bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pemasaran
Pemasaran adalah dunia yang menyentuh semua orang. Baik sebagai
marketer
yang
memasarkan
produk
maupun
sebagai
konsumen
yang
mengkonsumsinya (Istitanjo, 2007). Menurut Ali Hasan (2009:1), pemasaran adalah
konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan
berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, pemegang saham).
Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p6) pemasaran adalah proses dimana
perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat
dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai
imbalannya.
Menurut Kotler (2005, p10) pemasaran adalah suatu proses sosial yang
dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.
Sedangkan menurut Stanton dalam Umar, (2005, p31) pemasaran adalah
suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa yang
memuaskan keinginan pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Menurut Umar (2005, p31) pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang bertujuan merencanakan,
menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang
atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang
potensial.
Berdasarkan definisi-definisi pemasaran di atas dapat di tarik suatu
kesimpulan
bahwa
pemasaran adalah segala
usaha
atau aktifitas
dalam
menyampaikan barang atau jasa para produsen kepada para konsumen, dimana
kegiatan tersebut bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan dalam cara
tertentu yang disebut pertukaran.
6
7
2.2
Bauran Pemasaran
Menurut Kotler dan Armstrong (2008, p58) bauran pemasaran (marketing
mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan
untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran.
Menurut Kotler (2005, p19) bauran pemasaran adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan
pemasaran di pasar sasaran.
Fungsi dari pemasaran diwujudkan dalam marketing mix atau bauran
pemasaran yang terdiri dari 4P (Product, Place, Price, dan promotion), yang
diuraikan sebagai berikut:
1) Product (produk)
Produk adalah barang atau layanan yang ditawarkan oleh perusahaan kepada
konsumen untuk memenuhi kebutuhan atau masalahnya. Produk mencakup
banyak hal, mulai dari atribut atau ciri-ciri produk seperti kandungan, rasa,
warna, model, kemasan, merek, varian baru, kualitas, manfaat dan
sebagainya.
2) Price (harga)
Harga adalah pengorbanan yang dilakukan konsumen untuk mendapatkan
suatu produk. Dari sisi finansial, harga tidak lain adalah uang yang
dikorbankan pelanggan untuk mendapatkan suatu produk. Pada dasarnya,
harga bisa murah, sama, atau lebih mahal dibanding pesaing.
3) Place (tempat)
Tempat adalah lokasi dimana konsumen bisa mendapatkan produk seperti
toko, supermarket, agen, atau dari penjualan langsung.
4) Promotion (promosi)
Promosi adalah komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan
konsumen. Promosi bisa disimpulkankan untuk memberitahukan, membujuk
konsumen untuk membeli, mempengaruhi konsumen supaya menyukai
produk, menancapkan merek dibenak konsumen dan sebagainya.
8
Konsep bauran pemasaran diatas merupakan konsep bauran pemasaran pada
perusahaan yang menawarkan produk (barang). Namun untuk perusahaan jasa,
dibutuhkan 3P lain yaitu People, Physical Evidence, dan Process (Kotler 2005,
p435). Berikut ini adalah penjelasan mengenai 3P diatas:
1) People (orang / sumber daya manusia)
Karena hampir semua jasa disediakan oleh orang yang bekerja di perusahaan
jasa tersebut, maka seleksi, training dan motivasi karyawan menjadi sangat
penting untuk memberikan nilai tambah yang berbeda dalam memenuhi
kepuasan pelanggan. Perusahaan harus dapat memberikan orang-orang
terbaiknya dalam hal kompetensi, attitude, respon, dan inisiatif untuk
melayani pelanggan.
2) Physical Evidence (bukti fisik)
Perusahaan jasa butuh untuk membuktikan kualitas jasa yang diberikan
dengan bukti fisik atau presentasi, mengingat jasa adalah produk yang tidak
tampak (intangible).
3) Process (proses)
Ini berkaitan dengan bagaimana kita menyampaikan jasa tersebut. Perusahaan
jasa dapat memilih untuk menyediakan jasa dalam bentuk proses yang
berbeda sehingga menimbulkan kesan tersendiri pada konsumen, mulai dari
menerima pesan hingga mengirmkan pesan yang diminta.
2.3.
Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan sangat dibutuhkan terutama di industry laundry
dan hospitality mengingat pelanggan mempunyai ekspektasi yang selalu ingin
dipenuhi dan dipuaskan. Pelanggan selalu mengharapkan untuk mendapatkan
pelayanan yang maksimal dari para penyedia jasa dalam hal ingin
diperlakukan secara professional, dan diperlakukan sebagai individu yang
unik. Selama beberapa dekade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan
pada kualitas pelayanan karena persepsi konsumen terhadap kualitas
9
pelayanan dapat mempengaruhi loyalitas konsumen dan niat perilaku
(Parasuraman, dalam Suh dan Pedersen 2010).
Layanan adalah proses interaksi antara pelanggan dan penyedia
layanan (Gronroos, 1998 dalam Suh dan Pedersen 2010). Sehingga definisi
kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta ketepatannya dalam mengimbangi harapan
konsumen (Tjiptono, 2007).
Menurut Tjiptono (2007, p59) kualitas pelayanan adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Davis dalam Yamit (2004:p9), mengidentifikasikan lima pendekatan
perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu :
1) Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasioalkan maupun diukur.
2) Product-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang
dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut
yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
3) User-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for
used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang
subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan
dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah
kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.
4) Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari
sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu
yang sesuai dengan persyaratan (conformance quality) dan prosedur.
Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan
perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas
10
adalah
standar-standar
yang
ditetapkan
perusahaan,
dan
bukan
konsumenyang menggunkannya.
5) Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai
dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai affordable ascellence. Oleh
karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat negatif, sehingga produk
yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling
bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat
beli.
Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen.
2.3.1. Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Pelayanan
Menurut Tjiptono & Chandra (2011, p255-259) setiap perusahaan
harus benar – benar memahami sejumlah faktor potensial yang dapat
menyebabkan buruknya kualitas jasa/pelayanan, diantaranya :
1) Produksi Dan Konsumsi Yang Terjadi Secara Simultan
Salah satu karakteristik unik jasa adalah inseparability, artinya jasa
diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Hal ini membutuhkan
kehadiran dan partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa.
Beberapa kelemahan yang ada pada karyawan yang berdampak negatif
terhadap kualitas jasa / pelayanan meliputi:
•
Tidak terampil dalam melayani pelanggan
•
Cara berpakaian karyawan kurang rapi dan tidak sesuai dengan
konteks
•
Tutur kata karyawan kurang sopan
•
Bau badan karyawan menggangu kenyamanan pelanggan
•
Karyawan tidak ramah
2) Intensitas Tenaga Kerja Yang Tinggi
Keterlibatan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat menimbukan
masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya: upah rendah,
11
pelatihan yang kurang memadai, serta tingkat perputaran karyawan terlalu
tinggi.
3) Dukungan Terhadap Pelanggan Internal Kurang Memadai
Untuk dapat memberikan jasa secara efektif, dibutuhkan adanya
dukungan dari fungsi – fungsi utama manajemen. Dukungan tersebut
dapat berupa peralatan, pelatihan keterampilan, maupun informasi.
4) Gap Komunikasi
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor esensial
dalam menjalani kontak dan relansi dengan pelanggan. Jika terjadi gap
komunikasi maka dapat timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap
kualitas jasa/pelayanan, berupa :
•
Penyedia jasa memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak
dapat memenuhinya.
•
Penyedia jasa tidak dapat selalu menyajikan informasi terbaru
kepada palanggan.
5) Pesan komunikasi penyedia jasa dapat tidak dipahami pelanggan
Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak segera menanggapi keluhan
dan saran pelanggan
6) Memperlakukan Semua Pelanggan Dengan Cara Yang Sama
Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak semua pelanggan
bersedia menerima jasa yang sama (standardizedservice). Hal ini
merupakan tantangan bagi penyedia jasa untuk dapat memiliki
kemampuan dalam memahami kebutuhan spesifik pelanggan individual
dan memahami perasaan pelanggan terhadap penyedia jasa dan layanan
yang mereka terima.
7) Perluasan atau Pengembangan Jasa Secara Berlebihan
Menyempurnakan jasa lama dapat meningkatkan peluang pertumbuhan
bisnis dan menghindari terjadinya layanan buruk. Jika terlampau banyak
jasa baru serta tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang
didapatkan belum tentu optimal, bahkan tidak dipungkiri timbul masalah
– masalah seputar standar kualitas jasa. Selain itu, pelanggan juga akan
bingung membedakan variasi penawaran jasa, baik dari segi fitur,
keunggulan, maupun tingkat kualitasnya.
