6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengolahan Tanah Persiapan lahan

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengolahan Tanah
Persiapan lahan dengan cara pengolahan tanah merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam membudidayakan tanaman kedelai. Persiapan lahan merupakan proses
manipulasi mekanik dari residu tanah dan tanaman untuk mempersiapkan persemaian
untuk penanaman tanaman. Manfaat dari pengolahan tanah adalah Meningkatkan
pelepasan nutrisi dari tanah untuk pertumbuhan tanaman, mengontrol tumbuhnya
gulma dan mengatur sirkulasi air dan udara dalam tanah (Reicosky et al., 1995).
Konvensional merupakan tindakan pembalikan, pemotongan, penghancuran dan
perataan tanah. Konvensional bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah untuk
penetrasi akar, infiltrasi air dan peredaran udara (aerasi), menyiapkan tanah untuk
irigasi permukaan dan pengendalian hama serta menghilangkan sisa-sisa tanaman
yang mengganggu pertumbuhan tanaman (Hakim dkk. ,1986).
Tindakan olah tanah akan menghasilkan kondisi kegemburan tanah yang baik
untuk pertumbuhan akar (Rachman et al., 2003), sehingga membentuk struktur dan
aerasi tanah lebih baik dibanding tanpa olah tanah. Namun, pengolahan tanah yang
dilakukan secara intensif dapat menurunkan kualitas tanah karena porositas tanah
yang tinggi dan kemantapan agregrat yang menurun sehingga evaporasi tinggi. Tanpa
olah tanah populasi gulmanya lebih rendah dan menghasilkan kualitas tanah yang
lebih baik secara fisik maupun biologi (meningkatkan kadar bahan organik tanah,
6
7
kemantapan agregrat dan infiltrasi) serta hasil tanaman jagung yang relatif sama
dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif (Silawibawa, 2003).
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menjaga aerasi dan kelembaban tanah
sesuai dengan kebutuhan tanah, sehingga pertumbuhan akar dan penyerapan unsur
hara oleh akar tanaman dapat berlangsung dengan baik. Ada beberapa cara
pengolahan tanah yang dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu tanpa olah tanah,
pengolahan tanah minimum dan pengolahan tanah intensif (Tyasmoro et al. ,1995).
Pengolahan tanah diperlukan untuk menggemburkan tanah agar mendapatkan
perakaran yang baik, tetapi pekerjaan ini dapat menimbulkan permasalahan jangka
panjang sebagai sumber kerusakan tanah yang dapat menurunkan produktivitas tanah.
Pengurangan pengolahan tanah hanya dapat dilakukan untuk menghindari tanah
menjadi padat kembali setelah diolah dan dapat digunakan teknik pemberian bahan
organik ke dalam tanah (Suwardjo dan Dariah, 1995).
Pengolahan tanah dapat menciptakan kondisi yang mendukung perkecambahan
benih dan mungkin diperlukan untuk memerangi gulma dan hama yang menyerang
tanaman atau untuk membantu mengendalikan erosi. Pengolahan tanah memerlukan
input energi yang tinggi, yang bisa berasal dari tenaga kerja manusia atau hewan.
Pengolahan tanah bisa mengakibatkan efek negatif atas kehidupan tanah dan
meningkatkan mineralisasi bahan organic (Mulyatri et al. ,2003).
Pada sistem tanpa olah tanah yang terus menerus, residu organik dari tanaman
sebelumnya mengumpul pada permukaan tanah, sehingga terdapat aktivitas mikroba
perombak tanah pada permukaan tanah yang lebih besar pada tanah-tanah tanpa olah
jika dibandingkan dengan pengolahan tanah sempurna (Engelstad, 1997).
8
Pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah selalu berhubungan dengan
penanaman yang cukup menggunakan tugal atau alat lain yang sama sekali tidak
menyebabkan lapisan olah menjadi rusak dan di permukaan tanah masih banyak
dijumpai residu tanaman. Cara ini dapat berjalan dengan baik untuk tanaman serealia
yang ditanam menurut larikan. Residu tanaman yang banyak dipermukaan tanah tidak
sampai mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih (Sutanto, 2002).
