Menjadi Juara di era MEA 2015 - AEC Center

advertisement
Menjadi Juara di Era MEA 2015
Copyright© 2015 by Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan
Internasional, Kementerian PerdaganganRepublik Indonesia.
All rights reserved. No part of this book may be reproduced or
transmitted in any form or by any means without written permission
from the author.
1
Kata Pengantar
Terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
tidak dipungkiri lagi berbagai kekhawatiran
dan
pertanyaan
akan
muncul
serta
berkembang di dalam negeri, antara lain:
“Apa sih MEA itu?”
“Seberapa
penting
arti
MEA
untuk
kita?”“Seberapa tangguh kita menghadapi
MEA?”
“Bagaimana kita dapat menghadapi MEA?”
Pro dan Kontra, ibarat dua muka dalam satu koin yang sama,
demikianlah pro dan kontra lahir sebagai pelengkap wacana suatu kerja
sama, termasuk kerjasama Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara
atau yang kerap dikenal dengan ASEAN (Association of Southeast Asian
Nations).
ASEAN, perhimpunan yang menjadi wadah kerja sama sepuluh
negara di kawasan Asia Tenggara sejak dilahirkan tanggal 8 Agustus
1967 melalui deklarasi Bangkok oleh lima negara penggagas, yaitu
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand; telah mewarnai
langkah sejarah bangsa Indonesia, bergulat dengan perubahan, dengan
perkembangan kerja sama kawasan, dengan perhelatan ekonomi dunia
sejak 47 tahun silam. Berbagai sentimen negatif dan kekhawatiran akan
kegagalan menerpa, namun ASEAN terus bertahan dan semakin
menunjukkan komitmennya yang semakin terarah, tidak hanya sekedar
perdagangan bebas barang AFTA (ASEAN Free Trade Area), ASEAN
menuju suatu kawasan integrasi ekonomi yang akan membawa
kemakmuran bagi seluruh anggotanya.
Pada tahun 2003, saat AFTA mulai diimplementasikan, ASEAN
sepakat bahwa AFTA hanya sebagian kecil dari cita-cita ASEAN, karena
2
cita-cita ASEAN yang lebih besar lagi di pilar ekonomi adalah
mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015.
Mengingat Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan segera terwujud
di penghujung tahun ini, maka Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan
Internasional,
Kementerian
Perdagangan
memper-
sembahkan buku yang mengulas seputar MEA 2015.
Semoga pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih luas
tentang manfaat, tantangan dan peluang MEA 2015, dengan demikian
semoga kita semua dapat memainkan peran secara maksimal dalam
setiap langkah, demi perubahan Indonesia menjadi bangsa yang lebih
maju.Semoga kita semua dapat lebih mencintai produk dalam negeri,
dan semoga kita semua dapat dengan bangga berkata, What would the
World do without Indonesia? What would ASEAN do without Indonesia?
Mari Jadi Juara MEA 2015!
Bachrul Chairi
Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
Kementerian Perdagangan
Juli 2015
3
Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................... ...
2
Daftar Isi ..............................................................................
4
Kerja Sama Perdagangan Internasional ..................................
6
Sekilas Tentang ASEAN ...........................................................
9
Kerja Sama Ekonomi ASEAN ................................................... 11
Fasilitasi Perdagangan ASEAN .......................................... 11
Kerja Sama Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA) ............. 14
ASEAN Single Window (ASW) ........................................... 16
Kerja Sama Perdagangan Jasa di ASEAN ........................... 17
Kerja Sama Investasi ASEAN ............................................. 19
Kebijakan Persaingan Usaha di ASEAN ............................. 20
Perlindungan Konsumen di ASEAN................................... 21
ASEAN Free Trade Area (AFTA) ............................................... 23
Masyarakat Ekonomi ASEAN .................................................. 26
Pilar 1: Pasar Tunggal dan Basis Produksi ......................... 26
Pilar 2: Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing................. 28
Pilar 3: Pembangunan Ekonomi yang Merata .................. 28
Pilar 4: Integrasi Ekonomi dalam Perekonomian
Global ............................................................................... 29
4
Tantangan dan Peluang Indonesia dalam MEA 2015
Infrastruktur ..................................................................... 30
Kebijakan Pemerintah ...................................................... 31
Sumber Daya Manusia ..................................................... 32
Daya Saing Produk Unggulan ........................................... 34
Investasi ........................................................................... 35
Koordinasi Pemerintah Pusat—Daerah ............................ 35
Strategi Jadi Juara dalam MEA 2015
Perubahan Cara Pandang.................................................. 37
Memulihkan Daya Saing .......................................................... 38
Merumuskan dan Melaksanakan Strategi Globalisasi ...... 41
Memaksimalkan Potensi Inovasi ...................................... 44
Tanya Jawab Seputar MEA 2015 ................................................... 46
5
Kerja Sama
Perdagangan
Internasional
Sebelum
lebih jauh kita mengulas tentang MEA 2015 dan
seberapa penting kehadirannya bagi Indonesia, terlebih dahulu kita
harus beranjak pada pemahaman mengapa kerja sama perdagangan
internasional itu penting bagi Indonesia?
Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa perdagangan kita dengan
negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Timur telah lama tumbuh dan
berkembang.Faktor perekat terpenting yang bersifat alamiah adalah
kedekatan geografis. Banyak hal yang bisa di petik sebagai manfaat
perdagangan internasional, diantaranya:
Pertama, kita dapat memperoleh barang yang tidak dapat
diproduksi sendiri karena beberapa faktor, sebut saja perbedaan iklim,
kondisi geografi, tingkat penguasaan atas teknologi yang mampu
mempengaruhi perbedaan hasil produksi dari setiap negara.Maka,
melalui perdagangan internasional setiap negara dapat memenuhi
kebutuhan atas barang yang tidak diproduksi sendiri.
Kedua, memberikan kesempatan perluasan pasar serta menambah
keuntungan terutama dari spesialisasi produk, sebagai contoh jika kita
mendengar kata Indofood, di kepala kita akan tergambar berbagai jenis
makanan kemasan, sebut saja salah satunya Mie Instan, dan
“identitas” Indofood sebagai makanan kemasan telah menguasai
pangsa pasar domestik hingga merambah ke pasar Internasional.
Faktor kedua ini pulalah yang melahirkan peran mekanisme ekspor dan
6
impor, sehingga tersedialah pilihan barang yang lebih bervariasi bagi
konsumen.
Ketiga, transfer ilmu dan teknologi modern.Melalui perdagangan
internasional, telah memungkinkan suatu negara menyerap dan
mempelajari berbagai teknik produksi yang lebih efisien dan modern.
Dengan kata lain kerja sama perdagangan internasional memang
diperlukan
untuk
mendorong
pertumbuhan,
meningkatkan
kesejahteraan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam matarantai
nilai dunia sekaligus berperan aktif menciptakan sistem dan praktek
perdagangan yang lebih adil.
Sebuah negara diibaratkan manusia
dengan beragam sifatnya, yang tidak
dapat dipungkiri manusia memiliki sifat
sosial.Artinya tidak ada manusia yang
dapat hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain, begitu pula dengan negara.
Lebih dari itu kerja sama perdagangan internasional tidak hanya
bermanfaat di bidang ekonomi saja, kerja sama perdagangan
internasional juga bermanfaat untuk mempererat kerja sama di bidang
lain seperti politik, sosial dan pertahanan keamanan.
Selain itu yang perlu di pahami bersama, bahwa kerja sama
perdagangan internasional bukanlah suatu bentuk yang berdiri sendiri
tanpa
mengenal
landasan
pelaksanaannya.Adapun
atau
landasan
atau
dasar
dasar
hukum
hukum
dalam
dari
dilaksanakannya kerja sama perdagangan internasional sebagaimana
terangkum dalam catatan berikut:
7
Landasan Kerja Sama Perdagangan Internasional
(Kepentingan Ekonomi Indonesia)
•
•
•
•
•
•
Pancasila: “keadilan sosial”
Alinea 2 Pembukaan UUD 1945: Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur.
Alinea 4 Pembukaan UUD 1945: Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan
ketertiban dunia.
Pasal 33 UUD 1945: Perekonomian berdasar demokrasi ekonomi: kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian.
Pasal 11 UUD 1945: persetujuan DPR kepada Presiden untuk membuat perjanjian
dengan negara lain.
melahirkan UU No. 37 tahun 1999 (Hubungan Luar Negeri), UU No. 24 tahun 2000
(Perjanjian Internasional), UU No.3 tahun 2014 (Perindustrian) dan UU No. 7 tahun 2014
(Perdagangan).
Kepentingan IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS Indonesia disesuaikan perkembangan nasional,
bilateral, regional dan global. Hal ini menjadi “Positioning” Indonesia sebagai pemain utama
(bukan sekedar
pengikut)dapat
dalam pergaulan
internasional.
ASEANberbagai
merupakan “inner
circle”
Dengan
demikian
kita katakan
bahwa
kepentingan
(kepentingan ekonomi Indonesia di kawasan dan sebagai “leverage” dalam perundingan dengan
Indonesia
baik
ituWTO
Politik,
Ekonomi,
dan Keamanan,
Sosial
non-ASEAN).
APEC,
dan kerja
sama di foraPertahanan
lainnya sebagai “second
circle” kepentingan
ekonomi Indonesia untuk kawasan yang lebih luas.
Budaya dan sebagainya disesuaikan dengan perkembangan nasional,6
bilateral, regional dan global.
