PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM KONSERVASI AIR Oleh: Dr.rer.nat. W.Lestari, MSc. Fakultas Biolog i, Un iversitas Jenderal Soedirman Jl. Dr.Soeparno 63 Punrokerto 53125 Pendahuluan Air adatah bahan yang dibutuhkan dalam kehidupan, seperti untuk keperluan minum dan mandi, cuci dan kakus, industri, pertanian dan lain-lain. Pemakaian air akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah aktivitas manusia, terbatasnya persediaan air, dan Pengetahuan dan kesadaran dalam penggunaan dan konservasi air sudah menjadi keharusan. Pengetahuan tentang siklus air yang meliputi daerah resapan, akuifer dan reservoir serta pengelolaan pemakaian air menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat terutama dalam upaya konservasi air. Bencana alam seperti banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. yang sering terjadi akibat faktor curah hujan dan kemampuan daya dukung lahan untuk air hujan. Di Cilacap bencana banjir dan kekeringan merupakan masalah yang terjadi tiap tahun. Ditambah lagi dengan adanya pencemaran air permukaan karena saluran air dan sungai dijadikan tempat menyerap dan menampung pembuangan limbah oleh industridan rumah tangga. Di satu sisi, laju deforestasi di lndonesia dari tahun ke tahun meningkat menyebabkan bertambahnya luas lahan yang terdegradasi. Diperkirakan laju deforestasi sebesar 1,6-2 juta ha/tahun pada tahun 1.990-1997 {Menteri Kehutanan, 2000}. Di bio.unsoed.ac.id pengatur tata air dapat dikembalikan seperti semula. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah rehabilitasi lahan-lahan terdegradasi dengan menerapkan teknikteknik konservasi air. Keberhasilan penerapan teknik konservasi air dalam rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi sangat tergantung pada kesesuaian, kemampuan lahan, biaya, dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Alternatif teknik konservasi air yang dapat diterapkan adalah teknik mulsa vertikal. Teknik ini sebenarnya telah lama dilakukan oleh petanidi pedesaan yaitu dengan membuat saluran di dekat pohon utama dan memasukkan limbah atau serasah yang ada di sekitarnya ke dalam saluran tersebut. Namun, teknik ini belum diterapkan pada lahan terdegradasi dengan tujuan meningkatkan air resapan, padahal banyak dijumpai limbah hutan, yang dapat dikelola untuk percepatan pertumbuhan tanaman. Limbah hutan merupakan bagian-bagian pohon atau tumbuhan sebagai hasil dari sistem pemanenan hutan. Limbah ini sebagian masih layak dimanfaatkan seperti untuk arang maupun produk-produk olahan yang lain (balok, papan, dan sebagainya). Ranting-ranting kecil maupun serasah seringkali diabaikan pemanfaatannya yang sebenarnya masih dapat dimanfaatkan khususnya dalam upaya konservasiair. Sehubungan dengan hal tersebut mensosialisasikan di atas, tujuan penulisan artikel ini adalah teknik konservasi air dengan memanfaatkan mulsa merehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi meningkatkan resapan untuk air. Diharapkan teknik ini dapat diterapkan dalam program-program konservasi air sehingga fungsi hutan sebagai pengatur tata air dapat kembali seperti semula. TEKNIK MUTSA VERTIKAL Konservasi tanah air merupakan upaya menempatkan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Sitanala, 1986; Sitanala dan Rustiadi, 2008). Salah satu teknik konservasi tanah dan air adalah teknik mulsa vertikal. bio.unsoed.ac.id Teknik mulsa vertikal adalah pemanfaatan limbah hutan yang berasal dari bagian tumbuhan atau pohon seperti serasah, gulma, cabang, ranting, batang maupun daundaun bekas tebangan dengan cara memasukkannya ke dalam saluran atau alur