DianodanMuhammad|GangguanMentaldanPerilakuAkibatStimulansiaTermasukKafein besar dibandingkan jumlah yang dilaporkan. Berdasarkan data morbiditas pasien rawat jalandiRumahSakitdiIndonesiatahun2010, gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia paling banyak terdapat pada golongan usia produktif, yaitu 25-44 tahun dengan jumlah kasus baru sebanyak214orang.4 Membedakan antara psikosis akibat metamfetamin, psikosis primer, maupun psikosis yang dieksaserbasi oleh metamfetamin tidaklah mudah. Gejala yang ditimbulkan dapat sangat mirip. Beberapa gejala psikosis akibat metamfetamin sangat khas. Psikosis primer menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSMIV) didiagnosis bila tidak ada bukti penggunaansubstansiatauwithdrawal,ketika gejala psikotik terjadi selama setidaknya 4 minggu tanpa penggunaan substansi atau ketika gejala psikotik mendahului onset penggunaansubstansidalamjumlahbesar.3 Kasus Tn. E, laki-laki, 25 tahun, Islam, sudah menikah, bekerja sebagai pencuci mobil, pendidikan terakhir Madrasah Tsanawiyah (MTS),sukuOgan,tinggaldidusunBalakRejo, BatangHari,masukUnitGawatDarurat(UGD) RumahSakitJiwa(RSJ)PropinsiLampungpada tanggal 12 Januari 2016. Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 27Februari 2016 pada pukul 11.20 WIB. Autoanamnesis dilakukandari pasien dan alloanamnesis dari Tn. S, 48 tahun pendidikan terakhir Sekolah MenengahPertama(SMP)(orangtuapasien). Pasien datang ke UGD RSJ Provinsi Lampung diantar keluarga dengan keluhan marah tanpa sebab yang jelas hingga hampir membacok orang tua pasien. Menurut orang tua pasien, Tn. E biasa berobat jalan di polikllinik jiwa RSJ Provinsi Lampung karena sering marah tanpa sebab yang jelas. Orang tua pasien juga mengatakan bahwa pasien seringbertingkahlakuanehsepertimenjampijampi motor sebelum berkendara. Hal ini terjadi pada bulan Februari 2015. Pasien juga mudah marah dan tidak sabar bila keinginannya tidak terpenuhi. Bila pasien marah,diaakanmerusakbarangdanmeninju tembokrumah. Orang tua pasien mengatakan bahwa bibi pasien curiga kalau pasien menggunakan sabu. Hal ini diungkapkan karena melihat kondisi pasien waktu itu yang sering panasdingin, mudah marah, mudah tersinggung, serta berat badan yang rendah. Pasien juga jarangtidurmalamdantampakgelisah. Pasien mengatakan ada yang mengontrol pikiran dan perilaku pasien. Pasien mengatakan ada makhluk gaib (genderuwo) yang menyuruh pasien marah. Pasien terkadang disuruh untuk memukul orang tua pasien. Namun pasien dapat menahannya dan melampiaskannya dengan memukul tembok rumah hingga tangannya terluka.Semenjakperistiwaini,pasiendibawa ke RSJ Provinsi Lampung. Pasien mendapat pengobatan dan keluhan perlahan hilang. Pasien sempat kontrol dua kali selama dua bulan semenjak berobat pertama kali kemudian tidak kontrol kembali karena keluhanmenghilang. Dua bulan terakhir sebelum dirawat, keluhanmudahmarahdantidaksabarmuncul kembali. 1 hari sebelum dirawat, pasien mengamuk tanpa sebab dan hampir membacokorangtuapasien.Menurutpasien, makhluk gaib yang dulu pernah dilihatnya, datang dan menyuruhnya untuk membacok orang tua pasien. Pasien tak dapat menahannya. Pasien juga mengatakan memiliki indra keenam yang diwariskan dari almarhum pamannya. Suatu malam, pasien bermimpi bertemu dengan almarhum pamannya yang mengatakan bahwa dia mewariskan indra keenam dan batu merah delima kepadanya. Dalam mimpi tersebut juga dikatakan bahwa batu merah delima tersebut harus diambil olehnyapadamalamharidikebunmilikorang tua pasien. Pasien pun menuruti apa yang dikatakan mimpi tersebut dan pergi mengambil batu merah delima pada malam hari. Dia melihat batu merah delima tersebut berpijar terang. Dalam perjalanan menuju