Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis

advertisement
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di
Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
Warsuli*)
Mona saparwati,S.Kp.,M.Kep**) purbowati,S.Gz.,M.Gizi**)BS
PROGRAM STUDI D-VI KEBIDANAN
STIKES NGUDI WALUYO
Email : [email protected]
*) mahasiswa D-IV Kebidanan
**) Dosen pembimbing
ABSTRAK
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan > 10 kali, terjadi
terus menerus dan dapat menyebabkan dehidrasi. Mual dah muntah ini terjadi pada
60% - 80% primigravida dan 40% - 60% multigravida. Rasa mual biasanya terjadi
pada minggu-minggu pertama kehamilan dan berakhir pada bulan ke-4 (empat),
namun sekitar 12% ibu hamil masih mengalami mual muntah hingga 9 bulan secara
terus menerus.
Desain penelitian ini menggunakan korelasional dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang bulan januari sampai
desember 2015 sebanyak 916 orang. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan
tekhnik total sampling. Alat yang digunakan untuk pengambilan data yaitu data
sekunder tentang gravida dan hiperemesis. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji
korelasi Chi Square dengan nilai 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil adalah
multigravida sebanyak 726 responden (79,3%), primigravida sebanyak 158 responden
(17,2%) dan grandemultigravida 32 responden (3,5%). Sebagian besar responden
tidak mengalami hiperemesis sebanyak 820 responden (89,5%) dan yang mengalami
hiperemesis sebanyak 96 responden (10,5%). Kesimpulannya, ada hubungan antara
primigravida dengan kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di wilayah
Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang denang nilai p <
0,005.
Responden primigravida diharapkan mengetahui tentang hiperemesis dan cara
menangani hiperemesis pada ibu hamil.
Kata kunci
: Primigravida, Hiperemesis Gravidarum
Kepustakaan : 17 pustaka (2002 – 2012)
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hiperemesis gravidarum adalah
mual dan muntah yang berlebihan
pada
wanita
hamil
sampai
mengganggu pekerjaan sehari – hari
karena keadaan umumnya menjadi
buruk, karena terjadi dehidrasi
(Manuaba,
2008)
Hiperemesis
gravidarum bila terjadi terus menerus
dapat menyebabkan dehidrasi sehingga
cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi. Mual
dan muntah yang terus menerus tanpa
pengobatan
dapat
menimbulkan
gangguan tumbuh kembang janin
dalam rahim. Pada tingkat yang lebih
berat hiperemesis dapat mengancam
jiwa ibu dan janin sehingga
pengobatan perlu segera diberikan
(Winkjosastro, 2005).
Pada ibu hamil, terutama pada
trimester I sering timbul gejala mual
(nausea)
dan
muntah
(emesis
gravidarum) merupakan gejala yang
wajar. Biasanya terjadi pada pagi hari
(Morning sickness), tetapi dapat pula
timbul pada saat siang dan malam.
Perasaan
mual
terjadi
karena
meningkatnya kadar hormon estrogen
dan HCG dalam serum. Gejala - gejala
ini kurang lebih terjadi 6 minggu
setelah hari pertama haid terakhir dan
berlangsung selama kurang lebih 10
minggu. Mual dan muntah ini terjadi
60% – 80% primigravida dan 40% 60% multigravida. Satu dari seribu
wanita hamil gejala-gejala ini menjadi
lebih berat yang di sebut Hipermesis
Gravidarum (Prawirohardjo, 2007).
Menurut
Mitayani
(2009)
menyebutkan beberapa faktor yang
berpengaruh
terhadap
kejadian
hiperemesis
gravidarum
meliputi
faktor
predisposisi
terdiri
dari
primigravida, molahidatidosa dan
kehamilan ganda, faktor organik
seperti alergi masuknya vilikohirialis
sirkulasi, perubahan metabolik akibat
kehamilan dan resistensi ibu yang
menurun, faktor psikologis, meliputi
pengetahuan, sikap, umur, paritas,
pekerjaan, stress, peningkatan hormon
progesteron, estrogen dan HCG, alergi,
infeksi dan diabetes melitus.
