MODUL VII KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI DAN HUKUM BISNIS Management Transformation, Stakeholder Theory, Agency Theory & GCG Concepts Fakultas Program Studi Tatap Muka Ekonomi dan Bisnis Akuntansi Magister 07 Abstract Management Transformation berorientasi pada pengembangan organisasi/manajemen, sedangkan stakeholder theory berfokus agar perusahaan lebih memerhatikan seluruh pemangku kepentingan yang ada dan tidak terbatas hanya kepada pemegang saham. Agency theory berfokus kepada hubungan dan tujuan ketidaksesuaian antara manajer dan pemegang saham dan menjadi landasan teori Corporate Governcance. GCG concept diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Kode MK Disusun Oleh 55005 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Kompetensi Mahasiswa diharapkan dapat memahami secara umum hal yang terkait dengan Management Transformation, Stakeholder Theory, Agency Theory dan Konsep dari Good Corporate Governance, dan bagaimana implementasi agar good corporate governance dapat terwujud. Management Transformation, Stakeholder Theory, Agency Theory, Good Coorporate Governance Concepts 1. THEORY MANAGEMENT TRANSFORMATION Setiap kali organisasi berusaha untuk membawa perubahan yang signifikan, mereka akan pada prinsipnya mengikuti salah satu dari dua pendekatan utama, yaitu prosesberorientasi pengembangan organisasi atau manajemen perubahan konten berorientasi. Dalam bentuk klasik elemen pusat fungsional "proses desain" yang menghasilkan solusi yang dikembangkan dari refleksi dari mereka yang terlibat langsung. Proses perubahan dirancang untuk membantu menilai mana sebuah organisasi dalam proses perubahan dan untuk menentukan apa yang perlu dilakukan ketika bergerak melalui proses. Proses perubahan harus diartikan bertujuan pada perubahan yang dianggap ; Energi yang cukup dibutuhkan untuk setiap perubahan, kebutuhan untuk pemain kunci publik bertanggung jawab untuk semua di satu sisi, sistem sosial berusaha untuk mengamankan kelangsungan hidup mereka, di sisi lain, mereka, sebagai suatu peraturan, tidak mudah mau berubah; Kebutuhan untuk ruang yang dilindungi di mana Anda bisa memikirkan hal-hal di atas dengan cara yang kreatif tanpa takut "hukuman"! sistem sosial cenderung mereproduksi pola mereka. Solusi yang bertujuan pada perubahan pola adalah intervensi potensial dalam hidup berdampingan secara damai seperti yang ada dalam bisnis; Peduli menyadari dan menangani emosi mereka, lebih mudah, lebih cepat mereka akanmenerima perkebangan baru membuatnya lebih mungkin untuk proses perubahan untuk berhasil; Tingkat keberhasilan tergantung pada kualitas dari solusi dan sejauh mana itu diterima! manajemen perubahan yang berhasil berarti bahwa tingkat konten dan integrasi sosial harus diingat sepanjang seluruh perjalanan proyek dan harus dikelola secara aktif, solusi terbaik adalah berpikir hanya berharga dari jika diimplementasikan - setidaknya jika pelaksanaan dimaksudkan untuk menjadi bagian dari proyek ini. "Transformasi Manajemen" (TM) adalah pilihan untuk memulai, membentuk dan menangani proses untuk merancang operasi bisnis. Ini adalah cara untuk menggabungkan manfaat dari pendekatan proses yang berorientasi klasik dan konten berorientasi, Pemimpin transformasional tidak hanya membimbing perubahan yang terjadi dalam organisasi tetapi mengelola semangat kerja karyawan, yang seringkali merupakan tantangan selama masa perubahan. Manajemen transformasi lebih dari pengembangan keterampilan, dan lebih dari sebuah strategi baru, dan pengembangan dan strategi keterampilan perubahan. Manajemen 2016 2 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id transformasi berjalan lebih dalam termasuk kesadaran baru pilihan kepemimpinan Anda, pemikiran dan keputusan, termasuk mengubah budaya untuk mempertahankan jenis pendekatan yang menuntut hari ini - dan yang bisa mengubah besok. Manajemen transformasional adalah sebuah pendekatan bagi pimpinan perusahaan yang mana manajemen mengarahkan organisasi melalui transformasi kearah, proses atau elemen-elemen penting lainnya dalam operasional perusahaan Beberapa hal yang penting dilakukan oleh Manajemen / pemimpin adalah : Proaktif Manajemen transformasional melibatkan banyak penyesuaian proaktif visi perusahaan, arah dari manajemen untuk memulianya. Pemimpin transformasional mencari, memformulasikan serta membuat perubahan yang diperlukan agar perubahan adalah bagian dari manuver strategis versus bergerak reaktif. Motivasi Sifat utama dari seorang pemimpin transformasional adalah kemampuannya untuk menginspirasi pengikut menuju tujuan bersama. Hal ini sangat penting selama manajemen transformasi karena karyawan ingin merasa percaya diri dalam arah perusahaan yang dipimpin. Pemimpin transformasional mengetahui apa yang mendorong untuk mempertahankan semangat selama proses perubahan dan para karyawan tetap bersemangat untuk bergerak maju menuju tujuan baru. Mereka dapat menginspirasi kelompok tetapi juga memiliki kemampuan untuk memusatkan perhatian pada individu karyawan. Visi Untuk memotivasi karyawan dan menyampaikan keyakinan melalui perubahan, manajer transformasional membutuhkan visi yang kuat dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas visi tersebut. Visi adalah arah perusahaan dipimpin. Perubahan yang dilakukan seperti : jenis produk yang dibuat; melayani pelanggan atau proses bisnis yang digunakan. Manajer transformasional dapat melihat visi yang diperlukan untuk perusahaan mereka dan memahami bagaimana membuat suatu strategi untuk menyelaraskan karyawan di semua tingkatan dengan visi tersebut. Tujuan Sifat inti lain dari manajer transformasional adalah fokus pada tujuan perusahaan. Mereka biasanya berorientasi pada tujuan dan tidak hanya menetapkan tujuan, tetapi perubahan bantuan lembaga departemen dan peran yang meningkatkan kerja semua karyawan untuk membantu mencapai tujuan tersebut. Beberapa transformasi 2016 3 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id melibatkan perubahan besar dalam alur kerja atau pelaporan hubungan karyawan. Perubahan ini sering bertemu dengan perlawanan tetapi pemimpin transformasional dapat membantu menjelaskan perlunya perubahan dan bagaimana membuat mereka bekerja. Manajemen transformasi mencakup kemampuan yang lebih tangkas untuk terus menilai dan mengarahkan sesuai kebutuhan, manfaat dari pelajaran dari masa lalu, dan tidak terbawa oleh metode masa lalu. Pelaksanaan lebih baik dari kemampuan kepemimpinan baru, data baru dan strategi baru. Cara yang disempurnakan melihat berbagai tantangan, pilihan dan kesempatan yang menjadi komitmen untuk kepemimpinan otentik, untuk menyadari ambivalensi pemimpin, dan memilah-milah bahwa untuk melakukan wawasan yang akan diterapkan. Hal ini menjadi masih cukup untuk memungkinkan inovasi, dengan ide besar dari anggota staf, kemampuan untuk terlibat dalam perselisihan dan perbedaab persepsi serta menciptakan solusi yang memenuhi keprihatinan perberdebatan dan perbedaan tersebut. Semua karyawan bergerak ke arah yang sama, kesepakatan adalah mencari solusi terbaik dalam mengembangkan tingkat kepercayaan, dan kemudian melakukan pembaharuan secara teratur yang pada akhirnya akan mengubah manajer untuk menjadi perhatian, otentik dan akuntabel, seluruh organisasi berubah juga. Untuk mencapai keberhasilan transformasi manajemen, yang melakukan perubahan dalam sebuah organisasi,diperlukan beberapa hal : Pemimpin Authentic; Keterampilan Manajemen; Proses Team; Tujuan yang jelas yang seimbang dengan kelincahan Membangun kekuatan organisasi dengan cara ini meliputi pengembangan eksekutif tim, serta mengembangkan manajemen dan keterampilan pengawasan di seluruh organisasi. Manajer harus lebih terampil dan mampu membangun kelompok agar lebih efektif, dengan manajemen yang efektif mengurangi sumber kehilangan produktivitas. Penyebab kehilangan produktivitas komunikasi yang buruk, ketakutan, ambiguitas, kurangnya arah atau akuntabilitas yang jelas. Eksekutif harus mampu membangun kelompok yang menghasilkan hasil yang berarti bagi perusahaan, klien mereka, dan untuk karyawan dalam bisnis. Dalam manajemen transformasi, para pemimpin dapat melakukan upaya-upaya pembaharuan dan pengemgangan dalam rencana, implementasi untun mencapai sasaran seperti : 1. Strategi dan Inovasi 2016 4 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Perusahaan harus hari ini menghadapi perubahan besar dalam ekosistem mereka. bentuk-bentuk baru dari kompetisi yang muncul, siklus hidup penawaran produk dan layanan mereka adalah mempercepat dan model ekonomi distribusi menjadi lebih beragam. Dalam konteks ini, mereka harus terus-menerus menyesuaikan strategi mereka dan kembali berpikir-proses mereka untuk berinovasi dan mengelola portofolio layanan. Jadi apa akibatnya bagi perusahaan? Mereka melibatkan sejumlah transformasi yang dipimpin oleh manajemen senior dan dilakukan oleh semua departemen strategis dan operasional. Mereka menyajikan beberapa tantangan : Kemampuan terhadap lingkungan seseorang selama tahap-tahap pengembangan strategi: inisiatif kolaboratif dengan pelanggan dan / atau coopetition - kompetitif kerjasama - inisiatif dengan pemain lain; Panggilan dipertanyakan model ekonomi tradisional dalam rangka untuk mempromosikan penawaran kemitraan dan beradaptasi dengan "permintaan" model konsumsi; Pelaksanaan lintas sektoral, "lincah dan industri" proses manajemen inovasi dan alat-alat; Pengenalan budaya inovasi nyata dalam perusahaaN 2. Transformasi digital Transformasi digital menantang batas tradisional organisasi 'dan benchmark. Hal ini mendorong fungsi bisnis - marketing, digital, IS - untuk bekerja sama lebih, dalam rangka menciptakan nilai dan memungkinkan perusahaan untuk berdiri keluar. Memang, era digital memberikan akses ke pasar yang luas yang melibatkan pelanggan baru dan mitra, konsumsi berbasis penggunaan dan keinginan untuk layanan terpadu dan personal. Namun, untuk perusahaan, itu juga berarti harus berurusan dengan ketidakpastian, kemerosotan pasar, permintaan pelanggan untuk kedekatan, dan kedatangan pesaing baru. Inovasi dan menjadi reaktif sehingga dapat menangkap atau menghasilkan bisnis baru; Transformasi untuk menawarkan pengalaman pelanggan pribadi yang homogen antara saluran kontak yang berbeda; Membawa perubahan dalam budaya perusahaan serta mengembangkan lintas sektoral, metode kolaboratif bekerja dan keterampilan untuk membantu desain dan menyebarkan layanan baru Hal ini dapat dicapai berkat pendekatan berdasarkan rekan kreativitas, melibatkan umpan balik dari pengguna akhir (Desain Berpikir). Hal ini juga dapat dibentuk melalui proses inovasi terbuka atau dengan menggunakan praktek-praktek manajerial alternatif dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan koperasi, berkelanjutan mendukung pemenuhan manusia (manajemen lambat). 2016 5 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id stabil dan 3. Manajemen kinerja Sebagai perusahaan tumbuh semakin lebih kompleks, dan lingkungan mereka semakin tidak pasti, ditandai dengan tekanan kompetitif sengit dan cepat, transformasi penataan, perusahaan-perusahaan harus berpikir ke depan dan bertindak yang lebih cepat. Untuk mengelola kinerja mereka, mereka harus memastikan bahwa dalam hal tindakan operasional strategi mereka secara efektif digunakan, dan bahwa tujuan set sepatutnya dicapai. Menyampaikan lintas sektor dan visi bersama dari strategi perusahaan; Mengembangkan model kemudi dan indikator sesuai dengan organisasi dan model bisnis di tempat; Membuat berbagai pihak bertanggung jawab sehubungan dengan tujuan yang ditetapkan; Tentukan kegiatan dan sumber daya yang akan dilaksanakan; Menanamkan budaya kemudi dalam organisasi Kemudian kinerja perusahaan itu telah menjadi bagian dari sebuah pendekatan menyeluruh yang bertujuan lebih mempromosikan perbaikan berkelanjutan dari pada monitoring. Keyrus membantu departemen fungsional dan bisnis dalam mendefinisikan dan meletakkan di tempat model dan dashboard menggabungkan kinerja keuangan dan operasional - misalnya, melalui "Balanced Scorecard" pendekatan -jenis. Keyrus ini data Intelijen pengetahuan memungkinkan untuk mengambil keuntungan dari teknologi baru sehingga dapat dimasukkan ke dalam tempat lincah dan solusi steering lintas sektoral. 4. Support Project Perusahaan saat ini mengalami era transformasi besar untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dalam lingkungan mereka: reposisi strategis, perpanjangan wilayah, drive untuk daya saing, integrasi digital Akibatnya, peningkatan jumlah proyek strategis atau operasional sedang dikejar pada waktu yang sama dan memobilisasi sumber daya yang substansial dan sarana. Seperti proyek-proyek ini merupakan bagian dari visi keseluruhan didukung oleh manajemen, mereka hanya akan berhasil jika masalah transformasi yang terkait dan dampaknya diperhitungkan : Visi yang dikembangkan oleh manajemen perlu dibagi dan disesuaikan dengan menciptakan benang merah menyampaikan rasa transformasi; Rantai manajemen dan berbeda pemangku kepentingan harus dilibatkan untuk membawa transformasi ke depan langsung dari tahap hulu proyek; Harus ada bentuk pemerintahan memastikan, dari waktu ke waktu, keseimbangan yang tepat antara ambisi, berarti dialokasikan dan kecepatan penyebaran proyek; 2016 6 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Untuk proyek menggabungkan dimensi pendekatan tangkas perlu diperkenalkan melengkapi metode yang digunakan. Strategi transformasi Sebagian besar organisasi akan mengikuti salah satu dari tiga pendekatan untuk transformasi berdasrkan pendekatan yang berkaitan dengan budaya dan jenis organisasi yaitu : a. Strategi perubahan data-driven menekankan penalaran sebagai taktik untuk membawa perubahan dalam sistem sosial. Para ahli, baik internal maupun eksternal untuk sponsor, yang dikontrak untuk menganalisis sistem dengan tujuan membuatnya lebih efisien (meratakan biaya vs manfaat). teori ilmu sistem yang digunakan untuk melihat sistem sosial dari perspektif wide-angle dan untuk memperhitungkan input, output, dan proses transformasi. Strategi perubahan akan tergantung pada : Analisis baik diteliti bahwa transformasi layak; Demonstrasi yang menggambarkan bagaimana transformasi telah berhasil dalam situasi yang sama, b. Strategi perubahan partisipatif berasumsi bahwa perubahan akan terjadi jika unit terkena dampak dan individu mengubah perspektif mereka dari pola perilaku lama mendukung perilaku baru dan praktek bisnis / kerja. perubahan partisipatif biasanya melibatkan bukan hanya perubahan dalam alasan-alasan untuk tindakan, tetapi perubahan dalam sikap, nilai, keterampilan, dan persepsi organisasi. Strategi perubahan sukses, tergantung pada semua unit organisasi yang terkena dampak dan individu yang berpartisipasi baik dalam perubahan (termasuk desain