kebun, pasien berulang kali melihat sosok makhluk halus seperti kuntilanak, pocong, genderuwo, tuyul, dan jin menghalanginya danmengatakan“jangandiambil”kepadanya. Namun pasien tetap mengambil batu merah delima tersebut. Kemudian, pasien mengatakan menelan batu tersebut. Setelah menelan batu tersebut, pasien jadi bisa menyembuhkan segala penyakit dan dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pasienjugamengatakandapatberkomunikasi dengan alam gaib melalui meditasi. Lebih JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|29 DianodanMuhammad|GangguanMentaldanPerilakuAkibatStimulansiaTermasukKafein lanjut pasien mengatakan dapat melihat makhluk-makhluk tersebut di dunia nyata. Terkadang,pasiendapatmerasakanmakhlukmakhluktersebutmenyentuhkulitnya. Pasien tidak terganggu dengan hal tersebut karena menurutnyamakhluktersebuttidakberusaha mencelakainya. Pasien mengatakan pernah menggunakan sabu-sabu selama satu tahun tiap harinya. Sabu-sabu didapatkan dari temannya yang seorang oknum penegak hukum. Pasien awalnya coba-coba. Namun lama kelamaan menjadi konsumsi harian. Pasien merasa semangat bila menggunakan sabu-sabu. Sebaliknya, pasien merasa tidak nyaman dan mudah lelah bila tidak menggunakan sabu-sabu. Pasien menggunakan sabu-sabu dengan cara dihisap langsung ke hidung. Makin lama penggunaan sabu-sabu makin banyak karena menurutnya jumlah yang biasa dikonsumsi tidak berefek lagi. Pasien kemudian berhenti setelah berobat ke RSJ Provinsi Lampung untuk pertama kalinya. Pasien juga merokok dan mengkonsumsi alkohol yang dibarengi penggunaan sabu-sabu. Tidak ada riwayat traumakepala/penurunankesadaran,riwayat kejangdantumor. Riwayat tumbuh kembang pasien menurutorangtuapasienyaitupada periode prenatal dan perinatal (0-1 tahun), ia lahir secara normal, cukup bulan, dibantu oleh bidan, tidak ada kecacatan waktu lahir. Selamahamil,orangtuapasientidakmemiliki hendaya apapun. Periode sebelum masa kanak (1-6 tahun) tidak didapatkan penyakit/kelainan selama sebelum masa kanak. Selama masa balita, pasien bisa berjalan lebih cepat dibandingkan saudara kandung lainnya. Pasien tidak belajar merangkak.Periodemasakanakawal-akhir(612 tahun), selama masa kanak-kanak pasien merupakan anak yang aktif dan cenderung nakal. Pasien pernah tinggal kelas pada saat SD. Periode masa remaja awal-akhir (12-18 tahun), masa remaja pasien dihabiskan pada Madrasah Tsanawiyah. Pasien memiliki banyak teman, mudah bergaul, dan tidak pernahtinggalkelas. Riwayat pendidikan, pasien tidak melanjutkankejenjangpendidikanyanglebih tinggi lantaran masalah biaya. Pendidikan terakhirMTSdalamkurunwaktu3tahun. JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|30 Selama di MTS pasien tampak seperti anaklainyangbersekolah.Riwayatpekerjaan, setelah lulus MTS, pasien mulai bekerja serabutan. Pasien ikut mengolah kebun milik orang tuanya dan kadang bekerja di bengkel untuk tambahan penghasilan. Pada umur 19 tahun, pasien ikut bekerja pada usaha neneknya di Metro. Riwayat hukum, pasien tidakpernahterjeratmasalahhukum.Riwayat perkawinan, pasien sudah menikah 1 kali dengan wanita pilihannya, dan sudah berlangsung selama 3 tahun hingga sekarang. Pasiensudahdikarunia1oranganakberumur 3 tahun. Riwayat kehidupan beragama, pasien beragama Islam dan kadang mengerjakanibadahsholat5waktu. Riwayat keluarga, pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Saat ini pasien tinggal dengan istri dan anak pasien. Adik pasien yang kedua meninggal karena kecelakaan motor. Dalam keluarga, tidak ada yangmemilikikeluhansepertipasien.Anggota keluargarukunsatusamalain. Keterangan Gambar1.SkemaPedigree Riwayat sosial ekonomi keluarga, pasien tinggal bersama istri dan anak. Biaya hidup