BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Rumus kimia dari air adalah merupakan perpaduan dua atom H (hidrogen) dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau rumus molekul H2O. Air yang berada dialam ditemukan dengan wujud padat, cair, dan gas. Pada tekanan atmosfer (76 cmHg) dan didinginkan sampai 0 . Dalam keadaan normal (murni), air bersifat netral dan dapat melarutkan berbagai zat. Air akan pecah menjadi unsur H dan O pada suhu 2500 (Manik, 2009). Air di dalamnya biasanya logam berikatan dalam senyawa kimia atau dalam bentuk ion, bergantung pada kompartemen tempat logan tersebut berada. Tingkat kandungan logam pada setiap kompartemen sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen dan tingkat pencemarannya. konsentrasi logam dalam air dan biota yang hidup didalamnya telah banyak dilaporkan, biasannya tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang dan nonpolusi. Perairan dengan tingkat polusi berat biasannya memiliki kandungan logam berat dalam air, dan organisme yang hidup didalamnya cukup tinggi. Polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup didalamnya berada dalam batas marjinal, sedangkan pada tingkat nonpolusi, kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya sangat rendah, bahkan tidak terdeteksi (Darmono, 2001). 2.2 Pencemaran Air Pencemaran air adalah masuknya bahan yang tidak diinginkan kedalam air (oleh kegiatan mausia dan atau secara alami) yang mengakibatkan turunnya kualitas air tersebut sehingga tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran air tidak hanya menimbulkan dampak negatif terhadap makhluk hudup, tetapi juga mengakibatkan ganguan estetika, seperti air yang mengandung minyak atau bahan lain yang mengapung. Bahan pencemar yang masuk ke suatu perairan biasanya merupakan limbah suatu aktivitas (Manik, 2009). Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar air dibedakan sebagai: 1. Limbah domestik ( limbah rumah tangga, perkantoran, pertokoan, pasar, dan pusat perdagangan) 2. Limbah industri, pertambangan, dan transportasi 3. Limbah laboratorium dan rumah sakit 4. Limbah pertanian dan peternakan 5. Limbah pariwisata (Manik, 2009). Kekeruhan dan warna dapat terjadi karen adanya zat-zat koloid berupa zat-zat yang terapung serta terurai secara halus, kehadiran zat organik, lumpur atau karena tingginya kandungan logam besi dan mangan. Amonia dalam air dapat berasal dari adanya rembesan dari lingkungan yang kotor, dari salurn air pembuangan domestik. Amonia terbentuk karena adanya pembusukan zat organik secara bakterial atau karena adanya pencemaran pertanian. Senyawa besi dan mangan sangat umum terdapat dalam tanah dan mudah larut dalam air terutama bila bersifat asam (Kodoatie dan Robert, 2010). Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau standar yang dapat diamati melalui: 1. adanya perubahan suhu air 2. adanya perubahan pH atau konentrasi ion Hidrogen 3. adanya perubahan warna, bau, dan rasa air 4. timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut 5. adanya mikroorganisme 6. meningkatnya radioaktivitas air lingkungan (Wardhana, 1995). Pencemaran yang berasal dari rumah tangga (umumnya dalam bentuk pencemar organik), atau yang berasal dari pabrik, industri serta kegiatan lainnya (umumnya dalam bentuk pencemar non organik) kalau mengenai badan air (sungai, danau, dan sebagainya), akan menyebabkan penurunan terhadap kualitas dan kesehatan air. Sumber air tersebut secara langsung tidak dapat digunakan untuk kepentingan rumah tangga, kalaupun dapat harus melalui pengolahan terlebih dahulu, yang tentu saja ada biaya pengolahan yang mungkin besar, bergantung kepada nilai pencemarannya. Pencemaran lain yang secara tidak langsung membawa akibat terhadap krisis air adalah yang diakibatkan oleh pencemaran udara yang berbentuk senyawa penyebab penipisan lapisan ozon (O3) di udara, atau penyebab efek rumah kaca, secara langsung akibatnya akan terasa oleh penduduk bumi, yaitu peningkatan panas bumi (Suriawiria, 2005). 