Masalah Pluralisme Hukum Di Propinsi Sulawesi Utara dan

advertisement
Masalah Pluralisme Hukum Di Propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Maluku
Masalah Pluralisme Hukum
Di Propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Maluku 1
Ronald Z. Titahelu2
Pendahuluan
Propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Maluku, merupakan dua propinsi yang terpisah
cukup jauh. Propinsi Sulawesi Utara menempati sebagian semenanjung utara pulau
Silawesi dan beberapa pulau di sekitar pulau induk dan pulau-pulau lainnya di sekitar
perbatasan Indonesia dengan Filipina. Sedangkan Provinsi Maluku berada di bagian
tengara dari Provinsi Sulawesi Utara, dan diantarai oleh Provinsi Maluku Utara. Provinsi
Maluku mencakupi pulau-pu;au yang menyebar dari pulau di sekitar Laut Banda sampai
ke bagian tenggara (gugus kepulauan Aru dan gugus kepulauan Kei) yang berbatasan
dengan perairan Australia bagian Utara, sampai ke bagian tenggara bagian barat (gugus
kepulauan Tanimbar) dan berbagai pulau lainnya di sebelah selatan seperti pulau Kisar
dan Pulau Wetar yang berbatasan dengan negara Timor Leste.
Secara geografis, Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari dua bagian besar yaitu
wilayah daratan Sulawesi yang terdiri dari Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa
Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Manado, dan Kota Bitung. Sedangkan di
kawasan kepulauan terdapat dua kabupaten yaitu Kabupaten Kepulauan Sangihe dan
Kabupaten Kepulauan Talaud. Sedangkan Provinsi Maluku3 terdiri dari pulau-pulau
sedang dan pulau kecil yang saya kelompokkan dalam lingkup Maluku bagian tengah
yaitu terdiri dari pulau-pulau Buru, Seram, Pulau Ambon dan gugus kepulauan Lease
(pulau-pulau Haruku, Saparua dan Nusa Laut) dan opulau kecil lain disekitarnya, seperti
pulau Banda dan lain-lain. Maluku bagian tenggara meliputi gugus kepulauan Aru, gugus
kepulauan Kei dan berbagai pulau kecil lain di sekitarnya. Bagian ketiga adalah Maluku
bagian tenggara barat yang meliputi kepilaian Tanimbar dan berbagai pulau di sekitarnya,
dan pulau-pulau yang berada di bagian selatan seperti pulau-pulau Tepa, dan seterusnya
ke pulau Serwaru, Leti, Moa, Lakor, Kisar, Luang sampai Wetar dan lain-lain
Tinjauan Singkat Hukum yang Beragam Dalam Masyarakat
1
Makalah disampaikan dalam Lokakarya Pluralisme Hukum, Depok, 27-28 Agustus 2003
Board-member HuMa-Eko, Jakarta. Board-member Yayasan Lembaga Pengkajian Hukum dan Masyarakat
(YLPHM), Ambon. Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon dipindahtugaskan sementara
pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, dan Program Studi Ilmu Hukum Pasca
Sarjana Universotas Sam Ratulangi Manado Koordinator Kerlompok Kajian Hukum dan Keadilan
Lingkungan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat,
berpangkalan dik Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado
2
Saya membatasi wilayah Propinsi Maluku hanya pada weilayah administrasi sekarang ini yang
meliputi daerah-daerah Maluku bagian tengah (pulau-pulau Ambon, Seram, Bueu dan pulau kecil lain
di sekitarnya), Maluku bagian tenggara (gugus kepulauan Aru, gugus kepulauan Kei dan pulau-pulau
kecil lain di sekitarnya) serta Maluku bagian tenggara barat yang meliputi gugus kepulauan Tanimbar,
dan berbagai pulau lainnya saimpai ke pulau Wetar di bagian barat). Wilayah Propinsi Maluku Utara
tidak dimasukkan dalam penulisan ini.