keluarga ditanggung oleh dirinya dan istri yang keduanya bekerja pada usaha milik neneknya di Metro. Penghasilan keduanya perharisekitar100.000rupiah.Merekatinggal di mess milik neneknya bersama pegawaipegawai lainnya. Pasien mudah bergaul dan disenangi oleh teman-temannya. Persepsi DianodanMuhammad|GangguanMentaldanPerilakuAkibatStimulansiaTermasukKafein pasien tentang dirinya, pasien merasa dirinya sakit atau mengalami gangguan jiwa, namun tidak mengerti sebabnya. Pasien sedikit mengertidanmemahamitentangpenyakitnya yang membutuhkan pengobatan. Pasien merasaoptimisuntuksembuh. Status mental : pasien seorang laki-laki sesuai dengan usia, berperawakan tinggi dengantinggisekitar170cm,kesangizicukup, kulit sawo matang, kuku rapi, perawatan diri cukup. Sikap terhadap pemeriksaan kooperatif.Kesadaranjernih(composmentis). Perilaku dan aktivitas psikomotor selama wawancara pasien dalam keadaan tenang, kontak mata cukup. Pembicaraan spontan, lancar, intonasi normal, volume cukup, kualitas kurang, artikulasi jelas, kuantitas cukup,amplitudobaik.Keadaanafektif:mood hipotimia, afek menyempit. Keserasian appropriate. Halusinasi: auditorik (+), visual (+), taktil (+). Ilusi tidak ditemukan. Depersonalisasi tidak ditemukan. Derealisasi tidak ditemukan. Proses berpikir: produktivitascukup,kontinuitaskoheren,arus pikiran normal, waham bizar (+), waham kebesaran (+), riwayat waham dikendalikan (+).Tarafpendidikan,pengetahuanumumdan kecerdasan sesuai dengan taraf pendidikan pasien, daya konsentrasi kurang, orientasi (waktu, tempat, dan orang) baik, daya ingat jangka panjang, jangka menengah, jangka pendekdanjangkasegerabaik.Pikiranabstrak kurang,kalkulasikurang,visuospasialbaik. Norma sosial baik, uji daya nilai baik, penilaian realitas terganggu. Tilikan 2 (dua) yaitu mengakui dan menyangkal pada saat yang bersamaan terhadap penyakitnya. Taraf dapatdipercayadapatdipercaya.Pemeriksaan tandavitaldankondisiumumdalamkeadaan baik. Berdasarkandiagnosismultiaksial,maka didapatkan: • AksisI : Gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia lain termasuk kafein(F15.2),gangguanpsikotik residual atau onset lambat (F1x.7). • AksisII :Belumdapatditentukan • AksisIII:Belumdapatditentukan • AksisIV: o Masalahdengan“primarysupportgroup” (keluarga)danteman–temannya. o Masalah ekonomi dan pekerjaan karena pasien saat ini tidak dapat bekerja sehingga mengandalkan pendapatan orangtuayangsudahlanjutusia. o Masalah hukum/kriminal tetap mengancam jika pasien kemudian mengulangipemakaianNAPZA. • AksisV:GAF50–41(current) GAF90–81(HLPY) Rencana terapi pada pasien adalah sebagaiberikut a. Psikofarmaka: • Antipsikotik atypical (Risperidone 2x2 mg) Risperidone 2x2 mg diberikan selama 5 hari, dipertimbangkan peningkatan dosis berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan. b. Psikoterapi • Ventilasi yaitu memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi hati serta pikiran sehingga mengurangibebanpasien. • Konseling dengan cara memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan memahami kondisinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobatteratur. • Psikoedukasi: Pasien • Membina hubungan dengan pasien dan membuatpasiennyamansehinggapasien merasa diperhatikan dan dipedulikan sesuaidenganterapiyangkomprehensif. • Memberikan informasi penting kepada pasien untuk meminum obatnya secara teratur serta menghentikan sama sekali penggunaanzatterlarang. Keluarga • Memberikanperhatiankepadapasiendan menciptakan suasana yang nyaman agar pasiennyamandandapatterbukakepada keluarga tentang masalah yang sedang dihadapi. • Diberikankegiatanbermanfaatdirumah yang tidak berisko membahayakan pasienmaupunoranglain. • Memberikan penjelasan