BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab II peneliti mengumpulkan dan mencatat informasi yang diperlukan untuk memperoleh gagasan dan keterangan mengenai hal-hal yang berkaitan dan menunjang dalam penelitian ini yang berasal dari literatur-literatur (buku-buku wajib) maupun literatur dari media lainnya seperti internet. 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Pengertian Kepuasan Konsumen Hasil dari suatu jasa yang ditawarkan perusahaan adalah penilaian konsumen. Penilaian yang berasal dari konsumen ini adalah akibat yang dirasakannya. Maka dalam mencari sampai sejauh mana konsumen merasa puas atas pelayanan yang ditawarkan oleh perusahaan, tidak terlepas dari sesuatu yang diharapkan konsumen dengan kenyataan yang diterimanya setelah melakukan pembelian, konsumen akan merasakan kepuasan atau ketidakpuasan. Menurut Tse dan Wilton yang dikutip oleh Tjiptono (2006) menyatakan kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut : “kepuasan atau ketidak puasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lain) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya “ Pengertian kepuasan menurut Kotler dan Keler (2007) adalah sebagai berikut: “Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan”. Menurut Engel et al yang dikutip oleh Tjiptono (2006), menyatakan kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut: “Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan 7 8 ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.” Ada kesamaan di antara beberapa definisi di atas, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang diterimanya bila membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut : Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan PRODUK Harapan Pelanggan Terhadap Produk Nilai Produk Bagi Pelanggan Tingkat Kepuasaan Pelanggan Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber : Tjiptono (2006) 2.1.1.1 Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan pesaiang). Kotler dan Keller dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2007) menyebutkan beberapa cara untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 9 1. Sistem keluhan dan saran (suggestion and recomended) Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelaggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang dapat digunakan berupa kotak saran yang diletakan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), menyediakan kartu komentar (yang bisa diisi langsung atau dikirim via pos kepada perusahaan), menyediakan saluran telepon khusus (customer hot lines), dan lain-lain. 2. Survei Periodik (periodic surveys) Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survai, baik melalaui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survai perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga sekaligus memberi tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. 3. Pembeli Misterius (mystery shoppers) Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. 4. Analisa Konsumen yang Hilang (costumer loss rate) Metode ini sedikit unik. Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan. 10 2.1.1.2 Faktor-faktor Timbulnya Ketidakpuasan Pelanggan Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, di antaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler dan Armstrong yang dikutip oleh Tjiptono, 2006). Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan harapan seseorang biasa-biasa saja atau sangat kompleks. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: Pelanggan Keliru Mengkomunikasikan Jasa Yang diinginkan Pelanggan Keliru Menafsirkan Signal (Harga, Positioning, dll) Miskomunikasi Rekomendasi Mulut ke Mulut Harapan Tidak Terpenuhi Kinerja Karyawan Perusahaan Jasa Yang Buruk Miskomunikasi Penyediaan Jasa Oleh Pesaing Gambar 2.2 Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan Sumber : Tjiptono (2006) Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan berpengaruh pada pola prilaku selanjutnya. Hal ini ditunjukan pelanggan setelah terjadi proses pembelian. Apabila pelanggan merasa puas, maka dia akan menunjukan besarnya kemungkinan untuk membeli kembali produk yang sama. Pelanggan yang puas juga cenderung akan memberikan referensi yang baik terhadap produk kepada orang lain. Tidak demikian dengan seorang pelanggan yang tidak puas. Pelanggan yang tidak puas dapat melakukan tindakan pengembalian produk, atau secara eksterim bahkan dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan. 11 Tentu banyak sebab-sebab timbulnya ketidakpuasan tersebut, menurut Alma (2004) munculnya rasa tidak puas terhadap sesuatu antara lain: 1. Tidak sesuai harapan dengan kenyataan 2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan 3. Prilaku personil kurang memuaskan 4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang 5. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga tidak sesuai 6. Promosi/iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kenyataan. 