1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di permukaan Bumi ini, biomasa terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan atau serasah (Arief, 2003). Biomasa ini merupakan tempat penyimpanan karbon dan disebut Carbon Sink . Namun , pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas di berbagai benua di Bumi, telah mengganggu proses tersebut. Akibat dari itu, karbon yang tersimpan dalam biomasa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan Bumi untuk menyerap CO 2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Permukaan Bumi selalu mengalami proses oleh pengaruh interaksi antara tenaga endogen dan tenaga eksogen (Strahler, 1997). Sistem ekologi dipermukaan Bumi juga selalu mengalami dinamika. Interaksi antara lingkungan abiotik, lingkungan biotik dan lingkungan cultural membentuk karakteristik permukaan bumi (Huggett, 1995). Penurunan kualitas lahan terjadi oleh pengaruh interaksi ketiga lingkungan tersebut. Pada kawasan hutan primer pengaruh lingkungan abiotik dan lingkungan biotik lebih menonjol dari pada kawasan hutan sekunder atau kawasan budidaya pengaruh lingkungan budaya lebih menonjol dari pada penurunan kualitas lahan dapat terjadi secara alami maupun pengaruh kegiatan manusia. Penurunan secara alami dapat berbentuk kerusakan lahan akibat bencana alam, perubahan iklim, dan aktivitas alami lain. Penurunan kualitas lahan secara artificial disebabkan oleh kegiatan manusia dalam melakukan perubahan lahan untuk memenuhi kebutuhan. Hutan primer merupakan gambaran kualitas lahan yang masih sangat baik, menjamin keberlangsungan sistem ekologi secara berkelanjutan (sustainable). Hutan 2 sekunder dan peruntukan budidaya lain merupakan gambaran lahan yang telah mengalami penurunan kualitas. Kualitas lahan dapat diindikasikan dengan tingkat kerapatan vegetasi dan cadangan mineral untuk pendukung sirkulasi materi, energi dan informasi dalam sistem ekologi (Odum, 1988). Komposisi unsur hara dapat menunjukkan kestabilan sistem ekologi karena Komposisi unsur hara juga dapat digunakan untuk menunjukkan kualitas lahan suatu kawasan. Keseimbangan unsur hara akan mengalami pergeseran akibat terjadinya perubahan lahan. Hutan primer memiliki keseimbangan komposisi unsur hara yang berbeda dengan lahan yang telah mengalami perubahan. World Heritage Committee, tahun 2011, dalam pertemuan tahunan yang berlangsung di Paris, menambahkan hutan hujan tropis di Sumatera dan Kalimantan dalam daftar situs warisan dunia UNESCO yang dalam bahaya (List of World Heritagein Danger). Aktivitas perusakan yang terjadi di wilayah tersebut mendorong penambahan wilayah itu dalam daftar situs terancam. Sejak tahun 2004, International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendorong masuknya kawasan hutan Sumatera dan Kalimantan dalam daftar situs terancam. Dalam monitoring selama 5 tahun terakhir, IUCN dan UNESCO menemukan bahwa hutan diwilayah Sumatera dan Kalimantan memang butuh restorasi segera. Pembangunan jalan, pertanian, dan perkebunan adalah ancaman utama bagi hutan ini. Masuknya hutan hujan tropis Sumatera dan Kalimantan dalam daftar situs terancam adalah pesan bagi dunia untuk mendukung pelestarian situs ini. Komite telah mengambil keputusan setelah debat bertahun-tahun. Diperlukan kepastian bahwa ini mendorong adanya langkah nyata untuk mengatasi ancaman yang ada. 3 Seiring dengan penerapan UU No 32 Tahun 2014 tentang otonomi daerah telah mendorong pemanfaatan sumberdaya alam dalam peningkatan pendapatan asli daerah. Secara nasional hutan di Indonesia telah mengalami penurunan luasan hutan primer secara signifikan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, laju deforestasi sebesar 0,45 juta hektar, setara dengan pengurangan emisi karbon sebesar 489 juta (sumber berita Kemenhut 2012). Laju penurunan emisi karbon dipacu alih fungsi hutan ke pemanfaatan lain seperti pertanian, perkebunan, permukiman, industri, pertambangan dan beberapa pemanfaatan lain. Perhatian Pemerintah Republik Indonesia dalam pengendalian hutan telah dilakukan dengan menerbitkan regulasi bidang kehutanan. Pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan alam primer dan lahan gambut. Inpres tersebut lebih populer disebut Inpres Moratorium Hutan. Inpres tersebut pada intinya adalah menetapkan kawasan hutan dan lahan gambut yang perlu dilindungi dari eksploitasi berlebihan. Kementerian terkait dan kepala daerah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyeimbangkan dan menselaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Tersedianya berbagai potensi sumber daya alam seperti sumber daya hutan, lahan dan mineral di daerah ini menyebabkan usaha kegiatan di bidang kehutanan, perkebunan pertanian dan pertambangan menjadi sektor unggulan dalam menunjang perekonomian daerah. Pendapatan asli daerah yang merupakan sumber pendanaan dalam pembangunan dipacu dari sumberdaya alam yang dimiliki. Pendayagunaan potensi sumber daya alam yang kurang memperhatikan batas kemampuan daya 4 dukung dan daya tampung lingkungan yang ada, maka baik secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan ancaman terhadap kelestarian lingkungan hidup dan kesinambungan pembangunan. Penurunan kualitas lingkungan terjadi akibat pemanfaatan tanpa memperhitungkan pelestarianya. Berbagai upaya telah ditempuh untuk mencegah dan mengurangi laju penurunan kualitas lingkungan tersebut, namun sejauh ini dipandang masih belum cukup mampu dalam mengimbangi laju penurunan kualitas lingkungan yang terjadi. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi serta berbagai kendala dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki menyebabkan penanganan permasalahan lingkungan tersebut belum mencapai hasil yang optimal. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah dengan tegas memberikan ketentuan berkait dengan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Namun menjadi permasalahan sekarang adalah bagaimana kita dapat menjawab dan memberikan suatu kebutuhan paling mendasar guna mewujudkan dan mengimplementasikan keterpaduan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dalam pengelolaan lingkungan hidup. Isu-isu muncul di setiap wilayah terutama dalam pengelolaan lingkungan hidup, isu penurunan kualitas air sungai dan kerusakan hutan dan lahan. Isu penurunan kualitas air sungai dilatarbelakangi kekhawatiran masyarakat pemerhati lingkungan terhadap kemungkinan terjadinya pencemaran dari buangan air limbah, pembukaan areal hutan dan lahan dari kegiatan industri serta sampah domestik. Isu kerusakan hutan dan lahan dilatarbelakangi kekhawatiran masyarakat terjadinya kemungkinan tidak tertutupnya kembali areal bekas tambang yang akan meninggalkan lubang-lubang yang cukup luas dan dalam. 5 Tahun 2003 Departemen Kehutanan pernah menerapkan kebijakan soft landing, yaitu dengan menurunkan jatah tebang tahunan pada hutan alam di luar Jawa maupun hutan tanaman perhutani di Jawa. Latar belakang kebijakan tersebut hampir sama dengan latar belakang isu perubahan iklim. Sama dengan kebijakan moratorium hutan, kebijakan tersebut merupakan kebijakan darurat atau khusus yang perlu diambil berdasarkan kondisi-kondisi yang sangat mendesak. Kebijakan tersebut diambil juga dalam rangka meningkatkan kelestarian sumberdaya hutan serta isu kerusakan lingkungan akibat peningkatan luas kerusakan hutan dan penurunan potensi tegakan hutan secara ekstrem. Kebijakan tersebut segera diikuti dengan melakukan perbaikan tata kelola hutan yang menjamin berlangsungnya praktek-praktek pengelolaan hutan lestari di seluruh kawasan hutan Indonesia. Perbaikan tersebut meliputi seluruh tingkat mulai dari tingkat pusat melalui pengurusan hutan sampai pengelolaan hutan di tingkat tapak, meliputi regulasi, kelembagaan, sampai sumberdaya manusia. Permasalahan pengelolaan hutan. kerusakan lingkungan selalu koheren dengan permasalahan Konsep Pengelolaan Hutan Lestari (Sustainable Forest Management, SFM), dimulai manusia sejak berhadapan dengan berbagai keterbatasan dalam memanfaatkan sumberdaya alam guna mencukupi kebutuhannya. Pengelolaan hutan diwujudkan dalam prinsip (azas) kelestarian hasil (sustained yield principles) yang untuk pertama kalinya diuraikan secara tegas dalam Ordonansi Hutan tahun 1669 di Perancis. Prinsip ini sebenarnya telah mulai dirintis sejak dikeluarkannya Ordonance of Melun tahun 1376 (Osmaston, 1968). Pengertian prinsip kelestarian hasil pada periode itu mengandung arti yang sangat sempit yaitu prinsip dalam pengaturan hasil hutan berupa kayu. Pengelolaan hutan dengan prinsip ini lebih 6 dikenal dengan pengelolaan tegakan hutan (timber stand management) yang sasarannya dapat berupa besar hasil pemanenan kayu yang sama setiap tahun (sustained yield principles) atau dengan hasil yang terus meningkat (progresive sustained yiled principle). Metode ini berkembang di daratan Eropa, terutama Jerman, dengan lebih menekankan kepada hutan homogen (satu jenis) dan seumur (even age) yang pada umumnya berupa hutan tanaman. Metode ini masuk ke Indonesia dibawa oleh pemerintah Hindia Belanda dan diterapkan dalam pengusahaan hutan jati di Pulau Jawa mulai tahun 1890 (Simon, 1999). Dalam perkembangan ilmu manajemen hutan, metode-metode tersebut dikategorikan ke dalam kelompok metode pengaturan hutan klasik (clasical forest regulation). Sementara itu, aspek lingkungan hidup dalam arti yang luas secara global mulai diperhatikan dalam pengelolaan hutan sejak dikeluarkannya Deklarasi Stockholm pada tahun 1972. Deklarasi yang dicetuskan melalui Konferensi Lingkungan Hidup Manusia yang diselenggarakan di Stockholm (Swedia) ini berisi 26 butir azas-azas (prinsip-prinsip) yang perlu dipegang dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup manusia. Beberapa butir dari deklarasi tersebut terkait langsung dengan kegiatan pengelolaan hutan. Selanjutnya, perhatian dan komitmen masyarakat internasional terhadap pengelolaan lingkungan hidup, termasuk di dalamnya hutan, makin lengkap dengan diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) yang dikenal dengan sebutan UNCED ( The United Nations Conference on Environment and Development). Konferensi PBB yang dilaksanakan atas mandat Majelis Umum PBB No. 22/448 ini dilaksanakan di Rio de Jeneiro (Brazil) tanggal 3 – 14 Juni 1992 7 dan merupakan konferensi tingkat Kepala Negara menghasilkan 5 (lima) dokumen yang disepakati dan disahkan, yaitu Deklarasi Rio (Rio Declaration on Environment and Development), Konvensi Perubahan lklim (Convention on Climate Change), Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biodiversity), Prinsip-prinsip Kehutanan (Forestry Principles) dan Agenda 21 (21th Century Programme). Satu dokumen hasil KTT Bumi, yaitu Prinsip-prinsip Kehutanan, walaupun disepakati hanya sebagai norma-norma yang bersifat tidak mengikat bagi pengelolaan dan konservasi hutan dalam pembangunan berkelanjutan, disepakati untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam kerjasama internasional di bidang kehutanan dan berlaku untuk semua tipe hutan. Dalam konsep PHL, kelestarian hasil hutan menuntut tingkat produksi yang konstan untuk intensitas pengelolaan hutan tertentu, dimana antara pertumbuhan dan pemanenan harus seimbang. Ada dua pengertian dari hal tersebut, yang pertama kelestarian hutan untuk jangka panjang, di mana hasil yang diperoleh dari hutan dalam keadaan normal dan memberikan hasil sepanjang masa. Pengertian kedua, hasil yang diperoleh mulai dari awal pengusahaan tidak pernah menurun selama-lamanya. Konsep kelestarian hutan tersebut selanjutnya berkembang dalam 3 (tiga) tahap, yaitu kelestarian hasil hutan, kelestarian potensi hasil hutan dan kelestarian sumberdaya hutan. Tahap awal, kelestarian hasil hutan adalah konsep kelestarian yang menitikberatkan pada hasil kayu tahunan atau periodik yang sama, dengan penerapan sistem silvikultur, penentuan rotasi dan teknik penebangan yang tepat dan sebagainya, konsep ini melahirkan konsep hutan normal. Pada tahap kelestarian berikutnya yaitu 8 kelestarian potensi hasil hutan, didasarkan permintan masyarakat yang semakin beragam karena potensi