Hal tersebutlah yang menjadikan Indonesia memiliki nilai atau posisi
strategis
sebagai
internasional.ASEAN
salah
satu
merupakan
aktor
“inner
dalam
kancah
circle”
atau
pergaulan
lingkaran
kepentingan ekonomi Indonesia yang utama di kawasan, sekaligus
sebagai pendorong kerjasama ekonomi dengan kawasan-kawasan lain
atau dengan fora kerja sama lainnya di luar ASEAN.

8
Sekilas Tentang
ASEAN
Association
of
Southeast
Asian
Nations
(ASEAN)/Asosiasi Perhimpunan
Bangsa-bangsa Asia Tenggara
didirikan pada tanggal 8 Agustus
1967 di Bangkok, Thailand, yang
ditandai
dengan
penandatanganan
Deklarasi
ASEAN
(Deklarasi Bangkok) oleh para
pendiri
ASEAN,
yakni
Indonesia,
Malaysia,
Filipina,
Singapura dan Thailand. Brunei Darussalam kemudian bergabung pada
tanggal7 Januari 1984, Vietnam pada tanggal 28 Juli 1995, Laos dan
Myanmar pada tanggal 23 Juli tahun 1997, sementara Kamboja
bergabung pada tanggal 16 Desember 1998,
saat ini ASEAN
beranggotakan sepuluh negara.
Dua halaman dari deklarasi ASEAN berisikan maksud dan tujuan
pembentukan asosiasi, yang meliputi kerja sama di bidang ekonomi,
sosial, budaya, teknis, pendidikan dan bidang lainnya, serta upaya
untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan dengan
menghormati rasa keadilan dan aturan hukum, dan kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip Piagam PBB.
9
Adapun maksud dan Tujuan ASEAN, yakni:
1) mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
perkembangan kebudayaan di kawasan;
2) meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;
3) meningkatkan kerjasama dan saling membantu untuk
kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik,
ilmu pengetahuan dan administrasi;
4) memelihara kerjasama yang erat di tengah - tengah percaturan
global;
5) meningkatkan kerjasama untuk memajukan pendidikan, latihan
dan penelitian di kawasan Asia Tenggara.
Melalui visi bersama ASEAN, yang juga terikat bersama dalam
kemitraan pembangunan yang dinamis, maka pada tahun 2003, para
pemimpin ASEAN memutuskan bahwa sebuah “Masyarakat ASEAN”
harus terbentuk pada tahun 2020.
Para pemimpin menegaskan komitmen kuat mereka pada tahun
2007 untuk mempercepat pembentukan komunitas/masyarakat ASEAN
menjadi tahun 2015.Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar, yaitu
Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN dan
Masyarakat Sosial Budaya ASEAN, yang diharapkan dapat bekerja secara
bersamaan untuk membentuk Masyarakat ASEAN.
Untuk mencapai Masyarakat ASEAN, ASEAN berpedoman pada
Piagam ASEAN sebagai landasan dasar. Selain itu, Piagam ASEAN juga
memberikan status hukum dan kerangka kelembagaan regional di
kawasan.
Piagam ASEAN tersebut mulai berlaku pada tanggal 15 Desember
2008, dan dengan berlakunya piagam ini, ASEAN selanjutnya berjalan di
bawah kerangka hukum yang lebih kuat, yang didukung oleh
pembentukan sejumlah organisasi/badan yang relevan untuk lebih
mendorong proses pembentukan masyarakat ASEAN.
10
Kerja Sama Ekonomi
ASEAN
Fasilitasi Perdagangan ASEAN
Sejak tanggal 1 Januari 2010, ASEAN-6 (Brunei Darussalam,
Indonesia,
Malaysia,
Filipina,
Singapura
dan
Thailand)
telah
menghapuskan bea impor sebanyak 99,65% dari pos tarif yang
diperdagangkan, sementara ASEAN-4 (Kamboja, Laos, Myanmar dan
Vietnam) menurunkan bea impor sebanyak 98,86% dari pos tarif yang
diperdagangkan menjadi 0-5%. Dengan demikian, ASEAN semakin
memfokuskan
upaya
diri
untuk
pada
lebih
meningkatkan perdagangan
antar negara anggota ASEAN
(ASEAN
Member
States/AMS).
Dalam konteks ini, dan dalam rangka memfasilitasi arus barang
serta untuk mempromosikan jaringan kawasan produksi di ASEAN, AMS
mengadopsi Program Kerja Fasilitasi Perdagangan pada tahun 2008 dan
Indikator Fasilitasi Perdagangan pada tahun 2009.
11
Liberalisasi Tarif di ASEAN
Pada tanggal 1 Januari 2010, ASEAN-6 telah menghapuskan tarif
dari 7.881 pos tarif tambahan sehingga terdapat sejumlah 54.467 pos
tarif yang bea masuknya nol (zero duty) atau 99,65% dari pos tarif yang
diperdagangkan dalam Common Effective Preferential Tariff
(CEPT-
AFTA). Dari 7.881 pos tarif tambahan tersebut, terdapat barang-barang
dalam sektor untuk ASEAN-4, sejumlah 34.691 pos tarif atau 98,96%
dari total pos tarif telah berada pada rata-rata tingkat tarif 0-5% setelah
tarif dari 2.003 pos tarif tambahan diturunkan menjadi 0-5%. Selain
barang yang disebutkan di atas, produk seperti bahan makanan olahan,
mebel, plastik, kertas, semen, keramik, kaca, dan aluminium asal ASEAN
juga akan menikmati
bebas bea masuk ke
Brunei
Darussalam,
Indonesia, Malaysia,
Filipina,
Singapura
dan Thailand.
Meningkatkan Transparansi Perdagangan
ASEAN saat ini sedang melakukan proses pembentukan ASEAN
Trade Repository (ATR) yang ditargetkan sudah akan berfungsi sebagai
gerbang informasi pengaturan di tingkat regional dan nasional pada
tahun 2015. ATR tersebut antara lain akan memuat informasi tentang
nomenklatur tarif, tarif preferensi yang ditawarkan di dalam
perdagangan barang ASEAN (ASEAN Trade in Goods Agreement/ATIGA),
ketentuan asal barang, hambatan non-tarif, aturan-aturan hukum
perdagangan
dan
kepabeanan
nasional,
persyaratan
dokumen
(documentary requirements), dan daftar resmi importir dan eksportir
dari negara-negara anggota.
12
Sektorprioritas
integrasi
(Priority
Integration
Sectors/PIS)
mengharuskan penurunan tarif sebesar 24,15% pos tarif, untuk sektor
besi dan baja sebanyak 14,92%, mesin dan peralatan mekanis 8,93%,
dan bahan kimia 8,3%. Penghapusan tarif dari pos tarif tambahan ini
telah menurunkan rata-rata tingkat tarif ASEAN-6 dari 0,79% pada tahun
2009 menjadi 0,05% pada tahun 2010.
Reformasi Berkelanjutan atas Ketentuan Asal Barang (Rules of
Origin/RoO)
Dengan tujuan untuk mewujudkan suatu sistem perizinan dan
pelepasan pengiriman peti kemas oleh Otoritas Bea Cukai yang lebih
cepat, ASEAN sedang mengembangkan ASEAN Single Window (ASW)
yang akan menyediakan sebuah program kemitraan antar lembaga
pemerintah dan pengguna akhir (end-user) secara terintegrasi dalam
pergerakan barang lintas negara-negara anggota ASEAN.
ASEAN secara terus menerus juga melakukan reformasi dan
penyempurnaan terhadap peraturan Ketentuan Asal Barang (Rules of
Origin/RoO) untuk menjawab perubahan dalam proses rantai produksi
global (global value chain), termasuk melakukan penyesuaian yang
diperlukan. Tujuannya adalah untuk membuat RoO lebih memfasilitasi
perdagangan atau setidaknya, sama dengan pengaturan yang tercantum
dalam perjanjian FTA ASEAN. Revisi RoO yang dilakukan hingga saat ini
telah memperkenalkan kriteria asal lainnya sebagai alternatif terhadap
kriteria Regional Value Content (RVC) sebesar 40%.
ATR nantinya akan dapat diakses
melalui
internet oleh
pelaku
ekonomi
seperti
eksportir,
importir,
pedagang,
maupun
instansi pemerintah, dan pihak
yang berkepentingan, serta para
13
peneliti. Hal ini memberikan pilihan yang lebih luas bagi para pelaku
ekonomi untuk memenuhi/mencapai status asal ASEAN bagi produkproduk yang diperdagangkan di kawasan ASEAN. Saat ini, ASEAN juga
sedang mempertimbangkan pembentukan skema Sertifikasi Mandiri
(Self Certification) dalam menentukan keterangan asal, yang merupakan
bagian dari upaya prioritas sebagaimana digambarkan dalam proses
pembangunan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Skema sertifikasi
mandiri membekali “pelaku ekonomi bersertifikat” seperti eksportir,
pedagang dan produsen untuk dapat menunjukan kapasitas mereka
dalam
memenuhi
persyaratan
asal
untuk
sertifikasi
mandiri
menggantikan Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh pemerintah.
Kerja Sama Perdagangan Barang ASEAN (ASEAN Trade
in Goods/ATIGA)
Dalam rangka mewujudkan pembentukan pasar tunggal dan basis
produksi melalui arus bebas perdagangan barang pada tahun 2015,
dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih terintegrasi dan menyeluruh. Hal
ini memerlukan pengintegrasian dan penyatuan berbagai tindakan yang
telah dilaksanakan maupun tindakan yang akan ditempuh ke dalam suatu
template/wadah umum. Untuk mencapai hal tersebut, maka pada bulan
Agustus 2007, para Menteri Ekonomi ASEAN sepakat untuk memperluas
perjanjian
Common
Effective
Preferential Tariff for ASEAN Free
Trade
Agreement
(CEPT-AFTA)
agar menjadi perangkat hukum
komprehensif.
menghasilkan
Hal
ini
penandatanganan
Perjanjian Perdagangan Barang
ASEAN pada bulan Februari 2009.
