DAFTAR Tabel - Kementerian Keuangan RI

advertisement
ii
iii
iv
v
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
DAFTAR ISI
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 466/KMK.01/2015 tentang rencana
strategis Kementrian Keuangan Tahun 2015-2019
Daftar Isi
vi
Daftar Tabel
viii
Daftar Grafik
ix
BAB I
Pendahuluan
3
1.1
Kondisi Umum
3
1.1.1
Bidang Pengelolaan Keuangan Negara
3
1.1.2
Bidang Reformasi Birokrasi
22
1.2
Aspirasi Masyarakat
28
1.3
Potensi dan Permasalahan
31
BAB II
Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Keuangan
41
2.1
Visi Kementerian Keuangan
41
2.2
Misi Kementerian Keuangan
41
2.3
Nilai - nilai Kementerian Keuangan
41
2.4
Tujuan Kementerian Keuangan
43
2.5
Sasaran Strategis Kementerian Keuangan
43
BAB III
Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
47
3.1
Arah Kebijakan dan Strategi Nasional
47
3.1.1
Nawa Cita yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian
48
Keuangan (Kementerian Keuangan selaku leading sector)
3.1.2
Nawa Cita yang tidak terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian
56
Keuangan
3.2
Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan
58
3.3
Kerangka Regulasi
66
3.4
Kerangka Kelembagaan
76
vi
Daftar isi
3.4.1
Penataan Kelembagaan dan Proses Bisnis
77
3.4.2
Pengelolaan Sumber Daya Aparatur
83
3.4.3
Manajemen Perubahan (Change Management)
88
BAB IV
Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
93
4.1
Target Kinerja
93
4.2
Kerangka Pendanaan
97
BAB V
Penutup
101
Lampiran I Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
105
Lampiran II Matriks Kerangka Regulasi Kementerian Keuangan 2015-2019
177
vii
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
DAFTAR Tabel
No
Keterangan
Hal
Tabel 1.1
Perkembangan Realisasi Pendapatan Negara
4
Tabel 1.2
Perkembangan Realisasi Belanja Negara
7
Tabel 1.3
Perkembangan Transfer ke Daerah Tahun 2010 - 2014
9
Tabel 1.4
Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atas LKPP pada periode tahun 2009-2013
10
Tabel 1.5
Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atas LKKL dan LK BUN pada periode tahun 2009-2013
10
Tabel 1.6
Penggunaan Proyek APBN sebagai Underlying
Penerbitan SBSN – Project Financing
15
Tabel 1.7
Perkembangan indikator portofolio utang
17
Tabel 1.8
Perkembangan Rating Indonesia 2010-2013
19
Tabel 1.9
Indeks Opini Hasil Pemeriksaan BPK RI
Atas Laporan Keuangan selama 2010-2013
26
Tabel 3.1
Tabel Existing Pegawai Kemenkeu Per 1 Februari 2015
84
Tabel 3.2
Kebutuhan Pegawai Kementerian Keuangan Tahun
2015-2019
84
Tabel 3.3
Kebutuhan Pegawai Baru Kementerian Keuangan Tahun
2015-2019
85
Tabel 3.4
Kunci Sukses Manajemen Perubahan
89
Tabel 4.1
Tujuan, Sasaran Strategis, Indikator, dan Target Kinerja
Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019
93
Tabel 4.2
Indikasi Kebutuhan Pendanaan Kementerian Keuangan
2015 – 2019
98
viii
Daftar isi
DAFTAR Grafik
No
Keterangan
Hal
Grafik 1.1
Perkembangan Rasio Pembiayaan APBN Tahun 2009-2014
12
Grafik 1.2
Perkembangan Defisit Anggaran
13
Grafik 1.3
Perkembangan Rasio Utang Pemerintah
Terhadap PDB, 2010-2014
18
Grafik 1.4
Perkembangan Rasio Utang Pemerintah
Terhadap Pendapatan dan Belanja Negara, 2010-2014
18
Grafik 1.5
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
29
Grafik 1.6
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Unit Eselon I
lingkup Kementerian Keuangan
29
Grafik 1.7
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
Tahun 2013 dan Tahun 2014
30
Grafik 1.8
Matriks Importance Performance Analysis (IPA)
Kementerian Keuangan Berdasarkan Unsur Layanan Tahun 2014
31
Grafik 1.9
Keterkaitan Renstra dengan Dokumen Perencanaan lain
37
Grafik 3.1
Struktur Organisasi Kementerian Keuangan
80
ix
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
BAB I Pendahuluan
Dalam BAB I ini, disajikan kondisi umum Kementerian Keuangan yang merupakan penggambaran
atas pencapaian-pencapaian tema dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan
periode sebelumnya (2010-2014). Dalam Renstra periode sebelumnya, terdapat enam tema
utama yaitu: Pendapatan Negara, Belanja Negara, Perbendaharaan Negara, Pembiayaan APBN,
Kekayaan Negara, Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank 11.
Selain capaian-capaian yang diraih Kementerian Keuangan, disadari bahwa dalam upaya
mencapai misi dan visi Kementerian Keuangan terdapat aspirasi masyarakat yang semakin
dinamis. Beberapa aspirasi masyarakat yang merupakan harapan stakeholders kepada
Kementerian Keuangan akan dijabarkan sebagai masukan penyusunan renstra ini. Aspirasi
masyarakat tersebut didapatkan dalam serangkaian survei kepuasan stakeholders atas
pelayanan yang diberikan oleh Kementerian Keuangan dalam empat tahun terakhir. Salah
satu masukan terpenting adalah dimensi-dimensi pelayanan yang harus ditingkatkan oleh
Kementerian Keuangan di masa yang akan datang.
Dalam rangka melayani stakeholders serta dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai regulator di bidang kebijakan fiskal, terdapat potensi dan permasalahan yang
dihadapi oleh Kementerian Keuangan. Potensi dan permasalahan Kementerian Keuangan yang
dipaparkan lebih lanjut dalam bagian akhir BAB I ini merupakan sisi yang harus dipertimbangkan
dalam proses penyusunan rencana strategis.
1.1
Kondisi Umum
Dalam Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014, Arah Kebijakan dan Strategi
Kementerian Keuangan dikelompokkan dalam enam tema yaitu Pendapatan Negara,
Belanja Negara, Perbendaharaan Negara, Pembiayaan APBN, Kekayaan Negara, Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank. Untuk menunjang pencapaian Sasaran
Strategis dan Program yang dibagi dalam enam tema tersebut, Kementerian Keuangan
telah menyusun Sasaran Strategis dan Program Kementerian Keuangan lainnya yang
pada hakekatnya merupakan pilar-pilar Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan yang
menyangkut penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, peningkatan disiplin
dan manajemen SDM, pengembangan Informasi dan Teknologi serta good governance.
1.1.1 Bidang Pengelolaan Keuangan Negara
a. Pendapatan Negara
Kondisi perekonomian global yang belum membaik sangat berpengaruh terhadap
perekonomian nasional, namun demikian dengan penerapan kebijakan secara konsisten
dan berkelanjutan mampu mendorong peningkatan pendapatan negara. Pendapatan
negara pada periode tahun 2010-2013 mengalami peningkatan yang sangat pesat
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13,1 persen per tahun. Dalam periode tersebut,
secara nominal realisasi pendapatan negara meningkat dari Rp995,3 triliun pada tahun
2010 menjadi Rp1.438,9 triliun pada tahun 2013. Dalam APBN-P 2014, pendapatan negara
ditargetkan mencapai Rp1.635,4 triliun, meningkat 13,7 persen dari realisasinya dalam
tahun 2013. Jumlah tersebut terdiri atas pendapatan dalam negeri sebesar Rp1.633,1
1 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pelaksanaan tugas
Bapepam-LK dilimpahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
3
BAB I | Pendahuluan
triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp2,3 triliun. Perkembangan pendapatan negara
tahun 2010-2014 disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1.1
Perkembangan Realisasi Pendapatan Negara
(dalam miliar Rupiah)
Uraian
2010
2011
2012
2013
2014*
Pendapatan Negara
dan Hibah
995.271,5
1.210.599,7
1.338.109,6
1.438.891,1
1.635.378,5
1. Pendapatan
Dalam Negeri
992.248,5
1.205.345,7
1332.322,9
1.432.058,6
1.633.053,4
a. Penerimaan
Perpajakan
723.306,7
873.873,9
980.518,1
1.077.306,7
1.246.107,0
b. PNBP
268.941,9
331.471,8
351.804,7
354.751,9
386.946,4
3.023,0
5.253,9
5.786,7
6.832,5
2.325,1
2. Hibah
* target Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2014.
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2015
Kementerian Keuangan telah melakukan kebijakan dalam rangka mengoptimalkan
penerimaan perpajakan dalam periode tahun 2010-2013. Kebijakan pajak nonmigas
untuk melaksanakan program optimalisasi penerimaan pajak dilakukan melalui: (a)
penggalian potensi penerimaan pajak berbasis sektoral; (b) intensifikasi pemeriksaan
pajak penghasilan (PPh) Pasal 21; (c) penataan ulang wajib pajak (WP); (d) relokasi WP
terdaftar untuk meningkatkan pengawasan terhadap WP, khususnya WP pertambangan
dan perkebunan; (e) peningkatan pengawasan kinerja Kantor Wilayah (Kanwil) dan
Kantor Pelayanan Perpajakan (KPP) Direktorat Jenderal Pajak; dan (f ) penerapan e-tax
invoice.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah memperbaiki pelayanan, baik melalui
pembentukan KPP modern, maupun perbaikan sistem administrasi serta pemanfaatan
data dan teknologi informasi. Sinkronisasi atas kebijakan-kebijakan yang telah ada,
penguatan aturan untuk mendukung penerimaan, serta fokus terhadap sektor-sektor
usaha yang dapat meningkatkan penerimaan juga telah dilaksanakan pada periode
tahun 2010-2014. Salah satu bentuk penerapan langkah tersebut adalah dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan
Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, yang mewajibkan
Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi dan Pihak lain (ILAP) untuk memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Kementerian Keuangan. Dengan
penerapan kebijakan-kebijakan tersebut, rasio penerimaan perpajakan terhadap produk
domestik bruto (PDB)/tax ratio Indonesia pada tahun 2010-2013 terus meningkat dari
sebesar 11,3 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 11,9 persen pada tahun 2013.
Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan dari sektor kepabeanan, Kementerian
Keuangan telah melakukan upaya-upaya, antara lain: (a) peningkatan akurasi nilai pabean
dan klasifikasi barang; (b) efektivitas pemeriksaan fisik barang; (c) konfirmasi certificate of
4
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
origin dalam rangka Free Trade Agreement (FTA); (d) pengawasan modus antar pulau dan
pemberantasan ekspor ilegal; (e) pengawasan modus switching jenis barang Crude Palm
Oil (CPO) menjadi turunan CPO dengan tarif bea keluar yang lebih rendah; (f ) otomasi
sistem komputer pelayanan ekspor; (g) peningkatan fungsi audit bidang kepabeanan;
(h) peningkatan efektifitas pengawasan dan pelayanan pada Kawasan Berikat (KB)
melalui IT Inventory dan Monitoring CCTV System; dan (i) pengawasan dan pelayanan
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Sementara itu, optimalisasi di bidang cukai
dilakukan melalui: (a) pengawasan dan penindakan terhadap Barang Kena Cukai (BKC)
ilegal dan pelanggaran hukum lainnya; (b) penerapan Sistem Aplikasi Cukai (SAC) secara
sentralisasi; dan (c) audit terhadap para pengusaha BKC.
Kementerian Keuangan juga telah melaksanakan pengembangan otomasi sistem
pelayanan kepabeanan dan cukai, pemberian fasilitas/kemudahan dalam pelayanan
kepabeanan, pembentukan Kantor Pelayanan Utama (KPU) dan modernisasi Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), peningkatan pelayanan
kepabeanan melalui jalur mitra utama (MITA) dan jalur prioritas, penegakan hukum di
bidang kepabeanan melalui risk management, risk assesment, profiling dan targeting,
dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah berperan sebagai pelaksana harian pada
penerapan portal Indonesia National Single Windows (INSW).
Dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), selama periode tahun 2010-2013,
secara keseluruhan terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu tersebut,
PNBP mengalami pertumbuhan rata-rata mencapai 9,7 persen per tahun. Pada tahun
2014, realisasi PNBP diperkirakan mencapai Rp386,9 triliun, meningkat 9,1 persen jika
dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2013. Dilihat dari komposisinya, lebih
tingginya target di tahun 2014 lebih didorong oleh peningkatan penerimaan sumber
daya alam (SDA) nonmigas yang meningkat sebesar 29,3 persen.
5
BAB I | Pendahuluan
Untuk mengoptimalkan PNBP, usaha yang telah dilaksanakan diantaranya difokuskan
pada pencapaian target lifting minyak bumi dan gas bumi, efisiensi cost recovery
dengan tetap berpedoman pada peraturan yang berlaku, peningkatan pembinaan dan
pengawasan mineral dan batubara, pengembangan sistem penatausahaan hasil hutan
berbasis teknologi, dan peningkatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
Disamping itu, Kementerian Keuangan juga telah mengembangkan sistem online dalam
penyetoran PNBP melalui Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) sebagai salah satu
upaya penyempurnaan sistem pengadministrasian keuangan negara. Penerapan sistem
baru ini diantaranya dimaksudkan untuk memudahkan Wajib Bayar dalam melakukan
pembayaran/penyetoran PNBP yang pada akhirnya akan mengoptimalkan PNBP.
Kemudahan tersebut antara lain pembayaran/penyetoran PNBP yang dapat dilakukan
melalui berbagai saluran pembayaran seperti teller (over the counter), Automatic Teller
Machine (ATM), Electronic Data Capture (EDC), maupun internet banking. Sementara
itu, optimalisasi PNBP lainnya dan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) dilakukan
antara lain melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi, peningkatan pelayanan,
perbaikan administrasi, dan penyempurnaan peraturan di bidang PNBP lainnya
dan pendapatan BLU, termasuk peraturan terkait dengan jenis dan tarif PNBP K/L.
Adapun penerimaan hibah merupakan hibah yang diterima dari negara-negara donor
maupun dari organisasi internasional. Realisasi penerimaan hibah selama tahun 20102013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 31,2 persen. Dalam APBN-P 2014,
penerimaan hibah diproyeksikan sebesar Rp2,3 triliun. Penerimaan hibah tersebut akan
digunakan untuk membiayai program-program terkait pendidikan, pengembangan
desa dan sistem perkotaan, penyediaan air bersih dan subsidi, baik yang dikelola oleh
K/L maupun diterushibahkan ke daerah.
b. Belanja Negara
Dalam rangka mewujudkan kebijakan pemerintah yang ekspansif dengan menetapkan
anggaran belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara, anggaran belanja
negara terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik dalam belanja
pemerintah pusat maupun belanja transfer ke daerah. Di bidang belanja pemerintah
pusat, telah ditempuh berbagai kebijakan beserta penyediaan anggarannya dalam
APBN. Kebijakan dan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBN tersebut,
diarahkan antara lain untuk menunjang kelancaran kegiatan penyelenggaraan
operasional pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, mendukung stabilitas
dan kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan ekonomi, menciptakan
dan memperluas lapangan kerja, serta mengurangi kemiskinan (baik secara absolut
maupun secara persentase).
Terkait dengan realisasinya, anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam kurun waktu
2010–2013, secara nominal mengalami peningkatan, yaitu dari Rp697,4 triliun dalam
tahun 2010, menjadi Rp1.137,2 triliun pada APBN-P 2013. Adapun pada tahun 2014
belanja Pemerintah Pusat dialokasikan sebesar Rp1.280,4 triliun. Apabila dilihat dari
proporsinya terhadap belanja negara, anggaran belanja Pemerintah Pusat mengalami
peningkatan dari 66,9 persen pada tahun 2010 menjadi 68,2 persen dalam APBN-P
2014. Perkembangan anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam kurun waktu tersebut
6
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang secara
signifikan mempengaruhi antara lain adalah harga minyak mentah Indonesia di
pasar internasional (Indonesia Crude oil Price/ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat, dan kondisi perekonomian global. Sementara itu, faktor internal yang
mempengaruhi pelaksanaan APBN antara lain kebutuhan belanja operasional untuk
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan skala besar dengan siklus
tertentu seperti pemilu, dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan di bidang belanja
Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam APBN.
Tabel 1.2
Perkembangan Realisasi Belanja Negara
(dalam miliar Rupiah)
Uraian
Belanja Negara
Belanja
Pemerintah
Pusat
Transfer ke
Daerah
Suspen
2010
2011
2012
2013
2014*
1.042.117,2
1.294.999,1
1.491.410,2
1.650.563,7
1.876.872,8
697.406,4
883.721,9
1.010.558,2
1.137.162,9
1.280.368,6
344.727,6
411.324,8
480.645,1
513.260,4
596.504,2
(16,8)
(47,5)
206,9
140,4
-
* target Realisasi Belanja Negara Tahun 2014
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2015
Kementerian Keuangan telah melakukan beberapa kebijakan dalam bidang belanja
negara, yaitu: (1) peningkatan produktivitas belanja melalui pengurangan belanja yang
bersifat konsumtif dengan penerapan flat policy belanja operasional dan mempertajam
alokasi belanja untuk mendukung pembangunan infrastruktur untuk mendukung upaya
debottlenecking, domestic connectivity, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan
kesejahteraan masyarakat; (2) peningkatan alokasi anggaran dan cakupan program
perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan bencana; (3)
penyempurnaan penyaluran subsidi yang lebih tepat sasaran dan pengendalian subsidi
energi antara lain melalui: (i) penyesuaian harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi; (ii) penyesuaian tarif tenaga listrik; (iii) menjamin program investasi dan
rehabilitasi sarana/prasarana dalam penyediaan tenaga listrik dan tersedianya listrik
untuk seluruh masyarakat melalui pemberian subsidi listrik; (iv) pembatasan konsumsi
BBM bersubsidi secara bertahap; (v) peningkatan penggunaan energi alternatif non
BBM; dan (vi) peningkatan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi; (4) penghematan
berbagai kegiatan yang kurang produktif seperti pelaksanaan seminar, rapat kerja,
dan workshop, salah satunya melalui penyempurnaan pengaturan tentang perjalanan
dinas luar negeri; (5) perluasan sumber-sumber pendanaan pembangunan. Langkah
administratif lainnya yang ditempuh Pemerintah adalah penerapan kebijakan yang
terkait dengan pelaksanaan anggaran, yakni kebijakan reward and punishment; (6)
memberikan pedoman pembahasan RAPBN dengan DPR sesuai Putusan Mahkamah
Konstitusi kepada Kementerian/Lembaga (K/L) lain; (7) melakukan reformasi
di bidang penganggaran; dan (8) mendukung implementasi BPJS Kesehatan dan BPJS
7
BAB I | Pendahuluan
Ketenagakerjaan. Penerapan kebijakan ini ditujukan agar K/L dapat lebih disiplin dalam
perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
Dari sisi penyerapan belanja pemerintah pusat, peningkatan yang cukup signifikan terus
dapat dicapai yaitu dari 89,24 persen pada tahun 2010 menjadi 95,01 persen pada tahun
2013. Sehingga secara rata-rata, penyerapan belanja pemerintah pusat dalam periode
tersebut mencapai 94,25 persen.
Pelaksanaan otonomi daerah yang mulai digulirkan pada tahun 2001 membawa
konsekuensi penyerahan hampir seluruh kewenangan pemerintahan kepada pemerintah
daerah kecuali enam kewenangan yang masih menjadi urusan pemerintah yakni politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama.
Penyerahan wewenang tersebut harus pula diikuti oleh pendanaannya sesuai dengan
prinsip money follows function. Pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya serta mengelola keuangannya
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat. Salah satu instrumen kebijakan desentralisasi fiskal dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah ini berupa transfer ke daerah.
Transfer ke daerah terdiri dari Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Dana
Penyesuaian. Dana Perimbangan dialokasikan kepada daerah dalam sistem transfer dana
dari Pemerintah Pusat (APBN) kepada Pemerintah Daerah (APBD) serta merupakan satu
kesatuan yang utuh, guna mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan
daerah (vertical imbalance), mengurangi kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan
antar daerah (horizontal imbalance), serta mengurangi kesenjangan layanan publik antar
daerah. Selain dana perimbangan, pemerintah daerah juga mendapatkan dana otonomi
khusus dan dana penyesuaian. Dana otonomi khusus dialokasikan untuk mendanai
pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Aceh, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan
mulai tahun 2014 dialokasikan Dana Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sementara itu, dana penyesuaian dialokasikan untuk mendanai program yang terkait
dengan peningkatan kualitas pendidikan (Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan
Penghasilan Guru PNSD, dan Bantuan Operasional Sekolah), Dana Insentif Daerah, dan
Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi.
Sejalan dengan arah dan tujuan kebijakan alokasi Transfer ke Daerah untuk mendukung
pelaksanaan otonomi daerah dan kesinambungan fiskal nasional, selama kurun waktu
tahun 2010-2014, realisasi dana Transfer ke Daerah terus mengalami peningkatan baik
secara nominal maupun porsinya dari belanja negara. Jika pada tahun 2010 realisasi
anggaran Transfer ke Daerah mencapai Rp344,7 triliun, pada tahun 2013 jumlahnya
menjadi Rp513,1 triliun. Sedangkan untuk tahun 2014, realisasi Transfer ke Daerah
ditargetkan sebesar Rp596,5 triliun.
8
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Tabel 1.3
Perkembangan Transfer ke Daerah Tahun 2010 - 2014
(dalam triliun Rupiah)
Transfer ke Daerah
2010
LKPP
2011
LKPP
2012
LKPP
2013
APBNP
2014*
APBN
1. Dana Perimbangan
316,7
316,7
411,3
430,4
491,9
a. Dana Bagi Hasil
92,2
96,9
111,5
88,5
117,7
b. Dana Alokasi Umum
203,6
225,5
273,8
311,1
341,2
c. Dana Alokasi Khusus
21
24,8
25,9
30,8
33
28
64,1
69,4
82,9
104,6
16,7
2. Dana Otsus dan
Penyesuaian
a. Dana Otonomi Khusus
b.Dana Penyesuaian
Jumlah
9,1
10,4
12
13,4
18,9
53,7
57,4
69,5
87,9
344,7
411,3
480,6
513,3
596,5
* target Transfer ke Daerah Tahun 2014
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2015
Beberapa kebijakan di bidang perimbangan keuangan yang telah dilaksanakan adalah
efisiensi belanja negara yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab sesuai dengan pembagian tugas, kewenangan,
dan urusan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, kebijakan
tersebut juga didukung dengan reformulasi transfer ke daerah, sinkronisasi dana
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, penguatan local taxing power,
dan peningkatan efektifitas perencanaan dan pelaksanaan APBD dalam mendorong
stimulasi pembangunan daerah.
c. Perbendaharaan Negara
Kebijakan perbendaharaan negara ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan
dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta
kualitas layanan perbendaharaan kepada stakeholders. Peran strategis dalam rangka
pelaksanaan APBN adalah memberikan jaminan ketersediaan dana untuk belanja negara
yang anggarannya telah ditetapkan dalam APBN. Jaminan likuiditas ini terkait erat
dengan kredibilitas pemerintah.
Pemenuhan dana untuk keperluan belanja negara tidak terlepas dari kewenangan
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang
melegitimasi transformasi peran perbendaharaan menjadi lebih modern sebagai
manajer keuangan. Peran ini tidak terlepas dari ketersediaan sumber daya keuangan
negara yang terbatas.
Adanya kendala keterbatasan sumber daya ini diantisipasi dengan mewujudkan kas
negara yang solid melalui Treasury Single Account yang secara penuh diimplementasikan
pada 2009. Selanjutnya, perencanaan kas yang akurat berperan strategis guna
menjembatani antara pemenuhan likuiditas pemerintah dengan optimalisasi kas negara
yang solid dengan jalan meminimalkan terjadinya cash mismatch jumlah dan waktu
penyediaan dana dengan pengeluaran negara. Pengeluaran negara dilaksanakan secara
9
BAB I | Pendahuluan
tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga kelebihan kas dalam Rekening
Kas Umum Negara (RKUN) dapat dioptimalisasikan dalam bentuk remunerasi/PNBP dari
penempatan dan investasi. Namun demikian, dalam hal kondisi kas terbatas untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas pemerintah, perencanaan kas berguna agar defisit
kas tidak terjadi. Sehingga cukup waktu bagi pemerintah untuk menyediakan sumber
pembiayaan yang cukup dan efisien.
Adapun dalam rangka optimalisasi kas, telah dilaksanakan Treasury National Pooling yang
dimulai pada tahun 2009. Pada tahun yang sama dimulai pula pengkajian pembentukan
unit terpadu pengelola kelebihan dan kekurangan kas yaitu Treasury Dealing Room (TDR).
Unit ini merupakan implementasi pengelolaan kas yang modern dengan mengacu pada
standard international practice yang didukung sistem elektronis. Unit ini memprioritaskan
pembentukannya pada pemenuhan likuiditas pemerintah, pencarian sumber
pembiayaan yang efisien untuk mengantisipasi defisit kas, transparansi pengelolaan
keuangan negara, dan optimalisasi kas negara. Dalam pelaksanaannya, sistem informasi
data pada unit ini akan bersinergi secara global, dan secara operasional terkait dengan
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) dan sistem pada Bank Indonesia.
Menjelang tahun 2015, diharapkan TDR akan mulai beroperasi.
Sementara itu, dalam rangka pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dalam
periode tahun 2010-2014 dilaksanakan penyempurnaan standar basis akuntansi dari
basis Cash Toward Acrual (CTA) menjadi berbasis akrual secara penuh sehingga mulai 1
Januari 2015 akuntansi berbasis akrual dapat dilaksanakan.
Dalam periode tahun 2010-2014, telah berhasil disusun lima Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) yaitu untuk Tahun Anggaran 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013
(unaudited). Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP pada
periode tahun 2009-2013 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.4
Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atas LKPP pada periode tahun 2009-2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Opini BPK
WDP*
WDP
WDP
WDP
WDP
* WDP: Wajar Dengan Pengecualian
Sumber : Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Mengingat LKPP merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan Kementerian Negara/
Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN), maka
Kementerian Keuangan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga. Perkembangan opini atas LKKL dan LK BUN dari tahun 2009
sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.5
Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atas LKKL dan LK BUN pada periode tahun 2009-2013
Opini BPK
Wajar Tanpa Pengecualian
(Unqualified)
2009
2010
2011
2012
2013
45
53
67
69
65
10
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Opini BPK
2009
2010
2011
2012
2013
Wajar Dengan Pengecualian
(Qualified)
26
29*
18*
22*
19*
Tidak Memberikan Pendapat
(Disclaimer)
8
2
2
3
3
Tidak Wajar (Adverse)
-
-
-
-
-
79
84
87
94
87
Total
Sumber : Direktorat Jenderal Perbendaharaan
*) termasuk LK BUN
Dalam mendukung pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan, strategi utama
yang dilakukan yaitu dengan penyempurnaan sistem perbendaharaan negara melalui
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). SPAN merupakan salah satu
perwujudan pilar reformasi pengelolaan keuangan negara yang diamanatkan dengan
diterbitkannya paket Undang-undang Keuangan Negara, dengan penekanan pada
pembenahan fungsi utama dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat
Jenderal Anggaran serta beberapa eselon I terkait di lingkup Kementerian Keuangan.
SPAN terdiri atas modul-modul yang mengintegrasikan tiga proses bisnis utama di
Kementerian Keuangan yaitu: (1) Perencanaan Anggaran (melalui Modul Penyusunan
Anggaran); (2) Pelaksanaan Anggaran (melalui Modul Manajemen DIPA, Komitmen,
Pembayaran, Penerimaan, dan Kas); serta (3) Pertanggung-jawaban Anggaran (melalui
Modul Buku Besar dan Bagan Akun Standar (BAS), dan Pelaporan).
Implementasi SPAN dimulai dengan pelaksanaan tahapan piloting yang dilaksanakan
pada beberapa Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk menguji
kehandalan proses bisnis, aplikasi dan jaringan SPAN. Piloting SPAN dilaksanakan secara
bertahap. Hingga akhir semester I tahun 2014, aplikasi SPAN telah diimplementasikan
pada 62 KPPN lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan Prov. DKI Jakarta
(selain KPPN Jakarta VI dan Jakarta VII), Kanwil Jawa Barat, Kanwil D.I.Yogyakarta, Kanwil
Jawa Timur, Kanwil Sumatera Utara, Kanwil Sulawesi Selatan dan Kanwil Nusa Tenggara
Timur. Tahap selanjutnya yang akan segera dilaksanakan adalah Rollout SPAN pada 117
KPPN di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2014.
d. Pembiayaan Negara
Sesuai dengan arah kebijakan di bidang pembiayaan yaitu penurunan stok utang
terhadap PDB secara bertahap dan berkelanjutan, Kementerian Keuangan telah
berhasil menjaga nilai defisit APBN serta menurunkan rasio defisit terhadap PDB.
Dalam rangkapelaksanaan kebijakan tersebut, rasio defisit APBN terhadap PDB pada
tahun 2010-2014selalu dibawah 3 persen, dari sebesar 0,7 persen pada tahun 2010
dan mencapai rasio tertinggi pada APBN-P tahun 2014 sebesar 2,4 persen Adapun
perkembangan rasio pembiayaan APBN Tahun 2009-2014 dapat dilihat dalam grafik
pada grafik disamping.
Dalam grafik disamping ini terlihat bahwa dalam kurun waktu tersebut, dalam rangka
penurunan rasio stok pinjaman luar negeri terhadap PDB dilaksanakan melalui penarikan
pinjaman luar negeri yang lebih kecil dari pembayaran pokok pinjaman (negative net
flow).
11
BAB I | Pendahuluan
Dalam periode tahun 2010-2014, kebutuhan pembiayaan defisit anggaran, baik secara
nominal maupun relatif terhadap PDB semakin meningkat. Kebijakan penetapan besaran
defisit tersebut terutama dimaksudkan untuk menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi melalui pemberian stimulus fiskal secara terukur dengan tetap menjaga
kesinambungan fiskal. Namun demikian, penetapan besaran defisit APBN setiap
tahun disesuaikan dengan optimalisasi pendapatan negara, efisiensi belanja negara,
ketersediaan sumber-sumber pembiayaan, dan kebutuhan belanja prioritas, dengan
mempertimbangkan perkembangan kondisi perekonomian pada tahun bersangkutan
dan prospeknya ke depan.
Dalam perkembangannya, realisasi defisit anggaran dalam periode tahun 2010-2014
selalu lebih rendah dari target defisit yang ditetapkan dalam APBN-P. Perkembangan
target defisit APBN-P dan realisasi defisit tahun 2010-2014 sebagaimana disajikan dalam
grafik dibawah ini.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 dan PMK nomor 206/PMK.01/2014 Tentang Organisasi dan
tata Kerja Kementerian Keuangan nomenklatur Ditjen Pengelolaan Utang berubah menjadi Ditjen Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko (DJPPR)
2
12
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Grafik 1.2
Perkembangan Defisit Anggaran
Sumber : Kementerian Keuangan
Beberapa faktor yang menjadi penyebab lebih rendahnya realisasi defisit dibandingkan
target dalam periode tahun 2010-2011 antara lain adalah realisasi pendapatan negara
lebih besar dari target yang ditetapkan, sedangkan realisasi belanja negara lebih rendah
bila dibandingkan dengan alokasi anggaran. Sedangkan untuk tahun 2012-2013
disebabkan realisasi pendapatan negara dan realisasi belanja negara lebih rendah dari
target/alokasi yang ditetapkan, namun persentase realisasi pendapatan negara terhadap
targetnya lebih tinggi dibandingkan dengan persentase realisasi belanja negara
terhadap targetnya. Demikian juga dengan pembiayaan anggaran, realisasi dalam LKPP
lebih rendah dibandingkan dengan target dalam APBN-P kecuali tahun 2013. Pada tahun
2013 pembiayaan anggaran ditargetkan sebesar Rp224,2 triliun, sedangkan realisasinya
mencapai Rp237,4 triliun. Hal ini disebabkan antara lain adanya pinjaman program yang
merupakan target tahun 2012, namun baru dapat dicairkan pada tahun 2013.
Namun demikian, dalam periode 2010-2013 terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SiLPA) yang disebabkan oleh realisasi pembiayaan anggaran lebih besar dibandingkan
kebutuhan pembiayaan anggaran. Apabila dirata-rata, defisit anggaran periode tersebut
adalah sebesar Rp124,0 triliun, sedangkan realisasi pembiayaan rata-rata sebesar
Rp158,8 triliun.
Pembiayaan anggaran tidak hanya digunakan untuk membiayai defisit tetapi juga
digunakan untuk membiayai pengeluaran pembiayaan, baik utang maupun non utang.
Pengeluaran pembiayaan non utang antara lain untuk dana investasi pemerintah,
kewajiban penjaminan, dan Penyertaan Modal Negara (PMN). Sementara itu, komponen
pengeluaran pembiayaan utang meliputi pembayaran pokok utang jatuh tempo dan
penerusan pinjaman kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Pemerintah Daerah
(Pemda).
13
BAB I | Pendahuluan
Dalam periode ini, sumber utama pembiayaan defisit berasal dari utang yang sebagian
besar diantaranya melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sumber pembiayaan
yang berasal dari pinjaman luar negeri ditetapkan sebagai pelengkap. Hal ini sejalan
dengan kebijakan penarikan pinjaman luar negeri negative net flow sebagai konsekuensi
dari kebijakan Pemerintah yang akan menurunkan stok pinjaman luar negeri. Selain untuk
membiayai defisit anggaran, pembiayaan dari pinjaman juga digunakan sebagai salah
satu alternatif pendanaan kegiatan proyek yang mendukung pembangunan terutama
proyek infrastruktur dan pengadaan peralatan besar yang memerlukan pendanaan/
kontrak multiyears (tahun jamak). Sementara itu, sumber pembiayaan anggaran yang
berasal dari non utang, terutama dari privatisasi dan hasil pengelolaan aset, besarannya
cenderung menurun. Adapun sumber pembiayaan anggaran non utang yang berasal
dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) jumlahnya mengalami fluktuasi, tergantung pada
jumlah SAL yang tersedia.
Dalam rangka memperoleh biaya utang yang efisien dengan tingkat risiko yang terkendali
yang dapat mendukung kesinambungan fiskal, perlu dilakukan upaya pengembangan
pasar SBN untuk mewujudkan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid. Pasar SBN yang
dalam, aktif, dan likuid diantaranya tercermin pada:
t
Heterogenitas yang tinggi diantara pelaku pasar dengan jumlah dana cukup untuk
menyerap SBN (jumlah investor yang banyak pada basis yang diversified);
t
Terdapat proses pembentukan harga yang wajar dan transparan;
t
Transaksi yang aktif pada tingkat harga wajar/kompetitif dengan biaya transaksi
rendah (tingginya turn over ratio instrumen SBN dengan interval harga jual dan beli
yang semakin menipis);
t
Variasi instrumen dan jumlah nominal SBN yang cukup untuk mendorong aktivitas
pasar.
Untuk mewujudkan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, pemerintah terus melakukan
penyempurnaan dan pengembangan serta melakukan beragam inisiatif, antara lain
pada aspek permintaan, penawaran, dan infrastruktur pengelolaan SBN. Pada aspek
permintaan, pemerintah senantiasa bekerja sama dengan otoritas terkait untuk
meningkatkan peran investor domestik di pasar SBN. Selain itu pemerintah akan lebih
aktif melakukan komunikasi dengan investor SBN domestik. Pemerintah juga akan terus
aktif melakukan sosialisasi/diseminasi dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat
luas mengenai pengelolaan SBN berikut instrumen-instrumennya terutama yang bersifat
ritel.
Pada aspek penawaran, pertama, pemerintah secara intensif melakukan diversifikasi
instrumen SBN dengan menerbitkan fitur-fitur dan/atau instrumen baru. Kedua,
dari sisi mekanisme penerbitan, pemerintah juga telah menerbitkan SBN melalui
mekanisme yang bervariasi sehingga memberikan alternatif bagi para pelaku pasar
untuk berinvestasi dalam SBN. Ketiga, pemerintah telah berupaya menerbitkan seriseri SBN yang memiliki tenor dan size sesuai dengan preferensi para investor. Keempat,
pemerintah secara reguler menginformasikan kepada para pelaku pasar mengenai
kalender penerbitan untuk memudahkan para investor mengatur portofolionya. Kelima,
secara reguler pemerintah juga menerbitkan SBN dalam valuta asing (dolar Amerika
Serikat, euro, dan yen) untuk memberikan pilihan kepada investor asing.
Pada aspek infrastruktur pengelolaan SBN, pemerintah telah menyusun dan
mengembangkan berbagai macam sistem/aplikasi/ platform yang ditujukan untuk
14
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
memudahkan pengelolaan SBN. Infrastruktur tersebut tentu dilengkapi dengan regulasi
yang mendukung serta Standard Operating Procedures (SOP) yang teruji. Selain itu,
pemerintah juga senantiasa melakukan penyempurnaan sistem Dealer Utama.
Untuk menjaga stabilitas pasar, Kementerian Keuangan telah menyusun kebijakan Bond
Stabilization Framework yang antara lain mengatur mekanisme koordinasi antar unit
dalam melakukan pembelian SBN pada saat terjadi kondisi krisis pasar SBN. Kebijakan
ini diwujudkan antara lain dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman antara
Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Disamping itu, Kementerian Keuangan juga
telah memiliki Crisis Management Protocol (CMP). CMP merupakan suatu kerangka
penanganan krisis pasar SBN yang berisi arah dan tindakan yang diperlukan apabila
terjadi gejolak di pasar keuangan. Tujuan CMP adalah sebagai peringatan dini (early
warning) terkait kemungkinan terjadinya krisis di pasar keuangan domestik berdasarkan
kondisi pasar terkini dan memberikan prosedur standar bagi pengelola utang negara
dalam mengambil langkah kebijakan untuk menghadapi krisis pasar SBN. CMP
merupakan salah satu instrumen yang diperlukan untuk mendukung implementasi
Bond Stabilization Framework (BSF).
Dalam rangka diversifikasi berbagai jenis instrumen utang, pemerintah telah
menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara Berbasis Proyek (Project Based Sukuk) yang
selanjutnya disebut SBSN-PBS yakni sumber pendanaan melalui penerbitan SBSN untuk
membiayai kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Adapun keunggulan pembiayaan proyek melalui SBSN-PBS antara lain sebagai berikut:
t
Pendanaan bersumber dari pasar keuangan sehingga jumlah pembiayaan dapat
lebih besar;
t
Jangka waktu atau tenor dapat lebih panjang dibandingkan dari pembiayaan
melalui Pinjaman/Utang Luar Negeri;
t
Waktu penerbitan/penyediaan dana yang lebih fleksibel, sehingga dapat
mendukung kesinambungan pelaksanaan proyek/kegiatan.
t
Tingkat yield lebih kompetitif;
t
Pilihan mata uang atau currency lebih luas, dapat dalam bentuk rupiah maupun
valuta asing;
t
Basis investor lebih luas, meliputi investor domestik maupun internasional, baik
syariah maupun konvensional
Pada tahun 2013 telah ditargetkan penerbitan Project Financing Sukuk untuk pembiayaan
pembangunan proyek Jalur Ganda Cirebon-Kroya Tahap I sebesar Rp800 miliar dengan
realisasi sebesar Rp777.800.946.360. Penerbitan Project Financing Sukuk pada tahun
2013-2014 secara lebih detil dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1.6
Penggunaan Proyek APBN sebagai Underlying
Penerbitan SBSN – Project Financing
Tahun
2013
15
Kementerian/
Lembaga
Kementerian
Perhubungan
Nama Proyek
Pagu DIPA
Pembangunan jalur
ganda
Cirebon - Kroya
800.000.000.000
Realisasi
Penarikan Dana
777.800.946.360
BAB I | Pendahuluan
Kementerian/
Lembaga
Tahun
Nama Proyek
Pagu DIPA
Realisasi
Penarikan Dana
2014
Kementerian
Perhubungan
Pembangunan jalur
ganda
Cirebon - Kroya
745.000.000.000
-
2014
Kementerian
Perhubungan
Pembangunan
double double track
626.000.000.000
-
2014
Kementerian
Agama
Proyek Revitalisasi
dan Pengembangan
Asrama Haji Medan,
Padang, Jakarta
(Pondok Gede) dan
Balikpapan
200.000.000.000
-
Total
2.371.000.000.000
Sumber : DJPPR
Dalam konteks pembiayaan kegiatan pembangunan melalui pinjaman luar negeri,
diperlukan adanya pemilihan kegiatan, perencanaan dan penyiapan proyek yang lebih
baik/cermat sehingga kegiatan pembangunan yang akan dibiayai oleh pinjaman luar
negeri benar-benar merupakan kegiatan prioritas dan memberikan dampak multiplier
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, hal-hal positif yang
diperoleh dalam pengelolaan kegiatan yang dibiayai pinjaman dapat direplikasi dan
diimplementasikan pada kegiatan-kegiatan pembangunan yang dibiayai dengan
rupiah murni dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan pembangunan
nasional yang perlu mengedepankan konsep value for money.
Untuk memenuhi target pembiayaan defisit, pemerintah menetapkan kebijakan
pembiayaan. Kebijakan pembiayaan utang yang ditempuh antara lain mengutamakan
sumber utang dari dalam negeri, menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara Project
Based Sukuk (SBSN PBS) untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, mengutamakan
pinjaman luar negeri untuk membiayai proyek infrastruktur dan energi, dan menerapkan
Asset Liability Management (ALM) dalam pengelolaan utang. Sedangkan kebijakan
pembiayaan non utang, berdasarkan kesepakatan Pemerintah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), antara lain adalah memberikan PMN dan dana bergulir
dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur dan mengembangkan sektor
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), memberikan pinjaman kepada
PT PLN untuk keperluan investasi, mengalokasikan anggaran pendidikan melalui Dana
Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN), dan mengakumulasikan dana kewajiban
penjaminan dalam rekening cadangan.
Semakin besarnya kebutuhan pembiayaan utang terutama melalui penerbitan SBN
perlu diimbangi dengan upaya pengembangan pasar SBN domestik agar semakin
dalam dan likuid. Upaya pengembangan pasar SBN domestik antara lain dilakukan
melalui pengembangan instrumen, perluasan basis investor, dan peningkatan likuiditas
pasar sekunder dengan memaksimalkan penerbitan SBN di pasar domestik. Pasar SBN
yang dalam dan likuid antara lain tercermin pada indikator peningkatan turnover ratio
dan penurunan bid-ask spread, semakin banyaknya jumlah dan kelompok investor yang
16
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
berinvestasi pada SBN, dan meningkatnya stabilitas pasar SBN domestik pada saat terjadi
krisis pasar keuangan. Sementara itu, untuk menjaga agar kebijakan pembiayaan melalui
pinjaman luar negeri tetap negatif dan dimanfaatkan untuk membiayai sektor-sektor
prioritas, Kementerian Keuangan menetapkan Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri
berinvestasi pada SBN, dan meningkatnya stabilitas pasar SBN domestik pada saat terjadi
krisis pasar keuangan. Sementara itu, untuk menjaga agar kebijakan pembiayaan melalui
pinjaman luar negeri tetap negatif dan dimanfaatkan untuk membiayai sektor-sektor
prioritas, Kementerian Keuangan menetapkan Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri
(BMPLN) sebagai acuan bagi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
dalam menentukan kegiatan baru yang akan dibiayai dari pinjaman luar negeri.
Guna mendukung pemenuhan target pembiayaan utang dengan biaya minimal pada
tingkat risiko yang terkendali, Kementerian Keuangan menetapkan strategi pengelolaan
utang jangka menengah dan strategi pembiayaan tahunan melalui utang sebagai
pedoman dalam melaksanakan pembiayaan utang. Sepanjang tahun 2010-2014,
meskipun target pembiayaan utang semakin meningkat, perkembangan indikator
portofolio utang menunjukkan kecenderungan semakin membaik. Indikator portofolio
utang meliputi risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, dan risiko pembiayaan kembali
(refinancing risk). Perkembangan indikator portofolio utang sebagaimana tabel berikut.