12
8) Visi Bisnis Jangka Pendek
Visi jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk
untuk jangka panjang.
2.3.2. Manfaat Kualitas Pelayanan
Keberhasilan suatu perusahaan dalam membangun bisnisnya, tidak luput
dari peran pelayanan yang baik dan memuaskan pelanggannya. Kualitas
pelayanan akan memberi manfaat yang cukup besar bagi perusahaan sebagai
berikut (Simamora, 2003, p180):
1) Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami
konsumen melebihi harapannya) atau sangat memuaskan merupakan
suatu basis untuk penetapan harga premium. Perusahaan yang mampu
memberikan kepuasan tinggi bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu
harga yang signifikan.
2) Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan
harga. Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang
diminta oleh pelanggan yaitu tarif lebih mahal dibebankan untuk
pelayanan yang membutuhkan penyelesaian yang cepat.
3) Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya
potensial untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produkproduk baru dari perusahaan.
4) Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif bagi
perusahaan dan produk-produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat
menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu
negatif.
5) Pelanggan merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal
intelijen
pemasaran
dan
pengembangan
pelayanan
atau
produk
dalam
Yamit
perusahaan pada umumnya.
2.3.3. Dimensi Kualitas Pelayanan
Berdasarkan
perspektif
kualitas,
Garvin
(2004:p10),mengembangkan dimensi kualitas ke dalam 8 (delapan) dimensi
yang dapat digunakansebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi
perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang. Kedelapan dimensi
tersebut adalah sebagai berikut :
13
1) Performance (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari produk inti.
Misalnya: kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang
dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi dan
sebagainya.
2) Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.
Misalnya: kelengkapan interior dan eksteriornya.
3) Reliability (kehandalan), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal dipakai.
4) Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan
operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5) Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan.
6) Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,
kemudahan dalam pemeliharaan dan
penanganan keluhan secara
memuaskan.
7) Aestetics, yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.
Misalnya: bentuk fisik produk yang menarik, warna serta desainnya.
8) Percived quality, yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab
perusahaan terhadapnya.
Kedelapan dimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi lima
dimensi,
menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Suh dan
Pedersen (2010), telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis
jasa, dan berhasil mengidentifikasi lima karakteristik yang digunakan oleh
para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi
karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah:
1) Tangibles (bukti nyata), yaitu meliputi bukti fisik, perlengkapan, pegawai,
dan sarana komunikasi. Pentingnya dimensi tangibles ini akan
menumbuhkan image penyedia jasa, terutama bagi konsumen baru dalam
mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak memperhatikan
fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak
image perusahaan.
2) Reliability
(keandalan),
yaitu
kemampuan
perusahaan
untuk
melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat
waktu. Pentingnya dimensi ini adalah Kepuasan Pelanggan akan menurun
14
bila jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi,
komponen atau unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan
perusahaan dalam menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya
secara tepat.
3) Responsiveness (daya tangkap), yaitu kemampuan perusahaan, yang
dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan pelayanan dengan
cepat dan tanggap. Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi yang
positif terhadap kualitas jasa yang diberikan. Termasuk didalamnya, jika
terjadi kegagalan atau keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak
penyedia jasa berusaha memperbaiki atau meminimalkan kerugian
konsumen dengan segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan
kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi perminaan,
pertanyaan, dan keluhan konsumen.
4) Assurance (jaminan), yaitu mencakup pengetahuan dan perilaku employee
untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam
mengkonsumsi
jasa
yang
ditawarkan.
Perusahaan
membangun
kepercayaan dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat
langsung menangani konsumen.
5) Empathy (empati), yaitu kemampuan perusahaan yang dilakukan secara
langsung oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen
secara individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi,
komponen dari dimensi ini merupakan gabungan dari akses (access) yaitu
kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
Komunikasi merupakan kemampuan melakukan untuk menyampaikan
informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen
dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami
kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.4.
