10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kualitas Secara umum kualitas dapat didefinisikan sebagai sesuatu keunggulan ataupun keistimewaan. Sedangkan kualitas yang dirasakan dapat didefinisikan sebagai suatu penilaian konsumen akan keunggulan ataupun keistimewaan secara menyeluruh terhadap suatu produk (Zeithaml, 2006). Menurut pendapat lain kualitas adalah suatu bentuk penilaian yang menyeluruh atas suatu produk yang hampir sama dengan pendirian. Terdapat 2 (dua) macam kualitas yaitu : 1. Kualitas Afektif Yaitu kualitas yang dirasakan sebagai suatu bentuk penilaian yang menyeluruh atas suatu produk atau suatu penaksiran nilai yang sifatnya global. 2. Kualitas Kognitif Yaitu suatu penarikan kesimpulan tentang kualitas yang didasarkan pada isyarat-isyarat tingkat rendah dan evaluasi produk secara menyeluruh. Harapan pelanggan akan kualitas secara keseluruhan dan kualitas yang diterima yang dialami berdasarkan pengalaman yang selalu akan mempengaruhi terhadap nilai yang diterima mengenai rating yang diberikan kualitas akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. 10 11 Meskipun tidak ada pengertian mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari pengertian-pengertian yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut: a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Kualitas mencangkup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misainya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Dengan berdasarkan elemen-elemen tersebut dapat diambil pengertian mengenai kualitas yang lebin luas cakupannya adalan sebagai berikut: Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goetsch et. al., 2002 : 4). Kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar. Sementara itu dalam Tjiptono (2000 : 24) mengartikan kualitas sebagai cocok untuk digunakan (fitness for use) dan definisi ini sendiri memiliki dua aspek utama, yaitu : a. Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan, Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan Minat Beli Konsumen, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan, serta dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. 12 b. Bebas dari kekurangan, kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan konsumen, mengurangi inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar, meningkatkan hasil (yield) dan kapasitas, serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa. Tjiptono (2000 : 51) mengidentifikasi adanya lima alternative perspektif kualitas yang biasa digunakan : a. Transcendental Approach Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini banyak digunakan melalui pertanyaan-pertanyaan dan pesan-pesan pemasaran seperti kehalusan dan kelembutan kulit untuk produk sabun mandi, kenyamanan dan prestise untuk produk mobil, dan suasana belanja yang santai dan menyenangkan untuk supermarket, dan sebagainya. b. Product-based Approach Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. c. User-basea Approach Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang 13 merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. d. Manufacturing-based Approach Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik- praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratannya (conformance to requirements). Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. e. Value-based Approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi Belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buys). 2.1.2. Konsep Kualitas Layanan Kualitas layanan dapat dikatakan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan konsumen. Tjiptono (2000 : 61) menyatakan harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Kualitas total suatu jasa atau produk terdiri atas tiga komponen utama yaitu sebagai berikut: a. Technical Quality, adalah komponen yang berkaitan dengan kualitas output produk atau jasa yang diterima konsumen. Menurut Pasuraman, et. 14 al.(1991) menyaiakan technical quality dapat diperinci lagi menjadi: 1. Search quality, adalah kualitas yang dapat dievaluasi konsumen sebelum membeli produk tersebut, misalnya harga. 2. Experience quality, adalah kualitas yang hanya bias dievaluasi konsumen setelah membeli produk tersebut, misalnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapihan hasil. 