mulsa daun kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman Murah, mudah dan ramah lingkungan KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN Isi Kata Pengantar 3 Pendahuluan4 Pentingnya Pemeliharaan Tanaman 6 Definisi Mulsa dan Jenisnya 7 Gulma di Hutan Tanaman dan Masalahnya 9 Teknik Pengendalian Gulma dengan Mulsa Daun Kering 11 Mempercepat Pertumbuhan Tanaman 14 Keuntungan Pemakaian Mulsa Daun Kering 15 Biaya Pemberian Mulsa Daun Kering pada Tanaman 17 Kesimpulan18 Pustaka19 2 | K a t a Pengantar Penyusunan Serasah daun yang jatuh atau gugur dari pohon hutan di areal hutan tanaman merupakan salah satu sumber pupuk organik yang dapat digunakan dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain sumber pupuk organik, serasah juga dapat berfungsi sebagai mulsa daun yang dapat menghambat pertumbuhan gulma di sekitar tanaman. Oleh karena itu, serasah dapat dimanfaatkan dalam pemeliharaan pohon di hutan tanaman yang murah dan ramah lingkungan sebagai mulsa daun kering (dry leaf mulches). Teknik ini telah diterapkan pada tanaman nyawai (Ficus variegata Blume) di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Penelitian Cikampek, dan pada sebagian tanaman muda di Arboretum Badan Litbang Kehutanan Bogor, diantaranya pada jenis-jenis tanaman mahoni, kayu manis dan merbau. Penyusunan booklet ini didasarkan atas hasil penelitian, studi pustaka dan kearifan lokal masyarakat di berbagai lokasi di Indonesia. Booklet ini terutama ditujukan kepada para penyuluh kehutanan dan praktisi kehutanan lainnya yang peduli terhadap perkembangan hutan tanaman dan perbaikan lingkungan. Kritik dan saran dari para pembaca akan senantiasa kami hargai dalam upaya peningkatan pelayanan kami kepada masyarakat. Bogor, November 2012 Kepala Pusat, Dr. Ir. Bambang Tri Hartono, MF NIP. 19561005 198203 1 006 Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 3 Pendahuluan Pembangunan hutan tanaman dan kegiatan penanaman pohon di Indonesia telah lama dilakukan. Penanaman pohon dalam skala besar dimulai pada hutan tanaman jati (Tectona grandis L.f) di pulau Jawa. Selanjutnya penanaman pohon dilakukan pada kegiatan Pekan Penghijauan Nasional, Pembangunan hutan tanaman industri (HTI), hutan tanaman rakyat (HTR), hutan rakyat (HR) dan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan). Pada tahun 2010 dilakukan Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon. Keberhasilan penanaman tersebut sering tidak sesuai dengan yang diharapkan, diantaranya persentase tumbuh yang rendah dan pertumbuhan yang kurang baik. Penyebab kurang berhasilnya penanaman pohon tersebut cukup banyak, salah satunya adalah kegiatan pemeliharaan pohon yang kurang diperhatikan baik waktu maupun frekuensinya. Akhir-akhir ini kegiatan penanaman dan pemeliharaan pohon telah ditetapkan sebagai satu paket dalam penanaman pohon sampai umur 3-5 tahun tergantung jenis pohon. Gambar 1. Tanaman nyawai (Ficus variegata Blume) umur 2,5 tahun yang telah diberi mulsa daun kering di KHDTK Cikampek, Jawa Barat Gambar 2. Pohon-pohon muda di Arboretum Balitbang Bogor yang diberi mulsa daun kering yang berasal dari daun-daun yang jatuh. 4 | Pendahuluan Teknik yang relatip baru dalam pemeliharaan pohon di hutan tanaman yang murah dan ramah lingkungan adalah Teknik Pemeliharaan Pohon dengan Mulsa daun kering (Dry leaf mulches). Teknik ini telah diterapkan pada tanaman nyawai (Ficus variegata Blume) di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Penelitian Cikampek dan pada sebagian tanaman muda di Arboretum Badan Litbang Kehutanan Bogor. Hasil yang diperoleh menunjukkan tanaman bebas dari gulma dan tumbuh lebih cepat. Pada Gambar 1 dan 2 disajikan tanaman nyawai (Ficus variegate Blume) dan tanaman mahoni, kayu manis dan merbau yang telah diberi mulsa daun kering disekitar pohon bagian bawah. Penggunaan mulsa pada bidang pertanian cukup