simulasi dan model pertumbuhan tanaman

advertisement
SIMULASI MODEL PERTUMBUHAN TANAMAN
SUATU PENDEKATAN UNTUK MEMPREDIKSI PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI TANAMAN
(THE APPROACH SIMULATION OF PLANT GROWTH
TO PREDICT PLANT GROWTH AND CROP PRODUCTION)
Okti Purwaningsih
Fakultas Pertanian Universitas PGRI Yogyakarta
Abstrack
Simulation has been used by biologists and agronomists to apply similar techniques in
their disciplines. A model is a simplified representation of a system and simulation may
be defined as the art of building mathematical models and the study of their properties in
reference to those of the systems. A system is a limited part of reality so that the
environment may influence the system, but the system affects the environment as little as
possible.
The systems of plant growth and crop production divided four levels of plant production.
Those levels in an order of descending productivity are production level 1 (growth
occura in conditions with ample plant nutrient and soil water all the time, the absorbed
radiation is often the factor limiting the growth rate), production level 2 (growth is
limited by water shortage at least part of the time), production level 3 (growth is limited
by shortage of nitrogen, water and weather conditions), production level 4 (growth is
limited by the low availability of phosphorus, potassium, nitrogen, water and weather
conditions).
I. PENDAHULUAN
Simulasi model pertumbuhan sering digunakan untuk memprediksi pertumbuhan
dan produksi tanaman. Pendekatan ini sangat diperlukan terutama bagi para peneliti
maupun para penentu kebijakan didalam memprediksi pertumbuhan dan produksi
tanaman. Model pertumbuhan tersebut merupakan gambaran secara sederhana dari sistem
pertumbuhan tanaman yang dijabarkan dalam model matematika dan dianalisis secara
1
statistik. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan simulasi model antara lain adalah
dapat mempersingkat waktu untuk memprediksi potensial produksi tanaman. Sebagai
ilustrasi Norwood, et al. (1990) cit. Staggenborg dan Vanderlip (2005) melakukan
penelitian selama 14 tahun untuk membandingkan produksi dari rotasi tanaman gandumsorgum-bero dengan gandum-bero. Tetapi dengan simulasi waktu yang dibutuhkan untuk
memprediksi produksi tanaman hanya dua sampai tiga musim tanam.
Dalam sistem pertanaman ada faktor pembatas yang mempengaruhi pertumbuhan
dan produksi tanaman. Faktor pembatas tersebut adalah faktor iklim. Model pertumbuhan
dapat disusun menurut kepentingan pendekatan yang akan digunakan berdasarkan tingkat
pengelompokan dapat berupa molekul, struktur sel, sel, jaringan, organ, individu,
populasi dan ekosistem. Model disusun mendekati kondisi riil. Untuk mengevaluasi
model tersebut biasanya dibandingkan dengan kondisi riil.
Produksi tanaman merupakan interaksi dari proses asimilasi CO2, pertumbuhan
dan pemeliharaan tanaman. Laju proses fisiologis tumbuhan sangat tergantung pada
kondisi cuaca, dimana kondisi cuaca tersebut tidak dapat dimodifikasi. Tetapi pada
budidaya tanaman yang dilaksanakan di green house, faktor iklim seperti kelembaban
udara, temperatur dan konsentrasi CO2 dapat dimodifikasi. De Wit dan Penning de Vries
cit. Penning de Vries dan Van Laar (1982) mengelompokkan pertumbuhan dan produksi
tanaman dalam empat level yaitu :
1. Produksi level 1 : pertumbuhan tanaman terjadi dalam kondisi dimana nutrisi
tanaman dan air tersedia setiap saat. Pada produksi level 1 ini kondisi cuaca,
terutama sinar matahari merupakan faktor pembatas pertumbuhan.
2
2. Produksi level 2 : pada produksi level 2 ini air merupakan faktor pembatas
pertumbuhan tanaman. Laju pertumbuhan tanaman akan meningkat jika air
tersedia dalam jumlah yang cukup.
3. Produksi level 3 : pertumbuhan tanaman dibatasi oleh kandungan nitrogen ( N ),
disamping kandungan air dan kondisi cuaca.
4. Produksi level 4 : pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan phospor
(P) atau mineral lainnya seperti potassium ( K ) dan juga nitrogen ( N ),
kandungan air serta kondisi cuaca.
