Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat A 28 Years Old Woman

advertisement
Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat
Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat
Yuda Ayu Kusuma Wardani, Oktadoni Saputra
Fakultas kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas persalinan. Di
Indonesia preeklampsia berat merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi
antara 45% sampai 50%. Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
≥160/110 mmHg dan disertai proteinuria ≥+2 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam. Seorang
wanita 28 tahun hamil cukup bulan datang dengan keluhan tekanan darah tinggi saat akan melahirkan. Sebelumnya orang
sakit (os) datang ke dokter spesialis kandungan lalu di rujuk ke rumah sakit karena tekanan darah tinggi. Keluar darah dan
lendir dari kemaluan sejak 8 jam sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), disertai dengan perut mulas yang menjalar ke
pinggang hilang timbul dirasakan semakin kuat dan sering. Riwayat darah tinggi selama kehamilan diakui oleh pasien sejak
bulan ke-7 kehamilan, tidak ada riwayat darah tinggi sebelum hamil, hamil ini yang ke-2, riwayat anak pertama kehamilan
dan persalinan normal. Dari pemeriksaan fisik tekanan darah 190/110 mmHg, indeks masa tubuh (IMT) 33,3 (obesitas level
II), edem pretibia, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria +2, indeks gestosis 8. Pemeriksaan leopold tinggi
fundus 31 cm, letak memanjang, penurunan kepala 4/5, Denyut jantung janin (DJJ) 136 x/ menit, His 2x10’45”, taksiran
berat janin (TBJ) 2790 gram. Pemeriksaan vaginal toucher portio lunak, medial, pendataran 50%, diameter 2 cm, ada air
ketuban, kepala Hodge I-II, presentasi ubun-ubun kecil. Pasien didiagnosis G2P1A0 hamil aterm inpartu kala I fase laten,
janin tunggal hidup presentasi kepala dengan preeklampsia berat. Penatalaksanaan dengan perawatan aktif. Prinsipnya
untuk mencegah kejang yang mengarah terjadinya eklampsia.
Kata kunci: eklampsia, preeklampsia, preeklampsia berat (PEB)
A 28 Years Old Woman with Severe Pre-Eclamsia
Abstract
Hypertension in pregnancy is one of the three most causes mortality and morbidity of birth. In Indonesia severe
preeclampsia is a cause of mother death 1,5% until 25%, whereas in baby death between 45% until 50%. Severe
Preeclampsia is a complication in pregnant sign by high blood pressure ≥160/110 mmHg and must be proteinuria ≥+2 or >5
g/24 hours quantitatifly. A 28 years old aterm pregnant woman came with hypertension will have delivery. The patient
came to obstetrician before and than revers to hospital cause of hypertension. She had bloody show since 8 hours before
coming to hospital and uterus contraction stronger and more frequent by the time. Patients had history of high blood
pressure during pregnant since 7 months, patient had no history hypertension before pregnant, this is second pregnant,
history pregnant and birth of first child is normal. From physical examination blood pressure is 190/110 mmHg, body mass
index 33, 3 (obesity level 2), edema in pretibia, proteinuria +2. Leopold examination uterus height 31 cm, fetal body in the
right of mother, down of head 4/5, fetal heartbeat 136 x/minutes, His 2x10’45’, and fetal weight prediction 2790 grams.
Vaginal toucher examination portio is soft, medial, 50% flat, diameter 2 cm, amniotic fluid +, head in hodge I-II, small
sinciput. This woman was diagnosed with G2P1A0 aterm pregnant, in partum, kala I, latent phase, live single fetal, head
presentation with severe preeclampsia. The management of this patient was aggressive management. The principal is to
prevent seizure.
