Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8 Proses Pengolahan Lindi dengan Metode Elektrolisis * Chaydir Yashadi Abdullah , Arseto Yekti Bagastyo Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia, 1 [email protected] ,[email protected]* Abstrak Lindi merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses masuknya air ke dalam timbunan sampah sehingga dapat melarutkan unsur-unsur kimiawi termasuk materi organik hasil dekomposisi sampah. Secara umum, lindi memiliki kandungan senyawa organik, anorganik, maupun xenobiotik. Senyawa tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran air tanah maupun air permukaan bila tidak diolah dengan baik. Elektrolisis merupakan salah satu alternatif metode pengolahan yang dapat dipilih. Metode ini cukup sesuai untuk diterapkan karena tingginya kandungan ion-ion anorganik dalam lindi, sehingga efisiensi pengolahan dapat meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji kemampuan proses elektrolisis dalam menurunkan kandungan organik lindi dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu tegangan listrik dan konsentrasi elektrolit. Penelitian ini dilakukan melalui proses batch dengan 1 buah reaktor elektrolisis. Material stainless steel digunakan sebagai anoda dan tembaga sebagai katoda. Tegangan listrik yang diujikan yaitu 3 V; 4,5 V; dan 6 V serta kontrol (0 V). Konsentrasi elektrolit ditentukan dengan menambahkan NaCl sebesar 2 g NaCl dan dibandingkan dengan tanpa penambahan NaCl. Parameter yang dikaji meliputi konsentrasi ion klorida (Cl-), klorin terlarut (Cl2), pH, Total Dissolved Solid (TDS), dan Chemical Oxygen Demand (COD), serta kebutuhan energi spesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tegangan 3 V dengan penambahan 2 g NaCl, konsentrasi COD, konsentrasi Cl-, dan konsentrasi TDS yang dapat disisihkan masing-masing sebesar 80,9%, 56,9%, dan 24,2% setelah 240 menit proses elektrolisis. Sedangkan klorin terlarut yang terbentuk sebesar 1.604,4 mg Cl2/L pada pH terukur 9,97 dengan membutuhkan energi spesifik sebesar 4,7 kWh/m3. Kata kunci: elektrolisis, klorin, lindi, NaCl, tegangan listrik. 1. Pendahuluan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan area atau lokasi pemrosesan terakhir sampah yang ditimbulkan oleh suatu daerah, misalnya perkotaan. Salah satu permasalahan utama pengoperasian TPA adalah timbulnya lindi. Lindi merupakan limbah cair yang timbul akibat masuknya air ke dalam timbunan sampah dan bersifat melarutkan unsur-unsur kimiawi terlarut termasuk materi organik hasil dekomposisi (Hartati, 2007). Karakteristik dan komposisi lindi bergantung pada proses biologi dan kimia yang terjadi selama degradasi sampah, komposisi sampah, kepadatan curah hujan, laju perlokasi air tanah dan usia TPA (He dkk., 2005; Mahmoudkhani dkk., 2011). Senyawa tersebut berpotensi menimbulkan polusi, baik pada air tanah maupun air permukaan karena kandungan senyawa organik, anorganik, maupun xenobiotik, baik yang terlarut maupun tersuspensi yang cukup tinggi (Esplugas dkk., 2004). Menurut Lee dkk. (2010) menyebutkan bahwa polutan organik antara lain Biochemical Oxygen Demand (BOD5) dan Chemical Oxygen Demand (COD), sedangkan polutan anorganik seperti ion klorida, amonium, dan logam berat. Polutan