II. PERANAN NITROGEN BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN
Nitrogen merupakan salah satu senyawa penting yang dibutuhkan bagi
pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur utama pembentuk asam-asam amino,
protein dan asam nukleat. Pada beberapa tanaman kandungan nitrogen dalam tanaman
berkisar 2 – 6 % dari berat kering. Kebutuhan nitrogen bagi tanaman dapat diperoleh
antara lain dari fiksasi N2, penyerapan NH4+ maupun NO3-, namun pada umumnya NO3merupakan sumber nitrogen utama karena akan berhubungan dengan keseimbangan pH
sitoplasma (Gerendas dan Sattelmachner, 1990).
Ketersediaan nitrogen di alam sering menjadi pembatas pertumbuhan dan hasil
sebagian besar tanaman. Hanya nitrogen dalam bentuk ion amonium dan nitrat tersedia
untuk tumbuhan yang diambil melalui sistem perakaran. Nitrogen dalam bentuk nitrat
tidak langsung dapat digunakan oleh tumbuhan tetapi harus direduksi dulu menjadi
amoniak sebelum digunakan untuk membentuk senyawa nitrogen. Reduksi nitrat menjadi
amoniak membutuhkan energi hasil respirasi, sehingga karbohidrat tidak hanya
3
digunakan sebagai kerangka karbon tetapi juga sebagai sumber energi dalam reduksi
nitrat.
Tahap pertama reduksi nitrat adalah perubahan nitrat menjadi nitrit. Pembentukan
nitrit (NO2-) membutuhkan pemindahan dua elektron ke nitrat dan dikatalisir oleh enzim
nitrat reduktase. Selanjutnya nitrit dirubah menjadi amoniak (NH3) dengan bantuan
enzim nitrit reduktase.
Kebutuhan nitrogen bagi tanaman dapat diperoleh melalui penyerapan senyawa
nitrogen yang tersedia dalam tanah, penambatan nitrogen, dan melalui pemupukan.
Pemberian N secara optimal akan meningkatkan hasil dan mengurangi resiko kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan pupuk N. Pada kondisi tanah kering
dibutuhkan N untuk mencapai hasil maksimum, dimana kebutuhan N tersebut ditentukan
oleh ketersediaan kadar air dan N. Prediksi ketersediaan N sangat penting untuk
menentukan jumlah N optimal yang diaplikasikan. Prediksi aplikasi pupuk N optimal
mempunyai peranan penting baik secara ekonomi maupun bagi kepentingan lingkungan.
Efisiensi pupuk N sangat rendah, seringkali hanya 50 % yang diserap oleh
tanaman dari pupuk N yang diaplikasikan (Wiesler, 1998). Rasionalnya pupuk N yang
diaplikasikan harus seimbang antara energi efisiensi dan keamanan lingkungan sehingga
dapat mengoptimalkan keuntungan dan kualitas tanaman. Kelebihan N akan
diakumulasikan dalam bentuk NO3- dalam tanah. Kebutuhan N pada tanaman bervariasi,
tanaman jagung, sorgum, gandum, canola membutuhkan N tinggi, sedangkan tanaman
pea, lentil, Phaseolus vulgaris, soybean, tanaman makanan ternak kebutuhan pupuk N
rendah (Schlegel et al., 2005). Menurut Schlegel et al. (2005) kebutuhan N ditentukan
4
oleh frekuensi penanaman dan peningkatan diversifikasi tanaman. Rotasi tanaman dapat
meningkatkan potensial hasil. Tetapi potensial hasil tersebut dipengaruhi oleh penyakit
tanaman, gulma, distribusi akar, kadar air dan ketersediaan nutrient. Idealnya
diversifikasi tanaman melibatkan spesies tanaman dengan kebutuhan N yang berbeda,
sebagai contoh tanaman yang kebutuhan N-nya tinggi dapat dirotasi dengan tanaman
yang kebutuhan N-nya rendah. Sistem pertanaman secara terus menerus menyebabkan
masa bero antar tanaman pendek sehingga waktu untuk mineralisasi N dan akumulasi air
tanah juga singkat. Disamping itu akan meningkatkan potensi imobilisasi N dan
volatilisasi NH3.
