Bab I I.1 Pendahuluan Latar Belakang Masalah Indonesia, yang dikenal sebagai Benua Maritim Indonesia (BMI) karena sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh lautan, merupakan wilayah yang sangat kompleks. Selain itu, perpaduan dari berbagai aspek, seperti, litosfer, hidrosfer, atmosfer dan kriosfer yang saling berinteraksi, serta berbagai proses yang mengikutinya, menjadikan Indonesia memiliki variasi iklim lokal yang beragam. Salah satu wilayah yang sering disebut memiliki variasi iklim lokal yang kuat adalah Maluku Utara. Bayong (2004) menyebutkan bahwa pola curah hujan wilayah Maluku Utara lebih banyak dipengaruhi oleh sifat lokal, sehingga disebut memiliki pola curah hujan jenis lokal. Karena pola tersebut mengalami maksimum pada sekitar pertengahan tahun, maka pola curah hujannya disebut juga dengan pola anti monsunal. Dalam Ramage (1971) disebutkan bahwa Wyrtki membagi wilayah perairan Indonesia menjadi 12 sub wilayah yang secara geografi dan klimatologi seragam. Wyrtki menyimpulkan bahwa wilayah perairan Maluku Utara memiliki pola curah hujan yang berbeda dengan wilayah kebanyakan di Indonesia (Gambar I.1). Selain itu, Aldrian dan Susanto (2003) juga menyimpulkan bahwa wilayah Maluku Utara mempunyai pola curah hujan yang berbeda dengan kebanyakan wilayah lain di Indonesia. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, Maluku Utara memang memiliki distribusi curah hujan bulanan yang berbeda dibanding banyak wilayah lain di Indonesia. Tetapi pola curah hujan tersebut belum banyak yang menganalisis. Untuk itu dilakukan simulasi menggunakan model laut dan model atmosfer yang dikopel. Dengan simulasi model kopel tersebut diharapkan terjadi dinamika permukaan laut yang lebih realistis. Studi ini merupakan kelanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Aldrian dkk (2005). Aldrian dkk menyimpulkan bahwa distribusi curah hujan dengan model kopel lebih baik daripada model tanpa kopel. Dalam hal ini, distribusi curah hujan tersebut digerakkan oleh SST sebagai salah satu faktor utamanya. Penjelasan lebih lengkap mengenai perkembangan 1 penelitian dan keilmuan yang berkaitan dengan simulasi model kopel dapat dilihat pada Bab Tinjauan Pustaka. Gambar I.1 . Pola curah hujan bulanan wilayah Maluku Utara (sumber: Ramage, 1971) I.2 Tujuan Menganalisis pengaruh variabilitas SST lokal terhadap distribusi curah hujan di wilayah Maluku Utara. Menganalisis pengaruh variabilitas SST lokal terhadap perbedaan karakteristik tipe hujan di wilayah Maluku Utara. Menganalisis hubungan antara SST terhadap variabel-variabel curah hujan, panas laten dan radiasi gelombang pendek di permukaan berdasarkan hasil simulasi model kopel yang lebih baik. I.3 Lingkup Permasalahan Permasalahan utama dalam studi interaksi laut-atmosfer ini adalah apakah pola curah hujan lokal di wilayah Maluku Utara dipengaruhi oleh variabilitas SST lokal atau oleh faktor sirkulasi angin regional. Untuk itu, dijalankan simulasi model kopel menggunakan dua skenario yang berbeda, terutama di wilayah Maluku Utara. Pada skenario pertama, seluruh domain model atmosfer memperoleh data temperatur permukaan laut (Sea Surface Temperature-SST) dari 2 hasil perhitungan model laut (terjadi proses interaksi dari laut ke atmosfer). Sedangkan pada skenario kedua, diterapkan metoda masking di wilayah Maluku Utara. Yang dimaksud metoda masking adalah memisahkan mana daerah yang dikopel dan mana daerah yang tidak dikopel, dengan cara mengkondisikan bahwa SST yang digunakan dalam model atmosfer berasal dari data reanalisis (tidak terjadi interaksi dari laut ke atmosfer). Sementara pada domain model atmosfer lainnya tetap terjadi interaksi dari laut ke atmosfer, karena tetap memperoleh data SST dari hasil perhitungan model laut. Penerapan kedua skenario dalam simulasi model kopel ini mengindikasikan bahwa di wilayah Maluku Utara terjadi variabilitas SST lokal. Jika penerapan skenario ini memberikan pengaruh terhadap perbedaan karakteristik tipe hujan, berarti variabilitas SST lokal yang lebih dominan. Tetapi jika penerapan skenario tidak memberikan pengaruh terhadap perbedaan karakteristik tipe hujan, berarti sirkulasi angin regional yang lebih dominan. Studi interaksi laut-atmosfer ini dibatasi pada dua hal. Batasan pertama adalah bahwa studi ini hanya melihat pengaruh interaksi laut terhadap atmosfer berdasarkan data SST yang akan digunakan dalam model atmosfer. Batasan kedua adalah bahwa pengolahan data hanya dilakukan terhadap data permukaan keluaran model atmosfer untuk wilayah penelitian, yaitu Maluku Utara. Sebagai pembanding dari hasil kedua skenario, pengolahan data juga dilakukan terhadap dua wilayah yang dipilih, yaitu Maluku bagian selatan dan Laut Jawa. (Gambar I.2). Kedua wilayah tersebut memiliki pola curah hujan monsunal (Aldrian, 2003; Bayong, 2004) dan laut yang juga bersifat monsunal. I.4 Sistimatika Tesis Tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, tujuan, lingkup permasalahan, dan sistimatika tesis. Bab II mencoba menguraikan tentang teori, perkembangan keilmuan dan penelitian yang berkaitan dengan pemodelan laut-atmosfer dari berbagai literatur. Bab III menjelaskan tentang data, pendekatan dan metodologi yang digunakan pada 3 penelitian ini. Sedangkan Bab IV yang merupakan bab hasil dan pembahasan, memuat tentang deskripsi dan analisis terhadap hasil-hasil yang diperoleh selama penelitian. Bab terakhir yaitu Bab V memuat kesimpulan-kesimpulan penting yang diperoleh selama pengerjaan tesis serta saran-saran untuk kajian lanjutan. Laut Jawa Maluku bag. selatan Maluku Utara Gambar I.2. Lokasi daerah penelitian (Maluku Utara) dan daerah pembanding (Maluku bagian selatan dan Laut Jawa) 4