3. Credence quality, adalah kualitas yang sukar dievaluasi konsumen meskipun telah mengkonsumsi produk tersebut. b. Functional Quality, adalah komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu produk. c. Corporate Image, adalah profil, reputasi, citra umum, dan daya Tarik khusus perusanaan. Tjiptono (2000 : 72) menyatakan bahwa ada tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas jasa atau produk adalah outcome-related, process-related, dan image-related. Tiga kriteria tersebut dapat dijabarkan menjadi enam unsur, adalah: a. Professionalism and Skill, Kriteria ini merupakan outcome-related criteria, dimana konsumen menyadari bahwa perusahaan, system operasi, dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalan konsumen secara profesional. b. Attitude and Behavior, kriteria ini adalah process-related criteria, dimana konsumen merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personal) menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang hati. 15 c. Accessibility and Flexibility, Kriteria ini termasuk kedalam process-related criteria, dimana konsumen merasa bahwa pengusaha, lokasi, jam kerja, karyawan, dan sistem operasionalnya dirancang dan dioperasionalkan sedemikian rupa sehingga konsumen dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan konsumen. d. Reability and Trustworthiness, Kriteria ini termasuk process-related criteria, dimana konsumen memahami bahwa apapun yang terjadi mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada perusahaan. e. Recovery, Kriteria ini termasuk kedalam process-related criteria, dimana konsumen menyadari bahwa bila ada kesalahan maka perusahaan akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan masalah yang tepat. f. Reputation and Credibility, Kriteria ini merupakan process-related criteria, dimana kosumen meyakini bahwa operasi dari perusahaan dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya. 2.1.2.1. Pengukuran Kualitas Layanan Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk hamper sama dengan pengukuran Minat Beli Konsumen, yaitu ditentukan oleh variabel harapan dan kinerja yang dirasakan (perceived performance). Untuk dapat mengelola jasa atau produk dengan baik dan berkualitas, maka perusahaan harus mengenal dan memperhatikan lima kesenjangan yang berkaitan dengan sebab kegagalan 16 perusahaan. Dalam Kotler (2007 : 92) mengemukakan lima gap tersebut sebagai berikut: a. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu dapat merasakan apa yang diinginkan para konsumen secara cepat. Terjadinya kesenjangan ini umumnya disebabkan karena kurang efektifnya komunikasi antara bawahan dengan atasan, kurangnya riset pemasaran dan tidak dimanfaatkannya riset pemasaran, serta terlalu banyak tingkat manajemen. b. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa atau produk. Manajemen mampu merasakan secara tepat apa yang diinginkan oleh para konsumen, tetapi pihak manajemen tersebut tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu. c. Gap antara spesifikasi kualitas jasa atau produk dan cara penyampaiannya. Karyawan perusahaan kurang dilatih atau bekerja melampaui batas dan tidak dapat atau tidak mau memenuhi standar atau mereka dihadapkan pada standar-standar yang bertentangan. d. Gap antara penyampaian jasa atau produk dan komunikasi eksternal. harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh wakil (representatives) dan iklan perusahaan. Kesenjangan ini sering terjadi karena tidak memadainya komunikasi horizontal dan adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan. e. Gap antara jasa atau produk yang dirasakan dan yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi bila konsumen mengukur kinerja atau prestasi 17 perusahaan dengan cara yang berlainan dan salahn dalam mempersepsikan kualitas jasa atau produk tersebut. 2.1.2.2. Dimensi Kualitas Layanan Berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa atau produk. Tjiptono (2000 : 27-28) mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa atau produk adalah sebagai berikut: a. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. b. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. c. Daya tanggap {responsiveness), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap. d. Jaminan (assurance), meliputi kemampuan karyawan atas : pengetanuan tentang produk secara tepat, perhatian dan kesopanan, keterampilan dalam memberikan informasi, dan menanamkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. e. Perhatian (empathy), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusanaan kepada konsumen seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan berkomunikasi dengan baik, dan memahami kebutunan para konsumen. 