BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hidrologi dan Siklus Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (padat, cair, dan gas) pada, dalam, dan diatas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya penyebaran, daur, dan perilakunya, sifat fisika dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri. Hidrologi hutan merupakan cabang ilmu yang berkaitan dengan air dan dipengaruhi oleh penutupan hutan (Suryatmojo, 2006). Pada siklus hidrologi, air hujan akan tertahan oleh tajuk vegetasi (throughfall dan steamflow) sebelum mencapai permukaan tanah, dan sebagian kecil menguap kembali (interception). Air hujan yang mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltration). Air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung dalam cekungan-permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan ke tempat yang lebih rendah (runoff), dan selanjutnya ke sungai. Air infiltrasi yang tertahan dalam tanah oleh gaya kapiler selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah yang apabila dalam keadaan jenuh akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Pada musim kemarau, air akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya (Asdak 2002). 2.2 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Model DAS Mikro (MDM) Menurut Rahayu et al. (2009), daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang melaluinya. Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari air hujan serta sumber lainnya. Pengelolaan DAS berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah upaya 4 manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Menurut Nurcahyawati (2006), DAS mikro (small catchment) adalah bagian dari sub DAS yang merespon langsung terhadap hujan jika terjadi perubahan sistem fungsi produksinya. Istilah DAS mikro diartikan pada skala teknis sehingga asumsi parameter fisik DAS lebih terpenuhi seperti batas DAS, jaringan hidrologi, curah hujan sebagai faktor input, faktor tanah dan penggunaan lahan. Perubahan salah satu parameter fisik DAS akan merespon perubahan proses sistem DAS. Model DAS Mikro (MDM) adalah suatu contoh pengelolaan DAS dalam skala lapang dengan luas sampai sekitar 1.000 ha yang digunakan sebagai tempat untuk memperagakan proses partisipatif pengelolaan rehabilitasi hutan dan lahan, teknik-teknik konservasi tanah dan air, serta sistem usaha tani yang sesuai kemampuan (BP DAS Brantas, 2010). 2.3 Hubungan Hutan dengan Debit Air, Erosi dan Sedimentasi Masduqi (2007) mengatakan bahwa fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumbersumber air pada musim kemarau. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur. Pada musim kemarau, cadangan air tanah tidak mencukupi, sehingga kemungkinan besar akan terjadi kekurangan air pada daerah hilir atau kekeringan pada lahan pertanian. Debit aliran sungai berubah menurut waktu yang dipengaruhi oleh terjadinya hujan. Pada musim hujan, debit akan mencapai maksimum dan pada saat musim kemarau akan mencapai minimum. Rasio debit maksimum (Qmaks) 5 terhadap debit minimum (Qmin) menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai tersebut. Semakin kecil rasio maka semakin baik keadaan vegetasi dan tata guna lahan suatu DAS, dan sebaliknya (Arsyad 2006). 2.4 Aplikasi Tank Model Tank Model adalah salah satu model hidrologi yang digunakan untuk menganalisis karakteristik aliran sungai. Model ini dapat memberikan informasi mengenai kualitas air dan untuk memprediksi banjir. Model ini menerima masukan data harian hujan, evapotranspirasi dan debit sungai dalam satuan mm/hari sebagai parameter Tank Model (Setiawan 2003). Tank Model tersusun atas 4 reservoir vertikal, dimana bagian atas mempresentasikan surface reservoir, dibawahnya intermediate reservoir, kemudian sub-base reservoir dan paling bawah base reservoir. Dalam konsep Tank Model ini air dapat mengisi reservoir dibawahnya dan bisa terjadi sebaliknya apabila evapotranspirasi sedemikian berpengaruh (Rudiyanto dan Setiawan 2003). Aplikasi Tank Model juga pernah digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya, di beberapa Sub-DAS yang berbeda. Beberapa hasil penelitian menggunakan aplikasi Tank Model dapat dilihat pada Lampiran 15. 2.5 Metode MUSLE Menurut Suripin (2003), metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) merupakan modifikasi dari metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dengan mengganti faktor R dengan faktor aliran. Cara ini, sudah memperhitungkan pergerakan sedimen pada DAS berdasar pada kejadian hujan tunggal (single even). MUSLE menggantikan faktor energi hujan dengan limpasan permukaan, sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancuran dan pengangkutan sedimen, selain itu MUSLE dapat menduga erosi setiap kejadian hujan. 2.6 Hidograf Satuan Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. Hidrograf ini menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf 6 aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu kejadian hujan. Bentuk hidrograf dipengaruhi oleh sifat hujan dan sifat DAS yang lain (Harto 1993). Menurut Sherman (1932) dalam Harto (1993), mengemukakan bahwa dalam suatu sistem DAS terdapat suatu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian dalam konsep model hidrologi dikenal dengan hidrograf satuan. Hidrograf satuan suatu DAS adalah suatu limpasan langsung yang diakibatkan oleh satu satuan volume hujan yang efektif yang terbagi rata dalam waktu dan ruang. Untuk memperoleh hidrograf satuan dalam suatu kasus banjir, maka diperlukan data sebagai berikut: rekaman AWLR, pengukuran debit yang cukup, data hujan manual, dan data hujan otomatis (Soemarto 1995). Untuk mendapatkan suatu hidrograf satuan seperti diuraikan dengan prosedur di atas perlu tersedia data yang baik, yaitu data AWLR, data pengukuran debit, data hujan harian, dan data hujan jam-jaman. Hal yang menjadi masalah adalah data ini sangat sulit diperoleh atau tidak tersedia. Data-data sebagaimana disebutkan di atas hanya dapat diperoleh pada suatu DAS atau sub DAS yang telah mempunyai instrumentasi dengan baik (Siswono 2003). 2.7 Tutupan Lahan dengan Citra Satelit Landsat Pengertian remote sensing (penginderaan jauh) didefinisikan sebagai ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi suatu obyek atau phenomena, menggunakan suatu alat perekaman dari suatu kejauhan, dimana pengukuran dilakukan tanpa melakukan kontak langsung secara fisik dengan obyek atau phenomena yang diamati (Jaya 2005). Meskipun secara keilmuan pengindraan jauh sering dipandang sebagai cabang ilmu geografi dengan penekanan pada pengamatan vegetasi dari suatu kejauhan, adanya kepentingan di bidang-bidang lainnya seperti kehutanan, pertanian, geologi, hidrologi, kelautan, cuaca, dan lingkungan menyebabkan aplikasi penginderaan jarak jauh berkembang pesat pada sektor-sektor tersebut.