Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum

advertisement
Sugma dan Ricky |Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum
Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum
Sugma Epri Setiawati, Ricky Ramadhian
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Pada masa kehamilan sekitar 50-90% perempuan mengalami mual dan muntah yang secara umum dikenal sebagai morning
sickness. Apabila mual dan muntah yang dialami mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan komplikasi disebut
hiperemesis gravidarum. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mengakibatkan hiperemesis gravidarum antara lain
mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut, alergi, sebagai salah satu respons dari
jaringan ibu terhadap anak dan faktor psikologis. Prinsip penatalaksanaan hiperemesis gravidarum meliputi pencegahan,
mengurangi muntah-muntah, koreksi dehirasi dan ketidakseimbangan elektrolit, serta pemberian vitamin dan kalori yang
adekuat untuk mempertahankan nutrisi.
Kata kunci: hiperemesis gravidarum, mual, muntah
Treatment Of Nausea And Vomiting In Hyperemesis Gravidarum
Abstract
During pregnancy about 50-90% of women experience nausea and vomiting commonly known as morning sickness. If
nausea and vomiting experienced interfere with daily activities or cause a complication called hyperemesis gravidarum.
There are several risk factors that can lead to hyperemesis gravidarumamong othersmolahidatidosa and multiple pregnancy
influx of villi khorialis in the maternal circulation and metabolic changes due to pregnancy as well as the resistance
decreases maternal towards these changes, allergies, as one response of tissues mother to her children and psychological
factors. The principles management of hyperemesis gravidarum include prevention, reduce vomiting, correction dehirasi
and
electrolyte
imbalance,
vitamins
and
calories
to
maintain
adequate
nutrition.
Keywords: hyperemesis gravidarum, nausea, vomiting
Korespondensi: Sugma Epri Setiawati, S. Ked., alamat Jl. Lada No 16 Kelurahan Gedong Meneng Kecamatan Rajabasa
Bandarlampung, HP 082176852291, e-mail [email protected]
Pendahuluan
Wanita secara fisiologi akan melakukan
adaptasi
terhadap
kehamilan
berupa
perubahan anatomi, fisiologi, dan biokimia.
Pada masa kehamilan sekitar 50-90%
perempuan mengalami mual dan muntah
yang secara umum dikenal sebagai morning
sickness. Apabila mual dan muntah yang
dialami mengganggu aktivitas sehari-hari atau
menimbulkan komplikasi disebut hiperemesis
gravidarum.1
Penyebab pasti mual dan muntah yang
dirasakan ibu hamil belum dapat diketahui.
Berdasarkan beberapa teori, faktor biologis
yang paling berperan adalah perubahan kadar
hormon selama kehamilan. Menurut teori
terbaru, peningkatan kadar Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) akan menginduksi
ovarium untuk memproduksi estrogen yang
dapat merangsang mual dan muntah (Niebyl).
Perempuan dengan mola memiliki kadar HCG
lebih tinggi daripada perempuan hamil
lainnya.2
Mual dan muntah biasanya dimulai
pada usia kehamilan 9-10 minggu, bertambah
berat pada 11-13 minggu, dan berakhir pada
12-14 minggu yang menyebabkan ibu harus
ditatalaksana dengan rawat inap.
Umumnya penatalaksanaan mual dan
muntah disesuaikan dengan beratnya keadaan.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan
perubahan pola makan, medikamentosa, dan
terapi cairan dapat diberikan apabila timbul
dehidrasi dan gangguan asupan makanan.
Kasus
Ny. Ris 20 tahun G1P0A0 usia kehamilan
10 minggu datang dengan keluhan muntah
lebih dari 10 kali sehari sejak sekitar 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan
lain yaitu mual, lemas, tidak nafsu makan, dan
penurunan berat badan. Pasien memuntahkan
semua jenis makanan yang dikonsumsi dan
sering merasa haus tetapi sedikit minum.
Pasien mengalami mual terus menerus dan
merasa lemas sehingga pasien banyak
beristirahat.
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 131
Sugma Epri Setiawati | Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada Hyperemesis Gravidarum
Keluhan berawal sejak usia kehamilan
sekitar 9 minggu. Keluhan bertambah berat
apabila mencium aroma yang tajam, pasien
merasa ingin muntah tetapi tidak dapat
dikeluarkan, sehingga muncul gejala muntah
lebih dari 10 kali.