Tabel 1.7
Perkembangan indikator portofolio utang
2010
2011
2012
2013
Juni
2014
Proyeksi
Akhir
2014
Risiko Tingkat Bunga
Rasio Utang Bunga Mengambang
terhadap Total Utang (%)
20,3
17,7
16,2
16,0
15,0
14,2
Risiko Nilai Tukar
Rasio Utang Valas terhadap Total Utang
(%)
46,2
45,0
44,4
46,7
44,0
42,4
Risiko Refinancing
Rata-rata utang jatuh tempo (tahun)
9,5
9,3
9,7
9,6
9,9
9,9
Uraian
Sumber : DJPPR
Perbaikan indikator portofolio utang terutama disebabkan oleh penerbitan/pengadaan
utang baru yang mengutamakan mata uang rupiah, tingkat bunga tetap, dan tenor
menengah panjang. Khusus pada tahun 2013, risiko nilai tukar mengalami peningkatan
akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang valas terutama dolar Amerika
Serikat.
Selain indikator portofolio utang, indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur
bahwa tambahan stok utang masih aman bagi kesinambungan fiskal adalah indikator
rasio utang terhadap PDB dan rasio pembayaran kewajiban utang (debt service) terhadap
pendapatan/belanja negara. Perkembangan indikator tersebut pada tahun 2010 – 2014
dapat dilihat pada grafik berikut.
17
BAB I | Pendahuluan
Grafik 1.3
Perkembangan Rasio Utang Pemerintah
Terhadap PDB, 2010-2014
12000
30%
10062,8
9094,0
9000
26,2%
8241,9
7427,1
28%
26,2%
25,6%
6422,9%
24,4%
6000
3000
1977,7
1808,9
1681,7
0
25%
2010
2011
2012
2575,5
2375,5
2013
2014*
23%
20%
PDB (triliun rupiah)
Outstanding (triliun rupiah)
Rasio PDB terhadap Outstanding (RHS)
Sumber : DJPPR
Grafik 1.4
Perkembangan Rasio Utang Pemerintah
Terhadap Pendapatan dan Belanja Negara, 2010-2014
25%
20%
21% 20%
18,8%
17,5%
19,2%
17,1%
2011
2012
19,1%
16,7%
15%
10%
5%
0%
2010
2013
Rasio Utang terhadap Pendapatan
Rasio Utang terhadap Belanja
Sumber : DJPPR
18
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Meskipun stok utang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun rasio
utang terhadap PDB cenderung semakin menurun kecuali pada tahun 2013 akibat
pelemahan nilai tukar rupiah. Namun demikian, kondisi ini tidak berdampak signifikan
pada kesinambungan fiskal karena pembayaran kewajiban utang terhadap belanja/
pendapatan cenderung menurun sehingga kapasitas fiskal untuk membiayai belanja
produktif semakin meningkat.
Dengan didukung oleh kekuatan Indonesia mencapai pertumbuhan yang tinggi
ditengah kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya stabil dan recover
dari krisis, pengelolaan fiskal yang konservatif, pengelolaan utang yang prudent dan
sistem keuangan yang semakin stabil, lembaga pemeringkat utang internasional
semakin memberikan penilaian yang baik atas tingkat sovereign credit rating Indonesia
sebagaimana dalam tabel berikut.
Tabel 1.8
Perkembangan Rating Indonesia 2010-2013
Tahun
Rating
S&P
Fitch
Moody’s
R&I
JCRA
CRC
2010
BB
BB+
Ba2
BB+
BBB-
4
2011
BB+
BBB-
Ba1
BB+
BBB-
4
2012
BB+
BBB-
Baa3
BBB-
BBB-
3
2013
BB+
BBB-
Baa3
BBB-
BBB-
3
Sumber : DJPPR
Sesuai dengan perkembangan pinjaman luar negeri pemerintah per 31 Juli 2014,
dari total 206 pinjaman luar negeri untuk pembiayaan kegiatan yang aktif dan masih
dalam masa penarikan, sebanyak 94 pinjaman diperuntukan untuk kegiatan hard
infrastructure yang mendorong kegiatan perekonomian (misalnya pembangunan jalan,
pengembangan pembangkit listrik, dst). Selanjutnya, sebanyak 32 pinjaman ditujukan
untuk pembiayaan soft infrastructure (misalnya infrastruktur kesehatan, pendidikan,
dst). Sedangkan sisanya sebanyak 80 pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan
pembangunan non infrastruktur (misalnya Pengadaan alutsista TNI. Altmatsus Polri, dst).
e. Kekayaan Negara
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang profesional dan
akuntabel, kebijakan yang dilaksanakan pada tahun 2010-2014 meliputi: (1) penguatan
dan penyempurnaan regulasi pengelolaan kekayaan negara; (2) pengamanan kekayaan
negara melalui 3T (Tertib administrasi, Tertib hukum, dan Tertib fisik); (3) utilisasi kekayaan
negara melalui pemanfaatan, penetapan status penggunaan, tukar-menukar, hibah,
penyertaan modal pemerintah pusat, dan underlying asset dalam rangka penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN); (4) pengelolaan aset eks BPPN, BDL, dan PPA
dalam rangka pengembalian (recovery) APBN; (5) perencanaan dan penatausahaan
investasi pemerintah; (6) restrukturisasi dan/atau revitalisasi BUMN serta pengkajian
privatisasi BUMN; (7) pengurusan piutang negara dengan prinsip good governance yang
meliputi 5 (lima) unsur yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independen,
dan fairness; (8) kebijakan intensifikasi lelang melalui penyederhanaan (simplifying)
akta lelang dan pengamanan (securing) dalam bentuk pencetakan akta lelang di atas
security paper serta kebijakan ekstensifikasi lelang melalui penggalian potensi lelang.
19
BAB I | Pendahuluan
Langkah awal yang telah dilakukan dalam mewujudkan pengelolaan kekayaan negara
yang profesional adalah melalui pelaksanaan inventarisasi dan penilaian Barang Milik
Negara (BMN) pada 89 Kementerian/Lembaga pada kurun waktu tahun 2007 s.d. tahun
2012. Hasil inventarisasi dan penilaian tersebut menjadi dasar koreksi nilai BMN yang
disajikan pada Neraca Awal Pemerintah per 31 Desember 2004 dan membawa dampak
kenaikan nilai BMN sebesar Rp 334,19 triliun ke dalam neraca per 31 Desember 2012.
Hasil penertiban BMN juga memberikan kontribusi positif atas diraihnya opini BPK Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP tahun 2010 sampai dengan tahun 2013.
Selama periode tahun 2010-2014 kinerja di bidang pengelolaan kekayaan negara
meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nilai BMN (Persediaan, Aset Tetap, Aset Tak Berwujud dan Aset Lain-lain) mulai
tahun 2005 s.d. semester I 2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan,
nilai BMN per 31 Desember 2005 yang semula sebesar Rp237,78 triliun sekarang
telah mencapai Rp2.233,08 triliun dengan total akumulasi penyusutan sebesar
Rp436,35 triliun, sehingga total nilai buku BMN adalah sebesar Rp1.796,73 triliun;
Program sertifikasi BMN berupa tanah yang mulai efektif dilaksanakan sejak tahun
2013 telah berhasil mensertifikatkan 1.237 bidang tanah;
Utilisasi kekayaan negara terus mengalami kenaikan, pada tahun 2010 nilai kekayaan
negara yang diutilisasi sebesar Rp52,69 triliun, tahun 2011 sebesar Rp102,45 triliun,
tahun 2012 sebesar Rp103,31 triliun; tahun 2013 sebesar Rp115,72 triliun; dan
tahun 2014 sebesar Rp163,20 triliun. Secara kumulatif, sebanyak Rp537,36 triliun
atau 31,48 persen dari nilai aset tetap per semester I 2014;
Pelaksanaan inventarisasi dan penilaian BMN yang berasal dari 78 Kontraktor
Kontrak Kerja Sama (KKKS) di sektor migas menghasilkan keseluruhan nilai wajar
sebesar Rp191,38 triliun, terdiri dari aset tanah sebesar Rp14.36 triliun dan aset
nontanah sebesar Rp177,02 triliun. Nilai wajar tersebut akan menambah nilai aset
tetap pada LKPP;
Hasil pengelolaan aset yang berasal dari aset eks BPPN, eks kelolaan PT. PPA dan eks
BDL (Bank Dalam Likuidasi) sebagai penerimaan pembiayaan dalam negeri tahun
2007 sebesar Rp234,6 milliar, tahun 2008 sebesar Rp1.556 miliar, tahun 2009 sebesar
Rp635 milliar, tahun 2010 sebesar Rp771 milliar, tahun 2011 sebesar Rp1.173 miliar,
tahun 2012 sebesar Rp1.139 miliar; tahun 2013 sebesar Rp1.435,48 miliar, dan tahun
2014 sebesar Rp.539,99 miliar;
Akuntabilitas dalam penatausahaan dan pengelolaan investasi pemerintah sejak
tahun 2009 s.d. tahun 2013 memperoleh hasil yang baik, ditandai dengan penilaian
BPK atas Laporan Keuangan BA-999.03 dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
Nilai investasi pemerintah yang ditatausahakan dan dilaporkan mempunyai jumlah
yang signifikan, yaitu sebesar Rp1.218.275,41 miliar dari nilai total aset sebesar
Rp3.567.585,75 miliar atau sekitar 34,15 persen dari total nilai aset yang dilaporkan
dalam LKPP Tahun 2013;
Pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari NAA (Jepang),
sehingga PT Inalum ditetapkan sebagai BUMN (Persero) melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2014. Ini merupakan tonggak sejarah karena PT
Inalum merupakan perusahaan pertama hasil kerja sama dengan asing yang
berhasil diambilalih oleh Pemerintah RI. Pengambilalihan dilakukan pada tanggal
9 Desember 2013 ketika Pemerintah RI dan NAA menandatangani Termination
Agreement in respect of, and the transfer share in, PT Indonesia Asahan Aluminium
(Termination Agreement). Berdasarkan Termination Agreement tersebut, Pemerintah
20
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
melakukan pembayaran kompensasi pengambilalihan 58,88 persen saham Nippon
Asahan Aluminium (NAA) pada PT Inalum sebesar USD556.700.000 atau ekuivalen
sebesar Rp6.582.642.303.197,92. Dengan demikian terdapat efisiensi anggaran
sebesar Rp417.357.696.802,08;
8. Terdapat 5 (lima) BUMN/Lembaga di bawah Menteri Keuangan yang terdiri dari PT
Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero),
PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
(LPEI), dan PT Geodipa Energi (Persero). Sampai saat ini PT Sarana Multi Infrastruktur
(Persero) telah menjadi katalis dalam pembiayaan infrastruktur sebesar Rp4,4 triliun
dengan total nilai proyek yang dibiayai sebesar Rp46,2 triliun. LPEI telah melakukan
pembiayaan untuk mendorong ekspor sebesar Rp45,9 triliun dengan outstanding
penjaminan Rp2,7 triliun serta pertanggungan asuransi Rp448,7 miliar. PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) telah berkomitmen untuk menjamin
proyek dengan nilai Rp30 triliun, sedangkan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero)
telah mengalirkan dana dari pasar modal ke pasar pembiayaan perumahan sebesar
Rp13,2 triliun;
9. Hasil pengurusan piutang negara berupa Piutang Negara yang dapat Diselesaikan
(PNDS) tahun 2010 sebesar 781 miliar, tahun 2011 sebesar 833,44 miliar, tahun 2012
sebesar Rp1.001 miliar, tahun 2013 sebesar Rp655,83 miliar, tahun 2014 sebesar
Rp.462,48 miliar serta pencapaian PNBP berupa biaya administarasi pengurusan
piutang negara tahun 2010 sebesar Rp70,58 miliar, tahun 2011 sebesar Rp74,46
miliar, tahun 2012 sebesar Rp96,35 miliar, tahun 2013 sebesar Rp56,72 miliar, dan
tahun 2014 sebesar Rp.43,15 miliar;
10. Pelayanan lelang menunjukkan kenaikan, baik dari frekuensi lelang maupun hasil
lelang. Realisasi frekuensi lelang pada tahun 2010 sebanyak 27.595 dengan pokok
lelang sebesar Rp6,79 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp83,83 miliar.
Tahun 2011 sebanyak 35.680 dengan pokok lelang sebesar Rp7,48 triliun dan PNBP
berupa bea lelang sebesar Rp102,8 miliar. Tahun 2012 frekuensi lelang sebanyak
38.392 dengan pokok lelang sebesar Rp9,27 triliun dan PNBP berupa bea lelang
sebesar Rp132 miliar. Tahun 2013 frekuensi lelang sebanyak 37.670 dengan pokok
lelang sebesar Rp9,41 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp221,51 miliar.
Tahun 2014 frekuensi lelang sebanyak 46.215 dengan pokok lelang sebesar Rp9,36
triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp220,72 miliar;
11. Kinerja lainnya yang berkontribusi terhadap pengelolaan kekayaan negara
adalah peran penilaian aset. Pelayanan penilaian bahkan berhasil memperoleh
penghargaan dari Sucofindo International Certification Service yang memberikan
sertifikat Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001:2008 dalam lingkup Pelayanan
Penilaian Dalam Rangka Pemindahtanganan dan Pemanfaatan BMN.
f. Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
Sesuai arah kebijakan bidang pasar modal dan lembaga keuangan non bank telah
dibentuk regulator bidang pasar modal dan lembaga berdasarkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Pada tahun 2012 telah
dibentuk Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan untuk mempersiapkan dan melaksanakan
pendirian OJK dan pada tahun 2013 OJK telah beroperasi penuh sebagai lembaga
pengatur dan pengawas terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, sektor
pasar modal, dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
21
BAB I | Pendahuluan
Adapun kondisi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank sampai dengan akhir
tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagaimana pasar modal lainnya sempat mengalami
tekanan akibat kekhawatiran investor global akan krisis utang zona Eropa. Jika pada
semester pertama 2011 kinerja IHSG menunjukkan kecenderungan peningkatan hingga
menembus level 4.130,8 pada Juli 2011, tekanan akibat krisis utang Eropa kemudian
membawa IHSG sempat turun ke level 3.549,0 pada September 2011. Di tahun 2012,
pasar modal berkembang positif di tengah sentimen negatif pasar global antara lain yang
bersumber dari belum adanya kesepakatan mengenai fiscal cliff, sehingga mendorong
investor untuk menunggu hingga ada kejelasan dan kesepakatan mengenai kebijakan
fiscal cliff di Amerika Serikat. Pada tahun 2012, IHSG meningkat sebesar 12,94 persen
(yoy, ytd) dibandingkan posisi tahun sebelumnya.
Selama tahun 2012, Kementerian Keuangan juga telah mengeluarkan 95 Surat Pernyataan
Efektif atas Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum dengan jumlah
penawaran sebesar Rp96,98 triliun. Demikian pula dengan perkembangan reksadana
sampai dengan tanggal 26 Desember 2012 mengalami peningkatan sebesar 5,2 persen,
yaitu dari 767 reksadana pada akhir tahun 2011 menjadi 807 reksadana pada tanggal 26
Desember 2012. Hal ini berarti Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana meningkat 10,19
persen dari Rp202,4 triliun pada akhir Desember 2011 menjadi Rp223,03 triliun pada
tanggal 26 Desember 2012.
Di samping itu, kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB)
terus meningkat, ditunjukkan oleh meningkatnya aset LKNB seperti asuransi, dana
pensiun, dan perusahaan pembiayaan. Meskipun terjadi krisis utang Eropa, aset
perusahaan multifinance hingga akhir 2011 mampu tumbuh sebesar 26,5 persen (yoy).
Hal serupa juga terjadi pada nilai aset perusahaan asuransi dan aset bersih dana pensiun
yang hingga akhir 2011 masing-masing tumbuh sebesar 18,84 dan 4,4 persen (yoy).
Industri lembaga keuangan selama tahun 2012 juga menunjukkan perkembangan
positif. Pada tahun 2012, izin perusahaan asuransi telah diberikan kepada 20 perusahaan
sehingga seluruhnya berjumlah 449 perusahaan dimana jumlah aset perusahaan
asuransi mencapai Rp323,763 triliun per 30 September 2012. Pemberian izin perusahaan
dana pensiun selama tahun 2012 adalah 3 perusahaan baru dan 3 perusahaan yang
mendapat pengesahan pembubaran sehingga jumlah perusahaan dana pensiun adalah
271 perusahaan. Sementara itu, jumlah aset dana pensiun adalah sebesar Rp148,61
triliun atau meningkat 5,18 persen per April 2012 dibandingkan posisi akhir tahun 2011.
Pemberian izin perusahaan pembiayaan selama tahun 2012 adalah sebanyak 7
perusahaan dan pencabutan izin dilakukan atas 4 perusahaan sehingga jumlah
perusahaan pembiayaan seluruhnya 198 perusahaan. Jumlah aset perusahaan
pembiayaan per Oktober telah mencapai Rp335,48 triliun atau meningkat 15,13 persen
dibandingkan akhir tahun 2011. Jumlah aset perusahaan pembiayaan tersebut juga
mencakup piutang pembiayaan konsumen sebesar Rp187.35 triliun dan piutang sewa
guna usaha sebesar Rp106,99 triliun.
1.1.2 Bidang Reformasi Birokrasi
Dalam rangka implementasi Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan telah
ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 185/KMK.01/2012 tentang
Perubahan Atas KMK Nomor 345/KMK.01/2011 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi
Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014. Dalam Renstra 2010-2014, difokuskan pada
bidang-bidang sebagai berikut.
22
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
a. Organisasi dan Ketatalaksanaan
Organisasi Kementerian Keuangan merupakan organisasi yang berskala sangat besar
dan mempunyai instansi vertikal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia serta
memiliki kedudukan, tugas, fungsi, peran, dan karakteristik yang beragam menjadikan
organisasi Kementerian Keuangan sangat dinamis dan memiliki ketergantungan yang
sangat tinggi terhadap dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan publik, baik
sebagai regulator maupun sebagai pemberi layanan.
Untuk mewujudkan hal tersebut perlu senantiasa dilakukan penataan organisasi secara
berkesinambungan. Pada tahun 2010 telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Keuangan.
Kegiatan Penataan Organisasi ini dimaksudkan untuk mewujudkan organisasi
Kementerian Keuangan baik pada kantor pusat, instansi vertikal maupun unit pelaksana
teknis yang efektif, efisien, responsif, jelas, pasti, transparan, akuntabel, right sizing,
independent, one stop service, built in control, dan/atau check and balances, sesuai dengan
perkembangan kebutuhan pelaksanaan tugas, tuntutan masyarakat, dan kemajuan
teknologi.
Program penataan/modernisasi organisasi Kementerian Keuangan yang dilakukan dalam
kurun waktu 2010-2014 antara lain juga mencakup pembentukan KPP yang menangani
WP Pertambangan, KPP Khusus Migas, pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor
Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan (KPDDP), pembentukan UPT Kantor
Pengolahan data Eksternal (KPDE), pembentukan UPT Kantor Layanan Informasi dan
Pengaduan (KLIP), pembentukan Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II dan Kantor
Wilayah DJP Jawa Barat III, pembentukan 10 (sepuluh) KPP Pratama, modernisasi seluruh
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai (KPPBC), pembentukan
Pangkalan Sarana Operasi Sorong, perubahan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) Khusus Jakarta VI menjadi KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah dan pembentukan
KPPN Khusus Penerimaan, KPPN Khusus Investasi, KPPN Jakarta VI, dan KPPN Jakarta VII,
pembentukan Kantor Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Barang Milik
Negara (KP TIK-BMN), pembentukan Kantor Pengelolaan Pemulihan Data (DRC),
pemisahan fungsi regulator dengan fungsi pelaksana kebijakan di bidang penerimaan
perpajakan, pembentukan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), reposisi
Bapepam-LK ke Otoritas Jasa Keuangan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011, penataan organisasi pada Badan Kebijakan Fiskal, dan
penataan Ditjen Pengelolaan Utang menjadi Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014, dan telah
dituangkan dalam PMK nomor 206/PMK.01/2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan.
Selain itu dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan meminimalisir
terjadinya penyimpangan, Kementerian Keuangan juga telah membentuk Unit
Kepatuhan Internal pada setiap unit organisasi.
Dalam rangka melaksanakan perbaikan terhadap administrasi umum yang antara lain
bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja melalui penyederhanaan
dan pembakuan proses bisnis, Kementerian Keuangan telah menyusun Standard
Operating Procedures (SOP) yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis output
pekerjaan secara komprehensif, yang telah diatur dan ditetapkan dengan Peraturan
23
BAB I | Pendahuluan
Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.01/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Prosedur Operasi (SOP) di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PM.1/2007. Jumlah SOP reguler
pada seluruh unit di lingkungan Kementerian Keuangan adalah sebanyak 12.090 SOP.
Disamping itu, telah ditetapkan juga 46 SOP yang mentautkan beberapa SOP reguler
dari beberapa unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan antara lain terkait
dengan bidang perpajakan, perbendaharaan, bea dan cukai, pengelolaan keuangan
daerah, pengelolaan utang, kebijakan fiskal dan lain sebagainya yang terkait dengan
tugas dan fungsi Kementerian Keuangan.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal dan/atau internal yang
disediakan oleh Kementerian Keuangan dibutuhkan pula adanya SOP Layanan Unggulan
(Quick Wins). Adapun jumlah SOP Layanan Unggulan di lingkungan Kementerian
Keuangan dengan mengacu pada KMK Nomor 187/KMK.01/2010 tentang Standar
Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Kementerian
Keuangan adalah sebanyak 98 SOP Layanan Unggulan.
b. Pengelolaan SDM
Reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara menuntut profesionalisme dan
integritas dari aparatur negara. Untuk mewujudkan aparatur negara yang profesional
dan berintegritas tinggi diperlukan sistem penempatan/pengembangan yang berbasis
kompetensi serta penerapan sistem pola karier yang jelas dan terukur.
Untuk menghasilkan SDM yang profesional, Kementerian Keuangan telah melaksanakan
rekrutmen dengan prinsip transparan, objektif, kompetitif, akuntabel, bebas KKN
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tidak diskriminatif, efektif dan efisien. Selanjutnya
dalam pengelolaan SDM telah dilaksanakan:
t
Pilot Project Pemetaan Pegawai dimulai pada tahun 2011 dengan tujuan menetapkan
standar nilai untuk setiap kategori kompetensi/potensi dan melihat kecenderungan
penyebaran pegawai Kementerian Keuangan dalam Box pemetaan pegawai;
t
Assessment Center terhadap para pejabat struktural maupun fungsional serta
pelaksana calon pejabat struktural di lingkungan Kementerian Keuangan dan
penggunaan hasil Assessment Center untuk memperoleh informasi mengenai
profil kompetensi pejabat/pegawai, perencanaan karir, mutasi jabatan, dan
pengembangan berbasis kompetensi;
t
Pengembangan SIMPEG (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian);
t
Peraturan di bidang analisis dan evaluasi jabatan diatur melalui PMK Nomor 246/
PMK. 01/2011 tentang Mekanisme Penetapan Jabatan dan Peringkat bagi Pelaksana
di Lingkungan Kementerian Keuangan, PMK Penetapan peringkat jabatan struktural,
PMK Penetapan peringkat jabatan fungsional;
t
Ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang
Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan pada tanggal 30
Desember 2011 sebagaimana terakhir diubah dengan KMK 467/KMK.01/2014;
t
Penyusunan job family dan job competency di lingkungan Kementerian Keuangan
agar dapat dijadikan dasar atau masukan dalam penyusunan pola mutasi,
pengembangan jalur karir, perencanaan SDM, Human Capital Development Plan
(HCDP), dan manajemen talenta;
t
Penyempurnaan proses Identifikasi Kebutuhan Diklat (IKD) dengan ditetapkannya
Peraturan Menteri Keuangan nomor 37/KM.012/2014 tentang Pedoman Identifikasi
24
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
t
t
t
t
t
Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan Non Gelar di Lingkungan Keuangan pada
tanggal 14 Februari 2014 dan menyusun Sistem Informasi Manajemen Diklat
(SIMDIKLAT);
Pemenuhan target Indikator Kinerja Utama (IKU) rasio pemenuhan program diklat
dipenuhi terhadap program diklat dibutuhkan dan jam pelatihan pegawai. Jam
pelatihan yang didapatkan setiap pegawai Kementerian Keuangan telah meningkat
dari 46,7 jam/pegawai/tahun pada tahun 2010 menjadi 52,67 jam/pegawai/tahun
pada tahun 2013. Data tersebut belum termasuk data capacity building yang
diselenggarakan secara mandiri oleh unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian
Keuangan;
Rekrutmen widyaiswara dan kewajiban mengajar bagi pejabat Eselon I dan II sesuai
Instruksi Menteri Keuangan Nomor 436/IMK.01/2012;
Melaksanakan program pengembangan talent yang untuk saat ini sudah mencapai
tahap penyusunan hasil kajian;
Melaksanakan Excecutive Training sejak tahun 2012 dengan jumlah peserta sebanyak
37 orang (2012) dan meningkat menjadi 114 orang pada tahun 2013 dengan rincian
39 orang mengikuti diklat di luar negeri dan 75 orang mengikuti diklat di dalam
negeri;
Peningkatan kapasitas infrastruktur diklat berupa ruang kelas dan ruang kamar
asrama baik di Pusdiklat maupun Balai Diklat Keuangan. Kapasitas kelas pada tahun
2011 adalah sebesar 4.220 peserta, sedangkan untuk tahun 2013 menjadi 4.770
peserta. Kapasitas kamar asrama pun meningkat dari 999 peserta pada tahun 2011,
menjadi 1.496 peserta pada tahun 2013.
c. Informasi dan Teknologi Keuangan
Arah kebijakan Kementerian Keuangan di bidang Informasi dan Teknologi Keuangan
untuk periode Tahun 2010-2014 menekankan pada aspek integrasi sumber daya informasi
yang mencakup mulai dari infrastruktur, sistem aplikasi, sampai dengan sumber daya
manusia pengelola teknologi informasi dan komunikasi. Integrasi Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) adalah penggabungan sistem informasi di setiap unit eselon I ke
dalam sistem informasi Kementerian Keuangan dalam mewujudkan sistem informasi
manajemen keuangan terpadu/Integrated Financial Management Information System
(IFMIS). Integrasi perangkat TIK di lingkungan Kementerian Keuangan dilaksanakan
secara bertahap mulai tahum 2011 sampai dengan tahun 2015.
Dalam rangka integrasi TIK, beberapa langkah yang telah dilakukan antara lain dengan
konsolidasi Infrastruktur TIK (Tahap 1) ke Data Center (DC), Pembangunan Disaster
Recovery Center (DRC) Balikpapan, Pengadaan Perangkat TIK DRC dengan konsep ”Hot
Site DRC with almost full redundancy configuration in a cloud environment” berbasis
infrastruktur TIK Cloud Computing, dan Pengembangan Perangkat Keras DC Kementerian
Keuangan (Tahap 2) yang terdiri dari Platform Services, Network Services, Common System
Services, dan Security Services.
Dalam tahun 2014, tahapan integrasi TIK adalah konsolidasi infrastruktur perangkat TIK
dan integrasi sistem informasi Unit Eselon I pada DC dan DRC Kementerian Keuangan
sesuai KMK Nomor 129 Tahun 2012 tentang Integrasi Perangkat TIK di Lingkungan
Kementerian Keuangan.
25
BAB I | Pendahuluan
d. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik
Kementerian Keuangan telah dan terus melakukan perbaikan berkelanjutan dalam
bidang tata kelola, antara lain penetapan SOP layanan unggulan, SOP reguler, dan
SOP link. Untuk meningkatkan tata kelola dimaksud Inspektorat Jenderal sebagai unit
pengawasan intern Kementerian Keuangan telah melakukan pengawasan (audit,
reviu, evaluasi, pemantauan, serta konsultasi) mencakup tema pengawasan seperti
peningkatan kualitas laporan keuangan dan penerapan SOP layanan unggulan.
Dari hasil pengawasan tersebut salah satu rekomendasi yang diberikan berupa perbaikan
kebijakan (policy recommendation) yang dapat mencakup tata kelola (governance),
manajemen risiko, dan proses pengendalian intern.
Beberapa hal yang dicapai terkait dengan upaya peningkatan good governance, antara
lain:
1) Tata Kelola
Dalam rangka menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, Kementerian
Keuangan telah menyusun laporan keuangan dengan mengacu kaidah tata kelola
sesuai standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. Untuk menjamin kualitas
penyajian laporan keuangan (LK) Kementerian Keuangan telah memenuhi ketentuan
yang berlaku, telah dilakukan kegiatan pengawasan melalui kegiatan monitoring, dan
reviu, serta melakukan pendampingan penyusunan LK unit eselon I maupun LK
kementerian dan pendampingan audit BPK RI.
Berbagai upaya yang telah dilakukan di atas, membuahkan hasil dengan
mempertahankan/meningkatkan indeks opini hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan
Keuangan sebagaimana tabel berikut.
Tabel 1.9
Indeks Opini Hasil Pemeriksaan BPK RI
Atas Laporan Keuangan selama 2010-2013
No
Kode
1
BA-15
Nama LK
Opini BPK RI
2011
2012
2013
Kementerian Keuangan
WTP
WTP
WTP
Bendahara Umum Negara
WDP
WDP
WDP
2
BA-999.01
Pengelolaan Utang
WTP
WTP-DPP
-
3
BA-999.02
Pengelolaan Hibah
WDP
WTP-DPP
-
4
BA-999.03
Investasi Pemerintah
WTP
WTP-DPP
-
5
BA-999.04
Penerusan Pinjaman
WTP
WTP
-
6
BA-999.05
Transfer ke Daerah
WTP
WTP
-
7
BA-999.07
Belanja Subsidi
WTP
WTP-DPP
-
8
BA-999.08
Belanja Lain - Lain
WTP
WTP
-
9
BA-999.99
Transaksi Khusus
-
NA
-
Keterangan:
t WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), WDP (Wajar Dengan pengecualian), WTP-DPP (Wajar Tanpa
Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas)
t Atas Laporan Keuangan BUN Tahun 2013, BPK RI hanya memberikan opini terhadap laporan
keuangan konsolidasinya.
26
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
2) Manajemen Risiko
Dalam bidang manajemen risiko, Kementerian Keuangan telah menerbitkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008. Untuk mendukung penerapan
manajemen risiko tersebut, telah dilakukan: (1) pelatihan pada diklat manajemen
risiko; (2) monitoring pelaksanaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan
dengan menilai tingkat kematangan penerapan manajemen risiko agar mencapai
level terbaik yaitu level 5; dan (3) sejak tahun 2011 telah berhasil mendorong seluruh
unit eselon I mempunyai profil/peta risiko. Kementerian Keuangan terus menerus
melakukan perbaikan manajemen risiko yang dibahas dalam forum strategis level
pimpinan.
3) Pengendalian Intern
Dalam bidang pengendalian intern, Kementerian Keuangan telah mengimplementasikan konsep Three Lines of Defense, yaitu model pengawasan dan pengendalian
intern yang memandang manajemen/pemilik proses bisnis sebagai lini pertahanan
pertama, unit kepatuhan internal sebagai lini pertahanan kedua, dan Itjen sebagai lini
pertahanan ketiga dengan ditetapkannya serangkaian kebijakan berupa KMK Nomor
152/KMK.09/2011 jo. Nomor 435/KMK.09/2012 tentang Peningkatan Penerapan
Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan dan Nomor 32/
KMK.09/2013 tentang Kerangka Kerja dan Pedoman Teknis Pemantauan Pengendalian
Intern.
Kemudian sebagai tindak lanjut dari ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan
tersebut, maka dibentuklah Unit Kepatuhan Internal (UKI) sampai dengan level satuan
kerja dan peningkatan kapasitas pegawai melalui diklat Akselerasi Implementasi UKI.
4) Pencegahan dan Penindakan Korupsi
Dalam bidang pencegahan, Kementerian Keuangan terus berkomitmen melakukan
upaya pencegahan dan penindakan korupsi. Upaya pencegahan korupsi
diantaranya dengan penerapan konsep Three Lines of Defense, memberikan edukasi
pencegahan dan pemberantasan korupsi baik kepada pejabat/pegawai Kementerian
Keuangan, para stakeholders maupun kepada masyarakat umum, membangun dan
mengimplementasikan Whistle Blowing System (WiSe), membuat MoU dengan institusi
penegak hukum (KPK, Kepolisian, Kejaksaan).
Selain itu, Kementerian Keuangan telah berhasil menyusun Peta Rawan Korupsi,
membuat kebijakan pengendalian gratifikasi, mengembangkan program zona
integritas dengan menetapkan unit kerja berpredikat Wilayah Bersih dari Korupsi/
Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM), membangun aplikasi LP2P berbasis
web (e-LP2P) untuk memberikan kemudahan bagi para pejabat/pegawai di
lingkungan Kementerian Keuangan untuk mengisi dan menyampaikan LP2P secara
online, serta bekerja sama dengan PPATK dalam rangka memonitor transaksi keuangan
mencurigakan para pejabat/pegawai.
Sementara itu, upaya penindakan korupsi yang telah dilakukan Kementerian
Keuangan diantaranya dengan melakukan audit investigasi terhadap penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan dengan
merekomendasikan antara lain pemberian hukuman disiplin dan bahkan pelimpahan
kasus korupsi kepada aparat penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan
Dalam perjalanannya, reformasi birokrasi yang dilakukan Kementerian Keuangan telah
27
BAB I | Pendahuluan
memberikan dampak positif yang signifikan baik di internal Kementerian Keuangan
maupun pada masyarakat dan stakeholders, dan telah mendorong serta menginspirasi
Kementerian/Lembaga lainnya untuk melakukan hal yang sama. Selanjutnya dalam
rangka melaksanakan program nasional “Audit Organisasi” dan sebagai kelanjutan
program Reformasi Birokrasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi, kinerja
pelaksanaan tugas, dan pelayanan kepada stakeholders, serta sebagai upaya perwujudan
good governance, Kementerian Keuangan melakukan program Transformasi Kelembagaan
yang didahului dengan penyusunan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan dengan
dibantu oleh konsultan bertaraf internasional yang independen dan berkompeten
dengan instrumen yang valid dan handal.
Program Transformasi Kelembagaan tidak hanya terbatas pada aspek struktur, tugas, dan
fungsi organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan namun juga pada aspekaspek lainnya baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan sehingga output
yang dihasilkan dalam Program Transformasi Kelembagaan tidak hanya terbatas pada
rekomendasi struktur, tugas, dan fungsi organisasi namun juga mencakup inisatif-inisiatif
strategis yang perlu dilakukan oleh Kementerian Keuangan baik dalam jangka pendek,
jangka menengah, maupun jangka panjang. Program Transformasi Kelembagaan telah
menghasilkan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yang telah
ditetapkan dengan KMK Nomor 36/KMK.01/2014.
1.2
Aspirasi Masyarakat
Kementerian Keuangan memiliki posisi krusial dalam pemerintahan Republik Indonesia
karena memiliki rentang tugas dan fungsi yang luas dan strategis. Hampir seluruh aspek
perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Keuangan. Kebijakan dimaksud meliputi perencanaan, penyusunan, dan
pengelolaan APBN, perpajakan, kepabeanan dan cukai, pengelolaan kekayaan negara,
perimbangan keuangan pusat dan daerah, pengelolaan utang. Dengan kedudukannya
yang strategis, maka penataan kelembagaan yang baik merupakan prasyarat agar
Kementerian Keuangan dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara optimal.
Dalam lima tahun terakhir, Kementerian Keuangan melakukan survei untuk mengetahui
tingkat kepuasan masyarakat/stakeholders atas pelayanan yang diberikan oleh
Kementerian Keuangan. Survei dilaksanakan bekerjasama dengan Institut Pertanian
Bogor (IPB), yang bertujuan untuk menjaga kualitas dan independensi hasil survei.
Penilaian kinerja birokrasi publik, disamping menggunakan indikator-indikator yang
melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitias, tetapi juga harus melihat indikator
yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa (stakeholders),
akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat
penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga
para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan.
Survei dimaksud dilakukan pada enam kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya,
Medan, Batam, Balikpapan, dan Makasar. Sedangkan Unit Eselon I yang dinilai
pelayanannya meliputi sepuluh Unit Eselon I, yaitu DJP, DJBC, DJA, DJPB, DJKN, DJPK,
SETJEN, ITJEN, DJPU, dan BPPK. Dengan dilaksanakannya survei tersebut diharapkan
dapat diperoleh informasi terkait dengan kondisi pelayanan saat ini yang tertuang dalam
skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan, serta harapan stakeholders sebagai dasar
pengambilan kebijakan Peningkatan Kinerja Layanan.
28
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Hasil dari survei menunjukkan peningkatan tren skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan
dari tahun ke tahun. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan (skala
likert 1-5) dari tahun 2010 sampai dengan 2014 adalah sebagaimana dalam grafik berikut.
Grafik 1.5
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
(skala likert 1-5)
4,1
4,04
4,0
3,8 3,87
3,7
4,05
3,98
2010
3,9
3,86
2011
2012
2013
2014(7)
2014(10)
Sumber : Sekretariat Jenderal – Kementerian Keuangan
Khusus di tahun 2014, survei dilakukan dengan membagi dua hal. Pertama, indeks
kepuasan pengguna layanan untuk 7 unit eselon I yang menjalankan layanan kepada
stakeholders di luar Kementerian Keuangan. Kedua, indeks kepuasan pengguna layanan
untuk 10 unit eselon I yang menjalankan layanan kepada stakeholders di luar dan di
dalam Kementerian Keuangan.
Sementara itu, skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan yang diperoleh oleh unit
eselon I lingkup Kementerian Keuangan juga meningkat. Dari sepuluh unit eselon I yang
disurvei pelayanannya, 80 persen menunjukkan tren positif karena mengalami kenaikan
skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan dari tahun ke tahunnya. Hal ini sedikit banyak
menunjukkan bahwa stakeholders merasa puas atas pelayanan unit eselon I. Indeks
Kepuasan Pengguna Layanan Unit Eselon I lingkup Kementerian Keuangan (skala likert
1-5) dari tahun 2011 sampai 2013 adalah sebagaimana dalam grafik berikut.
Grafik 1.6
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Unit Eselon I
lingkup Kementerian Keuangan (skala likert 1-5) 2011-2013
2011
2012
2013
4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
DJP
DJBC DJA
DJPB DJKN DJPK SETJEN ITJEN DJPPR BPPK KEMKEU
Sumber : Sekretariat Jenderal – Kementerian Keuangan
29
BAB I | Pendahuluan
Sedangkan untuk perbandingan Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Tahun 2013 dan
Tahun 2014 dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 1.7
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
Tahun 2013 dan Tahun 2014
2013
2014
3,9
3,91
DJP
3,85
DJBC
3,97
3,88
3,97
DJA
4,04
4,09
DJPPR
4,13
4,2
DJKN
4,09
DJPB
4,23
4,22
DJPK
4,37
3,98
4,04
KEMKEU
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
Sumber : Sekretariat Jenderal – Kementerian Keuangan
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kepuasan untuk keseluruhan Kementerian
Keuangan (7 unit eselon 1) tahun 2014 adalah 4,04, naik 0,06 poin dari tahun 2013
yang mencapai 3,98 dari nilai maksimum 5. Secara umum capaian skor dari setiap unit
eselon satu di tahun 2014 ini menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya,
khususnya tahun 2013. Capaian skor kepuasan terhadap kinerja layanan semua unit
eselon satu ini sebenarnya sudah masuk kategori “baik” karena berada pada skor yang
lebih besar dari 3,75. Skor tersebut menunjukkan bahwa penerima layanan merasa
“cukup puas dan puas” atas layanan yang diberikan oleh masing-masing unit layanan
eselon satu lingkup Kementerian Keuangan yang dianalisis. Namun demikian, kualitas
pelayanan tersebut masih perlu ditingkatkan, karena masih terdapat unsur-unsur
layanan yang memang masih perlu perbaikan.
Mengingat harapan pengguna layanan dari tahun ke tahun juga akan terus meningkat,
maka unsur-unsur layanan yang masih perlu perbaikan dilihat dari tingkat kepentingan
dan kinerja layanan adalah waktu penyelesaian, keterbukaan, informasi persyaratan,
keterampilan petugas, dan kesesuaian prosedur.
30
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Grafik 1.8
Matriks Importance Performance Analysis (IPA)
Kementerian Keuangan Berdasarkan Unsur Layanan Tahun 2014
4.56
keterbukaan
4.54
waktu penyelesaian
4.52
informasi persyaratan
keterampilan petugas
Kepentingan
4.50
kesesuaian pembayaran
kesesuaian prosedur
4.48
sikap petugas
keamanan lingkungan
4.46
4.44
akses terhadap kantor
sanksi
4.42
lingkungan pendukung
4.40
3.95
4.00
4.05
Kinerja
4.10
4.15
Sumber: Hasil Survey IPB tahun 2014
1.3
Potensi dan Permasalahan
Dalam upaya menjalankan amanah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
serta perannya sebagai regulator dalam bidang fiskal, Kementerian Keuangan mempunyai
beberapa potensi yang dapat menjadi salah satu unsur pendorong peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dan perumusan kebijakan fiskal. Selain itu, terdapat
beberapa permasalahan yang harus diwaspadai agar tidak mengganggu proses
pelayanan serta dalam proses perumusan kebijakan fiskal.
Beberapa potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh Kementerian Keuangan
dapat berasal dari internal maupun eksternal Kementerian. Potensi dan permasalahan
Kementerian Keuangan akan dikelompokkan dalam 6 (enam) tema besar Kementerian
Keuangan yaitu Tema Kebijakan Fiskal, Tema Pendapatan, Tema Belanja, Tema
Pembiayaan, Tema Kekayaan Negara, dan Tema Reformasi Birokrasi dan Transformasi
Kelembagaan.
1.
31
Tema Kebijakan Fiskal
Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Kebijakan Fiskal adalah:
a. Proses pemulihan ekonomi global saat ini diperkirakan akan berlangsung
secara moderat antara lain disebabkan oleh menurunnya harga komoditas
dunia dan isu tappering off;
b. Perkembangan kondisi perekonomian kawasan yang stabil dan menjadi motor
pertumbuhan ekonomi dunia;
t
ASEAN merupakan kawasan yang dinamis dengan potensi ekonomi yang
sangat besar.
BAB I | Pendahuluan
t
t
t
c.
Proses integrasi kawasan mengalami perkembangan yang positif dan
didukung dengan arus modal masuk yang terus mengalami peningkatan
dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan hubungan dagang antar
negara-negara dalam kawasan, jumlah populasi yang sangat besar,
pertumbuhan ekonomi yang terus menerus positif ditengah kelesuan
perekonomian global, dan PDB yang tinggi.
Kecenderungan perluasan kerjasama kawasan dengan negara-negara
mitra strategis untuk kepentingan bersama, mendorong peningkatan
stabilitas dan daya tarik kawasan.
Pusat ekonomi dunia ke depan diperkirakan akan bergeser terutama dari
kawasan Eropa-Amerika ke kawasan Asia Pasifik.
Kondisi perekonomian domestik memiliki fundamental yang sangat kuat.
t
Indonesia merupakan Negara dengan pertumbuhan ekonomi yang paling
stabil di dunia. Ekonomi Indonesia tumbuh dengan volatilitas terendah
dibandingkan negara-negara OECD dan BRICS.
t
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masuk dalam 20 (dua puluh) besar
dunia, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk dalam 5 (lima) besar
dunia.
t
Jumlah penduduk yang besar diikuti oleh besarnya tingkat konsumsi
penduduknya serta meningkatnya tenaga kerja terampil.
Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Kebijakan Fiskal adalah:
a. Kuatnya pengaruh perekonomian global kepada perekonomian Indonesia
dapat mengganggu fiscal sustainability, yang pada gilirannya juga dapat
mengganggu proses pembangunan nasional;
b. Krisis keuangan Eropa yang masih menghawatirkan dan kondisi perekonomian
Eropa yang dihadapkan pada situasi permasalahan fiskal yang cukup
berat diperkirakan masih akan menekan perekonomian dunia, termasuk
perekonomian Indonesia;
c. Pergeseran fenomena kerjasama ekonomi ke arah plurilateral dan mega blok
seperti: TPP (Trans Pacific Partnership) yang saat ini beranggotakan 13 negara
Asia dan Pasifik, TTIP (Trans Atlantic Trade and Investment Partnership) yang
terdiri dari Amerika dan EU (European Union), dan RCEP (Regional Comprehensive
Economic Partnership).
2.
Tema Pendapatan
Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Pendapatan adalah:
a. Masih besarnya potensi penerimaan perpajakan Indonesia yang belum tergali
sehingga terjadi tax gap Indonesia yang besar, yakni sekitar 50 persen;
b. Menganut sistem self assessment dalam bidang perpajakan serta bidang
kepabeanan dan cukai, dilengkapi dengan kewenangan Kementerian
Keuangandalam melakukan penyidikan dan pemeriksaan, audit kepabeanan,
dan audit cukai untuk mendukung pelaksanaan tugasnya sebagai pemungut
pendapatan negara;
c. Pemberian insentif fiskal seperti pembebasan atas bea masuk atas impor mesin
serta barang dan bahan dalam rangka penanaman modal untuk pembangunan
atau pengembangan industri khususnya industri substitusi impor;
d. Pemberian fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan
badan (tax holiday) dan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di
32
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
e.
bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu (tax
allowance);
Masih ada peluang untuk peningkatan penerimaan dari sisi cukai melalui
ekstensifikasi Barang Kena Cukai (BKC).
Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Pendapatan adalah:
a. Realisasi penerimaan pajak Indonesia masih dibawah potensinya, dimana
berdasarkan data Kajian Potensi Penerimaan Berdasarkan Pendekatan Makro
oleh BKF disebutkan bahwa potensi penerimaan pajak yang dapat direalisasikan
baru mencapai 70 persen s.d. 80 persen;
b. Administrasi perpajakan masih lemah, terutama dalam hal penegakan prosedur
dan kepatuhan pajak serta menyangkut kelembagaan, sistem dan prosedur
(business process), termasuk dari aspek sumber daya manusia (baik dari segi
jumlah maupun kemampuan), serta komputerisasi;
c. Belum optimalnya koordinasi dengan pihak ketiga terutama terkait dengan
proses penghimpunan data dan informasi dari instansi pemerintah, lembaga,
asosiasi, dan pihak lain, dan kerjasama penegakan hukum;
d. Masih terkendalanya perluasan basis pajak (narrowed tax basis) dalam kondisi
ekonomi dunia yang belum sepenuhnya stabil;
e. Belum optimalnya penggalian penerimaan pajak dari PPh Orang Pribadi;
f.
Perkembangan situasi perekonomian global dan nasional yang belum
mendukung kegiatan ekspor-impor, hal ini berpengaruh terhadap pencapaian
target penerimaan bea masuk dan bea keluar;
g. Belum optimalnya ekstensifikasi komoditas BKC;
h. Rendahnya pertumbuhan penerimaan PNBP khususnya dari sektor
pertambangan batubara;
i.
PNBP yang tidak disetor tepat waktu, PNBP yang digunakan langsung di luar
mekanisme APBN, PNBP yang kurang/belum dipungut dan PNBP yang belum
didukung dengan dasar hukum dan database PNBP yang memadai.
3.
33
Tema Belanja
Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Belanja adalah:
a. Mulai diimplementasikannya integrasi proses perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban keuangan Negara melalui teknologi informasi;
b. Monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi belanja Kementerian/
Lembaga telah dilaksanakan melalui mekanisme spending review;
c. Telah dilaksanakan kajian terhadap profil maupun dinamika kondisi fiskal
daerah/ regional sebagai media informasi strategis pemangku kepentingan di
pusat maupun daerah;
d. Meningkatkan pendapatan daerah melalui (i) sumber pajak yang cukup
signifikan untuk dijadikan andalan pendapatan pemerintah daerah kabupaten/
kota dan (ii) sistem transfer yang mampu mengatasi ketimpangan horizontal
dan vertikal dan menjamin pencapaian standar pelayanan minimum;
e. Membuka akses pinjaman sebagai strategi percepatan pembangunan
infrastruktur daerah dan sebagai bagian dari kebijakan penguatan kapasitas
fiskal daerah dan mewujudkan pengelolaan pinjaman yang akuntabel dan hatihati;
f.
Meningkatkan kualitas belanja daerah serta mengharmonisasikan belanja
pusat dan daerah untuk pelayanan publik yang efektif dan efisien;
g. Mekanisme pembahasan belanja negara dengan parlemen saat ini telah
BAB I | Pendahuluan
dibatasi menurut program dan unit organisasi.
Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Belanja adalah:
a. Terbatasnya ruang gerak fiskal yang disebabkan oleh belanja-belanja yang
bersifat wajib (mandatory), serta belanja untuk pos yang kurang produktif
terutama subsidi BBM;
b. Penyerapan Belanja K/L terutama belanja modal masih lebih rendah dibanding
belanja pegawai dan belanja sosial;
c. Kurangnya sinergi perencanaan dan penganggaran tingkat pusat dengan
tingkat daerah padahal proporsi dana transfer ke daerah setiap tahun
mengalami kenaikan yang signifikan;
d. Kualitas laporan keuangan K/L dan BUN yang belum mendapat opini WTP;
e. Penajaman dan pengaturan kembali fungsi-fungsi terkait treasury yang tersebar
di beberapa unit dan belum bersinergi;
f.
Harmonisasi fungsi moneter dan fungsi fiskal dalam optimalisasi pengelolaan
kas negara masih perlu ditingkatkan;
g. Sumber pendapatan dari pajak dan retribusi untuk kabupaten/kota relatif
banyak namun hasilnya kecil dan sistem transfer yang belum efektif untuk
mengurangi ketimpangan horizontal dan vertikal;
h. Pengelolaan keuangan daerah yang belum optimal dengan alokasi belanja
modal masih relatif rendah, alokasi belanja pegawai relatif cukup besar, alokasi
belanja hibah dan bantuan sosial masih belum transparan, masih terdapat
APBD belum tepat waktu, masih sedikit opini WTP dari BPK, belum semua APBD
dapat diakses oleh publik;
i.
Terbatasnya akses pinjaman, rendahnya minat daerah terhadap pembiayaan,
non performing loan Pemda dan BUMD, dan penatausahaan pinjaman yang
belum optimal;
j.
Belum adanya mekanisme penilaian kinerja keuangan daerah komprehensif
dan monitoring dan evaluasi dana transfer yang spesifik belum efektif;
k. Pemekaran daerah mengurangi kesempatan daerah lama untuk mendapat
kenaikan Dana Perimbangan;
l.
Besarnya SiLPA di sebagian besar daerah yang mencerminkan inefisiensi
pengelolaan APBD.
4.
Tema Kekayaan Negara
Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Kekayaan Negara adalah:
a. Perubahan paradigma pengelolaan kekayaan negara dari asset administration
(penatausahaan aset) menjadi asset manager (manajer aset) menuntut peran
dan tanggung jawab yang lebih besar dari Kementerian Keuangan selaku
Pengelola Barang untuk mengelola kekayaan negara lebih optimal dan
akuntabel;
b. Optimalisasi pemanfaatan aset potensi dalam rangka peningkatan utilisasi aset,
peningkatan penerimaan negara dari hasil pengelolaan aset, dan mewujudkan
APBN yang efektif, efisien, dan optimal.
Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Kekayaan Negara adalah:
a. Pengguna barang (K/L) belum sepenuhnya disiplin dalam penatausahaan dan
pengelolaan aset tetap seperti kesadaran untuk melakukan rekonsiliasi barang,
kesadaran penyerahan aset idle kepada pengelola barang, dan pemanfaatan
aset sesuai ketentuan;
34
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
b.
c.
d.
e.
5.
Masih terdapat BMN bermasalah yang meliputi BMN belum memiliki dokumen
kepemilikan, BMN dikuasai pihak lain, BMN dalam sengketa, BMN belum
ditemukan dan BMN rusak berat tetapi belum dihapuskan. Hal tersebut dapat
menghambat penetapan utilisasi kekayaan negara;
Pelaksanaan penjualan aset dalam rangka penerimaan pembiayaan (dalam
konteks pengelolan aset eks BPPN, PT. PPA, dan BDL) terkendala dengan
legalitas dokumen kepemilikan aset di mana sebagian besar telah habis masa
berlakunya, sehingga berpotensi akan menimbulkan permasalahan hukum
apabila tetap dilaksanakan penjualan;
Terdapat aset kredit yang diserahkan ke PUPN memiliki kualitas rendah dan nilai
jaminan tidak mencukup untuk menjamin hutang, aset kredit yang memiliki
permasalahan hukum, dan aset yang dokumennya kurang lengkap, sehingga
sulit untuk dicapai recovery-nya;
Persepsi masyarakat terhadap lelang sebagai cara penjualan barang yang dapat
menghasilkan harga yang optimal belum merata di seluruh lapisan masyarakat
serta masih banyak gugatan/ perlawanan/keberatan terhadap pelaksanaan
lelang hak tanggungan, fidusia dan kepailitan sebagai penyelesaian dari kredit
macet.
Tema Pembiayaan
Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Pembiayaan adalah:
a. Kondisi perekonomian yang baik antara lain ditandai dengan prospek
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan peningkatan jumlah investasi
total di Indonesia;
b. Potensi peningkatan level investment grade yang lebih baik untuk sovereign
credit rating Indonesia;
c. Terdapatnya fleksibilitas pembiayaan utang untuk pemilihan jenis instrumen
utang yang paling optimal dan efisien;
d. Potensi investor domestik yang terus meningkat;
e. Potensi penggunaan SBSN berbasis proyek (Project Financing Sukuk) dalam
rangka pembiayaan pembangunan proyek infrastuktur, yang saat ini sesuai
dengan PP Nomor 56 tahun 2011 masih terbatas untuk proyek-proyek
Pemerintah Pusat (K/L), untuk diperluas cakupannya guna mengakomodir
kebutuhan pembiayaan proyek yang inisiasinya berasal dari Pemda, BUMN/D,
dan Badan Usaha Swasta dengan skema pembiayaan berupa investasi
pemerintah, pemberian pinjaman dan Public Private Partnership dengan
melakukan perubahan (revisi) terhadap PP 56 tahun 2011 tersebut.
Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Pembiayaan adalah:
a. Masih tingginya exposure risiko utang pemerintah, khususnya pada currency
risk, dikarenakan sekitar 44 persen dari komposisi utang yang ada, terdiri dari
mata uang asing. Hal ini mengakibatkan outstanding dan biaya utang sangat
sensitif terhadap perubahan nilai tukar;
b. Masih tingginya porsi kepemilikan investor asing pada SBN (sekitar 37
persen), sehingga rentan terhadap sudden reversal yang berdampak pada
ketidakstabilan pasar keuangan domestik;
c. Masih terbatasnya partisipasi investor institusi seperti perusahaan asuransi,
dana pensiun, dan institusi dalam perdagangan SBN;
d. Belum maksimalnya peran Investor Relation Unit dalam pengembangan dan
penguatan basis investor SBN;
35
BAB I | Pendahuluan
e.
6.
Masih banyaknya seri-seri SBN tradable yang tidak aktif diperdagangkan di
pasar sekunder (off the run bonds);
f.
Belum optimalnya fungsi monitoring dan evaluasi kegiatan yang dibiayai
pinjaman;
g. Masih rendahnya tingkat penyerapan (low disbursement) pinjaman;
h. Masih terbatasnya sektor kegiatan yang bisa dibiayai melalui pinjaman dalam
negeri;
i.
Kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih pasca krisis,
mendorong adanya perubahan kebijakan di berbagai negara dengan skala
ekonomi besar, sehingga terdapat ketidakpastian pada pasar keuangan
domestik;
j.
Tingginya beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunga utang
pemerintah;
k. Belum optimalnya pemanfaatan utang luar negeri berdampak meningkatnya
commitment fee akibat dari keterlambatan pemenuhan persyaratan pemberi
pinjaman (lender).
Tema Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Reformasi Birokrasi dan Transformasi
Kelembagaan adalah:
a. Setelah berhasil melaksanakan program reformasi birokrasi, Kementerian
Keuangan membuat program lanjutan yang diberi nama Transformasi
Kelembagaan, yang bertujuan untuk mewujudkan birokrasi yang modern.
Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan telah ditetapkan
dalam KMK Nomor 36/KMK. 01/2014;
b. Komitmen pimpinan yang tinggi dalam mengawal implementasi reformasi
birokrasi dan transformasi kelembagaan;
c. Kementerian Keuangan telah menerapkan sistem manajemen kinerja berbasis
Balanced Scorecard (BSC), manajemen risiko, membentuk unit kepatuhan
internal, dan sistem pencegahan dan penindakan korupsi.
Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Reformasi Birokrasi dan
Transformasi Kelembagaan adalah:
a. Tuntutan pemangku kepentingan dan pengguna layanan yang semakin tinggi;
b. Sistem manajemen kinerja Kementerian Keuangan perlu untuk lebih diperkuat
agar lebih fokus pada outcome/output;
c. Kualitas dialog kinerja perlu untuk ditingkatkan untuk menghindari terjadinya
duplikasi (overlapping) pekerjaan antar unit di lingkungan Kementerian
Keuangan;
d. Perlunya penyelarasan peraturan perundang-undangan yang bersifat nasional
yang menjadi domain/tanggung jawab dan/atau melibatkan Kementerian/
Lembaga lain dalam rangka mengimplementasikan program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan;
e. Salah satu tantangan program Reformasi Birokrasi yaitu peningkatan disiplin
dan manajemen SDM dimana tujuannya adalah untuk terus membangun nilainilai Kementerian Keuangan hingga masuk ke dalam semua level pegawai
Kementerian Keuangan (integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan,
kesempurnaan) yang pada akhirnya bisa berpengaruh pada peningkatan
kinerja, pelayanan dan kepercayaan publik;
f.
Praktik KKN atau irregularities yang masih terjadi;
36
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
g.
h.
TIK yang belum terintegrasi;
Masih terjadinya fragmentasi pengembangan SDM di level strategis khususnya
di bidang kepemimpinan yang andal dan adaptif serta perlunya mempertegas
kaitan strategis antara pengembangan SDM dengan pencapaian tujuan
organisasi.
Capaian Kementerian Keuangan atas arah kebijakan dan srategi dalam Renstra Tahun
2010-2014, yang dikelompokkan dalam enam tema secara umum menunjukkan hasil
yang baik. Begitu pula aspirasi masyarakat yang ditunjukkan dalam hasil survei atas
pelayanan Kementerian Keuangan kepada stakeholders menunjukkan tren positif dari
tahun ke tahun, walaupun ada beberapa hal yang diharapkan untuk lebih ditingkatkan
di masa yang akan datang.
Namun demikian, Kementerian Keuangan memiliki beberapa potensi yang dapat
digunakan dalam rangka mendorong peningkatan pelayanan kepada stakeholders dan
perumusan kebijakan fiskal, serta memiliki beberapa masalah/tantangan yang harus
diwaspadai, agar tidak mengganggu pelayanan kepada stakeholders serta perumusan
kebijakan fiskal. Melihat hasil pencapaian Renstra Tahun 2010-2014, dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, serta memperhatikan potensi dan permasalahan
yang ada, Kementerian Keuangan merumuskan visi, misi, tujuan, serta sasaran strategis
untuk Tahun 2015-2019. Visi, misi, tujuan, serta sasaran strategis untuk Tahun 2015-2019
tersebut disajikan pada BAB II.
Grafik 1.9
Keterkaitan Renstra dengan Dokumen Perencanaan lain
37
BAB I | Pendahuluan
halaman ini sengaja dikosongkan
38
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
BAB II Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Keuangan
2.1
Visi Kementerian Keuangan
Dengan mempertimbangkan capaian kinerja, potensi dan permasalahan, serta
memperhatikan aspirasi masyarakat maka visi Kementerian Keuangan untuk tahun
2015-2019 adalah
‘Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang inklusif di abad ke-21’.
Dalam visi yang baru, penggerak utama berarti bahwa Kementerian Keuangan, dalam
perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai prime
mover dalam mendorong pembangunan nasional di masa depan. Melalui manajemen
pendapatan dan belanja negara yang proaktif, Kementerian Keuangan menggerakkan
dan mengarahkan perekonomian negara menyongsong masa depan.
Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan
pembangunan yang diarahkan oleh Kementerian Keuangan akan menghasilkan dampak
yang merata di seluruh Indonesia. Hal ini akan tercapai melalui koordinasi yang solid
antar pemangku kepentingan dalam pemerintahan serta melalui penetapan kebijakan
fiskal yang efektif.
Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu menunjukkan bahwa Kementerian
Keuangan menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan di dunia modern, dengan
menghadirkan teknologi informasi serta proses-proses yang modern guna mewujudkan
peningkatan yang berkelanjutan.
Dengan visi baru ini, Kementerian Keuangan dengan sepenuh hati memegang peranan
pentingnya dalam menentukan perkembangan negara. Kementerian Keuangan juga
memperbarui misinya agar mencerminkan kegiatan inti dan mandatnya dengan lebih
baik.
2.2
Misi Kementerian Keuangan
1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui pelayanan
prima dan penegakan hukum yang ketat;
2. Menerapkan kebijakan fiskal yang prudent;
3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum;
4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan secara efisien dan efektif;
5. Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan
proposisi nilai pegawai yang kompetitif.
2.3
Nilai-nilai Kementerian Keuangan
Dalam visi yang baru, penggerak utama berarti bahwa Kementerian Keuangan, dalam
perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai
prime mover dalam mendorong pembangunan nasional di masa depan. Melalui
manajemen pendapatan dan belanja negara yang proaktif, Kementerian Keuangan
menggerakkan dan mengarahkan perekonomian negara menyongsong masa depan.
41
BAB II | Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Keuangan
Dalam mewujudkan Kementerian Keuangan sebagai institusi pemerintahan terbaik,
berkualitas, bermartabat, terpercaya, dihormati, dan mendukung peningkatan kinerja
institusi Kementerian Keuangan yang akan menjadi dasar dan pondasi bagi institusi
Kementerian Keuangan, pimpinan dan seluruh pegawai dalam mengabdi, bekerja,
dan bersikap, Menteri Keuangan telah menerbitkan Keputusan Kementerian Keuangan
Nomor 312/KMK.01/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Nilai-Nilai Kementerian
Keuangan yang meliputi:
1.
Integritas
Dalam integritas terkandung makna bahwa dalam berpikir, berkata, berperilaku, dan
bertindak, Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan
melakukannya dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh kode etik dan
prinsip-prinsip moral.
Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah
perilaku utama integritas sebagai berikut:
a. Bersikap jujur, tulus, dan dapat dipercaya;
b. Menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela.
2.
Profesionalisme
Dalam profesionalisme terkandung makna bahwa dalam bekerja, Pimpinan dan
seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya dengan tuntas
dan akurat berdasarkan kompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab dan
komitmen yang tinggi.
Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah
perilaku utama profesionalisme sebagai berikut:
a. Memiliki keahlian dan pengetahuan yang luas;
b. Bekerja dengan hati.
3.
Sinergi
Dalam sinergi terkandung makna bahwa Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan
Kementerian Keuangan memiliki komitmen untuk membangun dan memastikan
hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan
para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan
berkualitas.
Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah
perilaku utama sinergi sebagai berikut:
a. Memiliki sangka baik, saling percaya, dan menghormati;
b. Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik.
4. Pelayanan
Dalam pelayanan terkandung makna bahwa dalam memberikan pelayanan,
Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya
untuk memenuhi kepuasan pemangku kepentingan dan dilaksanakan dengan
sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman.
Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah
perilaku utama pelayanan sebagai berikut:
a. Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan;
b. Bersikap proaktif dan cepat tanggap.
42
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
5.
Kesempuranaan
Dalam kesempurnaan terkandung makna bahwa Pimpinan dan seluruh PNS di
lingkungan Kementerian Keuangan senantiasa melakukan upaya perbaikan di
segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.
Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah
perilaku utama kesempurnaan sebagai berikut:
a. Melakukan perbaikan terus menerus;
b. Mengembangkan inovasi dan kreativitas.
2.4
Tujuan Kementerian Keuangan
Kebijakan fiskal yang tercermin dalam alokasi pendapatan dan belanja pemerintah dalam
APBN memiliki pengaruh yang besar terhadap alokasi sumber daya dalam perekonomian
yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan dan stabilitas
perekonomian. Dengan pengelolaan fiskal yang baik maka diharapkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan yang menjadi cita-cita bangsa dapat
terwujud.
Kebijakan fiskal pada tahun 2015-2019 diarahkan untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam
transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui
peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara
serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayan/utang dan peningkatan kualitas
pengelolaan kekayaan negara.
Tujuan Kementerian Keuangan pada tahun 2015-2019 adalah:
1. Terjaganya kesinambungan fiskal;
2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta
reformasi kepabeanan dan cukai;
3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk
optimalisasi penerimaan negara;
4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan
transfer ke daerah;
5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran;
6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan;
7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan
kelembagaan
2.5
Sasaran Strategis Kementerian Keuangan
Dalam rangka mendukung pencapaian 7 tujuan sebagaimana disebutkan di atas,
Kementerian Keuangan telah menetapkan 16 sasaran strategis yang merupakan kondisi
yang diinginkan untuk dicapai oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2019:
1.
2.
43
Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan terjaganya kesinambungan fiskal
adalah :
a. Meningkatnya tax ratio;
b. Terjaganya rasio utang pemerintah;
c. Terjaganya defisit anggaran.
Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan optimalisasi penerimaan negara
dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai
adalah:
BAB II | Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Keuangan
a. Penerimaan pajak negara yang optimal;
b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal;
c. Percepatan waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance) untuk
mendukung upaya penurunan rata-rata dwelling time.
3.
Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan pembangunan sistem Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara
adalah PNBP yang optimal.
4.
Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan kualitas perencanaan
penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah adalah:
a. Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas;
b. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan.
5.
Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan kualitas pengelolaan
kekayaan negara dan pembiayan anggaran adalah:
a. Pengelolaan kekayaan negara yang optimal;
b. Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal.
6.
Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan pengawasan di
bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan adalah optimalisasi pengawasan
dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi
sebagai border management.
7.
Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan kesinambungan reformasi
birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan adalah:
a. Organisasi yang fit for purpose;
b. SDM yang kompetitif;
c. Sistem informasi manajemen yang terintegrasi;
d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian.
44
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Regulasi, dan
Kerangka Kelembagaan
3.1
Arah Kebijakan dan Strategi Nasional
Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan yang
dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka visi pembangunan nasional untuk
tahun 2015-2019 adalah
‘Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian
berlandaskan gotong-royong’.
Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu:
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim,
dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan
negara hukum;
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim;
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera;
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional;
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat
secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,
dirumuskan sembilan agenda prioritas dalam pemerintahan ke depan. Kesembilan
agenda prioritas itu disebut Nawa Cita. Adapun Nawa Cita tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan
Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara;
2. Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokratis dan
Terpercaya;
3. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan
Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan;
4. Memperkuat Kehadiran Negara Dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan
Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya;
5. Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia;
6. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional;
7. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan Sektor-Sektor Strategis
Ekonomi Domestik;
8. Melakukan Revolusi Karakter Bangsa;
9. Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia.
47
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
3.1.1Nawa Cita yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan
(Kementerian Keuangan selaku leading sector)
Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang sesuai dengan tugas dan fungsi
Kementerian Keuangan adalah: (1) Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi
Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara; (3) Membangun
Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka
Negara Kesatuan; (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar
Internasional; dan (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan SektorSektor Strategis Ekonomi Domestik. Untuk keempat Nawa Cita tersebut, Kementerian
Keuangan bertindak selaku leading sector dalam rangka pencapaian beberapa arah
kebijakan dan strategi.
Nawa Cita (1) Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan
Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara
a.
Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya keamanan laut dan daerah pebatasan
dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta penegakan hukum di laut dan daerah
perbatasan;
2) Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan daerah perbatasan;
3) Meningkatkan sinergitas antar institusi pengamanan laut.
Pembangunan dengan arah kebijakan di atas dilaksanakan dengan strategi pembangunan
sebagai berikut:
1) Meningkatkan operasi pengamanan dan keselamatan di laut dan wilayah perbatasan;
2) Menambah dan meningkatkan pos pengamanan perbatasan darat dan pulau terluar;
3) Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama.
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran
Peraturan Perundangan, Intelijen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai
pada Direktorat Penyidikan dan Penindakan, DJBC.
b.
Memperkuat Peran dalam Kerjasama Global Dan Regional
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah:
1) Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20 dan APEC;
2) Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular;
3) Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional.
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan dan strategi yang ditempuh
adalah:
1) Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia di G-20, dan APEC melalui strategi:
(a) Perumusan Cetak Biru peran Indonesia di APEC dan G20 untuk memperjuangkan
kerjasama yang berimbang dan relevan; (b) pelaksanaan partisipasi aktif dan strategis
Indonesia di forum APEC dan G20;
48
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
2) Meningkatkan pelaksanaan Kerjasama Pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular
melalui strategi intervensi kebijakan pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan dan
Triangular;
3) Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional di tingkat multilateral, regional, dan
bilateral melalui strategi:
a) Meningkatkan kerjasama ekonomi dengan negara lain secara bilateral, dengan
titik berat pada aspek kerjasama yang dapat mendorong peningkatan akses
produk dan jasa ekspor Indonesia ke pasar prospektif, penurunan hambatan nontarif di pasar ekspor utama, peningkatan arus masuk investasi asing ke Indonesia,
pengamanan pasar dalam negeri, untuk kepentingan perlindungan konsumen
dan pengamanan industri domestik sesuai dengan aturan internasional yang
berlaku.
b) Mendorong peran aktif Indonesia dalam forum multilateral, seperti World Trade
Organization (WTO) dan G-20.
c) Dalam forum G-20, peran aktif Indonesia akan dititikberatkan pada upaya-upaya
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi dan berkualitas,
dengan tetap memperhatikan kestabilan ekonomi dan keuangan yang dipandang
sebagai fondasi efektif bagi implementasi strategi pertumbuhan tersebut.
d) Meningkatkan peran Indonesia dalam kerjasama keuangan regional, misalnya
ASEAN Infrastructure Fund (AIF), Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF),
Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan sebagainya.
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu (1) Kegiatan Perumusan Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan
Multilateral pada Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, BKF dan
(2) Kegiatan Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Kerja Sama Keuangan Regional dan
Bilateral pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, BKF.
Nawa Cita (3) Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah- Daerah
dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan
a. Pengembangan Kawasan Perbatasan
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya kerjasama dan pengelolaan
perdagangan perbatasan dengan negara tetangga, ditandai dengan meningkatnya
perdagangan ekspor-impor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan
ilegal di perbatasan.
Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan adalah mempercepat pembangunan
kawasan perbatasan di berbagai bidang, terutama peningkatan bidang ekonomi, sosial
dan keamanan, serta menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas
ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan
lingkungan.
Untuk mempercepat pengembangan kawasan perbatasan dilakukan melalui strategi:
1) Melakukan transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Customs,
Immigration, Quarantine, Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional dalam
suatu sistem pengelolaan yang terpadu;
2)
49
Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana
pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran
aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan Negara.
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran
Peraturan Perundangan, Intelijen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai
pada Direktorat Penyidikan dan Penindakan, DJBC.
b. Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 5.000
desa atau meningkatkan desa mandiri sedikitnya 2.000 desa.
Arah kebijakan dan strategi pembangunan desa dan kawasan pedesaan adalah
pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan
melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan dengan strategi: (a)
memastikan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan dengan
substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP Sistem Keuangan
Desa; (b) memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa berjalan secara efektif,
berjenjang, dan bertahap.
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer ke
Daerah dan Dana Desa pada Direktorat Dana Perimbangan, DJPK.
c. Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan
Daerah
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya kemampuan fiskal dan kinerja
keuangan daerah.
Arah kebijakan Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja Keuangan Daerah dilakukan
melalui strategi:
1) Meningkatkan kemampuan fiskal daerah;
2) Meningkatkan kualitas belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah
daerah; dan
3) Meningkatkan keterkaitan alokasi dana transfer dan pelayanan publik.
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu: (1) Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada Direktorat Dana Perimbangan, DJPK; (2)
Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pemantauan dan Evaluasi di Bidang Pendanaan
Daerah dan Ekonomi Daerah, Penyusunan Laporan Keuangan Transfer ke Daerah, serta
Pengembangan Sistem Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Evaluasi Pendanaan
dan Informasi Keuangan Daerah, DJPK; dan (3) Kegiatan Perumusan Kebijakan, dan
Pembinaan Di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Direktorat Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, DJPK.
Nawa Cita (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing Di Pasar Internasional
a. Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah optimalisasi penyediaan layanan air minum,
melalui fasilitasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) yaitu bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat.
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu Kegiatan Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman pada Direktorat
Sistem Manajemen Investasi, DJPB.
50
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
b. Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menyediakan dukungan pembiayaan untuk
memenuhi target pembangunan infrastruktur melalui penyediaan alternatif pembiayaan,
seperti melalui skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPS), pembentukan
bank pembangunan/infrastruktur dan skema innovative financing lainnya.
Arah kebijakan dalam rangka mencapai sasaran dimaksud adalah pengembangan
alternatif pembiayaan infrastruktur dengan strategi:
1) Mengadopsi sistem penganggaran tahun jamak jangka panjang (lebih dari 5 tahun)
dalam UU No. 17/2003 Tentang Keuangan Negara;
2) Mengkaji dan mengujicobakan berbagai model KPS berbasis pendanaan Pemerintah
(innovative financing scheme);
3) Mendorong peningkatan kapasitas pendanaan BUMN/BUMD infrastruktur khususnya
dalam proyek perluasan prasarana yang sudah beroperasi (brownfield) dan
menyediakan dukungan pemerintah dalam bentuk penambahan modal serta jaminan
pemerintah (sovereign guarantee) untuk pembangunan baru yang merupakan
penugasan khusus Pemerintah;
4) Menyempurnakan mekanisme pemberian berbagai bentuk dukungan Pemerintah
termasuk viability gap funding (VGF) untuk proyek KPS berbasis pendanaan swasta;
5) Penyediaan dana untuk dukungan (dukungan penyiapan proyek, dukungan kelayakan,
dukungan pengadaan tanah, VGF, dana tanah, dll) dan jaminan pemerintah untuk
proyek proyek KPS, baik yang bersifat dana bergulir (revolving) maupun yang bersifat
habis pakai (sinking fund);
6) Pembentukan fasilitas pembiayaan infrastruktur berupa pembentukan bank
pembangunan/infrastruktur, dana amanah (trust fund) infrastruktur, obligasi
infrastruktur, dan instrumen pembiayaan lain khusus untuk infrastruktur, khususnya
untuk mendorong proyek-proyek dengan skema KPS.
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu: (1) Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standarisasi, Bimbingan Teknis,
Evaluasi, dan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan pada Direktorat Kekayaan Negara
Dipisahkan, DJKN; dan (2) Kegiatan Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan
Infrastruktur pada Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan
Infrastruktur, DJPPR.
c. Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah:
1) Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri;
2) Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan
lingkungan (sustainable mining), baik untuk perusahaan besar maupun pertambangan
rakyat.
Arah kebijakan dan strategi dalam rangka mencapai sasaran dimaksud adalah penerapan
insentif fiskal dan nonfiskal, untuk mendorong investasi pengembangan industri
pengolahan dan pemurnian di dalam negeri melalui pengembangan insentif keringanan
bea keluar, tax allowance, dan skema pembayaran royalti bagi pengusahaan smelter yang
terintegrasi dengan pengusahaan tambang.
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu Kegiatan Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai, dan PNBP pada
Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, BKF.
51
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
Nawa Cita (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakan Sektor-Sektor
Strategis Ekonomi Domestik
a. Penguatan Sektor Keuangan
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya daya saing sektor keuangan
nasional ditopang oleh ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap
dan efisien.
Arah kebijakan dan strategi untuk mewujudkan sasaran diatas adalah peningkatan
koordinasi kebijakan terkait stabilitas sistem keuangan dan penyusunan payung regulasi
UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan
Prioritas yaitu Kegiatan Perumusan Kebijakan Sektor Keuangan pada Pusat Kebijakan
Sektor Keuangan, BKF.
b. Penguatan Kapasitas Fiskal Negara
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya kapasitas fiskal negara dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong
strategi industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan
peningkatan kualitas belanja Negara serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/
utang. Secara lebih rinci sasaran tersebut adalah sebagai berikut:
1) Meningkatnya penerimaan perpajakan menjadi sekitar 16 persen PDB pada tahun
2019 termasuk pajak daerah sebesar satu persen PDB melalui: (i) penguatan SDM
dan kelembagaan (perpajakan dan kepabeanan), termasuk peningkatan jumlah SDM
Pajak dan kepabeanan menjadi dua kali lipat pada tahun 2019 yang disertai dengan
upaya peningkatan kualitasnya; (ii) ekstensifikasi dan intensifikasi pengumpulan
pajak terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Orang
Pribadi; (iii) peningkatan akses kepada data pihak ketiga, terutama perbankan; serta
(iv) dukungan dari institusi penegak hukum guna menjamin ketaatan pembayaran
pajak (tax compliance). Selain itu akan dilakukan juga peningkatan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP);
2) Meningkatnya kualitas belanja melalui: (i) pengurangan alokasi anggaran yang tidak
tepat sasaran khususnya belanja subsidi energi melalui peningkatan harga BBM dalam
negeri secara langsung di akhir tahun 2014 dan direncanakan akan menerapkan
subsidi tetap (fixed subsidy) sehingga rasio subsidi energi turun dari 1,3 persen
pada tahun 2015 menjadi 0,6 persen pada tahun 2019; (ii) penghematan subsidi
energi dialokasikan pada belanja modal, sehingga alokasi belanja modal naik dari
2,4 persen PDB tahun 2015 menjadi 3,9 persen pada tahun 2019; (iii) pengalokasian
dana penghematan subsidi BBM serta pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) kesehatan dan ketenagakerjaan dalam bantuan sosial; (iv) peningkatan dana
desentralisasi dan keuangan daerah beserta kualitas pengelolaannya termasuk mulai
dialokasikannya dana desa secara bertahap dimulai pada tahun 2015;
3) Terjaganya rasio utang pemerintah dibawah 30 persen PDB dan terus menurun
yang diperkirakan menjadi 20,0 persen PDB pada tahun 2019; mengupayakan
keseimbangan primer (primary balance) terus menurun dan menjadi positif di tahun
2019; serta menjaga defisit anggaran dibawah 3 persen PDB dan pada tahun 2019
menjadi 1,0 persen PDB.
52
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Secara umum, arah kebijakan dan strategi kebijakan fiskal dalam lima tahun mendatang
adalah sebagai berikut.
1) Dari sisi penerimaan negara, kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan terkait
dalam rangka reformasi penerimaan perpajakan yang komprehensif adalah: (i)
peningkatan kapasitas SDM perpajakan, baik dalam jumlah maupun mutunya untuk
mening-katkan rasio ketercakupan pajak (tax coverage ratio); (ii) penyempurnaan
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk insentif pajak untuk
mendorong reindustrialisasi yang berkelanjutan dalam rangka transformasi
ekonomi; (iii) pemetaan wilayah potensi penerimaan pajak hasil pemeriksaan
beserta pembangunan basis data perpajakan; (iv) pembenahan sistem administrasi
perpajakan; (v) ekstensifikasi dan intensifikasi pajak melalui perluasan basis pajak
di sektor minerba dan perkebunan serta penyesuaian tarif; (vi) peningkatan
efektivitas penyuluhan; (vii) penyediaan layanan yang mudah, cepat dan akurat; (viii)
peningkatan efektivitas pengawasan; dan (ix) peningkatan efektivitas penegakan
hukum bagi penyelundup pajak (tax evasion).
2) Terkait dengan penerimaan kepabeanan dan cukai, kebijakan yang akan dilakukan
antara lain adalah: (i) perkuatan kerangka hukum (legal framework) melalui
penyelesaian/penyempurnaan peraturan di bidang lalu lintas barang dan jasa; (ii)
peningkatan kualitas sarana dan prasarana operasi serta informasi kepabeanan
dan cukai; (iii) pengembangan dan penyempurnaan sistem dan prosedur yang
berbasis IT yang meliputi profilling Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK),
peningkatan implementasi pintu tunggal nasional Indonesia (Indonesia National
Single Window–INSW); persiapan operator ekonomi yang berwenang (Authorized
Economic Operator–AEO) dan pengembangan Tempat Penimbunan Sementara (TPS);
(iv) ekstensifikasi dan intensifikasi barang kena cukai; serta (v) peningkatan kualitas
dan kuantitas SDM Kepabeanan.
3) Terkait dengan optimalisasi PNBP, kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan antara
lain adalah: (i) penyempurnaan regulasi; (ii) optimalisasi PNBP migas dan nonmigas;
(ii) inventarisasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi PNBP yang dikelola oleh K/L; serta (iii)
optimalisasi PNBP umum dan BLU.
4) Dari sisi belanja negara, kebijakan yang akan dilakukan terkait dengan penyempurnaan
perencanaan penganggaran negara antara lain adalah: (i) pengurangan pendanaan
bagi kegiatan yang konsumtif dalam alokasi anggaran Kementerian/Lembaga;
(ii) merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi yang rasional
penganggarannya dan tepat sasaran; (iii) pemantapan penerapan Penganggaran
Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) untuk
meningkatkan disiplin dan kepastian fiskal; dan (iv) penataan remunerasi aparatur
negara dan SJSN. Alokasi belanja diarahkan pertama untuk mendanai belanja
yang mendukung kebutuhan dasar operasionalisasi pemerintahan seperti gaji dan
upah serta belanja yang diamanatkan perundangan (mandatory spending) seperti
Pendanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional, Anggaran Pendidikan, Penyediaan Dana
Desa dan lainnya. Kedua, alokasi untuk mendanai isu strategis jangka menengah
yang memegang peran penting dalam pencapaian prioritas nasional seperti
pembangunan infrastruktur konektivitas, pemenuhan alutsista TNI, ketahanan
pangan dan energi. Ketiga, alokasi mendanai prioritas pada Kementerian/Lembaga
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
53
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
5) Terkait dengan peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran, kebijakan-kebijakan
yang akan dilakukan antara lain adalah: (i) penyempurnaan dan perbaikan regulasi
dan kebijakan untuk memperbaiki penyediaan dan penyaluran dana di bidang
investasi, pinjaman dan kredit program sesuai dengan program kebijakan yang
telah ditetapkan pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan infrastruktur
dan iklim investasi pemerintah; (ii) pengelolaan kas yang efektif untuk mencapai
jumlah likuiditas kas yang ideal untuk membayar belanja pemerintah melalui
neraca tunggal perbendaharaan (treasury single account) secara penuh, pengelolaan
rekening Bendahara dan perkiraan kas (cash forecasting) yang handal, serta
manajemen surplus kas yang mampu memberi kontribusi optimal bagi penerimaan
negara melalui pembentukan treasury dealing rooms; dan (iii) modernisasi kontrol
dan monitoring pelaksanaan anggaran dengan sistem informasi yang terintegrasi
sehingga memenuhi kaidah-kaidah international best practices.
6) Terkait dengan pengelolaan desentralisasi fiskal dan keuangan daerah, kebijakan
yang akan dilakukan antara lain adalah: (i) percepatan penyelesaian RUU tentang
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang merupakan
revisi dari UU 33/2004; (ii) mempercepat pelayanan evaluasi Perda/Raperda tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), peningkatan kualitas evaluasi Perda
PDRD serta meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan PDRD;
(iii) percepatan pelaksanaan pengalihan anggaran pusat ke daerah untuk fungsifungsi yang telah menjadi wewenang daerah, mengalihkan secara bertahap dana
dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
mempengaruhi pola belanja daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
7) Terkait pengelolaan pembiayaan anggaran, kebijakan-kebijakan yang akan
dilakukan adalah: (i) pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebagai fiscal buffer
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis pasar SBN; (ii) optimalisasi
perencanaan dan pemanfaatan pijaman untuk kegiatan produktif antara lain melalui
penerbitan sukuk berbasis proyek; (iii) pengelolaan Surat Berharga Negara melalui
pengembangan pasar SBN domestik dan pengembangan metode penerbitan SBN
valas yang lebih fleksibel; (iv) pengelolaan risiko keuangan yang terintegrasi; (v)
penggabungan lembaga keuangan penjaminan investasi dalam satu wadah untuk
membiayai kegiatan-kegiatan beresiko tinggi; serta (vi) implementasi manajemen
kekayaan utang (Asset Liability Management–ALM) untuk mendukung pengelolaan
utang dan kas negara.
8) Terkait pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan, kebijakankebijakan yang akan dilakukan antara lain adalah: (i) mengimplementasikan border
trade agreement; (ii) mendirikan kawasan pabean di perbatasan darat.
9) Terkait dengan optimalisasi pengelolaan kekayaan negara, kebijakan-kebijakan yang
akan dilakukan antara lain: (i) perkuatan regulasi melalui penyelesaian RUU di bidang
pengelolaan kekayaan negara, penilai, pengurusan piutang negara dan piutang
daerah, serta lelang; (ii) pengamanan kekayaan negara melalui tertib administrasi,
tertib fisik dan tertib hukum; (iii) implementasi perencanaan kebutuhan BMN (asset
planning) melalui penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN)
untuk pengadaan dan pemeliharaan BMN; dan (iv) mengintensifkan pengawasan
dan pengendalian atas pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang
dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat satker.
54
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
10) Menyangkut reformasi kelembagaan yang mencakup: (i) Dalam jangka pendek,
peningkatan efektivitas pengumpulan pendapatan atau penerimaan negara
dilakukan oleh institusi penerimaan yang ada, yang diperkuat terutama dengan
memberikan fleksibilitas di bidang pengelolaan SDM, organisasi, anggaran, dan
remunerasi, disamping tetap melanjutkan penyempurnaan administrasi penerimaan
negara. Dalam jangka menengah, pengumpulan pendapatan atau penerimaan
negara, termasuk perpajakan dilaksanakan oleh suatu lembaga khusus yang berada
langsung dibawah Presiden, namun tetap dibawah koordinasi Menteri Keuangan.
Secara konstitusi, urgensi peningkatan penerimaan negara ini juga didasarkan pada
pentingnya peranan penerimaan negara/pajak yang disebut dalam UUD 1945; (ii)
Penajaman fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dengan fungsi-fungsi pendukungnya,
yaitu: kebendaharaan (treasury); penganggaran; dan penerimaan negara; (iii)
Harmonisasi dan sinergi yang optimal antara fungsi perencanaan dan pengalokasian
anggaran/belanja, khusus alokasi pada prioritas pembangunan, untuk memastikan
bahwa visi, misi, dan program aksi Presiden, beserta program/kegiatan lain yang
menjadi prioritas pembangunan tertuang dalam dokumen anggaran yang siap
dilaksanakan.
Dalam rangka melaksanakan arah kebijakan dan strategi di atas, Kementerian Keuangan
berfokus pada:
1) Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran;
2) Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan potensinya (seperti
pertumbuhan PDB);
3) Merancang ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas dan kualitas
aparatur perpajakan;
4) Melakukan desain ulang arsitektur fiskal Indonesia;
5) Peningkatan realisasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan,
kesehatan, dan perumahan;
6) Pemberian insentif bagi kementerian/lembaga dan daerah yang memiliki penyerapan
anggaran yang tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocorannya
rendah;
7) Pengurangan utang negara secara bertahap sehingga rasio utang terhadap PDB
mengecil;
8) Utang baru hanya ditujukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang
produktif;
9) Mengembangkan sistem transfer yang meminimumkan ketimpangan fiskal
horizontal dan vertikal serta memperbaiki kualitas pelayanan.
Hal tersebut di atas akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu: (1)
KegiatanPengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat pada Direktorat Anggaran
I, Direktorat Anggaran II, dan Direktorat Anggaran III, DJA; (2) Kegiatan Penyusunan
Rancangan APBN pada Direktorat Penyusunan APBN; (3) Kegiatan Pengembangan
Sistem Penganggaran pada Direktorat Sistem Penganggaran, DJA; (4) Kegiatan
Perumusan Kebijakan, Standarisasi dan Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pelaksanaan
di Bidang Analisis dan Evaluasi Penerimaan Perpajakan pada Direktorat Potensi,
Kepatuhan dan Penerimaan, DJP; (5) Kegiatan Peningkatan Pembinaan dan
Pengawasan Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Organisasi pada Direktorat
Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumberdaya Aparatur, DJP; (6) Kegiatan
Pembinaan Pelaksanaan Anggaran pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran, DJPB; (7)
Perumusan Kebijakan, Pemantauan dan Evaluasi di Bidang Pendanaan Daerah dan
55
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
Ekonomi Daerah, Penyusunan Laporan Keuangan Transfer ke Daerah, serta
Pengembangan Sistem Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Evaluasi Pendanaan
dan Informasi Keuangan Daerah, DJPK; (8) Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan
Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa pada Direktorat Dana Perimbangan,
DJPK; dan (9) Kegiatan Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang pada Direktorat
Strategi dan Portofolio Utang, DJPPR.
3.1.2 Nawa Cita yang tidak terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian
Keuangan
Untuk Nawa Cita (2) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif,
Demokratis dan Terpercaya; (4) Memperkuat Kehadiran Negara dalam Melakukan
Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan
Terpercaya; (5) Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia; (8) Melakukan Revolusi
Karakter Bangsa; (9) Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial
Indonesia, Kementerian Keuangan memiliki komitmen yang besar untuk mendukung
dan mengimplementasikannya di lingkungan Kementerian Keuangan.