supply semakin menurun akibat pertumbuhan jumlah penduduk. Kalau kelestarian hasil berorientasi pada kayu sebagai hasil hutan, maka kelestarian potensi berorientasi kepada hutan sebagai pabrik kayu. Tipe kelestarian yang terakhir, kelestarian sumberdaya hutan, menuntut ekosistem hutan yang mendekati bentuk hutan asli dimana hutan bukan hanya berpotensi untuk menghasilkan kayu dan hasil non kayu saja, tetapi juga jasa lingkungan seperti air, udara segar, keindahan dan sebagainya. Orientasi konsep kelestarian ini adalah hutan sebagai ekosistem yang menghasilkan kayu dan non kayu, pelindung tata air dan kesuburan tanah, penjaga kelestarian lingkungan serta berfungsi sebagai gudang berbagai sumber genetik, flora maupun fauna. Secara teoritis ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan asas kelestarian seperti tersebut di atas, yaitu : a. Ada jaminan kepastian batas kawasan yang tetap dan diakui oleh semua pihak. b. Sistem perhitungan ketat yang menjamin tidak terjadi over-cutting, sehingga dapat disusun rencana tebangan tahunan yang sesuai asas kelestarian. c. Sistem permudaan yang menjamin permudaan kembali kawasan bekas tebangan yang berhasil baik (Artificial Regeneration) Simon, 1994. Penerapan konsep kelestarian hutan tersebut adalah terbentuknya hutan normal, yaitu hutan yang mempunyai susunan kelas umur merata, mulai kelas umur pertama sampai akhir daur, dalam keadaan penuh dan mempunyai kondisi pertumbuhan maksimal. Setiap kelompok umur tegakan mempunyai luas atau potensi pertumbuhan 9 yang sama sehingga tebangan tahunannya selalu menghasilkan kayu yang maksimal dan sama volumenya. Kota Bontang yang berada di wilayah DAS Bontang merupakan salah satu wilayah di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki pertumbuhan penduduk yang cepat. Permasalahan DAS Bontang adalah terjadinya frekwensi banjir yang selalu meningkat setiap tahun ( Dinas Pekerjaan Umum Bontang, 2011). Banjir di DAS Bontang merupakan permasalahan komplek yang melibatkan banyak faktor . Kota Bontang berada dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Bontang dengan hulu di Kabupaten Kutai Timur dan hilir di Kota Bontang. Kemunculan banjir pada 2 dekade terakhir menunjukkan terjadinya perubahan pada DAS tersebut selama kurun waktu yang hampir sama. DAS Bontang memiliki karakteristik tutupan lahan yang spesifik, mulai dari hutan primer, hutan sekunder, persawahan, perkebunan, dan permukiman. Perubahan lahan pada DAS tersebut secara temporal memperlihatkan terjadinya perubahan lahan dari peruntukan hutan ke peruntukan lain. Perubahan tersebut memicu perubahan keseimbangan siklus hidrologi yang memberikan dampak terhadap tata air di DAS Bontang. Setiap wilayah dipermukaan bumi memiliki keseimbangan unsur hara yang mampu menunjukkan kualitas lahan. Karbon merupakan salah satu mineral yang dapat digunakan untuk indikator kualitas lahan. Karbon terkandung pada vegetasi, tanah, air, dan udara dengan komposisi proporsi tertentu. Komposisi mineral yang terkandung dalam setiap wilayah selalu mengalami dinamika. Dinamika mengikuti hukum alam sesuai dengan siklus karbon. Hutan primer merupakan gambaran lahan dengan sistem ekologi sangat baik memiliki komposisi proporsi karbon tertentu. Karakteristik lahan 10 lain memiliki komposisi proporsi karbon yang tertentu pula. Bagaimana komposisi proporsi karbon setiap jenis lahan dan bagaimana informasi tersebut dimanfaatkan untuk menentukan tingkat kerusakan lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk di kaji. Karbon adalah tulang punggung kehidupan manusia, hewan, tumbuhan dan mikrobia. Unsur ini merasuki semua makhluk di muka bumi dan terus berputar dalam siklus yang seimbang. Daur ulang karbon mulai terusik ketika manusia mulai menggunakan senyawa karbon sebagai bahan bakar penggerak mesin peradaban. Karbon terlepas ke udara sebagai gas karbon dioksida (CO 2 ) sisa pernapasan makhluk hidup dan pembakaran. Gas ini akan diserap tumbuhan untuk membantu proses fotosintesis hingga terkubur di tanah. Namun itu terjadi pada masa lalu ketika hutan begitu rapat menutupi daratan. Kini, daya isap CO 2 oleh tanah telah melemah, bukan hanya karena hutan terus dibabat hingga nyaris gundul, bahkan gas karbon dan kelompoknya seperti sulfur (S), nitrogen (Ni), metana (CH 4 ) dan Ozon, yang biasa disebut GRK ( Gas Rumah Kaca), semakin memadati angkasa hingga memperburuk lingkungan bumi. Perubahan iklim menjadi isu penting abad ke – 21 dan merupakan fenomena global, karena penyebab serta dampaknya terkait erat dengan kehidupan manusia dan makhluk hidup lain di seluruh dunia. Perubahan iklim salah satunya dipicu oleh pemanasan global, akibat tingginya konsentrasi suhu rata-rata bumi naik 10 C dan seratus tahun yang akan datang diprediksi naik 1,40 – 5,80C (Primack dkk, 2007). Padahal kenaikan suhu 1,30 C saja membuat suhu bumi lebih hangat dari 100.000 tahun yang lalu (Campbell dkk, 2008), sehingga kenaikan suhu ini menyebabkan suhu 11 air laut dan evaporasi meningkat, kemudian berpengaruh pada perubahan pola dan distribusi hujan serta tekanan udara ( Meiviana dkk, 2004) atau dengan kata lain iklim mengalami anomali. Anomali iklim terjadi di beberapa wilayah di Dunia (Krebs, 2009), seperti kekeringan di Australia, curah hujan berlebihan di Eropa dan ketidakjelasan batas musim hujan-kemarau seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. Kondisi tersebut akan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat, mulai dari gagal panen hingga krisis pangan dan kemiskinan. Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (World Disaster Report, 2001), kerugian ekonomi akibat bencana iklim mencapai 75 milyar dolar setiap tahun dan meningkatkan angka kematian hingga 50 % tiap decade , (Kemen-LH, 2007). Karenanya perlu upaya mitigasi untuk menekan dampak negatif perubahan iklim, yaitu dengan memperlambat terjadinya global warming. Pemanasan global dipicu oleh kenaikan suhu Bumi , hal ini terjadi akibat akumulasi gas rumah kaca di atmosfer. Keberadaan gas rumah kaca di atmosfer menghambat pantulan radiasi Matahari yang berasal dari Bumi, sehingga pengeluaran panas dari Bumi ke angkasa dihambat (Primack dkk,, 2007). Panas tertangkap di bawah lapisan atmosfer dan meningkatkan suhu Bumi. Salah satu gas rumah kaca (GRK) yang berperan dalam meningkatkan suhu Bumi adalah Karbon Dioksida (CO 2 ), yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. CO 2 merupakan gas rumah kaca yang paling dominan , menyumbang 9-26 % dari total gas rumah kaca dan menempati urutan kedua setelah uap air (Krebs, 2009). Karbon dioksida merupakan gas yang memiliki kemampuan paling lama bertahan di atmosfer (IPCC, 1992) artinya CO 2 yang kita emisikan saat ini akan bersirkulasi di atmosfer selama kurang lebih 75 tahun (Mahlman, 1999). Selama ini tanggung jawab 12 untuk mengurangi konsentrasi CO 2 di atmosfer dibebankan pada hutan-hutan di daerah Tropis , yang sebagian besar dimiliki Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hutan di daerah Tropis berpotensi besar dalam menyerap (sequestration) dan menyimpan (storage) karbon dalam biomassanya (Campbell dkk., 2008) menyebutkan bahwa 75 % karbon organik di hutan hujan tropis tersimpan pada kayu (biomassa), dan hanya 10 % tersimpan dalam tanah. Namun fakta yang dijumpai saat ini bahwa Hutan Tropis dalam kondisi kritis. Deforestasi dan degradasi hutan tropis menjadi masalah utama yang mereduksi peran hutan tropis dalam sequestrasi. Menurut (Barbour dkk., 1987), bahwa deforestasi mengakibatkan 90 % karbon terlepas dari jaringan tumbuhan dan 20 % karbon terlepas dari tanah. Akibatnya hutan tropis yang seharusnya berperan dalam karbon sequestration dan karbon storage justru menjadi karbon source. Jika upaya memperlambat global warming hanya mengandalkan kemampuan hutan tropis dalam mengurangi kandungan karbon di atmosfer, maka pemanasan global yang memicu perubahan iklim akan terus terjadi dan dampak negatifnya akan sulit dihindari, sehingga target pemerintah untuk mengurangi emisi karbon sebesar 26 % pada tahun 2020 akan sulit tercapai. Cepatnya laju deforestasi , pemulihan kawasan hutan tropis yang membutuhkan dana besar dan tanggung jawab yang dominan besar dari pemerintah, serta kurangnya peran masyarakat. Menurut (Murdiyarso, 2005), bahwa program peningkatan sequestrasi melalui proyek penanaman pohon dengan skala besar di kawasan terdegradasi , saat ini dianggap kurang menguntungkan bagi masyarakat yang di artikan bahwa keikutsertaan 13 masyarakat umum dalam program tersebut masih sangat terbatas pada tahap pemeliharaan. Tiga faktor lingkungan yang memegang peranan penting yaitu faktor biotik (Vegetasi) , faktor abiotik (CO 2 ) dan faktor sosial-budaya (Culture). Karbon berpindah dari lingkungan atmosfer ke biosfer sebagai gas karbon dioksida. Gas karbon dioksida digunakan tumbuhan untuk berfotosintesis, pertukaran karbon pun terjadi dari lingkungan biosfer ke geosfer, perpindahan karbon sebagai gas karbon dioksida dari lingkungan atmosfer ke hidrosfer atau sebaliknya. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer Bumi. Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Kebakaran hutan dan batubara di Kalimantan Timur merupakan suatu masalah unik, dimana lapisan batubara yang terbakar akibat kebakaran hebat pada tahun 1983 masih membara di bawah tanah yang pada musim hujan tidak terlalu bermasalah karena bara tersembunyi di bawah permukaan tanah. Tetapi pada musim kemarau, kadar air tanah turun menyebabkan tanah kering dan retak-retak merekah yang terjadi terus menerus, yang pada akhirnya ketika menyentuh bahan bakar dari vegetasi yang telah kering selanjutnya merembet ke segala jurusan di lantai hutan. Seperti diketahui bahwa salah satu fungsi hutan adalah menyerap emisi gas rumah kaca (GRK), yang berpotensi besar untuk mengubah CO 2 menjadi O 2 . Adanya perombakan hutan secara besar-besaran dan meningkatnya gas rumah kaca (GRK) 14 maka dampak yang dirasakan dan dirisaukan adalah terjadinya perubahan iklim secara ekstrim yang berakibat fatal bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Lahan gambut memiliki peranan hidrologis yang penting karena secara alami berfungsi sebagai cadangan air dengan kapasitas yang sangat besar. Lahan gambut dapat menyimpan air sebanyak 0,9 m3/m3.Lahan gambut berpotensi menjadi sumber CO 2 yang cukup besar.Lahan gambut merupakan penyimpanan karbon, tetapi bila lahan gambut dibuka disertai dengan pembakaran sebagian besar karbon akan teroksidasi menjadi CO 2 Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan ekosistem yang dibatasi oleh topografi pemisah air yang berfungsi sebagai penampung, penyimpan dan penyalur air dalam system sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal. Untuk menciptakan kelestarian DAS dalam pengelolaannya perlu diperhatikan parameterparameter atau indicator pendukung utama pencapaian sasaran pelestarian. Parameter sasaran pelestarian DAS tersebut berupa kesuburan tanah baik fisik, kimia , biologi maupun pengaruh karbon terhadap keseimbangan tanah. Konservasi air merupakan penggunaan air secara efisien sehingga tetap tersedia di musim kemarau dan tidak berlebihan di musim hujan. Konservasi tanah dan air secara harviah (seimbang) merupakan suatu pengaturan antara intensitas hujan, kapasitas infiltrasi tanah dan pengaturan air permukaan untuk melindungi terhadap proses erosi yang merusak lahan sebagai penyangga kehidupan daerah aliran sungai. Konservasi karbon adalah mempertahankan keseimbangan pertukaran karbon di dalam hutan dan lahan gambut secara alamiah. 