2.1.1.3 Strategi Kepuasan Konsumen Ada beberapa strategi untuk memenuhi kepuasan konsumen, menurut Tjiptono (2006) strategi kepuasan konsumen adalah sebagai berikut: 1. Relationship Marketing Strategy Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terusmenerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business). 2. Strategy Superior Customer Service Strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada para pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha gigih. 3. Strategy Unconditional Guarantees Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencari tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. 12 4. Strategi Penanganan Keluhan Yang Efisien Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas (atau bahkan pelanggan ’abadi’). 2.1.2 Pengertian Kualitas dan Kualitas Pelayanan Kualitas suatu produk atau pelayanan perlu mendapat perhatian besar dari manajer, karena kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan. Apabila konsumen merasa bahwa kualitas dari suatu produk tidak memuaskan, maka kemungkinan besar ia tidak akan menggunakan produk perusahaan tersebut lagi. Bahkan mungkin akan membeli dari pesaing yang menawarkan kualitas yang lebih baik. Karena konsumen merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam menilai kualitas, maka manajer pemasaran perlu mengidentifikasi harapan dan mengukur kepuasan konsumen. Pengertian kualitas dapat berbeda-beda tergantung pada siapa yang menggunakan dan sudut pandang setiap orang. Pengertian kualitas menurut Goetsh dan Davis yang dikutip Tjiptono (2006) yaitu: ”Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.” Sedangkan menurut ISO 9000 yang dikutip oleh Rambat dan Hamdani (2006) yaitu : ”degree to which a set of inherent characteristic fulfils requirement” (derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inhereen dalam memenuhi persyaratan). Persyaratan dalam hal ini adalah ”need or expectation that is stated, generally implied or obligator” (yaitu, kebutuhan atau harapan yang dinyatakan, biasanya tersirat atau wajib). Sehingga kualitas merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. 13 Menurut Wyckof yang dikutip Tjiptono (2006) : ”kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.” Konsumen akan memberikan penilaian mengenai tingkat pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Jadi kualitas pelayanan merupakan penilaian konsumen mangenai tingkat pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono (2006) ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang. Kelima perspektif inilah bisa menjelaskan mengapa kualitas dapat diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan. Adapun kelima macam perspektif kualitas tersebut adalah : 1. Trancendental Approach Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellent, di mana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. 2. Product-based Approach Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual. 3. User-based Approach Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. 14 4. Manufacturing-based Approach Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based Approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai ”affordable Excellent”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy). Pengertian kualitas dalam penelitian ini adalah ditinjau dari sudut pandang pemakai jasa atau konsumen (user-based). Aspek kualitas ini bisa diukur, pengukuran tingkat kepuasan erat hubungannya dengan kualitas produk (barang atau jasa). 2.1.2.1 Faktor-faktor yang Menentukan Penilaian Kualitas Pelayanan Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2006) Terdapat 10 faktor utama yang menentukan kualitas jasa yaitu : 1. Reliability Mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama. Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati. 2. Responsiveness Yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati. 15 3. Competence Artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. 4. Access Meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain. 5. Courtesy Meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain). 6. Communication Artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 7. Credibility Yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contact personnel, dan interaksi dengan pelanggan. 8. Security Yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (finansial security), dan kerahasiaan (confidentiality) 9. Understanding/Knowing the Customer Yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan 10. Tangibles Yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa. Jika jasa atau barang yang dibeli sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen, maka akan terdapat kepuasan dan sebaliknya akan timbul rasa kecewa. Bila kenikmatan yang diperoleh konsumen melebihi harapannya, maka konsumen betul-betul puas, mereka akan mengacungkan jempol, dan mereka akan 16 mengadakan pembelian ulang serta memberi rekomendasi produk kepada rekanrekannya. Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2006) ada lima gap yang menyebabkan kegagalan perusahaan dalam menyampaikan jasanya, kelima gap tersebut adalah: 1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak dapat selalu merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara cepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen. 2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu: tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumberdaya, atau karena adanya kelebihan permintaan. 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kerja yang ditetapkan. 4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat terpenuhi. 5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnya seorang dokter bisa saja akan terus mengunjungi 17 pasiennya untuk menunjukan perhatiannya, akan tetapi pasien dapat menginterpretasikan sebagai suatu indikasi bahwa ada suatu yang tidak beres berkenaan dengan penyakit yang dideritanya. KONSUMEN Komunikasi Dari Mulut ke Mulut Kebutuhan Sosial Pengalaman Yang Lalu Jasa Yang Diharapkan Jasa Yang Dirasakan PEMASAR Penyamapain Jasa Penjabaran Spesifikasi Persepsi Manajemen Gambar 2.3 Model Kualitas Jasa (Gap Model) Sumber : Parasuraman, A., et al. (1985), ”A Conceptual Model of Service Quality and its Implication for Future Research”, Journal of Marketing, Vol. 49 (Fall), p. 44. Komunikasi Eksternal 18 2.1.2.2 Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Menurut Tjiptono (2006) faktor – faktor tersebut meliputi: 1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability, artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Dengan kata lain dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan konsumen jasa. Beberapa kemungkinan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya: a. Tidak terampil dalam melayani pelanggan, b. Cara berpakaiannya tidak sesuai, c. Tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan, d. Bau badannya mengganggu, e. Selalu cemberut atau pasang tampang ’angker’ 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. Hal-hal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah (umumnya karyawan yang melayani pelanggan memiliki tingkat pendidikan dan upah yang paling rendah dalam suatu perusahaan), pelatihan yang kurang memadai, atau bahkan tidak sesuai, tingkat turnover karyawan yang tinggi, dan lain-lain. 3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai Karyawan front-line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa. Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan (perkakas, material, pakaian seragam), keterampilan maupun informasi (misalnya prosedur operasi). pelatihan 19 4. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor yang sangat esensial dalam kontak dengan pelanggan. Bila terjadi gap/kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa. Ada beberapa jenis kesenjangan komunikasi yang bisa terjadi, yaitu: a. Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya, b. Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan aturan/prosedur, perubahan susunan barang di rak pajangan supermarket, dan lain-lain, c. Pesan komunikasi perusahaan tidak dipahami pelanggan, d. Perusahaan tidak memperhatikan atau segera menanggapi keluhan/saran pelanggan. 5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama Pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, karena mereka memiliki perasaan dan emosi. Dalam hal interaksi dengan pemberi jasa, tidak semua pelanggan bersedia menerima pelayanan/jasa yang seragam (standardized service). 6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk. Akan tetapi bila telampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan terhadap jasa yang telah ada, maka hasil yang diperoleh tidak selalu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. 7. Visi bisnis jangka pendek Visi jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjualan dan laba tahunan, penghematan biaya, peningkatan produktivitas tahunan, dan lain-lain) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan 20 cara mengurangi jumlah kasir (teller) menyebabkan semakin panjangnya antrian di bank tersebut. 2.1.2.3 Strategi Meningkatkan Kualitas Jasa Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan atau menekan saklar lampu. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Upaya tersebut juga berdampak luas, yaitu terhadap budaya organisasi secara keseluruhan. Menurut Tjiptono (2006) ada beberapa cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas jasa, yaitu: 1. Mengidentifikasi Determinan Utama Kualitas Jasa Setiap perusahaan jasa perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik kepada pelanggannya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama kualitas jasa dari sudut pandang pelanggan. Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan riset untuk mengidentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. 2. Mengelola Harapan Pelanggan Semakin banyak janji yang diberikan perusahaan, maka semakin besar pula harapan pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis) yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan. Untuk itu ada suatu hal yang dapat dijadikan pedoman, yaitu: “Jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan.” 3. Mengelola Bukti (evidence) Kualitas Jasa Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. 21 4. Mendidik Konsumen Tentang Jasa Membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang lebih ‘terdidik’ akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik. 5. Mengembangkan Budaya Kualitas Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus- menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosifi, keyakinan, sikap, norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik, dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi. 6. Menciptakan Automating Quality Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Meskipun demikian, sebelum memutuskan akan melakukan otomatisasi, perusahaan perlu melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang membutuhkan sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan otomatisasi. 7. Menindak lanjuti Jasa Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka. 8. Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu system yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi dan kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan. 22 2.1.3 Pengertian Jasa Sebenarnya perbedaan secara tegas antara barang dan jasa seringkali sukar dilakukan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu barang seringkali disertai dengan jasa-jasa tertentu (misalnya : pemberian garansi, pelatihan dan bimbingan operasional,perawatan dan reparasi) dan sebaliknya pembelian suatu jasa seringkali juga melibatkan barang-barang yang melengkapinya (misalnya makanan di restoran, telepon dalam jasa komunikasi). Meskipun demikian jasa dapat didefinisikan sebagai berikut : Menurut Kotler dan Armstrong (2007) yang dimaksud dengan jasa : ”Service is any activity or benefit that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything”. Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner yang dikutip Alma (2007) menyatakan jasa adalah sebagai berikut: “Broad definition is one that defines service “include all economics activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides added value in form (such as convenience, amusement, timeliness, comfort, or health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser”. Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud. 2.1.3.1 Karakteristik Jasa Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan berfungsi untuk membedakannya dengan produk barang. Menurut Kotler dan Armstrong (2007) menerangkan empat karakteristik jasa sebagai berikut: 1. Tidak berwujud (Intangibility) Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian tersebut, maka para calon pembeli 23 akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari bukti kualitas jasa berdasarkan enam hal berikut ini: a. Tempat (place) Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga, kenyamanan untuk kosumen, dan suasana yang mendukung. b. Orang (people) Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan baik. Sudah terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain. c. Peralatan (equipment) Peralatan penunjang seperti komputer, meja, mesin fax, dan lain sebagainya. d. Komunikasi material (communication material) Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau hasil jadi dalam foto. e. Simbol (symbol) Nama dan simbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan kelebihannya dalam melayani konsumen. f. Harga (price) Harga yang masuk akal dan dapat pula ipadukan dengan berbagai macam promosi penjualan, seperti bonus, diskon dan lain-lain. 2. Bervariasai (variability) Jasa berifat nonstandar dan sangat variabel. Berbeda dengan kualitas produk fisik yang sudah terstandar, kualitas jasa bergantung pada siapa penyedianya, kapan, di mana, dan bagaimana jasa itu diberikan. Oleh karena itu jasa sangat bervariasi dan berbeda satu dengan yang lainnya. 3. Tidak dapat dipisahkan (inseparebility) Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan dengan partisipasi konsumen di dalamnya. 4. Tidak dapat disimpan (perishability) Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya ada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si penerimanya. 24 Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud yang dapat diproduksi terlebih dulu, disimpan dan dipergunakan di lain waktu. 2.1.3.2 Klasifikasi Jasa Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa jenis jasa. Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil atau bagian utama dari keseluruhan penawaran tersebut. Pada kenyataannya, suatu penawaran dapat bervariasi dari dua kutub ekstrim, yaitu murni berupa barang pada satu sisi dan jasa murni pada sisi lainnya. Menurut Tjiptono (2006) penawaran jasa dapat dibedakan menjadi lima kategori, yaitu: 1. Produk fisik murni Penawaran semata-mata hanya terdiri atas produk fisik. Misalnya sabun mandi, pasta gigi, atau sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang menyertai produk tersebut. 2. Produk fisik dengan jasa pendukung Pada kategori ini penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik pada konsumennya. Misalnya produsen mobil harus memberikan penawaran yang jauh lebih banyak daripada hanya sekedar jual mobil saja, yaitu meliputi jasa pengantaran, reparasi, pemasangan suku cadang, dan sebagainya. 3. Campuran (Hybrid) Penawaran terdiri dari barang dan jasa yang sama besar porsinya. 4. Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan (pelengkap) dan atau barang-barang pendukung. Contohnya penumpang pesawat yang membeli jasa transportasi. Selama menempuh perjalanan menuju tempat tujuannya, ada beberapa unsur produk fisik yang terlibat, seperti makanan dan minuman, majalah atau surat kabar yang disediakan, dan lain-lain. Jasa seperti ini memerlukan barang yang bersifat capital intensif 25 (dalam hal ini pesawat) untuk realisasinya, tetapi penawaran utamanya adalah jasa. 5. Jasa murni Penawaran hampir seluruhnya berupa jasa. Misalnya fisioterapi, konsultasi, psikologi, pemijitan dan lain-lain. Sebagai konsekuensi dari adanya macam variasi bauran antara barang dan jasa maka sulit untuk mengklasifikasi jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, di mana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Klasifikasi jasa juga dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono (2006) yaitu: 1. Segmen pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa konsumen akhir (misalnya: taksi, asuransi jiwa, pendidikan) dan jasa kepada konsumen organisasi (misalnya: jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultasi hukum). Sebenarnya ada kesamaan di antara kedua segmen pasar tersebut dalam pembelian jasa. Baik konsumen akhir maupun konsumen organisasional samasama melalui proses pengambilan keputusan, meskipun fakor-faktor yang mempengaruhi pembeliannya berbeda. Perbedaan utama dari kedua segmen tersebut adalah alasan dalam memilih jasa, kualitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas pengerjaan jasa tersebut. 2. Tingkat keberwujudan (tangibility) Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: a. Rented Goods Service Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena 26 kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahan yang menyewakannya. Contohnya penyewaan mobil, lasser disc, villa, apartemen, dan lain lain. b. Owned Goods Service Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan untuk kerjanya, atau dipelihara/ dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contoh jasa reparasi, pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, perawatan taman, pencucian pakaian, dan lain-lain. c. Non Goods service Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya : sopir, baby sitter, dosen, tutor, pemandu wisata, ahli kecantikan, dan lain-lain. 3. Keterampilan penyedia jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas professional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum, konsultan pajak, konsultan system informasi, dokter, perawat, dan arsitek) dan nonprofessional service (misalnya sopir taksi, dan penjaga malam). Pada jasa yang memerlukan keterampilan tinggi dalam proses operasinya, pelanggan cenderung sangat selektif dalam memilih penyediaan jasa. Hal inilah yang menyebabkan para professional dapat mengikat para pelanggannya. Sebaliknya jika tidak memerlukan keterampilan tinggi, sering kali loyalitas pelanggan rendah karena penawarannya sangat banyak. 4. Tujuan organisasi Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (misalnya penerbangan, bank, dan jasa parsel) dan nonprofit service (misalnya: sekolah, yayasan, dana bantuan, panti asuhan, panti wreda, perpustakaan dan museum). 27 5. Regulasi Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service (seperti makelar, catering, dan pengecatan rumah). 6. Tingkat intensitas karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja) jasa dapat dikelompokan menjadi: a. Equipment based service (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon jarak jauh, ATM (Automatic Teller Machine), vending machine dan binatu). b. People based service (seperti pelatih sepak bola, satpam, jasa akuntansi, konsultasi manajemen, dan konsultasi hukum). 7. Tingkat kotak penyediaan jasa dan pelanggan Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high contact service (seperti universitas, bank, dokter dan pegadaian) dan low contact service (misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak pelanggannya tinggi, keterampilan interpersonal harus diperhatikan oleh perusahaan jasa. Sebaliknya pada jasa yang tingkat kontaknya rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling penting. 