Sasaran-sasaran pada Nawa Cita 2, 4, 5, 8, dan 9 yang relevan untuk Kementerian
Keuangan telah diterapkan dengan baik bahkan mencapai kualitas pencapaian tinggi
(award) pada tingkat nasional. Namun demikian, sasaran-sasaran tersebut bukan
merupakan Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan di tingkat nasional karena arah
kebijakan dan strategi yang dituangkan dalam RPJMN secara langsung bukan dipimpin
oleh Kementerian Keuangan. Sebagai contoh, Pengarusutamaan Gender dipimpin oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan Reformasi Birokrasi
dipimpin oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(KemenPAN-RB).
Komitmen dan capaian kinerja Kementerian Keuangan terkait Nawa Cita 2, 4, 5, 8, dan 9,
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Nawa Cita (2) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokratis
dan Terpercaya difokuskan kepada sasaran nasional untuk konsolidasi demokrasi,
sistem pemilu, penguatan lembaga perwakilan, keterwakilan perempuan dalam
politik, pengarusutamaan gender, transparansi dan akuntabilitas pemerintah,
partisipasi publik.
Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: (i)
Penerapan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sesuai KMK 312/2011 yang meliputi:
Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan; (ii) Keadilan
dan Kesetaraan Gender melalui Pengarusutamaan Gender dan telah memperoleh
penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) Platinum kategori Utama/Mentor
Tahun 2014; (iii) Implementasi SAKIP pada instansi pusat dan Kementerian Keuangan
meraih penghargaan Laporan Hasil Evaluasi (LHE) Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (AKIP) dengan predikat nilai A; (iv) Memperoleh Peringkat kedua nasional
dalam e-transparancy award yang dilaksanakan oleh Paramadina Public Policy Institute
melalui Program Improving Ministries and Agencies Website for Budget Transparency
(IMAGES) dan didukung oleh Ombudsman RI, Sekretariat Wakil Presiden RI, Unit
Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan
KemenPAN-RB sebagai bagian dari inisiatif Open Government Indonesia; (v) LPSE
Kementerian Keuangan telah memperoleh e-Procurement Award dari Lembaga
Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah; (vi) Kementerian Keuangan menjadi
pionir dalam menerapkan reformasi birokrasi yang dilanjutkan dengan transformasi
56
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
kelembagaan, dengan capaian indeks Reformasi Birokrasi yang memuaskan;
(vii) Menerapkan tata kelola kinerja yang berdasarkan Balanced Scorecard dan
Implementasi Manajemen Risiko; (viii) Secara berturut-turut Kementerian Keuangan
memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan TA 2010-2013;
(ix) Kementerian Keuangan telah mengimplementasikan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi secara elektonik (e-PPID); (x) Majalah Media Keuangan berhasil
meraih dua penghargaan Gold Winner pada ajang Inhouse Magazine Awards (InMA)
yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS)
b. Nawa Cita (4) Memperkuat Kehadiran Negara Dalam Melakukan Reformasi Sistem Dan
Penegakan Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat Dan Terpercaya difokuskan
kepada sasaran nasional untuk perbaikan kualitas penegakan hukum, perbaikan
sistem hukum pidana dan perdata, hak warga negara, penguatan Aparat Penegak
Hukum, Ratifikasi konvensi HAM internasional, Penguatan Kelembagaan dalam
rangka pemberantasan korupsi, Pencegahan Korupsi, Penurunan frekuensi dan
luasan penebangan liar, perikanan liar, pemberantasan narkoba, perlindungan anak,
perempuan dan kelompok marjinal.
Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: (i) MoU
dengan institusi penegak hukum (KPK, Kepolisian, Kejaksaan); (ii) Menyusun Peta
Rawan Korupsi; Membuat kebijakan pengendalian gratifikasi; (iii) Mengembangkan
program zona integritas dengan menetapkan unit kerja berpredikat Wilayah Bersih
dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBB); (iv) Menyelenggarakan
Diklat Akselerasi Implementasi Unit Kepatuhan Internal (AKSI UKI) dan Membentuk
Unit Kepatuhan Internal; (v) Menyediakan Wistle-Blowing System (WiSe); (vi)
Membangun aplikasi Laporan Pajak-Pajak Pribadi dan Daftar Harta Kekayaan (DHK)
berbasis web (e-LP2P) untuk memberikan kemudahan bagi para pejabat/pegawai di
lingkungan Kementerian Keuangan untuk mengisi dan menyampaikan LP2P secara
57
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
online; (vii) Bekerjasama dengan PPATK dalam rangka memonitor transaksi keuangan
mencurigakan para pejabat/pegawai; (viii) Mengimplementasikan konsep Three Lines
of Defense, yaitu model pengawasan dan pengendalian intern yang memandang
manajemen/pemilik proses bisnis sebagai lini pertahanan pertama, unit kepatuhan
internal sebagai lini pertahanan kedua, dan Itjen sebagai lini pertahanan ketiga;
c. Nawa Cita (5) Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia difokuskan kepada
sasaran nasional untuk Keluarga Berencana, Indonesia Pintar (Pendidikan Anak, Dasar
dan Menengah), Indonesia Sehat, Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: Perbaikan
Remunerasi (Tunjangan Kinerja) yang berdasarkan tata kelola kinerja organisasi
(performance-based pay), Penyediaan Klinik dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin.
d. Nawa Cita (8) Melakukan Revolusi Karakter Bangsa difokuskan kepada sasaran nasional
untuk pendidikan karakter, budi pekerti, watak dan kepribadian; nasionalisme dan rasa
cinta tanah air, pemahaman pluralitas, wajib belajar, budaya inovasi, budaya produksi,
lulusan perguruan tinggi yang siap kerja, pemerataan pendidikan tinggi melalui
peningkatan efektivitas affirmative policy.
Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: (i)
Penerapan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sesuai KMK 312/2011 yang meliputi:
Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan; (ii) Melakukan
transformasi Kelembagaan yang salah satu tujuannya adalah untuk “Menghargai
kontribusi pegawai berprestasi dan mengembangkan dan memberdayakan mereka
untuk memperoleh dan membangun keahlian fungsional yang vital”.
e. Nawa Cita (9) Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia,
difokuskan kepada sasaran nasional untuk Modal Sosial (Social Capital), lembaga
kebudayaan, promosi dan diplomasi kebudayaan, pemahaman ajaran agama,
kerukunan umat beragama, kaderisasi pemuda, prestasi olah raga dan kesetiakawanan
sosial.
Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: (i)
Penerapan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sesuai KMK 312/2011 yang meliputi:
Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan; (ii) Melakukan
transformasi Kelembagaan yang salah satu tujuannya adalah untuk “Memperkuat
budaya akuntabilitas berorientasi outcome”.
3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan
Untuk kurun waktu 2015-2019, kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam
transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui
peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara,
optimalisasi pengelolaan risiko pembiayan/utang dan peningkatan kualitas pengelolaan
kekayaan negara.
Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan pada tahun 2015-2019 dalam rangka
mendukung Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita), serta mendukung
pencapaian tujuan Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut:
1. Terjaganya kesinambungan fiskal.
Kondisi yang ingin dicapai dalam terjaganya kesinambungan fiskal guna mendukung
pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalah Pertama, meningkatnya tax ratio. Kedua,
terjaganya rasio utang pemerintah. Ketiga, terjaganya defisit anggaran.
58
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Adapun strategi yang dilakukan untuk menjaga kesinambungan fiskal diantaranya
adalah:
a. Optimalisasi penerimaan negara dengan menjaga iklim investasi dan keberlanjutan
usaha;
b. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang manageable;
c. Mengendalikan defisit anggaran dalam batas aman.
Strategi yang mendasar dalam menjaga kesimbungan fiskal perlu memperhatikan
dan mencermati kondisi perekonomian global, perekonomian dan kerjasama kawasan
(regional), dan kondisi perekonomian domestik serta stabilitas sektor keuangan. Kondisikondisi tersebut saling terkait dalam penyusunan kebijakan fiskal untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah. Untuk mencapai negara
berpenghasilan tinggi pada tahun 2030, perekonomian nasional dituntut tumbuh ratarata 6-8 persen pertahun. Agar berkelanjutan, pertumbuhan yang tinggi tersebut harus
bersifat inklusif serta tetap menjaga kestabilan ekonomi.
2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta
reformasi kepabeanan dan cukai.
Kondisi yang ingin dicapai dalam optimalisasi penerimaan negara dan reformasi
administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai adalah:
a. Penerimaan pajak negara yang optimal;
b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal;
c. Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik
Nasional.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka penerimaan pajak yang
optimal adalah:
a. Penguatan SDM dan kelembagaan, termasuk peningkatan jumlah SDM menjadi dua
kali lipat pada tahun 2019 yang disertai dengan upaya peningkatan kualitasnya;
b. Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi;
c. Peningkatan akses kepada data pihak ketiga, terutama perbankan;
d. Dukungan dari institusi penegak hukum guna menjamin ketaatan pembayaran pajak
(tax compliance);
e. Pembentukan Tim Intensifikasi Pajak di Direktorat Jenderal Pajak dengan melibatkan
pihak-pihak eksternal terkait seperti Bareskrim Polri dan KPK (quick wins 3 )
f. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan;
g. Pemetaan wilayah potensi penerimaan pajak hasil pemeriksaan;
h. Pembenahan sistem administrasi perpajakan;
i. Penyediaan layanan yang mudah, murah, cepat, dan akurat;
j. Peningkatan efektifitas penyuluhan, pengawasan dan penegakan hukum.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka penerimaan negara
disektor kepabeanan dan cukai yang optimal adalah:
a. Penguatan kerangka hukum (legal framework) melalui penyelesaian/penyempurnaan peraturan di bidang lalu lintas barang dan jasa;
b. Peningkatan efektivitas joint audit;
c. Peningkatan koordinasi terkait peran pemungutan pajak dalam rangka impor (PDRI);
Quick wins merupakan program aksi jangka pendek yang bersifat urgent, realistis, segera bisa dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat, dan memiliki peluang keberhasilan yang besar.
3
59
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
d. Reorganisasi dalam rangka bisnis focusing untuk meningkatkan penerimaan;
e. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana operasi serta informasi kepabeanan dan
cukai;
f. Ekstensifikasi dan intensifikasi barang kena cukai;
g. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Kepabeanan.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka peningkatan kelancaran
arus barang untuk mendukung Sistem Logistik Nasional adalah:
a. Pengembangan dan penyempurnaan sistem dan prosedur yang berbasis IT yang
meliputi profilling Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), peningkatan
implementasi pintu tunggal nasional Indonesia (Indonesia National Single Window –
INSW);
b. Persiapan operator ekonomi yang berwenang (Authorized Economic Operator–AEO)
dan pengembangan Tempat Penimbunan Sementara (TPS);
c. Penerapan Auto Gate System (AGS);
d. Penerapan Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT);
e. Penerapan Integrated Cargo Release (i-CaRe) System, dan Kawasan Pelayanan Pabean
Terpadu (KPPT);
f. Percepatan penyelesaian dokumen pelengkap pabean (dokap) untuk importir jalur
kuning dan jalur merah.
3. Pembangunan Sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Yang Handal Untuk
Optimalisasi Penerimaan Negara
Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka pembangunan sistem PNBP yang handal untuk
optimalisasi penerimaan negara adalah PNBP yang optimal.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mengoptimalkan PNBP
adalah:
a. Penyempurnaan regulasi pengelolaan PNBP;
b. Pengembangan dan penyempurnaan sistem PNBP berbasis IT;
c. Inventarisasi, intensifikasi dan/atau ekstensifikasi PNBP;
d. Memperkuat monitoring dan evaluasi PNBP;
e. Meningkatkan sinergi dan kapasitas stakeholders pengelola PNBP;
f. Optimalisasi PNBP migas dan nonmigas;
g. Optimalisasi PNBP umum dan BLU.
4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan
transfer ke daerah
Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan kualitas perencanaan
penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah adalah:
a. Perencanaan dan Pelaksanaan anggaran yang berkualitas;
b. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka Perencanaan anggaran
yang berkualitas adalah:
a. Pengurangan pendanaan bagi kegiatan yang konsumtif dalam alokasi anggaran
Kementerian/Lembaga;
b. Pencanangan program penghematan dengan pengurangan frekuensi perjalanan
dinas, rapat di luar kantor, pembatasan pembelian kendaraan dan pembangunan
gedung baru, pengurangan aktivitas seremonial, dan pengutamaan konsumsi atau
penggunaan produk dalam negeri (quick wins);
60
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
c. Merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi yang rasional
penganggarannya dan tepat sasaran;
d. Pemantapan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) untuk meningkatkan disiplin dan kepastian
fiskal;
e. Penataan remunerasi aparatur negara dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN);
f. Memprioritaskan alokasi belanja yang bersifat mandatory spending seperti anggaran
pendidikan, penyediaan dana desa dan lainnya;
g. Memprioritaskan alokasi belanja untuk mendanai isu strategis jangka menengah yang
memegang peran penting dalam pencapaian prioritas nasional seperti pembangunan
infrastruktur konektivitas, pemenuhan alutsista TNI, ketahanan pangan dan energi;
h. Peningkatan sinergi dan kapasitas stakeholders penganggaran.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka pelaksanaan anggaran
yang berkualitas adalah:
a. Penyempurnaan dan perbaikan regulasi dan kebijakan untuk memperbaiki
penyediaan dan penyaluran dana di bidang investasi, pinjaman dan kredit program
sesuai dengan program kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah dalam rangka
mendorong pertumbuhan infrastruktur dan iklim investasi pemerintah;
b. Pengelolaan kas yang efektif untuk mencapai jumlah likuiditas kas yang ideal untuk
membayar belanja pemerintah melalui neraca tunggal perbendaharaan (treasury
single account) secara penuh, pengelolaan rekening Bendahara dan perkiraan kas
(cash forecasting) yang handal, serta manajemen surplus kas yang mampu memberi
kontribusi optimal bagi penerimaan negara melalui pembentukan treasury dealing
rooms;
c. Modernisasi kontrol dan monitoring pelaksanaan anggaran dengan sistem informasi
yang terintegrasi sehingga memenuhi kaidah-kaidah international best practices;
d. Mengintegrasikan informasi keuangan K/L secara nasional, online dan real time
melalui implementasi Aplikasi SPAN dan SAKTI dengan akuntasi berbasis akrual (quick
wins);
e. Pengimplementasian monitoring dan evaluasi atas penyerapan dana dan
pengukuran-pengukuran terkait efektifitas penyerapan dana tersebut terhadap
output dan outcome yang dihasilkan dan dikaitkan dengan peningkatan kinerja
melalui mekanisme spending review;
f. Penguatan fungsi manajemen kas melalui perencanaan kas yang fully integrated
sehingga mampu untuk melakukan deposit collections timely dan properly time
disbursement yang dapat meminimalkan cash mismatch dan mampu menyediakan
anggaran untuk membiayai kegiatan pemerintah;
g. Peningkatan kualitas fungsi Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(BLU) diarahkan pada penetapan/redefinisi konsep BLU regulasi dan tata kelola; dan
peningkatan kinerja keuangan satker BLU sesuai dengan prinsip-prinsip international
best practices;
h. Peningkatan akurasi pertanggungjawaban keuangan pemerintah dengan penerapan
accrual accounting secara penuh serta meningkatkan kualitas pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran negara sesuai dengan tata kelola keuangan yang baik dan
akurat.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mewujudkan hubungan
keuangan pusat dan daerah yang adil dan transparan adalah:
61
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
a. Percepatan penyelesaian RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah (HKPD) yang merupakan revisi dari UU 33/2004;
b. Revisi PP 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN (quick wins);
c. Mempercepat pelayanan evaluasi Perda/raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (PDRD), peningkatan kualitas evaluasi Perda PDRD serta meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan PDRD;
d. Percepatan pelaksanaan pengalihan anggaran pusat ke daerah untuk fungsifungsi yang telah menjadi wewenang daerah, mengalihkan secara bertahap dana
dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
mempengaruhi pola belanja daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik;
e. Mengembangkan pendapatan daerah yang efektif dan efisien;
f. Mengembangkan sistem transfer yang meminimumkan ketimpangan horizontal dan
vertikal serta memperbaiki kualitas pelayanan;
g. Mengharmonisasikan belanja pusat dan daerah agar belanja daerah menjadi efektif
dan efisien;
h. Memperluas akses daerah terhadap sumber pembiayaan pinjaman dan diminati
oleh daerah untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur daerah dan
penyediaan pelayanan publik;
i. Menyusun pemeringkatan daerah sebagai bentuk penilaian kinerja keuangan daerah
yang terintegrasi dengan mekanisme pemberian insentif;
j. Meningkatkan efektifitas monitoring dan evaluasi dana transfer yang bersifat spesifik;
k. Meningkatkan kualitas belanja daerah dan mengembangkan keleluasaan belanja
daerah yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
pelayanan publik dasar;
l. Mempersiapkan program pengembangan aparatur pelaksana/ pengelola dana desa
untuk mendukung efektivitas pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan
program dana desa (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan PP Nomor 60 Tahun
2014).
5. Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kekayaan Negara dan Pembiayaan Anggaran
Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan
negara dan pembiayaan anggaran adalah:
a. Pengelolaan kekayaan negara yang optimal;
b. Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka terciptanya pengelolaan
kekayaan negara yang optimal adalah:
a. Penguatan regulasi melalui penyelesaian RUU di bidang pengelolaan kekayaan
negara, penilai, pengurusan piutang negara dan piutang daerah, serta lelang;
b. Pengamanan kekayaan negara melalui tertib administrasi, tertib fisik dan tertib
hukum;
c. Implementasi perencanaan kebutuhan BMN (asset planning) melalui penyusunan
Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) untuk pengadaan dan
pemeliharaan BMN;
d. Membentuk Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN) yang menyajikan
informasi terkait dengan penatausahaan aset (quick wins);
e. Mengintensifkan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN pada
Kementerian/Lembaga yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat satker;
62
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
f. Digitalisasi proses bisnis pengelolaan kekayaan negara, pengurusan piutang negara,
dan pelayanan lelang;
g. Merencanakan, menganggarkan, dan melaporkan dana investasi pemerintah yang
selektif untuk meningkatkan manfaat ekonomis dan sosial dalam rangka menunjang
kemampuan pemerintah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta
meningkatkan kualitas laporan serta alokasi investasi pemerintah yang akuntabel;
h. Mengoptimalkan hasil pengelolaan aset melalui penagihan terhadap aset kredit,
serta penjualan, pemanfaatan, dan penetapan status penggunaan aset properti.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka pembiayaan yang aman
untuk mendukung kesinambungan fiskal adalah:
a. Pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebagai fiscal buffer untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya krisis pasar SBN;
b. Optimalisasi perencanaan dan pemanfaatan pinjaman untuk kegiatan produktif
antara lain melalui penerbitan sukuk berbasis proyek;
c. Pengelolaan Surat Berharga Negara melalui pengembangan pasar SBN domestik dan
pengembangan metode penerbitan SBN valas yang lebih fleksibel;
d. Pengelolaan risiko keuangan yang terintegrasi;
e. Penggabungan lembaga keuangan penjaminan investasi dalam satu wadah untuk
membiayai kegiatan-kegiatan beresiko tinggi;
f. Penguatan peranan dan kebijakan dalam mendukung pembangunan proyek KPS
dengan penyediaan dukungan pemerintah dan diversifikasi pembiayaan infrastruktur;
g. Pengelolaan dukungan pemerintah dan sistem penjaminan terkait dengan sistem
investasi pada proyek-proyek yang berbasis KPS;
h. Implementasi manajemen kekayaan utang (Asset Liability Management – ALM) untuk
mendukung pengelolaan utang dan kas negara;
i. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan
memanfaatkan sumber utang dari luar negeri sebagai pelengkap;
j. Melakukan Pengembangan Instrumen dan Perluasan Basis Investor Utang agar
diperoleh fleksibilitas dalam memilih sumber utang yang lebih sesuai kebutuhan
dengan biaya yang minimal dan risiko terkendali;
k. Memanfaatkan fleksibilitas pembiayaan utang untuk menjamin terpenuhinya
pembiayaan APBN dengan biaya dan risiko yang optimal;
l. Memaksimalkan pemanfaatan pinjaman untuk belanja modal terutama pembangunan
Infrastruktur;
m. Melakukan Pengelolaan Utang secara aktif dalam kerangka ALM Negara;
n. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas.
6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan
Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan
dan cukai serta perbatasan adalah optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung
fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mewujudkan optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management adalah:
a. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya
di Indonesia khususnya dan internasional pada umumnya di bidang pengawasan
maritim dipandang dari aspek kepabeanan;
63
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
b. Memperbaiki praktek manajemen pengawasan perbatasan dan kerjasama operasional
dengan stakeholders lainnya;
c. Memperbaiki kerjasama operasional pengawasan barang di perbatasan dengan
stakeholders lainnya, khususnya karantina kesehatan dan barang;
d. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi kepabeanan berdasarkan Border Trade
Agreement (BTA) yang mengatur perdagangan perbatasan (tradisional) bagi
penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan (pelintas batas) baik di darat maupun
di laut;
e. Mendirikan kawasan Pabean dengan layout sesuai standar kepabeanan internasional
di entry point di perbatasan;
f. Mengembangkan Pos Lintas Batas Negara Terpadu dalam kerangka kawasan pabean
yang di dalamnya juga disediakan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) bagi
pengawasan dan pelayanan kepabeanan di bidang ekspor dan impor;
g. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi kepabeanan berdasarkan memperbaiki dan
melengkapi infrastruktur pengawasan di kantor perbatasan;
h. Melengkapi dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung operasi
dan pengawasan serta informasi kepabeanan dan cukai di kantor-kantor perbatasan,
seperti x-ray, anjing pelacak, listrik, dll;
i. Peningkatan kapasitas peralatan surveillance diantaranya Hi-Co Scan Container (quick
wins);
j. Memperbaiki praktik manajemen pengawasan pelintas batas, misalnya dengan
penggunaan manifes penumpang dari perusahaan bisa untuk mengidentifikasi
potensi penyelundupan oleh pelintas batas;
k. Merestrukturisasi, merevitalisasi dan meningkatkan kapasitas pengawasan laut DJBC;
l. Penyediaan teknologi pengintaian dan penginderaan laut terpadu (multi alat, multi
peran) yang berbasis di pangkalan dengan cakupan area pengawasan laut yang
memadai untuk mendukung operasional kapal patroli;
m. Penataulangan lokasi basis armada patroli laut guna mengoptimalkan operasional
pengawasan oleh kapal patroli di sektor-sektor yang memiliki potensi kerawanan
penyelundupan/ pelanggaran kepabeanan tinggi;
n. Pembangunan kapal patroli interceptor (speedboat) sebanyak 68 unit selama 5 tahun
(program lanjutan);
o. Pembangunan dermaga kapal patroli serta tempat pengisian bahan bakar untuk
kapal patroli di KPPBC yang berbatasan dengan laut guna mendukung patroli dan
operasi pengawasan laut;
p. Penyempurnaan hirarki basis armada laut dan rantai komando untuk memperbaiki
responsivitas operasional, memperbaiki jenjang karir dan remunerasi personil
perkapalan bea dan cukai, serta meningkatkan kerjasama dengan lembaga keamanan
di Indonesia dan internasional di bidang pengawasan maritim.
7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan
kelembagaan
Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan
governance, dan penguatan kelembagaan adalah:
a. Organisasi yang fit for purpose;
b. SDM yang kompetitif;
c. Sistem Informasi Manajemen yang terintegrasi;
d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian.
64
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka terciptanya Organisasi
yang fit for purpose adalah:
a. Merampingkan Corporate Center menjadi strategic function dan shared service
sementara unit eselon I memperoleh otonomi yang memadai;
b. Mengurangi span of control;
c. Melakukan restrukturisasi/penataan dan penajaman tugas dan fungsi unit kerja;
d. Mengkaji ulang tata kelola special mission;
e. Penyusunan job family dan job competency Kementerian Keuangan dalam rangka
desain pola karir yang ideal;
f. Pengembangan SOP Layanan Unggulan dan SOP Link;
g. Mewujudkan transformasi pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi melalui
pengembangan jabatan fungsional dan penataan jabatan struktural;
h. Pengembangan e-corporate services untuk mendukung sinergi organisasi;
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka SDM yang kompetitif
adalah:
a. Mengoptimalkan fungsi pengembangan pegawai guna memenuhi kebutuhan SDM
yang berkualitas;
b. Campaign rekrutmen ke perguruan tinggi/sekolah;
c. Implementasi manajemen talenta Kementerian Keuangan;
d. Pemodelan mutasi antar unit eselon I, menggunakan data Job Family, Succession Plan,
Job Person Match (JPM), dan data assessment;
e. Implementasi sistem merit dan end-to-end talent management;
f. Integrasi dan pengembangan Human Resources Information System (HRIS);
g. Integrasi pendidikan dan pelatihan yang jelas dan menyeluruh dalam konsep
corporate university dengan penguatan lembaga pendidikan kedinasan yang saat
ini ada dan penguatan fungsi perancangan, pengembangan, dan evaluasi pelatihan
untuk menjamin terjadinya link and match dengan tujuan strategik organisasi;
h. Pendidikan dan pelatihan bagi aparatur sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan
di bidang keuangan negara.
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mengintegrasikan Sistem
Informasi Manajemen:
a. Pengembangan ICT Blue Print / Integrated Strategic Plan (ISP);
b. Penyusunan Arsitektur TIK yang komprehensif selaras dengan ISP hasil Transformasi
Kelembagaan;
c. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi sesuai Core Bussiness unit
eselon I;
d. Pengembangan Sistem Informasi Pertukaran Data;
e. Pembangunan dan pengembangan Integrated Financial Management Information
System (IFMIS).
Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka peningkatan kepercayaan
publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian:
a. Peningkatan efektivitas tata kelola, pengendalian intern, dan manajemen risiko di
Kementerian Keuangan;
b. Implementasi audit Teknologi Informasi dan penggunaan Teknik Audit Berbantuan
Komputer (TABK);
c. Peningkatan peran dan kerjasama dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah
(APIP) lain, termasuk pembuatan peraturan dan pedoman pengawasan;
d. Pengembangan infrastruktur dan sistem pengawasan sesuai best practices;
65
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
e. Peningkatan internalisasi Anti Korupsi, perluasan Audit Kinerja dan Investigasi, serta
optimalisasi Whistleblowing System;
f. Peningkatan kualitas pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan internal dan
eksternal;
g. Pelaksanaan Pengawasan atas pengelolaan Bagian Anggaran Bendahara Umum
Negara.
Dalam rangka menjalankan arah kebijakan dan strategi-strategi tersebut diatas,
Kementerian Keuangan memiliki sebelas program yang terdiri dari:
1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian
Keuangan;
2. Program Pengelolaan Anggaran Negara;
3. Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak;
4. Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
5. Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara;
6. Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara
dan Pelayanan Lelang;
7. Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah;
8. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
9. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian
Keuangan;
10.Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan; dan
11.Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara.
3.3
Kerangka Regulasi
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan, diusulkan
21 (dua puluh satu) Rancangan Undang-Undang yang menjadi bidang tugas Kementerian
Keuangan maupun yang terkait dengan bidang tugas Kementerian Keuangan untuk
ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2015-2019.
Rincian Rancangan Undang-Undang bidang tugas Kementerian Keuangan adalah
sebagai berikut:
1. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
2. RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai pengganti atas UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Daerah;
3. RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan;
4. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 16 Tahun 2009;
5. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea
Meterai;
6. RUU tentang Lelang;
7. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 36 Tahun 2008;
8. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 tahun 1994;
66
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
9. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2009;
10. RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah;
11. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia;
12. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
13. RUU tentang Penilai;
14. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara;
15. RUU tentang Pelaporan Keuangan.
Rincian Rancangan Undang-Undang yang terkait bidang tugas Kementerian Keuangan
adalah sebagai berikut:
16. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi);
17. RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia;
18. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun;
19 RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan;
20. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal;
21. RUU tentang Penjaminan Polis.
Urgensi pembentukan masing-masing Rancangan Undang-Undang sebagai Kerangka
Regulasi Kementerian Keuangan tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut.
1. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Urgensi Pembentukan:
a. Menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 23A Amandemen Ke-IV Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang”. Selain itu,
perlu dilakukan penyesuaian konsideran “Mengingat” dalam revisi UndangUndang Nomor 20 Tahun 1997 dengan memasukkan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai konsideran “Mengingat”;
b. Menyesuaikan dengan Paket Undang-Undang Keuangan Negara, penerimaan
hibah bukan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang harus disetor
seluruhnya ke Kas Negara pada waktunya. Penerapan pendekatan Unified Budget
dan Performance Based Budgeting, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
dalam pengelolaan Keuangan Negara, dan hak tagih kepada Negara kedaluwarsa
setelah 5 (lima) tahun;
c. Memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan Penerimaan
Negara Bukan Pajak saat ini dan mengantisipasi sistem pengelolaan Penerimaan
Negara Bukan Pajak ke depan. Pada Tahun 2007-2011 terdapat temuan
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan antara lain terdapat pungutan tanpa
dasar hukum, pungutan yang terlambat/tidak disetor ke Kas Negara, dan
penggunaan langsung Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang dikelola di luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara; dan
67
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
d. Perbaikan kebijakan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, peningkatan
pelayanan di masing-masing Kementerian/Lembaga, peningkatan potensi
Penerimaan Negara Bukan Pajak, sebagai alat kebijakan fiskal, penguatan landasan
hukum, peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
2. RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai pengganti atas UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Daerah.
Urgensi Pembentukan:
a. Sejalan dengan prinsip “money follows function”, penyempurnaan terhadap UU
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah perlu dilakukan dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan setelah
diterbitkannya UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
b. Memperbaiki kebijakan formulasi transfer ke daerah;
c. Mempertegas ketentuan mengenai sumber keuangan daerah.
3. RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan
Urgensi Pembentukan:
a. Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan
stabil dan berkelanjutan serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh
rakyat Indonesia, maka diperlukan program pembangunan ekonomi nasional yang
dilaksanakan secara komprehensif yang didukung dengan sistem keuangan yang
stabil dan tangguh. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu mekanisme
pengamanan sistem keuangan yang menjamin stabilitas sistem keuangan dan
perekonomian nasional;
b. Sebagai negara dengan sistem perekonomian terbuka, Indonesia dapat terpengaruh
langsung dengan dinamika kondisi perekonomian regional dan global. Dalam kurun
waktu 15 (lima belas) tahun terakhir, Indonesia pernah mengalami atau terimbas
rangkaian krisis keuangan yang terjadi baik di tingkat nasional, regional, maupun
global. Pengalaman Indonesia dalam menghadapi krisis regional di kawasan Asia
pada tahun 1997/1998, krisis reksadana domestik tahun 2005, dan krisis keuangan
global yang dipicu krisis US subprime mortgage tahun 2008, yang kemudian berlanjut
dengan krisis utang di negara-negara kawasan Eropa tahun 2011, telah memberikan
pelajaran berharga bahwa krisis dapat terjadi dimana dan kapan saja;
c. Pengalaman krisis keuangan terdahulu dan gejolak perekonomian global saat
ini, mendorong pemerintah untuk mempersiapkan mekanisme pencegahan dan
penanganan krisis keuangan melalui penyusunan RUU Jaring Pengaman Sistem
Keuangan, sehingga dalam hal terjadi krisis keuangan, Indonesia telah memiliki
perangkat hukum yang memadai dalam mengantisipasi ancaman krisis keuangan
global.
4. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
Urgensi Pembentukan:
a. Memperkuat basis data perpajakan yang bersumber dari pihak ketiga dalam rangka
memperkuat fungsi pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan
sebagai syarat mutlak pelaksanaan self-assessment system;
b. Mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat baik regional maupun internasional;
c. Menciptakan prosedur administrasi yang sederhana, mudah, murah/efisien;
68
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
d. Mengikuti perkembangan/kemajuan teknologi, informasi, komunikasi;
e. Meningkatkan kepatuhan sukarela Pembayar Pajak;
f. Memberikan perlindungan dan motivasi bagi aparatur pajak dalam rangka
melaksanakan tugas; dan
g. Menyempurnakan ketentuan formal perpajakan untuk mengantisipasi perubahan
Undang-Undang Perpajakan Material (Undang-Undang Pajak Penghasilan, UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UndangUndang Bea Meterai, dan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan).
5. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea
Meterai.
Urgensi Pembentukan:
a. Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 sampai dengan saat ini
(28 tahun), Undang-Undang tersebut belum pernah dilakukan perubahan;
b. Kondisi masyarakat telah mengalami banyak perubahan di bidang ekonomi, sosial,
teknologi, dan perkembangan hukum positif terkait dengan pelaksanaan UndangUndang Bea Meterai;
c. Untuk menyempurnakan sistem tarif agar lebih memberikan rasa keadilan dalam
pengenaan Bea Meterai dan disesuaikan dengan kondisi perekonomian di masyarakat;
d. Untuk mengadopsi pemungutan Bea Meterai yang lazim diterapkan di negara lain
(international best practices); dan
e. Untuk menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan peraturan perundangundangan lainnya yang terkait.
6. RUU tentang Lelang
Urgensi Pembentukan:
a. Vendu Reglement merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda tanggal 28
Februari 1908 yang dibuat khusus untuk Negara Kolonial. Secara filosofis, sosiologis,
yuridis, ketentuan lelang harus segera diganti dengan Undang-Undang Lelang yang
baru karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain
itu, sebagian besar dari pasal-pasal Vendu Reglement sudah tidak lagi mengakomodasi
perkembangan hukum, kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan keadilan, dan
kepastian hukum;
b. Lelang berkaitan dengan masyarakat luas sehingga diperlukan adanya ketentuan
yang mengikat untuk menjamin kepastian hukum seperti ketentuan mengenai hak
dan kewajiban bagi penjual dan pembeli, ketentuan mengenai pengumuman lelang,
sanksi administratif dan pidana;
c. Lelang digunakan untuk mendukung perekonomian melalui transaksi jual beli yang
sehat, transparan, kompetitif, efektif dan efisien, maka perlu diberikan landasan
hukum yang kuat dengan undang-undang, sehingga menumbuhkan kepercayaan
publik terhadap lelang;
d. Dalam Vendu Reglement belum mengakomodasi peran swasta dalam lelang, seperti
ketentuan yang mengatur mengenai Balai Lelang. Sementara itu, potensi lelang
masih sangat besar yang memerlukan peran swasta dalam mengembangkan lelang
sukarela;
e. Perlunya penegasan wewenang Pejabat Lelang sebagai Pejabat Umum, sehingga
produk hukum yang dihasilkan lebih kuat termasuk ketentuan tentang Pejabat Lelang
Negara dan Swasta sebagai penyelenggara lelang yang memberikan kontribusi untuk
Negara;
69
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
f. Untuk menuju lelang yang modern, ketentuan lelang dengan teknologi informasi
dan komunikasi perlu diatur dengan Undang-Undang, karena Vendu Reglement
tidak mengatur ketentuan lelang dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi; dan
g. Lelang merupakan sarana penjualan barang yang diamanatkan oleh berbagai
undang-undang seperti Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Perdata (KUHAP), Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang- Undang
Fidusia, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan lain-lain. Dengan demikian,
lelang akan selalu eksis dan dibutuhkan masyarakat. Untuk itu, diperlukan adanya
kejelasan terhadap hak dan kewajiban para pihak, khususnya perlindungan hukum
bagi pembeli yang beritikad baik.
7. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 36 Tahun 2008.
Urgensi Pembentukan:
a. Untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pengenaan Pajak Penghasilan; antara
lain terkait penentuan subjek dan nonsubjek, definisi istilah-istilah teknis dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap, Kantor Perwakilan Dagang
Asing serta Organisasi Internasional;
b. Untuk menyempurnakan norma guna mengakomodasi perubahan kondisi ekonomi
serta meningkatkan tax ratio;
c. Untuk mengurangi potensi adanya celah hukum atau loop hole dalam ketentuan
perpajakan;
d. Untuk memberikan kemudahan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak;
e. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pemungutan pajak;
f. Untuk mengantisipasi perkembangan transaksi-transaksi ekonomi baru yang belum
diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan saat ini;
g. Untuk memenuhi kebutuhan adanya ketentuan mengenai statutory general
anti avoidance rules dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan guna mencegah
penghindaran pajak;
h. Untuk mengantisipasi perubahan konsep penghasilan dan biaya serta sistem
pembukuan Wajib Pajak sehubungan dengan perubahan standar akuntansi yang
dikonvergensi ke International Financial Reporting Standard (IFRS); dan
i. Untuk menyempurnakan ketentuan mengenai fasilitas perpajakan guna lebih
memberikan ruang bagi pemerintah dalam menggunakan pajak sebagai instrument
fiskal dalam pengelolaan perekonomian nasional.
8. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 tahun 1994.
Urgensi Pembentukan:
a. Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya oleh Pemerintah
setelah pengalihan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan
Perkotaan kepada Pemerintah Daerah;
b. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum, ekonomi, politik, dan sosial;
c. Untuk mengharmonisasikan ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan,
perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya dengan peraturan perundangundangan yang terkait;
d. Untuk merumuskan sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor
perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya yang selaras dengan
70
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
sistem pemungutan pajak pusat lainnya yang ketentuan formalnya diatur dalam
undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan
e. Untuk menciptakan sistem pemajakan yang sederhana, mudah, dan efisien untuk
Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan
sektor lainnya.
9. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Urgensi Pembentukan:
a. Untuk mengakomodasi perkembangan ekonomi global dan teknologi informasi yang
telah menciptakan bentuk transaksi-transaksi baru seperti transaksi e-commerce dan
transaksi dengan dokumen yang memerlukan tanda tangan digital;
b. Untuk meningkatkan VAT Efficiency Ratio yang masih rendah melalui peraturan yang
tertuang di dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
c. Untuk memberikan landasan hukum yang jelas dan tegas di dalam Undang-Undang
PPN atas penyempurnaan sistem administrasi Pajak Pertambahan Nilai (Roadmap
pembenahan sistem administrasi Pajak Pertambahan Nilai); dan
d. Untuk menyinkronkan antara peraturan Pajak Pertambahan Nilai dengan undangundang lainnya.
10. RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah.
Urgensi Pembentukan:
a. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pengelolaan dan pengurusan
piutang negara dan piutang daerah yang lebih jelas dan tegas;
b. Perlunya pengamanan kekayaan negara berupa piutang negara dan piutang daerah;
c. Perlunya kepastian hukum dalam rangka pengurusan piutang negara dan piutang
daerah;
d. Perlunya langkah penyelesaian piutang negara dan piutang daerah yang efektif dan
efisien; dan
e. Ketentuan mengenai pengurusan piutang negara dan piutang daerah bersifat
khusus.
11. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia.
Urgensi Pembentukan:
a. Kemandirian operator investasi, agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif
dan efisien;
b. Terintegrasinya pengelolaan dana investasi;
c. Tidak terjadinya overlapping tugas dan fungsi antar operator investasi; dan
d. Terbentuknya operator investasi yang memiliki kejelasan dari sisi permodalan,
segmentasi investasi, governance, dan pertanggungjawaban.
12. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
Urgensi Pembentukan:
a. Kebijakan fiskal nasional menjadi landasan dalam menetapkan kebijakan Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
71
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
b. Penyempurnaan ketentuan materil dan formil Undang-Undang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah;
c. Penegasan peran Menteri Keuangan sebagai pengelola fiskal nasional;
d. Banyaknya gugatan masyarakat terhadap Undang-Undang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah ke Mahkamah Konstitusi;
e. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN terkait pasar tunggal dan basis produksi;
dan
f. Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan
Daerah, Undang-Undang bidang perpajakan, dan undang-undang terkait lainnya.
13. RUU tentang Penilai
Urgensi Pembentukan:
a. Kebutuhan kegiatan ekonomi masyarakat terhadap ketentuan mengenai profesi
Penilai;
b. Adanya ketentuan/peraturan di bidang lain yang semakin memerlukan peran Penilai;
c. Belum lengkapnya fungsi kelembagaan terkait dengan pembinaan dan pengawasan
Penilai; dan
d. Belum setaranya pengaturan hukum profesi Penilai.
14.RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara
Urgensi Pembentukan:
a. Pada saat ini, pengaturan mengenai pengelolaan kekayaan negara dikuasai masih
terpisah-pisah karena disesuaikan dengan kepentingan sektoral dan belum diatur
secara komprehensif dalam suatu undang-undang sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945;
b. Belum adanya satu neraca kekayaan negara mengakibatkan belum terdapat basis
data yang menyajikan nilai kekayaan negara dikuasai secara terkonsolidasi, sehingga
tidak ada acuan yang jelas dan pasti bagi Pemerintah dalam penentuan kebijakan
fiskal, akibatnya penerimaan negara dari pengelolaan kekayaan negara dikuasai
belum dapat berjalan secara optimal dibandingkan dengan kekayaan negara yang
diusahakan;
c. Terdapat Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang
diduduki dan/atau dalam sengketa dengan masyarakat atau pihak lain yang dapat
berpotensi lepasnya Barang Milik Negara/Daerah dari negara. Selain itu, kondisi saat
ini atas rumah negara menunjukkan bahwa jumlah rumah negara yang dimiliki oleh
negara tidak lagi sesuai dan mampu memenuhi jumlah aparatur negara yang ada,
serta timbulnya permasalahan-permasalahan berkaitan dengan rumah negara akibat
keinginan penghuni untuk memiliki rumah negara yang berdasarkan peraturan tidak
dapat dialihkan kepada penghuni, serta adanya kebijakan yang tidak seragam dalam
pelepasan rumah negara pada kementerian/lembaga;
d. Pengaturan atas pengelolaan kekayaan negara dipisahkan saat ini masih terbatas
pada penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah; dan
e. Penyusunan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara yang lingkupnya
meliputi kekayaan negara dikuasai, kekayaan negara dimiliki dan kekayaan negara
yang dipisahkan dalam satu undang-undang yang terpadu, akan menyempurnakan
sistem pengelolaan kekayaan negara sehingga dihasilkan sistem pengelolaan yang
integratif, komprehensif, transparan, dan akuntabel. Undang-undang semacam
ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan jaminan pengelolaan
72
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
kekayaan negara untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat.
15. RUU tentang Pelaporan Keuangan.
Urgensi Pembentukan:
a. Saat ini Indonesia belum memiliki database center laporan keuangan yang
komprehensif. Database center laporan keuangan ini akan bermanfaat antara lain
untuk mendukung optimalisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan dan
mendorong peningkatan investasi di Indonesia;
b. Saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang tentang pelaporan keuangan
yang sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyusunan
laporan keuangan dan meningkatkan kualitas laporan keuangan;.
c. Dasar hukum pelaporan keuangan yang ada saat ini kurang memadai, terutama yang
berkaitan dengan:
1) Kewajiban penyusunan laporan keuangan;
2) Kualifikasi penyusun laporan keuangan;
3) Standar pelaporan keuangan; dan
4) Penyusun standar pelaporan keuangan (standard setter).
d. Perlunya meningkatkan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) di
Indonesia;
e. Di banyak negara laporan keuangan diatur secara komprehensif dalam suatu undangundang; dan
f. Sejalan dengan rekomendasi World Bank dalam Report on Observance of Standards
and Codes (ROSC) 2010, yang menyatakan Indonesia perlu mempunyai UU Pelaporan
Keuangan.
16. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi).
Urgensi Pembentukan:
a. Perkembangan perekonomian nasional menunjukkan kemajuan yang semakin
signifikan, sehingga diperlukan kebijakan yang mendukung efisiensi perekonomian
untuk meningkatkan daya saing nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur
bangsa menuju masyarakat adil dan makmur sesuai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Agar kesinambungan perkembangan perekonomian nasional dapat terpelihara,
diperlukan jumlah uang rupiah yang cukup dan dalam pecahan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, serta tetap terjaganya nilai rupiah yang stabil sebagai wujud
terpeliharanya daya beli masyarakat; dan
c. Pada saat ini pecahan rupiah memiliki jumlah digit yang terlalu banyak, sehingga
untuk efisiensi transaksi perekonomian dan meningkatkan kredibilitas rupiah, perlu
menerapkan kebijakan perubahan harga mata uang melalui penyederhanaan jumlah
digit pada denominasi uang rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga, atau nilai
tukarnya.
17. RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
Urgensi Pembentukan:
a. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur wewenang Otoritas Jasa Keuangan terkait
pengaturan dan pengawasan perbankan yang selama ini menjadi wewenang
Bank Indonesia, perlu penyesuaian tugas Bank Indonesia. Sesuai Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan, sejak 1 Januari 2014 fungsi pengaturan dan pengawasan
73
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
perbankan yang selama ini dilakukan Bank Indonesia telah beralih ke Otoritas Jasa
Keuangan. Dengan telah ditetapkannya waktu peralihan fungsi ini, Pemerintah
harus menyiapkan segala aspek, termasuk aspek legal, agar amanat Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan dapat secara penuh dilaksanakan;
b. Pengaturan kembali mengenai tujuan Bank Indonesia dirasakan perlu dilakukan karena
tujuan yang saat ini diatur dalam Undang-Undang yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah dalam implementasinya menimbulkan dua pengertian dalam
penerapannya yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah sebagai nilai tukar dan juga
nilai rupiah terkait stabilitas harga atau inflasi. Sehingga walaupun terlihat hanya satu
tujuan namun pernyataan tujuan tersebut menimbulkan penafsiran ganda;
c. Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan mengatur juga tentang pembagian tugas
makroprudensial dan mikroprudensial yang juga belum diatur dalam UndangUndang Bank Indonesia. Amandemen Undang-Undang Bank Indonesia diharapkan
dapat memberikan kejelasan mengenai tugas dan wewenang Bank Indonesia
dalam stabilitas sistem keuangan. Peran dan tugas otoritas terkait diperlukan untuk
mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan nasional; dan
d. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai peran Bank Indonesia yang lebih
jelas dan tegas untuk memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat.
18. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun.
Urgensi Pembentukan:
a. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai dana pensiun yang lebih jelas dan
tegas;
b. Dinamika industri dana pensiun dan lembaga keuangan lainnya;
c. Berbagai tantangan untuk mengembangkan dana pensiun di Indonesia; dan
d. Sinkronisasi dangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.
19. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan.
Urgensi Pembentukan:
a. Ancaman krisis sektor keuangan yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas keuangan menuntut adanya
mekanisme penanganan bank gagal berdampak sistemik;
b. Mekanisme penanganan bank gagal berdampak sistemik diperlukan untuk
memastikan penanganan bank gagal dapat dilakukan secara tepat sehingga
penyelematan sistem keuangan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih efisien;
c. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang belum mengatur secara rinci
dan lengkap terkait fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam penanganan
bank gagal berdampak sistemik;
d. Pengaturan tugas, fungsi, kewenangan, dan pengawasan LPS dalam penanganan
bank gagal perlu secara khusus ditambahkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi UndangUndang.
74
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
20. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal.
Urgensi Pembentukan:
a. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pasar modal yang lebih jelas dan
tegas;
b. Kemandirian otoritas pengawas jasa keuangan, termasuk pasar modal sangat
diperlukan agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien;
c. Lemahnya struktur organisasi bursa yang berlandaskan keanggotaan;
d. Adanya kecenderungan global dalam pengelolaan Self Regulatory Organization (SRO)
menuju konsep demutualisasi lembaga bursa; dan
e. Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.
21. RUU tentang Penjaminan Polis.
Adapun Rancangan Undang-Undang yang diusulkan dalam Prolegnas tahun 2015 antara
lain:
1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian pasal 53 ayat (2)
memberikan amanat penyelenggaraan Program Penjaminan Polis yang diatur dalam
undang-undang;
2. Selanjutnya, sesuai pasal 53 ayat (4) diamanatkan bahwa Undang-Undang
Penyelenggaraan Program Penjaminan Polis dimaksud paling lambat dibentuk 3
tahun sejak UU Perasuransian diundangkan, yaitu 17 Oktober 2014;
3. Program Penjaminan Polis dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian
atau seluruh hak Pemegang Polis dan Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi;
4. Keberadaan Program Penjaminan Polis juga dimaksudkan untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian pada umumnya sehingga
diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan jasa
asuransi.
Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 06A/
DPR RI/II/2014-2015 tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019
dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2015, telah ditetapkan RUU yang diusulkan oleh
Kementerian Keuangan sebagai berikut:
1. Sebanyak 20 (dua puluh) Rancangan Undang-Undang bidang tugas Kementerian
Keuangan maupun yang terkait dengan bidang tugas Kementerian Keuangan untuk
ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2015-2019,
dimana RUU tentang Pelaporan Keuangan tidak dapat diakomodir oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Namun demikian, mengingat RUU tentang
Pelaporan Keuangan dianggap penting untuk meningkatkan penerapan prinsip
Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia, maka Kementerian Keuangan akan
mengusulkan kembali dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun
2015-2019 melalui mekanisme pengajuan izin prakarsa kepada Presiden.
2. Dari 20 (dua puluh) Rancangan Undang-Undang bidang tugas Kementerian
Keuangan maupun yang terkait dengan bidang tugas Kementerian Keuangan,
terdapat 4 (empat) RUU usulan Kementerian Keuangan yang ditetapkan sebagai RUU
Prioritas Program Legislasi Nasional Prakarsa Pemerintah Tahun 2015, yaitu:
a. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
b. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah;
c. RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan; dan
75
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
d. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 16 Tahun 2009.
Namun demikian, mengingat urgensi RUU tentang Bea Meterai sangat diperlukan
dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan
nasional secara mandiri tahun 2016 untuk menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera,
Kementerian Keuangan akan mengajukan izin penyusunan RUU tentang Bea Meterai
kepada Presiden agar RUU tentang Bea Meterai tersebut dapat dimasukkan ke dalam
tambahan daftar RUU Prioritas Program Legislasi Nasional Prakarsa Pemerintah Tahun
2015. Selanjutnya Kementerian Keuangan juga mengusulkan kepada Presiden agar RUU
tentang Bea Meterai dapat dipercepat pembahasannya sehingga dapat diselesaikan
pada tahun 2015.
Rincian regulasi yang diperlukan oleh Kementerian Keuangan tertuang dalam matriks
Kerangka Regulasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
3.4
Kerangka Kelembagaan
Dalam rangka mencapai visi, misi, dan strategi Kementerian Keuangan sebagaimana
telah dijabarkan pada bab sebelumnya, Kementerian Keuangan harus didukung oleh
perangkat organisasi, proses bisnis/tata laksana, dan sumber daya aparatur yang mampu
melaksanakan tugas yang dibebankan kepada Kementerian Keuangan secara efektif
dan efisien baik di tingkat Kantor Pusat maupun di tingkat wilayah. Untuk itu kegiatan
pengembangan dan penataan kelembagaan yang meliputi organisasi dan proses bisnis/
tata laksana, serta pengelolaan sumber daya aparatur mutlak dilaksanakan secara efektif,
intensif, dan berkesinambungan.
Dalam melakukan penataan kelembagaan dan pengelolaan sumber daya manusia,
Kementerian Keuangan berpedoman kepada KMK Nomor 36/KMK.01/2014 Tentang
Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025
yang merupakan kelanjutan dan perbaikan dari Reformasi Birokrasi yang sudah dimulai
sejak tahun 2007. Dalam cetak biru ini dijelaskan visi baru Kementerian Keuangan yang
akan diperjuangkan untuk diwujudkan di masa mendatang dan perubahan kelembagaan
yang dibutuhkan. Hal ini tercermin melalui 5 (lima) tema transformasi yang menjadi
dasar pembangunan keseluruhan transformasi kelembagaan yaitu:
1. Memperkuat budaya akuntabilitas berorientasi outcome;
2. Merevisi model operasional, merampingkan proses bisnis, dan mempercepat
digitalisasi pada skala besar;
3. Membuat struktur organisasi yang lebih “fit-for-purpose” dan efektif;
4. Menghargai kontribusi pegawai berprestasi dengan mengembangkan dan
memberdayakan mereka untuk memperoleh dan membangun keahlian fungsional
yang vital;
5. Menjadi lebih proaktif dalam memengaruhi stakeholders untuk menghasilkan
terobosan nasional.
Perjalanan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan akan diimplementasikan
melalui 3 (tiga) tahapan transformasi sepanjang 2013-2025, yaitu (i) Jangka Pendek
(2013-2014), (ii) Jangka Menengah (2015-2019), dan (iii) Jangka Panjang (2020-2025).
Tahap pertama tahun 2013-2014 telah dilalui. Selanjutnya arah perbaikan proses bisnis
dalam Rencana Strategis ini adalah mengambil tahap jangka menengah, mulai tahun
2015 sampai dengan 2019. Pada tahapan ini akan berfokus pada peningkatan skala
76
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
reformasi di seluruh Kementerian Keuangan (seluruh pegawai dan sendi customer service)
di seluruh wilayah Indonesia. Inisiatif-inisiatif transformasi yang sebelumnya dirintis pada
tahap jangka pendek dan telah dikembangkan dan disempurnakan lebih lanjut akan
diterapkan dalam skala besar. Tahap ini merupakan “kunci” terjadinya transformasi dan
akan menunjukkan awal dari keberhasilan program ini. Dalam tahapan ini, Kementerian
Keuangan juga akan menanamkan perubahan perilaku dengan memanfaatkan
serangkaian faktor keberhasilan dari tahapan jangka pendek.
Dalam rangka menjaga agar organisasi Kementerian Keuangan mampu melaksanakan
tugas dan fungsinya secara tepat, efektif, dan efisien, Kementerian Keuangan juga perlu
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan tuntutan publik. Disamping
itu, Kementerian Keuangan perlu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance) dan meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat. Untuk itu
Kementerian Keuangan memerlukan sumber daya aparatur yang tepat secara kualitas
maupun kuantitas, baik di tingkat Kantor Pusat maupun di tingkat wilayah. Untuk
merespon tuntutan tersebut perlu selalu dilakukan monitoring, evaluasi, dan penataan
di bidang organisasi dan sumber daya aparatur yang berkelanjutan.
3.4.1 Penataan Kelembagaan dan Proses Bisnis
1. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Keuangan (Existing Organization)
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Kementerian Keuangan mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan di bidang
keuangan, hal ini juga disebutkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara. Selain itu, berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara, tugas yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan merupakan salah satu
tugas yang tidak diserahkan urusannya kepada Pemerintah Daerah.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan
disebutkan bahwa tugas Kementerian Keuangan adalah menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan negara untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
Kementerian Keuangan melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran,
pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan
keuangan, dan pengelolaan pembiayaan dan risiko;
b. perumusan, penetapan, dan pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor
keuangan;
c. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan;
d. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Keuangan;
e. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan;
f. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian
Keuangan di daerah;
g. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;
h. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang
keuangan negara; dan
i. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi
di lingkungan Kementerian Keuangan
77
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
2. Struktur Organisasi Kementerian Keuangan
a. Kantor Pusat Kementerian Keuangan
Tugas dan fungsi Kementerian Keuangan menurut Perpres No. 24 Tahun 2010
tersebut juga dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
206/ PMK.01/2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi yang luas dan kompleks tersebut,
Menteri Keuangan dibantu oleh Wakil Menteri yang secara umum mempunyai
tugas untuk membantu Menteri Keuangan dalam memimpin pelaksanaan tugas
Kementerian Keuangan. Menteri Keuangan juga di dukung oleh 11 (sebelas) Unit
Eselon I sebagai berikut:
1) Sekretariat Jenderal (Setjen);
2) Direktorat Jenderal Anggaran (DJA);
3) Direktorat Jenderal Pajak (DJP);
4) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC);
5) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB);
6) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN);
7) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK);
8) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR);
9) Inspektorat Jenderal (Itjen);
10) Badan Kebijakan Fiskal (BKF);
11) Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
Masing-masing unit eselon I memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dan
spesifik. Sekretariat Jenderal sebagai unsur pembantu Pimpinan memiliki tugas
untuk melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian
dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian
Keuangan. Sedangkan masing-masing Direktorat Jenderal sebagai unsur
pelaksana memiliki tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidangnya masing-masing. Adapun Inspektorat Jenderal
mempunyai tugas untuk melaksanakan pengawasan intern di lingkungan
Kementerian Keuangan. Sedangkan BKF dan BPPK sebagai unsur pendukung
mempunyai tugas untuk melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal (BKF)
dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara (BPPK).
Di lingkungan Kementerian Keuangan juga terdapat Staf Ahli yang bertugas
untuk memberikan telaahan kepada Menteri Keuangan mengenai masalahmasalah di bidang peraturan dan penegakan hukum pajak, kepatuhan pajak,
pengawasan pajak, kebijakan penerimaan negara, pengeluaran negara, makro
ekonomi dan keuangan internasional, kebijakan dan regulasi jasa keuangan dan
pasar modal, organisasi, birokrasi, dan teknologi informasi, dan memberikan
penalaran pemecahan konsepsional atas petunjuk Menteri. Staf Ahli terdiri atas 8
(delapan) orang Staf Ahli yakni:
1) Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak;
2) Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak;
3) Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak;
4) Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara;
5) Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara;
6) Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional;
7) Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal; dan
8) Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi.
78
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
b. Organisasi yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-undangan
Dalam rangka mengemban amanat UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak, di Kementerian Keuangan terdapat Sekretariat Pengadilan Pajak (Set-PP).
Adanya Set-PP bertujuan agar proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui
Pengadilan Pajak dapat dilakukan secara adil, cepat, murah, dan sederhana
dengan pemberian pelayanan administrasi sengketa pajak yang lebih tertib,
efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Selanjutnya untuk mengemban amanat UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) serta untuk mendukung dan meningkatkan
efektivitas pelaksanaan tugas Komite Pengawas Perpajakan, berdasarkan PMK
Nomor 133/ PMK.01/2010 di Kementerian Keuangan telah dibentuk Sekretariat
Komite Pengawas Perpajakan (Setkomwasjak) yang mempunyai tugas untuk
melaksanakan pelayanan teknis dan administratif dalam rangka mendukung
pelaksanaan tugas Komwas Perpajakan yang bersifat mandiri dalam melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Instansi Perpajakan.
Selain itu, dalam rangka melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, di Kementerian Keuangan juga terdapat
Pusat Investasi Pemerintah (PIP). PIP merupakan organisasi yang menerapkan
pola pengelolaan keuangan BLU yang bersifat non struktural/non eselon dan
ditetapkan dalam PMK Nomor 135/PMK.01/2011. Berdasarkan PMK dimaksud,
PIP mempunyai tugas untuk melaksanakan kewenangan operasional dalam
pengelolaan investasi Pemerintah Pusat sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, dalam rangka
menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya
sebagai bentuk pertanggungjawaban antar generasi (intergenerational equity)
dan untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak
akibat bencana alam, telah dialokasikan Dana Penvgembangan Pendidikan
Nasional (DPPN) di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengelolaan
DPPN tersebut dilakukan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang
ditetapkan dalam PMK Nomor 252/PMK.01/2011. Tugas dari LPDP adalah untuk
melaksanakan pengelolaan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional baik dana
abadi pendidikan (endowment fund) maupun dana cadangan pendidikan sesuai
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
c. Instansi Vertikal dan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Selain kantor pusat dari masing-masing unit eselon I diatas, DJP, DJBC, DJPB dan
DJKN juga memiliki instansi vertikal, yang terdiri atas kantor wilayah dan kantor
pelayanan serta unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Disamping itu, BPPK juga memiliki unit pelaksana teknis berupa Balai Pendidikan
dan Pelatihan. Sekretariat Jenderal juga memiliki UPT berupa KP TIK-BMN dan
Kantor Pengelolaan Pemulihan Data (DRC). Selain itu, dengan telah ditetapkannya
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian
Negara dan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian
Keuangan yang mengatur mengenai tugas dan fungsi beserta span of control
79
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
untuk masing-masing unit eselon I, Kementerian Keuangan juga harus segera
menindaklanjuti dengan penetapan Peraturan Menteri Keuangan mengenai
tugas dan fungsi serta susunan organisasi Kementerian Keuangan sampai dengan
unit organisasi terkecil, baik kantor pusat, instansi vertikal, maupun unit pelaksana
teknis.
Instansi vertikal pada prinsipnya merupakan ujung tombak Kementerian
Keuangan dalam melaksanakan tugas dan memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Pengaturan Instansi Vertikal Kementerian Keuangan ditetapkan
melalui Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor
22 Tahun 2006.
Adapun pengaturan Unit Pelaksana Teknis berpedoman pada Peraturan Menteri
PAN Nomor PER/18/M.PAN/11/2008.
Grafik 3.1
Struktur Organisasi Kementerian Keuangan
MENTERI KEUANGAN
WAKIL MENTERI
INSPEKTORAT JENDERAL
SEKRETARIAT JENDERAL
5 STAFF
AHLI
DIREKTORAT JENDERAL
BEA DAN CUKAI
DIREKTORAT JENDERAL
PERIMBANGAN
KEUANGAN
DIREKTORAT
JENDERAL
ANGGARAN
KPP
UPT
KANWIL/
KPU DJBC
UPT
KPPBC
PLPSE
SETKOM
WAJAK
LDPD
SET PP
PPPK
(PPAJP)
PIP
DIREKTORAT JENDERAL
KEKAYAAN NEGARA
PUS KIBC
BADAN PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN
KEUANGAN
BADAN KEBIJAKAN
FISKAL
DIREKTORAT
JENDERAL
PENGELOLAAN
PEMBIAYAAN
DAN RISIKO
KANWIL
DJPB
KANWIL
DJKN
KPPN
KPKNL
INGKAT DAERAH
KANWIL
DJP
DIREKTORAT JENDERAL
PEMBENDAHARAAN
PUSHAKA
TINGKAT PUSATT
DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK
PUSINTEK
BDK
Sumber : Biro Organta, Kementerian Keuangan
3. Arah Kebijakan Kelembagaan Kementerian Keuangan
Dari hasil diagnosa organisasi Kementerian Keuangan dalam Program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan, secara umum didapatkan sejumlah tantangan
80
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
di bidang kelembagaan yang membatasi Kementerian Keuangan dalam
menyelenggarakan kegiatan operasionalnya secara efektif dan efisien, yaitu:
a. Terbatasnya kapasitas untuk mendorong perubahan/terbatasnya kapasitas untuk
melakukan transformasi kelembagaan, yang ditandai dengan tidak adanya unit
yang secara khusus fokus pada pengendalian dan harmonisasi inisiatif-inisiatif
strategis transformasi kelembagaan yang dilakukan oleh seluruh unit eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan;
b. Terbatasnya kapasitas pengambilan keputusan yang strategis di lingkungan
Kementerian, yang antara lain ditandai dengan tersitanya waktu pimpinan
Kementerian Keuangan pada hal-hal yang bersifat administratif dan kurangnya
waktu untuk memikirkan hal yang bersifat strategis;
c. Rentang kendali yang terlampau besar di tingkat Menteri/Eselon I, khususnya
pada Sekretaris Jenderal yang membawahi 20 pejabat eselon II dengan tugas
dan fungsi yang berbeda-beda, Ditjen Pajak yang membawahi 49 pejabat eselon
II (termasuk Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Pusat Pengolahan Data dan
Dokumen Perpajakan), dan Ditjen Bea dan Cukai yang membawahi 31 pejabat
eselon II (termasuk Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Utama
Bea dan Cukai);
d. Organisasi Sekretariat Jenderal kurang fokus untuk mewujudkan adanya keahlian
strategis dan operasi sentral yang efisien. Hal ini dapat dicapai dengan berfokus
pada fungsi-fungsi inti korporat, pembagian tugas dan tanggung jawab yang
tepat ke dalam keahlian strategis dan shared-services yang efisien, dan pelibatan
stakeholders internal di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai klien utama.
Selain itu Sekretariat Jenderal juga masih membawahi unit-unit khusus di luar
8 core function seperti Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (sebelumnya Pusat
Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai), Pusat Investasi Pemerintah, Sekretariat
Pengadilan Pajak, Komite Pengawas Perpajakan, serta Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan;
e. Tersebarnya pertanggungjawaban atas fungsi-fungsi inti; proses proses tersebar
di unit organisasi yang berbeda-beda, misalnya terkait 8 core function Setjen dan
fungsi perbendaharaan yang saat ini dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan,
Ditjen Kekayaan Negara, dan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
f. Fungsi penagihan penerimaan tidak selalu berada di tempat yang sama, saat ini
terdapat 3 unit eselon I yang melaksanakan fungsi penerimaan yaitu Ditjen pajak,
Ditjen Bea dan Cukai untuk penerimaan cukai dan bea masuk/keluar, dan Ditjen
Anggaran untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak;
g. Perangkat special mission yang masih dikelola oleh beberapa bagian organisasi
yang berbeda, yaitu di Sekretariat Jenderal, Ditjen Kekayaan Negara, Ditjen
Perbendaharaan, dan Badan Kebijakan Fiskal. Special mission didefinisikan sebagai
misi-misi pembangunan yang cakupannya diluar pelaksanaan urusan keuangan
secara rutin seperti perangkat investasi, penjaminan, dan pembiayaan;
h. Keberadaan kantor operasional di daerah yang melayani satker dan pemerintah
daerah terpisah-pisah menyebabkan kurang efisiennya pelayanan yang diberikan
pada stakeholders;
i. Unit eselon I tidak diberdayakan secara optimal untuk menyelenggarakan
fungsinya, khususnya yang terkait dengan fungsi-fungsi korporat.
81
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pada tahun 2015-2019 Kementerian Keuangan
dengan berpedoman pada Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian
Keuangan akan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membentuk Central Transformation Office (CTO) untuk menjalan-kan inisiatif
Transformasi Kelembagaan;
b. Merampingkan Corporate Center menjadi 2 unit terpisah (strategic function dan
shared service) agar dapat berfokus pada arahan strategis serta pengoperasian
yang efisien, sementara unit eselon I memperoleh otonomi yang memadai;
c. Mengurangi span of control pada beberapa unit eselon I (DJP dan DJBC) untuk
meningkatkan kapasitas pimpinan;
d. Melakukan restrukturisasi/penataan dan penajaman tugas dan fungsi unit
kerja dengan cara menyatukan unit-unit eselon I yang memiliki fungsi yang
sama atau melalui pembentukan unit eselon I baru yang membidangi fungsi
tertentu terutama pada unit-unit eselon I yang menangani fungsi penerimaan,
perbendaharaan, maupun pengalokasian anggaran;
e. Mengkaji ulang tata kelola special mission untuk mengelola perangkat special
mission.
Selain melakukan perubahan struktur kelembagaan di level eselon I, Kementerian
Keuangan juga berencana melakukan perubahan struktur kelembagaan pada
masing-masing unit eselon I yang disesuaikan dengan perkembangan, kebutuhan
pelaksanaan tugas, dan tuntutan stakeholders. Salah satu terobosan yang direncanakan
oleh Kementerian Keuangan adalah pembentukan Deputi Eselon I untuk membantu
pimpinan unit eselon I dalam melaksanakan tugasnya. Adapun unit yang diusulkan
mempunyai Deputi Eselon I antara lain adalah Sekretariat Jenderal dan beberapa
Ditjen teknis. Pembentukan Deputi Eselon I sekaligus sebagai span breaker dan
jawaban atas tingginya span of control pada beberapa unit eselon I. Selain itu, dalam
rangka melanjutkan program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan,
Kementerian Keuangan juga berencana untuk melanjutkan modernisasi kantor baik
pada level Kantor Pusat maupun Instansi Vertikal dan Unit Pelaksana Teknis.
Terkait optimalisasi penerimaan negara dalam rangka mewujudkan kemandirian
pembiayaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, Kementerian Keuangan
juga berencana melakukan penguatan organisasi Ditjen Pajak. Optimalisasi
penerimaan negara tidak hanya memperhatikan faktor kondisi ekonomi, tetapi juga
mensyaratkan kebijakan dan administrasi penerimaan negara yang andal. Fungsi
penerimaan negara merupakan bagian integral dari formulasi kebijakan fiskal
sehingga kajian mengenai kelembagaan institusi penerimaan negara akan sangat
terkait dengan soliditas perumusan kebijakan fiskal secara keseluruhan. Dalam hal
ini organisasi Ditjen Pajak tetap disupervisi oleh Menteri Keuangan selaku pemegang
kebijakan fiskal dengan melakukan penguatan melalui pemberian kewenangan
sesuai best practices internasional kepada Ditjen Pajak di bidang organisasi, anggaran,
SDM, dan remunerasi.
Pada prinsipnya usulan perubahan organisasi tersebut semata-mata ditujukan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas di bidang keuangan
dan kekayaan negara, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance), dan meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat yang disesuaikan
dengan kebutuhan pelaksanaan tugas, beban kerja, kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi, tuntutan stakeholders, dan perkembangan yang terjadi.
82
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Namun demikian, usulan perubahan organisasi sebagaimana tersebut di atas
merupakan inisiatif yang bersifat tentatif yang pelaksanaannya sangat bergantung
dengan perkembangan internal dan eksternal Kementerian Keuangan, perubahan
kebijakan nasional terkait tugas, fungsi dan peran Kementerian Keuangan, dan
kebijakan nasional yang digariskan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi.
3.4.2 Pengelolaan Sumber Daya Aparatur
Kebijakan utama Pengembangan Sumber Daya Aparatur secara menyeluruh diarahkan
untuk memastikan tersedianya SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi sesuai
dengan bidang tugasnya dalam rangka mendukung pencapaian tujuan Kementerian
Keuangan. Sasaran utama kebijakan ini adalah menciptakan proses rekrutmen yang
transparan dan mampu menarik talent terbaik, peningkatkan kompetensi pegawai, dan
menciptakan keterkaitan yang jelas antara kinerja, rewards, dan recognition.
1. Kondisi SDA Kementerian Keuangan saat ini
Keseluruhan jumlah SDM Kementerian Keuangan per 1 Februari 2015 adalah
70.965 orang yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok pangkat/golongan, dengan
rincian SDM golongan IV sejumlah 4.109 orang, golongan III sejumlah 38.094 orang
merupakan jumlah kelompok terbesar SDM Kementerian Keuangan yaitu 53,67
persen. Golongan II sejumlah 28.743 orang atau 40,50 persen dari keseluruhan SDM
dan golongan I sejumlah 19 orang.
SDM Kementerian Keuangan dilihat dari kelompok jabatan adalah sejumlah 13 orang
untuk pejabat eselon I, 183 orang pejabat eselon II, 1.601 orang pejabat eselon III,
8.378 orang pejabat eselon IV, 1.520 orang pejabat eselon V yang hanya terdapat di
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 5.812 orang pejabat fungsional tersebar di seluruh
unit eselon I, dan fungsional umum/pelaksana sejumlah 52.285 orang serta pegawai
dipekerjakan/diperbantukan sejumlah 1.173 orang.
Dari keseluruhan SDM Kementerian Keuangan, sejumlah 22.277 orang (31,39 persen)
adalah SDM dengan tingkat pendidikan Sarjana dan sejumlah 17.343 orang atau 24,43
persen berpendidikan Diploma III. SDM Kementerian Keuangan diperkuat dengan
lulusan S2 sejumlah 7.177 orang dan program doktoral (S3) sejumlah 106 orang.
Disamping itu, Kementerian Keuangan memiliki SDM dengan tingkat pendidikan
Diploma IV sejumlah 1.468 orang, Diploma II sejumlah 37 orang, Diploma I sejumlah
11.178 orang, dan berpendidikan SMA sejumlah 10.677 orang, lulusan SMP sejumlah
532 serta lulusan SD sejumlah 170 orang.
Ditinjau dari rentang usia, SDM Kementerian Keuangan didominasi oleh pegawai
dalam rentang usia 20 s.d. 34 tahun sejumlah 35.419 orang atau 49,91 persen.
Rentang usia ini disebut sebagai generasi Y atau Generasi Millenial. Sedangkan jika
ditinjau dari sisi gender, terdapat 53.020 orang atau 76 persen adalah pegawai pria
dan 17.945 orang pegawai wanita (24 persen).
2. Proyeksi kebutuhan SDA tahun 2015-2019
Per tanggal 1 Februari 2015, jumlah SDM keseluruhan yang memperkuat Kementerian
Keuangan adalah sejumlah 70.965 orang. Persebaran tertinggi pegawai berada
di Direktorat Jenderal Pajak (sebesar 52,68 persen) diikuti Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai (19,15 persen) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (11,84 persen).
83
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
Adapun berdasarkan data kebutuhan pegawai baru dari seluruh unit eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan tahun 2015 s.d. 2019, disusunlah roadmap
kebutuhan pegawai Kementerian Keuangan untuk 5 (lima) tahun mendatang.
Tabel 3.1
Tabel Existing Pegawai Kemenkeu Per 1 Februari 2015
No
Jumlah
Pegawai
Unit
1
Sekretariat Jenderal
3.433
2
Direktorat Jenderal Anggaran
3
Direktorat Jenderal Pajak
37.390
4
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
13.597
5
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
8.406
6
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
3.750
7
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
444
8
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
376
9
Inspektorat Jenderal
749
10
Badan Kebijakan Fiskal
11
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
915
610
1.295
Jumlah
70.965
Sumber: Biro Organta, Kementerian Keuangan
Pengajuan usul kebutuhan pegawai baru ini didasarkan kepada kebutuhan organisasi
sebagai konsekuensi dari rencana pertumbuhan organisasi ke depan, peningkatan
kinerja dan capaian target, serta perhitungan jumlah pegawai yang pensiun dari
tahun ke tahun.
Dengan mengacu pada semangat zero growth dan rencana moratorium nasional
sumber daya aparatur, permintaan kebutuhan pegawai baru Kementerian
Keuangan disusun seminimal mungkin. Namun demikian, karena adanya kebutuhan
pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, Kementerian Keuangan tetap
mengusulkan kebutuhan pegawai baru yang cukup signifikan.
Tabel 3.2
Kebutuhan Pegawai Kementerian Keuangan Tahun 2015 - 2019
No
Jumlah Pegawai
1
Existing (1 Feb)*
2
Rekrutmen**
Proyeksi/
Total
2015
2016
2017
2018
2019
70.965
78.448
85.085
91.825
97.064
102.430
7.540
7.826
8.245
7.053
7.081
37.745
t
SMK - DIII LAB
-
-
60
-
-
60
t
SMK - DIII ABK
651
-
651
-
-
1.302
t
SMK - DIII UMUM
371
222
162
141
165
1.061
t
D I STAN
5.904
5.452
5.128
1.952
1.841
20.277
84
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
No
Jumlah Pegawai
t
D III STAN
t
2015
2016
-
2017
1.914
2018
1.860
Proyeksi/
Total
2019
4.775
4.733
13.282
S1/S2
614
238
384
185
342
1.763
3
Pensiun BUP
57
1.189
1.505
1.814
1.715
6.280
4
Jumlah (31 Des)
78.448
85.085
91.825
97.064
102.430
Sumber: Biro SDM, Kementerian Keuangan
Total permintaan kebutuhan pegawai baru Kementerian Keuangan tahun 2015-2019
sebesar 37.745 orang, dengan komposisi kebutuhan signifikan ada di Direktorat
Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
Tabel 3.3
Kebutuhan Pegawai Baru Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019
No
Unit
2015
2016
2017
2018
2019
Jumlah
1
Sekretariat Jenderal
2
Direktorat Jenderal Anggaran
-
-
25
-
-
25
3
Direktorat Jenderal Pajak
5.090
5.555
5.635
5.657
5.576
27.513
4
Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai
1.951
1.367
1.906
750
950
6.924
5
Direktorat Jenderal
Perbendaharaan
49
220
210
215
205
899
6
Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara
127
325
208
229
205
1.094
7
Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan
58
8
3
3
3
75
8
Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko
41
24
12
8
3
88
9
Inspektorat Jenderal
43
71
57
29
19
219
10
Badan Kebijakan Fiskal
37
42
21
10
11
121
11
Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan
-
50
53
51
22
176
144
164
115
101
87
611
Sumber: Biro SDM, Kementerian Keuangan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperhitungkan total kebutuhan pegawai baru
pada tahun 2015-2019 sebesar 27.514 orang, sebagai upaya untuk memenuhi
coverage optimal pemeriksaan sebesar 2 persen wajib pajak (WP) orang pribadi dan
5 persen WP Badan. Dengan demikian, setiap tahunnya DJP membutuhkan pegawai
baru sebesar lebih dari 5000 orang.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) membutuhkan penambahan pegawai baru
pada tahun 2015-2019 sebesar 6.924 orang. Hal ini dikarenakan kebutuhan mendesak
DJBC untuk pengadaan pegawai anak buah kapal patroli, untuk memenuhi target
audit coverage ratio (ACR) sebesar 10 persen, dan juga untuk pengangkatan fungsional
pemeriksa Bea dan Cukai sub unsur audit.
85
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara juga membutuhkan penambahan pegawai baru
yang cukup signifikan pada tahun 2015-2019 sebesar 1.094 orang. Hal ini dikarenakan,
selain untuk mengganti pegawai yang pensiun, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) juga melaksanakan penataan organisasi yang membutuhkan penambahan
jumlah pegawai seperti penambahan fungsi kepatuhan internal di 17 Kanwil dan
70 Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di lingkungan DJKN.
Selain itu adanya agenda transformasi kelembagaan untuk mengoptimalkan fungsi
pengelolaan kekayaan negara.
3. Rencana rekrutmen dan pengembangan SDM 2015-2019
Secara umum, pengelolaan SDA Kementerian Keuangan difokuskan pada 5 (lima) isu
utama yakni:
a. Perencanaan pegawai strategis terstandar yang mengoptimalkan pemenuhan
kebutuhan pegawai.
Hal ini dilakukan dengan melakukan standardisasi dan pelembagaan mekanisme
perencanaan pegawai dengan melibatkan unit Eselon I dan dilanjutkan dengan
merancang proses penyempurnaan perencanaan pegawai dan perencanaan
suksesi. Tema ini ditujukan untuk memperoleh akurasi dalam prakiraan
kuantitas dan kualitas pegawai yang dibutuhkan pada tiap jenjang eselon untuk
mendukung strategi Kementerian Keuangan.
Sebagai pendukung implementasi perencanaan SDM strategis, perlu dibentuk
unit redeployment/redistribusi pegawai untuk menyeimbangkan kebutuhan
pegawai antara unit yang kelebihan pegawai dengan unit yang memerlukan
tambahan pegawai, agar pemenuhan kebutuhan pegawai melalui alokasi internal
pegawai Kementerian Keuangan lebih optimal pada seluruh unit eselon I.
b. Terobosan dalam upaya perekrutan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan
Kementerian Keuangan.
Bersama dengan KemenPAN-RB, Kementerian Keuangan membuat rintisan
rekrutmen secara Government Goes to Campus yang dikendalikan oleh unit eselon
I dengan proposisi nilai yang diperbarui dan dilaksanakan untuk memastikan
bahwa Kementerian Keuangan di masa depan akan mampu untuk bersaing
dalam ‘perebutan’ talent untuk menjadi salah satu penyedia lapangan kerja
terbaik bagi mahasiswa/talent berprestasi. Kementerian Keuangan juga perlu
memastikan terisinya jabatan fungsional strategis oleh pegawai berpengalaman
dengan keahlian dan kapabilitas khusus tertentu.
Tindakan utama yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah
dengan menetapkan program rekrutmen internal/eksternal untuk mengisi
jabatan fungsional strategis, menetapkan attracting program, menetapkan
program seleksi melalui open-bidding, dan mendesain induction program untuk
pro-hires.
c. Sistem berorientasi outcome dengan kaitan yang jelas antara kinerja
perorangan dengan rewards dan konsekuensi.
Kementerian Keuangan melembagakan mekanisme penilaian kinerja end-to
end yang menyertakan manajemen rewards dan konsekuensi. Untuk itu perlu
dirancang dialog kinerja dan katalog rewards dan konsekuensi sedemikian rupa
guna memastikan keterkaitan antara kinerja perorangan dengan rewards dan
86
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
konsekuensi yang akan diperoleh. Tindakan utama yang dilaksanakan untuk
mencapai tujuan tersebut adalah dengan melembagakan desain dan penerapan
dialog kinerja individu dan mendesain proposisi rewards dan recognition bagi
pegawai Kementerian Keuangan berprestasi.
Penyelarasan kinerja dan reward dilengkapi dengan kegiatan meninjau dan
menyempurnakan desain skema benefit untuk unit-unit operasional utama
dengan kebutuhan khusus.
d. Membangun pipeline pimpinan yang komprehensif bagi Kementerian
Keuangan untuk menduduki peran dan jabatan strategis.
Tujuan inisiatif ini adalah untuk mendesain dan mengembangkan program
talent pool untuk mewujudkan sepenuhnya potensi yang dimiliki talent di dalam
Kementerian Keuangan untuk mengisi jabatan strategis dalam Kementerian
Keuangan. Tindakan utamanya adalah dengan memfinalisasi konsep manajemen
talenta yang disempurnakan (identifikasi talent, program pengembangan talent,
sistem retensi talent, sistem pengawasan), menentukan dan menetapkan jabatan
strategis, dan menerapkan program percontohan talent pool.
Disamping mempersiapkan SDM dengan kinerja, kompetensi, dan kapabilitas
tinggi, diperlukan pula penetapan jenjang karier untuk jabatan strategis (middle
management dan spesialis fungsional berkinerja tinggi) – Jenjang karier yang
jelas dan selaras bagi tiap pegawai secara perorangan melalui penyusunan
rencana karier perorangan dan pengembangan untuk mengisi jabatan strategis.
e. Dianggap sebagai mitra strategis melalui fokus pada kegiatan-kegiatan
strategis yang bernilai tambah
Rencana transisi menuju organisasi SDM terintegrasi, dengan pemberdayaan unit
Eselon I, memastikan Kementerian Keuangan memiliki struktur SDM, proses, serta
kapabilitas yang diperlukan untuk mendukung strategi Kementerian Keuangan.
Tindakan utama yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah
dengan memfinalisasi peran SDM sentral sebagai arsitek strategis, mendesain
ulang struktur organisasi SDM agar sesuai dengan peran yang ditentukan,
menetapkan dan menyempurnakan proses SDM prioritas serta penunjukan
peran yang jelas antara SDM sentral dan di unit eselon I, menciptakan sistem
tata kelola SDM, dan menetapkan HRIS yang terintegrasi. Pengembangan dan
pelembagaan HRIS menjadi katalis dalam pengintegrasian seluruh kegiatan
transaksional SDM.
4. Kebijakan-kebijakan umum pengembangan SDA termasuk implikasi
diundangkannya UU Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dampak dengan adanya UU Aparatur Sipil Negara, diantaranya adalah tidak menutup
kemungkinan bermunculan jabatan-jabatan fungsional baru dan akan digunakan
di dalam maupun di luar lingkungan Kementerian Keuangan, diantaranya jabatan
fungsional para Pengurus/Pengelola Barang Milik Negara (BMN).
Prinsip UU ASN adalah diberlakukannya merit system. Merit system merupakan
kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras,
warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi
kecacatan.
87
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
Implementasi Merit System yang dilaksanakan Kementerian Keuangan adalah
sebagai berikut:
a. Seleksi dan promosi secara adil dan kompetitif;
b. Menerapkan sistem fairness;
c. Penggajian, reward and punishment berbasis kinerja;
d. Standar integritas dan perilaku untuk kepentingan publik;
e. Manajemen SDM secara efektif dan efisien; dan
f. Melindungi pegawai dari intervensi politik dan dari tindakan semena-mena.
Proses internalisasi merit system dimulai dengan proses pengelolaan kinerja
agar dapat dilaksanakan pemetaan pegawai berdasarkan kinerja secara baik.
Kemudian dalam prosesnya merit system akan diinternalisasikan dalam proses
end-to-end talent management sebagaimana dipaparkan dalam 5 (lima) tema
strategi pengelolaan SDM.
Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang ASN mengamanatkan bahwa setiap
aparatur sipil negara berhak mendapatkan pengembangan kompetensi. Terkait
dengan hal ini maka yang menjadi perhatian adalah:
a. Adanya link-and-match antara pendidikan dan pelatihan dengan kinerja
pegawai dan pencapaian tujuan strategis organisasi;
b. Pemerataan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur sipil negara;
Hal ini bisa dilaksanakan dengan hal-hal berikut:
t 1FOEJEJLBO EBO QFMBUJIBO ZBOH øFLTJCFM NFNFOVIJ LFCVUVIBO VOJU
pengguna.
t 1FOZFEJBBO expertise service di bidang pengelolaan dan pengembangan
human capital, dengan fokus monitoring kinerja pegawai pasca diklat
terutama untuk program-program pembelajaran dan pengembangan
strategis (strategic learning and development).
c. Sertifikasi profesi yang dapat dilaksanakan dengan kebijakan kegiatan sebagai
berikut:
t 1FOZFEJBBO MBZBOBO EJLMBU ZBOH EJBSBILBO VOUVL QFOJOHLBUBO
profesionalitas kebutuhan kompetensi masa depan di bidang keuangan
negara baik untuk SDM Kementerian Keuangan maupun untuk SDM
lembaga-lembaga mitra kerja Kementerian Keuangan.
t 1FOZFEJBBO quality assurance melalui sertifikasi kompetensi profesi/
jabatan dan standardisasi.
3.4.3 Manajemen Perubahan (Change Management)
Agar implementasi Transformasi Kelembagaan dapat berjalan dengan baik perlu
disusun roadmap untuk menjaga keseimbangan antara pengelolaan inisiatif bisnis
inti dan pengelolaan dinamika organisasi dalam membangun struktur kelembagaan
yang diinginkan. Untuk itu Manajemen Perubahan sangat penting dalam memastikan
bahwa semua stakeholders, baik internal maupun eksternal, terlibat dan mendukung
tercapainya Struktur Kelembagaan Kementerian Keuangan yang ramping dan fokus
pada tugas dan fungsinya.
Keberhasilan pengelolaan perubahan tersebut secara teori terdapat 10 kunci
sukses manajemen perubahan yang dapat diterjemahkan untuk implementasi di
Kementerian Keuangan, sebagai berikut.
88
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Tabel 3.4
Kunci Sukses Manajemen Perubahan
No
10 Kunci Sukses
Manajemen Perubahan
Implementasi di
Kementerian Keuangan
Lakukan pendekatan yang terstruktur
Inisiatif transformasi strategis dan model
operasional
2
Ciptakan kosa kata dan metode
pengukuran yang sama
Survei Organization Health Index, Survei
Kepuasan Pegawai
3
Selaraskan tim kepemimpinan
4
Libatkan semua pimpinan perubahan,
baik formal dan informal
5
Ubah pola pikir untuk mengubah pola
perilaku
6
Komunikasikan dan selalu tekankan
“kisah perubahan” yang memberikan
inspirasi
7
Bangun dukungan dari semua pihak
untuk perubahan dan reformasi
utama yang dibutuhkan
8
Kembangkan kemampuan dan
kapabilitas selama perjalanan
perubahan
SDM: pembangunan kapabilitas,
pengembangan “talent pool” dan mini-lab
9
Tautkan dampak perubahan ke dalam
sistem akuntabilitas dan sistem
anggaran secara formal
Penyelarasan IKU dan Manajemen Kinerja
10
Terapkan tata kelola program
transformasi untuk mempercepat
perubahan
1
Manajemen stakeholders dan
komunikasi
Transformation Office/ PMO
Aksi utama dalam mengawal tercapainya kerangka kelembagaan ditekankan pada
kegiatan membangun komunikasi, baik yang sifatnya internal maupun eksternal.
Komunikasi internal dilakukan dengan:
a. Menyebarluaskan kisah untuk perubahan dan mengilhami semua orang di semua
level mengambil tindakan;
b. Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk membuat dan memiliki kisah
perubahan versi mereka guna memastikan dukungan mereka;
c. Memastikan semua pegawai kementerian memahami apa yang harus mereka
lakukan secara berbeda dan bersedia melaksanakannya; dan
d. Membangun kepercayaan diri dan mengubah para pegawai menjadi pendukung
perubahan dalam masyarakat yang lebih luas.
Adapun komunikasi eksternal adalah untuk memperkuat dukungan dalam rangka
implementasi inisiatif strategis demi tercapainya organisasi Kementerian Keuangan
yang ramping. Hal dimaksudkan untuk:
89
BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan
a. Mendapat dukungan dari semua pihak yang berkepentingan dan masyarakat
untuk program Transformasi Kementerian Keuangan;
b. Memastikan adanya komitmen dari Kementerian dan Lembaga terkait (misalnya:
Bappenas, KemenPAN-RB, dan DPR) untuk mendukung inisiatif dan perubahan
proses bisnis utama;
c. Membangun komunikasi dengan pemberi opini, termasuk media, perbankan
dan analis keuangan, pemimpin bisnis senior untuk memperoleh masukan dan
bimbingan atas masalah-masalah yang penting bagi mereka, dan meningkatkan
kepuasan Kementerian Keuangan; dan
d. Memberikan dukungan kepada pemerintah, pihak bisnis, dan masyarakat umum
untuk berbagi manfaat dari transformasi ini untuk Indonesia, dan menyoroti hasil
dan outcome dari pelaksanaan proses transformasi.
