Potensi Penggunaan Tumbuhan Air sebagai Water Purifier Limbah

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri cangkang kapsul adalah industri di
bidang farmasi yang memproduksi kapsul
kosong. Kegiatan industri ini menghasilkan
limbah cair maupun limbah padat. Limbah cair
berasal dari limbah proses produksi maupun
limbah domestik (sanitasi dan toilet). Limbah
cair tersebut mengandung bahan-bahan organik
seperti sisa gelatin dari proses produksi, sisa
makanan dari pencucian di kafetaria, dan
buangan toilet. Selain itu limbah tersebut
mengandung bahan-bahan anorganik seperti sisa
pewarna kapsul dan sisa deterjen dari kafetaria.
Tanpa melalui proses pengolahan, limbah
industri seperti limbah cair dari industri
cangkang kapsul
berpotensi
mencemari
lingkungannya. Sisa-sisa gelatin dalam limbah
dapat merupakan sumber pencemar amonia yang
berasal dari dekomposisi protein (Masui et al.
1999). Selain itu dekomposisi bahan organik
(gelatin dan lainnya) oleh mikroorganisme juga
dapat menurunkan Chemical Oxygen Demand
(COD) dalam perairan (Khiatuddin 2003),
sementara limbah deterjen dapat menambahkan
banyak unsur fosfor (P) dalam perairan (Fardiaz
1992).
Upaya
mengurangi
pencemaran
lingkungan dari limbah industri, umumnya pihak
industri telah melakukan pengolahan limbah.
Proses pengolahan limbah cair dilakukan
melalui proses-proses fisik, kimia dan biologi
(Sugiharto 1987). Limbah cair yang telah
melalui proses pengolahan menunjukkan
kualitas air secara fisik lebih baik (lebih jernih)
dan tidak ada bahan-bahan padatan. Namun
demikian, secara kimia kualitas limbah cair yang
melalui proses pengolahan sering kali masih
mengandung
bahan-bahan
yang
dapat
mengurangi kualitas air. Sebagai contoh nilai
klorin dalam limbah cair PT Capsugel Indonesia
setelah melalui proses pengolahan (di bak outlet)
berkisar 0.03-0.05 ppm (PT Capsugel 2010).
Nilai ini dibawah nilai ambang batas maksimal
kandungan klorin yang diperbolehkan ada di air
limbah yaitu 1 ppm (Keputusan Gubernur Jawa
Barat No.6 Tahun 1999). Namun demikian
limbah cair di bak outlet dengan kadar klorin
tersebut belum memenuhi kriteria air golongan
C yaitu air yang dapat digunakan untuk
kehidupan hewan air seperti ikan dan biota air
lainnya. Konsentrasi klorin maksimum dalam air
golongan C adalah 0.003 ppm (Kementerian
KLH 1988a).
Kehidupan hewan air seperti ikan dan biota
lainnya terganggu ketika ada penambahan klorin
ke dalam air, yang biasa disebut klorin bebas.
Klorin bebas menyebabkan peningkatan
konsentrasi hemoglobin pada ikan (Christensen
et al. 1977), sehingga dapat menurunkan
tekanan oksigen dalam darah arteri yang akan
menyebabkan gangguan penyerapan oksigen
oleh insang (Alan 1987). Menurut Capuzzo et
al. (2003) klorin bebas dan suhu berpengaruh
terhadap kehidupan larva lobster.
Klorin adalah bahan kimia yang
ditambahkan dalam proses pengolahan limbah
untuk mengurangi konsentrasi amonia dan
warna yang tersisa dalam efluen. Hasil proses
pengolahan limbah cair di PT Capsugel
Indonesia masih mengandung 0.08 mg/l amonia
dan 8 mg/l nitrat (PT Capsugel 2010). Nilai
tersebut di atas batas yang diperbolehkan ada di
perairan golongan A, yaitu air yang
diperuntukan sebagai air minum tanpa
pengolahan (Kementerian KLH 1988b). Selain
itu nitrat dalam jumlah banyak di perairan dapat
menyebabkan eutrofikasi. Menurut Effendi
(2003) kadar nitrat di atas 5 mg/l di perairan
dikategorikan sebagai perairan eutrofik. Perairan
eutrofik ini dapat menunjukkan dampak yang
tidak diinginkan, termasuk pertumbuhan
ganggang yang berlebihan (Smith 1998) dan
terjadinya populasi bentik alga diperairan (Biggs
2000). Dekomposisi ganggang berlebihan dapat
mengakibatkan penurunan oksigen yang pada
gilirannya dapat menyebabkan kematian pada
ikan (Carpenter et al. 1998, Smith 1998).
Eutrofikasi dapat menyebabkan meningkatnya
populasi ganggang beracun dan menyebabkan
air laut berwarna cokelat kemerahan (Red
Tides), sehingga dapat menimbulkan keracunan
pada kerang dan kematian pada ikan-ikan di laut
(Anderson 1994). Masalah lain yang terkait
dengan eutrofikasi adalah pemusnahan tanaman
asli (Gleick 1998, Smith 1998), hilangnya
keanekaragaman hayati (NRC 1993, Smith
1998), dan kematian terumbu karang (Smith
1998).
Kemampuan
tumbuhan
air
dalam
membersihkan limbah cair (water purifier)
akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian.
Menurut Stowell et al. (1980), secara umum
tumbuhan air memiliki kemampuan untuk
menetralisir komponen-komponen tertentu di
dalam perairan, dan hal tersebut sangat
bermanfaat dalam proses pengolahan limbah
cair. Beberapa contoh tumbuhan air yang telah
digunakan sebagai water purifier adalah kayu
apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia
natans) dan kiapung (Azolla pinnata). Kayu apu
dan kiambang dapat menurunkan total N hampir
50% dan total P lebih dari 50% dalam perairan
(Henry-Silvia & Camargo 2006). Selain itu
penggunaan kayu apu dalam penyerapan
kromium (Ulfin 2005). Kiapung sudah umum
digunakan untuk pupuk hijau (Arifin 2003).
Beberapa penelitian menunjukkan kiapung
mampu menyerap logam berat seperti Pb
(Juhaeti & Syarif 2003).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi
tiga jenis tumbuhan air sebagai water purifier
limbah pabrik cangkang kapsul. Selain itu
penelitian ini juga bertujuan mengamati
Download