Kepuasan Pelanggan
Saat ini perhatian terhadap kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan
telah semakin besar, karena pada dasarnya tujuan dari suatu perusahaan adalah
untuk menciptakan rasa puas kepada para pelanggan. Semakin tinggi tingkat
kepuasan pelanggan, maka akan mendatangkan keuntungan yang semakin
besar bagi perusahaan, karena pelanggan akan melakukan pembelian ulang
15
terhadap produk perusahaan. Namun, apabila tingkat kepuasan yang dirasakan
pelanggan kecil, maka terdapat kemungkinan bahwa pelanggan tersebut akan
pindah ke produk pesaing.
Menurut Lupiyoadi & Hamdani, (2006) kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian
(disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual
produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Kepuasan pelanggan terhadap suatu produk ataupun jasa, sebenarnya
sesuatu yang sulit untuk didapat jika perusahaan jasa atau industri tersebut
tidak benar-benar mengerti apa yang diharapkan oleh konsumen. Untuk produk
atau layanan dengan kualitas yang sama, dapat memberikan tingkat kepuasan
yang berbeda-beda bagi konsumen yang berbeda. Oleh karena itu, suatu
perusahaan harus selalu memperhatikan kualitas produk / jasa maupun
pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Kepuasan pelanggan merupakan
respons pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan
sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian (Rangkuti
& Freddy, 2006). Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa,
kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang
bersifat situasi sesaat.
Dari berbagai pendapat yang dilontarkan para ahli bisa disimpulkan definisi
kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan
dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan.
Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang
puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan, pelanggan
akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat
puas.Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat,
diantaranya adalah hubungan antara perusahaan dan pelanggan jadi harmonis,
memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas
pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang
menguntungkan bagi perusahaan, reputasi perusahaan menjadi baik dimata
pelanggan, dan laba yang diperoleh menjadi meningkat.
16
2.4.1 Mengukur Kepuasan Pelanggan
Untuk mengukur Kepuasan Pelanggan, menurut Tjiptono & Chandra, (2005)
ada empat macam metode pengukuran Kepuasan Pelanggan yaitu :
1) Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan yang memberikan kesempatan penuh bagi pelanggannya untuk
menyampaikan pendapat atau bahkan keluhan merupakan perusahaan yang
berorientasi pada konsumen (costumer oriented).
2) Ghost Shopping
Metode ini dilaksanakan dengan mempekerjakan beberapa orang
perusahaan (ghost shopper) untuk bersikap sebagai pelanggan di
perusahaan pesaing, dengan tujuan para ghost shopper tersebut dapat
mengetahui kualitas pelayanan perusahaan pesaing sehingga dapat
dijadikan sebagai koreksi terhadap kualitas pelayanan perusahaan itu
sendiri.
3) Lost Costumer Analisis
Metode ini dilakukan perusahaan dengan cara menghubungi kembali
pelanggannya yang telah lama tidak berkunjung atau melakukan
pembelian lagi di perusahaan tersebut karena telah berpindah ke
perusahaan pesaing. Selain itu, perusahaan dapat menanyakan sebab-sebab
berpindahnya pelanggan ke perusahaan pesaing.
4) Survei Kepuasan Pelanggan
Sesekali perusahaan perlu melakukan survei kepuasan pelanggan terhadap
kualitas jasa atau produk perusahaan tersebut. Survei ini dapat dilakukan
dengan penyebaran kuesioner oleh karyawan perusahaan kepada para
pelanggan. Melalui survei tersebut, perusahaan dapat mengetahui
kekurangan dan kelebihan produk atau jasa perusahaan tersebut, sehingga
perusahaan dapat melakukan perbaikan pada hal yang dianggap kurang
oleh pelanggan.
17
Menurut Gerson, (2004) alasan utama mengapa perlu melakukan
pengukuran Kepuasan Pelanggan (customer satisfaction) yaitu:
1. Untuk mempelajari persepsi konsumen.
2. Untuk menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan
konsumen.
3. Untuk menutup kesejahteraan.
4. Untuk memeriksa apakah peningkatan mutu pelayan dan Kepuasan
Pelanggan sesuai dengan harapan anda atau tidak.
5. Kenapa peningkatan kinerja membawa peningkatan laba.
6. Untuk mempelajari bagaimana melakukannya dan apa yang harus
dilakukan kemudian.
