bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jasa
2.1.1. Pengertian Jasa
Perbedaan secara tegas antara jasa dan barang tidak ada. Hal ini disebabkan
karena pembelian suatu barang seringkali disertai jasa-jasa tertentu atau sebaliknya
pembelian suatu jasa disertai barang-barang tertentu. Meskipun demikian ada
beberapa pakar yang memberikan definisi tentang jasa yaitu :
Pengertian jasa menurut pendapat Stanton yang dikutip oleh Alma
(2005:243), yang telah diterjemahkan, Jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi
secara terpisah tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat
dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak.
Menurut Zeithaml dan Bitner yang dikutip oleh Alma (2005:243) yang telah
diterjemahkan menyatakan bahwa Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang
outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan
memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak
berwujud. Sedangkan menurut Kotler (2005) menyatakan bahwa Jasa adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang
pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
Dari ketiga definisi tersebut dapat diketahui bahwa Jasa adalah kegiatan yang
ditawarkan kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible dimana
kebutuhan yang dilakukan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Jasa hanya bisa
dirasakan oleh pemakai setelah mengadakan pembelian terhadap jasa tersebut.
2.1.2. Karakteristik Jasa
Suatu produk jasa memiliki karakter atau ciri khusus yang dapat menciptakan
peluang untuk perkembangan industri jasa selanjutnya. Mutu dari sebuah produk jasa
sangat dipengaruhi oleh penyedia dan waktu jasa yang disediakan dan juga perilaku
nasabah sendiri yang berakibat perusahaan jasa sering memerlukan program
pemasaran strategi yang berbeda dari pemasaran barang nyata. Jasa memiliki empat
karakteristik pokok yang membedakan dengan barang. Menurut Tjiptono (2005:18),
karakteristik jasa meliputi :
a. Intangibility
Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli
atau dikonsumsi. Seseorang hanya dapat menggunakan dan memanfaatkan
jasa tersebut tetapi tidak memiliki jasa yang dibeli namun seseorang tidak
dapat menilai hasil jasa sebelum menikmatinya.
b. Inseparability
Jasa tidak dapat dipisahkan. Jasa yang ditawar terlebih dahulu secara
bersamaan harus diproduksi dan dikonsumsi dulu. Suatu kerja sama selama
penyampaian jasa dan motivasi pemberian jasa dalam melayani pemakai
jasa akan mempengaruhi hasil dari suatu jasa hal ini merupakan interaksi
antara penyedia jasa dengan pemakai jasa.
c. Variability
Jasa yang bervariasi. Jasa bersifat bervariasi baik dari kualitas, bentuk dan
jenisnya, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebtu dihasilkan
atau diproduksi.
d. Perishability
Jasa yang tidak dapat tahan lama dan tidak dapat disimpan. Permintaan
pemakaian jasa dipengaruhi oleh faktor musim, artinya apabila jasa tersebut
tidak digunakan karena memang tidak ada konsumen yang membutuhkan
maka jasa tersebut akan hilang.
e. Lack of ownership
Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada
pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan
manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan,
atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin
hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang
terbatas.
Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang, menurut
Griffin (1996) yang dikutip oleh Lupiyoadi (2006:6), menyebutkan bahwa
karakteristik tersebut adalah :
1. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini
adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk
kenikmatan, kepuasan, atau rasa aman.
2. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari
produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat
(inseparability) dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan
dikonsumsi secara bersamaan.
3. Customization. Jasa juga sering kali didesain khusus untuk kebutuhan
pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan.
Disisi lain menurut Kotler (2006b:488), karakteristik jasa dapat dibagi
menjadi empat yaitu :
a. Tidak Berwujud
Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli
atau dikonsumsi. Seseorang yang menjalani “pengencangan kulit wajah”
tidak dapat melihat hasilnya sebelum membeli jasa itu. Untuk mengurangi
ketidakpastian, para pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa.
b. Tidak Terpisahkan
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti
barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan
melewati berbagai penjual dan kemudian baru dikonsumsi.
c. Bervariasi
Karena tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana
jasa itu diberikan, jasa sangat bervariasi.
d. Mudah Lenyap
Jasa tidak bisa disimpan. Sifat jasa itu mudah lenyap (perishabality) tidak
menjadi masalah bila permintaan tetap. Jika permintaan berfluktuasi
perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit.
