Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani

advertisement
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013), pp. 491-503.
EFEKTIFITAS BADAN HAK ASASI MANUSIA ASEAN DALAM MENANGANI ISU HAK
ASASI MANUSIA DALAM REGIONAL ASEAN
THE EFFECTIVENESS OF ASEAN HUMAN RIGHTS BODY IN DEALING WITH HUMAN
RIGHTS ISSUES IN ASEAN REGION
Oleh: Lily Husni Putri *)
ABSTRACT
The Association of South East Asian Nations was established as a political and
economic entity through Bangkok Declaration in 1967. Among its seven objectives are:
to accelerate growth, social progress and cultural development, to promote regional
peace and stability through abiding respect for justice and the rule of law in the
relationship between countries in the region and adherence to the principle to the
United Nations Charter. Although the term ‘human rights’ is not explicitly used in the
Declaration, by affirming adherence to the principle of the United Nations Charter, the
founding members of ASEAN accepted its purposes and principles. The Association of
South East Asian Human rights issues and the establishment of Association South East
Asian Nations (ASEAN) human rights mechanism are still very challenging matters for
ASEAN. Generally speaking, ASEAN has been making a slow progress in the field of
human rights. ASEAN has long empashized that the promotion and the protection of
human rights by the international community must recognize national sovereignty,
national border and non-interference in another state’s affairs. ASEAN views human
rights as an internal affairs. The establishment of human rights mechanism was
provided for by the Charter but what kind of human rights body ASEAN would be
comfortable with was a crucial question for ASEAN and its people. Through the setting
up of ASEAN Human Rights Body, this paper aims to examine the effectiveness of the
ASEAN Human Rights Body in dealing with human rights issues in ASEAN region.
Keywords: Asian Human Right, Asian Region.
PENDAHULUAN
Setiap orang yang lahir di dunia mempunyai hak yang sudah melekat sejak ia lahir sebagai
anugrah dari Tuhan atau yang dinamakan juga hak asasi manusia. Oleh karenanya tidak ada
kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan
hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang
dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Pada hakikatnya, Hak Asasi Manusia terdiri atas empat hak dasar yang paling pokok,
*)
Lily Husni Putri, S.H., LL.M, adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Darussalam - Banda
Aceh.
ISSN: 0854-5499
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
ialah hak hidup, hak memiliki sesuatu, hak bahagia/sejahtera, dan hak bebas/merdeka. Dari empat
hak dasar inilah lahir hak asasi lainnya atau tanpa empat hak dasar ini,
Hak-hak asasi merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul dari nilai-nilai yang
kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama
manusia. Inti paham hak-hak asasi manusia, menurut Magnis Suseno dalam Majda El Muhtaj,
terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat manusia tidak dapat dijunjung tinggi kecuali
setiap manusia individual, tanpa diskriminasi dan tanpa kekecualian, dihormati dalam
keutuhannya.1
Secarah historis rumusan konseptual HAM telah muncul dari beberapa doktrin hukum alam,
khususnya ajaran Thomas Aquinas, Hugo de Groot. Ajaran-ajaran mereka itu, kemudian disusul
oleh lahirnya Magna Charta, petisi hak asasi manusia dan undang-undang HAM Inggris. Sejak
ditandatanganinya Magna Charta di Inggris, perkembangan perjuangan hak asasi manusia
selanjutnya dilakukan melalui berbagai petisi, deklarasi lainnya. PBB membentuk Komisi Hak-Hak
Asasi Manusia. Komisi tersebut berhasil merumuskan naskah pengakuan hak-hak asasi manusia
yang dikenal dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human
Rights). Melalui sidangnya, naskah ini diterima dan disetujui oleh PBB pada tanggal 10 Desember
1948. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari hak asasi manusia.
Indonesia sudah lama menjadi anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau
ASEAN (Association of South East Asian Nations). Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara
(ASEAN) adalah sebuah organisasi regional yang terdiri atas sepuluh negara Asia Tenggara, yaitu
Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Republik Rakyat Demokratik (RRD) Laos, Malaysia,
Myanmar, Filipina, Thailand, Singapura, dan Vietnam. ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967
dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan pembangunan sosial dan
budaya di wilayah ini, serta memelihara perdamaian dan stabilitas wilayah.