banyak dan telah biasa digunakan oleh para petani. Akhir-akhir ini mulsa plastik perak hitam (mpph) banyak digunakan para petani untuk tanaman cabe, tomat dll. Secara umum mulsa mempunyai banyak fungsi diantaranya menekan pertumbuhan gulma, menjaga kelembaban tanah, menurunkan suhu tanah dan menyuburkan tanah. Suhayatun (2006) melaporkan kegiatan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh mulsa organik terhadap dinamika perubahan suhu tanah dan peranan mulsa organik dalam manajemen suhu tanah. Kombinasi perlakuan meliputi jenis mulsa yaitu jerami, sabut kelapa dan sekam padi dan tingkat ketebalan mulsa yaitu 5 cm dan 10 cm dan perlakuan kontrol/tanpa mulsa. Hasil-hasil penelitian diketahui bahwa jenis mulsa organik mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap perubahan suhu tanah. Juga diperoleh hasil bahwa pemilihan jenis mulsa dan penerapannya pada kedalaman tertentu dalam tanah juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan dan penentuan suhu tanah yang diinginkan. Menurut Pratiwi (2005) penggunaan mulsa organik yaitu berupa sisa pemanenan hasil hutan seperti cabang, ranting, gulma dan daun-daun telah digunakan untuk konservasi tanah dan air melalui penerapan teknik mulsa vertikal. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan mulsa tersebut kedalam saluran atau alur sesuai kontur dan sebaiknya dikombinasikan dengan pembuatan guludan. Penempatan mulsa vertikal dapat dilakukan pada lahan yang baru dibuka maupun di hutan tanaman yang telah membentuk tajuk. Penggunaan mulsa vertikal telah mampu mengurangi laju aliran permukaan, erosi dan kehilangan unsur hara. Selanjutnya Vleeschauwer et al. (1978) melakukan penelitian pengaruh penggunaan mulsa organik permukaan terhadap sifat fisik dan kimia tanah dan perlindungan permukaan tanah terhadap erosi air. Hasil yang diperoleh setelah dua tahun menunjukkan bahwa porositas total dan tingkat infiltrasi paling tinggi pada perlakuan mulsa organik. Perlakuan mulsa juga telah mampu meningkatkan produksi jagung dan cowpea. Williams (1997) mengemukakan bahwa keuntungan pemakaian mulsa organik yaitu menjaga kelembaban dengan pengurangan kehilangan sejumlah air tanah melalui evaporasi, menjaga keseragaman suhu tanah, mengurangi erosi tanah dan kepadatan tanah dari hujan yang lebat, membantu penetrasi air dan mulsa memberikan penampilan yang lebih indah pada bedeng bunga, tanaman hijau atau kebun sayuran. Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 5 Pentingnya Pemeliharaan Tanaman Kegiatan pemeliharaan tanaman khususnya pada lokasi hutan tanaman harus dilakukan sampai tanaman berumur minimal tiga tahun atau tanaman muda agar diperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Keberhasilan pembagunan hutan tanaman ditentukan berbagai faktor seperti bibit yang unggul, manipulasi lingkungan termasuk pemeliharaan dan pencegahan hama dan penyakit terpadu. Selain itu juga pemeliharaan tanaman yang intensif, teratur dan tepat waktu sampai tanaman berumur 3 – 5 tahun tergantung jenis pohon sangat diperlukan. Berdasarkan data keberhasilan penanaman hutan dalam berbagai kegiatan seperti program penghijauan dan GERHAN, banyak kegagalan hutan tanaman akibat kurangnya pemeliharaan. Akhir-akhir ini pemerintah telah menetapkan bahwa kegiatan pemeliharaan merupakan satu paket yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan penanaman sampai umur 3-5 tahun tergantung jenis pohon. Selama ini kegiatan kontrak penanaman diserahkan bila telah selesai dilakukan penanaman 6 | Pentingnya Pemeliharaan Tanaman sedangkan kegiatan pemeliharaan terpisah dan biasanya dilakukan kurang sempurna. Sering terjadi kegiatan pemeliharaan dilaksanakan terlambat dan melampaui waktu yang seharusnya dilakukan. Hal ini tentu saja berakibat persen tumbuh yang rendah dan pertumbuhan pohon kurang baik. Pemeliharaan tanaman pada hutan tanaman skala