir.
4.6 Pembahasan
Pada praktikum kali ini penulis akan membahas tentang hasil dari praktikum pembuatan
anggur dari buah salak. Pembuatan anggur disini memanfaatkan proses fermentasi pada
makanan untuk membentuk bahan pangan baru yang lebih baik dari bahan pangan sebelumnya
dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai pemeran pembantu.
23
Fermentasi adalah proses metabolisme dimana terjadi perubahan-perubahan kimia dalam
substrat karena reaktivitas dari enzim yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme. Sedangkan
enzim sendiri adalah protein yang dihasilkan oleh jasad hidup dan merupakan biokatalisator
(mempercepat kecepatan reaksi tanpa mengubah tetapan kesetimbangan). Pelaku fermentasi
adalah mikroorganisme anaerob fakultatif (membutuhkan sedikit oksigen) atau anaerob obligat
(sama sekali tidak membutuhkan oksigen).
Fermentasi dapat dibagi menjadi 2, berdasarkan hasilnya, yaitu fermentasi alkoholik dan
fermentasi non alkoholik. Fermentasi alkoholik merupakan suatu proses fermentasi yang
menghasilkan alkohol sebagai
produknya, biasanya
dilakukan oleh ragi, khusunya
Saccharomyces cerevisiae yang bersifat anaerob fakultatif dan lintasan glikolisinya adalah GDP.
Fermentasi alkohol menghasilkan hanya 2 molekul ATP/molekul glukosa. Fermentasi
merupakan proses mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia untuk memperoleh produk
yang berguna, dimana terjadi pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob. Peruraian
dari kompleks menjadi sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan
energi.
Keadaan-keadaan yang mempengaruhi aktivitas enzim diantaranya adalah :
1. konsentrasi enzim
2. konsentrasi substrat
3. pH
4. suhu
Pada umumnya, terdapat hubungan optimum antara konsentrasi enzim dan substrat bagi
aktivitas maksimum. Demikian juga, setiap enzim berfungsi secara optimal pada pH dan
temperatur tertentu. Keragaman pH yang ekstrim bahkan dapat merusak enzim, seperti juga
suhu yang tinggi; pendidihan (pemanasan) selama beberapa menit akan
mendenaturasikan
(menghancurkan) kebanyakan enzim. Suhu yang rendah praktisnya aktivitas enzim tetapi tidak
menghancurkannya. Banyak enzim dapat diawetkan dengan cara menyimpannya pada suhu
sekitar 0oC atau kurang.
Dalam proses fermentasi glukosa menjadi ethanol ini menggunakan enzim yang
dihasilkan oleh khamir (yeast). Dalam proses fermentasi ini, fermipan yang digunakan adalah
ragi. Ragi atau yeast merupakan mikroorganisme uniseluler berbentuk bulat lonjong, silindris,
atau oval yang ukurannya 5-10 kali lebih besar dari bakteri.
Jenis ragi yang dipakai adalah Saccharomyces cerevisiae, sesuai dengan namanya
saccharomyces yang berasal dari dua kata sacarin (gula) dan mycota (jamur), Saccharomyces
cerevisiae dapat memfermentasi zat gula (glukosa) menjadi alkohol. Misalnya Saccharomyces
24
cerevisiae dapat memfermentasi zat gula dalam buah apel sehingga diperoleh minuman
beralkohol seperti wine atau bir.
Pada praktikum kali ini sebelum melakukan proses fermentasi, mula-mula membuat
larutan starter. Starter adalah kultur yang digunakan sebagai tempat biakan khamir sebelum
dilakukan proses fermentasi sebenarnya agar khamir yang digunakan sebagai biakan dapat
berkembang baik dalam lingkungan tempatnya berkembang kelak. Starter ini penting dibuat agar
fermentasi tidak memerlukan waktu yang terlalu lama dan lebih cepat dalam mendapatkan hasil
fermentasi. Adapun fungsi dari pembuatan starter tersebut juga untuk mengatahui pH, karena
pada proses fermentasi anggur keadaannya harus asam sebab khamir atau mikroorganisme yang
membantu proses fermentasi ini dapat tumbuh baik pada keadaan asam.