Frekuensi buang air besar (BAB) dan
buang air kecil (BAK) dirasakan semakin
menurun. Selain itu pasien juga mengeluh
adanya nyeri ulu hati dan penurunan berat
badan.
Pasien
mengaku
tidak
ada
permasalahan dalam kehidupan rumah tangga,
keluarga
maupun
lingkungan
sekitar
rumahnya.
Status reproduksi pasien, haid pertama
usia 13 tahun dengan siklus 28 hari dan
lamanya 5-7 hari. Jumlah darah haid banyak
dan warnanya normal. Menurut pasien,
ibunya juga mengalami keluhan yang sama
ketika hamil.
Status
perkawinan
merupakan
pernikahan pertama dan sudah berlangsung 3
bulan, riwayat obstetri hamil ini, riwayat
penyakit dahulu tidak ada, riwayat penyakit
keluarga tidak ada, dan riwayat kontrasepsi
tidak ada.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan
keadaan umum sakit sedang, status generalis
normal, status gizi baik, tinggi badan 158 cm,
berat badan 52 kg. Pada pemeriksaan obstetri
didapatkan tinggi fundus uteri tidak teraba,
nyeri tekan tidak ada, massa tidak ada.
Pada
pemeriksaan
darah
rutin
didapatkan Hb 12,3 gr/dl, Leukosit 7.420/ul,
Trombosit 147.000/mm3, HT 36%. Pada
pemeriksaan kimia darah GDS 79 mg/dl.
Diagnosis pasien ini adalah G1P0A0 usia
kehamilan 10 minggu dengan Hiperemesis
Gravidarum Grade 2. Penatalaksanaan pasien
diet lunak, IVFD RL 20 tetes/menit, Injeksi
Metochlopramid dosis 3x 10 mg/hari, dan
vitamin B6 dosis 3x10 mg/hari
Pembahasan
Studi kasus dilakukan pada pasien Ny.R
usia 20 tahun G1P0A0 usia kehamilan 10
minggu datang dengan keluhan muntah lebih
dari 10 kali sehari sejak sekitar 1 minggu SMRS,
keluhan disertai mual, lemas, tidak nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
Pada kasus ini ditegakkan diagnosis
hiperemesis
gravidarum
tingkat
2.
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 132
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang
terjadi pada awal kehamilan sampai umur
kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah
kadang begitu hebatnya sehingga segala apa
yang dimakan dan diminum dimuntahkan
sehingga dapat mempengaruhi keadaan
umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari,
berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat
aseton dalam urin. Gejala-gejala ini biasanya
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama kurang lebih
10 minggu.2,3
Menurut gejala-gejalanya, hiperemesis
gravidarum dapat dibagi dalam 3 tingkat, pada
kasus ini didiagnosis tingkat 2 karena memiliki
gejala lebih berat, segala yang dimakan dan
diminum dimuntahkan, haus hebat, subfebril,
nadi cepat dan lebih dari 100–140 x/menit,
tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg,
apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus,
aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan
cepat menurun.2
Penyebab hiperemesis gravidarum pada
kasus ini belum dapat diketahui secara pasti,
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
adalah:
1. Primigravida, mola hidatidosa, dan
kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa
dan kehamilan ganda, faktor hormon
memegang peranan dimana hormon
khorionik
gonadotropin
dibentuk
berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi
maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari
pihak ibu terhadap perubahan tersebut.
3. Alergi, sebagai salah satu respons dari
jaringan ibu terhadap anak.
4. Faktor psikologis
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan
psikiatri, rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap
untuk menerima kehamilan memegang
peranan yang cukup penting dalam
menimbulkan hiperemesis gravidarum.2-4
Terjadi perubahan-perubahan yang
cukup besar yang mungkin merusak
keseimbangan di dalam badan. Misalnya saja
yang dapat menyebabkan mual dan muntah
ialah masuknya bagian-bagian villus ke dalam
Sugma dan Ricky |Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum
peredaran darah ibu, perubahan-perubahan
endokrin misalnya hipofungsi kortek g1
suprarenalis, perubahan metabolik, dan
kurangnya pergerakan lambung.5
Pada pasien ini dilakukan perawatan
dan penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien
diet lunak, IVFD RL 20 tetes/menit, Injeksi
Metochlopramid dosis 3x10 mg/hari dan
vitamin B6 dosis 3x10 mg/hari.
