Etika dan Pengambilan Keputusan

advertisement
MODUL 6
KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI
DAN HUKUM BISNIS
ETHICS DAN DECISION MAKING
Fakultas
Program
Studi
Ekonomi dan
Bisnis
Akuntansi
Magister
Tatap
Maya
06
Kode MK
Disusun Oleh
55005
Mochammad Rosul, Ph.D,
M.Ec.Dev., SE
Abstract
Kompetensi
Karakteristik : Etika dan
pengambilan keputusan
Mahasiswa memahami etika dan
dan decision making dalam
kewirausahaan
Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti watak atau
kebiasaan. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat
moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan
kebajikan dan suara hati. Dalam bahasa sehari-hari lebih dikenal dengan sebutan etiket
yang berarti cara bergaul atau berperilaku yang baik yang sering juga disebut sebagai
sopan-santun.
Istilah etika banyak dikembangkan dalam organisasi sebagai norma-norma yang
mengatur dan mengukur perilaku professional seseorang. Etika juga diartikan pula
sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang tindakan-tindakan baik
ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya. Apa yang dibicarakan di
dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang seharusnya
dilakukan) atau buruk (yang seharusnya dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk
mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak.
Secara lengkap etika diartikan sebagai nilai-nilai normatif atau pola perilaku
seseorang atau badan/lembaga/organisasi sebagai suatu bentuk yang dapat diterima
umum dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan dalam konteks lain secara
luas dinyatakan bahwa etika adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadap
kenyataan yang sebenarnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen P dan K, 1988), etika
dapat dibedakan menjadi tiga arti yaitu sebagai berikut.
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan/ masyarakat.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah
tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga
tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat
dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
2016
2
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari
proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di
antara beberapa alternative yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu
menghasilkan suatu final.
Pengambilan keputusan merupakan pilihan diantara alternatif-alternatif mengenai
sesuatu cara bertindak. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada
keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
Berikut ini merupakan definsi dari pengambilan keputusan menurut beberapa ahli, yaitu:
a. George R. Terry
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternative perilaku (kelakukan) tertentu
dari dua atau lebih alternative yang ada.
b. Sondang P. Siagian
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat
alternative yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan
merupakan tindakan yang paling cepat.
c. James A. F. Stoner
Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu
tindakan dengan cara pemecahan masalah.
d. Claude S. Goerge
Proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa
suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan
pemilihan diantara sejumlah alternatif.
e. Horold dan Cyril O’Donnell
Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara
bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada
jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi
yang telah dibuat.
f.
Dee Ann Gullies (1996)
Pengambilan keputusan sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri
dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk
2016
3
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan
masalah dan memulai tindakan.
g. Handoko (1997)
Pembuatan keputusan adalah kegiatan yang menggambarkan proses melalui
serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu.
h. Ralp C. Davis dalam Imam Murtono (2009)
Keputusan dapat dijelaskan sebagai hasil pemecahan masalah, selain itu juga harus
didasari atas logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, serta harus
mendekati tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pengambil keputusan haruslah
memperhatikan hal-hal seperti; logika, realita, rasional, dan pragmatis.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengmabilan
keputusan merupakan suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu pendapat
yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara atau teknik tertentu agar dapat
lebih diterima oleh semua pihak.
Etika dan Pengambilan Keputusan
A. TEORI DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Untuk memahami peran etika di dalam lingkungan bisnis, kita perlu menggunakan
etika dalam proses pengambilan keputusan. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi
dimensi etika bisnis. Beberapa faktor bersifat pribadi, bervariasi pada individu pengambil
keputusan dan yang lain berdasarkan organisasi. Seringkali, faktor-faktor dapat
berinteraksi untuk merubah hasil.
Masalah etika yang teraktual ditemui oleh pembuat keputusan yang ditentukan
oleh jenis posisinya di dalam manajemen. Contoh, masalah etis yang dihadapi manajer
keuangan kemungkinan berbeda dengan masalah yang dihadapi manajer marketing.
Manajer dengan tingkat yang lebih tinggi akan menghadapi masalah etika strategis,
sedangkan manajer tingkat lebih rendah mungkin akan menghadapi masalah etika taktis.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa jenis masalah yang dihadapi oleh pembuat
keputusan dapat mempengaruhi kualitas etis dari keputusan tersebut. Namun, proses
keputusan yang mendasari tampaknya menjadi umum untuk semua masalah.
