BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran Pemasaran adalah dunia yang menyentuh semua orang. Baik sebagai marketer yang memasarkan produk maupun sebagai konsumen yang mengkonsumsinya (Istitanjo, 2007). Menurut Ali Hasan (2009:1), pemasaran adalah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, pemegang saham). Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p6) pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Menurut Kotler (2005, p10) pemasaran adalah suatu proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan menurut Stanton dalam Umar, (2005, p31) pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan keinginan pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Menurut Umar (2005, p31) pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang potensial. Berdasarkan definisi-definisi pemasaran di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa pemasaran adalah segala usaha atau aktifitas dalam menyampaikan barang atau jasa para produsen kepada para konsumen, dimana kegiatan tersebut bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan dalam cara tertentu yang disebut pertukaran. 6 7 2.2 Bauran Pemasaran Menurut Kotler dan Armstrong (2008, p58) bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran. Menurut Kotler (2005, p19) bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasaran di pasar sasaran. Fungsi dari pemasaran diwujudkan dalam marketing mix atau bauran pemasaran yang terdiri dari 4P (Product, Place, Price, dan promotion), yang diuraikan sebagai berikut: 1) Product (produk) Produk adalah barang atau layanan yang ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan atau masalahnya. Produk mencakup banyak hal, mulai dari atribut atau ciri-ciri produk seperti kandungan, rasa, warna, model, kemasan, merek, varian baru, kualitas, manfaat dan sebagainya. 2) Price (harga) Harga adalah pengorbanan yang dilakukan konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Dari sisi finansial, harga tidak lain adalah uang yang dikorbankan pelanggan untuk mendapatkan suatu produk. Pada dasarnya, harga bisa murah, sama, atau lebih mahal dibanding pesaing. 3) Place (tempat) Tempat adalah lokasi dimana konsumen bisa mendapatkan produk seperti toko, supermarket, agen, atau dari penjualan langsung. 4) Promotion (promosi) Promosi adalah komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan konsumen. Promosi bisa disimpulkankan untuk memberitahukan, membujuk konsumen untuk membeli, mempengaruhi konsumen supaya menyukai produk, menancapkan merek dibenak konsumen dan sebagainya. 8 Konsep bauran pemasaran diatas merupakan konsep bauran pemasaran pada perusahaan yang menawarkan produk (barang). Namun untuk perusahaan jasa, dibutuhkan 3P lain yaitu People, Physical Evidence, dan Process (Kotler 2005, p435). Berikut ini adalah penjelasan mengenai 3P diatas: 1) People (orang / sumber daya manusia) Karena hampir semua jasa disediakan oleh orang yang bekerja di perusahaan jasa tersebut, maka seleksi, training dan motivasi karyawan menjadi sangat penting untuk memberikan nilai tambah yang berbeda dalam memenuhi kepuasan pelanggan. Perusahaan harus dapat memberikan orang-orang terbaiknya dalam hal kompetensi, attitude, respon, dan inisiatif untuk melayani pelanggan. 2) Physical Evidence (bukti fisik) Perusahaan jasa butuh untuk membuktikan kualitas jasa yang diberikan dengan bukti fisik atau presentasi, mengingat jasa adalah produk yang tidak tampak (intangible). 3) Process (proses) Ini berkaitan dengan bagaimana kita menyampaikan jasa tersebut. Perusahaan jasa dapat memilih untuk menyediakan jasa dalam bentuk proses yang berbeda sehingga menimbulkan kesan tersendiri pada konsumen, mulai dari menerima pesan hingga mengirmkan pesan yang diminta. 2.3. Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan sangat dibutuhkan terutama di industry laundry dan hospitality mengingat pelanggan mempunyai ekspektasi yang selalu ingin dipenuhi dan dipuaskan. Pelanggan selalu mengharapkan untuk mendapatkan pelayanan yang maksimal dari para penyedia jasa dalam hal ingin diperlakukan secara professional, dan diperlakukan sebagai individu yang unik. Selama beberapa dekade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan pada kualitas pelayanan karena persepsi konsumen terhadap kualitas 9 pelayanan dapat mempengaruhi loyalitas konsumen dan niat perilaku (Parasuraman, dalam Suh dan Pedersen 2010). Layanan adalah proses interaksi antara pelanggan dan penyedia layanan (Gronroos, 1998 dalam Suh dan Pedersen 2010). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007). Menurut Tjiptono (2007, p59) kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Davis dalam Yamit (2004:p9), mengidentifikasikan lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu : 1) Transcendental Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasioalkan maupun diukur. 