2.3 Mikroorganisme didalam Air Bakteri umumnya uniseluler/ sel tunggal, tidak mepunyi khlorofil, berkembang biak dengan pembelahan sel secara transversal atau biner. Bakteri hidup bebas secara kosmopoltan dimana-mana, khususnya di udara, ditanah, di dalam air, pada bahanbahan makanan, pada tubuh manusia, hewan ataupun tumbuhan., ada pula yang hidup besimbiosis dengan jasad-hidup lain, baik hewan ataupun tanaman. Bakteri sifat hidupnya secara umum adalah saprofitik pada sisa/buangan hewan ataupun tanaman ynag sudah mati, tetapi banyak juga yang parasitik pada hewan, manusia dan tanaman dengan menyebabkan banyak jenis penyakit. Bakteri termasuk kedalam divisi Schizophyta yang terbagi kedalam beberapa kelas, antara lain Pseudomonadales, Chlamydobacteriales, Eubacteriales, Actinomycetales, Spirochetales dan Rickettsiales (Suriawiria, 1996). Mikroba yang terdapat di dalam suatu tempat dapat langsung mempengaruhi lingkungannya, baik lingkungan fisik, lingkungan kimia ataupun lingkungan biologisnya. Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan sifat fisiologi mikroorganisme. Golongan bakteri ada yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan, sehingga cepat dapat menyesuaikan dengan golongan baru, ada pula golongan mikroorganisme yang sama sekali peka terhadap perubahan lingkungan hingga tidak dapat menyesuaikan diri. Faktor lingkungan penting artinya di dalam usaha mengendalikan kegiatan mikroorganisme, baik untuk kepentingan dan proses ataupun pengendalian air (Suriawiria, 1996). Faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, yaitu: 1. Temperatur Pada umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikroorganisma terletak antara 0oC dan 90oC, sehingga untuk masing-masing mikroorganisme dikenal nilai temperatur minimum, optimum dan maksimum. Temperatur minimum suatu jenis mikroorganisma ialah nilai paling rendah di mana kegiatan mikroorganisma masih berlangsung. Temperatur optimum adalah nilai yang paling sesuai/ baik untuk kehidupan mikroorganisma. Temperatur maksimum adalah nilai tertinggi yang masih dapat digunakan untuk aktivitas mikroorganisma, tetapi pada tingkatan fisiologi yang paling minimal. 2. Kelembaban Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi di atas 85%, sedang untuk jamur dan aktinomiset diperlukan kelembaban yang rendah di bawah 80%. 3. Tekanan Osmosa Pada umumnya larutan hipertonis menghambat pertumbuhan, karena dapat menyebabkan plasmolisa. Bakteri memerlukan nilai pH antara 6,5-7,5, ragi antara 4,0-4,5, sedang jamur dan aktinomiset tertentu mempunyai daerah pH yang luas. 4. Logam Berat Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, Zn, Li dan Pb walaupun pada kadar yang sangat rendah akan bersifat toksis terhadap mikroorganisma, karena ion-ion logam berat dapat bereksi dengan gugusan senyawa sel. 5. Radiasi Cahaya mempunyai daya merusak kepada sel mikroorganisme yang tidak mempunyai daya merusak kepada sel mikroorganisme yang tidak mempunyai pigmen fotosintesa. Cahaya dengan gelombang pendek dapat berpengaruh terhadap jasad hidup. 6. Tegangan Muka Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaanya akan menyerupai membran yang elastis, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme. 7. Tekanan Hidrostatik dan Mekanik Tekanan yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya beberap reaksi kimia, pengecilan volume koloid organik anzim, molekul dan juga menaikkan viskositas cairan serta disosiasi elektrolit. Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri: 1. Bebas Hama Hewan percobaan yang bebas mikroorganisma disebut mengalami kehidupan aksenik atau tanpa benda-benda asing 2. Asosiasi Simbiosa adalah asosiasi di antara dua atau lebih jasad, di mana sedikitnya satu jenis mendapat keuntungn, sedang jenis lainnya mengalai kerugian, atau mungkin keuntungan (Suriawiria, 1996). 