xenobiotik pada lindi meliputi bakteri patogen, dioksin, dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH). Oleh karena itu diperlukan upaya pengolahan lindi sebelum masuk ke lingkungan. Dari berbagai metode pengolahan lindi, aplikasi elektrokimia yaitu elektrolisis dapat diterapkan untuk menurunkan kandungan organik dalam lindi melalui proses oksidasi (Deng dan Englehardt, 2007; Mussa dkk., 2013). Elektrolisis adalah seluruh proses pada air yang memerlukan energi berupa listrik agar kandungan air mengalami perubahan secara kimiawi (Riyanto, 2013). Melalui elektrolisis, kation dan anion dalam larutan dapat bergerak dan disisihkan dengan melibatkan proses oksidasi dan reduksi, misalnya anion terutama ion klorida 131 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8 akan teroksidasi menjadi klorin. Wang dkk. (2014) menyatakan bahwa aplikasi elektrolisis mempunyai kelebihan dalam menurunkan ion klorida hingga 93,5% dan mengkonversinya menjadi klorin atau gas klor sehingga sesuai untuk mengolah lindi bersalinitas. Selain itu, pengolahan dengan elektrolisis telah lama dipelajari sebagai metode purifikasi air maupun air limbah yang dianggap efektif karena mudah diterapkan baik secara operasional maupun pemeliharaan, dan terbukti dapat membunuh banyak jenis mikroorganisme, termasuk bakteri dan virus (Casteel dkk., 2000; Drees dkk., 2003). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas pengolahan secara elektrolisis antara lain: penggunaan katalisator, luas permukaan elektroda, sifat logam bahan elektroda, dan konsentrasi pereaksi (Farid dkk., 2012). Selain itu, kuat arus dan tegangan listrik dapat mempengaruhi kinerja elektrolisis karena tergantung dari spesifikasi sumber listrik (Topayung, 2011). Elektrolit pendukung (supporting electrolyte), berupa senyawa asam, basa maupun garam, sering ditambahkan ke larutan elektrolit untuk menghasilkan ion konduktivitas. Elektrolit pendukung tidak ikut bereaksi dalam reaksi yang terjadi di elektroda, namun dapat menurunkan hambatan listrik dalam larutan elektrolit secara perlahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konduktivitas adalah dengan menambahkan garam NaCl ke dalam elektrolit. Semakin tinggi konsentrasi NaCl yang ditambahkan, semakin besar pula konduktivitas atau daya hantar listrik (DHL) pada elektrolit. Semakin besar DHL, semakin kecil energi listrik yang dikonsumsi untuk proses elektrolisis (Mussa dkk., 2013). Selain itu, semakin tinggi konsentrasi NaCl, maka semakin tinggi konsentrasi klorin yang terbentuk sebagai oksidator sehingga dapat membantu meningkatkan efisiensi oksidasi senyawa organik (Deng dan Englehardt, 2007). Menurut Achmad (1992), reaksi yang terjadi dalam elektrolisis larutan yang mengandung NaCl berdasarkan pada persamaan (1)-(3) sebagai berikut. Reaksi anoda (+): 2Cl- (aq) Cl2 (g) + 2e(1) Reaksi katoda (-): 2H2O + 2e- H2 (g) + 2OH- (aq) (2) Reaksi sel: 2Cl (aq)+2H2O Cl2(g)+H2(g)+2OH (3) Kebutuhan energi listrik pada proses elektrolisis perlu diperhitungkan sebagai aspek kelayakan ekonomi. Kebutuhan energi listrik dapat dihitung melalui persamaan konsumsi energi spesifik (Anglada dkk., 2009). Perbandingan nilai konsumsi tersebut menjadi sangat penting untuk dibandingkan dengan biaya pengolahan yang dilakukan, terutama untuk pengolahan lindi bersalinitas (Errami dkk., 2013). Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji efektivitas klorin yang terbentuk dari penambahan NaCl dan efisiensi energi listrik yang dibutuhkan untuk mengolah lindi dengan metode elektrolisis. 2. Metode Penelitian 2.1 Karakteristik Awal Sampel Lindi Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium dengan menggunakan dua variabel (tegangan listrik dan konsentrasi elektrolit dengan dan tanpa penambahan NaCl) dan lima parameter terukur yaitu ion klorida (Cl-) dengan metode Argentometri Mohr, klorin terlarut (Cl2) dengan metode Iodometri, pH dan Total Dissolved Solid (TDS) dengan potensiometri, serta COD dengan metode closed reflux titrimetri mengacu pada metode standar (Greenberg dkk., 2005). Tabel 1: Hasil Uji Karakteristik Lindi TPA Ngipik Kab. Gresik Lindi Parameter pH TDS (mg/L) Klorida (mg/L) COD (mg/L) Tanpa Penambahan NaCl (0 g) 8,65 7.640 4.918 3.878,3 Dengan Penambahan 2 g NaCl 8,54 8.420 6.967,2 5.612,2 Sampel lindi didapatkan dari lokasi TPA Ngipik, Kabupaten Gresik. Elektrolisis dilakukan dengan mengolah lindi sebanyak 1 L dalam reaktor yang dioperasikan secara 132 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8 batch. Karakteristik awal sampel lindi dengan parameter uji pH, TDS, klorida, dan COD disajikan seperti pada Tabel 1 di atas. Lindi tanpa penambahan NaCl dan dengan penambahan 2 g NaCl masing-masing digunakan sebagai kontrol dan supporting electrolyte. Penambahan minimal 2 g NaCl meningkatkan karakteristik lindi menjadi bersalinitas setara air payau (Bugler dkk., 1993) menyesuaikan fluktuasi kondisi salinitas yang ada di sekitar lokasi TPA. Karakteristik lindi tanpa penambahan NaCl merupakan karakteristik lindi asli yang ada di dalam kolam penampungan lindi TPA Ngipik Kabupaten Gresik. Sedangkan karakteristik lindi setelah penambahan 2 g NaCl mengalami sedikit perubahan pada kandungan COD. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan gangguan ion klorida pada analisis COD. Walaupun demikian, dalam penelitian ini analisis COD telah diupayakan sedemikian rupa untuk mengurangi gangguan ion klorida, yaitu melakukan pengenceran sampel dan/atau menambahkan HgSO4 hingga memenuhi rasio HgSO4:Cl- yang ditentukan, yaitu 10:1. 2.2 Reaktor Penelitian Reaktor elektrolisis terbuat dari bahan aklirik dengan dimensi luar 24 cm x 9 cm x 2 cm dan dimensi dalam 20 cm x 5 cm x 2 cm. Elektrolisis ini dilengkapi dengan pompa sentrifugal, adaptor dengan maksimal arus 2A, elektroda stainless steel (anoda) dan tembaga (katoda) berukuran 15 cm x 5 cm, serta 1 L botol Duran sebagai feed tank lindi. Reaktor elektrolisis ini didesain secara tertutup dengan 1 kompartemen tanpa membran (Gambar 1). Hal ini bertujuan untukmengurangi hambatan internal sehingga dapat menghemat energi listrik. Selain itu, konfigurasi reaktor 1 kompartemen tersebut juga bertujuan untuk mengurangi peningkatan elektroklorinasi yang berlebih sehingga Cl2 yang terbentuk dapat direduksi kembali menjadi Cl dan menjaga konduktivitas lindi (Bagastyo dkk., 2014). Pembentukan oksidator Cl2 yang berlebihan dapat mengurangi efektifitas oksidasi kimiawi dalam mendegradasi zat organik (Bagastyo dkk., 2014). Gambar 1. Cara