3
http://www.huma.or.id
1
Ronald Z. Titahelu
Susunan
kemasyarakatan di wilayah Propinsi Sulawesi Utara maupun di wilayah
Propinsi Maluku umumnya memiliki ciri yang agak beragam. Dimaksudkan dengan
susunan kemasyarakatan adalah susunan dan ikatan-ikatan kekerabatan dalam
hubungannya dengan relasi sosial, baik ke dalam maupun keluar, dan yang terjadi dalam
hubungan dengan sistem pemerintahan di dalam tingkat desa4
Keadaan yang agak beragam dapat dijumpai dalam sistem kekeluargaan atau sistem
kekerabatan. Keluarga-keluarga di Minahasa-Bitung-Manado yang beretnik Minahasa,
cenderung memperlihatkan pertalian parentalistik yang kuat. Hal ini berbeda dari
pertalian keluarga di Maluku dan di kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud yang
cenderung paternalistik. Sedang di Bolaang Mongondow Penulis tidak mengetahui.
Penentuan pasangan nikah tidak lagi merupakan urusan keluarga, kecuali menyangkut
pesta pernikahan yang masih sering melibatkan keluarga besar bahkan tidak jarang
masyarakat sedesa. Ketentuan tentang pernikahan itu sendiri telah mengikuti ketentuan
yang diatur oleh perundang-undangan nasional yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974. Pengaruh hukum waris di dalam masing-masing masyarakat, tampak masih
memberlakukan sistem pewarisan tradisional, kecuali di masyarakat beragama Muslim
yang memberlakukan Hukum Waris Islam. Begitu juga dengan urusan pengangkatan
anak yang masih tampak ada di Maluku, kecuali untuk penduduk yang beragama Muslim
yang tidak mengenal angkat anak melalui lembaga erken5, sedangkan di Provinsi Sulawesi
Utara hampir tidak dijumpai lagi hal sedemikian ini.
Dalam penentuan pemegang kekuasaan pemerintahan di tiap desa, di hampir
keseluruhan Propinsi Sulawesi Utara, tidak lagi memperlihatkan kecenderungan
berdasarkan hak tradisional dalam keluarga(-keluarga) tertentu. Sedangkan hampir di
sebagian besar negeri di Provinsi Maluku kecenderungan hak tradisional keluarga(keluarga) tertentu, masih tampak walaupun tidak seketat waktu lampau. Walaupun
demikian sistem pemerintahan adat tidak kelihatan berperan secara berarti di dalam
kehidupan sehari-hari.6
Peran tradisional hanya tampak pada pelantikan jabatan Raja7 atau dalam
peristiwa-peristiwa tertentu. Peran Raja dan perangkat adat lainnya di negeri hanya
tampak dalam hal-hal yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam, seperti
penentuan waktu panen hasil laut, penentuan waktu diselenggarakannya sasi atau di
pulau Kakorotan (di gugus Kepulauan Talaud) disebut mane’e, atau yang berhubungan
dengan pemanfaatan hasil-hasil hutan yang masuk dalam hutan desa atau disebut ewang
di Maluku.
Terdapat berbagai istilah untuk masyarakat yang berada di wilayah setingkat desa di Jawa. Di
Minahasa maupun di Bolaang Mongondow disebut juga dengan istilah desa. Sedangkan di Kepulauan
Samgihe dan Kepulauan Talaud, disebut dengan kampung. Di Propinsi Maluku disebut dengan nama
negeri
4
Erken sebenarnya adalah pengakuan anak. Akan tetapi di penduduk yang beragama Kristen, erken bisa
dimaksudkan sebagai pengakuan akan tetapi pengangkatan anak secara faktual erken adalah adopsi.
Tetapi prosesnya dilakukan lewar cara tradisional yaitu dimumkan beberapa kali dan jika tidak ada
yang berkeberatan, maka erken itu sah
5
6
Berbeda dengan keadaan di Ternate, dimana masih ada pengaruh Sultan Ternate,.
