10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kualitas

advertisement
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kualitas
Secara umum kualitas dapat didefinisikan sebagai sesuatu keunggulan
ataupun keistimewaan. Sedangkan kualitas yang dirasakan dapat didefinisikan
sebagai suatu penilaian konsumen akan keunggulan ataupun keistimewaan secara
menyeluruh terhadap suatu produk (Zeithaml, 2006).
Menurut pendapat lain kualitas adalah suatu bentuk penilaian yang
menyeluruh atas suatu produk yang hampir sama dengan pendirian. Terdapat 2
(dua) macam kualitas yaitu :
1. Kualitas Afektif
Yaitu kualitas yang dirasakan sebagai suatu bentuk penilaian yang
menyeluruh atas suatu produk atau suatu penaksiran nilai yang sifatnya
global.
2. Kualitas Kognitif
Yaitu suatu penarikan kesimpulan tentang kualitas yang didasarkan pada
isyarat-isyarat tingkat rendah dan evaluasi produk secara menyeluruh.
Harapan pelanggan akan kualitas secara keseluruhan dan kualitas yang
diterima yang dialami berdasarkan pengalaman yang selalu akan mempengaruhi
terhadap nilai yang diterima mengenai rating yang diberikan kualitas akan
mempengaruhi kepuasan pelanggan.
10
11
Meskipun tidak ada pengertian mengenai kualitas yang diterima secara
universal, dari pengertian-pengertian yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu
dalam elemen-elemen sebagai berikut:
a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
b. Kualitas mencangkup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misainya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas
pada masa mendatang).
Dengan berdasarkan elemen-elemen tersebut dapat diambil pengertian
mengenai kualitas yang lebin luas cakupannya adalan sebagai berikut:
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan (Goetsch et. al., 2002 : 4). Kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat
diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan
sesuai dengan pasar.
Sementara itu dalam Tjiptono (2000 : 24) mengartikan kualitas sebagai
cocok untuk digunakan (fitness for use) dan definisi ini sendiri memiliki dua aspek
utama, yaitu :
a. Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan, Kualitas yang
lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan Minat Beli
Konsumen, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing,
meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan, serta dapat dijual
dengan harga yang lebih tinggi.
12
b. Bebas dari kekurangan, kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan
dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan
pemborosan,
mengurangi
pembayaran
biaya
garansi,
mengurangi
ketidakpuasan konsumen, mengurangi inspeksi dan pengujian, mengurangi
waktu pengiriman produk ke pasar, meningkatkan hasil (yield) dan
kapasitas, serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa.
Tjiptono (2000 : 51) mengidentifikasi adanya lima alternative perspektif
kualitas yang biasa digunakan :
a.
Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini banyak digunakan melalui
pertanyaan-pertanyaan dan pesan-pesan pemasaran seperti kehalusan dan
kelembutan kulit untuk produk sabun mandi, kenyamanan dan prestise untuk
produk mobil, dan suasana belanja yang santai dan menyenangkan untuk
supermarket, dan sebagainya.
b.
Product-based Approach Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang
dapat
dikuantifikasikan
dan
dapat
diukur.
Perbedaan
dalam
kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki
produk.
c.
User-basea Approach
Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang
yang memandangnya dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang
13
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
d.
Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-
praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai
sama dengan persyaratannya (conformance to requirements). Jadi yang menentukan
kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen
yang menggunakannya.
e.
Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam
perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling
tinggi Belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai
adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buys).
2.1.2. Konsep Kualitas Layanan
Kualitas layanan dapat dikatakan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan konsumen.
Tjiptono (2000 : 61) menyatakan harapan konsumen merupakan
keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang
dijadikan acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Kualitas total suatu jasa
atau produk terdiri atas tiga komponen utama yaitu sebagai berikut:
a.
Technical Quality, adalah komponen yang berkaitan dengan kualitas output
produk atau jasa yang diterima konsumen. Menurut Pasuraman, et.
14
al.(1991) menyaiakan technical quality dapat diperinci lagi menjadi:
1. Search quality, adalah kualitas yang dapat dievaluasi konsumen sebelum
membeli produk tersebut, misalnya harga.