90
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
91
BAB IV | Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
92
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
BAB IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
4.1
Target Kinerja
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Keuangan, serta mendukung
tercapainya kebijakan pada level nasional, Kementerian Keuangan menetapkan 7 (tujuh)
tujuan dan telah dilengkapi dengan 16 (enam belas) sasaran strategis, yang merupakan
kondisi yang ingin dicapai secara nyata oleh Kementerian Keuangan dan mencerminkan
pengaruh atas ditimbulkannya hasil (outcome) dari satu atau beberapa Program. Adapun
untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaiannya, setiap sasaran strategis dan
Program diukur dengan menggunakan Indikator Kinerja Sasaran Strategis dan Indikator
Kinerja Program.
Tabel 4.1
Tujuan, Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja
Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019
No.
1.
2.
93
Tujuan/
Sasaran
Strategis
Target
Indikator Kinerja
2015
2016
2017
2018
2019
UIC
Terjaganya kesinambungan fiskal
Meningkatnya
tax ratio
Rasio penerimaan
pajak terhadap
PDB
12%
(Arti
Luas)
13%
(Arti
Luas)
14%
(Arti
Luas)
15%
(Arti
Luas)
16%
(Arti
Luas)
DJP, DJBC,
DJA dan
BKF
(Kebijakan)
Terjaganya rasio
utang
pemerintah
Rasio utang
terhadap PDB
25%
24%
23%
22%
21%
DJPPR, dan
BKF
(Kebijakan)
Terjaganya
defisit
anggaran
Rasio defisit APBN
terhadap PDB
-1,9
-1,8
-1,68
-1,48
-1,17
DJA, dan
BKF
(Kebijakan)
Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan
dan cukai
Penerimaan
pajak
negara yang
optimal
Persentase
realisasi
penerimaan pajak
terhadap target
100%
100%
100%
100%
100%
DJP
Penerimaan
negara di sektor
kepabeanan
dan cukai yang
optimal
Persentase
realisasi
penerimaan bea
dan cukai
terhadap
target
100%
100%
100%
100%
100%
DJBC
Peningkatan
kelancaran arus
barang dalam
rangka
mendukung
Sistem Logistik
Nasional
Waktu
penyelesaian
proses
kepabeanan
(customs
clearance)
1,5
hari
1,4
hari
1,3
hari
1,2
hari
1
hari
DJBC
BAB IV | Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
No.
3.
Tujuan/
Sasaran
Strategis
5.
2016
2017
2018
2019
UIC
Persentase
implementasi
Single Source
Database PNBP
5%
25%
50%
80%
100%
DJA
Perencanaan dan
Pelaksanaan
Anggaran yang
berkualitas
Akurasi
Perencanaan
APBN
95%
95%
96%
97%
98%
DJA
Persentase Kinerja
Pelaksanaan
Anggaran
Kementerian/
Lembaga
70%
75%
75%
80%
80%
DJPB
Hubungan
Keuangan Pusat
dan Daerah yang
Adil dan
Transparan.
Indeks
pemerataan
keuangan antar
daerah
0,74
0,74
0,73
0,73
0,72
DJPK
Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran
Pembiayaan
yang aman untuk
mendukung
kesinambungan
fiskal
Rasio utilisasi aset
terhadap total aset
tetap
35%
40%
44%
48%
52%
DJKN
Rasio Dana Aktif
BUMN/lembaga di
Bawah
Kementerian
Keuangan
terhadap total
ekuitas
2,23
2,29
2,66
3,04
3,44
DJKN
Persentase
pengadaan utang
sesuai kebutuhan
pembiayaan
100%
100%
100%
100%
100%
DJPPR
80%
DJBC
Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan
Optimalisasi
pengawasan
dalam rangka
mendukung
fungsi community
protection serta
melaksanakan
fungsi sebagai
border
management
7.
2015
Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah
Pengelolaan
kekayaan
negara yang
optimal
6.
Target
Pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara
PNBP yang
optimal
4.
Indikator Kinerja
Persentase tindak
lanjut temuan
pelanggaran
kepabeanan dan
cukai
80%
80%
80%
80%
Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan
94
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Tujuan/
Sasaran
Strategis
No.
Organisasi yang
fit for purpose
SDM yang
kompetitif
Indikator
Kinerja
Target
2015
2016
2017
2018
2019
UIC
Indeks kepuasan
pengguna
layanan
4,02
(skala 5)
4,07
(skala 5)
4,12
(skala 5)
4,17
(skala 5)
4,22
(skala 5)
SETJEN
Indeks kesehatan
organisasi
75
76
77
78
80
SETJEN
85%
85%
85%
SETJEN
Persentase
Pejabat yang
memenuhi
Standar
Kompetensi
Jabatan
Nilai
peningkatan
kompetensi SDM
Sistem informasi
manajemen
yang terintegrasi
Persentase
integrasi TIK
Peningkatan
kepercayaan
publik terhadap
pengelolaan
Keuangan
Kementerian
Rata-rata indeks
opini BPK RI atas
LK BA 015 dan LK
BUN
85%
85%
22
22
23
23
24
BPPK
100%
100%
100%
100%
100%
SETJEN
WTP
(skala 4)
WTP
(skala 4)
WTP
(skala 4)
WTP
(skala 4)
WTP
(skala 4)
ITJEN
Sementara itu, dalam rangka mencapai sasaran-sasaran strategis tersebut, telah
ditetapkan beberapa Program di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu sebagai
berikut:
1.
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Keuangan.
Sasaran Program (Outcome):
Tata kelola Kementerian Keuangan yang baik.
Indikator Kinerja Program:
a. Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan.
b. Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan.
c. Indeks opini BPK atas Laporan Keuangan BA 015.
d. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan (penyedia data).
2.
Program Pengelolaan Anggaran Negara.
Sasaran Program (Outcome):
Pengelolaan APBN yang berkualitas dan PNBP yang optimal.
Indikator Kinerja Program:
a. Akurasi perencanaan APBN.
b. Persentase implementasi single source database PNBP
c. Indeks kepuasan pengguna layanan.
3.
95
Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak.
Sasaran Program (Outcome):
Penerimaan pajak negara yang optimal.
BAB IV | Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
Indikator Kinerja Program:
a. Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target.
b. Tingkat kepuasan pengguna layanan DJP.
c. Indeks kepuasan pengguna layanan
d. Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak.
4.
Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan
Cukai.
Sasaran Program (Outcome):
a. Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community
protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management.
b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal dan
Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik
Nasional.
Indikator Kinerja Program:
a. Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai.
b. Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target.
c. Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance).
d. Persentase kepatuhan importir jalur prioritas kepabeanan.
e. Indeks kepuasan pengguna layanan.
5.
Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara.
Sasaran Program (Outcome):
Peningkatan kualitas pengelolaan perbendaharaan.
Indikator Kinerja Program:
a. Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga.
b. Indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal dengan opini audit yang baik.
c. Indeks kepuasan pengguna layanan.
6.
Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang
Negara dan Pelayanan Lelang.
Sasaran Program (Outcome):
Pengelolaan kekayaan negara yang optimal, penyelesaian pengurusan piutang
negara dan pelayanan lelang yang profesional.
Indikator Kinerja Program:
a. Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap.
b. Rasio dana aktif BUMN/lembaga di bawah Kementerian Keuangan terhadap
total ekuitas.
c. Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran
pembiayaan APBN.
d. Jumlah piutang negara yang dapat diselesaikan (PNDS).
e. Jumlah pokok lelang.
f.
Indeks kepuasan pengguna layanan.
7.
Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sasaran Program (Outcome):
Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan.
Indikator Kinerja Program:
a. Indeks pemerataan keuangan antar daerah.
b. Rasio PDRD tahun t-1 terhadap PDRB t-1.
c. Indeks kepuasan pengguna layanan.
96
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
8.
Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Sasaran Program (Outcome):
Pembiayaan yang aman dan Risiko yang terkendali untuk mendukung kesinambungan fiskal.
Indikator Kinerja Program:
a.
Persentase Realisasi Pengadaan Utang sesuai Kebutuhan Pembiayaan
b.
Persentase Pencapaian Tingkat Likuiditas Pasar SBN
c.
Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio Utang
d.
Tingkat Akurasi Pembayaran Kewajiban Utang
e.
Persentase Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan yang diterima/ditetapkan
Menteri Keuangan
f.
Persentase Pemenuhan Dukungan Pemerintah Proyek KPS Infrastruktur
Prioritas
g.
Indeks kepuasan pengguna layanan.
9.
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian
Keuangan.
Sasaran Program (Outcome):
Pengawasan, pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif.
Indikator Kinerja Program:
a.
Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BA BUN.
b.
Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti.
c.
Persentasi investigasi yang terbukti.
d.
Tingkat penerapan pengendalian intern.
10. Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan.
Sasaran Program (Outcome):
Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan yang berkesinambungan serta kerjasama
keuangan internasional yang optimal.
Indikator Kinerja Program:
a.
Persentase rekomendasi kebijakan yang ditetapkan dan/atau diterima
Menteri Keuangan.
b.
Deviasi Proyeksi Indikator Kebijakan Fiskal.
c.
Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro.
d.
Deviasi proyeksi APBN.
e.
Persentase usulan kebijakan Indonesia yang diadopsi dalam kerja sama
ekonomi dan keuangan internasional.
11. Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara.
Sasaran Program (Outcome):
Mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi.
Indikator Kinerja Program:
a.
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM.
b.
Persentase Jam Pelatihan terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan.
c.
Persentase lulusan diklat dari Kementerian Keuangan dengan predikat
minimal baik.
4.2
97
Kerangka Pendanaan
Upaya untuk mencapai tujuan Kementerian Keuangan dan sasaran-sasaran strategis
yang telah ditetapkan, diperlukan dukungan berbagai macam sumber daya. Dukungan
BAB IV | Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
dan prasarana yang memadai, dukungan regulasi, dan tentunya sumber pendanaan
yang cukup. Sehubungan dengan dukungan pendanaan, indikasi kebutuhan pendanaan
untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan sampai dengan
tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Indikasi Kebutuhan Pendanaan Kementerian Keuangan 2015 – 2019
No
Program
1
Indikasi Kebutuhan Pendanaan (Rp 000.000,00)
2015
2016
2017
2018
2019
Dukungan Manajemen
dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Keuangan
14.012.759,7
18.561.632,8
19.463.292,1
20.374.384,3
21.330.520,5
2
Pengelolaan Anggaran
Negara
156.441,7
167.132,1
175.488,6
184.263,1
195.318,9
3
Peningkatan dan
Pengamanan
Penerimaan Pajak
9.112.565,3
10.767.458,7
12.025.604,6
13.481.865,1
15.158.151,6
4
Pengawasan, Pelayanan,
dan Penerimaan di
Bidang Kepabeanan
dan Cukai
3.956.161,9
4.452.198,4
4.668.014,5
4.997.361,2
5.367.257,5
5
Pengelolaan
Perbendaharaan Negara
1.947.646,4
2.006.166,6
2.144.207,4
2.296.358,7
2.479.982,8
6
Pengelolaan Kekayaan
Negara, Penyelesaian
Pengurusan Piutang
Negara dan Pelayanan
Lelang
646.381,0
678.700,0
712.635,0
744.703,6
789.385,8
7
Peningkatan Kualitas
Hubungan Keuangan
Pusat dan Daerah
165.163,3
174.715,4
185.385,3
196.844,8
209.169,0
8
Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko
87.254,4
101.664,2
106.747,5
112.084,8
121.051,6
9
Pengawasan dan
Peningkatan
Akuntabilitas Aparatur
Kementerian Keuangan
110.491,6
129.899,6
130.139,0
134.848,9
140.513,7
10
Perumusan Kebijakan
Fiskal dan Sektor
Keuangan
133.511,7
356.833,2
141.558,8
393.030,5
151.612,3
11
Pendidikan dan
Pelatihan Aparatur
di Bidang Keuangan
Negara
619.543,4
798.591,0
817.691,4
831.154,7
897.647,1
30.947.920,4
38.194.992,0
40.570.764,3
43.746.899,6
46.840.610,7
Jumlah
Rincian target kinerja dan indikasi kebutuhan anggaran masing-masing program dan
kegiatan dari tahun 2015 s.d. 2019 tertuang dalam Matriks Target Kinerja dan Kerangka
Pendanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
98
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
99
BAB V | Penutup
100
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
BAB V Penutup
Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Keuangan tahun 2015-2019 merupakan penjabaran
dari visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan dalam mendukung agenda
pembangunan nasional (Nawa Cita).
Dokumen ini menjadi pedoman bagi Kementerian Keuangan dalam mewujudkan visi
Kementerian Keuangan “Menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
inklusif di abad ke-21” selama lima tahun ke depan. Dokumen ini juga menjadi acuan di dalam
penyusunan RENSTRA Unit Eselon I dan menjadi pedoman bagi Kementerian Keuangan dalam
menyusun Rencana Kerja (RENJA) tahunan.
Keberhasilan dalam mewujudkan visi Kementerian Keuangan dilaksanakan melalui 7 (tujuh)
tujuan, yaitu: (1) Terjaganya kesinambungan fiskal; (2) Optimalisasi penerimaan negara dan
reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; (3) Pembangunan
sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan
negara; (4) Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan
transfer ke daerah; (5) Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan
anggaran; (6) Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; (7)
Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan.
Pencapaian tujuan Kementerian Keuangan dilaksanakan melalui serangkaian arah kebijakan dan
strategi dengan menjunjung nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu Integritas, Profesionalisme,
Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan.
101
BAB V | Penutup
halaman ini sengaja dikosongkan
102
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
103
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
104
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
015.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
Unit Organisasi
Pelaksana
14.012.759,7
18.561.632,8
19.463.292,1
20.374.384,3
21.330.520,5
SETJEN
156.441,7
167.132,1
175.488,6
184.263,1
195.318,9
DJA
9.112.565,3
10.767.458,7
12.025.604,6
13.481.865,1
15.158.151,6
DJP
3.956.161,9
4.452.198,4
4.668.014,5
4.997.361,2
5.367.257,5
DJBC
Terwujudnya tata kelola yang baik dan kualitas
layanan dan dukungan yang tinggi pada
semua Eselon I di Kementerian Keuangan.
Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian
Keuangan
75
76
77
78
80
85%
85%
85%
85%
85%
Indeks Opini BPK atas Laporan Keuangan BA 015
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan (penyedia
data)
4,02
(skala 5)
4,07
(Skala 5)
4,12
(skala 5)
4,17
(Skala 5)
4,22
(Skala 5)
Persentase Pejabat yang memenuhi Standar
Kompetensi Jabatan
015.03.07
Progam Pengelolaan Anggaran negara
Penerimaan pajak negara yang optimal.
Akurasi perencanaan APBN
95%
95%
96%
97%
98%
Persentase implementasi single source database
PNBP
5%
25%
50%
80%
100%
3,97
(Skala 5)
4,06
(Skala 5)
4,17
(Skala 5)
4,24
(Skala 5)
4,33
(Skala 5)
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan
015.04.12
Program Peningkatan dan Pengamanan
Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak negara yang optimal.
Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap
target
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak
70%
72,50%
75%
77,50%
80%
72
(Skala
100)
72,99
(Skala
100
73,22
(Skala
100)
73,44
(Skala
100)
73,66
(Skala
100)
3,91
(skala 5)
3,93
(skala 5)
3,95
(skala 5)
3,97
(skala 5)
3,99
(skala 5)
Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan DJP
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan
015.05.13
Program Pengawasan, Pelayanan, dan
Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai
a. Optimalisasi pengawasan dalam rangka
mendukung fungsi community protection
serta melaksanakan fungsi sebagai border
management.
105
106
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran
kepabeanan dan cukai.
80%
80%
80%
80%
80%
Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai
terhadap target.
100%
100%
100%
100%
100%
Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs
clearance).
1,5 hari
1,4 hari
1,3 hari
1,2 hari
1 hari
80%
80%
80%
80%
80%
3,94
(skala 5)
4,00
(skala 5)
4,06
(skala 5)
4,12
(skala 5)
4,18
(skala 5)
2018
2019
Unit Organisasi
Pelaksana
2015
2016
2017
1.947.646,4
2.006.166,6
2.144.207,4
2.296.358,7
2.479.982,8
DJPB
646.381,0
678.700,0
712.635,0
744.703,6
789.385,8
DJKN
b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan
dan cukai yang optimal dan Peningkatan
kelancaran arus barang dalam rangka
mendukung Sistem Logistik Nasional.
Persentase kepatuhan importir jalur prioritas
kepabeanan
Indeks kepuasan pengguna layanan
015.08.09
Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara
Peningkatan kualitas pengelolaan
perbendaharaan
Persentase kinerja pelaksanaan anggaran
Kementerian/Lembaga
70%
75%
75%
80%
80%
Indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal
dengan opini audit yang baik.
3,88
3,88
3,88
3,88
3,88
4,06
(skala 5)
4,09
(skala 5)
4,12
(skala 5)
4,15
(skala 5)
4,18
(skala 5)
Indeks kepuasan pengguna layanan
015.09.10
Program Pengelolaan Kekayaan Negara,
Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan
Pelayanan Lelang
Pengelolaan kekayaan negara yang optimal,
penyelesaian pengurusan piutang negara dan
pelayanan lelang yang profesional
Ratio utilisasi aset terhadap total aset tetap.
35%
40%
44%
48%
52%
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah
Kemenkeu terhadap total ekuitas
2,23
2,29
2,66
3,04
3,44
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah
Kemenkeu terhadap total ekuitas
350 M
325 M
300 M
183 M
183 M
Jumlah Piutang Negara yang Dapat di Selesaikan
(PNDS).
350 M
349 M
348 M
347 M
346 M
Jumlah pokok lelang.
8,92 T
10,71 T
12,85 T
15,42 T
18,51 T
4,10
(skala 5)
4,16
(skala 5)
4,22
(skala 5)
4,28
(skala 5)
4,34
(skala 5)
Indeks kepuasan pengguna layanan
107
108
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
015.06.08
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Program Peningkatan Kualitas Hubungan
Keuangan Pusat dan Daerah
2015
2016
2017
2018
2019
Unit Organisasi
Pelaksana
165.163,3
174.715,4
185.385,3
196.844,8
209.169,0
DJPK
87.254,4
101.664,2
106.747,5
112.084,8
121.051,6
DJPPR
110.491,6
129.899,6
130.139,0
134.848,9
140.513,7
ITJEN
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang
Adil dan Transparan
Indeks pemerataan keuangan antar daerah
Rasio PDRD tahun t-1 terhadap PDRB t-1
Indeks kepuasan pengguna layanan
015.07.14
0,74
(Skala 1)
0,74
(Skala 1)
0,73
(Skala 1)
0,73
(Skala 1)
0,72
(skala 1)
1,7
1,75
1,8
1,9
2,0
4,10
(Skala 5)
4,16
(Skala 5)
4,22
(Skala 5)
4,28
(Skala 5)
4,34
(Skala 5)
Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Pembiayaan yang aman dan Risiko yang
terkendali untuk mendukung kesinambungan
fiskal
Persentase Realisasi Pengadaan Utang sesuai
Kebutuhan Pembiayaan
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase Pencapaian Tingkat Likuiditas Pasar
SBN
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio
Utang
100%
100%
100%
100%
100%
Tingkat Akurasi Pembayaran Kewajiban Utang
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan
yang diterima/ditetapkan Menteri Keuangan
80%
80%
80%
80%
100%
Persentase Pemenuhan Dukungan Pemerintah
Proyek KPS Infrastruktur Prioritas
80%
80%
80%
80%
80%
4,00
(skala 5)
4,02
(skala 5)
4,04
(skala 5)
4,06
(skala 5)
4,08
(skala 5)
Indeks kepuasan pengguna layanan
015.02.03
Program Pengawasan dan Peningkatan
Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan
Pengawasan, Pengendalian mutu dan
penegakan hukum yang efektif
Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan
LK BA BUN.
WTP (4)
WTP (4)
WTP (4)
WTP (4)
WTP (4)
Persentase policy recommendation hasil
pengawasan yang ditindaklanjuti
90%
90%
90%
90%
90%
Persentase Investigasi yang Terbukti
92%
92%
92%
92%
92%
2
(skala 3)
2
(skala 3)
2
(skala 3)
2
(skala 3)
2
(skala 3)
Tingkat Penerapan Pengendalian Intern
109
110
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
015.12.11
Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor
Keuangan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
Unit Organisasi
Pelaksana
133.511,7
356.833,2
141.558,8
393.030,5
151.612,3
BKF
619.543,4
798.591,0
817.691,4
831.154,7
897.647,1
BPPK
30.947.920,4
38.194.992,0
40.570.764,3
43.746.899,6
46.840.610,7
Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan yang
berkesinambungan serta kerjasama keuangan
internasional yang optimal.
Persentase rekomendasi kebijakan yang
ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan
83%
83%
83%
83%
83%
Deviasi proyeksi indikator kebijakan fiskal.
5%
-
-
-
-
Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro
-
100%
100%
100%
100%
Deviasi proyeksi APBN
-
5%
5%
5%
5%
40%
40%
40%
40%
40%
Persentase usulan kebijakan Indonesia yang
diadopsi dalam kerja sama ekonomi dan
keuangan internasional.
015.11.04
Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di
Bidang Keuangan Negara
Mengembangkan SDM yang berintegritas dan
berkompetensi tinggi.
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM.
Persentase Jam Pelatihan terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangana/ditetapkan
Menteri Keuangan
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
JUMLAH
111
22
22
23
23
24
3,50%
3,75%
4,00%
4,25%
4,50%
90%
90%
90%
90%
90%
112
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
015.01.01
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
14.012.759,7
18.561.632,8
19.463.292,1
20.374.384,3
21.330.520,5
7.226,5
10.548,7
11.076,1
11.629,9
12.327,7
6.800,8
9.683,0
10.167,1
10.675,5
11.316,0
Unit Organisasi
Pelaksana
P/QW/PL
Sekretariat Jenderal
Terwujudnya tata kelola yang baik dan kualitas
layanan dan dukungan yang tinggi pada semua
Eselon I di Kementerian Keuangan.
Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian
Keuangan
75
76
77
78
80
85%
85%
85%
85%
85%
Indeks Opini BPK atas Laporan Keuangan BA 015
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan (penyedia
data)
4,02
(skala 5)
4,07
(Skala 5)
4,12
(skala 5)
4,17
(Skala 5)
4,22
(Skala 5)
Persentase Pejabat yang memenuhi Standar
Kompetensi Jabatan
1625
Pembinaan dan Koordinasi Pemberian Bantuan
Hukum
Biro Bantuan
Hukum
Efektifitas Dalam Pelayanan dan Penyelesaian
Masalah Hukum
Persentase Putusan Perkara Perdata yang
Berkekuatan Hukum Tetap dan Hak Uji Materiil UU
yang Dimenangkan
85%
85%
85%
85%
85%
Indeks Ketepatan Waktu Penyelesaian Telaahan
Kasus Hukum
75
75
75
75
75
162,1
305,3
320,6
336,6
356,8
Indeks Ketepatan Waktu Pemberian Konsultasi
Hukum Kepada Saksi atau Ahli
75
75
75
75
75
263,6
560,4
588,4
617,8
654,9
25.705,6
32.920,7
34.566,7
36.295,0
38.472,7
25.705,6
32.920,7
34.566,7
36.295,0
38.472,7
3.425,5
4.929,3
5.175,8
5.434,6
5.760,7
3.245,9
4.504,2
4.729,4
4.965,8
5.263,8
Tingkat Kepercayaan stakeholders yang tinggi
dalam pelayanan dan penyelesaian masalah
hukum
1626
Membangun Kepercayaan dan Meningkatkan
Dukungan Publik Terhadap Kebijakan di Bidang
Keuangan Negara
Tercapainya Peningkatan
Kemenkeu di Mata Publik
Persepsi
Positif
Persentase Opini Positif Pemberitaan Kementerian
Keuangan pada Media
1627
Biro Komunikasi
dan Layanan
Informasi
80%
80%
80%
80%
80%
Pembinaan dan Koordinasi Perumusan Peraturan
Perundang-undangan
Biro Hukum
Efektifitas Dalam Penelaahan dan Perumusan
Hukum
Waktu rata-rata penyelesaian RPMK/RKMK
113
7 hari
7 hari
7 hari
7 hari
7 hari
114
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
4 hari
4 hari
4 hari
4 hari
4 hari
2015
2016
2017
2018
2019
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Tingkat Kepercayaan stakeholders yang tinggi
dalam pelayanan dan penyelesaian masalah
hukum
Waktu rata-rata pengunggahan PMK ke website
JDIH
1628
Pembinaan dan Penataan Organisasi,
Tata laksana dan Jabatan Fungsional
179,6
425,2
446,4
468,8
496,9
5.381,5
11.422,5
11.993,7
12.593,4
13.349,0
Biro Organisasi dan
Ketatalaksanaan
Mewujudkan Organisasi,Ketalaksanaan dan
Jabatan Fungsional yang Tepat, Efektif dan
Efisien Pada Semua Satuan Organisasi di
Lingkungan Kementerian Keuangan
1629
Persentase Penyelesaian Penataan/Modernisasi
Organisasi Kemenkeu
100%
100%
100%
100%
100%
1.432,9
4.874,4
5.118,1
5.374,0
5.696,5
Persentase Penyelesaian Penyusunan Proses
Bisnis Kementerian Keuangan
100%
100%
100%
100%
100%
3.382,8
5.347,3
5.614,6
5.895,4
6.249,1
Persentase pengembangan jabatan fungsional
100%
100%
100%
100%
100%
565,8
1.200,9
1.260,9
1.323,9
1.403,4
83.111,9
90.910,4
95.455,9
100.228,7
106.242,4
83111,9
90910,4
95455,9
100228,7
106242,4
8.490,7
19.793,9
20.783,6
21.822,8
23.132,1
8.490,7
19.793,9
20.783,6
21.822,8
23.132,1
25.696,0
42.926,9
45.073,3
47.326,9
50.166,6
Koordinasi Penyusunan Rencana Kerja,
Pembinaan dan Pengelolaan Anggaran
Biro Perencanaan
dan
Keuangan
Terwujudnya perencanaan dan pengelolaan
keuangan yang optimal
Indeks Opini BPK atas LK BA 015
1630
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
(4) WTP
Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan
Perlengkapan
Biro Perlengkapan
Efektifitas Layanan dan Dukungan Dalam
Pengelolaan Perlengkapan
Persentase Pengelolaan
Keuangan yang Efektif
1631
BMN
Kementerian
55%
55%
55%
55%
55%
Pembinaan dan Koordinasi Pengelolaan SDM
Biro Sumber Daya
Manusia
Efektivitas Layanan dan Dukungan di Bidang
SDM Kepegawaian, Serta Tingkat Kepercayaan
Stakeholders yang Tinggi Dalam Layanan
Kepegawaian
Persentase Jumlah Pegawai
Kebutuhan Kebutuhan
Peningkatan Kinerja
Keuangan Negara
115
dan
Baru
Kompetensi
Sesuai
SDM
90%
90%
90%
90%
90%
16.896,8
27.524,0
28.900,2
30.345,2
32.165,9
85%
85%
85%
85%
85%
8.799,2
15.403,0
16.173,1
16.981,8
18.000,7
116
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1632
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Pembinaan Administrasi dan Dukungan
Pelayanan Pelaksanaan Tugas Kantor Pusat
Kementerian
2015
2016
2017
2018
2019
12.339.139,2
15.492.777,0
16.240.993,5
16.990.970,8
17.744.102,2
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Biro Umum
Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Ketatausahaan
Biro Umum dan Kerumahtanggaan
1633
Persentase Pemeliharaan Fisik gedung dan
sarananya di lingkungan Kantor Pusat Kementerian
Keuangan
100%
100%
100%
100%
100%
12.298.618,5
15.441.797,2
16.187.464,8
16.934.765,6
17.684.524,7
Persentase Pelayanan Kebutuhan Sarana dan
Prasarana Perkantoran Sekretariat Jenderal
95%
95%
95%
95%
95%
20.959,8
29.400,8
30.870,9
32.414,4
34.359,3
Nilai Kinerja Organisasi Sekretariat Jenderal
98%
98%
98%
98%
98%
19.560,9
21.578,9
22.657,9
23.790,7
25.218,2
10.628,1
13.621,9
14.303,0
15.018,1
15.919,2
Koordinasi dan Harmonisasi Pelaksanaan
Kebijakan Menteri Keuangan
Pusat Analisis dan
Harmonisasi
Kebijakan
Efektivitas Pengelolaan Administrasi Kebijakan
dan Layanan Kesekretariatan Menteri Keuangan
Indeks Kepuasan Menteri Keuangan
76
76
76
76
76
6.861,0
6.880,0
7.224,0
7.585,2
8.040,3
88%
88%
88%
88%
88%
2.609,4
3.857,4
4.050,3
4.252,8
4.508,0
4
(Skala 6)
4
(Skala 6)
4,25
(Skala 6)
4,5
(Skala 6)
4,5
(Skala 6)
1.157,8
2.884,5
3.028,7
3.180,1
3.370,9
431.274,6
670.917,5
704.463,4
739.686,6
784.067,8
Efektivitas Pemantauan dan Evaluasi
Pelaksanaan Program dan Kegiatan Serta
Pelaksanaan Kebijakan Menteri Keuangan
Persentase penyelesaian tindak lanjut kebijakan
Menteri Keuangan Hasil Rapat Pimpinan
Efektivitas Implementasi Strategi dan Kinerja
Kementerian Keuangan
Tingkat Efektifitas Implementasi Strategi
1634
Koordinasi dan Pengembangan Sistem Informasi
dan Teknologi Keuangan
Pusat Informasi dan
Teknologi Keuangan
Efektifitas Layanan dan Dukungan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) Dalam
Pengelolaan Administrasi Keuangan dan
Kekayaan Negara
Persentase Integrasi TIK Kementerian Keuangan
100%
100%
100%
100%
100%
132.618,5
262.410,2
275.530,7
289.307,2
306.665,7
96%
96%
96%
96%
96%
298.656,1
408.507,3
428.932,7
450.379,3
477.402,1
39.787,7
41.850,5
43.943,0
46.140,1
48.908,5
Peningkatan Kepercayaan Stakeholder Dalam
Layanan TIK
Persentase Pencapaian Layanan terhadap
Ketentuan yang Disepakati pada Katalog Layanan
1635
Pengelolaan Investasi Pemerintah
Pusat Investasi
Pemerintah
Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Dana
Investasi Pemerintah
117
Jumlah Penyaluran Investasi Reguler
2.09T
2.09T
2.09T
2.09T
2.09T
31.822,3
33.494,8
35.169,5
36.928,0
39.143,7
Pencapaian target PNBP
100%
100%
100%
100%
100%
7.965,4
8.355,7
8.773,4
9.212,1
9.764,8
118
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1636
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Pembinaan Teknis dan Layanan Pengadaan
Secara Elektronik
2015
2016
2017
2018
2019
19.861,8
23.676,8
24.860,6
26.103,6
27.669,8
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Pusat Layanan
Pengadaan
Secara Elektronik
Terlaksananya Pengadaan Barang/Jasa Secara
Elektronik di Lingkungan Kementerian
Keuangan dan Instansi Pemerintah Lain
1637
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan LPSE
Kementerian Keuangan (Skala 5)
4,02
4,02
4,02
4,02
4,02
18.942,5
22.657,7
23.790,5
24.980,1
26.478,9
Persentase Penguatan Proses Pengadaan Barang/
Jasa
100%
100%
100%
100%
100%
919,3
1.019,1
1.070,1
1.123,6
1.191,0
19.741,1
28.530,6
29.957,2
31.455,0
33.342,3
Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan
Pusat Pembinaan
Profesi Keuangan
Meningkatkan Kualitas Profesi Akuntan Publik
dan Penilai Publik yang Akuntabel
Indeks Kepuasan Menteri Keuangan
4,03
4,04
4,05
4,06
4,06
10.556,9
15.562,5
16.340,6
17.157,6
18.187,1
91%
92%
93%
94%
94%
9.184,2
12.968,2
13.616,6
14.297,4
15.155,2
216.846,5
203.571,2
213.749,8
224.437,3
237.903,5
216.846,5
203.571,2
213.749,8
224.437,3
237.903,5
53.074,5
78.658,3
82.591,2
86.720,7
91.924,0
Meningkatkan Kepercayaan Stakeholders yang
Tinggi
Persentase Tindak Lanjut atas Pelanggaran oleh
Akuntan, Kantor Jasa Akuntansi, Akuntan Publik,
Kantor Akuntan Publik, Penilai Publik, Kantor Jasa
Penilai Publik, Aktuaris dan Kantor Jasa Aktuaria
terhadap Ketentuan Peraturan Perundangundangan
1638
Dukungan Pelayanan Pelaksanaan Tugas KantorKantor Vertikal di daerah yang berkantor di GKN
Gedung Keuangan
Negara UIC: Biro
Perlengkapan
Tingkat Kepercayaan yang Tinggi Dari KantorKantor Vertikal di Daerah yang Berkantor di GKN
Terhadap Layanan Pengelolaan GKN
Persentase Penyelesaian Layanan Kepada Kantorkantor Vertikal di Daerah yang Berkantor di GKN
1639
98%
98%
98%
98%
98%
Penyelesaian Sengketa Pajak
Sekretariat
Pengadilan
Pajak
Kualitas Layanan dan Dukungan yang Tinggi
Terhadap Penyelenggaraan Persidangan
Sengketa Pajak
Persentase Penyelesaian Kerangka Putusan
82%
84%
86%
88%
90%
50.536,7
77.211,1
81.071,6
85.125,2
90.232,7
30hari
30hari
30hari
30hari
30hari
2.537,8
1.447,2
1.519,6
1.595,6
1.691,3
Tingkat Kepercayaan Stakeholders yang Tinggi
Dalam Administrasi Sengketa Pajak dan Sistem
Manajemen Kasus
Waktu Rata-rata untuk Pemenuhan Administrasi
dan Pengiriman putusan ke para pihak yang
bersengketa
119
120
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
5170
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
Pelaksanaan Tugas Komite Pengawas Perpajakan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
6.828,7
9.206,9
9.667,2
10.150,6
10.759,6
6.828,7
9.206,9
9.667,2
10.150,6
10.759,6
716.539,9
1.785.369,7
1.874.638,2
1.968.370,1
2.086.472,3
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Sekretariat Komite
Pengawas
Perpajakan
Tercapainya Peningkatan Kepercayaan
Masyarakat terhadap Instansi Perpajakan
Persentase Penyelesaian Usulan Kajian dan Saran/
Rekomendasi kepada Menteri Keuangan
5171
100%
100%
100%
100%
100%
Pengelolaan Dana Pengembangan Pendidikan
Nasional (DPPN)
Lembaga Pengelola
Dana Pendidikan
Terjaminnya Keberlangsungan Pendanaan bagi
Program Pendidikan dan Tersalurkannya Dana
Cadangan Pendidikan untuk Mengantisipasi
Keperluan rehabilitasi
015.03.07
Persentase Pencapaian Target Layanan Penyaluran
Dana Pengembangan Pendidikan Nasional
100%
100%
100%
100%
100%
711.935,8
1.780.982,0
1.870.031,1
1.963.532,7
2.081.344,7
Persentase Dana Pendapatan
100%
100%
100%
100%
100%
4.604,2
4.387,7
4.607,0
4.837,4
5.127,6
156.441,7
167.132,1
175.488,6
184.263,1
195.318,9
7.458,4
7.983,0
8.382,2
8.801,3
9.329,4
7.458,4
7.983,0
8.382,2
8.801,3
9.329,4
998,1
1.238,1
1.299,9
1.364,9
1.446,9
998,1
1.238,1
1.299,9
1.364,9
1.446,9
Program Pengelolaan Anggaran Negara
Direktorat Jenderal
Anggaran
Pengelolaan APBN yang berkualitas dan PNBP
yang optimal
Akurasi perencanaan APBN
95%
95%
96%
97%
98%
Persentase implemXentasi single source database
PNBP
5%
25%
50%
80%
100%
3,97
(Skala 5)
4,06
(Skala 5)
4,17
(Skala 5)
4,24
(Skala 5)
4,33
(Skala 5)
Indeks kepuasan pengguna layanan
1649
Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
(ABPP)
Dit. Anggaran I,
Dit. Anggaran II,
dan
Dit. Anggaran III
P
Terlaksananya Kebijakan Penganggaran yang
Transparan dan Akuntabel
Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan
K/L
1650
15%
12,50%
10%
7,50%
5%
Penyusunan dan Penyampaian Laporan
Keuangan Belanja Subsisdi dan Belanja Lain-lain
(BSBL)
Dit. Anggaran III
Tersusunnya Laporan Keuangan BSBL yang
Transaparan dan Akuntabel
Persentase ketepatan waktu penyampaian
Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja
Lain-lain (BSBL) yang Lengkap
121
100%
100%
100%
100%
100%
122
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1651
Penyusunan Rancangan APBN
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
5.210,40
6.191,20
6.500,80
6.825,90
7.235,30
5.210,40
6.191,20
6.500,80
6.825,90
7.235,30
5.785,40
6.045,60
6.347,80
6.665,20
7.065,10
5.785,4
6.045,6
6.347,8
6.665,2
7.065,1
7.201,3
8.625,9
9.057,2
9.510,1
10.080,7
7.201,3
8.625,9
9.057,2
9.510,1
10.080,7
127.436,30
133.157,40
139.815,20
146.806,00
155.614,36
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Penyusunan APBN
P
Tersusunnya APBN yang Sehat, Kredibel dan
Berkelanjutan
Akurasi Perencanaan APBN
1652
95%
95%
96%
97%
98%
Pengelolaan PNBP dan Subsidi
Dit. Penerimaan
Negara Bukan Pajak
Mengoptimalkan Keuangan Negara di Bidang
PNBP Dengan Tetap Menjaga Pelayanan Kepada
Masyarakat
Persentase Penyelesaian Peraturan di bidang
PNBP dan Subsidi Energi
1653
100%
100%
100%
100%
100%
Pengembangan Sistem Penganggaran
Dit. Sistem
Penganggaran
P/QW
Terlaksananya Penerapan Sistem Penganggaran
Berorientasi Kinerja dan Penerapan MTEF
Persentase Ketepatan Waktu Penyelesaian Juknis/
Norma Penganggaran
1654
100%
100%
100%
100%
100%
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
Lainnya Direktorat Jenderal Anggaran
Sekretariat DJA
Terlaksananya Koordinasi Pelaksanaan Tugas,
Pembinaan, dan Dukungan Manajemen Dalam
Pelaksanaan Tugas DJA
5095
Persentase Penyerapan anggaran dan pencapaian
output belanja
95%
95%
95%
95%
95%
123.402,9
130.091,5
136.596,0
143.425,9
152.065,2
Persentase Jumlah Pegawai yang memenuhi
standar Jamlat
85%
85%
85%
85%
85%
4.033,4
3.065,9
3.219,2
3.380,1
3.549,2
2.351,8
3.890,9
4.085,5
4.289,7
4.547,1
2.351,8
3.890,9
4.085,5
4.289,7
4.547,1
9.112.565,3
10.767.458,7
12.025.604,6
13.481.865,1
15.158.151,6
Harmonisasi Peraturan Penganggaran
Dit. Harmonisasi
Peraturan
Penganggaran
Terlaksananya Perumusan serta Pelaksanaan
Kebijakan dan Standardisasi Teknis di Bidang
Harmonisasi Peraturan Penganggaran
Persentase persetujuan atas rekomendasi
harmonisasi peraturan/kebijakan bidang
penganggaran
015.04.12
80%
80%
80%
80%
80%
Program Peningkatan dan Pengamanan
Penerimaan Pajak
Direktorat Jenderal
Pajak
Penerimaan pajak negara yang optimal
Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap
target
123
100%
100%
100%
100%
100%
124
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Persentase Tingkat Kepatuhan Formal Wajib
Pajak
Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan DJP
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan
1655
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
70%
72,50%
75%
77,50%
80%
72
(Skala
100)
72,99
(Skala
100)
73,22
(Skala
100)
73,44
(Skala
100)
73,66
(Skala
100)
3,91
(skala 5)
3,93
(skala 5)
3,95
(skala 5)
3,97
(skala 5)
3,99
(skala 5)
Peningkatan Kualitas Pelayanan serta Efektifitas
Penyuluhan dan Kehumasan
2015
2016
2017
2018
2019
128.194,6
96.057,0
105.662,7
116.229,0
127.851,9
128.194,6
96.057,0
105.662,7
116.229,0
127.851,9
404.658,1
123.952,8
136.348,0
149.982,9
164.981,1
404.658,1
123.952,8
136.348,0
149.982,9
164.981,1
3.108,8
6.193,3
6.812,6
7.493,9
8.243,3
3.108,8
6.193,3
6.812,6
7.493,9
8.243,3
20.964,7
13.407,5
14.748,3
16.223,1
17.845,4
20.964,7
13.407,5
14.748,3
16.223,1
17.845,4
19.886,9
18.823,3
20.705,6
22.776,2
25.053,8
19.886,9
18.823,3
20.705,6
22.776,2
25.053,8
8.083,2
11.487,8
12.636,5
13.900,2
15.290,2
8.083,2
11.487,8
12.636,5
13.900,2
15.290,2
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit.Penyuluhan,
Pelayanan, dan Humas
Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan
1656
3,91
(skala 5)
3,93
(skala 5)
3,95
(skala 5)
3,97
(skala 5)
3,99
(skala 5)
Pembinaan, pemantauan, dan dukungan teknis
di bidang teknologi, komunikasi, dan informasi
perpajakan
Dit. Teknologi
Informasi
Perpajakan
Pemenuhan Layanan Publik
Tingkat kepatuhan e-filing
1657
2.000.000
SPT
7.000.000
SPT
14.000.000
SPT
18.000.000
SPT
24.000.000
SPT
Pelaksanaan Reformasi Proses Bisnis
Dit. Transformasi
Proses Bisnis
Penataan Struktur Organisasi yang Efektif
Indeks Kepuasan Stakeholders
1658
70
(Skala
100)
70
(Skala
100)
75
(Skala
100)
75
(Skala
100)
80
(Skala
100)
Peningkatan pelaksanaan ekstensifikasi
perpajakan
Dit. Ekstensifikasi dan
Penilaian
Peningkatan efektivitas pengawasan
Persentase Realisasi Penerimaan Pajak dari WP
Baru Terhadap Target Penerimaan Pajak Dari WP
Baru
1659
100%
100%
100%
100%
100%
Peningkatan kegiatan intelijen dan efektifitas
penyelidikan perpajakan
Dit. Intelijen dan
Penyidikan
Peningkatan efektivitas penegakan hukum
Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan
lengkap oleh Kejaksaan (P21)
1660
42%
50%
50%
50%
50%
Peningkatan pelayanan di bidang keberatan
dan banding
Dit. Keberatan dan
Banding
Peningkatan Efektivitas Keberatan dan
Banding
Persentase realisasi jumlah keputusan keberatan
dan non keberatan yang telah dilakukan peer
review
125
100%
100%
100%
100%
100%
126
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1661
Peningkatan, pembinaan dan pengawasan SDM,
dan pengembangan organisasi
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
23.849,4
40.188,0
44.206,8
48.627,4
53.490,2
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit.Kepatuhan Internal
dan Transformasi
Sumber Daya Aparatur
P
Organisasi Sehat yang Berkinerja Tinggi
Persentase penyelesaian penyempurnaan
organisasi
100%
100%
100%
100%
100%
435,0
858,8
944,7
1.039,1
1.143,1
82%
83%
84%
85%
86%
23.414,3
39.329,2
43.262,1
47.588,3
52.347,1
31.482,0
37.644,3
41.408,7
45.549,6
50.104,6
SDM yang Kompetitif
Persentase pejabat yang telah memenuhi standar
kompetensi jabatan
1662
Peningkatan efektifitas pemeriksaan dan
optimalisasi pelaksanaan penagihan
Dit. Pemeriksaan dan
Penagihan
Peningkatan Efektivitas Pengawasan
Persentase Audit Coverage Ratio (ACR) terhadap
target ACR
100%
100%
100%
100%
100%
24.811,4
26.960,0
29.656,0
32.621,6
35.883,8
30%
30%
35%
35%
40%
6.670,6
10.684,3
11.752,7
12.928,0
14.220,8
14.091,1
13.007,3
14.308,0
15.738,8
17.312,7
Peningkatan Efektivitas Penegakan Hukum
Persentase pencairan piutang pajak
1663
Perumusan kebijakan, standardisasi, dan
bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan
di bidang analisis dan evaluasi penerimaan
perpajakan
Dit. Potensi, Kepatuhan
dan Penerimaan
P/QW
Penerimaan Pajak Negara yang Optimal
Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap
target penerimaan pajak
100%
100%
100%
100%
100%
12.241,3
11.296,8
12.426,5
13.669,2
15.036,1
70%
72,5%
75%
77,5%
80%
1.849,7
1.710,5
1.881,5
2.069,7
2.276,6
11.764,4
15.899,2
17.489,2
19.238,1
21.161,9
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak yang Tinggi
Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak
1664
Perumusan Kebijakan di Bidang PPN, PBB, KUP,
PPSP, dan Bea Meterai
Dit. Peraturan
Perpajakan I
Peningkatan Efektifitas kerjasama antar
lembaga
1665
Persentase penyelesaian Rancangan Peraturan
Pemerintah, Rancangan Peraturan Menteri
Keuangan dan Rancangan Keputusan Menteri
Keuangan
100%
100%
100%
100%
100%
11.013,4
14.452,0
15.897,2
17.486,9
19.235,6
Persentase penyelesaian Peraturan Direktur
Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak,
dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
100%
100%
100%
100%
100%
751,0
1.447,2
1.592,0
1.751,1
1.926,3
18.806,2
19.024,0
20.926,4
23.019,0
25.320,9
Perumusan Kebijakan di Bidang PPh dan
Perjanjian Kerja Sama Perpajakan Internasional
Dit. Peraturan
Perpajakan II
Peningkatan Efektifitas kerjasama atara lembaga
127
128
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1666
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
Persentase penyelesaian Rancangan Peraturan
Pemerintah, Rancangan Peraturan Menteri
Keuangan dan Rancangan Keputusan Menteri
Keuangan
100%
100%
100%
100%
100%
11.621,0
10.834,7
11.918,2
13.110,0
14.421,0
Persentase penyelesaian Peraturan Direktur
Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak,
dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
100%
100%
100%
100%
100%
7.185,2
8.189,3
9.008,2
9.909,0
10.900,0
1.117.472,7
690.418,8
759.460,7
835.406,7
918.947,4
1.117.472,7
690.418,8
759.460,7
835.406,7
918.947,4
648.590,2
820.558,0
902.613,8
992.875,2
1.092.162,8
Perencanaan, Pengembangan, dan Evaluasi di
Bidang Teknologi, Komunikasi dan Informasi
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Transformasi
Teknologi Komunikasi
dan Informasi
Sistem Manajemen yang handal
Persentase penyelesaian pembangunan dan
pengembangan modul sistem informasi
1667
100%
100%
100%
100%
100%
Pembinaan Penyelenggaraan Perpajakan dan
Penyelesaian Keberatan di Bidang Perpajakan di
Daerah
Kantor Wilayah DJP
Kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi
1668
Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap
target penerimaan pajak
100%
100%
100%
100%
100%
606.861,4
735.405,4
808.945,9
889.840,5
978.824,5
Persentase tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak
70%
72,5%
75%
77,5%
80%
41.728,8
85.152,7
93.668,0
103.034,7
113.338,2
3.754.235,6
4.980.514,2
5.478.565,6
6.026.422,1
6.629.064,4
3.754.235,6
4.980.514,2
5.478.565,6
6.026.422,1
6.629.064,4
130.537,2
109.500,2
120.450,3
132.495,3
145.744,8
130.537,2
109.500,2
120.450,3
132.495,3
145.744,8
2.723.252,4
3.741.573,2
4.297.130,6
4.980.543,6
5.806.698,0
Pelaksanaan Penyuluhan, Pelayanan, Pengawasan
dan Konsultasi Perpajakan di Daerah
KPP dan KP2KP
Penerimaan Pajak Negara yang Optimal
Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap
target penerimaan pajak
1669
100%
100%
100%
100%
100%
Pengelolaan Data dan Dokumen Perpajakan
PPDDP, KPDDP, KPDE
Sistem Manajemen yang handal
Persentase penyelesaian pengolahan data
1670
92%
93%
94%
95%
96%
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
Lainnya DJP
Sekretariat DJP
SDM yang Kompetitif
Persentase pegawai yang memenuhi standar
jamlat
50%
55%
60%
65%
70%
14.310,0
14.890,6
16.379,6
18.017,6
19.819,4
95%
95%
95%
95%
95%
2.708.942,4t
3.726.682,7
4.280.750,9
4.962.526,0
5.786.878,6
Pelaksanaan Anggaran yang Optimal
Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian
output belanja
129
130
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
5236
Pelaksanaan Kegiatan Layanan Informasi Umum
Perpajakan dan Pengelolaan Pengaduan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
53.587,9
29.209,8
53.587,9
2017
2018
2019
32.130,8
35.343,9
38.878,3
29.209,8
32.130,8
9.909,0
35.343,9
3.956.161,9
4.452.198,4
4.668.014,5
4.997.361,2
5.367.257,5
23.435,2
29.953,4
35.713,4
34.083,4
36.810,1
23.435,2
29.953,4
35.713,4
34.083,4
36.810,1
57.159,7
92.264,4
97.264,4
108.264,4
116.925,6
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Kantor Layanan Informasi
dan Pengaduan
Peningkatan Pelayanan Prima
Persentase panggilan call center terjawab
015.05.13
82%
84%
85%
85%
85%
Program Pengawasan, Pelayanan, dan
Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai
Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai
a. Optimalisasi pengawasan dalam rangka
mendukung fungsi community protection
serta melaksanakan fungsi sebagai border
management.
b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan
dan cukai yang optimal dan Peningkatan
kelancaran arus barang dalam rangka
mendukung Sistem Logistik Nasional.