sistem, pengembangan, dan implementasi perubahan) Tingkat keberhasilan tergantung pada sejauh mana unit organisasi, pengguna yang terkena dampak, dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam rencana perubahan transisi partisipatif. c. Strategi perubahan berbasis Kepatuhan didasarkan pada "leveraging" kekuasaan yang datang dari posisi sponsor dalam organisasi untuk menerapkan perubahan. sponsor berasumsi bahwa unit atau individu akan berubah karena mereka bergantung pada orang-orang dengan otoritas. Biasanya, agen perubahan tidak berusaha untuk mendapatkan wawasan kemungkinan resistensi terhadap perubahan dan tidak berkonsultasi dengan unit yang terkena dampak atau individu. Agen perubahan hanya mengumumkan perubahan dan menentukan apa unit organisasi dan personil berdampak harus lakukan untuk menerapkan perubahan. Efektivitas strategi perubahan berbasis kepatuhan sponsor adalah tergantung pada disiplin dalam rantai sponsor komando, proses, dan budaya dan kemampuan para pemangku kepentingan secara langsung dan tidak langsung berdampak berdampak 2016 7 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id eksekutif sponsor. Penelitian menunjukkan bahwa strategi berbasis kepatuhan adalah yang paling efektif. 2. STAKEHOLDER THEORY Istilah stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Standford Research Institute (RSI) ditahun 1963 (Freeman, 1984:31). Hingga Freeman mengembangkan eksposisi teoritis mengenai stakeholder ditahun 1984 dalam karyanya yang berjudul Strategic Management : a. Stakeholder Approach Freeman (1984:25) mendefinisikan stakeholder sebagai “any group or individual who can affect or be affected by the achievement of an organization’s objective.” bahwa stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan suatu organisasi. Perkembangan bisnis di era modern menuntut perusahaan untuk lebih memerhatikan seluruh pemangku kepentingan yang ada dan tidak terbatas hanya kepada pemegang saham. Hal ini selain merupakan tuntutan etis, juga diharapkan akan mendatangkan manfaat ekonomis dan menjaga keberlangsungan bisnis perusahaan. Dari perspektif hubungan antara perusahaan dengan seluruh pemangku kepentingan inilah teori stakeholder kemudian dikembangkan. Stakeholder merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan. Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki karakteristik seperti yang diungkapkan oleh Budimanta dkk, 2008 yaitu mempunyai kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan terhadap perusahaan. Dari pengertian diatas maka telah terjadi perubahan mengenai siapa saja yang termasuk dalam pengertian stakeholder perusahaan. Sekarang ini perusahaan sudah tidak memandang bahwa stakeholder mereka hanya investor dan kreditor saja. Konsep yang mendasari mengenai siapa saja yang termasuk dalam stakeholder perusahaan sekarang ini telah berkembang mengikuti perubahan lingkungan bisnis dan kompleksnya aktivitas bisnis perusahaan. Dengan menggunakan definisi diatas, pemerintah bisa saja dikatakan sebagai stakeholder bagi perusahaan karena pemerintah mempunyai kepentingan atas aktivitas perusahaan dan keberadaan perusahaan sebagai salah satu elemen sistem sosial dalam sebuah negara oleh kerena itu, perusahaan tidak bisa mengabaikan eksistensi pemerintah dalam melakukan operasinya. Terdapatnya birokrasi yang mengatur jalanya perusahaan dalam sebuah negara yang harus ditaati oleh perusahaan melaui kepatuhan terhadap 2016 8 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id peraturan pemerintah menjadikan terciptanya sebuah hubungan antara perusahaan dengan pemerintah. Hal tersebut berlaku sama bagi komunitas lokal, karyawan, pemasok, pelanggan, investor dan kreditor yang masing-masing elemen stakeholder tersebut memiliki kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan sehinga masing-masing elemen tersebut membuat sebuah hubungan fungsional dengan perusahaan untuk bisa memenuhi kebutuhannya masing-masing. Perusahaan merupakan bagian dari sistem sosial yang ada dalam sebuah wilayah baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional berarti perusahaan merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat sendiri menurut definisinya bisa dijelaskan sebagai kumpulan peran yang diwujudkan oleh elemenelemen (individu dan kelompok) pada suatu kedudukan tertentu yang peran-peran tersebut diatur melalui pranata sosial yang bersumber dari kebudayaan yang telah ada dalam masyarakat (Budimanta dkk, 2008). Perusahaan dalam hal ini merupakan bagian dari beberapa elemen yang membentuk masyarakat dalam sistem sosial yang berlaku. Keadaan tersebut kemudian menciptakan sebuah hubungan timbal balik antara perusahaan dan para stakeholderyang berarti perusahaan harus melaksanakan peranannya secara dua arah untuk memenuhi kebutuhan perushaan sendiri maupun stakeholder lainya dalam sebuah sistem sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dihasilkan dan dilakukan oleh masing-masing bagian dari stakeholder akan saling mempengaruhi satu dengan yang lainya sehingga tidaklah tepat jika perusahaan menyempitkan pengertian mengenaistakeholder hanya dari sisi ekonominya saja. Perkembangan teori stakeholder diawali dengan berubahnya bentuk pendekatan perusahaan dalam melakukan aktifitas usaha. Ada dua bentuk dalam pendekatanstakehoder menurut Budimanta dkk, 2008 yaitu old-corporate relation dan new-corporate relation. 2016 9 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Old corporate relation menekankan pada bentuk pelaksanaan aktifitas perusahaan secara terpisah dimana setiap fungsi dalam sebuah perusahaan melakukan pekerjaannya tanpa adanya kesatuan diantara fungsi-fungsi tersebut. Bagian produksi hanya berkutat bagaimana memproduksi barang sesuai dengan target yang dikehendaki oleh manajemen perusahaan, bagian pemasaran hanya bekerja berkaitan dengan konsumenya tanpa mengadakan koordinasi satu dengan yang lainya. Hubungan antara pemimpin dengan karyawan dan pemasok pun berjalan satu arah, kaku dan berorientasi jangka pendek. Hal itu menyebabkan setiap bagian perusahaan mempunyai kepentingan, nilai dan tujuan yang berbeda-beda bergantung pada pimpinan masing-masing fungsi tersebut yang terkadang berbeda dengan visi, misi, dan capaian yang ditargetkan oleh perusahaan. Hubungan dengan pihak di luar perusahaan bersifat jangka pendek dan hanya sebatas hubungan transaksional saja tanpa ada kerjasama untuk menciptakan kebermanfaatan bersama. Pendekatan tipe ini akan banyak menimbulkan konflik karena perusahaan memisahkan diri dengan para stakeholder baik yang berasal dari dalam perusahaan dan dari luar perusahaan. Konflik yang mungkin terjadi di dalam perusahaan adalah tekanan dari karyawan yang menuntut perbaikan kesejahteraan. Tekanan tersebut bisa berupa upaya pemogokan menuntut perbaikan sistem pengupahan dan sebagainya. Jika pemogokan tersebut terjadi dalam jangka waktu yang lama maka hal itu bisa mengganggu aktifitas operasi perusahaan dan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Sedangkan konflik yang mungkin terjadi dari luar perusahaan adalah munculnya tuntutan dari masyarakat karena dampak pembuangan limbah perusahaan yang berpotensi menimbulkan kerugian signifikan bagi perusahaan apabila diperkarakan secara hukum. New-corporate relation menekankan kolaborasi antara perusahaan dengan seluruh stakeholder-nya sehingga perusahaan bukan hanya menempatkan dirinya sebagai bagian yang bekerja secara sendiri dalam sistem sosial masyarakat karena profesionalitas telah menjadi hal utama dalam pola hubungan ini. Hubungan perusahaan dengan kebermanfaatan yang internal stakeholders membangun dibangun kerjasama berdasarkan untuk bisa konsep menciptakan kesinambungan usaha perusahaan sedangkan hubungan dengan stakeholder di luar perusahaan bukan hanya bersifat transaksional dan jangka pendek namun lebih kepada hubungan yang bersifat fungsional yang bertumpu pada kemitraan selain usaha untuk menghimpun kekayaan yang dilakukan oleh perusahaan, perusahaan juga berusaha untuk bersama-sama membangun kualitas kehidupan external stakeholders. Pendekatan new-corporate relation mengeliminasi penjenjangan status diantara parastakeholder 2016 10 perusahaan seperti Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE yang ada pada Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id old-corporate relation. Perusahaan tidak lagi menempatkan dirinya diposisis paling atas sehingga perusahaa mengeksklusifkan dirinya dari para stakeholder sehingga dengan pola hubungan semacam ini arah dan tujuan perusahaan bukan lagi pada bagaimana menghimpun kekayaan sebesar-besarnya namun lebih kepada pencapaian pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development). Penjelasan diatas kemudian memunculkan sebuah pertanyaan siapa sajakah sebenarnya stakeholder perusahaan. Menurut the Clarkson Centre for Business Ethics (1999) dalam Magness (2008) stakeholder perusahaan dibagi kedalam dua bentuk besar yaitu primary stakeholders dan secondary stakeholders. Primary stakeholdersmerupakan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan secara ekonomi terhadap perusahaan dan menanggung risiko seperti misalnya investor, kreditor,karyawan, komunitas lokal namun disisi lain pemerintah juga termasuk kedalam golonganprimary stakeholders walaupun tidak secara langsung mempunyai hubungan secara ekonomi namun hubungan diantara keduanya lebih bersifat nonkontraktual. Bentuk yang kedua adalah secondary stakeholders dimana sifat hubungan keduanya saling mempengaruhi namun kelangsungan hidup perusahaan secara ekonomi tidak ditentukan oleh stakeholder jenis ini. Contoh secondary stakeholders adalah media dan kelompok kepentingan seperti lembaga sosial masyarakat, serikat buruh, dan sebagainya. Perkembangan teori stakeholders membawa perubahan terhadap indikator kesusuksesan perusahaan. Hal tersebut tercermin dengan munculnya paradigma Triple Bottom Line. Warsono dkk. (2009: 29-31) mengungkapkan bahwa terdapat tiga argumen yang mendukung pengelolaan perusahaan berdasarkan perspektif teori stakeholder, yakni, argumen deskriptif, argumen instrumental, dan argumen normatif, berikut penjelasan singkat mengenai ketiga argumen tersebut : Argumen deskriptif menyatakan bahwa pandangan pemangku kepentingan secara sederhana merupakan deskripsi yang realistis mengenai bagaimana perusahaan sebenarnya beroperasi atau bekerja. Manajer harus memberikan perhatian penuh pada kinerja keuangan perusahaan, akan tetapi tugas manajemen lebih penting dari itu. Untuk dapat memperoleh hasil yang konsisten, manajer harus memberikan perhatian pada produksi produk-produk berkualitas tinggi dan inovatif bagi para pelanggan mereka, menarik dan mempertahankan karyawan-karyawan yang berkualitas tinggi, serta mentaati semua regulasi pemerintah yang cukup kompleks. Secara praktis, manajer mengarahkan energi mereka terhadap seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya terhadap pemilik saja; Argumen instrumental menyatakan bahwa manajemen terhadap pemangku kepentingan dinilai sebagai suatu strategi perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang mempertimbangkan hak dan memberi perhatian pada berbagai kelompok pemangku kepentingannya akan menghasilkan kinerja yang lebih baik; 2016 11 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Argumen normatif menyatakan bahwa manajemen terhadap pemangku kepentingan merupakan hal yang benar untuk dilakukan. Perusahaan mempunyai penguasaan dan kendali yang cukup besar terhadap banyak sumber daya, dan hak istimewa ini menyebabkan adanya kewajiban perusahaan terhadap semua pihak yang mendapat efek dari tindakan-tindakan perusahaan. Identifikasi Stakeholder Pemangku kepentingan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan atas jenis dan sejauh mana kepentingan kelompok tersebut terhadap perusahaan. Hal ini penting dilakukan untuk membantu analisis perusahaan mengenai tindakan serta perhatian apa yang dibutuhkan oleh masing-masing stakeholder. Freeman (1984:8-25) mengindentifikasi perubahan yang dapat terjadi pada lingkungan perusahaan kedalam dua kategori, yakni internal dan eksternal. Bagian dari lingkungan internal adalah: Pemilik perusahaan; Manajer; Karyawan. Sedangkan yang termasuk bagian dari lingkungan eksternal terdiri atas: Pemerintah; Pemasok; Kreditor; Konsumen; Sosial; Pihak-pihak yang berkepentingan lain. Freeman (1984:25) kemudian menyajikan model hubungan dari kategori stakeholder dalam bentuk gambar sebagai berikut. Gambar : Kategori Stakeholder 2016 12 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (Sumber: Freeman, 1984. Strategic Management: A Stakeholder Approach) Warsono dkk. (2009:31-36) berdasarkan pengelompokan yang dikembangkan oleh Lawrence dan Weber, mengategorikan stakeholder menjadi dua kelompok, yaitu: Pemangku Kepentingan Pasar Pemangku kepentingan pasar adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi ekonomik dengan perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan tujuan utama perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat. Pemangku kepentingan pasar seringkali juga disebut pemangku kepentingan primer(primary stakeholder). Kelompok-kelompok pemangku kepentingan yang ditetapkan sebagai pemangku kepentingan pasar meliputi pemegang saham, kreditur, pemasok, pelanggan, karyawan, dan distributor/pedagang besar/pengecer. Pemangku Kepentingan Non Pasar Pemangku kepenintingan non pasar adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang walaupun tidak terlibat dalam pertukaran ekonomik langsung dengan perusahaan, dipengaruhi oleh atau dapat memengaruhi tindakan perusahaan. Pemangku kepentingan non-pasar seringkali juga disebut pemangku kepentingan sekunder (secondary stakeholder). Kelompok-kelompok pemangku kepentingan yang dikategorikan sebagai pemangku kepentingan non-pasar, meliputi. komunitas, berbagai level pemerintahan, kelompok-kelompok aktivis, organisasi non- pemerintah, media, kelompok pendukung bisnis, dan masyarakat umum. Beberapa individu atau kelompok dapat memainkan multi peran sebagai pemangku kepentingan. Para ahli menyebut fenomena ini sebagai role sets. Misalnya, seorang dapat bekerja pada suatu perusahaan, dan sekaligus juga tinggal dalam komunitas di sekitar perusahaan, memiliki saham perusahaan dalam akun pensiunnya, dan bahkan membeli produk yang dihasilkan perusahaan tersebut dari waktu ke waktu. Individu ini mempunyai beberapa peran pemangku kepentingan perusahaan (Warsono dkk, 2009:36). 