2. Experience quality, adalah kualitas yang hanya bias dievaluasi konsumen
setelah membeli produk tersebut, misalnya ketepatan waktu, kecepatan
pelayanan, dan kerapihan hasil.
3. Credence quality, adalah kualitas yang sukar dievaluasi konsumen
meskipun telah mengkonsumsi produk tersebut.
b.
Functional Quality, adalah komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu produk.
c.
Corporate Image, adalah profil, reputasi, citra umum, dan daya Tarik
khusus perusanaan.
Tjiptono (2000 : 72) menyatakan bahwa ada tiga kriteria pokok dalam menilai
kualitas jasa atau produk adalah outcome-related, process-related, dan image-related.
Tiga kriteria tersebut dapat dijabarkan menjadi enam unsur, adalah:
a. Professionalism and Skill, Kriteria ini merupakan outcome-related criteria, dimana
konsumen menyadari bahwa perusahaan, system operasi, dan sumber daya
fisik memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalan konsumen secara profesional.
b. Attitude and Behavior, kriteria ini adalah process-related criteria, dimana
konsumen merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personal) menaruh
perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan
masalah mereka secara spontan dan senang hati.
15
c. Accessibility and Flexibility, Kriteria ini termasuk kedalam process-related criteria,
dimana konsumen merasa bahwa pengusaha, lokasi, jam kerja, karyawan, dan
sistem operasionalnya dirancang dan dioperasionalkan sedemikian rupa
sehingga konsumen dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga
dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan
permintaan dan keinginan konsumen.
d. Reability and Trustworthiness, Kriteria ini termasuk process-related criteria,
dimana konsumen memahami bahwa apapun yang terjadi mereka bisa
mempercayakan segala sesuatunya kepada perusahaan.
e. Recovery, Kriteria ini termasuk kedalam process-related criteria, dimana
konsumen menyadari bahwa bila ada kesalahan maka perusahaan akan segera
mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan
masalah yang tepat.
f.
Reputation and Credibility, Kriteria ini merupakan process-related criteria,
dimana kosumen meyakini bahwa operasi dari perusahaan dipercaya dan
memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.
2.1.2.1. Pengukuran Kualitas Layanan
Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk hamper sama
dengan pengukuran Minat Beli Konsumen, yaitu ditentukan oleh variabel harapan
dan kinerja yang dirasakan (perceived performance). Untuk dapat mengelola jasa
atau produk dengan baik dan berkualitas, maka perusahaan harus mengenal dan
memperhatikan lima kesenjangan yang berkaitan dengan sebab kegagalan
16
perusahaan. Dalam Kotler (2007 : 92) mengemukakan lima gap tersebut sebagai
berikut:
a.
Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Manajemen tidak
selalu dapat merasakan apa yang diinginkan para konsumen secara cepat.
Terjadinya kesenjangan ini umumnya disebabkan karena kurang efektifnya
komunikasi antara bawahan dengan atasan, kurangnya riset pemasaran dan
tidak dimanfaatkannya riset pemasaran, serta terlalu banyak tingkat
manajemen.
b. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa atau produk.
Manajemen mampu merasakan secara tepat apa yang diinginkan oleh para
konsumen, tetapi pihak manajemen tersebut tidak menyusun suatu standar
kinerja tertentu.
c.
Gap antara spesifikasi kualitas jasa atau produk dan cara penyampaiannya.
Karyawan perusahaan kurang dilatih atau bekerja melampaui batas dan tidak
dapat atau tidak mau memenuhi standar atau mereka dihadapkan pada
standar-standar yang bertentangan.
d. Gap antara penyampaian jasa atau produk dan komunikasi eksternal. harapan
konsumen dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh wakil
(representatives) dan iklan perusahaan. Kesenjangan ini sering terjadi karena
tidak memadainya komunikasi horizontal dan adanya kecenderungan untuk
memberikan janji yang berlebihan.
e.