Teori dasar/prinsip-prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan
etis praktik professional (fry, 1991;lih Creasia, 1991). Teori-teori etik digunakan dalam
pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Para
2016
4
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ahli falsafah moral telah mengembangkan beberapa teori etik, yang secara garis besar
dapat diklasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi.
1. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa yunani telos, berarti akhir). Istilah teleologi dan
utilitarisme sering di gunakan saling bergantian. Teleologi merupakan suatu doktrin
yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi
yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The End Justifice
The Means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil yang terjadi. Teori ini
menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan
sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987)
Teori Teleologi atau utilitarianisme dapat di bedakan menjadi rule utilitianisme dan act
utilitianisme. Rule utilianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan
tegantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau
kebahagiaan pada manusia. Act utilitianisme bersifat tidak terbatas; tidak melibatkan
aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan
pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan sebanyak-banyaknya
atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu
2. Deontologi
Deontologi (berasal dari bahasa yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau
tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau
konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteks di sini
perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat
memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara normal benar atau salah. Kant
berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat
universal, tidak kondisional dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia
secara rasiobal tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif.
Dua aturan yang diformulasikan oleh kant meliputi; pertama, manusa harus selalu
bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu
hukum moral universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara
sederhana sebagai suatu makna,tetapi selaku sebagai hasil akhir terhadap dirinya
sendiri (Frell, 1990;lih Closkey, 1990).
2016
5
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan menjadi 5 prinsip penting :
kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan (Fry, 1991; lih, creasia,
1991):
a. Beneficence
Apakah keputusan yang anda ambil benar-benar membawa manfaat? Manfaat
yang anda ambil melalui keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan
merupakan solusi terbaik yang bisa diambil.
b. Justice
Prinsip dari keadilan menurut Beauchamp dan Childres menyatakan bahwa mereka
yang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat
diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai sengan kebutuhan mereka. Ini berarti
bahwa kebutuhan kesehatan dalam jumlah sebanding.
c. Otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih
(Veatch dan Fry, 1987 ; Lih. Creasia, 1991).
Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan anda melakukan eksploitasi terhadap
orang lain dan mempengaruhi kebebasan mereka? Setiap keputusan yang anda
ambil tentunya akan mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, anda perlu
mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses pengambilan keputusan anda.
d. Kejujuran (veracity)
Prinsip kejujuran menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai menyatakan
hal yang sebenarnya dan tidak berbohong.
e. Ketaatan
Prinsip ketaatan didefinisikan oleh Veacth Dan Fry sebagai tanggung jawab untuk
tetap setia pada suatu kesepakatan.
Dalam hubungan antara manusia, individu cenderung tetap menepati janji dan tidak
melaggar, kecuali ada alasan demi kebaikan. Pelanggaran terhadap konfidensi
merupkan hal yang yang serupa, terutama bila pelanggaran tersebut merupakan
pilihan tindakan yang lebih baik daripada jika di langgar. Beberapa orang
berpendapat bahwa pelanggaran ini dapt dilakukan jika menguntungkan orang
banyak. Beberapa orang menentang hal tersebut dan menyatakan bahwa
konfidensi merupakan hak individu yang tidak tergantung pada kelompok/orang2016
6
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
orang lain. Salah satu cara untuk menerapkan prinsip konfidensi (menepati janji)
adalah dengan memasukkan ketaatan dalam tanggung jawab.
Selain 5 prinsip penting menurut fry sebagaimana tersebut di atas, berikut ini
merupakan bebrapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam etika pengambilan
keputudan, yaitu sebagai berikut:
a. Autonomy
Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan Anda melakukan eksploitasi terhadap
orang lain dan mempengaruhi kebebasan mereka? Setiap keputusan yang Anda
ambil tentunya akan mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, Anda perlu
mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses pengambilan keputusan
Anda. Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja dengan biaya murah. Seringkali
perusahaan mengeksploitasi buruh dengan biaya semurah mungkin padahal
sesungguhnya upah tersebut tidak layak untuk hidup
b. Non-malfeasance
Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Di kepemerintahan, nyaris
setiap peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak sementara itu
mencederai bagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis pada
umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak bagi
pihak lain. Misalnya kasus yang belakangan menghangat yaitu pemerintah dengan
UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang baru disahkan
dan ditentang oleh banyak pihak. Salah satunya implikasi dari UU tersebut adalah
pemblokiran situs porno. Meskipun usaha pemerintah baik, namun banyak pihak
yang menentangnya
c. Fidelity
Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengan definisi peran yang kita
mainkan. Seringkali ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara
keseluruhan dan memahami peran Anda dengan baik. Misalnya keputusan
Chairman Federal Reserve, Ben S. Bernanke untuk menyelamatkan Bear Stearns
dengan cara menyokong dana bagi akuisisi JPMorgan terhadap Bear Stearns
senilai $30 miliar dan dipertanyakan oleh banyak pihak. Namun, Bernanke
berpendapat bahwa ia melakukannya demi mencegah kekacauan finansial yang
akan dialami pasar jika Bear Stearns benar-benar bangkrut..
