ii iii iv v Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 DAFTAR ISI Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 466/KMK.01/2015 tentang rencana strategis Kementrian Keuangan Tahun 2015-2019 Daftar Isi vi Daftar Tabel viii Daftar Grafik ix BAB I Pendahuluan 3 1.1 Kondisi Umum 3 1.1.1 Bidang Pengelolaan Keuangan Negara 3 1.1.2 Bidang Reformasi Birokrasi 22 1.2 Aspirasi Masyarakat 28 1.3 Potensi dan Permasalahan 31 BAB II Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Keuangan 41 2.1 Visi Kementerian Keuangan 41 2.2 Misi Kementerian Keuangan 41 2.3 Nilai - nilai Kementerian Keuangan 41 2.4 Tujuan Kementerian Keuangan 43 2.5 Sasaran Strategis Kementerian Keuangan 43 BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan 47 3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional 47 3.1.1 Nawa Cita yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian 48 Keuangan (Kementerian Keuangan selaku leading sector) 3.1.2 Nawa Cita yang tidak terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian 56 Keuangan 3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan 58 3.3 Kerangka Regulasi 66 3.4 Kerangka Kelembagaan 76 vi Daftar isi 3.4.1 Penataan Kelembagaan dan Proses Bisnis 77 3.4.2 Pengelolaan Sumber Daya Aparatur 83 3.4.3 Manajemen Perubahan (Change Management) 88 BAB IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 93 4.1 Target Kinerja 93 4.2 Kerangka Pendanaan 97 BAB V Penutup 101 Lampiran I Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan 105 Lampiran II Matriks Kerangka Regulasi Kementerian Keuangan 2015-2019 177 vii Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 DAFTAR Tabel No Keterangan Hal Tabel 1.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Negara 4 Tabel 1.2 Perkembangan Realisasi Belanja Negara 7 Tabel 1.3 Perkembangan Transfer ke Daerah Tahun 2010 - 2014 9 Tabel 1.4 Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP pada periode tahun 2009-2013 10 Tabel 1.5 Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKKL dan LK BUN pada periode tahun 2009-2013 10 Tabel 1.6 Penggunaan Proyek APBN sebagai Underlying Penerbitan SBSN – Project Financing 15 Tabel 1.7 Perkembangan indikator portofolio utang 17 Tabel 1.8 Perkembangan Rating Indonesia 2010-2013 19 Tabel 1.9 Indeks Opini Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan selama 2010-2013 26 Tabel 3.1 Tabel Existing Pegawai Kemenkeu Per 1 Februari 2015 84 Tabel 3.2 Kebutuhan Pegawai Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 84 Tabel 3.3 Kebutuhan Pegawai Baru Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 85 Tabel 3.4 Kunci Sukses Manajemen Perubahan 89 Tabel 4.1 Tujuan, Sasaran Strategis, Indikator, dan Target Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 93 Tabel 4.2 Indikasi Kebutuhan Pendanaan Kementerian Keuangan 2015 – 2019 98 viii Daftar isi DAFTAR Grafik No Keterangan Hal Grafik 1.1 Perkembangan Rasio Pembiayaan APBN Tahun 2009-2014 12 Grafik 1.2 Perkembangan Defisit Anggaran 13 Grafik 1.3 Perkembangan Rasio Utang Pemerintah Terhadap PDB, 2010-2014 18 Grafik 1.4 Perkembangan Rasio Utang Pemerintah Terhadap Pendapatan dan Belanja Negara, 2010-2014 18 Grafik 1.5 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 29 Grafik 1.6 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Unit Eselon I lingkup Kementerian Keuangan 29 Grafik 1.7 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan Tahun 2013 dan Tahun 2014 30 Grafik 1.8 Matriks Importance Performance Analysis (IPA) Kementerian Keuangan Berdasarkan Unsur Layanan Tahun 2014 31 Grafik 1.9 Keterkaitan Renstra dengan Dokumen Perencanaan lain 37 Grafik 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Keuangan 80 ix Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 BAB I Pendahuluan Dalam BAB I ini, disajikan kondisi umum Kementerian Keuangan yang merupakan penggambaran atas pencapaian-pencapaian tema dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan periode sebelumnya (2010-2014). Dalam Renstra periode sebelumnya, terdapat enam tema utama yaitu: Pendapatan Negara, Belanja Negara, Perbendaharaan Negara, Pembiayaan APBN, Kekayaan Negara, Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank 11. Selain capaian-capaian yang diraih Kementerian Keuangan, disadari bahwa dalam upaya mencapai misi dan visi Kementerian Keuangan terdapat aspirasi masyarakat yang semakin dinamis. Beberapa aspirasi masyarakat yang merupakan harapan stakeholders kepada Kementerian Keuangan akan dijabarkan sebagai masukan penyusunan renstra ini. Aspirasi masyarakat tersebut didapatkan dalam serangkaian survei kepuasan stakeholders atas pelayanan yang diberikan oleh Kementerian Keuangan dalam empat tahun terakhir. Salah satu masukan terpenting adalah dimensi-dimensi pelayanan yang harus ditingkatkan oleh Kementerian Keuangan di masa yang akan datang. Dalam rangka melayani stakeholders serta dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya sebagai regulator di bidang kebijakan fiskal, terdapat potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh Kementerian Keuangan. Potensi dan permasalahan Kementerian Keuangan yang dipaparkan lebih lanjut dalam bagian akhir BAB I ini merupakan sisi yang harus dipertimbangkan dalam proses penyusunan rencana strategis. 1.1 Kondisi Umum Dalam Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014, Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan dikelompokkan dalam enam tema yaitu Pendapatan Negara, Belanja Negara, Perbendaharaan Negara, Pembiayaan APBN, Kekayaan Negara, Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank. Untuk menunjang pencapaian Sasaran Strategis dan Program yang dibagi dalam enam tema tersebut, Kementerian Keuangan telah menyusun Sasaran Strategis dan Program Kementerian Keuangan lainnya yang pada hakekatnya merupakan pilar-pilar Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan yang menyangkut penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, peningkatan disiplin dan manajemen SDM, pengembangan Informasi dan Teknologi serta good governance. 1.1.1 Bidang Pengelolaan Keuangan Negara a. Pendapatan Negara Kondisi perekonomian global yang belum membaik sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional, namun demikian dengan penerapan kebijakan secara konsisten dan berkelanjutan mampu mendorong peningkatan pendapatan negara. Pendapatan negara pada periode tahun 2010-2013 mengalami peningkatan yang sangat pesat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13,1 persen per tahun. Dalam periode tersebut, secara nominal realisasi pendapatan negara meningkat dari Rp995,3 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp1.438,9 triliun pada tahun 2013. Dalam APBN-P 2014, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp1.635,4 triliun, meningkat 13,7 persen dari realisasinya dalam tahun 2013. Jumlah tersebut terdiri atas pendapatan dalam negeri sebesar Rp1.633,1 1 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pelaksanaan tugas Bapepam-LK dilimpahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 3 BAB I | Pendahuluan triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp2,3 triliun. Perkembangan pendapatan negara tahun 2010-2014 disajikan dalam tabel berikut. Tabel 1.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Negara (dalam miliar Rupiah) Uraian 2010 2011 2012 2013 2014* Pendapatan Negara dan Hibah 995.271,5 1.210.599,7 1.338.109,6 1.438.891,1 1.635.378,5 1. Pendapatan Dalam Negeri 992.248,5 1.205.345,7 1332.322,9 1.432.058,6 1.633.053,4 a. Penerimaan Perpajakan 723.306,7 873.873,9 980.518,1 1.077.306,7 1.246.107,0 b. PNBP 268.941,9 331.471,8 351.804,7 354.751,9 386.946,4 3.023,0 5.253,9 5.786,7 6.832,5 2.325,1 2. Hibah * target Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2014. Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2015 Kementerian Keuangan telah melakukan kebijakan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan perpajakan dalam periode tahun 2010-2013. Kebijakan pajak nonmigas untuk melaksanakan program optimalisasi penerimaan pajak dilakukan melalui: (a) penggalian potensi penerimaan pajak berbasis sektoral; (b) intensifikasi pemeriksaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21; (c) penataan ulang wajib pajak (WP); (d) relokasi WP terdaftar untuk meningkatkan pengawasan terhadap WP, khususnya WP pertambangan dan perkebunan; (e) peningkatan pengawasan kinerja Kantor Wilayah (Kanwil) dan Kantor Pelayanan Perpajakan (KPP) Direktorat Jenderal Pajak; dan (f ) penerapan e-tax invoice. Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah memperbaiki pelayanan, baik melalui pembentukan KPP modern, maupun perbaikan sistem administrasi serta pemanfaatan data dan teknologi informasi. Sinkronisasi atas kebijakan-kebijakan yang telah ada, penguatan aturan untuk mendukung penerimaan, serta fokus terhadap sektor-sektor usaha yang dapat meningkatkan penerimaan juga telah dilaksanakan pada periode tahun 2010-2014. Salah satu bentuk penerapan langkah tersebut adalah dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, yang mewajibkan Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi dan Pihak lain (ILAP) untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Kementerian Keuangan. Dengan penerapan kebijakan-kebijakan tersebut, rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB)/tax ratio Indonesia pada tahun 2010-2013 terus meningkat dari sebesar 11,3 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 11,9 persen pada tahun 2013. Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan dari sektor kepabeanan, Kementerian Keuangan telah melakukan upaya-upaya, antara lain: (a) peningkatan akurasi nilai pabean dan klasifikasi barang; (b) efektivitas pemeriksaan fisik barang; (c) konfirmasi certificate of 4 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 origin dalam rangka Free Trade Agreement (FTA); (d) pengawasan modus antar pulau dan pemberantasan ekspor ilegal; (e) pengawasan modus switching jenis barang Crude Palm Oil (CPO) menjadi turunan CPO dengan tarif bea keluar yang lebih rendah; (f ) otomasi sistem komputer pelayanan ekspor; (g) peningkatan fungsi audit bidang kepabeanan; (h) peningkatan efektifitas pengawasan dan pelayanan pada Kawasan Berikat (KB) melalui IT Inventory dan Monitoring CCTV System; dan (i) pengawasan dan pelayanan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Sementara itu, optimalisasi di bidang cukai dilakukan melalui: (a) pengawasan dan penindakan terhadap Barang Kena Cukai (BKC) ilegal dan pelanggaran hukum lainnya; (b) penerapan Sistem Aplikasi Cukai (SAC) secara sentralisasi; dan (c) audit terhadap para pengusaha BKC. Kementerian Keuangan juga telah melaksanakan pengembangan otomasi sistem pelayanan kepabeanan dan cukai, pemberian fasilitas/kemudahan dalam pelayanan kepabeanan, pembentukan Kantor Pelayanan Utama (KPU) dan modernisasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), peningkatan pelayanan kepabeanan melalui jalur mitra utama (MITA) dan jalur prioritas, penegakan hukum di bidang kepabeanan melalui risk management, risk assesment, profiling dan targeting, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah berperan sebagai pelaksana harian pada penerapan portal Indonesia National Single Windows (INSW). Dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), selama periode tahun 2010-2013, secara keseluruhan terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu tersebut, PNBP mengalami pertumbuhan rata-rata mencapai 9,7 persen per tahun. Pada tahun 2014, realisasi PNBP diperkirakan mencapai Rp386,9 triliun, meningkat 9,1 persen jika dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2013. Dilihat dari komposisinya, lebih tingginya target di tahun 2014 lebih didorong oleh peningkatan penerimaan sumber daya alam (SDA) nonmigas yang meningkat sebesar 29,3 persen. 5 BAB I | Pendahuluan Untuk mengoptimalkan PNBP, usaha yang telah dilaksanakan diantaranya difokuskan pada pencapaian target lifting minyak bumi dan gas bumi, efisiensi cost recovery dengan tetap berpedoman pada peraturan yang berlaku, peningkatan pembinaan dan pengawasan mineral dan batubara, pengembangan sistem penatausahaan hasil hutan berbasis teknologi, dan peningkatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Disamping itu, Kementerian Keuangan juga telah mengembangkan sistem online dalam penyetoran PNBP melalui Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) sebagai salah satu upaya penyempurnaan sistem pengadministrasian keuangan negara. Penerapan sistem baru ini diantaranya dimaksudkan untuk memudahkan Wajib Bayar dalam melakukan pembayaran/penyetoran PNBP yang pada akhirnya akan mengoptimalkan PNBP. Kemudahan tersebut antara lain pembayaran/penyetoran PNBP yang dapat dilakukan melalui berbagai saluran pembayaran seperti teller (over the counter), Automatic Teller Machine (ATM), Electronic Data Capture (EDC), maupun internet banking. Sementara itu, optimalisasi PNBP lainnya dan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) dilakukan antara lain melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi, peningkatan pelayanan, perbaikan administrasi, dan penyempurnaan peraturan di bidang PNBP lainnya dan pendapatan BLU, termasuk peraturan terkait dengan jenis dan tarif PNBP K/L. Adapun penerimaan hibah merupakan hibah yang diterima dari negara-negara donor maupun dari organisasi internasional. Realisasi penerimaan hibah selama tahun 20102013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 31,2 persen. Dalam APBN-P 2014, penerimaan hibah diproyeksikan sebesar Rp2,3 triliun. Penerimaan hibah tersebut akan digunakan untuk membiayai program-program terkait pendidikan, pengembangan desa dan sistem perkotaan, penyediaan air bersih dan subsidi, baik yang dikelola oleh K/L maupun diterushibahkan ke daerah. b. Belanja Negara Dalam rangka mewujudkan kebijakan pemerintah yang ekspansif dengan menetapkan anggaran belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara, anggaran belanja negara terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik dalam belanja pemerintah pusat maupun belanja transfer ke daerah. Di bidang belanja pemerintah pusat, telah ditempuh berbagai kebijakan beserta penyediaan anggarannya dalam APBN. Kebijakan dan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBN tersebut, diarahkan antara lain untuk menunjang kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, mendukung stabilitas dan kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan ekonomi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta mengurangi kemiskinan (baik secara absolut maupun secara persentase). Terkait dengan realisasinya, anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam kurun waktu 2010–2013, secara nominal mengalami peningkatan, yaitu dari Rp697,4 triliun dalam tahun 2010, menjadi Rp1.137,2 triliun pada APBN-P 2013. Adapun pada tahun 2014 belanja Pemerintah Pusat dialokasikan sebesar Rp1.280,4 triliun. Apabila dilihat dari proporsinya terhadap belanja negara, anggaran belanja Pemerintah Pusat mengalami peningkatan dari 66,9 persen pada tahun 2010 menjadi 68,2 persen dalam APBN-P 2014. Perkembangan anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam kurun waktu tersebut 6 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang secara signifikan mempengaruhi antara lain adalah harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (Indonesia Crude oil Price/ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kondisi perekonomian global. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan APBN antara lain kebutuhan belanja operasional untuk penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan skala besar dengan siklus tertentu seperti pemilu, dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan di bidang belanja Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam APBN. Tabel 1.2 Perkembangan Realisasi Belanja Negara (dalam miliar Rupiah) Uraian Belanja Negara Belanja Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah Suspen 2010 2011 2012 2013 2014* 1.042.117,2 1.294.999,1 1.491.410,2 1.650.563,7 1.876.872,8 697.406,4 883.721,9 1.010.558,2 1.137.162,9 1.280.368,6 344.727,6 411.324,8 480.645,1 513.260,4 596.504,2 (16,8) (47,5) 206,9 140,4 - * target Realisasi Belanja Negara Tahun 2014 Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2015 Kementerian Keuangan telah melakukan beberapa kebijakan dalam bidang belanja negara, yaitu: (1) peningkatan produktivitas belanja melalui pengurangan belanja yang bersifat konsumtif dengan penerapan flat policy belanja operasional dan mempertajam alokasi belanja untuk mendukung pembangunan infrastruktur untuk mendukung upaya debottlenecking, domestic connectivity, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan kesejahteraan masyarakat; (2) peningkatan alokasi anggaran dan cakupan program perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan bencana; (3) penyempurnaan penyaluran subsidi yang lebih tepat sasaran dan pengendalian subsidi energi antara lain melalui: (i) penyesuaian harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi; (ii) penyesuaian tarif tenaga listrik; (iii) menjamin program investasi dan rehabilitasi sarana/prasarana dalam penyediaan tenaga listrik dan tersedianya listrik untuk seluruh masyarakat melalui pemberian subsidi listrik; (iv) pembatasan konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap; (v) peningkatan penggunaan energi alternatif non BBM; dan (vi) peningkatan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi; (4) penghematan berbagai kegiatan yang kurang produktif seperti pelaksanaan seminar, rapat kerja, dan workshop, salah satunya melalui penyempurnaan pengaturan tentang perjalanan dinas luar negeri; (5) perluasan sumber-sumber pendanaan pembangunan. Langkah administratif lainnya yang ditempuh Pemerintah adalah penerapan kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan anggaran, yakni kebijakan reward and punishment; (6) memberikan pedoman pembahasan RAPBN dengan DPR sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi kepada Kementerian/Lembaga (K/L) lain; (7) melakukan reformasi di bidang penganggaran; dan (8) mendukung implementasi BPJS Kesehatan dan BPJS 7 BAB I | Pendahuluan Ketenagakerjaan. Penerapan kebijakan ini ditujukan agar K/L dapat lebih disiplin dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Dari sisi penyerapan belanja pemerintah pusat, peningkatan yang cukup signifikan terus dapat dicapai yaitu dari 89,24 persen pada tahun 2010 menjadi 95,01 persen pada tahun 2013. Sehingga secara rata-rata, penyerapan belanja pemerintah pusat dalam periode tersebut mencapai 94,25 persen. Pelaksanaan otonomi daerah yang mulai digulirkan pada tahun 2001 membawa konsekuensi penyerahan hampir seluruh kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah kecuali enam kewenangan yang masih menjadi urusan pemerintah yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Penyerahan wewenang tersebut harus pula diikuti oleh pendanaannya sesuai dengan prinsip money follows function. Pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya serta mengelola keuangannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu instrumen kebijakan desentralisasi fiskal dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah ini berupa transfer ke daerah. Transfer ke daerah terdiri dari Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian. Dana Perimbangan dialokasikan kepada daerah dalam sistem transfer dana dari Pemerintah Pusat (APBN) kepada Pemerintah Daerah (APBD) serta merupakan satu kesatuan yang utuh, guna mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah (vertical imbalance), mengurangi kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan antar daerah (horizontal imbalance), serta mengurangi kesenjangan layanan publik antar daerah. Selain dana perimbangan, pemerintah daerah juga mendapatkan dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Dana otonomi khusus dialokasikan untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Aceh, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan mulai tahun 2014 dialokasikan Dana Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sementara itu, dana penyesuaian dialokasikan untuk mendanai program yang terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan (Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dan Bantuan Operasional Sekolah), Dana Insentif Daerah, dan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi. Sejalan dengan arah dan tujuan kebijakan alokasi Transfer ke Daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan kesinambungan fiskal nasional, selama kurun waktu tahun 2010-2014, realisasi dana Transfer ke Daerah terus mengalami peningkatan baik secara nominal maupun porsinya dari belanja negara. Jika pada tahun 2010 realisasi anggaran Transfer ke Daerah mencapai Rp344,7 triliun, pada tahun 2013 jumlahnya menjadi Rp513,1 triliun. Sedangkan untuk tahun 2014, realisasi Transfer ke Daerah ditargetkan sebesar Rp596,5 triliun. 8 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Tabel 1.3 Perkembangan Transfer ke Daerah Tahun 2010 - 2014 (dalam triliun Rupiah) Transfer ke Daerah 2010 LKPP 2011 LKPP 2012 LKPP 2013 APBNP 2014* APBN 1. Dana Perimbangan 316,7 316,7 411,3 430,4 491,9 a. Dana Bagi Hasil 92,2 96,9 111,5 88,5 117,7 b. Dana Alokasi Umum 203,6 225,5 273,8 311,1 341,2 c. Dana Alokasi Khusus 21 24,8 25,9 30,8 33 28 64,1 69,4 82,9 104,6 16,7 2. Dana Otsus dan Penyesuaian a. Dana Otonomi Khusus b.Dana Penyesuaian Jumlah 9,1 10,4 12 13,4 18,9 53,7 57,4 69,5 87,9 344,7 411,3 480,6 513,3 596,5 * target Transfer ke Daerah Tahun 2014 Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2015 Beberapa kebijakan di bidang perimbangan keuangan yang telah dilaksanakan adalah efisiensi belanja negara yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab sesuai dengan pembagian tugas, kewenangan, dan urusan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, kebijakan tersebut juga didukung dengan reformulasi transfer ke daerah, sinkronisasi dana desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, penguatan local taxing power, dan peningkatan efektifitas perencanaan dan pelaksanaan APBD dalam mendorong stimulasi pembangunan daerah. c. Perbendaharaan Negara Kebijakan perbendaharaan negara ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta kualitas layanan perbendaharaan kepada stakeholders. Peran strategis dalam rangka pelaksanaan APBN adalah memberikan jaminan ketersediaan dana untuk belanja negara yang anggarannya telah ditetapkan dalam APBN. Jaminan likuiditas ini terkait erat dengan kredibilitas pemerintah. Pemenuhan dana untuk keperluan belanja negara tidak terlepas dari kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang melegitimasi transformasi peran perbendaharaan menjadi lebih modern sebagai manajer keuangan. Peran ini tidak terlepas dari ketersediaan sumber daya keuangan negara yang terbatas. Adanya kendala keterbatasan sumber daya ini diantisipasi dengan mewujudkan kas negara yang solid melalui Treasury Single Account yang secara penuh diimplementasikan pada 2009. Selanjutnya, perencanaan kas yang akurat berperan strategis guna menjembatani antara pemenuhan likuiditas pemerintah dengan optimalisasi kas negara yang solid dengan jalan meminimalkan terjadinya cash mismatch jumlah dan waktu penyediaan dana dengan pengeluaran negara. Pengeluaran negara dilaksanakan secara 9 BAB I | Pendahuluan tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga kelebihan kas dalam Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dapat dioptimalisasikan dalam bentuk remunerasi/PNBP dari penempatan dan investasi. Namun demikian, dalam hal kondisi kas terbatas untuk memenuhi kebutuhan likuiditas pemerintah, perencanaan kas berguna agar defisit kas tidak terjadi. Sehingga cukup waktu bagi pemerintah untuk menyediakan sumber pembiayaan yang cukup dan efisien. Adapun dalam rangka optimalisasi kas, telah dilaksanakan Treasury National Pooling yang dimulai pada tahun 2009. Pada tahun yang sama dimulai pula pengkajian pembentukan unit terpadu pengelola kelebihan dan kekurangan kas yaitu Treasury Dealing Room (TDR). Unit ini merupakan implementasi pengelolaan kas yang modern dengan mengacu pada standard international practice yang didukung sistem elektronis. Unit ini memprioritaskan pembentukannya pada pemenuhan likuiditas pemerintah, pencarian sumber pembiayaan yang efisien untuk mengantisipasi defisit kas, transparansi pengelolaan keuangan negara, dan optimalisasi kas negara. Dalam pelaksanaannya, sistem informasi data pada unit ini akan bersinergi secara global, dan secara operasional terkait dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) dan sistem pada Bank Indonesia. Menjelang tahun 2015, diharapkan TDR akan mulai beroperasi. Sementara itu, dalam rangka pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dalam periode tahun 2010-2014 dilaksanakan penyempurnaan standar basis akuntansi dari basis Cash Toward Acrual (CTA) menjadi berbasis akrual secara penuh sehingga mulai 1 Januari 2015 akuntansi berbasis akrual dapat dilaksanakan. Dalam periode tahun 2010-2014, telah berhasil disusun lima Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yaitu untuk Tahun Anggaran 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013 (unaudited). Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP pada periode tahun 2009-2013 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.4 Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP pada periode tahun 2009-2013 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Opini BPK WDP* WDP WDP WDP WDP * WDP: Wajar Dengan Pengecualian Sumber : Direktorat Jenderal Perbendaharaan Mengingat LKPP merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN), maka Kementerian Keuangan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga. Perkembangan opini atas LKKL dan LK BUN dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.5 Perkembangan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKKL dan LK BUN pada periode tahun 2009-2013 Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified) 2009 2010 2011 2012 2013 45 53 67 69 65 10 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Opini BPK 2009 2010 2011 2012 2013 Wajar Dengan Pengecualian (Qualified) 26 29* 18* 22* 19* Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) 8 2 2 3 3 Tidak Wajar (Adverse) - - - - - 79 84 87 94 87 Total Sumber : Direktorat Jenderal Perbendaharaan *) termasuk LK BUN Dalam mendukung pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan, strategi utama yang dilakukan yaitu dengan penyempurnaan sistem perbendaharaan negara melalui Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). SPAN merupakan salah satu perwujudan pilar reformasi pengelolaan keuangan negara yang diamanatkan dengan diterbitkannya paket Undang-undang Keuangan Negara, dengan penekanan pada pembenahan fungsi utama dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Anggaran serta beberapa eselon I terkait di lingkup Kementerian Keuangan. SPAN terdiri atas modul-modul yang mengintegrasikan tiga proses bisnis utama di Kementerian Keuangan yaitu: (1) Perencanaan Anggaran (melalui Modul Penyusunan Anggaran); (2) Pelaksanaan Anggaran (melalui Modul Manajemen DIPA, Komitmen, Pembayaran, Penerimaan, dan Kas); serta (3) Pertanggung-jawaban Anggaran (melalui Modul Buku Besar dan Bagan Akun Standar (BAS), dan Pelaporan). Implementasi SPAN dimulai dengan pelaksanaan tahapan piloting yang dilaksanakan pada beberapa Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk menguji kehandalan proses bisnis, aplikasi dan jaringan SPAN. Piloting SPAN dilaksanakan secara bertahap. Hingga akhir semester I tahun 2014, aplikasi SPAN telah diimplementasikan pada 62 KPPN lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan Prov. DKI Jakarta (selain KPPN Jakarta VI dan Jakarta VII), Kanwil Jawa Barat, Kanwil D.I.Yogyakarta, Kanwil Jawa Timur, Kanwil Sumatera Utara, Kanwil Sulawesi Selatan dan Kanwil Nusa Tenggara Timur. Tahap selanjutnya yang akan segera dilaksanakan adalah Rollout SPAN pada 117 KPPN di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2014. d. Pembiayaan Negara Sesuai dengan arah kebijakan di bidang pembiayaan yaitu penurunan stok utang terhadap PDB secara bertahap dan berkelanjutan, Kementerian Keuangan telah berhasil menjaga nilai defisit APBN serta menurunkan rasio defisit terhadap PDB. Dalam rangkapelaksanaan kebijakan tersebut, rasio defisit APBN terhadap PDB pada tahun 2010-2014selalu dibawah 3 persen, dari sebesar 0,7 persen pada tahun 2010 dan mencapai rasio tertinggi pada APBN-P tahun 2014 sebesar 2,4 persen Adapun perkembangan rasio pembiayaan APBN Tahun 2009-2014 dapat dilihat dalam grafik pada grafik disamping. Dalam grafik disamping ini terlihat bahwa dalam kurun waktu tersebut, dalam rangka penurunan rasio stok pinjaman luar negeri terhadap PDB dilaksanakan melalui penarikan pinjaman luar negeri yang lebih kecil dari pembayaran pokok pinjaman (negative net flow). 11 BAB I | Pendahuluan Dalam periode tahun 2010-2014, kebutuhan pembiayaan defisit anggaran, baik secara nominal maupun relatif terhadap PDB semakin meningkat. Kebijakan penetapan besaran defisit tersebut terutama dimaksudkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui pemberian stimulus fiskal secara terukur dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Namun demikian, penetapan besaran defisit APBN setiap tahun disesuaikan dengan optimalisasi pendapatan negara, efisiensi belanja negara, ketersediaan sumber-sumber pembiayaan, dan kebutuhan belanja prioritas, dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi perekonomian pada tahun bersangkutan dan prospeknya ke depan. Dalam perkembangannya, realisasi defisit anggaran dalam periode tahun 2010-2014 selalu lebih rendah dari target defisit yang ditetapkan dalam APBN-P. Perkembangan target defisit APBN-P dan realisasi defisit tahun 2010-2014 sebagaimana disajikan dalam grafik dibawah ini. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 dan PMK nomor 206/PMK.01/2014 Tentang Organisasi dan tata Kerja Kementerian Keuangan nomenklatur Ditjen Pengelolaan Utang berubah menjadi Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) 2 12 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Grafik 1.2 Perkembangan Defisit Anggaran Sumber : Kementerian Keuangan Beberapa faktor yang menjadi penyebab lebih rendahnya realisasi defisit dibandingkan target dalam periode tahun 2010-2011 antara lain adalah realisasi pendapatan negara lebih besar dari target yang ditetapkan, sedangkan realisasi belanja negara lebih rendah bila dibandingkan dengan alokasi anggaran. Sedangkan untuk tahun 2012-2013 disebabkan realisasi pendapatan negara dan realisasi belanja negara lebih rendah dari target/alokasi yang ditetapkan, namun persentase realisasi pendapatan negara terhadap targetnya lebih tinggi dibandingkan dengan persentase realisasi belanja negara terhadap targetnya. Demikian juga dengan pembiayaan anggaran, realisasi dalam LKPP lebih rendah dibandingkan dengan target dalam APBN-P kecuali tahun 2013. Pada tahun 2013 pembiayaan anggaran ditargetkan sebesar Rp224,2 triliun, sedangkan realisasinya mencapai Rp237,4 triliun. Hal ini disebabkan antara lain adanya pinjaman program yang merupakan target tahun 2012, namun baru dapat dicairkan pada tahun 2013. Namun demikian, dalam periode 2010-2013 terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang disebabkan oleh realisasi pembiayaan anggaran lebih besar dibandingkan kebutuhan pembiayaan anggaran. Apabila dirata-rata, defisit anggaran periode tersebut adalah sebesar Rp124,0 triliun, sedangkan realisasi pembiayaan rata-rata sebesar Rp158,8 triliun. Pembiayaan anggaran tidak hanya digunakan untuk membiayai defisit tetapi juga digunakan untuk membiayai pengeluaran pembiayaan, baik utang maupun non utang. Pengeluaran pembiayaan non utang antara lain untuk dana investasi pemerintah, kewajiban penjaminan, dan Penyertaan Modal Negara (PMN). Sementara itu, komponen pengeluaran pembiayaan utang meliputi pembayaran pokok utang jatuh tempo dan penerusan pinjaman kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Pemerintah Daerah (Pemda). 13 BAB I | Pendahuluan Dalam periode ini, sumber utama pembiayaan defisit berasal dari utang yang sebagian besar diantaranya melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman luar negeri ditetapkan sebagai pelengkap. Hal ini sejalan dengan kebijakan penarikan pinjaman luar negeri negative net flow sebagai konsekuensi dari kebijakan Pemerintah yang akan menurunkan stok pinjaman luar negeri. Selain untuk membiayai defisit anggaran, pembiayaan dari pinjaman juga digunakan sebagai salah satu alternatif pendanaan kegiatan proyek yang mendukung pembangunan terutama proyek infrastruktur dan pengadaan peralatan besar yang memerlukan pendanaan/ kontrak multiyears (tahun jamak). Sementara itu, sumber pembiayaan anggaran yang berasal dari non utang, terutama dari privatisasi dan hasil pengelolaan aset, besarannya cenderung menurun. Adapun sumber pembiayaan anggaran non utang yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) jumlahnya mengalami fluktuasi, tergantung pada jumlah SAL yang tersedia. Dalam rangka memperoleh biaya utang yang efisien dengan tingkat risiko yang terkendali yang dapat mendukung kesinambungan fiskal, perlu dilakukan upaya pengembangan pasar SBN untuk mewujudkan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid. Pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid diantaranya tercermin pada: t Heterogenitas yang tinggi diantara pelaku pasar dengan jumlah dana cukup untuk menyerap SBN (jumlah investor yang banyak pada basis yang diversified); t Terdapat proses pembentukan harga yang wajar dan transparan; t Transaksi yang aktif pada tingkat harga wajar/kompetitif dengan biaya transaksi rendah (tingginya turn over ratio instrumen SBN dengan interval harga jual dan beli yang semakin menipis); t Variasi instrumen dan jumlah nominal SBN yang cukup untuk mendorong aktivitas pasar. Untuk mewujudkan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, pemerintah terus melakukan penyempurnaan dan pengembangan serta melakukan beragam inisiatif, antara lain pada aspek permintaan, penawaran, dan infrastruktur pengelolaan SBN. Pada aspek permintaan, pemerintah senantiasa bekerja sama dengan otoritas terkait untuk meningkatkan peran investor domestik di pasar SBN. Selain itu pemerintah akan lebih aktif melakukan komunikasi dengan investor SBN domestik. Pemerintah juga akan terus aktif melakukan sosialisasi/diseminasi dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas mengenai pengelolaan SBN berikut instrumen-instrumennya terutama yang bersifat ritel. Pada aspek penawaran, pertama, pemerintah secara intensif melakukan diversifikasi instrumen SBN dengan menerbitkan fitur-fitur dan/atau instrumen baru. Kedua, dari sisi mekanisme penerbitan, pemerintah juga telah menerbitkan SBN melalui mekanisme yang bervariasi sehingga memberikan alternatif bagi para pelaku pasar untuk berinvestasi dalam SBN. Ketiga, pemerintah telah berupaya menerbitkan seriseri SBN yang memiliki tenor dan size sesuai dengan preferensi para investor. Keempat, pemerintah secara reguler menginformasikan kepada para pelaku pasar mengenai kalender penerbitan untuk memudahkan para investor mengatur portofolionya. Kelima, secara reguler pemerintah juga menerbitkan SBN dalam valuta asing (dolar Amerika Serikat, euro, dan yen) untuk memberikan pilihan kepada investor asing. Pada aspek infrastruktur pengelolaan SBN, pemerintah telah menyusun dan mengembangkan berbagai macam sistem/aplikasi/ platform yang ditujukan untuk 14 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 memudahkan pengelolaan SBN. Infrastruktur tersebut tentu dilengkapi dengan regulasi yang mendukung serta Standard Operating Procedures (SOP) yang teruji. Selain itu, pemerintah juga senantiasa melakukan penyempurnaan sistem Dealer Utama. Untuk menjaga stabilitas pasar, Kementerian Keuangan telah menyusun kebijakan Bond Stabilization Framework yang antara lain mengatur mekanisme koordinasi antar unit dalam melakukan pembelian SBN pada saat terjadi kondisi krisis pasar SBN. Kebijakan ini diwujudkan antara lain dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Disamping itu, Kementerian Keuangan juga telah memiliki Crisis Management Protocol (CMP). CMP merupakan suatu kerangka penanganan krisis pasar SBN yang berisi arah dan tindakan yang diperlukan apabila terjadi gejolak di pasar keuangan. Tujuan CMP adalah sebagai peringatan dini (early warning) terkait kemungkinan terjadinya krisis di pasar keuangan domestik berdasarkan kondisi pasar terkini dan memberikan prosedur standar bagi pengelola utang negara dalam mengambil langkah kebijakan untuk menghadapi krisis pasar SBN. CMP merupakan salah satu instrumen yang diperlukan untuk mendukung implementasi Bond Stabilization Framework (BSF). Dalam rangka diversifikasi berbagai jenis instrumen utang, pemerintah telah menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara Berbasis Proyek (Project Based Sukuk) yang selanjutnya disebut SBSN-PBS yakni sumber pendanaan melalui penerbitan SBSN untuk membiayai kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga. Adapun keunggulan pembiayaan proyek melalui SBSN-PBS antara lain sebagai berikut: t Pendanaan bersumber dari pasar keuangan sehingga jumlah pembiayaan dapat lebih besar; t Jangka waktu atau tenor dapat lebih panjang dibandingkan dari pembiayaan melalui Pinjaman/Utang Luar Negeri; t Waktu penerbitan/penyediaan dana yang lebih fleksibel, sehingga dapat mendukung kesinambungan pelaksanaan proyek/kegiatan. t Tingkat yield lebih kompetitif; t Pilihan mata uang atau currency lebih luas, dapat dalam bentuk rupiah maupun valuta asing; t Basis investor lebih luas, meliputi investor domestik maupun internasional, baik syariah maupun konvensional Pada tahun 2013 telah ditargetkan penerbitan Project Financing Sukuk untuk pembiayaan pembangunan proyek Jalur Ganda Cirebon-Kroya Tahap I sebesar Rp800 miliar dengan realisasi sebesar Rp777.800.946.360. Penerbitan Project Financing Sukuk pada tahun 2013-2014 secara lebih detil dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 1.6 Penggunaan Proyek APBN sebagai Underlying Penerbitan SBSN – Project Financing Tahun 2013 15 Kementerian/ Lembaga Kementerian Perhubungan Nama Proyek Pagu DIPA Pembangunan jalur ganda Cirebon - Kroya 800.000.000.000 Realisasi Penarikan Dana 777.800.946.360 BAB I | Pendahuluan Kementerian/ Lembaga Tahun Nama Proyek Pagu DIPA Realisasi Penarikan Dana 2014 Kementerian Perhubungan Pembangunan jalur ganda Cirebon - Kroya 745.000.000.000 - 2014 Kementerian Perhubungan Pembangunan double double track 626.000.000.000 - 2014 Kementerian Agama Proyek Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji Medan, Padang, Jakarta (Pondok Gede) dan Balikpapan 200.000.000.000 - Total 2.371.000.000.000 Sumber : DJPPR Dalam konteks pembiayaan kegiatan pembangunan melalui pinjaman luar negeri, diperlukan adanya pemilihan kegiatan, perencanaan dan penyiapan proyek yang lebih baik/cermat sehingga kegiatan pembangunan yang akan dibiayai oleh pinjaman luar negeri benar-benar merupakan kegiatan prioritas dan memberikan dampak multiplier dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, hal-hal positif yang diperoleh dalam pengelolaan kegiatan yang dibiayai pinjaman dapat direplikasi dan diimplementasikan pada kegiatan-kegiatan pembangunan yang dibiayai dengan rupiah murni dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan pembangunan nasional yang perlu mengedepankan konsep value for money. Untuk memenuhi target pembiayaan defisit, pemerintah menetapkan kebijakan pembiayaan. Kebijakan pembiayaan utang yang ditempuh antara lain mengutamakan sumber utang dari dalam negeri, menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara Project Based Sukuk (SBSN PBS) untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, mengutamakan pinjaman luar negeri untuk membiayai proyek infrastruktur dan energi, dan menerapkan Asset Liability Management (ALM) dalam pengelolaan utang. Sedangkan kebijakan pembiayaan non utang, berdasarkan kesepakatan Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), antara lain adalah memberikan PMN dan dana bergulir dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur dan mengembangkan sektor Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), memberikan pinjaman kepada PT PLN untuk keperluan investasi, mengalokasikan anggaran pendidikan melalui Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN), dan mengakumulasikan dana kewajiban penjaminan dalam rekening cadangan. Semakin besarnya kebutuhan pembiayaan utang terutama melalui penerbitan SBN perlu diimbangi dengan upaya pengembangan pasar SBN domestik agar semakin dalam dan likuid. Upaya pengembangan pasar SBN domestik antara lain dilakukan melalui pengembangan instrumen, perluasan basis investor, dan peningkatan likuiditas pasar sekunder dengan memaksimalkan penerbitan SBN di pasar domestik. Pasar SBN yang dalam dan likuid antara lain tercermin pada indikator peningkatan turnover ratio dan penurunan bid-ask spread, semakin banyaknya jumlah dan kelompok investor yang 16 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 berinvestasi pada SBN, dan meningkatnya stabilitas pasar SBN domestik pada saat terjadi krisis pasar keuangan. Sementara itu, untuk menjaga agar kebijakan pembiayaan melalui pinjaman luar negeri tetap negatif dan dimanfaatkan untuk membiayai sektor-sektor prioritas, Kementerian Keuangan menetapkan Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri berinvestasi pada SBN, dan meningkatnya stabilitas pasar SBN domestik pada saat terjadi krisis pasar keuangan. Sementara itu, untuk menjaga agar kebijakan pembiayaan melalui pinjaman luar negeri tetap negatif dan dimanfaatkan untuk membiayai sektor-sektor prioritas, Kementerian Keuangan menetapkan Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri (BMPLN) sebagai acuan bagi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam menentukan kegiatan baru yang akan dibiayai dari pinjaman luar negeri. Guna mendukung pemenuhan target pembiayaan utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko yang terkendali, Kementerian Keuangan menetapkan strategi pengelolaan utang jangka menengah dan strategi pembiayaan tahunan melalui utang sebagai pedoman dalam melaksanakan pembiayaan utang. Sepanjang tahun 2010-2014, meskipun target pembiayaan utang semakin meningkat, perkembangan indikator portofolio utang menunjukkan kecenderungan semakin membaik. Indikator portofolio utang meliputi risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, dan risiko pembiayaan kembali (refinancing risk). Perkembangan indikator portofolio utang sebagaimana tabel berikut. Tabel 1.7 Perkembangan indikator portofolio utang 2010 2011 2012 2013 Juni 2014 Proyeksi Akhir 2014 Risiko Tingkat Bunga Rasio Utang Bunga Mengambang terhadap Total Utang (%) 20,3 17,7 16,2 16,0 15,0 14,2 Risiko Nilai Tukar Rasio Utang Valas terhadap Total Utang (%) 46,2 45,0 44,4 46,7 44,0 42,4 Risiko Refinancing Rata-rata utang jatuh tempo (tahun) 9,5 9,3 9,7 9,6 9,9 9,9 Uraian Sumber : DJPPR Perbaikan indikator portofolio utang terutama disebabkan oleh penerbitan/pengadaan utang baru yang mengutamakan mata uang rupiah, tingkat bunga tetap, dan tenor menengah panjang. Khusus pada tahun 2013, risiko nilai tukar mengalami peningkatan akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang valas terutama dolar Amerika Serikat. Selain indikator portofolio utang, indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur bahwa tambahan stok utang masih aman bagi kesinambungan fiskal adalah indikator rasio utang terhadap PDB dan rasio pembayaran kewajiban utang (debt service) terhadap pendapatan/belanja negara. Perkembangan indikator tersebut pada tahun 2010 – 2014 dapat dilihat pada grafik berikut. 