492
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
Tabel 1
Anggota ASEAN dan Tanggal Keanggotaannya
Nama Negara
Tanggal keanggotaan
Brunei Darussalam
8 Januari 1984
Kamboja
30 April 1999
Indonesia
8 Agustus 1967
RRD Laos
23 Juli 1997
Malaysia
8 Agustus 1967
Myanmar
23 Juli 1997
Filipina
8 Agustus 1967
Singapura
8 Agustus 1967
Thailand
8 Agustus 1967
Vietnam
28 Juli 1995
Lebih dari 40 tahun keberadaannya, ASEAN telah menandatangani banyak deklarasi dan
pernyataan yang menyatukan tujuan-tujuan dan kesepakatan-kesepakatan perhimpunan ini. Namun
ASEAN mendapat kritik tajam karena kemajuannya lambat dan kegagalannya menangani isu-isu
kontroversial seperti hak asasi manusia (HAM). Cara-cara menghadapi masalah seperti ini membuat
perhimpunan negara-negara Asia Tenggara tersebut mendapat julukan “Cara ASEAN” (Asean
Way), atau diplomasi berdasar konsultasi dan konsensus tanpa campur tangan.
Pada 20 November 2007, ketika KTT ke-13 ASEAN digelar di Singapura, para pemimpin
ASEAN menandatangani Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan cetak biru Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). Penandatanganan kedua dokumen tersebut menandai pengaturan yang lebih
formal bagi ASEAN, dan menyatakan kesepakatan tersebut berdasarkan aturan main ASEAN.
1
Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Rajawali Pers, Jakarta
2008, hlm, 31-32.
493
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
Piagam ASEAN adalah konstitusi bagi organisasi regional ASEAN, seperti halnya Undangundang Dasar bagi sebuah negara. Piagam ini berisi prinsip dasar dan tujuan organisasi,
menentukan struktur dan moda-moda keanggotaannya dan tata laksana organisasi. Sementara itu,
cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan rencana pembangunan strategis atau jangka
panjang ASEAN yang akan merinci kebijakan-kebijakan dan proyek yang akan diwujudkan dalam
masa yang telah ditentukan. Di ASEAN, cetak biru MEA itu merupakan satu dari tiga rencana yang
akan digunakan untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN. Dua rencana lainnya adalah cetak biru
Masyarakat Politik-Pertahanan ASEAN dan Masyarakat Sosial-Budaya yang masih akan
dirumuskan.
Di kalangan Negara-negara Asia Tenggara, ada Piagam ASEAN yang mencantumkan
prinsip penghormatan terhadap HAM, meskipun rumusannya sangat bersifat umum dan tidak ada
mekanisme yang jelas untuk menjamin pelaksanaannya secara efektif. Mengingat begitu
beragamnya rezim politik Negara-negara anggota ASEAN, kalangan pegiat HAM masih ragu
apakah ASEAN memiliki keberanian politik untuk meninggalkan pola pikir tradisional para
pemimpin ASEAN yang menempatkan kedaulatan Negara dan kelanggengan rezim politik di atas
HAM individu warga negaranya.
Perlu diingat bahwa penegakan Hak Asasi di wilayah ASEAN tergolong sangat lambat,
setelah lebih dari 40 tahun didirikan, baru pada 18 November 2012 kepala Negara dari 10 negara
ASEAN meratifikasi draf Deklarasi Hak Asasi Manusia ditengah isu-isu pelanggaran HAM berat
yang dilakukan oleh beberapa anggotanya seperti Myanmar. Untuk itulah dalam makalah ini perlu
dikaji lebih lanjut tentang Analisis Piagam Hak Asasi Manusia ASEAN.2
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulisan ini ingin menjawab: (1) Apa sajakah nilai-nilai
yang terkandung dalam Hak Asasi Manusia? (2) Bagaimanakah analisis terhadap Piagam HAM
ASEAN?