Key word: eclampsia, preeclampsia, severe preeclampsia
Korespondensi : Yuda Ayu Kusuma Wardani, S.Ked., alamat Jl. Lada no 16 Rajabasa, Bandar Lampung, HP 081272528262, email [email protected]
Pendahuluan
Hipertensi dalam kehamilan dibagi
menjadi empat klasifikasi yaitu hipertensi
kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi
kronik dengan superimposed preeklampsia dan
hipertensi gestasional.1 Insidensi preeklampsia
untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya antara lain
jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
tingkat pendidikan dan lain-lain. Preeklampsia
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 140
diklasifikasikan menjadi dua yaitu preeklampsia
ringan dan preeklampsia berat.2-3
Di Indonesia preeklampsia berat (PEB)
merupakan penyebab kematian ibu berkisar
1,5% sampai 25% sedangkan kematian bayi
antara 45% sampai 50%. Preeklampsia berat
adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai
dengan
timbulnya
hipertensi
≥160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
≥+2 atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >5 gram/24 jam bisa
Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat
disertai dengan edema (pembengkakan)
tungkai pada kehamilan 20 minggu atau
lebih.3,4
Kriteria klinis dari preeklampsia berat
adalah tekanan darah ≥160/110 mmHg dan
tidak menurun meskipun ibu sudah melakukan
tirah baring, proteinuria ≥+2
dalam
pemeriksaan kualitatif, oligouria, produksi urin
kurang dari 500 cc/24 jam, gangguan visus dan
serebral (otak). Gangguan serebral yang timbul
antara lain penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, pandangan kabur, nyeri epigastrium
atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen,
edema paru dan sianosis, trombositopenia
berat <100.000 sel/mm3, peningkatan Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT);
merupakan enzim hati yang dilepaskan
kedalam darah saat ada kerusakan dan Serum
Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT); enzim
yang dikeluarkan saat terjadi kerusakan akut
pada organ hati dan otot jantung.4
Faktor resiko yang memicu terjadinya
hipertensi dalam kehamilan antara lain
nullipara yaitu wanita yang belum pernah
melahirkan bayi yang mampu hidup di luar
rahim.5 Kejadian preeklampsia meningkat pada
nullipara karena ibu berada pada masa awal
terpapar trofoblas yang berasal dari janin.
Faktor berikutnya adalah mola hidatidosa,
yaitu penyimpangan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan yang tidak disertai
janin dan seluruh struktur vili korialis
mengalami perubahan. Mola hidatidosa
menyebabkan gangguan invasi sel trofoblas ke
dalam arteri spiralis sehingga dapat terjadi
preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu
sebelum usia kehamilan 20 minggu.6 Faktor
lainnya yaitu Kehamilan kembar, usia saat
hamil <20 tahun dan >35 tahun, faktor genetik,
obesitas, riwayat PEB sebelumnya, riwayat
hipertensi kronik, dan penyakit diabetes
mellitus.7
Patofisiologi yang berkaitan dengan
terjadinya PEB antara lain teori kelainan
vaskularisasi plasenta dimana terjadi kegagalan
remodeling yang menyebabkan arteri spiralis
menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis
tidak mengalami distensi dan vasodilatasi,
sehingga aliran darah utero plasenta menurun
dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.8
Akibat dari kejadian iskemik tersebut maka
akan merangsang pembentukan radikal bebas
yaitu radikal hidroksil (OH-) yang dianggap
sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak
yang selanjutnya akan merusak nukleus dan sel
endotel.8,9 Kerusakan sel endotel akan
menghambat dikeluarkannya prostaglandin
yang merupakan vasodilator kuat dan juga
akan memicu pengeluaran tromboksan akibat
agregasi trombosit sehingga terjadilah
vasokontriksi pada pembuluh darah utero
plasenta.10 Teori lain yang juga ikut berperan
adalah teori intoleransi imunologik antara ibu
dan janin dimana terjadi penurunan ekspresi
terhadap suatu gen Human Leukocyte Antigen
G (HLA G) yang menyebabkan terhambatnya
invasi trofoblas pada desidua basalis.10
Selanjutnya ada teori adaptasi kardiovaskular,
teori genetik, teori defisiensi gizi serta teori
stimulus inflamasi.11