Penanganan hiperemesis gravidarum
meliputi pencegahan, mengurangi muntahmuntah,
koreksi
dehirasi
dan
ketidakseimbangan elektrolit, dan pemberian
vitamin dan kalori yang adekuat untuk
mempertahankan nutrisi.2
Selama terjadi mual dan muntah,
reseptor dopamin di lambung berperan dalam
menghambat motilitas lambung. Oleh karena
itu diberikan obat antagonis dopamin.
Antagonis dopamin yang dianjurkan adalah
proklorperazin,
promethazin,
dan
metoklorperamid. Metocloperamide bekerja
di sentral dan perifer. Obat ini menimbulkan
efek antiemetik dengan cara meningkatkan
kekuatan sfingter esofagus bagian bawah dan
menurunkan transit time pada saluran cerna,
dapat pula diberikan suplemen multivitamin,
antihistamin, dopamin antagonis, serotonin
antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang
dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti
piridoksin (vitamin B6).5
Bila penderita sudah dapat makan per
oral, modifikasi diet yang diberikan adalah
makanan dalam porsi kecil namun sering, diet
tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah
lemak, hindari suplementasi besi untuk
sementara, dan hindari makanan yang
emetogenik dan berbau yang dapat
menimbulkan rangsangan muntah. Pemberian
diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal
kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal
perharinya.2,3,6
Resusitasi cairan merupakan prioritas
utama,
untuk
mencegah
mekanisme
kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan
perfusi uterus. Selama terjadi gangguan
hemodinamik, uterus termasuk organ non
vital sehingga pasokan darah berkurang. Pada
kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi
yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena
kehilangan cairan (pure dehidration). Maka
tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu
mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume
normal, osmolaritas yang efektif, dan
komposisi cairan yang tepat untuk
keseimbangan asam basa. Pemberian cairan
untuk dehidrasi harus memperhitungkan
secara cermat berdasarkan berapa jumlah
cairan yang diperlukan, defisit natrium dan
kalium, dan ada tidaknya asidosis.3
Berikan cairan parenteral yang cukup
elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan
glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis
sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat
ditambahkan kalium dan vitamin, terutama
vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat pula
diberikan asam amino secara intravena
apabila terjadi kekurangan protein.3
Simpulan
Diagnosis hiperemesis gravidarum
tingkat 2 dan intervensi yang dilakukan pada
kasus ini disesuaikan dengan telaah beberapa
literatur. Penyebab hiperemesis gravidarum
pada kasus ini belum dapat diketahui secara
pasti namun terdapat faktor risiko yang telah
dinyatakan oleh beberapa yang menjadi
sumber acuan. Prinsip penatalaksanaan
hiperemesis gravidarum meliputi pencegahan,
mengurangi muntah-muntah, koreksi dehirasi
dan ketidakseimbangan elektrolit, dan
pemberian vitamin dan kalori yang adekuat
untuk mempertahankan nutrisi.
Daftar pustaka
1. Jueckstock JK, Kaestner R, Mylonas I.
Managing hyperemesis gravidarum: a
multimodal challenge. BMC Med. 2010;
8:46.
2. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi
ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2010.
3. Widayana A, Megadhana IW, Kemara KP.
Diagnosis
and
management
of
hyperemesis
gravidarum.
Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. 2013;
2(4):658-73.
4. Royal Cornwall Hospital NHS Trust. 2015.
Hyperemesis gravidarum (HG) / Severe
nausea and vomiting in Pregnancy (NVP) Clinical Guideline. Inggris: Royal Cornwall
Hospital NHS Trust; 2015.
5. Archer M, Steinvoort C, Larson B, Oderda
G. Antiemetics drug class review. Salt
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 133
Sugma Epri Setiawati | Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada Hyperemesis Gravidarum
6.
Lake: University of Utah College of
Pharmacy; 2014.
Verberg MF, Gillott DJ, Al-Fardan N,
Grudzinskas JG. Hyperemesis gravidarum,
a literature review. Hum Reprod Update.
2005; 11(5):527-39.
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 134
Download