494
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
PEMBAHASAN
1) Nilai-nilai yang terkandung dalam Hak Asasi Manusia
Nilai- nilai yang terkandung dalam HAM adalah sebagai berikut:
a. Kesamaan
Nilai kesamaan identik dengan nilai keadilan. Keadilan adalah keadaan antar manusia
dimana manusia diperlakukan sama dalam situasi yang sama. Nilai pertama yang harus
dijamin oleh hukum adalah keadilan. Keadilan adalah keadaan antar manusia dimana
manusia diperlakukan sama dalam situasi yang sama. Nilai pertama yang harus dijamin
oleh hukum adalah keadilan.
b. Kebebasan
Inti kebebasan ialah setiap orang atau kelompok orang yang berhak untuk mengurus
dirinya sendiri lepas dari dominasi pihak lain. Kebebasan tidak berarti orang berhak
hidup semaunya sendiri. Secara hakiki manusia itu bersifat sosial, dimana ia hidup
dalam suatu jaringan dengan manusia lain dan dengan demikian pula ia harus
memperhatikan dan tergantung pada orang lain. Dengan demikian, kebebasannya
dibatasi oleh kebebasan pihak lain. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebebasan
itu adalah kebebasan untuk mengurus diri sendiri lepas dari campur tangan si kuat yang
dipaksakan secara sewenang-wenang. Kebebasan mengurus diri sendiri merupakan hak
asasi universal. Kebebasan ini pertama kali diperjuangkan oleh kaum liberal yang pada
mulanya berusaha untuk melindungi kehidupan pribadi dari campur tangan yang
dipaksakan oleh pihak lain. Nilai kebebasan mencakup hak untuk hidup, kebutuhan
jasmani, kebebasan mencakup hak untuk hidup, kebutuhan jasmani, kebebasan
bergerak, mengurus rumah tangga sendiri, haki memilih pekerjaan dan tempat tinggal,
kebebasan berfikir, berkumpul, dan berserikat.
2
http://www.voaindonesia.com/content/asean-sepakati-deklarasi-ham-kontroversial/1548610.html
495
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
c. Kebersamaan
Pengakuan terhadap solidaritas atau kesetia kawanan ini mengharuskan tatanan hukum
untuk
menunjang
sikap
sesama
anggota
masyarakat
sebagai
senasib
dan
sepenanggungan. Oleh karena itu, tatanan hukum mewajibkan kita untuk bertanggung
jawab atas kita semua, tidak boleh ada diantaranya dibiarkan menderita, apalagi
dikorbankan demi kepentingan orang lain. Atas dasar itu, masyarakat melalui negara
merasa wajib untuk menjamin bahwa tidak ada anggotanya yang harus hidup menderita
karena syarat-syarat objektif
tidak terpenuhi. Negara wajib membantu golongan-
golongan lemah dan kurang mampu seperti buruh, wanita, anak-anak, korban perang,
cacat veteran, pengungsi, dan korban bencana alam. Usaha negara memberikan fasilitas
bagi golongan-golongan tersebut diatas termasuk menyelenggarakan kesejahteraan
sosial yaitu sebagai wujud nilai solidaritas antar manusia.
Ada dua argumen yang diajukan klaim universalitas paham HAM :
a. Individualistik
Individualism berasarkan dari dua pertimbangan yaitu:
1) Paham HAM memfokuskan kepada perhatian orang pada hak-haknya sendiri
saja. Masyarakat sekedar sebagai sarana pemenuhan kebutuhan individual saja.
Individu mengharapkan agar masyarakat dan Negara memenuhi tuntutantuntutannya.
2) Paham HAM dilihat sebagai menempatkan individu, kelompok, golongan dan
masyarakat berhadapan dengan Negara bukan dalam kesatuan dengannya.