18 2.1.3. Lokasi 2.1.3.1. Pengertian Lokasi Pemilihan lokasi mempunyai fungsi yang strategis karena dapat ikut menentukan tercapainya tujuan perusahaan. Lokasi dapat didefinisikan sebagai "tempat, kedudukan secara fisik yang mempunyai fungsi strategis karena dapat ikut menentukan tercapainya tujuan badan usaha (Sriyadi, 2001 : 60). Lokasi atau tempat atau letak adalah tempat dimana perusahaan itu didirikan" (Manullang, 2001: 41). Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan lokasi adalah tempat dimana suatu jenis usaha atau bidang usahna akan dilaksanakan. 1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi menurut Manullang (2001), antara lain: a. Lingkungan masyarakat. b. Kedekatan dengan konsumen. c. Tenaga kerja. d. Kedekatan dengan transportasi. Langkah-langkah dalam pemilihan lokasi menurut Sriyadi (2001: 66) adalah: a. Memilih wilayah atau daerah secara umum. Ada 5 faktor yang meniadi dasar antara lain: 1) Dekat dengan masyarakat. 2) Tersedianya fasilitas pengangkutan atau trasnportasi. 3) Kondisi iklim dan lingkungan yang menyenangkan. 19 b. Memilih masyarakat tertentu di wilayah yang dipilih pada tingkat pemilihan pertama. Pilihan lokasi didasarkan atas 5 faktor yaitu: 1) Tersedianya tenaga yang cukup dalam jumlah dan skill yang diperlukan 2) Tingkat upah yang lebih murah 3) Adanya perusahaan yang bersifat suplementer atau komplementer 4) Adanya kerjasama yang baik antar sesama usaha yang ada. 5) Peraturan daerah yang menunjang. c. Memilih lokasi tertentu. Lokasi berarti berhubungan dengan di mana perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi. Dalam hal ini ada tiga jenis interaksi yang mempengaruhi lokasi, yaitu: a. Konsumen mendatangi perusahaan, apabila keadaannya seperti ini maka lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan sebaiknya memilih tempat dekat dengan konsumen sehingga mudah dijangkau, dengan kata lain strategis. b. Pemberi jasa (perusahaan) mendatangi konsumen, dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting, tetapi yang harus diperhatikan adalah penyimpanan barang atau jasa harus tetap berkualitas. c. Pemberian jasa (perusahaan) dan konsumen tidak bertemu langsung, berarti service provider dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu seperti telepon, komputer atau surat. Dalam hal ini lokasi menjadi sangat tidak penting selama komunikasi antara kedua pihak dapat terlaksana (Lupiyoadi, 2001: 61-62). 20 2.1.3.2. Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan lokasi. Dalam mendirikan perusahaan, pemilihan lokasi sangat dipertimbangkan. Karena pemilihan lokasi merupakan factor yang penting dalam usaha menarik konsumen atau pelanggan. Pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam menetukan lokasi meliputi faktor-faktor: a. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum. b. Visibilitas, misainya lokasi dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan. c. Lalu lintas (traffic) dimana ada 2 hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1) Banyaknya orang yang lalu lalang. 2) Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa pula menjadi hambatan, misalnya terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran, atau ambulan. d. Tempat parkir yang luas dan aman. e. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang luas untuk perluasan usaha di kemudian hari. f. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan. g. Persaingan yaitu lokasi pesaing. Misalnya dalam menentukan lokasi perusahaan perlu dipertimbangkan apakah di jalan atau daerah yang sama, banyak pula terdapat perusahaan lain atau tidak. h. Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang tempat reparasi (bengkel) kendaraan bermotor berdekatan dengan pemukiman 21 penduduk (Tjiptono, 2000: 41-43). Perusahaan yang kurang begitu ramai pembelinya, barangkali terletak di lokasi yang tidak begitu banyak dilewati masyarakat; atau tidak banyak dikunjungi oleh masyarakat; atau hanya dilihat-lihat saja oleh sebagian pengunjung; atau dikunjungi konsumen yang menggunakan sedikit. Masingmasing keadaan ini dapat diatasi. jumlah masyarakat yang lewat dapat ditingkatkan dengan mendirikan tampilan yang menawan dengan memasang pengumuman-pengumuman tentang pelayanan perusahaan; dan jumlah konsumen sedikit dapat ditingkatkan sebagian besar dengan meningkatkan mutu produk, harga dan kemampuan karyawan dalam memberikan pelayanan. 