2) Product-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual. 3) User-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya. 4) Manufacturing-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratan (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas 10 adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumenyang menggunkannya. 5) Value-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai affordable ascellence. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat negatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli. Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen. 2.3.1. Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Pelayanan Menurut Tjiptono & Chandra (2011, p255-259) setiap perusahaan harus benar – benar memahami sejumlah faktor potensial yang dapat menyebabkan buruknya kualitas jasa/pelayanan, diantaranya : 1) Produksi Dan Konsumsi Yang Terjadi Secara Simultan Salah satu karakteristik unik jasa adalah inseparability, artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Hal ini membutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa. Beberapa kelemahan yang ada pada karyawan yang berdampak negatif terhadap kualitas jasa / pelayanan meliputi: • Tidak terampil dalam melayani pelanggan • Cara berpakaian karyawan kurang rapi dan tidak sesuai dengan konteks • Tutur kata karyawan kurang sopan • Bau badan karyawan menggangu kenyamanan pelanggan • Karyawan tidak ramah 2) Intensitas Tenaga Kerja Yang Tinggi Keterlibatan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat menimbukan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya: upah rendah, 11 pelatihan yang kurang memadai, serta tingkat perputaran karyawan terlalu tinggi. 3) Dukungan Terhadap Pelanggan Internal Kurang Memadai Untuk dapat memberikan jasa secara efektif, dibutuhkan adanya dukungan dari fungsi – fungsi utama manajemen. Dukungan tersebut dapat berupa peralatan, pelatihan keterampilan, maupun informasi. 4) Gap Komunikasi Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor esensial dalam menjalani kontak dan relansi dengan pelanggan. Jika terjadi gap komunikasi maka dapat timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa/pelayanan, berupa : • Penyedia jasa memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya. • Penyedia jasa tidak dapat selalu menyajikan informasi terbaru kepada palanggan. 5) Pesan komunikasi penyedia jasa dapat tidak dipahami pelanggan Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak segera menanggapi keluhan dan saran pelanggan 6) Memperlakukan Semua Pelanggan Dengan Cara Yang Sama Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak semua pelanggan bersedia menerima jasa yang sama (standardizedservice). Hal ini merupakan tantangan bagi penyedia jasa untuk dapat memiliki kemampuan dalam memahami kebutuhan spesifik pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan terhadap penyedia jasa dan layanan yang mereka terima. 7) Perluasan atau Pengembangan Jasa Secara Berlebihan Menyempurnakan jasa lama dapat meningkatkan peluang pertumbuhan bisnis dan menghindari terjadinya layanan buruk. Jika terlampau banyak jasa baru serta tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapatkan belum tentu optimal, bahkan tidak dipungkiri timbul masalah – masalah seputar standar kualitas jasa. Selain itu, pelanggan juga akan bingung membedakan variasi penawaran jasa, baik dari segi fitur, keunggulan, maupun tingkat kualitasnya. 12 8) Visi Bisnis Jangka Pendek Visi jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. 2.3.2. Manfaat Kualitas Pelayanan Keberhasilan suatu perusahaan dalam membangun bisnisnya, tidak luput dari peran pelayanan yang baik dan memuaskan pelanggannya. Kualitas pelayanan akan memberi manfaat yang cukup besar bagi perusahaan sebagai berikut (Simamora, 2003, p180): 1) Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami konsumen melebihi harapannya) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis untuk penetapan harga premium. Perusahaan yang mampu memberikan kepuasan tinggi bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu harga yang signifikan. 2) Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga. Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh pelanggan yaitu tarif lebih mahal dibebankan untuk pelayanan yang membutuhkan penyelesaian yang cepat. 3) Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produkproduk baru dari perusahaan. 4) Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif bagi perusahaan dan produk-produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu negatif. 