Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013), pp. 491-503. EFEKTIFITAS BADAN HAK ASASI MANUSIA ASEAN DALAM MENANGANI ISU HAK ASASI MANUSIA DALAM REGIONAL ASEAN THE EFFECTIVENESS OF ASEAN HUMAN RIGHTS BODY IN DEALING WITH HUMAN RIGHTS ISSUES IN ASEAN REGION Oleh: Lily Husni Putri *) ABSTRACT The Association of South East Asian Nations was established as a political and economic entity through Bangkok Declaration in 1967. Among its seven objectives are: to accelerate growth, social progress and cultural development, to promote regional peace and stability through abiding respect for justice and the rule of law in the relationship between countries in the region and adherence to the principle to the United Nations Charter. Although the term ‘human rights’ is not explicitly used in the Declaration, by affirming adherence to the principle of the United Nations Charter, the founding members of ASEAN accepted its purposes and principles. The Association of South East Asian Human rights issues and the establishment of Association South East Asian Nations (ASEAN) human rights mechanism are still very challenging matters for ASEAN. Generally speaking, ASEAN has been making a slow progress in the field of human rights. ASEAN has long empashized that the promotion and the protection of human rights by the international community must recognize national sovereignty, national border and non-interference in another state’s affairs. ASEAN views human rights as an internal affairs. The establishment of human rights mechanism was provided for by the Charter but what kind of human rights body ASEAN would be comfortable with was a crucial question for ASEAN and its people. Through the setting up of ASEAN Human Rights Body, this paper aims to examine the effectiveness of the ASEAN Human Rights Body in dealing with human rights issues in ASEAN region. Keywords: Asian Human Right, Asian Region. PENDAHULUAN Setiap orang yang lahir di dunia mempunyai hak yang sudah melekat sejak ia lahir sebagai anugrah dari Tuhan atau yang dinamakan juga hak asasi manusia. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pada hakikatnya, Hak Asasi Manusia terdiri atas empat hak dasar yang paling pokok, *) Lily Husni Putri, S.H., LL.M, adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Darussalam - Banda Aceh. ISSN: 0854-5499 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri ialah hak hidup, hak memiliki sesuatu, hak bahagia/sejahtera, dan hak bebas/merdeka. Dari empat hak dasar inilah lahir hak asasi lainnya atau tanpa empat hak dasar ini, Hak-hak asasi merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul dari nilai-nilai yang kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusia. Inti paham hak-hak asasi manusia, menurut Magnis Suseno dalam Majda El Muhtaj, terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat manusia tidak dapat dijunjung tinggi kecuali setiap manusia individual, tanpa diskriminasi dan tanpa kekecualian, dihormati dalam keutuhannya.1 Secarah historis rumusan konseptual HAM telah muncul dari beberapa doktrin hukum alam, khususnya ajaran Thomas Aquinas, Hugo de Groot. Ajaran-ajaran mereka itu, kemudian disusul oleh lahirnya Magna Charta, petisi hak asasi manusia dan undang-undang HAM Inggris. Sejak ditandatanganinya Magna Charta di Inggris, perkembangan perjuangan hak asasi manusia selanjutnya dilakukan melalui berbagai petisi, deklarasi lainnya. PBB membentuk Komisi Hak-Hak Asasi Manusia. Komisi tersebut berhasil merumuskan naskah pengakuan hak-hak asasi manusia yang dikenal dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Melalui sidangnya, naskah ini diterima dan disetujui oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari hak asasi manusia. Indonesia sudah lama menjadi anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN (Association of South East Asian Nations). Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) adalah sebuah organisasi regional yang terdiri atas sepuluh negara Asia Tenggara, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Republik Rakyat Demokratik (RRD) Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, Singapura, dan Vietnam. ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967 dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan pembangunan sosial dan budaya di wilayah ini, serta memelihara perdamaian dan stabilitas wilayah. 492 Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). Tabel 1 Anggota ASEAN dan Tanggal Keanggotaannya Nama Negara Tanggal keanggotaan Brunei Darussalam 8 Januari 1984 Kamboja 30 April 1999 Indonesia 8 Agustus 1967 RRD Laos 23 Juli 1997 Malaysia 8 Agustus 1967 Myanmar 23 Juli 1997 Filipina 8 Agustus 1967 Singapura 8 Agustus 1967 Thailand 8 Agustus 1967 Vietnam 28 Juli 1995 Lebih dari 40 tahun keberadaannya, ASEAN telah menandatangani banyak deklarasi dan pernyataan yang menyatukan tujuan-tujuan dan kesepakatan-kesepakatan perhimpunan ini. Namun ASEAN mendapat kritik tajam karena kemajuannya lambat dan kegagalannya menangani isu-isu kontroversial seperti hak asasi manusia (HAM). Cara-cara menghadapi masalah seperti ini membuat perhimpunan negara-negara Asia Tenggara tersebut mendapat julukan “Cara ASEAN” (Asean Way), atau diplomasi berdasar konsultasi dan konsensus tanpa campur tangan. Pada 20 November 2007, ketika KTT ke-13 ASEAN digelar di Singapura, para pemimpin ASEAN menandatangani Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Penandatanganan kedua dokumen tersebut menandai pengaturan yang lebih formal bagi ASEAN, dan menyatakan kesepakatan tersebut berdasarkan aturan main ASEAN. 1 Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Rajawali Pers, Jakarta 2008, hlm, 31-32. 493 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri Piagam ASEAN adalah konstitusi bagi organisasi regional ASEAN, seperti halnya Undangundang Dasar bagi sebuah negara. Piagam ini berisi prinsip dasar dan tujuan organisasi, menentukan struktur dan moda-moda keanggotaannya dan tata laksana organisasi. Sementara itu, cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan rencana pembangunan strategis atau jangka panjang ASEAN yang akan merinci kebijakan-kebijakan dan proyek yang akan diwujudkan dalam masa yang telah ditentukan. Di ASEAN, cetak biru MEA itu merupakan satu dari tiga rencana yang akan digunakan untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN. Dua rencana lainnya adalah cetak biru Masyarakat Politik-Pertahanan ASEAN dan Masyarakat Sosial-Budaya yang masih akan dirumuskan. Di kalangan Negara-negara Asia Tenggara, ada Piagam ASEAN yang mencantumkan prinsip penghormatan terhadap HAM, meskipun rumusannya sangat bersifat umum dan tidak ada mekanisme yang jelas untuk menjamin pelaksanaannya secara efektif. Mengingat begitu beragamnya rezim politik Negara-negara anggota ASEAN, kalangan pegiat HAM masih ragu apakah ASEAN memiliki keberanian politik untuk meninggalkan pola pikir tradisional para pemimpin ASEAN yang menempatkan kedaulatan Negara dan kelanggengan rezim politik di atas HAM individu warga negaranya. Perlu diingat bahwa penegakan Hak Asasi di wilayah ASEAN tergolong sangat lambat, setelah lebih dari 40 tahun didirikan, baru pada 18 November 2012 kepala Negara dari 10 negara ASEAN meratifikasi draf Deklarasi Hak Asasi Manusia ditengah isu-isu pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh beberapa anggotanya seperti Myanmar. Untuk itulah dalam makalah ini perlu dikaji lebih lanjut tentang Analisis Piagam Hak Asasi Manusia ASEAN.2 Berdasarkan latar belakang tersebut, penulisan ini ingin menjawab: (1) Apa sajakah nilai-nilai yang terkandung dalam Hak Asasi Manusia? (2) Bagaimanakah analisis terhadap Piagam HAM ASEAN? 494 Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). PEMBAHASAN 1) Nilai-nilai yang terkandung dalam Hak Asasi Manusia Nilai- nilai yang terkandung dalam HAM adalah sebagai berikut: a. Kesamaan Nilai kesamaan identik dengan nilai keadilan. Keadilan adalah keadaan antar manusia dimana manusia diperlakukan sama dalam situasi yang sama. Nilai pertama yang harus dijamin oleh hukum adalah keadilan. Keadilan adalah keadaan antar manusia dimana manusia diperlakukan sama dalam situasi yang sama. Nilai pertama yang harus dijamin oleh hukum adalah keadilan. b. Kebebasan Inti kebebasan ialah setiap orang atau kelompok orang yang berhak untuk mengurus dirinya sendiri lepas dari dominasi pihak lain. Kebebasan tidak berarti orang berhak hidup semaunya sendiri. Secara hakiki manusia itu bersifat sosial, dimana ia hidup dalam suatu jaringan dengan manusia lain dan dengan demikian pula ia harus memperhatikan dan tergantung pada orang lain. Dengan demikian, kebebasannya dibatasi oleh kebebasan pihak lain. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebebasan itu adalah kebebasan untuk mengurus diri sendiri lepas dari campur tangan si kuat yang dipaksakan secara sewenang-wenang. Kebebasan mengurus diri sendiri merupakan hak asasi universal. Kebebasan ini pertama kali diperjuangkan oleh kaum liberal yang pada mulanya berusaha untuk melindungi kehidupan pribadi dari campur tangan yang dipaksakan oleh pihak lain. Nilai kebebasan mencakup hak untuk hidup, kebutuhan jasmani, kebebasan mencakup hak untuk hidup, kebutuhan jasmani, kebebasan bergerak, mengurus rumah tangga sendiri, haki memilih pekerjaan dan tempat tinggal, kebebasan berfikir, berkumpul, dan berserikat. 2 http://www.voaindonesia.com/content/asean-sepakati-deklarasi-ham-kontroversial/1548610.html 495 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri c. Kebersamaan Pengakuan terhadap solidaritas atau kesetia kawanan ini mengharuskan tatanan hukum untuk menunjang sikap sesama anggota masyarakat sebagai senasib dan sepenanggungan. Oleh karena itu, tatanan hukum mewajibkan kita untuk bertanggung jawab atas kita semua, tidak boleh ada diantaranya dibiarkan menderita, apalagi dikorbankan demi kepentingan orang lain. Atas dasar itu, masyarakat melalui negara merasa wajib untuk menjamin bahwa tidak ada anggotanya yang harus hidup menderita karena syarat-syarat objektif tidak terpenuhi. Negara wajib membantu golongan- golongan lemah dan kurang mampu seperti buruh, wanita, anak-anak, korban perang, cacat veteran, pengungsi, dan korban bencana alam. Usaha negara memberikan fasilitas bagi golongan-golongan tersebut diatas termasuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial yaitu sebagai wujud nilai solidaritas antar manusia. Ada dua argumen yang diajukan klaim universalitas paham HAM : a. Individualistik Individualism berasarkan dari dua pertimbangan yaitu: 1) Paham HAM memfokuskan kepada perhatian orang pada hak-haknya sendiri saja. Masyarakat sekedar sebagai sarana pemenuhan kebutuhan individual saja. Individu mengharapkan agar masyarakat dan Negara memenuhi tuntutantuntutannya. 2) Paham HAM dilihat sebagai menempatkan individu, kelompok, golongan dan masyarakat berhadapan dengan Negara bukan dalam kesatuan dengannya. Masyarakat bukan menyatu dengan Negara melainkan perlu dilindungi terhadapnya. b. Paham HAM bertolak dari suatu pengertian tentang otonomi manusia yang tidak ditemukan di luar beberapa kebudayaan asing dan bertentangan dengan agama. Menurut 496 Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). agama, manusia tidak otonom melainkan dalam segala-galanya dibawah kehendak dan hukum Tuhan.3 2) Analisis terhadap Piagam HAM ASEAN Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-21 yang diselenggarakan di Pnom Penh, 18-19 November 2012, melahirkan produk politik baru, yaitu Deklarasi HAM ASEAN. Pada 18 November 2012, Deklarasi HAM ASEAN resmi ditandatangani oleh kesepuluh Negara ASEAN. Bagi pemerintah negara-negara anggota ASEAN, Deklarasi ini dianggap sebagai capaian besar setelah pada 2009 ASEAN membentuk Badan HAM ASEAN. Tetapi mencermati proses dan hasil pembentukan Deklarasi ini, sesungguhnya menggambarkan bahwa ASEAN bukanlah arena dan sarana pemajuan HAM melainkan instrumen yang memproteksi keberlakuan dan justisiabilitas HAM di negara-negara ASEAN. Dalam Deklarasi tersebut dinyatakan bahwa hak-hak asasi akan dipertimbangkan dalam "konteks regional dan nasional". Artinya, penghormatan, promosi, perlindungan, dan pemenuhan HAM sangat bergantung pada pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh ASEAN secara kolektif dan oleh negara-negara anggota ASEAN secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, bukannya pemajuan HAM dengan standar universal yang diperoleh dari Deklarasi ini, tetapi justru pembatasan kolektif atas nama prinsip non interference (tidak mencampuri urusan nasional dalam negeri