7
Gelar adat terhadap pemegang kekuasaan tertinggi di dalam negeri
http://www.huma.or.id
2
Masalah Pluralisme Hukum Di Propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Maluku
Ikatan-ikatan sosial dan kultural masyarakat di gugus Kepulauan Sangihe dan
gugus Kepulauan Talaud dengan masyarakat di bagian selatan pulau Mindanao, Filipina,
sangat kuat. Penduduk kedua wilayah tersebut banyak yang bercocok tanam, sebagai
petani di Mindanao bagian selatan, bahkan sebliknya penduduk dari Mindanao Selatan
banyak yang mengunjungi keluarganya di gugus Kepulauan Sangihe dan gugus
Kepulauan Talaud secara teratur setiap tahun. Arus pergi dan kembali penduduk dua
wilayah ini diatur sepenuhnya oleh hukum nasional.
Sedangkan di gugus kepulauan Luang, Kisar, Leti, Moa dan Lakor serta Wetar,
terdapat hubungan kesejarahan dengan masyarakat di sebelah uitara negara Timor Leste.
Akan tetapi hal tersebut tidak membuka peluang bagi masyarakat dari dua wilayahd
negara ini melakukan hubungan sosial sama seperti keluarga dari Kepulauan Sangihe dan
Kepulauan Talaud ke Mindanao Selatan. Pada masa Timor Timur masih berada di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia masih terjadi hubungan antara penduduk dari
selatan Maluku tersebut dengan penduduk dari bagian utara Timor Leste..Tetapi keadaan
tersebut telah berubah sejak Timor Timur berdiri sendiri sebagai sebuah negara dengan
nama Timor Leste.
Sebagaimana di seluruh Indinesia, Pengadilan Negeri di Provinsi Sulawesi Utara
maupun di Provinsi Maluku dijumpai di setiap wilayah Kabupaten dan Kota. Bahkan di
wilayah kabupaten Kepulauan seperti di Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat
(Provinsi Maluku), dan Kepulauan Sangihe dibentuk kantor cabang. Kabupaten
Kepulauan Talaud belum memiliki Pengadilan Negeri sendiri, selain masih merupakan
cabang dari Pengadilan Negeri Tahuna. Pemeriksaan perkara-perkara pidana maupun
perdata, dilakukan di pengadilan negeri. Kecuali dalam hal tertentu yang diperkenankan
oleh Peraturan Daerah, seperti Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Nomor 2 Tahun
2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Tsrpadu Berbasis Masyarakat
(PSDWT-BM) telah memberi kelonggaran bagi masyarakat di desa melalui keputusan
bersama masyarakat yang dijalankan oleh Kepala Desa, untuk, sampai pada tahap
tertentu, mengenakan hukuman denda bagi penebang mangrove di desa. Jika pelanggaran
oleh orang yang dilakukan sekali lagi, maka dewa akan menyerahkannya ke dalam
penanganan negara, pertama-tama melalui pihak kepolisian. Di Kei dijumpai jenis
pendendaan atau penghukuman tertentu terhadap pelanggar sasi yang dijalankan oleh
masyarakat adat melalui kepala adat.
Di kebanyakan tempat, juga di tempat seperti di Taman Nasional (seperti Taman
Nasional Bogani, Bolaang Mongondow, dan Taman Nasional Bunaken, Manado), berlaku
terutama hukum negara, sekalipun tuntutan masyarakat setempat seingkali meminta
diberlakukannya hukum adat atau hukum lokal mereka. Tuntutan masyarakat agar
hukum adat tentang pengelolaan pesisir, laut dan hutan mereka diatur dengan hukum
adat agaj tampak di Provinsi Maluku, di sebagian Provinsi Sulawesi Utara antara lain di
Bolaang Mongondow dan Kepulauan Samgihe dan Kepulauan Talaud. Sedangkan di
kabupaten Minahasa dan di Kabupaten Minahasa Selatan serta Kota Bitung lebih
menggunakan hukum nasional, walaupun masih ada apa yang disebut dengan tanahtanah tanah adat (tanah pasini tanah kalekeran).
http://www.huma.or.id
3
Ronald Z. Titahelu
Peta Hukum yang Tampak
Dari gambaran singkat di atas, peta hukum yang dapat dikedepankan adalah sebagai
berikut.