5) Pelanggan merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelijen pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk dalam Yamit perusahaan pada umumnya. 2.3.3. Dimensi Kualitas Pelayanan Berdasarkan perspektif kualitas, Garvin (2004:p10),mengembangkan dimensi kualitas ke dalam 8 (delapan) dimensi yang dapat digunakansebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut : 13 1) Performance (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari produk inti. Misalnya: kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi dan sebagainya. 2) Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan. Misalnya: kelengkapan interior dan eksteriornya. 3) Reliability (kehandalan), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. 4) Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5) Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. 6) Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan secara memuaskan. 7) Aestetics, yaitu daya tarik produk terhadap panca indra. Misalnya: bentuk fisik produk yang menarik, warna serta desainnya. 8) Percived quality, yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Kedelapan dimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi lima dimensi, menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Suh dan Pedersen (2010), telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi lima karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah: 1) Tangibles (bukti nyata), yaitu meliputi bukti fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Pentingnya dimensi tangibles ini akan menumbuhkan image penyedia jasa, terutama bagi konsumen baru dalam mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak memperhatikan fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak image perusahaan. 2) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu. Pentingnya dimensi ini adalah Kepuasan Pelanggan akan menurun 14 bila jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi, komponen atau unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan perusahaan dalam menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya secara tepat. 3) Responsiveness (daya tangkap), yaitu kemampuan perusahaan, yang dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tanggap. Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi yang positif terhadap kualitas jasa yang diberikan. Termasuk didalamnya, jika terjadi kegagalan atau keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak penyedia jasa berusaha memperbaiki atau meminimalkan kerugian konsumen dengan segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi perminaan, pertanyaan, dan keluhan konsumen. 4) Assurance (jaminan), yaitu mencakup pengetahuan dan perilaku employee untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam mengkonsumsi jasa yang ditawarkan. Perusahaan membangun kepercayaan dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat langsung menangani konsumen. 5) Empathy (empati), yaitu kemampuan perusahaan yang dilakukan secara langsung oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi, komponen dari dimensi ini merupakan gabungan dari akses (access) yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Komunikasi merupakan kemampuan melakukan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen. 2.4. Kepuasan Pelanggan Saat ini perhatian terhadap kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan telah semakin besar, karena pada dasarnya tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk menciptakan rasa puas kepada para pelanggan. Semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka akan mendatangkan keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan, karena pelanggan akan melakukan pembelian ulang 15 terhadap produk perusahaan. Namun, apabila tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan kecil, maka terdapat kemungkinan bahwa pelanggan tersebut akan pindah ke produk pesaing. Menurut Lupiyoadi & Hamdani, (2006) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan terhadap suatu produk ataupun jasa, sebenarnya sesuatu yang sulit untuk didapat jika perusahaan jasa atau industri tersebut tidak benar-benar mengerti apa yang diharapkan oleh konsumen. Untuk produk atau layanan dengan kualitas yang sama, dapat memberikan tingkat kepuasan yang berbeda-beda bagi konsumen yang berbeda. Oleh karena itu, suatu perusahaan harus selalu memperhatikan kualitas produk / jasa maupun pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Kepuasan pelanggan merupakan respons pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian (Rangkuti & Freddy, 2006). Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat. Dari berbagai pendapat yang dilontarkan para ahli bisa disimpulkan definisi kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah hubungan antara perusahaan dan pelanggan jadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan, reputasi perusahaan menjadi baik dimata pelanggan, dan laba yang diperoleh menjadi meningkat. 16 2.4.1 Mengukur Kepuasan Pelanggan Untuk mengukur Kepuasan Pelanggan, menurut Tjiptono & Chandra, (2005) ada empat macam metode pengukuran Kepuasan Pelanggan yaitu : 1) Sistem Keluhan dan Saran Perusahaan yang memberikan kesempatan penuh bagi pelanggannya untuk menyampaikan pendapat atau bahkan keluhan merupakan perusahaan yang berorientasi pada konsumen (costumer oriented). 2) Ghost Shopping Metode ini dilaksanakan dengan mempekerjakan beberapa orang perusahaan (ghost shopper) untuk bersikap sebagai pelanggan di perusahaan pesaing, dengan tujuan para ghost shopper tersebut dapat mengetahui kualitas pelayanan perusahaan pesaing sehingga dapat dijadikan sebagai koreksi terhadap kualitas pelayanan perusahaan itu sendiri. 3) Lost Costumer Analisis Metode ini dilakukan perusahaan dengan cara menghubungi kembali pelanggannya yang telah lama tidak berkunjung atau melakukan pembelian lagi di perusahaan tersebut karena telah berpindah ke perusahaan pesaing. Selain itu, perusahaan dapat menanyakan sebab-sebab berpindahnya pelanggan ke perusahaan pesaing. 4) Survei Kepuasan Pelanggan Sesekali perusahaan perlu melakukan survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas jasa atau produk perusahaan tersebut. Survei ini dapat dilakukan dengan penyebaran kuesioner oleh karyawan perusahaan kepada para pelanggan. Melalui survei tersebut, perusahaan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan produk atau jasa perusahaan tersebut, sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan pada hal yang dianggap kurang oleh pelanggan. 17 Menurut Gerson, (2004) alasan utama mengapa perlu melakukan pengukuran Kepuasan Pelanggan (customer satisfaction) yaitu: 1. Untuk mempelajari persepsi konsumen. 2. Untuk menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan konsumen. 3. Untuk menutup kesejahteraan. 4. Untuk memeriksa apakah peningkatan mutu pelayan dan Kepuasan Pelanggan sesuai dengan harapan anda atau tidak. 5. Kenapa peningkatan kinerja membawa peningkatan laba. 6. Untuk mempelajari bagaimana melakukannya dan apa yang harus dilakukan kemudian. 7. Untuk menerapkan proses perbaikan berkesinambungan. 2.4.2. Mempertahankan Pelanggan Di zaman sekarang ini perusahaan berupaya sekuat tenaga dalam mempertahankan pelanggannya. Perusahaan sadar bahwa biaya untuk menarik pelanggan baru lebih besar daripada biaya mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Ada dua cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam mempertahankan pelanggan menurut (Lovelock & Wirtz, 2011), yaitu: 1) Menyulitkan pelanggan untuk berganti pemasok Perusahaan dapat memberikan berbagai macam insentif atau bonus kepada pelanggan setia, seperti memberi potongan harga, kartu diskon, kartu anggota, hadiah dari pembelian, dan sebagainya. 2) Memberikan kepuasan pelanggan yang tertinggi Pelanggan yang merasakan kepuasan yang tertinggi cenderung sulit untuk berganti pemasok walaupun perusahaan pesaing menawarkan harga yang lebih murah maupun insentif lainnya. Sesuai dengan yang dikatakan Saraswati, (2008) menyatakan kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Ciri-ciri pelanggan yang puas: 1) Melakukan pembelian ulang 18 2) Mengatakan hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain (rekomendasi). 3) Kurang memperhatikan merek dan iklan produk pesaing. 4) Membeli produk lain dari perusahaan yang sama. 2.4.3. Dimensi Kepuasan Pelanggan Kepuasan Pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang yang dihasilkan dari perbandingan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Ada faktor-faktor pendorong Kepuasan Pelanggan menurut (Irawan, 2004), meliputi : 1. Kualitas Jasa Kualitas Jasa yaitu suatu penilaian konsumen terhadap ciri atau atribut jasa, baik atau buruknya kualitas suatu jasa dapat diukur melalui pendapat yang diberikan konsumen terhadap kualitas dari atribut produk tersebut. Suatu jasa dikatakan berkualitas jika memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. 2. Faktor Emosional Faktor ini relatif penting karena kepuasan pelanggan timbul pada saat produk tersebut sudah dimiliki oleh setiap pelanggan, hal ini biasanya karena adanya reputasi perusahaan yang baik tercipta dibenak pelanggan, baik dari segi kualitas, maupun harga yang rendah ataupun tinggi. 3. Kemudahan untuk mendapatkan produk dan jasa Faktor ini menjadi salah satu dimensi yang penting, karena apabila konsumen sulit untuk melakukan komunikasi dengan perusahaan untuk mendapatkan produk atau jasa, perusahaan tersebut sulit untuk mencapai tingkat kepuasan seorang konsumen. 