Prinsip
penatalaksanaan
pada
preeklampsia berat yaitu ibu hamil dengan
preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah
sakit.12 Pencegahan dan tatalaksana kejang
yaitu bila terjadi kejang, perhatikan jalan
napas, pernapasan (oksigenasi), dan sirkulasi
(cairan intravena), MgSO4 diberikan secara
intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia
berat (sebagai pencegahan kejang).13 Pada
kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan
seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose)
lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang
memadai, lakukan intubasi jika terjadi kejang
berulang dan segera kirim ibu ke ruang
Intensive Care Unit atau ICU (bila tersedia)
yang sudah siap dengan fasilitas ventilator
tekanan positif.14 Ibu dengan hipertensi berat
selama kehamilan perlu mendapat terapi
antihipertensi hingga persalinan.14 Pada ibu
dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan
dalam 12 jam sejak terjadinya kejang.15 Induksi
persalinan dianjurkan bagi ibu dengan
preeklampsia berat dengan janin yang belum
viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu,
saat janin sudah viable namun usia kehamilan
belum mencapai 34 minggu manajemen
ekspektan dianjurkan asalkan tidak terdapat
kontraindikasi
dan
harus
dilakukan
pengawasan ketat.16,17 ketika usia kehamilan
antara 34 dan 37 minggu manajemen
ekspektan boleh dianjurkan asalkan tidak
terdapat hipertensi yang tidak terkontrol,
disfungsi organ ibu, dan gawat janin, pada
hamil aterm persalinan dini dianjurkan.18-19
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 141
Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat
Komplikasi yang sering terjadi akibat
preeklampsia berat yaitu iskemia utero
plasenta yang menyebabkan pertumbuhan
janin menjadi terhambat.20 Kematian janin
akibat menurunnya suplai oksigen dan nutrisi,
persalinan prematur, solusio plasenta, spasme
arteriolar yang dapat bermanifestasi sebagai
perdarahan serebral, gagal jantung, gagal
ginjal, kerusakan fungsi hati, ablasio retina,
thromboemboli, gangguan pembekuan darah
serta kebutaan.20 Komplikasi yang bersifat
segera yaitu terjadinya kejang yang mengarah
pada eklampsia bahkan sampai terjadi koma
pada pasien. 21,22
Kasus
Wanita, 28 tahun, hamil cukup bulan
(>37 minggu), hamil ini yang ke-2 tidak pernah
megalami keguguran, riwayat kehamilan dan
persalinan anak pertama hamil aterm lahir
pervaginam di bidan dengan berat badan 3000
gram. Riwayat penyakit sekarang kurang lebih
sejak 8 jam SMRS OS mengeluh perut mulas
yang menjalar sampai ke pinggang, hilang
timbul, makin lama makin sering dan kuat,
keluar darah lendir, namun belum keluar airair, tidak ada riwayat darah tinggi sebelum
hamil. Riwayat darah tinggi pada hamil
sebelumnya, riwayat pandangan mata kabur,
riwayat nyeri ulu hati, riwayat nyeri kepala
hebat, riwayat mual dan muntah semua
disangkal oleh pasien. Terdapat riwayat
hipertensi pada hamil yang sekarang dan ada
riwayat hipertensi pada keluarga yaitu ibu
kandung pasien. Pasien mengatakan sudah
memeriksa kehamilannya di bidan, dikatakan
oleh bidan akan melahirkan dan tekanan darah
saat ini tinggi sehingga harus dirujuk ke rumah
sakit untuk persalinan. Pasien mengatakan
hamil cukup bulan dan gerakan janin masih
dirasakan. Tidak ada riwayat kencing manis,
riwayat asma, riwayat operasi, riwayat sakit
jantung, dan tidak merokok.
Dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan
pasien tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis, tekanan darah 190/110 mmHg,
nadi 100 x/menit, respirasi 22 x/menit, suhu
36,5 oC, keadaan gizi lebih, tinggi badan 150
cm, berat badan 75 kg dengan IMT 33,3
(obesitas level II), edem pada kedua tungkai.
Dari pemeriksaan luar Leopold (untuk menilai
letak dan posisi janin) 1 didapatkan tinggi
fundus uteri 3 jari dibawah processus
xyphoideus (31 cm), teraba bagian lunak yaitu
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 142
bagian bokong janin, Leopold 2 teraba bagian
memanjang datar keras seperti punggung pada
sisi kanan dan teraba kecil-kecil seperti
ekstremitas pada sisi kiri, Leopold 3 teraba
bulat seperti kepala dan sudah tidak melenting
Leopold 4 terdapat penurunan kepala 4/5.