Sistem pengolahan tanah yang berbeda akan mengubah pola distribusi bahan
organik dan mempengaruhi mikroba tanah (Nakamoto et al., 2012). Sistem
pengolahan tanah dalam proses budidaya tanaman kedelai, tidak hanya mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai namun juga mempengaruhi kelimpahan
dan kondisi biologi tanah yang ada di lingkungan tersebut, khususnya mikroorganisme
tanah (Dogan et al.,2011; Nakamoto et al. ,2012). Interaksi yang terjadi antara
mikroorganisme tanah dengan tanaman akan terjadi secara intensif pada tanah yang
memiliki kondisi biologis yang optimal.
Ginartha, 2013 dalam thesisnya menunjukkan bahwa sistem pengolahan tanah
tidak hanya dapat mempengaruhi kondisi fisik tanah saja, namun juga mempengaruhi
kondisi biologi dan kimia tanah secara komperehensif. Hal ini disebabkan karena
kondisi mikroorganisme tanah yang berbeda menyebabkan terjadinya tingkat
dekomposisi bahan organik yang berbeda yang menyebabkan terjadinya perbedaan
unsur hara yang tersedia bagi tanaman yang dibudidayakan (Ginartha, 2013)
9
2.2 Penggunaan Mulsa
Mulsa dapat didefinisikan sebagai setiap bahan yang dihamparkan untuk menutup
sebagian atau seluruh permukaan tanah dan mempengaruhi lingkungan mikro tanah
yang ditutupi tersebut (Waggoner et al. , 1960). Menurut Buckman dan Brandy
(1969) dalam Utomo (2007) bahwa mulsa adalah semua bahan yang digunakan pada
permukaan tanah terutama untuk menghalangi hilangnya air karena penguapan atau
untuk mematikan tanaman pengganggu. Jenis mulsa yang berbeda memberikan
pengaruh berbeda pula pada pengaturan suhu, kelembaban, kandungan air tanah,
penekanan gulma dan organisme pengganggu. Adapun beberapa jenis mulsa yang
biasa dipakai oleh petani, yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik.
Mulyatri (2003) dan Sutejo (2002) berpendapat bahwa mulsa dapat meningkatkan
kapasitas infiltrasi tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi dan memelihara
temperatur dan kelembaban tanah. Kelembaban tanah dan temperatur tanah yang
optimal, akan berpengaruh pada ketersedian air di bawah permukaan tanah. Aplikasi
mulsa sebagai penutup tanah sangat efektif untuk meningkatkan kualitas tanah dan
meningkatkan hasil panen, terutama pada pertanian organik (Sinkevičienė et al.,
2009).
Peranan mulsa dalam konservasi tanah dan air adalah: (a) melindungi tanah dari
butir-butir hujan, sehingga erosi dapat dikurangi, tanah tidak mudah menjadi padat;
(b) mengurangi penguapan (evaporasi), ini sangat bermanfaat pada musim kemarau
karena pemanfaatan air (lengas tanah) menjadi lebih efisien; (c)menciptakan kondisi
lingkungan (dalam tanah) yang baik bagi aktivitas mikroorganisme tanah; (d) setelah
melapuk bahan mulsa akan meningkatkan kandungan bahan organik tanah; dan (e)
10
menekan pertumbuhan gulma (Abdurachman et al. ,2005). Penggunaan mulsa
vertikal untuk mengurangi laju evaporasi, meningkatkan cadangan air tanah, dan
menghemat pemakaian air sampai 41 %, dengan mulsa akar-akar halus akan
berkembang. Setelah rentang waktu tertentu mulsa organik dapat terdekomposisi dan
mineralisasi yang dapat memberikan tambahan hara, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Perlakuan pemulsaan baik plastik maupun
jerami meningkatkan jumlah panen dari kedelai dan meningkatkan kondisi optimal
dari tanah serta menekan gulma (Khurshid et al., 2006).
Mulsa anorganik adalah mulsa yang berbahan dasar dari bahan yang sulit terurai
seperti mulsa plastik, yang lebih sering di kenal dengan nama mulsa hitam perak.
Berbagai tujuan ingin di capai dalam penggunaan mulsa, seperti mulsa bertujuan
untuk mengontrol pertumbuhan gulma pada tanah, mulsa bertujuan untuk menjaga
kelembaban di sekitar Rhizosfer, mulsa bertujuan untuk menambah bahan organik
ketika mulai melapuk.
Penggunaan mulsa plastik sudah menjadi standar umum dalam produksi tanaman
sayuran yang bernilai ekonomis tinggi, baik di negara-negara maju maupun di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Bahan utama penyusun mulsa plastik adalah lowdensity polyethylene yang dihasilkan melalui proses polimerisasi etilen dengan
menggunakan tekanan yang sangat tinggi (Lamont 1993).