besar misalnya pada areal HTI untuk penghasil pulp & kertas diantaranya jenis Acacia mangium, Eucalyptus urograndis, Eucaliptus pellita dilakukan dengan pemakaian herbisida untuk membasmi gulma. Di hutan rakyat skala kecil para petani melakukan pemeliharaan secara manual menggunakan parang, cangkul dan arit untuk menyiangi atau mendangir pohon dan membersihkan gulma yang terdapat disekitar tanaman. Di Pulau Jawa hutan tanaman jati umumnya dipelihara oleh para petani yang mendapatkan kesempatan untuk tumpang sari. Pemeliharaan tanaman pokok dilakukan bersamaan dengan tanaman tumpang sari seperti padi gogo, jagung dll. Definisi Mulsa dan Jenisnya Definisi mulsa (mulch) menurut Umboh (1997) adalah suatu bahan atau material yang secara sengaja diletakkan pada permukaan tanah pertanian. Selanjutnya dikemukakan klasifikasi mulsa sbb: 1. Mulsa organik yaitu bahan sisa pertanian seperti jerami, batang jagung, batang kacang, daun pisang, pelepah batang pisang, daun tebu, alang-alang, serbuk gergaji. Mulsa daun kering termasuk mulsa organik. 2. Mulsa non organik berupa batu kerikil, batu koral, batu kasar, batu bata dan batu gravel Gambar 3. Mulsa plastik perak hitam (mpph) pada tanaman meranti di PT ITCIKU Kaltim. 3. Mulsa kimia sintetis yaitu mulsa plastik transparan, mulsa plastik hitam, mulsa plastik perak dan mulsa plastik perak hitam (mpph) Evans and Thurnbull (2007) mengemukakan bahwa mulching adalah suatu material yang diletakkan disekitar pohon untuk menekan gulma dengan cara berat fisik (physical weight) dan menghilangkan sinar matahari dan mempunyai keuntungan tambahan berupa berkurangnya kehilangan air dari permukaan tanah. Gambar 4. Jalur meranti merah yang diberi mulsa plastik perak hitam (mpph) Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 7 Gambar 5. Daun kering yang banyak terdapat di lantai hutan Gambar 6. Tumpukan daun kering yang terdapat di tempat penimbunan daun Lebih lanjut dikatakan bahwa pemulsaan (mulching) biasanya terlalu mahal untuk tanaman skala besar, tapi merupakan metode pemberantasan gulma yang ideal pada tanaman di desa dimana bahan-bahan seperti daun, kulit, batu tersedia. Pada tanaman yang pertumbuhan gulmanya sangat cepat, pemberian mulsa sering tidak berhasil. Penggunaan mulsa pada bidang pertanian cukup banyak dan telah biasa digunakan oleh para petani. Akhir-akhir ini mulsa plastik perak hitam (mpph) banyak digunakan para petani untuk tanaman cabe, tomat dll. Percobaan penggunaan mpph telah dilakukan oleh Effendi dan Supriambodo (2008) di tanaman meranti merah (Shorea leprosula) umur satu tahun di Proyek PMUMHM PT ITCIKU Kalimantan Timur. Pemakaian mpph dengan ukuran 60x100cm memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman meranti merah. Namun secara lingkungan pemakaian mpph kurang baik karena tidak ramah lingkungan. Adanya plastik di hutan akan membahayakan satwa liar bila memakan mpph. 8 | Gulma di Hutan Tanaman dan Masalahnya Gambar 7. Mulsa daun kering dibawah tegakan meranti di G. Dau, Jabar. Penggunaan mulsa organik berupa daun-daun telah digunakan oleh masyarakat di pulau Bangka pada tanaman lada. Daun-daun serta ranting dikumpulkan dari hutan dan diletakkan diantara tanaman lada dengan ketebalan daun 30-50 cm. Produksi lada meningkat setelah diberi mulsa daun, karena tidak terdapat gulma dan menambah kesuburan setelah daun menjadi hancur (Effendi, 2010). Mulsa daun kering (MDK) adalah daun-daun kering yang banyak terdapat di lantai hutan, dibawah tegakan dan tempat pengumpulan daun-daun kering di taman atau kebun raya. Sumber MDK lainnya yaitu pada waktu penyiapan lahan, daun-daun dieringkan lalu dikumpulkan. MDK tersebut dapat dimanfaatkan untuk menekan gulma dan menyuburkan tanah. Gambar 5, 6 dan 7 menunjukkan lokasi dimana daun kering dapat diperoleh. Gulma di Hutan Tanaman dan Masalahnya Salah satu masalah yang saat ini dihadapi oleh