Diperiksa denyut jantung janin (DJJ) 136
x/menit, His 2x10’45”, taksiran berat janin
2790 gram. Pemeriksaan dalam vaginal toucher
didapatkan portio lunak, letak medial,
pendataran 50%, diameter 2 cm, terdapat air
ketuban, penurunan kepala pada bidang hodge
I-II, presentasi ubun-ubun kecil.
Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin didapatkan hemoglobin
11,2 gr/dl,
hematokrit 34%, leukosit 11.890/ul, eritrosit
4,5 juta/ul, trombosit 298.000/mm3. SGOT 17
U/L, SGPT 12 U/L, ureum 13 mg/dl, kreatinin
0,5 mg/dl, Gula Darah Sewaktu (GDS) 60 mg/dl,
natrium 142 mmol/L, kalium 3 mmol/L, kalsium
8,3 mg/dl, klorida 107 mmol/L. Pemeriksaan
urin lengkap warna kuning tua, keruh, protein
+2, keton ++, darah samar + (50 Ery/ul). Pasien
ini didiagnosis dengan G2P1A0 hamil aterm
inpartu kala I fase laten Janin tunggal hidup
presentasi kepala dengan preeklampsia berat.
Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ini
adalah dilakukan informed consent, observasi
tanda-tanda vital (TTV), His, DJJ, stabilisasi 1
jam, dipasang kateter urin dan
dicatat
input/output, infus dengan cairan Ringer Lactat
(RL) 500 cc tetesan 20 x/menit, injeksi MgSO4
40% 4 gram, lanjut drip MgSO4 40% 6 gram
dalam RL 500 cc tetesan 28 x/menit, diberikan
obat antihipertensi nifedipine 3x10 mg per oral,
cek Lab darah rutin dan urin rutin, rencana
akselerasi drip oksitosin 10 IU dalam RL 500 cc
tetesan 10 x/menit dan partus pervaginam kala
II diakhiri dengan ekstraksi forcep. Prognosis
pada ibu dan janin dubia ad bonam.
Pembahasan
Berdasarkan anamnesis pasien ini sudah
hamil yang kedua dengan riwayat anak
pertama kehamilan dan persalinan normal,
pasien juga tidak pernah keguguran. Pasien ini
didapatka usia kehamilan sudah >37 minggu
dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT)
yaitu tanggal 26-4-2014 dan saat pasien datang
tanggal 12-2-2015. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan tinggi fundus uteri 31 cm, dan
taksiran berat janin 2790 gram serta kepala
janin sudah masuk pada pintu atas panggul
Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat
(PAP). Dari tanda diatas pasien sudah
dipastikan hamil aterm atau cukup bulan.2
Pasien mengeluhkan adanya rasa mulas
yang menjalar ke pinggang hilang timbul,
dirasakan makin kuat dan sering (His) serta
keluar darah dan lendir dari kemaluan sejak 8
jam yang lalu. His pada pasien ini yaitu 2 kali
dalam 10 menit masing-masing selama 45 detik
(2x10’45’’). Setelah dilakukan pemeriksaan
dalam atau vaginal toucher didapatkan Portio
teraba
lunak, letak portio medial atau
didepan, didapatkan pendataran serviks 50%
dengan diameter 2 cm, teraba kepala bayi pada
bidang hodge I-II dan teraba ubun-ubun kecil
serta didapatkan adanya air ketuban
bercampur dengan darah dan lendir. Dari
pemeriksaan di atas dapat dipastikan bahwa
pasien sudah inpartu karena memenuhi tiga
kriteria yaitu pendataran serviks, his yang
adekuat dan bloody show. His dikatakan
sempurna bila terdapat kontraksi yang
simetris, kontraksi paling kuat atau dominasi
dari bagian fundus uteri, setelah itu fase
relaksasi. His adalah serangkaian kontraksi
rahim yang teratur dan secara bertahap akan
mendorong janin melalui jalan lahir hingga
keluar dari rahim. Frekuensi his adekuat yaitu
2-4 kontraksi dalam 10 menit masing-masing
lamanya 20-90 detik.23
Pada pasien ini juga didapatkan
pendataran dan pembukaan serviks 2 cm.