Mulsa organik merupakan mulsa yang berbahan dari sisa-sisa tanaman yang
mudah terurai seperti sisa padi atau jerami, alang-alang serta cacahan batang dan
daun dari berbagai jenis tanaman rerumputan. Biasanya pertimbangan menggunakan
mulsa organik seperti sisa padi atau jerami ini adalah lebih ke masalah efisiensi bahan
11
dan aspek ekonomisnya. Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, yang
berfungsi menekan pertumbuhan gulma dan merubah iklim mikro tanah
(Dwiyanti,2005) dimana limbah bekas padi atau jerami ini akan termanfaatkan
kembali menjadi mulsa dan tidak akan terbuang percuma. Jerami yang dijadikan
mulsa akan melapuk dan menjadi tambahan bahan organik pada tanah yang ditanami.
Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, yang berfungsi menekan
pertumbuhan gulma dan merubah iklim mikro tanah. Hasil penelitian Suhartina dan
Adisarwanto (1996) melaporkan bahwa penggunaan jerami padi sebagai mulsa yang
dihamparkan merata di atas permukaan tanah sebanyak 5 ton ha-1 dapat menekan
pertumbuhan gulma 37-61% dibandingkan dengan tanpa mulsa, sedangkan apabila
jerami padi dibakar maka pertumbuhan gulma hanya akan menurun 27-31%. Besar
kecilnya pengaruh yang ditimbulkan akibat pemulsaan tersebut akan bergantung pada
dosis mulsa yang digunakan, sehingga diperlukannya dosis mulsa yang tepat.
Mulsa organik umumnya juga mengandung senyawa alelokimia yang dapat
menghambat pertumbuhan gulma. Mulsa organik dapat diperoleh dari bahan-bahan
mati seperti jerami, pelepah, daun, serbuk gergaji dan kompos yang ditutupkan ke
permukaan tanah untuk menekan gulma baik pada tahap perkecambahan dan
pertumbuhan gulma (Sukman, 2002).
Hasil analisis tanah berbagai jenis bahan organik menunjukkan nilai kontribusi
berbagai unsur hara kedalam tanah. Menurut (Hairiah et al. , 2000), kecepatan
pelapukan mulsa organik tergantung perbandingan karbon dan nitrogen dari bahan
tersebut. Bahan yang memiliki C : N rasio kecil akan mengalami proses pelapukan
yang lebih cepat bila dibanding bahan organik yang memiliki C : N rasio lebih besar.
12
Kualitas bahan organik berkaitan dengan penyediaan unsur N, ditentukan oleh
besarnya kandungan N. Bahan organik dikatakan berkualitas tinggi bila kandungan N
tinggi, konsentrasi lignin dan polifenolnya rendah. Peningkatan C-organik pada tanah
disebabkan oleh kandungan bahan organik yang semakin tinggi dan mengalami
dekomposisi sehingga menghasilkan senyawa-senyawa organik. Menurut Suwardjo
(1981), sisa tanaman yang diberikan lambat laun akan terdekomposisi (terjadi
mineralisasi) yaitu perubahan bentuk organik menjadi anorganik sehingga unsur hara
yang dilepaskan akan menjadi tersedia untuk tanaman.
2.3 Rhizosfer Tanaman
Konsep Rhizosfer pertama kali dikemukakan oleh Hiltner (1904) dalam Lynch
(1990). Rhizosfer merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan mikroba oleh
karena itu akar tanaman menyediakan berbagai bahan organik yang umumnya
mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Interaksi antara akar tanaman akan
meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi keduannya. Permukaan akar tanaman disebut
Rhizoplane, sedangkan Rhizosfer adalah selapis tanah yang menyelimuti permukaan
akar tanaman yang masih di pengaruhi oleh aktivitas akar. Tebal tipisnya lapisan
rhizosfer setiap tanaman berbeda. Menurut Simatupang (2008), rhizosfer merupakan
bagian tanah yang berada di sekitar perakaran tanaman. Populasi mikroorganisme di
rhizosfer umumnya lebih banyak dan beragam dibandingkan pada tanah nonrhizosfer.