pada keluarga pasien dan orang sekitar pasien untuk memberikan dorongan dan menciptakan lingkunganyangkondusif. Pembahasan Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan afektif, persepsi dan isi pikir yang bermakna serta menimbulkan suatu distress JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|31 DianodanMuhammad|GangguanMentaldanPerilakuAkibatStimulansiaTermasukKafein (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data-data yang didapat memelalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan rekam medik tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau kejang sebelumnya ataupun kelainan organik. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik(F.0). Dari anamnesa didapatkan riwayat penyalahgunaan obat berupa penggunaan NAPZA jenis sabu sejak tahun 2014 dan terakhir pemakaian adalah bulan Februari 2015 ketika berobat pertama kali. Hal ini dapat menegakkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F.1). Selain itu, psikosis primer menurut DSM-IV didiagnosis bila tidak ada bukti penggunaan substansi atau withdrawal, ketika gejala psikotik terjadi selama setidaknya 4 minggu tanpa penggunaan substansi atau ketika gejala psikotik mendahului onset penggunaan substansi dalamjumlahbesar.3 PasienmenggunakanNAPZAsabu-sabu. Sabu-sabu merupakan NAPZA golongan amphetamine-type stimulants atau ATS. Penggunaan sabu-sabu selama hampir setahun dengan taraf dependent serta gejala psikotik yang muncul sebelumnya tidak ada. Halinidapatmenegakkandiagnosisgangguan mental dan perilaku akibat stimulansia lain termasukkafein(F15). Pasien kemudian berhenti menggunakan sabu selama 11 bulan. Namun gejala psikotik muncul kembali melampaui jangka waktu khasiat psikoaktifnya. Gejala atau gangguan tersebut memperlihatkan suatu perubahan atau kelebihan dari fungsi yang sebelumnya normal. Hal ini dapat menjadi dasar diagnosa gangguan psikotik residualatauonsetlambat(F1x.7) Pasien dapat menyelesaikan pendidikanhinggakelas3setaraSMP,pernah tinggal kelas saat SD namun bukan karena masalah akademis dan tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan. Tidak terdapat ciri kepribadian retardasi mental. Penilaian terhadap ciri kepribadian belumdapatdinilai.PadaaksisIIbelumdapat ditentukan. JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|32 Pada anamnesis tidak terdapat keluhan medis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium darah lengkap didapatkan hasil dalam keadaan normal. Meskipun demikian, kondisi medis umum belum dapat dipastikan karena hasil pemeriksaan kimia darah belum dilakukan sehingga aksis III belum dapat ditentukan. Aksis IV didapatkan bahwa penyalahgunaan obat mengganggu hubungan (relationship) pasien dengan keluarga dan teman–temannya. Masalah ekonomi dan pekerjaan karena pasien saat ini tidak dapat bekerja sehingga mengandalkan pendapatan orang tua yang sudah lanjut usia. Masalah hukum/kriminaltetapmengancamjikapasien kemudianmengulangipemakaianNAPZA. Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam kehidupannya menggunakan skala GAF (Global Assessment ofFunctioning)menurutPPDGJ-IIIpadaaksisV didapatkan GAF saat dirawat (GAF current) adalah50-41,yaitugejalaberatdandisabilitas beratdalam menjalani aktivitas sehari-hari. GAFHLPY(HighestLevelPastYear)adalah9081, yaitu tidak ada gejala atau ada gejala minimal,berfungsibaikdisemuaarea,tertarik dan terlibat dalam berbagai aktivitas, efektif secara sosial, secara umum puas dengan kehidupannya. Penilaian GAF ini didasarkan padariwayatyangpernahhidupnormaltanpa gejala psikotik atau disabilitas berat, pernah berfungsi seperti orang normal dan pernah bekerjasebelumnya. Terapi farmakologis pada pasien ini menggunakan