Sesuai dengan karakteristik di atas maka barang dan jasa jelas berbeda, hal ini
yang menimbulkan tantangan dan kesempatan khusus dalam bidang pemasarannya.
Pemasar dalam bidang jasa harus dapat menerapkan strategi untuk menarik konsumen
yang berorientasi eksternal. Permintaan jasa dalam waktu yang lama akan berubahubah yang dapat menimbulkan tantangan bagi sebuah perusahaan. Dari beberapa
penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa karakteristik utama dari jasa adalah :
a. Jasa bersifat tidak berwujud yaitu seseorang tidak dapat melihat, merasa atau
merabanya sebelum ia membeli. Jasa hanya dikonsumsi tetapi tidak
dimiliki.
b. Jasa bersifat tidak dapat dipisahkan dengan penyedia jasa, karena jasa
diciptakan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan.
c. Jasa bersifat variability artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis
tergantung pada siapa. Kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
d. Jasa mempunyai sifat yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan,
karenanya diperlukan perlakuan khusus dalam bidang pelayanan agar dapat
mempertahankan tingkat kepuasan pelanggan.
2.1.3. Klasifikasi Jasa
Suatu penawaran dapat bervariasi yaitu dapat berupa barang atau jasa. Sesuai
konsekuensi dari adanya variasi maka sulit untuk menggeneralisir jasa bila tidak
diadakan pengklasifikasian lebih lanjut. Seperti halnya menurut Lovelock dalam
Evans dan Berman yang dikutip oleh Tjiptono (2005:26) mengklasifikasikan jasa
berdasarkan 7 kriteria yaitu :
a.
Segmen pasar
Jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan pada konsumen akhir
dan jasa bagi konsumen organisasional.
b.
Tingkat keberwujudan
Jasa dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Rented goods service yaitu konsumen menyewa dan menggunakan
produk produk tertentu berdasarkan tariff selama jangka waktu
tertentu pula.
2. Owned goods service yaitu produk-produk yang dimiliki konsumen
direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya oleh
perusahaan jasa.
3. Non-goods service yaitu jasa personal bersifat intangible ditawarkan
kepada para pelanggan.
c.
Ketrampilan penyedia jasa
Jasa terdiri dari professional service yaitu suatu pekerjaan dibidang jasa
yang mempunyai tingkat pengetahuan yang luas dan profesional (misalnya
konsultan manajemen, konsultan perpajakan) dan non-profesional service
yaitu suatu pekerjaan dibidang jasa yang mempunyai tingkat pengetahuan
yang umum (misalnya sopir taksi, pengantar surat)
d.
Tujuan organisasi jasa
Jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service
(misalnya bank, penerbangan) dan non profit service (misalnya sekolah,
yayasan dana bantuan, panti asuhan). Jasa nirlaba (nonprofit) dalam
mencapai tujuannya tidak hanya ditentukan berdasarkan ukuran financial
dan laba seringkali tidak berkaitan dengan pembayaran dari pelanggan dan
biasanya dibutuhkan untuk melayani segmen pasar.
e.
Regulasi
Jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, perbankan)
dan nonregulated service (misalnya makelar, katering).
f.
Tingkat intensitas karyawan
Jasa dibedakan menjadi 2 macam yaitu equipment-based service adalah
jasa yang mengandalkan penggunaan mesin dan peralatan canggih yang
dapat dikendalikan dan dipantau secara otomatis (misalnya mesin ATM,
internet banking) dan jasa yang bersifat people-based yang masih
diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu tidak terampil, terampil, dan
pekerja professional yang biasanya berada pada perusahaan yang
memerlukan tenaga ahli (misalnya semua jenis pekerjaan).
g.
Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan
Jasa dapat dibagi menjadi high-contact service (seperti universitas, bank,
dokter) dan low-contact sevice (seperti bioskop, pelayanan pos). Jasa yang
memiliki tingkat kontak dengan pelanggannya tinggi, ketrampilan
interpersonal, karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan jasa
sedangkan jasa yang tingkat kontak dengan pelanggan rendah justru
keahlian teknis karyawan yang paling penting.
Menurut Kotler (2006:487) sebagai akibat bauran barang jasa yang berbedabeda, sulit untuk mengklasifikasikan jasa kecuali dengan pembedahan lebih lanjut.
Namun jumlah klasifikasi tampaknya bisa digunakan diantaranya :
a. Jasa dapat dibedakan apakah berbasis peralatan (pencuci mobil otomatis,
mesin penjual) atau berbasis orang (mencuci jendela, jasa akuntansi). Jasa
berbasis orang dapat dibedakan dari segi penyedianya, yaitu pekerja tidak
terlatih, terlatih, atau profesional.
b. Beberapa jenis jasa mengharuskan kehadiran klien. Bedah otak melibatkan
kehadiran klien, tetapi perbaikan mobil tidak.
c. Jasa berbeda dalam hal memenuhi kebutuhan perorangan (jasa personal)
atau
kebutuhan
mengembangkan
bisnis
program
(jasa
bisnis).
pemasaran
Penyedia
yang
berbeda
jasa
biasanya
untuk
pasar
perorangan dan bisnis.
d. Penyedia jasa berbeda dalam tujuannya (laba atau nirlaba) dan kepemilikan
(swasta atau pemerintah). Kedua karakteristik itu, jika digabungkan
menghasilkan empat jenis organisasi jasa yang cukup berbeda.
Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa cara mengklasifi-kasikan
jasa dapat dibagi tiga kelompok yaitu :
a. Servis murni merupakan jasa yang memberikan perlakuan khusus dan
memberikan jasanya pada saat konsumen ada. Misalnya jasa tukang cukur.
b. Servis yang mirip dengan manufaktur adalah jasa yang sangat rendah
kontaknya karena konsumen tidak harus menjadi bagian dari proses
produksi jasa. Misalnya jasa perbankan.
c. Servis yang bercampur adalah merupakan kelompok jasa dengan tingkat
kontak menengah yang menggabungkan beberapa servis murni dengan
servis yang agak mirip dengan manufaktur. Misalnya jasa bengkel.
Pengklasifikasian jasa sangat penting untuk mempertahankan sebuah
perusahaan dalam bidang bisnis. Klasifikasi jasa akan memberi keuntungan yang
lebih baik dalam menjalankan perusahaan bisnis.
2.2 Kualitas dan Pelayanan
2.2.1. Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dihadapkan pada orang-orang atau individu-individu,
dimana setiap individu menampilkan pelayanan secara individu. Suatu pelayanan
ditentukan oleh suatu manajemen. Pelayanan yang dilakukan dengan benar sesuai
keinginan dan harapan nasabah, maka akan membawa dampak yang lebih baik pada
perusahaan. Menurut Kotler (2005a:49) mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan
adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh
pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang
tersirat. Sedangkan menurut American Society for Quality Control, yang dikutip oleh
Lupiyoadi (2006:144) menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah keseluruhan
ciri-ciri
dan
karakteristik-karakteristik
dari
suatu
produk/jasa
dalam
hal
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau
bersifat laten. Di sisi lain Tjiptono (2008:60), menjelaskan bahwa kualitas total
pelayanan terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:
1. Technical Quality (outcome dimension)
Berkaitan dengan kualitas output pelayanan yang dipersepsikan pelanggan.
Menurut Parasuraman et al., komponen ini dapat dijabarkan lagi menjadi
tiga jenis yaitu :
a. Search quality yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan
sebelum membeli, misalnya harga.
b. Experience quality yakni hanya bisa dievaluasi setelah dikonsumsi,
misalnya ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan kerapian hasil.
c. Credence quality yaitu sukar dievaluasi pelanggan sekalipun telah
mengonsumsi jasa, misalnya kualitas operasi bedah jantung.
2. Functional Quality (process-related dimension)
Berkaitan dengan kualitas cara penyampaian pelayanan kepada pelanggan.