2.4 Persyaratan Air 2.4.1 Persyaratan Biologis untuk Air Ditentukan baik oleh kehadiran mikroorganisme yang patogen, maupun juga yang nonpatogen. Mikroorganisme nonpathogen secara relatif tidak berbahaya bagi kepentingan kesehatan, namun karena golongan ini sering dalam jumlah berlebihan dapat mempengaruhi rasa , bau dan lain-lain, timbal balik justru dapat berakibat menyulitkan pengelolaan air (water treatment) (Ryadi, 1984). Mikroorganisme koliform yang ada di dalam air sekalipun tidak patogen, pada saat ini masih tetap digunakan sebagai indikator untuk mengetahui sejauh mana air telah terkontaminasi oleh bahan-bahan buangan organik, khususnya bahan-bahan fekal. Dasar penggunan indikator koliform ini adalah bahwa secara karakteristik bakteri ini adalah merupakan penghuni tetap feses dan sebaliknya feses manusia merupakan media penyebaran dari beberapa jenis bakteri patogen, khususnya bila feses ini berasal dari orang-orang yang disebut karier (Ryadi, 1984). Persyaratan higenis kadar e-coli yang diperbolehkan tergantung pada media cairan. Jenis koliform ini pada umunya bersifat aerob, dan hanya sedikit secara fakultatif anaerob, merupakan gram negatif, serta tidak membentuk spora, berbentuk rod shape (lonjong), dan mengadakan fermentasi dengan laktosa dalam waktu 48 jam pada temperatur 35oC. 2.4.2 Persyaratan Fisis untuk Air Ditentukan oleh faktor kekeruhan (turbidity), warna, bau (odor) maupun rasa. Dari keempat indikator tersebut, hanya bau saja penilaiannya ditentukan secara subyektif, dengan jalan air diencerkan secara berturut-turut sampai pengeenceran berapakah ia masih tetap bau pada larutan yang paling encer. Jumlah pengenceran itu akan merupakan angka bau (odor number) dari air yang diperiksa (Ryadi, 1984). 2.4.3 Persyratan Kimia untuk Air Bahan-bahan kimia pada umumnya mudah larut dalam air, maka tercemarnya air oleh bahan-bahan kimia yang terlarut khususnya timbal balik perlu dinilai kadarnya untuk mengetahui sejauh mana bahan-bahan terlarut itu mulai dapat dikatakan membahayakan eksistensi organisme maupun mengganggu bila digunakan untuk suatu keperluan (misalnya untuk air industri/ water processing) (Ryadi, 1984). Flor sebagai contoh adalah unsur yang penting, hadirnya didalam air minum masih harus memenuhi persyaratan kadar maksimal yang diperbolehkan dan kadar minimal yang di perlukan. Hasil pengamatan dalam epidemilogi suatu penyakit gigi di Amerika yang menggunakan kadar alamiah flour antara 3-8 mg/liter ternyata telah menimbulkan kelainan gigi berupa kerusakan email, dan kelainan-kelainan warna (Ryadi, 1984). 2.5 Klasifikasi Air Dalam upaya pengendalian pencemaran air, maka mutu air diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu: a) Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b) Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut, c) Kelas tiga,yaitu air yang peruntukannya dapt digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d) Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Manik, 2009). 2.6 Klorin Desinfeksi bertujuan untuk membunuh bakteri patogen yang penyebarannya melalui air, seperti bakteri penyebab typhus, kolera, disentri, dan lain-lain. Metode tersebut merupakan salah satu cara untuk membunuh bakteri patogen, karena ada tiga cara, yakni: - Cara Kimia, dengan penambahan bahan kimia - Cara Fisika, dengan pemanasan dengan air, sinar ultraviolet - Cara Mekanis, dengan pengendapan ( bakteri berkurang 25-75 %), saringan pasir lambat dapat mengurangi bakteri 85-99 % (Waluyo, 2009). Klorin dalam bentuk asam hipoklorus 40 hingga 80 kali lebih efektif pada kondisi pH yang asam. Klorin cair didapat dalam suatu klorimator. Klorimator kecil memasukkan gas tersebut secara langsung kedalam air, sedangkan klorimator besar biasannya melarutkan gas didalam air, kemudian mengisi larutan. Klorimator harus dipelihara pada suhu paling sedikit 70 oF (21 oC) untuk mencegah kondisasi gas klorin di pipa-pipa pengisian pengatur otomatik maupun manual untuk pemakaian klorin dapat diperoleh (Linsley dan Joseph, 1996). Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan tumbuhnya ganggang, sedangkan klorinasi akhir adalah pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum yang sering digunakan. Klorin yang dipakai sedemikian rupa sehingga meninggalkan residu besar yang berlebihan (superklorinasi) sering dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau tertentu, superklorinasi harus diikuti dengan deklorinasi yang biasanya berupa pengolahan dengan sulfur dioksida atau dengan melewatkan air yang bersagkutan melalaui suatu filter butiran karbon yang diaktifkan (Linsley dan Joseph, 1996). Klorin banyak digunakan dalam pengolahan air bersih dan air limbah sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator digunakan untuk menghilangkan bau, rasa, dan warna pada pengolahan air bersih dan untuk mengoksidasi Fe (II) dan Mn (II) yang banyak terkandung dalam air tanah menjadi Fe (III) dan Mn (III) (Waluyo, 2009). Klor memiliki beberapa kualitas yang mendukung penggunaannya dalam persediaan air, keunggulannya adalah bahwa klor adalah senyawa bakterisida yang sangat efektif bahkan bila digunakan dalam konsentrasi 1 ppm. Klor juga cukup stabil (tanpa adanya bahan organik yang berkelebihan) dan cukup murah (Volk,w dan Margaret, F.W. 1989). 2.7 Pengolahan Air Air Yang Belum Diolah Air murni bersih Tangki pencampuran Tangki flokulasi dan sedimentasi Klorinasi Alas penyaringan Gambar 2.1. Pengolahan air di perkotaan (Volk,w dan Margaret, F.W. 1989). Sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air akan tetapi pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan pencemaran mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbarui, tetapi terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar yang sangat besar, akibatnya proses pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Oksigen terlarut juga dapat menurun akibat dari proses tersebut. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara (Darmono, 2001). Netralisasi pH adalah suatu upaya agar pH air menjadi normal, setelah pH mendekati normal barulah proses pengolahan dapat dilakukan secara efektif. Fungsi dari pengaturan pH dalam instalasi air minum bertujuan untuk mengendalikan korosif perpipaan dalam sistem distribusi. Korosif membentuk racun bila pH kurang dari 6,5 atau lebih dari 9,5 (Waluyo, 2009). Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam cairan atau zat cair karena pengaruh gravitasi (gaya berat) secara alami. Sedimentasi berguna untuk mereduksi bahan-bahan tersuspensi (kekeruhan) dari dalam air dan dapat berfungsi untuk mereduksi kandungan organisme (patogen) tertentu dalam air (Waluyo, 2009). Koagulasi atau flokulasi adalah proses pengumpulan partikel-partikel halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi, menjadi partikel yang lebih besar sehingga dapat dengan menambahkan bahan koagulan. Partikel-partikel tersebut kemudian dihilangkan melalui proses sedimentasi dan filtrasi. Koagulasi berguna untuk memudahkan partikel-partikel tersuspensi yang tidak dapat mengendap secara gravitasi dan sangat lembut (seperti koloidal) di dalam air menjadi partikel-partikel yang dapat mengendap (Waluyo, 2009). Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi (yang diukur dengan kekeruhan) dari air melalui media berpori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui suatu lapisan materi berbentuk butiran yang dinamakan media filter. Proses ini dinamakan perkolasi (Waluyo, 2009). Sumber daya air yang dikelola terdiri dari upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat bumi (Kodoatie dan Robert, 2010). 8. Angka Lempeng Total Angka lempeng total, yaitu perhitungan jumlah tidak berdasarkan kepada jenis, tetapi secara kasar terhadap golongan atau kelompok besar mikroorganisme umum seperti bakteri, fungi, mikroalge ataupun terhadap kelompok bakteri tertentu. Angka lempeng total bakteri ditentukan berdasarkan penanaman bahan dalam jumlah dan pengenceran tertentu kedalam media yang umum untuk bakteri. Setelah melakukan masa inkubasi pada temperatur kamar selama waktu maksimal 4 x 24 jam, perhitungan koloni dilakukan, diamati bahwa tiap koloni berasal dari sebuah sel, maka jumlah sel mewakili dan terdapat di dalam bahan yang dianalisis (Suriawiria, 1996).