Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat Yuda Ayu Kusuma Wardani, Oktadoni Saputra Fakultas kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas persalinan. Di Indonesia preeklampsia berat merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%. Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥160/110 mmHg dan disertai proteinuria ≥+2 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam. Seorang wanita 28 tahun hamil cukup bulan datang dengan keluhan tekanan darah tinggi saat akan melahirkan. Sebelumnya orang sakit (os) datang ke dokter spesialis kandungan lalu di rujuk ke rumah sakit karena tekanan darah tinggi. Keluar darah dan lendir dari kemaluan sejak 8 jam sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), disertai dengan perut mulas yang menjalar ke pinggang hilang timbul dirasakan semakin kuat dan sering. Riwayat darah tinggi selama kehamilan diakui oleh pasien sejak bulan ke-7 kehamilan, tidak ada riwayat darah tinggi sebelum hamil, hamil ini yang ke-2, riwayat anak pertama kehamilan dan persalinan normal. Dari pemeriksaan fisik tekanan darah 190/110 mmHg, indeks masa tubuh (IMT) 33,3 (obesitas level II), edem pretibia, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria +2, indeks gestosis 8. Pemeriksaan leopold tinggi fundus 31 cm, letak memanjang, penurunan kepala 4/5, Denyut jantung janin (DJJ) 136 x/ menit, His 2x10’45”, taksiran berat janin (TBJ) 2790 gram. Pemeriksaan vaginal toucher portio lunak, medial, pendataran 50%, diameter 2 cm, ada air ketuban, kepala Hodge I-II, presentasi ubun-ubun kecil. Pasien didiagnosis G2P1A0 hamil aterm inpartu kala I fase laten, janin tunggal hidup presentasi kepala dengan preeklampsia berat. Penatalaksanaan dengan perawatan aktif. Prinsipnya untuk mencegah kejang yang mengarah terjadinya eklampsia. Kata kunci: eklampsia, preeklampsia, preeklampsia berat (PEB) A 28 Years Old Woman with Severe Pre-Eclamsia Abstract Hypertension in pregnancy is one of the three most causes mortality and morbidity of birth. In Indonesia severe preeclampsia is a cause of mother death 1,5% until 25%, whereas in baby death between 45% until 50%. Severe Preeclampsia is a complication in pregnant sign by high blood pressure ≥160/110 mmHg and must be proteinuria ≥+2 or >5 g/24 hours quantitatifly. A 28 years old aterm pregnant woman came with hypertension will have delivery. The patient came to obstetrician before and than revers to hospital cause of hypertension. She had bloody show since 8 hours before coming to hospital and uterus contraction stronger and more frequent by the time. Patients had history of high blood pressure during pregnant since 7 months, patient had no history hypertension before pregnant, this is second pregnant, history pregnant and birth of first child is normal. From physical examination blood pressure is 190/110 mmHg, body mass index 33, 3 (obesity level 2), edema in pretibia, proteinuria +2. Leopold examination uterus height 31 cm, fetal body in the right of mother, down of head 4/5, fetal heartbeat 136 x/minutes, His 2x10’45’, and fetal weight prediction 2790 grams. Vaginal toucher examination portio is soft, medial, 50% flat, diameter 2 cm, amniotic fluid +, head in hodge I-II, small sinciput. This woman was diagnosed with G2P1A0 aterm pregnant, in partum, kala I, latent phase, live single fetal, head presentation with severe preeclampsia. The management of this patient was aggressive management. The principal is to prevent seizure. Key word: eclampsia, preeclampsia, severe preeclampsia Korespondensi : Yuda Ayu Kusuma Wardani, S.Ked., alamat Jl. Lada no 16 Rajabasa, Bandar Lampung, HP 081272528262, email [email protected] Pendahuluan Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia dan hipertensi gestasional.1 Insidensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan lain-lain. Preeklampsia J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 142 diklasifikasikan menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.2-3 Di Indonesia preeklampsia berat (PEB) merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25% sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%. Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria ≥+2 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 gram/24 jam bisa Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat disertai dengan edema (pembengkakan) tungkai pada kehamilan 20 minggu atau lebih.3,4 Kriteria klinis dari preeklampsia berat adalah tekanan darah ≥160/110 mmHg dan tidak menurun meskipun ibu sudah melakukan tirah baring, proteinuria ≥+2 dalam pemeriksaan kualitatif, oligouria, produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam, gangguan visus dan serebral (otak). Gangguan serebral yang timbul antara lain penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, pandangan kabur, nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, edema paru dan sianosis, trombositopenia berat <100.000 sel/mm3, peningkatan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT); merupakan enzim hati yang dilepaskan kedalam darah saat ada kerusakan dan Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT); enzim yang dikeluarkan saat terjadi kerusakan akut pada organ hati dan otot jantung.4 Faktor resiko yang memicu terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara lain nullipara yaitu wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu hidup di luar rahim.5 Kejadian preeklampsia meningkat pada nullipara karena ibu berada pada masa awal terpapar trofoblas yang berasal dari janin. Faktor berikutnya adalah mola hidatidosa, yaitu penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh struktur vili korialis mengalami perubahan. Mola hidatidosa menyebabkan gangguan invasi sel trofoblas ke dalam arteri spiralis sehingga dapat terjadi preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu.6 Faktor lainnya yaitu Kehamilan kembar, usia saat hamil <20 tahun dan >35 tahun, faktor genetik, obesitas, riwayat PEB sebelumnya, riwayat hipertensi kronik, dan penyakit diabetes mellitus.7 Patofisiologi yang berkaitan dengan terjadinya PEB antara lain teori kelainan vaskularisasi plasenta dimana terjadi kegagalan remodeling yang menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.8 Akibat dari kejadian iskemik tersebut maka akan merangsang pembentukan radikal bebas yaitu radikal hidroksil (OH-) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak yang selanjutnya akan merusak nukleus dan sel endotel.8,9 Kerusakan sel endotel akan menghambat dikeluarkannya prostaglandin yang merupakan vasodilator kuat dan juga akan memicu pengeluaran tromboksan akibat agregasi trombosit sehingga terjadilah vasokontriksi pada pembuluh darah utero plasenta.10 Teori lain yang juga ikut berperan adalah teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin dimana terjadi penurunan ekspresi terhadap suatu gen Human Leukocyte Antigen G (HLA G) yang menyebabkan terhambatnya invasi trofoblas pada desidua basalis.10 Selanjutnya ada teori adaptasi kardiovaskular, teori genetik, teori defisiensi gizi serta teori stimulus inflamasi.11 Prinsip penatalaksanaan pada preeklampsia berat yaitu ibu hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah sakit.12 Pencegahan dan tatalaksana kejang yaitu bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigenasi), dan sirkulasi (cairan intravena), MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).13 Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai, lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang Intensive Care Unit atau ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.14 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi antihipertensi hingga persalinan.14 Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak terjadinya kejang.15 Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu, saat janin sudah viable namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu manajemen ekspektan dianjurkan asalkan tidak terdapat kontraindikasi