2.5. Loyalitas Pelanggan Definisi customer (pelanggan) berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai “membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa”. Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa adanya hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan, ia adalah pembeli. Pelanggan yang sejati tumbuh dengan seiringnya waktu (Griffin, 2005, p31). Sesuai pandangan 19 modern pelanggan mencakup pelanggan external dan internal. Pelanggan eksternal adalah setiap orang yang membeli produk dari perusahaan, sedangkan pelanggan internal adalah semua pihak dalam organisasi yang sama, yang menggunakan jasa suatu bagian atau departemen tertentu (Tjiptono, 2002, p5). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pelanggan merupakan bagian terpenting bagi perkembangan suatu perusahaan. Tanpa pelanggan suatu perusahaan tidak akan dapat menjalankan kegiatan usahanya, karena pelanggan adalah seseorang yang memuaskan keinginan atau kebutuhannya dengan memiliki suatu produk atau jasa dari perusahaan tersebut. Oliver (1996) yang dikutip olehHurriyati (2005, p129) mengungkapkan definisi loyalitas pelanggan sebagai berikut : “Customer loyalty is deefly commitment to rebuy or repratonize a preferred product or service consistenly in the future, despite situational influence and marketing efforts having the potential to cause switching behavior”. Dari definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang suatu produk atau jasa secara berkala, meskipun pengaruh situasi dan usahausaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan suatu perubahan. Menurut Sheth dan Mittal dalam Tjiptono (2006), Loyalitas pelanggan adalah komitmen konsumen terhadap suatu merek, toko, atau pemasok (perusahaan), berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Sedangkan Bothe dalam Vanessa (2007:p71) mendefinisikan Loyalitas pelanggan sebagai pelanggan yang merasa puas terhadap produk atau jasa perusahaan dan mereka menjadi word of mouth advertiser yang antusias. Lebih jauh ia memperluas loyalitas tidak hanya pada produk atau jasa saja, tetapi juga keseluruhan portofolio produk dan jasa perusahaan sebagai bagian dari umur hidup atau dengan kata lain loyalitas pada merek lainnya. Menurut Kotler (2005,p18), menyebutkan bahwa customer loyalty adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau perusahaan. 20 Griffin (dalam Hurriyati, 2005) menyatakan bahwa Loyality is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit yang berarti bahwa loyalitas didefenisikan sebagaipembelian non random yang diekspresikan sepanjang waktu dengan melakukan serangkaian pengambilan keputusan. Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku yang ditunjukkan dengan pembelian rutin didasarkan pada unit pengambilan keputusan. Dari keseluruhan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan meruapakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan didalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk/ jasa tersebut. Menurut Griffin (2005, p18-20) pembelian pertama kali akan bergerak melalui lima langkah, yaitu: 1) Kesadaran Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan akan produk. Pada tahap ini perusahaan mulai membentuk “Pangsa Pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan kedalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa yang di tawarkan lebih unggul dari pesaing. 2) Pembelian awal Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan. 3) Evaluasi pasca pembelian Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi transaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidak puasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih ke pesaing. 4) Keputusan membeli kembali 21 Keputusan membeli kembali sering kali merupakan langkah selanjutnya yang terjadi secara ilmiah bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan produk tertentu. Cara lain untuk memotivasi pelanggan supaya membeli kembali adalah dengan menanamkan gagasan kedalam pikiran pelanggan bahwa beralih ke pesaing lain akan membuang waktu, uang, atau menghambat kinerja pelanggan. 5) Pembelian kembali Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang aktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali. Hambatan terhadap peralihan dapat mendukung Pelanggan untuk membeli kembali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan yang sama kapan saja produk itu dibutuhkan. Itu adalah jenis pelanggan yang harus didekati, dilayani, dan dipertahankan. Keterikatan yang dirasakan pelanggan terhadap produk atau jasa dibentuk oleh dua dimensi, yaitu : 1) Tingkat preferensi Seberapa besar keyakinan pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu. 2) Tingkat difrensiasi produk yang dipersepsikan Seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu dari alternatif - alternatif lain. Pelanggan yang membeli barang atau jasa tertentu Secara berulang kali belum tentu merupakan pelanggan yang setia. Pelanggan ini bisa saja melakukan pembelian secara berulang karena tidak ada pilihan lain. Kesetiaan pelanggan yang sebenarnya mencerminkan psikologis pelanggan terhadap merek tertentu. Kesetiaan sebagai suatu komitmen untuk membeli kembali secara konsisten baik barang maupun jasa dimasa yang akan datang. 