masing-masing). Semestinya, ASEAN belajar dari pengalaman kegagalan perlindungan HAM di beberapa negara anggota ASEAN. Myanmar adalah contoh yang paling sering mengalami krisis politik dalam negeri. Namun atas nama prinsip non interference, intervensi kemanusiaan bahkan sulit dilakukan. Harapan agar Badan HAM ASEAN menjadi mekanisme kawasan/ regional penegakan HAM juga pupus sudah karena dengan prinsip non interfence dan disparitas penghormatan HAM 3 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm. 52-54 497 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri antar satu negara dengan negara ASEAN lainnya, justru semakin menjauhkan harapan adanya mekanisme pertanggungjawaban negara dalam berbagai peristiwa pelanggaran HAM. Pendek kata, Deklarasi ini tiada guna bagi hak asasi manusia. Dengan model Deklarasi semacam ini, Badan HAM ASEAN hanya menjadi wadah persaudaraan dan tempat saling berkeluh kesah tentang kondisi hak asasi manusia di masing-masing negara. Sebagai pernyataan dan peneguhan komitmen yang morally binding, Deklarasi ini semestinya memuat prinsip-prinsip dasar HAM dengan standar internasional. Selain atas dasar prinsip non interference, kualitas deklarasi yang demikian merupakan buah ketertutupan Badan HAM ASEAN dalam menyusun deklarasi ini dari masyarakat sipil. Harapan yang tersisa dari Badan HAM ASEAN adalah optimalisasi kinerja dengan mendorong berbagai instrumen internasional HAM dipedomani secara konsisten sehingga menjadi bagian dari hukum HAM yang berlaku di kawasan ASEAN. Tanpa mekanisme yang memungkinkan keadilan tercipta dan terlimpahkan bagi komunitas bangsa ASEAN, Deklarasi ini hanyalah basa basi politik regional memikat dukungan politik internasional. Selain adanya prinsip non interference, isi deklarasi yang diadopsi masih menggunakan isi narasi yang bermasalah karena tidak sesuai dengan kaidah hukum Hak asasi manusia Internasional.4 Berdasarkan klausul-klausul dalam draft deklarasi HAM ASEAN, misalnya disebutkan bahwa pemenuhan hak-hak yang dijamin dalam Deklarasi itu harus "seimbang dengan pemenuhan kewajiban-kewajiban” (dibagian Prinsip Umum no. 6); yang dikenakan pada “konteks nasional dan regional”; juga pertimbangan dari “latar belakang budaya, agama dan sejarah yang berbeda” (Prinsip Umum no. 7). Selain itu, semua hak-hak yang disediakan dalam Deklarasi akan tunduk pada pembatasan yang beragam alasannya termasuk juga pada konsep "keamanan nasional" dan konsep “moral publik" (Prinsip Umum no. 8). 4 498 http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1623 Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). Yang harus diketahui bahwa tidak ada instrumen universal ataupun instrumen regional lain yang menerapkan konsep "keseimbangan" antara pemenuhan hak-hak dan jaminan kebebasan terhadap tugas dan tanggung jawab perlindungan HAM. Sebaliknya, instrumen-instrumen tersebut dibentuk di atas gagasan bahwa konsep HAM merupakan hal yang melekat dan dimiliki semua orang tanpa ada pembedaan, bukan semacam komoditas yang harus diperoleh. Hukum internasional dan praktik-praktiknya tidak mengizinkan pembatasan yang luas, yang memiliki efek, atau digunakan untuk memberikan alasan terhadap praktik pelanggaran HAM yang juga dijamin di dalam Deklarasi ini. Sesungguhnya, hukum internasional mewajibkan kepada seluruh negaranegara anggota ASEAN untuk menjalankan tugasnya, terlepas dari “konteks nasional dan regional” yang mereka miliki, untuk menghormati dan melindungi semua kategori hak asasi manusia dan jaminan perlindungan kebebasan fundamental lainnya. Selain itu dalam proses penyusunan Asean Human Rights Declaration, tim perumus deklarasi tidak mengikut sertakan masyarakat sipil dalam proses penyusunannya, padahal komisaris tinggi PBB untuk Hak Asasi manusia telah menyerukan bahwa tidak ada diskusi hak asasi manusia yang paling sempurna atau kredibel tanpa masukan yang signifikan dari masyarakat sipil dan institusi hak asasi manusia di tingkat nasional.5 Apabila ditinjau lebih lanjut, rencana pembentukan Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Right Body/AHRB) menunjukkan sebuah kemajuan, tapi di sisi lain muncul kekhawatiran bahwa lembaga ini tidak akan efektif. Pembentukan