B. KERANGKA PEMBUATAN KEPUTUSAN ETIS
2016
7
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam membuat keputusan etis, ada beberapa unsur yang mempengaruhi seperti
nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik, konsep moral dan prinsip-prinsip etis.Berbagai
kerangka model perbuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli etika, di mana
semua kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang etika,yang
menurut Fry meliputi:
1. Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar?
2. Jenis tindakan apa yang benar?
3. Bagaimana aturan-aturan dpat diterapkan pada situasi tertentu?
4. Apakah yang harus dilaakukan pada situasi tertentu?
Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis,
kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas. Serta
persyaratan yang dapat ditampilkan filosofis secara penting dan baru-baru ini dituntut
oleh pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis
dengan menyediakan:
1. Pengetahuan dalam identifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus
dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap;
2. Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan keputusan-faktor yang relevan
ke dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) menilai etiskalitas keputusan
atau tindakan yang dibuat dengan melihat:
1. konsekuensi atau diciptakan offness baik dalam hal manfaat atau biaya;
2. hak dan kewajiban yang terkena dampak;
3. keadilan yang terlibat;
4. motivasi atau kebajikan yang diharapkan.
C. Pendekatan-Pendekatan Etika Bisnis Dalam Pengambilan Keputusan
Beberapa hal kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis diantaranya adalah:
1. Pendekatan bermanfaat (utilitarian approach),
Pendekatan
bermanfaat
(utilitarian
approach)
merupakan
pendekatan
yang
dudukung oleh filsafat abad kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri
adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar
bagi jumlah terbesar.
2016
8
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Pendekatan individualisme
Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan
dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka
panjang seorang indivudu.
3. Pendekatan yang menyatakan bahwa konsep tentang etika bahwa keputusan yang
dengan sangat baik menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan.
a. hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut
secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
b. hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di
luar pekerjaanya.
c. hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan
perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
d. hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau
legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
e. hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan
berhak atas perlakuan yang adil.
f.
hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan
ancaman terhadap kesehatan dan keamananya.
4. Pendekatan standar moral
Pendekatan standar moral untuk analisis dampak stakeholder yang dibangun
langsung pada tiga kepentingan mendasar dari stakeholder. Hal ini agak lebih umum
dalam fokus dari pendekatan 5-pertanyaan, dan memimpin pengambil keputusan
untuk analisis yang lebih luas berdasarkan keuntungan bersih bukan hanya
profitabilitas sebagai tantangan pertama dari keputusan yang diusulkan. Akibatnya,
ia menawarkan sebuah kerangka yang lebih cocok untuk pertimbangan keputusan
yang memiliki dampak signifikan di luar korporasi dari kerangka kerja 4-pertanyaan.
Pertanyaan berfokus pada keadilan distributif, atau keadilan, ditangani dengan cara
yang sama seperti dalam pendekatan 5-pertanyaan
MORAL STANDARD
QUESTION OF PROPOSED DECISION
Bermanfaat
2016
9
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Maximaize
bersih
manfaat
bagi apakah
masyarakat secara keseluruhan
tindakan
memaksimalkan
manfaat sosial dan meminimalkan cedera
social
hak-hak individual
Menghormati dan melindungi
adalah sction yang konsisten dengan hak
setiap orang?
Keadilan
Distribusi manfaat yang adil dan beban
akan memimpin untuk ajust distribusi
manfaat dan beban?