2016 13 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Perusahaan juga harus melakukan analisis stakeholder sehingga mampu mengetahui kebijakan dan tindakan apa yang akan ditempuh oleh perusahaan. Analisis pemangku kepentingan mencakup, (Warsono dkk, 2009:37) yaitu : Identifikasi pemangku kepentingan yang relevan; Kepentingan pemangku kepentingan; Kekuatan pemangku kepentingan; Koalisi pemangku kepentingan. Dari tinjauan Islam identifikasi stakeholder dari perspektif teori stakeholder konvensional masih memiliki kekurangan yang dianggap fundamental, yakni belum memasukkan unsur yang bersifat spiritual, yaitu hubungan manusia yang menjalankan proses bisnis dengan Tuhan dimana Tuhan sebagai pemilik mutlak dari segala sesuatu akan meminta pertanggungjawaban manusia atas apa yang telah mereka lakukan. Ketiga hal ini senantiasa saling berhubungan. Berkaitan dengan proses bisnis yang merupakan hubungan antara sesama manusia. 3. Teori Keagenan (Theory Agency) a. Pendahuluan Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”. Perbedaan “kepentingan ekonomis” ini bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara Pemegang Saham (Stakeholders) dan organisasi. Diskripsi bahwa manajer adalah agen bagi para pemegang saham atau dewan direksi adalah benar sesuai teori agensi. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang sebesarbesarnya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki. Agen menginginkan kepentingannya 2016 14 diakomodir Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE dengan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pemberian kompensasi/bonus/insentif/remunerasi kinerjanya. Principal menilai yang prestasi memadai Agen dan sebesar2nya berdasarkan atas kemampuannya memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga saham dan makin besar deviden, maka Agen dianggap berhasil/berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi. Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan Principal agar mendapatkan kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka sang Agen dapat memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah-olah target tercapai. Permainan tersebut bisa atas prakarsa dari Principal ataupun inisiatif Agen sendiri. Maka terjadilah Creative Accounting yang menyalahi aturan, misal: adanya piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak dihapuskan; Capitalisasi expense yang tidak semestinya; Pengakuan penjualan yang tidak semestinya; yang kesemuanya berdampak pada besarnya nilai aktiva dalam Neraca yang “mempercantik” laporan keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau bisa juga dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan, padahal kenyataannya merugi atau laba turun. Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelolah perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan. Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power). Pengembangan akuntansi kontemporer salah satunya adalah digunakannya Agency Theory dalam menjustifikasi akuntansi positif. Menurut Baiman (1990), terdapat 3 model hubungan agensi yaitu The Principal-Agent Model, The Transaction Cost Economics Model, The Rochester Model. Ketiganya memiliki dua kerangka kesamaan dan dua perbedaan. Kesamaannya, pertama, ketiganya memahami ketentuan dan penyebab hilangnya efisiensi yang diciptakan oleh divergensi antara perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, ketiganya menganalisa dan memahami implikasi perbedaan proses pengendalian menghindari hilangnya efisiensi pada masalah agensi. Sedangkan perbedaannya, pertama, menekankan perbedaan sumber-sumber divergensi perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, menekankan perbedaan aspek pada agenda riset pada umumnya; ketiga, pemodelan berhati-hati yang mendasari konteks ekonomi yang menyebabkan timbulnyamasalah agensi; keempat, derivasi 2016 15 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id optimalisasi hubungan kerja dan memahami bagaimana hubungan kerja yang meringankan masalah agensi; kelima, komparasi hasil-hasil untuk melakukan observasi praktik model yang dipakai dan menganalisanya.Artinya dalam kerangka umum model hubungan agensi memperlihatkan bahwa manajer melakukan maksimasi expected utility agar dapat mempengaruhi desain kontrak kerja mereka. Pemilik dan manajer secara bersama dibatasi biaya atas masalah agensi, sehingga memerlukan insentif untuk mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien masalah agensi. Dua tokoh utama (principal dan agent) dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Bentuk ekstrim (extreme ways) dari agency theory sendiri sebenarnya adalah ketika hubungan agensi dijadikan mekanis-matematis untuk kepentingan legitimasi kepentingan “mutualis insklusif“. Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi, yaitu : 1. Kontrol pemegang saham kepada manajer; 2. Biaya yang menyertai hubungan agensi; 3. Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi Hubungan agensi ini memotivasi setiap individu untuk memperoleh sasaran yang harmonis, dan menjaga kepentingan masing-masing antara agen dan principal. Hubungan keagenan ini merupakan hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing pihak yang secara eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan seperti: Kebutuhan principal akan memberikan kepercayaan kepada manajer dengan imbalan atau kompensasi keuangan; Budaya organisasi yang berlaku dalam perusahaan; Faktor luar seperti karasteristik industri, pesaing, praktek kompensasi, pasar tenaga kerja, manajerial dan isu-isu legal; Strategi yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan kompetisi global Ditegaskan oleh Watts (1992) bahwa hubungan agensi kaitannya dengan laporan keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kepentingan pasar dan politik. Hubungan agensi dengan demikian tidak dibangun dari akar self-interest, tetapi dengan cinta. Cinta akan tetap memberi kemanfaatan materi, saling berbagi dan kebermaknaan hidup. Mudahnya, bila konsep kekayaan hanya dipandang sebagai bentuk ekonomi semata, maka yang terjadi adalah konflik kepentingan di atas hubungan kooperatif. Tetapi bila konsep kekayaan dipandang sebagai bentuk trilogi, maka ada proses trust yang masuk dalam mekanisme hubungan, trust yang didasari 2016 16 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id oleh cinta dan saling berbagi. Gagasan ini memang mirip seperti model principalagent yang lebih teoritis dan perlu diuji secara empiris, daripada mendekat pada model positivist yang lebih empiris tetapi akan mereduksi konsep teoritis yang sebenarnya penting seperti juga ditegaskan oleh Eisenhardt (1989). Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar berperilaku dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan, Burdett dapat memberikan rekomendasi kepada dewan direksi, yaitu : Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas sehingga memotivasi agen bekerja dengan kepentingan terbaik principal; Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka panjang dan agen diberikan keleluasan dengan batasan yang menguntungkan kepentingan para pemegang saham Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik tersebut, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya: Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian yang tidak masuk akal; Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan; Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum2 dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi. Oknum2 tersebut harus diumumkan pada publik dan tindakan apa yang telah diambil untuk menciptakan kontrol agar tidak terjadi “permainan” sehingga oknum2 tersebut bisa lolos dari sangsi yang berat. Oknum yang terbukti bersalah tidak berhak lagi mendapatkan “penghargaan” sehingga