Mual muntah biasanya terjadi
pada pagi hari. Rasa mual biasanya
mulai pada minggu-minggu pertama
kehamilan dan berakhir pada bulan ke
empat, namun sekitar 12% ibu hamil
masih mengalaminya sampai 9 bulan
(Kusmiyati, 2010). Satu dari seribu
wanita yang mengandung tersebut
mengalami gejala lebih berat dari
biasanya
yang disebut
dengan
hiperemesis gravidarum. Komplikasikomplikasi sebagai akibat langsung
dari kehamilan yaitu hiperemesis
gravidarum, pre eklampsia dan
eklampsia, kelainan dalam lamanya
kehamilan,
kehamilan
ektopik,
penyakit serta kelainan plasenta dan
selaput janin, perdarahan antepartum,
dan kehamilan kembar (Winkjosastro,
2005).
Hiperemesis gravidarum dapat
dideteksi dan dicegah pada masa
kehamilan dengan cara pemeriksaan
kehamilan secara teratur. Hiperemesis
gravidarum paling sering dijumpai
pada kehamilan trimester I namun
biasa berlanjut sampai trimester ke II
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
dengan penanganan yang baik
hiperemesis dapat teratasi dengan
sangat memuaskan. Akan tetapi,
muntah yang terus menerus tanpa
pengobatan
dapat
menimbulkan
gangguan tumbuh kembang janin
dalam rahim. Pada tingkat yang lebih
berat hiperemesis dapat mengancam
jiwa ibu dan janin (Winkjosastro,
2005). Penanganan yang dapat
dilakukan pada kondisi tersebut salah
satunya dengan cara memberikan
informasi dan edukasi tentang
kehamilan kepada ibu-ibu dengan
maksud menghilangkan rasa takut dan
menghilangkan faktor psikis (Mochtar,
2008).
Hiperemesis gravidarum tidak
hanya mengancam kehidupan klien,
namun dapat menyebabkan efek
samping pada janin seperti abortus,
berat badan lahir rendah, kelahiran
prematur dan malformasi pada bayi
lahir (Gross dalam Runiari, 2010).
Selain berdampak fisiologis pada
kehidupan klien dan janinnya,
hiperemesis
gravidarum
juga
memberikan
dampak
secara
psikologis, sosial, spiritual dan
pekerjaan. Secara psikologis dapat
menimbulkan dampak kecemasan, rasa
bersalah dan marah. Jika mual dan
muntah menghebat, maka timbul self
pity dan dapat terjadi konflik antara
ketergantungan
dan
kehilangan
kontrol. Berkurangnya pendapatan
akibat berhenti bekerja mengakibatkan
timbulnya ketergantungan terhadap
pasangan (Simpson, et. Al., 2001).
Kontak sosial dengan orang lain juga
berubah karena klien mengalami
perubahan yang sangat kompleks
terhadap kehamilannya. Media yang
berkembang
menjelaskan
bahwa
Berdasarkan studi pendahuluan yang
telah dilakukan di Wilayah Puskesmas
Priangapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang pada tahun 2015
didapatkan jumlah ibu hamil 916 ibu
hamil. Berdasarkan permasalahan di
atas maka peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan antara primigravida
dengan
kejadian
hiperemesis
gravidarum pada ibu kehamilan
merupakan keadaan fisiologis dan
psikoemosional
yang
optimal,
sehingga jika wanita mengalami mual
dan muntah yang menghebat dianggap
sebagai kegagalan perkembangan
wanita (Runiari, 2010)
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
deskriptif analitik. Deskriptif analitik
merupakan suatu metode penelitian
yang mencari hubungan antar variabel
(Saryono, 2011).
Desain
penelitian
yang
digunakan adalah Cross Sectional
(Seksional
Silang).
Cross
Sectional yaitu desain penelitian untuk
mengukuran variabel independen dan
variabel dependen dilakukan sekali
dan dalam waktu yang sama (Saryono,
2011).
Variabel independen dalam
penelitian
ini
adalah
kejadian
primigravida
dan
variabel
dependennya
adalah
hiperemesis
gravidarum
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2
hari yaitu pada tanggal 13 dan 15
februari 2016 di wilayah puskesmas
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
pringapus
kecamatan
kabupaten semarang
pringapus
Populasi dan Sampel
Populasi
adalah
wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek
atau subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang di
tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Saryono, 2011).
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu hamil di wilayah
puskesmas
pringapus
kecamatan
pringapus kabupaten semarang yang
tercatat di puskesmas pringapus
selama periode Januari sampai
Desember 2015 yaitu sebanyak 916
orang.
Sampel adalah bagian dari
populasi yang akan diteliti atau
sebagian jumlah dari karakteristik
yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono,
2008).
Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah total sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah
semua Ibu hamil yang terdapat di
wilayah
puskesmas
pringapus
kecamatan
pringapus
kabupaten
semarang.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1.