Artinya pasien berada pada kala I karena
pembukaan belum sempurna 10 cm (pada kala
II). Fase pada kala I dibagi menjadi dua yaitu
fase laten dan fase aktif. Fase laten
berlangsung 8 jam dengan pembukaan 1-3 cm
sedangkan fase aktif berlangsung 8 jam dengan
pembukaan 4-10 cm. Pasien ini mengeluh
mulas dengan tanda-tanda inpartu sejak 8 jam
sebelum masuk rumah sakit. Kemudia
dilakukan pemeriksaan vaginal toucher
didapatkan pembukaan 2 cm. Sehingga pasien
berada pada kala I fase laten.
Dari pemeriksaan DJJ janin didapatkan
satu lokasi denyut DJJ dengan kecepatan
denyut jantung 136 x/menit, dari pemeriksaan
leopold didapatkan janin tunggal atau
berjumlah satu dengan bagian bawah yaitu
kepala bayi yang sudah masuk PAP. Pada
vaginal toucher diperoleh perabaan keras
seperti kepala bayi dan posisi paling depan
berbentuk ubun-ubun kecil. Sehingga kondisi
janin pada pasien adalah janin tunggal hidup
dengan presentasi kepala.
Pasien
tidak
memiliki
riwayat
perdarahan selama kehamilan namun memiliki
riwayat hipertensi yang dimulai saat pasien
hamil usia 7 bulan, sebelumnya pasien
mengaku tidak pernah memiliki riwayat
hipertensi. Saat dilakukan pemeriksaan
didapatkan tekanan darah 190/110 mmHg
yang termasuk kategori hipertensi, juga
didapatkan adanya edem pada kedua kaki, dari
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
proteinuria +2. Artinya, pasien sudah
mengalami hipertensi dalam kehamilan yang
didukung dengan adanya proteinuria, hal ini
menandakan bahwa pasien mengalami
preeklampsia berat.1
Pada
preeklampsia
berat
harus
memenuhi kriteria tekanan darah >160/110
mmHg pada usia kehamilan >20 minggu, tes
celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau
pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan
hasil >5 g/24 jam atau tanda-tanda
keterlibatan organ lain yaitu trombositopenia
(<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati,
peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen
kuadran kanan atau, sakit kepala, skotoma
penglihatan, pertumbuhan janin terhambat,
oligohidramnion, edema paru dan/atau gagal
jantung kongestif, oliguria (<500 ml/24 jam),
kreatinin >1,2 mg/dl.2-4
Kadar normal dari SGOT pada
perempuan adalah <21U/L, SGPT <23U/L,
ureum <50 mg/dl dan kreatinin 0,6-1,1 mg/dl.
Pada pasien tidak didapatkan peningkatan hasil
dari pemeriksaan kimia darah diatas, sehingga
tidak ada tanda-tanda keterlibatan organ
seperti hati dan ginjal. Oleh karena itu kondisi
pasien tidak mengarah pada terjadinya HELLP
Syndrome yaitu suatu sindrom yang ditandai
dengan hemolisis, peningkatan kadar enzim
hati dan trombositopeni.