dapat menimbulkan efek “kapok” bagi yang lain agar tidak berani mencoba-coba. Hal yang sama juga diperlakukan pada pegawai/pejabat yang berprestasi, selain diberi reward, juga diumumkan untuk memberi efek “IDOL” sehingga ditiru oleh pegawai/pejabat lainnya. Akhirnya, akuntansi menjadi alat yang powerfull untuk memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal di satu sisi, juga dapat memberikan 2016 17 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id manfaat injeksi modal dan investasi yang makin besar dan linier kepada agen dari pemilik modal, yaitu manajemen perusahaan, dalam mengelola perusahaan. Agency Theory sebagai dasar teori Corporate Governance Persektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan memahami isu corporate governance dan earning management. Agensi teori mengakibatkan hubungan yang asimetri antara pemilik dan pengelola, untuk menghindari terjadi hubungan yang asimetri tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance yang bertujuan untuk menjadikan perusahaan menjadi lebih sehat. Penerapan corporate governance berdasarkan pada teori agensi, yaitu teori agensi dapat dijelaskan dengan hubungan antara manajemen dengan pemilik, manajemen sebagai agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi yang sesuai dengan kontrak. Dengan hal ini terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai kemakmuran yang dikehendaki, sehingga muncullah informasi asimetri antara manajemen dengan pemilik yang dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka menyesatkan pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan (Sefiana, 2009). Salah satu asumsi utama dari teori keagenan bahwa tujuan principal dan tujuan agen yang berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer perusahaan cenderung untuk mengejar tujuan pribadi, hal ini dapat mengakibatkan kecenderungan manajer untuk memfokuskan pada proyek dan investasi perusahaan yang menghasilkan laba yang tinggi dalam jangka pendek daripada memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham melalui investasi di proyek-proyek yang menguntungkan jangka panjang. Terdapat cara-cara langsung yang digunakan pemegang saham untuk memonitor manajemen perusahaan sehingga membantu memecahkan konflik keagenan diantaranya : Pertama, pemegang saham mempunyai hak untuk mempengaruhi cara perusahaan dijalankan melalui voting dalam rapat umum pemegang saham , hak voting pemegang saham merupakan bagian penting dari asset keuangan mereka; Kedua, pemegang saham melakukan resolusi dimana suatu kelompok pemegang saham secara kolektif melakukan lobby terhadap manajer (mewakili perusahaan) berkenaan dengan isu-isu yang tidak memuaskan mereka. Pemegang saham juga mempunyai opsi divestasi (menjual saham mereka), divestasi mereprestasikan suatu kegagalan dari perusahaan untuk mempertahankan 2016 18 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id investor, dimana divestasi diakibatkan oleh ketidakpuasan pemegang saham atas aktivitas manajer ( Warsono, 2009). Manajemen laba didasari oleh adanya teory agency yang menyatakan bahwa setiap individu cenderung untuk memaksimalkan utilitasnya. Konsep Agency Theory adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agen. Principal memperkerjakan agen untuk melakukan tugas dalam rangka memenuhi kepentingan principal. Bisa disimpulkan dalam perekonomian modern, manajemen, dan pengelolaan perusahaan semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini sejalan dengan Agency Theory yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis seharihari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional. Mereka, para tenaga-tenaga profesional, bertugas untuk kepentingan perusahaan dan memiliki keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan, sehingga dalam hal ini para profesional tersebut berperan sebagai agents-nya pemegang saham. Semakin besar perusahaan yang dikelola memperoleh laba semakin besar pula keuntungan yang didapatkan agents. Sementara pemilik perusahaan (pemegang saham) hanya bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen serta mengembangkan sistem insentif bagi pengelola manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan perusahaan (Adrian Sutedi, 2011:13) Menurut Darmawati (2005) ada tiga asumsi yang melandasi teori keagenan yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi ; Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia mempunyai sifat mementingkan diri sendiri, memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality) dan tidak menyukai resiko; Asumsi keorganisasian menekankan tentang adanya konflik antara anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektifitas, dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent. Asumsi informasi mengemukakan bahwa informasi dianggap sebagai komoditi yang dapat dijualbelikan. Berdasarkan asumsi yang melandasi teori keagenan tersebut maka sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak mengutamakan kepentingan pribadinya, asumsi keorganisasian terdapat konflik yang sangat jelas pada pihak-pihak yang berkepentingan, sedangkan pada asumsi informasi maka informasi menjadi sesuatu yang sangat penting adanya dan informasi bisa juga 2016 19 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id digunakan sebagai penambah keuntungan atau pendapatan. Asimetri antar manajer (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earning mnagemen) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Penelitian yang dilakukan Richarson (1998) menyatakan adanya hubungan positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba. Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/capital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Sleifer dan Vishny, 1997). 4. Good Coorporate Governance Concepts a. Pendahuluan Ekonomi merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Ekonomi juga memiliki peranan yang penting untuk menjaga kestabilan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tingkat pertumbuhan dan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari indikator ekonominya. Setiap negara, dalam mencapai tujuannya menggunakan sistem ekonomi yang berbeda-beda. Sistem ekonomi yang berkembang saat ini di dunia adalah sistem ekonomi kapitalis, sosialis, campuran, dan sistem ekonomi Islam. Salah satu sistem ekonomi yang saat ini mendapat pengakuan dunia adalah sistem ekonomi Islam atau yang lebih dikenal dengan sistem ekonomi syari’ah. Kajian-kajian ilmiah tentang ekonomi dan keuangan Islam muncul serta mengalami perkembangannya sejak tahun 1970-an, baik di Timur Tengah maupun di negaranegara Islam yang lain . Sejak saat itu, sistem ekonomi Islam muncul sebagai wacana dan dipandang sebagai suatu alternatif pilihan. Perkembangan ekonomi Islam terjadi sejalan dengan kecenderungan yang menguat terhadap pemihakan sistem ekonomi neo-klasik akibat menguatnya anggapan bahwa ekonomi Keynesian sudah tidak lagi mampu menjawab berbagai masalah perekonomian negara-negara kapitalis barat (Masyhuri, 2003: 11). Perencanaan bisnis adalah dokumen yang menyatakan daya tarik dan harapan sebuah bisnis. Sebuah bisnis plan yang akan mengoperasikan sebuah usaha harus mencantumkan secara jelas lokasi, proses, masalah bahan baku, masalah tempat, tanah dan lainnya. Perencanaan bisnis adalah suatu cetak biru tertulis ( blue print ) yang berisikan tentang misi usaha, usulan usaha, operasional usaha, rincian financial, strategi usaha, peluang pasar yang mungkin diperoleh, dan kemampuan 2016 20 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id serta keterampilan pengelolaannya. Perencanaan bisnis sebagai persiapan awal memiliki 2 fungsi penting yaitu: sebagai pedoman untuk mencapai keberhasilan manajemen usaha, dan sebagai alat untuk mengajukan kebutuhan permodalan yang bersumber dari luar. Munculnya masalah good corporate governance (GCG) terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Suad Husnan, 2007). Pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep GCG sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat, dalam rangka economy recovery (Sulistyanto & Lidyah, 2002). Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stockholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya (Sulistyanto & Wibisono, 2003). Survei yang dilakukan La Porta, Lopez, Shleifer, dan Vishny pada tahun 19982000 mengenai perlindungan investor dan corporate governance mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat penerapan GCG yang rendah (Fajari, 2004) Sedangkan Bank Dunia dalam sebuah survei Governance Research Indicator Country Snapshot tahun 2002 memberi Indonesia skor rata-rata di bawah 25 dari kemungkinan 1-100 untuk enam kategori penilaian, jauh tertinggal dari negaranegara tetangga yang memperoleh skor rata-rata di atas 50 (Fajari, 2004). Sehingga tidak mengejutkan jika hasil penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan bahwa penyebab krisis ekonomi di negaranegara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum profesional (Sulistyanto&Wibisono, 2003). Dengan kata lain, penerapan konsep GCG 2 yang tidak optimalah yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di negara-negara Asia khususnya Indonesia. Corporate governance (CG) diartikan sebagai sebuah sistem yang mana perusahaan dijalankan dan dikendalikan (Cadbury, 1992 dalam Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Walaupun istilah CG hampir tidak dikenal di Indonesia pada masa sebelum krisis, namun pada dasarnya terminologi tersebut digunakan untuk suatu konsep lama berupa kewajiban fidusiari dari mereka yang mengontrol perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang saham dan stakeholder. Konsep kewajiban fidusiari didasari oleh agency theory dimana permasalahan agency muncul ketika kepengurusan suatu perusahaan terpisah dari kepemilikan. Dengan kata lain, dewan komisaris dan direksi sebagai agent dalam suatu perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham (Herwidayatmo, 2000). CG mempengaruhi pengembangan dan fungsi dari pasar modal dan mendorong pengoptimalan alokasi sumber daya sehingga dapat mengurangi pengawasan shareholder atas perusahaan dan biaya audit (Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Lebih lanjut, karakteristik CG dan sistem hukum perlindungan investor juga mempengaruhi fungsi auditor dan tuntutan atas kualitas audit (Piot, 2001 dalam Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Pertimbangan auditor mengenai pengendalian internal perusahaan pada laporan keuangan yang diperiksanya, sebagai salah satu dasar pelaksanaan auditing yang dinyatakan dalam asersi manajemen bahwa karakteristik CG khususnya board of directors (dewan komisaris) diharapkan mempunyai hubungan yang signifikan 2016 21 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dengan kualitas praktek pelaporan keuangan (Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Pratolo (2007) bahwa baik buruknya good corporate governance BUMN 3 di Indonesia memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pengendalian intern pada BUMN tersebut (Pratolo, 2007). Padahal, pengendalian intern adalah salah satu dasar pemeriksaan laporan keuangan yang pada akhirnya akan menjadi dasar pertimbangan auditor dalam memberikan opininya. Dengan demikian, CG juga mempengaruhi pendapat auditor atas laporan keuangan yang diperiksanya. Suatu struktur GCG akan membantu auditor mengurangi tekanan manajemen agar auditor memberikan opini yang mereka harapkan (Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Beberapa penelitian terdahulu (Chang & Walter, 1996; Chen et al, 2001; Ballesta & Garcia-Meca, 2005) telah meneliti apakah perusahaan dengan tata kelola (CG) yang baik akan menerima lebih banyak laporan audit yang unqualified dibanding perusahaan yang tidak memiliki tata kelola (CG) yang baik. Chang dan Walter (1996) menunjukkan hasil bahwa laporan audit qualified akan diberikan kepada perusahaan yang memiliki lebih banyak proporsi ekuitas yang dimiliki oleh manajemen. Selanjutnya Chen et al.,(2001) menemukan bahwa probabilitas dalam menerima kualifikasi audit menurun dengan meningkatnya kepemilikan manajemen atas saham perusahaan dan kepemilikan oleh perusahaan luar negeri. Lebih lanjut Gul et al., (2001) menguji hubungan antara dominansi dewan direksi pada perusahaan keluarga dan kecenderungan perusahaan tersebut menerima kualifikasi audit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dewan direksi yang dominan pada perusahaan keluarga cenderung untuk bertindak berdasar kepentingan perusahaan dan mempersiapkan laporan keuangan yang lebih kecil kemungkiannya untuk menerima kualifikasi audit. Rendahnya penerapan konsep GCG di Indonesia dan hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten merupakan motivasi penelitian ini. Penelitian ini memfokuskan pada 4 hasil proses audit dengan ada atau tidak adanya suatu kualifikasi audit (audit qualification), yang mana hal tersebut merupakan perhatian utama para pengguna laporan keuangan. Hasil proses audit yang difokuskan dalam penelitian ini adalah laporan audit yang memuat kualifikasi audit, dan hubungannya dengan struktur corporate governance yang baik (GCG). b. Definisi dan Konsep Dasar GCG Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance antara lain : Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata 2016 22 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Agency theory dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sebagai sebuah konsep GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu. Pengertian Good Corporate Governance menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG): “Salah satu pilar sistem ekonomi pasar Corporate Governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan Good Corporate Governance pada umumnya di Indonesia. Saat ini pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan Good Corporate Governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa.” Dari pengertian diatas maka GCG merupakan suatu alat yang digunakan guna membangun persaingan yang sehat dan penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan bagi suatu perusahaan. Pengertian Good Corporate Governance menurut Organization for Economic Corporation and Development (OECD, 2003) yang dikutip dari Zarkasyi (2008:35) tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) merupakan struktur yang stakeholder, pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja. Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu system (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit 2016 23 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. GCG mengatur hubungan-hubungan, mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat dperbaiki dengan segera. (Zarkasyi, 2008:36). c. Prinsip – prinsip GCG Pelaksanaan good corporate governance dilakukan dengan menggunakanprinsipprinsip yang berlaku secara internasional. Prinsip-prinsip dasar ini diharapkan menjadi rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalammembangun framework bagi penerapan good corporate governance. Prinsip-prinsip good corporate governance memegang peran penting antara lain pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja perusahaan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham atau calon investor untuk menanamkan modalnya, perlindungan terhadap kedudukan pemegang saham dari penyalahgunaan wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan oleh direksi atau mematuhi dan menjalankan setiap aturan yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan di negara asalnya atau tempatnya berdomisili secara konsisten, termasuk peraturan di bidang lingkungan hidup, persaingan usaha, ketenagakerjaan, perpajakan, perlindungan konsumen dan sebagainya. Prinsip-prinsip Dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance di Indonesia (2001: 31) adalah sebagai berikut : Transparansi (transparancy) Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. Kemandirian (independence) Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Akuntabilitas (accountability) Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. Pertanggungjawaban (responsibility) Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap perturan perundang- undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Kewajaran (fairness) Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hal-hak pemangku kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. d. Implementasi GCG Pemantauan atas implementasi GCG oleh perusahaan dapat dilakukan antara lain melalui mekanisme pemeringkatan perusahaan melalui audit atas implementasi dan kepatuhan atas praktik GCG oleh perusahaan. Satu hal yang tidak kalah penting adalah kenyataan bahwa implementasi GCG sangat kondusif dalam lingkungan good 2016 24 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id public governance. Sebagai misal, penegakan hukum yang imparsial dan efektif atas penyimpangan dan kejahatan korporasi akan mencegah perusahaan untuk melakukan pelanggaran (Effendi, 2008). Menurut IICG (the Indonesian Institute for Corporate Governance) terdapat 7 dimensi/konsep penerapan GCG, yang diambil dari panduan yang telah ditetapkan oleh OECD dan KNKCG. Tujuh dimensi tersebut yaitu : Komitmen terhadap tata kelola perusahaan – sistem manajemen yang mendorong anggota perusahaan menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik; Tata kelola dewan komisaris – sistem manajemen yang memungkinkan optimalisasi peran anggota dewan komisaris dalam membantu penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik; Komite-komite fungsional – sistem manajemen yang memungkinkan optimalisasi peran anggota dewan direksi dalam penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik; Dewan direksi – sistem manajemen yang memungkinkan optimalisasi peran anggota dewan direksi dalam penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik. Transparansi dan Akuntabilitas – sistem manajemen yang mendorong adanya pengungkapan informasi yang relevan, akurat, dan dapat dipercaya, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan tentang kegiatan perusahaan. Perlakuan terhadap pemegang saham – sistem manajemen yang menjamin perlakuan yang setara terhadap saham dan calon pemegang saham. Peran pihak berkepentingan lainnya (stakeholders) – sistem manajemen yang dapat meningkatkan peran pihak berkepentingan lainnya. e. Tujuan dan Manfaat Diterapkannya GCG Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dinyatakan bahwa good corporate governance (GCG) diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan (Solihin, 2009:130). Berdasarkan berbagai definisi GCG yang disampai di atas dapat diketahui ada lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu : Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan; Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien; Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder perusahaan; Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional; Meningkatkan investasi nasional; dan Mensukseskan program privat-isasi perusahaan-perusahaan pemerintah. Priambodo dan Suprayitno (2007) menjelaskan manfaat-manfaat dari penerapan good corporate governance dalam suatu perusahaan yaitu: Mengurangi agency cost, biaya yang timbul karena penyalahgunaan wewenang (wrong doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya suatu masalah (Daniri, 2005); 2016 25 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Meningkatkan nilai saham perusahaan, sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan dimata publik dalam jangka waktu yang lama (Daniri, 2005); Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham (Sutojo dan Aldridge, 2005); Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus atau manajemen puncak dan manajemen perusahaan, sekaligus meningkatkan mutu hubungan manajemen puncak dengan manajemen senior perusahaan (Sutojo dan Aldridge, 2005). Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alas an mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu: Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG; Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan; Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah. Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. Namun manfaat yang optimal dari good corporate governance ini tidak sama dari suatu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan faktor-faktor intern perusahaan, termasuk riwayat hidup perusahaan, jenis usaha, jenis risiko, struktur permodalan dan manajemennya. 2016 26 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka : 1. Sumber Klipping Transformation Management, LLC PO Box 320552 Boston, MA 02132 Phone: 617- 244-5757 Email Janet (Certified Women Business Owner ) ; 2. www.keyrus.com/en/management-and-transformation Salinan; 3. Faced with their growing complexity and transformation issues, enterprises need to anticipate and act ever more quickly. Keyrus meets its clients' needs by developing ..Keyrus (Headquarters) - 155 rue Anatole France - 92593 Levallois-Perret Cedex - France - Tel.: +33 1 41 34 10 00; 4. Burke, W., 2008, Organizational Change: Theory and Practice. Sage Publications, 2nd edition; 5. Burke, W. and G. Litwin, 1992. "A Causal Model of Organizational Performance and Change," Journal of Management, Vol. 18, No. 3; 6. Flint, David, 2005, "The User's View of Why IT Projects Fail," Gartner Report; 7. http://yogimitha.blogspot.co.id/2011/03/prinsip-good-corporate-governancegcg.html; 8. https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory/; 9. http://anggyansyah.blogspot.co.id/; 10. https://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/; 11. Freeman, R.E., and Reed. 1983. Strategic Management: A Stakeholder Approach; 2016 27 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 12. Freeman, R.E., and Reed. 1983. Stockholders and stakeholders: a new perspective on corporate governance; 13. J.O.U.R.N.E.Y SEBUAH CATATAN KEHIDUPAN Search 06.08.09 by Irwan Irawan TEORI STAKEHOLDER; 14. www.anahuraki.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/STAKEHOLDERS.3.pdf Salinan PENGERTIAN Stakeholder:merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki 2016 28 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id