Gravida
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Gravida pada Ibu
Hamil Trimester I di Wilayah
Puskesmas Priangapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang
Gravida
Frekuensi Persentase
(%)
Primigravida
158
17,2
Multigravida
726
79,3
Grande
32
3,5
Multigravida
Jumlah
916
100,0
Berdasarkan tabel 4.1, dapat
diketahui bahwa dari 916 responden
ibu hamil trimester I di wilayah
Puskesmas Priangapus Kecamatan
Pringapus
Kabupaten
Semarang,
sebagian besar merupakan ibu hamil
multigravida sejumlah 726 orang
(79,3%). Ibu hamil primigravida
sejumlah 158 orang (17,2%) dan
grande multigravida sejumlah 32 orang
(3,5%).
2.
Kejadian Hiperemesis Gravidarum
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Kejadian Hiperemesis
Gravidarum pada Ibu Hamil
Trimester I di Wilayah Puskesmas
Priangapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang
Hiperemesis Frekuensi Persentase
Gravidarum
(%)
Hiperemesis
96
10,5
Gravidarum
Tidak
820
89,5
Hiperemesis
Gravidarum
Jumlah
916
100,0
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
Berdasarkan tabel 4.2, dapat
diketahui bahwa dari 916 responden
ibu hamil trimester I di wilayah
Puskesmas Priangapus Kecamatan
Pringapus
Kabupaten
Semarang,
sebagian besar tidak mengalami
kejadian hiperemesis gravidarum,
yaitu sejumlah 820 orang (89,5%),
sedangkan yang mengalami kejadian
hiperemesis gravidarum sejumlah 96
orang (10,5%).
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat pada penelitian ini
digunakan
untuk
mengetahui
hubungan antara primigravida dengan
kejadian hiperemesis gravidarum pada
ibu hamil di Wilayah Puskesmas
Priangapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten
Semarang.
Untuk
mengetahui hubungan ini digunakan
uji Chi Square dimana hasilnya
disajikan berikut ini.
Tabel 4.3
Hubungan antara Primigravida dengan Kejadian Hiperemesis
Gravidarum pada Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Priangapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang
Kejadian Hiperemesis Gravidarum
Tidak
Hiperemesis
Hiperemesis
Total
Gravida
Gravidarum
Gravidarum
f
%
f
%
f
%
Primigravida
49
31,0
109 69,0 158 100
Multigravida
45
6,2
681 93,8 726 100
Grande Multigravida 2
6,3
30
93,8 32 100
Total
96
10,5
820 89,7 916 100
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat
diketahui bahwa ibu hamil primigravida
yang mengalami hiperemesis gravidarum
sejumlah
49
orang
(31,0%),
ibu
multigravida yang mengalami hiperemesis
gravidarum sejumlah 45 orang (6,2%),
sedangkan ibu hamil grande multigravida
yang mengalami hiperemesis gravidarum
sejumlah 2 orang (6,3%). Ini menunjukkan
bahwa kejadian hiperemesis gravidarum
lebih banyak terjadi pada ibu primigravida
dibandingkan ibu multigravida atau ibu
grande multigravida.
2
pvalue
85,796 0,000
Berdasarkan uji Chi Square diperoleh
nilai 2 hitung = 85,796 dengan p-value
0,000. Oleh karena p-value 0,000 < α (0,05),
maka disimpulkan bahwa ada hubungan
secara bermakna antara primigravida dengan
kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu
hamil di Wilayah Puskesmas Priangapus
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.
PEMBAHASAN
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
Primigravida di Wilayah
Priangapus
Kecamatan
Kabupaten Semarang
Puskesmas
Pringapus
Hasil penelitian didapatkan responden
primigravida sebanyak 158 responden
(17,2%). Primigravida adalah seorang
wanita yang baru pertama kali hamil
(Ramali, 2003). Sekitar 60-80 %
primigravida dan 40-60 % multigravida
mengalami mual dan muntah, namun gejala
ini menjadi lebih berat hanya pada 1 dari
1.000 kehamilan. Walaupun kebanyakan
kasus ringan dan dengan seiring waktu, satu
dari setiap 1000 wanita hamil akan
menjalani rawat inap, kondisi ini sering
terjadi pada wanita primigravida dan
cenderung terjadi lagi pada kehamilan
berikutnya (Mansjoer, 2000).
Hasil penelitian didapatkan masih ada
responden yang grandemultigravida 32
responden (3,5%). Ibu grandemultigravida
mempunyai banyak pengalaman dalam
kehamilan sehingga jarang mengalami
hiperemesis. Hasil penelitian didukung
penelitian yang dilakukan oleh Mariantari
tahun 2012 dengan judul hubungan
dukungan suami, usia ibu, dan gravida
terhadap kejadian emesis gravidarum
dimana hasilnya sebagian besar responden
merupakan primigravida yaitu sebanyak 22
orang. Primigravida memiliki keaadaan
psikologis yang lebih rentan dibandingkan
mutigravida
dan grandemultigravida
(Mansoer, 2000).
Hiperemesis gravidarum tidak hanya
mengancam kehidupan klien,namun dapat
menyebabkan efek samping janin seperti
abortus. Gravida adalah jumlah kehamilan
(lengkap atau tidak lengkap) yang dialami
oleh seorang perempuan, gravida diikuti
oleh angka romawi atau diawali dengan
bahasa
latin
(Primi,
multi)
yang
menunjukkan
jumlah
kehamilan.
Multigravida adalah seorang wanita yang
telah beberapa kali hamil (Ramali, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar ibu hamil adalah multigravida
sebanyak 726 responden (79,3%). Sebagian
besar ibu adalah multigravida disebabkan
kebanyakan
sebuah
keluarga
ingin
mempunyai anak lebih dari satu.
Hasil penelitian juga didukung
penelitian yang dilakukan oleh Elfanny
Sumai dengan judul faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Hiperemesis
gravidarum di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Sam Ratulangi Tondano Kabupaten
Minahasa
Provinsi
Sulawesi
Utara
menunjukkan bahwa responden terbanyak
pada kelompok paritas yang mengalami
Hiperemesis gravidarum yaitu primipara
(57%) dan paling sedikit grandemultipara
(14%).
Kejadian hiperemesis gravidarum di
Wilayah Puskesmas Priangapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang
Hasil penelitian juga didapatkan
responden hiperemesis sebanyak 96
responden (10,5%). Batas jelas antara mual
yang masih fisiologik dalam kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum tidak ada,
tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai
hiperemesis
gravidarum.
Kejadian
hiperemesis gravidarum lebih sering dialami
oleh primigravida daripada multigravida, hal
ini berhubungan dengan tingkat stres dan
usia ibu saat mengalami kehamilan pertama,
Pada ibu primigravida faktor psikologik
memegang peranan penting pada penyakit
ini, takut terhadap kehamilan dan persalinan,
takut terhadap tanggung jawab sebagai
seorang ibu dapat menyebabkan konflik
mental yang dapat memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi tidak sadar
terhadap keengganan menjadi hamil atau
sebagai pelarian kesukaran hidup (Nining,
2009).
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
Ibu primigravida belum mampu
beradaptasi terhadap hormon estrogen dan
khorionik
gonadotropin.
Peningkatan
hormon ini membuat kadar asam lambung
meningkat, hingga muncullah keluhan rasa
mual. Keluhan ini biasanya muncul di pagi
hari saat perut ibu dalam keadaan kosong
dan terjadi peningkatan asam lambung
(Wiknjosastro, 2002).
Diagnosis hiperemesis gravidarum
biasanya tidak sukar. Harus ditentukan
adanya kehamilan muda dan muntah yang
terus menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Namun demikian harus
dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit
pielnefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan
tumor serebri yang dapat pula memberikan
gejala muntah (Wiknjosastro, 2005).
Hiperemesis gravidarum yang terus menerus
dapat menyebabkan kekurangan makanan
yang dapat mempengaruhi perkambangan
janin, sehingga pengobatan perlu segera
diberikan (Wiknjosastro, 2005).
Hiperemesis gravidarum adalah mual
dan muntah yang berlebihan dapat
mengganggu aktifitas sehari-hari dan bahkan
dapat membahayakan hidup ibu hamil
(Manuaba, 2008). Keluhan muntah kadangkadang begitu hebat di mana segala apa
yang dimakan dan diminum dimuntahkan
sehingga dapat mempengaruhi keadaan
umum dan mengganggu pekerjaan seharihari, berat badan menurun, dehidrasi, dan
terdapat aseton dalam urin bahkan seperti
gejala penyakit apendisitis, pielititis, dan
sebagainya
(Saifuddin,
2010)
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar
responden
tidak
mengalami
hiperemesis sebanyak 820 responden
(89,5%).