Gap antara jasa atau produk yang dirasakan dan yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi bila konsumen mengukur kinerja atau prestasi
17
perusahaan dengan cara yang berlainan dan salahn dalam mempersepsikan
kualitas jasa atau produk tersebut.
2.1.2.2. Dimensi Kualitas Layanan
Berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa atau produk.
Tjiptono (2000 : 27-28) mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang
digunakan oleh para konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa atau produk
adalah sebagai berikut:
a. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai,
dan sarana komunikasi.
b. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
c. Daya tanggap {responsiveness), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam
membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.
d. Jaminan (assurance), meliputi kemampuan karyawan atas : pengetanuan
tentang produk secara tepat, perhatian dan kesopanan, keterampilan dalam
memberikan informasi, dan menanamkan kepercayaan konsumen terhadap
perusahaan.
e. Perhatian (empathy), yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusanaan kepada konsumen seperti kemudahan untuk menghubungi
perusahaan, kemampuan karyawan berkomunikasi dengan baik, dan
memahami kebutunan para konsumen.
18
2.1.3. Lokasi
2.1.3.1. Pengertian Lokasi
Pemilihan lokasi mempunyai fungsi yang strategis karena dapat ikut
menentukan tercapainya tujuan perusahaan. Lokasi dapat didefinisikan sebagai
"tempat, kedudukan secara fisik yang mempunyai fungsi strategis karena dapat
ikut menentukan tercapainya tujuan badan usaha (Sriyadi, 2001 : 60). Lokasi atau
tempat atau letak adalah tempat dimana perusahaan itu didirikan" (Manullang,
2001: 41).
Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan lokasi adalah tempat
dimana suatu jenis usaha atau bidang usahna akan dilaksanakan.
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi menurut Manullang
(2001), antara lain:
a. Lingkungan masyarakat.
b. Kedekatan dengan konsumen.
c. Tenaga kerja.
d. Kedekatan dengan transportasi.
Langkah-langkah dalam pemilihan lokasi menurut Sriyadi (2001: 66) adalah:
a. Memilih wilayah atau daerah secara umum.
Ada 5 faktor yang meniadi dasar antara lain:
1) Dekat dengan masyarakat.
2) Tersedianya fasilitas pengangkutan atau trasnportasi.
3) Kondisi iklim dan lingkungan yang menyenangkan.
19
b. Memilih masyarakat tertentu di wilayah yang dipilih pada tingkat
pemilihan pertama. Pilihan lokasi didasarkan atas 5 faktor yaitu:
1) Tersedianya tenaga yang cukup dalam jumlah dan skill yang diperlukan
2) Tingkat upah yang lebih murah
3) Adanya perusahaan yang bersifat suplementer atau komplementer
4) Adanya kerjasama yang baik antar sesama usaha yang ada.
5) Peraturan daerah yang menunjang.
c. Memilih lokasi tertentu.
Lokasi berarti berhubungan dengan di mana perusahaan harus bermarkas
dan melakukan operasi.
Dalam hal ini ada tiga jenis interaksi yang mempengaruhi lokasi, yaitu:
a. Konsumen mendatangi perusahaan, apabila keadaannya seperti ini maka
lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan sebaiknya memilih tempat
dekat dengan konsumen sehingga mudah dijangkau, dengan kata lain
strategis.
b. Pemberi jasa (perusahaan) mendatangi konsumen, dalam hal ini lokasi
tidak terlalu penting, tetapi yang harus diperhatikan adalah penyimpanan
barang atau jasa harus tetap berkualitas.
c. Pemberian jasa (perusahaan) dan konsumen tidak bertemu langsung,
berarti service provider dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu
seperti telepon, komputer atau surat. Dalam hal ini lokasi menjadi sangat
tidak penting selama komunikasi antara kedua pihak dapat terlaksana
(Lupiyoadi, 2001: 61-62).
20
2.1.3.2.
Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan lokasi.
Dalam mendirikan perusahaan, pemilihan lokasi sangat dipertimbangkan.