Persentase tindaklanjut temuan pelanggaran
kepabeanan dan cukai.
80%
80%
80%
80%
80%
Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai
terhadap target.
100%
100%
100%
100%
100%
1,5 hari
1,4 hari
1,3 hari
1,2 hari
1 hari
80%
80%
80%
80%
80%
3,94
(skala 5)
4,00
(skala 5)
4,06
(skala 5)
4,12
(skala 5)
4,18
(skala 5)
Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs
clearance).
Persentase kepatuhan importir jalur prioritas
kepabeanan
Indeks kepuasan pengguna layanan
1671
Peningkatan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai
di Daerah
Balai Penelitian dan
Identifikasi Barang (BPIB)
Terciptanya Pelayanan yang Efisien Kepada
Pengguna Jasa Baik Internal Maupun External
Dalam Rangka Identifikasi Barang dan
Pengklasifikasian
Persentase jumlah pengajuan yang dapat terlayani
untuk pengujian laboratoris dan identifikasi
barang
1672
75%
80%
80%
80%
80%
Pelaksanaan Audit Bidang Kepabeanan dan Cukai
Dit.Audit
Terwujudnya Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
yang Dapat Mendukung Peran DJBC Dalam
Mengamankan Hak Negara
131
Indeks penyelesaian rumusan kebijakan di bidang
audit
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
688,3
393,9
393,9
393,9
425,4
Indeks efektivitas pelaksanaan audit kepabeanan
dan cukai
4
(Skala 5)
4
(Skala 5)
4
(Skala 5)
4
(Skala 5)
4
(Skala 5)
55.468,0
90.773,0
95.773,0
106.773,0
115.314,8
132
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Persentase perencanaan dan evaluasi audit yang
tepat waktu
1673
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
85%
90%
90%
90%
90%
1.003,5
1.097,5
1.097,5
1.097,5
1.185,3
352.822,4
385.161,3
404.161,3
407.161,3
439.734,2
Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis
Bidang Cukai
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Cukai
Terwujudnya Pengendalian konsumsi dan
produksi barang kena cukai dengan tetap
mempertimbangkan aspek penerimaan
cukai serta terciptanya institusi yang dapat
memberikan pengawasan efektif dan pelayanan
terbaik
1674
Indeks penyelesaian rumusan peraturan di
bidang cukai
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
688,3
393,9
393,9
393,9
425,4
Indeks kepatuhan pengusaha BKC yang dimonitor
3.8
(Skala 5)
3.8
(Skala 5)
3.8
(Skala 5)
3.8
(Skala 5)
3.8
(Skala 5)
55.468,0
90.773,0
95.773,0
106.773,0
115.314,8
Rata-rata waktu pelayanan pengambilan pita
cukai
90 Menit
90 Menit
90 Menit
90 Menit
90 Menit
1.003,5
1.097,5
1.097,5
1.097,5
1.185,3
1.873,8
3.350,9
3.788,6
4.282,4
4.843,0
Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis
Fasilitas Kepabeanan
Dit. Fasilitas
Kepabeanan
Terciptanya Administrator di Bidang Fasilitas
Kepabeanan yang Dapat Pemberikan Dukungan
Industri, Perdagangan, dan Masyarakat Serta
Optimalisasi Pendapatan
Indeks penyelesaian rumusan peraturan di
bidang fasilitas kepabeanan
Rata-rata persentase realisasi dari janji layanan
fasilitas kepabeanan
1675
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
1.703,9
3.047,1
3.445,1
3.894,2
4.403,9
92%
92%
92%
92%
92%
169,9
303,8
343,5
388,3
439,1
176.584,5
320.565,3
332.270,5
344.832,0
358.318,5
Perumusan Kebijakan dan Pengembangan
Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai
Dit. Informasi
Kepabeanan dan Cukai
Terciptanya administrator kepabeanan dan
cukai yang dapat memberikan fasilitasi
terbaik berbasis teknologi informasi kepada
industri, perdagangan, dan masyarakat, serta
optimalisasi penerimaan
1676
Persentase penyelesaian tahapan integrasi sistem
kepabeanan dan cukai
70%
70%
70%
70%
70%
-
41.472,3
42.986,6
44.611,8
46.356,5
Persentase downtime sistem pelayanan
1%
1%
1%
1%
1%
173.624,7
276.388,7
286.480,8
297.311,2
308.939,2
Persentase pengembangan sistem aplikasi sesuai
dengan proses bisnis
85%
85%
85%
85%
85%
2.959,8
2.704,3
2.803,1
2.909,0
3.022,8
4.576,8
2.173,6
2.347,5
2.535,3
2.738,1
Perumusan Kebijakan dan Evaluasi Pelaksanaan
Kerjasama Internasional
Dit. Kepabeanan
Internasional
Terciptanya Administrator Kepabeanan dan
Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Terbaik
Kepada Industri, Perdagangan, dan Masyarakat
Serta Optimalisasi Penerimaan, Sesuai Dengan
Standar Internasional
133
134
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Indeks penyelesaian rumusan kebijakan
kerjasama internasional
Persentase partisipasi dalam rangka pembahasan
kerjasama internasional di Bidang Kepabeanan
dan Cukai
1677
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3.026,2
1.318,0
1.423,4
1.537,3
1.660,3
90%
90%
90%
90%
90%
1.550,6
855,6
924,0
997,9
1.077,8
24.923,5
99.140,3
91.591,5
92.158,8
93.851,5
Perumusan Kebijakan dan Peningkatan
Pengelolaan Penerimaan Bea dan Cukai
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Penerimaan dan Peraturan
Kepabeanan dan Cukai
Terciptanya Administrasi Penerimaan
Kepabeanan dan Cukai yang Tertib dan
Dapat Memberikan Fasilitasi Terbaik Kepada
Industri Perdagangan, dan Masyarakat Serta
Optimalisasi Penerimaan
1678
Persentase penyelesaian peraturan pelaksanaan
UU Kepabeanan dan UU Cukai
100%
100%
100%
100%
100%
7.020,3
16.756,5
15.480,7
15.576,5
15.862,6
Persentase penyelesaian piutang Bea dan Cukai
yang diselesaikan
78%
78%
78%
78%
78%
3.099,0
13.408,3
12.387,4
12.464,1
12.693,0
Persentase penanganan bantuan hukum, perkara,
dan keberatan banding
77%
77%
78%
78%
78%
3.152,3
13.127,3
12.127,7
12.202,8
12.427,0
Persentase berita negatif oleh media nasional
yang terpercaya
18%
18%
18%
18%
18%
11.651,9
55.848,2
51.595,8
51.915,3
52.868,9
1.379.201,9
1.538.552,8
1.392.652,4
1.401.725,9
1.506.365,4
Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan atas
Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelijen,
dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan
Cukai
Dit. Penyidikan dan
Penindakan
P/QW
Terciptanya Administrator Kepabeanan dan
Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Terbaik
Kepada Industri, Perdagangan, dan Masyarakat
Serta Optimalisasi Penerimaan
1679
Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan
lengkap oleh Kejaksaan (P21)
60%
60%
60%
60%
60%
434,1
7.550,6
7.278,3
7.318,1
7.894,9
Persentase operasi yang menghasilkan
penindakan NPP (narkotika, psikotropika, dan
prekusor)
50%
50%
50%
50%
50%
1.365.848,1
1.330.967,4
1.282.974,4
1.289.981,2
1.391.651,6
Persentase operasi pengawasan yang
menghasilkan penindakan barang larangan dan
pembatasan
65%
65%
65%
65%
65%
12.919,8
200.034,8
102.399,7
104.426,7
106.819,0
3.978,2
7.448,5
4.220,8
4.026,1
4.649,4
2.897,2
6.334,4
3.589,5
3.423,9
3.953,9
Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis
Bidang Kepabeanan
Dit. Teknis Kepabeanan
Terwujudnya Pelayanan yang efisien dan
pengawasan yang efektif serta terciptanya
pelayanan yang pasti di bidang kepabeanan
kepada seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders)
Indeks penyelesaian rumusan peraturan di bidang
teknis kepabeanan
135
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
136
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1680
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Indeks Ketepatan waktu Pemutakhiran Database
Nilai Pabean
3,1
(tepat
waktu)
3,1
(tepat
waktu)
3,1
(tepat
waktu)
3,1
(tepat
waktu)
3,1
(tepat
waktu)
Persentase jumlah pelaksanaan validasi terhadap
jumlah permohonan pengakuan sebagai AEO
yang memenuhi syarat administrasi
50%
50%
50%
50%
50%
Pembinaan Penyelenggaraan Kepabeanan dan
Cukai di Daerah
2015
2016
2017
2018
2019
68,3
198,9
112,7
107,5
124,2
1.012,7
915,2
518,6
494,7
571,3
255.170,3
383.553,6
460.053,6
543.953,6
587.469,9
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Kantor Wilayah DJBC
Terciptanya Administrator Kepabeanan dan
Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Kepada
Industri, Perdagangan, dan Masyarakat Serta
Optimalisasi Penerimaan
1681
Persentase jumlah penerimaan kepabeanan dan
Cukai
100%
100%
100%
100%
100%
254.220,0
327.553,6
392.053,6
463.953,6
501.069,9
Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan
lengkap oleh Kejaksaan (P21)
60%
60%
60%
60%
60%
950,3
56.000,0
68.000,0
80.000,0
86.400,0
811.514,2
916.095,3
1.109.238,2
1.280.219,2
1.382.636,7
Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan
Kepabeanan dan Cukai di Daerah
KPPBC
Terciptanya Administrator Kepabeanan dan
Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Kepada
Industri, Perdagangan, dan Masyarakat
1682
Persentase jumlah penerimaan kepabeanan dan
Cukai
100%
100%
100%
100%
100%
810.327,0
866.095,3
1.034.238,2
1.190.219,2
1.285.436,7
Persentase tindak lanjut atas temuan pelanggaran
di bidang kepabeanan dan cukai
80%
80%
80%
80%
80%
1.187,2
50.000,0
75.000,0
90.000,0
97.200,0
150.709,6
110.671,1
116.744,5
121.850,8
128.465,7
Pembinaan Penyelenggaraan Kepabeanan dan
Cukai Utama
KPU BC
Optimalisasi Fungsi Utama DJBC Sebagai
Fasilitator Perdagangan, Dukungan Industri,
Penghimpunan Penerimaan dan Pelindung
Masyarakat.
1683
Persentase Jumlah Penerimaan Kepabeanan dan
Cukai
100%
100%
100%
100%
100%
148.794,3
110.053,1
116.092,5
121.170,3
127.748,3
Waktu penyelesaian proses kepabeanan (Customs
clearance time)
1,5 hari
1,4 hari
1,3 hari
1,2 hari
1 hari
600,0
38,6
40,7
42,5
44,8
Persentase tindak lanjut atas temuan pelanggaran
di bidang kepabeanan dan cukai
80%
80%
80%
80%
80%
1.315,3
579,4
611,2
637,9
672,6
113.723,7
169.233,9
207.233,9
227.233,9
245.412,6
Peningkatan Pelayanan Pangkalan Sarana
Operasi
Pangkalan Sarana
Operasi BC
Peningkatan Produktivitas Sarana Pengawasan
Untuk Kegiatan Intelijen, Penindakan dan
Penyidikan
137
138
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
2015
2016
2017
2018
2019
2015
Persentase jumlah kapal patroli yang laik laut
75%
75%
75%
75%
75%
80.670,4
10.000,0
3.8
(Skala 5)
3.8
(Skala 5)
3.8
(Skala 5)
3.8
(Skala 5)
3.8
(Skala 5)
33.053,3
Indeks kepuasan unit pengguna sarana operasi
1684
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan
Kepabeanan dan Cukai pada Perwakilan Luar
Negeri
2016
2017
2018
2019
25.000,0
30.000,0
32.400,0
159.233,9
182.233,9
197.233,9
213.012,6
6.714,5
8.714,5
8.714,5
8.714,5
9.411,7
6.714,5
8.714,5
8.714,5
8.714,5
9.411,7
3.925,7
8.057,9
11.057,9
12.057,9
13.022,5
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Perwakilan Luar Negeri
Terciptanya Administrator Kepabeanan dan
Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Terbaik
Kepada Industri, Perdagangan, dan Masyarakat
Serta Optimalisasi Penerimaan, Sesuai Dengan
Standar Internasional
Persentase rumusan masukan untuk kerjasama
internasional di bidang kepabeanan dan cukai
1685
80%
80%
80%
80%
80%
Perumusan Kebijakan di Bidang Kepatuhan
Internal
Pusat Kepatuhan
Internal BC
Peningkatan kepercayaan terhadap kinerja dan
citra DJBC
Indeks penyelesaian rumusan peraturan di
bidang kepatuhan internal
Rata-rata persentase tingkat efektivitas kegiatan
monitoring dan pengawasan kepatuhan internal
1686
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
3
(Skala 4)
1.518,4
5.057,9
6.057,9
6.057,9
6.542,5
85%
85%
85%
85%
85%
2.407,3
3.000,0
5.000,0
6.000,0
6.480,0
589.847,9
377.261,7
390.961,7
404.261,7
436.602,6
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
Lainnya DJBC
Sekretariat DJBC
Terciptanya Kinerja Kesekretariatan DJBC yang
Efisien
015.08.09
Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian
output belanja
95%
95%
95%
95%
95%
573.389,6
359.880,6
372.080,6
378.880,6
409.191,0
Persentase implementasi inisiatif Transformasi
Kelembagaan
100%
100%
100%
100%
100%
5.827,8
5.000,0
5.500,0
6.000,0
6.480,0
Persentase pegawai yang memenuhi standar
jamlat
50%
50%
50%
50%
50%
10.630,6
12.381,1
13.381,1
19.381,1
20.931,6
1.947.646,4
2.006.166,6
2.144.207,4
2.296.358,7
2.479.982,8
Program Pengelolaan Perbendaharaan negara
Direktorat Jenderal
Perbendaharaan
Peningkatan kualitas pengelolaan
perbendaharaan
Persentase kinerja pelaksanaan anggaran
Kementerian/Lembaga
70%
75%
75%
80%
80%
Indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal
dengan opini audit yang baik.
3,88
3,88
3,88
3,88
3,88
4,06
(skala 5)
4,09
(skala 5)
4,12
(skala 5)
4,15
(skala 5)
4,18
(skala 5)
Indeks kepuasan pengguna layanan
139
140
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1698
Penyelenggaraan Pertanggung jawaban
Pelaksanaan Anggaran
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
22.971,6
30.064,0
Unit Pelaksana
Organisasi
2018
2019
30.320,9
30.577,9
32.939,6
P/QW/PL
Dit. Akuntansi dan
Pelaporan
Menjamin Akuntabilitas dan Transparansi
Pertanggungjawaban Keuangan Negara
1699
Indeks Penyelesaian UU PP APBN Secara Tepat
Waktu
3
3
3
3
3
15.794,6
21.034,5
21.209,6
21.384,6
22.855,4
Indeks Jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal
dengan Opini Audit yang Baik
3,88
3,88
3,88
3,88
3,88
4.345,4
5.462,6
5.509,8
5.557,1
6.157,1
Persentase Penyelesaian Rekomendasi BPK atas
LKPP yang telah Ditindaklanjuti
100%
100%
100%
100%
100%
2.831,7
3.566,9
3.601,5
3.636,2
3.927,1
7.793,2
8.026,9
8.104,9
8.182,8
8.837,4
3.000,2
-
-
-
-
-
1.621,6
1.637,4
1.653,1
1.785,3
Pembinaan Pelaksanaan Anggaran
Dit. Pelaksanaan
Anggaran
P
Menjamin Kelancaran Pelaksanaan APBN
Persentase Penyerapan Belanja Negara dalam
DIPA K/L
90%
-
-
-
-
Persentase kinerja pelaksanaan anggaran
Kementerian/Lembaga
-
75%
75%
80%
80%
Indeks Ketepatan Waktu Penyusunan reviu
Pelaksanaan Anggaran dan Spending Review
3
3
3
3
3
2.334,3
3.448,7
3.482,2
3.515,7
3.797,0
80
(efektif )
80
(efektif )
85
(sangat
efektif )
85
(sangat
efektif )
90
(sangat
efektif )
2.458,7
2.956,6
2.985,3
3.014,0
3.255,1
5.949,4
6.127,9
6.187,4
6.246,7
6.746,4
973,2
847,5
855,7
863,8
932,9
4.089,4
-
-
-
-
-
4.454,4
4.497,7
4.540,9
4.904,2
886,8
-
-
-
-
-
826,0
834,0
842,0
909,4
Tingkat Efektivitas Edukasi dan Komunikasi terkait
Pelaksanaan Anggaran
1700
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum
Dit. Pembinaan Pengelolaan
Keuangan BLU
Mewujudkan Penerapan Pengelolaan Keuangan
Secara Efektif dan Efisien Oleh Satker BLU
Sehingga Dapat Mendorong Peningkatan
Kualitas Pelayanannya Kepada Masyarakat
Persentase Satker BLU yang Kinerjanya Baik
90%
90%
90%
90%
92%
Persentase Penyelesaian Rancangan Penetapan
Satker BLU
100%
-
-
-
-
Persentase Penyelesaian Regulasi Pengelolaan
BLU yang Mendorong Penyempurnaan Tata
Kelola dan Pelayanan
-
100%
100%
100%
100%
100%
-
-
-
-
-
80%
80%
80%
80%
Persentase Satker BLU yang Menyampaikan
laporan Keuangan Sesuai Ketentuan
Persentase Penyelesaian Rancangan Penetapan
Usulan Tarif Layanan Satker BLU
141
142
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1701
Peningkatan Pengelolaan Kas negara
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
Unit Pelaksana
Organisasi
2019
219.103,2
243.659,7
266.670,1
291.964,5
315.321,6
P/QW/PL
Dit. Pengelolaan Kas
Negara
Optimalisasi Idle Cash Pemerintah Menutup Cost
of Fund Pemerintah Dalam Pembiayaan Defisit
APBN
Jumlah Penerimaan dari Pengelolaan Kas
1702
2.6 T
3T
3,4 T
3,9 T
4.5 T
11.278,0
14.547,4
14.688,6
14.829,9
16.016,3
Indek Deviasi Realisasi Terhadap Perencanaan
Saldo TSA Bulanan
3
-
-
-
-
207.825,2
-
-
-
-
Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah
Pusat
-
95%
95%
95%
95%
-
229.112,3
251.981,5
277.134,6
299.305,4
66.124,2
67.350,3
68.004,2
68.658,1
74.150,7
Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman
Dit. Sistem Manajemen
Investasi
Mengoptimalkan Penerimaan APBN Hasil
Penerusan Pinjaman Sehingga Mampu
Mendukung Pengelolaan Keuangan Negara
yang Berkelanjutan
1703
Persentase Pencapaian target Penerimaan Pokok
dan Bunga Pinjaman dari Penerusan Pinjaman
dan Hasil dari Restrukturisasi Penerusan Pinjaman
90%
90%
90%
90%
90%
60.453,5
63.273,8
63.888,1
64.502,4
69.662,6
Persentase Penyaluran Dana di Bidang Investasi,
Subsdi, dan Pembiayaan Secara Optimal
90%
87%
87%
87%
87%
5.670,6
4.076,5
4.116,1
4.155,7
4.488,2
15.165,1
17.045,5
17.210,8
17.484,9
18.883,7
3.691,1
-
-
-
-
-
4.408,9
4.451,7
4.494,5
4.854,1
9.958,2
-
-
-
-
Pembinaan Sistem dan Dukungan Teknis
Perbendaharaan
Dit. Sistem
Perbendaharaan
Tersedianya sistem perbendaharaan yang
mudah dan akuntabel serta sesuai dengan
kebijakan pengelolaan perbendaharaan
negara bagi stakeholders
Persentase Tingkat Penyelesaian Harmonisasi
Peraturan di Bidang Perbendaharaan Sesuai
Dengan Penyelesaian Permasalahan dan
Perkembangan Proses Bisnis
95%
-
-
-
-
-
95%
95%
95%
95%
Persentase Jumlah Sistem Perbendaharaan Yang
Dihasilkan Sesuai Dengan kebutuhan
Stakeholders
97%
-
-
-
-
Persentase Jumlah Sistem Perbendaharaan yang
Dihasilkan
-
97%
97%
97%
97%
-
11.110,4
11.218,2
11.326,2
12.232,3
Persentase jumlah peserta diklat yang lulus ujian
sertifikasi Penyuluh Perbendaharaan
85%
85%
85%
85%
85%
1.515,7
1.526,2
1.540,9
1.664,2
1.797,3
Indeks Ketepatan Waktu Penyelesaian
Harmonisasi Peraturan
143
144
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1704
Pengembangan Sistem Perbendaharaan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
283.049,8
133.308,0
134.602,3
135.896,6
146.768,3
2.323,3
-
-
-
-
-
2.332,1
2.354,8
2.377,4
2.567,6
249.223,9
-
-
-
-
-
115.093,4
116.210,8
117.328,3
126.714,6
31.502,6
15.882,5
16.036,7
16.190,9
17.486,2
619.647,7
628.291,3
659.705,9
692.691,1
748.106,4
26.000,0
-
-
-
-
-
35.518,7
37.294,6
39.159,3
42.292,0
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Sistem Informasi dan
Teknologi Perbendaharaan
QW
Mewujudkan Sistem Perbendaharaan Negara
yang Modern
Persentase Tingkat Penyelesaian Perangkat
Regulasi Yang Mendukung SPAN dan SAKTI
100%
-
-
-
-
-
90%
90%
90%
90%
Persentase Tingkat Penyelesaian Aplikasi SPAN
dan SAKTI
100%
-
-
-
-
Persentase Tingkat Implementasi Aplikasi SPAN
dan SAKTI
-
75%
86%
100%
100%
Persentase Implementasi Strategi Pengelolaan
Perubahan dalam rangka SPAN dan SAKTI
90%
90%
90%
90%
90%
Persentase Tingkat Penyempurnaan Proses Bisnis
dan Aplikasi
1705
Penyelenggaraan
Negara
Kuasa
Bendahara
Umum
KPPN
Mempercepat Penyaluran Dana APBN Kepada
Stakeholders
Persentase SP2D yang Diterbitkan Tepat Waktu
100%
-
-
-
-
Persentase SPM Satker yang diproses menjadi
SP2D
-
100%
100%
100%
100%
92
92
92
92
92
49.144,6
51.433,5
54.005,2
56.705,5
61.241,9
90%
90%
90%
90%
90%
544.503,1
541.339,1
568.406,1
596.826,3
644.572,4
311.323,4
314.852,5
331.645,1
348.227,5
376.085,7
Nilai Kualitas LKPP Kuasa BUN KPPN
Persentase Pemenuhan Sarana dan Prasarana
sesuai Standarisasi
1706
Pembinaan Pelaksanaan Perbendaharaan di
Wilayah
Kantor Wilayah DJPB
Meningkatkan Pemahaman Stakeholders
Terhadap Ketentuan Pengelolaan
Perbendaharaan
92
92
92
92
92
28.520,7
30.154,5
31.662,3
33.245,4
35.905,0
Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L
70%
75%
75%
80%
80%
23.206,0
22.670,0
23.803,5
24.993,7
26.993,2
Persentase Pemenuhan Sarana dan Prasarana
sesuai Standarisasi
90%
90%
90%
90%
90%
259.596,8
262.028,0
276.179,3
289.988,4
313.187,5
396.518,9
557.440,5
621.755,8
696.428,6
752.142,9
Nilai Kualitas LKPP Tingkat Kanwil/UAPPA-W
1707
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
lainnya DJPB
Sekretariat DJPB
Meningkatkan Pelayanan Kepada Stakeholders
Dalam Proses Pencairan Dana Melalui KPPN
Percontohan Sehingga Mendukung
Pelaksanaan Belanja Negara Secara Optimal
Kepada K/L
145
146
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
015.09.10
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Persentase Jumlah Pejabat yang telah Memenuhi
Standar Kompetensi Jabatannya
95%
88%
88%
90%
90%
57.792,3
73.876,0
Persentase Jumlah Bisnis Proses yang telah
Memiliki SOP
90%
90%
90%
90%
90%
343,8
Persentase Penyediaan Dukungan Sarana dan
Prasarana sesuai Kebutuhan
90%
95%
95%
95%
95%
Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian
Output Belanja Ditjen Perbendaharaan
95%
95%
95%
95%
95%
Program Pengelolaan Kekayaan Negara,
Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan
Pelayanan Lelang
2015
2016
2017
2018
2019
80.502,7
87.900,1
94.932,1
885,0
929,3
975,8
1.053,9
189.870,1
223.403,2
268.083,8
321.700,5
347.436,6
148.512,6
259.276,3
272.240,1
285.852,2
308.720,4
646.381,0
678.700,0
712.635,0
744.703,6
789.385,8
5.362,2
5.630,3
5.911,8
6.177,9
6.548,5
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara
Pengelolaan kekayaan negara yang optimal,
penyelesaian pengurusan piutang negara dan
pelayanan lelang yang profesional
Ratio utilisasi aset terhadap total aset tetap
35%
40%
44%
48%
52%
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah
Kemenkeu terhadap total ekuitas
2,23
2,29
2,66
3,04
3,44
Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang
berasal dari pengeluaran pembiayaan APBN.
350 M
325 M
300 M
183 M
183 M
Jumlah Piutang Negara yang Dapat di Selesaikan
(PNDS).
350 M
349 M
348 M
347 M
346 M
Jumlah pokok lelang
8,92 T
10,71 T
12,85 T
15,42 T
18,51 T
4,10
(skala 5)
4,16
(skala 5)
4,22
(skala 5)
4,28
(skala 5)
4,34
(skala 5)
Indeks kepuasan pengguna layanan
1708
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan
Teknis dan Evaluasi di Bidang Barang Milik
Negara
Dit. Barang Milik
Negara
Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik
Negara yang Profesional, Tertib, Optimal Serta
Akuntabel
Persentase Penyusunan/ penyempurnaan
peraturan di bidang BMN
Deviasi nilai aset tetap antara LBMN dengan LKPP
Persentase Kepatuhan Pelaporan BMN oleh K/L
1709
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan
Teknis, Evaluasi dan Pengelolaan Kekayaan
Negara Dipisahkan
100%
100%
100%
100%
100%
1.329,8
1.396,3
1.466,1
1.532,1
1.624,0
2%
1,8%
1,5%
1,3%
1,3%
855,3
898,0
942,9
985,4
1.044,5
100%
100%
100%
100%
100%
3.177,2
3.336,0
3.502,8
3.660,4
3.880,1
4.512,5
4.738,1
4.975,0
5.198,9
5.510,8
Dit. Kekayaan Negara
Dipisahkan
P
Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik
Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan
yang Profesional, Tertib, Optimal Serta
Akuntabel
147
148
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1710
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Persentase penyusunan/penyempurnaan
peraturan di bidang KND
100%
100%
100%
100%
100%
1.438,0
1.509,9
1.585,4
1.656,7
1.756,1
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah
Kemenkeu terhadap total ekuitas
2,23
2,29
2,66
3,04
3,44
1.818,1
1.909,0
2.004,4
2.094,6
2.220,3
Persentase persetujuan / penolakan permohonan
pengelolaan kekayaan negara dipisahkan tepat
waktu
95%
100%
100%
100%
100%
1.256,4
1.319,2
1.385,2
1.447,5
1.534,4
4.226,6
4.437,9
4.659,8
4.869,5
5.161,7
Perumusan Peraturan Perundangan, Pemberian
Bantuan Hukum Serta Penyediaan Informasi
2015
2016
2017
2018
2019
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Hukum dan Humas
Mewujudkan Harmonisasi Peraturan, Pemberian
Bantuan Hukum, Pendapat Hukum yang Efektif
dan Efisien di Lingkungan DJKN Serta Mampu
Menjadi Penyedia Layanan Kepentingan DJKN
dan Mitra Strategis di Lingkungan Kementerian
Keuangan
1711
Persentase penyelesaian harmonisasi peraturan
100%
100%
100%
100%
100%
2.498,5
2.623,5
2.754,6
2.878,6
3.051,3
Persentase penyelesaian permohonan bantuan
hukum dan pendapat hukum
100%
100%
100%
100%
100%
681,0
715,0
750,8
784,5
831,6
Indeks Kepuasan pengguna Layanan Kehumasan
4,04
4,04
4,04
4,04
4,04
1.047,1
1.099,4
1.154,4
1.206,4
1.278,7
25.689,4
26.973,9
28.322,6
29.597,1
31.373,0
Pelaksanaan Kebijakan dan Standardisasi Teknis
di Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara dan
Sistem Informasi
Dit. Pengelolaan
Kekayaan Negara dan
Sistem Informasi
QW
Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara
Secara Profesional, Efektif, Efisien, Transparan
dan Dapat dipertanggungjawabkan Sekaligus
Mampu memberikan layanan informasi yang
terpercaya bagi pemangku kepentingan DJKN
dan mitra strategis dilingkungan Kementerian
Keuangan
Jumlah Nilai Kekayaan Negara yang diutilisasi
Penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari
pengeluaran APBN
Persentase pembangunan sistem informasi
pengelolaan kekayaan negara
1712
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan
Teknis, Evaluasi dan Pengawasan Pelaksanaan
Lelang
90 T
95 T
100 T
105 T
110 T
2.643,0
2.775,2
2.914,0
3.045,1
3.227,8
350 M
325 M
300 M
183 M
183 M
6.821,6
7.162,7
7.520,8
7.859,3
8.330,8
80%
85%
90%
95%
100%
16.224,8
17.036,0
17.887,8
18.692,8
19.814,4
3.208,1
3.368,5
3.536,9
3.696,1
3.917,9
Dit. Lelang
Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik
Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan
yang Profesional, Tertib, Optimal Serta
Akuntabel
149
150
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1713
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Persentase penyusunan/penyempurnaan
peraturan di bidang lelang
100%
100%
100%
100%
100%
178,0
186,9
196,2
205,1
217,4
Jumlah Pokok Lelang
8,92 T
10,71 T
12,85 T
15,42 T
18,51 T
91,9
96,5
101,3
105,9
112,2
Jumlah Bea Lelang
210 M
252 M
302,4 M
362,88 M
399,16 M
2.938,2
3.085,1
3.239,4
3.385,1
3.588,3
3.805,0
3.995,2
4.195,0
4.383,7
4.646,8
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan
Teknis, Analisis, Supervisi, Evaluasi dan
Rekomendasi Penilaian
2015
2016
2017
2018
2019
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Penilaian
Terselenggaranya pelaksanaan penilaian
kekayaan Negara yang efektif, efisien,
transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan
1714
Persentase penyusunan/penyempurnaan
peraturan di bidang penilaian
100%
100%
100%
100%
100%
1.022,8
1.074,0
1.127,7
1.178,4
1.249,1
Persentase Penyelesaian Permohonan Penilaian
BMN tepat waktu
100%
100%
100%
100%
100%
1.481,6
1.555,7
1.633,4
1.706,9
1.809,4
Persentase penilai internal DJKN yang bersertifikat
pelatihan keahlian khusus
30%
50%
65%
75%
85%
1.300,6
1.365,6
1.433,9
1.498,4
1.588,3
4.264,4
4.477,6
4.701,5
4.913,1
5.207,9
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan
Teknis, Perencanaan, dan Evaluasi atas
Pelaksanaan Pengurusan Piutang Negara dan
Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-lain
Dit. Piutang Negara dan
Kekayaan Negara Lainlain
Terselenggaranya Penyelesaian Pengurusan
Piutang Negara yang Profesional, Tertib, Tepat
Guna dan Optimal Serta Mampu Membangun
Citra Baik Bagi Stakeholders Serta Mampu
Menyediakan Data Piutang Negara Secara
Komprehensif dan kekayaan negara lain lain
Persentase penyusunan/penyempurnaan
peraturan di bidang piutang negara dan kekayaan
negara lain-lain
100%
100%
100%
100%
100%
1.841,5
1.933,5
2.030,2
2.121,6
2.248,9
Recovery rate piutang K/L
11%
12%
13%
14%
15%
2.145,0
2.252,3
2.364,9
2.471,3
2.619,6
47,17 M
43,54 M
47,36 M
52,16 M
58,20 M
277,9
291,8
306,4
320,2
339,4
135.178,7
141.937,6
149.034,5
155.741,1
165.085,5
Jumlah penerimaan negara dari biaya administrasi
pengurusan piutang negara dan pengelolaan
kekayaan negara
1715
Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian
Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan
Lelang di Wilayah Kerja Kanwil DJKN
Kantor Wilayah DJKN
Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan
Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang
Negara dan Pelayanan Lelang yang Profesional,
Tertib, Tepat Guna, dan Optimal Serta
Stakeholders di Wilayah Kerja Kanwil DJKN
151
152
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Nilai kekayaan negara yang diutilisasi
1716
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
124.849,9
131.092,4
137.647,0
143.841,1
152.471,6
2T
2,5 T
3T
3,5 T
4T
Jumlah penerimaan negara dari biaya
administrasi
pengurusan piutang negara dan bea lelang
244,66
M
279,92
M
330,24
M
390,64
M
426,74
M
4.177,4
4.386,3
4.605,6
4.812,8
5.101,6
Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan
(PNDS) dan pokok lelang
9,27 T
11,06 T
13,20 T
15,77 T
18,85 T
6.151,4
6.459,0
6.781,9
7.087,1
7.512,3
321.438,3
337.510,3
354.385,8
370.333,1
392.553,1
Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian
Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan
Lelang di Wilayah Kerja Kerja KPKNL
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
KPKNL
Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan
Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang
Negara dan Pelayanan Lelang yang Profesional,
Tertib, Tepat Guna, dan Optimal Serta
Stakeholders Wilayah Kerja KPKNL
Nilai kekayaan negara yang diutilisasi
Jumlah penerimaan negara dari biaya
administrasi
pengurusan piutang negara dan bea lelang
Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan
(PNDS) dan pokok lelang
1717
3T
3,5 T
4T
4,5 T
5T
294.455,0
309.177,7
324.636,6
339.245,3
359.600,0
229,48 M
261,71 M
308,39 M
364,42 M
431,67 M
16.705,3
17.540,6
18.417,6
19.246,4
20.401,2
6,09 T
7,23 T
8,61 T
10,26 T
12,25 T
10.278,1
10.792,0
11.331,6
11.841,5
12.552,0
138.695,8
145.630,6
152.912,1
159.793,1
169.380,7
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
Lainnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Sekretariat DJKN
Memberikan Pelayanan Terbaik Kepada Semua
Unsur Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Untuk Memperlancar Pelaksanaan Tugas
Persentase pegawai yang memenuhi standar
jamlat
Indeks kepuasan pengguna layanan
Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian
output belanja
015.06.08
50%
50%
50%
50%
50%
21.270,1
22.333,6
23.450,3
24.505,5
25.975,9
75
75
75
75
75
51.840,7
54.432,7
57.154,3
59.726,3
63.309,9
95%
95%
95%
95%
95%
65.585,0
68.864,3
72.307,5
75.561,3
80.095,0
165.163,3
174.715,4
185.385,3
196.844,8
209.169,0
Program Peningkatan Kualitas Hubungan
Keuangan Pusat dan Daerah
Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang
Adil dan Transparan
Indeks pemerataan keuangan antar daerah
Rasio PDRD tahun t-1 terhadap PDRB t-1
Indeks kepuasan pengguna layanan
153
0,74
(Skala 1)
0,74
(Skala 1)
0,73
(Skala 1)
0,73
(Skala 1)
0,72
(skala 1)
1,7
1,75
1,8
1,9
2,0
4,10
(Skala 5)
4,16
(Skala 5)
4,22
(Skala 5)
4,28
(Skala 5)
4,34
(Skala 5)
154
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1687
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan
Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
2015
2016
2017
2018
2019
59.450,9
60.499,5
63.524,5
66.700,7
70.035,7
59.450,9
60.499,5
63.524,5
66.700,7
70.035,7
10.955,0
11.559,9
12.137,9
12.744,7
13.382,0
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Dana Perimbangan
P/QW
Dit. Evaluasi Pendanaan
dan Informasi Keuangan
Daerah
P
Dit. Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
P
Perumusan dan Pengelolaan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa yang Berkualitas dan Optimal
Indeks Pemerataan Antar daerah (Indeks
Williamson)
1688
0,74
(Skala 1)
0,74
(Skala 1)
0,73
(Skala 1)
0,73
(Skala 1)
0,72
(Skala 1)
Perumusan Kebijakan, Pemantauan, dan Evaluasi
di Bidang Pendanaan Daerah dan Ekonomi
Daerah, Penyusunan Laporan Keuangan
Transfer ke Daerah serta Pengembangan Sistem
Informasi Keuangan Daerah
Pemantauan dan Evaluasi Hubungan Keuangan
Pusat dan Daerah yang didukung basis data
keuangan daerah yang lengkap dan sistem
informasi keuangan daerah yang akurat,
transparan, dan tepat waktu
1689
Persentase pengembangan dan implementasi
Sistem Informasi Keuangan Daerah
100%
100%
100%
100%
100%
2.812,0
2.771,9
2.910,5
3.056,0
3.208,8
Persentase penyelesaian Kajian di Bidang
Pendanaan Desentralisasi secara tepat waktu
100%
100%
100%
100%
100%
6.116,0
6.697,0
7.031,9
7.383,4
7.752,6
Ketersediaan Data APBD
90%
91%
92%
93%
95%
2.027,0
2.091,0
2.195,6
2.305,3
2.420,6
3.140,6
4.894,9
5.629,1
6.473,5
7.444,5
3.140,6
4.894,9
5.629,1
6.473,5
7.444,5
16.260,0
18.633,0
21.009,3
23.687,0
26.706,1
Perumusan Kebijakan dan Pembinaan di Bidang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peningkatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap PDRB
Rasio PDRD tahun t-1 terhadap PDRB t-1
1690
1,7
1,75
1,8
1,9
2,0
Perumusan Kebijakan dan Pembinaan di Bidang
Pembiayaan dan Kapasitas Daerah
Dit. Pembiayaan dan
Kapasitas Daerah
Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi
Pengelolaan Pinjaman Daerah, Hibah Daerah,
dan Peningkatan Kapasitas Pengelolaan
Keuangan Daerah
155
Jumlah peserta TOT Pengelolaan Keuangan
Daerah
2600
1800
1500
1500
1500
13.377,0
14.000,0
14.813,0
16.701,0
18.829,6
Persentase ketepatan waktu pemberian
persetujuan atas pelampauan defisit APBD yang
dibiayai dari pinjaman
100%
100%
100%
100%
100%
2.852,4
4.593,9
6.145,6
6.928,8
7.812,0
Persentase tingkat efektivitas hibah ke daerah
95%
95%
95%
95%
95%
30,7
39,1
50,8
57,2
64,5
156
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1691
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
lainnya Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan
2015
2016
2017
2018
2019
75.356,8
79.128,2
83.084,6
87.238,8
91.600,8
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Sekretariat DJPK
Tingkat Efektifitas dan Efisiensi yang Tinggi Pada
Semua Unit Eselon II di Ditjen Perimbangan
Keuangan Dalam Rangka Menunjang
Tercapainya Pencapaian Tujuan Strategis Ditjen
Perimbangan Keuangan
015.07.14
Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian
output belanja
95%
95%
95%
95%
95%
18.557,5
18.061,9
18.964,9
19.913,2
20.908,8
Persentase pegawai memenuhi standar jamlat
50%
52%
53%
54%
55%
3.759,1
4.148,1
4.355,5
4.573,2
4.801,9
Rasio Penyelesaian pengadaan sarana dan
prasarana sesuai dengan rencana
100%
100%
100%
100%
100%
53.040,2
56.918,3
59.764,2
62.752,4
65.890,0
87.254,4
101.664,2
106.747,5
112.084,8
121.051,6
Direktorat Jenderal
Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko
1.339,5
1.865,4
1.958,7
2.056,6
2.221,1
Dit. Evaluasi, Akuntasi,
dan Setelmen
1.339,5
1.865,4
1.958,7
2.056,6
2.221,1
Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Pembiayaan yang aman dan Risiko yang
terkendali untuk mendukung kesinambungan
fiskal
Persentase Realisasi Pengadaan Utang sesuai
Kebutuhan Pembiayaan
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase Pencapaian Tingkat Likuiditas Pasar
SBN
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio
Utang
100%
100%
100%
100%
100%
Tingkat Akurasi Pembayaran Kewajiban Utang
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan
yang diterima/ditetapkan Menteri Keuangan
80%
80%
80%
80%
80%
Persentase Pemenuhan Dukungan Pemerintah
Proyek KPS Infrastruktur Prioritas
80%
80%
80%
80%
80%
4,00
(skala 5)
4,02
(skala 5)
4,04
(skala 5)
4,06
(skala 5)
4,08
(skala 5)
Indeks kepuasan pengguna layanan
1692
Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen
Utang
Terwujudnya Pelaksanaan Penyelesaian
Transaksi, Pencatatan, dan Pelaporan
Utang Pemerintah yang Profesional, Efektif,
Transparan, dan Akuntabel
Tingkat Akurasi Pembayaran Kewajiban Utang
157
100%
100%
100%
100%
100%
158
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1693
Pengelolaan Pembiayaan Syariah
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
4.593,3
6.182,0
6.489,6
6.812,6
7.357,6
4.593,3
6.182,0
6.489,6
6.812,6
7.357,6
3.129,0
5.678,2
5.962,1
6.260,2
6.761,0
3.129,0
5.678,2
5.962,1
6.260,2
6.761,0
3.882,7
7.185,8
7.545,1
7.922,3
8.556,1
3.882,7
7.185,8
7.545,1
7.922,3
8.556,1
5.870,2
8.891,2
9.337,3
9.805,7
10.590,2
5.870,2
8.891,2
9.337,3
9.805,7
10.590,2
4.224,8
4.436,0
4.657,8
4.890,7
5.282,0
4.224,8
4.436,0
4.657,8
4.890,7
5.282,0
4.235,8
4.447,6
4.670,0
4.903,5
5.295,7
4.235,8
4.447,6
4.670,0
4.903,5
5.295,7
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Dit. Pembiayaah Syariah
Terpenuhinya Kebutuhan Pembiayaan APBN
yang Aman Bagi Kesinambungan Fiskal Melalui
Pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN)
Persentase Penerbitan SBSN sesuai Kebutuhan
Pembiayaan
1694
100%
100%
100%
100%
100%
Pengelolaan Pinjaman
Dit. Pinjaman dan Hibah
Terpenuhinya Kebutuhan Pembiayaan APBN
yang Aman Melalui Pengadaan Pinjaman
Persentase Pengadaan Pinjaman Program sesuai
kebutuhan pembiayaan
1695
100%
100%
100%
100%
100%
Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang
Dit. Strategi dan
Portofolio Utang
P
Penyediaan Strategi Pengelolaan Utang yang
Mempertimbangkan Aspek Biaya dan Risiko
Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio
Utang
1696
100%
100%
100%
100%
100%
Pengelolaan Surat Utang Negara
Dit. Surat Utang Negara
Terpenuhinya Kebutuhan Pembiayaan APBN
yang Aman Bagi Kesinambungan Fiskal Melalui
Pengelolaan Surat Utang Negara (SUN)
Persentase Penerbitan SUN sesuai Kebutuhan
Pembiayaan
5362
100%
100%
100%
100%
100%
Pengelolaan Risiko Keuangan Negara
Dit. Pengelolaan Risiko
Keuangan Negara
Rekomendasi/Kebijakan Pengelolaan Risiko
Keuangan Negara yang Berkualitas
Presentase Rekomendasi Mitigasi Risiko
Keuangan yang diterima/ditetapkan Menteri
Keuangan
5363
80%
80%
80%
80%
80%
Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan
Pembiayaan Infrastruktur
Dit. Pengelolaan
Dukungan Pemerintah dan
Pembiayaan Infrastruktur
Pengelolaan Dukungan Pemerintah dengan
Risiko yang terkendali untuk mendukung
Percepatan Penyediaan Infrastruktur
Persentase Pemenuhan Dukungan Pemerintah
Proyek KPS Infrastruktur Prioritas
159
80%
80%
80%
80%
80%
160
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1697
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
59.979,1
62.978,0
66.126,9
69.433,3
74.987,9
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Sekretariat DJPPR
Terwujudnya Pelayanan Teknis dan Administratif
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko yang Efektif, Efisien, dan Akuntabel
015.02.03
Indeks Kepuasan Pelayanan Setditjen
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
49.844,2
52.336,4
54.953,3
57.700,9
62.317,0
Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian
Output Belanja
95%
95%
95%
95%
95%
8.529,7
8.956,2
9.404,0
9.874,2
10.664,1
Persentase Pegawai DJPPR yang telah memenuhi
standar hard competency dan soft competency
85,5 %
85,5 %
85,5 %
85,5 %
85,5 %
1.605,2
1.685,4
1.769,7
1.858,2
2.006,8
110.491,6
129.899,6
130.139,0
134.848,9
140.513,7
3.413,2
7.707,4
5.922,4
6.188,1
6.619,7
3.413,2
7.707,4
5.922,4
6.188,1
6.619,7
29.753,0
31.240,7
32.802,6
34.442,8
37.198,2
29.753,0
31.240,7
32.802,6
34.442,8
37.198,2
Program Pengawasan dan Peningkatan
Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan
Inspektorat Jenderal
Pengawasan, Pengendalian mutu, dan
penegakan hukum yang efektif
Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK
BA BUN.