hutan tanaman adalah gulma yang mengganggu pertumbuhan dan bahkan dapat mematikan pohon. Gulma (weed) adalah tumbuhan yang tidak diinginkan kehadirannya meliputi waktu dan tempat. Gambar 8. Gulma perambat yang mengganggu tanaman bambang lanang di KHDTK Kemampo Istilah gulma (weed) telah dikenal oleh masyarakat terutama dalam bidang pertanian dan kehutanan yaitu di hutan tanaman. Menurut Wibowo (2006) kerugian yang ditimbulkan oleh adanya gulma di hutan tanaman sbb: 1. menghambat pertumbuhan tanaman pokok karena gulma menjadi pesaing tanaman pokok untuk unsur-unsur hara, air, ruang tumbuh dan cahaya Gulma menjadi pesaing tanaman pokok pada waktu muda. Persaingan tersebut diantaranya terhadap unsur hara, cahaya matahari dan ruang tumbuh. Gambar 9. Gulma alang-alang di tanaman mahoni di KHDTK Kemampo 2. menurunkan kualitas kayu karena pertumbuhan yang terganggu 3. gulma dijadikan inang bagi jasad lain 4. menyebabkan keracunan atau alelopati bagi tanaman pokok 5. mengganggu pekerjaan misalnya kegiatan pemupukan karena terhalang gulma Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 9 Pohon-pohon di hutan tanaman banyak yang tertekan dan bahkan mati bila diganggu oleh gulma perambat.Tanaman tembesu (Fagraea fragrans), kayu bawang (Disoxylum molissimum), bambang lanang (Michelia champaca) yang ditanam di KHDTK Kemampo banyak yang dililit oleh tanaman perambat yang mengakibatkan terganggunya tanaman bahkan mematikan pohon. Pada Gambar 8 dan 9 disajikan tanaman yang diganggu oleh gulma alang-alang dan perambat. Di hutan tanaman jenis-jenis gulma yang paling banyak mengganggu dan tumbuh secara cepat adalah alang-alang (Imperata cylindrica), kirinyu (Chromolaena odorata), tanaman perambat seperti Mikania micrantha. Menurut Pratiwi dan Nazif (2000) alang-alang merupakan gulma yang sangat merugikan khususnya di daerah yang terbuka, dapat bersaing dengan tanaman pokok dan selain itu mudah terbakar. Tjitrosemito dan Kasno (1998) dalam Wibowo ( 2006) melaporkan sebanyak 96 jenis gulma yang ditemui di hutan tanaman industri (HTI), yaitu tumbuhan paku/pakis (Pteridophyta) sebanyak 8 jenis, rumput-rumputan (Famili Poaceae) sebanyak 26 jenis, tumbuhan tekitekian (Cyperaceae) sebanyak 7 jenis, tumbuhan merambat (Climbers) sebanyak 17 jenis, tumbuhan perdu/semak (Shrubs) sebanyak13 jenis, putri malu (Mimosaceae) sebanyak 3 jenis dan tumbuhan herba (Herbs) sebanyak 22 jenis. Kesuburan Tanah di Hutan Tanaman Kesuburan tanah di lokasi yang akan dibangun hutan tanaman bervariasi tergantung lokasi tanaman. Biasanya pembangunan hutan tanaman juga dilakukan pada tanah-tanah marginal dimana kandungan unsur haranya rendah. Pratiwi (2000) mengemukakan bahwa di Indonesia dan juga negaranegara tropika basah lainnya, proses pencucian unsur hara dan erosi sangat intensif dan tinggi sehingga kehilangan unsur hara juga tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah antara lain pemupukan pada tanah-tanah marginal dan 10 | Gulma di Hutan Tanaman dan Masalahnya tanah-tanah hutan tanaman yang telah dilakukan penanaman dengan beberapa siklus tanam misalnya pada HTI jenis-jenis Acacia mangium dan Eucalyptus pellita,E.urograndis di pulau Sumatera. Pemberian pupuk P sebanyak 28 gram P per pohon atau 30,9 kg P per ha telah diterapkan di HTI yaitu pada tanaman A.mangium di Sumatera Selatan (Hardiyanto et al., 2009). Teknik Pengendalian Gulma dengan Mulsa Daun Kering 1. S ebagai bahan utama pada tek nik pemeliharaan dengan mulsa daun kering adalah daun-daun kering atau daun yang hampir hancur atau serasah yang terdapat di lantai hutan. Sebaiknya tidak menggunakan daun yang segar 2. Identifikasi dan survei lokasi hutan yang akan dipelihara dengan mulsa daun kering. Survei juga meliputi lokasi terdapatnya mulsa daun kering disekitar lokasi penanaman pohon, hutan tanaman atau lokasi yang akan ditanam. Umumnya mulsa daun kering dapat ditemukan dan banyak terdapat di bawah pohon yang telah dewasa karena banyak mengugurkan daun. Bila terdapat banyak maka mulsa daun kering sebaiknya dikumpulkan yang nantinya akan digunakan. 