Karena pemilihan lokasi merupakan factor yang penting dalam usaha menarik
konsumen atau pelanggan. Pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam
menetukan lokasi meliputi faktor-faktor:
a. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana
transportasi umum.
b. Visibilitas, misainya lokasi dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan.
c. Lalu lintas (traffic) dimana ada 2 hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
1) Banyaknya orang yang lalu lalang.
2) Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa pula menjadi hambatan,
misalnya terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran, atau
ambulan.
d. Tempat parkir yang luas dan aman.
e. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang luas untuk perluasan usaha di
kemudian hari.
f. Lingkungan,
yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang
ditawarkan.
g. Persaingan yaitu lokasi pesaing. Misalnya dalam menentukan lokasi
perusahaan perlu dipertimbangkan apakah di jalan atau daerah yang
sama, banyak pula terdapat perusahaan lain atau tidak.
h. Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang tempat
reparasi (bengkel) kendaraan bermotor berdekatan dengan pemukiman
21
penduduk (Tjiptono, 2000: 41-43).
Perusahaan yang kurang begitu ramai pembelinya, barangkali
terletak di lokasi yang tidak begitu banyak dilewati masyarakat; atau tidak
banyak dikunjungi oleh masyarakat; atau hanya dilihat-lihat saja oleh sebagian
pengunjung; atau dikunjungi konsumen yang menggunakan sedikit. Masingmasing keadaan ini dapat diatasi. jumlah masyarakat yang lewat dapat
ditingkatkan dengan mendirikan tampilan yang menawan dengan memasang
pengumuman-pengumuman tentang pelayanan perusahaan; dan jumlah
konsumen sedikit dapat ditingkatkan sebagian besar dengan meningkatkan
mutu produk, harga dan kemampuan karyawan dalam memberikan pelayanan.
2.1.4. Kualitas Produk
Bagi Produsen terdapat hal-hal yang dianggap penting berkaitan dengan
produk yaitu kualitas, biaya, dan produktivitas, sedangkan bagi kosumen yang
dianggap penting adalah kualitas, harga, pelayanan dan purna jual.20 Dari
pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa, baik pihak produsen maupun
konsumen menyetujui bahwa kualitas adalah salah satu hal yang sangat penting
untuk diperhatikan ketika memandang suatu produk. Oleh karena itu pengawasan
terhadap kualitas adalah suatu kegiatan penting yang sudah seharusnya dijalankan
dengan baik dalam proses produksi barang perusahaan.
Menurut Erni Tisnawati dan Kumiawan Saefullah, kualitas adalah
kelengkapan
fitur
dan
manfaat
dari
sebuah
produk
yang
dihasilkan
perusahaan, dan kemampuan produk tersebut dalam memenuhi keinginan
22
konsumen.21 Sedangkan menurut Kotler and Armstrong arti dari kualitas
produk adalah: "The ability of a product to perform its functions, it includes the product's
overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued
attributes’. Yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan
fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan,
kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya. Philip
Kotler, 2005.
Menurut Tjiptono apabila perusahaan ingin mempertanankan keunggulan
kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus mengerti aspek dimensi apa saja
yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual
perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut
terdiri dari (Fandy Tjiptono & Anastasia D., 2002):
1. Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dan produk inti (core
product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah
penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam
mengemudi dan sebagainya.
2. Keistimewaan
tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder yaitu
pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC,
sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya.
3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan
atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana
karakteristik desain dan operasi memenuni standar-standar yang telah
23
ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi,
seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil
sedan.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat
terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis
penggunaan mobil.
6. Estetika (aesthetic), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya
bentuk fisik mobil yang menarik, model atau desain yang artistik, warna, dan
sebagainya.
2.1.5. Minat
Menurut Keller (1998), minat konsumen adalah seberapa besar
kemungkinan konsumen membeli suatu merek atau seberapa besar kemungkinan
konsumen untuk berpindah dari satu merek ke merek lainnya. Sedangkan Mittal
(2009) menemukan bahwa fungsi dari minat konsumen merupakan fungsi dari
mutu produk dan mutu layanan.