2.1.3.3 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa Ada beberapa strategi pemasaran perusahaan jasa menurut Alma (2004) adalah sebagai berikut : 1. Pemasaran Internal Sangat penting artinya bagi perusahaan jasa. Lebih dikenal dengan ”High Contact”. High Contact ialah kualitas jasa yang tidak dapat dipisahkan dari orang yang menghasilkan jasa tersebut. Misalnya high contact terdapat pada usaha dalam bidang kesehatan, restoran, salon kecantikan dan sebagainya. 2. Pemasaran Eksternal Pemasaran eksternal ialah mengarahkan kegiatan pemasaran ke publik, dalam rangka menarik agak terpengaruh, berkunjung, dan melakukan transaksi. 28 3. Pemasaran Interaktif Terjadi dalam rangka hubungan antara karyawan dan konsumen, terjadi sentuhan-sentuhan, dialog, layanan yang diharapkan akan memberi kepuasan kepada konsumen. 2.2 Teori Yang Digunakan Kepuasan adalah fungsi dari perceived performance dan expectation S = f (E.P) S = Satisfaction E = Expectation P = Product Perceived Performance Satu-satunya nilai yang dapat diciptakan perusahaan adalah nilai yang berasal dari pelanggan, yaitu semua nilai yang dimiliki sekarang dan nilai yang akan dimiliki perusahaan di masa depan. Suatu bisnis disebut sukses jika berhasil mendapatkan, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan. Pelanggan merupakan satu-satunya alasan perusahaan membangun pabrik, mempekerjakan karyawan, menjadwalkan rapat, membuat jalur optik, atau melibatkan diri dalam aktivitas bisnis apapun (kotler & kevin lane keller). Lima dimensi kualitas jasa menurut Parasuraman yang dikutip oleh Rambat dan Hamdani (2006) yaitu: 1. Berwujud (tangible) Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak ekternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. 2. Keandalan (reliability) Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan 29 harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Ketanggapan (responsiveness) Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas, tidak membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Jaminan dan kepastian (assurence) Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain: komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). 5. Empati (empathy) Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki perhatian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Menurut Goncolves (1998) Kompetensi, sikap dan penampilan jasa membantu pembeli mengevaluasi kualitas dan jenis jasa yang diterimanya. Salah satu cara agar penjualan jasa suatu perusahaan lebih unggul dibandingkan dengan para pesaingannya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat kepuasan konsumen. Tingkat kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan mereka terima dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang mereka peroleh. Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan tingkat kepentingan. Dan setelah menikmati jasa tersebut mereka cendrung akan membandingkannya dengan yang mereka harapkan. 30 Bila jasa yang mereka nikmati ternyata berada jauh dibawah jasa yang mereka harapkan, para konsumen akan kehilangan minat terhadap pemberi jasa tersebut. Sebalikya, jika jasa yang mereka nikmati memenuhi atau melebihi tingkat kepentingan, mereka akan cendrung memakai kembali produk jasa tersebut. 2.3 Kajian Peneliti Terdahulu Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ariaflorencio (2009) tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen, besarnya pengaruh kualitas pelayanan sebesar 94,67% terhadap kepuasan konsumen, sedangkan sisanya sebesar 5,33% dipengaruhi oleh variable lain. Dari penelitian uji hipotesis diperoleh nilai t tabel = 1,672, dengan nilai t hitung 33,14, ini berarti kualitas pelayanan Coffe Break’s Cafe Bandung berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Berdasarkan analisis uji hipotesis dengan menggunakan distribusi t , diperoleh hasil t hitung > t tabel = 6,09 > 1,6788. Hasil penelitian Elica (2008) ini mebuktikan pengaruh kepuasan pelanggan terhadap kepuasan konsumen sebesar 44%, ini berarti bahwa kualitas pelayanan PT. Eska Wisnutara Tours & Travel mempunyai pengaruh sebesaar 44% terhadap kepuasan konsumen, sedang kan 56% lainnya dipengaruhi oleh variable lainnya yang tidak di teliti dalam penelitian tersebut. Afriani (2009) mempunyai hipotesis “ semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh restoran Gurih & Bogor dalam memenuhi keinginankonsumen, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang dirasakan “, hipotesis itupun membuktikan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi rank spearman diperoleh nilai Rs sebesar 0,870, Rs berada diantara 0,800-1,000. Sedangkan hasil perhitungan koefisien determinasi sebesar 75,69%. Hal ini merupakankontribusi/pengaruh variabel kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen 31 Mukti (2006) membandingkan antara nilai rata-rata harapan pelanggan konsumen dengan nilai rata-rata kinerja yang dirasakan konsumen, secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa nilai tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh Restaurant The View adalah sebesar 93,688%, yang berarti bahwa konsumen sudah merasa sangat puas terhdap kualitas pelayanan yang diberikan oleh Restaurant The View. Walaupun masih ada kesenjangan sebesar 6,312% tetapi perbedaan kesenjangannya sedikit sekali, dan dapat dilihat nilai rata-rata harapan konsumen hampir mendekati dengan nilai rata-rata kinerja yang dirasakan. Melalui perhitungan koefisien determinasi yang dilakukan oleh Deva (2008) mengenai pengaruh kepuasan pelayanan terhadap kepuasan konsumen pada Neo Calista cafe, diperoleh persentase besarnya pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen sebesar 18,40 % dan sisanya 81,60 % kepuasan konsumen dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diukur pada penelitian ini, seperti promosi, word of mouth, harga, dan sebagainya. 2.4 Kerangka Pemikiran Untuk dapat meningkatkan penjualannya, maka perusahaan harus benarbenar dapat memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen dan memperbaiki kekurangan-kekurangan dengan menjalankan program pelayanan yang berkualitas terhadap konsumen. Perusahaan selalu tanggap terhadap keluhan dan kritik dari para konsumennya, dengan adanya kritikan dan masukan tersebut dijadikan sebagai acuan agar perusahaan dapat lebih baik dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Konsumen menjadi semakin kritis terhadap berbagai bentuk jasa pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan. Mereka mengharapkan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan dapat sesuai dengan yang mereka harapkan. Pelayanan merupakan faktor yang sangat penting, hal ini disebabkan karena mereka menyadari bahwa kepuasan merupakan aspek vital untuk bertahan dalam keberadaannya sebagai suatu organisasi jasa dan memenangkan persaingan. Meskipun demikian, tidaklah mudah untuk mewujudkan kepuasan konsumen 32 secara menyeluruh. Hal ini disebabkan harapan mereka dipengaruhi oleh pengalaman pembelian sebelumnya. Karena melalui pemberian pelayanan yang baik akan membuat pelanggan merasa nyaman sehingga pada akhirnya akan menciptakan image yang positif terhadap pelayanan jasa BARAYA Travel itu sendiri. Baik atau tidaknya pelayanan BARAYA travel tergantung pada tingkat respon yang diberikan oleh para pengguna jasa BARAYA Travel itu sendiri, respon yang tinggi menunjukkan kalau kualitas pelayanan menciptakan kepuasan dan sebaliknya. Pengertian kepuasan menurut Kotler dan Keler (2007) adalah sebagai berikut: “Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan”. Adapun pengertian kualitas jasa menurut Wyckof yang dikutip Tjiptono (2006) : ”kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.” Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen mempunyai hubungan yang erat dengan kualitas pelayanaan. Kualitas pelayanan yang tinggi menghasilkan kepuasan konsumen yang tinggi. Konsumen akan merasa puas apabila nilai hantaran dari kualitas pelayanan yang diberikan baik, kepuasan konsumen akan turun apabila kualitas pelayanan yang diberikan kurang atau tidak memuaskan. Untuk dapat memenangkan persaingan melalui pencapaian kepuasan konsumen, maka perusahaan perlu mengukur tingkat kepuasan konsumen, tingkat kepuasan konsumen dapat diukur dengan harapan konsumen, sehingga perusahaan dapat mengetahui unsur-unsur pelayanan, mana yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan kualitasnya dikaitkan dengan tingkat kepentingan bagi konsumen dan prestasi perusahaan selama ini. 33 Variabel Kualitas Jasa (X) 1. Reliability 2. Responsiveness 3. Access 4. Tangibles 5. Empaty Variable Kepuasan (Y) 1. Pelayanan yang diharapkan konsumen 2. Kinerja yang dirasakan Gambar 2.5 Paradigma Kerangka Pemikiran 2.5 Pengembangan Hipotesis Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen, pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan. Jika jasa atau barang yang dibeli sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen, maka akan terdapat kepuasan dan sebaliknya akan timbul rasa kecewa. Bila kenikmatan yang diperoleh konsumen melebihi harapannya, maka konsumen betul-betul puas, mereka akan mengacungkan jempol, dan mereka akan mengadakan pembelian ulang serta memberi rekomendasi produk kepada rekanrekannya. Harapan itu biasanya bertumpu pada sebuah citra dari produk atau jasa pada sebuah perusahaan, bila suatu perusahaan bisa mempertahankan citranya serta memberikan harapan yang dibutuhkan pelanggan dalam rangka menjaga kepuasan pelanggan, maka tidak menutup kemungkinan perusahaan tersebut mendekati keuntungan yang setinggi-tingginya. Kajian ini menguji hipotesis “kualitas pelayanan mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen”.