Masyarakat bukan menyatu dengan Negara melainkan perlu dilindungi
terhadapnya.
b. Paham HAM bertolak dari suatu pengertian tentang otonomi manusia yang tidak
ditemukan di luar beberapa kebudayaan asing dan bertentangan dengan agama. Menurut
496
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
agama, manusia tidak otonom melainkan dalam segala-galanya dibawah kehendak dan
hukum Tuhan.3
2) Analisis terhadap Piagam HAM ASEAN
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-21 yang diselenggarakan di Pnom Penh, 18-19
November 2012, melahirkan produk politik baru, yaitu Deklarasi HAM ASEAN. Pada 18
November 2012, Deklarasi HAM ASEAN resmi ditandatangani oleh kesepuluh Negara ASEAN.
Bagi pemerintah negara-negara anggota ASEAN, Deklarasi ini dianggap sebagai capaian besar
setelah pada 2009 ASEAN membentuk Badan HAM ASEAN. Tetapi mencermati proses dan hasil
pembentukan Deklarasi ini, sesungguhnya menggambarkan bahwa ASEAN bukanlah arena dan
sarana pemajuan HAM melainkan instrumen yang memproteksi keberlakuan dan justisiabilitas
HAM di negara-negara ASEAN.
Dalam Deklarasi tersebut dinyatakan bahwa hak-hak asasi akan dipertimbangkan dalam
"konteks regional dan nasional". Artinya, penghormatan, promosi, perlindungan, dan pemenuhan
HAM sangat bergantung pada pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh ASEAN secara kolektif
dan oleh negara-negara anggota ASEAN secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, bukannya
pemajuan HAM dengan standar universal yang diperoleh dari Deklarasi ini, tetapi justru
pembatasan kolektif atas nama prinsip non interference (tidak mencampuri urusan nasional dalam
negeri masing-masing).
Semestinya, ASEAN belajar dari pengalaman kegagalan perlindungan HAM di beberapa
negara anggota ASEAN. Myanmar adalah contoh yang paling sering mengalami krisis politik
dalam negeri. Namun atas nama prinsip non interference, intervensi kemanusiaan bahkan sulit
dilakukan. Harapan agar Badan HAM ASEAN menjadi mekanisme kawasan/ regional penegakan
HAM juga pupus sudah karena dengan prinsip non interfence dan disparitas penghormatan HAM
3
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm. 52-54
497
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
antar satu negara dengan negara ASEAN lainnya, justru semakin menjauhkan harapan adanya
mekanisme pertanggungjawaban negara dalam berbagai peristiwa pelanggaran HAM. Pendek kata,
Deklarasi ini tiada guna bagi hak asasi manusia.
Dengan model Deklarasi semacam ini, Badan HAM ASEAN hanya menjadi wadah
persaudaraan dan tempat saling berkeluh kesah tentang kondisi hak asasi manusia di masing-masing
negara. Sebagai pernyataan dan peneguhan komitmen yang morally binding, Deklarasi ini
semestinya memuat prinsip-prinsip dasar HAM dengan standar internasional. Selain atas dasar
prinsip non interference, kualitas deklarasi yang demikian merupakan buah ketertutupan Badan
HAM ASEAN dalam menyusun deklarasi ini dari masyarakat sipil. Harapan yang tersisa dari
Badan HAM ASEAN adalah optimalisasi kinerja dengan mendorong berbagai instrumen
internasional HAM dipedomani secara konsisten sehingga menjadi bagian dari hukum HAM yang
berlaku di kawasan ASEAN. Tanpa mekanisme yang memungkinkan keadilan tercipta dan
terlimpahkan bagi komunitas bangsa ASEAN, Deklarasi ini hanyalah basa basi politik regional
memikat dukungan politik internasional.