Minat konsumen oleh beberapa peneliti terdahulu sering digunakan
sebagai indikator kesuksesan suatu produk di pasar. Dalam penelitiannya Samu
(dalam Sutantio 2004,p.253) menunjukkan bahwa salah satu indikator bahwa
suatu produk perusahaan sukses atau tidaknya di pasar adalah seberapa jauh
tumbuhnya minat konsumen terhadap produk/jasa tersebut. Sementara itu Mital
(dalam Sutantio 2004, p.253) mengatakan bahwa salah satu indikasi sukses
tidaknya suatu produk adalah besarnya minat konsumen terhadap produk yang
24
bersangkutan.
Sementara itu minat pada dasarnya adalah perilaku pelanggan dimana
pelanggan merespons positif terhadap kualitas pelayanan suatu perusahaan dan
berniat melakukan kunjungan kembali atau mengkonsumsi kembali produk
perusahaan tersebut (Cronin, dkk. 1992).
Salah satu teori yang dapat menerangkan hubungan antara sikap, minat
dan perilaku adalah teori dari Fishbein dan Ajzen (dalam Heru 2009). Perilaku
seseorang pada dasarnya sangat tergantung kepada minatnya. Sementara itu minat
berperilaku sangat tergantung pada sikap dan norma subyektif atas perilaku.
Sebenarnya sikap dan norma subyektif seseorang juga dipengaruhi oieh
keyakinan atas akibat dari perilaku.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) ada dua faktor yang menentukan niat
berperilaku, yakni sikap individual terhaaap perilaku dan norma subyektif, sikap
terhadap perilaku sebagai faktor personal, dipengaruhi oleh sejumlah keyakinan
individual akan akibat jika melakukan perilaku tersebut dan dipertimbangkan
berdasarkan sejumlan penilaian individu akan hasil yang diperolehnva jika ia
melakukan nerilaku tersebut. Norma subyektif sebagai faktor sosial dipengaruhi
oleh sejumlah persepsi atau keyakinan indiviau akan harapan sosial atau pihak
lain agar ia melakukan perilaku tersebut dan dipertimbangkan berdasarkan
motivasi individu yang bersangkutan untuk mematuhi harapan-harapan yang
dirasakannya dari pinak lain.
Pada kebanyakan orang, perilaku konsumen seringkali diawali dan
dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa
25
rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan
tersebut kemudian diproses dalam diri sesuai dengan karakteristik pribadinya,
sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi konsumen
yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat komplek, dan
salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli.
Menurut Ferdinand (2002: 129), minat dapat diidentifikasi melalui
indikator-indikator sebagai berikut:
a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk/jasa.
b. Minat
refrensial,
yaitu
kecenderungan
seseorang
untuk
mereferensikan produk kepada orang lain.
c. Minat preferensial. yaitu minat yang menggambarkan perilaku
seseorang yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut.
Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk
prefrensinya.
d. Minta eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang
selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan
mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif produk tersebut.
Minat membeli didefinisikan sebagai pembeli yang berniat untuk membeli
sebuah produk (Chapmann. 2005:53). Minat nembeli untuk membeli secara
positif berhubungan dengan nilai pendapatan dan nilai transaksi. Para konsumen
membuat keputusan tidak dalam sebuah tempat yang terisolasi dari lingkungan
sekitar, Perilaku pembelian mereka sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
26
kebudayaan, sosial pribadi dan psikologi (Kotler, 2000:232).
1. Faktor Budaya
Faktor budaya yang memiliki pengaruh luas dan mendalam terhadap
perilaku budaya ini terdiri dari beberapa komponen:
a. Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.
Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur oleh
naluri, maka perilaku manusia sebagian besar muncul dari pembelajaran.
b. Sub budaya: setiap budaya terdiri dan sub budaya yang lebih kecil yang
memberikan lehih banvak ciri-ciri dan sosialisasi khusus anggotanggotanya. Sub budaya terdiri dari bangsa, agama, keliompok, ras dan
daerah geografis. Banyak sub budaya yang membentuk segmen pasar
penting dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran
yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
2. Faktor Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kelompok
acuan, keluarga, peran dan status.
a.
Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki
pengaruh langsung (melalui tatap muka) atau tidak langsung terhadap
sikap atau perilaku orang tersebut.
b.
Keluarga adalah kelompok kecil pembeli yang paling penting dalam
masyarakat. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang
paling berpengaruh.
c.
Peran dan status. Preran meliputi kegiatan yang diharapkan akan
27
dilakukan oleh seseorang. Setiap peran memiiiki status.
3. Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruni oleh karaktenstik pribadi yang
meliputi :
a.
Usia dan tahapan siklus hidup. Orang membeli barang dan jasa yang
berbeda sepanjang hidupnya. Konsumsi ini juga dibentuk oleh siklus
hidup keluarga.
b. Pekerjaan, Pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya.
Sebuah perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk
kelompok pekerjaan tertentu.
c.
Keadaan ekonomi. Pilihan produk sangat berpengaruh oleh keadaan
ekonomi sekarang.
d. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan
dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
"keseluruhan diri seseorang" yang berinteraksi dengan lingkungannya.
e.
Kepribadian dan konsep diri. Setiap orang memiliki kepribadian yang
berbeda yang mempengaruhi perilaku pembelinya.
4. Faktor Psikologis
Pilihan seseorang untuk membeli dipengaruhi oleh empat faktor psikologis
utama yaitu:
a. Motivasi, merupakan alasan yang mendasari seseorang untuk melakukan
suatu tindakan.
b. Persepsi
adalah
proses
bagaimana
individu
memilih.
28
mengorganisasikan, dan menginterprestasikan masukan serta informasi
untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Seseorang yang
termotivasi siap untuk bertindak. Sementara itu, bagaimana seseorang
itu betindak akan dipengaruhi oleh persepsinya atas satu situasi tertentu.
Persepsi ini tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga
rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan
individu yang bersangkutan.
c. Pengetahuan. Pada saat seseorang bertindak, mereka belajar. Belajar
merupakan perubahan perilaku seorang individu-perubahan yang
bersumber dari pengalaman.
d. Keyakinan dan sikap. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif tentang
suatu hal yang dianut oleh seseorang. Sedangkan sikap adalah evaluasi,
perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan atas beberapa objek
atau gagasan.
Penilaian konsumen terhadap suatu barang tergantung pada harapan dan
manfaat produk. Kalau konsumen mendapatkan manfaat yang diterima oleh suatu
produk lebih besar dibandingkan harapannya, konsumen itu akan merasa puas
setelah melakukan pembelian. Akan tetapi sebaliknya, kalau manfaat yang
diterima lebih rendah dari harapannya akan suatu produk, konsumen tersebut
akan menjadi tidak puas dan berakhir dengan ketidakpuasan. Konsumen yang
merasa puas, akan memungkinkan untuk melakukan pembelian lagi akan tetapi
konsumen yang tidak puas kemungkinan akan mengurangi aktivitas pembelian
produk itu dan bisa jadi beralih ke produk lain.
29
Pada kasus yang sama terjadi manakala seorang konsumen Belum
melakukan pembelian barang. Penilaian akan suatu barang didasarkan pada
informasi yang dia dapatkan terhadap suatu barang. Informasi itu bisa berupa
informasi merek, harga, manfaat barang, jenis barang dll. Informasi yang ada itu
akan menciptakan penilaian konsumen terhadap barang. Kalau konsumen melihat
suatu barang dengan nilai sangat tinggi, kemungkinan dia akan membeli barang
tersebut pada saat dibutuhkan. Sebaliknya kalau penilaian suatu barang menjadi
sangat rendah, konsumen akan cenderung menghindari produk itu. Perceived value
konsumen inilah yang bisa menciptakan keinginan membeli atau niat beli
konsumen. Sebagaimana penelitian yang telah membuktikan adanya pengaruh
antara perceived value terhadap keinginan untuk membeli (Chapman, 2009:58).
30
2.2.