dan harus dilakukan pengawasan ketat.16,17 ketika usia kehamilan antara 34 dan 37 minggu manajemen ekspektan boleh dianjurkan asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin, pada hamil aterm persalinan dini dianjurkan.18-19 J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 143 Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat Komplikasi yang sering terjadi akibat preeklampsia berat yaitu iskemia utero plasenta yang menyebabkan pertumbuhan janin menjadi terhambat.20 Kematian janin akibat menurunnya suplai oksigen dan nutrisi, persalinan prematur, solusio plasenta, spasme arteriolar yang dapat bermanifestasi sebagai perdarahan serebral, gagal jantung, gagal ginjal, kerusakan fungsi hati, ablasio retina, thromboemboli, gangguan pembekuan darah serta kebutaan.20 Komplikasi yang bersifat segera yaitu terjadinya kejang yang mengarah pada eklampsia bahkan sampai terjadi koma pada pasien. 21,22 Kasus Wanita, 28 tahun, hamil cukup bulan (>37 minggu), hamil ini yang ke-2 tidak pernah megalami keguguran, riwayat kehamilan dan persalinan anak pertama hamil aterm lahir pervaginam di bidan dengan berat badan 3000 gram. Riwayat penyakit sekarang kurang lebih sejak 8 jam SMRS OS mengeluh perut mulas yang menjalar sampai ke pinggang, hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat, keluar darah lendir, namun belum keluar airair, tidak ada riwayat darah tinggi sebelum hamil. Riwayat darah tinggi pada hamil sebelumnya, riwayat pandangan mata kabur, riwayat nyeri ulu hati, riwayat nyeri kepala hebat, riwayat mual dan muntah semua disangkal oleh pasien. Terdapat riwayat hipertensi pada hamil yang sekarang dan ada riwayat hipertensi pada keluarga yaitu ibu kandung pasien. Pasien mengatakan sudah memeriksa kehamilannya di bidan, dikatakan oleh bidan akan melahirkan dan tekanan darah saat ini tinggi sehingga harus dirujuk ke rumah sakit untuk persalinan. Pasien mengatakan hamil cukup bulan dan gerakan janin masih dirasakan. Tidak ada riwayat kencing manis, riwayat asma, riwayat operasi, riwayat sakit jantung, dan tidak merokok. Dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 190/110 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 22 x/menit, suhu 36,5 oC, keadaan gizi lebih, tinggi badan 150 cm, berat badan 75 kg dengan IMT 33,3 (obesitas level II), edem pada kedua tungkai. Dari pemeriksaan luar Leopold (untuk menilai letak dan posisi janin) 1 didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari dibawah processus xyphoideus (31 cm), teraba bagian lunak yaitu J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 144 bagian bokong janin, Leopold 2 teraba bagian memanjang datar keras seperti punggung pada sisi kanan dan teraba kecil-kecil seperti ekstremitas pada sisi kiri, Leopold 3 teraba bulat seperti kepala dan sudah tidak melenting Leopold 4 terdapat penurunan kepala 4/5. Diperiksa denyut jantung janin (DJJ) 136 x/menit, His 2x10’45”, taksiran berat janin 2790 gram. Pemeriksaan dalam vaginal toucher didapatkan portio lunak, letak medial, pendataran 50%, diameter 2 cm, terdapat air ketuban, penurunan kepala pada bidang hodge I-II, presentasi ubun-ubun kecil. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hemoglobin 11,2 gr/dl, hematokrit 34%, leukosit 11.890/ul, eritrosit 4,5 juta/ul, trombosit 298.000/mm3. SGOT 17 U/L, SGPT 12 U/L, ureum 13 mg/dl, kreatinin 0,5 mg/dl, Gula Darah Sewaktu (GDS) 60 mg/dl, natrium 142 mmol/L, kalium 3 mmol/L, kalsium 8,3 mg/dl, klorida 107 mmol/L. Pemeriksaan urin lengkap warna kuning tua, keruh, protein +2, keton ++, darah samar + (50 Ery/ul). Pasien ini didiagnosis dengan G2P1A0 hamil aterm inpartu kala I fase laten Janin tunggal hidup presentasi kepala dengan preeklampsia berat. Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ini adalah dilakukan informed consent, observasi tanda-tanda vital (TTV), His, DJJ, stabilisasi 1 jam, dipasang kateter urin dan dicatat input/output, infus dengan cairan Ringer Lactat (RL) 500 cc tetesan 20 x/menit, injeksi MgSO4 40% 4 gram, lanjut drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc tetesan 28 x/menit, diberikan obat antihipertensi nifedipine 3x10 mg per oral, cek Lab darah rutin dan urin rutin, rencana akselerasi drip oksitosin 10 IU dalam RL 500 cc tetesan 10 x/menit dan partus pervaginam kala II diakhiri dengan ekstraksi forcep. Prognosis pada ibu dan janin dubia ad bonam. Pembahasan Berdasarkan anamnesis pasien ini sudah hamil yang kedua dengan riwayat anak pertama kehamilan dan persalinan normal, pasien juga tidak pernah keguguran. Pasien ini didapatka usia kehamilan sudah >37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) yaitu tanggal 26-4-2014 dan saat pasien datang tanggal 12-2-2015. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 31 cm, dan taksiran berat janin 2790 gram serta kepala janin sudah masuk pada pintu atas panggul Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat (PAP). Dari tanda diatas pasien sudah dipastikan hamil aterm atau cukup bulan.2 Pasien mengeluhkan adanya rasa mulas yang menjalar ke pinggang hilang timbul, dirasakan makin kuat dan sering (His) serta keluar darah dan lendir dari kemaluan sejak 8 jam yang lalu. His pada pasien ini yaitu 2 kali dalam 10 menit masing-masing selama 45 detik (2x10’45’’). Setelah dilakukan pemeriksaan dalam atau vaginal toucher didapatkan Portio teraba lunak, letak portio medial atau didepan, didapatkan pendataran serviks 50% dengan diameter 2 cm, teraba kepala bayi pada bidang hodge I-II dan teraba ubun-ubun kecil serta didapatkan adanya air ketuban bercampur dengan darah dan lendir. Dari pemeriksaan di atas dapat dipastikan bahwa pasien sudah inpartu karena memenuhi tiga kriteria yaitu pendataran serviks, his yang adekuat dan bloody show. His dikatakan sempurna bila terdapat kontraksi yang simetris, kontraksi paling kuat atau dominasi dari bagian fundus uteri, setelah itu fase relaksasi. His adalah serangkaian kontraksi rahim yang teratur dan secara bertahap akan mendorong janin melalui jalan lahir hingga keluar dari rahim. Frekuensi his adekuat yaitu 2-4 kontraksi dalam 10 menit masing-masing lamanya 20-90 detik.23 Pada pasien ini juga didapatkan pendataran dan pembukaan serviks 2 cm. Artinya pasien berada pada kala I karena pembukaan belum sempurna 10 cm (pada kala II). Fase pada kala I dibagi menjadi dua yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung 8 jam dengan pembukaan 1-3 cm sedangkan fase aktif berlangsung 8 jam dengan pembukaan 4-10 cm. Pasien ini mengeluh mulas dengan tanda-tanda inpartu sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Kemudia dilakukan pemeriksaan vaginal toucher didapatkan pembukaan 2 cm. Sehingga pasien berada pada kala I fase laten. Dari pemeriksaan DJJ janin didapatkan satu lokasi denyut DJJ dengan kecepatan denyut jantung 136 x/menit, dari pemeriksaan leopold didapatkan janin tunggal atau berjumlah satu dengan bagian bawah yaitu kepala bayi yang sudah masuk PAP. Pada vaginal toucher diperoleh perabaan keras seperti kepala bayi dan posisi paling depan berbentuk ubun-ubun kecil. Sehingga kondisi janin pada pasien adalah janin tunggal hidup dengan presentasi kepala. Pasien tidak memiliki riwayat perdarahan selama kehamilan namun memiliki riwayat hipertensi yang dimulai saat pasien hamil usia 7 bulan, sebelumnya pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat hipertensi. Saat dilakukan pemeriksaan didapatkan tekanan darah 190/110 mmHg yang termasuk kategori hipertensi, juga didapatkan adanya edem pada kedua kaki, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria +2. Artinya, pasien sudah mengalami hipertensi dalam kehamilan yang didukung dengan adanya proteinuria, hal ini menandakan bahwa pasien mengalami preeklampsia berat.1 Pada preeklampsia berat harus memenuhi kriteria tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu, tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam atau tanda-tanda keterlibatan organ lain yaitu trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati, peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atau, sakit kepala, skotoma penglihatan, pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, edema paru dan/atau gagal jantung kongestif, oliguria (<500 ml/24 jam), kreatinin >1,2 mg/dl.2-4 Kadar normal dari SGOT pada perempuan adalah <21U/L, SGPT <23U/L, ureum <50 mg/dl dan kreatinin 0,6-1,1 mg/dl. Pada pasien tidak didapatkan peningkatan hasil dari pemeriksaan kimia darah diatas, sehingga tidak ada tanda-tanda keterlibatan organ seperti hati dan ginjal. Oleh karena itu kondisi pasien tidak mengarah pada terjadinya HELLP Syndrome yaitu suatu sindrom yang ditandai dengan hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan trombositopeni. Kasus ini dapat di diagnosis banding dengan hipertensi kronik, hipertensi gestasional, impending eklampsia, superimposed preeklampsia serta eklampsia.12 Pada pasien diagnosis hipertensi kronik dapat disingkirkan karena hipertensi kronik muncul sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan serta tidak didapatkan adanya proteinuria.12 Pasien ini muncul hipertensi setelah hamil pada bulan ke-7 dan didapatkan proteinuria +2. Selanjutnya diagnosis hipetensi gestasional dapat disingkirkan meskipun penyakit ini ditandai dengan riwayat hipertensi yang muncul setelah 20 minggu kehamilan dan J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 145 Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat menghilang setelah persalinan namun tidak didapatkan proteinuria.21 Untuk penegakan diagnosis impending eklampsia harus memenuhi kriteria PEB disertai dengan nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen.22 Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda tersebut sehingga diagnosis impending eklampsia bisa disingkirkan. Tanda dari superimposed preeklampsia yaitu adanya riwayat hipertensi kronik atau sudah ada hipertensi sebelum kehamilan >20 minggu, proteinuria >+1 atau kadar trombosit <100.000/ul.12 Meskipun pada pasien ini didapatkan proeinuria +2 namun hipertensi muncul pada bulan ke-7 kehamilan dan kadar trombosit 298.000/ul. Diagnosis superimposed preeklampsia bisa disingkirkan. Diagnosis eklampsia dapat ditegakkan apabila sudah terjadi kejang/koma diserai kriteria PEB.3,9 Pada pasien tidak terjadi kejang atau koma, sehingga pasien tidak terdiagnosis eklampsia. PEB juga didukung oleh beberapa faktor resiko pada ibu. Kondisi yang sudah tidak menjadi faktor resiko adalah riwayat preeklampsi dalam keluarga, nullipara, janin kembar, mola hidatidosa serta diabetes melitus.7,11 Pada kehamilan pertama pasien hamil cukup bulan dan riwayat persalinan normal pervaginam ditolong oleh bidan. Namun pasien tidak tahu tekanan darah ketika persalinan. Sehingga tidak dapat dianalisa lebih dalam tentang data tekanan darah pada kehamilan pertama. Faktor resiko yang memicu terjadinya PEB pada kasus ini adalah obesitas level II pada pasien.5-7 Obesitas merupakan faktor resiko yang bisa menyebabkan terjadinya preeklampsia ringan maupun berat.7 Obesitas berhubungan dengan dikeluarkannya suatu zat yang disebut oxsidative stress akibat respon dari banyaknya radikal bebas akibat dari penumpukan kadar kolesterol dalam lumen pembuluh darah.11 Proses ini akan memicu peningkatan asam lemak bebas disertai dengan terjadinya inflamasi pada pembuluh darah akibat rusaknya endotel pembuluh darah karena radikal bebas.9 Kondisi seperti ini akan merusak pembuluh darah dan akan mengganggu proses implantasi dari trofoblast sehingga mengakibatkan terjadinya hipertensi pada kehamilan sesuai dengan teori iskemik plasenta yang berhubungan dengan adanya radikal bebas dan kerusakan endotel.24 J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 146 Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis dari pasien ini yaitu G2P1A0 hamil aterm inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup presentasi kepala dengan preeklampsia berat.12 Prinsip penatalaksanaan pada PEB dibagi menjadi 2 yaitu aktif (aggressive management) dan ekspektatif