14
Beberapa elemen penting ATIGA:
(i) ATIGA mengkonsolidasikan dan menyederhanakan seluruh
ketentuan yang terdapat dalam CEPT-AFTA, sekaligus
memformalkan beberapa keputusan tingkat menteri. Sebagai
hasilnya, ATIGA menjadi perangkat hukum tunggal tidak hanya bagi
pejabat pemerintahan yang menerapkan dan mengamankan
perjanjian tersebut, namun juga bagi pelaku usaha yang menjadi
pemetik manfaatnya.
(ii) Lampiran pada ATIGA menunjukkan jadwal penurunan tarif secara
menyeluruh dari setiap negara anggota dan menguraikan tingkat
tarif yang dikenakan kepada setiap produk per tahunnya hingga
tahun 2015. Hal ini membuat rencana penurunan tarif menjadi lebih
transparan dan memberikan kepastian bagi komunitas bisnis.
Sebuah komitmen juga telah dilakukan untuk menerapkan secara
efektif jadwal penurunan tarif sampai dengan tahun 2015.
(iii) ATIGA mencakup beberapa elemen untuk dapat memastikan
terwujudnya arus perdagangan bebas barang di kawasan ASEAN,
termasuk di antaranya yaitu: liberalisasi tarif, penghapusan
hambatan non-tarif, keterangan asal barang, fasilitasi perdagangan,
kepabeanan, standar dan kesesuaian, serta kebijakan sanitary and
phyto-sanitary. ATIGA meliputi cakupan komprehensif dari
komitmen di bidang perdagangan barang, serta mekanisme
penerapan serta pengaturan kelembagaannya. Hal ini akan
memungkinkan terbentuknya sinergi dari langkah-langkah yang
diambil oleh berbagai badan-badan sektoral ASEAN.
(iv) Dengan tujuan untuk menghilangkan hambatan non-tarif,
ketentuan mengenai kebijakan non-tarif (NTMs) dalam ATIGA telah
dikembangkan lebih jauh melalui kodifikasi tindakan-tindakan, dan
melalui penyusunan mekanisme untuk mengawasi komitmen
pengurangan hambatan-hambatan non-tarif.
(v) ATIGA memberikan penekanan pada langkah-langkah fasilitasi
perdagangan dengan menyertakan penerapan Kerangka Kerja
didalamnya.
15
Pemberlakuan ATIGA
ATIGA mulai berlaku setelah diratifikasi oleh Fasilitasi Perdagangan
ASEAN. Lebih jauh, ASEAN telah mengembangkan Program Kerja
Fasilitasi Perdagangan untuk periode 2009-2015. Pada saat ATIGA
berlaku, beberapa perjanjian ASEAN yang berhubungan dengan
perdagangan barang seperti perjanjian CEPT dan beberapa protokol
lainnya akan tergantikan.
ASEAN Single Window (ASW)
ASEAN saat ini sedang mengembangkan ASEAN Single Window
(ASW) guna meningkatkan fasilitasi perdagangan dengan menyediakan
sebuah platform yang terintegrasi bagi kemitraan antara instansi
pemerintah dan para pengguna akhir seperti operator ekonomi dan
operator perhubungan serta logistik dalam proses pergerakan barang.
Negara anggota ASEAN telah menginvestasikan sejumlah upaya penting
untuk membangun ASW melalui penyusunan pondasi yang bertujuan
mengamankan ”interoperability” dan interkoneksi dari berbagai sistem
pemrosesan informasi otomatis.
16
Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan
Thailand telah mengaktifkan National SingleWindows (NSW) pada
masing-masing negara dan telah mencapai beragam tingkatan
pengembangan dalam pengoperasiannya. Sedangkan Kamboja, Laos,
Myanmar dan Vietnam telah mulai membangun dasar untuk
pengembangan sistem NSW masing-masing.
Pada tingkat nasional, sejumlah instansi pemerintahan telah
mengembangkan hubungan fungsional di dalam NSW mereka, dengan
tujuan untuk mempercepat pelepasan pengiriman barang dari pabean.
Penggunaan NSW oleh para pelaku bisnis dan industri ASEAN untuk
pelepasan pengiriman barang mengalami peningkatan di Kamboja, Laos,
Myanmar dan Vietnam,
Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Filipina telah berhasil
melakukan pertukaran secara elektronik informasi Common Effective
Preferential Tarif (CEPT) Form D yang menggunakan platform regional.
Selain itu ASEAN juga telah menerapkan konsep proses bisnis menuju
pengembangan pengolahan secara elektronik dari Dokumen Deklarasi
Kepabeanan ASEAN. Beberapa area kunci utama dalam pertimbangan
negara-negara anggota dalam rangka pembentukan ASW adalah: proses
bisnis, harmonisasi data, protokol komunikasi, keamanan dan kerangka
hukum.
Kerja Sama Perdagangan Jasa di ASEAN
Untuk meningkatkan kerja sama di bidang perdagangan jasa antar
negara anggota ASEAN (AMS), dibentuklah ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember 1995 di
Bangkok, Thailand oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN. Liberalisasi
perdagangan jasa di bawah kerangka AFAS yang dilaksanakan melalui
putaran negosiasi setiap dua tahun hingga 2015. Dari putaran-putaran
perundingan dalam kerangka AFAS, dihasilkan suatu jadwal komitmen
17
yang spesifik yang dilampirkan pada kerangka perjanjian. Jadwal ini
sering disebut sebagai paket komitmen jasa.
Setelah enam putaran negosiasi, ASEAN telah menyelesaikan
delapan paket komitmen AFAS yang merupakan konstribusi dari seluruh
AMS secara progresif dan telah memperdalam tingkatan dan cakupan
komitmennya untuk menghapuskan secara substansial hambatanhambatan perdagangan jasa di kawasan Asia Tenggara, baik hambatan
yang berbentuk tarif maupun non-tarif. Komitmen tersebut mencakup
liberalisasi
pendidikan,
jasa
jasa
bisnis,
jasa
lingkungan,
profesional,
konstruksi,
kesehatan,
distribusi,
transportasi
laut,
telekomunikasi, dan pariwisata. Selain itu, terdapat juga empat paket
komitmen pada jasa keuangan yang ditandatangani oleh Menterimenteri Keuangan ASEAN dan enam paket pada transportasi udara yang
ditandatangani oleh Menteri-menteri Transportasi ASEAN.
AFAS dibentuk dengan tujuan antara lain untuk:



Meningkatkan kerja sama di bidang jasa antara AMS dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi
kapasitas produksi serta pasokan dan distribusi jasa, baik antara
para penyedia jasa di ASEAN maupun luar ASEAN;
Menghapus hambatan perdagangan jasa antara AMS;
Memperdalam dan memperluas cakupan liberalisasi yang telah
dilakukan dalam kerangka GATS/WTO yang bertujuan untuk
merealisasikan area perdagangan bebas bidang jasa.
AFAS dibahas dalam forum Coordinating Committee on Services
(CCS), dimana forum tersebut merupakan forum utama sektor jasa di
luar jasa keuangan dan transportasi udara, yang mewadahi 155
subsektor jasa berdasarkan klasifikasi GATS W/120. Forum CCS
mencakup perundingan di tingkat CCS Leader yang menentukan
tahapan liberalisasi di negara anggota ASEAN berupa paket komitmen di
bawah AFAS, pertemuan Kelompok Kerja Sektoral dan penyusunan
Mutual Recognition Arrangements(MRA).
18
Mutual Recognition Arrangementssecara umum diartikan sebagai
suatu kesepakatan pengakuan bersama terhadap produk-produk
tertentu antar dua atau beberapa negara untuk mempermudah
kegiatan perdagangan. MRA di sektor jasa merupakan perkembangan
yang relatif baru dalam kerja sama ASEAN di bidang perdagangan jasa.
Dengan adanya MRA para AMS saling memberikan pengakuan atas
kualifikasi pendidikan danpariwisata.
Kerja Sama Investasi ASEAN
ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)ditandatangani
oleh Menteri-menteri ASEAN pada tanggal 26 Februari 2009. Sebelum
ACIA terbentuk di tahun 2009, ASEAN terlebih dahulu telah memiliki
beberapa perjanjian yang bersifat regional di bidang investasi yaitu the
1987 ASEAN Agreement for the Promotion and Protection of
Investments (juga dikenal sebagai ASEAN Investment Guarantee
Agreement atau ASEAN IGA) dan the 1998 Framework Agreement on
the ASEAN Investment Area (dikenal sebagai "AIA Agreement").
Dengan disepakatinya cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015,
ASEAN memutuskan untuk meninjau kembali dan merevisi perjanjian di
bidang investasi terdahulu, yang kemudian dijadikan perjanjian investasi
yang komprehensif, meliputi kerjasama, fasilitas, promosi, liberalisasi
dan perlindungan investasi yaitu ACIA.
ACIA merupakan perjanjian investasi yang
komprehensif
yang
mencakup
Manufaktur,
Pertanian,
Perikanan,
Kehutanan,
Pertambangan
Penggalian, dan Jasa yang terkait dengan lima sektor tersebut.