yang dibuat menurut kontur pada bidang tanah yang diusahakan (Pratiwi, 2005). Penerapan mulsa vertikal pada dasarnya selalu dikombinasikan dengan pembuatan guludan. A. Penempatan Saluran Teknik mulsa vertikal dapat dilakukan di lahan yang baru dibuka dengan tanaman sampai berumur 3 tahun maupun di hutan tanaman dengan tanaman utama yang telah membentuk tajuk (Pratiwi 2000; 2001). Pada lahan yang baru dibuka mulsa vertikal ditempatkan pada saluran dengan jarak antara 5-5 meter, pada lahan dengan kelerengan >L5o atau dengan jarak antara saluran 10-20 meter pada lahan dengan kelerengan <15o. Pada hutan tanaman, mulsa vertikal ditempatkan di bagian hilir setiap tanaman {Gambar 1 dan 2). l"{c9:tsrErrrt*a' &q'{$$s-itr Gambar 1. Penempatan mulsa vertikal di lahan yang baru dibuka B. Pembuatan Saluran Pembuatan saluran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: l-. Saluran ditempatkan di antara pohon dengan jarak L0-20 m (kelerengan < r 15o) atau 5-6 meter (kelerengan >15o) untuk lahan yang baru dibuka atau di bagian hilir setiap tanaman yang telah bertajuk. 2. Tanah digali pada jalur saluran tersebut dengan kedalaman 40-80 cm dan lebar 20-L00 cm, tergantung jumlah limbah yang tersedia. 3. Tanah hasil galian dibuat guludan di bagian hulu di sepanjang saluran fiika bio.unsoed.ac.id kemiringan lahan > 15o) atau diletakkan di bagian hilir di sepanjang saluran (jika kemiringan < 15o). 4. Limbah dimasukan ke dalam saluran yang telah dibuat. L C. Bahan dan biaya yang diperlukan Dari segi biaya, berdasarkan kebutuhan tenaga yang diperlukan untuk merehabilitasi hutan seluas L hektar dengan menggunakan teknik mulsa vertikal dengan jarak antara saluran 6 meter adalah sebesar Rp 400.000,-lha. Sedangkan untuk mulsa vertikal yang diletakkan di bagian hilir individu tanaman diperlukan biaya sebesar Rp 600.000,-/ha. Limbah hutan dalam keadaan basah yang diperlukan untuk penerapan mulsa vertikal dengan jarak antara saluran 6 meter dan mulsa vertikal yang diletakkan di bagian hilir individu tanaman untuk areal seluas I ha diperlukan masing-masing 250 kwintal dan 112,5 kwintal. D. Peranan mulsa vertikal Teknik mulsa vertikal mempunyai tiga komponen, yaitu pemanfaatan limbah hutan (serasah), pembuatan saluran, dan guludan. Limbah hutan (serasah) berfungsi sebagai (Siregar dan Pratiwi, 1999; Pratiwi, 2000): 1. Limbah hutan yang dimasukkan dalam saluran, akan terdekomposisi dan menghasilkan unsur-unsur hara penting bagi tanaman. Aktivitas mikroba meningkat dalam proses penghancuran unsur-unsur hara penting bagi aktivitas mikroba meningkat dalam proses penghancuran atau dekomposisi bahan organik. # frmxrr Fr,koA SF bio.unsoed.ac.id Gambar 2. Penempatan mulsa vertikal ditanaman bertajuk. 2. Biomassa segar yang telah terdekomposisi tersebut merupakan media yang dapat menyerap dan memegang massa air dalam jumlah besar, sehingga penyimpanan air dalam tanah dapat berjalan efisien. 3. Bahan organik yang telah terdekomposisi di dalam saluran dapat diangkat dan digunakan sebagai kompos. Kompos ini akhirnya dapat memperbaiki kesuburan tanah. 4. Dapat meningkatkan keragaman biota tanah, karena mulsa merupakan niche ecology bagi berbagai jenis biota tanah. Biota ini akan memanfaatkan energy dan unsur hara di dalam mulsa dan akan menghasilkan senyawa organik yang dapat memantapkan agregat tanah. 