15 Penelitian ini terutama ditujukan untuk mengkaji kerusakan lingkungan akibat kehilangan karbon serta upaya pengelolaan daerah penelitian dengan menerapkan kombinasi metode analisis kesesuaian lahan, dan metode analisis pemetaan. Secara umum pengelolaan DAS Bontang belum menerapkan kaidah-kaidah konservasi karbon, tanah dan air, hal ini ditunjukkan oleh terjadinya kerusakan (degradasi) dengan gambaran laju erosi tanah yang masuk kategori berat sampai sangat berat, sedangkan tingkat kekritisan lahan yang masuk kategori kritis sampai dengan sangat kritis. Sebagai suatu sistem yang dinamis, tanah akan selalu mengalami perubahanperubahan yaitu perubahan segi fisik, kimia ataupun biologi tanahnya (Gunawan, 2009). Perubahan-perubahan ini terutama terjadi karena pengaruh berbagai unsur iklim, tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia. Kerusakan tubuh tanah akan mengakibatkan berlangsungnya perubahan-perubahan yang berlebihan misalnya kerusakan dengan lenyapnya lapisan olah tanah yang dikenal dengan erosi. Keadaan iklim menentukan kecendrungan terjadinya erosi yang mencerminkan keadaan pola hujan. Selain pola hujan , jenis dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah juga mempengaruhi erosi di daerah tropis ( Arsyad, 1989). Hujan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap erosi di Indonesia, dimana besarnya curah hujan , intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kebijakan Desentralisasi dalam wujud Otonomi Daerah. Untuk perbaikan sistem pengelolaan DAS demi kebutuhan manusia perlu segera diprioritaskan suatu sistem 16 pengelolaan dan penataan guna lahan yang seimbang, sehingga tercapai penyesuaian lahan secara lestari. 1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Dalam keadaan alami, hutan merupakan pemendam karbon, akan tetapi bila hutan tersebut dibuka, untuk penggunaan lahan selain hutan , sebagian besar karbon yang terdapat di vegetasi dan tanah akan teroksidasi menjadi CO 2 , maka lahan berubah fungsi dari penyerap menjadi sumber emisi karbon. Pentingnya peran hutan sebagai penyimpan atau penyerap karbon dan sumber emisi karbon, maka pengukuran karbon tersimpan dan emisi karbon pada lahan hutan menjadi hal yang penting dalam kaitannya konsentrasi GRK di atmosfer. Oleh karena itu sangat diperlukan mekanisme pengukuran karbon agar dapat mengetahui simpanan atau cadangan karbon dan emisi karbon pada penggunaan lahan hutan. Dengan demikian, peranan penutupan vegetasi dalam melindungi tanah dari bahaya erosi sangatlah penting dan menentukan (Sudarmadji, 1995). Beberapa parameter geomorfologi, berperanan terhadap perubahan Debit Limpasan Air Sungai (DLAS) adalah luasan bentuk DAS, kelerengan DAS serta pola drainasi sungai (Asdak, 1995). Pada beberapa faktor umumnya juga dapat mempengaruhi perubahan DLAS, antara lain kondisi Biogeofisik DAS dan Pola penggunaan lahan. Degradasi lahan dapat berpengaruh antara lain terhadap perubahan Debit Limpasan Air Sungai ( DLAS). DAS memiliki peranan sebagai tempat transformasi output (keluaran) yang berupa hasil air dan endapan (sedimen) sedangkan yang menjadi input (pemasukan) diantaranya dapat berupa curah hujan yang jatuh pada lahan. Sehingga dapat dipahami apabila terjadi perubahan yang mempengaruhi 17 input dan karakteristik dari DAS tersebut, maka dengan sendirinya akan diikuti oleh perubahan-perubahan output. Ciri utama kerusakan lahan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah terjadinya erosi tanah, sedimentasi dan bentuk-bentuk degradasi tanah lainnya sebagai akibat adanya bencana alam atau aktifitas manusia (Hardwinarto, 2000). Secara umum 4 (empat) permasalahan yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan DAS adalah sebagai berikut, 1. Masalah fisiografi, lereng terjal, hujan lebat, kupasan permukaan, produktivitas tanah menurun. 2. Masalah pemanfaatan SDA yang kurang terkendali, perusakan/pembakaran hutan, perladangan berpindah. 3. Masalah sosial ekonomi kependudukan, kemiskinan, status kepemilikan lahan. 4. Masalah Proses atau mekanisme akhir, erosi, sedimentasi, kekeringan pencemaran air dan kehilangan karbon. Menurut Cooper (dalam Van Dyne, 1969) bahwa masalah sosial ekonomi kependudukan menempatkan tingkat integrasi yang paling tinggi , masalah potensi sumberdaya alam dan potensi fisik menempati peringkat kedua. Oleh karena itu sangat diperlukan mekanisme pengukuran karbon agar dapat mengetahui simpanan atau cadangan karbon dan emisi karbon pada penggunaan lahan disekitar DAS Bontang. Dengan mengetahui besaran simpanan karbon tersebut diharapkan dapat melakukan kegiatan konservasi karbon di DAS tersebut. 18 1. Terjadinya degradasi lahan dan lingkungan akibat pemanfaatan lahan yang menyalahi aturan dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan adanya erosi dan tanah longsor pada sebagian lereng yang curam. 2. Penduduk yang sebagian besar tidak mengetahui produktivitas lahan dan semakin menurunnya produktifitas lahan di DAS Bontang. 3. Meningkatnya kebutuhan lahan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Das Bontang. 4. Ketersediaan lahan yang menurun, khususnya untuk pertanian akibat dari pertumbuhan penduduk dan alih fungsi lahan akibat semakin ketatnya persaingan penggunanaan lahan yang jumlahnya terbatas untuk pertanian maupun non pertanian (permukiman, industri, jasa dan transportasi ). 5. Tekanan oleh manusia terhadap sumberdaya lahan yang tidak sesuai atau di perkirakan melebihi daya dukung lahannya. Beberapa teknik monitoring dikemukakan oleh (Gunawan, 2005) untuk memudahkan analisis kesesuaian lahan dalam wujud keseimbangan bentang lahan dalam bentuk fisik berupa tanah serta yaitu sebagai berikut: Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)/ Geographical Information Sytem (GIS) akan sangat efektif dan efisien serta akan mengurangi pemborosan dengan membuahkan hasil yang optimal bila digunakan menganalisis hasil data. Ciri utama kerusakan lahan pada DAS Bontang adalah terjadinya erosi permukaan, sedimentasi-suspensi, banjir genangan, dan bentuk-bentuk degradasi tanah lainnya sebagai akibat adanya iklim global atau aktifitas manusia. Oleh sebab itulah 19 menurut (Hadipurnomo, 1995), keberadaan vegetasi pada permukaan suatu lahan atau keberadaan karbon akan menahan energi-energi kinetik dari tumbukan atau pukulan butiran hujan sehingga dapat mengurangi terjadinya erosi permukaan. Dengan demikian keberadaan hutan secara tidak langsung berfungsi sebagai pengatur tata air serta menahan laju erosi permukaan pada daerah yang berada di bawahnya pada wilayah DAS Bontang. Dari seluruh perumusan masalah yang dikaji , maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Seberapa besar DAS Bontang mengalami degradasi lingkungan seperti kerusakan lingkungan akibat aspek biogeofisik dan aspek sosial ekonomi dan budaya ? 