Hasil penelitian didukung penelitian
yang dilakukan oleh Yunia Mariantari
dengan judul hubungan dukungan suami,
usia ibu, dan gravida terhadap kejadian
emesis gravidarum didapatkan hasil bahwa
mayoritas responden yang mengalami
emesis gravidarum saja dan tidak sampai
hiperemesis yaitu sebanyak 27 orang.
Emesis gravidarum
selama kehamilan
biasanya disebabkan oleh perubahan sistem
endokrin yang terjadi saat kehamilan,
terutama disebabkan oleh tingginya fluktuasi
kadar. Human Chorionic Gonadothropin
(HCG) yang terjadi pada trimester pertama.
Menurut
Mandriwati
(2008),
perubahan ini juga terjadi akibat adanya
peningkatan hormon
progesteron
dan
esterogen yakni hormon kewanitaan yang
ada di dalam tubuh ibu sejak terjadinya
proses kehamilan. Peningkatan
kadar
hormon kehamilan ini dapat mengiritasi
lambung sehingga dapat menyebabkan
mual. Terdapat beberapa kontroversi
mengenai tipe pengobatan yang harus
diberikan pada wanita hamil dengan
hiperemesis gravidarum. Terapi cairan dan
elektrolit parenteral pengganti, pemberian
vitamin B6, antiemetik dan tirah baring
secara rutin digunakan.
Hasil penelitian didukung juga oleh
penelitian yang dilakukan oleh Elfanny
Sumai dengan judul faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Hiperemesis
gravidarum di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Sam Ratulangi Tondano Kabupaten
Minahasa Provinsi Sulawesi Utara dimana
didapatkan hasil responden yang mengalami
kejadian hyperemesis gravidarum
yang
terbanyak berjumlah 68 responden (71%)
dan tidak mengalami kejadian hiperemesis
gravidarum 27 responden (29%).
Hubungan antara primigravida dengan
kejadian hiperemesis gravidarum pada
ibu hamil di Wilayah Puskesmas
Priangapus
Kecamatan
Pringapus
Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan antara primigravida dengan
kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu.
Hal ini dapat dilihat pada responden
primigravida sebagian besar mengalami
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
hiperemesis sebanyak 49 responden
(31,0%), responden multigravida yang
mengalami hiperemesis sebanyak 45
responden (6,2 %)
dan responden
grandemultigravida mengalami hiperemesis
sebanyak 2 responden (6,3%).
Faktor predisposisi dan faktor lain
yang menyebabkan hiperemsis
adalah
primigravida,
mola
hidatidosa
dan
kehamilan ganda. Masuknya vili khorialis
dalam sirkulasi maternal dan perubahan
metabolik serta resistensi yang menurun
dari pihak ibu terhadap perubahan ini
merupakan faktor organik. Faktor psikologik
memegang peranan yang penting pada
penyakit ini. Faktor –faktor predisposisi lain
meliputi usia kurang dari 20 tahun, obesitas,
gestasi multi janin dan penyakit trofoblastik
(Wiknjosastro, 2005).
Hiperemesis gravidarum tidak hanya
mengancam kehidupan klien, namun dapat
menyebabkan efek samping pada janin
seperti abortus, berat badan lahir rendah,
kelahiran prematur dan malformasi pada
bayi lahir (Gross dalam Runiari, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Paawi (2005)
didapatkan bahwa hiperemesis gravidarum
merupakan faktor yang signifikan terhadap
memanjangnya hari rawat bagi bayi yang
dilahirkan. Ada peningkatan angka kematian
Intrauterin Growth Retardation (IUGR) pada
klien
hiperemesis
gravidarum
yang
mengalami penurunan berat badan lebih dari
5%. Selain berdampak fisiologis pada
kehidupan klien dan janinnya, hiperemesis
gravidarum juga memberikan dampak secara
psikologis, sosial, spiritual dan pekerjaan.
Secara psikologis dapat menimbulkan
dampak kecemasan, rasa bersalah dan
marah. Jika mual dan muntah menghebat,
maka timbul self pity dan dapat terjadi
konflik
antara
ketergantungan
dan
kehilangan
kontrol.
Berkurangnya
pendapatan
akibat
berhenti
bekerja
mengakibatkan timbulnya ketergantungan
terhadap pasangan (Simpson, et. Al., 2001).
Kontak sosial dengan orang lain juga
berubah karena klien mengalami perubahan
yang
sangat
kompleks
terhadap
kehamilannya. Media yang berkembang
menjelaskan bahwa kehamilan merupakan
keadaan fisiologis dan psikoemosional yang
optimal, sehingga jika wanita mengalami
mual dan muntah yang menghebat dianggap
sebagai kegagalan perkembangan wanita
(Runiari, 2010).