atau konservatif.23 aktif berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan aktif untuk keadaan ibu jika didapatkan umur kehamilan ≥37 minggu, adanya tanda impending eclampsia, gagal ekspektatif, diduga ada solusio plasenta, terjadi perdarahan.12,13 Keadaan janin yang mengharuskan tindakan aktif antara lain tanda fetal distress, oligohidramnion, serta dari pemeriksaan laboratorum terdapat tanda HELLP sindroma.14-15 Jika terdapat satu atau lebih tanda diatas maka harus dilakukan tindakan perawatan aktif.16 Ekspektatif artinya kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan 19 medikamentosa. Indikasi perawatan ekspektatif (konservatif) adalah bila kehamilan preterm ≤37 minggu tanpa disertai tandatanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.20 Pasien tetap diberikan pengobatan yang sama dengan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.21,22 Selama perawatan ekspektatif sikap terhadap kehamilan ialah hanya observasi dan evaluasi dan kehamilan tidak diakhiri.23 Pilihan tatalaksana pada kasus ini adalah secara aktif (aggressive management) karena pasien sudah aterem yaitu kehamilan ≥37 minggu dan sudah inpartu maka persalinan dini lebih dianjurkan. Penatalaksanaan kasus ini adalah inform consent terhadapa pasien dan keluarga terkait kondisi ibu yang harus segera dilahirkan anaknya karena akan berakibat kejang pada ibu dan kondisi yang membahayakan janin jika tidak segera dilahirkan, kemudian dilakukan observasi terhadapa tanda-tanda vital ibu, his, dan denyut jantung janin, stabilisasi satu jam, kateter menetap dengan mencatat input dan output urin, diberikan infuse dengan cairan Ringer Lactat (RL) tetesan 20 x/menit, injeksi MgSO4 40% 4 gram, lanjut drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc tetesan 28 x/menit, diberikan obat antihipertensi yaitu nifedipin 3x10 mg secara oral, kemudian dilakukan cek Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat darah lengkap dan urin rutin serta perencanaan akselerasi drip oksitosin 10 IU dalam RL 500 cc tetesan 10 x/menit dan partus pervaginam kala 2 diakhiri dengan ekstraksi forcep. Sesuai dengan prinsip penanganan preeklampsia berat yaitu secara ekspektatif dan aktif bergantung pada usia kehamilan dan keadaan ibu.19 Pada kasus ini usia kehamilan sudah cukup bulan, keadaan ibu baik dengan hipertensi dalam kehamilan serta pasien sudah inpartu sehingga dipilih cara terminasi per vaginam dengan diakselerasi menggunakan oksitosin karena berdasarkan penatalaksanaan preeklampsia berat pasien harus di lakukan manajemen secara aktif kemudian lahir pervaginam dengan ekstraksi forcep karena tekanan darah pasien ≥190/110 mmHg sehingga pilihan untuk mengakhiri kala II dengan bantuan forcep.13-16 Pilihan penggunaan forcep tergantung dari tekanan darah ibu, ketersediaan alat dan kemampuan penolong.17 Indikasi absolut penggunaan forceps yaitu eklampsia, preeklampsia, ruptur uteri, ibu dengan penyakit jantung atau paru, terjadi gawat janin dan kala II memanjang.25 Indikasi yang termasuk dalam kasus ini adalah preeclampsia dengan tekanan darah ibu masih tinggi 190/110 pada kala II sehingga dipilih penggunaan ekstraksi forcep untuk mengakhiri kehamilan. Kesimpulan Preeklampsi berat adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi ≥160/110 mmHg yang timbul setelah 20 minggu kehamilan dan disertai dengan proteinuria ≥+2 atau disertai dengan keterlibatan beberapa organ. Penanganan pada preeklampsia berat ditujukan untuk menyelamatkan ibu agar tidak terjadi kejang. Mempertahankan kehamilan pada usia preterm dimungkinkan apabila tidak membahayakan ibu namun jika sudah aterm harus segera diterminasi pervaginam. Daftar Pustaka 1. Rachimhadhi T. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam: Prawiharjo S, editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2007. Hlm. 530-59. 2. Sujiyatini M, Hidayat A. Asuhan patologi kebidanan. Jogjakarta: Nuha Medika; 2009. 