Selain adanya prinsip non interference, isi deklarasi yang diadopsi masih menggunakan isi
narasi yang bermasalah karena tidak sesuai dengan kaidah hukum Hak asasi manusia Internasional.4
Berdasarkan klausul-klausul dalam draft deklarasi HAM ASEAN, misalnya disebutkan bahwa
pemenuhan hak-hak yang dijamin dalam Deklarasi itu harus "seimbang dengan pemenuhan
kewajiban-kewajiban” (dibagian Prinsip Umum no. 6); yang dikenakan pada “konteks nasional dan
regional”; juga pertimbangan dari “latar belakang budaya, agama dan sejarah yang berbeda”
(Prinsip Umum no. 7). Selain itu, semua hak-hak yang disediakan dalam Deklarasi akan tunduk
pada pembatasan yang beragam alasannya termasuk juga pada konsep "keamanan nasional" dan
konsep “moral publik" (Prinsip Umum no. 8).
4
498
http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1623
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
Yang harus diketahui bahwa tidak ada instrumen universal ataupun instrumen regional lain
yang menerapkan konsep "keseimbangan" antara pemenuhan hak-hak dan jaminan kebebasan
terhadap tugas dan tanggung jawab perlindungan HAM. Sebaliknya, instrumen-instrumen tersebut
dibentuk di atas gagasan bahwa konsep HAM merupakan hal yang melekat dan dimiliki semua
orang tanpa ada pembedaan, bukan semacam komoditas yang harus diperoleh. Hukum internasional
dan praktik-praktiknya tidak mengizinkan pembatasan yang luas, yang memiliki efek, atau
digunakan untuk memberikan alasan terhadap praktik pelanggaran HAM yang juga dijamin di
dalam Deklarasi ini. Sesungguhnya, hukum internasional mewajibkan kepada seluruh negaranegara anggota ASEAN untuk menjalankan tugasnya, terlepas dari “konteks nasional dan regional”
yang mereka miliki, untuk menghormati dan melindungi semua kategori hak asasi manusia dan
jaminan perlindungan kebebasan fundamental lainnya.
Selain itu dalam proses penyusunan Asean Human Rights Declaration, tim perumus deklarasi
tidak mengikut sertakan masyarakat sipil dalam proses penyusunannya, padahal komisaris tinggi
PBB untuk Hak Asasi manusia telah menyerukan bahwa tidak ada diskusi hak asasi manusia yang
paling sempurna atau kredibel tanpa masukan yang signifikan dari masyarakat sipil dan institusi hak
asasi manusia di tingkat nasional.5
Apabila ditinjau lebih lanjut, rencana pembentukan Badan HAM ASEAN (ASEAN Human
Right Body/AHRB) menunjukkan sebuah kemajuan, tapi di sisi lain muncul kekhawatiran bahwa
lembaga ini tidak akan efektif. Pembentukan AHRB bertujuan untuk mempromosikan dan
melindungi HAM dan membantu memperkaya dan meningkatkan standar HAM di ASEAN yang
sesuai dengan konteks regional dan sebagai saluran kerjasama konstruktif berkaitan dengan isu-isu
HAM diantara Negara-negara ASEAN. Pemuatan kata konteks regional itulah, yang menimbulkan
kekhawatiran, Badan HAM ini nantinya tidak mengikuti standar dan norma universal HAM,
5
http://www.aippnet.org/home/images/stories/Joint-Statement-on-Calling-AICHR-to-release-ASEAN-HumanRights-Declaration_Indo-Bahasa_version-2-20120410193753.pdf
499
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
melainkan justru mengedepankan nilai-nilai Asia (Asian values), 6 yang mencoba menghadaphadapkan norma internasional HAM yang dinilai sebagai konsep, produk dan buatan Negara-negara
Barat, yang tidak semuanya dapat diterapkan dan diterima di Asia serta tidak semuanya selaras
dengan nilai-nilai yang dianut di Asia.7 Setidaknya, masalah juga terlihat pada pernyataan yang
menegaskan tanggung jawab perwakilan pemerintah yang duduk di badan HAM ASEAN dalam
menjalankan fungsinya mesti berdasarkan piagam ASEAN, yang menolak campur tangan negara di
luar ASEAN berkaitan dengan isu dan masalah HAM yang terjadi di regional ini.
Pembentukan Badan HAM ASEAN di Piagam ASEAN memang sangat terlambat.