Pada pembuatan starter menggunakan buah salak tanpa biji, kemudian menghaluskan
buah salak dan diambil sebanyak 66,6 gram dalam 1L air lalu ditambahkan gula 46,6 gram dan
fermimpan (ragi) sebanyak 2% gram, dimasukkan ke dalam botol fermentor dan didiamkan
selama semalam pada suhu kamar. Fungsi penambahan ragi adalah sebagai zat yang bekerja
pada proses fermentasi adalah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi tersebut. Sedangkan fungsi
penambahan gula adalah untuk sebagai makanan mikroorganisme yang membantu proses
fermentasi agar berlangsung dengan efektif.
Selanjutnya dalam pembuatan sari buah salak (anggur buah salak), sebanyak 300 gram
salak yang telah dihaluskan dicampurkan dengan 1 L air, dan kemudian disaring. Selanjutnya
ditambahkan gula, Na-bisulfat, asam sitrat, dan air rebusan kacang hijau. Penggunaan gula pasir
dimaksudkan untuk menambah cita rasa manis dan aktivasi Saccharomyces cerevisae.
Penggunaan ammonium dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan mencegah
oksidasi. Demikian pula ammonium asetat berfungsi sebagai buffer untuk menjaga pH campuran
agar tetap optium untuk proses fermentasi. Sedangkan ekstrak kacang hijau membantu aktivasi
Saccharomyces cerevisae selama fermentasi.
Selanjutnya sari buah dipanaskan untuk
memperoleh suhu optium pencampuran zat-zat di dalamnya.
Sari buah selanjutnya ditambahkan 50 mL stater yang telah disiapkan dan difermentasi
dalam ruangan gelap. Fermentasi merupakan suatu proses yang tidak membutuhkan oksigen
sehingga fermentasi harus berada dalam keadaan terisolasi dari udara luar (anaerob). Untuk
mencegah terjadinya proses oksidasi, dalam percobaan ini dilakukan penutupan mulut labu
fermentasi dengan isolasi dan dihubungkan dengan selang yang menyambung pada botol lain
yang berisi air. Gelembung yang terbentuk dalam air digunakan sebagai indikator yang
menunjukkan adanya aktivitas mikroba. Hal ini menunjukkan adanya pelepasan gas CO 2 oleh
mikroba yang terdapat di dalamnya, sehingga proses fermentasi dapat dikatakan berhasil dengan
25
adanya perubahan ini. Proses fermentasi dilakukan selama 15 hari dengan penambahan gula
secara teratur dengan komposisi yang berbeda setiap 2 hari sekali. Hal ini bertujuan untuk
memberikan makanan pada mikroorganisme agar tetap dapat membantu proses fermentasi.
Selama proses fermentasi campuran berwarna semakin pekat dan gelembung-gelembung gas
semakin banyak dihasilkan. Hingga mendekati hari ke 15 gelembung-gelembung gas dihasilkan
mulai berkurang.
Setelah 15 hari sampel dipanen dan dijernihkan dengan melakukan pemanasan,
pendinginan, penambahan putih telur, dan penyaringan. Hal ini bertujuan untuk memisahkan
komponen anggur yang ingin digunakan atau diuji dengan yang tidak diperlukan. Penambahan
putih telur bertujuan untuk membantu penjernihan sampel karena akan menggumpalkan sisa-sisa
mikroba dalam sampel. Dalam hal ini juga perlu dijaga kesterilan sampel agar tidak
terkontaminasi oleh mikroba lain yang dapat merusak kualitas anggur yang dihasilkan. Pada
pengujian ini juga dilakukan uji organoleptik yang menghasilkan data sebagai berikut.