5. Limbah hutan yang dimasukkan dalam saluran dapat berfungsi sebagai penghambat penyumbatan pori makro dinding saluran oleh sedimen sehingga air akan mudah meresap ke dalam saluran. Saluran akan bermanfaat sebagai: 1. Air akan masuk ke dalam saluran sehingga infiltrasi akan meningkat sehingga aliran permukaan yang menyebabkan erosi akan menurun tajam' 2. Tempat menyimpan partikel tanah yang terbawa oleh aliran dari bidang di atas saluran sehingga dapat terendapkan di bagian saluran mulsa vertikaltersebut. Guludan berfungsi sebagai penahan aliran permukaan dan partikel-partikel tanah sebelum tererosi ke bagian hilir. Dengan demikian partikel-partikel tanah akan terhenti di bagian guludan tersebut. Kesimpulan €t.1 Penerapan teknik konservasi air dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan memanfaatkan limbah hutan dengan teknik mulsa vertikal diharapkan dapat membantu dalam upaya pengendalian erosi, aliran permukaan, dan kehilangan unsur hara. b. Tanah akan terhindar dari kerusakan oleh erosi dan air hujan yang mengalir di ini akan masuk ke dalam saluran yang berisi bio.unsoed.ac.id permukaan tanah. Air (limbah hutan), kemudian meresap ke dalam profiltanah. mulsa Mulsa ini merupakan media yang dapat menyerap dan memegang massa air c. dalam jumlah besar, sehingga penyimpanan air dalam tanah dapat berjalan efisien. Konservasi air dengan memanfaatkan limbah hutan ataupun serasah dengan d. teknik mulsa vertikal diharapkan dapat diterapkan dalam upaya pengelolaan lahan terdegradasi. Teknik konservasi air dengan teknik mulsa vertikal dengan memanfaatkan e. limbah hutan ditinjau dari segi pembuatannya yang merupakan gabungan dari saluran dan guludan diharapkan dapat mengurangi/memperkecil kelemahan seperti yang ditemukan pada rakitan teknologi konservasi tanah dan air yang lain seperti teras bangku. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 200L. Statistik Kehutanan 1996/!997. Departemen Kehutanan, Jakarta. Departemen Kehutanan. 2002. Rencana Aksi Pengembangan Hutan Tanaman/HTl dalam rangka Reboisasi. http://www.dephut.go.id/informa si/phl Departemen Kehutanan. 2003. Kebijakan Penyusunan Masterplan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan dan JICA. Jakarta. Menteri Kehutanan. 2000. Arahan Menteri Kehutanan dan Perkebunan. Rapat Kerja { Nasional 2000. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Pratiwi. 2000. Pemanfaatan Bahan Organik Sisa Tumbuhan untuk Mengurangi Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilangan Unsur Hara di Lahan Marginal Muara Dua Lampung. Buletin Penelitian Hutan 624:39-50. Pratiwi. 2001. Efektivitas Penempatan Mulsa Vertikal untuk Pengurangan Laju Aliran Permukaan dan Sedimentasi serta Kehilangan Unsur Hara di Hutan Tanaman bio.unsoed.ac.id Mahoni Afrika (Khayo onthotecal Pasir Awi-Leuwiliang, Jawa Barat. Pe ne I iti o n H uto n 628:49-60. Buletin Pratiwi. 2005. Aspek Konservasi Tanah dan Air dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Palembang 15 Desember 2004. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Siregar, C. A. dan Pratiwi. L999. Pemanfaatan Bahan Organik dengan Teknik Mulsa Vertikal untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah pada Hutan Tanaman lndustri. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian Penerapan Konservasi Tanah dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengusahaan Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor, lL Februari 1999. Sitanala, A. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Tanah, lnstitut Pertanian Bogor, Bogor. Sitanala, A dan E. Rustiadi. 2008. Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan. Yayasan Obor, Jakarta. United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD). 2000. Combating Land Degradation in lndonesia. National Report on the lmplementation of the Fourth Session of Conference of the Parties. Bonn, Germany. bio.unsoed.ac.id