2. Seberapa besar kerusakan lingkungan di dalam DAS Bontang itu akibat kehilangan karbon ( emisi karbon ) ? 3. Bagaimana model spasial ekologi dinamika karbon akibat perubahan lingkungan di DAS Bontang Kalimantan Timur ? 1.3 Tujuan Penelitian Didasarkan pada permasalahan , maka penelitian ini beritujuan untuk a. Menganalisis tingkat kerusakan lingkungan DAS Bontang ditinjau dari aspek Biogeofisik dan aspek Sosial Ekonomi budaya. b. Menentukan tingkat kehilangan karbon akibat kerusakan lingkungan dan pembuatan petasebaran spasial tingkat kehilangan karbon. c. Menentukan spasial ekologi dinamika karbon akibat kerusakan lingkungan. 20 d. Merumuskan model penanganan kehilangan karbon akibat kerusakan lingkungan. 1.4 Keaslian Penelitian Telaah terhadap bahan pustaka penting dilakukan untuk mencari teori-teori yangterkait dengan permasalahan yang hendak dicari melalui kegiatan penelitian. Permasalahan penelitian dapat dikaji secara mendalam melalui pendekatan teori sebelum dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian akan lebih terpusat bila telah didasari dengan kajian teori dari pustaka, maupun hasil penelitian orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawab terhadap pertanyaan penelitian yang terkait dengan perubahan iklim global dan kerusakan lingkungan akibat karbon di DAS Bontang Kalimantan Timur. Tabel 1 menyajikan perbandingan hasil – hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan karbon dan DAS . 25 1.5 Batasan Operasional yang digunakan : Untuk mempermudah mengikuti uraian selanjutnya dibawah ini disampaikan pengertian beberapa batasan dalam istilah penting yang digunakan. Abiotik environment adalah lingkungan fisik terdiri dari unsure-unsur air, udara, lahan dan energi serta bahan mineral terkandung di dalamnya ( Tanjung, 1995) Aliran permukaan adalah bagian dari air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah ( Arsyad, 2010) Bentang Lahan adalah keadaan dan kondisi bentuk bentang alam di atas permukaan bumi dan yang merupakan hasil campuran tangan budidaya manusia terhadap bentuk alami (Gunawan, 1995) Bentuk Lahan adalah bentuk alami suatu wilayah di permukaan bumi sebagai akibat rangkaian proses pembentukan dan evolusi tertentu.(Gunawan, 1995) Biotik environment adalah lingkungan hayati terdiri dari unsure-unsur hewan, tumbuhan dan margasatwa lainnya serta bahan baku hayati industri ( Tanjung, 1995) Cultural environment adalah lingkungan hayati terdiri dari unsure-unsur sistemsistem sosial, ekonomi dan budaya serta kesejahterahan ( Tanjung, 1995) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah kawasan ekosistem yang dibatasi oleh topografi pemisah air (punggung bukit) yang berfungsi sebagai penampung, penyimpan dan penyalur air dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal (Gunawan, 1995) Data Digital adalah data yang dapat direkam, disimpan atau ditayangkan dalam notasi biner (Sutanto, 1986) 26 Dinamika Karbon adalah perubahan cadangan karbon menjadi lahan permukiman ( Ritohardoyo, 2007) Erosi adalah terkikisnya atau hilangnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain (Arsyad, 2010) Evaporasi adalah penguapan air hujan yang telah tersimpan dipermukaan tanah baik dam bentuk limpasan permukaan maupun aliran sungai maupun aliran bawah tanah (Arsyad, 1982) Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energy terpakai dengan memanfaatkan energy cahaya (Champbell, 2008) Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi (Wada et al., 1992) Kesesuaian Lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu yang penilaiannya dilakukan secara kuantitatif berdasarkan data kualitas dan karakteristik lahan di lapangan (Gunawan, 1995) Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukan sesuai dengan syarat yang diperlakukan agar tidak terjadi kerusakan (Arsyad, 2010) Konservasi Air penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tak terjadi banjir yan merusak dan terdapat cukup air di musim kemarau (Arsyad, 2010) Konservasi Tanah dan air adalah suatu pengaturan hubungan antara intensitas hujan, 27 kapasitas infiltrasi tanah, dan pengaturan air permukaan untuk melindungi penyangga kehidupan Daerrah Aliran Sungai (DAS) dalam bentuk penggunaan tanah dengan sifat karakteristiknya serta penggunaan air secara efisien sehingga tetap tersedia di musim kemarau dan tidak berlebihan di musim hujan (Arsyad, 2010) Klimatologi adalah ilmu yang membahas dan menerangkan tentang iklim, bagaimana iklim itu dapat berbeda pada suatu tempat dengan tempat lainnya (Kartasapoetra, 2006) Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan karakteristik tertentu yang relative tetap (Gunawan, 1995) Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan karakteristik tertentu yang relatif tetap ( FAO, 1976) Limpasan adalah bila intensitas hujan jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas infiltasi (Gunawan, 2002) Limpasan air permukaan (surface run off / overland flow) adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah (Gunawan, 1995) Neraca karbon global adalah keseimbangan pertukaran karbon antara reservoir karbon atau antara satu putaran spesipik siklus karbon (Soeriatmadja, 1997) Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata atmosfer di dekat permukaan bumi dan laut selama beberapa dekade terakhir dan proyeksi untuk beberapa waktu yang akan depan (Salim, 2007) Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam pengendalian hubungan timbal balik 28 diantara sumberdaya alam yang dipengaruhi berupa hutan (vegetasi), tanah dan air dengan manusia dan segala aktivitasnya yang ditujukan untuk membina kelestarian dan keserasian ekosistem (Soemarwoto, 1984). Penggunaan lahan adalah pemanfaatan kawasan tertentu sesuai dengan fungsi kawasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan didukung hasil studi sebelumnya (Gunawan, 1995) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh menggunakan piranti tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Littlesand, 2007) Pemukiman lahan yang digunakan untuk segala jenis bangunan termasuk daerah sekitarnya yang dalam keadaan sehari-hari berkaitan dengan keperluan pemukiman ( Sutanto, 1986) Sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang mengalami erosi pada suatu DAS dan masuk ke dalam suatu badan air ( Arsyad, 2010) Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tetap mulai dari lautan sampai ke udara dan kembali ke lautan (Kartasapoetra, 2006) Siklus Karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer.(Janzen, 2003) Sistem Informasi Geografis adalah seperangkat sistem berbasis komputer digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang mempunyai rujukan kebumian untuk tujuan tertentu (Aronoff, 2002) 29 Tanah Longsor adalah pergerakan massa tanah yang melampaui daya cengkeram dan daya topang pada wilayah berkelerengan terjal sehingga membentuk tebing yang curam pada bukit (Asdak, 2002) Topografi adalah kondisi bentang alam wilayah permukaan bumi yang ditentukan oleh tingkat kemiringan, bentuk lereng, panjang lereng, beda tinggi setempat (Arsyad, 1982) Tingkat Bahaya Erosi adalah suatu penilaian tentang kondisi lahan yang ditetapkan untuk setiap status kawasan, seperti Hutan Lingdung, Kawasan budidaya pertanian dan kawasan lindung di luar kawasan hutan (Asdak, 2002) USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi rata-rata jangka panjang dan erosi alir dibawah keadaan tertentu (Wischmeier and Smith, 1978) Tabel 1 Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Karbon dan DAS No Nama/tahun Judul Penelitian Tujuan Menentukan pengaruh Zona hidrologi terhadap Emisi Karbon Menentukan besaran kandungan karbon di hutan Produksi Kalimantan Menentukan cadangan karbon lahan didalam taman Wisata Pemetaan secara SIG guna menentukan kandungan bahan organic tanah Menentukan cadangan karbon dalam lahan hutan livelihoods Menentukan cadangan karbon didalam kawasan gambut Menentukan besaran emisi karbon di kawasan perumahan kota Cirebon 1 Abul Hadi dkk. (2005) Greenhouse gas Emissions from Tropical of Kalimantan, Indonesia (Nutrient Cycling in Agroecosystems, vol. (71-1, ,73-80 )January 2005) 2 Ari Prayitno (2008) Estimasi kandungan karbon pada tegakan hutan produksi di Kalimantan 3 Bakri (2009) Analisis vegetasi dan pendugaan cadangan karbon tersimpan pada pohon di hutan taman wisata Toba Samosir 4 Bangun Mulyo Sukojo dan Wahono (2008) Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Kandungan Bahan Organik Tanah (ITS Surabaya, 2008) 5 Daniel dkk. (2005) Carbon Sequestration and Sustainable Livelihoods, CIFOR. 2005 6 Fahmuddin Agus (2008) Panduan Metode Pengukuran Karbon Tersimpan di Lahan Gambut. 2008 7 Fefen Suhedi (2005) Emisi CO 2 dari konsumsi Energi Domestik Studi kasus kawasan Perumahan Perumnas dan Griya Sunyaragi Permai Kota Cirebon Metode Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Gas flux measurement with closed chamber method Hasil penelitian bahwa emisi gas N2O,CH4 dan CO2 , sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan dan zona hidrologinya. Penelitian pengaruh zona Hidrologi terhadap emisi karbon Metode Analisis yang disempurnakan dengan GIS Kandungan karbon di hutan produksi di Kalimantan adalah 119,43 ton/ha Penelitian kandungan korbon di lahan Hutan Produksi Kalimantan Metode purpose sampling Mengetahui jumlah cadangan karbon tersimpan sebesar 3832.8 ton. Penelitian Cadangan karbon pada Hutan Wisata Citra Landsat TM (Thematic Mapper) band 1,2,3,4,5,7 dan pemilihan area dengan NDVI > 0,3 Sampel tanah, untuk C organik dengan metode Walkey and Black Carbon content (CC) = A xBxCxD Metode PJ dan SIG dapat digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis perubahan lahan.Hasil analisis menentukan terjadinya perubahan lahan di wilayah kali Surabaya. Penelitian dengan Pengindraan jauh untuk pemetaan kandungan bahan organic tanah Metode pengabuan kering (lost in ignition/LoI) Parameter penting diukur berkenaan dengan pendugaan simpanan karbon gambut Penelitian karbon pada kawasan gambut Metode Survey Konsumsi Energi listrik menghasilkan emisi CO 2 sebesar 121,63 Kg per rumah per bulan. Dari survey ini tidak diperoleh korelasi yang kuat antara pendapatan keluarga, kelas daya terpasang dan konsumsi energi listrik Penelitian Emisi Karbon pada Perumahan Penelitian cadangan karbon 21 8 Hari Mulyono (2011) Studi.Perdagangan.karbon dalam.pengelolaan.lingkungan Kab.Berau.Kalimantan Timur Menentukan Zonasi karbon dalam pengelolaan Kabupaten Berau Kalimantan Timur Menentukan apakah metana dan ammonium meningkat di dalam tanah gambut tropis Metode analisis deskriptif Menentukan Zonasi berpotensi karbon tinggi, REDDI memiliki konsep positif. Penelitian tentang lahan karbon pada zonasi tinggi 9 Inubushi dkk. (1998) Effect on converting weatlands forest to sagopalm plantations on methane flux and carbon dynamics in Tropical peat soil (Hydrological Processes 12:2072-2082, 1998) Gas flux measurement with closed chamber method Penelitian laboratorium tanah gambut tropis Carbon balance in managed tropical peat in Central Kalimantan, Indonesia (Wise Use of peatlands-Proceedings of the 12th International Peat Congress, Vol 1, 653659. International Peat Society, 2004. Menentukan pengaruh emisi karbon yang tersimpan dekat permukaan Gas flux measurement with closed chamber method Percobaan laboratorium menunjukkan bahwa penggabungan jerami padi ke dalam tanah gambut tropis pembentukan metana meningkat secara signifikan. Sebaliknya, amonium sulfat menekan pembentukan metana dalam tanah gambut tropis Mengurang emisi CO2 gambut , tingkat air harus disimpan dekat permukaan selama mungkin. 10 Jauhiainen dkk. (2004) 11 Laily Agustina Rahmawati (2011) Studi optimalisasi Sequestrasi karbondioksida.