Misalnya aksesibilitas mesin ATM, restoran, konsultan bisnis, teller bank.
3. Corporate Image yaitu reputasi, ciri umum dan daya tarik suatu perusahaan.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat diketahui bahwa kualitas pelayanan
adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan seberapa jauh pihak penyedia jasa
dapat memberikan bentuk pelayanan yang sesuai dengan harapan pelanggannya.
Kualitas pelayanan yang baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor yang
sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis karena dapat memberikan beberapa
manfaat. Berdasarkan hasil sintesis terhadap berbagai riset di dalam Tjiptono
(2005:261) mengemukakan enam kriteria kualitas pelayanan yang dipersepsikan baik,
yakni sebagai berikut :
1. Professionalism and Skills.
Pelanggan mendapati bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional,
dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah mereka secara professional
(outcome-related criteria).
2. Attitudes and Behavior.
Pelanggan merasa bahwa karyawan jasa (customer contact personnel)
menaruh perhatian besar pada mereka dan berusaha membantu memecahkan
masalah mereka secara spontan dan ramah (process-related criteria).
3. Accessibility and Flexibility.
Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam operasi, karyawan, dan
sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sademikian rupa
sehingga pelanggan dapat mengakses jasa tersebut dengan mudah. Selain
itu, juga dirancang dengan maksud agar dapat menyesuaikan permintaan
dan keinginan pelanggan secara luwes (process-related criteria).
4. Reliability and Trustworthiness.
Pelanggan memahami bahwa apa pun yang terjadi atau telah disepakati,
mereka bisa mengandalkan penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya
dalam memenuhi janji dan melakukan segala sesuatu dengan mengutamakan
kepentingan pelanggan (process-related criteria)
5. Recovery.
Pelanggan menyadari bahwa bila terjadi kesalahan atau sesuatu yang tidak
diharapkan dan tidak dapat diprediksi, maka penyedia jasa akan segera
mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari solusi yang
tepat (process-related criteria).
6. Reputation and Credibility.
Pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan
memberikan nilai/imbalan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan
(image-related criteria)
Manfaat dari kualitas pelayanan tidak hanya dirasakan oleh pelanggan tetapi
juga bermanfaat bagi karyawan dan perusahaan yang bersangkutan. Kualitas
pelayanan yang baik akan berdampak terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. Di
samping itu akan memberikan citra positif bagi perusahaan sehingga karyawan akan
lebih percaya diri dan semangat dalam melayani pelanggan. Apabila pelayanan yang
diterima sesuai dengan apa yang diharapkan maka kualitas jasa akan memuaskan
juga. Jika pelayanan jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka
kualitas jasa yang diterima buruk.
2.2.2. Prinsip-Prinsip Kualitas Pelayanan
Dalam menciptakan suatu manajemen dan lingkungan yang baik bagi suatu
perusahaan jasa maka perusahaan harus mampu dan dapat memenuhi prinsip-prinsip
yang telah ditentukan dengan tujuan memperbaiki kualitas. Menurut Wolkins dalam
Scheuing dan Christopher yang dikutip oleh Tjiptono (2005:75), ada enam prinsip
pokok dalam kualitas jasa, yaitu :
a. Kepemimpinan.
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk
meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari
manajemen puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya
berdampak kecil terhadap perusahaan.
b. Pendidikan.
Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan
operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek
yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi
konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi
kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
c. Perencanaan.
Proses perencanaan strategi harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas
yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya.
d. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini merupakan
suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan dan terusmenerus untuk mencapai tujuan kualitas.
e. Komunikasi.
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan
karyawan, pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti pemasok,
pemegang saham, pemerintah, masyrakat umum, dan lain-lain.
f. Penghargaan dan Pengakuan (Total Human Reward)
Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam
implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu
diberi penghargaan dan prestasinya tersebut diakui. Dengan demikian dapat
meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, dan rasa kepemilikan
setiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan
kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
Sesuai dengan uraian di atas maka prinsip-prinsip tersebut sangat bermanfaat
dalam membentuk dan mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan
penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok,
karyawan, dan pelanggan sehingga perusahaan harus mampu melaksanakan keenam
prinsip sesuai dengan tujuan perusahaan bisnis perbankan dalam bidang jasa yaitu
memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan atau nasabah.