7. Untuk menerapkan proses perbaikan berkesinambungan.
2.4.2. Mempertahankan Pelanggan
Di zaman sekarang ini perusahaan berupaya sekuat tenaga dalam
mempertahankan pelanggannya. Perusahaan sadar bahwa biaya untuk menarik
pelanggan baru lebih besar daripada biaya mempertahankan pelanggan yang
sudah ada. Ada dua cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam
mempertahankan pelanggan menurut (Lovelock & Wirtz, 2011), yaitu:
1) Menyulitkan pelanggan untuk berganti pemasok
Perusahaan dapat memberikan berbagai macam insentif atau
bonus kepada pelanggan setia, seperti memberi potongan harga,
kartu diskon, kartu anggota, hadiah dari pembelian, dan
sebagainya.
2) Memberikan kepuasan pelanggan yang tertinggi
Pelanggan yang merasakan kepuasan yang tertinggi cenderung
sulit untuk berganti pemasok walaupun perusahaan pesaing
menawarkan harga yang lebih murah maupun insentif lainnya.
Sesuai dengan yang dikatakan Saraswati, (2008) menyatakan kunci untuk
mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Ciri-ciri pelanggan
yang puas:
1) Melakukan pembelian ulang
18
2) Mengatakan hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain
(rekomendasi).
3) Kurang memperhatikan merek dan iklan produk pesaing.
4) Membeli produk lain dari perusahaan yang sama.
2.4.3. Dimensi Kepuasan Pelanggan
Kepuasan Pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang yang dihasilkan dari
perbandingan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Ada faktor-faktor
pendorong Kepuasan Pelanggan menurut (Irawan, 2004), meliputi :
1. Kualitas Jasa
Kualitas Jasa yaitu suatu penilaian konsumen terhadap ciri atau atribut jasa,
baik atau buruknya kualitas suatu jasa dapat diukur melalui pendapat yang
diberikan konsumen terhadap kualitas dari atribut produk tersebut. Suatu jasa
dikatakan berkualitas jika memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli.
2. Faktor Emosional
Faktor ini relatif penting karena kepuasan pelanggan timbul pada saat produk
tersebut sudah dimiliki oleh setiap pelanggan, hal ini biasanya karena adanya
reputasi perusahaan yang baik tercipta dibenak pelanggan, baik dari segi
kualitas, maupun harga yang rendah ataupun tinggi.
3. Kemudahan untuk mendapatkan produk dan jasa
Faktor ini menjadi salah satu dimensi yang penting, karena apabila konsumen
sulit untuk melakukan komunikasi dengan perusahaan untuk mendapatkan
produk atau jasa, perusahaan tersebut sulit untuk mencapai tingkat kepuasan
seorang konsumen.
2.5.
Loyalitas Pelanggan
Definisi customer (pelanggan) berasal dari kata custom, yang
didefinisikan sebagai
“membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa”.
Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasaan
itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode
waktu tertentu. Tanpa adanya hubungan yang kuat dan pembelian berulang,
orang tersebut bukanlah pelanggan, ia adalah pembeli. Pelanggan yang sejati
tumbuh dengan seiringnya waktu (Griffin, 2005, p31). Sesuai pandangan
19
modern pelanggan mencakup pelanggan external dan internal. Pelanggan
eksternal adalah setiap orang
yang membeli produk dari perusahaan,
sedangkan pelanggan internal adalah semua pihak dalam organisasi yang
sama, yang menggunakan jasa suatu bagian atau departemen tertentu
(Tjiptono, 2002, p5).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pelanggan
merupakan bagian terpenting bagi perkembangan suatu perusahaan. Tanpa
pelanggan suatu perusahaan tidak akan dapat menjalankan kegiatan usahanya,
karena pelanggan adalah seseorang yang memuaskan keinginan atau
kebutuhannya dengan memiliki suatu produk atau jasa dari perusahaan
tersebut.
Oliver
(1996)
yang
dikutip
olehHurriyati
(2005,
p129)
mengungkapkan definisi loyalitas pelanggan sebagai berikut : “Customer
loyalty is deefly commitment to rebuy or repratonize a preferred product or
service consistenly in the future, despite situational influence and marketing
efforts having the potential to cause switching behavior”. Dari definisi
tersebut terlihat bahwa loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara
mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang
suatu produk atau jasa secara berkala, meskipun pengaruh situasi dan usahausaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan suatu perubahan.