1) Hukum negara yang berlaku di dalam lingkup ketatanegaaan maupun pemerintahan,
seperti pengaturan masalah lintas batas, hubungan perkawinan, hukum pertanahan
(sampai batas tertentu), ijin penangkapan ikan di laut, proses hukum atas perbuatan
kriminal, peradilan perdata atas sengketa hak atas tanah jika tidak dapat diselesaikan
di tingkat desa, penguasaan dan pemanfaatan atas hutan, pengaturan atas hal-hal
yang berhubungan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS), hutan mangrove (diklaim
oleh rakyat sebagai miliknya), maupun daerah-daerah pesisir dan pulau yang
“dimasuki” oleh investor, asing maupun dalam negeri, sebagai tempat kultivasi
mutiara dan lain-lain. Sedangkan mengenai daerah pesisir dan perairan kepulauan
untuk Provinsi Sulawesi Utara telash mulai diatur oleh Pemerintah Daerah masingmasing dengan mengakomodasi masukan-masukan dari masyarakat setempat.
2) Hukum adat maupun hak faktual8 atau mungkin dapat disebut juga sebagai hukum
lokal, terhadap hal-hal tertentu yakni . hak-hak masyarakat dalam hubungannya
dengan pribadi, kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan alam lingkungan
di sekitarnya, pemilikan tanah-tanah adat, pesisir dan laut, hutan mengrove, jual beli
hasil pertanian, perkebunan maupun perikanan yang mengikuti hukum pasar.
Khusus untuk pengelolaan pesisir dan perairan kepulauan, hukum adat maupun
hukum faktualtelah diakomodasi di dalam peraturan daerah profvinsi dan juga di
peraturan daerah kabupaten. Dijumpai bahwa banyak pulau yang sangat kecil sudah
dihuni oleh penduduk sejak leluhurnya, dan dipandang sebagai miliknya. Hal ini kini
menjadi persoalan ketika pemerintah seringkali mengeluarkan pendapat bahwa
pulau-pulau seperti itu tidak dapat dimiliki oleh perseorangan.
3) Hukum agama pada kelompok masyarakat Muslim, khususnya dalam hal
perkawinan, maupun pewarisan.
Masalah yang Muncul
Masalah
yang muncul umumnya terjadi ketika areal kepentingan tertentu yang telah
dikuasai lebih dahulu oleh masyarakat, dimasuki oleh pemerintah atau sektor privat
untuk menjalankan usaha yang dijalankan pemerintah maupun yang dijalankan oleh
sektor privat. Sebagai misal adalah di atas wilayah perairan kepulauan atau wilayah
pesisir. Peta konflik dapat terjadi antara:
1) Negara berhadapan kabupaten/kota seperti Perum Pelindo, Bitung dengan Walikota
Bitung atas wilayah Pelabuhan Bitung.
Istilah hak faktual atau factual rights merupakan hak yang berlaku dalam masyarakat lokal yang bukan
berasal dari hukum adat. Hak ini adalah jenis hak yang tidak dapat diidentifikasikan di dalam jenis-jenis
hak yang dikenal dalam literatur hukum adat. Hak ini adalah hak yang baru timbul dalam kehidupan
masyarakat. Kelompok kajian kami mengidentifikasi munculnya hak faktual tersebut kira-kira sejak
tahun 1980an. Contoh hak faktual ini adalah hak masyarakat untuk menanm rumput laut di pesisir
pulau tertentu. Menanm rumput laut )antara lain algae) tdak dikenal dalam hukum adapt mereka. Hak
ini adalah hak baru, Begitu juga hak atas perairan di sekitar rumpon,
hak atas perairan di sekitar
karamba, hak atas perairan di sekitar bagan. Hak atas bagan ini ditandai ada sejak tahun 1960an.
8
http://www.huma.or.id
4
Masalah Pluralisme Hukum Di Propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Maluku
2) Negara berhadapan kabupaten/kota dan masyarakat seperti masalah penentuan
status kelurahan di desa-desa atau khususnya negeri-negeri adat yang ada dalam kota
seperti dalam kota Ambon yang dimekarkan, yang sebelumnya negeri-negeri adat
tersebut sudah ada sejak dahulu.