Dengan demikian, melalui ACIA ASEAN akan dapat:
19
dan








Meningkatkan daya tarik ASEAN sebagai tujuan investasi;
Menciptakan rezim investasi bebas dan terbuka, serta
memenuhi tujuan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN;
Menyederhanakan prosedur pengajuan dan persetujuan
penanaman modal, sehingga potensi terbuangnya waktu akibat
proses perijinan bisa diminimalisir;
Menciptakan aturan, peraturan, dan prosedur yang jelas dan
kondusif yang mampu memberikan perlindungan kepada para
investor dan juga investasinya;
Menyamakan perlakuan terhadap semua investor khususnya
perijinan, pengambilalihan, pendirian, pengelolaan, perluasan,
pengelolaan, pelaksanaan, penjualan atau pelepasan penanaman
modal lainnya;
Mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil, menengah
maupun perusahaan multinasional melalui liberalisasi investasi
yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan
ekonomi;
Menimbulkan efek domino yang juga akan meningkatkan
ketersediaan lapangan kerja baru;
Mewujudkan terciptanya kawasan modal terpadu antar negara
anggota ASEAN.
Kebijakan Persaingan Usaha di ASEAN
Tahun 2015 menjadi momentum penting bagi ASEAN untuk bisa
mengadopsi kebijakan hukum persaingan nasional masing-masing
dalam rangka menjadikan ASEAN sebagai kawasan bebas dari praktikpraktik monopoli. Diharapkan tahun 2015 nanti, 7 (tujuh) negara
anggota ASEAN akan siap melaksanakannya, seperti Brunei Darussalam,
Indonesia, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Sedangkan
Kamboja, Filipina dan Myanmar dalam proses penyempurnaan
kebijakan persaingan usaha nasional mereka.
20
Saat ini, ASEAN terus menerus bergerak untuk mendukung dan
mempercepat proses keberadaan kebijakan dan hukum persaingan
usaha yang sehat untuk bisa mempertahankan peran ASEAN sebagai
pemain yang kompetitif dan bermakna dalam rantai pasokan global dan
regional dengan melakukan update Handbook on Competition Policy
and Law, Penyusunan Regional Core Compentencies in Competition
Policy and Law serta berinisiatif membuat Competition Policy Toolkit for
ASEAN Government dan aktif melaksanakan ASEAN Competition
Conference. Adapun tantangan dan peluang ke depan adalah melalui
KPPU, Indonesia bisa memimpin ASEAN dalam menciptakan persaingan
usaha yang sehat di pasar ASEAN mengingat banyaknya tantangan
penyelesaian masalah persaingan usaha di Indonesia khususnya dan
persaingan usaha di ASEAN pada umumnya.
Perlindungan Konsumen di ASEAN
Undang-undang Perlindungan Konsumen di ASEAN merupakan alat
penting dalam mendukung terciptanya Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015. Kesadaran ini terbukti dengan telah dibuatnya UU perlindungan
Konsumen di Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina,
Singapura, Thailand dan Vietnam, sedangkan Kamboja dan Myanmar
sedang dalam proses penyelesaian domestik mereka.
Saat ini, ASEAN telah berhasil membuat website mekanisme ganti
rugi
konsumenlintasperbatasanwww.aseanconsumer.orgdanLeaflet
Pengaduan Konsumen ASEAN www.asean.org, termasuk juga bisa
dimanfaatkan untuk turis yang mengunjungi ASEAN. Diharapkan dengan
fasilitasi ini, konsumen ASEAN bisa menjadi konsumen yang cerdas, teliti
dan cermat dalam memilih barang-barang yang akan dikonsumsi serta
mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen yang baik.Selain
itu, Komite Perlindungan Konsumen ASEAN (ASEAN Committte on
Consumer Protection/ACCP) juga telah melakukan koordinasi dan kerja
21
sama dengan ASEAN Expert Group on Competition (AEGC) dan ASEAN
Consultative Committee for Standards and Quality (ACCSQ) untuk
menghasilkan yang lebih baik untuk konsumen ASEAN nantinya.
Adapun
tantangan
dan
peluangnya
ke
depan,
Direktorat
Pemberdayaan Konsumen, bekerjasama dengan Direktorat Kerja sama
ASEAN Kementerian Perdagangan terus menerus menggalakkan
kegiatan untuk bisa membuat konsumen ASEAN termasuk Indonesia
menjadi konsumen yang cerdas yaitu sebagai konsumen harus dapat
menegakkan
hak
dan
kewajibannya,
teliti
sebelum
membeli,
memperhatikan label, kartu manual garansi dan tanggal kadaluarsa,
memastikan bahwa produk tersebut sesuai dengan standar mutu K3L,
serta membeli barang sesuai dengan kebutuhan dan bukan keinginan.

22
ASEAN Free Trade Area
(AFTA)
ASEAN Free Trade Area (AFTA), merupakan wujud dari kesepakatan
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan
bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
regional ASEAN,dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia
serta menciptakan pasar regional bagi lebih dari 500 juta penduduknya.
Perjalanan ASEAN Menuju MEA 2015
3 Visi ASEAN  Komunitas ASEAN :
1. ASEAN Economic Community (AEC)
2. ASEAN Political-Security Community (APSC)
3. ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC)
(ASEAN Summit, Bali, October 2003)
Launching ASEAN RCEP
2010
2003
1998
1992
1977
1967
Terbentuknya
ASEAN
ASEAN Free
Trade Area
(AFTA)
AEC
Blueprint
Roadmap for an ASEAN
Community (AEC, APSC,
ASCC)
AIAASEAN Investment
Agreement
1997
1995
ASEAN Framework for RCEP
and AFEED
2009
2007
Bali Concord II
(ASEAN Community)
ASEAN–PTA
Preferential
Trading
Arrangement
2012
2011
ASEAN
Charter
AFAS-ASEAN
Framework
Agreement on
Services
ASEAN
COMMUNITY
2015
ASEAN
Vision
2020
Satu Wilayah yang Stabil dan Makmur dan
Kompetitif dengan Perkembangan Ekonomi yang
adil dan Pengurangan Kemiskinan
dan
Kesenjangang Sosial dan Ekonomi
(ASEAN Summit, Kuala Lumpur, Desember 1997)
23
AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV
di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan akan dicapai dalam
waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003,
dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs for ASEAN Free Trade
Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA
melalui:
penurunan
tarif
hingga
menjadi
0-5%,
penghapusan
pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya
kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi
Brunei Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura dan Thailand, dan bagi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam
pada tahun 2015.
Produk yang dikategorikan dalam General Exception adalah produkproduk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPTAFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan
bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyekobyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkategorikan produkproduk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol dan
sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception.
Dengan demikian, AFTA sebagai suatu upaya bersama bagi negaranegara ASEAN yang bertujuan untuk:
(i)
menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang
kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di
pasar global;
(ii)
menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI); dan
(iii) meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN
(intra-ASEAN Trade).
Bagi kepentingan Indonesia, AFTA memiliki potensi manfaat dan
tantangan sekaligus.
24
Potensi manfaat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk
Indonesia, dengan total populasi di kawasan ASEAN sebesar ±
500 juta jiwa dan tingkat pendapatan masyarakat yang
beragam;

Biaya
produksi
yang
pengusaha/produsen
semakin
Indonesia
rendah
dan
yang
pasti
bagi
sebelumnya
membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari
negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;

Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di
pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu
tertentu;

Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka melalui
mekanismealiansi dengan pelaku bisnis di negara anggota
ASEAN lainnya.
Selain peluang manfaat tersebut di atas, AFTA juga memberikan
tantangan bagi Indonesia.Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus
menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis
secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk
yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam
memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota
ASEAN lainnya.

25
Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Pada
tahun 2003, para pemimpin ASEAN sepakat bahwa
Masyarakat ASEAN harus terbentuk pada tahun 2020.Pada tahun 2007,
para pemimpin menegaskan komitmen kuat mereka untuk mewujudkan
Masyarakat ASEAN dan mempercepat target waktunya menjadi tahun
2015. Masyarakat ASEAN terdiri dari tiga pilar yang terkait satu dengan
yang lainnya, yaitu:
“Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi
ASEAN dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN”
Dengan
demikian,
para
pemimpin
ASEAN
sepakat
untuk
mentransformasi ASEAN menjadi suatu kawasan yang ditandai oleh
pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan arus
modal yang lebih bebas.Selanjutnya Blue Print/Cetak Biru MEA disusun
dan disahkan pada tahun 2007.
Pilar 1: Pasar Tunggal dan Basis Produksi
Melalui realisasi MEA, diharapkan ASEAN akan menjadi pasar
tunggal dan basis produksi. Pembentukan ASEAN sebagai suatu pasar
tunggal dan basis produksi akan membuat ASEAN lebih dinamis dan
lebih berdaya saing dengan mekanisme dan langkah-langkah baru guna
26
memperkuat pelaksanaan inisiatif-inisiatif ekonomi yang ada dalam
mempercepat integrasi ekonomi sebagai rencana induk yang koheren
dalam pembentukan MEA.