Pemasangan Reaktor 2.3 Pengoperasian Reaktor Elektrolisis Tegangan minimum yang diperlukan untuk elektrolisis lindi dapat diketahui dengan cara o menghitung besar potensial reduksi standar, E (Volt), pada reaksi sel berdasarkan persamaan (1)-(3) di atas. Berdasarkan perhitungan didapatkan bahwa tegangan minimal yang diperlukan agar o o o semua kemungkinan pembentukan gas bisa terjadi yaitu 2,19 V (E sel= E (2) - E (1)= -0,83 V – (+1,36 V)= -2,19 V). Penelitian Abdel-Aal dan Hussein (1993) menjelaskan bahwa gas klorin pada elektrolisis larutan NaCl pekat akan terbentuk dengan tegangan yang diberikan sebesar 34,5 V. Oleh karena itu dalam penelitian ini, tegangan listrik yang diuji adalah sebesar 3V dan 133 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8 dua variasi tegangan kelipatannya yaitu 4,5 V dan 6V. Masing-masing tegangan listrik tersebut diujikan pada setiap 1 L lindi yang dipompakan secara resirkulasi ke dalam reaktor (volume efektif reaktor = 200 mL). Sampel sebanyak 20 mL diambil pada menit ke-30, 60, 90, 120, 180, dan 240 untuk kemudian dilakukan analisis parameter. Selama proses elektrolisis, kuat arus listrik juga diukur untuk dapat menghitung kebutuhan energinya. Menurut Anglada dkk. (2009), 3 kebutuhan energi dapat dihitung sebagai konsumsi energi spesifik (W, kWh/m ) pada persamaan (4) yang secara langsung berkaitan dengan tegangan listrik tertentu (V, Volt), Arus (I, Ampere), waktu operasi (t, hour) tiap satuan volume elektrolit (v, Liter) sebagai berikut: × × = (4) 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Penyisihan Klorida dan Pembentukan Klorin Berdasarkan penjelasan pada persamaan (1), penyisihan klorida terjadi pada anoda melalui proses oksidasi menghasilkan klorin,baik terlarut maupun dalam bentuk bebas (Achmad, 1992). Pada persamaan (2), secara umum reaksi reduksi pada katoda menghasilkan gas H2. Selain itu, dengan adanya klorin yang terbentuk, maka dapat dimungkinkan bahwa klorin tersebut akan tereduksi menjadi ion Cl walaupun secara kinetik reaksi tersebut berjalan lambat (Deng dan Englehardt, 2007; Bagastyo dkk., 2014). Gambar 2 dan Gambar 3 di bawah ini menunjukkan hasil bahwa pembentukan klorin sangat bergantung pada tingkat penyisihan klorida selama berlangsungnya proses elektrolisis. - Gambar 2. Persentase Penyisihan Cl dan Pembentukan Cl2 pada Elektrolisis Lindi Tanpa Penambahan NaCl (0 g) - Gambar 3. Persentase Penyisihan Cl dan Pembentukan Cl2 pada Elektrolisis Lindi Dengan Penambahan 2 g NaCl Secara umum, semakin besar tegangan listrik dan dengan penambahan NaCl, maka semakin besar pula penyisihan ion klorida dalam proses elektrolisis lindi. Penyisihan maksimum, yaitu 60% terhadap ion Cl ditunjukkan setelah menit ke-240 proses elektrolisis lindi tanpa penambahan NaCl dengan tegangan listrik sebesar 6V (Gambar 2). Bila ditambahkan 2 g 134 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8 - NaCl (Gambar 3), persentase penyisihan ion Cl sedikit lebih rendah, yaitu 50-58%, pada voltase 3-4,5V walaupun konsentrasi ion Cl yang tersisihkan lebih besar. Sedangkan pada voltase 6V, penyisihan ion Cl hanya mencapai 30% pada akhir elektrolisis. Hal ini dimungkinkan terjadi karena penambahan elektrolit menaikkan tingkat kejenuhan ion Cl dalam