Tabel 4.5. Uji Organoleptik Anggur Salak
Morfologi
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
AnggurSalak
Awal
Coklat muda
Akhir
Coklat Muda
Aroma khas
juice buah
salak
Cair
bau masam dan
menyengat
Khas juice
apel
Sangat masam
Cair
Berdasarkan uji organoleptik diatas, terlihat bahwa terjadi perubahan yang signifikan
pada aroma dan rasa anggur. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fermentasi pada sampel
buah salak oleh enzim dari Saccharomyces cerevisae. Saccharomycesakan melakukan respirasi
biasa dalam keadaan cukup oksigen. Akan tetapi, jika dalam keadaan lingkungan kurang oksigen
Saccharomycesakan melakukan fermentasi. Asam piruvat yang dihasilkan oleh proses glikolisis
akan diubah menjadi asam asetat dan CO2 dalam keadaan anaerob. Selanjutnya, asam asetat
diubah menjadi alkohol. Proses perubahan asam asetat menjadi alkohol tersebut diikuti pula
dengan perubahan NADH menjadi NAD+. Terbentuknya NAD+ menyebabkan peristiwa
glikolisis dapat terjadi lagi.Fermentasi alkohol ini hanya dapat mengubah satu mol glukosa
menjadi 2 molekul ATP. Fermentasi alkohol, secara sederhana, berlangsung sebagai berikut :
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2+ 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol).
26
Dijabarkan sebagai Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + CO2 + Energi
(ATP).Sebagaimana
halnya
fermentasi
asam
laktat,
reaksi
ini
merupakan
suatu
pemborosan.Sebagian besar dari energi yang terkandung di dalam glukosa masih terdapat di
dalam etanol, karena itu etanol sering dipakai sebagai bahan bakar mesin.Reaksi ini, seperti
fermentasi asam laktat juga berbahaya. Ragi dapat meracuni dirinya sendiri jika konsentrasi
etanol mencapai 13%. Hal ini menjelaskan kadar maksimum alkohol pada minuman hasil
fermentasi seperti anggur.Etanol yang diproduksi oleh sel-sel khamir selama proses fermentasi
akan menghambat aktivitas dan pertumbuhan sel. Jika suhu fermentasi meningkat, derajat
pengahambatan juga meningkat. Suhu fermentasi yang lebih rendah akan menghasilkan etanol
yang lebih tinggi karena disamping fermentasi berlangsung lebih sempurna, hilangnya etanol
karena penguapan akibat suhu yang lebih tinggi dapat diperkecil.
Berdasarkan uji organoleptik di atas dalam parameter aroma dan rasa, terlihat ada
ketidakoptimalan hasil yang diperoleh. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan kerusakan
anggur yang dihasilkan. Pada dasarnya anggur yang baik akan memberikan aroma yang khas
berbau buah (freshnessnya terjaga) dan rasa tidak terlalu masam dan menyengat. Adanya bau
yang agak menyengat pada sampel menambah indikasi adanya kontaminan lain yang
memberikan andil dalam kerusakan anggur. Kerusakan anggur yang dihasilkan kemungkinan
dikarenakan cara pembuatan yang kurang baik (kurang hygenis atau steril). Hal ini bisa
disebabkan karena terjadi proses oksidasi wine menjadi asam cuka (tersedia oksigen yang
cukup) akibat sumbat botol (cork) yang dipakai mempunyai kualitas yang kurang bagus
sehingga memungkinkan udara masuk ke dalam botol. Oksidasi yang berlebih ini akan
menghasilkan bau yang menyengat.
Selanjutnya kandungan sampel diuji dengan instrumen GC-MS di Lab Forensik Polri
Cabang Denpasar (hasil pengujian terlampir). Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel
mengandung etanol (C2H5OH) (tertera pada halaman 4) dengan kualitas 91. Hal ini terlihat dari
m/z fragmentasinya adalah 45 (dengan proto decouple 46), sesuai dengan Mr etanol = 46. Pada
halaman 5 terlihat juga bahwa abundance air (m/z = 18) cukup besar yang mengindikasikan
sampel masih banyak mengandung air. Halaman 6 menunjukkan sampel juga mengandung
persenyawaan alkohol volatil yang lain, yaitu 3-metil-1-butanol. Hal ini terlihat dari rumus
strukur dan m/z yang diberikan.