antipsikotik atipikal risperidone 2x2 mg diberikan selama 5 hari, dipertimbangkan peningkatan dosis berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan. Risperidon merupakan salah satu obat antipsikotik atipikal. Antipsikotik atipikal memiliki efek samping yang kecil untuk terjadinya Sindrom Ekstrapiramidal dan efek sedatif serta tidak berpengaruh terhadap fungsi kognitif pasien. Obat golongan ini juga tidak memerlukan pemantauan jumlah sel darahputihsetiapminggu.5 Psikoterapi terhadap pasien dan keluarga juga penting dalam menangani pasien dengan gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia. Psikoterapi pada pasien ini terdiri dari ventiliasi, konseling, dan psikoedukasi terhadap pasien dan keluarga. Psikoterapi ventilasi dengan DianodanMuhammad|GangguanMentaldanPerilakuAkibatStimulansiaTermasukKafein cara memberikan kesempatan pada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi hatinya sehinggadiharapkandapatmengurangibeban pikiran pasien. Psikoterapi konseling dengan cara memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya serta kondisinya yang membutuhkan pengobatan teratur dapat membantu kepatuhan terhadap pengobatan. Psikoterapi psikoedukasi terhadap pasien dan keluarganya penting dalam menjaga rasa amansertanyamandalamlingkungannya. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 420 tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA Berbasis Rumah Sakit, tindakan penanganan pada pasien dengan penyalahgunaan zat meliputi Gawat darurat NAPZA, Detoksifikasi, Rehabilitasi, Rawat jalan/Rumatan. Apabila kondisi pasien memungkinkan, pasien penyalahgunaan NAPZA dapat langsung menjalani rawat jalan/rumatan. Berbagai kondisi yang mandasari gangguan penggunaan NAPZA akan mempengaruhi jenis pengobatan yang akan diberikan kepada pasien, kebijakan untuk merawatdanmemulangkanpasien,hasilyang diharapkan, sumber daya manusia yang akan memberikan pelayanan, dan sikap terhadap perilaku pasien. Di bawah ini akan diuraikan beberapa model yang popular dilaksanakan padamasalahgangguanpenggunaanNAPZA: 1. Therapeutic Community-TC Model, model ini merujuk pada keyakinan bahwa gangguan penggunaan NAPZA adalah gangguan pada seseorang secara menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilakuditerapkansecaranyatadanketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan reward dan sangsi yang spesifik secara langsung untuk mengembangkan kemampuan mengontrol diri dan sosial/komunitas. Pendekatan yang dilakukan meliputi terapi individual dan kelompok, sesi encounteryangintensifdengankelompok sebaya dan partisipasi dari lingkungan terapeutik dengan peran yang hirarki, diberikan juga keistimewaan dan tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program termasuk tutorial, pendidikan formaldanpekerjaansehari-hari.6 2. Model Medik, model ini berbasis pada biologikdangenetikataufisiologiksebagai penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter danmemerlukan farmakoterapi untuk menurunkan gejalagejala serta perubahan perilaku. Program inidirancangberbasisrumahsakitdengan programrawatinapsampaikondisibebas dari rawat inap atau kembali ke fasilitas dimasyarakat.7 3. Model Minnesota, model ini dikembangkan dari Hazelden Foundation and Johnson Institute. Model ini fokus pada abstinen atau bebas NAPZA sebagai tujuan utama pengobatan. Fase perawatan rawat inap termasuk terapi kelompok,terapikeluargauntukkebaikan pasien dan anggota keluarga lain, pendidikanadiksi,pemulihandanprogram 12 langkah. Diperlukan pula staf profesional seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, mantan pengguna sebagai addictcounselor.7 4. Model Eklektik, model ini menerapkan pendekatansecaraholistikdalamprogram