CETAK BIRU MEA 2015/ AEC 2015 Blueprint
AEC/MEA 2015
Elemen Utama Pembentukan MEA/AEC
•
•
•
•
Pilar 1
Pilar 2
Pilar 3
Pilar 4
Pasar Tunggal &
Basis Produksi
Kawasan Ekonomi
Berdaya Saing Tinggi
Pembangunan
Ekonomi yang Lebih
Merata
Integrasi dengan
Perekonomian
Global
Bebas Arus Barang
Bebas Arus Jasa
Bebas Arus Investasi
Arus modal yang
lebih bebas
• Arus bebas tenaga
kerja terampil
• Priority Integration
Sectors
• Pengembangan
sektor Food,
agriculture and
forestry
• Kebijakan
persaingan/
kompetisi
• Perlindungan
konsumen
• Hak Kekayaan
Intelektual
• Pembangunan
infrastruktur
• Perpajakan
• E-Commerce
• Pengembangan
UKM
• Prakarsa bagi
integrasi ASEAN
(CLMV) 
mengurangi gap
pembangunan
internal ASEAN
• pendekatan
terhadap
hubungan ekonomi
eksternal  negosiasi
FTA dan CEP dengan
negara non ASEAN
• partisipasi yang
semakin meningkat
dalam jaringan
suplai global.
Cetak Biru tersebut mengidentifikasikan karakteristik dan elemen
MEA dengan target dan batas waktu yang jelas untuk pelaksanaan
berbagai tindakan yang disepakati untuk mengakomodasi kepentingan
seluruh negara anggota ASEAN. Dalam mendukung pembentukan
ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan basis produksi, maka
hambatan perdagangan berupa tarif akan dihapuskan, dan hambatan
non-tarif secara bertahap juga akan dihapus.
Perdagangan dan sistem kepabeanan antar negara-negara di ASEAN
akan terstandardisasi, sederhana dan harmonis sehingga diharapkan
dapat mengurangi biaya transaksi. Selain itu, Kawasan ASEAN juga akan
mengakomodir pergerakan bebas bagi para profesional, sedangkan
Investor yang berminat berinvestasi di ASEAN juga akan diberikan
kemudahan untuk berinvestasi di berbagai sektor, termasuk di sektor
27
jasa.Pasar tunggal dan basis produksi ASEAN terdiri dari atas lima
elemen inti, yaitu:





Arus barang yang bebas;
Arus jasa yang bebas;
Arus investasi yang bebas;
Arus modal yang lebih bebas;
Arus tenaga kerja terampil yang bebas.
Komponen dalam pasar tunggal dan basis produksi adalah termasuk 12
(dua belas) sektor-sektor prioritas integrasi, yakni: produk berbasis agro,
transportasi udara, otomotif, e-ASEAN, elektronika, perikanan,
pelayanan kesehatan, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian,
pariwisata, produk berbasis kayu dan logistik, makanan, ditambah
pertanian dan kehutanan.
Pilar 2: Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing
Perwujudan kawasan ekonomi yang stabil, makmur, dan berdaya
saing tinggi merupakan tujuan dari integrasi ekonomi ASEAN. Terdapat
enam elemen inti bagi kawasan ekonomi yang berdaya saing ini, yaitu:
(i) Kebijakan persaingan; (ii) Pelindungan konsumen; (ii) Hak Kekayaan
Intelektual (HKI); (iv) Pembangunan infrastruktur; (v) Perpajakan; dan
(vi) e-commerce. Negara-negara anggota ASEAN telah berkomitmen
untuk memperkenalkan kebijakan kawasan di sektor-sektor prioritas,
memfasilitasi pergerakan para pelaku usaha, tenaga kerja terampil dan
berbakat, dan memperkuat mekanisme kelembagaan ASEAN untuk
menjadikan ASEAN sebuah kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi.
Pilar 3: Pembangunan Ekonomi yang Merata
Di bawah karakteristik ini terdapat dua elemen utama, yaitu: (i)
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM); dan (ii) Inisiatif
untuk Integrasi ASEAN. Kedua inisiatif ini diarahkan untuk
menjembatani jurang pembangunan baik pada tingkat UKM maupun
untuk memperkuat integrasi ekonomi Kamboja, Laos, Myanmar dan
Vietnam (Kamboja, Laos, MyanmarandVietnam/CLMV) agar semua
anggota dapat bergerak maju secara serempak dan meningkatkan daya
28
saing ASEAN sebagai kawasan yang memberikan manfaat dari proses
integrasi kepada semua anggotanya.
Pilar 4: Integrasi dengan Ekonomi Global
ASEAN bergerak di sebuah lingkungan yang makin terhubung dalam
jejaring global yang sangat terkait satu dengan yang lain, dengan pasar
yang saling bergantung dan industri yang mendunia. Sehingga, agar
pelaku usaha ASEAN dapat bersaing secara global, serta untuk
menjadikan ASEAN lebih dinamis sebagai ”mainstream” pemasok dunia,
maka diperlukan keseimbangan dalam pengembangan pasar domestik
agar tetap menarik bagi investasi, serta pengembangan pasar luar
negeri guna mendorong terciptanya lebih banyak sentra produksi di
ASEAN.
Untuk itu,diperlukan sebuah payung hukum yang dapat
mengakomodir persaingan usaha yang adil untuk mendorong proses
integrasi ekonomi kawasan ASEAN dengan perekonomian global. Dua
pendekatan yang ditempuh ASEAN dalam proses integrasi dengan
perekonomian dunia adalah: (i) Pendekatan koheren menuju hubungan
ekonomi eksternal melalui Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade
Area/FTA) dan kemitraan ekonomi yang lebih erat (Closer Economic
Partnership/CEP); dan (ii) Partisipasi yang lebih kuat dalam jejaring
pasokan global.
Selain itu, ASEAN tengah mengikuti proses integrasi kawasan yang
lebih luas dengan melibatkan RRT, Jepang, Korea, India, Selandia Baru,
dan Australia. Hal ini dilakukan untuk memperkuat integrasi ekonomi di
kawasan ASEAN yang saat ini di warnai dengan kerja sama baru
diantaranya Trans Pacific Partnership (TPP), serta mulai bergulirnya
inisiasi pembentukan Free Trade Area on Asia Pacific (FTAAP).

29
Tantangandan
PeluangIndonesia dalam
MEA 2015
Infrastruktur
Untuk infrastruktur kelemahan mengemuka dikarenakan oleh
beberapa hal seperti, belum semua kapasitas bandara mampu melayani
lonjakan penumpang, terbatasnya anggaran dalam pembangunan
infrastruktur daerah, kurangnya konektivitas antar propinsi dan pulau,
minimnya konektivitas antar negara dalam kerjasama sub regional,
kurangnya ketersediaan pasokan energi dan listrik, dan minimnya peran
swasta dalam pengembangan infrastruktur seperti melalui skema Public
Private partnership (PPP).
Beberapa hal yang menjadi ancaman bagi pengembangan
infrastruktur kita diantarnya proyek infrastruktur masih terkonsentrasi
di Pulau Jawa, ketersediaan infrastruktur yang lebih baik di negara
ASEAN lainnya, kebijakan pengelolaan infrastruktur yang lebih baik di
negara ASEAN lainnya, rencana pengembangan infrastruktur ASEAN
lebih fokus pada negara-negara mainland (daratan) daripada maritim.
30
Namun demikian, peluang dalam bidang infrastruktur pun tetap
terbuka dan dapat kita manfaatkan bersama. Sebagaimana telah
ditetapkan dalam RPJM 2015-2019, pemerintah Indonesia akan
membangun infrastruktur yang dipastikan akan mempercepat upaya
peningkatan daya saing nasional, diantaranya yaitu:
(i)
Transportasi Massal yang terintegrasi di 6 (enam) kota besar
di Indonesia;
(ii)
Dalam kerangka pembangunan Tol Laut, Indonesia akan
membangun 24 pelabuhan, yang akan menghubungkan
Indonesia
barat
dan
Indonesia
timur
serta
akan
menghubungkan pulau dengan pulau, provinsi dengan
provinsi dan kota ke kota, sehingga harga atau biaya
transportasi akan turun karena transportasi laut akan
sangat efektif dan efisien. Setiap pelabuhan akan dibangun
zona-zona industri sehingga transportasi dapat lebih efisien;
(iii)
Pembangunan Pembangkit Listrik dengan power plant
35.000 Mega Watt yang akan memampukan industri
manufaktur tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga
kinerja ekspor dapat digenjot, volume impor akan menurun
dan lapangan kerja semakin bertambah dan akan menekan
jumlah pengangguran;
(iv)
Reformasi
Peraturan
Pembebasan
lahan
melalui
penyederhanaan regulasi sehingga investor akan lebih
nyaman masuk. Demikian halnya dengan peraturan lainnya
di bidang investasi pelabuhan, jalan tol dan bandara akan
juga disederhanakan; dan
(v)
Operasionalisasi Pelayanan Investasi Satu Pintu (one stop
service).
Kebijakan Pemerintah
Pada tataran pemerintah misalnya, sudah cukup banyak regulasi
yang dikeluarkan untuk menyokong upaya tersebut, diantaranya dengan
31
dikeluarkannya Inpres No. 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi,
Inpres No. 11/2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru
Masyarakat Ekonomi ASEAN, Keppres No. 23/2012 tentang Susunan
Keanggotaan Sekretariat Nasional ASEAN, Program pembangunan
seperti
MP3EI,
Program
Sistem
Logistik
Nasional
(Sislognas),
Pembentukan Komite Nasional MEA 2015, Pembentukan UKP4 untuk
memonitor langkah pemerintah, Inpres No. 6/2014 tentang Peningkatan
Daya Saing Nasional dalam Rangka Menghadapi MEA.