Semua standar moral harus diterapkan ada: tidak ada adalah tes cukup dengan itu
sendiri
5. Pendekatan Pastin
Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar untuk apture gagasan bahwa
individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar atau nilai-nilai fundamental yang
mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diinginkan. Jika keputusan dipandang
menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan bahwa disenchamtment atau relatiation
akan terjadi. Sayangnya, hal ini dapat menyebabkan pemecatan seorang karyawan
yang bertindak tanpa pemahaman
aturan dasar etika baik dari organisasi
pengusaha yang terlibat. Dalam rangka untuk memahami aturan dasar yang berlaku
untuk benar mengukur komitmen organisasi untuk proposal dan untuk melindungi
pembuat keputusan., Pastin menunjukkan bahwa pemeriksaan keputusan masa lalu
atau tindakan dibuat. Ia menyebut ini pendekatan reverse engineering keputusan,
karena upaya ini dilakukan untuk mengambil keputusan masa lalu terpisah untuk
melihat bagaimana dan mengapa mereka dibuat. Pastin menunjukkan bahwa orang
sering dijaga (secara sukarela atau tanpa sadar) tentang mengekspresikan nilai-nilai
mereka, dan bahwa reverse engineering menawarkan cara untuk melihat, melalui
tindakan masa lalu, apa nilai-nilai mereka.
D. Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan Dalam Pengambilan Keputusan
Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembilan keputusan
adalah:
2016
10
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional
perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan;
2. setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan
organisasi;
3. setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan
kepentingan orang lain;
4. jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan;
5. pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini
kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik;
6. pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama;
7. diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang
baik;
8. setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah
keputusan yang diambil itu betul; dan
9. setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan
berikutnya.
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu akibat adanya reaksi atas
sebuah masalah (problem), yang artinya ada ketidaksesuian antara perkara saat ini
dan keadaan yang diinginkan, yang membutuhkan pertimbangan untuk membuat
beberapa tindakan alternative. Namun, berpaling dari hal ini keputusan yang dibuat
haruslah keputusan yang baik, rasional, dan mengandung nilai-nilai etis dalam
batasan-batasan tertentu. Oleh karena itu haruslah ada kerangka kerja pengambilan
keputusan yang etis atau ethical decision making (EDM) Framework.
E. Factor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis
Berikut ini merupakan Factor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
yang etis
1. Tahap penilaian (assessment)
Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas
seseorang untuk menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi
perkembangan moral seorang berarti makin kurang ketergantungannya pada
pengaruh- pengaruh luar sehingga ia akan makin cenderung berperilaku etis.
2016
11
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sebagai misal, kebanyakan orang dewasa berada dalam tingkat menengah dari
perkembangan moral, mereka sangat dipengaruhi oleh rekan sekerja dan
akan mengikuti aturan dan prosedur suatu organisasi. Individu-individu yang
telah maju ketahap-tahap yang lebih tinggi iu menaruh nilai yang bertambah pada
hak-hak orang lain, tak peduli akan pendapat mayoritas, dan kemungkinan besar
menantang praktik-praktik organisasi yang mereka yakini secara pribadi sebagai
sesuatu hal yang keliru.
2. Lingkungan Organisasi
Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai
pengharapan (ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan
mendukung perilaku etis dengan meberi ganjaran atau menghalangi perilaku taketis dengan memberikan hukuman/sangsi. Kode etis yang tertulis, perilaku moral
yang tinggi dari para seniornya, pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian
kinerja sebagai dasar promosi bagi individu-individu, dan hukuman bagi individuindividu yang bertindak tak-etis merupakan suatu contoh nyata dari kondisi
lingkungan organisasional sehingga kemungkinan besar dapat menumbuh
kembangkan pengambilan keputusan yang sangat etis.
3. Tempat kedudukan kendali
Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada
umumnya individu-individu yang memiliki moral kuat akan jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tak-etis, namun jika mereka
dikendalai oleh lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit
banyak tidak menyukai pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan individuindividu yang telah mempunyai moral yang kuatpun dapat tercemari oleh suatu
lingkaungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang mengizinkan atau
mendorong praktik-praktik pengambilan keputusan tak-etis.
F.
Langkah-langkah Pengambilan Keputusan Yang Beretika
Langkah-langkah untuk mengambil keputusan yang beretika yaitu:
1. Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis
adalah menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut, membedakan fakta-fakta dari
opini belaka, adalah hal yang sangat penting. Perbedaan persepsi dalam bagaimana
seseorang mengalami dan memahami situasi dapat menyebabkan banyak perbedaan
etis. Sebuah penilaian etis yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat atas
fakta-fakta yang ada merupakan sebuah penilaian etis yang lebih masuk akal
2016
12
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
daripada penilaian yang dibuat tanpa fakta. Seseorang yang bertindak sesuai dengan
pertimbangan yang cermat akan fakta telah bertindak dalam cara yang lebih
bertanggung jawab secara etis daripada orang yang bertindak tanpa pertimbangan
yang mendalam.