2.5.1. Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Griffin (2005: p22) menyatakan ada empat cara agar pelanggan tidak meninggalkan perusahaan, yaitu: 22 1) Mempermudah pelanggan untuk memberi umpan balik kepada perusahaan. Salah satu kegiatan yang palin menguntungkan bagi perusahaan adalah mencari keluhan pelanggan, memudahkan pelanggan untuk memberikan umpan balik dengan cara bertanya kepada pelanggan secara teratur mengenai pembelian terakhir mereka seperti: apakah pembelian itu memenuhi kebutuhan mereka, apakah itu yang mereka harapkan serta bagaimana cara meningkatkannya. 2) Bila pelanggan membutuhkan bantuan, berikanlah dengan segera. Setelah perusahaan memperoleh umpan balik dari pelanggan, perusahaan harus bertindak dengan cepat. Bila pelanggan menghubungi untuk menyampaikan keluhan, perusahaan harus member respon dengan segera, sebaiknya dengan menegaskan maksud perusahaan untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin. 3) Mengurangi kejengkelan atas reparasi, pembayaran kembali dan pemberian jaminan reparasi, pembayaran kembali dan pemberian jaminan sering menjadi sumber kekecewaan para pelanggan. 4) Mempelajari cara menghibur pelanggan yang marah. Dengan sistem umpan balik dan keluhan pelanggan yang meningkat mutunya, terjadi interaksi dengan pelanggan. Bila perusahaan berhadapan dengan pelanggan yang marah, perlakukan pelanggan tersebut dengan penuh perhatian. 2.5.2. Dimensi Loyalitas Pelanggan Banyak perusahaan mengandalkan kepuasan pelanggan sebagai jaminan keberhasilan di kemudian hari tetapi kemudian kecewa karena mendapati pelanggannya yang merasa puas dapat berbelanja produk pesaing tanpa ragu-ragu. Sebaliknya loyalitas pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan. Loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli. Ada beberapa karakteristik konsumen yang loyal menurut Griffin (2007:p31) yaitu sebagai berikut: 1) Melakukan pembelian berulang secara teratur, yaitu pelanggan yang melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih (repeat). 23 2) Membeli antar lini produk dan jasa, adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Kemudian membelinya secara teratur dan berkala, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing lainnya (reward). 3) Mereferensikan kepada orang lain produk yang telah di gunakannya secara berkala kepada orang-orang disekitarnya atau merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain, sehingga secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan (referral). 4) Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing, maksudnya tidak mudah terpengaruh untuk tertarik dengan produk barang atau jasa lainnya (retention). Isu tentang kesetiaan konsumen juga sudah banyak sekali diteliti. Ada dua cara utama untuk mendefinisikan dan mengukur kesetiaan yaitu berdasarkan prilaku dan kepuasan pelanggan: 1) Perilaku konsumen yang loyal (behavioral loyalty) Diukur berdasarkan perilaku beli konsumen yang ditunjukan dengan tingginya frekuensi konsumen datang ke sebuah toko atau membeli suatu produk. 2) Sikap loyal (attitudinal loyalty) Diukur dengan mengacu pada komponen-komponen sikap, seperti keyakinan, perasaan, dan kehendak untuk melakukan pembelian. Konsumen yang lebih menyukai salah satu pemasok, melibatkan diri dengan bisnis pemasok itu serta berkomitmen untuk berbelanja di sana disebut loyal. 24 2.6. Kerangka Pemikiran Kualitas Pelayanan (X) Kepuasan Pelanggan (Y) • Tangibles • Reliability • Responsiveness • • • • Assurance • Empathy Kualitas Jasa Faktor Emosional Kemudahan Mendapatkan Jasa Loyalitas Pelanggnn (Z) • Pembelian kembali (repeat) • Membeli antar lini produk dan jasa (reward) • Menunjukkan daya tahan terhadap pesaing (retention) • Mereferensikan kepada orang lain (referral) Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran 2.7. Rancangan Uji Hipotesis H1: Diduga kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada PT. Golden Nusa Jaya. H2: Diduga kepuasan pelanggan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada PT. Golden Nusa Jaya. H3: Diduga kualitas pelayanan secara langsung memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada PT. Golden Nusa Jaya.