3. ACOG. Practice bulletin: Diagnosis and management of preeclampsia and 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. eclampsia. American College of Obstetricians and Gynecologists. Int J Gynaecol Obstet. 2002; 77(1):67-75 Leeman L, Fontaine P. Hypertensive disorders of pregnancy. American Family Physician. 2008; 78(1):93–100. NICE. Hypertension in pregnancy: the management of hypertensive disorders during pregnancy [internet]. Manchester: National Institute for Health and Clinical Excellence; 2010. [disitasi tanggal 14 april 2016] tersedia dari: http://www.nice.org.uk/guidance/cg107 /resources/guidance-hypertension-inpregnancy-pdf. Duley L, Henderson, Meher S, King JF. Antiplatelet agents for preventing preeclampsia and its complications. Cochrane Database Syst Rev. 2007; 2:CD004659. Duckitt K, Harrington D. Risk factors for pre-eclampsia at antenatal booking: systematic review of controlled studies. BMJ. 2005; 330(7491):565. Jennifer U, Marie C, Olivier P, Roland A, Jean-March A. Pre-eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and management. Vasc Health Risk Manag. 2011; 7: 467–474. Mutze S, Rudnik-Schoneborn S, Zerres K, Rath W. Genes and the preeclampsia syndrome. J Perinat Med. 2008;36:38–58. Nilsson E, Salonen Rosh H, Cnattingius S, Lichtenstein P. The importance of genetic and environmental effects for preeclampsia and gestational hypertension: a family study. BJOG. 2004; 111:200–206. Ahmed A. New insights into the etiology of preeclampsia: identification of key elusive factors for the vascular complications. Thromb Res. 2011; 127(Suppl 3):S72–5. Kemenkes RI. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta: Pedoman WHO kerjasama dengan kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Perkumpulan Obstetry dan Ginekologi Indonesia (POGI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI); 2013. Haddad B, Kayem G, Deis S, Sibai BM. Are perinatal and maternal outcomes different during expectant management of severe preeclampsia in the presence of intrauterine growth restriction. Am J Obstet Gynecol. 2007;196(3):237.e1–5. J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 147 Yuda dan Oktadoni │ Wanita 28 Tahun dengan Preeklamsia Berat 14. Koopmans CM, Bijlenga D, Groen H, Vijgen SM, Aarnoudse JG, Bekedam DJ, et al. Induction of labour versus expectant monitoring for gestational hypertension or mild pre-eclampsia after 36 weeks gestation: a multicentre open-label randomised controlled trial. Lancet. 2009; 374:979–88. 15. Haddad B, Sibai BM. Expectant management in pregnancies with severe pre eclampsia. Semin Perinatol. 2009;33:143–51. 16. Haddad B, Deis S, Goffinet F, Paniel BJ, Cabrol D, Sibai BM. Maternal and perinatal outcomes during expectant management of 239 severe preeclamptic women between 24 and 33 weeks gestation. Am J Obstet Gynecol. 2004;190:1590–5. 17. Jenkins SM, Head BB, Hauth JC. Severe preeclampsia at <25 weeks of gestation: maternal and neonatal outcomes. Am J Obstet Gynecol. 2002;186:790–5. 18. Budden A, Wilkinson L, Buksh MJ, McCowan L. Pregnancy outcome in women presenting with pre-eclampsia at less than 25 weeks gestation. Aust N Z J Obstet Gynaecol. 2006;46:407–12. J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 148 19. Duley L, Henderson-Smart J, Meher S. Drugs for treatment of very high blood pressure during pregnacy. Cochrane Database Syst Rev. 2006;(3):CD001449. 20. Women and New Born Health Service. Complications of pregnancy: hypertension in pregnancy. Ukraina: Women and New Born Health Service; 2014. 21. Zaeman GG. Neurologic complications of pre-eclampsia. Semin Perinatol. 2009; 33(3):166-72 22. Williams D. Long-term complications of preeclampsia. Semin Nephrol. 2011; 31(1):111-22. 23. Joewono HR. His dan tenaga lain dalam persalinan. Dalam: Prawiharjo S, editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2010. Hlm. 288-95. 24. Roberts JM, Bodnar LM, Patrick TE, Powers RW. The role obesity in preeclampsia. Pregnancy hypertens. 2011; 1(1): 6-16. 25. Prawirohardjo S. Ilmu bedah kebidanan. Jakarta: Bina pustaka; 2010.