AHRB bertujuan untuk mempromosikan dan melindungi HAM dan membantu memperkaya dan meningkatkan standar HAM di ASEAN yang sesuai dengan konteks regional dan sebagai saluran kerjasama konstruktif berkaitan dengan isu-isu HAM diantara Negara-negara ASEAN. Pemuatan kata konteks regional itulah, yang menimbulkan kekhawatiran, Badan HAM ini nantinya tidak mengikuti standar dan norma universal HAM, 5 http://www.aippnet.org/home/images/stories/Joint-Statement-on-Calling-AICHR-to-release-ASEAN-HumanRights-Declaration_Indo-Bahasa_version-2-20120410193753.pdf 499 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri melainkan justru mengedepankan nilai-nilai Asia (Asian values), 6 yang mencoba menghadaphadapkan norma internasional HAM yang dinilai sebagai konsep, produk dan buatan Negara-negara Barat, yang tidak semuanya dapat diterapkan dan diterima di Asia serta tidak semuanya selaras dengan nilai-nilai yang dianut di Asia.7 Setidaknya, masalah juga terlihat pada pernyataan yang menegaskan tanggung jawab perwakilan pemerintah yang duduk di badan HAM ASEAN dalam menjalankan fungsinya mesti berdasarkan piagam ASEAN, yang menolak campur tangan negara di luar ASEAN berkaitan dengan isu dan masalah HAM yang terjadi di regional ini. Pembentukan Badan HAM ASEAN di Piagam ASEAN memang sangat terlambat. ASEAN tertinggal bila dibandingkan dengan badan-badan regional lainnya dalam permasalahan HAM. Menurut pengamat internasional CSIS Bantarto Bandoro, pelanggaran HAM di sejumlah negara Asia Tenggara merupakan tanda diperlukannya suatu mekanisme HAM di kawasan Asia Tenggara. Namun perbedaan kondisi sosial dan politik antar negara anggota ASEAN diyakini menjadi salah satu ganjalan untuk mempercepat upaya pembentukan mekanisme HAM ASEAN. Hal itu dapat berpeluang menimbulkan ketegangan, mengingat negara-negara ASEAN tetap berpegang pada prinsip non interfensi urusan dalam negeri masing-masing Negara anggota dan tidak adanya sanksi.8 Pembentukan Badan Hak Asasi Manusia ASEAN tertuang didalam Piagam ASEAN Bab IV pasal 14 yang menyatakan bahwa : ” Selaras dengan tujuan –tujuan dan prinsip-prinsip Piagam ASEAN terkait dengan pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, ASEAN wajib membentuk badan hak asasi manusia”. Fungsi Badan tersebut sebenarnya mengalami dilema disatu pihak kerangka acuan badan tersebut ditentukan oleh Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN sehingga menimbulkan kritikan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kelompok masyarakat lainnya. Di lain 6 Aleksius, Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik. Graha Ilmu, Yogyakarta , 2008, hlm. 307-308. Agung Setyo Wibowo, Analisis Potensi dan Masalah ASEAN Inter-governmental Commission on Human Right (AICHR) dalam Upaya Pemajuan dan Perlindungan HAM di ASEAN. Jurnal Universitas Paramadina, Volume 7 Nomor 4, Desember 2010, hlm.254. 8 Sebagaimana dikutip dalam Amitav Acharya. The Quest for Identity : International Relation of Southeast Asia , Oxford University Press, Singapore, 2001, hlm.140. 7 500 Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). pihak, Badan HAM tersebut ketika menjalankan tugasnya mereka tidak dapat mengurusi atau mencampuri masalah dalam negeri ASEAN yang sampai saat ini masih dipertahankan sebagai prinsip utama untuk tidak campur tangan terhadap urusan domestik negara lain. Kekhawatiran mengenai tumpulnya Badan HAM ASEAN terutama merujuk pada memburuknya proses demokratisasi di Myanmar, dengan melambatnya pemenuhan peta jalan demokrasi dan berlanjutnya penahanan tokoh pro-demokrasi Aung San Suu Kyi. Kasus pelanggaran HAM ini dapat menganggu stabilitas keamanan dan ekonomi di dalam kawasan secara menyeluruh. Selanjutnya, pada Konferensi Menteri-Menteri ASEAN (AIMM) ke 42 bulan Juli di Thailand 2009, telah dibentuk Komisi Antar-pemerintah Hak Asasi ASEAN/ASEAN Inter-governmental Commission on Human Right (AICHR). Lahirnya Komisi ini dapat dikatakan sebagai suatu tonggak sejarah baru bagi ASEAN dari sebuah asosiasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967. Tidak semua negara ASEAN memiliki sistem pemerintahan yang sama: ada yang demokrasi, ada yang komunis, bahkan ada yang diktator militer. Ini