ASEAN tertinggal bila dibandingkan dengan badan-badan regional lainnya dalam permasalahan
HAM. Menurut pengamat internasional CSIS Bantarto Bandoro, pelanggaran HAM di sejumlah
negara Asia Tenggara merupakan tanda diperlukannya suatu mekanisme HAM di kawasan Asia
Tenggara. Namun perbedaan kondisi sosial dan politik antar negara anggota ASEAN diyakini
menjadi salah satu ganjalan untuk mempercepat upaya pembentukan mekanisme HAM ASEAN.
Hal itu dapat berpeluang menimbulkan ketegangan, mengingat negara-negara ASEAN tetap
berpegang pada prinsip non interfensi urusan dalam negeri masing-masing Negara anggota dan
tidak adanya sanksi.8 Pembentukan Badan Hak Asasi Manusia ASEAN tertuang didalam Piagam
ASEAN Bab IV pasal 14 yang menyatakan bahwa :
” Selaras dengan tujuan –tujuan dan prinsip-prinsip Piagam ASEAN terkait dengan pemajuan
dan perlindungan hak-hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, ASEAN wajib
membentuk badan hak asasi manusia”.
Fungsi Badan tersebut sebenarnya mengalami dilema disatu pihak kerangka acuan badan
tersebut ditentukan oleh Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN sehingga menimbulkan
kritikan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kelompok masyarakat lainnya. Di lain
6
Aleksius, Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik. Graha Ilmu, Yogyakarta , 2008, hlm. 307-308.
Agung Setyo Wibowo, Analisis Potensi dan Masalah ASEAN Inter-governmental Commission on Human Right
(AICHR) dalam Upaya Pemajuan dan Perlindungan HAM di ASEAN. Jurnal Universitas Paramadina, Volume 7 Nomor
4, Desember 2010, hlm.254.
8
Sebagaimana dikutip dalam Amitav Acharya. The Quest for Identity : International Relation of
Southeast Asia , Oxford University Press, Singapore, 2001, hlm.140.
7
500
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
pihak, Badan HAM tersebut ketika menjalankan tugasnya mereka tidak dapat mengurusi atau
mencampuri masalah dalam negeri ASEAN yang sampai saat ini masih dipertahankan sebagai
prinsip utama untuk tidak campur tangan terhadap urusan domestik negara lain. Kekhawatiran
mengenai tumpulnya Badan HAM ASEAN terutama merujuk pada memburuknya proses
demokratisasi di Myanmar, dengan melambatnya pemenuhan peta jalan demokrasi dan berlanjutnya
penahanan tokoh pro-demokrasi Aung San Suu Kyi. Kasus pelanggaran HAM ini dapat menganggu
stabilitas keamanan dan ekonomi di dalam kawasan secara menyeluruh. Selanjutnya, pada
Konferensi Menteri-Menteri ASEAN (AIMM) ke 42 bulan Juli di Thailand 2009, telah dibentuk
Komisi Antar-pemerintah Hak Asasi ASEAN/ASEAN Inter-governmental Commission on Human
Right (AICHR). Lahirnya Komisi ini dapat dikatakan sebagai suatu tonggak sejarah baru bagi
ASEAN dari sebuah asosiasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang dibentuk pada tanggal
8 Agustus 1967. Tidak semua negara ASEAN memiliki sistem pemerintahan yang sama: ada yang
demokrasi, ada yang komunis, bahkan ada yang diktator militer. Ini yang membuat pembentukan
Komisi Hak Asasi Manusia dalam tubuh ASEAN menjadi amat menarik. Harus diakui bahwa
memang ASEAN sebelumnya dikenal sebagai perhimpunan negara-negara konservatif dan tidak
demokratis dalam masalah HAM. Akan tetapi kini, ASEAN tidak dapat lagi menghindar dari
masalah HAM, bahkan harus menjunjung tinggi HAM. Komisi HAM ini mempunyai program kerja
selama lima tahun 2010-2015 yang dimulai dengan proses pembelajaran untuk saling mengenal dan
berbagi pengalaman terlebih dahulu antar anggota. Kerangka acuannya menekankan kepada fungsi
promosi mengenai hak asasi manusia dibanding fungsi perlindungannya. Berdasarkan kesepakatan
para pemimpin ASEAN, evaluasi atas kerangka acuan AIHCR dengan menyeimbangkan fungsi
pemajuan dan perlindungan itu akan dilakukan dalam waktu lima tahun setelah AIHCR berjalan.