3. Mulsa daun kering yang baik berupa daun kering berukuran kecil dan tipis karena akan lebih cepat hancur. Daun yang berukuran besar dan Gambar 10. Tanaman kayu manis (Cinamomum sp.) yang telah diberi mulsa daun kering tebal seperti daun keruing, ketapang dan terap sebaiknya dicacah menjadi ukuran lebih kecil agar cepat terdekomposisi. 4. Tentukan pohon yang akan dipelihara. Pemeliharaan dilakukan dengan sistim piringan yaitu hanya memelihara pohon tidak seluruh lokasi tanaman. 5. Ambil mulsa daun kering yang telah dikumpulkan, dan letakkan disekitar pohon. Ukuran mulsa daun kering 1 x 1 m. Tebal mulsa daun kering disekitar tanaman minimum 30 cm, lebih tebal lebih baik. Sebaiknya tebal mulsa daun kering tidak melebihi 1 m. Mulsa daun kering dipadatkan dengan cara menginjakinjak. Bila tebal mulsa daun kering kurang dari 30 cm dikhawatirkan cahaya matahari dapat menembus timbunan mulsa daun kering ke lantai hutan sehingga gulma dapat tumbuh. Gambar 11. Tanaman cempaka (Michelia champaca) yang telah diberi mulsa daun kering di Bogor Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 11 Gambar 12. Tanaman jabon (Antocephalus cadamba) di Sentul yang telah dberi mulsa daun kering Gambar 13. Tanaman cempaka (Michelia champaca) yang telah diberi mulsa daun kering di Bogor 6. Pemberian mulsa daun kering dilakukan setelah kegiatan menanam pohon, sehingga tidak memerlukan waktu khusus. Bila telah dilakukan penanaman maka pemberian mulsa daun kering sebaiknya pada tanaman berumur kurang dari tiga tahun. 7. Frekwensi pemberian mulsa daun kering pada pohon setiap empat sampai lima bulan, karena berdasarkan hasil penelitian, mulsa daun kering akan hancur (decomposed) dalam waktu empat sampai lima bulan tergantung ukuran, ketebalan dan jenis daun. 12 | Gulma di Hutan Tanaman dan Masalahnya Mulsa Daun Kering Penyubur Tanah Berdasarkan hasil penelitian pada tanaman nyawai (Ficus variegata Blume) di KHDTK Cikampek, Jawa Barat diketahui bahwa mulsa daun kering yang diberikan disekitar pohon dalam waktu 4-5 bulan akan hancur dan terurai menjadi unsur hara. Hasil analisa tanah yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan adanya peningkatan pH dan N. Tabel 1. Hasil analisa tanah yang berasal dari mulsa daun yang telah terdekomposisi pH H2O KCl N (%) Mulsa daun kering 5,1 4,4 0,39 5,7 76 Kontrol (tanpa perlakuan) 4.5 4,0 0,22 8,5 78 Perlakuan P P2O5 (ppm) K K2O5 (ppm) Sumber: Hasil Analisis Contoh Tanah No. 1044/2012 (Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor, 2012) Unsur hara ini akan menyuburkan tanah sehingga banyak akar yang terdapat dibagian bawah batang. Hasil penelitian Siregar et al., (2008) pada tegakan Acacia mangium di Sumatera Selatan menunjukkan bahwa perlakuan serasah yang ditinggalkan di lapangan dibawah tegakan dan tersebar merata dapat meningkatkan diameter pohon. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hardiyanto dan Wicaksono (2008) dimana perlakuan penyimpanan serasah (slash retention) di bawah tegakan meningkatkan pertumbuhan Acacia mangium di Sumatera Selatan. Selanjutnya diperoleh hasil penelitian di KHDTK Cikampek, dimana tanaman yang diberi mulsa daun kering dan setelah mulsa daun kering tersebut hancur, maka terdapat banyak cacing di sekitar mulsa daun kering yang telah hancur. Jumlah cacing yang terdapat pada bagian bawah batang nyawai yang diberi mulsa daun kering bervariasi antara 1 sampai 7 ekor cacing dalam setiap pohon. Keberadaan cacing ini sangat bermanfaat karena akan membuat lobang sehingga aerasi tanah akan lebih baik. Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 13 Mempercepat Pertumbuhan Tanaman Pe r t u m b u h a n t a n a m a n ditentukan berbagai faktor diantaranya kesuburan tanah, lingkungan yang sesuai dan pemeliharaan yang teratur dan tepat waktu. Tanaman akan tumbuh lebih cepat dikarenakan antara lain bila tidak terdapat persaingan dengan gulma. Pada tanah yang subur pertumbuhan tanaman akan lebih cepat dibandingkan dengan tanah yang kurus atau tidak subur. 14 | Mempercepat Pertumbuhan Tanaman Mulsa daun kering yang diletakkan disekitar tanaman akan berfungsi minimal tiga hal yaitu (a) menekan gulma sehingga tanaman pokok tidak bersaing dengan gulma (b) mulsa daun kering yang hancur / terdekomposisi akan hancur dan menjadi unsur hara yang langsung dapat dimanfaatkan oleh akar untuk pertumbuhan dan (c) adanya cacing disekitar tanah dibawah tanaman akan memperbaiki aerasi karena cacing membuat lobang didalam tanah. Pada pohon atau tanaman yang tidak terdapat gulma ditambah dengan kondisi disekitar pohon / tanaman yang subur maka pertumbuhan pohon / tanaman akan lebih cepat. Gulma yang menjadi saingan bagi pohon atau tanaman dalam mendapatkan unsur hara dan cahaya matahari akan hilang dengan adanya mulsa daun kering. Dengan demikian maka pertumbuhan pohon akan tidak terganggu. Keuntungan Pemakaian Mulsa Daun Kering 1. Mampu menekan gulma yang terdapat disekitar pohon yang ditanam. Gulma adalah tumbuhan yang tidak diinginkan kehadirannya karena mengganggu pohon yang ditanam. Sebaiknya gulma diantara pohon tetap dibiarkan untuk menjaga lingkungan dan iklim setempat. Lokasi tanaman yang dibersihkan secara keseluruhan (total) akan menyebabkan gangguan hama seperti belalang akan menyerang tanaman pokok karena tidak ada gulma. 2. Pada pohon-pohon yang diberi mulsa daun kering umumnya tidak terdapat gulma. Gulma berupa perambat sering mengganggu tanaman pokok dengan memanjat pohon. Untuk mengatasinya perlu pemeliharaan setiap 6 bulan yaitu pada saat pemberian ulang mulsa daun kering. Khusus di lokasi yang banyak Gambar 14. Akar yang tumbuh pada pangkal batang dan akar permukaan pada tanaman nyawai setelah dilakukan pemberian mulsa daun kering gulma sebaiknya ukuran pemberian mulsa daun kering lebih lebar misalnya 1,5 x 1,5 m. 3. Mulsa daun kering yang telah hancur (decomposed) akan terurai menjadi hara dan pupuk bagi tanaman, sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat. Hasil penelitian di KHDTK Cikampek pada tanaman nyawai umur 2 tahun yang diberi mulsa daun kering, terdapat banyak akar baru yang keluar dari batang bawah dan akar permukaan yang berada dibawah mulsa daun kering yang hancur (Gambar 3 dan 4). Hal ini menambah kemampuan akar untuk menyerap unsur hara sehingga pertumbuhan pohon akan lebih cepat. 4. Adanya mulsa daun kering yang telah hancur telah menarik cacing untuk datang ke pohon yang diberi mulsa daun kering. Hasil penelitian penulis di Cikampek, sebanyak 116 pohon Gambar 15. Akar yang keluar dari batang Michelia champaka umur 15 bulan , setelah diberi mulsa daun kering Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 15 nyawai yang diberi mulsa daun kering hampir seluruhnya ditemukan cacing pada mulsa daun kering yang telah hancur dipermukaan tanah. Cacing tersebut menguraikan mulsa daun kering sehingga proses dekomposisi mulsa daun kering lebih cepat. Cacing juga membuat lobang pada tanah sehingga terjadi aerasi yang lebih baik pada tanah disekitar pohon. 5. Mulsa daun kering yang hancur juga meningkatkan kelembaban disekitar tanaman. Hal ini sangat baik untuk perkembangan mikoriza. Begitu pula suhu akan lebih rendah dibandingkan dengan tanpa mulsa daun kering. 