5.7 Respon Karyawan Dukuh Lestari
Kegiatan ini berupa pendampingan dan sosialisasi pada anggota petani. Petani salak
belum banyak beranjak dengan kehadiran pohon salak di lingkungannya. Pada saat panen raya
27
jumlah salak perpohon sekitar 3-4 kg, dengan jumlah pohon 2500-3000 per hektar, dusun Dukuh
mampu menghasilkan 10-12 ton per hektar, atau total rata-rata pada musim salak adalah
sebanyak 850- 950 ton salak. Jumlah yang sangat luar biasa. Musim Salak 2 kali per tahun
sekitar bulan Agustus dan bulan Februari setiap tahunnya.
Gambar 2. Buah salak hasil panen Petani Binaan di Desa Sibetan
Musim panen raya buah salak, sering mengalami harga jatuh, Nilai jual kerap tidak
sebanding dengan biaya perawatan upah buruh (untuk memetik dan angkut) yang rata-rata Rp
30.000 per hari per orang. Untuk kebun salak 1 hektar membutuhkan 3-4 orang buruh selama
pemetikan, dan untuk pembersihan yang rata-rata menghabiskan waktu 10 hari. Upaya untuk
mengendalikan buah salak yang melimpah saat panen, yaitu, pertama mengatur musim panen,
kedua dengan membuat makanan olahan berbahan baku buah salak, sehingga petani dapat
memetik untung dari penjualan, sehingga memberikan nilai tambah bagi petani salak.
Alternatif lain yang telah ditempuh untuk pengolahan buah salak telah dirintis oleh
kelompok tani Desa Dukuh adalah mengolah buah salak menjadi minuman ‘wine, ‘ kegiatan ini
mendapat apresiasi oleh Pemda Karangasem. Kelompok Tani Dukuh Sari telah memproduksi
wine dari fermentasi buah salak, yang beri nama “ Salaca Wine” Petani salak di Kabupaten
Karangasem, Bali kini mulai menggarap produk wine salak. Langkah ini dilakukan lebih
dikarenakan untuk menjaga kestabilan harga salak terutama pada musim panen raya, di samping
itu juga sebagai upaya meningkatkan nilai tambah produk salak. Guna memokuskan produksi
wine salak ini, kalangan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Dukuh Lestari di Desa
28
Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem membentuk CV Dukuh Lestari. Ketika
diwawancarai Ketua kelompoknya, I Wayan Suparta mengatakan, produksi wine salak ini
dimaksudkan sebagai salah satu alternatif dalam pengolahan produk salak di daerahnya.
Gambar 5 . Produk Salaca Wine di Desa Sibetan Bali
Produksi wine salak yang diberi label Salaka Wine (Anggur Buah Salak) ini, menurut
Suparta direncanakan kapasitasnya mencapai 6000 liter /bulan. Untuk produksi satu liter wine
diperlukan empat kg bahan baku salak. Wine salak yang dihasilkan termasuk kelas B dengan
kandungan kadar alkohol 12%. Untuk tahap percobaan sudah diproduksi sebanyak 300 liter yang
diarahkan untuk promosi atau souvenir. Wine salak ini sekaligus menjadi produk satu-satunya di
dunia. Ke depan diharapkan dalam produksi wine salak ini mampu menyerap produk salak yang
dihasilkan di Desa Sibetan termasuk juga beberapa desa di sekitarnya dengan kisaran harga Rp
5.000 sampai Rp 10.000/kg untuk kualitas I dan II. Produk wine salak tanpa bahan pengawet ini
dijual dalam berbagai kemasan. Untuk kemasan botol 750 ml dijual Rp 95.000, sedangkan
kemasan 350 ml seharga Rp 45.000.
Karya Utama
29
Gambar 6. Kegiatan Hi-Link di CV Dukuh Lestari di dusun Dukuh
Pembahasan
Tanggapan khusus terhdap program P2M ini
Respon karyawan Cv Dukuh Lestari
pada intinya tercermin dalam tabel 2.
terhadap kegiatan P2M
Hi-Link ini Pendampingan
pengolahan buah salah di Desa sibetan Bali telah berlangsung, dapat dikatagorikan menjadi 4
yaitu (1) pengetahuan baru (2) mendukung, (3) menerapkan (4) Harapan besar yang dapat
dilakukan ke depan.