2.2.3. Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Parasuraman, Valarie A., Zeithaml et al., (1990) yang dikutip oleh
Tjiptono (2005:274) ada sepuluh dimensi kualitas jasa yaitu :
1. Bukti Fisik yang berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan
bahan-bahan komunikasi.
2. Reliabilitas yaitu kemampuan memberikan jasa yang dijanjikan secara
akurat dan andal.
3. Daya Tanggap yaitu kesediaan untuk membantu para pelanggan dan
menyampaikan jasa secara cepat.
4. Kompetensi yaitu penguasaan ketrampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan agar dapat memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
5. Kesopanan yang berupa sikap santun, respek, perhatian, dan keramahan
para staf lini depan.
6. Kredibilitas yang berupa sifat jujur dan dapat dipercaya.
7. Keamanan yang berupa bebas dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan.
8. Akses yang berupa suatu alat kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.
9. Komunikasi yaitu memberikan informasi kepada para pelanggan dalam
bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan
keluhan mereka.
10. Kemampuan Memahami Pelanggan yaitu upaya untuk memahami
pelanggan dan kebutuhan mereka.
Sedangkan menurut Parasuraman et al., dalam Tjiptono (2005:273), terdapat
lima dimensi utama kualitas pelayanan yang digunakan konsumen untuk menilai atau
menentukan kualitas pelayanan. Kelima dimensi tersebut adalah :
a. Kehandalan (Reliability), yakni kemampuan memberikan layanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
b. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu
para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.
c. Jaminan (Assurance), mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau
keragu-raguan.
d. Empati (Empathy), memahami kemudahan dalam menjalin relasi,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan
individual para pelanggan.
e. Bukti Fisik (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi.
Dari beberapa pendapat mengenai dimensi kualitas pelayanan yang
dikemukakan di atas, Lima Dimensi Kualitas Pelayanan yaitu Bukti Fisik
(Tangibles), Keandalan (Reliability), Daya Tanggap (Responsiveness), Jaminan
(Assurance), dan Perhatian (Emphty) merupakan salah satu langkah dalam
memberikan pelayanan kepada konsumen atau untuk mengetahui pendapat dari
konsumen tentang kualitas pelayanan tersebut. Pada akhirnya kualitas pelayanan akan
dinilai berdasarkan persepsi dari konsumen atau pelanggan yang telah mendapatkan
pelayanan.
2.3. Kepuasan Pelanggan
2.3.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Sebenarnya konsep kepuasan pelanggan masih bersifat abstrak. Pencapaian
kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana maupun kompleks. Dalam hal ini
peranan setiap individu dalam suatu pelayanan jasa sangatlah penting dan
berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk.
Banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan.
Menurut Engel, et al. (1990) yang dikutp oleh Tjiptono (2005:146)
menyatakan bahwa:
Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome)
sama atau melampaui harapan pelanggan.
Sedangkan pakar pemasaran Kotler (1994) yang dikutip oleh Tjiptono
(2005:147) menyatakan bahwa:
Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan
harapannya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan pelanggan/ketidakpuasan pelanggan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap hasil
kinerja suatu produk dengan harapan-harapannya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1
Konsep Kepuasan Pelanggan
Tujuan
Perusahaan
Kebutuhan dan
Keinginan Pelanggan
PRODUK
Harapan Pelanggan
Terhadap Produk
Nilai Produk
Bagi
Pelanggan
Tingkat Kepuasan
Pelanggan
2.3.2 Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan
pesaing).
Menurut
Kotler
(1994)
yang
dikutp
oleh
Tjiptono
(2005:148)
mengemukakan beberapa metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented)
perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa
digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis
(yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), menyediakan kartu
komentar (yang bisa diisi langsung ataupun yang bisa dikirimkan via pos
kepada perusahaan), menyediakan saluran telepon khusus (customer hot
lines) dan lain-lain. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat mem-
berikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan sehingga
memungkinkannya untuk memberikan respon secara cepat dan tanggap
terhadap setiap masalah yang timbul.