Kasus ini dapat di diagnosis banding
dengan
hipertensi
kronik,
hipertensi
gestasional,
impending
eklampsia,
superimposed preeklampsia serta eklampsia.12
Pada pasien diagnosis hipertensi kronik dapat
disingkirkan karena hipertensi kronik muncul
sebelum kehamilan dan menetap setelah
persalinan serta tidak didapatkan adanya
proteinuria.12 Pasien ini muncul hipertensi
setelah hamil pada bulan ke-7 dan didapatkan
proteinuria +2. Selanjutnya diagnosis hipetensi
gestasional dapat disingkirkan meskipun
penyakit ini ditandai dengan riwayat hipertensi
yang muncul setelah 20 minggu kehamilan dan
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 143
Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat
menghilang setelah persalinan namun tidak
didapatkan proteinuria.21 Untuk penegakan
diagnosis
impending
eklampsia
harus
memenuhi kriteria PEB disertai dengan nyeri
kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri
epigastrium atau kuadran kanan atas
abdomen.22 Pada pasien ini tidak didapatkan
tanda-tanda tersebut sehingga diagnosis
impending eklampsia bisa disingkirkan. Tanda
dari superimposed preeklampsia yaitu adanya
riwayat hipertensi kronik atau sudah ada
hipertensi sebelum kehamilan >20 minggu,
proteinuria >+1 atau kadar trombosit
<100.000/ul.12 Meskipun pada pasien ini
didapatkan proeinuria +2 namun hipertensi
muncul pada bulan ke-7 kehamilan dan kadar
trombosit 298.000/ul. Diagnosis superimposed
preeklampsia bisa disingkirkan. Diagnosis
eklampsia dapat ditegakkan apabila sudah
terjadi kejang/koma diserai kriteria PEB.3,9 Pada
pasien tidak terjadi kejang atau koma, sehingga
pasien tidak terdiagnosis eklampsia.
PEB juga didukung oleh beberapa faktor
resiko pada ibu. Kondisi yang sudah tidak
menjadi faktor resiko adalah riwayat
preeklampsi dalam keluarga, nullipara, janin
kembar, mola hidatidosa serta diabetes
melitus.7,11 Pada kehamilan pertama pasien
hamil cukup bulan dan riwayat persalinan
normal pervaginam ditolong oleh bidan.
Namun pasien tidak tahu tekanan darah ketika
persalinan. Sehingga tidak dapat dianalisa lebih
dalam tentang data tekanan darah pada
kehamilan pertama. Faktor resiko yang memicu
terjadinya PEB pada kasus ini adalah obesitas
level II pada pasien.5-7
Obesitas merupakan faktor resiko yang
bisa menyebabkan terjadinya preeklampsia
ringan maupun berat.7 Obesitas berhubungan
dengan dikeluarkannya suatu zat yang disebut
oxsidative stress akibat respon dari banyaknya
radikal bebas akibat dari penumpukan kadar
kolesterol dalam lumen pembuluh darah.11
Proses ini akan memicu peningkatan asam
lemak bebas disertai dengan terjadinya
inflamasi pada pembuluh darah akibat
rusaknya endotel pembuluh darah karena
radikal bebas.9 Kondisi seperti ini akan merusak
pembuluh darah dan akan mengganggu proses
implantasi
dari
trofoblast
sehingga
mengakibatkan terjadinya hipertensi pada
kehamilan sesuai dengan teori iskemik
plasenta yang berhubungan dengan adanya
radikal bebas dan kerusakan endotel.24
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 144
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan
diagnosis dari pasien ini yaitu G2P1A0 hamil
aterm inpartu kala I fase laten janin tunggal
hidup presentasi kepala dengan preeklampsia
berat.12 Prinsip penatalaksanaan pada PEB
dibagi menjadi 2 yaitu aktif (aggressive
management)
dan
ekspektatif
atau
konservatif.23 aktif berarti kehamilan segera
diakhiri/diterminasi
bersamaan
dengan
pemberian
pengobatan
medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif untuk keadaan ibu jika
didapatkan umur kehamilan ≥37 minggu,
adanya tanda impending eclampsia, gagal
ekspektatif, diduga ada solusio plasenta, terjadi
perdarahan.12,13
Keadaan
janin
yang
mengharuskan tindakan aktif antara lain tanda
fetal distress, oligohidramnion, serta dari
pemeriksaan laboratorum terdapat tanda
HELLP sindroma.14-15 Jika terdapat satu atau
lebih tanda diatas maka harus dilakukan
tindakan perawatan aktif.16 Ekspektatif artinya
kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan
pemberian
pengobatan
19
medikamentosa.