Inpres No. 6/2014 ini bahkan lebih spesifik menyebutkan beberapa
area yang menjadi prioritas pembangunan dalam upaya meningkatkan
daya saing nasional, yaitu melalui pengembangan Industri Nasional,
Pengembangan Pertanian, Pengembangan Kelautan dan Perikanan,
Pengembangan Energi, Pengembangan Infrastruktur, Pengembangan
Sistem Logistik Nasional, Pengembangan Perbankan, Pengembangan
UMKM, Pengembangan Tenaga Kerja, Pengembangan Kesehatan,
Pengembangan Perdagangan, Pengembangan Kepariwisataan dan
Pengembangan
Kewirausahaan.
Namun
sayangnya,
hasil
dari
implementasinya, belum dapat dikatakan maksimal.
Sumber Daya Manusia
Profil Sumber Daya Manusia kita pun tidak kalah mengkhawatirkan,
berdasarkan data BPS tahun 2013, dari total angkatan kerja 121,19 juta
jiwa, pekerja kita berjumlah 114,02 juta atau 94,08% dari total angkatan
kerja, dan penganggur berjumlah 7,17 juta atau 5,29% dari total
angkatan kerja. Sementara dari total 114,02 juta jiwa dari pekerja di
Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang sangat bervariasi.
Berdasarkan data tersebut, jumlah pendidikan pekerja untuk Sekolah
Dasar ke bawah ada 56,62 juta; untuk tingkat SMP dan yang sederajat
berjumlah 20,29 juta; untuk SMA dan SMK berjumlah 27,95 juta; untuk
Diploma (D1-D3) berjumlah 3,22 juta dan untuk Universitas berjumlah
7,94 juta.
Selain itu dari sisi internal terdapat pula kelemahan di sektor SDM,
32
diantaranya, banyak tenaga kerja yang belum bersertifikasi, banyak
tenaga kerja yang berpendidikan dan berketerampilan rendah,
pengetahuan akan prosedur sertifikasi masih minim, dan biaya
sertifikasi yang cenderung mahal.
Tentu saja kondisi ini menjadi ancaman bagi kita pada saat SDM
negara-negara ASEAN lainnya lebih terampil dan siap bersaing, memiliki
kemudahan akses prosedur sertifikasi, biaya sertifikasi yang relatif
murah, mudah dan cepat bahkan melalui online basis serta persaingan
dengan negara tetangga yang memiliki upah buruh relatif rendah,
Vietnam sebagai contohnya.
Namun demikian, kita pun masih memiliki peluang di sektor ini.
Untuk sektor SDM, kita memiliki kekuatan, seperti jumlah populasi
nomor satu yang terbesar di ASEAN dan nomor empat di dunia, serta
sebagian besar populasi Indonesia masuk dalam kategori usia produktif,
keberadaan balai pelatihan tenaga kerja di daerah, daerah pun semakin
berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas SDM-nya, dan setiap
personal semakin banyak yang menyadari pentingnya potensi
peningkatan keterampilan dan kebutuhan akan sertifikasi.
Selain itu peluang lain yang kita miliki diantaranya pemanfaatan
33
pelatihan dan program peningkatan kapasitas, keberadaan komunitas
akademis di berbagai daerah, adanya UU Corporate Social Responsible
(CRS) yang dapat dimanfaatkan PEMDA untuk bekerjasama dengan
perusahaan dalam peningkatan potensi SDM, serta perguruan tinggi
yang dapat memberikan pelatihan bagi tenaga kerja.
Daya Saing Produk Unggulan
Dari sisi produk unggulan, kelemahannya seperti pengunaan
teknologi produksi masih minim, masih kurangnya promosi produk
terutama produk-produk UKM, pengusaha masih bergantung pada
komoditas primer atau produksi produk dengan nilai tambah kecil,
hanya berorientasi pada pasar domestik, minimnya pengetahuan
pengusaha akan peluang ASEAN,
cenderung
lebih
memilih
jadi
importir dari pada produsen, dan
daya saing usaha di sektor jasa
masih tertinggal.
Adapun tantangan lain untuk produk unggulan kita yaitu seperti
adanya kesamaan produk dengan beberapa negara tetangga, pesaing
memiliki teknologi yang lebih canggih, dan kemampuan pesaing (negara
ASEAN lain) untuk meningkatkan nilai tambah yang lebih besar untuk
produk-produk sejenis.
Namun demikian, kita masih memiliki beberapa kekuatan, tiap
daerah memiliki produk unggulan yang berbeda dan bervariasi, tiap
daerah juga memiliki asosiasi dan pengusaha-pengusaha yang
berpengalaman dalam kompetisi global, selain itu kita pun memiliki
pasar dalam negeri yang besar, 40% dari pasar ASEAN yang berjumlah
hampir 650 juta jiwa, kita juga memiliki jumlah pelaku UKM lebih dari
56,5 juta unit (BPS, 2012) serta tingkat persentase kewirausahaan
mencapai 1,63% dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2013).
34
Investasi
Untuk sektor Investasi, yang menjadi kelemahan kita diantaranya
yakni, lamanya waktu untuk memperoleh perizinan investasi, jumlah
investasi yang sudah ada relatif masih sedikit, ekonomi biaya tinggi
seperti mahalnya biaya perizinan, dan sulitnya memperoleh kredit
perbankan karena terlalu banyak persyaratan. Selain itu, negara-negara
ASEAN lain lebih kompetitif dalam menarik investasi asing, seperti
negara Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Namun demikian, dari sisi investasi, stabilitas politik kita yang terus
terjaga, pasar domestik yang cukup besar serta tenaga kerja yang relatif
bersaing dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya merupakan daya
tarik yang cukup untuk menarik investasi baik dari dalam maupun luar
negeri. Apalagi dengan direalisasikannya komitmen pemerintahmelalui
kebijakan
untuk
mempercepat
pertumbuhan
ekonomi
melalui
pengalihan subsidi BBM ke penggunaan yang lebih produktif bagi
masyarakat luas antara lain untuk pembangunan infrastruktur,
pembangunan pelabuhan, pembangunan rel kereta api untuk jalur
logistik diluar Sumatera, Kalimantan, Papua, dan pengembangan tol
laut, akan menempatkan Indonesia sebagai tujuan investasi yang sangat
menguntungkan.
Koordinasi Pemerintah Pusat – Daerah
Kelemahan dan ancaman pun menjadi warna dalam area koordinasi
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adapun faktor kelemahan
diantaranya seperti, peran propinsi belum optimal dan merata di era
otonomi daerah, pendelegasian kewenangan pusat-daerah belum
optimal, pengawasan pengelolaan Sumber Daya Alam belum maksimal,
belum optimalnya pengetahuan akan kesepakatan internasional,
masalah perizinan usaha yang tidak sinkron antara pusat-daerah, dan
kewenangan dipegang oleh pejabat yang inkompeten. Sementara
35
negara-negara ASEAN lain memiliki level koordinasi yang lebih baik, hal
ini bisa menjadi ancaman bagi Indonesia.
Dari sisi koordinasi pusat dengan daerah, kita memiliki beberapa
kekuatan diantaranya melalui kebijakan otonomi daerah, telah
memberikan peran yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dalam
menentukan kebijakan pembangunan daerah serta pembenahan untuk
meningkatkan level koordinasi di semua sektor mulai di optimalkan,
adapun peluang lainnya, kita memiliki forum koordinasi tingkat nasional
yang melibatkan daerah (Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau
Musrenbang).

36
Strategi jadi Juara
dalam MEA 2015
Perubahan Cara Pandang
Perubahan cara pandang atau mindset harus dapat terefleksi dalam
berbagai bentuk tindakan, komunikasi, kebijakan dan kontempelasi. Hal
ini penting untuk membangun rasa percaya diri
dalam melawan rasa pesimis dan inferioritas.
Selain itu, hal ini juga penting untuk
membangun pemahaman bahwa tujuan
dari sebuah bentuk kerja sama bukan
hanya pada peningkatan trade surplus
semata, namun pada kesejahteraan
masyarakat dalam jangka panjanglah
yang menjadi tujuan utama. Dengan
berusaha
(reframing)
kita
merubah
akan
cara
mampu
pandang
melakukan
kontempelasi, bangkit dari rasa tidak percaya diri untuk
kemudian memiliki daya dorong dalam melakukan berbagai upaya
perubahan.Dengan demikian kita akan dapat menangkap peluang dari
pembentukan MEA 2015. Sehingga pada akhirnya sinergisitas kebijakan
yang dirumuskan dapat tercipta sekaligus dilaksanakan secara
konsisten.
37
Memulihkan Daya Saing
Satu hal yang perlu dilakukan bersama-sama untuk dapat berkiprah
di
panggung
MEA
Indonesia.Ekspor
menciptakan
adalah
harus
lebih
dengan
tumbuh
banyak
memulihkan
kembali
lapangan
jika
kerja
daya
saing
Indonesia
ingin
dan
meningkatkan
pendapatan.Pertumbuhan lapangan kerja padaindustri berorientasi
ekspor, jelas menguntungkan karenasebagian besar memanfaatkan
keunggulan komparatif Indonesia yangmempunyai tenaga kerja secara
berlimpah.Sayangnya
sebagian
menganggap
kinerja
buruk
ini
disebabkan hanya oleh faktor eksternal semata. Bahkan ada yang lebih
berpandangan ekstrem dengan menyampaikan bahwa jika kita
mengalami defisit perdagangan dengan negara Mitra, atau jika
pemanfaatan preferential tarif yang rendah oleh dunia usaha kita, itu
semua disebabkan oleh kesalahan negara Mitra Dagang semata.
Pertanyaannya disini adalah apakah sebuah kerja sama dalam FTA
memang harus selalu menguntungkan secara absolut di semua sektor?