2. Survei kepuasan pelanggan
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan
dengan menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun
wawancara pribadi (Mc Neal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992).
Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik
secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda
(signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian kepada pelanggannya.
3. Ghost shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost
shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial
produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan
temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan
pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk
tersebut itu para ghost shopper juga dapat mengamati atau menilai cara
perusahaan dan pesaingnya menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani
setiap keluhan. Ada baiknya para manajer perusahaan terjun langsung menjadi
ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi
dan memperlakukan para pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu
kalau atasannya baru melakukan penilaian (misalnya: dengan cara menelpon
perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan), karena
bila hal ini terjadi, perilaku mereka akan sangat 'manis' dan penilaian akan
menjadi bias.
4. Lost customer analysis
Metode ini sedikit unik. Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya
yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan
adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi
ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya
dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
2.3.3 Faktor-faktor Timbulnya Ketidakpuasan Pelanggan
Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, di
antaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta
informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing. Faktor-faktor tersebutlah yang
menyebabkan harapan seseorang biasa-biasa saja atau sangat kompleks. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.2
Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan
Pelanggan Keliru
Mengkomunikasikan
Jasa Yang diinginkan
Pelanggan Keliru
Menafsirkan Signal
(Harga, Positioning, dll)
Harapan Tidak
Terpenuhi
Mengkomunikasikan
Rekomendasi Mulut ke
Mulut
Kinerja Karyawan
Perusahaan Jasas
Yang Buruk
Miskomunikasi
Penyediaan Jasa Oleh
Pesaing
2.3.4 Strategi Kepuasan Pelanggan
Upaya mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah.
Bahkan Mudie dan Cottam (1993) yang dikutp oleh Tjiptono (2005:160)
menyatakan bahwa:
Kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya
untuk sementara waktu.
Namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan
dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya strategi kepuasan pelanggan akan
menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam
usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Satu hal yang perlu diperhatikan di
sini adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi panjang yang
membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia.
Menurut Tjiptono (2005:161-170) menyatakan bahwa ada beberapa
strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan,
di antaranya:
a. Relationship Marketing
Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan
pelanggan
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin
suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus sehingga
diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business).
b. Strategy Superior Customer Service
Perusahaan yang menerapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang
lebih unggul daripada para pesaingnya. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana
yang besar, kemampuan sumber daya manusia dan usaha gigih. Meskipun
demikian, melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan yang bersangkutan
dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya. Akan ada kelompok
konsumen yang tidak berkeberatan dengan harga mahal tersebut. Selain itu
perusahaan dengan pelayanan superior akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan
yang lebih besar daripada pesaingnya yang memberikan pelayanan inferior.
c. Strategy Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees
Untuk
meningkatkan
kepuasan
pelanggan,
perusahaan
jasa
dapat
mengembangkan augmented service terhadap core service-nya, misalnya: dengan
merancang garansi tertentu atau dengan memberikan pelayanan purnajual yang
baik.
d. Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif
Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang
pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas (atau bahkan
pelanggan abadi ). Manfaat lainnya adalah (Mudie dan Cottam,1993):
¾ Penyedia
jasa
memperoleh
kesempatan
lagi
untuk
memperbaiki
hubungannya dengan pelanggan yang kecewa.
¾ Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif.
¾ Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang pelanggan yang tidak puas akan
menceritakan pengalamannya kepada 8 sampai 10 orang lain (keluarga, teman
dan sejawat). Dengan demikian citra buruk jasa perusahaan dengan mudahnya
berkembang di antara mereka dan ini sangat merugikan perusahaan. Kendati
demikian, dewasa ini mulai banyak perusahaan yang dengan berbagai cara
mencoba mendorung agar pelanggan menyampaikan ketidakpuasannya
pertama kali kepada perusahaan sehingga bisa diatasi sebelum tersebar luas.
Pesan-pesan komunikasi perusahaan berkaitan dengan hal ini misalnya: "Bila
anda tidak puas beritahulah kami, tetapi bila anda puas bertahulah
rekan-rekan anda”.