Hasil penelitian didukung penelitian
yang dilakukan oleh Yunia Mariantari
dengan judul hubungan dukungan suami,
usia ibu, dan gravida terhadap kejadian
emesis gravidarum didapatkan hasil ada
hubungan
gravida
terhadap kejadian
emesis gravidarum dengan p value 0,028.
Hasil analisis lanjut menyatakan bahwa
ibu multigravida mempunyai peluang 6,33
kali
untuk tidak mengalami
emesis
gravidarum dibandingkan ibu primigravida
(OR = 6,33).
Mual muntah pada
primigravida
dipengaruhi oleh kadar
hormon kehamilan. Ketika seorang wanita
hamil anak pertama, maka kadar hormonal
akan
mengalami
peningkatan
lebih
dibandingkan pada wanita multigravida.
Pada wanita multigravida sudah mampu
beradaptasi dengan hormon kehamilan
tersebut
karena
sudah
mempunyai
pengalaman terhadap kehamilan dan
melahirkan. Sehingga mual muntah yang
dialami primigravida biasanya lebih tinggi
dibandingkan multigravida (2012)
Hasil penelitian didukung penelitian
yang dilakukan oleh Elfanny Sumai dengan
judul faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Hiperemesis gravidarum di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Sam
Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa
Provinsi Sulawesi Utara dimana hasil
analisis uji statistik Chi-square diperoleh
nilai p = 0,049 < α = 0,05 dan
X2
hitung>X2 tabel artinya ada hubungan yang
signifikan antara paritas dengan kejadian
hiperemesis gravidarum (2010).
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sebagian besar ibu hamil adalah
multigravida sebanyak 728 responden
(79,3%), primigravida sebanyak 158
responden
(17,2%)
dan
grandemultigravida
32
responden
(3,5%).
2. Sebagian
besar
responden
tidak
mengalami hiperemesis sebanyak 820
responden (89,5%) dan hiperemesis
sebanyak 96 responden (10,5%).
3. Ada hubungan antara primigravida
dengan kejadian hiperemesis gravidarum
pada ibu hamil di Wilayah Puskesmas
Priangapus
Kecamatan
Pringapus
Kabupaten Semarang dengan nilai p
0,001 <  =0,05
Saran
1. Bagi Responden
Responden
yang
primigravida
diharapkan
mengetahui
tentang
hiperemesis dan cara menangani
hiperemesis pada ibu hamil.
2. Bagi Puskesmas
Puskesmas diharapkan mengaktifkan
kelas ibu hamil dalam membantu ibu
mempersiapkan kehamilan yang sehat
dan tidak mengalami hiperemesis
gravidarum.
3. Bagi Bidan
Bidan
diharapkan
memberikan
konseling kepada ibu hamil secara rutin
dan
mengobservasi
ibu
hamil
diwilayahnya agar emesis tidak sampai
menjadi hiperemesis gravidarum.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan
meneliti faktor lain yang berhubungan
dengan kejadian hiperemesis seperti
umur dan ekonomi
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bobak, L. (2005). Keperawatan Maternitas,
Edisi 4. Jakarta: EGC
Hidayat.
(2009).
Metode
Penelitian
Kebidanan Dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Kemenkes. (2013). Profil Kesehatan
Indonesia.Jakarta:
Kementerian
Kesehatan RI.
Mochtar. R. (2008). Sinopsis Obstetri
Fisiologi dan Patologi. Jakarta :
EGC
Mansjoer, dkk., (2000), Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 3, Medica.
Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
Nining. (2009). Asuhan Kebidanan Pada
ibu bersalin. Yogyakarta : Fitra
Maya
Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Penerbit PT.
Rineka Cipta.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Penerbit PT.
Rineka Cipta.
Nursalam.
(2011).
Manajemen
Keperawatan.edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika.
Sugiyono. (2011).
Statistik untuk
Penelitian. Bandung : Alphabeta.
Prawirohardjo. (2007). Ilmu kandungan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
Ramali, A. (2003). Kamus Kedokteran.
Jakarta: Djambatan
Sastrawinata, S., (2004). Obstetri Patologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi, ed.2.
Jakarta: EGC
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
Saifuddin, A.B. (2002). Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Wiknjosastro.
Ilmu kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : 2005
Wiknjosastro.
Ilmu kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : 200
Hubungan Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Puskesmas
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2016
Download