lindi sehingga pada tegangan listrik yang lebih tinggi, tingkat penyisihan ion Cl menurun (Bard dan Faulkner, 2001). Pada Gambar 2 dan Gambar 3 dapat dilihat bahwa pembentukan klorin terlarut fluktuatif dari menit ke menit, namun secara umum pada voltase yang lebih tinggi, persentase pembentukan klorin lebih besar. Hasil ini juga menunjukkan bahwa pembentukan klorin tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi klorida, tetapi dipengaruhi juga oleh kuat arus listrik termasuk konduktivitas larutan (Quan dkk.,2013). Lebih lanjut lagi, konsentrasi klorida yang berlebihan dalam suatu elektrolit tidak selamanya menghasilkan konsentrasi klorin yang tinggi pula. Produksi klorin pada proses elektrolisis lebih dipengaruhi oleh kuat arus listrik daripada konsentrasi klorida (Quan dkk., 2013). 3.2 Pembentukan Klorin dan Penurunan Konsentrasi COD Senyawa Cl2 yang terbentuk selama proses elektrolisis lindi secara tidak langsung mempengaruhi tingkat penurunan konsentrasi COD. Hal ini dijelaskan dengan adanya peran klorin yang terbentuk tersebut sebagai oksidator yang mampu mendegradasi senyawa organik. Klorin tersebut dapat hadir dalam bentuk produk sampingan berupa gugus hipoklorit, seperti kalsium hipoklorit, merupakan oksidator kuat untuk polutan organik (Hasan, 2006; Deng dan Englehardt, 2007). Akan tetapi, bila terdapat klorin yang berlebih, selain dihasilkan senyawa organik terdegradasi, konversinya menjadi senyawa organik terklorinasi juga kemungkinan besar dapat terjadi. (Hasan, 2006; Bagastyo dkk., 2014). Gambar 4. Konsentrasi Klorin Terlarut dan COD pada Elektrolisis Lindi Tanpa Penambahan NaCl (0 g) Gambar 5. Konsentrasi Klorin Terlarut dan COD pada Elektrolisis Lindi Dengan Penambahan 2 g NaCl Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan konsentrasi klorin yang terbentuk dan persentase penyisihan COD selama proses elektrolisis lindi. Penyisihan COD lebih besar diperoleh dengan adanya penambahan 2 g NaCl (Gambar 5). Hal ini dimungkinkan karena pengaruh kondisi pH selama proses elektrolisis. Penyisihan COD lebih bergantung pada senyawa hipoklorit (HOCl) sebagai oksidator kuat daripada klorin yang terlarut dalam lindi (Chiang dkk., 1995). Produksi 135 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8 HOCl akan berkurang signifikan pada saat nilai pH≥10 (Deborde dan von Gunten, 2008). Oleh karena itu, pada kondisi pH≥10 secara teoritis merupakan kondisi dimana proses elektrolisis berkurang efektifitasnya dalam penyisihan COD (Tabel 4). Selain itu, Gambar 4 juga menunjukkan bahwa lebih rendahnya konsentrasi NaCl dalam lindi dapat mengurangi kemampuan proses elektrolisis pada anoda. Tanpa elektrolisis, pembentukan oksigen pada anoda tidak dapat terjadi (Errami dkk., 2013). Oleh karena itu, penambahan 2 g NaCl dianggap mampu mendukung proses elektrolisis lindi untuk meningkatkan kemampuan penyisihan COD. 3.3 Kebutuhan Energi Spesifik pada Elektrolisis Lindi Kelayakan proses elektrokimia/elektrolisis tidak hanya ditentukan dari efektifitas penurunan konsentrasi polutan, tapi juga dari efisiensi pengolahan berdasarkan konsumsi energi spesifik (Anglada dkk., 2009). Seperti terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3, arus listrik seiring waktu proses elektrolisis mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan adanya penurunan TDS, sehingga dengan tegangan listrik yang dijaga tetap, hambatan arus meningkat. Selain itu, hasil pengukuran arus listrik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang substansial dengan adanya penambahan elektrolit NaCl (lihat hasil 3V), sedangkan kuat arus relatif akan lebih besar pada awal 90 menit proses elektrolisis dengan adanya peningkatan tegangan listrik. Hal ini berarti bahwa peningkatan hambatan arus akibat 20-30% penurunan TDS tidak memberikan penurunan kuat arus yang substansial. Di sisi lain, penurunan TDS hingga 68% secara umum akan mengakibatkan penurunan kuat arus karena hambatan yang naik (Bard dan Faulkner, 2001). Sehingga, pada akhirnya akan mengurangi efisiensi pengolahan, berupa degradasi organik karena mobilitas ion berkurang termasuk penurunan tingkat degradasi organik oleh oksidator klorin terbentuk, walaupun telah ditambahkan elektrolit NaCl. Oleh karena itu, konsumsi energi spesifik proses elektrolisis lindi dalam penelitian ini berada pada rentang 2-7 kWh/m3 (tegangan listrik 3V dan 4V), dan pada rentang 5-9 kWh/m3 (tegangan listrik 6V). Tabel 2: Pengukuran Kuat Arus, Perhitungan Kebutuhan Energi dan Persentase Penyisihan TDS selama Elektrolisis Lindi Tanpa Penambahan NaCl (0 g) Waktu Elektrolisis (menit) 0 30 60 90 120 180 240 3V %penurunan TDS 0 1,0 2,2 3,4 5,2 13,9 22,9 I (A) 0 1,35 1,11 1,03 0,87 0,53 0,39 4,5V W (kWh/ 3 m ) 0 2,0 3,3 4,6 5,2 4,8 4,7 %penurunan TDS 0 1,3 2,3 3,9 6,4 14,0 25,0 I (A) 0 1,54 1,22 0,93 0,77 0,34 0,32 6V W (kWh/ 3 m ) 0 3,5 5,5 6,3 6,9 4,6 5,8 %penurunan TDS 0 1,8 2,5 13,4 15,1 20,4 25,7 I (A) 0 1,60 1,41 1,07 0,76 0,43 0,38 W (kWh/ 3 m ) 0 4,8 8,5 9,6 9,1 7,7 9,1 Tabel 3: Pengukuran Kuat Arus, Perhitungan Kebutuhan Energi dan Persentase Penyisihan TDS selama Elektrolisis Lindi Dengan Penambahan 2 g NaCl Waktu Elektrolisis (menit) 0 30 60 90 120 180 240 3V %penurunan TDS 0 12,1 16,5 17,5 20,5 22,8 24,2 I (A) 0 1,50 1,41 1,04 0,80 0,50 0,32 4,5V W (kWh/ 3 m ) 0 2,1 3,4 4,6 5,1 4,7 4,4 %penurunan TDS 0 8,3 13,1 14,8 24,0 35,3 36,5 I (A) 0 1,54 1,22 0,93 0,77 0,34 0,32 6V W (kWh/ 3 m ) 0 3,5 5,5 6,3 6,9 4,6 5,8 %penurunan TDS 0 32,1 42,9 50,0 54,6 63,5 68,1 I (A) 0 1,60 1,41 1,07 0,76 0,43 0,38 W (kWh/ 3 m ) 0 4,8 8,5 9,6 9,1 7,7 9,1 Semakin tinggi tegangan listrik yang diberikan, semakin besar energi yang dibutuhkan dalam proses akhir elektrolisis lindi (menit ke-240). Dari Tabel 2 dan Tabel 3 serta Gambar 4 dan Gambar 5, penambahan NaCl sebagai supporting electrolyte lebih berperan dalam 136 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8 meningkatkan kemampuan elektrolisis (degradasi organik) dibandingkan menurunkan kebutuhan energi. Selain itu, adanya peningkatan tegangan listrik dari 3V ke 6V lebih cenderung berperan untuk meningkatkan persentase penurunan TDS (terlebih lagi pada penambahan 2 g NaCl) dibandingkan penurunan konsentrasi COD. Hal ini menunjukkan bahwa energi listrik lebih banyak dikonsumsi dalam proses untuk mengoksidasi ion-ion terlarut selain Cl- pada anoda ataupun proses reduksi pada katoda membentuk produk sampingan, misalnya ion radikal bebas di sisi anoda dan gas hidrogen di sisi katoda. Dalam menentukan proses