2.1.4. Kualitas Produk Bagi Produsen terdapat hal-hal yang dianggap penting berkaitan dengan produk yaitu kualitas, biaya, dan produktivitas, sedangkan bagi kosumen yang dianggap penting adalah kualitas, harga, pelayanan dan purna jual.20 Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa, baik pihak produsen maupun konsumen menyetujui bahwa kualitas adalah salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ketika memandang suatu produk. Oleh karena itu pengawasan terhadap kualitas adalah suatu kegiatan penting yang sudah seharusnya dijalankan dengan baik dalam proses produksi barang perusahaan. Menurut Erni Tisnawati dan Kumiawan Saefullah, kualitas adalah kelengkapan fitur dan manfaat dari sebuah produk yang dihasilkan perusahaan, dan kemampuan produk tersebut dalam memenuhi keinginan 22 konsumen.21 Sedangkan menurut Kotler and Armstrong arti dari kualitas produk adalah: "The ability of a product to perform its functions, it includes the product's overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes’. Yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya. Philip Kotler, 2005. Menurut Tjiptono apabila perusahaan ingin mempertanankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus mengerti aspek dimensi apa saja yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut terdiri dari (Fandy Tjiptono & Anastasia D., 2002): 1. Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dan produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi dan sebagainya. 2. Keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder yaitu pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya. 3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuni standar-standar yang telah 23 ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan. 5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. 6. Estetika (aesthetic), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model atau desain yang artistik, warna, dan sebagainya. 2.1.5. Minat Menurut Keller (1998), minat konsumen adalah seberapa besar kemungkinan konsumen membeli suatu merek atau seberapa besar kemungkinan konsumen untuk berpindah dari satu merek ke merek lainnya. Sedangkan Mittal (2009) menemukan bahwa fungsi dari minat konsumen merupakan fungsi dari mutu produk dan mutu layanan. Minat konsumen oleh beberapa peneliti terdahulu sering digunakan sebagai indikator kesuksesan suatu produk di pasar. Dalam penelitiannya Samu (dalam Sutantio 2004,p.253) menunjukkan bahwa salah satu indikator bahwa suatu produk perusahaan sukses atau tidaknya di pasar adalah seberapa jauh tumbuhnya minat konsumen terhadap produk/jasa tersebut. Sementara itu Mital (dalam Sutantio 2004, p.253) mengatakan bahwa salah satu indikasi sukses tidaknya suatu produk adalah besarnya minat konsumen terhadap produk yang 24 bersangkutan. Sementara itu minat pada dasarnya adalah perilaku pelanggan dimana pelanggan merespons positif terhadap kualitas pelayanan suatu perusahaan dan berniat melakukan kunjungan kembali atau mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut (Cronin, dkk. 1992). Salah satu teori yang dapat menerangkan hubungan antara sikap, minat dan perilaku adalah teori dari Fishbein dan Ajzen (dalam Heru 2009). Perilaku seseorang pada dasarnya sangat tergantung kepada minatnya. Sementara itu minat berperilaku sangat tergantung pada sikap dan norma subyektif atas perilaku. Sebenarnya sikap dan norma subyektif seseorang juga dipengaruhi oieh keyakinan atas akibat dari perilaku. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) ada dua faktor yang menentukan niat berperilaku, yakni sikap individual terhaaap perilaku dan norma subyektif, sikap terhadap perilaku sebagai faktor personal, dipengaruhi oleh sejumlah keyakinan individual akan akibat jika melakukan perilaku tersebut dan dipertimbangkan berdasarkan sejumlan penilaian individu akan hasil yang diperolehnva jika ia melakukan nerilaku tersebut. Norma subyektif sebagai faktor sosial dipengaruhi oleh sejumlah persepsi atau keyakinan indiviau akan harapan sosial atau pihak lain agar ia melakukan perilaku tersebut dan dipertimbangkan berdasarkan motivasi individu yang bersangkutan untuk mematuhi harapan-harapan yang dirasakannya dari pinak lain. Pada kebanyakan orang, perilaku konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa 25 rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan tersebut kemudian diproses dalam diri sesuai dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat komplek, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli. Menurut Ferdinand (2002: 129), minat dapat diidentifikasi melalui indikator-indikator sebagai berikut: a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk/jasa. b. Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain. c. Minat preferensial. yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk prefrensinya. d. Minta eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif produk tersebut. Minat membeli didefinisikan sebagai pembeli yang berniat untuk membeli sebuah produk (Chapmann. 2005:53). Minat nembeli untuk membeli secara positif berhubungan dengan nilai pendapatan dan nilai transaksi. Para konsumen membuat keputusan tidak dalam sebuah tempat yang terisolasi dari lingkungan sekitar, Perilaku pembelian mereka sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor 26 kebudayaan, sosial pribadi dan psikologi (Kotler, 2000:232). 1. Faktor Budaya Faktor budaya yang memiliki pengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku budaya ini terdiri dari beberapa komponen: a. Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian besar muncul dari pembelajaran. b. Sub budaya: setiap budaya terdiri dan sub budaya yang lebih kecil yang memberikan lehih banvak ciri-ciri dan sosialisasi khusus anggotanggotanya. Sub budaya terdiri dari bangsa, agama, keliompok, ras dan daerah geografis. Banyak sub budaya yang membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. 2. Faktor Sosial Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, peran dan status. a. Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (melalui tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. b. Keluarga adalah kelompok kecil pembeli yang paling penting dalam masyarakat. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. c. Peran dan status. Preran meliputi kegiatan yang diharapkan akan 27 dilakukan oleh seseorang. Setiap peran memiiiki status. 3. Faktor Pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruni oleh karaktenstik pribadi yang meliputi : a. Usia dan tahapan siklus hidup. Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Konsumsi ini juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. b. Pekerjaan, Pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya. Sebuah perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk kelompok pekerjaan tertentu. c. Keadaan ekonomi. Pilihan produk sangat berpengaruh oleh keadaan ekonomi sekarang. d. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan "keseluruhan diri seseorang" yang berinteraksi dengan lingkungannya. e. Kepribadian dan konsep diri. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku pembelinya. 4. Faktor Psikologis Pilihan seseorang untuk membeli dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yaitu: a. Motivasi, merupakan alasan yang mendasari seseorang untuk melakukan suatu tindakan. b. Persepsi adalah proses bagaimana individu memilih. 28 mengorganisasikan, dan menginterprestasikan masukan serta informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Sementara itu, bagaimana seseorang itu betindak akan dipengaruhi oleh persepsinya atas satu situasi tertentu. Persepsi ini tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. c. Pengetahuan. Pada saat seseorang bertindak, mereka belajar. Belajar merupakan perubahan perilaku seorang individu-perubahan yang bersumber dari pengalaman. d. Keyakinan dan sikap. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif tentang suatu hal yang dianut oleh seseorang. Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan atas beberapa objek atau gagasan. Penilaian konsumen terhadap suatu barang tergantung pada harapan dan manfaat produk. Kalau konsumen mendapatkan manfaat yang diterima oleh suatu produk lebih besar dibandingkan harapannya, konsumen itu akan merasa puas setelah melakukan pembelian. Akan tetapi sebaliknya, kalau manfaat yang diterima lebih rendah dari harapannya akan suatu produk, konsumen tersebut akan menjadi tidak puas dan berakhir dengan ketidakpuasan. Konsumen yang merasa puas, akan memungkinkan untuk melakukan pembelian lagi akan tetapi konsumen yang tidak puas kemungkinan akan mengurangi aktivitas pembelian produk itu dan bisa jadi beralih ke produk lain. 29 Pada kasus yang sama terjadi manakala seorang konsumen Belum melakukan pembelian barang. Penilaian akan suatu barang didasarkan pada informasi yang dia dapatkan terhadap suatu barang. Informasi itu bisa berupa informasi merek, harga, manfaat barang, jenis barang dll. Informasi yang ada itu akan menciptakan penilaian konsumen terhadap barang. Kalau konsumen melihat suatu barang dengan nilai sangat tinggi, kemungkinan dia akan membeli barang tersebut pada saat dibutuhkan. Sebaliknya kalau penilaian suatu barang menjadi sangat rendah, konsumen akan cenderung menghindari produk itu. Perceived value konsumen inilah yang bisa menciptakan keinginan membeli atau niat beli konsumen. Sebagaimana penelitian yang telah membuktikan adanya pengaruh antara perceived value terhadap keinginan untuk membeli (Chapman, 2009:58). 30 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Referensi 1 2 3 pengaruh persepsi atribut produk terhadap minat beli konsumen mobil merek isuzu elf studi pada PT. Karya Zirang Utama Isuzu Semarang. Nela Kristina, 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk tepung sagu (studi kasus pada masyarakat Desa Selat Akar Merbau). Suradi, Mujiono S.Pd,MM dan Yunelly. 2012. Variabel Alat Uji Hasil Harga(Xl), Regresi Harga, merek dan kualitas Merek (X2), dan Linear produk secara bersama-sama kualitas (X3) Berganda maupun sendiri-sendiri Minat Beli Y berpengaruh positif terhadap minat beli customer PT.Karya Zirang Harga, Keinginan, Analisis Sesuai selera, deskriptif Sebagai bahan pengganti, Sebagai bahan dasar, Mudah dijumpai dan didapat, Kualitas baik, Tampilan warna Kemasan, Melihat orang lain melakukan pembelian dan Minat Beli Regresi Adanya pengaruh positif dan Linear signifikan dari kelengkapan Berganda barang (XI), harga (X3), lokasi toko (X4), dan kualitas barang (X5) terhadap minat beli konsumen. Sedangkan variabel pelayanan (X2) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap minat beli konsumen. Sumber: Nela Kristiana. 2012, Suradi, Mujiono S.Pd,MM dan Yunelly. Pengaruh atribut toko terhadap minat beli konsumen pada Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar. Jaka Sularko. 2011. Kelengkapan barang (XI), pelayanan (X2), harga (X3), lokasi toko (X4), dan kualitas barang (Y5). Minat Beli (Y) Faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen adalah, keinginan mencoba produk,kemasan yang menarik, harga yang ditawarkan, membeli karena melihat orang lain melakukan pembelian,tampilan warna yang menarik, tepung sagu dapat sebagai pengganti makanan pokok, tepung sagu bisa dijadikan sebagai bahan dasar untuk membuat berbagai jenis makanan, kualitas tepung sagu baik, rasa makanan yang terbuat dari tepung sagu sesuai selera 2012 dan Jaka Sularko. 2011. 31 2.3. Kerangka Pemikiran teoritis Penelitian ini akan membahas minat konsumen yang dipengaruhi oleh pelayanan, lokasi, dan kualitas produk sehingga konsumen akan berminat untuk membeli produk di pasar tradisional Desa Bugel Jepara. Sebagai gambaran dalam penyusunan penelitian ini maka diperlukan adanya sebuah kerangka pemikiran yang terperinci, agar pemecahan masalah akan lebih terarah. Adapun kerangka pemikiran tersebut bisa dilihat pada gambar 2.1. H1 Pelayanan X1 H2 Lokasi Minat Beli Konsumen Y X2 H3 Kualitas Produk X3 H4 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.4. Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto 1998:67). Dengan berdasarkan pada kerangka pemikiran teoritis tersebut diatas, maka dapat diajukan anggapan bahwa melalui variabel pelayanan, lokasi toko dan kualitas produk baik secara partial maupun simultan diduga mempunyai pengaruh terhadap minat beli konsumen. Kemudian dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 32 H1 : Variabel pelayanan berpengaruh positif terhadap variable miat beli konsumen pada toko di pasar Jepara. H2 : Variabel lokasi toko berpengaruh positif terhadap variabel minat beli Konsumen pada toko di pasar jepara. H3 : Variabel kualitas produk berpengaruh positif terhadap variable minat beli kosumen pada toko di pasar Jepara. H4 : Variabel pelayanan, lokasi toko dan kualitas produk berpengaruh positif terhadap minta beli konsumen pada toko di pasar Jepara.