Indikasi
perawatan
ekspektatif (konservatif) adalah bila kehamilan
preterm ≤37 minggu tanpa disertai tandatanda impending eclampsia dengan keadaan
janin baik.20 Pasien tetap diberikan pengobatan
yang sama dengan medikamentosa pada
pengelolaan
secara
aktif.21,22
Selama
perawatan
ekspektatif
sikap
terhadap
kehamilan ialah hanya observasi dan evaluasi
dan kehamilan tidak diakhiri.23
Pilihan tatalaksana pada kasus ini adalah
secara aktif (aggressive management) karena
pasien sudah aterem yaitu kehamilan ≥37
minggu dan sudah inpartu maka persalinan dini
lebih dianjurkan. Penatalaksanaan kasus ini
adalah inform consent terhadapa pasien dan
keluarga terkait kondisi ibu yang harus segera
dilahirkan anaknya karena akan berakibat
kejang pada ibu dan kondisi yang
membahayakan janin jika tidak segera
dilahirkan, kemudian dilakukan observasi
terhadapa tanda-tanda vital ibu, his, dan
denyut jantung janin, stabilisasi satu jam,
kateter menetap dengan mencatat input dan
output urin, diberikan infuse dengan cairan
Ringer Lactat (RL) tetesan 20 x/menit, injeksi
MgSO4 40% 4 gram, lanjut drip MgSO4 40% 6
gram dalam RL 500 cc tetesan 28 x/menit,
diberikan obat antihipertensi yaitu nifedipin
3x10 mg secara oral, kemudian dilakukan cek
Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat
darah lengkap dan urin rutin serta
perencanaan akselerasi drip oksitosin 10 IU
dalam RL 500 cc tetesan 10 x/menit dan partus
pervaginam kala 2 diakhiri dengan ekstraksi
forcep. Sesuai dengan prinsip penanganan
preeklampsia berat yaitu secara ekspektatif
dan aktif bergantung pada usia kehamilan dan
keadaan ibu.19 Pada kasus ini usia kehamilan
sudah cukup bulan, keadaan ibu baik dengan
hipertensi dalam kehamilan serta pasien sudah
inpartu sehingga dipilih cara terminasi per
vaginam dengan diakselerasi menggunakan
oksitosin karena berdasarkan penatalaksanaan
preeklampsia berat pasien harus di lakukan
manajemen secara aktif
kemudian lahir
pervaginam dengan ekstraksi forcep karena
tekanan darah pasien ≥190/110 mmHg
sehingga pilihan untuk mengakhiri kala II
dengan
bantuan
forcep.13-16
Pilihan
penggunaan forcep tergantung dari tekanan
darah ibu, ketersediaan alat dan kemampuan
penolong.17 Indikasi absolut penggunaan
forceps yaitu eklampsia, preeklampsia, ruptur
uteri, ibu dengan penyakit jantung atau paru,
terjadi gawat janin dan kala II memanjang.25
Indikasi yang termasuk dalam kasus ini adalah
preeclampsia dengan tekanan darah ibu masih
tinggi 190/110 pada kala II sehingga dipilih
penggunaan ekstraksi forcep untuk mengakhiri
kehamilan.
Kesimpulan
Preeklampsi berat adalah penyakit
dengan tanda-tanda hipertensi ≥160/110
mmHg yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan dan disertai dengan proteinuria ≥+2
atau disertai dengan keterlibatan beberapa
organ. Penanganan pada preeklampsia berat
ditujukan untuk menyelamatkan ibu agar tidak
terjadi kejang. Mempertahankan kehamilan
pada usia preterm dimungkinkan apabila tidak
membahayakan ibu namun jika sudah aterm
harus segera diterminasi pervaginam.
Daftar Pustaka
1. Rachimhadhi T.
Hipertensi dalam
kehamilan. Dalam: Prawiharjo S, editor.
Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka; 2007. Hlm. 530-59.
2. Sujiyatini M, Hidayat A. Asuhan patologi
kebidanan. Jogjakarta: Nuha Medika;
2009.
3. ACOG. Practice bulletin: Diagnosis and
management of preeclampsia and
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
eclampsia.
American
College
of
Obstetricians and Gynecologists. Int J
Gynaecol Obstet. 2002; 77(1):67-75
Leeman L, Fontaine P. Hypertensive
disorders of pregnancy. American Family
Physician. 2008; 78(1):93–100.
NICE. Hypertension in pregnancy: the
management of hypertensive disorders
during pregnancy [internet]. Manchester:
National Institute for Health and Clinical
Excellence; 2010. [disitasi tanggal 14 april
2016]
tersedia
dari:
http://www.nice.org.uk/guidance/cg107
/resources/guidance-hypertension-inpregnancy-pdf.