yang optimum, keseluruhan parameter dibandingkan untuk hasil elektrolisis pada menit ke-240 (Tabel 4). Hasil optimum ditunjukkan oleh tegangan listrik optimum yaitu 3V dengan penambahan konsentrasi 2 g NaCl. Hal ini berdasarkan pada hasil penyisihan COD maksimum sebesar 80,9% dengan kebutuhan energi terkecil yaitu 4,7 kWh/m3. Walaupun hanya 24% TDS tersisihkan, namun produksi klorin terlarut mencapai 1.604,4 mg/L yang berada pada bentuk HOCl (oksidator klorin terkuat) dengan pH proses ≤ 10. Tabel 4: Perbandingan Keseluruhan Hasil Elektrolisis Lindi pada Menit ke-240 Lindi Aspek penentu Tanpa Penambahan NaCl (0 g) 3V 4,5V Dengan Penambahan 2 g NaCl 6V 3V 4,5V 6V pH 9,88 9,86 9,84 9,97 10,25 12,19 Penyisihan TDS (%) 22,9 25,0 25,7 24,2 36,5 68,1 Penyisihan klorida (%) 44,6 45,8 64,9 56,9 48,5 28,2 Penyisihan COD (%) 48,4 50,7 52,0 80,9 23,8 23,7 886,3 922,0 1.170,0 1.604,4 1.270,8 886,3 4,7 5,8 9,1 4,7 5,8 9,1 Produksi klorin terlarut (mg/L) Kebutuhan energi (kWh/m³) 4. Kesimpulan Tegangan listrik dan penambahan konsentrasi NaCl berpengaruh terhadap efektifitas proses elektrolisis lindi. Kemampuan elektrolisis lindi paling efektif didapat pada kondisi tegangan listrik 3V dengan penambahan 2 g NaCl, yaitu 80,9% dari konsentrasi COD dapat diturunkan, 56,9% konsentrasti Cl- dapat disisihkan, dan 24,2% TDS diturunkan setelah proses elektrolisis selama 240 menit. Keseluruhan proses optimum elektrolisis tersebut membutuhkan energi spesifik terhitung yaitu sebesar 4,7 kWh/m3. Klorin terlarut yang terbentuk sebesar 1.604,4 mg Cl2/L pada pH 9,97 memberikan peran terhadap penurunan konsentrasi COD. 5. Penghargaan Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik atas izin yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga berterima kasih kepada staf TPA Ngipik, terutama Bapak Raziq atas bantuan dalam pendampingan untuk survei lapangan dan pengambilan sampel lindi. 6. Pustaka Abdel-Aal, H. K. dan Hussein, I. A. (1993). Parametric study for saline water electrolysis: part III-precipitate formation and recovery of magnesium salts. International Journal Hydrogen Energy. 18(7), 553-556. Achmad, H. (1992). Elektrokimia dan kinetika kimia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 92-105. Anglada, A., Urtiaga, A., dan Ortiz, I. (2009). Contribution of electrochemical oxidation towaste-water treatment: fundamentals and review of application. Society in Chemical Industry. 84, 1747-1755. Bagastyo, A. Y., Batstone, D. J., Kristiana, I., Escher, B. I., Joll, C., dan Radjenovic, J. (2014). Electrochemical treatment of reverse osmosis concentrate on boron-doped electrodes in undivided and divided cell configurations. Journal of Hazardous Materials. 279, 111-116. Bard, A. J. dan Faulkner, L. R. (2001). Electrochemical methods: fundamental and application. USA: John Wiley & Sons, Inc. 137 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8 Bugler, A. J., Monaco, M. E., dan McCormick-Ray, M. G. (1993). Biologically-based estuarine salinity zones derived from multivariate analysis. Estuaries Journal. 16, 311-322. Casteel, M. J., Sobsey, M. D., dan Arrowood, M. J. (2000). Inactivation of Cryptosporidium parvum oocysts and other microbes in water and wastewater by electrochemically generated mixed oxidants. Water Science and Technology. 