I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccarata L.) atau yang lebih dikenal dengan nama sweet corn sudah lama dikenal di India dan Amerika. Jagung manis di Indonesia mulai dikembangkan pada awal tahun 1980an, namun pada saat itu belum dibudidayakan secara besar-besaran, hanya dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan toko swalayan dan hotel (Rukmana, 2009). Seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat, jagung manis menjadi salah satu komoditas pertanian yang diminati. Jagung manis (sweet corn) memiliki rasa yang lebih manis dari pada jagung biasa, karena jagung manis mengandung pati 3 – 8% dan gula 5 – 6%. Kandungan gizi jagung manis dalam 100 gram yaitu kalori 33,00 Kkal, protein 2,20 g, lemak 0,10 g, hidrat arang 7,40 g, kalsium 7,00 mg, fosfor 100 mg, zat besi 0,50 mg, vitamin A 200 SI, vitamin B1 0,08 mg dan vitamin C 8,00 mg (Rukmana, 2009). Berdasarkan keragaman data hasil SUSENAS - BPS, konsumsi jagung manis selama periode tahun 2002 – 2013 sangat berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata kenaikan sebesar 11,47% per tahun. Peningkatan konsumsi jagung manis cukup signifikan terjadi pada tahun 2007 dibanding tahun sebelumnya yakni dari 0,78 kg/kapita pada tahun 2006 2 meningkat menjadi 2,40 kg/kapita pada tahun 2007 atau naik sebesar 206,67%. Setelah periode tersebut, konsumsi jagung manis cukup berfluktuasi namun cenderung menurun hingga menjadi 0,70 kg/kapita pada tahun 2013. Pertumbuhan tanaman jagung manis mengalami beberapa kendala, baik itu kendala biotik mapun kendala abiotik. Kendala biotik antara lain yaitu gangguan gulma dan kendala abiotik antara lain cahaya, suhu, kelembaban dan ketersediaan hara. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi salah satunya dengan penggunaan mulsa. Umboh (2002) menyatakan bahwa mulsa adalah bahan atau material yang sengaja dihamparkan di permukaan tanah atau lahan pertanian. Selanjutnya Lakitan 1995 dalam Sri Wulandari dkk. 2013, menambahkan bahwa mulsa berfungsi untuk mengurangi evaporasi, menurunkan suhu tanah, menahan erosi permukaan tanah menambah sumber hara tanah dan menekan pertumbuhan gulma. Pemberian mulsa merupakan salah satu alternatif pengaturan keadaan lingkungan sebagai tempat tumbuh tanaman. Secara fisik mulsa mampu menjaga suhu tanah lebih stabil dan dapat mempertahankan kelembaban sekitar perakaran (Hamdani, 2008). Mulsa yang digunakan dapat berupa mulsa anorganik dan mulsa organik. Mulsa anorganik adalah mulsa yang berasal bahan-bahan sintetis yang sukar terurai. Sedangkan mulsa organik adalah mulsa yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup yang mudah terurai (Syawal dan Riry, 2011). Selain penggunaan mulsa, penggunaan jarak tanam yang tepat dapat menjadi salah satu faktor penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi, karena jarak tanam menentukan jumlah dan populasi tanaman per satuan luas lahan. Semakin rapat 3 jarak tanam yang digunakan maka populasi tanaman per satuan luas lahan juga semakin tinggi. Penambahan populasi tanaman juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi karena terjadi persaingan antar tanaman untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya, CO2 maupun ruang tumbuh. Pengaturan jarak tanam selain untuk mengatur dan menentukan jumlah tanaman per satuan luas juga bertujuan menekan pertumbuhan gulma. Kehadiran gulma pada areal penanaman, terutama pada fase-fase pertumbuhan kritis akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaturan jarak tanam yang tepat selain memberikan ruang tumbuh pada tanaman yang optimal juga dapat menekan pertumbuhan gulma. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pengaruh penggunaan jenis mulsa terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. 2. Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. 3. Interaksi antara penggunaan jenis mulsa dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. 4 1.3 Dasar Pengajuan Hipotesis Tanah sebagai media pertumbuhan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tanaman, kelembaban tanah, suhu tanah, penyediaan unsur hara, dan tempat hidup jasad renik dan hewan tanah. Aerasi dan drainase juga berperan penting dalam menunjang kehidupan tanaman. Mulsa adalah bahan penutup tanah yang ditujukan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik (Rahman, 2012). Kelebihan dari mulsa plastik hitam perak adalah: (1) Dapat diperoleh setiap saat, (2) memiliki sifat yang beragam terhadap suhu tanah tergantung jenis plastik, (3) dapat menekan erosi, (4) mudah diangkut sehingga dapat digunakan di setiap tempat, (5) menekan pertumbuhan tanaman pengganggu, (6) dapat digunakan lebih dari satu musim tanam tergantung perawatan bahan mulsa (Santika, 2012). Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air tanah. Kelebihan mulsa organik (seresah jagung) meliputi : dapat diperoleh secara bebas/gratis, memiliki efek menurunkan suhu tanah, mengonservasi tanah dengan menekan erosi, dapat menghambat pertumbuhan gulma, menambah bahan organik tanah karena mudah lapuk setelah rentang waktu tertentu (Siti Khofsyah, 2012). Mulsa plastik yang berwarna gelap sangat efektif dalam mengendalikan gulma. Hal ini terjadi karena benih-benih gulma di bawah mulsa plastik hitam tidak memiliki akses terhadap cahaya matahari untuk berfotosintesis, sehingga gulma 5 yang tumbuh akan mengalami etiolasi dan tumbuh lemah. Pertumbuhan yang lemah ini akan diperparah dengan adanya suhu yang relatif panas dan kelembaban tanah yang tinggi. Panas yang basah memiliki efek mematikan yang lebih tinggi dibanding panas kering. Hasil penelitian di berbagai tempat menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik perak hitam secara konsisten efektif menekan pertumbuhan gulma, (Fahrurrozi, 2009) Hasil penilitian Sri Wulandari dkk. (2013), bahwa penggunaan mulsa memberikan pengaruh terhadap diameter batang dan berat kering tanaman, tetapi tidak pada tinggi dan berat basah tanaman jagung manis. Hasil penelitian Zen (1991) menunjukkan bahwa dengan pemberian mulsa batang jagung hingga 12 ton/ha dapat meningkatkan kadar air tanah dari 41,23% menjadi 51,28%. Sedangkan hasil penelitian Hermawan (2012) menunjukkan bahwa penggunaan mulsa sampai 35 hari setelah tanam memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot kering total tanaman, indeks luas daun dan panjang tongkol, tetapi tidak berpengaruh terhadap hasil jagung. Selain penggunaan jenis mulsa peningkatan hasil jagung dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam. Jarak tanam berkaitan erat dengan tingkat kerapatan tanaman atau kepadatan tanamanan serta populasi tanaman. Peningkatan kerapatan tanaman per satuan luas sampai suatu batas tertentu dapat meningkatkan hasil. Penentuan jarak tanam suatu komoditas tanaman biasanya dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan yaitu kesuburan tanah. Hal ini berkaitan 6 dengan ketersediaan hara dan air yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Penentuan jarak tanam suatu komoditas juga ditentukan dengan melihat morfologi dan tipe tanaman. Jagung memiliki morfologi tanaman yang tidak rimbun dan tidak bercabang sehingga dapat menggunakan jarak tanam yang rapat. Penentuan jarak tanam juga mempertimbangkan tipe tanaman, dari tipe tanaman bisa diketahui efisiensi tanaman dalam memanfaatkan cahaya untuk proses fotosintesis. Jarak tanam yang renggang mengakibatkan banyaknya cahaya yang sampai ke permukaan tanah, sedangkan jarak tanam yang rapat menyebabkan hanya sedikit cahaya yang mencapai permukaan tanah. Jarak tanam juga berpengaruh terhadap tinggi tanaman jagung manis. Jarak tanam yang rapat menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan jarak tanam yang renggang. Jarak tanam yang renggang akan memberikan ukuran tangkai yang lebih besar daripada yang dihasilkan dari tanaman yang rapat, tetapi dari berat total per hektar jarak tanam yang rapat memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan jarak tanam yang renggang. Selain itu, penggunaan jarak tanam juga mengakibatkan persaingan antara tanaman dengan gulma. Pada jarak tanam yang renggang, pertumbuhan gulma lebih cepat jika dibandingkan jarak tanam yang rapat (Sumarsono, 2009). Hasil penelitian Nurvianty (2009) menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tanaman jagung manis yang ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 25 cm lebih baik dibandingkan jarak tanam lainnya. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Simamora (2006) menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam yang rapat memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam yang renggang. Jarak tanam 75 X 25 cm menghasilkan produksi per plot (2853,3 g) 7 sedangkan pada jarak tanam 90 X 25 cm hanya menghasilkan produksi per plot sebesar (2474,6 g). Selanjutnya hasil penelitian Anjar Purwanto (2012) menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 75 cm x 25 cm lebih berpengaruh nyata pada beberapa peubah seperti jumlah daun, bobot tongkol layak jual per petak dan bobot tongkol layak jual per hektar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, waktu berbunga, bobot tongkol dengan kelobot dan bobot tongkol tanpa kelobot. 1.4 Hipotesis 1. Penggunaa jenis mulsa yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. 2. Jarak tanam yang berbeda menghasilkan pertumbuhan dan hasil jagung manis yang berbeda. 3. Terdapat interaksi antara penggunaan jenis mulsa dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis.