Jaya & Rodiani| Wanita Hamil Aterm dengan Preeklampsia Berat Wanita Hamil Aterm dengan Preeklampsia Berat Jaya Ndaru Prasetio, Rodiani Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Kehamilan merupakan perubahan fisiologi berbagai sistem tubuh yang didahului dengan penyatuan ovum dan spermatozoa. Perubahan pada sistem kardiovaskular dapat menjadi keadaan yang patologis seperti hipertensi dalam kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab mordibitas dan mortalitas ibu dan anak di Indonesia. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria yang timbul pada usia kehamilan >20 minggu. Di negara maju, kejadian preeklampsia sekitar 1,3% sampai 6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% sampai 18%. Kasus ini mengenai wanita 28 tahun hamil cukup bulan dengan darah tinggi sejak 1 minggu SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, tekanan darah 170/100 mmHg. Pada pemeriksaan USG didapatkan pasien hamil 37 minggu dan pemeriksaan laboratorium menunjukan proteinuria +2. Diagnosis pada pasien ini adalah G2P1A0 hamil aterm dengan preeklampsia berat, janin tunggal hidup, persentasi kepala. Terapi yang dilakukan adalah terapi aktif yakni observasi tanda vital dan denyut jantung janin, MgSO4 40% 4 gr bolus IV dilanjutkan drip MgSO4 40% 6gr dalam RL 500 cc gtt xx/m, nifedipin 3x10 mg, pemasangan kateter foley, dan terminasi kehamilan. Kata kunci: kehamilan, MgSO4, preeklampsia berat Women ATerm Pregnant with Weight Preeclampsia Abstract Pregnancy is a physiological change in the body's various systems that are preceded by the union of an ovum and spermatozoa. Changes in the cardiovascular system can become pathological conditions such as hypertension in pregnancy. Hypertension in pregnancy is one of the causes of morbidity and mortality of mothers and children in Indonesia. Preeclampsia is hypertension with proteinuria arising gestation to >20 weeks. In the developed countries, preeclampsia about 1,3% to 6%, while in developing countries is 1,8% to 18%. This case occurs a woman pregnant 28-year term with high blood pressure since the first week before she went to the hospital. On physical examination found awareness is composmentis, blood pressure is 170/100 mmHg. On ultrasound examination obtained 37 weeks pregnant patient and laboratory examination showed proteinuria +2. The diagnosis in this patient is pregnant G2P1A0 with severe preeclampsia at term, single fetal life, the percentage is the head. Treatment is active therapy namely observation of vital signs and fetal heart rate, MgSO4 40% 4 g bolus IV drip continued MgSO4 40% 6gr in RL 500 cc GTT xx/m, nifedipine 3x10 mg, foley catheter, and pregnant termination. Keywords: MgSO4, pregnancy, severe preeclampsia Korespondensi: Jaya Ndaru Prasetio, S.Ked, alamat Jln. Jati No. 15 Tanjung Raya Kedamaian Bandar Lampung, Hp 081274920787, e-mail [email protected] Pendahuluan Kehamilan adalah penyatuan dari spermatozoa dan ovum dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Proses ini berjalan dinamis dan berkaitan erat dengan perubahan fisiologis dalam sistem kardiovaskular. Perubahan ini dapat berubah menjadi keadaan yang patologis seperti hipertensi dalam kehamilan.1,2 Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi hipertensi kronik, preeklampsia, eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia dan hipertensi gestational.1,3 Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria dan merupakan penyulit kehamilan yang akut serta dapat terjadi ante, intra dan postpartum.1,4 Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Pada preeklampsia berat ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg, proteinuria ≥5 g/24jam atau +2 dipstik, oliguria <500 cc/24 jam, kenaikan kadar kreatinin plasma, gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium, edema paru-paru dan sianosis, hemolisis mikroangiopatik, trombositopenia berat <100.000 sel/mm3, gangguan fungsi hepar ditandai dengan peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase, pertumbuhan janin intrauterin terhambat, dan sindrom HELLP.1,5 J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 87 Jaya & Rodiani| Wanita Hamil Aterm dengan Preeklampsia Berat Terdapat tiga penyebab utama kematian ibu di Indonesia, yaitu perdarahan 30%, eklampsia 25%, dan infeksi 12%. Organisasi kesehatan dunia WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju adalah 1,3% sampai 6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% sampai 18%.6,7 Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia untuk kasus preeklampsia berat cukup memprihatinkan. Persentase AKI di Indonesia berkisar 1,5-25%, sedangkan untuk angka kematian bayi antara 45-50%.6,7 Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa teori yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskular, teori genetik, teori defisiensi gizi, dan teori stimulus inflamasi.1,8,9 Meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus, obesitas, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia serta penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1,10-12 Manajemen terapi pada kasus preeklampsia berat mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap faktor penyulit, dan sikap terhadap kehamilannya.3,6,13 Dari uraian di atas maka diagnosis dini preeklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Studi ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan laporan kasus. Kasus diambil dari ruang Delima Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) pada tanggal 27 Maret 2015. Data yang diambil adalah data primer yaitu autoanamnesis dan pemeriksaan fisik pasien serta data sekunder yaitu alloanamnesis dari keluarga serta pemeriksaan penunjang pasien. Gambar 1. Faktor Resiko dan Patofisiologi Preeklampsia. Kasus J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 88 4 Jaya & Rodiani| Wanita Hamil Aterm dengan Preeklampsia Berat Pasien wanita berusia 28 tahun, dirujuk ke Rumah Sakit Abdul Moeloek pada tanggal 27 Maret 2015 oleh bidan dengan keluhan hamil cukup bulan dengan darah tinggi yaitu 170/100 mmHg sejak 1 minggu yang lalu. Selain itu, pasien juga merasakan bahwa perutnya bertambah besar dan berat disertai kedua kaki membengkak sejak 2 minggu yang lalu. Sebelum hamil, pasien mengatakan tidak pernah mengalami darah tinggi. Riwayat darah tinggi pada kehamilan sebelumnya tidak ada. Riwayat nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur, nyeri ulu hati, dan kejang disangkal. Terdapat riwayat perut mules menjalar ke pinggang 2 jam SMRS disertai keluar darah bercampur lendir berwarna merah dari jalan lahir. Pasien mengaku bahwa masih merasakan gerakan janinnya. Riwayat menarche pada usia 14 tahun, haid teratur, menoragi tidak ada, dismenorea tidak ada. Hari pertama haid terakhir adalah 17 Juni 2014. Kehamilan ini merupakan yang kedua kalinya. Pada kehamilan pertama, anak perempuan lahir cukup bulan melalui persalinan pervaginam spontan tanpa penyulit dengan berat badan lahir 3.100 gram dan keadaan sehat pada tahun 2006. Pasien pernah menggunakan kontrasepsi suntik (1 bulan dan 3 bulanan). Selama kehamilan, pasien rutin kontrol ke bidan untuk mengontrol dari kondisinya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dan kesadaran composmentis. Tanda vital didapatkan tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 20 x/menit, dan suhu 36,70C (aksila). Kesan gizi obesitas dengan Body Mass Index (BMI) 27,9 kg/m2. Pada status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan Leopold I tinggi fundus uteri 38 cm dari symphisis pubis, teraba satu bagian besar, bulat, tidak melenting (bokong janin). Leopold II teraba bagian memanjang di bagian kanan. Pada Leopold III bagian terbawah teraba bundar, keras, dan melenting, diperkirakan kepala janin sudah masuk pintu atas panggul (PAP). Pada Leopold IV didapatkan kepala sudah masuk PAP. Taksiran berat janin adalah 3100 gram, terdapat his persalinan, denyut jantung janin 148 x/menit. Pada pemeriksaan dalam atau vaginal toucher didapatkan mukosa licin, portio lunak dan posterior, pendataran 50%, pembukaan 2 cm, ketuban (+), kepala pada bidang Hodge I-II. Pada pemeriksaan penunjang yakni ultrasonography (USG) didapatkan hasil usia kehamilan 37 minggu. Pemeriksaan laboratorium menunjukan proteinuria +2, hemoglobin 10,9 gr/dl, hematokrit 32%, leukosit 11.580/μl, trombosit 159.000/μl. Pasien ini didiagnosis G2P1A0 hamil aterm, belum inpartu dengan preeklampsia berat, janin tunggal hidup, dan presentasi kepala. Terapi yang diberikan berupa MgSO4 40% 4 gr bolus IV, dilanjutkan drip MgSO4 40% 6 gr dalam RL 500 cc gtt xx/m, nifedipin 3x10 mg, dan pemasangan kateter foley. Pada pasien direncanakan induksi persalinan dengan drip oksitosin definitif. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Pembahasan Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut: tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg, proteinuria ≥5 g/24 jam atau +2 dipstik, oliguria <500 cc/24 jam, kenaikan kadar kreatinin plasma, gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium, edema paru-paru dan sianosis, hemolisis mikroangiopatik, trombositopenia berat <100.000 sel/mm3, gangguan fungsi hepar ditandai dengan peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotrasnferase, pertumbuhan janin 1,6,11 intrauterin terhambat dan sindrom HELLP. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien sudah tepat yaitu G2P1A0 hamil aterm, belum inpartu dengan preeklampsia berat, janin tunggal hidup, presentasi kepala. Pada anamnesis didapatkan pasien hamil cukup bulan dengan darah tinggi 170/100 mmHg sejak 1 minggu yang lalu, perutnya bertambah besar dan berat disertai kedua kaki membengkak sejak 2 minggu yang lalu, pasien masih merasakan gerakan janin. Riwayat darah tinggi pada kehamilan sebelumnya dan sebelum hamil disangkal. Riwayat nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur, nyeri ulu hati, kejang disangkal. Terdapat riwayat perut mules menjalar ke pinggang disertai keluar darah bercampur lendir berwarna merah dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/100 mmHg. Pada J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 89 Jaya & Rodiani| Wanita Hamil Aterm dengan Preeklampsia Berat pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria +2. Hal ini sesuai dengan penegakan diagnosis preeklampsia berat dimana usia kehamilan lebih dari 20 minggu, tekanan darah melebihi 160/110 mmHg dan proteinuria lebih dari 5 g/24jam atau +2 dalam pemeriksaan kualitatif. Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya preeklampsia seperti primigravida, primipaternitas, mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes melitus, umur yang ekstrim, riwayat preeklampsia, penyakit ginjal dan riwayat hipertensi sebelum hamil atau kehamilan sebelumnya, dan obesitas. Pada penderita obesitas terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak. Penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah mengakibatkan aliran darah menjadi kurang lancar sehingga berpotensi mengalami penyumbatan darah dan mengakibatkan suplai oksigen serta zat makanan kedalam tubuh terganggu. Penyempitan dan sumbatan oleh lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya, tekanan darah meningkat.14,15 Pada pasien ini didapatkan faktor resiko obesitas dimana dari hasil pemeriksaan fisik berat badan sebelum hamil 68 kg, tinggi badan 156 cm sehingga didapatkan IMT 27,9 kg/m2. Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa pemberian MgSO4 40% 4 gr bolus IV, dilanjutkan drip MgSO4 40% 6 gr dalam RL 500 cc gtt xx/m, nifedipin 3x10 mg, dan pemasangan kateter foley. Pada pasien direncanakan induksi persalinan dengan drip oksitosin definitif. Pemberian MgSO4 40% 4 gr bolus IV dilanjutkan drip MgSO4 40 % 6 gr dalam RL 500 cc gtt xx/m bertujuan untuk mencegah kejang dengan cara kerja menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular sehingga terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium. Pemberian MgSO4 juga dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas). Efek samping pemberian MgSO4 dapat dilihat pada tabel 1. 1,6,13,16 Side Effects of Magnesium Sulfate Nausea, headache, flushing, weakness Decreased uterine tone Augmentation of neuromuscular blockade Mild analgesia Toxicity (therapeutic range 5–8 mg/dL) Loss of deep tendon reflexes at 9–12 mg/dL Respiratory depression at 15–20 mg/dL Cardiovascular collapse at >25 mg/dL Tabel 1. Efek Samping Magnesium Sulfat Pada pasien ini juga diberikan nifedipin 3x10 mg. Obat ini bekerja menghambat influks kalsium ke dalam sel otot polos arteri. Nifedipin bersifat lebih selektif sebagai vasodilator dan mempunyai efek depresi jantung yang lemah jika dibandingkan dengan obat golongan CCB lainnya. Dosis maksimum nifedipin 120 mg perhari dan tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi yang sangat cepat.18-20 Pemasangan kateter foley pada pasien ini bertujuan untuk memantau cairan yang keluar dari tubuh karena ditakutkan terjadi J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 90 17 oliguria (produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24jam).1,21 Menurut William Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejalagejala preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilan dibagi menjadi 2, yaitu mengakhiri kehamilan/ diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa (aktif) atau mempertahankan kehamilan bersamaan dengan pemberian medikamentosa (konservatif).17 Pada kasus ini, usia kehamilan ≥37 minggu disertai perdarahan pervaginam sehingga diambil tindakan aktif dengan cara mengakhiri kehamilan tersebut. Jaya & Rodiani| Wanita Hamil Aterm dengan Preeklampsia Berat Secara umum, managemen terapi untuk hipertensi dalam kehamilan dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Manajemen Terapi Hipertensi dalam Kehamilan Walaupun kemajuan pengobatan pada kasus preeklampsia berat sangat pesat, direkomendasikan kepada wanita untuk mencegah terjadinya penyakit ini. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya preeklampsia, yaitu 1) Istirahat 4 jam/hari selama melakukan aktivitas rutin terbukti dapat menurunkan risiko preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas, 2) Pembatasan konsumsi garam dalam diet makanan sehari-hari, 3) Pemberian aspirin dosis 75 mg atau kurang cukup aman dan tepat pada kasus preeklampsia untuk mencegah angka mordibitas dan mortalitas pada ibu dan anak. diberikan pada kelompok risiko tinggi untuk menurunkan risiko preeklampsia, dan 4) Pemberian kalsium elemental 1,5–2 gr/hari.6,10 Simpulan Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan. Sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat Daftar Pustaka J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 91 Jaya & Rodiani| Wanita Hamil Aterm dengan Preeklampsia Berat 1. Prawirhardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. 2. Sanghavi M, Rutherford JD. Cardiovascular physiology of pregnancy. American Heart Association. 2014; 130:1003−8. 3. Royal Collage of Obstetricians and Gynacologist. Hypertension in pregnancy: The management of hipertensive disorders during pregnancy. London: Royal Collage of Obstetricians and Gynacologist; 2011. 4. Craici IM, Wagner SJ, Weissgerber TL, Grande JP, Garovic VD. Advances in the pathophysiology of pre-eclampsia and related podocyte injury. Kidney Int. 2014; 86(2):275-85. 5. WHO. Essential care practice guidelines for pregnancy and childbirth. Swiss: World Health Organization; 2006. 6. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Konsensus pre-eklampsia. Indonesia: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi; 2010. 7. Djannah SN, Arianti IS. Gambaran epidemiologi kejadian preeklampsia/ eklampsia di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007−2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2010; 13(4):378−85. 8. Kalagiri RR, Choudhury S, Carder T, Govande V, Beeram MR, Uddin MN. Neonatal thrombocytopenia as a consequence of maternal preeclampsia. J Perinatol Rep. 2016; 6(1):42−7. 9. Gaccioli F, Lager S. Placental nutrient transport and intrauterine growth restriction. J Frontiers in Physiology. 2016; 40(7):1−8. 10. Chang JJ, Strauss JF, Deshazo JP, Rigby FB, Chelmow DP, Macones GA. Reassessing the impact of smoking on preeclampsia /eclampsia: are there age and racial differences. J Plos One. 2014; 9(10):1−8. 11. Nasruddin MFP. Wanita hamil 23 minggu dengan preeklampsia berat. Medula Unila. 2015; 4(2):1−7. 12. Jarmiati, Amalia DT. Seorang wanita G2P1A0 usia kehamilan 30 minggu dengan J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 92 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. hipertensi gestasional. Medula Unila. 2015; 4(2):1−7. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi JM. Pre-eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and management. Vascular Health and Risk Managemen. 2011; 7(1):467−74. Bilano VL, Ota E, Ganchimeg T, Mori R, Souza JP. Risk factors of preeclampsia/eclampsia and its adverse outcomes in low- and middle-income countries: a WHO secondary analysis. PLos one. 2014; 9(3):1-9. Jeyabalan A. Epidemiology of preeclampsia: Impact of obesity. Nutr Rev. 2013; 71(1):10-11. Johnson AC, Tremble Sm, Chan SL, Moseley J, Lamarca B, Nagle KJ, et al. Magnesium sulfate treatment reverses seizure susceptibility and decreases neuroinflammation in a rat model of severe preeclampsia. Plos one. 2014; 9(11):1-11. Turner JA. Diagnosis and management of pre-eclampsia: an update. J Women’s Health. 2011; 2(1):327-37. Haas DM, Quinney SK, Clay JM, Renbarger JM, Hebert MF, Clark S, et al. Nifedipine pharmacokinetics are influenced by CYP3A5 genotype when used as a preterm labor tocolytic. Am J Perinatol. 2013; 30(4):275-81. Firoz T, Magee LA, Maccdonel K, Payne BA, Gordon R, Vidler M, et al. Oral antihypertensive therapy for severe hypertension in pregnancy and postpartum: a systematic review. BJOG. 2014; 121(10):1210-8. Chen Q, Guo F, Liu S, Xiao J, Wang C, Snowise S, et al. Calcium channel blockers prevent endothelial cell activation in response to necrotic trophoblast debris: possible relevance to pre-eclampsia. Cardiovasc Res. 2012; 96(3):484-93. Cunningham G, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstap L, Wenstrom K. Obstetri williams. Jilid 1. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2010.