41 (7), 127-134. Chiang, L.C., Chang, J.E., dan Wen, T.C. (1995). Indirect oxidation effect in electrochemical oxidation treatment of landfill leachate. Water Research.29(2), 671-678. Deborde, M. dan von Gunten, U. (2008). Reactions of chlorine with inorganic and organic compounds during water treatment-kinetics and mechanisms:a critical review. Water Research. 42, 13-51. Deng, Y. dan Englehardt, J.D. (2007). Electrochemical oxidation for landfill leachate treatment. Waste Management.27(3), 380-388. Drees, K. P., Abbaszadegan, M., dan Maier, R.M. (2003). Comparative electrochemical inactivation of bacteria and bacteriophage. Water Research. 37, 2291-2300. Errami, M., Salghi, R., Zarrouk, A., Zougagh, M., Zarrok, H., Hammouti, B., dan Al-Deyab, S. S. (2013). Electrochemical treatment of wastewater industrial cartons. International Journal of Electrochemical Science. 8, 12672-12682. Esplugas, S., Contreas, S. dan Ollis, D. F., (2004). Engineering aspects of the integration of chemical and biological oxidation: simule mechanistic models for the oxidation treatment. Journal of Environmental Engineering. 180(90). Farid, M. R. R., Soehartanto, T., dan Suprapto. (2012). Perancangan dan pembuatan alat pemroduksi gas Brown dengan metode elektrolisis berskala laboratorium. Jurnal Teknik Pomits. 1 (1), 1-4. Greenberg, A. E., Trussell R. R., dan Clesceri, L. S. (2005). Standard methods for the examination of water and wastewater. Washington: APHA. Edisi 21. 1362 hal. Hartati, E. (2007). Studi pengolahan kandungan ion logam (Fe, Mn, Cu, Zn) lindi sampah oleh zeolit. Jurnal Sains MIPA. 13(1). Hasan, A. (2006). Dampak penggunaan klorin. Jurnal Teknik Lingkungan. P3TL-BPPT. 7(1), 90-96. He, P. J., Feng, X. W., Qu, X., Li, G. J., dan Lee, D. J. (2005). Effect of feed solutions on refuse hydrolisis and landfill leachate characteristic. Chemosphere. 59 (6), 837-844. Lee, A. H., Nikraz, H., dan Hung, Y. T. (2010). Influence of waste age on landfill leachate quality. International Journal of Environmental Science and Development. 1 (4), 347-350. Mahmoudkhani, R., Hassani, A. H., Borghei, S. M., dan Torabian, A. (2011). Study on anaerobic landfill leachate treability by membrane bioreactor. International Conference on Biology, Environment and Chemistry (IPCBEE).1, 5-9. Mussa, H. Z., Othman, M. R., Abdullah, P., dan Nordin, N. (2013). Decolorization of landfill leachate using electrochemical technique. International Journal Chemical Science. 11 (4). Quan, X., Cheng, Z., Chen, B., dan Zhu, X. (2013). Electrochemical oxidation of recalcitrant organic compounds in biogically treated municipal solid waste leachate in a flow reactor. Journal of Environmental Sciences. 25(10), 2023-2030. Riyanto. (2013). Elektrokimia dan aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu, 1-7. Topayung, D. (2011). Pengaruh arus listrik dan waktu proses terhadap ketebalan dan massa lapisan yang terbentuk pada proses elektroplating pelat baja. Jurnal Ilmiah Sains. 11 (1). Wang, J., Li, H., Li, A., Shuang, C., dan Zhou, Q. (2014). Dissolved organic matter removal by magnetic anion exchange resin and released ion elimination by electrolysis. Chemical Engineering Journal. 253, 237-242. 138