rehabilitasi. Pendekatan spiritual dan kognitif melalui penerapan program 12 langkah merupakan pelengkap program TC yang menggunakan pendekatan perilaku,halinisesuaidenganjumlahdan variasi masalah yang ada pada setiap pasienadiksi.7 5. Model Multi Disiplin, program ini merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan menggunakan komponen disiplin yang terkait termasuk reintegrasi dan kolaborasi dengan keluargadanpasien.7 6. Model Tradisional, tergantung pada kondisi setempat dan terinpirasi darihalhal praktis dan keyakinan yang selama ini sudahdijalankan.Programbersifatjangka pendek dengan aftercare singkat atau tidak sama sekali.Komponen dasar terdiri dari: medikasi, pengobatan alternatif, ritual dan keyakinan yang dimiliki oleh sistem lokal, contoh: pondok pesantren, pengobatantradisionalatauherbal.7 7. Faith Based Model, sama dengan model tradisional hanya pengobatan tidak menggunakanfarmakoterapi.7 Keluarga juga berperan penting dalam kesembuhan pasien.8 Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usahadalammemberikaniklimyangkondusif JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|33 DianodanMuhammad|GangguanMentaldanPerilakuAkibatStimulansiaTermasukKafein bagi anggota keluarganya. Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota keluarga, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami persoalan kejiwaan keluarganya.9 Berdasarkan penelitian dari bahan National Mental Health Assosiation (NMHA), diperoleh bahwa banyak ketidakmengertian ataupun kesalahpahaman keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga menganggap bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa tidak akan pernah sembuh lagi. Namun faktanya,NHMAmengemukakanbahwaorang yangmengalamigangguanjiwadapatsembuh dan dapat mulai kembali melakukan aktivitasnya.10 NMHA mengemukakan hal-hal yang perlu diketahui oleh keluarga agar dapat menyikapi dan mengontrol emosi dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalamigangguanjiwa,yaitu:10 • Membangun harapan yang realistis dalam keluarga dan kepada penderita gangguan jiwa sehingga keluarga memiliki kesabaran dan tetap mendukunganggotakeluarganyayang mengalamigangguanjiwa. • Pendekatan secara spiritual membantu keluarga dalam menghadapipenderitagangguanjiwa. • Mencari bantuan dari petugas kesehatan ataupun sumber media lainnyadalammendapatkaninformasi yangbenartentanggangguanjiwa. • Komunikasi sangat penting untuk membangun kepercayaan antara keluarga dengan penderita gangguan jiwa. Komunikasi yang baik secara tidak langsung dapat membuat penderita gangguan jiwa dapat mengungkapkan perasaan yang dirasakannya dan kelurga diharapkan mengerti bahwa kondisi yang mereka alami. Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatanyangmeliputi:11 § Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan keluarga pasien dengan perilaku kekerasan, keluarga perlu mengetahui penyebab tanda-tanda pasien kambuh dan perilaku maladaftifnya meliputi keluarga perlu mengetahui pengertian prilaku kekerasan, JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|34 tanda dan gejalanya, cara mengontrol prilakukekerasaannyadengancaraminum obatdancaraspiritual. § Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengan prilaku kekerasan, menanyakan kepada orang yang lebih tahu, misalnya membawa kepelayanan kesehatan atau membawa untukdirawatkerumahsakitjiwa. § Mengetahui sejauh mana kemampuan keluargadalammerawatanggotakeluarga dengan riwayat prilaku kekerasan yang perlu dikaji pengetahuan tentang akibat lanjut perilaku kekerasan yang dilakukan, pemahaman keluarga tentang cara merawatanggotakeluargadenganriwayat perilaku kekerasan yang perlu dilakukan oleh