Lalu apabila kita tidak mampu bersaing dengan negara lain terlebih
mereka adalah Mitra Dagang potensial, lantas menjadi salah
perjanjiannya atau bahkan salah Negara Mitranya saja? Lalu apakah
dengan cara menyalahkan Negara Mitra Dagang potensial kemudian
memutuskan keluar dari perjanjian akan serta merta langsung
memperbaiki struktur ekonomi dan industri kita? Apakah hanya kita
yang melakukan kerja sama perjanjian dagang dengan negara Mitra?
Lantas apa yang menyebabkan Indonesia gagal memperoleh manfaat
daripeningkatan perdagangan dunia dan kehilangan pangsa pasar?
Jawabannya, lebih mengarah pada berbagai faktor domestik yang
menghambat daya saing.Akan tetapi, sejumlah kebijakan dalam jangka
pendek, bila digabungkan dengan reformasi kelembagaan jangka
panjang tentunya dapat membantu Indonesia memperoleh kembali
daya saingnya dan menciptakan lapangan kerja.
Stagnasi pertumbuhan ekspor Indonesia disebabkan oleh lima
faktor, antara lain: (i) biaya yang lebih tinggi menjadikan ekspor
38
Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan para pesaingnya; (ii)
lemahnya iklim usaha menghambat investasi dalam industri ekspor; (iii)
rendahnya akses terhadap kualitas dan kuantitas prasarana yang
memadai, mengakibatkan inefisiensi perdagangan; (iv) munculnya
negara-negara pesaing, seperti Vietnam dan Tiongkok dengan produk
yang lebih menguasai pasar; (v) lemahnya koordinasi antar Kementerian
dan Lembaga Pemerintah, ditambah ego sektoral yang sulit dicarikan
titik temu maupun penyelesaian permasalahan yang kerap berlarutlarut.
Mengingat sedemikian banyak dan beragamnya permasalahan yang
menghadang proses perdagangan internasional melalui mekanisme
liberalisasi,
maka
dirasakan
sangat
mendesak
untuk
meng-
implementasikan roadmap. Tanpa kesiapan yang memadai, liberalisasi
pada akhirnya hanya akan menjadi momok yang menakutkan di dalam
alam pikiran masyarakat seperti halnya juga deregulasi dan privatisasi,
sehingga akan menimbulkan gelombang penentangan yang meluas.
Akan tetapi jika titik berat hanya pada liberalisasi niscaya hanya
akan membenamkan potensi-potensi yang kita miliki, karena liberalisasi
pada dasarnya hanya satu dari empat elemen pemberdayaan pasar,
yakni market creating, yang membawa masyarakat Indonesia menuju
pada kemakmuran dengan memenuhi sense of justice dan sense of
equity. Liberalisasi tanpa kerangka pemberdayaan pasar yang
komprehensif hanya akan membuat mekanisme pasar berlangsung
secara liar dan berpotensi menghancurkan peradaban. Masyarakat yang
peradabannya “carut marut” di hajar oleh gelombang liberalisasi tak
akan mampu berdialog secara setara dengan peradaban dunia. Salah
satu wujud nyata dari keterasingan itu ialah kemerosotan daya saing.
Tiga elemen lainnya yang wajib dihadirkan untuk menopang pasar
yang menyejahterakan ialah market regulating,market stabilizing, dan
market legitimizing. Liberalisasi tanpa kerangka pengaturan yang baik
akan mengarah pada penguasaan aset-aset ekonomi di tangan asing
dan segelintir pemodal domestik atau kolaborasi di antara keduanya,
39
yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah market legitimizing,
misalnya dalam bentuk sentimen serba anti-asing. Ancaman dalam
bentuk penentangan terhadap mekanisme pasaryang notabene
merupakan satu-satunya kendaraan yang bisa membawa kita semua
ada kemakmuran muncul akibat tidak terhadirkannya fungsi market
stabilizing.
Pembenahan lain yang dapat kita lakukan adalah melalui
pengintegrasian pasar domestik. Buruknya sistem transportasi dan lalu
lintas barang maupun jasa kita pun menyebabkan pasar dalam negeri
mengalami disintegrasi. Dalam keadaan seperti ini, pasar Indonesia
hanya akan menjadi mangsa produk-produk negara tetangga, karena
biaya untuk transportasi antar pulau jauh lebih mahal sehingga harga
produk juga lebih mahal karena mekanisme distribusi yang tidak
memadai dan mahal, dibandingkan dengan melalui mekanisme impor
yang secara gamblang mampu memenuhi keinginan pasar domestik,
hanya karena kita belum mampu memenuhi pasar kita sendiri.
Maka dalam upaya untuk memulihkan daya saing tersebut kita
harus fokus di beberapa bidang, yakni:
1)
Memperbaiki berbagai faktor domestik yang menghambat
daya saing;
2)
Meningkatkan ekspor untuk menciptakan lebih banyak
lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan;
3)
Melakukan pengintegrasian pasar domestik;
4)
Melakukan harmonisasi dan efisiensi implementasi regulasi;
5)
Mempertahankan daya saing industri padat karya dan
meningkatkan daya saing industri padat modal;
6)
Mendorong
penetrasi
pasar
di
kawasan
ASEAN
dan
menetapkan sektor-sektor andalan untuk bersaing di pasar
ASEAN.
40
Merumuskan dan Melaksanakan Strategi Globalisasi
Dalam suatu negara demokratis dan pluralistis seperti Indonesia,
adanya pro-kontra terhadap suatu masalah adalah suatu hal yang lazim,
dan malah perlu diberi tempat sebagai salah satu konsekuensi yang
telah menjadi bagian dari komitmen berbangsa dan bernegara. Pro dan
kontra ini pula menjadi warna dalam memahami globalisasi.
Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia
yang bersifat mendasar atau struktural dan proses ini akan berlangsung
terus dengan laju yang akan semakin cepat mengikuti perubahan
teknologi yang juga akan semakin cepat dan peningkatan serta
perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia (Tambunan, 2004).
Perkembangan ini telah meningkatkan kadar hubungan saling
ketergantungan
ekonomi
dan
juga
mempertajam
persaingan
antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga
dalam investasi, keuangan, dan produksi.
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batasbatas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau
regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang
melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan
dengan proses internasionalisasi produksi, perdagangan dan pasar uang.
Semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi
secara nasional maupun regional yang berbarengan dengan semakin
hilangnya kedaulatan suatu pemerintahan negara muncul disebabkan
oleh banyak hal,diantaranya menurut Halwani (2002) adalah komunikasi
dan transportasi yang semakin canggih dan murah, lalu lintas devisa
yang semakin bebas, ekonomi negara yang semakin terbuka,
penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif tiap-tiap negara, metode produksi dan perakitan dengan
organisasi manajemen yang semakin efisien, dan semakin pesatnya
perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia.
Selain itu, penyebab-penyebab lainnya adalah semakin banyaknya
industri yang bersifat footloose akibat kemajuan teknologi
41
(yang mengurangi pemakaian sumber daya alam), semakin tingginya
pendapatan dunia rata-rata per kapita, semakin majunya tingkat
pendidikan mayarakat dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi di semua
bidang, dan semakin banyaknya jumlah penduduk dunia.
Kekhawatiran yang berkembang di masyarakat secara berlebihan
akan globalisasi cenderung disebabkan oleh informasi yang diterima
tidak secara utuh (komprehensif). Menurut Hadi Soesastro (2004),
dampak positif dari globalisasi umumnya tidak diberitakan. Sementara
itu dampak negatifnya biasanya menjadi berita besar, dan hal yang
kerap dilupakan adalah, bahwa dalam globalisasi tentunya ada yang
diuntungkan dan ada yang juga dirugikan. Dengan perkataan lain, ada
yang menang dan ada yang kalah. Yang dirugikan dan kalah biasanya
berteriak keras.Sementara, pihak yang diuntungkan dan menang
biasanya sangat tersebar, tidak terkonsentrasi, dan seringkali tidak tahu
bahwa keuntungan itu diperoleh dari globalisasi.
Bagi dunia dan kawasan Asia, on balance, barangkali keuntungan
yang diperoleh dari globalisasi lebih besar daripada kerugian.Bagi
kawasan Afrika keadaannya adalah yang sebaliknya.Di Asia pun masih
ada kantong-kantong kemiskinan, tetapi secara rata-rata tingkat
kesejahteraan masyarakat di Asia telah mengalami peningkatan yang
pesat.
Bila demikian, pemanfaatan globalisasi harus diikuti oleh upaya
untuk mengatasi dampak negatif dari globalisasi secara sadar dan
terarah.Dalam kaitan ini orang berbicara mengenai sustainable
globalization, yaitu globalisasi yang berkelanjutan.Artinya, globalisasi
dapat terus berlanjut karena didukung oleh semua. Antara lain, hal ini
dapat dilakukan dengan merentangkan suatu jaring pengaman. Tetapi di
samping tindakan yang bersifat “defensif” itu agenda utama bagi suatu
masyarakat untuk mengambil bagian dalam globalisasi adalah upaya
untuk terus menerus mengembangkan sumber daya manusianya
(SDM).Tetapi yang paling pokok adalah perlunya re-orientasi dalam
wawasan.Pembangunan nasional atau pembangunan bangsa bukan
42
sesuatu
yang
bersifat
agregatif
tetapi
pembangunan
bagi
manusianya.Keamanan (security) bukan lagi hanya masalah negara
(state security) tetapi keamanan bagi manusianya (human security)
(Soesastro, 2004).