6. Keluarnya akar-akar baru sebagai akibat pemberian mulsa daun kering di batang bagian bawah, memungkinkan untuk memproduksi akar untuk tujuan lain. Sebagai contoh bila digunakan pada sukun, maka akar yang dihasilkan dapat digunakan untuk pembuatan bibit tanaman. Bibit sukun umumnya dari akar. Begitu pula pada pohon cendana (Santalun album) dan lemo (Litsea cubeba) karena akar kedua jenis tanaman ini dapat disuling menjadi minyak cendana dan minyak lemo. 7. Pemberian mulsa daun kering di sekitar pohon juga mencegah air hujan langsung mengenai tanah, melainkan jatuh ke mulsa daun kering 16 | Keuntungan Pemakaian Mulsa Daun Kering terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan struktur permukaan tanah tidak rusak. 8. Teknik pemeliharaan pohon dengan mulsa daun kering sangat ramah lingkungan, karena menggunakan bahan setempat (daun kering) dan daun yang hancur dapat memperbaiki tanah. Pada musim kemarau dimana daun kering rentan terhadap kebakaran maka mulsa daun kering sebaiknya ditutup dengan tanah tipis sekitar 1-2 cm agar mulsa daun kering tidak terbakar. 9. Teknik ini juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan. Di lokasi hutan tanaman seperti HTI atau HTR yang berada dekat dengan desa diharapkan menerapkan teknik ini, dimana dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 10. Hutan rakyat, hutan desa, hutan kemasyarakatan dan kebun bibit desa dapat menggunakan teknik pemeliharaan pohon dengan menggunakan mulsa daun kering dalam memelihara pohonpohonnya. 11. Taman kota, pekarangan kantor yang banyak pohon dan Arboretum yang menghasilkan daun kering dan setiap hari disapu dapat menggunakan teknik ini terutama pada tanaman muda sehingga pertumbuhan lebih cepat. Biaya Pemberian Mulsa Daun Kering pada Tanaman Biaya yang dibutuhkan bila menggunakan mulsa daun kering untuk mengendalikan gulma sangat tergantung pada jumlah pohon per ha, ketersediaan tenaga kerja dan upah kerja setempat. Banyaknya pohon per ha ditentukan oleh jarak tanam. Kebutuhan biaya penggunaan mulsa daun kering disajikan pada Tabel. Biaya yang diperlukan untuk mengendalikan gulma dengan mulsa daun kering. Jarak No. tanam (m) 1 3x3 Jumlah pohon/ ha Jumlah HOK/ha/ tahun 1.100 70 2 5x5 400 26 3 4x5 500 34 4 10x2,5 400 26 5 10x5 200 14 6 10x10 100 7 Upah kerja yang biasanya disebut Hari Orang Kerja (HOK) yaitu kemampuan seorang tenaga kerja selama satu hari dengan waktu kerja berkisar 6-8 jam, tergantung daerah. Upah kerja juga tergantung tempat tinggal masyarakat dan upah kerja setempat. Di Pulau Jawa tarip HOK relatip lebih murah dibandingkan dengan luar Jawa. Selain itu pada lokasi yang banyak perkebunan sawit dan pertambangan biasanya tarip HOK lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi tanpa atau sedikit kegiatan perkebunan atau pertambangan. Keterangan • 1 HOK = 30 pohon • Frekuensi pemberian mulsa daun kering setiap 6 bulan Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 17 Kesimpulan 1. Kegiatan pemeliharaan hutan tanaman sangat penting dan merupakan satu paket dengan penanaman dalam rangka pembangunan hutan tanaman sampai umur 3-5 tahun tergantung jenis pohon 2. Teknik pemeliharaan pohon dengan penggunaan mulsa daun kering yang diletakkan mengelilingi pohon ukuran 1 x 1 m dengan ketebalan mulsa daun kering minimum 30 cm dengan sistem piringan dapat diterapkan karena mempunyai banyak manfaat seperti menekan gulma, menyuburkan tanah dan mempercepat pertumbuhan pohon 3. Teknik pemeliharaan pohon dengan mulsa daun kering murah, mudah dan sangat ramah lingkungan serta dapat menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat yang tinggal disekitar lokasi hutan tanaman 4. Penerapan pemeliharaan dengan mulsa daun kering dapat dilakukan di hutan tanaman rakyat (HTR), hutan rakyat (HR) dan hutan tanaman industri (HTI) yang lokasinya berdekatan dengan desa yang banyak terdapat tenaga kerja. Gambar 16. Tanaman nyawai umur 2,5 tahun yang diberi mulsa daun kering disekitar pohon dengan ukuran 1 x 1 m tebal 30 cm di KHDTK Cikampek Jawa Barat Kontak Person: Drs. Riskan Effendi, M.Sc Kelti Pembinaan Hutan, Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan Kampus Balitbang Kehutanan Jalan Gunung Batu 5, BOGOR. Email: [email protected] 18 | Kesimpulan Pustaka Effendi, R. 2007. Kemungkinan Penggunaan Mulsa Plastik Perak Hitam (mpph) pada Pemeliharaan Hutan Tanamam. Mitra Hutan Tanaman Vol.2 No. 1. Puslitbang Hutan Tanaman Bogor. Effendi, R dan B. Supriambodo. 