(CO 2 ) berbasis Rumah Tangga Metode.Brown (1997) dan Hairiah (2009) Nilai rata-rata Emisi dan Sequestrasi karbon di.lahan.Rumah Tangga Penelitian berbasis rumah tangga 12 Muchammad Chusnan Aprianto (2010) Kajian Luasan hutan kota berdasarkan,kebutuhan oksigen, karbontersimpan dan kebutuhan air di kota Yogyakarta Menentukan besaran emisi karbon dan sekuestrasi karbon di lahan rumah tangga Menentukan besaran karbon dan oksigen pada kawasan perkotaan di kota Yogyakarta Kebutuhan Oksigen dihitung dengan metode Gerarkis, jumlah Oksigen dihitung dengan metode volumetric, teknik sampling dengan purposive sampling Perhitungan Biomasa dengan persamaan Allometrik Konsumsi oksigen lebih besar dari produksi oksigen.Produksi CO 2 kota lebih besar dari Sequestrasi Luas hutan kota masih kurang Penelitian mengenai Karbon dan kebutuhan Oksigen pada kawasan perkotaan 13 Muhammad Irsan (2011) Kajian kerawanan banjir di wilayah DAS Padang menggunakan.system informasi geografis Dengan GIS dapat menentukan tingkat kerusakan lingkungan akibat banjir di DAS Padang Metode deskriptif kuantitatif melalui analisis tumpang susun dengan teknologi GIS Hasil.kajian.menunjukan bahwa.terdapat peningkatan tingkat kekritisan peresapan pada beberapa wilayah antara tahun 2004 sampai 2010 Penelitian banjir pada daerah aliran sungai dengan GIS Penelitian Emisi karbon dalam gambut 22 14 Murdiyarso dkk. (2007) Pendugaan Cadangan Karbon Pada Lahan Gambut. 2007 Menentukan cadangan karbopn di lahan gambut 15 Nina Yulianti (2009) Cadangan karbon lahan gambut dan agroekosistem kelapa sawit Kab.Labuhan Batu Sumatra Utara 16 Rudy Triascahyo Koesnandar (2007) 17 Sofyan Ritung (2003) Evaluasi konservasi tanah dan air dalam rangka penataan penggunaan lahan dan pengelolaan DAS Sangatta Kalimantan Timur Kandungan Karbon Tanah Gambut di Pulau Sumatera Menentukan cadangan karbon pada lahan gambut dan kelapa sawit di Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara Menentukan pengelolaan DAS terpadu Sangata Menentukan besaran kandungan karbon pada tanah gambut Sumatera 18 Srisapti Hamdaningsih (2010) Studi kebutuhan Hutan Kota berdasarkan,kemampuan vegetasi dalam penyerapan karbon di kota Mataram Menentukan besaran kandungan karbon untuk kota Mataram 19 Sucipto (2008) Kajian sedimentasi di sungai Kaligarang dalam upaya pengelolaan DAS Kaligarang Semarang Mempetakan kawasan bahaya erosi di DAS Kaligarang Semarang Penilaian penutupan vegetasi dengan citra Landsat TM Pendugaan biomassa dengan nilai NDVI (normalized difference vegetation index) Pendugaan biomassa, Ketterings et al (2001), W = Bj 0,19 D 2,37 Cadangan karbon. Metode destruktif dan persamaan alometrik Biomassa dengan faktor korekso (Murdiyarso, 2002), C = 0,5 W Penelitian cadangan karbon pada lahan gambut Diperoleh bahwa kandungan karbon © biomassa kelapa sawit berkisar antara 0.7 – 16.4 ton/ha Penelitian karbon pada areal gambut Metode analisis deskriptif, kualitatif dan kuantitatif dengan pengindraan jauh. Data dan informasi penyebaran lahan gambut-Citra satelit Landsat Multi Spectral Scanner (MSS). Perhitungan cadangan karbon (KC) = B x A x D xC Kebutuhan hutan kota dihitung dengan metode Grarkis,potensi Sequestrasi vegetasi dengan allometrik, teknik sampling dengan purposive sampling Didapat kondisi iklim dan kondisi tanah serta didapat kerusakan lahan yang bervariasi. Penelitian pada konservasi tanah dan air Daerah Aliran Sungai Perbedaan kandungan karbon pada masingmasing propinsi ditentukan oleh luasan dan kedalaman/ketebalan gambut dari masing-masing wilayah Penelitian beberapa kawasan gambut dengan Citra Satelit Landsat Multi Spectral Scanner Luasan hutan kota Mataram sangat kurang Penelitian kebutuhan hutan Kota agar dapat menyerap karbon dengan baik Metode pendekatan survey dan analisis SWOT Peta zonasi proteksi daerah rawan erosi serta cara pelaksanaan konservasi secara agronomis dan mekanis Penelitian kawasan erosi pada daerah aliran sungai 23 20 Tandjung (1989) Pengaruh Pepohonan terhadap karbon CO 2 21 Wahyunto, S. Ritung, H. Subagjo (2004) Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Kandungan Karbon di Kalimantan. 2004 22 Wahyunto dkk. (2005) Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Kandungan Karbon di Sumatera. 2005 23 Yetrie Ludan, Herry Palangka Jaya (2007) Biomass and Carbon Content in Tropical Forest of Central Kalimantan, Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation. 2007 Journal of applied sciences in Environmental sanitationISSN o126 – 2807. 24 Agus Abdullah Mot (2016) Kajian Spasial Ekologi Dinamika Karbon akibat kerusakan Lingkungan dalam rangka Pengelolaan DAS Bontang Kalimantan Timur Menentukan tingkat kadar karbon pada beberapa pepohonan Metode survey dan Indeks Meningkatnya jumlah pepohonan dapat mempengaruhi kadar korbon CO 2 Penelitian pengaruh pepohonan terhadap tingkat kadar Karbon Data dan informasi penyebaran lahan gambut-Citra satelit Landsat Thematic Mapper (TM). Perhitungan cadangan karbon (KC) = B x A x D x C Penelitian sebaran karbon pada areal gambut secara Citra Satelit Landsat Thematic Mapper Menentukan cadangan karbon pada gambut Sumatera Menentukan cadangan karbon didalam lahan gambut Kalimantan tengah Data dan informasi penyebaran lahan gambut-Citra satelit Landsat Thematic Mapper (TM). Metode pengabuan kering, vegetasi atas permukaan/ berkayu dihitung berat dengan mengukur diameter (Brown’s formula), W = aDb Perhitungan cadangan karbon (KC) = B x A x D x C Penelitian kandungan karbon pada areal gambut Hutan alam pada lahan gambut mengandung biomassa tanaman hidup (sekitar 600 ton / ha) dan kandungan karbon (sekitar 340 ton / ha) yang sekitar dua kali dari penggunaan lahan lainnya. Penelitian karbon pada kawasan gambut Menentukan tingkat kehilangan karbon akibat kerusakan lingkungan dan pembuatan peta sebaran spasial tingkat kehilangan karbon Metode analisis deskriptif, kualitatif dan kuantitatif dengan pengindraan jauh. Kehilangan karbon akibat kerusakan lingkungan di sebabkan aspek biogeofisik. Perbedaan hasil penelitian ini dengan Penelitian terdahulu adalah Dalam penelitian ini kerusakan lingkungan akibat kehilangan karbon dalam DAS Bontang di kaji secara spasial ekologi dinamika. 24