yang membuat pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia dalam tubuh ASEAN menjadi amat menarik. Harus diakui bahwa memang ASEAN sebelumnya dikenal sebagai perhimpunan negara-negara konservatif dan tidak demokratis dalam masalah HAM. Akan tetapi kini, ASEAN tidak dapat lagi menghindar dari masalah HAM, bahkan harus menjunjung tinggi HAM. Komisi HAM ini mempunyai program kerja selama lima tahun 2010-2015 yang dimulai dengan proses pembelajaran untuk saling mengenal dan berbagi pengalaman terlebih dahulu antar anggota. Kerangka acuannya menekankan kepada fungsi promosi mengenai hak asasi manusia dibanding fungsi perlindungannya. Berdasarkan kesepakatan para pemimpin ASEAN, evaluasi atas kerangka acuan AIHCR dengan menyeimbangkan fungsi pemajuan dan perlindungan itu akan dilakukan dalam waktu lima tahun setelah AIHCR berjalan. Peningkatan kapasitas ASEAN dalam bidang HAM hanya dapat terjadi apabila memang Negara-negara anggotanya menghendakinya. Dengan kata lain, kawasan Asia Tenggara yang semakin demokratis akan meningkatkan pula harapan yang semakin tinggi terhadap 501 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri perlindungan HAM yang lebih baik di kawasan. Tantangan terbesar di kawasan ini memang terletak pada demokratisasi. PENUTUP Berdasarkan gambaran dari bahasan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai yang terkadung di dalam HAM yang merupakan suatu keniscayaan adalah adanya kesamaan ata bias disebut juga keadilan yang merupakan keadaan antar manusia dimana manusia diperlakukan sama dalam situasi yang sama, nilai lainnya yaitu kebebasan di dalam HAM dimaknai bahwa setiap orang atau kelompok orang yang berhak untuk mengurus dirinya sendiri lepas dari dominasi pihak lain dan nilai yang lain adalah kebersaman yaitu pengakuan terhadap solidaritas atau kesetiakawanan yaitu sikap saling senasib dan sepenanggungan.. 2. Deklarasi HAM ASEAN yang dibentuk sebagai kelanjutan dari adanya piagam ASEAN yang berlaku secara umum masih terdapat kekurangan dalam perumusannya, diantaranya adalah adanya prinsip non interfence yng tidak membuka kesempatan kepada bangsa atau Negara lain untuk melakukan intervensi terhadap adanya pelanggaran HAM yang dilakukan di dalam suatu Negara (dilakukan oleh pemerintah/kalangan mayoritas terhadap rakyatnya atau kalangan minoritas). Kekurangan yang lain adalah tida adanya instrument universal atau regional yang menerapkan konsep keseimbangan antara pemenuhan hak-hak dan jaminan kebebasan terhadap tugas dan tanggungjawab perlindungan HAM. Hukum internasional dan prakti-praktinya tidak mengijinkan pembatasan yang luas yang memiliki efek atau digunkan untuk memberikan alasan terhadap prakti-praktik pelanggaran HAM yang juga dijamin di dalam deklarasi HAM ASEAN ini. Selain itu, dalam proses penusunannya tidak mengikut sertakan masyarakat sipil padahal komisaris tinggi PBB 502 Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM Lily Husni Putri Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 61, Th. XV (Desember, 2013). untuk HAM telah menyerukan bahwa tidak ada diskusi HAM yang sempurna/kredibel tanpa masukan signifikan dari masyarakat sipil dan institusi HAM tingkat nasional. DAFTAR PUSTAKA Acharya, Amitav, 2001, The Quest for Identity : International Relation of Southeast Asia, Oxford University Press, Singapore. Aleksius, Jemadu, 2008, Politik Global dalam Teori dan Praktik. Graha Ilmu, Yogyakarta. El Muhtaj, Majda, 2008, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Rajawali Pers, Jakarta. Wibowo, Agung Setyo, 2010, Analisis Potensi dan Masalah ASEAN Inter-governmental Commission on Human Right (AICHR) dalam Upaya Pemajuan dan Perlindungan HAM di ASEAN. Jurnal Universitas Paramadina, Volume 7 Nomor 4, Desember 2010. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1997), Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Internet http://www.voaindonesia.com/content/asean-sepakati-deklarasi-ham-kontroversial/1548610.html http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1623 http://www.aippnet.org/home/images/stories/Joint-Statement-on-Calling-AICHR-to-releaseASEAN-Human-Rights-Declaration_Indo-Bahasa_version-2-20120410193753.pdf 503