17 BAB I | Pendahuluan Grafik 1.3 Perkembangan Rasio Utang Pemerintah Terhadap PDB, 2010-2014 12000 30% 10062,8 9094,0 9000 26,2% 8241,9 7427,1 28% 26,2% 25,6% 6422,9% 24,4% 6000 3000 1977,7 1808,9 1681,7 0 25% 2010 2011 2012 2575,5 2375,5 2013 2014* 23% 20% PDB (triliun rupiah) Outstanding (triliun rupiah) Rasio PDB terhadap Outstanding (RHS) Sumber : DJPPR Grafik 1.4 Perkembangan Rasio Utang Pemerintah Terhadap Pendapatan dan Belanja Negara, 2010-2014 25% 20% 21% 20% 18,8% 17,5% 19,2% 17,1% 2011 2012 19,1% 16,7% 15% 10% 5% 0% 2010 2013 Rasio Utang terhadap Pendapatan Rasio Utang terhadap Belanja Sumber : DJPPR 18 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Meskipun stok utang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun rasio utang terhadap PDB cenderung semakin menurun kecuali pada tahun 2013 akibat pelemahan nilai tukar rupiah. Namun demikian, kondisi ini tidak berdampak signifikan pada kesinambungan fiskal karena pembayaran kewajiban utang terhadap belanja/ pendapatan cenderung menurun sehingga kapasitas fiskal untuk membiayai belanja produktif semakin meningkat. Dengan didukung oleh kekuatan Indonesia mencapai pertumbuhan yang tinggi ditengah kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya stabil dan recover dari krisis, pengelolaan fiskal yang konservatif, pengelolaan utang yang prudent dan sistem keuangan yang semakin stabil, lembaga pemeringkat utang internasional semakin memberikan penilaian yang baik atas tingkat sovereign credit rating Indonesia sebagaimana dalam tabel berikut. Tabel 1.8 Perkembangan Rating Indonesia 2010-2013 Tahun Rating S&P Fitch Moody’s R&I JCRA CRC 2010 BB BB+ Ba2 BB+ BBB- 4 2011 BB+ BBB- Ba1 BB+ BBB- 4 2012 BB+ BBB- Baa3 BBB- BBB- 3 2013 BB+ BBB- Baa3 BBB- BBB- 3 Sumber : DJPPR Sesuai dengan perkembangan pinjaman luar negeri pemerintah per 31 Juli 2014, dari total 206 pinjaman luar negeri untuk pembiayaan kegiatan yang aktif dan masih dalam masa penarikan, sebanyak 94 pinjaman diperuntukan untuk kegiatan hard infrastructure yang mendorong kegiatan perekonomian (misalnya pembangunan jalan, pengembangan pembangkit listrik, dst). Selanjutnya, sebanyak 32 pinjaman ditujukan untuk pembiayaan soft infrastructure (misalnya infrastruktur kesehatan, pendidikan, dst). Sedangkan sisanya sebanyak 80 pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan non infrastruktur (misalnya Pengadaan alutsista TNI. Altmatsus Polri, dst). e. Kekayaan Negara Dalam rangka mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang profesional dan akuntabel, kebijakan yang dilaksanakan pada tahun 2010-2014 meliputi: (1) penguatan dan penyempurnaan regulasi pengelolaan kekayaan negara; (2) pengamanan kekayaan negara melalui 3T (Tertib administrasi, Tertib hukum, dan Tertib fisik); (3) utilisasi kekayaan negara melalui pemanfaatan, penetapan status penggunaan, tukar-menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah pusat, dan underlying asset dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN); (4) pengelolaan aset eks BPPN, BDL, dan PPA dalam rangka pengembalian (recovery) APBN; (5) perencanaan dan penatausahaan investasi pemerintah; (6) restrukturisasi dan/atau revitalisasi BUMN serta pengkajian privatisasi BUMN; (7) pengurusan piutang negara dengan prinsip good governance yang meliputi 5 (lima) unsur yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independen, dan fairness; (8) kebijakan intensifikasi lelang melalui penyederhanaan (simplifying) akta lelang dan pengamanan (securing) dalam bentuk pencetakan akta lelang di atas security paper serta kebijakan ekstensifikasi lelang melalui penggalian potensi lelang. 19 BAB I | Pendahuluan Langkah awal yang telah dilakukan dalam mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang profesional adalah melalui pelaksanaan inventarisasi dan penilaian Barang Milik Negara (BMN) pada 89 Kementerian/Lembaga pada kurun waktu tahun 2007 s.d. tahun 2012. Hasil inventarisasi dan penilaian tersebut menjadi dasar koreksi nilai BMN yang disajikan pada Neraca Awal Pemerintah per 31 Desember 2004 dan membawa dampak kenaikan nilai BMN sebesar Rp 334,19 triliun ke dalam neraca per 31 Desember 2012. Hasil penertiban BMN juga memberikan kontribusi positif atas diraihnya opini BPK Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Selama periode tahun 2010-2014 kinerja di bidang pengelolaan kekayaan negara meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nilai BMN (Persediaan, Aset Tetap, Aset Tak Berwujud dan Aset Lain-lain) mulai tahun 2005 s.d. semester I 2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, nilai BMN per 31 Desember 2005 yang semula sebesar Rp237,78 triliun sekarang telah mencapai Rp2.233,08 triliun dengan total akumulasi penyusutan sebesar Rp436,35 triliun, sehingga total nilai buku BMN adalah sebesar Rp1.796,73 triliun; Program sertifikasi BMN berupa tanah yang mulai efektif dilaksanakan sejak tahun 2013 telah berhasil mensertifikatkan 1.237 bidang tanah; Utilisasi kekayaan negara terus mengalami kenaikan, pada tahun 2010 nilai kekayaan negara yang diutilisasi sebesar Rp52,69 triliun, tahun 2011 sebesar Rp102,45 triliun, tahun 2012 sebesar Rp103,31 triliun; tahun 2013 sebesar Rp115,72 triliun; dan tahun 2014 sebesar Rp163,20 triliun. Secara kumulatif, sebanyak Rp537,36 triliun atau 31,48 persen dari nilai aset tetap per semester I 2014; Pelaksanaan inventarisasi dan penilaian BMN yang berasal dari 78 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di sektor migas menghasilkan keseluruhan nilai wajar sebesar Rp191,38 triliun, terdiri dari aset tanah sebesar Rp14.36 triliun dan aset nontanah sebesar Rp177,02 triliun. Nilai wajar tersebut akan menambah nilai aset tetap pada LKPP; Hasil pengelolaan aset yang berasal dari aset eks BPPN, eks kelolaan PT. PPA dan eks BDL (Bank Dalam Likuidasi) sebagai penerimaan pembiayaan dalam negeri tahun 2007 sebesar Rp234,6 milliar, tahun 2008 sebesar Rp1.556 miliar, tahun 2009 sebesar Rp635 milliar, tahun 2010 sebesar Rp771 milliar, tahun 2011 sebesar Rp1.173 miliar, tahun 2012 sebesar Rp1.139 miliar; tahun 2013 sebesar Rp1.435,48 miliar, dan tahun 2014 sebesar Rp.539,99 miliar; Akuntabilitas dalam penatausahaan dan pengelolaan investasi pemerintah sejak tahun 2009 s.d. tahun 2013 memperoleh hasil yang baik, ditandai dengan penilaian BPK atas Laporan Keuangan BA-999.03 dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Nilai investasi pemerintah yang ditatausahakan dan dilaporkan mempunyai jumlah yang signifikan, yaitu sebesar Rp1.218.275,41 miliar dari nilai total aset sebesar Rp3.567.585,75 miliar atau sekitar 34,15 persen dari total nilai aset yang dilaporkan dalam LKPP Tahun 2013; Pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari NAA (Jepang), sehingga PT Inalum ditetapkan sebagai BUMN (Persero) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2014. Ini merupakan tonggak sejarah karena PT Inalum merupakan perusahaan pertama hasil kerja sama dengan asing yang berhasil diambilalih oleh Pemerintah RI. Pengambilalihan dilakukan pada tanggal 9 Desember 2013 ketika Pemerintah RI dan NAA menandatangani Termination Agreement in respect of, and the transfer share in, PT Indonesia Asahan Aluminium (Termination Agreement). Berdasarkan Termination Agreement tersebut, Pemerintah 20 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 melakukan pembayaran kompensasi pengambilalihan 58,88 persen saham Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada PT Inalum sebesar USD556.700.000 atau ekuivalen sebesar Rp6.582.642.303.197,92. Dengan demikian terdapat efisiensi anggaran sebesar Rp417.357.696.802,08; 8. Terdapat 5 (lima) BUMN/Lembaga di bawah Menteri Keuangan yang terdiri dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan PT Geodipa Energi (Persero). Sampai saat ini PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) telah menjadi katalis dalam pembiayaan infrastruktur sebesar Rp4,4 triliun dengan total nilai proyek yang dibiayai sebesar Rp46,2 triliun. LPEI telah melakukan pembiayaan untuk mendorong ekspor sebesar Rp45,9 triliun dengan outstanding penjaminan Rp2,7 triliun serta pertanggungan asuransi Rp448,7 miliar. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) telah berkomitmen untuk menjamin proyek dengan nilai Rp30 triliun, sedangkan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) telah mengalirkan dana dari pasar modal ke pasar pembiayaan perumahan sebesar Rp13,2 triliun; 9. Hasil pengurusan piutang negara berupa Piutang Negara yang dapat Diselesaikan (PNDS) tahun 2010 sebesar 781 miliar, tahun 2011 sebesar 833,44 miliar, tahun 2012 sebesar Rp1.001 miliar, tahun 2013 sebesar Rp655,83 miliar, tahun 2014 sebesar Rp.462,48 miliar serta pencapaian PNBP berupa biaya administarasi pengurusan piutang negara tahun 2010 sebesar Rp70,58 miliar, tahun 2011 sebesar Rp74,46 miliar, tahun 2012 sebesar Rp96,35 miliar, tahun 2013 sebesar Rp56,72 miliar, dan tahun 2014 sebesar Rp.43,15 miliar; 10. Pelayanan lelang menunjukkan kenaikan, baik dari frekuensi lelang maupun hasil lelang. Realisasi frekuensi lelang pada tahun 2010 sebanyak 27.595 dengan pokok lelang sebesar Rp6,79 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp83,83 miliar. Tahun 2011 sebanyak 35.680 dengan pokok lelang sebesar Rp7,48 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp102,8 miliar. Tahun 2012 frekuensi lelang sebanyak 38.392 dengan pokok lelang sebesar Rp9,27 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp132 miliar. Tahun 2013 frekuensi lelang sebanyak 37.670 dengan pokok lelang sebesar Rp9,41 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp221,51 miliar. Tahun 2014 frekuensi lelang sebanyak 46.215 dengan pokok lelang sebesar Rp9,36 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp220,72 miliar; 11. Kinerja lainnya yang berkontribusi terhadap pengelolaan kekayaan negara adalah peran penilaian aset. Pelayanan penilaian bahkan berhasil memperoleh penghargaan dari Sucofindo International Certification Service yang memberikan sertifikat Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001:2008 dalam lingkup Pelayanan Penilaian Dalam Rangka Pemindahtanganan dan Pemanfaatan BMN. f. Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Sesuai arah kebijakan bidang pasar modal dan lembaga keuangan non bank telah dibentuk regulator bidang pasar modal dan lembaga berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Pada tahun 2012 telah dibentuk Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan untuk mempersiapkan dan melaksanakan pendirian OJK dan pada tahun 2013 OJK telah beroperasi penuh sebagai lembaga pengatur dan pengawas terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, sektor pasar modal, dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. 21 BAB I | Pendahuluan Adapun kondisi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank sampai dengan akhir tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagaimana pasar modal lainnya sempat mengalami tekanan akibat kekhawatiran investor global akan krisis utang zona Eropa. Jika pada semester pertama 2011 kinerja IHSG menunjukkan kecenderungan peningkatan hingga menembus level 4.130,8 pada Juli 2011, tekanan akibat krisis utang Eropa kemudian membawa IHSG sempat turun ke level 3.549,0 pada September 2011. Di tahun 2012, pasar modal berkembang positif di tengah sentimen negatif pasar global antara lain yang bersumber dari belum adanya kesepakatan mengenai fiscal cliff, sehingga mendorong investor untuk menunggu hingga ada kejelasan dan kesepakatan mengenai kebijakan fiscal cliff di Amerika Serikat. Pada tahun 2012, IHSG meningkat sebesar 12,94 persen (yoy, ytd) dibandingkan posisi tahun sebelumnya. Selama tahun 2012, Kementerian Keuangan juga telah mengeluarkan 95 Surat Pernyataan Efektif atas Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum dengan jumlah penawaran sebesar Rp96,98 triliun. Demikian pula dengan perkembangan reksadana sampai dengan tanggal 26 Desember 2012 mengalami peningkatan sebesar 5,2 persen, yaitu dari 767 reksadana pada akhir tahun 2011 menjadi 807 reksadana pada tanggal 26 Desember 2012. Hal ini berarti Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana meningkat 10,19 persen dari Rp202,4 triliun pada akhir Desember 2011 menjadi Rp223,03 triliun pada tanggal 26 Desember 2012. Di samping itu, kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) terus meningkat, ditunjukkan oleh meningkatnya aset LKNB seperti asuransi, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan. Meskipun terjadi krisis utang Eropa, aset perusahaan multifinance hingga akhir 2011 mampu tumbuh sebesar 26,5 persen (yoy). Hal serupa juga terjadi pada nilai aset perusahaan asuransi dan aset bersih dana pensiun yang hingga akhir 2011 masing-masing tumbuh sebesar 18,84 dan 4,4 persen (yoy). Industri lembaga keuangan selama tahun 2012 juga menunjukkan perkembangan positif. Pada tahun 2012, izin perusahaan asuransi telah diberikan kepada 20 perusahaan sehingga seluruhnya berjumlah 449 perusahaan dimana jumlah aset perusahaan asuransi mencapai Rp323,763 triliun per 30 September 2012. Pemberian izin perusahaan dana pensiun selama tahun 2012 adalah 3 perusahaan baru dan 3 perusahaan yang mendapat pengesahan pembubaran sehingga jumlah perusahaan dana pensiun adalah 271 perusahaan. Sementara itu, jumlah aset dana pensiun adalah sebesar Rp148,61 triliun atau meningkat 5,18 persen per April 2012 dibandingkan posisi akhir tahun 2011. Pemberian izin perusahaan pembiayaan selama tahun 2012 adalah sebanyak 7 perusahaan dan pencabutan izin dilakukan atas 4 perusahaan sehingga jumlah perusahaan pembiayaan seluruhnya 198 perusahaan. Jumlah aset perusahaan pembiayaan per Oktober telah mencapai Rp335,48 triliun atau meningkat 15,13 persen dibandingkan akhir tahun 2011. Jumlah aset perusahaan pembiayaan tersebut juga mencakup piutang pembiayaan konsumen sebesar Rp187.35 triliun dan piutang sewa guna usaha sebesar Rp106,99 triliun. 1.1.2 Bidang Reformasi Birokrasi Dalam rangka implementasi Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan telah ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 185/KMK.01/2012 tentang Perubahan Atas KMK Nomor 345/KMK.01/2011 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014. Dalam Renstra 2010-2014, difokuskan pada bidang-bidang sebagai berikut. 22 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 a. Organisasi dan Ketatalaksanaan Organisasi Kementerian Keuangan merupakan organisasi yang berskala sangat besar dan mempunyai instansi vertikal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia serta memiliki kedudukan, tugas, fungsi, peran, dan karakteristik yang beragam menjadikan organisasi Kementerian Keuangan sangat dinamis dan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan publik, baik sebagai regulator maupun sebagai pemberi layanan. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu senantiasa dilakukan penataan organisasi secara berkesinambungan. Pada tahun 2010 telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Kegiatan Penataan Organisasi ini dimaksudkan untuk mewujudkan organisasi Kementerian Keuangan baik pada kantor pusat, instansi vertikal maupun unit pelaksana teknis yang efektif, efisien, responsif, jelas, pasti, transparan, akuntabel, right sizing, independent, one stop service, built in control, dan/atau check and balances, sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelaksanaan tugas, tuntutan masyarakat, dan kemajuan teknologi. Program penataan/modernisasi organisasi Kementerian Keuangan yang dilakukan dalam kurun waktu 2010-2014 antara lain juga mencakup pembentukan KPP yang menangani WP Pertambangan, KPP Khusus Migas, pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan (KPDDP), pembentukan UPT Kantor Pengolahan data Eksternal (KPDE), pembentukan UPT Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan (KLIP), pembentukan Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II dan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III, pembentukan 10 (sepuluh) KPP Pratama, modernisasi seluruh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai (KPPBC), pembentukan Pangkalan Sarana Operasi Sorong, perubahan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus Jakarta VI menjadi KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah dan pembentukan KPPN Khusus Penerimaan, KPPN Khusus Investasi, KPPN Jakarta VI, dan KPPN Jakarta VII, pembentukan Kantor Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Barang Milik Negara (KP TIK-BMN), pembentukan Kantor Pengelolaan Pemulihan Data (DRC), pemisahan fungsi regulator dengan fungsi pelaksana kebijakan di bidang penerimaan perpajakan, pembentukan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), reposisi Bapepam-LK ke Otoritas Jasa Keuangan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011, penataan organisasi pada Badan Kebijakan Fiskal, dan penataan Ditjen Pengelolaan Utang menjadi Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014, dan telah dituangkan dalam PMK nomor 206/PMK.01/2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Selain itu dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan meminimalisir terjadinya penyimpangan, Kementerian Keuangan juga telah membentuk Unit Kepatuhan Internal pada setiap unit organisasi. Dalam rangka melaksanakan perbaikan terhadap administrasi umum yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja melalui penyederhanaan dan pembakuan proses bisnis, Kementerian Keuangan telah menyusun Standard Operating Procedures (SOP) yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis output pekerjaan secara komprehensif, yang telah diatur dan ditetapkan dengan Peraturan 23 BAB I | Pendahuluan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.01/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Prosedur Operasi (SOP) di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PM.1/2007. Jumlah SOP reguler pada seluruh unit di lingkungan Kementerian Keuangan adalah sebanyak 12.090 SOP. Disamping itu, telah ditetapkan juga 46 SOP yang mentautkan beberapa SOP reguler dari beberapa unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan antara lain terkait dengan bidang perpajakan, perbendaharaan, bea dan cukai, pengelolaan keuangan daerah, pengelolaan utang, kebijakan fiskal dan lain sebagainya yang terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal dan/atau internal yang disediakan oleh Kementerian Keuangan dibutuhkan pula adanya SOP Layanan Unggulan (Quick Wins). Adapun jumlah SOP Layanan Unggulan di lingkungan Kementerian Keuangan dengan mengacu pada KMK Nomor 187/KMK.01/2010 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Kementerian Keuangan adalah sebanyak 98 SOP Layanan Unggulan. b. Pengelolaan SDM Reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara menuntut profesionalisme dan integritas dari aparatur negara. Untuk mewujudkan aparatur negara yang profesional dan berintegritas tinggi diperlukan sistem penempatan/pengembangan yang berbasis kompetensi serta penerapan sistem pola karier yang jelas dan terukur. Untuk menghasilkan SDM yang profesional, Kementerian Keuangan telah melaksanakan rekrutmen dengan prinsip transparan, objektif, kompetitif, akuntabel, bebas KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tidak diskriminatif, efektif dan efisien. Selanjutnya dalam pengelolaan SDM telah dilaksanakan: t Pilot Project Pemetaan Pegawai dimulai pada tahun 2011 dengan tujuan menetapkan standar nilai untuk setiap kategori kompetensi/potensi dan melihat kecenderungan penyebaran pegawai Kementerian Keuangan dalam Box pemetaan pegawai; t Assessment Center terhadap para pejabat struktural maupun fungsional serta pelaksana calon pejabat struktural di lingkungan Kementerian Keuangan dan penggunaan hasil Assessment Center untuk memperoleh informasi mengenai profil kompetensi pejabat/pegawai, perencanaan karir, mutasi jabatan, dan pengembangan berbasis kompetensi; t Pengembangan SIMPEG (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian); t Peraturan di bidang analisis dan evaluasi jabatan diatur melalui PMK Nomor 246/ PMK. 01/2011 tentang Mekanisme Penetapan Jabatan dan Peringkat bagi Pelaksana di Lingkungan Kementerian Keuangan, PMK Penetapan peringkat jabatan struktural, PMK Penetapan peringkat jabatan fungsional; t Ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan pada tanggal 30 Desember 2011 sebagaimana terakhir diubah dengan KMK 467/KMK.01/2014; t Penyusunan job family dan job competency di lingkungan Kementerian Keuangan agar dapat dijadikan dasar atau masukan dalam penyusunan pola mutasi, pengembangan jalur karir, perencanaan SDM, Human Capital Development Plan (HCDP), dan manajemen talenta; t Penyempurnaan proses Identifikasi Kebutuhan Diklat (IKD) dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 37/KM.012/2014 tentang Pedoman Identifikasi 24 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 t t t t t Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan Non Gelar di Lingkungan Keuangan pada tanggal 14 Februari 2014 dan menyusun Sistem Informasi Manajemen Diklat (SIMDIKLAT); Pemenuhan target Indikator Kinerja Utama (IKU) rasio pemenuhan program diklat dipenuhi terhadap program diklat dibutuhkan dan jam pelatihan pegawai. Jam pelatihan yang didapatkan setiap pegawai Kementerian Keuangan telah meningkat dari 46,7 jam/pegawai/tahun pada tahun 2010 menjadi 52,67 jam/pegawai/tahun pada tahun 2013. Data tersebut belum termasuk data capacity building yang diselenggarakan secara mandiri oleh unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan; Rekrutmen widyaiswara dan kewajiban mengajar bagi pejabat Eselon I dan II sesuai Instruksi Menteri Keuangan Nomor 436/IMK.01/2012; Melaksanakan program pengembangan talent yang untuk saat ini sudah mencapai tahap penyusunan hasil kajian; Melaksanakan Excecutive Training sejak tahun 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 37 orang (2012) dan meningkat menjadi 114 orang pada tahun 2013 dengan rincian 39 orang mengikuti diklat di luar negeri dan 75 orang mengikuti diklat di dalam negeri; Peningkatan kapasitas infrastruktur diklat berupa ruang kelas dan ruang kamar asrama baik di Pusdiklat maupun Balai Diklat Keuangan. Kapasitas kelas pada tahun 2011 adalah sebesar 4.220 peserta, sedangkan untuk tahun 2013 menjadi 4.770 peserta. Kapasitas kamar asrama pun meningkat dari 999 peserta pada tahun 2011, menjadi 1.496 peserta pada tahun 2013. c. Informasi dan Teknologi Keuangan Arah kebijakan Kementerian Keuangan di bidang Informasi dan Teknologi Keuangan untuk periode Tahun 2010-2014 menekankan pada aspek integrasi sumber daya informasi yang mencakup mulai dari infrastruktur, sistem aplikasi, sampai dengan sumber daya manusia pengelola teknologi informasi dan komunikasi. Integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah penggabungan sistem informasi di setiap unit eselon I ke dalam sistem informasi Kementerian Keuangan dalam mewujudkan sistem informasi manajemen keuangan terpadu/Integrated Financial Management Information System (IFMIS). Integrasi perangkat TIK di lingkungan Kementerian Keuangan dilaksanakan secara bertahap mulai tahum 2011 sampai dengan tahun 2015. Dalam rangka integrasi TIK, beberapa langkah yang telah dilakukan antara lain dengan konsolidasi Infrastruktur TIK (Tahap 1) ke Data Center (DC), Pembangunan Disaster Recovery Center (DRC) Balikpapan, Pengadaan Perangkat TIK DRC dengan konsep ”Hot Site DRC with almost full redundancy configuration in a cloud environment” berbasis infrastruktur TIK Cloud Computing, dan Pengembangan Perangkat Keras DC Kementerian Keuangan (Tahap 2) yang terdiri dari Platform Services, Network Services, Common System Services, dan Security Services. Dalam tahun 2014, tahapan integrasi TIK adalah konsolidasi infrastruktur perangkat TIK dan integrasi sistem informasi Unit Eselon I pada DC dan DRC Kementerian Keuangan sesuai KMK Nomor 129 Tahun 2012 tentang Integrasi Perangkat TIK di Lingkungan Kementerian Keuangan. 25 BAB I | Pendahuluan d. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik Kementerian Keuangan telah dan terus melakukan perbaikan berkelanjutan dalam bidang tata kelola, antara lain penetapan SOP layanan unggulan, SOP reguler, dan SOP link. Untuk meningkatkan tata kelola dimaksud Inspektorat Jenderal sebagai unit pengawasan intern Kementerian Keuangan telah melakukan pengawasan (audit, reviu, evaluasi, pemantauan, serta konsultasi) mencakup tema pengawasan seperti peningkatan kualitas laporan keuangan dan penerapan SOP layanan unggulan. Dari hasil pengawasan tersebut salah satu rekomendasi yang diberikan berupa perbaikan kebijakan (policy recommendation) yang dapat mencakup tata kelola (governance), manajemen risiko, dan proses pengendalian intern. Beberapa hal yang dicapai terkait dengan upaya peningkatan good governance, antara lain: 1) Tata Kelola Dalam rangka menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, Kementerian Keuangan telah menyusun laporan keuangan dengan mengacu kaidah tata kelola sesuai standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. Untuk menjamin kualitas penyajian laporan keuangan (LK) Kementerian Keuangan telah memenuhi ketentuan yang berlaku, telah dilakukan kegiatan pengawasan melalui kegiatan monitoring, dan reviu, serta melakukan pendampingan penyusunan LK unit eselon I maupun LK kementerian dan pendampingan audit BPK RI. Berbagai upaya yang telah dilakukan di atas, membuahkan hasil dengan mempertahankan/meningkatkan indeks opini hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan sebagaimana tabel berikut. Tabel 1.9 Indeks Opini Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan selama 2010-2013 No Kode 1 BA-15 Nama LK Opini BPK RI 2011 2012 2013 Kementerian Keuangan WTP WTP WTP Bendahara Umum Negara WDP WDP WDP 2 BA-999.01 Pengelolaan Utang WTP WTP-DPP - 3 BA-999.02 Pengelolaan Hibah WDP WTP-DPP - 4 BA-999.03 Investasi Pemerintah WTP WTP-DPP - 5 BA-999.04 Penerusan Pinjaman WTP WTP - 6 BA-999.05 Transfer ke Daerah WTP WTP - 7 BA-999.07 Belanja Subsidi WTP WTP-DPP - 8 BA-999.08 Belanja Lain - Lain WTP WTP - 9 BA-999.99 Transaksi Khusus - NA - Keterangan: t WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), WDP (Wajar Dengan pengecualian), WTP-DPP (Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas) t Atas Laporan Keuangan BUN Tahun 2013, BPK RI hanya memberikan opini terhadap laporan keuangan konsolidasinya. 26 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 2) Manajemen Risiko Dalam bidang manajemen risiko, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008. Untuk mendukung penerapan manajemen risiko tersebut, telah dilakukan: (1) pelatihan pada diklat manajemen risiko; (2) monitoring pelaksanaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan dengan menilai tingkat kematangan penerapan manajemen risiko agar mencapai level terbaik yaitu level 5; dan (3) sejak tahun 2011 telah berhasil mendorong seluruh unit eselon I mempunyai profil/peta risiko. Kementerian Keuangan terus menerus melakukan perbaikan manajemen risiko yang dibahas dalam forum strategis level pimpinan. 3) Pengendalian Intern Dalam bidang pengendalian intern, Kementerian Keuangan telah mengimplementasikan konsep Three Lines of Defense, yaitu model pengawasan dan pengendalian intern yang memandang manajemen/pemilik proses bisnis sebagai lini pertahanan pertama, unit kepatuhan internal sebagai lini pertahanan kedua, dan Itjen sebagai lini pertahanan ketiga dengan ditetapkannya serangkaian kebijakan berupa KMK Nomor 152/KMK.09/2011 jo. Nomor 435/KMK.09/2012 tentang Peningkatan Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan dan Nomor 32/ KMK.09/2013 tentang Kerangka Kerja dan Pedoman Teknis Pemantauan Pengendalian Intern. Kemudian sebagai tindak lanjut dari ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan tersebut, maka dibentuklah Unit Kepatuhan Internal (UKI) sampai dengan level satuan kerja dan peningkatan kapasitas pegawai melalui diklat Akselerasi Implementasi UKI. 4) Pencegahan dan Penindakan Korupsi Dalam bidang pencegahan, Kementerian Keuangan terus berkomitmen melakukan upaya pencegahan dan penindakan korupsi. Upaya pencegahan korupsi diantaranya dengan penerapan konsep Three Lines of Defense, memberikan edukasi pencegahan dan pemberantasan korupsi baik kepada pejabat/pegawai Kementerian Keuangan, para stakeholders maupun kepada masyarakat umum, membangun dan mengimplementasikan Whistle Blowing System (WiSe), membuat MoU dengan institusi penegak hukum (KPK, Kepolisian, Kejaksaan). Selain itu, Kementerian Keuangan telah berhasil menyusun Peta Rawan Korupsi, membuat kebijakan pengendalian gratifikasi, mengembangkan program zona integritas dengan menetapkan unit kerja berpredikat Wilayah Bersih dari Korupsi/ Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM), membangun aplikasi LP2P berbasis web (e-LP2P) untuk memberikan kemudahan bagi para pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan untuk mengisi dan menyampaikan LP2P secara online, serta bekerja sama dengan PPATK dalam rangka memonitor transaksi keuangan mencurigakan para pejabat/pegawai. Sementara itu, upaya penindakan korupsi yang telah dilakukan Kementerian Keuangan diantaranya dengan melakukan audit investigasi terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan dengan merekomendasikan antara lain pemberian hukuman disiplin dan bahkan pelimpahan kasus korupsi kepada aparat penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan Dalam perjalanannya, reformasi birokrasi yang dilakukan Kementerian Keuangan telah 27 BAB I | Pendahuluan memberikan dampak positif yang signifikan baik di internal Kementerian Keuangan maupun pada masyarakat dan stakeholders, dan telah mendorong serta menginspirasi Kementerian/Lembaga lainnya untuk melakukan hal yang sama. Selanjutnya dalam rangka melaksanakan program nasional “Audit Organisasi” dan sebagai kelanjutan program Reformasi Birokrasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi, kinerja pelaksanaan tugas, dan pelayanan kepada stakeholders, serta sebagai upaya perwujudan good governance, Kementerian Keuangan melakukan program Transformasi Kelembagaan yang didahului dengan penyusunan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan dengan dibantu oleh konsultan bertaraf internasional yang independen dan berkompeten dengan instrumen yang valid dan handal. Program Transformasi Kelembagaan tidak hanya terbatas pada aspek struktur, tugas, dan fungsi organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan namun juga pada aspekaspek lainnya baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan sehingga output yang dihasilkan dalam Program Transformasi Kelembagaan tidak hanya terbatas pada rekomendasi struktur, tugas, dan fungsi organisasi namun juga mencakup inisatif-inisiatif strategis yang perlu dilakukan oleh Kementerian Keuangan baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Program Transformasi Kelembagaan telah menghasilkan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yang telah ditetapkan dengan KMK Nomor 36/KMK.01/2014. 1.2 Aspirasi Masyarakat Kementerian Keuangan memiliki posisi krusial dalam pemerintahan Republik Indonesia karena memiliki rentang tugas dan fungsi yang luas dan strategis. Hampir seluruh aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Kebijakan dimaksud meliputi perencanaan, penyusunan, dan pengelolaan APBN, perpajakan, kepabeanan dan cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan keuangan pusat dan daerah, pengelolaan utang. Dengan kedudukannya yang strategis, maka penataan kelembagaan yang baik merupakan prasyarat agar Kementerian Keuangan dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara optimal. Dalam lima tahun terakhir, Kementerian Keuangan melakukan survei untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat/stakeholders atas pelayanan yang diberikan oleh Kementerian Keuangan. Survei dilaksanakan bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), yang bertujuan untuk menjaga kualitas dan independensi hasil survei. Penilaian kinerja birokrasi publik, disamping menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitias, tetapi juga harus melihat indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa (stakeholders), akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Survei dimaksud dilakukan pada enam kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Batam, Balikpapan, dan Makasar. Sedangkan Unit Eselon I yang dinilai pelayanannya meliputi sepuluh Unit Eselon I, yaitu DJP, DJBC, DJA, DJPB, DJKN, DJPK, SETJEN, ITJEN, DJPU, dan BPPK. Dengan dilaksanakannya survei tersebut diharapkan dapat diperoleh informasi terkait dengan kondisi pelayanan saat ini yang tertuang dalam skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan, serta harapan stakeholders sebagai dasar pengambilan kebijakan Peningkatan Kinerja Layanan. 28 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Hasil dari survei menunjukkan peningkatan tren skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan dari tahun ke tahun. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan (skala likert 1-5) dari tahun 2010 sampai dengan 2014 adalah sebagaimana dalam grafik berikut. Grafik 1.5 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan (skala likert 1-5) 4,1 4,04 4,0 3,8 3,87 3,7 4,05 3,98 2010 3,9 3,86 2011 2012 2013 2014(7) 2014(10) Sumber : Sekretariat Jenderal – Kementerian Keuangan Khusus di tahun 2014, survei dilakukan dengan membagi dua hal. Pertama, indeks kepuasan pengguna layanan untuk 7 unit eselon I yang menjalankan layanan kepada stakeholders di luar Kementerian Keuangan. Kedua, indeks kepuasan pengguna layanan untuk 10 unit eselon I yang menjalankan layanan kepada stakeholders di luar dan di dalam Kementerian Keuangan. Sementara itu, skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan yang diperoleh oleh unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan juga meningkat. Dari sepuluh unit eselon I yang disurvei pelayanannya, 80 persen menunjukkan tren positif karena mengalami kenaikan skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan dari tahun ke tahunnya. Hal ini sedikit banyak menunjukkan bahwa stakeholders merasa puas atas pelayanan unit eselon I. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Unit Eselon I lingkup Kementerian Keuangan (skala likert 1-5) dari tahun 2011 sampai 2013 adalah sebagaimana dalam grafik berikut. Grafik 1.6 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Unit Eselon I lingkup Kementerian Keuangan (skala likert 1-5) 2011-2013 2011 2012 2013 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 DJP DJBC DJA DJPB DJKN DJPK SETJEN ITJEN DJPPR BPPK KEMKEU Sumber : Sekretariat Jenderal – Kementerian Keuangan 29 BAB I | Pendahuluan Sedangkan untuk perbandingan Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Tahun 2013 dan Tahun 2014 dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik 1.7 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan Tahun 2013 dan Tahun 2014 2013 2014 3,9 3,91 DJP 3,85 DJBC 3,97 3,88 3,97 DJA 4,04 4,09 DJPPR 4,13 4,2 DJKN 4,09 DJPB 4,23 4,22 DJPK 4,37 3,98 4,04 KEMKEU 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 Sumber : Sekretariat Jenderal – Kementerian Keuangan Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kepuasan untuk keseluruhan Kementerian Keuangan (7 unit eselon 1) tahun 2014 adalah 4,04, naik 0,06 poin dari tahun 2013 yang mencapai 3,98 dari nilai maksimum 5. Secara umum capaian skor dari setiap unit eselon satu di tahun 2014 ini menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, khususnya tahun 2013. Capaian skor kepuasan terhadap kinerja layanan semua unit eselon satu ini sebenarnya sudah masuk kategori “baik” karena berada pada skor yang lebih besar dari 3,75. Skor tersebut menunjukkan bahwa penerima layanan merasa “cukup puas dan puas” atas layanan yang diberikan oleh masing-masing unit layanan eselon satu lingkup Kementerian Keuangan yang dianalisis. Namun demikian, kualitas pelayanan tersebut masih perlu ditingkatkan, karena masih terdapat unsur-unsur layanan yang memang masih perlu perbaikan. Mengingat harapan pengguna layanan dari tahun ke tahun juga akan terus meningkat, maka unsur-unsur layanan yang masih perlu perbaikan dilihat dari tingkat kepentingan dan kinerja layanan adalah waktu penyelesaian, keterbukaan, informasi persyaratan, keterampilan petugas, dan kesesuaian prosedur. 30 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Grafik 1.8 Matriks Importance Performance Analysis (IPA) Kementerian Keuangan Berdasarkan Unsur Layanan Tahun 2014 4.56 keterbukaan 4.54 waktu penyelesaian 4.52 informasi persyaratan keterampilan petugas Kepentingan 4.50 kesesuaian pembayaran kesesuaian prosedur 4.48 sikap petugas keamanan lingkungan 4.46 4.44 akses terhadap kantor sanksi 4.42 lingkungan pendukung 4.40 3.95 4.00 4.05 Kinerja 4.10 4.15 Sumber: Hasil Survey IPB tahun 2014 1.3 Potensi dan Permasalahan Dalam upaya menjalankan amanah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat serta perannya sebagai regulator dalam bidang fiskal, Kementerian Keuangan mempunyai beberapa potensi yang dapat menjadi salah satu unsur pendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan perumusan kebijakan fiskal. Selain itu, terdapat beberapa permasalahan yang harus diwaspadai agar tidak mengganggu proses pelayanan serta dalam proses perumusan kebijakan fiskal. Beberapa potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh Kementerian Keuangan dapat berasal dari internal maupun eksternal Kementerian. Potensi dan permasalahan Kementerian Keuangan akan dikelompokkan dalam 6 (enam) tema besar Kementerian Keuangan yaitu Tema Kebijakan Fiskal, Tema Pendapatan, Tema Belanja, Tema Pembiayaan, Tema Kekayaan Negara, dan Tema Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan. 1. 31 Tema Kebijakan Fiskal Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Kebijakan Fiskal adalah: a. Proses pemulihan ekonomi global saat ini diperkirakan akan berlangsung secara moderat antara lain disebabkan oleh menurunnya harga komoditas dunia dan isu tappering off; b. Perkembangan kondisi perekonomian kawasan yang stabil dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia; t ASEAN merupakan kawasan yang dinamis dengan potensi ekonomi yang sangat besar. BAB I | Pendahuluan t t t c. Proses integrasi kawasan mengalami perkembangan yang positif dan didukung dengan arus modal masuk yang terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan hubungan dagang antar negara-negara dalam kawasan, jumlah populasi yang sangat besar, pertumbuhan ekonomi yang terus menerus positif ditengah kelesuan perekonomian global, dan PDB yang tinggi. Kecenderungan perluasan kerjasama kawasan dengan negara-negara mitra strategis untuk kepentingan bersama, mendorong peningkatan stabilitas dan daya tarik kawasan. Pusat ekonomi dunia ke depan diperkirakan akan bergeser terutama dari kawasan Eropa-Amerika ke kawasan Asia Pasifik. Kondisi perekonomian domestik memiliki fundamental yang sangat kuat. t Indonesia merupakan Negara dengan pertumbuhan ekonomi yang paling stabil di dunia. Ekonomi Indonesia tumbuh dengan volatilitas terendah dibandingkan negara-negara OECD dan BRICS. t Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masuk dalam 20 (dua puluh) besar dunia, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk dalam 5 (lima) besar dunia. t Jumlah penduduk yang besar diikuti oleh besarnya tingkat konsumsi penduduknya serta meningkatnya tenaga kerja terampil. Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Kebijakan Fiskal adalah: a. Kuatnya pengaruh perekonomian global kepada perekonomian Indonesia dapat mengganggu fiscal sustainability, yang pada gilirannya juga dapat mengganggu proses pembangunan nasional; b. Krisis keuangan Eropa yang masih menghawatirkan dan kondisi perekonomian Eropa yang dihadapkan pada situasi permasalahan fiskal yang cukup berat diperkirakan masih akan menekan perekonomian dunia, termasuk perekonomian Indonesia; c. Pergeseran fenomena kerjasama ekonomi ke arah plurilateral dan mega blok seperti: TPP (Trans Pacific Partnership) yang saat ini beranggotakan 13 negara Asia dan Pasifik, TTIP (Trans Atlantic Trade and Investment Partnership) yang terdiri dari Amerika dan EU (European Union), dan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). 2. Tema Pendapatan Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Pendapatan adalah: a. Masih besarnya potensi penerimaan perpajakan Indonesia yang belum tergali sehingga terjadi tax gap Indonesia yang besar, yakni sekitar 50 persen; b. Menganut sistem self assessment dalam bidang perpajakan serta bidang kepabeanan dan cukai, dilengkapi dengan kewenangan Kementerian Keuangandalam melakukan penyidikan dan pemeriksaan, audit kepabeanan, dan audit cukai untuk mendukung pelaksanaan tugasnya sebagai pemungut pendapatan negara; c. Pemberian insentif fiskal seperti pembebasan atas bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan dalam rangka penanaman modal untuk pembangunan atau pengembangan industri khususnya industri substitusi impor; d. Pemberian fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday) dan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di 32 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 e. bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu (tax allowance); Masih ada peluang untuk peningkatan penerimaan dari sisi cukai melalui ekstensifikasi Barang Kena Cukai (BKC). Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Pendapatan adalah: a. Realisasi penerimaan pajak Indonesia masih dibawah potensinya, dimana berdasarkan data Kajian Potensi Penerimaan Berdasarkan Pendekatan Makro oleh BKF disebutkan bahwa potensi penerimaan pajak yang dapat direalisasikan baru mencapai 70 persen s.d. 80 persen; b. Administrasi perpajakan masih lemah, terutama dalam hal penegakan prosedur dan kepatuhan pajak serta menyangkut kelembagaan, sistem dan prosedur (business process), termasuk dari aspek sumber daya manusia (baik dari segi jumlah maupun kemampuan), serta komputerisasi; c. Belum optimalnya koordinasi dengan pihak ketiga terutama terkait dengan proses penghimpunan data dan informasi dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, dan kerjasama penegakan hukum; d. Masih terkendalanya perluasan basis pajak (narrowed tax basis) dalam kondisi ekonomi dunia yang belum sepenuhnya stabil; e. Belum optimalnya penggalian penerimaan pajak dari PPh Orang Pribadi; f. Perkembangan situasi perekonomian global dan nasional yang belum mendukung kegiatan ekspor-impor, hal ini berpengaruh terhadap pencapaian target penerimaan bea masuk dan bea keluar; g. Belum optimalnya ekstensifikasi komoditas BKC; h. Rendahnya pertumbuhan penerimaan PNBP khususnya dari sektor pertambangan batubara; i. PNBP yang tidak disetor tepat waktu, PNBP yang digunakan langsung di luar mekanisme APBN, PNBP yang kurang/belum dipungut dan PNBP yang belum didukung dengan dasar hukum dan database PNBP yang memadai. 3. 33 Tema Belanja Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Belanja adalah: a. Mulai diimplementasikannya integrasi proses perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara melalui teknologi informasi; b. Monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi belanja Kementerian/ Lembaga telah dilaksanakan melalui mekanisme spending review; c. Telah dilaksanakan kajian terhadap profil maupun dinamika kondisi fiskal daerah/ regional sebagai media informasi strategis pemangku kepentingan di pusat maupun daerah; d. Meningkatkan pendapatan daerah melalui (i) sumber pajak yang cukup signifikan untuk dijadikan andalan pendapatan pemerintah daerah kabupaten/ kota dan (ii) sistem transfer yang mampu mengatasi ketimpangan horizontal dan vertikal dan menjamin pencapaian standar pelayanan minimum; e. Membuka akses pinjaman sebagai strategi percepatan pembangunan infrastruktur daerah dan sebagai bagian dari kebijakan penguatan kapasitas fiskal daerah dan mewujudkan pengelolaan pinjaman yang akuntabel dan hatihati; f. Meningkatkan kualitas belanja daerah serta mengharmonisasikan belanja pusat dan daerah untuk pelayanan publik yang efektif dan efisien; g. Mekanisme pembahasan belanja negara dengan parlemen saat ini telah BAB I | Pendahuluan dibatasi menurut program dan unit organisasi. Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Belanja adalah: a. Terbatasnya ruang gerak fiskal yang disebabkan oleh belanja-belanja yang bersifat wajib (mandatory), serta belanja untuk pos yang kurang produktif terutama subsidi BBM; b. Penyerapan Belanja K/L terutama belanja modal masih lebih rendah dibanding belanja pegawai dan belanja sosial; c. Kurangnya sinergi perencanaan dan penganggaran tingkat pusat dengan tingkat daerah padahal proporsi dana transfer ke daerah setiap tahun mengalami kenaikan yang signifikan; d. Kualitas laporan keuangan K/L dan BUN yang belum mendapat opini WTP; e. Penajaman dan pengaturan kembali fungsi-fungsi terkait treasury yang tersebar di beberapa unit dan belum bersinergi; f. Harmonisasi fungsi moneter dan fungsi fiskal dalam optimalisasi pengelolaan kas negara masih perlu ditingkatkan; g. Sumber pendapatan dari pajak dan retribusi untuk kabupaten/kota relatif banyak namun hasilnya kecil dan sistem transfer yang belum efektif untuk mengurangi ketimpangan horizontal dan vertikal; h. Pengelolaan keuangan daerah yang belum optimal dengan alokasi belanja modal masih relatif rendah, alokasi belanja pegawai relatif cukup besar, alokasi belanja hibah dan bantuan sosial masih belum transparan, masih terdapat APBD belum tepat waktu, masih sedikit opini WTP dari BPK, belum semua APBD dapat diakses oleh publik; i. Terbatasnya akses pinjaman, rendahnya minat daerah terhadap pembiayaan, non performing loan Pemda dan BUMD, dan penatausahaan pinjaman yang belum optimal; j. Belum adanya mekanisme penilaian kinerja keuangan daerah komprehensif dan monitoring dan evaluasi dana transfer yang spesifik belum efektif; k. Pemekaran daerah mengurangi kesempatan daerah lama untuk mendapat kenaikan Dana Perimbangan; l. Besarnya SiLPA di sebagian besar daerah yang mencerminkan inefisiensi pengelolaan APBD. 4. Tema Kekayaan Negara Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Kekayaan Negara adalah: a. Perubahan paradigma pengelolaan kekayaan negara dari asset administration (penatausahaan aset) menjadi asset manager (manajer aset) menuntut peran dan tanggung jawab yang lebih besar dari Kementerian Keuangan selaku Pengelola Barang untuk mengelola kekayaan negara lebih optimal dan akuntabel; b. Optimalisasi pemanfaatan aset potensi dalam rangka peningkatan utilisasi aset, peningkatan penerimaan negara dari hasil pengelolaan aset, dan mewujudkan APBN yang efektif, efisien, dan optimal. Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Kekayaan Negara adalah: a. Pengguna barang (K/L) belum sepenuhnya disiplin dalam penatausahaan dan pengelolaan aset tetap seperti kesadaran untuk melakukan rekonsiliasi barang, kesadaran penyerahan aset idle kepada pengelola barang, dan pemanfaatan aset sesuai ketentuan; 34 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 b. c. d. e. 5. Masih terdapat BMN bermasalah yang meliputi BMN belum memiliki dokumen kepemilikan, BMN dikuasai pihak lain, BMN dalam sengketa, BMN belum ditemukan dan BMN rusak berat tetapi belum dihapuskan. Hal tersebut dapat menghambat penetapan utilisasi kekayaan negara; Pelaksanaan penjualan aset dalam rangka penerimaan pembiayaan (dalam konteks pengelolan aset eks BPPN, PT. PPA, dan BDL) terkendala dengan legalitas dokumen kepemilikan aset di mana sebagian besar telah habis masa berlakunya, sehingga berpotensi akan menimbulkan permasalahan hukum apabila tetap dilaksanakan penjualan; Terdapat aset kredit yang diserahkan ke PUPN memiliki kualitas rendah dan nilai jaminan tidak mencukup untuk menjamin hutang, aset kredit yang memiliki permasalahan hukum, dan aset yang dokumennya kurang lengkap, sehingga sulit untuk dicapai recovery-nya; Persepsi masyarakat terhadap lelang sebagai cara penjualan barang yang dapat menghasilkan harga yang optimal belum merata di seluruh lapisan masyarakat serta masih banyak gugatan/ perlawanan/keberatan terhadap pelaksanaan lelang hak tanggungan, fidusia dan kepailitan sebagai penyelesaian dari kredit macet. Tema Pembiayaan Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Pembiayaan adalah: a. Kondisi perekonomian yang baik antara lain ditandai dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan peningkatan jumlah investasi total di Indonesia; b. Potensi peningkatan level investment grade yang lebih baik untuk sovereign credit rating Indonesia; c. Terdapatnya fleksibilitas pembiayaan utang untuk pemilihan jenis instrumen utang yang paling optimal dan efisien; d. Potensi investor domestik yang terus meningkat; e. Potensi penggunaan SBSN berbasis proyek (Project Financing Sukuk) dalam rangka pembiayaan pembangunan proyek infrastuktur, yang saat ini sesuai dengan PP Nomor 56 tahun 2011 masih terbatas untuk proyek-proyek Pemerintah Pusat (K/L), untuk diperluas cakupannya guna mengakomodir kebutuhan pembiayaan proyek yang inisiasinya berasal dari Pemda, BUMN/D, dan Badan Usaha Swasta dengan skema pembiayaan berupa investasi pemerintah, pemberian pinjaman dan Public Private Partnership dengan melakukan perubahan (revisi) terhadap PP 56 tahun 2011 tersebut. Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Pembiayaan adalah: a. Masih tingginya exposure risiko utang pemerintah, khususnya pada currency risk, dikarenakan sekitar 44 persen dari komposisi utang yang ada, terdiri dari mata uang asing. Hal ini mengakibatkan outstanding dan biaya utang sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar; b. Masih tingginya porsi kepemilikan investor asing pada SBN (sekitar 37 persen), sehingga rentan terhadap sudden reversal yang berdampak pada ketidakstabilan pasar keuangan domestik; c. Masih terbatasnya partisipasi investor institusi seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, dan institusi dalam perdagangan SBN; d. Belum maksimalnya peran Investor Relation Unit dalam pengembangan dan penguatan basis investor SBN; 35 BAB I | Pendahuluan e. 6. Masih banyaknya seri-seri SBN tradable yang tidak aktif diperdagangkan di pasar sekunder (off the run bonds); f. Belum optimalnya fungsi monitoring dan evaluasi kegiatan yang dibiayai pinjaman; g. Masih rendahnya tingkat penyerapan (low disbursement) pinjaman; h. Masih terbatasnya sektor kegiatan yang bisa dibiayai melalui pinjaman dalam negeri; i. Kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih pasca krisis, mendorong adanya perubahan kebijakan di berbagai negara dengan skala ekonomi besar, sehingga terdapat ketidakpastian pada pasar keuangan domestik; j. Tingginya beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunga utang pemerintah; k. Belum optimalnya pemanfaatan utang luar negeri berdampak meningkatnya commitment fee akibat dari keterlambatan pemenuhan persyaratan pemberi pinjaman (lender). Tema Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Potensi Kementerian Keuangan dalam Tema Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan adalah: a. Setelah berhasil melaksanakan program reformasi birokrasi, Kementerian Keuangan membuat program lanjutan yang diberi nama Transformasi Kelembagaan, yang bertujuan untuk mewujudkan birokrasi yang modern. Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan telah ditetapkan dalam KMK Nomor 36/KMK. 01/2014; b. Komitmen pimpinan yang tinggi dalam mengawal implementasi reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan; c. Kementerian Keuangan telah menerapkan sistem manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC), manajemen risiko, membentuk unit kepatuhan internal, dan sistem pencegahan dan penindakan korupsi. Permasalahan Kementerian Keuangan dalam Tema Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan adalah: a. Tuntutan pemangku kepentingan dan pengguna layanan yang semakin tinggi; b. Sistem manajemen kinerja Kementerian Keuangan perlu untuk lebih diperkuat agar lebih fokus pada outcome/output; c. Kualitas dialog kinerja perlu untuk ditingkatkan untuk menghindari terjadinya duplikasi (overlapping) pekerjaan antar unit di lingkungan Kementerian Keuangan; d. Perlunya penyelarasan peraturan perundang-undangan yang bersifat nasional yang menjadi domain/tanggung jawab dan/atau melibatkan Kementerian/ Lembaga lain dalam rangka mengimplementasikan program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan; e. Salah satu tantangan program Reformasi Birokrasi yaitu peningkatan disiplin dan manajemen SDM dimana tujuannya adalah untuk terus membangun nilainilai Kementerian Keuangan hingga masuk ke dalam semua level pegawai Kementerian Keuangan (integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, kesempurnaan) yang pada akhirnya bisa berpengaruh pada peningkatan kinerja, pelayanan dan kepercayaan publik; f. Praktik KKN atau irregularities yang masih terjadi; 36 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 g. h. TIK yang belum terintegrasi; Masih terjadinya fragmentasi pengembangan SDM di level strategis khususnya di bidang kepemimpinan yang andal dan adaptif serta perlunya mempertegas kaitan strategis antara pengembangan SDM dengan pencapaian tujuan organisasi. Capaian Kementerian Keuangan atas arah kebijakan dan srategi dalam Renstra Tahun 2010-2014, yang dikelompokkan dalam enam tema secara umum menunjukkan hasil yang baik. Begitu pula aspirasi masyarakat yang ditunjukkan dalam hasil survei atas pelayanan Kementerian Keuangan kepada stakeholders menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun, walaupun ada beberapa hal yang diharapkan untuk lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Namun demikian, Kementerian Keuangan memiliki beberapa potensi yang dapat digunakan dalam rangka mendorong peningkatan pelayanan kepada stakeholders dan perumusan kebijakan fiskal, serta memiliki beberapa masalah/tantangan yang harus diwaspadai, agar tidak mengganggu pelayanan kepada stakeholders serta perumusan kebijakan fiskal. Melihat hasil pencapaian Renstra Tahun 2010-2014, dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, serta memperhatikan potensi dan permasalahan yang ada, Kementerian Keuangan merumuskan visi, misi, tujuan, serta sasaran strategis untuk Tahun 2015-2019. Visi, misi, tujuan, serta sasaran strategis untuk Tahun 2015-2019 tersebut disajikan pada BAB II. Grafik 1.9 Keterkaitan Renstra dengan Dokumen Perencanaan lain 37 BAB I | Pendahuluan halaman ini sengaja dikosongkan 38 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 BAB II Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Keuangan 2.1 Visi Kementerian Keuangan Dengan mempertimbangkan capaian kinerja, potensi dan permasalahan, serta memperhatikan aspirasi masyarakat maka visi Kementerian Keuangan untuk tahun 2015-2019 adalah ‘Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21’. Dalam visi yang baru, penggerak utama berarti bahwa Kementerian Keuangan, dalam perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai prime mover dalam mendorong pembangunan nasional di masa depan. Melalui manajemen pendapatan dan belanja negara yang proaktif, Kementerian Keuangan menggerakkan dan mengarahkan perekonomian negara menyongsong masa depan. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan pembangunan yang diarahkan oleh Kementerian Keuangan akan menghasilkan dampak yang merata di seluruh Indonesia. Hal ini akan tercapai melalui koordinasi yang solid antar pemangku kepentingan dalam pemerintahan serta melalui penetapan kebijakan fiskal yang efektif. Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan di dunia modern, dengan menghadirkan teknologi informasi serta proses-proses yang modern guna mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan. Dengan visi baru ini, Kementerian Keuangan dengan sepenuh hati memegang peranan pentingnya dalam menentukan perkembangan negara. Kementerian Keuangan juga memperbarui misinya agar mencerminkan kegiatan inti dan mandatnya dengan lebih baik. 2.2 Misi Kementerian Keuangan 1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan penegakan hukum yang ketat; 2. Menerapkan kebijakan fiskal yang prudent; 3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum; 4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan secara efisien dan efektif; 5. Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan proposisi nilai pegawai yang kompetitif. 2.3 Nilai-nilai Kementerian Keuangan Dalam visi yang baru, penggerak utama berarti bahwa Kementerian Keuangan, dalam perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai prime mover dalam mendorong pembangunan nasional di masa depan. Melalui manajemen pendapatan dan belanja negara yang proaktif, Kementerian Keuangan menggerakkan dan mengarahkan perekonomian negara menyongsong masa depan. 41 BAB II | Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Keuangan Dalam mewujudkan Kementerian Keuangan sebagai institusi pemerintahan terbaik, berkualitas, bermartabat, terpercaya, dihormati, dan mendukung peningkatan kinerja institusi Kementerian Keuangan yang akan menjadi dasar dan pondasi bagi institusi Kementerian Keuangan, pimpinan dan seluruh pegawai dalam mengabdi, bekerja, dan bersikap, Menteri Keuangan telah menerbitkan Keputusan Kementerian Keuangan Nomor 312/KMK.01/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Nilai-Nilai Kementerian Keuangan yang meliputi: 1. Integritas Dalam integritas terkandung makna bahwa dalam berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak, Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral. Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah perilaku utama integritas sebagai berikut: a. Bersikap jujur, tulus, dan dapat dipercaya; b. Menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela. 2. Profesionalisme Dalam profesionalisme terkandung makna bahwa dalam bekerja, Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya dengan tuntas dan akurat berdasarkan kompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi. Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah perilaku utama profesionalisme sebagai berikut: a. Memiliki keahlian dan pengetahuan yang luas; b. Bekerja dengan hati. 3. Sinergi Dalam sinergi terkandung makna bahwa Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan memiliki komitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah perilaku utama sinergi sebagai berikut: a. Memiliki sangka baik, saling percaya, dan menghormati; b. Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik. 4. Pelayanan Dalam pelayanan terkandung makna bahwa dalam memberikan pelayanan, Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya untuk memenuhi kepuasan pemangku kepentingan dan dilaksanakan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman. Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah perilaku utama pelayanan sebagai berikut: a. Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan; b. Bersikap proaktif dan cepat tanggap. 42 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 5. Kesempuranaan Dalam kesempurnaan terkandung makna bahwa Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik. Pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan diwujudkan dalam kaidah-kaidah perilaku utama kesempurnaan sebagai berikut: a. Melakukan perbaikan terus menerus; b. Mengembangkan inovasi dan kreativitas. 2.4 Tujuan Kementerian Keuangan Kebijakan fiskal yang tercermin dalam alokasi pendapatan dan belanja pemerintah dalam APBN memiliki pengaruh yang besar terhadap alokasi sumber daya dalam perekonomian yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan dan stabilitas perekonomian. Dengan pengelolaan fiskal yang baik maka diharapkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan yang menjadi cita-cita bangsa dapat terwujud. Kebijakan fiskal pada tahun 2015-2019 diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayan/utang dan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara. Tujuan Kementerian Keuangan pada tahun 2015-2019 adalah: 1. Terjaganya kesinambungan fiskal; 2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; 3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara; 4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah; 5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran; 6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; 7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan 2.5 Sasaran Strategis Kementerian Keuangan Dalam rangka mendukung pencapaian 7 tujuan sebagaimana disebutkan di atas, Kementerian Keuangan telah menetapkan 16 sasaran strategis yang merupakan kondisi yang diinginkan untuk dicapai oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2019: 1. 2. 43 Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan terjaganya kesinambungan fiskal adalah : a. Meningkatnya tax ratio; b. Terjaganya rasio utang pemerintah; c. Terjaganya defisit anggaran. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai adalah: BAB II | Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Keuangan a. Penerimaan pajak negara yang optimal; b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal; c. Percepatan waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance) untuk mendukung upaya penurunan rata-rata dwelling time. 3. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara adalah PNBP yang optimal. 4. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah adalah: a. Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas; b. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. 5. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran adalah: a. Pengelolaan kekayaan negara yang optimal; b. Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal. 6. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan adalah optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management. 7. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan adalah: a. Organisasi yang fit for purpose; b. SDM yang kompetitif; c. Sistem informasi manajemen yang terintegrasi; d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian. 44 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan 3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah ‘Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong’. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum; 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim; 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera; 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas dalam pemerintahan ke depan. Kesembilan agenda prioritas itu disebut Nawa Cita. Adapun Nawa Cita tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara; 2. Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokratis dan Terpercaya; 3. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan; 4. Memperkuat Kehadiran Negara Dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya; 5. Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia; 6. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; 7. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; 8. Melakukan Revolusi Karakter Bangsa; 9. Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia. 47 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan 3.1.1Nawa Cita yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan (Kementerian Keuangan selaku leading sector) Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan adalah: (1) Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara; (3) Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan; (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; dan (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan SektorSektor Strategis Ekonomi Domestik. Untuk keempat Nawa Cita tersebut, Kementerian Keuangan bertindak selaku leading sector dalam rangka pencapaian beberapa arah kebijakan dan strategi. Nawa Cita (1) Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara a. Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya keamanan laut dan daerah pebatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta penegakan hukum di laut dan daerah perbatasan; 2) Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan daerah perbatasan; 3) Meningkatkan sinergitas antar institusi pengamanan laut. Pembangunan dengan arah kebijakan di atas dilaksanakan dengan strategi pembangunan sebagai berikut: 1) Meningkatkan operasi pengamanan dan keselamatan di laut dan wilayah perbatasan; 2) Menambah dan meningkatkan pos pengamanan perbatasan darat dan pulau terluar; 3) Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama. Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelijen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai pada Direktorat Penyidikan dan Penindakan, DJBC. b. Memperkuat Peran dalam Kerjasama Global Dan Regional Sasaran yang ingin diwujudkan adalah: 1) Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20 dan APEC; 2) Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; 3) Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan dan strategi yang ditempuh adalah: 1) Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia di G-20, dan APEC melalui strategi: (a) Perumusan Cetak Biru peran Indonesia di APEC dan G20 untuk memperjuangkan kerjasama yang berimbang dan relevan; (b) pelaksanaan partisipasi aktif dan strategis Indonesia di forum APEC dan G20; 48 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 2) Meningkatkan pelaksanaan Kerjasama Pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular melalui strategi intervensi kebijakan pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular; 3) Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional di tingkat multilateral, regional, dan bilateral melalui strategi: a) Meningkatkan kerjasama ekonomi dengan negara lain secara bilateral, dengan titik berat pada aspek kerjasama yang dapat mendorong peningkatan akses produk dan jasa ekspor Indonesia ke pasar prospektif, penurunan hambatan nontarif di pasar ekspor utama, peningkatan arus masuk investasi asing ke Indonesia, pengamanan pasar dalam negeri, untuk kepentingan perlindungan konsumen dan pengamanan industri domestik sesuai dengan aturan internasional yang berlaku. b) Mendorong peran aktif Indonesia dalam forum multilateral, seperti World Trade Organization (WTO) dan G-20. c) Dalam forum G-20, peran aktif Indonesia akan dititikberatkan pada upaya-upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi dan berkualitas, dengan tetap memperhatikan kestabilan ekonomi dan keuangan yang dipandang sebagai fondasi efektif bagi implementasi strategi pertumbuhan tersebut. d) Meningkatkan peran Indonesia dalam kerjasama keuangan regional, misalnya ASEAN Infrastructure Fund (AIF), Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan sebagainya. Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu (1) Kegiatan Perumusan Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral pada Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, BKF dan (2) Kegiatan Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Kerja Sama Keuangan Regional dan Bilateral pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, BKF. Nawa Cita (3) Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah- Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan a. Pengembangan Kawasan Perbatasan Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara tetangga, ditandai dengan meningkatnya perdagangan ekspor-impor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan. Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan adalah mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang, terutama peningkatan bidang ekonomi, sosial dan keamanan, serta menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan. Untuk mempercepat pengembangan kawasan perbatasan dilakukan melalui strategi: 1) Melakukan transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Customs, Immigration, Quarantine, Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional dalam suatu sistem pengelolaan yang terpadu; 2) 49 Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan Negara. BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelijen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai pada Direktorat Penyidikan dan Penindakan, DJBC. b. Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan Sasaran yang ingin diwujudkan adalah mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatkan desa mandiri sedikitnya 2.000 desa. Arah kebijakan dan strategi pembangunan desa dan kawasan pedesaan adalah pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan dengan strategi: (a) memastikan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP Sistem Keuangan Desa; (b) memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan bertahap. Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada Direktorat Dana Perimbangan, DJPK. c. Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya kemampuan fiskal dan kinerja keuangan daerah. Arah kebijakan Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja Keuangan Daerah dilakukan melalui strategi: 1) Meningkatkan kemampuan fiskal daerah; 2) Meningkatkan kualitas belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah; dan 3) Meningkatkan keterkaitan alokasi dana transfer dan pelayanan publik. Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu: (1) Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada Direktorat Dana Perimbangan, DJPK; (2) Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pemantauan dan Evaluasi di Bidang Pendanaan Daerah dan Ekonomi Daerah, Penyusunan Laporan Keuangan Transfer ke Daerah, serta Pengembangan Sistem Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah, DJPK; dan (3) Kegiatan Perumusan Kebijakan, dan Pembinaan Di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, DJPK. Nawa Cita (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing Di Pasar Internasional a. Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman. Sasaran yang ingin diwujudkan adalah optimalisasi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat. Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu Kegiatan Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman pada Direktorat Sistem Manajemen Investasi, DJPB. 50 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 b. Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menyediakan dukungan pembiayaan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur melalui penyediaan alternatif pembiayaan, seperti melalui skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPS), pembentukan bank pembangunan/infrastruktur dan skema innovative financing lainnya. Arah kebijakan dalam rangka mencapai sasaran dimaksud adalah pengembangan alternatif pembiayaan infrastruktur dengan strategi: 1) Mengadopsi sistem penganggaran tahun jamak jangka panjang (lebih dari 5 tahun) dalam UU No. 17/2003 Tentang Keuangan Negara; 2) Mengkaji dan mengujicobakan berbagai model KPS berbasis pendanaan Pemerintah (innovative financing scheme); 3) Mendorong peningkatan kapasitas pendanaan BUMN/BUMD infrastruktur khususnya dalam proyek perluasan prasarana yang sudah beroperasi (brownfield) dan menyediakan dukungan pemerintah dalam bentuk penambahan modal serta jaminan pemerintah (sovereign guarantee) untuk pembangunan baru yang merupakan penugasan khusus Pemerintah; 4) Menyempurnakan mekanisme pemberian berbagai bentuk dukungan Pemerintah termasuk viability gap funding (VGF) untuk proyek KPS berbasis pendanaan swasta; 5) Penyediaan dana untuk dukungan (dukungan penyiapan proyek, dukungan kelayakan, dukungan pengadaan tanah, VGF, dana tanah, dll) dan jaminan pemerintah untuk proyek proyek KPS, baik yang bersifat dana bergulir (revolving) maupun yang bersifat habis pakai (sinking fund); 6) Pembentukan fasilitas pembiayaan infrastruktur berupa pembentukan bank pembangunan/infrastruktur, dana amanah (trust fund) infrastruktur, obligasi infrastruktur, dan instrumen pembiayaan lain khusus untuk infrastruktur, khususnya untuk mendorong proyek-proyek dengan skema KPS. Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu: (1) Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standarisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi, dan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan pada Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan, DJKN; dan (2) Kegiatan Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur pada Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur, DJPPR. c. Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang Sasaran yang ingin diwujudkan adalah: 1) Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri; 2) Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan (sustainable mining), baik untuk perusahaan besar maupun pertambangan rakyat. Arah kebijakan dan strategi dalam rangka mencapai sasaran dimaksud adalah penerapan insentif fiskal dan nonfiskal, untuk mendorong investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri melalui pengembangan insentif keringanan bea keluar, tax allowance, dan skema pembayaran royalti bagi pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan pengusahaan tambang. Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu Kegiatan Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai, dan PNBP pada Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, BKF. 51 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan Nawa Cita (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik a. Penguatan Sektor Keuangan Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien. Arah kebijakan dan strategi untuk mewujudkan sasaran diatas adalah peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas sistem keuangan dan penyusunan payung regulasi UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Implementasi arah kebijakan dan strategi dimaksud, akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu Kegiatan Perumusan Kebijakan Sektor Keuangan pada Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, BKF. b. Penguatan Kapasitas Fiskal Negara Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya kapasitas fiskal negara dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/ utang. Secara lebih rinci sasaran tersebut adalah sebagai berikut: 1) Meningkatnya penerimaan perpajakan menjadi sekitar 16 persen PDB pada tahun 2019 termasuk pajak daerah sebesar satu persen PDB melalui: (i) penguatan SDM dan kelembagaan (perpajakan dan kepabeanan), termasuk peningkatan jumlah SDM Pajak dan kepabeanan menjadi dua kali lipat pada tahun 2019 yang disertai dengan upaya peningkatan kualitasnya; (ii) ekstensifikasi dan intensifikasi pengumpulan pajak terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi; (iii) peningkatan akses kepada data pihak ketiga, terutama perbankan; serta (iv) dukungan dari institusi penegak hukum guna menjamin ketaatan pembayaran pajak (tax compliance). Selain itu akan dilakukan juga peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); 2) Meningkatnya kualitas belanja melalui: (i) pengurangan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran khususnya belanja subsidi energi melalui peningkatan harga BBM dalam negeri secara langsung di akhir tahun 2014 dan direncanakan akan menerapkan subsidi tetap (fixed subsidy) sehingga rasio subsidi energi turun dari 1,3 persen pada tahun 2015 menjadi 0,6 persen pada tahun 2019; (ii) penghematan subsidi energi dialokasikan pada belanja modal, sehingga alokasi belanja modal naik dari 2,4 persen PDB tahun 2015 menjadi 3,9 persen pada tahun 2019; (iii) pengalokasian dana penghematan subsidi BBM serta pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kesehatan dan ketenagakerjaan dalam bantuan sosial; (iv) peningkatan dana desentralisasi dan keuangan daerah beserta kualitas pengelolaannya termasuk mulai dialokasikannya dana desa secara bertahap dimulai pada tahun 2015; 3) Terjaganya rasio utang pemerintah dibawah 30 persen PDB dan terus menurun yang diperkirakan menjadi 20,0 persen PDB pada tahun 2019; mengupayakan keseimbangan primer (primary balance) terus menurun dan menjadi positif di tahun 2019; serta menjaga defisit anggaran dibawah 3 persen PDB dan pada tahun 2019 menjadi 1,0 persen PDB. 52 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Secara umum, arah kebijakan dan strategi kebijakan fiskal dalam lima tahun mendatang adalah sebagai berikut. 1) Dari sisi penerimaan negara, kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan terkait dalam rangka reformasi penerimaan perpajakan yang komprehensif adalah: (i) peningkatan kapasitas SDM perpajakan, baik dalam jumlah maupun mutunya untuk mening-katkan rasio ketercakupan pajak (tax coverage ratio); (ii) penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk insentif pajak untuk mendorong reindustrialisasi yang berkelanjutan dalam rangka transformasi ekonomi; (iii) pemetaan wilayah potensi penerimaan pajak hasil pemeriksaan beserta pembangunan basis data perpajakan; (iv) pembenahan sistem administrasi perpajakan; (v) ekstensifikasi dan intensifikasi pajak melalui perluasan basis pajak di sektor minerba dan perkebunan serta penyesuaian tarif; (vi) peningkatan efektivitas penyuluhan; (vii) penyediaan layanan yang mudah, cepat dan akurat; (viii) peningkatan efektivitas pengawasan; dan (ix) peningkatan efektivitas penegakan hukum bagi penyelundup pajak (tax evasion). 2) Terkait dengan penerimaan kepabeanan dan cukai, kebijakan yang akan dilakukan antara lain adalah: (i) perkuatan kerangka hukum (legal framework) melalui penyelesaian/penyempurnaan peraturan di bidang lalu lintas barang dan jasa; (ii) peningkatan kualitas sarana dan prasarana operasi serta informasi kepabeanan dan cukai; (iii) pengembangan dan penyempurnaan sistem dan prosedur yang berbasis IT yang meliputi profilling Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), peningkatan implementasi pintu tunggal nasional Indonesia (Indonesia National Single Window–INSW); persiapan operator ekonomi yang berwenang (Authorized Economic Operator–AEO) dan pengembangan Tempat Penimbunan Sementara (TPS); (iv) ekstensifikasi dan intensifikasi barang kena cukai; serta (v) peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Kepabeanan. 3) Terkait dengan optimalisasi PNBP, kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan antara lain adalah: (i) penyempurnaan regulasi; (ii) optimalisasi PNBP migas dan nonmigas; (ii) inventarisasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi PNBP yang dikelola oleh K/L; serta (iii) optimalisasi PNBP umum dan BLU. 4) Dari sisi belanja negara, kebijakan yang akan dilakukan terkait dengan penyempurnaan perencanaan penganggaran negara antara lain adalah: (i) pengurangan pendanaan bagi kegiatan yang konsumtif dalam alokasi anggaran Kementerian/Lembaga; (ii) merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi yang rasional penganggarannya dan tepat sasaran; (iii) pemantapan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) untuk meningkatkan disiplin dan kepastian fiskal; dan (iv) penataan remunerasi aparatur negara dan SJSN. Alokasi belanja diarahkan pertama untuk mendanai belanja yang mendukung kebutuhan dasar operasionalisasi pemerintahan seperti gaji dan upah serta belanja yang diamanatkan perundangan (mandatory spending) seperti Pendanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional, Anggaran Pendidikan, Penyediaan Dana Desa dan lainnya. Kedua, alokasi untuk mendanai isu strategis jangka menengah yang memegang peran penting dalam pencapaian prioritas nasional seperti pembangunan infrastruktur konektivitas, pemenuhan alutsista TNI, ketahanan pangan dan energi. Ketiga, alokasi mendanai prioritas pada Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas dan fungsinya. 53 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan 5) Terkait dengan peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran, kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan antara lain adalah: (i) penyempurnaan dan perbaikan regulasi dan kebijakan untuk memperbaiki penyediaan dan penyaluran dana di bidang investasi, pinjaman dan kredit program sesuai dengan program kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan infrastruktur dan iklim investasi pemerintah; (ii) pengelolaan kas yang efektif untuk mencapai jumlah likuiditas kas yang ideal untuk membayar belanja pemerintah melalui neraca tunggal perbendaharaan (treasury single account) secara penuh, pengelolaan rekening Bendahara dan perkiraan kas (cash forecasting) yang handal, serta manajemen surplus kas yang mampu memberi kontribusi optimal bagi penerimaan negara melalui pembentukan treasury dealing rooms; dan (iii) modernisasi kontrol dan monitoring pelaksanaan anggaran dengan sistem informasi yang terintegrasi sehingga memenuhi kaidah-kaidah international best practices. 6) Terkait dengan pengelolaan desentralisasi fiskal dan keuangan daerah, kebijakan yang akan dilakukan antara lain adalah: (i) percepatan penyelesaian RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang merupakan revisi dari UU 33/2004; (ii) mempercepat pelayanan evaluasi Perda/Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), peningkatan kualitas evaluasi Perda PDRD serta meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan PDRD; (iii) percepatan pelaksanaan pengalihan anggaran pusat ke daerah untuk fungsifungsi yang telah menjadi wewenang daerah, mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan mempengaruhi pola belanja daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. 7) Terkait pengelolaan pembiayaan anggaran, kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan adalah: (i) pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebagai fiscal buffer untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis pasar SBN; (ii) optimalisasi perencanaan dan pemanfaatan pijaman untuk kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan sukuk berbasis proyek; (iii) pengelolaan Surat Berharga Negara melalui pengembangan pasar SBN domestik dan pengembangan metode penerbitan SBN valas yang lebih fleksibel; (iv) pengelolaan risiko keuangan yang terintegrasi; (v) penggabungan lembaga keuangan penjaminan investasi dalam satu wadah untuk membiayai kegiatan-kegiatan beresiko tinggi; serta (vi) implementasi manajemen kekayaan utang (Asset Liability Management–ALM) untuk mendukung pengelolaan utang dan kas negara. 8) Terkait pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan, kebijakankebijakan yang akan dilakukan antara lain adalah: (i) mengimplementasikan border trade agreement; (ii) mendirikan kawasan pabean di perbatasan darat. 9) Terkait dengan optimalisasi pengelolaan kekayaan negara, kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan antara lain: (i) perkuatan regulasi melalui penyelesaian RUU di bidang pengelolaan kekayaan negara, penilai, pengurusan piutang negara dan piutang daerah, serta lelang; (ii) pengamanan kekayaan negara melalui tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum; (iii) implementasi perencanaan kebutuhan BMN (asset planning) melalui penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) untuk pengadaan dan pemeliharaan BMN; dan (iv) mengintensifkan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat satker. 54 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 10) Menyangkut reformasi kelembagaan yang mencakup: (i) Dalam jangka pendek, peningkatan efektivitas pengumpulan pendapatan atau penerimaan negara dilakukan oleh institusi penerimaan yang ada, yang diperkuat terutama dengan memberikan fleksibilitas di bidang pengelolaan SDM, organisasi, anggaran, dan remunerasi, disamping tetap melanjutkan penyempurnaan administrasi penerimaan negara. Dalam jangka menengah, pengumpulan pendapatan atau penerimaan negara, termasuk perpajakan dilaksanakan oleh suatu lembaga khusus yang berada langsung dibawah Presiden, namun tetap dibawah koordinasi Menteri Keuangan. Secara konstitusi, urgensi peningkatan penerimaan negara ini juga didasarkan pada pentingnya peranan penerimaan negara/pajak yang disebut dalam UUD 1945; (ii) Penajaman fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dengan fungsi-fungsi pendukungnya, yaitu: kebendaharaan (treasury); penganggaran; dan penerimaan negara; (iii) Harmonisasi dan sinergi yang optimal antara fungsi perencanaan dan pengalokasian anggaran/belanja, khusus alokasi pada prioritas pembangunan, untuk memastikan bahwa visi, misi, dan program aksi Presiden, beserta program/kegiatan lain yang menjadi prioritas pembangunan tertuang dalam dokumen anggaran yang siap dilaksanakan. Dalam rangka melaksanakan arah kebijakan dan strategi di atas, Kementerian Keuangan berfokus pada: 1) Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran; 2) Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan potensinya (seperti pertumbuhan PDB); 3) Merancang ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan; 4) Melakukan desain ulang arsitektur fiskal Indonesia; 5) Peningkatan realisasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perumahan; 6) Pemberian insentif bagi kementerian/lembaga dan daerah yang memiliki penyerapan anggaran yang tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocorannya rendah; 7) Pengurangan utang negara secara bertahap sehingga rasio utang terhadap PDB mengecil; 8) Utang baru hanya ditujukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif; 9) Mengembangkan sistem transfer yang meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal dan vertikal serta memperbaiki kualitas pelayanan. Hal tersebut di atas akan dilaksanakan melalui Kegiatan Prioritas yaitu: (1) KegiatanPengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat pada Direktorat Anggaran I, Direktorat Anggaran II, dan Direktorat Anggaran III, DJA; (2) Kegiatan Penyusunan Rancangan APBN pada Direktorat Penyusunan APBN; (3) Kegiatan Pengembangan Sistem Penganggaran pada Direktorat Sistem Penganggaran, DJA; (4) Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standarisasi dan Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pelaksanaan di Bidang Analisis dan Evaluasi Penerimaan Perpajakan pada Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan, DJP; (5) Kegiatan Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Organisasi pada Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumberdaya Aparatur, DJP; (6) Kegiatan Pembinaan Pelaksanaan Anggaran pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran, DJPB; (7) Perumusan Kebijakan, Pemantauan dan Evaluasi di Bidang Pendanaan Daerah dan 55 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan Ekonomi Daerah, Penyusunan Laporan Keuangan Transfer ke Daerah, serta Pengembangan Sistem Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah, DJPK; (8) Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa pada Direktorat Dana Perimbangan, DJPK; dan (9) Kegiatan Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang pada Direktorat Strategi dan Portofolio Utang, DJPPR. 3.1.2 Nawa Cita yang tidak terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan Untuk Nawa Cita (2) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokratis dan Terpercaya; (4) Memperkuat Kehadiran Negara dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya; (5) Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia; (8) Melakukan Revolusi Karakter Bangsa; (9) Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia, Kementerian Keuangan memiliki komitmen yang besar untuk mendukung dan mengimplementasikannya di lingkungan Kementerian Keuangan. Sasaran-sasaran pada Nawa Cita 2, 4, 5, 8, dan 9 yang relevan untuk Kementerian Keuangan telah diterapkan dengan baik bahkan mencapai kualitas pencapaian tinggi (award) pada tingkat nasional. Namun demikian, sasaran-sasaran tersebut bukan merupakan Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan di tingkat nasional karena arah kebijakan dan strategi yang dituangkan dalam RPJMN secara langsung bukan dipimpin oleh Kementerian Keuangan. Sebagai contoh, Pengarusutamaan Gender dipimpin oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan Reformasi Birokrasi dipimpin oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Komitmen dan capaian kinerja Kementerian Keuangan terkait Nawa Cita 2, 4, 5, 8, dan 9, dapat diuraikan sebagai berikut: a. Nawa Cita (2) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokratis dan Terpercaya difokuskan kepada sasaran nasional untuk konsolidasi demokrasi, sistem pemilu, penguatan lembaga perwakilan, keterwakilan perempuan dalam politik, pengarusutamaan gender, transparansi dan akuntabilitas pemerintah, partisipasi publik. Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: (i) Penerapan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sesuai KMK 312/2011 yang meliputi: Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan; (ii) Keadilan dan Kesetaraan Gender melalui Pengarusutamaan Gender dan telah memperoleh penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) Platinum kategori Utama/Mentor Tahun 2014; (iii) Implementasi SAKIP pada instansi pusat dan Kementerian Keuangan meraih penghargaan Laporan Hasil Evaluasi (LHE) Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dengan predikat nilai A; (iv) Memperoleh Peringkat kedua nasional dalam e-transparancy award yang dilaksanakan oleh Paramadina Public Policy Institute melalui Program Improving Ministries and Agencies Website for Budget Transparency (IMAGES) dan didukung oleh Ombudsman RI, Sekretariat Wakil Presiden RI, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan KemenPAN-RB sebagai bagian dari inisiatif Open Government Indonesia; (v) LPSE Kementerian Keuangan telah memperoleh e-Procurement Award dari Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah; (vi) Kementerian Keuangan menjadi pionir dalam menerapkan reformasi birokrasi yang dilanjutkan dengan transformasi 56 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 kelembagaan, dengan capaian indeks Reformasi Birokrasi yang memuaskan; (vii) Menerapkan tata kelola kinerja yang berdasarkan Balanced Scorecard dan Implementasi Manajemen Risiko; (viii) Secara berturut-turut Kementerian Keuangan memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan TA 2010-2013; (ix) Kementerian Keuangan telah mengimplementasikan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi secara elektonik (e-PPID); (x) Majalah Media Keuangan berhasil meraih dua penghargaan Gold Winner pada ajang Inhouse Magazine Awards (InMA) yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) b. Nawa Cita (4) Memperkuat Kehadiran Negara Dalam Melakukan Reformasi Sistem Dan Penegakan Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat Dan Terpercaya difokuskan kepada sasaran nasional untuk perbaikan kualitas penegakan hukum, perbaikan sistem hukum pidana dan perdata, hak warga negara, penguatan Aparat Penegak Hukum, Ratifikasi konvensi HAM internasional, Penguatan Kelembagaan dalam rangka pemberantasan korupsi, Pencegahan Korupsi, Penurunan frekuensi dan luasan penebangan liar, perikanan liar, pemberantasan narkoba, perlindungan anak, perempuan dan kelompok marjinal. Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: (i) MoU dengan institusi penegak hukum (KPK, Kepolisian, Kejaksaan); (ii) Menyusun Peta Rawan Korupsi; Membuat kebijakan pengendalian gratifikasi; (iii) Mengembangkan program zona integritas dengan menetapkan unit kerja berpredikat Wilayah Bersih dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBB); (iv) Menyelenggarakan Diklat Akselerasi Implementasi Unit Kepatuhan Internal (AKSI UKI) dan Membentuk Unit Kepatuhan Internal; (v) Menyediakan Wistle-Blowing System (WiSe); (vi) Membangun aplikasi Laporan Pajak-Pajak Pribadi dan Daftar Harta Kekayaan (DHK) berbasis web (e-LP2P) untuk memberikan kemudahan bagi para pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan untuk mengisi dan menyampaikan LP2P secara 57 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan online; (vii) Bekerjasama dengan PPATK dalam rangka memonitor transaksi keuangan mencurigakan para pejabat/pegawai; (viii) Mengimplementasikan konsep Three Lines of Defense, yaitu model pengawasan dan pengendalian intern yang memandang manajemen/pemilik proses bisnis sebagai lini pertahanan pertama, unit kepatuhan internal sebagai lini pertahanan kedua, dan Itjen sebagai lini pertahanan ketiga; c. Nawa Cita (5) Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia difokuskan kepada sasaran nasional untuk Keluarga Berencana, Indonesia Pintar (Pendidikan Anak, Dasar dan Menengah), Indonesia Sehat, Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: Perbaikan Remunerasi (Tunjangan Kinerja) yang berdasarkan tata kelola kinerja organisasi (performance-based pay), Penyediaan Klinik dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin. d. Nawa Cita (8) Melakukan Revolusi Karakter Bangsa difokuskan kepada sasaran nasional untuk pendidikan karakter, budi pekerti, watak dan kepribadian; nasionalisme dan rasa cinta tanah air, pemahaman pluralitas, wajib belajar, budaya inovasi, budaya produksi, lulusan perguruan tinggi yang siap kerja, pemerataan pendidikan tinggi melalui peningkatan efektivitas affirmative policy. Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: (i) Penerapan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sesuai KMK 312/2011 yang meliputi: Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan; (ii) Melakukan transformasi Kelembagaan yang salah satu tujuannya adalah untuk “Menghargai kontribusi pegawai berprestasi dan mengembangkan dan memberdayakan mereka untuk memperoleh dan membangun keahlian fungsional yang vital”. e. Nawa Cita (9) Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia, difokuskan kepada sasaran nasional untuk Modal Sosial (Social Capital), lembaga kebudayaan, promosi dan diplomasi kebudayaan, pemahaman ajaran agama, kerukunan umat beragama, kaderisasi pemuda, prestasi olah raga dan kesetiakawanan sosial. Kementerian Keuangan telah melaksanakan dan berkomitmen melanjutkan: (i) Penerapan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sesuai KMK 312/2011 yang meliputi: Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan; (ii) Melakukan transformasi Kelembagaan yang salah satu tujuannya adalah untuk “Memperkuat budaya akuntabilitas berorientasi outcome”. 3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan Untuk kurun waktu 2015-2019, kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara, optimalisasi pengelolaan risiko pembiayan/utang dan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan pada tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita), serta mendukung pencapaian tujuan Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: 1. Terjaganya kesinambungan fiskal. Kondisi yang ingin dicapai dalam terjaganya kesinambungan fiskal guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalah Pertama, meningkatnya tax ratio. Kedua, terjaganya rasio utang pemerintah. Ketiga, terjaganya defisit anggaran. 58 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Adapun strategi yang dilakukan untuk menjaga kesinambungan fiskal diantaranya adalah: a. Optimalisasi penerimaan negara dengan menjaga iklim investasi dan keberlanjutan usaha; b. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang manageable; c. Mengendalikan defisit anggaran dalam batas aman. Strategi yang mendasar dalam menjaga kesimbungan fiskal perlu memperhatikan dan mencermati kondisi perekonomian global, perekonomian dan kerjasama kawasan (regional), dan kondisi perekonomian domestik serta stabilitas sektor keuangan. Kondisikondisi tersebut saling terkait dalam penyusunan kebijakan fiskal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah. Untuk mencapai negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2030, perekonomian nasional dituntut tumbuh ratarata 6-8 persen pertahun. Agar berkelanjutan, pertumbuhan yang tinggi tersebut harus bersifat inklusif serta tetap menjaga kestabilan ekonomi. 2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai. Kondisi yang ingin dicapai dalam optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai adalah: a. Penerimaan pajak negara yang optimal; b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal; c. Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka penerimaan pajak yang optimal adalah: a. Penguatan SDM dan kelembagaan, termasuk peningkatan jumlah SDM menjadi dua kali lipat pada tahun 2019 yang disertai dengan upaya peningkatan kualitasnya; b. Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi; c. Peningkatan akses kepada data pihak ketiga, terutama perbankan; d. Dukungan dari institusi penegak hukum guna menjamin ketaatan pembayaran pajak (tax compliance); e. Pembentukan Tim Intensifikasi Pajak di Direktorat Jenderal Pajak dengan melibatkan pihak-pihak eksternal terkait seperti Bareskrim Polri dan KPK (quick wins 3 ) f. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan; g. Pemetaan wilayah potensi penerimaan pajak hasil pemeriksaan; h. Pembenahan sistem administrasi perpajakan; i. Penyediaan layanan yang mudah, murah, cepat, dan akurat; j. Peningkatan efektifitas penyuluhan, pengawasan dan penegakan hukum. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka penerimaan negara disektor kepabeanan dan cukai yang optimal adalah: a. Penguatan kerangka hukum (legal framework) melalui penyelesaian/penyempurnaan peraturan di bidang lalu lintas barang dan jasa; b. Peningkatan efektivitas joint audit; c. Peningkatan koordinasi terkait peran pemungutan pajak dalam rangka impor (PDRI); Quick wins merupakan program aksi jangka pendek yang bersifat urgent, realistis, segera bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, dan memiliki peluang keberhasilan yang besar. 3 59 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan d. Reorganisasi dalam rangka bisnis focusing untuk meningkatkan penerimaan; e. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana operasi serta informasi kepabeanan dan cukai; f. Ekstensifikasi dan intensifikasi barang kena cukai; g. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Kepabeanan. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka peningkatan kelancaran arus barang untuk mendukung Sistem Logistik Nasional adalah: a. Pengembangan dan penyempurnaan sistem dan prosedur yang berbasis IT yang meliputi profilling Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), peningkatan implementasi pintu tunggal nasional Indonesia (Indonesia National Single Window – INSW); b. Persiapan operator ekonomi yang berwenang (Authorized Economic Operator–AEO) dan pengembangan Tempat Penimbunan Sementara (TPS); c. Penerapan Auto Gate System (AGS); d. Penerapan Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT); e. Penerapan Integrated Cargo Release (i-CaRe) System, dan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT); f. Percepatan penyelesaian dokumen pelengkap pabean (dokap) untuk importir jalur kuning dan jalur merah. 3. Pembangunan Sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Yang Handal Untuk Optimalisasi Penerimaan Negara Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara adalah PNBP yang optimal. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mengoptimalkan PNBP adalah: a. Penyempurnaan regulasi pengelolaan PNBP; b. Pengembangan dan penyempurnaan sistem PNBP berbasis IT; c. Inventarisasi, intensifikasi dan/atau ekstensifikasi PNBP; d. Memperkuat monitoring dan evaluasi PNBP; e. Meningkatkan sinergi dan kapasitas stakeholders pengelola PNBP; f. Optimalisasi PNBP migas dan nonmigas; g. Optimalisasi PNBP umum dan BLU. 4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah adalah: a. Perencanaan dan Pelaksanaan anggaran yang berkualitas; b. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka Perencanaan anggaran yang berkualitas adalah: a. Pengurangan pendanaan bagi kegiatan yang konsumtif dalam alokasi anggaran Kementerian/Lembaga; b. Pencanangan program penghematan dengan pengurangan frekuensi perjalanan dinas, rapat di luar kantor, pembatasan pembelian kendaraan dan pembangunan gedung baru, pengurangan aktivitas seremonial, dan pengutamaan konsumsi atau penggunaan produk dalam negeri (quick wins); 60 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 c. Merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi yang rasional penganggarannya dan tepat sasaran; d. Pemantapan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) untuk meningkatkan disiplin dan kepastian fiskal; e. Penataan remunerasi aparatur negara dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); f. Memprioritaskan alokasi belanja yang bersifat mandatory spending seperti anggaran pendidikan, penyediaan dana desa dan lainnya; g. Memprioritaskan alokasi belanja untuk mendanai isu strategis jangka menengah yang memegang peran penting dalam pencapaian prioritas nasional seperti pembangunan infrastruktur konektivitas, pemenuhan alutsista TNI, ketahanan pangan dan energi; h. Peningkatan sinergi dan kapasitas stakeholders penganggaran. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka pelaksanaan anggaran yang berkualitas adalah: a. Penyempurnaan dan perbaikan regulasi dan kebijakan untuk memperbaiki penyediaan dan penyaluran dana di bidang investasi, pinjaman dan kredit program sesuai dengan program kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan infrastruktur dan iklim investasi pemerintah; b. Pengelolaan kas yang efektif untuk mencapai jumlah likuiditas kas yang ideal untuk membayar belanja pemerintah melalui neraca tunggal perbendaharaan (treasury single account) secara penuh, pengelolaan rekening Bendahara dan perkiraan kas (cash forecasting) yang handal, serta manajemen surplus kas yang mampu memberi kontribusi optimal bagi penerimaan negara melalui pembentukan treasury dealing rooms; c. Modernisasi kontrol dan monitoring pelaksanaan anggaran dengan sistem informasi yang terintegrasi sehingga memenuhi kaidah-kaidah international best practices; d. Mengintegrasikan informasi keuangan K/L secara nasional, online dan real time melalui implementasi Aplikasi SPAN dan SAKTI dengan akuntasi berbasis akrual (quick wins); e. Pengimplementasian monitoring dan evaluasi atas penyerapan dana dan pengukuran-pengukuran terkait efektifitas penyerapan dana tersebut terhadap output dan outcome yang dihasilkan dan dikaitkan dengan peningkatan kinerja melalui mekanisme spending review; f. Penguatan fungsi manajemen kas melalui perencanaan kas yang fully integrated sehingga mampu untuk melakukan deposit collections timely dan properly time disbursement yang dapat meminimalkan cash mismatch dan mampu menyediakan anggaran untuk membiayai kegiatan pemerintah; g. Peningkatan kualitas fungsi Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) diarahkan pada penetapan/redefinisi konsep BLU regulasi dan tata kelola; dan peningkatan kinerja keuangan satker BLU sesuai dengan prinsip-prinsip international best practices; h. Peningkatan akurasi pertanggungjawaban keuangan pemerintah dengan penerapan accrual accounting secara penuh serta meningkatkan kualitas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran negara sesuai dengan tata kelola keuangan yang baik dan akurat. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mewujudkan hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil dan transparan adalah: 61 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan a. Percepatan penyelesaian RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang merupakan revisi dari UU 33/2004; b. Revisi PP 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN (quick wins); c. Mempercepat pelayanan evaluasi Perda/raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), peningkatan kualitas evaluasi Perda PDRD serta meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan PDRD; d. Percepatan pelaksanaan pengalihan anggaran pusat ke daerah untuk fungsifungsi yang telah menjadi wewenang daerah, mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan mempengaruhi pola belanja daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik; e. Mengembangkan pendapatan daerah yang efektif dan efisien; f. Mengembangkan sistem transfer yang meminimumkan ketimpangan horizontal dan vertikal serta memperbaiki kualitas pelayanan; g. Mengharmonisasikan belanja pusat dan daerah agar belanja daerah menjadi efektif dan efisien; h. Memperluas akses daerah terhadap sumber pembiayaan pinjaman dan diminati oleh daerah untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur daerah dan penyediaan pelayanan publik; i. Menyusun pemeringkatan daerah sebagai bentuk penilaian kinerja keuangan daerah yang terintegrasi dengan mekanisme pemberian insentif; j. Meningkatkan efektifitas monitoring dan evaluasi dana transfer yang bersifat spesifik; k. Meningkatkan kualitas belanja daerah dan mengembangkan keleluasaan belanja daerah yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik dasar; l. Mempersiapkan program pengembangan aparatur pelaksana/ pengelola dana desa untuk mendukung efektivitas pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program dana desa (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan PP Nomor 60 Tahun 2014). 5. Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kekayaan Negara dan Pembiayaan Anggaran Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran adalah: a. Pengelolaan kekayaan negara yang optimal; b. Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka terciptanya pengelolaan kekayaan negara yang optimal adalah: a. Penguatan regulasi melalui penyelesaian RUU di bidang pengelolaan kekayaan negara, penilai, pengurusan piutang negara dan piutang daerah, serta lelang; b. Pengamanan kekayaan negara melalui tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum; c. Implementasi perencanaan kebutuhan BMN (asset planning) melalui penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) untuk pengadaan dan pemeliharaan BMN; d. Membentuk Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN) yang menyajikan informasi terkait dengan penatausahaan aset (quick wins); e. Mengintensifkan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat satker; 62 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 f. Digitalisasi proses bisnis pengelolaan kekayaan negara, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang; g. Merencanakan, menganggarkan, dan melaporkan dana investasi pemerintah yang selektif untuk meningkatkan manfaat ekonomis dan sosial dalam rangka menunjang kemampuan pemerintah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan kualitas laporan serta alokasi investasi pemerintah yang akuntabel; h. Mengoptimalkan hasil pengelolaan aset melalui penagihan terhadap aset kredit, serta penjualan, pemanfaatan, dan penetapan status penggunaan aset properti. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal adalah: a. Pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebagai fiscal buffer untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis pasar SBN; b. Optimalisasi perencanaan dan pemanfaatan pinjaman untuk kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan sukuk berbasis proyek; c. Pengelolaan Surat Berharga Negara melalui pengembangan pasar SBN domestik dan pengembangan metode penerbitan SBN valas yang lebih fleksibel; d. Pengelolaan risiko keuangan yang terintegrasi; e. Penggabungan lembaga keuangan penjaminan investasi dalam satu wadah untuk membiayai kegiatan-kegiatan beresiko tinggi; f. Penguatan peranan dan kebijakan dalam mendukung pembangunan proyek KPS dengan penyediaan dukungan pemerintah dan diversifikasi pembiayaan infrastruktur; g. Pengelolaan dukungan pemerintah dan sistem penjaminan terkait dengan sistem investasi pada proyek-proyek yang berbasis KPS; h. Implementasi manajemen kekayaan utang (Asset Liability Management – ALM) untuk mendukung pengelolaan utang dan kas negara; i. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang dari luar negeri sebagai pelengkap; j. Melakukan Pengembangan Instrumen dan Perluasan Basis Investor Utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih sumber utang yang lebih sesuai kebutuhan dengan biaya yang minimal dan risiko terkendali; k. Memanfaatkan fleksibilitas pembiayaan utang untuk menjamin terpenuhinya pembiayaan APBN dengan biaya dan risiko yang optimal; l. Memaksimalkan pemanfaatan pinjaman untuk belanja modal terutama pembangunan Infrastruktur; m. Melakukan Pengelolaan Utang secara aktif dalam kerangka ALM Negara; n. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas. 6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan adalah optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mewujudkan optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management adalah: a. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya di Indonesia khususnya dan internasional pada umumnya di bidang pengawasan maritim dipandang dari aspek kepabeanan; 63 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan b. Memperbaiki praktek manajemen pengawasan perbatasan dan kerjasama operasional dengan stakeholders lainnya; c. Memperbaiki kerjasama operasional pengawasan barang di perbatasan dengan stakeholders lainnya, khususnya karantina kesehatan dan barang; d. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi kepabeanan berdasarkan Border Trade Agreement (BTA) yang mengatur perdagangan perbatasan (tradisional) bagi penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan (pelintas batas) baik di darat maupun di laut; e. Mendirikan kawasan Pabean dengan layout sesuai standar kepabeanan internasional di entry point di perbatasan; f. Mengembangkan Pos Lintas Batas Negara Terpadu dalam kerangka kawasan pabean yang di dalamnya juga disediakan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) bagi pengawasan dan pelayanan kepabeanan di bidang ekspor dan impor; g. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi kepabeanan berdasarkan memperbaiki dan melengkapi infrastruktur pengawasan di kantor perbatasan; h. Melengkapi dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung operasi dan pengawasan serta informasi kepabeanan dan cukai di kantor-kantor perbatasan, seperti x-ray, anjing pelacak, listrik, dll; i. Peningkatan kapasitas peralatan surveillance diantaranya Hi-Co Scan Container (quick wins); j. Memperbaiki praktik manajemen pengawasan pelintas batas, misalnya dengan penggunaan manifes penumpang dari perusahaan bisa untuk mengidentifikasi potensi penyelundupan oleh pelintas batas; k. Merestrukturisasi, merevitalisasi dan meningkatkan kapasitas pengawasan laut DJBC; l. Penyediaan teknologi pengintaian dan penginderaan laut terpadu (multi alat, multi peran) yang berbasis di pangkalan dengan cakupan area pengawasan laut yang memadai untuk mendukung operasional kapal patroli; m. Penataulangan lokasi basis armada patroli laut guna mengoptimalkan operasional pengawasan oleh kapal patroli di sektor-sektor yang memiliki potensi kerawanan penyelundupan/ pelanggaran kepabeanan tinggi; n. Pembangunan kapal patroli interceptor (speedboat) sebanyak 68 unit selama 5 tahun (program lanjutan); o. Pembangunan dermaga kapal patroli serta tempat pengisian bahan bakar untuk kapal patroli di KPPBC yang berbatasan dengan laut guna mendukung patroli dan operasi pengawasan laut; p. Penyempurnaan hirarki basis armada laut dan rantai komando untuk memperbaiki responsivitas operasional, memperbaiki jenjang karir dan remunerasi personil perkapalan bea dan cukai, serta meningkatkan kerjasama dengan lembaga keamanan di Indonesia dan internasional di bidang pengawasan maritim. 7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan adalah: a. Organisasi yang fit for purpose; b. SDM yang kompetitif; c. Sistem Informasi Manajemen yang terintegrasi; d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian. 64 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka terciptanya Organisasi yang fit for purpose adalah: a. Merampingkan Corporate Center menjadi strategic function dan shared service sementara unit eselon I memperoleh otonomi yang memadai; b. Mengurangi span of control; c. Melakukan restrukturisasi/penataan dan penajaman tugas dan fungsi unit kerja; d. Mengkaji ulang tata kelola special mission; e. Penyusunan job family dan job competency Kementerian Keuangan dalam rangka desain pola karir yang ideal; f. Pengembangan SOP Layanan Unggulan dan SOP Link; g. Mewujudkan transformasi pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi melalui pengembangan jabatan fungsional dan penataan jabatan struktural; h. Pengembangan e-corporate services untuk mendukung sinergi organisasi; Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka SDM yang kompetitif adalah: a. Mengoptimalkan fungsi pengembangan pegawai guna memenuhi kebutuhan SDM yang berkualitas; b. Campaign rekrutmen ke perguruan tinggi/sekolah; c. Implementasi manajemen talenta Kementerian Keuangan; d. Pemodelan mutasi antar unit eselon I, menggunakan data Job Family, Succession Plan, Job Person Match (JPM), dan data assessment; e. Implementasi sistem merit dan end-to-end talent management; f. Integrasi dan pengembangan Human Resources Information System (HRIS); g. Integrasi pendidikan dan pelatihan yang jelas dan menyeluruh dalam konsep corporate university dengan penguatan lembaga pendidikan kedinasan yang saat ini ada dan penguatan fungsi perancangan, pengembangan, dan evaluasi pelatihan untuk menjamin terjadinya link and match dengan tujuan strategik organisasi; h. Pendidikan dan pelatihan bagi aparatur sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mengintegrasikan Sistem Informasi Manajemen: a. Pengembangan ICT Blue Print / Integrated Strategic Plan (ISP); b. Penyusunan Arsitektur TIK yang komprehensif selaras dengan ISP hasil Transformasi Kelembagaan; c. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi sesuai Core Bussiness unit eselon I; d. Pengembangan Sistem Informasi Pertukaran Data; e. Pembangunan dan pengembangan Integrated Financial Management Information System (IFMIS). Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian: a. Peningkatan efektivitas tata kelola, pengendalian intern, dan manajemen risiko di Kementerian Keuangan; b. Implementasi audit Teknologi Informasi dan penggunaan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK); c. Peningkatan peran dan kerjasama dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) lain, termasuk pembuatan peraturan dan pedoman pengawasan; d. Pengembangan infrastruktur dan sistem pengawasan sesuai best practices; 65 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan e. Peningkatan internalisasi Anti Korupsi, perluasan Audit Kinerja dan Investigasi, serta optimalisasi Whistleblowing System; f. Peningkatan kualitas pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan internal dan eksternal; g. Pelaksanaan Pengawasan atas pengelolaan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. Dalam rangka menjalankan arah kebijakan dan strategi-strategi tersebut diatas, Kementerian Keuangan memiliki sebelas program yang terdiri dari: 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan; 2. Program Pengelolaan Anggaran Negara; 3. Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak; 4. Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai; 5. Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara; 6. Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang; 7. Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah; 8. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; 9. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan; 10.Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan; dan 11.Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara. 3.3 Kerangka Regulasi Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan, diusulkan 21 (dua puluh satu) Rancangan Undang-Undang yang menjadi bidang tugas Kementerian Keuangan maupun yang terkait dengan bidang tugas Kementerian Keuangan untuk ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2015-2019. Rincian Rancangan Undang-Undang bidang tugas Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: 1. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); 2. RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai pengganti atas UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah; 3. RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan; 4. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009; 5. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai; 6. RUU tentang Lelang; 7. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 36 Tahun 2008; 8. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 tahun 1994; 66 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 9. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2009; 10. RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah; 11. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia; 12. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 13. RUU tentang Penilai; 14. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara; 15. RUU tentang Pelaporan Keuangan. Rincian Rancangan Undang-Undang yang terkait bidang tugas Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: 16. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi); 17. RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; 18. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; 19 RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan; 20. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 21. RUU tentang Penjaminan Polis. Urgensi pembentukan masing-masing Rancangan Undang-Undang sebagai Kerangka Regulasi Kementerian Keuangan tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut. 1. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Urgensi Pembentukan: a. Menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 23A Amandemen Ke-IV Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang”. Selain itu, perlu dilakukan penyesuaian konsideran “Mengingat” dalam revisi UndangUndang Nomor 20 Tahun 1997 dengan memasukkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konsideran “Mengingat”; b. Menyesuaikan dengan Paket Undang-Undang Keuangan Negara, penerimaan hibah bukan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang harus disetor seluruhnya ke Kas Negara pada waktunya. Penerapan pendekatan Unified Budget dan Performance Based Budgeting, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dalam pengelolaan Keuangan Negara, dan hak tagih kepada Negara kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun; c. Memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak saat ini dan mengantisipasi sistem pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak ke depan. Pada Tahun 2007-2011 terdapat temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan antara lain terdapat pungutan tanpa dasar hukum, pungutan yang terlambat/tidak disetor ke Kas Negara, dan penggunaan langsung Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang dikelola di luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan 67 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan d. Perbaikan kebijakan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, peningkatan pelayanan di masing-masing Kementerian/Lembaga, peningkatan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak, sebagai alat kebijakan fiskal, penguatan landasan hukum, peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. 2. RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai pengganti atas UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Urgensi Pembentukan: a. Sejalan dengan prinsip “money follows function”, penyempurnaan terhadap UU tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah perlu dilakukan dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan setelah diterbitkannya UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; b. Memperbaiki kebijakan formulasi transfer ke daerah; c. Mempertegas ketentuan mengenai sumber keuangan daerah. 3. RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan Urgensi Pembentukan: a. Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan program pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan secara komprehensif yang didukung dengan sistem keuangan yang stabil dan tangguh. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu mekanisme pengamanan sistem keuangan yang menjamin stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional; b. Sebagai negara dengan sistem perekonomian terbuka, Indonesia dapat terpengaruh langsung dengan dinamika kondisi perekonomian regional dan global. Dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun terakhir, Indonesia pernah mengalami atau terimbas rangkaian krisis keuangan yang terjadi baik di tingkat nasional, regional, maupun global. Pengalaman Indonesia dalam menghadapi krisis regional di kawasan Asia pada tahun 1997/1998, krisis reksadana domestik tahun 2005, dan krisis keuangan global yang dipicu krisis US subprime mortgage tahun 2008, yang kemudian berlanjut dengan krisis utang di negara-negara kawasan Eropa tahun 2011, telah memberikan pelajaran berharga bahwa krisis dapat terjadi dimana dan kapan saja; c. Pengalaman krisis keuangan terdahulu dan gejolak perekonomian global saat ini, mendorong pemerintah untuk mempersiapkan mekanisme pencegahan dan penanganan krisis keuangan melalui penyusunan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan, sehingga dalam hal terjadi krisis keuangan, Indonesia telah memiliki perangkat hukum yang memadai dalam mengantisipasi ancaman krisis keuangan global. 4. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009. Urgensi Pembentukan: a. Memperkuat basis data perpajakan yang bersumber dari pihak ketiga dalam rangka memperkuat fungsi pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan sebagai syarat mutlak pelaksanaan self-assessment system; b. Mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat baik regional maupun internasional; c. Menciptakan prosedur administrasi yang sederhana, mudah, murah/efisien; 68 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 d. Mengikuti perkembangan/kemajuan teknologi, informasi, komunikasi; e. Meningkatkan kepatuhan sukarela Pembayar Pajak; f. Memberikan perlindungan dan motivasi bagi aparatur pajak dalam rangka melaksanakan tugas; dan g. Menyempurnakan ketentuan formal perpajakan untuk mengantisipasi perubahan Undang-Undang Perpajakan Material (Undang-Undang Pajak Penghasilan, UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UndangUndang Bea Meterai, dan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan). 5. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai. Urgensi Pembentukan: a. Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 sampai dengan saat ini (28 tahun), Undang-Undang tersebut belum pernah dilakukan perubahan; b. Kondisi masyarakat telah mengalami banyak perubahan di bidang ekonomi, sosial, teknologi, dan perkembangan hukum positif terkait dengan pelaksanaan UndangUndang Bea Meterai; c. Untuk menyempurnakan sistem tarif agar lebih memberikan rasa keadilan dalam pengenaan Bea Meterai dan disesuaikan dengan kondisi perekonomian di masyarakat; d. Untuk mengadopsi pemungutan Bea Meterai yang lazim diterapkan di negara lain (international best practices); dan e. Untuk menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan peraturan perundangundangan lainnya yang terkait. 6. RUU tentang Lelang Urgensi Pembentukan: a. Vendu Reglement merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda tanggal 28 Februari 1908 yang dibuat khusus untuk Negara Kolonial. Secara filosofis, sosiologis, yuridis, ketentuan lelang harus segera diganti dengan Undang-Undang Lelang yang baru karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, sebagian besar dari pasal-pasal Vendu Reglement sudah tidak lagi mengakomodasi perkembangan hukum, kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan keadilan, dan kepastian hukum; b. Lelang berkaitan dengan masyarakat luas sehingga diperlukan adanya ketentuan yang mengikat untuk menjamin kepastian hukum seperti ketentuan mengenai hak dan kewajiban bagi penjual dan pembeli, ketentuan mengenai pengumuman lelang, sanksi administratif dan pidana; c. Lelang digunakan untuk mendukung perekonomian melalui transaksi jual beli yang sehat, transparan, kompetitif, efektif dan efisien, maka perlu diberikan landasan hukum yang kuat dengan undang-undang, sehingga menumbuhkan kepercayaan publik terhadap lelang; d. Dalam Vendu Reglement belum mengakomodasi peran swasta dalam lelang, seperti ketentuan yang mengatur mengenai Balai Lelang. Sementara itu, potensi lelang masih sangat besar yang memerlukan peran swasta dalam mengembangkan lelang sukarela; e. Perlunya penegasan wewenang Pejabat Lelang sebagai Pejabat Umum, sehingga produk hukum yang dihasilkan lebih kuat termasuk ketentuan tentang Pejabat Lelang Negara dan Swasta sebagai penyelenggara lelang yang memberikan kontribusi untuk Negara; 69 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan f. Untuk menuju lelang yang modern, ketentuan lelang dengan teknologi informasi dan komunikasi perlu diatur dengan Undang-Undang, karena Vendu Reglement tidak mengatur ketentuan lelang dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi; dan g. Lelang merupakan sarana penjualan barang yang diamanatkan oleh berbagai undang-undang seperti Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP), Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang- Undang Fidusia, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan lain-lain. Dengan demikian, lelang akan selalu eksis dan dibutuhkan masyarakat. Untuk itu, diperlukan adanya kejelasan terhadap hak dan kewajiban para pihak, khususnya perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik. 7. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 36 Tahun 2008. Urgensi Pembentukan: a. Untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pengenaan Pajak Penghasilan; antara lain terkait penentuan subjek dan nonsubjek, definisi istilah-istilah teknis dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap, Kantor Perwakilan Dagang Asing serta Organisasi Internasional; b. Untuk menyempurnakan norma guna mengakomodasi perubahan kondisi ekonomi serta meningkatkan tax ratio; c. Untuk mengurangi potensi adanya celah hukum atau loop hole dalam ketentuan perpajakan; d. Untuk memberikan kemudahan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak; e. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pemungutan pajak; f. Untuk mengantisipasi perkembangan transaksi-transaksi ekonomi baru yang belum diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan saat ini; g. Untuk memenuhi kebutuhan adanya ketentuan mengenai statutory general anti avoidance rules dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan guna mencegah penghindaran pajak; h. Untuk mengantisipasi perubahan konsep penghasilan dan biaya serta sistem pembukuan Wajib Pajak sehubungan dengan perubahan standar akuntansi yang dikonvergensi ke International Financial Reporting Standard (IFRS); dan i. Untuk menyempurnakan ketentuan mengenai fasilitas perpajakan guna lebih memberikan ruang bagi pemerintah dalam menggunakan pajak sebagai instrument fiskal dalam pengelolaan perekonomian nasional. 8. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 tahun 1994. Urgensi Pembentukan: a. Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya oleh Pemerintah setelah pengalihan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan kepada Pemerintah Daerah; b. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum, ekonomi, politik, dan sosial; c. Untuk mengharmonisasikan ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya dengan peraturan perundangundangan yang terkait; d. Untuk merumuskan sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya yang selaras dengan 70 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 sistem pemungutan pajak pusat lainnya yang ketentuan formalnya diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan e. Untuk menciptakan sistem pemajakan yang sederhana, mudah, dan efisien untuk Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya. 9. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Urgensi Pembentukan: a. Untuk mengakomodasi perkembangan ekonomi global dan teknologi informasi yang telah menciptakan bentuk transaksi-transaksi baru seperti transaksi e-commerce dan transaksi dengan dokumen yang memerlukan tanda tangan digital; b. Untuk meningkatkan VAT Efficiency Ratio yang masih rendah melalui peraturan yang tertuang di dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; c. Untuk memberikan landasan hukum yang jelas dan tegas di dalam Undang-Undang PPN atas penyempurnaan sistem administrasi Pajak Pertambahan Nilai (Roadmap pembenahan sistem administrasi Pajak Pertambahan Nilai); dan d. Untuk menyinkronkan antara peraturan Pajak Pertambahan Nilai dengan undangundang lainnya. 10. RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah. Urgensi Pembentukan: a. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pengelolaan dan pengurusan piutang negara dan piutang daerah yang lebih jelas dan tegas; b. Perlunya pengamanan kekayaan negara berupa piutang negara dan piutang daerah; c. Perlunya kepastian hukum dalam rangka pengurusan piutang negara dan piutang daerah; d. Perlunya langkah penyelesaian piutang negara dan piutang daerah yang efektif dan efisien; dan e. Ketentuan mengenai pengurusan piutang negara dan piutang daerah bersifat khusus. 11. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia. Urgensi Pembentukan: a. Kemandirian operator investasi, agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien; b. Terintegrasinya pengelolaan dana investasi; c. Tidak terjadinya overlapping tugas dan fungsi antar operator investasi; dan d. Terbentuknya operator investasi yang memiliki kejelasan dari sisi permodalan, segmentasi investasi, governance, dan pertanggungjawaban. 12. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Urgensi Pembentukan: a. Kebijakan fiskal nasional menjadi landasan dalam menetapkan kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 71 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan b. Penyempurnaan ketentuan materil dan formil Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; c. Penegasan peran Menteri Keuangan sebagai pengelola fiskal nasional; d. Banyaknya gugatan masyarakat terhadap Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ke Mahkamah Konstitusi; e. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN terkait pasar tunggal dan basis produksi; dan f. Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah, Undang-Undang bidang perpajakan, dan undang-undang terkait lainnya. 13. RUU tentang Penilai Urgensi Pembentukan: a. Kebutuhan kegiatan ekonomi masyarakat terhadap ketentuan mengenai profesi Penilai; b. Adanya ketentuan/peraturan di bidang lain yang semakin memerlukan peran Penilai; c. Belum lengkapnya fungsi kelembagaan terkait dengan pembinaan dan pengawasan Penilai; dan d. Belum setaranya pengaturan hukum profesi Penilai. 14.RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara Urgensi Pembentukan: a. Pada saat ini, pengaturan mengenai pengelolaan kekayaan negara dikuasai masih terpisah-pisah karena disesuaikan dengan kepentingan sektoral dan belum diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945; b. Belum adanya satu neraca kekayaan negara mengakibatkan belum terdapat basis data yang menyajikan nilai kekayaan negara dikuasai secara terkonsolidasi, sehingga tidak ada acuan yang jelas dan pasti bagi Pemerintah dalam penentuan kebijakan fiskal, akibatnya penerimaan negara dari pengelolaan kekayaan negara dikuasai belum dapat berjalan secara optimal dibandingkan dengan kekayaan negara yang diusahakan; c. Terdapat Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang diduduki dan/atau dalam sengketa dengan masyarakat atau pihak lain yang dapat berpotensi lepasnya Barang Milik Negara/Daerah dari negara. Selain itu, kondisi saat ini atas rumah negara menunjukkan bahwa jumlah rumah negara yang dimiliki oleh negara tidak lagi sesuai dan mampu memenuhi jumlah aparatur negara yang ada, serta timbulnya permasalahan-permasalahan berkaitan dengan rumah negara akibat keinginan penghuni untuk memiliki rumah negara yang berdasarkan peraturan tidak dapat dialihkan kepada penghuni, serta adanya kebijakan yang tidak seragam dalam pelepasan rumah negara pada kementerian/lembaga; d. Pengaturan atas pengelolaan kekayaan negara dipisahkan saat ini masih terbatas pada penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah; dan e. Penyusunan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara yang lingkupnya meliputi kekayaan negara dikuasai, kekayaan negara dimiliki dan kekayaan negara yang dipisahkan dalam satu undang-undang yang terpadu, akan menyempurnakan sistem pengelolaan kekayaan negara sehingga dihasilkan sistem pengelolaan yang integratif, komprehensif, transparan, dan akuntabel. Undang-undang semacam ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan jaminan pengelolaan 72 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 kekayaan negara untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. 15. RUU tentang Pelaporan Keuangan. Urgensi Pembentukan: a. Saat ini Indonesia belum memiliki database center laporan keuangan yang komprehensif. Database center laporan keuangan ini akan bermanfaat antara lain untuk mendukung optimalisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan dan mendorong peningkatan investasi di Indonesia; b. Saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang tentang pelaporan keuangan yang sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyusunan laporan keuangan dan meningkatkan kualitas laporan keuangan;. c. Dasar hukum pelaporan keuangan yang ada saat ini kurang memadai, terutama yang berkaitan dengan: 1) Kewajiban penyusunan laporan keuangan; 2) Kualifikasi penyusun laporan keuangan; 3) Standar pelaporan keuangan; dan 4) Penyusun standar pelaporan keuangan (standard setter). d. Perlunya meningkatkan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia; e. Di banyak negara laporan keuangan diatur secara komprehensif dalam suatu undangundang; dan f. Sejalan dengan rekomendasi World Bank dalam Report on Observance of Standards and Codes (ROSC) 2010, yang menyatakan Indonesia perlu mempunyai UU Pelaporan Keuangan. 16. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi). Urgensi Pembentukan: a. Perkembangan perekonomian nasional menunjukkan kemajuan yang semakin signifikan, sehingga diperlukan kebijakan yang mendukung efisiensi perekonomian untuk meningkatkan daya saing nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur bangsa menuju masyarakat adil dan makmur sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Agar kesinambungan perkembangan perekonomian nasional dapat terpelihara, diperlukan jumlah uang rupiah yang cukup dan dalam pecahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta tetap terjaganya nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat; dan c. Pada saat ini pecahan rupiah memiliki jumlah digit yang terlalu banyak, sehingga untuk efisiensi transaksi perekonomian dan meningkatkan kredibilitas rupiah, perlu menerapkan kebijakan perubahan harga mata uang melalui penyederhanaan jumlah digit pada denominasi uang rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga, atau nilai tukarnya. 17. RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Urgensi Pembentukan: a. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur wewenang Otoritas Jasa Keuangan terkait pengaturan dan pengawasan perbankan yang selama ini menjadi wewenang Bank Indonesia, perlu penyesuaian tugas Bank Indonesia. Sesuai Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, sejak 1 Januari 2014 fungsi pengaturan dan pengawasan 73 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan perbankan yang selama ini dilakukan Bank Indonesia telah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan. Dengan telah ditetapkannya waktu peralihan fungsi ini, Pemerintah harus menyiapkan segala aspek, termasuk aspek legal, agar amanat Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dapat secara penuh dilaksanakan; b. Pengaturan kembali mengenai tujuan Bank Indonesia dirasakan perlu dilakukan karena tujuan yang saat ini diatur dalam Undang-Undang yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dalam implementasinya menimbulkan dua pengertian dalam penerapannya yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah sebagai nilai tukar dan juga nilai rupiah terkait stabilitas harga atau inflasi. Sehingga walaupun terlihat hanya satu tujuan namun pernyataan tujuan tersebut menimbulkan penafsiran ganda; c. Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan mengatur juga tentang pembagian tugas makroprudensial dan mikroprudensial yang juga belum diatur dalam UndangUndang Bank Indonesia. Amandemen Undang-Undang Bank Indonesia diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai tugas dan wewenang Bank Indonesia dalam stabilitas sistem keuangan. Peran dan tugas otoritas terkait diperlukan untuk mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan nasional; dan d. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai peran Bank Indonesia yang lebih jelas dan tegas untuk memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat. 18. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Urgensi Pembentukan: a. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai dana pensiun yang lebih jelas dan tegas; b. Dinamika industri dana pensiun dan lembaga keuangan lainnya; c. Berbagai tantangan untuk mengembangkan dana pensiun di Indonesia; dan d. Sinkronisasi dangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. 19. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Urgensi Pembentukan: a. Ancaman krisis sektor keuangan yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas keuangan menuntut adanya mekanisme penanganan bank gagal berdampak sistemik; b. Mekanisme penanganan bank gagal berdampak sistemik diperlukan untuk memastikan penanganan bank gagal dapat dilakukan secara tepat sehingga penyelematan sistem keuangan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih efisien; c. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang belum mengatur secara rinci dan lengkap terkait fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam penanganan bank gagal berdampak sistemik; d. Pengaturan tugas, fungsi, kewenangan, dan pengawasan LPS dalam penanganan bank gagal perlu secara khusus ditambahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi UndangUndang. 74 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 20. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Urgensi Pembentukan: a. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pasar modal yang lebih jelas dan tegas; b. Kemandirian otoritas pengawas jasa keuangan, termasuk pasar modal sangat diperlukan agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien; c. Lemahnya struktur organisasi bursa yang berlandaskan keanggotaan; d. Adanya kecenderungan global dalam pengelolaan Self Regulatory Organization (SRO) menuju konsep demutualisasi lembaga bursa; dan e. Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. 21. RUU tentang Penjaminan Polis. Adapun Rancangan Undang-Undang yang diusulkan dalam Prolegnas tahun 2015 antara lain: 1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian pasal 53 ayat (2) memberikan amanat penyelenggaraan Program Penjaminan Polis yang diatur dalam undang-undang; 2. Selanjutnya, sesuai pasal 53 ayat (4) diamanatkan bahwa Undang-Undang Penyelenggaraan Program Penjaminan Polis dimaksud paling lambat dibentuk 3 tahun sejak UU Perasuransian diundangkan, yaitu 17 Oktober 2014; 3. Program Penjaminan Polis dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis dan Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi; 4. Keberadaan Program Penjaminan Polis juga dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi. Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 06A/ DPR RI/II/2014-2015 tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2015, telah ditetapkan RUU yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan sebagai berikut: 1. Sebanyak 20 (dua puluh) Rancangan Undang-Undang bidang tugas Kementerian Keuangan maupun yang terkait dengan bidang tugas Kementerian Keuangan untuk ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2015-2019, dimana RUU tentang Pelaporan Keuangan tidak dapat diakomodir oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Namun demikian, mengingat RUU tentang Pelaporan Keuangan dianggap penting untuk meningkatkan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia, maka Kementerian Keuangan akan mengusulkan kembali dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2015-2019 melalui mekanisme pengajuan izin prakarsa kepada Presiden. 2. Dari 20 (dua puluh) Rancangan Undang-Undang bidang tugas Kementerian Keuangan maupun yang terkait dengan bidang tugas Kementerian Keuangan, terdapat 4 (empat) RUU usulan Kementerian Keuangan yang ditetapkan sebagai RUU Prioritas Program Legislasi Nasional Prakarsa Pemerintah Tahun 2015, yaitu: a. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); b. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah; c. RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan; dan 75 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan d. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009. Namun demikian, mengingat urgensi RUU tentang Bea Meterai sangat diperlukan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan nasional secara mandiri tahun 2016 untuk menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera, Kementerian Keuangan akan mengajukan izin penyusunan RUU tentang Bea Meterai kepada Presiden agar RUU tentang Bea Meterai tersebut dapat dimasukkan ke dalam tambahan daftar RUU Prioritas Program Legislasi Nasional Prakarsa Pemerintah Tahun 2015. Selanjutnya Kementerian Keuangan juga mengusulkan kepada Presiden agar RUU tentang Bea Meterai dapat dipercepat pembahasannya sehingga dapat diselesaikan pada tahun 2015. Rincian regulasi yang diperlukan oleh Kementerian Keuangan tertuang dalam matriks Kerangka Regulasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 3.4 Kerangka Kelembagaan Dalam rangka mencapai visi, misi, dan strategi Kementerian Keuangan sebagaimana telah dijabarkan pada bab sebelumnya, Kementerian Keuangan harus didukung oleh perangkat organisasi, proses bisnis/tata laksana, dan sumber daya aparatur yang mampu melaksanakan tugas yang dibebankan kepada Kementerian Keuangan secara efektif dan efisien baik di tingkat Kantor Pusat maupun di tingkat wilayah. Untuk itu kegiatan pengembangan dan penataan kelembagaan yang meliputi organisasi dan proses bisnis/ tata laksana, serta pengelolaan sumber daya aparatur mutlak dilaksanakan secara efektif, intensif, dan berkesinambungan. Dalam melakukan penataan kelembagaan dan pengelolaan sumber daya manusia, Kementerian Keuangan berpedoman kepada KMK Nomor 36/KMK.01/2014 Tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025 yang merupakan kelanjutan dan perbaikan dari Reformasi Birokrasi yang sudah dimulai sejak tahun 2007. Dalam cetak biru ini dijelaskan visi baru Kementerian Keuangan yang akan diperjuangkan untuk diwujudkan di masa mendatang dan perubahan kelembagaan yang dibutuhkan. Hal ini tercermin melalui 5 (lima) tema transformasi yang menjadi dasar pembangunan keseluruhan transformasi kelembagaan yaitu: 1. Memperkuat budaya akuntabilitas berorientasi outcome; 2. Merevisi model operasional, merampingkan proses bisnis, dan mempercepat digitalisasi pada skala besar; 3. Membuat struktur organisasi yang lebih “fit-for-purpose” dan efektif; 4. Menghargai kontribusi pegawai berprestasi dengan mengembangkan dan memberdayakan mereka untuk memperoleh dan membangun keahlian fungsional yang vital; 5. Menjadi lebih proaktif dalam memengaruhi stakeholders untuk menghasilkan terobosan nasional. Perjalanan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan akan diimplementasikan melalui 3 (tiga) tahapan transformasi sepanjang 2013-2025, yaitu (i) Jangka Pendek (2013-2014), (ii) Jangka Menengah (2015-2019), dan (iii) Jangka Panjang (2020-2025). Tahap pertama tahun 2013-2014 telah dilalui. Selanjutnya arah perbaikan proses bisnis dalam Rencana Strategis ini adalah mengambil tahap jangka menengah, mulai tahun 2015 sampai dengan 2019. Pada tahapan ini akan berfokus pada peningkatan skala 76 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 reformasi di seluruh Kementerian Keuangan (seluruh pegawai dan sendi customer service) di seluruh wilayah Indonesia. Inisiatif-inisiatif transformasi yang sebelumnya dirintis pada tahap jangka pendek dan telah dikembangkan dan disempurnakan lebih lanjut akan diterapkan dalam skala besar. Tahap ini merupakan “kunci” terjadinya transformasi dan akan menunjukkan awal dari keberhasilan program ini. Dalam tahapan ini, Kementerian Keuangan juga akan menanamkan perubahan perilaku dengan memanfaatkan serangkaian faktor keberhasilan dari tahapan jangka pendek. Dalam rangka menjaga agar organisasi Kementerian Keuangan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara tepat, efektif, dan efisien, Kementerian Keuangan juga perlu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan tuntutan publik. Disamping itu, Kementerian Keuangan perlu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat. Untuk itu Kementerian Keuangan memerlukan sumber daya aparatur yang tepat secara kualitas maupun kuantitas, baik di tingkat Kantor Pusat maupun di tingkat wilayah. Untuk merespon tuntutan tersebut perlu selalu dilakukan monitoring, evaluasi, dan penataan di bidang organisasi dan sumber daya aparatur yang berkelanjutan. 3.4.1 Penataan Kelembagaan dan Proses Bisnis 1. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Keuangan (Existing Organization) Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kementerian Keuangan mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan di bidang keuangan, hal ini juga disebutkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Selain itu, berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tugas yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan merupakan salah satu tugas yang tidak diserahkan urusannya kepada Pemerintah Daerah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan disebutkan bahwa tugas Kementerian Keuangan adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Keuangan melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan, dan pengelolaan pembiayaan dan risiko; b. perumusan, penetapan, dan pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan; c. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan; d. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan; e. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan; f. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah; g. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah; h. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara; dan i. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan 77 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan 2. Struktur Organisasi Kementerian Keuangan a. Kantor Pusat Kementerian Keuangan Tugas dan fungsi Kementerian Keuangan menurut Perpres No. 24 Tahun 2010 tersebut juga dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/ PMK.01/2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi yang luas dan kompleks tersebut, Menteri Keuangan dibantu oleh Wakil Menteri yang secara umum mempunyai tugas untuk membantu Menteri Keuangan dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Keuangan. Menteri Keuangan juga di dukung oleh 11 (sebelas) Unit Eselon I sebagai berikut: 1) Sekretariat Jenderal (Setjen); 2) Direktorat Jenderal Anggaran (DJA); 3) Direktorat Jenderal Pajak (DJP); 4) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC); 5) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB); 6) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN); 7) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK); 8) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR); 9) Inspektorat Jenderal (Itjen); 10) Badan Kebijakan Fiskal (BKF); 11) Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Masing-masing unit eselon I memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dan spesifik. Sekretariat Jenderal sebagai unsur pembantu Pimpinan memiliki tugas untuk melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Sedangkan masing-masing Direktorat Jenderal sebagai unsur pelaksana memiliki tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidangnya masing-masing. Adapun Inspektorat Jenderal mempunyai tugas untuk melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan. Sedangkan BKF dan BPPK sebagai unsur pendukung mempunyai tugas untuk melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal (BKF) dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara (BPPK). Di lingkungan Kementerian Keuangan juga terdapat Staf Ahli yang bertugas untuk memberikan telaahan kepada Menteri Keuangan mengenai masalahmasalah di bidang peraturan dan penegakan hukum pajak, kepatuhan pajak, pengawasan pajak, kebijakan penerimaan negara, pengeluaran negara, makro ekonomi dan keuangan internasional, kebijakan dan regulasi jasa keuangan dan pasar modal, organisasi, birokrasi, dan teknologi informasi, dan memberikan penalaran pemecahan konsepsional atas petunjuk Menteri. Staf Ahli terdiri atas 8 (delapan) orang Staf Ahli yakni: 1) Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak; 2) Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak; 3) Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak; 4) Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara; 5) Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara; 6) Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional; 7) Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal; dan 8) Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi. 78 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 b. Organisasi yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-undangan Dalam rangka mengemban amanat UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, di Kementerian Keuangan terdapat Sekretariat Pengadilan Pajak (Set-PP). Adanya Set-PP bertujuan agar proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak dapat dilakukan secara adil, cepat, murah, dan sederhana dengan pemberian pelayanan administrasi sengketa pajak yang lebih tertib, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Selanjutnya untuk mengemban amanat UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) serta untuk mendukung dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas Komite Pengawas Perpajakan, berdasarkan PMK Nomor 133/ PMK.01/2010 di Kementerian Keuangan telah dibentuk Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan (Setkomwasjak) yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pelayanan teknis dan administratif dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Komwas Perpajakan yang bersifat mandiri dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Instansi Perpajakan. Selain itu, dalam rangka melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, di Kementerian Keuangan juga terdapat Pusat Investasi Pemerintah (PIP). PIP merupakan organisasi yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU yang bersifat non struktural/non eselon dan ditetapkan dalam PMK Nomor 135/PMK.01/2011. Berdasarkan PMK dimaksud, PIP mempunyai tugas untuk melaksanakan kewenangan operasional dalam pengelolaan investasi Pemerintah Pusat sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, dalam rangka menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antar generasi (intergenerational equity) dan untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam, telah dialokasikan Dana Penvgembangan Pendidikan Nasional (DPPN) di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengelolaan DPPN tersebut dilakukan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang ditetapkan dalam PMK Nomor 252/PMK.01/2011. Tugas dari LPDP adalah untuk melaksanakan pengelolaan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional baik dana abadi pendidikan (endowment fund) maupun dana cadangan pendidikan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. c. Instansi Vertikal dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Selain kantor pusat dari masing-masing unit eselon I diatas, DJP, DJBC, DJPB dan DJKN juga memiliki instansi vertikal, yang terdiri atas kantor wilayah dan kantor pelayanan serta unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Disamping itu, BPPK juga memiliki unit pelaksana teknis berupa Balai Pendidikan dan Pelatihan. Sekretariat Jenderal juga memiliki UPT berupa KP TIK-BMN dan Kantor Pengelolaan Pemulihan Data (DRC). Selain itu, dengan telah ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan yang mengatur mengenai tugas dan fungsi beserta span of control 79 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan untuk masing-masing unit eselon I, Kementerian Keuangan juga harus segera menindaklanjuti dengan penetapan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tugas dan fungsi serta susunan organisasi Kementerian Keuangan sampai dengan unit organisasi terkecil, baik kantor pusat, instansi vertikal, maupun unit pelaksana teknis. Instansi vertikal pada prinsipnya merupakan ujung tombak Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pengaturan Instansi Vertikal Kementerian Keuangan ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2006. Adapun pengaturan Unit Pelaksana Teknis berpedoman pada Peraturan Menteri PAN Nomor PER/18/M.PAN/11/2008. Grafik 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Keuangan MENTERI KEUANGAN WAKIL MENTERI INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL 5 STAFF AHLI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KPP UPT KANWIL/ KPU DJBC UPT KPPBC PLPSE SETKOM WAJAK LDPD SET PP PPPK (PPAJP) PIP DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA PUS KIBC BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO KANWIL DJPB KANWIL DJKN KPPN KPKNL INGKAT DAERAH KANWIL DJP DIREKTORAT JENDERAL PEMBENDAHARAAN PUSHAKA TINGKAT PUSATT DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PUSINTEK BDK Sumber : Biro Organta, Kementerian Keuangan 3. Arah Kebijakan Kelembagaan Kementerian Keuangan Dari hasil diagnosa organisasi Kementerian Keuangan dalam Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, secara umum didapatkan sejumlah tantangan 80 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 di bidang kelembagaan yang membatasi Kementerian Keuangan dalam menyelenggarakan kegiatan operasionalnya secara efektif dan efisien, yaitu: a. Terbatasnya kapasitas untuk mendorong perubahan/terbatasnya kapasitas untuk melakukan transformasi kelembagaan, yang ditandai dengan tidak adanya unit yang secara khusus fokus pada pengendalian dan harmonisasi inisiatif-inisiatif strategis transformasi kelembagaan yang dilakukan oleh seluruh unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan; b. Terbatasnya kapasitas pengambilan keputusan yang strategis di lingkungan Kementerian, yang antara lain ditandai dengan tersitanya waktu pimpinan Kementerian Keuangan pada hal-hal yang bersifat administratif dan kurangnya waktu untuk memikirkan hal yang bersifat strategis; c. Rentang kendali yang terlampau besar di tingkat Menteri/Eselon I, khususnya pada Sekretaris Jenderal yang membawahi 20 pejabat eselon II dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda, Ditjen Pajak yang membawahi 49 pejabat eselon II (termasuk Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan), dan Ditjen Bea dan Cukai yang membawahi 31 pejabat eselon II (termasuk Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai); d. Organisasi Sekretariat Jenderal kurang fokus untuk mewujudkan adanya keahlian strategis dan operasi sentral yang efisien. Hal ini dapat dicapai dengan berfokus pada fungsi-fungsi inti korporat, pembagian tugas dan tanggung jawab yang tepat ke dalam keahlian strategis dan shared-services yang efisien, dan pelibatan stakeholders internal di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai klien utama. Selain itu Sekretariat Jenderal juga masih membawahi unit-unit khusus di luar 8 core function seperti Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (sebelumnya Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai), Pusat Investasi Pemerintah, Sekretariat Pengadilan Pajak, Komite Pengawas Perpajakan, serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan; e. Tersebarnya pertanggungjawaban atas fungsi-fungsi inti; proses proses tersebar di unit organisasi yang berbeda-beda, misalnya terkait 8 core function Setjen dan fungsi perbendaharaan yang saat ini dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Kekayaan Negara, dan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; f. Fungsi penagihan penerimaan tidak selalu berada di tempat yang sama, saat ini terdapat 3 unit eselon I yang melaksanakan fungsi penerimaan yaitu Ditjen pajak, Ditjen Bea dan Cukai untuk penerimaan cukai dan bea masuk/keluar, dan Ditjen Anggaran untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak; g. Perangkat special mission yang masih dikelola oleh beberapa bagian organisasi yang berbeda, yaitu di Sekretariat Jenderal, Ditjen Kekayaan Negara, Ditjen Perbendaharaan, dan Badan Kebijakan Fiskal. Special mission didefinisikan sebagai misi-misi pembangunan yang cakupannya diluar pelaksanaan urusan keuangan secara rutin seperti perangkat investasi, penjaminan, dan pembiayaan; h. Keberadaan kantor operasional di daerah yang melayani satker dan pemerintah daerah terpisah-pisah menyebabkan kurang efisiennya pelayanan yang diberikan pada stakeholders; i. Unit eselon I tidak diberdayakan secara optimal untuk menyelenggarakan fungsinya, khususnya yang terkait dengan fungsi-fungsi korporat. 81 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan Untuk mengatasi tantangan tersebut, pada tahun 2015-2019 Kementerian Keuangan dengan berpedoman pada Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan akan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Membentuk Central Transformation Office (CTO) untuk menjalan-kan inisiatif Transformasi Kelembagaan; b. Merampingkan Corporate Center menjadi 2 unit terpisah (strategic function dan shared service) agar dapat berfokus pada arahan strategis serta pengoperasian yang efisien, sementara unit eselon I memperoleh otonomi yang memadai; c. Mengurangi span of control pada beberapa unit eselon I (DJP dan DJBC) untuk meningkatkan kapasitas pimpinan; d. Melakukan restrukturisasi/penataan dan penajaman tugas dan fungsi unit kerja dengan cara menyatukan unit-unit eselon I yang memiliki fungsi yang sama atau melalui pembentukan unit eselon I baru yang membidangi fungsi tertentu terutama pada unit-unit eselon I yang menangani fungsi penerimaan, perbendaharaan, maupun pengalokasian anggaran; e. Mengkaji ulang tata kelola special mission untuk mengelola perangkat special mission. Selain melakukan perubahan struktur kelembagaan di level eselon I, Kementerian Keuangan juga berencana melakukan perubahan struktur kelembagaan pada masing-masing unit eselon I yang disesuaikan dengan perkembangan, kebutuhan pelaksanaan tugas, dan tuntutan stakeholders. Salah satu terobosan yang direncanakan oleh Kementerian Keuangan adalah pembentukan Deputi Eselon I untuk membantu pimpinan unit eselon I dalam melaksanakan tugasnya. Adapun unit yang diusulkan mempunyai Deputi Eselon I antara lain adalah Sekretariat Jenderal dan beberapa Ditjen teknis. Pembentukan Deputi Eselon I sekaligus sebagai span breaker dan jawaban atas tingginya span of control pada beberapa unit eselon I. Selain itu, dalam rangka melanjutkan program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan, Kementerian Keuangan juga berencana untuk melanjutkan modernisasi kantor baik pada level Kantor Pusat maupun Instansi Vertikal dan Unit Pelaksana Teknis. Terkait optimalisasi penerimaan negara dalam rangka mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, Kementerian Keuangan juga berencana melakukan penguatan organisasi Ditjen Pajak. Optimalisasi penerimaan negara tidak hanya memperhatikan faktor kondisi ekonomi, tetapi juga mensyaratkan kebijakan dan administrasi penerimaan negara yang andal. Fungsi penerimaan negara merupakan bagian integral dari formulasi kebijakan fiskal sehingga kajian mengenai kelembagaan institusi penerimaan negara akan sangat terkait dengan soliditas perumusan kebijakan fiskal secara keseluruhan. Dalam hal ini organisasi Ditjen Pajak tetap disupervisi oleh Menteri Keuangan selaku pemegang kebijakan fiskal dengan melakukan penguatan melalui pemberian kewenangan sesuai best practices internasional kepada Ditjen Pajak di bidang organisasi, anggaran, SDM, dan remunerasi. Pada prinsipnya usulan perubahan organisasi tersebut semata-mata ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas di bidang keuangan dan kekayaan negara, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), dan meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan tugas, beban kerja, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, tuntutan stakeholders, dan perkembangan yang terjadi. 82 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Namun demikian, usulan perubahan organisasi sebagaimana tersebut di atas merupakan inisiatif yang bersifat tentatif yang pelaksanaannya sangat bergantung dengan perkembangan internal dan eksternal Kementerian Keuangan, perubahan kebijakan nasional terkait tugas, fungsi dan peran Kementerian Keuangan, dan kebijakan nasional yang digariskan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 3.4.2 Pengelolaan Sumber Daya Aparatur Kebijakan utama Pengembangan Sumber Daya Aparatur secara menyeluruh diarahkan untuk memastikan tersedianya SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi sesuai dengan bidang tugasnya dalam rangka mendukung pencapaian tujuan Kementerian Keuangan. Sasaran utama kebijakan ini adalah menciptakan proses rekrutmen yang transparan dan mampu menarik talent terbaik, peningkatkan kompetensi pegawai, dan menciptakan keterkaitan yang jelas antara kinerja, rewards, dan recognition. 1. Kondisi SDA Kementerian Keuangan saat ini Keseluruhan jumlah SDM Kementerian Keuangan per 1 Februari 2015 adalah 70.965 orang yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok pangkat/golongan, dengan rincian SDM golongan IV sejumlah 4.109 orang, golongan III sejumlah 38.094 orang merupakan jumlah kelompok terbesar SDM Kementerian Keuangan yaitu 53,67 persen. Golongan II sejumlah 28.743 orang atau 40,50 persen dari keseluruhan SDM dan golongan I sejumlah 19 orang. SDM Kementerian Keuangan dilihat dari kelompok jabatan adalah sejumlah 13 orang untuk pejabat eselon I, 183 orang pejabat eselon II, 1.601 orang pejabat eselon III, 8.378 orang pejabat eselon IV, 1.520 orang pejabat eselon V yang hanya terdapat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 5.812 orang pejabat fungsional tersebar di seluruh unit eselon I, dan fungsional umum/pelaksana sejumlah 52.285 orang serta pegawai dipekerjakan/diperbantukan sejumlah 1.173 orang. Dari keseluruhan SDM Kementerian Keuangan, sejumlah 22.277 orang (31,39 persen) adalah SDM dengan tingkat pendidikan Sarjana dan sejumlah 17.343 orang atau 24,43 persen berpendidikan Diploma III. SDM Kementerian Keuangan diperkuat dengan lulusan S2 sejumlah 7.177 orang dan program doktoral (S3) sejumlah 106 orang. Disamping itu, Kementerian Keuangan memiliki SDM dengan tingkat pendidikan Diploma IV sejumlah 1.468 orang, Diploma II sejumlah 37 orang, Diploma I sejumlah 11.178 orang, dan berpendidikan SMA sejumlah 10.677 orang, lulusan SMP sejumlah 532 serta lulusan SD sejumlah 170 orang. Ditinjau dari rentang usia, SDM Kementerian Keuangan didominasi oleh pegawai dalam rentang usia 20 s.d. 34 tahun sejumlah 35.419 orang atau 49,91 persen. Rentang usia ini disebut sebagai generasi Y atau Generasi Millenial. Sedangkan jika ditinjau dari sisi gender, terdapat 53.020 orang atau 76 persen adalah pegawai pria dan 17.945 orang pegawai wanita (24 persen). 2. Proyeksi kebutuhan SDA tahun 2015-2019 Per tanggal 1 Februari 2015, jumlah SDM keseluruhan yang memperkuat Kementerian Keuangan adalah sejumlah 70.965 orang. Persebaran tertinggi pegawai berada di Direktorat Jenderal Pajak (sebesar 52,68 persen) diikuti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (19,15 persen) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (11,84 persen). 83 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan Adapun berdasarkan data kebutuhan pegawai baru dari seluruh unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan tahun 2015 s.d. 2019, disusunlah roadmap kebutuhan pegawai Kementerian Keuangan untuk 5 (lima) tahun mendatang. Tabel 3.1 Tabel Existing Pegawai Kemenkeu Per 1 Februari 2015 No Jumlah Pegawai Unit 1 Sekretariat Jenderal 3.433 2 Direktorat Jenderal Anggaran 3 Direktorat Jenderal Pajak 37.390 4 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 13.597 5 Direktorat Jenderal Perbendaharaan 8.406 6 Direktorat Jenderal Kekayaan Negara 3.750 7 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 444 8 Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 376 9 Inspektorat Jenderal 749 10 Badan Kebijakan Fiskal 11 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan 915 610 1.295 Jumlah 70.965 Sumber: Biro Organta, Kementerian Keuangan Pengajuan usul kebutuhan pegawai baru ini didasarkan kepada kebutuhan organisasi sebagai konsekuensi dari rencana pertumbuhan organisasi ke depan, peningkatan kinerja dan capaian target, serta perhitungan jumlah pegawai yang pensiun dari tahun ke tahun. Dengan mengacu pada semangat zero growth dan rencana moratorium nasional sumber daya aparatur, permintaan kebutuhan pegawai baru Kementerian Keuangan disusun seminimal mungkin. Namun demikian, karena adanya kebutuhan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, Kementerian Keuangan tetap mengusulkan kebutuhan pegawai baru yang cukup signifikan. Tabel 3.2 Kebutuhan Pegawai Kementerian Keuangan Tahun 2015 - 2019 No Jumlah Pegawai 1 Existing (1 Feb)* 2 Rekrutmen** Proyeksi/ Total 2015 2016 2017 2018 2019 70.965 78.448 85.085 91.825 97.064 102.430 7.540 7.826 8.245 7.053 7.081 37.745 t SMK - DIII LAB - - 60 - - 60 t SMK - DIII ABK 651 - 651 - - 1.302 t SMK - DIII UMUM 371 222 162 141 165 1.061 t D I STAN 5.904 5.452 5.128 1.952 1.841 20.277 84 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 No Jumlah Pegawai t D III STAN t 2015 2016 - 2017 1.914 2018 1.860 Proyeksi/ Total 2019 4.775 4.733 13.282 S1/S2 614 238 384 185 342 1.763 3 Pensiun BUP 57 1.189 1.505 1.814 1.715 6.280 4 Jumlah (31 Des) 78.448 85.085 91.825 97.064 102.430 Sumber: Biro SDM, Kementerian Keuangan Total permintaan kebutuhan pegawai baru Kementerian Keuangan tahun 2015-2019 sebesar 37.745 orang, dengan komposisi kebutuhan signifikan ada di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Tabel 3.3 Kebutuhan Pegawai Baru Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 No Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah 1 Sekretariat Jenderal 2 Direktorat Jenderal Anggaran - - 25 - - 25 3 Direktorat Jenderal Pajak 5.090 5.555 5.635 5.657 5.576 27.513 4 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 1.951 1.367 1.906 750 950 6.924 5 Direktorat Jenderal Perbendaharaan 49 220 210 215 205 899 6 Direktorat Jenderal Kekayaan Negara 127 325 208 229 205 1.094 7 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 58 8 3 3 3 75 8 Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 41 24 12 8 3 88 9 Inspektorat Jenderal 43 71 57 29 19 219 10 Badan Kebijakan Fiskal 37 42 21 10 11 121 11 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan - 50 53 51 22 176 144 164 115 101 87 611 Sumber: Biro SDM, Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperhitungkan total kebutuhan pegawai baru pada tahun 2015-2019 sebesar 27.514 orang, sebagai upaya untuk memenuhi coverage optimal pemeriksaan sebesar 2 persen wajib pajak (WP) orang pribadi dan 5 persen WP Badan. Dengan demikian, setiap tahunnya DJP membutuhkan pegawai baru sebesar lebih dari 5000 orang. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) membutuhkan penambahan pegawai baru pada tahun 2015-2019 sebesar 6.924 orang. Hal ini dikarenakan kebutuhan mendesak DJBC untuk pengadaan pegawai anak buah kapal patroli, untuk memenuhi target audit coverage ratio (ACR) sebesar 10 persen, dan juga untuk pengangkatan fungsional pemeriksa Bea dan Cukai sub unsur audit. 85 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara juga membutuhkan penambahan pegawai baru yang cukup signifikan pada tahun 2015-2019 sebesar 1.094 orang. Hal ini dikarenakan, selain untuk mengganti pegawai yang pensiun, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) juga melaksanakan penataan organisasi yang membutuhkan penambahan jumlah pegawai seperti penambahan fungsi kepatuhan internal di 17 Kanwil dan 70 Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di lingkungan DJKN. Selain itu adanya agenda transformasi kelembagaan untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan kekayaan negara. 3. Rencana rekrutmen dan pengembangan SDM 2015-2019 Secara umum, pengelolaan SDA Kementerian Keuangan difokuskan pada 5 (lima) isu utama yakni: a. Perencanaan pegawai strategis terstandar yang mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan pegawai. Hal ini dilakukan dengan melakukan standardisasi dan pelembagaan mekanisme perencanaan pegawai dengan melibatkan unit Eselon I dan dilanjutkan dengan merancang proses penyempurnaan perencanaan pegawai dan perencanaan suksesi. Tema ini ditujukan untuk memperoleh akurasi dalam prakiraan kuantitas dan kualitas pegawai yang dibutuhkan pada tiap jenjang eselon untuk mendukung strategi Kementerian Keuangan. Sebagai pendukung implementasi perencanaan SDM strategis, perlu dibentuk unit redeployment/redistribusi pegawai untuk menyeimbangkan kebutuhan pegawai antara unit yang kelebihan pegawai dengan unit yang memerlukan tambahan pegawai, agar pemenuhan kebutuhan pegawai melalui alokasi internal pegawai Kementerian Keuangan lebih optimal pada seluruh unit eselon I. b. Terobosan dalam upaya perekrutan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan Kementerian Keuangan. Bersama dengan KemenPAN-RB, Kementerian Keuangan membuat rintisan rekrutmen secara Government Goes to Campus yang dikendalikan oleh unit eselon I dengan proposisi nilai yang diperbarui dan dilaksanakan untuk memastikan bahwa Kementerian Keuangan di masa depan akan mampu untuk bersaing dalam ‘perebutan’ talent untuk menjadi salah satu penyedia lapangan kerja terbaik bagi mahasiswa/talent berprestasi. Kementerian Keuangan juga perlu memastikan terisinya jabatan fungsional strategis oleh pegawai berpengalaman dengan keahlian dan kapabilitas khusus tertentu. Tindakan utama yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menetapkan program rekrutmen internal/eksternal untuk mengisi jabatan fungsional strategis, menetapkan attracting program, menetapkan program seleksi melalui open-bidding, dan mendesain induction program untuk pro-hires. c. Sistem berorientasi outcome dengan kaitan yang jelas antara kinerja perorangan dengan rewards dan konsekuensi. Kementerian Keuangan melembagakan mekanisme penilaian kinerja end-to end yang menyertakan manajemen rewards dan konsekuensi. Untuk itu perlu dirancang dialog kinerja dan katalog rewards dan konsekuensi sedemikian rupa guna memastikan keterkaitan antara kinerja perorangan dengan rewards dan 86 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 konsekuensi yang akan diperoleh. Tindakan utama yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melembagakan desain dan penerapan dialog kinerja individu dan mendesain proposisi rewards dan recognition bagi pegawai Kementerian Keuangan berprestasi. Penyelarasan kinerja dan reward dilengkapi dengan kegiatan meninjau dan menyempurnakan desain skema benefit untuk unit-unit operasional utama dengan kebutuhan khusus. d. Membangun pipeline pimpinan yang komprehensif bagi Kementerian Keuangan untuk menduduki peran dan jabatan strategis. Tujuan inisiatif ini adalah untuk mendesain dan mengembangkan program talent pool untuk mewujudkan sepenuhnya potensi yang dimiliki talent di dalam Kementerian Keuangan untuk mengisi jabatan strategis dalam Kementerian Keuangan. Tindakan utamanya adalah dengan memfinalisasi konsep manajemen talenta yang disempurnakan (identifikasi talent, program pengembangan talent, sistem retensi talent, sistem pengawasan), menentukan dan menetapkan jabatan strategis, dan menerapkan program percontohan talent pool. Disamping mempersiapkan SDM dengan kinerja, kompetensi, dan kapabilitas tinggi, diperlukan pula penetapan jenjang karier untuk jabatan strategis (middle management dan spesialis fungsional berkinerja tinggi) – Jenjang karier yang jelas dan selaras bagi tiap pegawai secara perorangan melalui penyusunan rencana karier perorangan dan pengembangan untuk mengisi jabatan strategis. e. Dianggap sebagai mitra strategis melalui fokus pada kegiatan-kegiatan strategis yang bernilai tambah Rencana transisi menuju organisasi SDM terintegrasi, dengan pemberdayaan unit Eselon I, memastikan Kementerian Keuangan memiliki struktur SDM, proses, serta kapabilitas yang diperlukan untuk mendukung strategi Kementerian Keuangan. Tindakan utama yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memfinalisasi peran SDM sentral sebagai arsitek strategis, mendesain ulang struktur organisasi SDM agar sesuai dengan peran yang ditentukan, menetapkan dan menyempurnakan proses SDM prioritas serta penunjukan peran yang jelas antara SDM sentral dan di unit eselon I, menciptakan sistem tata kelola SDM, dan menetapkan HRIS yang terintegrasi. Pengembangan dan pelembagaan HRIS menjadi katalis dalam pengintegrasian seluruh kegiatan transaksional SDM. 4. Kebijakan-kebijakan umum pengembangan SDA termasuk implikasi diundangkannya UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Dampak dengan adanya UU Aparatur Sipil Negara, diantaranya adalah tidak menutup kemungkinan bermunculan jabatan-jabatan fungsional baru dan akan digunakan di dalam maupun di luar lingkungan Kementerian Keuangan, diantaranya jabatan fungsional para Pengurus/Pengelola Barang Milik Negara (BMN). Prinsip UU ASN adalah diberlakukannya merit system. Merit system merupakan kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan. 87 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan Implementasi Merit System yang dilaksanakan Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: a. Seleksi dan promosi secara adil dan kompetitif; b. Menerapkan sistem fairness; c. Penggajian, reward and punishment berbasis kinerja; d. Standar integritas dan perilaku untuk kepentingan publik; e. Manajemen SDM secara efektif dan efisien; dan f. Melindungi pegawai dari intervensi politik dan dari tindakan semena-mena. Proses internalisasi merit system dimulai dengan proses pengelolaan kinerja agar dapat dilaksanakan pemetaan pegawai berdasarkan kinerja secara baik. Kemudian dalam prosesnya merit system akan diinternalisasikan dalam proses end-to-end talent management sebagaimana dipaparkan dalam 5 (lima) tema strategi pengelolaan SDM. Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang ASN mengamanatkan bahwa setiap aparatur sipil negara berhak mendapatkan pengembangan kompetensi. Terkait dengan hal ini maka yang menjadi perhatian adalah: a. Adanya link-and-match antara pendidikan dan pelatihan dengan kinerja pegawai dan pencapaian tujuan strategis organisasi; b. Pemerataan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur sipil negara; Hal ini bisa dilaksanakan dengan hal-hal berikut: t 1FOEJEJLBO EBO QFMBUJIBO ZBOH øFLTJCFM NFNFOVIJ LFCVUVIBO VOJU pengguna. t 1FOZFEJBBO expertise service di bidang pengelolaan dan pengembangan human capital, dengan fokus monitoring kinerja pegawai pasca diklat terutama untuk program-program pembelajaran dan pengembangan strategis (strategic learning and development). c. Sertifikasi profesi yang dapat dilaksanakan dengan kebijakan kegiatan sebagai berikut: t 1FOZFEJBBO MBZBOBO EJLMBU ZBOH EJBSBILBO VOUVL QFOJOHLBUBO profesionalitas kebutuhan kompetensi masa depan di bidang keuangan negara baik untuk SDM Kementerian Keuangan maupun untuk SDM lembaga-lembaga mitra kerja Kementerian Keuangan. t 1FOZFEJBBO quality assurance melalui sertifikasi kompetensi profesi/ jabatan dan standardisasi. 3.4.3 Manajemen Perubahan (Change Management) Agar implementasi Transformasi Kelembagaan dapat berjalan dengan baik perlu disusun roadmap untuk menjaga keseimbangan antara pengelolaan inisiatif bisnis inti dan pengelolaan dinamika organisasi dalam membangun struktur kelembagaan yang diinginkan. Untuk itu Manajemen Perubahan sangat penting dalam memastikan bahwa semua stakeholders, baik internal maupun eksternal, terlibat dan mendukung tercapainya Struktur Kelembagaan Kementerian Keuangan yang ramping dan fokus pada tugas dan fungsinya. Keberhasilan pengelolaan perubahan tersebut secara teori terdapat 10 kunci sukses manajemen perubahan yang dapat diterjemahkan untuk implementasi di Kementerian Keuangan, sebagai berikut. 88 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Tabel 3.4 Kunci Sukses Manajemen Perubahan No 10 Kunci Sukses Manajemen Perubahan Implementasi di Kementerian Keuangan Lakukan pendekatan yang terstruktur Inisiatif transformasi strategis dan model operasional 2 Ciptakan kosa kata dan metode pengukuran yang sama Survei Organization Health Index, Survei Kepuasan Pegawai 3 Selaraskan tim kepemimpinan 4 Libatkan semua pimpinan perubahan, baik formal dan informal 5 Ubah pola pikir untuk mengubah pola perilaku 6 Komunikasikan dan selalu tekankan “kisah perubahan” yang memberikan inspirasi 7 Bangun dukungan dari semua pihak untuk perubahan dan reformasi utama yang dibutuhkan 8 Kembangkan kemampuan dan kapabilitas selama perjalanan perubahan SDM: pembangunan kapabilitas, pengembangan “talent pool” dan mini-lab 9 Tautkan dampak perubahan ke dalam sistem akuntabilitas dan sistem anggaran secara formal Penyelarasan IKU dan Manajemen Kinerja 10 Terapkan tata kelola program transformasi untuk mempercepat perubahan 1 Manajemen stakeholders dan komunikasi Transformation Office/ PMO Aksi utama dalam mengawal tercapainya kerangka kelembagaan ditekankan pada kegiatan membangun komunikasi, baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Komunikasi internal dilakukan dengan: a. Menyebarluaskan kisah untuk perubahan dan mengilhami semua orang di semua level mengambil tindakan; b. Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk membuat dan memiliki kisah perubahan versi mereka guna memastikan dukungan mereka; c. Memastikan semua pegawai kementerian memahami apa yang harus mereka lakukan secara berbeda dan bersedia melaksanakannya; dan d. Membangun kepercayaan diri dan mengubah para pegawai menjadi pendukung perubahan dalam masyarakat yang lebih luas. Adapun komunikasi eksternal adalah untuk memperkuat dukungan dalam rangka implementasi inisiatif strategis demi tercapainya organisasi Kementerian Keuangan yang ramping. Hal dimaksudkan untuk: 89 BAB III | Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan a. Mendapat dukungan dari semua pihak yang berkepentingan dan masyarakat untuk program Transformasi Kementerian Keuangan; b. Memastikan adanya komitmen dari Kementerian dan Lembaga terkait (misalnya: Bappenas, KemenPAN-RB, dan DPR) untuk mendukung inisiatif dan perubahan proses bisnis utama; c. Membangun komunikasi dengan pemberi opini, termasuk media, perbankan dan analis keuangan, pemimpin bisnis senior untuk memperoleh masukan dan bimbingan atas masalah-masalah yang penting bagi mereka, dan meningkatkan kepuasan Kementerian Keuangan; dan d. Memberikan dukungan kepada pemerintah, pihak bisnis, dan masyarakat umum untuk berbagi manfaat dari transformasi ini untuk Indonesia, dan menyoroti hasil dan outcome dari pelaksanaan proses transformasi. 90 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 91 BAB IV | Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 92 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 BAB IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 4.1 Target Kinerja Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Keuangan, serta mendukung tercapainya kebijakan pada level nasional, Kementerian Keuangan menetapkan 7 (tujuh) tujuan dan telah dilengkapi dengan 16 (enam belas) sasaran strategis, yang merupakan kondisi yang ingin dicapai secara nyata oleh Kementerian Keuangan dan mencerminkan pengaruh atas ditimbulkannya hasil (outcome) dari satu atau beberapa Program. Adapun untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaiannya, setiap sasaran strategis dan Program diukur dengan menggunakan Indikator Kinerja Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Program. Tabel 4.1 Tujuan, Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 No. 1. 2. 93 Tujuan/ Sasaran Strategis Target Indikator Kinerja 2015 2016 2017 2018 2019 UIC Terjaganya kesinambungan fiskal Meningkatnya tax ratio Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 12% (Arti Luas) 13% (Arti Luas) 14% (Arti Luas) 15% (Arti Luas) 16% (Arti Luas) DJP, DJBC, DJA dan BKF (Kebijakan) Terjaganya rasio utang pemerintah Rasio utang terhadap PDB 25% 24% 23% 22% 21% DJPPR, dan BKF (Kebijakan) Terjaganya defisit anggaran Rasio defisit APBN terhadap PDB -1,9 -1,8 -1,68 -1,48 -1,17 DJA, dan BKF (Kebijakan) Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai Penerimaan pajak negara yang optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target 100% 100% 100% 100% 100% DJP Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target 100% 100% 100% 100% 100% DJBC Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance) 1,5 hari 1,4 hari 1,3 hari 1,2 hari 1 hari DJBC BAB IV | Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan No. 3. Tujuan/ Sasaran Strategis 5. 2016 2017 2018 2019 UIC Persentase implementasi Single Source Database PNBP 5% 25% 50% 80% 100% DJA Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas Akurasi Perencanaan APBN 95% 95% 96% 97% 98% DJA Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran Kementerian/ Lembaga 70% 75% 75% 80% 80% DJPB Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. Indeks pemerataan keuangan antar daerah 0,74 0,74 0,73 0,73 0,72 DJPK Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 35% 40% 44% 48% 52% DJKN Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas 2,23 2,29 2,66 3,04 3,44 DJKN Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan 100% 100% 100% 100% 100% DJPPR 80% DJBC Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management 7. 2015 Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah Pengelolaan kekayaan negara yang optimal 6. Target Pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara PNBP yang optimal 4. Indikator Kinerja Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai 80% 80% 80% 80% Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan 94 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Tujuan/ Sasaran Strategis No. Organisasi yang fit for purpose SDM yang kompetitif Indikator Kinerja Target 2015 2016 2017 2018 2019 UIC Indeks kepuasan pengguna layanan 4,02 (skala 5) 4,07 (skala 5) 4,12 (skala 5) 4,17 (skala 5) 4,22 (skala 5) SETJEN Indeks kesehatan organisasi 75 76 77 78 80 SETJEN 85% 85% 85% SETJEN Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan Nilai peningkatan kompetensi SDM Sistem informasi manajemen yang terintegrasi Persentase integrasi TIK Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Keuangan Kementerian Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN 85% 85% 22 22 23 23 24 BPPK 100% 100% 100% 100% 100% SETJEN WTP (skala 4) WTP (skala 4) WTP (skala 4) WTP (skala 4) WTP (skala 4) ITJEN Sementara itu, dalam rangka mencapai sasaran-sasaran strategis tersebut, telah ditetapkan beberapa Program di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu sebagai berikut: 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan. Sasaran Program (Outcome): Tata kelola Kementerian Keuangan yang baik. Indikator Kinerja Program: a. Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan. b. Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan. c. Indeks opini BPK atas Laporan Keuangan BA 015. d. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan (penyedia data). 2. Program Pengelolaan Anggaran Negara. Sasaran Program (Outcome): Pengelolaan APBN yang berkualitas dan PNBP yang optimal. Indikator Kinerja Program: a. Akurasi perencanaan APBN. b. Persentase implementasi single source database PNBP c. Indeks kepuasan pengguna layanan. 3. 95 Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak. Sasaran Program (Outcome): Penerimaan pajak negara yang optimal. BAB IV | Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan Indikator Kinerja Program: a. Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target. b. Tingkat kepuasan pengguna layanan DJP. c. Indeks kepuasan pengguna layanan d. Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak. 4. Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Sasaran Program (Outcome): a. Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management. b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal dan Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional. Indikator Kinerja Program: a. Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai. b. Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target. c. Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance). d. Persentase kepatuhan importir jalur prioritas kepabeanan. e. Indeks kepuasan pengguna layanan. 5. Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara. Sasaran Program (Outcome): Peningkatan kualitas pengelolaan perbendaharaan. Indikator Kinerja Program: a. Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga. b. Indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal dengan opini audit yang baik. c. Indeks kepuasan pengguna layanan. 6. Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang. Sasaran Program (Outcome): Pengelolaan kekayaan negara yang optimal, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional. Indikator Kinerja Program: a. Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap. b. Rasio dana aktif BUMN/lembaga di bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas. c. Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran pembiayaan APBN. d. Jumlah piutang negara yang dapat diselesaikan (PNDS). e. Jumlah pokok lelang. f. Indeks kepuasan pengguna layanan. 7. Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Sasaran Program (Outcome): Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan. Indikator Kinerja Program: a. Indeks pemerataan keuangan antar daerah. b. Rasio PDRD tahun t-1 terhadap PDRB t-1. c. Indeks kepuasan pengguna layanan. 96 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 8. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. Sasaran Program (Outcome): Pembiayaan yang aman dan Risiko yang terkendali untuk mendukung kesinambungan fiskal. Indikator Kinerja Program: a. Persentase Realisasi Pengadaan Utang sesuai Kebutuhan Pembiayaan b. Persentase Pencapaian Tingkat Likuiditas Pasar SBN c. Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio Utang d. Tingkat Akurasi Pembayaran Kewajiban Utang e. Persentase Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan yang diterima/ditetapkan Menteri Keuangan f. Persentase Pemenuhan Dukungan Pemerintah Proyek KPS Infrastruktur Prioritas g. Indeks kepuasan pengguna layanan. 9. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan. Sasaran Program (Outcome): Pengawasan, pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif. Indikator Kinerja Program: a. Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BA BUN. b. Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti. c. Persentasi investigasi yang terbukti. d. Tingkat penerapan pengendalian intern. 10. Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan. Sasaran Program (Outcome): Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan yang berkesinambungan serta kerjasama keuangan internasional yang optimal. Indikator Kinerja Program: a. Persentase rekomendasi kebijakan yang ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan. b. Deviasi Proyeksi Indikator Kebijakan Fiskal. c. Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro. d. Deviasi proyeksi APBN. e. Persentase usulan kebijakan Indonesia yang diadopsi dalam kerja sama ekonomi dan keuangan internasional. 11. Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara. Sasaran Program (Outcome): Mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Indikator Kinerja Program: a. Nilai Peningkatan Kompetensi SDM. b. Persentase Jam Pelatihan terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan. c. Persentase lulusan diklat dari Kementerian Keuangan dengan predikat minimal baik. 4.2 97 Kerangka Pendanaan Upaya untuk mencapai tujuan Kementerian Keuangan dan sasaran-sasaran strategis yang telah ditetapkan, diperlukan dukungan berbagai macam sumber daya. Dukungan BAB IV | Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan dan prasarana yang memadai, dukungan regulasi, dan tentunya sumber pendanaan yang cukup. Sehubungan dengan dukungan pendanaan, indikasi kebutuhan pendanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan sampai dengan tahun 2019 adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Indikasi Kebutuhan Pendanaan Kementerian Keuangan 2015 – 2019 No Program 1 Indikasi Kebutuhan Pendanaan (Rp 000.000,00) 2015 2016 2017 2018 2019 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan 14.012.759,7 18.561.632,8 19.463.292,1 20.374.384,3 21.330.520,5 2 Pengelolaan Anggaran Negara 156.441,7 167.132,1 175.488,6 184.263,1 195.318,9 3 Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 9.112.565,3 10.767.458,7 12.025.604,6 13.481.865,1 15.158.151,6 4 Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 3.956.161,9 4.452.198,4 4.668.014,5 4.997.361,2 5.367.257,5 5 Pengelolaan Perbendaharaan Negara 1.947.646,4 2.006.166,6 2.144.207,4 2.296.358,7 2.479.982,8 6 Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 646.381,0 678.700,0 712.635,0 744.703,6 789.385,8 7 Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah 165.163,3 174.715,4 185.385,3 196.844,8 209.169,0 8 Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 87.254,4 101.664,2 106.747,5 112.084,8 121.051,6 9 Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan 110.491,6 129.899,6 130.139,0 134.848,9 140.513,7 10 Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan 133.511,7 356.833,2 141.558,8 393.030,5 151.612,3 11 Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara 619.543,4 798.591,0 817.691,4 831.154,7 897.647,1 30.947.920,4 38.194.992,0 40.570.764,3 43.746.899,6 46.840.610,7 Jumlah Rincian target kinerja dan indikasi kebutuhan anggaran masing-masing program dan kegiatan dari tahun 2015 s.d. 2019 tertuang dalam Matriks Target Kinerja dan Kerangka Pendanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. 98 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 99 BAB V | Penutup 100 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 BAB V Penutup Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Keuangan tahun 2015-2019 merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan dalam mendukung agenda pembangunan nasional (Nawa Cita). Dokumen ini menjadi pedoman bagi Kementerian Keuangan dalam mewujudkan visi Kementerian Keuangan “Menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21” selama lima tahun ke depan. Dokumen ini juga menjadi acuan di dalam penyusunan RENSTRA Unit Eselon I dan menjadi pedoman bagi Kementerian Keuangan dalam menyusun Rencana Kerja (RENJA) tahunan. Keberhasilan dalam mewujudkan visi Kementerian Keuangan dilaksanakan melalui 7 (tujuh) tujuan, yaitu: (1) Terjaganya kesinambungan fiskal; (2) Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; (3) Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara; (4) Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah; (5) Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran; (6) Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; (7) Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan. Pencapaian tujuan Kementerian Keuangan dilaksanakan melalui serangkaian arah kebijakan dan strategi dengan menjunjung nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan. 101 BAB V | Penutup halaman ini sengaja dikosongkan 102 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 103 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan 104 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 015.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Unit Organisasi Pelaksana 14.012.759,7 18.561.632,8 19.463.292,1 20.374.384,3 21.330.520,5 SETJEN 156.441,7 167.132,1 175.488,6 184.263,1 195.318,9 DJA 9.112.565,3 10.767.458,7 12.025.604,6 13.481.865,1 15.158.151,6 DJP 3.956.161,9 4.452.198,4 4.668.014,5 4.997.361,2 5.367.257,5 DJBC Terwujudnya tata kelola yang baik dan kualitas layanan dan dukungan yang tinggi pada semua Eselon I di Kementerian Keuangan. Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan 75 76 77 78 80 85% 85% 85% 85% 85% Indeks Opini BPK atas Laporan Keuangan BA 015 (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP Indeks Kepuasan Pengguna Layanan (penyedia data) 4,02 (skala 5) 4,07 (Skala 5) 4,12 (skala 5) 4,17 (Skala 5) 4,22 (Skala 5) Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan 015.03.07 Progam Pengelolaan Anggaran negara Penerimaan pajak negara yang optimal. Akurasi perencanaan APBN 95% 95% 96% 97% 98% Persentase implementasi single source database PNBP 5% 25% 50% 80% 100% 3,97 (Skala 5) 4,06 (Skala 5) 4,17 (Skala 5) 4,24 (Skala 5) 4,33 (Skala 5) Indeks Kepuasan Pengguna Layanan 015.04.12 Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak Penerimaan pajak negara yang optimal. Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target 100% 100% 100% 100% 100% Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak 70% 72,50% 75% 77,50% 80% 72 (Skala 100) 72,99 (Skala 100 73,22 (Skala 100) 73,44 (Skala 100) 73,66 (Skala 100) 3,91 (skala 5) 3,93 (skala 5) 3,95 (skala 5) 3,97 (skala 5) 3,99 (skala 5) Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan DJP Indeks Kepuasan Pengguna Layanan 015.05.13 Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai a. Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management. 105 106 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai. 80% 80% 80% 80% 80% Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target. 100% 100% 100% 100% 100% Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance). 1,5 hari 1,4 hari 1,3 hari 1,2 hari 1 hari 80% 80% 80% 80% 80% 3,94 (skala 5) 4,00 (skala 5) 4,06 (skala 5) 4,12 (skala 5) 4,18 (skala 5) 2018 2019 Unit Organisasi Pelaksana 2015 2016 2017 1.947.646,4 2.006.166,6 2.144.207,4 2.296.358,7 2.479.982,8 DJPB 646.381,0 678.700,0 712.635,0 744.703,6 789.385,8 DJKN b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal dan Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional. Persentase kepatuhan importir jalur prioritas kepabeanan Indeks kepuasan pengguna layanan 015.08.09 Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara Peningkatan kualitas pengelolaan perbendaharaan Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga 70% 75% 75% 80% 80% Indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal dengan opini audit yang baik. 3,88 3,88 3,88 3,88 3,88 4,06 (skala 5) 4,09 (skala 5) 4,12 (skala 5) 4,15 (skala 5) 4,18 (skala 5) Indeks kepuasan pengguna layanan 015.09.10 Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang Pengelolaan kekayaan negara yang optimal, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional Ratio utilisasi aset terhadap total aset tetap. 35% 40% 44% 48% 52% Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas 2,23 2,29 2,66 3,04 3,44 Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas 350 M 325 M 300 M 183 M 183 M Jumlah Piutang Negara yang Dapat di Selesaikan (PNDS). 350 M 349 M 348 M 347 M 346 M Jumlah pokok lelang. 8,92 T 10,71 T 12,85 T 15,42 T 18,51 T 4,10 (skala 5) 4,16 (skala 5) 4,22 (skala 5) 4,28 (skala 5) 4,34 (skala 5) Indeks kepuasan pengguna layanan 107 108 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 015.06.08 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah 2015 2016 2017 2018 2019 Unit Organisasi Pelaksana 165.163,3 174.715,4 185.385,3 196.844,8 209.169,0 DJPK 87.254,4 101.664,2 106.747,5 112.084,8 121.051,6 DJPPR 110.491,6 129.899,6 130.139,0 134.848,9 140.513,7 ITJEN Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan Indeks pemerataan keuangan antar daerah Rasio PDRD tahun t-1 terhadap PDRB t-1 Indeks kepuasan pengguna layanan 015.07.14 0,74 (Skala 1) 0,74 (Skala 1) 0,73 (Skala 1) 0,73 (Skala 1) 0,72 (skala 1) 1,7 1,75 1,8 1,9 2,0 4,10 (Skala 5) 4,16 (Skala 5) 4,22 (Skala 5) 4,28 (Skala 5) 4,34 (Skala 5) Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Pembiayaan yang aman dan Risiko yang terkendali untuk mendukung kesinambungan fiskal Persentase Realisasi Pengadaan Utang sesuai Kebutuhan Pembiayaan 100% 100% 100% 100% 100% Persentase Pencapaian Tingkat Likuiditas Pasar SBN 100% 100% 100% 100% 100% Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio Utang 100% 100% 100% 100% 100% Tingkat Akurasi Pembayaran Kewajiban Utang 100% 100% 100% 100% 100% Persentase Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan yang diterima/ditetapkan Menteri Keuangan 80% 80% 80% 80% 100% Persentase Pemenuhan Dukungan Pemerintah Proyek KPS Infrastruktur Prioritas 80% 80% 80% 80% 80% 4,00 (skala 5) 4,02 (skala 5) 4,04 (skala 5) 4,06 (skala 5) 4,08 (skala 5) Indeks kepuasan pengguna layanan 015.02.03 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan Pengawasan, Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BA BUN. WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti 90% 90% 90% 90% 90% Persentase Investigasi yang Terbukti 92% 92% 92% 92% 92% 2 (skala 3) 2 (skala 3) 2 (skala 3) 2 (skala 3) 2 (skala 3) Tingkat Penerapan Pengendalian Intern 109 110 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 015.12.11 Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Unit Organisasi Pelaksana 133.511,7 356.833,2 141.558,8 393.030,5 151.612,3 BKF 619.543,4 798.591,0 817.691,4 831.154,7 897.647,1 BPPK 30.947.920,4 38.194.992,0 40.570.764,3 43.746.899,6 46.840.610,7 Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan yang berkesinambungan serta kerjasama keuangan internasional yang optimal. Persentase rekomendasi kebijakan yang ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan 83% 83% 83% 83% 83% Deviasi proyeksi indikator kebijakan fiskal. 5% - - - - Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro - 100% 100% 100% 100% Deviasi proyeksi APBN - 5% 5% 5% 5% 40% 40% 40% 40% 40% Persentase usulan kebijakan Indonesia yang diadopsi dalam kerja sama ekonomi dan keuangan internasional. 015.11.04 Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara Mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Nilai Peningkatan Kompetensi SDM. Persentase Jam Pelatihan terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangana/ditetapkan Menteri Keuangan Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan JUMLAH 111 22 22 23 23 24 3,50% 3,75% 4,00% 4,25% 4,50% 90% 90% 90% 90% 90% 112 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 015.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 14.012.759,7 18.561.632,8 19.463.292,1 20.374.384,3 21.330.520,5 7.226,5 10.548,7 11.076,1 11.629,9 12.327,7 6.800,8 9.683,0 10.167,1 10.675,5 11.316,0 Unit Organisasi Pelaksana P/QW/PL Sekretariat Jenderal Terwujudnya tata kelola yang baik dan kualitas layanan dan dukungan yang tinggi pada semua Eselon I di Kementerian Keuangan. Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan 75 76 77 78 80 85% 85% 85% 85% 85% Indeks Opini BPK atas Laporan Keuangan BA 015 (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP Indeks Kepuasan Pengguna Layanan (penyedia data) 4,02 (skala 5) 4,07 (Skala 5) 4,12 (skala 5) 4,17 (Skala 5) 4,22 (Skala 5) Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan 1625 Pembinaan dan Koordinasi Pemberian Bantuan Hukum Biro Bantuan Hukum Efektifitas Dalam Pelayanan dan Penyelesaian Masalah Hukum Persentase Putusan Perkara Perdata yang Berkekuatan Hukum Tetap dan Hak Uji Materiil UU yang Dimenangkan 85% 85% 85% 85% 85% Indeks Ketepatan Waktu Penyelesaian Telaahan Kasus Hukum 75 75 75 75 75 162,1 305,3 320,6 336,6 356,8 Indeks Ketepatan Waktu Pemberian Konsultasi Hukum Kepada Saksi atau Ahli 75 75 75 75 75 263,6 560,4 588,4 617,8 654,9 25.705,6 32.920,7 34.566,7 36.295,0 38.472,7 25.705,6 32.920,7 34.566,7 36.295,0 38.472,7 3.425,5 4.929,3 5.175,8 5.434,6 5.760,7 3.245,9 4.504,2 4.729,4 4.965,8 5.263,8 Tingkat Kepercayaan stakeholders yang tinggi dalam pelayanan dan penyelesaian masalah hukum 1626 Membangun Kepercayaan dan Meningkatkan Dukungan Publik Terhadap Kebijakan di Bidang Keuangan Negara Tercapainya Peningkatan Kemenkeu di Mata Publik Persepsi Positif Persentase Opini Positif Pemberitaan Kementerian Keuangan pada Media 1627 Biro Komunikasi dan Layanan Informasi 80% 80% 80% 80% 80% Pembinaan dan Koordinasi Perumusan Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum Efektifitas Dalam Penelaahan dan Perumusan Hukum Waktu rata-rata penyelesaian RPMK/RKMK 113 7 hari 7 hari 7 hari 7 hari 7 hari 114 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 4 hari 4 hari 4 hari 4 hari 4 hari 2015 2016 2017 2018 2019 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Tingkat Kepercayaan stakeholders yang tinggi dalam pelayanan dan penyelesaian masalah hukum Waktu rata-rata pengunggahan PMK ke website JDIH 1628 Pembinaan dan Penataan Organisasi, Tata laksana dan Jabatan Fungsional 179,6 425,2 446,4 468,8 496,9 5.381,5 11.422,5 11.993,7 12.593,4 13.349,0 Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Mewujudkan Organisasi,Ketalaksanaan dan Jabatan Fungsional yang Tepat, Efektif dan Efisien Pada Semua Satuan Organisasi di Lingkungan Kementerian Keuangan 1629 Persentase Penyelesaian Penataan/Modernisasi Organisasi Kemenkeu 100% 100% 100% 100% 100% 1.432,9 4.874,4 5.118,1 5.374,0 5.696,5 Persentase Penyelesaian Penyusunan Proses Bisnis Kementerian Keuangan 100% 100% 100% 100% 100% 3.382,8 5.347,3 5.614,6 5.895,4 6.249,1 Persentase pengembangan jabatan fungsional 100% 100% 100% 100% 100% 565,8 1.200,9 1.260,9 1.323,9 1.403,4 83.111,9 90.910,4 95.455,9 100.228,7 106.242,4 83111,9 90910,4 95455,9 100228,7 106242,4 8.490,7 19.793,9 20.783,6 21.822,8 23.132,1 8.490,7 19.793,9 20.783,6 21.822,8 23.132,1 25.696,0 42.926,9 45.073,3 47.326,9 50.166,6 Koordinasi Penyusunan Rencana Kerja, Pembinaan dan Pengelolaan Anggaran Biro Perencanaan dan Keuangan Terwujudnya perencanaan dan pengelolaan keuangan yang optimal Indeks Opini BPK atas LK BA 015 1630 (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Perlengkapan Biro Perlengkapan Efektifitas Layanan dan Dukungan Dalam Pengelolaan Perlengkapan Persentase Pengelolaan Keuangan yang Efektif 1631 BMN Kementerian 55% 55% 55% 55% 55% Pembinaan dan Koordinasi Pengelolaan SDM Biro Sumber Daya Manusia Efektivitas Layanan dan Dukungan di Bidang SDM Kepegawaian, Serta Tingkat Kepercayaan Stakeholders yang Tinggi Dalam Layanan Kepegawaian Persentase Jumlah Pegawai Kebutuhan Kebutuhan Peningkatan Kinerja Keuangan Negara 115 dan Baru Kompetensi Sesuai SDM 90% 90% 90% 90% 90% 16.896,8 27.524,0 28.900,2 30.345,2 32.165,9 85% 85% 85% 85% 85% 8.799,2 15.403,0 16.173,1 16.981,8 18.000,7 116 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1632 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Pembinaan Administrasi dan Dukungan Pelayanan Pelaksanaan Tugas Kantor Pusat Kementerian 2015 2016 2017 2018 2019 12.339.139,2 15.492.777,0 16.240.993,5 16.990.970,8 17.744.102,2 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Biro Umum Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Ketatausahaan Biro Umum dan Kerumahtanggaan 1633 Persentase Pemeliharaan Fisik gedung dan sarananya di lingkungan Kantor Pusat Kementerian Keuangan 100% 100% 100% 100% 100% 12.298.618,5 15.441.797,2 16.187.464,8 16.934.765,6 17.684.524,7 Persentase Pelayanan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Perkantoran Sekretariat Jenderal 95% 95% 95% 95% 95% 20.959,8 29.400,8 30.870,9 32.414,4 34.359,3 Nilai Kinerja Organisasi Sekretariat Jenderal 98% 98% 98% 98% 98% 19.560,9 21.578,9 22.657,9 23.790,7 25.218,2 10.628,1 13.621,9 14.303,0 15.018,1 15.919,2 Koordinasi dan Harmonisasi Pelaksanaan Kebijakan Menteri Keuangan Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Efektivitas Pengelolaan Administrasi Kebijakan dan Layanan Kesekretariatan Menteri Keuangan Indeks Kepuasan Menteri Keuangan 76 76 76 76 76 6.861,0 6.880,0 7.224,0 7.585,2 8.040,3 88% 88% 88% 88% 88% 2.609,4 3.857,4 4.050,3 4.252,8 4.508,0 4 (Skala 6) 4 (Skala 6) 4,25 (Skala 6) 4,5 (Skala 6) 4,5 (Skala 6) 1.157,8 2.884,5 3.028,7 3.180,1 3.370,9 431.274,6 670.917,5 704.463,4 739.686,6 784.067,8 Efektivitas Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Serta Pelaksanaan Kebijakan Menteri Keuangan Persentase penyelesaian tindak lanjut kebijakan Menteri Keuangan Hasil Rapat Pimpinan Efektivitas Implementasi Strategi dan Kinerja Kementerian Keuangan Tingkat Efektifitas Implementasi Strategi 1634 Koordinasi dan Pengembangan Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan Efektifitas Layanan dan Dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Dalam Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Kekayaan Negara Persentase Integrasi TIK Kementerian Keuangan 100% 100% 100% 100% 100% 132.618,5 262.410,2 275.530,7 289.307,2 306.665,7 96% 96% 96% 96% 96% 298.656,1 408.507,3 428.932,7 450.379,3 477.402,1 39.787,7 41.850,5 43.943,0 46.140,1 48.908,5 Peningkatan Kepercayaan Stakeholder Dalam Layanan TIK Persentase Pencapaian Layanan terhadap Ketentuan yang Disepakati pada Katalog Layanan 1635 Pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat Investasi Pemerintah Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Dana Investasi Pemerintah 117 Jumlah Penyaluran Investasi Reguler 2.09T 2.09T 2.09T 2.09T 2.09T 31.822,3 33.494,8 35.169,5 36.928,0 39.143,7 Pencapaian target PNBP 100% 100% 100% 100% 100% 7.965,4 8.355,7 8.773,4 9.212,1 9.764,8 118 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1636 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Pembinaan Teknis dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik 2015 2016 2017 2018 2019 19.861,8 23.676,8 24.860,6 26.103,6 27.669,8 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik Terlaksananya Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik di Lingkungan Kementerian Keuangan dan Instansi Pemerintah Lain 1637 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan LPSE Kementerian Keuangan (Skala 5) 4,02 4,02 4,02 4,02 4,02 18.942,5 22.657,7 23.790,5 24.980,1 26.478,9 Persentase Penguatan Proses Pengadaan Barang/ Jasa 100% 100% 100% 100% 100% 919,3 1.019,1 1.070,1 1.123,6 1.191,0 19.741,1 28.530,6 29.957,2 31.455,0 33.342,3 Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Meningkatkan Kualitas Profesi Akuntan Publik dan Penilai Publik yang Akuntabel Indeks Kepuasan Menteri Keuangan 4,03 4,04 4,05 4,06 4,06 10.556,9 15.562,5 16.340,6 17.157,6 18.187,1 91% 92% 93% 94% 94% 9.184,2 12.968,2 13.616,6 14.297,4 15.155,2 216.846,5 203.571,2 213.749,8 224.437,3 237.903,5 216.846,5 203.571,2 213.749,8 224.437,3 237.903,5 53.074,5 78.658,3 82.591,2 86.720,7 91.924,0 Meningkatkan Kepercayaan Stakeholders yang Tinggi Persentase Tindak Lanjut atas Pelanggaran oleh Akuntan, Kantor Jasa Akuntansi, Akuntan Publik, Kantor Akuntan Publik, Penilai Publik, Kantor Jasa Penilai Publik, Aktuaris dan Kantor Jasa Aktuaria terhadap Ketentuan Peraturan Perundangundangan 1638 Dukungan Pelayanan Pelaksanaan Tugas KantorKantor Vertikal di daerah yang berkantor di GKN Gedung Keuangan Negara UIC: Biro Perlengkapan Tingkat Kepercayaan yang Tinggi Dari KantorKantor Vertikal di Daerah yang Berkantor di GKN Terhadap Layanan Pengelolaan GKN Persentase Penyelesaian Layanan Kepada Kantorkantor Vertikal di Daerah yang Berkantor di GKN 1639 98% 98% 98% 98% 98% Penyelesaian Sengketa Pajak Sekretariat Pengadilan Pajak Kualitas Layanan dan Dukungan yang Tinggi Terhadap Penyelenggaraan Persidangan Sengketa Pajak Persentase Penyelesaian Kerangka Putusan 82% 84% 86% 88% 90% 50.536,7 77.211,1 81.071,6 85.125,2 90.232,7 30hari 30hari 30hari 30hari 30hari 2.537,8 1.447,2 1.519,6 1.595,6 1.691,3 Tingkat Kepercayaan Stakeholders yang Tinggi Dalam Administrasi Sengketa Pajak dan Sistem Manajemen Kasus Waktu Rata-rata untuk Pemenuhan Administrasi dan Pengiriman putusan ke para pihak yang bersengketa 119 120 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 5170 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Pelaksanaan Tugas Komite Pengawas Perpajakan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 6.828,7 9.206,9 9.667,2 10.150,6 10.759,6 6.828,7 9.206,9 9.667,2 10.150,6 10.759,6 716.539,9 1.785.369,7 1.874.638,2 1.968.370,1 2.086.472,3 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan Tercapainya Peningkatan Kepercayaan Masyarakat terhadap Instansi Perpajakan Persentase Penyelesaian Usulan Kajian dan Saran/ Rekomendasi kepada Menteri Keuangan 5171 100% 100% 100% 100% 100% Pengelolaan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Terjaminnya Keberlangsungan Pendanaan bagi Program Pendidikan dan Tersalurkannya Dana Cadangan Pendidikan untuk Mengantisipasi Keperluan rehabilitasi 015.03.07 Persentase Pencapaian Target Layanan Penyaluran Dana Pengembangan Pendidikan Nasional 100% 100% 100% 100% 100% 711.935,8 1.780.982,0 1.870.031,1 1.963.532,7 2.081.344,7 Persentase Dana Pendapatan 100% 100% 100% 100% 100% 4.604,2 4.387,7 4.607,0 4.837,4 5.127,6 156.441,7 167.132,1 175.488,6 184.263,1 195.318,9 7.458,4 7.983,0 8.382,2 8.801,3 9.329,4 7.458,4 7.983,0 8.382,2 8.801,3 9.329,4 998,1 1.238,1 1.299,9 1.364,9 1.446,9 998,1 1.238,1 1.299,9 1.364,9 1.446,9 Program Pengelolaan Anggaran Negara Direktorat Jenderal Anggaran Pengelolaan APBN yang berkualitas dan PNBP yang optimal Akurasi perencanaan APBN 95% 95% 96% 97% 98% Persentase implemXentasi single source database PNBP 5% 25% 50% 80% 100% 3,97 (Skala 5) 4,06 (Skala 5) 4,17 (Skala 5) 4,24 (Skala 5) 4,33 (Skala 5) Indeks kepuasan pengguna layanan 1649 Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) Dit. Anggaran I, Dit. Anggaran II, dan Dit. Anggaran III P Terlaksananya Kebijakan Penganggaran yang Transparan dan Akuntabel Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan K/L 1650 15% 12,50% 10% 7,50% 5% Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Belanja Subsisdi dan Belanja Lain-lain (BSBL) Dit. Anggaran III Tersusunnya Laporan Keuangan BSBL yang Transaparan dan Akuntabel Persentase ketepatan waktu penyampaian Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL) yang Lengkap 121 100% 100% 100% 100% 100% 122 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1651 Penyusunan Rancangan APBN Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 5.210,40 6.191,20 6.500,80 6.825,90 7.235,30 5.210,40 6.191,20 6.500,80 6.825,90 7.235,30 5.785,40 6.045,60 6.347,80 6.665,20 7.065,10 5.785,4 6.045,6 6.347,8 6.665,2 7.065,1 7.201,3 8.625,9 9.057,2 9.510,1 10.080,7 7.201,3 8.625,9 9.057,2 9.510,1 10.080,7 127.436,30 133.157,40 139.815,20 146.806,00 155.614,36 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Penyusunan APBN P Tersusunnya APBN yang Sehat, Kredibel dan Berkelanjutan Akurasi Perencanaan APBN 1652 95% 95% 96% 97% 98% Pengelolaan PNBP dan Subsidi Dit. Penerimaan Negara Bukan Pajak Mengoptimalkan Keuangan Negara di Bidang PNBP Dengan Tetap Menjaga Pelayanan Kepada Masyarakat Persentase Penyelesaian Peraturan di bidang PNBP dan Subsidi Energi 1653 100% 100% 100% 100% 100% Pengembangan Sistem Penganggaran Dit. Sistem Penganggaran P/QW Terlaksananya Penerapan Sistem Penganggaran Berorientasi Kinerja dan Penerapan MTEF Persentase Ketepatan Waktu Penyelesaian Juknis/ Norma Penganggaran 1654 100% 100% 100% 100% 100% Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Anggaran Sekretariat DJA Terlaksananya Koordinasi Pelaksanaan Tugas, Pembinaan, dan Dukungan Manajemen Dalam Pelaksanaan Tugas DJA 5095 Persentase Penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja 95% 95% 95% 95% 95% 123.402,9 130.091,5 136.596,0 143.425,9 152.065,2 Persentase Jumlah Pegawai yang memenuhi standar Jamlat 85% 85% 85% 85% 85% 4.033,4 3.065,9 3.219,2 3.380,1 3.549,2 2.351,8 3.890,9 4.085,5 4.289,7 4.547,1 2.351,8 3.890,9 4.085,5 4.289,7 4.547,1 9.112.565,3 10.767.458,7 12.025.604,6 13.481.865,1 15.158.151,6 Harmonisasi Peraturan Penganggaran Dit. Harmonisasi Peraturan Penganggaran Terlaksananya Perumusan serta Pelaksanaan Kebijakan dan Standardisasi Teknis di Bidang Harmonisasi Peraturan Penganggaran Persentase persetujuan atas rekomendasi harmonisasi peraturan/kebijakan bidang penganggaran 015.04.12 80% 80% 80% 80% 80% Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Penerimaan pajak negara yang optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target 123 100% 100% 100% 100% 100% 124 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Persentase Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan DJP Indeks Kepuasan Pengguna Layanan 1655 Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 70% 72,50% 75% 77,50% 80% 72 (Skala 100) 72,99 (Skala 100) 73,22 (Skala 100) 73,44 (Skala 100) 73,66 (Skala 100) 3,91 (skala 5) 3,93 (skala 5) 3,95 (skala 5) 3,97 (skala 5) 3,99 (skala 5) Peningkatan Kualitas Pelayanan serta Efektifitas Penyuluhan dan Kehumasan 2015 2016 2017 2018 2019 128.194,6 96.057,0 105.662,7 116.229,0 127.851,9 128.194,6 96.057,0 105.662,7 116.229,0 127.851,9 404.658,1 123.952,8 136.348,0 149.982,9 164.981,1 404.658,1 123.952,8 136.348,0 149.982,9 164.981,1 3.108,8 6.193,3 6.812,6 7.493,9 8.243,3 3.108,8 6.193,3 6.812,6 7.493,9 8.243,3 20.964,7 13.407,5 14.748,3 16.223,1 17.845,4 20.964,7 13.407,5 14.748,3 16.223,1 17.845,4 19.886,9 18.823,3 20.705,6 22.776,2 25.053,8 19.886,9 18.823,3 20.705,6 22.776,2 25.053,8 8.083,2 11.487,8 12.636,5 13.900,2 15.290,2 8.083,2 11.487,8 12.636,5 13.900,2 15.290,2 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit.Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan Indeks Kepuasan Pengguna Layanan 1656 3,91 (skala 5) 3,93 (skala 5) 3,95 (skala 5) 3,97 (skala 5) 3,99 (skala 5) Pembinaan, pemantauan, dan dukungan teknis di bidang teknologi, komunikasi, dan informasi perpajakan Dit. Teknologi Informasi Perpajakan Pemenuhan Layanan Publik Tingkat kepatuhan e-filing 1657 2.000.000 SPT 7.000.000 SPT 14.000.000 SPT 18.000.000 SPT 24.000.000 SPT Pelaksanaan Reformasi Proses Bisnis Dit. Transformasi Proses Bisnis Penataan Struktur Organisasi yang Efektif Indeks Kepuasan Stakeholders 1658 70 (Skala 100) 70 (Skala 100) 75 (Skala 100) 75 (Skala 100) 80 (Skala 100) Peningkatan pelaksanaan ekstensifikasi perpajakan Dit. Ekstensifikasi dan Penilaian Peningkatan efektivitas pengawasan Persentase Realisasi Penerimaan Pajak dari WP Baru Terhadap Target Penerimaan Pajak Dari WP Baru 1659 100% 100% 100% 100% 100% Peningkatan kegiatan intelijen dan efektifitas penyelidikan perpajakan Dit. Intelijen dan Penyidikan Peningkatan efektivitas penegakan hukum Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 1660 42% 50% 50% 50% 50% Peningkatan pelayanan di bidang keberatan dan banding Dit. Keberatan dan Banding Peningkatan Efektivitas Keberatan dan Banding Persentase realisasi jumlah keputusan keberatan dan non keberatan yang telah dilakukan peer review 125 100% 100% 100% 100% 100% 126 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1661 Peningkatan, pembinaan dan pengawasan SDM, dan pengembangan organisasi Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 23.849,4 40.188,0 44.206,8 48.627,4 53.490,2 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit.Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur P Organisasi Sehat yang Berkinerja Tinggi Persentase penyelesaian penyempurnaan organisasi 100% 100% 100% 100% 100% 435,0 858,8 944,7 1.039,1 1.143,1 82% 83% 84% 85% 86% 23.414,3 39.329,2 43.262,1 47.588,3 52.347,1 31.482,0 37.644,3 41.408,7 45.549,6 50.104,6 SDM yang Kompetitif Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan 1662 Peningkatan efektifitas pemeriksaan dan optimalisasi pelaksanaan penagihan Dit. Pemeriksaan dan Penagihan Peningkatan Efektivitas Pengawasan Persentase Audit Coverage Ratio (ACR) terhadap target ACR 100% 100% 100% 100% 100% 24.811,4 26.960,0 29.656,0 32.621,6 35.883,8 30% 30% 35% 35% 40% 6.670,6 10.684,3 11.752,7 12.928,0 14.220,8 14.091,1 13.007,3 14.308,0 15.738,8 17.312,7 Peningkatan Efektivitas Penegakan Hukum Persentase pencairan piutang pajak 1663 Perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang analisis dan evaluasi penerimaan perpajakan Dit. Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan P/QW Penerimaan Pajak Negara yang Optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target penerimaan pajak 100% 100% 100% 100% 100% 12.241,3 11.296,8 12.426,5 13.669,2 15.036,1 70% 72,5% 75% 77,5% 80% 1.849,7 1.710,5 1.881,5 2.069,7 2.276,6 11.764,4 15.899,2 17.489,2 19.238,1 21.161,9 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak yang Tinggi Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak 1664 Perumusan Kebijakan di Bidang PPN, PBB, KUP, PPSP, dan Bea Meterai Dit. Peraturan Perpajakan I Peningkatan Efektifitas kerjasama antar lembaga 1665 Persentase penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Menteri Keuangan dan Rancangan Keputusan Menteri Keuangan 100% 100% 100% 100% 100% 11.013,4 14.452,0 15.897,2 17.486,9 19.235,6 Persentase penyelesaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 100% 100% 100% 100% 100% 751,0 1.447,2 1.592,0 1.751,1 1.926,3 18.806,2 19.024,0 20.926,4 23.019,0 25.320,9 Perumusan Kebijakan di Bidang PPh dan Perjanjian Kerja Sama Perpajakan Internasional Dit. Peraturan Perpajakan II Peningkatan Efektifitas kerjasama atara lembaga 127 128 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1666 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Persentase penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Menteri Keuangan dan Rancangan Keputusan Menteri Keuangan 100% 100% 100% 100% 100% 11.621,0 10.834,7 11.918,2 13.110,0 14.421,0 Persentase penyelesaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 100% 100% 100% 100% 100% 7.185,2 8.189,3 9.008,2 9.909,0 10.900,0 1.117.472,7 690.418,8 759.460,7 835.406,7 918.947,4 1.117.472,7 690.418,8 759.460,7 835.406,7 918.947,4 648.590,2 820.558,0 902.613,8 992.875,2 1.092.162,8 Perencanaan, Pengembangan, dan Evaluasi di Bidang Teknologi, Komunikasi dan Informasi Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Sistem Manajemen yang handal Persentase penyelesaian pembangunan dan pengembangan modul sistem informasi 1667 100% 100% 100% 100% 100% Pembinaan Penyelenggaraan Perpajakan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Perpajakan di Daerah Kantor Wilayah DJP Kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi 1668 Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target penerimaan pajak 100% 100% 100% 100% 100% 606.861,4 735.405,4 808.945,9 889.840,5 978.824,5 Persentase tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak 70% 72,5% 75% 77,5% 80% 41.728,8 85.152,7 93.668,0 103.034,7 113.338,2 3.754.235,6 4.980.514,2 5.478.565,6 6.026.422,1 6.629.064,4 3.754.235,6 4.980.514,2 5.478.565,6 6.026.422,1 6.629.064,4 130.537,2 109.500,2 120.450,3 132.495,3 145.744,8 130.537,2 109.500,2 120.450,3 132.495,3 145.744,8 2.723.252,4 3.741.573,2 4.297.130,6 4.980.543,6 5.806.698,0 Pelaksanaan Penyuluhan, Pelayanan, Pengawasan dan Konsultasi Perpajakan di Daerah KPP dan KP2KP Penerimaan Pajak Negara yang Optimal Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target penerimaan pajak 1669 100% 100% 100% 100% 100% Pengelolaan Data dan Dokumen Perpajakan PPDDP, KPDDP, KPDE Sistem Manajemen yang handal Persentase penyelesaian pengolahan data 1670 92% 93% 94% 95% 96% Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya DJP Sekretariat DJP SDM yang Kompetitif Persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat 50% 55% 60% 65% 70% 14.310,0 14.890,6 16.379,6 18.017,6 19.819,4 95% 95% 95% 95% 95% 2.708.942,4t 3.726.682,7 4.280.750,9 4.962.526,0 5.786.878,6 Pelaksanaan Anggaran yang Optimal Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja 129 130 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 5236 Pelaksanaan Kegiatan Layanan Informasi Umum Perpajakan dan Pengelolaan Pengaduan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 53.587,9 29.209,8 53.587,9 2017 2018 2019 32.130,8 35.343,9 38.878,3 29.209,8 32.130,8 9.909,0 35.343,9 3.956.161,9 4.452.198,4 4.668.014,5 4.997.361,2 5.367.257,5 23.435,2 29.953,4 35.713,4 34.083,4 36.810,1 23.435,2 29.953,4 35.713,4 34.083,4 36.810,1 57.159,7 92.264,4 97.264,4 108.264,4 116.925,6 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Peningkatan Pelayanan Prima Persentase panggilan call center terjawab 015.05.13 82% 84% 85% 85% 85% Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai a. Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management. b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal dan Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional. Persentase tindaklanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai. 80% 80% 80% 80% 80% Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target. 100% 100% 100% 100% 100% 1,5 hari 1,4 hari 1,3 hari 1,2 hari 1 hari 80% 80% 80% 80% 80% 3,94 (skala 5) 4,00 (skala 5) 4,06 (skala 5) 4,12 (skala 5) 4,18 (skala 5) Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance). Persentase kepatuhan importir jalur prioritas kepabeanan Indeks kepuasan pengguna layanan 1671 Peningkatan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Daerah Balai Penelitian dan Identifikasi Barang (BPIB) Terciptanya Pelayanan yang Efisien Kepada Pengguna Jasa Baik Internal Maupun External Dalam Rangka Identifikasi Barang dan Pengklasifikasian Persentase jumlah pengajuan yang dapat terlayani untuk pengujian laboratoris dan identifikasi barang 1672 75% 80% 80% 80% 80% Pelaksanaan Audit Bidang Kepabeanan dan Cukai Dit.Audit Terwujudnya Audit Kepabeanan dan Audit Cukai yang Dapat Mendukung Peran DJBC Dalam Mengamankan Hak Negara 131 Indeks penyelesaian rumusan kebijakan di bidang audit 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 688,3 393,9 393,9 393,9 425,4 Indeks efektivitas pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai 4 (Skala 5) 4 (Skala 5) 4 (Skala 5) 4 (Skala 5) 4 (Skala 5) 55.468,0 90.773,0 95.773,0 106.773,0 115.314,8 132 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Persentase perencanaan dan evaluasi audit yang tepat waktu 1673 Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 85% 90% 90% 90% 90% 1.003,5 1.097,5 1.097,5 1.097,5 1.185,3 352.822,4 385.161,3 404.161,3 407.161,3 439.734,2 Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Bidang Cukai Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Cukai Terwujudnya Pengendalian konsumsi dan produksi barang kena cukai dengan tetap mempertimbangkan aspek penerimaan cukai serta terciptanya institusi yang dapat memberikan pengawasan efektif dan pelayanan terbaik 1674 Indeks penyelesaian rumusan peraturan di bidang cukai 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 688,3 393,9 393,9 393,9 425,4 Indeks kepatuhan pengusaha BKC yang dimonitor 3.8 (Skala 5) 3.8 (Skala 5) 3.8 (Skala 5) 3.8 (Skala 5) 3.8 (Skala 5) 55.468,0 90.773,0 95.773,0 106.773,0 115.314,8 Rata-rata waktu pelayanan pengambilan pita cukai 90 Menit 90 Menit 90 Menit 90 Menit 90 Menit 1.003,5 1.097,5 1.097,5 1.097,5 1.185,3 1.873,8 3.350,9 3.788,6 4.282,4 4.843,0 Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Fasilitas Kepabeanan Dit. Fasilitas Kepabeanan Terciptanya Administrator di Bidang Fasilitas Kepabeanan yang Dapat Pemberikan Dukungan Industri, Perdagangan, dan Masyarakat Serta Optimalisasi Pendapatan Indeks penyelesaian rumusan peraturan di bidang fasilitas kepabeanan Rata-rata persentase realisasi dari janji layanan fasilitas kepabeanan 1675 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 1.703,9 3.047,1 3.445,1 3.894,2 4.403,9 92% 92% 92% 92% 92% 169,9 303,8 343,5 388,3 439,1 176.584,5 320.565,3 332.270,5 344.832,0 358.318,5 Perumusan Kebijakan dan Pengembangan Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai Dit. Informasi Kepabeanan dan Cukai Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan fasilitasi terbaik berbasis teknologi informasi kepada industri, perdagangan, dan masyarakat, serta optimalisasi penerimaan 1676 Persentase penyelesaian tahapan integrasi sistem kepabeanan dan cukai 70% 70% 70% 70% 70% - 41.472,3 42.986,6 44.611,8 46.356,5 Persentase downtime sistem pelayanan 1% 1% 1% 1% 1% 173.624,7 276.388,7 286.480,8 297.311,2 308.939,2 Persentase pengembangan sistem aplikasi sesuai dengan proses bisnis 85% 85% 85% 85% 85% 2.959,8 2.704,3 2.803,1 2.909,0 3.022,8 4.576,8 2.173,6 2.347,5 2.535,3 2.738,1 Perumusan Kebijakan dan Evaluasi Pelaksanaan Kerjasama Internasional Dit. Kepabeanan Internasional Terciptanya Administrator Kepabeanan dan Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Terbaik Kepada Industri, Perdagangan, dan Masyarakat Serta Optimalisasi Penerimaan, Sesuai Dengan Standar Internasional 133 134 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Indeks penyelesaian rumusan kebijakan kerjasama internasional Persentase partisipasi dalam rangka pembahasan kerjasama internasional di Bidang Kepabeanan dan Cukai 1677 Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3.026,2 1.318,0 1.423,4 1.537,3 1.660,3 90% 90% 90% 90% 90% 1.550,6 855,6 924,0 997,9 1.077,8 24.923,5 99.140,3 91.591,5 92.158,8 93.851,5 Perumusan Kebijakan dan Peningkatan Pengelolaan Penerimaan Bea dan Cukai Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Terciptanya Administrasi Penerimaan Kepabeanan dan Cukai yang Tertib dan Dapat Memberikan Fasilitasi Terbaik Kepada Industri Perdagangan, dan Masyarakat Serta Optimalisasi Penerimaan 1678 Persentase penyelesaian peraturan pelaksanaan UU Kepabeanan dan UU Cukai 100% 100% 100% 100% 100% 7.020,3 16.756,5 15.480,7 15.576,5 15.862,6 Persentase penyelesaian piutang Bea dan Cukai yang diselesaikan 78% 78% 78% 78% 78% 3.099,0 13.408,3 12.387,4 12.464,1 12.693,0 Persentase penanganan bantuan hukum, perkara, dan keberatan banding 77% 77% 78% 78% 78% 3.152,3 13.127,3 12.127,7 12.202,8 12.427,0 Persentase berita negatif oleh media nasional yang terpercaya 18% 18% 18% 18% 18% 11.651,9 55.848,2 51.595,8 51.915,3 52.868,9 1.379.201,9 1.538.552,8 1.392.652,4 1.401.725,9 1.506.365,4 Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelijen, dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai Dit. Penyidikan dan Penindakan P/QW Terciptanya Administrator Kepabeanan dan Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Terbaik Kepada Industri, Perdagangan, dan Masyarakat Serta Optimalisasi Penerimaan 1679 Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 60% 60% 60% 60% 60% 434,1 7.550,6 7.278,3 7.318,1 7.894,9 Persentase operasi yang menghasilkan penindakan NPP (narkotika, psikotropika, dan prekusor) 50% 50% 50% 50% 50% 1.365.848,1 1.330.967,4 1.282.974,4 1.289.981,2 1.391.651,6 Persentase operasi pengawasan yang menghasilkan penindakan barang larangan dan pembatasan 65% 65% 65% 65% 65% 12.919,8 200.034,8 102.399,7 104.426,7 106.819,0 3.978,2 7.448,5 4.220,8 4.026,1 4.649,4 2.897,2 6.334,4 3.589,5 3.423,9 3.953,9 Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Bidang Kepabeanan Dit. Teknis Kepabeanan Terwujudnya Pelayanan yang efisien dan pengawasan yang efektif serta terciptanya pelayanan yang pasti di bidang kepabeanan kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) Indeks penyelesaian rumusan peraturan di bidang teknis kepabeanan 135 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 136 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1680 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Indeks Ketepatan waktu Pemutakhiran Database Nilai Pabean 3,1 (tepat waktu) 3,1 (tepat waktu) 3,1 (tepat waktu) 3,1 (tepat waktu) 3,1 (tepat waktu) Persentase jumlah pelaksanaan validasi terhadap jumlah permohonan pengakuan sebagai AEO yang memenuhi syarat administrasi 50% 50% 50% 50% 50% Pembinaan Penyelenggaraan Kepabeanan dan Cukai di Daerah 2015 2016 2017 2018 2019 68,3 198,9 112,7 107,5 124,2 1.012,7 915,2 518,6 494,7 571,3 255.170,3 383.553,6 460.053,6 543.953,6 587.469,9 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Kantor Wilayah DJBC Terciptanya Administrator Kepabeanan dan Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Kepada Industri, Perdagangan, dan Masyarakat Serta Optimalisasi Penerimaan 1681 Persentase jumlah penerimaan kepabeanan dan Cukai 100% 100% 100% 100% 100% 254.220,0 327.553,6 392.053,6 463.953,6 501.069,9 Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 60% 60% 60% 60% 60% 950,3 56.000,0 68.000,0 80.000,0 86.400,0 811.514,2 916.095,3 1.109.238,2 1.280.219,2 1.382.636,7 Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Daerah KPPBC Terciptanya Administrator Kepabeanan dan Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Kepada Industri, Perdagangan, dan Masyarakat 1682 Persentase jumlah penerimaan kepabeanan dan Cukai 100% 100% 100% 100% 100% 810.327,0 866.095,3 1.034.238,2 1.190.219,2 1.285.436,7 Persentase tindak lanjut atas temuan pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai 80% 80% 80% 80% 80% 1.187,2 50.000,0 75.000,0 90.000,0 97.200,0 150.709,6 110.671,1 116.744,5 121.850,8 128.465,7 Pembinaan Penyelenggaraan Kepabeanan dan Cukai Utama KPU BC Optimalisasi Fungsi Utama DJBC Sebagai Fasilitator Perdagangan, Dukungan Industri, Penghimpunan Penerimaan dan Pelindung Masyarakat. 1683 Persentase Jumlah Penerimaan Kepabeanan dan Cukai 100% 100% 100% 100% 100% 148.794,3 110.053,1 116.092,5 121.170,3 127.748,3 Waktu penyelesaian proses kepabeanan (Customs clearance time) 1,5 hari 1,4 hari 1,3 hari 1,2 hari 1 hari 600,0 38,6 40,7 42,5 44,8 Persentase tindak lanjut atas temuan pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai 80% 80% 80% 80% 80% 1.315,3 579,4 611,2 637,9 672,6 113.723,7 169.233,9 207.233,9 227.233,9 245.412,6 Peningkatan Pelayanan Pangkalan Sarana Operasi Pangkalan Sarana Operasi BC Peningkatan Produktivitas Sarana Pengawasan Untuk Kegiatan Intelijen, Penindakan dan Penyidikan 137 138 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 2015 2016 2017 2018 2019 2015 Persentase jumlah kapal patroli yang laik laut 75% 75% 75% 75% 75% 80.670,4 10.000,0 3.8 (Skala 5) 3.8 (Skala 5) 3.8 (Skala 5) 3.8 (Skala 5) 3.8 (Skala 5) 33.053,3 Indeks kepuasan unit pengguna sarana operasi 1684 Alokasi (dalam juta rupiah) Target Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai pada Perwakilan Luar Negeri 2016 2017 2018 2019 25.000,0 30.000,0 32.400,0 159.233,9 182.233,9 197.233,9 213.012,6 6.714,5 8.714,5 8.714,5 8.714,5 9.411,7 6.714,5 8.714,5 8.714,5 8.714,5 9.411,7 3.925,7 8.057,9 11.057,9 12.057,9 13.022,5 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Perwakilan Luar Negeri Terciptanya Administrator Kepabeanan dan Cukai yang Dapat Memberikan Fasilitasi Terbaik Kepada Industri, Perdagangan, dan Masyarakat Serta Optimalisasi Penerimaan, Sesuai Dengan Standar Internasional Persentase rumusan masukan untuk kerjasama internasional di bidang kepabeanan dan cukai 1685 80% 80% 80% 80% 80% Perumusan Kebijakan di Bidang Kepatuhan Internal Pusat Kepatuhan Internal BC Peningkatan kepercayaan terhadap kinerja dan citra DJBC Indeks penyelesaian rumusan peraturan di bidang kepatuhan internal Rata-rata persentase tingkat efektivitas kegiatan monitoring dan pengawasan kepatuhan internal 1686 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 3 (Skala 4) 1.518,4 5.057,9 6.057,9 6.057,9 6.542,5 85% 85% 85% 85% 85% 2.407,3 3.000,0 5.000,0 6.000,0 6.480,0 589.847,9 377.261,7 390.961,7 404.261,7 436.602,6 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya DJBC Sekretariat DJBC Terciptanya Kinerja Kesekretariatan DJBC yang Efisien 015.08.09 Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja 95% 95% 95% 95% 95% 573.389,6 359.880,6 372.080,6 378.880,6 409.191,0 Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan 100% 100% 100% 100% 100% 5.827,8 5.000,0 5.500,0 6.000,0 6.480,0 Persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat 50% 50% 50% 50% 50% 10.630,6 12.381,1 13.381,1 19.381,1 20.931,6 1.947.646,4 2.006.166,6 2.144.207,4 2.296.358,7 2.479.982,8 Program Pengelolaan Perbendaharaan negara Direktorat Jenderal Perbendaharaan Peningkatan kualitas pengelolaan perbendaharaan Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga 70% 75% 75% 80% 80% Indeks jumlah LK-KL dan LK-BUN yang andal dengan opini audit yang baik. 3,88 3,88 3,88 3,88 3,88 4,06 (skala 5) 4,09 (skala 5) 4,12 (skala 5) 4,15 (skala 5) 4,18 (skala 5) Indeks kepuasan pengguna layanan 139 140 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1698 Penyelenggaraan Pertanggung jawaban Pelaksanaan Anggaran Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 22.971,6 30.064,0 Unit Pelaksana Organisasi 2018 2019 30.320,9 30.577,9 32.939,6 P/QW/PL Dit. Akuntansi dan Pelaporan Menjamin Akuntabilitas dan Transparansi Pertanggungjawaban Keuangan Negara 1699 Indeks Penyelesaian UU PP APBN Secara Tepat Waktu 3 3 3 3 3 15.794,6 21.034,5 21.209,6 21.384,6 22.855,4 Indeks Jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan Opini Audit yang Baik 3,88 3,88 3,88 3,88 3,88 4.345,4 5.462,6 5.509,8 5.557,1 6.157,1 Persentase Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LKPP yang telah Ditindaklanjuti 100% 100% 100% 100% 100% 2.831,7 3.566,9 3.601,5 3.636,2 3.927,1 7.793,2 8.026,9 8.104,9 8.182,8 8.837,4 3.000,2 - - - - - 1.621,6 1.637,4 1.653,1 1.785,3 Pembinaan Pelaksanaan Anggaran Dit. Pelaksanaan Anggaran P Menjamin Kelancaran Pelaksanaan APBN Persentase Penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L 90% - - - - Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga - 75% 75% 80% 80% Indeks Ketepatan Waktu Penyusunan reviu Pelaksanaan Anggaran dan Spending Review 3 3 3 3 3 2.334,3 3.448,7 3.482,2 3.515,7 3.797,0 80 (efektif ) 80 (efektif ) 85 (sangat efektif ) 85 (sangat efektif ) 90 (sangat efektif ) 2.458,7 2.956,6 2.985,3 3.014,0 3.255,1 5.949,4 6.127,9 6.187,4 6.246,7 6.746,4 973,2 847,5 855,7 863,8 932,9 4.089,4 - - - - - 4.454,4 4.497,7 4.540,9 4.904,2 886,8 - - - - - 826,0 834,0 842,0 909,4 Tingkat Efektivitas Edukasi dan Komunikasi terkait Pelaksanaan Anggaran 1700 Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Dit. Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU Mewujudkan Penerapan Pengelolaan Keuangan Secara Efektif dan Efisien Oleh Satker BLU Sehingga Dapat Mendorong Peningkatan Kualitas Pelayanannya Kepada Masyarakat Persentase Satker BLU yang Kinerjanya Baik 90% 90% 90% 90% 92% Persentase Penyelesaian Rancangan Penetapan Satker BLU 100% - - - - Persentase Penyelesaian Regulasi Pengelolaan BLU yang Mendorong Penyempurnaan Tata Kelola dan Pelayanan - 100% 100% 100% 100% 100% - - - - - 80% 80% 80% 80% Persentase Satker BLU yang Menyampaikan laporan Keuangan Sesuai Ketentuan Persentase Penyelesaian Rancangan Penetapan Usulan Tarif Layanan Satker BLU 141 142 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1701 Peningkatan Pengelolaan Kas negara Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 Unit Pelaksana Organisasi 2019 219.103,2 243.659,7 266.670,1 291.964,5 315.321,6 P/QW/PL Dit. Pengelolaan Kas Negara Optimalisasi Idle Cash Pemerintah Menutup Cost of Fund Pemerintah Dalam Pembiayaan Defisit APBN Jumlah Penerimaan dari Pengelolaan Kas 1702 2.6 T 3T 3,4 T 3,9 T 4.5 T 11.278,0 14.547,4 14.688,6 14.829,9 16.016,3 Indek Deviasi Realisasi Terhadap Perencanaan Saldo TSA Bulanan 3 - - - - 207.825,2 - - - - Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat - 95% 95% 95% 95% - 229.112,3 251.981,5 277.134,6 299.305,4 66.124,2 67.350,3 68.004,2 68.658,1 74.150,7 Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman Dit. Sistem Manajemen Investasi Mengoptimalkan Penerimaan APBN Hasil Penerusan Pinjaman Sehingga Mampu Mendukung Pengelolaan Keuangan Negara yang Berkelanjutan 1703 Persentase Pencapaian target Penerimaan Pokok dan Bunga Pinjaman dari Penerusan Pinjaman dan Hasil dari Restrukturisasi Penerusan Pinjaman 90% 90% 90% 90% 90% 60.453,5 63.273,8 63.888,1 64.502,4 69.662,6 Persentase Penyaluran Dana di Bidang Investasi, Subsdi, dan Pembiayaan Secara Optimal 90% 87% 87% 87% 87% 5.670,6 4.076,5 4.116,1 4.155,7 4.488,2 15.165,1 17.045,5 17.210,8 17.484,9 18.883,7 3.691,1 - - - - - 4.408,9 4.451,7 4.494,5 4.854,1 9.958,2 - - - - Pembinaan Sistem dan Dukungan Teknis Perbendaharaan Dit. Sistem Perbendaharaan Tersedianya sistem perbendaharaan yang mudah dan akuntabel serta sesuai dengan kebijakan pengelolaan perbendaharaan negara bagi stakeholders Persentase Tingkat Penyelesaian Harmonisasi Peraturan di Bidang Perbendaharaan Sesuai Dengan Penyelesaian Permasalahan dan Perkembangan Proses Bisnis 95% - - - - - 95% 95% 95% 95% Persentase Jumlah Sistem Perbendaharaan Yang Dihasilkan Sesuai Dengan kebutuhan Stakeholders 97% - - - - Persentase Jumlah Sistem Perbendaharaan yang Dihasilkan - 97% 97% 97% 97% - 11.110,4 11.218,2 11.326,2 12.232,3 Persentase jumlah peserta diklat yang lulus ujian sertifikasi Penyuluh Perbendaharaan 85% 85% 85% 85% 85% 1.515,7 1.526,2 1.540,9 1.664,2 1.797,3 Indeks Ketepatan Waktu Penyelesaian Harmonisasi Peraturan 143 144 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1704 Pengembangan Sistem Perbendaharaan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 283.049,8 133.308,0 134.602,3 135.896,6 146.768,3 2.323,3 - - - - - 2.332,1 2.354,8 2.377,4 2.567,6 249.223,9 - - - - - 115.093,4 116.210,8 117.328,3 126.714,6 31.502,6 15.882,5 16.036,7 16.190,9 17.486,2 619.647,7 628.291,3 659.705,9 692.691,1 748.106,4 26.000,0 - - - - - 35.518,7 37.294,6 39.159,3 42.292,0 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan QW Mewujudkan Sistem Perbendaharaan Negara yang Modern Persentase Tingkat Penyelesaian Perangkat Regulasi Yang Mendukung SPAN dan SAKTI 100% - - - - - 90% 90% 90% 90% Persentase Tingkat Penyelesaian Aplikasi SPAN dan SAKTI 100% - - - - Persentase Tingkat Implementasi Aplikasi SPAN dan SAKTI - 75% 86% 100% 100% Persentase Implementasi Strategi Pengelolaan Perubahan dalam rangka SPAN dan SAKTI 90% 90% 90% 90% 90% Persentase Tingkat Penyempurnaan Proses Bisnis dan Aplikasi 1705 Penyelenggaraan Negara Kuasa Bendahara Umum KPPN Mempercepat Penyaluran Dana APBN Kepada Stakeholders Persentase SP2D yang Diterbitkan Tepat Waktu 100% - - - - Persentase SPM Satker yang diproses menjadi SP2D - 100% 100% 100% 100% 92 92 92 92 92 49.144,6 51.433,5 54.005,2 56.705,5 61.241,9 90% 90% 90% 90% 90% 544.503,1 541.339,1 568.406,1 596.826,3 644.572,4 311.323,4 314.852,5 331.645,1 348.227,5 376.085,7 Nilai Kualitas LKPP Kuasa BUN KPPN Persentase Pemenuhan Sarana dan Prasarana sesuai Standarisasi 1706 Pembinaan Pelaksanaan Perbendaharaan di Wilayah Kantor Wilayah DJPB Meningkatkan Pemahaman Stakeholders Terhadap Ketentuan Pengelolaan Perbendaharaan 92 92 92 92 92 28.520,7 30.154,5 31.662,3 33.245,4 35.905,0 Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L 70% 75% 75% 80% 80% 23.206,0 22.670,0 23.803,5 24.993,7 26.993,2 Persentase Pemenuhan Sarana dan Prasarana sesuai Standarisasi 90% 90% 90% 90% 90% 259.596,8 262.028,0 276.179,3 289.988,4 313.187,5 396.518,9 557.440,5 621.755,8 696.428,6 752.142,9 Nilai Kualitas LKPP Tingkat Kanwil/UAPPA-W 1707 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis lainnya DJPB Sekretariat DJPB Meningkatkan Pelayanan Kepada Stakeholders Dalam Proses Pencairan Dana Melalui KPPN Percontohan Sehingga Mendukung Pelaksanaan Belanja Negara Secara Optimal Kepada K/L 145 146 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 015.09.10 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Persentase Jumlah Pejabat yang telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya 95% 88% 88% 90% 90% 57.792,3 73.876,0 Persentase Jumlah Bisnis Proses yang telah Memiliki SOP 90% 90% 90% 90% 90% 343,8 Persentase Penyediaan Dukungan Sarana dan Prasarana sesuai Kebutuhan 90% 95% 95% 95% 95% Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Output Belanja Ditjen Perbendaharaan 95% 95% 95% 95% 95% Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 2015 2016 2017 2018 2019 80.502,7 87.900,1 94.932,1 885,0 929,3 975,8 1.053,9 189.870,1 223.403,2 268.083,8 321.700,5 347.436,6 148.512,6 259.276,3 272.240,1 285.852,2 308.720,4 646.381,0 678.700,0 712.635,0 744.703,6 789.385,8 5.362,2 5.630,3 5.911,8 6.177,9 6.548,5 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Pengelolaan kekayaan negara yang optimal, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional Ratio utilisasi aset terhadap total aset tetap 35% 40% 44% 48% 52% Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas 2,23 2,29 2,66 3,04 3,44 Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran pembiayaan APBN. 350 M 325 M 300 M 183 M 183 M Jumlah Piutang Negara yang Dapat di Selesaikan (PNDS). 350 M 349 M 348 M 347 M 346 M Jumlah pokok lelang 8,92 T 10,71 T 12,85 T 15,42 T 18,51 T 4,10 (skala 5) 4,16 (skala 5) 4,22 (skala 5) 4,28 (skala 5) 4,34 (skala 5) Indeks kepuasan pengguna layanan 1708 Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis dan Evaluasi di Bidang Barang Milik Negara Dit. Barang Milik Negara Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik Negara yang Profesional, Tertib, Optimal Serta Akuntabel Persentase Penyusunan/ penyempurnaan peraturan di bidang BMN Deviasi nilai aset tetap antara LBMN dengan LKPP Persentase Kepatuhan Pelaporan BMN oleh K/L 1709 Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan 100% 100% 100% 100% 100% 1.329,8 1.396,3 1.466,1 1.532,1 1.624,0 2% 1,8% 1,5% 1,3% 1,3% 855,3 898,0 942,9 985,4 1.044,5 100% 100% 100% 100% 100% 3.177,2 3.336,0 3.502,8 3.660,4 3.880,1 4.512,5 4.738,1 4.975,0 5.198,9 5.510,8 Dit. Kekayaan Negara Dipisahkan P Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan yang Profesional, Tertib, Optimal Serta Akuntabel 147 148 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1710 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang KND 100% 100% 100% 100% 100% 1.438,0 1.509,9 1.585,4 1.656,7 1.756,1 Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas 2,23 2,29 2,66 3,04 3,44 1.818,1 1.909,0 2.004,4 2.094,6 2.220,3 Persentase persetujuan / penolakan permohonan pengelolaan kekayaan negara dipisahkan tepat waktu 95% 100% 100% 100% 100% 1.256,4 1.319,2 1.385,2 1.447,5 1.534,4 4.226,6 4.437,9 4.659,8 4.869,5 5.161,7 Perumusan Peraturan Perundangan, Pemberian Bantuan Hukum Serta Penyediaan Informasi 2015 2016 2017 2018 2019 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Hukum dan Humas Mewujudkan Harmonisasi Peraturan, Pemberian Bantuan Hukum, Pendapat Hukum yang Efektif dan Efisien di Lingkungan DJKN Serta Mampu Menjadi Penyedia Layanan Kepentingan DJKN dan Mitra Strategis di Lingkungan Kementerian Keuangan 1711 Persentase penyelesaian harmonisasi peraturan 100% 100% 100% 100% 100% 2.498,5 2.623,5 2.754,6 2.878,6 3.051,3 Persentase penyelesaian permohonan bantuan hukum dan pendapat hukum 100% 100% 100% 100% 100% 681,0 715,0 750,8 784,5 831,6 Indeks Kepuasan pengguna Layanan Kehumasan 4,04 4,04 4,04 4,04 4,04 1.047,1 1.099,4 1.154,4 1.206,4 1.278,7 25.689,4 26.973,9 28.322,6 29.597,1 31.373,0 Pelaksanaan Kebijakan dan Standardisasi Teknis di Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi Dit. Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi QW Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara Secara Profesional, Efektif, Efisien, Transparan dan Dapat dipertanggungjawabkan Sekaligus Mampu memberikan layanan informasi yang terpercaya bagi pemangku kepentingan DJKN dan mitra strategis dilingkungan Kementerian Keuangan Jumlah Nilai Kekayaan Negara yang diutilisasi Penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran APBN Persentase pembangunan sistem informasi pengelolaan kekayaan negara 1712 Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pengawasan Pelaksanaan Lelang 90 T 95 T 100 T 105 T 110 T 2.643,0 2.775,2 2.914,0 3.045,1 3.227,8 350 M 325 M 300 M 183 M 183 M 6.821,6 7.162,7 7.520,8 7.859,3 8.330,8 80% 85% 90% 95% 100% 16.224,8 17.036,0 17.887,8 18.692,8 19.814,4 3.208,1 3.368,5 3.536,9 3.696,1 3.917,9 Dit. Lelang Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan yang Profesional, Tertib, Optimal Serta Akuntabel 149 150 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1713 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang lelang 100% 100% 100% 100% 100% 178,0 186,9 196,2 205,1 217,4 Jumlah Pokok Lelang 8,92 T 10,71 T 12,85 T 15,42 T 18,51 T 91,9 96,5 101,3 105,9 112,2 Jumlah Bea Lelang 210 M 252 M 302,4 M 362,88 M 399,16 M 2.938,2 3.085,1 3.239,4 3.385,1 3.588,3 3.805,0 3.995,2 4.195,0 4.383,7 4.646,8 Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Analisis, Supervisi, Evaluasi dan Rekomendasi Penilaian 2015 2016 2017 2018 2019 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Penilaian Terselenggaranya pelaksanaan penilaian kekayaan Negara yang efektif, efisien, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan 1714 Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang penilaian 100% 100% 100% 100% 100% 1.022,8 1.074,0 1.127,7 1.178,4 1.249,1 Persentase Penyelesaian Permohonan Penilaian BMN tepat waktu 100% 100% 100% 100% 100% 1.481,6 1.555,7 1.633,4 1.706,9 1.809,4 Persentase penilai internal DJKN yang bersertifikat pelatihan keahlian khusus 30% 50% 65% 75% 85% 1.300,6 1.365,6 1.433,9 1.498,4 1.588,3 4.264,4 4.477,6 4.701,5 4.913,1 5.207,9 Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Perencanaan, dan Evaluasi atas Pelaksanaan Pengurusan Piutang Negara dan Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-lain Dit. Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lainlain Terselenggaranya Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara yang Profesional, Tertib, Tepat Guna dan Optimal Serta Mampu Membangun Citra Baik Bagi Stakeholders Serta Mampu Menyediakan Data Piutang Negara Secara Komprehensif dan kekayaan negara lain lain Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang piutang negara dan kekayaan negara lain-lain 100% 100% 100% 100% 100% 1.841,5 1.933,5 2.030,2 2.121,6 2.248,9 Recovery rate piutang K/L 11% 12% 13% 14% 15% 2.145,0 2.252,3 2.364,9 2.471,3 2.619,6 47,17 M 43,54 M 47,36 M 52,16 M 58,20 M 277,9 291,8 306,4 320,2 339,4 135.178,7 141.937,6 149.034,5 155.741,1 165.085,5 Jumlah penerimaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan pengelolaan kekayaan negara 1715 Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang di Wilayah Kerja Kanwil DJKN Kantor Wilayah DJKN Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang yang Profesional, Tertib, Tepat Guna, dan Optimal Serta Stakeholders di Wilayah Kerja Kanwil DJKN 151 152 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Nilai kekayaan negara yang diutilisasi 1716 Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 124.849,9 131.092,4 137.647,0 143.841,1 152.471,6 2T 2,5 T 3T 3,5 T 4T Jumlah penerimaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan bea lelang 244,66 M 279,92 M 330,24 M 390,64 M 426,74 M 4.177,4 4.386,3 4.605,6 4.812,8 5.101,6 Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) dan pokok lelang 9,27 T 11,06 T 13,20 T 15,77 T 18,85 T 6.151,4 6.459,0 6.781,9 7.087,1 7.512,3 321.438,3 337.510,3 354.385,8 370.333,1 392.553,1 Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang di Wilayah Kerja Kerja KPKNL Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL KPKNL Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang yang Profesional, Tertib, Tepat Guna, dan Optimal Serta Stakeholders Wilayah Kerja KPKNL Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Jumlah penerimaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan bea lelang Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) dan pokok lelang 1717 3T 3,5 T 4T 4,5 T 5T 294.455,0 309.177,7 324.636,6 339.245,3 359.600,0 229,48 M 261,71 M 308,39 M 364,42 M 431,67 M 16.705,3 17.540,6 18.417,6 19.246,4 20.401,2 6,09 T 7,23 T 8,61 T 10,26 T 12,25 T 10.278,1 10.792,0 11.331,6 11.841,5 12.552,0 138.695,8 145.630,6 152.912,1 159.793,1 169.380,7 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Sekretariat DJKN Memberikan Pelayanan Terbaik Kepada Semua Unsur Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Untuk Memperlancar Pelaksanaan Tugas Persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat Indeks kepuasan pengguna layanan Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja 015.06.08 50% 50% 50% 50% 50% 21.270,1 22.333,6 23.450,3 24.505,5 25.975,9 75 75 75 75 75 51.840,7 54.432,7 57.154,3 59.726,3 63.309,9 95% 95% 95% 95% 95% 65.585,0 68.864,3 72.307,5 75.561,3 80.095,0 165.163,3 174.715,4 185.385,3 196.844,8 209.169,0 Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan Indeks pemerataan keuangan antar daerah Rasio PDRD tahun t-1 terhadap PDRB t-1 Indeks kepuasan pengguna layanan 153 0,74 (Skala 1) 0,74 (Skala 1) 0,73 (Skala 1) 0,73 (Skala 1) 0,72 (skala 1) 1,7 1,75 1,8 1,9 2,0 4,10 (Skala 5) 4,16 (Skala 5) 4,22 (Skala 5) 4,28 (Skala 5) 4,34 (Skala 5) 154 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1687 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa 2015 2016 2017 2018 2019 59.450,9 60.499,5 63.524,5 66.700,7 70.035,7 59.450,9 60.499,5 63.524,5 66.700,7 70.035,7 10.955,0 11.559,9 12.137,9 12.744,7 13.382,0 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Dana Perimbangan P/QW Dit. Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah P Dit. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah P Perumusan dan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang Berkualitas dan Optimal Indeks Pemerataan Antar daerah (Indeks Williamson) 1688 0,74 (Skala 1) 0,74 (Skala 1) 0,73 (Skala 1) 0,73 (Skala 1) 0,72 (Skala 1) Perumusan Kebijakan, Pemantauan, dan Evaluasi di Bidang Pendanaan Daerah dan Ekonomi Daerah, Penyusunan Laporan Keuangan Transfer ke Daerah serta Pengembangan Sistem Informasi Keuangan Daerah Pemantauan dan Evaluasi Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang didukung basis data keuangan daerah yang lengkap dan sistem informasi keuangan daerah yang akurat, transparan, dan tepat waktu 1689 Persentase pengembangan dan implementasi Sistem Informasi Keuangan Daerah 100% 100% 100% 100% 100% 2.812,0 2.771,9 2.910,5 3.056,0 3.208,8 Persentase penyelesaian Kajian di Bidang Pendanaan Desentralisasi secara tepat waktu 100% 100% 100% 100% 100% 6.116,0 6.697,0 7.031,9 7.383,4 7.752,6 Ketersediaan Data APBD 90% 91% 92% 93% 95% 2.027,0 2.091,0 2.195,6 2.305,3 2.420,6 3.140,6 4.894,9 5.629,1 6.473,5 7.444,5 3.140,6 4.894,9 5.629,1 6.473,5 7.444,5 16.260,0 18.633,0 21.009,3 23.687,0 26.706,1 Perumusan Kebijakan dan Pembinaan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Peningkatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PDRB Rasio PDRD tahun t-1 terhadap PDRB t-1 1690 1,7 1,75 1,8 1,9 2,0 Perumusan Kebijakan dan Pembinaan di Bidang Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Dit. Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Pinjaman Daerah, Hibah Daerah, dan Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Keuangan Daerah 155 Jumlah peserta TOT Pengelolaan Keuangan Daerah 2600 1800 1500 1500 1500 13.377,0 14.000,0 14.813,0 16.701,0 18.829,6 Persentase ketepatan waktu pemberian persetujuan atas pelampauan defisit APBD yang dibiayai dari pinjaman 100% 100% 100% 100% 100% 2.852,4 4.593,9 6.145,6 6.928,8 7.812,0 Persentase tingkat efektivitas hibah ke daerah 95% 95% 95% 95% 95% 30,7 39,1 50,8 57,2 64,5 156 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1691 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis lainnya Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 2016 2017 2018 2019 75.356,8 79.128,2 83.084,6 87.238,8 91.600,8 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Sekretariat DJPK Tingkat Efektifitas dan Efisiensi yang Tinggi Pada Semua Unit Eselon II di Ditjen Perimbangan Keuangan Dalam Rangka Menunjang Tercapainya Pencapaian Tujuan Strategis Ditjen Perimbangan Keuangan 015.07.14 Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja 95% 95% 95% 95% 95% 18.557,5 18.061,9 18.964,9 19.913,2 20.908,8 Persentase pegawai memenuhi standar jamlat 50% 52% 53% 54% 55% 3.759,1 4.148,1 4.355,5 4.573,2 4.801,9 Rasio Penyelesaian pengadaan sarana dan prasarana sesuai dengan rencana 100% 100% 100% 100% 100% 53.040,2 56.918,3 59.764,2 62.752,4 65.890,0 87.254,4 101.664,2 106.747,5 112.084,8 121.051,6 Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 1.339,5 1.865,4 1.958,7 2.056,6 2.221,1 Dit. Evaluasi, Akuntasi, dan Setelmen 1.339,5 1.865,4 1.958,7 2.056,6 2.221,1 Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Pembiayaan yang aman dan Risiko yang terkendali untuk mendukung kesinambungan fiskal Persentase Realisasi Pengadaan Utang sesuai Kebutuhan Pembiayaan 100% 100% 100% 100% 100% Persentase Pencapaian Tingkat Likuiditas Pasar SBN 100% 100% 100% 100% 100% Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio Utang 100% 100% 100% 100% 100% Tingkat Akurasi Pembayaran Kewajiban Utang 100% 100% 100% 100% 100% Persentase Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan yang diterima/ditetapkan Menteri Keuangan 80% 80% 80% 80% 80% Persentase Pemenuhan Dukungan Pemerintah Proyek KPS Infrastruktur Prioritas 80% 80% 80% 80% 80% 4,00 (skala 5) 4,02 (skala 5) 4,04 (skala 5) 4,06 (skala 5) 4,08 (skala 5) Indeks kepuasan pengguna layanan 1692 Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Utang Terwujudnya Pelaksanaan Penyelesaian Transaksi, Pencatatan, dan Pelaporan Utang Pemerintah yang Profesional, Efektif, Transparan, dan Akuntabel Tingkat Akurasi Pembayaran Kewajiban Utang 157 100% 100% 100% 100% 100% 158 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1693 Pengelolaan Pembiayaan Syariah Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 4.593,3 6.182,0 6.489,6 6.812,6 7.357,6 4.593,3 6.182,0 6.489,6 6.812,6 7.357,6 3.129,0 5.678,2 5.962,1 6.260,2 6.761,0 3.129,0 5.678,2 5.962,1 6.260,2 6.761,0 3.882,7 7.185,8 7.545,1 7.922,3 8.556,1 3.882,7 7.185,8 7.545,1 7.922,3 8.556,1 5.870,2 8.891,2 9.337,3 9.805,7 10.590,2 5.870,2 8.891,2 9.337,3 9.805,7 10.590,2 4.224,8 4.436,0 4.657,8 4.890,7 5.282,0 4.224,8 4.436,0 4.657,8 4.890,7 5.282,0 4.235,8 4.447,6 4.670,0 4.903,5 5.295,7 4.235,8 4.447,6 4.670,0 4.903,5 5.295,7 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Dit. Pembiayaah Syariah Terpenuhinya Kebutuhan Pembiayaan APBN yang Aman Bagi Kesinambungan Fiskal Melalui Pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Persentase Penerbitan SBSN sesuai Kebutuhan Pembiayaan 1694 100% 100% 100% 100% 100% Pengelolaan Pinjaman Dit. Pinjaman dan Hibah Terpenuhinya Kebutuhan Pembiayaan APBN yang Aman Melalui Pengadaan Pinjaman Persentase Pengadaan Pinjaman Program sesuai kebutuhan pembiayaan 1695 100% 100% 100% 100% 100% Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang Dit. Strategi dan Portofolio Utang P Penyediaan Strategi Pengelolaan Utang yang Mempertimbangkan Aspek Biaya dan Risiko Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio Utang 1696 100% 100% 100% 100% 100% Pengelolaan Surat Utang Negara Dit. Surat Utang Negara Terpenuhinya Kebutuhan Pembiayaan APBN yang Aman Bagi Kesinambungan Fiskal Melalui Pengelolaan Surat Utang Negara (SUN) Persentase Penerbitan SUN sesuai Kebutuhan Pembiayaan 5362 100% 100% 100% 100% 100% Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Dit. Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Rekomendasi/Kebijakan Pengelolaan Risiko Keuangan Negara yang Berkualitas Presentase Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan yang diterima/ditetapkan Menteri Keuangan 5363 80% 80% 80% 80% 80% Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Dit. Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dengan Risiko yang terkendali untuk mendukung Percepatan Penyediaan Infrastruktur Persentase Pemenuhan Dukungan Pemerintah Proyek KPS Infrastruktur Prioritas 159 80% 80% 80% 80% 80% 160 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1697 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 59.979,1 62.978,0 66.126,9 69.433,3 74.987,9 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Sekretariat DJPPR Terwujudnya Pelayanan Teknis dan Administratif Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang Efektif, Efisien, dan Akuntabel 015.02.03 Indeks Kepuasan Pelayanan Setditjen 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 49.844,2 52.336,4 54.953,3 57.700,9 62.317,0 Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Output Belanja 95% 95% 95% 95% 95% 8.529,7 8.956,2 9.404,0 9.874,2 10.664,1 Persentase Pegawai DJPPR yang telah memenuhi standar hard competency dan soft competency 85,5 % 85,5 % 85,5 % 85,5 % 85,5 % 1.605,2 1.685,4 1.769,7 1.858,2 2.006,8 110.491,6 129.899,6 130.139,0 134.848,9 140.513,7 3.413,2 7.707,4 5.922,4 6.188,1 6.619,7 3.413,2 7.707,4 5.922,4 6.188,1 6.619,7 29.753,0 31.240,7 32.802,6 34.442,8 37.198,2 29.753,0 31.240,7 32.802,6 34.442,8 37.198,2 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan Inspektorat Jenderal Pengawasan, Pengendalian mutu, dan penegakan hukum yang efektif Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BA BUN. WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) WTP (4) Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti. 90% 90% 90% 90% 90% Persentase Investigasi yang Terbukti 92% 92% 92% 92% 92% 2 (skala 3) 2 (skala 3) 2 (skala 3) 2 (skala 3) 2 (skala 3) Tingkat Penerapan Pengendalian Intern 1640 Pelaksanaan Audit Investigasi dan Edukasi Anti KKN Inspektorat Bidang Investigasi Meningkatkan Efektifitas Pencegahan dan Penindakan Praktik KKN Persentase Investigasi yang Terbukti 1641 92% 92% 92% 92% 92% Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan Inspektorat I, Inspektorat II, Inspektorat III, Inspektorat IV, Inspektorat V, Inspektorat VI Terwujudnya Pengawasan yang Memberi Nilai Tambah Melalui Peningkatan Efektifitas Proses Manajemen Resiko, Pengendalian, dan Tata Kelola Serta Peningkatan Akuntabilitas Aparatur di Lingkungan Kementerian Keuangan Persentase Policy Recommendation Hasil Pengawasan yang Ditindaklanjuti 161 90% 90% 90% 90% 90% 162 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1647 Pelaksanaan Program Transformasi Pengawasan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Unit Pelaksana Organisasi Inspektorat VII 8.828,7 17.547,2 13.566,3 13.764,0 10.450,2 P/QW/PL Mendorong Itjen Kementerian Keuangan Sebagai Benchmark Bagi APIP Lainnya Tingkat Penerapan Pengendalian Intern Persentase Penerapan Audit Teknologi Informasi 1648 2 (Skala 3) 2 (Skala 3) 2 (Skala 3) 2 (Skala 3) 2 (Skala 3) 3.130,1 9.663,0 5.324,5 4.608,5 3.913,4 95% 95% 95% 95% 95% 5.698,6 7.884,2 8.241,8 9.155,6 6.536,8 68.496,7 73.404,4 77.847,7 80.454,0 86.245,5 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Inspektorat Jenderal Sekretariat Itjen Terwujudnya Layanan Administrasi yang Prima Kepada Seluruh Unsur Itjen Dalam Rangka Memperlancar Pelaksanaan Tugas Pengawasan 015.12.11 Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Output Belanja 95% 95% 95% 95% t95% 62.105,7 66.182,8 70.264,9 72.492,1 77.646,7 Persentase Pejabat yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatan 90% 90% 90% 90% 90% 6.390,9 7.221,7 7.582,8 7.961,9 8.598,8 133.511,7 356.833,2 141.558,8 393.030,5 151.612,3 Badan Kebijakan Fiskal 7.604,4 8.599,0 8.355,9 8.759,1 9.284,7 Pusat Kebijakan APBN Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan yang berkesinambungan serta kerjasama keuangan internasional yang optimal Persentase rekomendasi kebijakan yang ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan 83% 83% 83% 83% 83% Deviasi proyeksi indikator kebijakan fiskal. 5% - - - - Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro - 100% 100% 100% 100% Deviasi proyeksi APBN - 5% 5% 5% 5% 40% 40% 40% 40% 40% Persentase usulan kebijakan Indonesia yang diadopsi dalam kerja sama ekonomi dan keuangan internasional 1740 Perumusan Kebijakan APBN Tersedianya Rekomendasi Kebijakan APBN yang Sustainable Untuk Mendukung Pembangunan Nasional Persentase rekomendasi kebijakan APBN yang ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan Deviasi proyeksi APBN 163 82% 82% 82% 82% 82% 3.651,7 3.827,7 4.012,3 4.205,8 4.458,1 - 5% 5% 5% 5% 3.952,7 4.771,2 4.343,6 4.553,3 4.826,5 164 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1741 Perumusan Kebijakan Ekonomi Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Unit Pelaksana Organisasi 9.755,3 12.425,8 10.694,0 11.196,9 11.868,7 P/QW/PL Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Terwujudnya Kebijakan Ekonomi Makro yang Antisipatif dan Responsif yang Dapat Mendukung Stabilisasi dan Mendorong Pertumbuhan Perekonomian Persentase rekomendasi kebijakan ekonomi makro yang ditetapkan dan/atau diterima Menteri Keuangan 83% 83% 83% 83% 83% 1.285,4 1.343,3 1.403,9 1.467,2 1.555,2 Deviasi proyeksi indikator kebijakan ekonomi makro 5% - - - - 8.469,8 - - - - - 100% 100% 100% 100% - 11.082,5 9.290,1 9.729,8 10.313,5 13.685,3 197.798,2 15.059,3 265.797,2 16.745,0 Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro 1742 Perumusan Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral P Pusat Kebijakan Pendapatan Negara P Pusat Kebijakan Sektor Keuangan P Tersedianya Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Kerja sama Multilateral yang terpercaya dan optimal dalam rangka mendukung terwujudnya stabilitas ekonomi nasional 1743 Persentase rekomendasi kebijakan pembiayaan perubahan iklim dan multilateral yang ditetapkan/diterima Menteri Keuangan 81% 81% 81% 81% 81% 3.214,9 3.372,5 3.537,7 3.711,1 3.933,7 Persentase usulan Indonesia yang diadopsi dalam kerja sama ekonomi dan keuangan internasional 25% 40% 40% 40% 40% 10.470,3 194.425,7 11.521,5 262.086,1 12.811,3 8.843,4 11.787,2 9.710,4 10.175,3 10.785,8 8.843,4 11.787,2 9.710,4 10.175,3 10.785,8 3.507,1 7.700,0 8.162,0 8.651,7 9.170,8 3.507,1 7.700,0 8.162,0 8.651,7 9.170,8 Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai dan PNBP Tersedianya Rekomendasi dan Rumusan Kebijakan Pendapatan Negara yang Mendukung Terwujudnya Kebijakan Fiskal Persentase rekomendasi kebijakan pendapatan negara yang ditetapkan/ diterima Menteri Keuangan 1744 82% 85% 85% 85% 85% Perumusan Kebijakan Sektor Keuangan Terwujudnya sektor keuangan yang tangguh dan kompetitif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Persentase rekomendasi kebijakan yang ditetapkan dan/atau diterima Menteri Kauangan 165 80% 80% 80% 80% 80% 166 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode 1745 Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Badan Kebijakan Fiskal 2015 2016 79.253,2 101.025,7 2018 2019 Unit Pelaksana Organisasi 77.640,9 75.937,9 80.494,2 Sekretariat BKF 2017 P/QW/PL Terwujudnya Organisasi BKF yang Efektif Dengan Pelaksanaan Koordinasi Kegiatan dan Dukungan Pelayanan Prima 5135 Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja 95% 95% 95% 95% 95% 2.188,7 2.296,0 2.408,5 2.526,5 2.678,1 Persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat 60% 50% 50% 50% 50% 2.073,8 2.175,4 2.282,0 2.393,9 2.537,5 Tingkat Kepuasan Layanan Kesekretariatan 3,3 3,5 3,5 3,5 3,5 74.990,6 96.554,2 72.950,4 71.017,6 75.278,6 10.863,1 17.497,3 11.936,4 12.512,3 13.263,0 10.863,1 17.497,3 11.936,4 12.512,3 13.263,0 619.543,4 798.591,0 817.691,4 831.154,7 897.647,1 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan 103.508,1 165.752,5 139.352,9 135.180,8 145.995,4 Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Kerja Sama Keuangan Regional dan Bilateral Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral P Tersedianya Kebijakan dan Program Kerja sama Internasional, Regional dan Bilateral yang terpercaya dan optimal dalam rangka mendukung terwujudnya stabilitas Persentase usulan Indonesia yang diadopsi dalam kerja sama ekonomi dan keuangan regional dan bilateral 015.11.04 25% 40% 40% 40% 40% Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara Mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi Nilai Peningkatan Kompetensi SDM Persentase Jam Pelatihan terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik 1731 22 22 23 23 24 3,50% 3,75% 4,00% 4,25% 4,50% 90% 90% 90% 90% 90% Kegiatan Pengembangan SDM Melalui Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Negara Di Daerah Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik 167 0.88% 0,94% 1,00% 1,06% 1,13% 54.642,3 43.280,5 56.667,3 70.766,2 76.427,5 86% 86% 87% 87% 88% 48.865,8 122.472,0 82.685,6 64.414,6 69.567,9 168 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1732 Kegiatan Pengembangan SDM Melalui Penyelenggaraan Diklat Teknis dan Fungsional Di Bidang Anggaran dan Perbendaharaan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 23.144,1 66.934,1 2017 2018 2019 26.892,6 29.241,7 31.581,0 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan 0.18% 0.20% 0.21% 0.22% 0.24% 9.853,5 45.905,5 8.038,6 10.038,7 10.841,8 Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik 90.5% 91,0% 91,5% 92,0% 92,5% 2.091,6 7.155,0 2.683,0 1.900,0 2.052,0 22 22 23 23 24 11.199,0 13.873,6 16.171,0 17.303,0 18.687,2 25.029,7 31.910,9 39.997,3 44.549,8 48.113,7 Nilai Peningkatan Kompetensi SDM. 1733 Kegiatan Pengembangan SDM Melalui Penyelenggaraan Diklat Teknis Dan Fungsional Di Bidang Kepabeanan dan Cukai Pusdiklat Bea dan Cukai Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan 0.36% 0.52% 0.56% 0.59% 0.63% 11.503,1 17.422,9 20.259,8 25.300,5 27.324,5 Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik 90.5% 91,0% 91,5% 92,0% 92,5% 3.082,0 1.140,0 3.963,5 2.600,0 2.808,0 22 22 23 23 24 10.444,6 13.348,0 15.774,0 16.649,3 17.981,2 18.088,6 19.806,8 25.610,4 28.527,9 30.810,1 Nilai Peningkatan Kompetensi SDM 1734 Kegiatan Pengembangan SDM Melalui Penyelenggaraan Diklat Teknis Dan Fungsional Di Bidang Kekayaan Negara Dan Perimbangan Keuangan Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan 0.15% 0.21% 0.22% 0.23% 0.25% 5.156,3 8.410,7 11.178,4 13.959,6 15.076,4 Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik 90.5% 91,0% 91,5% 92,0% 92,5% 4.930,0 1.580,6 1.520,0 365,1 394,3 22 22 23 23 24 8.002,3 9.815,5 12.912,0 14.203,2 15.339,5 Nilai Peningkatan Kompetensi SDM. 169 170 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1735 Kegiatan Pengembangan SDM Melalui Penyelenggaraan Diklat Teknis Dan Fungsional Di Bidang Selain Anggaran, Perbendaharaan, Perpajakan, Kepabeanan, Cukai, Kekayaan Negara Dan Perimbangan Keuangan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 19.609,2 21.156,2 11.727,2 2017 2018 2019 35.159,2 36.866,6 39.815,9 11.727,2 18.791,2 23.466,5 25.343,8 150,0 376,2 5.606,0 2.100,0 2.268,0 7.732,0 9.052,8 10.762,0 11.300,1 12.204,1 106.159,3 116.366,4 59.250,5 70.103,1 75.711,3 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Pusdiklat Keuangan Umum Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik Nilai Peningkatan Kompetensi SDM. 1736 0.34% 0.36% 0.39% 0.41% 0.44% 87% 88% 89% 90% 91% 22 22 23 23 24 Kegiatan Pengembangan SDM Melalui Penyelenggaraan Diklat Teknis dan Fungsional Di Bidang Perpajakan Pusdiklat Pajak Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan 0.68% 0.73% 0.78% 0.83% 0.88% 24.514,7 65.086,0 36.007,9 44.966,7 48.564,0 Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik 90.5% 91,0% 91,5% 92,0% 92,5% 69.078,9 36.947,9 5.982,0 6.149,7 6.641,7 22 22 23 23 24 12.565,7 14.332,5 17.260,6 18.986,7 20.505,6 190.676,4 200.107,1 341.040,1 326.522,5 352.644,3 174.430,2 172.139,8 315.032,6 296.573,4 320.299,3 Nilai Peningkatan Kompetensi SDM 1737 Kegiatan Pengembangan SDM Melalui Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan dan Manajemen Serta Pendidikan Pascasarjana Bagi Pegawai Kementerian Keuangan Pusdiklat Pengembangan SDM Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi Persentase Jam Pelatihan Terhadap Jam Kerja Pegawai Kementerian Keuangan Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik Nilai Peningkatan Kompetensi SDM. 171 0.92% 0.79% 0.84% 0.89% 0.95% 97% 97% 97% 98% 98% 2.729,4 12.600,5 7.410,9 10.592,8 11.440,2 22 22 23 23 24 13.516,8 15.366,8 18.596,6 19.356,3 20.904,8 172 Lampiran I | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 Kode Program/Sasaran Program (Outcome)/Indikator/ Kegiatan/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator 1738 Kegiatan Pengembangan SDM Melalui Penyelenggaraan Pendidikan Program Diploma Keuangan Alokasi (dalam juta rupiah) Target 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 86.105,6 120.018,7 94.735,1 96.636,6 104.367,5 Unit Pelaksana Organisasi P/QW/PL Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi 1739 Persentase Lulusan Diklat Kementerian Keuangan dengan Predikat Minimal Baik 90% 90% 90% 90% 90% 69.828,6 103.258,2 76.633,9 77.648,5 83.860,4 Persentase Realisasi Layanan BLU 95% 95% 95% 95% 95% 16.277,0 16.760,5 18.101,2 18.988,1 20.507,1 47.222,4 56.538,3 55.653,3 63.525,7 68.607,8 Kegiatan Penyelenggaraan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Bagi Unit Kerja Di Lingkungan BPPK Sekretariat Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Mengembangkan SDM yang Berintegritas dan Berkompetensi Tinggi 173 Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan Sekretariat 82% 83% 84% 85% 86% 20.933,7 26.283,5 24.669,4 30.688,5 33.143,6 Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar Jamlat 50% 50% 50% 50% 50% 7.641,0 11.667,7 9.198,2 9.382,2 10.132,8 Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Output Belanja 95% 95% 95% 95% 95% 18.647,7 18.587,1 21.785,7 23.455,0 25.331,4 174 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 175 Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan 176 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 No 1 Arah Kerangka Regulasi RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Unit Penanggung Jawab: DJA Unit Terkait: 1. K/L yang memiliki PNBP 2. Menko Perekonomian 3. Kemenkumham 4. Setneg Target Penyelesaian: 2015 2 RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai pengganti atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Unit Penanggung Jawab: DJPK Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. Kemendagri 4. Bappenas Urgensi Pembentukan 1. Menyesuaikan dengan UUD 1945 (Hasil Amandemen), Pasal 23A pada UUD 1945 amandemen IV “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan UU”, dan perlu dilakukan penyesuaian konsideran “mengingat” dalam revisi UU No. 20/1997. Menjadikan Pasal 33 UUD 1945 amandemen IV sebagai konsideran “mengingat”. 2. Menyesuaikan dengan Paket UU Keuangan Negara, Penerimaan hibah bukan merupakan PNBP, Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara pada waktunya, Penerapan pendekatan Unified Budget dan Performance Based Budgeting, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dalam pengelolaan Keuangan Negara, dan Hak tagih kepada Negara kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun. 3. Memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan PNBP saat ini dan mengantisipasi sistem pengelolaan PNBP ke depan. Pada Tahun 2007-2011 terdapat temuan pemeriksaan BPK antara lain pungutan tanpa dasar hukum, terlambat/tidak disetor ke Kas Negara, penggunaan langsung PNBP, dan PNBP dikelola di luar mekanisme APBN. 4. Perbaikan kebijakan pengelolaan PNBP, Peningkatan pelayanan di K/L, peningkatan potensi PNBP, sebagai alat kebijakan fiskal, penguatan landasan hukum, peningkatan transparansi dan akuntabilitas. 1. Sejalan dengan prinsip “money follows function”, penyempurnaan terhadap UU tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah perlu dilakukan dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan setelah diterbitkannya UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Memperbaiki kebijakan formulasi transfer ke daerah. 3. Mempertegas ketentuan mengenai sumber keuangan daerah. Target Penyelesaian: 2015 3 RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan Unit Penanggung Jawab: BKF Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. BI 4. OJK 5. LPS Target Penyelesaian: 2015 177 1. Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan program pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan secara komprehensif yang didukung dengan sistem keuangan yang stabil dan tangguh. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu mekanisme pengamanan sistem keuangan yang menjamin stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. 2. Sebagai negara dengan sistem perekonomian terbuka, Indonesia dapat terpengaruh langsung dengan dinamika kondisi perekonomian regional dan global. Dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun terakhir, Indonesia pernah Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan No Arah Kerangka Regulasi Urgensi Pembentukan mengalami atau terimbas rangkaian krisis keuangan yang terjadi baik di tingkat nasional, regional, maupun global. Pengalaman Indonesia dalam menghadapi krisis regional di kawasan Asia pada tahun 1997/1998, krisis reksa dana domestik tahun 2005, dan krisis keuangan global yang dipicu krisis US subprime mortgage tahun 2008, yang kemudian berlanjut dengan krisis utang di negara-negara kawasan Eropa tahun 2011, telah memberikan pelajaran berharga bahwa krisis dapat terjadi dimana dan kapan saja. 3. Pengalaman krisis keuangan terdahulu dan gejolak perekonomian global saat ini, mendorong pemerintah untuk mempersiapkan mekanisme pencegahan dan penanganan krisis keuangan melalui penyusunan RUU JPSK, sehingga kita memiliki perangkat hukum yang memadai dalam mengantisipasi ancaman krisis keuangan global. 4 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 Unit Penanggung Jawab: DJP Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg Target Penyelesaian: 2015 5 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai Unit Penanggung Jawab: DJP Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg Target Penyelesaian: 2015 1. Memperkuat basis data perpajakan yang bersumber dari pihak ketiga dalam rangka memperkuat fungsi pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan sebagai syarat mutlak pelaksanaan self-assessment system; 2. Mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat baik regional maupun internasional; 3. Menciptakan prosedur administrasi yang sederhana, mudah, murah/efisien; 4. Mengikuti perkembangan/kemajuan teknologi, informasi, komunikasi; 5. Meningkatkan kepatuhan sukarela Pembayar Pajak; 6. Memberikan perlindungan dan motivasi bagi aparatur pajak dalam rangka melaksanakan tugas; 7. Menyempurnakan ketentuan formal perpajakan untuk mengantisipasi perubahan Undang-Undang Perpajakan Material (Undang-Undang PPh, Undang-Undang PPN dan Undang-Undang PPnBM, Undang-Undang BM, dan UndangUndang PBB) 1. Sejak diterbitkannya UU Nomor 13 Tahun 1985 sampai dengan saat ini belum pernah mengalami perubahan (28 tahun); 2. Kondisi masyarakat telah mengalami banyak perubahan di bidang ekonomi, sosial, teknologi, dan perkembangan hukum positif terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang Bea Meterai; 3. Untuk menyempurnakan sistem tarif agar lebih memberikan rasa keadilan dalam pengenaan Bea Meterai dan disesuaikan dengan kondisi perekonomian di masyarakat; 4. Untuk mengadopsi pemungutan Bea Meterai yang lazim diterapkan di negara lain (international best practices); 5. Untuk menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan peraturan-peraturan lain yang terkait. 178 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 No 6. Arah Kerangka Regulasi RUU tentang Perubahan Harga Rupiah Unit Penanggung Jawab: DJPB Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. BI Target Penyelesaian: 2016 7 RUU tentang Lelang Unit Penanggung Jawab: DJKN Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg Target Penyelesaian: 2016 179 Urgensi Pembentukan 1. Perkembangan perekonomian nasional menunjukkan kemajuan yang semakin signifikan, sehingga diperlukan kebijakan yang mendukung efisiensi perekonomian untuk meningkatkan daya saing nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur bangsa menuju masyarakat adil dan makmur sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Agar kesinambungan perkembangan perekonomian nasional dapat terpelihara, diperlukan jumlah uang rupiah yang cukup dan dalam pecahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta tetap terjaganya nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat. 3. Pada saat ini pecahan rupiah memiliki jumlah digit yang terlalu banyak, sehingga untuk efisiensi transaksi perekonomian dan meningkatkan kredibilitas rupiah, perlu menerapkan kebijakan perubahan harga mata uang melalui penyederhanaan jumlah digit pada denominasi uang rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga, atau nilai tukarnya. 1. Vendu Reglement merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda tanggal 28 Februari 1908 yang dibuat khusus untuk Negara kolonial. Secara filosofis, sosiologis, yuridis, ketentuan lelang harus segera diganti dengan Undang-Undang Lelang yang baru, karena tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu, sebagian besar dari pasal-pasal Vendu Reglement sudah tidak lagi mengakomodasi perkembangan hukum, kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan keadilan, dan kepastian hukum. 2. Lelang berkaitan dengan masyarakat luas, sehingga diperlukan adanya ketentuan yang mengikat untuk menjamin kepastian hukum seperti ketentuan mengenai hak dan kewajiban bagi Penjual dan Pembeli, ketentuan mengenai pengumuman lelang, sanksi administratif dan pidana. 3. Lelang digunakan untuk mendukung perekonomian melalui transaksi jual beli yang sehat, transparan, kompetitif, efektif dan efisien, maka perlu diberikan landasan hukum yang kuat dengan Undang-Undang, sehingga menumbuhkan kepercayaan publik terhadap lelang. 4. Dalam Vendu Reglement belum mengakomodasi peran swasta dalam lelang, seperti ketentuan yang mengatur mengenai Balai Lelang. Sementara itu, potensi lelang masih sangat besar yang memerlukan peran swasta dalam mengembangkan lelang sukarela. 5. Perlunya penegasan wewenang Pejabat Lelang sebagai Pejabat Umum, sehingga produk hukum yang dihasilkan lebih kuat termasuk ketentuan tentang Pejabat Lelang Negara dan Swasta sebagai penyelenggara lelang yang memberikan kontribusi untuk Negara. 6. Untuk menuju lelang yang modern, ketentuan lelang dengan IT perlu diatur dengan Undang-Undang, karena Vendu Reglement tidak mengatur ketentuan lelang dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan No Arah Kerangka Regulasi Urgensi Pembentukan 7. Lelang merupakan sarana penjualan barang yang diamanatkan oleh berbagai undang-undang seperti HIR, KUHAP, Undang-Undang Hak Tanggungan, UndangUndang Fidusia, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan lain- lain. Dengan demikian, lelang akan selalu eksis dan dibutuhkan masyarakat. Untuk itu, diperlukan adanya kejelasan terhadap hak dan kewajiban para pihak, khususnya perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik. 8 RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Unit Penanggung Jawab: BKF Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. OJK 4. BI Target Penyelesaian: 2016 9 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 Unit Penanggung Jawab: DJP Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg Target Penyelesaian: 2016 1. Terbitnya UU No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur wewenang OJK terkait pengaturan dan pengawasan perbankan yang selama ini menjadi wewenang BI sehingga diperlukan penyesuaian atas tugas BI. Sesuai UU OJK, sejak 1 Januari 2014 fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan yang selama ini dilakukan Bank Indonesia akan beralih ke OJK. Dengan telah ditetapkannya waktu peralihan fungsi ini Pemerintah harus menyiapkan segala aspek, termasuk aspek legal, agar amanat UU OJK dapat secara penuh dilaksanakan. 2. Pengaturan kembali mengenai tujuan Bank Indonesia dirasakan perlu dilakukan karena tujuan yang saat ini diatur dalam UU yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dalam implementasinya menimbulkan dua pengertian dalam penerapannya yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah sebagai nilai tukar dan juga nilai rupiah terkait stabilitas harga atau inflasi. Sehingga walaupun terlihat hanya satu tujuan namun pernyataan tujuan tersebut menimbulkan penafsiran ganda. 3. UU OJK mengatur juga tentang pembagian tugas makroprudensial dan mikroprudensial yang juga belum diatur dalam UU Bank Indonesia. Amandemen UU BI diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai tugas dan wewenang BI dalam Stabilitas sistem keuangan. Peran dan tugas otoritas terkait diperlukan untuk mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan nasional. 4. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai peran BI yang lebih jelas dan tegas untuk memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat. 1. Untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pengenaan Pajak Penghasilan; antara lain terkait penentuan Subjek dan Non Subjek, definisi istilah-istilah teknis dalam UndangUndang Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap, Kantor Perwakilan Dagang Asing serta Organisasi Internasional; 2. Untuk menyempurnakan norma guna mengakomodasi perubahan kondisi ekonomi serta meningkatkan tax ratio; 3. Untuk mengurangi potensi adanya celah hukum atau loop hole dalam ketentuan perpajakan; 4. Untuk memberikan kemudahan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak; 180 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 No Arah Kerangka Regulasi Urgensi Pembentukan 5. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pemungutan pajak; 6. Untuk mengantisipasi perkembangan transaksi-transaksi ekonomi baru yang belum diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan saat ini; 7. Untuk memenuhi kebutuhan adanya ketentuan mengenai statutory general anti avoidance rules dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan guna mencegah penghindaran pajak; 8. Untuk mengantisipasi perubahan konsep penghasilan dan biaya serta sistem pembukuan Wajib Pajak sehubungan dengan perubahan standar akuntansi yang dikonvergensi ke International Financial Reporting Standard (IFRS); 9. Untuk menyempurnakan ketentuan mengenai fasilitas perpajakan guna lebih memberikan ruang bagi Pemerintah dalam menggunakan Pajak sebagai instrument fiskal dalam pengelolaan perekonomian nasional. 10 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 Unit Penanggung Jawab: DJP Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg Target Penyelesaian: 2016 11 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 Unit Penanggung Jawab: DJP Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg Target Penyelesaian: 2016 181 1. Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya oleh Pemerintah setelah pengalihan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan kepada Pemerintah Daerah; 2. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum, ekonomi, politik, dan sosial; 3. Untuk mengharmonisasikan ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya dengan peraturan perundang-undangan yang terkait; 4. Untuk merumuskan sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya yang selaras dengan sistem pemungutan pajak pusat lainnya yang ketentuan formalnya diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; 5. Untuk menciptakan sistem pemajakan yang sederhana, mudah, dan efisien untuk Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya. 1. Untuk mengakomodasi perkembangan ekonomi global dan teknologi informasi yang telah menciptakan bentuk transaksi-transaksi baru seperti transaksi e-commerce dan transaksi dengan dokumen yang memerlukan tanda tangan digital; 2. Untuk meningkatkan VAT Efficiency Ratio yang masih rendah melalui peraturan yang tertuang di dalam Undang-Undang PPN; 3. Untuk memberikan landasan hukum yang jelas dan tegas di dalam Undang-Undang PPN atas penyempurnaan sistem administrasi PPN (Roadmap pembenahan sistem administrasi PPN); 4. Untuk mensinkronisasikan antara peraturan PPN dengan Undang-Undang lainnya. Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan No 12 Arah Kerangka Regulasi RUU tentang Pengurusan Piutang Negara / Piutang Daerah Unit Penanggung Jawab: DJKN Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Kemendagri 3. Setneg Target Penyelesaian: 2017 13 RUU tentang Dana Pensiun Unit Penanggung Jawab: BKF Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. OJK Target Penyelesaian: 2017 14 RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Unit Penanggung Jawab: BKF Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. LPS Target Penyelesaian: 2017 15 RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia Unit Penanggung Jawab: DJKN Urgensi Pembentukan 1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pengelolaan dan pengurusan piutang negara dan piutang daerah yang lebih jelas dan tegas. 2. Perlunya pengamanan kekayaan negara berupa piutang negara dan piutang daerah. 3. Perlunya kepastian hukum dalam rangka pengurusan piutang negara dan piutang daerah. 4. Perlunya langkah penyelesaian piutang negara dan piutang daerah yang efektif dan efisien. 5. Ketentuan mengenai pengurusan piutang negara dan piutang daerah bersifat khusus. 1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai dana pensiun yang lebih jelas dan tegas. 2. Dinamika industri dana pensiun dan lembaga keuangan lainnya. 3. Berbagai tantangan untuk mengembangkan dana pensiun di Indonesia. 4. Sinkronisasi dangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. 1. Ancaman krisis sektor keuangan yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas keuangan menuntut adanya mekanisme penanganan bank gagal berdampak sistemik. 2. Mekanisme penanganan bank gagal berdampak sistemik diperlukan untuk memastikan penanganan bank gagal dapat dilakukan secara tepat sehingga penyelematan sistem keuangan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih efisien. 3. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang belum mengatur secara rinci dan lengkap terkait fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam penanganan bank gagal berdampak sistemik. 4. Pengaturan tugas, fungsi, kewenangan, dan pengawasan LPS dalam penanganan bank gagal perlu secara khusus ditambahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang. 1. Kemandirian operator investasi, agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien; 2. Terintegrasinya pengelolaan dana investasi; 3. Tidak terjadinya overlapping tugas dan fungsi antar operator investasi; 182 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 No 15 Arah Kerangka Regulasi Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. Bappenas 4. K/L Sektoral Urgensi Pembentukan 4. Terbentuknya operator investasi yang memiliki kejelasan dari sisi permodalan, segmentasi investasi, governance dan pertanggungjawaban. Target Penyelesaian: 2017 16 RUU tentang Pelaporan Keuangan Unit Penanggung Jawab: SETJEN Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. IAI Target Penyelesaian: 2017 17 RUU tentang Pasar Modal Unit Penanggung Jawab: BKF Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. OJK Target Penyelesaian: 2018 18 RUU tentang Penjaminan Polis Unit Penanggung Jawab: BKF Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. OJK 183 1. Saat ini Indonesia belum memiliki database center laporan keuangan yang komprehensif. Database center laporan keuangan ini akan bermanfaat antara lain untuk mendukung optimalisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan dan mendorong peningkatan investasi di Indonesia. 2. Saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang tentang pelaporan keuangan yang sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyusunan laporan keuangan dan meningkatkan kualitas laporan keuangan. 3. Dasar hukum pelaporan keuangan yang ada saat ini kurang memadai, terutama yang berkaitan dengan: a. Kewajiban penyusunan laporan keuangan; b. Kualifikasi penyusun laporan keuangan; c. Standar pelaporan keuangan; dan d. Penyusun standar pelaporan keuangan (standard setter). 4. Perlunya meningkatkan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia. 5. Di banyak negara laporan keuangan diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang. 6. Sejalan dengan rekomendasi World Bank dalam Report on Observance of Standards and Codes (ROSC) 2010, yang menyatakan Indonesia perlu mempunyai UU Pelaporan Keuangan. 1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pasar modal yang lebih jelas dan tegas. 2. Kemandirian otoritas pengawas jasa keuangan, termasuk pasar modal sangat diperlukan agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. 3. Lemahnya struktur organisasi bursa yang berlandaskan keanggotaan. 4. Adanya kecenderungan global dalam pengelolaan Self Regulatory Organization (SRO) menuju konsep demutualisasi lembaga bursa. 5. Sinkronisasi dengan Undang–Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan 1. Undang-undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian pasal 53 ayat (2) memberikan amanat penyelenggaraan Program Penjaminan Polis yang diatur dalam undangundang. 2. Selanjutnya, sesuai pasal 53 ayat (4) diamanatkan bahwa Undang-Undang Penyelenggaraan Program Penjaminan Polis dimaksud paling lambat dibentuk 3 tahun sejak UU Perasuransian diundangkan, yaitu 17 Oktober 2014. Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan No Arah Kerangka Regulasi Target Penyelesaian: 2018 19 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Unit Penanggung Jawab: DJPK Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. Kemendagri 4. K/L Sektoral Target Penyelesaian: 2018 20 RUU tentang Penilai Unit Penanggung Jawab: DJKN Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Profesional Penilai (MAPPI) 3. Setneg Urgensi Pembentukan 3. Program Penjaminan Polis dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis dan Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi. 4. Keberadaan Program Penjaminan Polis juga dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi. 1. Kebijakan fiskal nasional menjadi landasan dalam menetapkan kebijakan PDRD; 2. Penyempurnaan ketentuan materil dan formil UU PDRD; 3. Penegasan peran Menteri Keuangan sebagai pengelola fiskal nasional; 4. Banyaknya gugatan masyarakat terhadap UU PDRD ke MK; 5. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN terkait pasar tunggal dan basis produksi; 6. Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang hubungan keuangan antara pusat dan daerah, UU bidang perpajakan dan UU terkait lainnya. 1. Kebutuhan kegiatan ekonomi masyarakat terhadap ketentuan mengenai profesi Penilai. 2. Adanya ketentuan/peraturan di bidang lain yang semakin memerlukan peran Penilai. 3. Belum lengkapnya fungsi kelembagaan terkait dengan pembinaan dan pengawasan Penilai. 4. Belum setaranya pengaturan hukum profesi Penilai. Target Penyelesaian: 2018 21 RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara Unit Penanggung Jawab: DJKN Unit Terkait: 1. Kemenkumham 2. Setneg 3. K/L (ESDM, Kehutanan, Kemendagri) Target Penyelesaian: 2018 1. Pada saat ini, pengaturan mengenai pengelolaan kekayaan negara dikuasai masih terpisah-pisah karena disesuaikan dengan kepentingan sektoral dan belum diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) UndangUndang Dasar 1945. 2. Belum adanya satu neraca kekayaan negara mengakibatkan belum terdapat basis data yang menyajikan nilai kekayaan negara dikuasai secara terkonsolidasi, sehingga tidak ada acuan yang jelas dan pasti bagi Pemerintah dalam penentuan kebijakan fiskal, akibatnya penerimaan negara dari pengelolaan kekayaan negara dikuasai belum dapat berjalan secara optimal dibandingkan dengan kekayaan negara yang diusahakan 184 Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2015- 2019 No Arah Kerangka Regulasi Urgensi Pembentukan 3. Terdapat BMN/D berupa tanah dan/atau bangunan yang diduduki dan/atau dalam sengketa dengan masyarakat atau pihak lain yang dapat berpotensi lepasnya BMN/D dari negara. Selain itu, kondisi saat ini atas rumah negara menunjukkan bahwa jumlah rumah negara yang dimiliki oleh negara tidak lagi sesuai dan mampu memenuhi jumlah aparatur negara yang ada, serta timbulnya permasalahanpermasalahan berkaitan dengan rumah negara akibat keinginan penghuni untuk memiliki rumah negara yang berdasarkan peraturan tidak dapat dialihkan kepada penghuni, serta adanya kebijakan yang tidak seragam dalam pelepasan rumah negara pada kementerian/lembaga. 4. Pengaturan atas pengelolaan kekayaan negara dipisahkan saat ini masih terbatas pada penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D). 5. Penyusunan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara yang lingkupnya meliputi kekayaan negara dikuasai, kekayaan negara dimiliki dan kekayaan negara yang dipisahkan dalam satu undang-undang yang terpadu, akan menyempurnakan sistem pengelolaan kekayaan negara sehingga dihasilkan sistem pengelolaan yang integratif, komprehensif, transparan, dan akuntabel. Undang-undang semacam ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan jaminan pengelolaan kekayaan negara untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. 185 Lampiran II | Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian Keuangan halaman ini sengaja dikosongkan 186