Gambar 7 Respon Cv Dukuh Lestari salak terhadap kegiatan Hi_link salak Wine salah
di Desa Sibetan Bali
30
Penambahan pengetahuan baru sebagian peserta memberikan respon yang 87% sangat
menambah pengetahuan 11% , menambah dan 1% cukup menambah dan 1 % biasa saja dari
kegiatan P2M yang dilakukan Undiksha (Gambar 7)
Tabel 4.6. Kualitas Wine Salak sebelum dan
sesudah Penerapan Ipteks
Kualitas
Aroma
Cita rasa
Tampilan
Tingkat
Kejernihan
Kemasan
Kadar Alkohol
Sebelum
Sesudah
Kenaikan (%)
Penerapan Iptek Penerapan Iptek
(%)
(%)
75
90
20
85
85
10
85
90
10
80
90
10
65
12,5
85
12-13, 5
20
-
Data menggunakan 25 responden yang suka /selalu
minum wine
Setelah dilakukan Hi-Link terhadap Cv Dukuh lestari iperoleh kecenderungan kualitas wine
salak meningkat antara 10-20 %. Kualitas itu meliputi Aroma, citarasa , Tampilan , Tingkat
kejernihan , Kemasan dan kadar alcohol, secara lengkap ditunjukkan pada tabel 4.6.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.
Penumbuhan ragi untuk menghasilkan wine salak bali dapat ditransfer dengan baik
pada CV Dukuh Lestari.
2.
Dilakukan perendaman dengan gula 5% untuk menghilangkan tannin yang dikeluarkan
dari salak tersebut serta dilakukan penambahan enzim Rapidase Ex /Color, Fermivin,
Rapidase CR
3.
Pembentukan alkohol dari buah salak dapat dilakukan melalui proses fermentasi dengan
bantuan Saccaromycess hibrida lokal
4.
Uji organoleptik anggur salak yang dihasilkan memperoleh hasil warna coklat muda,
aroma baik dan menyengat, tekstur cair, dan rasa seperti rasa buah salak, Wine yang
dihasilkan lebih manis dan lebih beraroma
5.
Uji zat volatil dan kandungan wine salak menunjukkan bahwa wine salak mengandung
etanol dan 3-metil-1-butanol
5.2 Saran-Saran
1. Perlu dilakukan optimasi dalam produksi wine salak bali pada skala yang lebih besar
2. Pengolahan limbah perlu diintensifkan
Daftar Pustaka
1. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Hal. 392.
2. Lopes CA, Rodríguez ME, Sangorrín M, Querol A, Caballero AC, 2007. Patagonian wines:
implantation of an indigenous strain of Saccharomyces cerevisiae in fermentations
conducted in traditional and modern cellars. J Ind Microbiol Biotechnol.
Feb;34(2):139-49. Epub 2006 Sep 29.
3. Qomariah & I N.Tika, 2013, Identifikasi Senyawa Resveratrol Dari Wine Anggur Yang
Difermentasi Dengan Saccaromyces Hibrida SRJ6, Jurnal Kesehatan
STIKES Majapahit Singaraja, Volume I,
4. Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita,
Jakarta. Hal. 137.
5. Tika, I N., H.Pramono, M Sindumarta, K. Padmawinata dan Akhmaloka 2003.Isolasi
dan Karakterisasi Bakteri Termofilik dari Sumber Air Panas Cimanggu,
Bandung, Jawa Barat, Proseding Seminar PIT, Permi, 29-30 agustus 2003
6. Tika, I N., D., Natalia, Akhmaloka , Muliawati S.,dan K. Padmawinata, 2000. Isolasi
dan Pemurnian Parsial DNA Polimerase Termostabil dari Bakteri Termofilik
Isolat Lokal, Seminar Kimia Bersama, Yogyakarta, 12-13 April 2000.
7. Tika, I N. 2005. Studi Biokimia DNA Polimerase termostabil dari bakteri termofilik
isolat lokal Disertasi, Dep. Kimia, FMIPA, ITB.