Menurut Sheth dan Mittal dalam Tjiptono (2006), Loyalitas pelanggan
adalah komitmen konsumen terhadap suatu merek, toko, atau pemasok
(perusahaan), berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam
pembelian ulang yang konsisten.
Sedangkan
Bothe
dalam
Vanessa
(2007:p71)
mendefinisikan
Loyalitas pelanggan sebagai pelanggan yang merasa puas terhadap produk
atau jasa perusahaan dan mereka menjadi word of mouth advertiser yang
antusias. Lebih jauh ia memperluas loyalitas tidak hanya pada produk atau
jasa saja, tetapi juga keseluruhan portofolio produk dan jasa perusahaan
sebagai bagian dari umur hidup atau dengan kata lain loyalitas pada merek
lainnya.
Menurut Kotler (2005,p18), menyebutkan bahwa customer loyalty
adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena
komitmen pada suatu merek atau perusahaan.
20
Griffin (dalam Hurriyati, 2005) menyatakan bahwa Loyality is defined
as non random purchase expressed over time by some decision making unit
yang berarti bahwa loyalitas didefenisikan sebagaipembelian non random
yang diekspresikan sepanjang waktu dengan melakukan serangkaian
pengambilan keputusan. Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas
lebih ditujukan kepada suatu perilaku yang ditunjukkan dengan pembelian
rutin didasarkan pada unit pengambilan keputusan.
Dari keseluruhan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
loyalitas pelanggan meruapakan sebuah sikap yang menjadi dorongan
perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang
menyertakan aspek perasaan didalamnya, khusunya yang membeli secara
teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak
hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen
dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk/ jasa
tersebut.
Menurut Griffin (2005, p18-20) pembelian pertama kali akan bergerak
melalui lima langkah, yaitu:
1) Kesadaran
Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan
akan produk. Pada tahap ini perusahaan mulai membentuk “Pangsa
Pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan kedalam pikiran calon
pelanggan bahwa produk atau jasa yang di tawarkan lebih unggul dari
pesaing.
2) Pembelian awal
Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, perusahaan
dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan
produk atau jasa yang diberikan.
3) Evaluasi pasca pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar
akan mengevaluasi transaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidak
puasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar
pertimbangan beralih ke pesaing.
4) Keputusan membeli kembali
21
Keputusan membeli kembali sering kali merupakan langkah selanjutnya
yang terjadi secara ilmiah bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional
yang kuat dengan produk tertentu. Cara lain untuk memotivasi pelanggan
supaya membeli kembali adalah dengan menanamkan gagasan kedalam
pikiran pelanggan bahwa beralih ke pesaing lain akan membuang waktu,
uang, atau menghambat kinerja pelanggan.
5) Pembelian kembali
Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang
aktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus
membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga
sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali.
Hambatan terhadap peralihan dapat mendukung Pelanggan untuk
membeli kembali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak pesaing
dan membeli kembali dari perusahaan yang sama kapan saja produk itu
dibutuhkan. Itu adalah jenis pelanggan yang harus didekati, dilayani, dan
dipertahankan. Keterikatan yang dirasakan pelanggan terhadap produk
atau jasa dibentuk oleh dua dimensi, yaitu :
1) Tingkat preferensi
Seberapa besar keyakinan pelanggan terhadap produk atau jasa
tertentu.
2) Tingkat difrensiasi produk yang dipersepsikan
Seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu
dari alternatif - alternatif lain.
Pelanggan yang membeli barang atau jasa tertentu Secara berulang
kali belum tentu merupakan pelanggan yang setia. Pelanggan ini bisa saja
melakukan pembelian secara berulang karena tidak ada pilihan
lain.
Kesetiaan pelanggan yang sebenarnya mencerminkan psikologis pelanggan
terhadap merek tertentu. Kesetiaan sebagai suatu komitmen untuk membeli
kembali secara konsisten baik barang maupun jasa dimasa yang akan datang.
2.5.1. Meningkatkan Loyalitas Pelanggan
Griffin (2005: p22) menyatakan ada empat cara agar pelanggan tidak
meninggalkan perusahaan, yaitu:
22
1) Mempermudah
pelanggan
untuk
memberi
umpan
balik
kepada
perusahaan.