III. SIMULASI MODEL KEBUTUHAN NITROGEN UNTUK MEMPREDIKSI
REKOMENDASI PEMUPUKAN
Untuk menyusun simulasi model N kita perlu mengetahui factor-faktor yang
mempengaruhi ketersediaaan N dalam tanah. N dapat diserap oleh tanaman dalam bentuk
NH4+ dan NO3-, dimana ketersediaannya dipengaruhi oleh beberapa proses seperti
mineralisasi, immobilisasi, leaching, denitrifikasi, nitrifikasi, dan volatilisasi. Skema
secara detail tentang ketersediaan N dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
5
N2 + N2O
NH3
ORGANIC MATTER
CROP RESIDUES
UP TAKE
BY ROOTS
FERTILIZER
MINERALIZATION
VOLATILIZATION
NH4+
DENITRIFICATION
IMMOBILIZATION
MICROBIA
BIOMASS
FIXATION
NITRIFICATION
IMMOBILIZATION
CLAY
MINERALS
NO3-
LEACHING
Nitrifikasi merupakan hasil aktivitas dari bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter.
Model hyperbolic berikut ini digunakan untuk mendiskripsikan pertumbuhan
mikrooorganisme dalam proses tersebut :
GBIOM = GRMAX * BIOM * CX/(KX + CX), dimana :
GBIOM : gross growth rate of microbes
GRMAX : maximum specific growth rate
BIOM
: amount of microorganisms
CX
: concentration of the growth limiting substrate X.
KX
: saturation constant
Dari persamaan diatas dapat dikembangkan laju konsumsi/laju pembentukan substrat :
6
DCX
= - GBIOM * 1 /EFFX, dimana :
DCX
: consumption rate/transformation rate of substrate
EFFX
: growth yield (jumlah mikroorganisme yang dibentuk per unit substrat
yang dikonsumsi).
Proses mineralisasi dan immobilisasi dikendalikan oleh pertumbuhan dan
aktivitas total biomasa mikrobia dalam tanah.
BIOMX
= CX/CT * BIOM
KBIOMX = KB * BIOMX, dimana :
CX
: the amount of the particular C compound (CX)
CT
: total amount of C
KB
: the decay rate constant.
Pertumbuhan bersih biomasa dihitung dari perbedaan antara laju pertumbuhan dan laju
kerusakan/kematian.
Sub model denitrifikasi menggambarkan keadaan oksigen dalam tanah yang jenuh
air dan tidak jenuh air. Kebutuhan O2 dan NO3- dalam kondisi anaerob diasumsikan
sebagai hasil dari aktivitas mikrobia yang dihitung dalam sub model mineralisasi dan
immobilisasi.
Sedangkan sub model volatilisasi NH3 dhitung berdasarkan fungsi keseimbangan
sebagai berikut :
NH4+(exchangeable)
NH4+ (dissolved)
NH3 (dissolved)
NH3 (gas)
7
Keseimbangan tersebut akan konstan sangat tergantung pada temperature dengan
mempertimbangkan pH dan kadar air tanah. Sub model ini menghitung jumlah NH3 yang
didifusikan dari permukaan tanah dan atmosfir.
Fiksasi amonium (NH4+) diasumsikan sebagai proses reversibel antara NH4+ (free)
dan NH4+ (fixed). Fiksasi ammonium tersebut digambarkan oleh keseimbangan sebagai
berikut :
NH4+ (free)
NH4+ (fixed).
Kebutuhan N bagi tanaman tidak hanya diperoleh dari kandungan N yang ada
dalam tanah. Tanah-tanah dengan tingkat kesuburan rendah seringkali masih
membutuhkan supply N baik berupa pupuk organic maupun pupuk anorganik. Bahkan
untuk tanaman leguminosae N tidak hanya diperoleh dari dalam tanah tetapi juga dari
proses fixasi N2. Untuk mengetahui besarnya N yang perlu diberikan kepada tanaman
maka dapat dilihat dari neraca hara N sebagai berikut :
B = M + A + W + N2 – C – PS – G
M : Sumber hara yang ditambahkan (organic dan anorganik)
A : Hara endapan dari atmosfir (hujan dan debu)
W : Hara dari irigasi, banjir, sediment (hara terlarut dan tersuspensi)
N2 : Fixasi N secara biologi
C : Kehilangan bersih bersama hasil tanaman (total serapan – sisa tanaman yang
dikembalikan).