32
8. Tika. I N. dan Ngadiran K. 2005. Isolasi dan Identifikasi bakteri termofilik dari Sumber
Air Panas di provinsi Bali. Laporan Penelitian Program Due Like
9. Tika. I N. dan Ngadiran K. 2006. Isolasi dan Identifikasi bakteri termofilik dari Sumber
Air Panas di provinsi Bali. Proseding seminar Kimia Nasional (SENAKI)
VII. ITS, Surabaya
10. Tika. I N., N Retug, dan Ngadiran K. 2006. Isolasi dan Identifikasi Saccharomyces sp
dari makanan fermentasi di Singaraja. Proseding seminar Nasional MIPA,
Undiksha Singaraja
11. Tika, I N. dan I N.Selamat, 2008. Pembuatan Elektroda Enzim Untuk Biosensor dengan
Modifikasi Lipase termostabil Isolat Banyuwedang yang diamobil dengan
PVC, Proseding Seminar Kimia Nasional, UNS 2008.
12. Tika, I N, W. Redhana, N.Pt. Ristiati, 2007. Isolasi , Pemurnian dan Karakterisasi Lipase
Termostabil dari Bakteri termofilik Yang diisolasi dari Sumber air Panas
Banyuwedang , Keamatan Hi-Link Buleleng Bali. Dikti, 2007.
13. Tika, I N. dan I N.Selamat, 2008. Penggunaan Lipase termostabil Isolat Banyuwedang
Untuk Biosensor Dalam Penentuan Gliserida Pada Serum Darah.Laporan
Hibah Bersaing Tahun I, Dikti.2008
14. Tika, I N. dan I Wiratini, 2009. Penggunaan Lipase termostabil Isolat Banyuwedang
Untuk Biosensor Dalam Penentuan Gliserida Pada Serum Darah.Laporan
Hibah Bersaing Tahun I, Dikti.2008.
15. Tika. I N. dan Ngadiran K. 2006. Isolasi dan Identifikasi bakteri termofilik dari Sumber
Air Panas di provinsi Bali. Proseding seminar Kimia Nasional (SENAKI)
VII. ITS, Surabaya
16. Tika. I N, 2011. Pengaruh faktor ekstrinsik terhadap respon optimum pada biosensor
lipase termostabil isolat Banyuwedang pada penentuan gliserida pada serum
darah, Proseding, Senaki, Unesha, 2011
17. Tika. I N , I.G.A.Tri Agustiana, dan I.G.Yuniarta, 2011. Pemberdayaan Petani Anggur Di
Desa Dencarik Kecamatan Banjar Buleleng Bali. Edisi Juli 2011, ISSN :
1410-4369, Hal: 99-110. Jurnal pengabdian Kepada masyarakat “Widya
Laksana” Undiksha
18. Tika. I N , I.G.A.Tri Agustiana, dan I.G.Yuniarta, 2014. IbM Salak Di Desa Sibetan Bali,
Proseding Seminar Nasional Hasil penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat, LPPM Mahasaraswati berkeja sama dengan FLIPMas Ngayah
dan DIKTI, Sanur Bali, 28-29 Februari 2014.
19. Tokuyasu K, Tabuse M, Miyamoto M, Matsuki J, Yoza K, 2008, Pretreatment of
microcrystalline cellulose flakes with CaCl2 increases the surface area, and
thus improves enzymatic saccharification. Carbohydr Res.
May
19;343(7):1232-6. Epub 2008 Mar 12
20. Wijaya; D. Ulrich; R. Lestari; K. Schippel; and G. Ebert. 2005. Identification of potent
odorants in different cultivars of snake fruit [Salacca zalacca (Gaert.) Voss]
using gas chromatography-olfactometry. J. Agric. Food Chem. 53:5 Hal.
1637-164
21. Mucthadi,T. R. 1989. Tegnologi Proses Pengolahan Pangan.PAU Pangan dan Gizi, IPB
Bogor.
22. Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Tegnologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
33
Lampiran kegiatan P2M Hi-Link
34
35
Produk Wine Salak Bali
36
Ragi lokal dan ragi impor
37
Aging pada proses Fermentasi
Program
Aksi I
Transfer Penggunaan Ragi
Saccharomyces
Hibrida Lokal
Analisis Hasil GC -MS
38
S.cerviciae
Instalasi fermentasi
Proses pembuatan Jus salak
39
Instalasi fermentasi
40
41
42
Download