2008. Percobaan Penggunaan Mulsa Plastik Perak Hitam dalam Pemeliharaan Hutan Tanaman Meranti Merah di PT ITCIKU Kalimantan Timur. Prosiding Seminar nasional Silvikultur Rehabilitasi Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan.Wanagama I, 24-25 November 2008. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Effendi, R. 2010. Teknik Pemeliharaan Hutan Tanaman Dengan Mulsa Organik. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XIII, Inna Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Bali, 10-11 November 2010. MAPEKI Bogor. Effendi, R. 2011. Mulsa Serasah Untuk Pemeliharaan dan Menyuburkan Hutan Tanaman. Leaflet. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor. Evan, J and J.E. Thunbull. 2007. Plantation Forestry in the Tropics. The Role, Silviculture, and Use of Planted Forests for Industrial, Social, Environment, and Agroforestry Purposes. Third Edition. Oxford University Press, UK. Hardiyanto, E.B. and A. Wicaksono. 2008. Interrotation Site Management, Stand Growth and Soil Properties in Acacia mangium Plantations in South Sumatera, Indonesia. In Nambiar (ed.) Site Management and Productivity in Tropical Plantation Forests. 2008. Proceedings of Workshops in Piracicaba (Brazil) 22-26 November 2004 and Bogor (Indonesia) 6-9 November 2006. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor. Hardiyanto, E.B. 2009. Intensive Silvicultural Practices in Indonesia. Proceeding International Seminar Research on Plantation Forest Management: Challenges and Opportunities. Puslitbanh Hutan Tanaman Bogor. Pratiwi. 2000.Pemanfaatan Bahan Organik Sisa untuk Mengurangi Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilanagn Unsur Hara di Lahan Marginal, Muara Dua, Lampung. Buletin Penelitian Hutan 624/2000:30-39. Pratiwi. 2001. Efektivitas Penempatan Mulsa Vertikal untuk Mengurangi Aliran Permukaan dan Sedimentasi serta Kehilangan Unsur Hara di Hutan Tanaman Mahoni Afrika (Khaya anthoteca)Pasir Awi Leuwiliang Jawa Barat. Buletin Penelitian Hutan No.628. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Siregar, S.T.H., Nurwahyudi. and Mulawarman. 2008. Effects of Inter-rotation Management on Site Productivity of Acacia mangium in Riau Province, Sumatera, Indonesia. In Nambiar (ed.) Site Management and Productivity in Tropical Plantation Forests. Proceedings of Workshops in Piracicaba (Brazil) 22-26 November 2004 and Bogor (Indonesia) 6-9 November 2006. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor. Suhayatun, S. 2006. Peranan Beberapa Jenis Mulsa Organik dalam Maajemen Suhu Tanah. Research Report from LAPTUNILAPP. Diakses via internet http:// www.digilib.itb. ac.id/gdl Umboh AH. 1997. Petunjuk Penggunaan Mulsa. PT Penebar Swadaya. Jakarta Vleeschauwer DD, Lal R, and De Boodt M. 1978.The comparative effects of surface applications of organic mulch versus chemical soil conditioners on physical and chemical properties of the soil and on plant growth. Department of Soil Physics, State University of Ghent, USA. Di akses lewat internet http:// www.sciencedirect.com/science tanggal 27 September 2010. Wibowo, A. 2006. Gulma di Hutan Tanaman dan Upaya Pengendaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Bogor. Williams DJ. 1997. Organic Mulch. Department of Natural Resources and Environmental Sciences NRES-19-97. Cooperative Extension Service. University of Illinois at UrbanaChampaign, USA. Mulsa Daun Kering Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman | 19 KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan Kampus Balitbang Kehutanan Jl. Gunung Batu; Bogor 16610 No.5, Telp. (0251) 8631238; Fax.: (0251) 7520005;