Aktivitas mikroorganisme rhizosfer dipengaruhi oleh eksudat yang dihasilkan oleh
perakaran tanaman. Beberapa mikroorganisme rhizosfer berperan dalam siklus hara
13
dan proses pembentukan tanah, pertumbuhan tanaman, memengaruhi aktivitas
mikroorganisme, serta sebagai pengendali hayati terhadap patogen akar
Populasi mikroorganisme di rhizhosfer biasanya lebih banyak dan beragam di
bandingkan pada tanah bukan rhizosfer (Lynch 1990; Carlile, et al. ,2001). Menurut
Foster (1985), Curl dan TrueLove (1986) dalam Hornby (1990), beberapa
miikroorganisme rhizosfer berperan penting dalam siklus hara dan proses
pembentukan tanah, pertumbuhan tanaman mempengaruhi aktivitas miikroorganisme
serta sebagai pengendali hayati terhadap pathogen akar. Menurut Jeger (2001),
kehadiran sejumlah populasi organisme baik yang bersifat antagonis, saprofit
maupun pathogen dapat menambah keragaman spesies di dalam komunitas alami
tanaman. Rhizosfer dicirikan dengan aktivitas biologinya yang paling tinggi pada
tanah (Patkowska, 2002).
2.4 Unsur Hara
Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Unsur C
dan O diambil tanaman dari udara sebagai CO2 melaui stomata daun dalam proses
fotosintesis. Unsur H diambil dari air tanah (H2O) oleh akar tanaman. Dalam jumlah
sedikit air juga diserap tanaman melalui daun.Penelitian dengan unsur radioaktif
menunjukkan bahwa hanya unsur H dari air yang digunakan tanaman, sedang
oksigen dalam air tersebut dibebaskan sebagai gas (Donahue et al, .1977).
Unsur-unsur hara lain diserap akar tanaman dari tanah. Walaupun demikian
banyak unsur hara yang bila disemprotkan sebagai larutan hara dapat diserap
tanaman melaui daun.Tanaman menyerap unsur hara dalam tanah umumnya dalam
bentuk ion. Unsur hara N dimulai dari fiksasi N2 atmosfir secara fisik/kimiawi yang
14
menyuplai tanah bersama prepitasi (hujan), dan oleh mikrobia baik secara simbiotik
maupun nonsimbiotik yang menyuplai tanah baik lewat tanaman inangnya menyuplai
setelah mati. Sel-sel mati ini bersama dengan sisa-sisa tanaman/hewan akan menjadi
bahan organik yang siap didekomposisikan dan melalui serangkaian proses
mineralisasi (aminisasi, amonifikasi dan nirifikasi) akan melepaskan N mineral
(NH4+dan NO3-) yang kemudian diimmobilisasikan oleh tanaman atau mikrobia.
Gas amoniak hasil proses aminisasi apabila tidak segera mengalami amonifikasi akan
segera menguap ke udara,begitu pula dengan gas N2- atmosfir. Kehilangan nitrat dan
ammonium melalui mekanisme pelindian (leaching) merupakan salah satu penyebab
penurunan kadar N dalam tanah.
Sumber utama P larutan tanah, disamping dari pelapukan bebatuan/bahan
induk juga berasal dari mineralisasi P- organik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman
yang mengimmobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan. Umumnya kadar P dalam
tanah bernisbah C/N = 10 (matang) dapat dibebaskan 10 kg P (setara 22 kg TSP).
Jika tanah mengandung 1% bahan organik, berarti terdapat 200 kg P- organik/ha,
yang dimineralisasi secara perlahan tergantung aktivitas jasad prombak bahan
organic tanah, yang tercermin dari penurunan nisbahC/Nnya. Dibanding N, maka Ptersedia dalam tanah relative lebih cepat menjadi tidak trsedia akibat segera terikat
oleh kation tanah (terutama Al dan Fe pada kondisi masam atau dengan Ca dan Mg
pada kondisi netral) yang kemudian mengalami presipitasi(pengendapan) atau
terfiksasi pada permukaan positif koloidal tanah (liat dan oksida Al/Fe atau lewat
pertukaran anion (terutama dengan OH-).
15
Ketersediaan P optimum pada kisaran pH 6,0-7,0. Unsur P diambil tanaman
dalam bentuk ion orthofosfat primer dan sekunder (H2PO4- atau HPO42-). Proporsi
penyerapan kedua ion ini dipengaruhi pH area perakaran tanaman, dimana pada pH
lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion orthofosfat primer, tetapi pada pH
yang lebih tinggi ion orthofosfat sekunder yang lebih banyak diserap tanaman.
Bentuk P lain yang dapat diserap tanaman adalah pirofosfat dan metafosfat, dan Porganik hasil dekomposisi bahan organic seperti fofolipid, asam nukleat dan phytin.
Kadar unsur K dalam larutan tanah merupakan hasil keseimbangan antara
suplai dari hasil pelarutan mineral-mineral K (terutama feldspar dan mika), K
tertukar dari permukaan koloid-koloid tanah dan K hasil mineralisasi bahan
organik/pupuk dengan kehilangan akibat adanya serapan tanaman (immobilisasi), Kterfiksasi akibat terjerap oleh ruang dalam koloid-koloid dan pelindian. Kerak bumi
mengandung kalium dengan rerata 2,6% sedangkan bahan induk dan tanah-tanah
muda umumnya mengandung 2,5% K/ha. 95-99% K terdapat pada kisi-kisi tiga jenis
mineral utama, yaitu feldspar yang paling lambat lapuk, lalu mika relatif sedang dan
liat yang relatif mudah lapuk. Pelapukan bebatuan terjadi akibat adanya pengaruh
peristiwa fisik, seperti hantaman air hujan/angin, goncangan dan beraturan yang
memperluas permukaan terlapukkan, kemudian melalui proses pergantian basahkering dan panas-dingin yang merangsang terjadinya perubahan struktur fisikkimiawi, dimulai dari permukaan terluar ke arah dalam struktur menyebabkan
terjadinya pelepasan ion-ion baik secara langsung atau lewat pertukaran ion pada
kisi-kisi struktur koloidal, menghasilkan berbagai mineral tanah. Mika yang
mengalami pelapukan secara perlahan akan berubah menjadi vermikulit yang lebih
16
cepat lapuk akan melepaskan ion-ion K ke dalam larutan tanah. Kadar K dalam
larutan tanah ini sebagian diserap tanaman/mikrobia, sebagian akan terikat secara
lemah pada pertukaran koloidal tanah (fraksi liat tanah atau bahan organik) (Ktertukar).K-tertukar ini kemudian dapat lepas ke larutan tanah atau terikat lebih kuat
(K-terfiksasi) pada permukaan dalam koloidal tanah.
Penyediaan Ca dan Mg mirip dengan K, perbedaanya hanya terletak pada
fiksasi. Karena kedua unsur ini tersedia dalam bentuk kation bervalensi dua, maka
fiksasi kedua unsur ini lebih lemah dibandingkan K, sehingga tiga bentuk utamanya
adalah kation terlarut, kation tertukar dan dalam mineral tanah. Mineral sumber Ca
meliputi feldspar, apatit, kalsit, dolomit, gipsum dan amphibol, sedangkan mineral
Mg meliputi biotit, dolomite, augit, serpentin, hornblend dan olivin.
Ketersediaan Ca dan Mg terkait dengan kapasitas tukar kation (KTK) dan
persen kejenuhan basa - basa (Ca, Mg, K dan Na) (KB).Kejenuhan basa yang rendah
mencerminkan ketersediaan Ca dan Mg yang rendah. Jika dibandingkan, keterikatan
Mg pada situs pertukaran kation lebih lemah dibanding Mg. Oleh karena itu,
kehilangan lewat pelindian dan defisiensi Mg lebih sering menjadi masalah. Hal ini
terkait dengan lebih besarnya BA (berat atom) Ca (= 40) di banding Mg (= 24).
Defesiensi Ca umumnya dijumpai pada kondisi sangat masam dengan kejenuhan Ca
rendah. Defesiensi Mg pada jagung yang ditanam\pada tanah berpasir terjadi jika
kadar Mg - tertukar lebih rendah dari 84 kg/ha. Ketersedian unsure Ca identik Mg,
karena tinggi pada pH 7,0 - 8,5, kemudian menurun pada pH dibawah 7,0 maupun di
atas 8,5. Unsur sulfur (belerang) merupakan unsur hara makro esensial yang diserap
tanaman dalam jumlah yang hampir sama dengan unsur P (0,1%– 0,3%). Unsur ini
17
diambil tanaman dalam bentuk SO42- dan sedikit dalam bentuk gas belerang (SO2)
diserap melalui daun dari atmosfer. Bentuk kedua ini dalam jumlah yang sedikit
berlebihan telah menjadi racun bagi tanaman. Sumber S bagi tanaman berasal dari
pelapukan mineral tanah, gas belerang atmosfer dan dekomposisi bahan organik.
Download