Peningkatan kapasitas ASEAN dalam bidang HAM hanya dapat terjadi apabila
memang Negara-negara anggotanya menghendakinya. Dengan kata lain, kawasan Asia Tenggara
yang semakin demokratis akan meningkatkan pula harapan yang semakin tinggi terhadap
501
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
perlindungan HAM yang lebih baik di kawasan. Tantangan terbesar di kawasan ini memang terletak
pada demokratisasi.
PENUTUP
Berdasarkan gambaran dari bahasan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Nilai-nilai yang terkadung di dalam HAM yang merupakan suatu keniscayaan adalah
adanya kesamaan ata bias disebut juga keadilan yang merupakan keadaan antar manusia
dimana manusia diperlakukan sama dalam situasi yang sama, nilai lainnya yaitu kebebasan
di dalam HAM dimaknai bahwa setiap orang atau kelompok orang yang berhak untuk
mengurus dirinya sendiri lepas dari dominasi pihak lain dan nilai yang lain adalah
kebersaman yaitu pengakuan terhadap solidaritas atau kesetiakawanan yaitu sikap saling
senasib dan sepenanggungan..
2. Deklarasi HAM ASEAN yang dibentuk sebagai kelanjutan dari adanya piagam ASEAN
yang berlaku secara umum masih terdapat kekurangan dalam perumusannya, diantaranya
adalah adanya prinsip non interfence yng tidak membuka kesempatan kepada bangsa atau
Negara lain untuk melakukan intervensi terhadap adanya pelanggaran HAM yang dilakukan
di dalam suatu Negara (dilakukan oleh pemerintah/kalangan mayoritas terhadap rakyatnya
atau kalangan minoritas). Kekurangan yang lain adalah tida adanya instrument universal
atau regional yang menerapkan konsep keseimbangan antara pemenuhan hak-hak dan
jaminan kebebasan terhadap tugas dan tanggungjawab perlindungan HAM. Hukum
internasional dan prakti-praktinya tidak mengijinkan pembatasan yang luas yang memiliki
efek atau digunkan untuk memberikan alasan terhadap prakti-praktik pelanggaran HAM
yang juga dijamin di dalam deklarasi HAM ASEAN ini. Selain itu, dalam proses
penusunannya tidak mengikut sertakan masyarakat sipil padahal komisaris tinggi PBB
502
Efektifitas Badan HAM Asean dalam Menangani Isu HAM
Lily Husni Putri
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 61, Th. XV (Desember, 2013).
untuk HAM telah menyerukan bahwa tidak ada diskusi HAM yang sempurna/kredibel
tanpa masukan signifikan dari masyarakat sipil dan institusi HAM tingkat nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Acharya, Amitav, 2001, The Quest for Identity : International Relation of Southeast Asia, Oxford
University Press, Singapore.
Aleksius, Jemadu, 2008, Politik Global dalam Teori dan Praktik. Graha Ilmu, Yogyakarta.
El Muhtaj, Majda, 2008, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,
Rajawali Pers, Jakarta.
Wibowo, Agung Setyo, 2010, Analisis Potensi dan Masalah ASEAN Inter-governmental
Commission on Human Right (AICHR) dalam Upaya Pemajuan dan Perlindungan HAM di
ASEAN. Jurnal Universitas Paramadina, Volume 7 Nomor 4, Desember 2010.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1997), Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Internet
http://www.voaindonesia.com/content/asean-sepakati-deklarasi-ham-kontroversial/1548610.html
http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1623
http://www.aippnet.org/home/images/stories/Joint-Statement-on-Calling-AICHR-to-releaseASEAN-Human-Rights-Declaration_Indo-Bahasa_version-2-20120410193753.pdf
503
Download