Duley L, Henderson, Meher S, King JF.
Antiplatelet agents for preventing preeclampsia and its complications. Cochrane
Database Syst Rev. 2007; 2:CD004659.
Duckitt K, Harrington D. Risk factors for
pre-eclampsia at antenatal booking:
systematic review of controlled studies.
BMJ. 2005; 330(7491):565.
Jennifer U, Marie C, Olivier P, Roland A,
Jean-March
A.
Pre-eclampsia:
pathophysiology,
diagnosis,
and
management. Vasc Health Risk Manag.
2011; 7: 467–474.
Mutze S, Rudnik-Schoneborn S, Zerres K,
Rath W. Genes and the preeclampsia
syndrome. J Perinat Med. 2008;36:38–58.
Nilsson E, Salonen Rosh H, Cnattingius S,
Lichtenstein P. The importance of genetic
and environmental effects for preeclampsia and gestational hypertension: a
family study. BJOG. 2004; 111:200–206.
Ahmed A. New insights into the etiology of
preeclampsia: identification of key elusive
factors for the vascular complications.
Thromb Res. 2011; 127(Suppl 3):S72–5.
Kemenkes RI. Buku saku pelayanan
kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar
dan rujukan. Jakarta: Pedoman WHO
kerjasama dengan kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Perkumpulan Obstetry
dan Ginekologi Indonesia (POGI) dan
Ikatan Bidan Indonesia (IBI); 2013.
Haddad B, Kayem G, Deis S, Sibai BM. Are
perinatal and maternal outcomes different
during expectant management of severe
preeclampsia in the presence of
intrauterine growth restriction. Am J
Obstet Gynecol. 2007;196(3):237.e1–5.
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 145
Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat
14. Koopmans CM, Bijlenga D, Groen H, Vijgen
SM, Aarnoudse JG, Bekedam DJ, et al.
Induction of labour versus expectant
monitoring for gestational hypertension or
mild pre-eclampsia after 36 weeks
gestation: a multicentre open-label
randomised controlled trial. Lancet. 2009;
374:979–88.
15. Haddad B, Sibai BM. Expectant
management in pregnancies with severe
pre
eclampsia.
Semin
Perinatol.
2009;33:143–51.
16. Haddad B, Deis S, Goffinet F, Paniel BJ,
Cabrol D, Sibai BM. Maternal and perinatal
outcomes during expectant management
of 239 severe preeclamptic women
between 24 and 33 weeks gestation. Am J
Obstet Gynecol. 2004;190:1590–5.
17. Jenkins SM, Head BB, Hauth JC. Severe
preeclampsia at <25 weeks of gestation:
maternal and neonatal outcomes. Am J
Obstet Gynecol. 2002;186:790–5.
18. Budden A, Wilkinson L, Buksh MJ,
McCowan L. Pregnancy outcome in
women presenting with pre-eclampsia at
less than 25 weeks gestation. Aust N Z J
Obstet Gynaecol. 2006;46:407–12.
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 146
19. Duley L, Henderson-Smart J, Meher S.
Drugs for treatment of very high blood
pressure during pregnacy. Cochrane
Database Syst Rev. 2006;(3):CD001449.
20. Women and New Born Health Service.
Complications of pregnancy: hypertension
in pregnancy. Ukraina: Women and New
Born Health Service; 2014.
21. Zaeman GG. Neurologic complications of
pre-eclampsia. Semin Perinatol. 2009;
33(3):166-72
22. Williams D. Long-term complications of
preeclampsia. Semin Nephrol. 2011;
31(1):111-22.
23. Joewono HR. His dan tenaga lain dalam
persalinan. Dalam: Prawiharjo S, editor.
Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka; 2010. Hlm. 288-95.
24. Roberts JM, Bodnar LM, Patrick TE,
Powers RW. The role obesity in
preeclampsia. Pregnancy hypertens. 2011;
1(1): 6-16.
25. Prawirohardjo S. Ilmu bedah kebidanan.
Jakarta: Bina pustaka; 2010.
Download