PS : Total kehilangan akibat perkolasi dan rembesan ke samping
G : Total kehilangan gas akibat denitrifikasi dan volatilisasi N
8
Neraca hara pada setiap lokasi mempunyai variasi yang berbeda tergantung pada
system pertanaman, manajemen tanaman dan musim. Pola tanam juga akan berpengaruh
terhadap ketersediaan hara.
Sumber N bagi tanaman juga dapat berasal dari dekomposisi residu tanaman.
Scott dan Barrett (1994) cit. Sparks (1997) mengembangkan model RESMAN (Residu
Management) sebagai berikut :
Mt = My * e – ( Ropt * EF )
Mt : biomassa residu per unit area yang tertinggal di permukaan tanah pada hari
tersebut
My : Massa per unit area yang ada pada tanah pada hari sebelumnya
Ropt : Proses dekomposisi yang menyebabkan kehilangan biomassa dalam 1 hari
dibawah kondisi optimum
EF : Faktor lingkungan
Ropt dapat diestimasikan dari hasil penelitian lapangan atau laboratorium untuk
mengukur laju kehilangan residu. Di lapangan laju dekomposisi residu dipengaruhi oleh
factor lingkungan, terutama kadar air dan temperature. Untuk memprediksi pengaruh
kadar air dan temperature terhadap dekomposisi residu, Stott dan Barrett (1994) cit.
Sparks (1997) menggunakan persamaan sebagai berikut :
EF = Minimum (WFC, TFC)
Model rekomendasi N banyak digunakan untuk memprediksi potensial hasil
tanaman. Salah satu contoh tipe model rekomendasi N yang digunakan di Kansas State
University yang meliputi hasil akhir, residu N pada tanah dan soil organic matter untuk
9
memprediksi pupuk N yang dibutuhkan oleh tanaman diilustrasikan oleh Schlegel et al.
(2005) sebagai berikut :
Nrec = ( CF * YG ) – SOM adjustment – PN
Nrec : pupuk N yang direkomendasikan (kg ha-1)
CF : Crop factor
YG : hasil akhir (Mg ha-1)
SOM adjustment : bahan organic yang ditambahkan ke dalam tanah
PN : profil tanah NO3-N (kg ha-1) pada kedalaman 0 – 60 cm.
Model tersebut juga memperhitungkan tanaman sebelumnya (khususnya tanaman
legume) dan pemberian pupuk. Rasionalnya N yang diaplikasikan harus seimbang antara
efisiensi energi dan keamanan lingkungan sehingga akan memberikan keuntungan yang
optimal dan tanaman yang berkualitas (Ma, et al., 2005).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Simulasi model pertumbuhan tanaman akan mempersingkat waktu dalam
memprediksi pertumbuhan dan produksi tanaman serta kebutuhan factor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
2. Nitrogen merupakan salah satu factor pembatas pertumbuhan tanaman yang
keberadaannya sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman.
3. Kebutuhan nitrogen bagi tanaman dapat dituangkan dalam simulasi model dengan
memperhitungkan factor-faktor yang mempengaruhi keberadaan N dalam tanah.
10
DAFTAR PUSTAKA
Garendas, J and B. Sattelmachner. 1990. Influence of Nitrogen Form and Concentration
on Growth and Ionic Balance of Tomato (Lycopersicum esculatum) and Potato
(Solanum tuberosum). Procedings of the eleventh International Plant Nutrition
Colloqium, 30 July – 4 August 1989. Wageningen. Netherlands.
Ma, B.L., K.D. Subedi and C. Costa. 2005. Comparison of Crop-Based with Soil Nitrate
Test for Corn Nitrogen Requirement. Agronomy Journal Vol. 97, March-April
2005. pp : 462-471.
Penning de Vries, F.W.T and H.H. van Laar. 1982. Simulation of Plant Growth and Crop
Production. Centre for Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen.
308 p.
Schlegel, A.J., C.A. Grant and J.L. Havlin. 2005. Challenging Approaches to Nitrogen
Fertilizer Recommendations in Continuous Cropping Systems in the Great Plains.
Agronomy Journal Vol. 97, March-April 2005. pp : 391-398.
Sparks, D.L. 1997. Advances in Agronomy. Academic Press. 234 p.
Staggenborg, S.A. and R.L. Vanderlip. 2005. Crop Simulation Models Can be Used as
Dryland Cropping Systems Research Tools. Agronomy Journal Vol. 97, March –
April 2005. pp : 378-384.
11
Download