keluarga, pengetahuan keluarga tentangalat-alatyangmembahayakanbagi anggota keluarga dengan riwayat prilaku kekerasan, pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki keluarga dalam merawatanggotakeluargadenganriwayat perilaku kekerasan, bagaimana keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang membutuhkanbantuan. § Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan, yang perlu dikaji : pengetahuan keluarga tentang sumbersumber yang dimiliki keluarga dalam memodifikasi lingkungan khususnya dalam merawatanggotakeluargadenganriwayat perilaku kekerasan, kemampuan keluarga dalam memanfaatkan lingkungan yang asertif. § Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat, yang perlu dikaji pengetahuan keluarga tentang fasilitas keberadaan pelayanan kesehatan dalam mengatasi perilaku kekerasannya. Pemahaman keluarga tentang manfaat fasilitas pelayanan yang beradadimasyarakat,tingkatkepercayaan keluarga terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang tentang fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau pelayanan kesehatan yangadadimasyarakat. DianodanMuhammad|GangguanMentaldanPerilakuAkibatStimulansiaTermasukKafein Fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya danmasyarakatyanglebihluas,meliputi:11 • Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan baik denganpenuhkasihsayang. • Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasiprimeranggotakeluargayang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan status pada anggota keluarga, keluarga tempat melaksanakan sosialisasi dan interakasi dengananggotanya. • Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankangenerasidanmenjaga kelangsungan hidup keluarga, dan menambahsumberdayamanusia. • Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhankeluarganya. • Fungsi perawatan mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluargadibidangkesehatan. Simpulan Diagnosa kasus ini adalah gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia termasuk kafein dan gangguan psikotik residual atau onset lambat. Pengobatan pada pasien dengan penyalahgunaan NAPZA disertaigangguanpsikotiktidakhanyaberupa psikofarmaka melainkan psikososial yang berpusatpadapasiensertakeluarganya. DaftarPustaka 1. RusdiM.Diagnosisgangguanjiwarujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian IlmuKedokteranJiwaFKUnikaAtmajaya. 2007. 2. Ghaffari N, Ziaddini H, Saffari ZS, Kheradman A, Pouya F. A study of the phenomenology of psychosis induced by metamfetamin: a preliminary research. AddictHealth.2014;6(3-4):105-11. 3. Grant KM, Levan TD, Wells SM, dkk. Metamfetamin-associated psychosis. J Neuroimmune Pharmacol. 2012; 7(1):113-9. 4. Kementrian Kesehatan RI. Data dan informasi kesehatan. Kementrian Kesehatan RI; 2014. [diakses tanggal 30 Agustus 2016]. Tersedia dari: www.depkes.go.id 5. Kaplan dan Sadock. Buku ajar psikiatri klinis.Edisike-2.Jakarta:EGC;2013. 6. Cakunani A. Mengenal therapeutic community untuk rehabilitasi pasien narkoba. 2015. [diakses tanggal 29 Agustus 2016]. Tersedia dari: www.mirifica.net 7. Anonim. Model terapi dan tahapantahapan rehabilitasi. 2012. [diakses tanggal 29 Agustus 2016]. Tersedia dari: www.gepenta.com 8. Keliat, B.A. Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa. Jakarta: EGC;2003. 9. Notosoedirdjo & Latipun. Kesehatan mental, konsep dan penerapan. Malang: UMMPress;2005. 10. National Mental Health Assosiation/NHMA. A literature review report.2001.[diaksestanggal29Agustus 2016]Tersediadi:www.nmha.org 11. Friedman MM, Bowden O, Jonas M. Keperawatankeluarga:teoridanpraktek. Achir YS, Hamid, editors. Edisi ke-5. Jakarta:EGC.2010. JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|35