3) Provinsi berhadapan Kabupaten/Kota bersama-sama rakyat seperti kasus Rencana
Pembangunan Pelabuhan, ataupun masalah perijinan penangkapan ikan di perairan
wewenang Provinsi atau di perairan wewenang kabupaten/kota. Hal sedemikian ini
dijumpai di Provinsi Sulawesi Utara maupun di Provinsi Maluku.
4) Antar kabupaten/kota seperti masalah Rencana Pembangunan International Harbour
Port (IHP) di Pulau Lembe.
5) Negara, kabupaten/kota di satu puhak berhadapan masyarakat di lain pihak seperti
yang terjadi di Taman Nasional Bogani, Bolaang Mongondow, dan sedikit de wilayah
Taman Nasional Bunaken sehubungan dengan masalah sonasi (pemintakatan) ulang
perairan Taman Nasional Bunaken. Begitu juga dengan masalah penangkapan dan
perdagangan satwa liar. Contoh lain adalah hak orang perempuan atas tanah adat
milik orang tua. Hak tersebut tidak lagi diterima oleh perempuan yang sudah kawin
“keluar”,, berhadapan dengan Undang-undang Pokok Agraria rentang hak turuntemurun. Contoh lain di Maluku adalah konflik antara wilayah sasi di Haruku dengan
PT Aneka Tambang.
6) Konflik antara masyarakat berhadapan dengan investor asing atau domestik yang
didukung oleh pemerintah seperti kasis penangkapan ikan Napoleon di kawasan
terumbu karang Metimarang dan Wekenau (sekitar Pulau Luang, Maluku Tenggara
Barat) dan juga antara masyarakat Talise dengan PT Hiroguchi di Minahasa,
masyarakat nelayan Sulawesi Utara dengan nelayan asing ataupun perusahan
penangkapan ikan modern, dan juga nelayan Maluku dengan nelayan asing di atas
kapal-kapal ikan modern.. Contoh du Benjina, Pulau Aru.
7) Konflik yang berhubungan dengan masalah lingkungan. Persoalan sonasi ulang yang
sedang diselenggarakan oleh NRM di Kawasan Taman Nasional Bunaken saat ini
telah menimbulkan sengketa antara pihak NRM bersama BKSDA-TNB dan sebagian
masyarakat di kawasan tersebut di satu pihak, dengan sebagian masyarakat lain yang
tidak menginginkan adanya sonasi ulang tersebut di lain pihak.
Tampaknya semakin dekat kepentingan berbagai pihak saling berhubungan, sermakin
tinggi konflik terjadi di antara para pihak. Sebaliknya semakin sedikit kepentingan saling
berhubungan, semakin kecil konflik yang timbul. Konflik yang besar akibat sentuhan
kepentingan berbagai pihak terutama terletak pada sektor pemenuhan kebutuhan hidup
yang diambil dari sumber daya alam yang tersedia, yang biasanya langka karena
keterbatasan atau karena kualitas sumber daya masih sangat baik.
Pengaturan atas sektor kehidupan yang lain, berlangsung sejauh sektor kehidupan
tersebut berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya, Sebagai contoh adalah
perkawinan di hadapan negara sebagai bukti adanya pihak-pihak yang terikat secara
hukum dalam perkawinan yang (nantinya) memiliki harta kekayaan misalnya tanah atau
kebun, yang nantinya akan diwariskan kepada keturunannya. Pencatatan pernikahan
akan membuktikan adanya “harta bersama” atau “harta terpisah” dan hak waris dari
anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut.