¾ Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam
pelayanannya saat ini.
¾ Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya.
¾ Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
lebih baik.
e. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan
Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan
antara lain:
¾ Menyempurnakan proses dan produk (jasa) melalui upaya perbaikan
berkesinambungan. Melalui proses ini diharapkan perusahaan mampu
melayani konsumen lebih cepat, lebih efisien, lebih memuaskan dan lebih
berkualitas.
¾ Melakukan pemantauan klien pengukuran kepuasan pelanggan secara
berkesinambungan.
¾ Memberikan
pendidikan
dan
pelatihan
menyangkut
komunikasi,
salesmanship, dan public relations kepada setiap jajaran manajemen dan
karyawan.
¾ Membentuk tin-tim kerja lintas fungsional yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kemampuannya dalam melayani pelanggan.
¾ Memberdayakan (enpowerment) karyawannya sehingga mereka dapat
mengambil keputusan tertentu yang berkaitan dengan tugasnya.
f. Quality Function Depoyment
Adalah praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap
kebutuhan pelanggan.
2.4
Hubungan
Antara
Kualitas
Pelayanan
dengan
Kepuasan
Konsumen
Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa jasa adalah tidak nyata (intangible)
di mana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, diraba, didengar atau diperbaharui
sebelum dibeli. Dengan demikian konsumen akan akan mencari tanda/ bukti dari
kualitas jasa (pelayanan) tersebut melalui orang lain, peralatan dan harga yang
mereka lihat. Dalam pembedaan antara pelayanan pembelian dengan jasa sukar
dilakukan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu barang seringkali disertai dengan
jasa-jasa tertentu (missal: toko TV) dan sebaliknya pembelian suatu jasa seringkali
melibatkan barang-barang yang menyertainya (misal: restoran atau café).
Sudah menjadi tugas para penyedia jasa untuk “membuktikan” atau
“menyatakan yang tidak nyata” sesuatu yang yang dapat memberikan bukti fisik dan
citra dari penawaran abstrak mereka sehingga konsumen dapat merasakan jasa-jasa
(pelayanan) yang diberikan perusahaan untuk kemudian dievaluasi oleh konsumen,
apakah jasa tersebut sesuai dengan yang diharapkan, melebihi harapan mereka,
ataukah berada di bawah harapan mereka.
Pada saat proses konsumsi jasa terjadi, konsumen akan melakukan proses
evaluasi pelayanan dalam hubungan dengan apa yang mereka cari dan harapkan,
dengan apa yang mereka terima sehingga akhirnya mereka bersedia untuk
membayarnya. Selama proses tersebut berlangsung, konsumen akan mengamati
kemampuan perusahaan dalam memperhatikan dan menangani masalah-masalah
mereka dan cara-cara perusahaan memberikan pelayanan di mana konsumen akan
memperoleh kualitas teknis dan fungsional yang dapat diterima oleh mereka. Apabila
konsumen merasa puas, maka mereka akan melakukan konsumsi yang baru atau
pemakaian jasa yang lebih besar lagi sehingga hubungan dengan konsumen yang
bertahan lama untuk jangka panjang akan tercapai, di mana pada gilirannya kepuasan
konsumen dapat mencapai kesetiaan/ loyalitas pelanggan kepada perusahaan.
Akan tetapi bila konsumen merasa tidak puas terhadap pelayanan yang ada,
maka konsumen tersebut akan meninggalkan perusahaan untuk mencari dan mencoba
jasa dari perusahaan lain dan kemudian membandingkannya atau mereka benar-benar
pergi meninggalkan perusahaan dan tidak ingin kembali lagi. Sesuatu hal yang
penting di sini adalah jika para konsumen melepaskan diri karena mereka merasa
tidak puas, maka mereka bisa jadi menyebarkan image buruk yang beredar dari mulut
ke mulut tentang perusahaan dan lambat laun hal tersebut dapat merusak keberadaan
suatu perusahaan (café). Oleh karena itu, kualitas pelayanan memiliki hubungan yang
erat dengan kepuasan konsumen.
Download