WTP (4)
WTP (4)
WTP (4)
WTP (4)
WTP (4)
Persentase policy recommendation hasil
pengawasan yang ditindaklanjuti.
90%
90%
90%
90%
90%
Persentase Investigasi yang Terbukti
92%
92%
92%
92%
92%
2
(skala 3)
2
(skala 3)
2
(skala 3)
2
(skala 3)
2
(skala 3)
Tingkat Penerapan Pengendalian Intern
1640
Pelaksanaan Audit Investigasi dan Edukasi Anti
KKN
Inspektorat Bidang
Investigasi
Meningkatkan Efektifitas Pencegahan dan
Penindakan Praktik KKN
Persentase Investigasi yang Terbukti
1641
92%
92%
92%
92%
92%
Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan
Pengawasan serta Peningkatan Akuntabilitas
Aparatur Kementerian Keuangan
Inspektorat I, Inspektorat II,
Inspektorat III,
Inspektorat IV, Inspektorat V,
Inspektorat VI
Terwujudnya Pengawasan yang Memberi Nilai
Tambah Melalui Peningkatan Efektifitas Proses
Manajemen Resiko, Pengendalian, dan Tata
Kelola Serta Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
di Lingkungan Kementerian Keuangan
Persentase Policy Recommendation Hasil
Pengawasan yang Ditindaklanjuti
161
90%
90%
90%
90%
90%
162
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1647
Pelaksanaan Program Transformasi Pengawasan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
Unit Pelaksana
Organisasi
Inspektorat VII
8.828,7
17.547,2
13.566,3
13.764,0
10.450,2
P/QW/PL
Mendorong Itjen Kementerian Keuangan
Sebagai Benchmark Bagi APIP Lainnya
Tingkat Penerapan Pengendalian Intern
Persentase Penerapan Audit Teknologi Informasi
1648
2
(Skala 3)
2
(Skala 3)
2
(Skala 3)
2
(Skala 3)
2
(Skala 3)
3.130,1
9.663,0
5.324,5
4.608,5
3.913,4
95%
95%
95%
95%
95%
5.698,6
7.884,2
8.241,8
9.155,6
6.536,8
68.496,7
73.404,4
77.847,7
80.454,0
86.245,5
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
Lainnya Inspektorat Jenderal
Sekretariat Itjen
Terwujudnya Layanan Administrasi yang Prima
Kepada Seluruh Unsur Itjen Dalam Rangka
Memperlancar Pelaksanaan Tugas Pengawasan
015.12.11
Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian
Output Belanja
95%
95%
95%
95%
t95%
62.105,7
66.182,8
70.264,9
72.492,1
77.646,7
Persentase Pejabat yang Telah Memenuhi Standar
Kompetensi Jabatan
90%
90%
90%
90%
90%
6.390,9
7.221,7
7.582,8
7.961,9
8.598,8
133.511,7
356.833,2
141.558,8
393.030,5
151.612,3
Badan Kebijakan Fiskal
7.604,4
8.599,0
8.355,9
8.759,1
9.284,7
Pusat Kebijakan APBN
Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor
Keuangan
Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan yang
berkesinambungan serta kerjasama keuangan
internasional yang optimal
Persentase rekomendasi kebijakan yang
ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan
83%
83%
83%
83%
83%
Deviasi proyeksi indikator kebijakan fiskal.
5%
-
-
-
-
Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro
-
100%
100%
100%
100%
Deviasi proyeksi APBN
-
5%
5%
5%
5%
40%
40%
40%
40%
40%
Persentase usulan kebijakan Indonesia yang
diadopsi dalam kerja sama ekonomi dan
keuangan internasional
1740
Perumusan Kebijakan APBN
Tersedianya Rekomendasi Kebijakan APBN yang
Sustainable Untuk Mendukung Pembangunan
Nasional
Persentase rekomendasi kebijakan APBN yang
ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan
Deviasi proyeksi APBN
163
82%
82%
82%
82%
82%
3.651,7
3.827,7
4.012,3
4.205,8
4.458,1
-
5%
5%
5%
5%
3.952,7
4.771,2
4.343,6
4.553,3
4.826,5
164
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1741
Perumusan Kebijakan Ekonomi
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
Unit Pelaksana
Organisasi
9.755,3
12.425,8
10.694,0
11.196,9
11.868,7
P/QW/PL
Pusat Kebijakan
Ekonomi Makro
Terwujudnya Kebijakan Ekonomi Makro yang
Antisipatif dan Responsif yang Dapat
Mendukung Stabilisasi dan Mendorong
Pertumbuhan Perekonomian
Persentase rekomendasi kebijakan ekonomi
makro yang ditetapkan dan/atau diterima
Menteri Keuangan
83%
83%
83%
83%
83%
1.285,4
1.343,3
1.403,9
1.467,2
1.555,2
Deviasi proyeksi indikator kebijakan ekonomi
makro
5%
-
-
-
-
8.469,8
-
-
-
-
-
100%
100%
100%
100%
-
11.082,5
9.290,1
9.729,8
10.313,5
13.685,3
197.798,2
15.059,3
265.797,2
16.745,0
Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro
1742
Perumusan Kebijakan Pembiayaan Perubahan
Iklim dan Multilateral
Pusat Kebijakan
Pembiayaan Perubahan
Iklim dan Multilateral
P
Pusat Kebijakan
Pendapatan Negara
P
Pusat Kebijakan Sektor
Keuangan
P
Tersedianya Kebijakan Pembiayaan Perubahan
Iklim dan Kerja sama Multilateral yang
terpercaya dan optimal dalam rangka
mendukung terwujudnya stabilitas ekonomi
nasional
1743
Persentase rekomendasi kebijakan pembiayaan
perubahan iklim dan multilateral yang
ditetapkan/diterima Menteri Keuangan
81%
81%
81%
81%
81%
3.214,9
3.372,5
3.537,7
3.711,1
3.933,7
Persentase usulan Indonesia yang diadopsi dalam
kerja sama ekonomi dan keuangan internasional
25%
40%
40%
40%
40%
10.470,3
194.425,7
11.521,5
262.086,1
12.811,3
8.843,4
11.787,2
9.710,4
10.175,3
10.785,8
8.843,4
11.787,2
9.710,4
10.175,3
10.785,8
3.507,1
7.700,0
8.162,0
8.651,7
9.170,8
3.507,1
7.700,0
8.162,0
8.651,7
9.170,8
Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai
dan PNBP
Tersedianya Rekomendasi dan Rumusan
Kebijakan Pendapatan Negara yang
Mendukung Terwujudnya Kebijakan Fiskal
Persentase rekomendasi kebijakan pendapatan
negara yang ditetapkan/ diterima Menteri
Keuangan
1744
82%
85%
85%
85%
85%
Perumusan Kebijakan Sektor Keuangan
Terwujudnya sektor keuangan yang
tangguh dan kompetitif untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi
Persentase rekomendasi kebijakan yang
ditetapkan dan/atau diterima Menteri Kauangan
165
80%
80%
80%
80%
80%
166
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
1745
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis
Lainnya Badan Kebijakan Fiskal
2015
2016
79.253,2
101.025,7
2018
2019
Unit Pelaksana
Organisasi
77.640,9
75.937,9
80.494,2
Sekretariat BKF
2017
P/QW/PL
Terwujudnya Organisasi BKF yang Efektif
Dengan Pelaksanaan Koordinasi Kegiatan dan
Dukungan Pelayanan Prima
5135
Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian
output belanja
95%
95%
95%
95%
95%
2.188,7
2.296,0
2.408,5
2.526,5
2.678,1
Persentase pegawai yang memenuhi standar
jamlat
60%
50%
50%
50%
50%
2.073,8
2.175,4
2.282,0
2.393,9
2.537,5
Tingkat Kepuasan Layanan Kesekretariatan
3,3
3,5
3,5
3,5
3,5
74.990,6
96.554,2
72.950,4
71.017,6
75.278,6
10.863,1
17.497,3
11.936,4
12.512,3
13.263,0
10.863,1
17.497,3
11.936,4
12.512,3
13.263,0
619.543,4
798.591,0
817.691,4
831.154,7
897.647,1
Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan
103.508,1
165.752,5
139.352,9
135.180,8
145.995,4
Balai Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan
Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Kerja
Sama Keuangan Regional dan Bilateral
Pusat Kebijakan
Regional dan Bilateral
P
Tersedianya Kebijakan dan Program Kerja sama
Internasional, Regional dan Bilateral yang
terpercaya dan optimal dalam rangka
mendukung terwujudnya stabilitas
Persentase usulan Indonesia yang diadopsi dalam
kerja sama ekonomi dan keuangan regional dan
bilateral
015.11.04
25%
40%
40%
40%
40%
Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di
Bidang Keuangan Negara
Mengembangkan SDM yang berintegritas dan
berkompetensi tinggi
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM
Persentase Jam Pelatihan terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangan
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
1731
22
22
23
23
24
3,50%
3,75%
4,00%
4,25%
4,50%
90%
90%
90%
90%
90%
Kegiatan Pengembangan SDM Melalui
Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan
Keuangan Negara Di Daerah
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangan
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
167
0.88%
0,94%
1,00%
1,06%
1,13%
54.642,3
43.280,5
56.667,3
70.766,2
76.427,5
86%
86%
87%
87%
88%
48.865,8
122.472,0
82.685,6
64.414,6
69.567,9
168
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1732
Kegiatan Pengembangan SDM Melalui
Penyelenggaraan Diklat Teknis dan Fungsional
Di Bidang Anggaran dan Perbendaharaan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
23.144,1
66.934,1
2017
2018
2019
26.892,6
29.241,7
31.581,0
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangan
0.18%
0.20%
0.21%
0.22%
0.24%
9.853,5
45.905,5
8.038,6
10.038,7
10.841,8
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
90.5%
91,0%
91,5%
92,0%
92,5%
2.091,6
7.155,0
2.683,0
1.900,0
2.052,0
22
22
23
23
24
11.199,0
13.873,6
16.171,0
17.303,0
18.687,2
25.029,7
31.910,9
39.997,3
44.549,8
48.113,7
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM.
1733
Kegiatan Pengembangan SDM Melalui
Penyelenggaraan Diklat Teknis Dan Fungsional Di
Bidang Kepabeanan dan Cukai
Pusdiklat Bea dan Cukai
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangan
0.36%
0.52%
0.56%
0.59%
0.63%
11.503,1
17.422,9
20.259,8
25.300,5
27.324,5
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
90.5%
91,0%
91,5%
92,0%
92,5%
3.082,0
1.140,0
3.963,5
2.600,0
2.808,0
22
22
23
23
24
10.444,6
13.348,0
15.774,0
16.649,3
17.981,2
18.088,6
19.806,8
25.610,4
28.527,9
30.810,1
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM
1734
Kegiatan Pengembangan SDM Melalui
Penyelenggaraan Diklat Teknis Dan Fungsional
Di Bidang Kekayaan Negara Dan Perimbangan
Keuangan
Pusdiklat Kekayaan
Negara dan
Perimbangan Keuangan
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangan
0.15%
0.21%
0.22%
0.23%
0.25%
5.156,3
8.410,7
11.178,4
13.959,6
15.076,4
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
90.5%
91,0%
91,5%
92,0%
92,5%
4.930,0
1.580,6
1.520,0
365,1
394,3
22
22
23
23
24
8.002,3
9.815,5
12.912,0
14.203,2
15.339,5
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM.
169
170
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1735
Kegiatan Pengembangan SDM Melalui
Penyelenggaraan Diklat Teknis Dan Fungsional
Di Bidang Selain Anggaran, Perbendaharaan,
Perpajakan, Kepabeanan, Cukai, Kekayaan
Negara Dan Perimbangan Keuangan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
19.609,2
21.156,2
11.727,2
2017
2018
2019
35.159,2
36.866,6
39.815,9
11.727,2
18.791,2
23.466,5
25.343,8
150,0
376,2
5.606,0
2.100,0
2.268,0
7.732,0
9.052,8
10.762,0
11.300,1
12.204,1
106.159,3
116.366,4
59.250,5
70.103,1
75.711,3
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Pusdiklat Keuangan
Umum
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangan
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM.
1736
0.34%
0.36%
0.39%
0.41%
0.44%
87%
88%
89%
90%
91%
22
22
23
23
24
Kegiatan Pengembangan SDM Melalui
Penyelenggaraan Diklat Teknis dan Fungsional
Di Bidang Perpajakan
Pusdiklat Pajak
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangan
0.68%
0.73%
0.78%
0.83%
0.88%
24.514,7
65.086,0
36.007,9
44.966,7
48.564,0
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
90.5%
91,0%
91,5%
92,0%
92,5%
69.078,9
36.947,9
5.982,0
6.149,7
6.641,7
22
22
23
23
24
12.565,7
14.332,5
17.260,6
18.986,7
20.505,6
190.676,4
200.107,1
341.040,1
326.522,5
352.644,3
174.430,2
172.139,8
315.032,6
296.573,4
320.299,3
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM
1737
Kegiatan Pengembangan SDM Melalui
Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan dan
Manajemen Serta Pendidikan Pascasarjana Bagi
Pegawai Kementerian Keuangan
Pusdiklat
Pengembangan SDM
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja
Pegawai Kementerian Keuangan
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
Nilai Peningkatan Kompetensi SDM.
171
0.92%
0.79%
0.84%
0.89%
0.95%
97%
97%
97%
98%
98%
2.729,4
12.600,5
7.410,9
10.592,8
11.440,2
22
22
23
23
24
13.516,8
15.366,8
18.596,6
19.356,3
20.904,8
172
Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
Kode
Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/
Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1738
Kegiatan Pengembangan SDM Melalui
Penyelenggaraan Pendidikan Program Diploma
Keuangan
Alokasi (dalam juta rupiah)
Target
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
86.105,6
120.018,7
94.735,1
96.636,6
104.367,5
Unit Pelaksana
Organisasi
P/QW/PL
Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
1739
Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan
dengan Predikat Minimal Baik
90%
90%
90%
90%
90%
69.828,6
103.258,2
76.633,9
77.648,5
83.860,4
Persentase Realisasi Layanan BLU
95%
95%
95%
95%
95%
16.277,0
16.760,5
18.101,2
18.988,1
20.507,1
47.222,4
56.538,3
55.653,3
63.525,7
68.607,8
Kegiatan Penyelenggaraan Dukungan
Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Bagi
Unit Kerja Di Lingkungan BPPK
Sekretariat Badan
Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan
Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan
Berkompetensi Tinggi
173
Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan Sekretariat
82%
83%
84%
85%
86%
20.933,7
26.283,5
24.669,4
30.688,5
33.143,6
Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar
Jamlat
50%
50%
50%
50%
50%
7.641,0
11.667,7
9.198,2
9.382,2
10.132,8
Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian
Output Belanja
95%
95%
95%
95%
95%
18.647,7
18.587,1
21.785,7
23.455,0
25.331,4
174
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
175
Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
176
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
No
1
Arah Kerangka Regulasi
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor
20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP)
Unit Penanggung Jawab:
DJA
Unit Terkait:
1. K/L yang memiliki PNBP
2. Menko Perekonomian
3. Kemenkumham
4. Setneg
Target Penyelesaian:
2015
2
RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan
Daerah sebagai pengganti atas Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah
Unit Penanggung Jawab:
DJPK
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. Kemendagri
4. Bappenas
Urgensi Pembentukan
1. Menyesuaikan dengan UUD 1945 (Hasil Amandemen), Pasal
23A pada UUD 1945 amandemen IV “pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur
dengan UU”, dan perlu dilakukan penyesuaian konsideran
“mengingat” dalam revisi UU No. 20/1997. Menjadikan
Pasal 33 UUD 1945 amandemen IV sebagai konsideran
“mengingat”.
2. Menyesuaikan dengan Paket UU Keuangan Negara,
Penerimaan hibah bukan merupakan PNBP, Penerimaan
harus disetor seluruhnya ke Kas Negara pada waktunya,
Penerapan pendekatan Unified Budget dan Performance
Based Budgeting, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
dalam pengelolaan Keuangan Negara, dan Hak tagih kepada
Negara kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun.
3. Memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam
pengelolaan PNBP saat ini dan mengantisipasi sistem
pengelolaan PNBP ke depan. Pada Tahun 2007-2011 terdapat
temuan pemeriksaan BPK antara lain pungutan tanpa dasar
hukum, terlambat/tidak disetor ke Kas Negara, penggunaan
langsung PNBP, dan PNBP dikelola di luar mekanisme APBN.
4. Perbaikan kebijakan pengelolaan PNBP, Peningkatan
pelayanan di K/L, peningkatan potensi PNBP, sebagai alat
kebijakan fiskal, penguatan landasan hukum, peningkatan
transparansi dan akuntabilitas.
1. Sejalan dengan prinsip “money follows function”,
penyempurnaan terhadap UU tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah perlu dilakukan dan disesuaikan dengan
perkembangan keadaan setelah diterbitkannya UU nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Memperbaiki kebijakan formulasi transfer ke daerah.
3. Mempertegas ketentuan mengenai sumber keuangan
daerah.
Target Penyelesaian:
2015
3
RUU tentang Jaring Pengaman Sistem
Keuangan
Unit Penanggung Jawab:
BKF
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. BI
4. OJK
5. LPS
Target Penyelesaian:
2015
177
1. Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang
mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan serta
memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh
rakyat Indonesia, maka diperlukan program pembangunan
ekonomi nasional yang dilaksanakan secara komprehensif
yang didukung dengan sistem keuangan yang stabil dan
tangguh. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu
mekanisme pengamanan sistem keuangan yang menjamin
stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional.
2. Sebagai negara dengan sistem perekonomian terbuka,
Indonesia dapat terpengaruh langsung dengan dinamika
kondisi perekonomian regional dan global. Dalam kurun
waktu 15 (lima belas) tahun terakhir, Indonesia pernah
Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
No
Arah Kerangka Regulasi
Urgensi Pembentukan
mengalami atau terimbas rangkaian krisis keuangan yang
terjadi baik di tingkat nasional, regional, maupun global.
Pengalaman Indonesia dalam menghadapi krisis regional
di kawasan Asia pada tahun 1997/1998, krisis reksa dana
domestik tahun 2005, dan krisis keuangan global yang
dipicu krisis US subprime mortgage tahun 2008, yang
kemudian berlanjut dengan krisis utang di negara-negara
kawasan Eropa tahun 2011, telah memberikan pelajaran
berharga bahwa krisis dapat terjadi dimana dan kapan saja.
3. Pengalaman krisis keuangan terdahulu dan gejolak
perekonomian global saat ini, mendorong pemerintah untuk
mempersiapkan mekanisme pencegahan dan penanganan
krisis keuangan melalui penyusunan RUU JPSK, sehingga
kita memiliki perangkat hukum yang memadai dalam
mengantisipasi ancaman krisis keuangan global.
4
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009
Unit Penanggung Jawab:
DJP
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
Target Penyelesaian:
2015
5
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor
13 tahun 1985 tentang Bea Meterai
Unit Penanggung Jawab:
DJP
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
Target Penyelesaian:
2015
1. Memperkuat basis data perpajakan yang bersumber dari
pihak ketiga dalam rangka memperkuat fungsi pengawasan
dan penegakan hukum di bidang perpajakan sebagai syarat
mutlak pelaksanaan self-assessment system;
2. Mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat baik
regional maupun internasional;
3. Menciptakan prosedur administrasi yang sederhana, mudah,
murah/efisien;
4. Mengikuti perkembangan/kemajuan teknologi, informasi,
komunikasi;
5. Meningkatkan kepatuhan sukarela Pembayar Pajak;
6. Memberikan perlindungan dan motivasi bagi aparatur pajak
dalam rangka melaksanakan tugas;
7. Menyempurnakan ketentuan formal perpajakan untuk
mengantisipasi perubahan Undang-Undang Perpajakan
Material (Undang-Undang PPh, Undang-Undang PPN dan
Undang-Undang PPnBM, Undang-Undang BM, dan UndangUndang PBB)
1. Sejak diterbitkannya UU Nomor 13 Tahun 1985 sampai
dengan saat ini belum pernah mengalami perubahan (28
tahun);
2. Kondisi masyarakat telah mengalami banyak perubahan
di bidang ekonomi, sosial, teknologi, dan perkembangan
hukum positif terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang
Bea Meterai;
3. Untuk menyempurnakan sistem tarif agar lebih memberikan
rasa keadilan dalam pengenaan Bea Meterai dan disesuaikan
dengan kondisi perekonomian di masyarakat;
4. Untuk mengadopsi pemungutan Bea Meterai yang lazim
diterapkan di negara lain (international best practices);
5. Untuk menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan
peraturan-peraturan lain yang terkait.
178
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
No
6.
Arah Kerangka Regulasi
RUU tentang Perubahan Harga Rupiah
Unit Penanggung Jawab:
DJPB
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. BI
Target Penyelesaian:
2016
7
RUU tentang Lelang
Unit Penanggung Jawab:
DJKN
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
Target Penyelesaian:
2016
179
Urgensi Pembentukan
1. Perkembangan perekonomian nasional menunjukkan
kemajuan yang semakin signifikan, sehingga diperlukan
kebijakan yang mendukung efisiensi perekonomian
untuk meningkatkan daya saing nasional dalam rangka
mewujudkan cita-cita luhur bangsa menuju masyarakat adil
dan makmur sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Agar kesinambungan perkembangan perekonomian
nasional dapat terpelihara, diperlukan jumlah uang rupiah
yang cukup dan dalam pecahan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, serta tetap terjaganya nilai
rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli
masyarakat.
3. Pada saat ini pecahan rupiah memiliki jumlah digit
yang terlalu banyak, sehingga untuk efisiensi transaksi
perekonomian dan meningkatkan kredibilitas rupiah, perlu
menerapkan kebijakan perubahan harga mata uang melalui
penyederhanaan jumlah digit pada denominasi uang rupiah
tanpa mengurangi daya beli, harga, atau nilai tukarnya.
1. Vendu Reglement merupakan produk hukum pemerintah
kolonial Belanda tanggal 28 Februari 1908 yang dibuat
khusus untuk Negara kolonial. Secara filosofis, sosiologis,
yuridis, ketentuan lelang harus segera diganti dengan
Undang-Undang Lelang yang baru, karena tidak sesuai
dengan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu, sebagian
besar dari pasal-pasal Vendu Reglement sudah tidak lagi
mengakomodasi perkembangan hukum, kebutuhan dan
tuntutan masyarakat akan keadilan, dan kepastian hukum.
2. Lelang berkaitan dengan masyarakat luas, sehingga
diperlukan adanya ketentuan yang mengikat untuk
menjamin kepastian hukum seperti ketentuan mengenai
hak dan kewajiban bagi Penjual dan Pembeli, ketentuan
mengenai pengumuman lelang, sanksi administratif dan
pidana.
3. Lelang digunakan untuk mendukung perekonomian melalui
transaksi jual beli yang sehat, transparan, kompetitif, efektif
dan efisien, maka perlu diberikan landasan hukum yang
kuat dengan Undang-Undang, sehingga menumbuhkan
kepercayaan publik terhadap lelang.
4. Dalam Vendu Reglement belum mengakomodasi peran
swasta dalam lelang, seperti ketentuan yang mengatur
mengenai Balai Lelang. Sementara itu, potensi lelang
masih sangat besar yang memerlukan peran swasta dalam
mengembangkan lelang sukarela.
5. Perlunya penegasan wewenang Pejabat Lelang sebagai
Pejabat Umum, sehingga produk hukum yang dihasilkan
lebih kuat termasuk ketentuan tentang Pejabat Lelang
Negara dan Swasta sebagai penyelenggara lelang yang
memberikan kontribusi untuk Negara.
6. Untuk menuju lelang yang modern, ketentuan lelang
dengan IT perlu diatur dengan Undang-Undang, karena
Vendu Reglement tidak mengatur ketentuan lelang dengan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
No
Arah Kerangka Regulasi
Urgensi Pembentukan
7. Lelang merupakan sarana penjualan barang yang
diamanatkan oleh berbagai undang-undang seperti HIR,
KUHAP, Undang-Undang Hak Tanggungan, UndangUndang Fidusia, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,
dan lain- lain. Dengan demikian, lelang akan selalu eksis
dan dibutuhkan masyarakat. Untuk itu, diperlukan adanya
kejelasan terhadap hak dan kewajiban para pihak, khususnya
perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik.
8
RUU tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia
Unit Penanggung Jawab:
BKF
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. OJK
4. BI
Target Penyelesaian:
2016
9
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 36 Tahun 2008
Unit Penanggung Jawab:
DJP
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
Target Penyelesaian:
2016
1. Terbitnya UU No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan yang mengatur wewenang OJK terkait
pengaturan dan pengawasan perbankan yang selama ini
menjadi wewenang BI sehingga diperlukan penyesuaian
atas tugas BI. Sesuai UU OJK, sejak 1 Januari 2014 fungsi
pengaturan dan pengawasan perbankan yang selama ini
dilakukan Bank Indonesia akan beralih ke OJK. Dengan
telah ditetapkannya waktu peralihan fungsi ini Pemerintah
harus menyiapkan segala aspek, termasuk aspek legal, agar
amanat UU OJK dapat secara penuh dilaksanakan.
2. Pengaturan kembali mengenai tujuan Bank Indonesia
dirasakan perlu dilakukan karena tujuan yang saat ini diatur
dalam UU yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah dalam implementasinya menimbulkan dua
pengertian dalam penerapannya yaitu memelihara
kestabilan nilai rupiah sebagai nilai tukar dan juga nilai
rupiah terkait stabilitas harga atau inflasi. Sehingga
walaupun terlihat hanya satu tujuan namun pernyataan
tujuan tersebut menimbulkan penafsiran ganda.
3. UU OJK mengatur juga tentang pembagian tugas
makroprudensial dan mikroprudensial yang juga belum
diatur dalam UU Bank Indonesia. Amandemen UU BI
diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai tugas
dan wewenang BI dalam Stabilitas sistem keuangan. Peran
dan tugas otoritas terkait diperlukan untuk mendukung
terciptanya stabilitas sistem keuangan nasional.
4. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai peran BI
yang lebih jelas dan tegas untuk memperlancar kegiatan
ekonomi masyarakat.
1. Untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pengenaan
Pajak Penghasilan; antara lain terkait penentuan Subjek dan
Non Subjek, definisi istilah-istilah teknis dalam UndangUndang Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap, Kantor
Perwakilan Dagang Asing serta Organisasi Internasional;
2. Untuk menyempurnakan norma guna mengakomodasi
perubahan kondisi ekonomi serta meningkatkan tax ratio;
3. Untuk mengurangi potensi adanya celah hukum atau loop
hole dalam ketentuan perpajakan;
4. Untuk memberikan kemudahan dan meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak;
180
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
No
Arah Kerangka Regulasi
Urgensi Pembentukan
5. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pemungutan
pajak;
6. Untuk mengantisipasi perkembangan transaksi-transaksi
ekonomi baru yang belum diatur secara khusus dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan saat ini;
7. Untuk memenuhi kebutuhan adanya ketentuan mengenai
statutory general anti avoidance rules dalam Undang-Undang
Pajak Penghasilan guna mencegah penghindaran pajak;
8. Untuk mengantisipasi perubahan konsep penghasilan dan
biaya serta sistem pembukuan Wajib Pajak sehubungan
dengan perubahan standar akuntansi yang dikonvergensi
ke International Financial Reporting Standard (IFRS);
9. Untuk menyempurnakan ketentuan mengenai fasilitas
perpajakan guna lebih memberikan ruang bagi Pemerintah
dalam menggunakan Pajak sebagai instrument fiskal dalam
pengelolaan perekonomian nasional.
10
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 12 Tahun 1994
Unit Penanggung Jawab:
DJP
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
Target Penyelesaian:
2016
11
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor
42 Tahun 2009
Unit Penanggung Jawab:
DJP
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
Target Penyelesaian:
2016
181
1. Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan,
pertambangan, dan sektor lainnya oleh Pemerintah setelah
pengalihan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor
Perdesaan dan Perkotaan kepada Pemerintah Daerah;
2. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum,
ekonomi, politik, dan sosial;
3. Untuk mengharmonisasikan ketentuan Pajak Bumi dan
Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan,
dan sektor lainnya dengan peraturan perundang-undangan
yang terkait;
4. Untuk merumuskan sistem pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan,
dan sektor lainnya yang selaras dengan sistem pemungutan
pajak pusat lainnya yang ketentuan formalnya diatur dalam
undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan;
5. Untuk menciptakan sistem pemajakan yang sederhana,
mudah, dan efisien untuk Pajak Bumi dan Bangunan sektor
perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor
lainnya.
1. Untuk mengakomodasi perkembangan ekonomi global
dan teknologi informasi yang telah menciptakan bentuk
transaksi-transaksi baru seperti transaksi e-commerce dan
transaksi dengan dokumen yang memerlukan tanda tangan
digital;
2. Untuk meningkatkan VAT Efficiency Ratio yang masih rendah
melalui peraturan yang tertuang di dalam Undang-Undang
PPN;
3. Untuk memberikan landasan hukum yang jelas dan tegas
di dalam Undang-Undang PPN atas penyempurnaan
sistem administrasi PPN (Roadmap pembenahan sistem
administrasi PPN);
4. Untuk mensinkronisasikan antara peraturan PPN dengan
Undang-Undang lainnya.
Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
No
12
Arah Kerangka Regulasi
RUU tentang Pengurusan Piutang Negara /
Piutang Daerah
Unit Penanggung Jawab:
DJKN
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Kemendagri
3. Setneg
Target Penyelesaian:
2017
13
RUU tentang Dana Pensiun
Unit Penanggung Jawab:
BKF
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. OJK
Target Penyelesaian:
2017
14
RUU tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Unit Penanggung Jawab:
BKF
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. LPS
Target Penyelesaian:
2017
15
RUU tentang Lembaga Pembiayaan
Pembangunan Indonesia
Unit Penanggung Jawab:
DJKN
Urgensi Pembentukan
1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai
pengelolaan dan pengurusan piutang negara dan piutang
daerah yang lebih jelas dan tegas.
2. Perlunya pengamanan kekayaan negara berupa piutang
negara dan piutang daerah.
3. Perlunya kepastian hukum dalam rangka pengurusan
piutang negara dan piutang daerah.
4. Perlunya langkah penyelesaian piutang negara dan piutang
daerah yang efektif dan efisien.
5. Ketentuan mengenai pengurusan piutang negara dan
piutang daerah bersifat khusus.
1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai dana
pensiun yang lebih jelas dan tegas.
2. Dinamika industri dana pensiun dan lembaga keuangan
lainnya.
3. Berbagai tantangan untuk mengembangkan dana pensiun
di Indonesia.
4. Sinkronisasi dangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
1. Ancaman krisis sektor keuangan yang berakibat merosotnya
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan
membahayakan stabilitas keuangan menuntut adanya
mekanisme penanganan bank gagal berdampak sistemik.
2. Mekanisme penanganan bank gagal berdampak sistemik
diperlukan untuk memastikan penanganan bank gagal
dapat dilakukan secara tepat sehingga penyelematan sistem
keuangan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih efisien.
3. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi
Undang-Undang belum mengatur secara rinci dan lengkap
terkait fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam
penanganan bank gagal berdampak sistemik.
4. Pengaturan tugas, fungsi, kewenangan, dan pengawasan
LPS dalam penanganan bank gagal perlu secara khusus
ditambahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi
Undang-Undang.
1. Kemandirian operator investasi, agar dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif dan efisien;
2. Terintegrasinya pengelolaan dana investasi;
3. Tidak terjadinya overlapping tugas dan fungsi antar operator
investasi;
182
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
No
15
Arah Kerangka Regulasi
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. Bappenas
4. K/L Sektoral
Urgensi Pembentukan
4. Terbentuknya operator investasi yang memiliki kejelasan
dari sisi permodalan, segmentasi investasi, governance dan
pertanggungjawaban.
Target Penyelesaian:
2017
16
RUU tentang Pelaporan Keuangan
Unit Penanggung Jawab:
SETJEN
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. IAI
Target Penyelesaian:
2017
17
RUU tentang Pasar Modal
Unit Penanggung Jawab:
BKF
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. OJK
Target Penyelesaian:
2018
18
RUU tentang Penjaminan Polis
Unit Penanggung Jawab:
BKF
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. OJK
183
1. Saat ini Indonesia belum memiliki database center laporan
keuangan yang komprehensif. Database center laporan
keuangan ini akan bermanfaat antara lain untuk mendukung
optimalisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan dan
mendorong peningkatan investasi di Indonesia.
2. Saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang tentang
pelaporan keuangan yang sangat diperlukan untuk
memberikan kepastian hukum dalam penyusunan laporan
keuangan dan meningkatkan kualitas laporan keuangan.
3. Dasar hukum pelaporan keuangan yang ada saat ini kurang
memadai, terutama yang berkaitan dengan:
a. Kewajiban penyusunan laporan keuangan;
b. Kualifikasi penyusun laporan keuangan;
c. Standar pelaporan keuangan; dan
d. Penyusun standar pelaporan keuangan (standard setter).
4. Perlunya meningkatkan penerapan prinsip Good Corporate
Governance (GCG) di Indonesia.
5. Di banyak negara laporan keuangan diatur secara
komprehensif dalam suatu undang-undang.
6. Sejalan dengan rekomendasi World Bank dalam Report
on Observance of Standards and Codes (ROSC) 2010, yang
menyatakan Indonesia perlu mempunyai UU Pelaporan
Keuangan.
1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pasar
modal yang lebih jelas dan tegas.
2. Kemandirian otoritas pengawas jasa keuangan, termasuk
pasar modal sangat diperlukan agar dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif dan efisien.
3. Lemahnya struktur organisasi bursa yang berlandaskan
keanggotaan.
4. Adanya kecenderungan global dalam pengelolaan Self
Regulatory Organization (SRO) menuju konsep demutualisasi
lembaga bursa.
5. Sinkronisasi dengan Undang–Undang tentang Otoritas Jasa
Keuangan
1. Undang-undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
pasal 53 ayat (2) memberikan amanat penyelenggaraan
Program Penjaminan Polis yang diatur dalam undangundang.
2. Selanjutnya, sesuai pasal 53 ayat (4) diamanatkan bahwa
Undang-Undang Penyelenggaraan Program Penjaminan
Polis dimaksud paling lambat dibentuk 3 tahun sejak UU
Perasuransian diundangkan, yaitu 17 Oktober 2014.
Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
No
Arah Kerangka Regulasi
Target Penyelesaian:
2018
19
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Unit Penanggung Jawab:
DJPK
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. Kemendagri
4. K/L Sektoral
Target Penyelesaian:
2018
20
RUU tentang Penilai
Unit Penanggung Jawab:
DJKN
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Profesional Penilai (MAPPI)
3. Setneg
Urgensi Pembentukan
3. Program Penjaminan Polis dimaksudkan untuk menjamin
pengembalian sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis
dan Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya dan
dilikuidasi.
4. Keberadaan Program Penjaminan Polis juga dimaksudkan
untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
industri perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan
dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan
jasa asuransi.
1. Kebijakan fiskal nasional menjadi landasan dalam
menetapkan kebijakan PDRD;
2. Penyempurnaan ketentuan materil dan formil UU PDRD;
3. Penegasan peran Menteri Keuangan sebagai pengelola
fiskal nasional;
4. Banyaknya gugatan masyarakat terhadap UU PDRD ke MK;
5. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN terkait pasar
tunggal dan basis produksi;
6. Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang hubungan
keuangan antara pusat dan daerah, UU bidang perpajakan
dan UU terkait lainnya.
1. Kebutuhan kegiatan ekonomi masyarakat terhadap
ketentuan mengenai profesi Penilai.
2. Adanya ketentuan/peraturan di bidang lain yang semakin
memerlukan peran Penilai.
3. Belum lengkapnya fungsi kelembagaan terkait dengan
pembinaan dan pengawasan Penilai.
4. Belum setaranya pengaturan hukum profesi Penilai.
Target Penyelesaian:
2018
21
RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara
Unit Penanggung Jawab:
DJKN
Unit Terkait:
1. Kemenkumham
2. Setneg
3. K/L (ESDM, Kehutanan, Kemendagri)
Target Penyelesaian:
2018
1. Pada saat ini, pengaturan mengenai pengelolaan kekayaan
negara dikuasai masih terpisah-pisah karena disesuaikan
dengan kepentingan sektoral dan belum diatur secara
komprehensif dalam suatu undang-undang sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) UndangUndang Dasar 1945.
2. Belum adanya satu neraca kekayaan negara mengakibatkan
belum terdapat basis data yang menyajikan nilai kekayaan
negara dikuasai secara terkonsolidasi, sehingga tidak
ada acuan yang jelas dan pasti bagi Pemerintah dalam
penentuan kebijakan fiskal, akibatnya penerimaan negara
dari pengelolaan kekayaan negara dikuasai belum dapat
berjalan secara optimal dibandingkan dengan kekayaan
negara yang diusahakan
184
Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019
No
Arah Kerangka Regulasi
Urgensi Pembentukan
3. Terdapat BMN/D berupa tanah dan/atau bangunan yang
diduduki dan/atau dalam sengketa dengan masyarakat
atau pihak lain yang dapat berpotensi lepasnya BMN/D
dari negara. Selain itu, kondisi saat ini atas rumah negara
menunjukkan bahwa jumlah rumah negara yang dimiliki
oleh negara tidak lagi sesuai dan mampu memenuhi jumlah
aparatur negara yang ada, serta timbulnya permasalahanpermasalahan berkaitan dengan rumah negara akibat
keinginan penghuni untuk memiliki rumah negara yang
berdasarkan peraturan tidak dapat dialihkan kepada
penghuni, serta adanya kebijakan yang tidak seragam dalam
pelepasan rumah negara pada kementerian/lembaga.
4. Pengaturan atas pengelolaan kekayaan negara
dipisahkan saat ini masih terbatas pada penyertaan
modal negara pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah
(BUMN/D).
5. Penyusunan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan
Negara yang lingkupnya meliputi kekayaan negara
dikuasai, kekayaan negara dimiliki dan kekayaan negara
yang dipisahkan dalam satu undang-undang yang
terpadu, akan menyempurnakan sistem pengelolaan
kekayaan negara sehingga dihasilkan sistem pengelolaan
yang integratif, komprehensif, transparan, dan akuntabel.
Undang-undang semacam ini diharapkan mampu
memberikan kepastian hukum dan jaminan pengelolaan
kekayaan negara untuk memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
185
Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan
halaman ini sengaja dikosongkan
186
Download