http://www.huma.or.id
5
Ronald Z. Titahelu
Upaya Mengatasi Konflik
Konflik
yang tampak sebenarnya mengandung konflik kepentingan. Konflik tersebut
berimbas pada konflik hukum. Artinya pengaturan kepentingan melalui peraturan
perundangan maupun peraturan daerah yang diciptakan dan ketentuan-ketentuan
hukum adat maupun hukum faktual yang ada saling bertumpang tindaih. Persoalannya
adalah, sejauh mana mengintegrasikan semua kepentingan tersebut.9
Masalah pertama yang kami peroleh adalah mengenai perlunya penguatan hakhak pengelolaan sumber daya alam termasuk sumber daya pesisir dan laut berbasis
masyarakat. Konsep dasar yang dikedepankan ialah pendekatan berbasis masyarakat. Ini
berarti bahwa apa yang dilakukan adalah berasal dari masyarakat. Kalaupun ada hak-hak
atas sumber daya alam, maka harus diartikan bahwa hak-hak tersebut adalah hak-hak
yang ada dalam tangan masyarakat yang bukan berasal dari negara atau dari pemerintah
akan tetapi berasal dari masyarakat sendiri.
Masalah kedua yang dikembangkan adalah dalam upaya mensejahterakan
masyarakat yang sebenarnya dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan difasilitasi
oleh pemerintah. Advokasi berbagai organisasi atau lembaga mengenai hal ini tampaknya
masih memerlukan waktu pemrosesan yang lama dan keterlibatan serius dari semua
pihak, menuntut profesionalisme kerja yang prima, dan benar-benar memperhatikan
kepentingan masyarakat yang berintegrasi/terpadu dengan berbagai kepentingan lain.
Disadari bahwa peranan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sangat penting, akan
tetapi persoalan yang harus dihadapi ialah profesionalisme dan keseriusan kerja yang
sistematis dan dikerjakan sungguh-sungguh oleh mereka yang berada di lapangan adalah
sangat penting.Selain itu peranan pemerintah memfasilitasi juga merupakan persoalan
yang harus dihadapi.
Sangat disayangkan jikalau masih juga ada anggapan dari masyarakat bahwa di
kalangan LSM pun ada LSM elitis dan cenderung mempraktekkan prinsip sentralisitk,
atau menjalankan proyek saja, atau sekedar hura-hura..
Dari pengalaman yang diperoleh yakni melibatkanmasyarakat bersama pihak legislatif,
eksekutif maupun sektor privat sejak awal adalah penting. Pada waktu yang bersamaan,
masyarakat didampingi oleh LSM, perguruan tinggi atau akademisi yang memiliki
prinsip keberpihakan pada masyarakat, adalah penting. Tidak jarang ditemui ada
akademisi yang berpihak pada sektor privat maupun pemerintah. Bahkan juga orang dari
kalangan aktivis LSM yang tadinya dikenal sangat vokal membela kepentingan
masyarakat, justru berbalik bekerja bagi kepentingan sektor privat maupun pemerintah.
9 Hal sedemikian ini pasti tidak mudah. Heterogenitas masyarakat, kepentingan maupun pihak dan
terbatasnya areal sumber daya alam serta berbagai hal lain sangat mewarnai tercapainya adanta
ketentuan yang dapat diterima dengan terbuka oleh semua pihak. Pengalaman saya di lapangan
menunjukkan hal ini seperti masalah penentuan Daerah Perlindungan Laut di beberapa desa. Kasus di
Maluku adalah bagaimana mengintegrasikan kepentingan hak masyarakat adat atas perairan kepulauan
yang jauh menjorok ke laut, dengan wewenang atas laut sejauh empat mil untuk kabupaten/kota dan
sejauh duabelas mil wilayah kewenangan provinsi. Prinsip penetapan ukuran dari titik surut terendah
sama sekali tidak mengakomodasi kepentingan masyarakat adat atas wilayah perairan kepulauan yang
menjorok jauh ke laut. Sebaiknya dipergunakan ukuran straight base line from point to point.
http://www.huma.or.id
6
Masalah Pluralisme Hukum Di Propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Maluku
Penutup
Demikian beberapa hal yang berhubungan dengan masalah pluralisme hukum di Provinsi
Sulawesi Utara maupun di Provinsi Maluku.
ZZYY
http://www.huma.or.id
7
Download