2. Mengidentifikasi
fakta
dan
seluruh
kelompok
pemangku
kepentingan
serta
kepentingannya yang terpengaruh.
3. Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia juga disebut dengan “imajinasi
moral.
4. Merangking pemangku kepentingan dan kepentingannya, mengidentifikasi yang
terpenting dan memberikan bobot terhadapnya lebih dari isu yang lain dalam analisis.
5. Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat memengaruhi para
pemegang kepentingan, membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif
6. Menilai dampak tindakan yang ditawarkan pada masing-masing kepentingan
kelompok pemangku kepentingan dengan memperhatikan keberadaan mereka,
perlakuan adil, dan hak lainnya, termasuk harapan kebajikan, menggunakan
kerangka kerja pertanyaan secara menyeluruh dan meyakinkan bahwa perangkap
umum yang dibicarakan kemudian tidak masuk dalam analisis.
Tujuh langkah analisis pengambilan keputusan oleh amrican accounting association
(1993) sebagai berikut::
1. Menentukan fakta (what, who, where, when and how)
2. Menetapkan masalah etika
3. Mengidentifikasikan prinsip dasar, peraturan dan nilai
4. Menetapkan alternative pilihan
5. Membandingkan nilai dengan alternative
6. Menetapkan konsekuensinya
7. Membuat keputusan
G. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan-Perangkat Komprehensif untuk Menilai
Keputusan dan Tindakan
Sejak john stuart mill mengembangkan konsep utilitarianisme pada tahun 1861, suatu
pendekatan yang diterima untuk penilaian keputusan dan tindakan yang dihasilkan telah
dipakai untuk mengevaluasi atau konsekuensi dari tindakan. Bagi kebanyakan
pengusaha, evaluasi ini sebelumnya didasarkan pada dampak keputusan itu terhadap
kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Biasanya dampak tersebut telah
2016
13
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diukur dalam bentuk keuntungan atau kerugian yang timbul, karena laba telah menjadi
ukuran tingkat kebaikan yang ingin di maksimalkan oleh para pemegang saham.
Padangan tradisional megenai akuntabilitas perusahaan baru-baru ini telah dimodifikasi
menjadi dua cara. Pertama, asumsi bahwa semua pemegang saham hanya ingin
dimaksimalkan keuntungan jangka pendek tampaknya merupakan fokus yang terlalu
sempit. Kedua, hak-hak dan klaim dari mayoritas kelompok bukan pemegang saham,
seperti karyawan, konsumen, pemasok, kreditor, pemerhati lingkungan, masyarakat lokal,
dan pemerintah yang memiliki kepentingan atau interes dalam hasil keputusan atau pada
perusahaan itu sendiri, telah diselaraskan dengan status dalam pengambilan keputusan
perusahaan.
Asumsi dari kelompok pemegang saham monolitis yang hanya tertarik pada keuntungan
jangka pendek sedang mengalami perubahan karena perusahaan modern menyatakan
pemegang saham mereka juga terdiri atas orang-orang dan investor institusi awal yang
tertarik pada horizon waktu jangka panjanag dan bagaimana bisnis dilakukan secara etis.
Investor etis dan investor lainnya, serta kelompok pemangku kepentingan, cenderung
tidak mau memaksa mengeluarkan laba tahun berjalan jik itu berarti merugikan
lingkungan atau hak-hak pemangkun kepentingan lainnya. Mereka percaya pada
pengelolaan perusahaan secara lebih luas dari pada keuntungan jangka pendek.
Biasanya, memaksimalkan keuntungan dalam jangka wakyu lebih dari satu tahun
membjutuhkan hubungan yang harmonis dengan sebagian besar kelompok pemangku
kepentingan dan kepentingan mereka. Eksekutif dan direktur yang melihat jauh kedepan
menginginkan kekhawatiran ini diperhitungkan sebelum pemangku kepentingan yang
tersinggung harus mengingatkan mereka. Perusahaan menemukan bahwa di masa lalu
mereka telah secara sah dan pragmatis bertanggung jawab kepada pemegang saham,
tetapi mereka juga makin bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan.