Salah satu kegiatan yang palin menguntungkan bagi perusahaan adalah
mencari keluhan pelanggan, memudahkan pelanggan untuk memberikan
umpan balik dengan cara bertanya kepada pelanggan secara teratur
mengenai pembelian terakhir mereka seperti: apakah pembelian itu
memenuhi kebutuhan mereka, apakah itu yang mereka harapkan serta
bagaimana cara meningkatkannya.
2) Bila pelanggan membutuhkan bantuan, berikanlah dengan segera.
Setelah perusahaan memperoleh umpan balik dari pelanggan, perusahaan
harus bertindak dengan cepat. Bila pelanggan menghubungi untuk
menyampaikan keluhan, perusahaan harus member respon dengan segera,
sebaiknya dengan menegaskan maksud perusahaan untuk menyelesaikan
masalah secepat mungkin.
3) Mengurangi kejengkelan atas reparasi, pembayaran kembali dan
pemberian jaminan reparasi, pembayaran kembali dan pemberian jaminan
sering menjadi sumber kekecewaan para pelanggan.
4) Mempelajari cara menghibur pelanggan yang marah. Dengan sistem
umpan balik dan keluhan pelanggan yang meningkat mutunya, terjadi
interaksi dengan pelanggan. Bila perusahaan berhadapan dengan
pelanggan yang marah, perlakukan pelanggan tersebut dengan penuh
perhatian.
2.5.2. Dimensi Loyalitas Pelanggan
Banyak perusahaan mengandalkan kepuasan pelanggan
sebagai jaminan
keberhasilan di kemudian hari tetapi kemudian kecewa karena mendapati
pelanggannya yang merasa puas dapat berbelanja produk pesaing tanpa ragu-ragu.
Sebaliknya loyalitas pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih dapat
diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan. Loyalitas
dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli.
Ada beberapa karakteristik konsumen yang loyal menurut Griffin (2007:p31)
yaitu sebagai berikut:
1) Melakukan pembelian berulang secara
teratur, yaitu pelanggan yang
melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih (repeat).
23
2) Membeli antar lini produk dan jasa, adalah membeli semua barang atau
jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Kemudian membelinya
secara teratur dan berkala, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah
kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh
produk pesaing lainnya (reward).
3) Mereferensikan kepada orang lain produk yang telah di gunakannya
secara berkala kepada orang-orang disekitarnya atau merekomendasikan
perusahaan tersebut kepada orang lain, sehingga secara tidak langsung
mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa
konsumen untuk perusahaan (referral).
4) Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing, maksudnya tidak
mudah terpengaruh untuk tertarik dengan produk barang atau jasa lainnya
(retention).
Isu tentang kesetiaan konsumen juga sudah banyak sekali diteliti. Ada dua
cara utama untuk mendefinisikan dan mengukur kesetiaan yaitu berdasarkan prilaku
dan kepuasan pelanggan:
1) Perilaku konsumen yang loyal (behavioral loyalty)
Diukur berdasarkan perilaku beli konsumen yang ditunjukan dengan
tingginya frekuensi konsumen datang ke sebuah toko atau membeli suatu
produk.
2) Sikap loyal (attitudinal loyalty)
Diukur dengan mengacu pada komponen-komponen sikap, seperti
keyakinan, perasaan, dan kehendak untuk melakukan pembelian.
Konsumen yang lebih menyukai salah satu pemasok, melibatkan diri
dengan bisnis pemasok itu serta berkomitmen untuk berbelanja di sana
disebut loyal.
24
2.6.
Kerangka Pemikiran
Kualitas Pelayanan (X)
Kepuasan Pelanggan (Y)
•
Tangibles
•
Reliability
•
Responsiveness
•
•
•
•
Assurance
•
Empathy
Kualitas Jasa
Faktor Emosional
Kemudahan
Mendapatkan Jasa
Loyalitas Pelanggnn (Z)
• Pembelian kembali (repeat)
• Membeli antar lini produk
dan jasa (reward)
• Menunjukkan daya tahan
terhadap pesaing (retention)
• Mereferensikan kepada
orang lain (referral)
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
2.7.
Rancangan Uji Hipotesis
H1:
Diduga kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan pelanggan pada PT. Golden Nusa Jaya.
H2:
Diduga kepuasan pelanggan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
loyalitas pelanggan pada PT. Golden Nusa Jaya.
H3:
Diduga kualitas pelayanan secara langsung memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada PT. Golden Nusa Jaya.
Download