Hasil Penelitian Terdahulu
Referensi
1
2
3
pengaruh persepsi
atribut produk
terhadap minat beli
konsumen mobil
merek isuzu elf studi
pada PT. Karya
Zirang Utama Isuzu
Semarang. Nela
Kristina, 2012.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi minat
beli konsumen
terhadap produk
tepung sagu (studi
kasus pada
masyarakat Desa
Selat Akar Merbau).
Suradi, Mujiono
S.Pd,MM dan
Yunelly. 2012.
Variabel
Alat Uji
Hasil
Harga(Xl),
Regresi
Harga, merek dan kualitas
Merek (X2), dan Linear
produk secara bersama-sama
kualitas
(X3) Berganda maupun sendiri-sendiri
Minat Beli Y
berpengaruh positif terhadap
minat beli customer PT.Karya
Zirang
Harga, Keinginan, Analisis
Sesuai selera,
deskriptif
Sebagai bahan
pengganti, Sebagai
bahan dasar,
Mudah dijumpai
dan didapat,
Kualitas baik,
Tampilan warna
Kemasan,
Melihat orang lain
melakukan
pembelian dan
Minat Beli
Regresi
Adanya pengaruh positif dan
Linear
signifikan dari kelengkapan
Berganda barang (XI), harga (X3), lokasi
toko (X4), dan kualitas barang
(X5) terhadap minat beli
konsumen. Sedangkan variabel
pelayanan (X2) tidak
memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap minat beli
konsumen.
Sumber: Nela Kristiana. 2012, Suradi, Mujiono S.Pd,MM dan Yunelly.
Pengaruh atribut
toko terhadap minat
beli konsumen pada
Swalayan Sami
Makmur Palur
Karanganyar.
Jaka Sularko. 2011.
Kelengkapan
barang (XI),
pelayanan (X2),
harga (X3), lokasi
toko (X4), dan
kualitas barang
(Y5). Minat Beli
(Y)
Faktor-faktor yang
dipertimbangkan konsumen
adalah, keinginan mencoba
produk,kemasan yang
menarik, harga yang
ditawarkan, membeli karena
melihat orang lain melakukan
pembelian,tampilan warna
yang menarik, tepung sagu
dapat sebagai pengganti
makanan pokok, tepung sagu
bisa dijadikan sebagai bahan
dasar untuk membuat berbagai
jenis makanan, kualitas tepung
sagu baik, rasa makanan yang
terbuat dari tepung sagu sesuai
selera
2012 dan Jaka Sularko. 2011.
31
2.3.
Kerangka Pemikiran teoritis
Penelitian ini akan membahas minat konsumen yang dipengaruhi oleh
pelayanan, lokasi, dan kualitas produk sehingga konsumen akan berminat untuk
membeli produk di pasar tradisional Desa Bugel Jepara. Sebagai gambaran dalam
penyusunan penelitian ini maka diperlukan adanya sebuah kerangka pemikiran
yang terperinci, agar pemecahan masalah akan lebih terarah. Adapun kerangka
pemikiran tersebut bisa dilihat pada gambar 2.1.
H1
Pelayanan
X1
H2
Lokasi
Minat Beli
Konsumen
Y
X2
H3
Kualitas Produk
X3
H4
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
2.4.
Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto 1998:67).
Dengan berdasarkan pada kerangka pemikiran teoritis tersebut diatas,
maka dapat diajukan anggapan bahwa melalui variabel pelayanan, lokasi toko
dan kualitas produk baik secara partial maupun simultan diduga mempunyai
pengaruh terhadap minat beli konsumen. Kemudian dapat diajukan hipotesis
sebagai berikut:
32
H1
: Variabel pelayanan berpengaruh positif terhadap variable miat beli
konsumen pada toko di pasar Jepara.
H2
: Variabel lokasi toko berpengaruh positif terhadap variabel minat beli
Konsumen pada toko di pasar jepara.
H3
: Variabel kualitas produk berpengaruh positif terhadap variable minat
beli kosumen pada toko di pasar Jepara.
H4
: Variabel pelayanan, lokasi toko dan kualitas produk berpengaruh positif
terhadap minta beli konsumen pada toko di pasar Jepara.
Download