Untuk memfokuskan analisis dan pengambilan keputusan pada dimensi etika:
1. Kepentingan dasar pemangku kepentingan harus menjadi lebih baik sebagai akibat
dari keputusan tersebut.
2. Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat dan beban.
3. Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku
kepentingan, termasuk hak pengambilan keputusa
4. Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaik-baiknya.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari
deontologi dan etika kebajikan. Untuk tingkat tertentu, kepentingan dasar ini harus
2016
14
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
didukung dengan kenyataan yang dihadapi oleh pengambil keputusan. Dalam syarat
pemangku untuk
perdagangan dan untuk memahami bahwa keputusan bisa
meningkatkan kekayaan semua pemangku kepentingan sebagai kelompok, bahkan jika
beberapa individu secara pribadi menerima efek yang buruk, kepentingan dasar ini harus
dimidifikasi untuk berfokus pada kekayaan pemangku kepentingan dari pada hanya
perbaikan mereka. Modifikasi ini menunjukkan pergeseran dari utilitarianisme menjadi
konsekuensilianisme. Setelah fokus pada perbaikan telah beralih menjadi kekayaan,
kebuthna untuk menganalisis dampak keputusan dalam kaitannya dengan empat
kepentingandasar menjadi jelas. Keputusan yang tidak menunjukkan karakter, integritas,
atau keberanian yang diharapkan akan dicurigai(secara etis) oleh para pemangku
kepentingan. Akibatnya, keputusan yang diusulkan dapat dinyatakan tidak etis jika tidak
memberikan manfaat bersih, tidak adil, atau meninggung hak pemangku kepentingan
termasuk ekspetasi yang wajar untuk perilaku bajik. Pengujian terhadap keputusan yang
diusulkan dengan satu prinsip saja jelas picik, dan biasanya menghasilkan diagnosis
yang salah.
2016
15
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
http://www.academia.edu/7286279/TUGAS_7_MAKALAH_ETIKA_BISNIS_DAN_PROFESI_
Pengambilan_Keputusan_Etis_Praktis
http://juprilumbantoruan.blogspot.co.id/2013/10/pendekatan-dalam-pengambilankeputusan.html
http://www.potretakuntansi.xyz/2015/10/pengambilan-keputusan-beretika.html
http://www.slideshare.net/levana412y/etika-bisnis-28982556
http://januarsutrisnoyayan.wordpress.com/2008/10/27/apa-itu-etika
Anoraga, Pandji, 1998. Psikologi Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.
Arens, Alvin A., dan J. K. Loebbecke, 1995. Auditing. 6 th Edition. Prentice Hall. Inc.
Englewood. Clift.
Covey, Stephen R. (1991). The 7 Habbits of Highly Effective People New York: A Fireside
Book.Salemba Empat.
Stephen P. Robbins, 2003, Perilaku Organisasi, PT. Indeks, Jakarta.
http://jameswidodo-heart.blogspot.com/2009/11/pengambilan-keputusan-etis-dan-faktor.html
http://ronawajah.wordpress.com/2010/12/04/kebutuhan-akan-etika-kerja/
http://mizan92.wordpress.com/2012/01/12/proses-mempengaruhi-dan-pengambilankeputusan-dalam-organisasi/.
Dr. Hj Syahribulan, M.Si, Dr. Hj. Hasniati, M.Si, Drs. Nurdin Nara, M.Si, Dr. Atta Irene
Allorante, M.Si, Dra. Hj. Khalawatiah, MA. 2013. Modul Mata Kuliah Etika Administrasi
Negara. Makassar. Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIPOL Universitas Hasanuddin.
Bulanbalun.(2014)pengertianetikaetikaetimologiberasal.http://bulanbalun.blogspot.co.id/2014
/03/pengertianetika-etika-etimologi-berasal.html
Az17bersama.(2013).etikapengambilankeputusan.http://az17bersama.blogspot.co.id/2013/0
4/etika-pengambilan-keputusan.html
Darmawatimks.(2012).pengambilankeputusan.http://darmawatimks.blogspot.co.id/2012/01/p
engambilan-keputusan.html
Juprilumbantoruan.(2013).pendekatandalampengambilankeputusan.http://juprilumbantoruan
.blogspot.co.id/2013/10/pendekatan-dalam-pengambilan-keputusan.html
2016
16
Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis
Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download