Sehingga, globalisasi tidaklah harus dirasakan sebagai sesuatu yang
menakutkan. Kita tidak bisa terus menerus hidup dalam ketakutan
sebagai globalisasi akan terus berlanjut. Globalisasi merupakan
tantangan, yaitu tantangan untuk merubah orientasi.Ini bukan
tantangan mudah, tetapi globalisasi tentunya tetap berada dalam
kendali manusia.
Dengan memiliki pemahaman yang baik akan globalisasi, kita akan
dapat menghindar dari “Globaphobia”, suatuwabahyang cenderung
berkembang tanpa kendali dan digunakan sebagai alasan untuk
menutupi ketidakmampuan kita dalam mengatasi berbagai persoalan
yang dihadapi masyarakat.
Lebih
dari
itu
semua,
NAWACITA
Butir
ke-6,
berbunyi:
“Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar
Internasional sehingga Bangsa Indonesia bisa Maju dan Bangkit Bersama
Bangsa-bangsa Asia Lainnya”. Maka untuk dapat memanfaatkan
globalisasi perlu upaya yang dilakukan secara nasionaldan harus
dilaksanakan secara bersama-sama dan bersinergi agar mampu
mengambil bagian dalam proses globalisasi sekaligus menjadi
pemenang dalam prosesnya. Upaya-upaya tersebut menyangkut semua
bidang kehidupan: ekonomi, politik dan sosial.
Mengapa demikian? Sebab, pertama, apabila suatu negara tidak
mampu merumuskan sendiri strategi globalisasinya maka nasib negara
tersebut akan ditentukan oleh pihak lain. Kedua, suatu negara harus
membuka pasarnya sendiri bila ingin memanfaatkan pasar lain.Ketiga,
suatu kerjasama melalui pengaturannya (perjanjian) dapat dilihat
sebagai salah satu bagian dari strategi globalisasi.
Adapun strategi lain yang juga harus segera dirumuskan adalah
dengan melakukan market creating, regulating, stabilizing dan
43
legitimazing perlu di lakukan secara seimbang dan paralel untuk
memenuhi globalisasi dan liberalisasi yang memiliki sense of justice and
sense of equity.
Kita juga memerlukan strategi offensive untuk meningkatkan pasar
ekspor
melalui
sosialisasi,
trade
promotion,
dan
kemitraan;
meningkatkan FDI, mendorong peningkatan produksi dalam negeri,
mengurangi biaya logistik, mendorong pemanfaatan kawasan industri;
mengembangkan industri hilir untuk komoditas unggulan; fokus pada
peningkatan konektivitas; melakukan pemetaan sentra-sentra produksi
untuk keperluan export by region dan bekerjasama dengan PEMDA
dalam perencanaan dan pengembangannya; penetapan strategi yang
berbeda-beda untuk masing-masing negara ASEAN; masing-masing
pemangku kepentinganperlu melakukan harmonisasi langkah yang di
cerminkan melalui tindakan serta informasi yang disampaikan kepada
publik; serta mendorong pemanfaatan tarif preferensi.
Memaksimalkan Potensi Inovasi
Salah satu kunci yang mau tidak mau harus dilakukan oleh bangsa
ini untuk mendapat keuntungan yang lebih besar dari setiap proses
kerja sama adalah dengan melakukan inovasi. Tidak dapat kita pungkiri
bahwa “business has only two functions, called marketing and
innovations”. MEA 2015 menuntut semua orang tidak terkecuali
siapapun dia untuk menjauhi zona nyaman dan melakukan inovasi,
melakukan gebrakan baru. Inovasi merupakan salah satu kunci utama
yang dapat merangsang pertumbuhan berkelanjutan ditengah pasar
yang sangat kompetitif.
Negara-negara yang berdaya saing tinggi adalah negara yang
ditandai dengan adanya sistem inovasi nasional yang kuat, seperti Korea
Selatan, Taiwan, yang ekonominya didorong oleh inovasi atau
Innovation Driven Economy, yakni ekonomi yang dibangun atas industriindustri yang bernilai-tambah tinggi, berteknologi tinggi, serta berbasis
penelitian dan pengembangan (R&D) yang intensif.
44
Kajian OECD tahun 2013 menyimpulkan bahwa masa depan negaranegara Asia Tenggara di dunia akan sangat tergantung pada
kemampuannya memicu kapasitas berinovasi. Sayangnya kita masih
terseok-seok menuju kesana, berdasarkan data Global Innovation Index
tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 87, turun dari peringkat 85
tahun 2013, sementara negara tetangga, Malaysia berada di posisi 33,
dan Thailand di posisi 48. Laporan OECD juga menyebutkan bahwa
jumlah periset di Indonesia adalah 1:15 dibandingkan dengan Malaysia
dan 1:3,4 dibandingkan dengan Thailand. Adapun Tingkat inovasi
Indonesia
yang
dinyatakan
dalam
4
teknologi
terkini,
yaitu biotechnology, nanotechnology, ICT, serta green technology, masih
kalah jauh dibandingkan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
Maka dengan demikian, dalam menghadapi MEA 2015, kita sangat
memerlukan
kebijakan
yang
pro-inovasi
yang
berfokus
pada
kewirausahaan lokal berteknologi tinggi, yang mendukung budidaya
pertanian berteknologi tinggi, yang mampu mensinergikan irama
kepentingan pemerintah, bisnis, akademik, media dan masyarakat.
Kita juga membutuhkan investasi yang kuat dalam R&D, yang
tentunya menuntut SDM yang berkualitas dan memiliki kapasitas untuk
berinovasi.Kurikulum pun perlu dirancang dan ditingkatkan agar
potensi, bakat, dan motivasi anak didik terasah dengan baik ke arah
kreasi dan penciptaan nilai-tambah.Peran perusahaan juga menjadi
krusial dalam memfasilitasi program-program inovasi melalui kerja
praktek dan pengembangan kajian.

45
Tanya Jawab
Seputar MEA
2015
Apa tantangan dan harapan bagi Indonesia menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan mulai
berlangsung Desember 2015. Seberapa besar kesiapan
Indonesia?
Tantangan yang dihadapi dan memerlukan upaya ekstra dalam hal
pemulihannya, diantaranya:
Pada tataran pemerintah misalnya, sudah cukup banyak regulasi yang
dikeluarkan untuk menyokong upaya tersebut, diantaranya dengan
dikeluarkannya Inpres No. 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi,
Inpres No. 6/2014 tentang Peningkatan Daya Saing Nasional dalam
Rangka Menghadapi MEA, dll. Inpres No. 6/2014 ini bahkan lebih
spesifik
menyebutkan
beberapa
area
yang
menjadi
prioritas
pembangunan dalam upaya meningkatkan daya saing nasional, Namun
hasilnya belum dapat dikatakan maksimal.
46
Profil Sumber Daya Manusia kita pun tidak kalah mengkhawatirkan,
berdasarkan data BPS tahun 2013, dari total angkatan kerja 121,19 juta
jiwa, pekerja kita berjumlah 114,02 juta atau 94,08% dari total angkatan
kerja, dan penganggur berjumlah 7,17 juta atau 5,29% dari total
angkatan kerja. Sementara dari total 114,02 juta jiwa dari pekerja di
Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang sangat bervariasi, untuk
Diploma (D1-D3) hanya berjumlah 3,22 juta dan untuk Universitas hanya
berjumlah 7,94 juta. Selain itu banyak tenaga kerja yang belum
bersertifikasi, berpendidikan dan berketerampilan rendah, pengetahuan
akan prosedur sertifikasi masih minim, dan biaya sertifikasi yang
cenderung mahal. Tentu saja kondisi ini menjadi tantangan bagi kita
pada saat SDM negara-negara ASEAN lainnya lebih terampil dan siap
bersaing, memiliki kemudahan akses prosedur sertifikasi, biaya
sertifikasi yang relatif murah, mudah dan cepat bahkan melalui online
basis serta persaingan dengan negara tetangga yang memiliki upah
buruh relatif rendah, Vietnam sebagai contohnya.
Dari sisi produk unggulan, tantangannya seperti pengunaan teknologi
produksi masih minim, masih kurangnya promosi produk terutama
produk-produk UKM, pengusaha masih bergantung pada komoditas
primer atau produksi produk dengan nilai tambah kecil, hanya
berorientasi pada pasar domestik, minimnya pengetahuan pengusaha
akan peluang ASEAN, cenderung lebih memilih jadi importir dari pada
produsen, dan daya saing usaha di sektor jasa masih tertinggal.
Untuk sektor Investasi, diantaranya seperti lamanya waktu untuk
memperoleh perizinan investasi, jumlah investasi yang sudah ada relatif
masih sedikit, ekonomi biaya tinggi seperti mahalnya biaya perizinan,
dan sulitnya memperoleh kredit perbankan karena terlalu banyak
persyaratan. Sementara, negara-negara ASEAN lain lebih kompetitif
47
dalam menarik investasi asing, seperti negara Singapura, Malaysia,
Thailand dan Vietnam.
Kondisi-kondisi demikianlah yang mengakibatkan kehadiran MEA
ditanggapi oleh sebagian dari kita sebagai suatu yang sangat
menakutkan sehingga semakin membahayakan perekonomian kita.
Adapun kesiapan Indonesia di refleksikan melalui: (i) Pembangunan
manusia dan masyarakat
dengan upaya memperbaiki sistem
pendidikan; (ii) Memperbaiki Kedaulatan Pangan dan Energi (power
plant, waduk); (iii) Pembangunan Kemaritiman (membangun pelabuhan
penyeberangan); (iv) pembangunan Karakter dan Potensi Pariwisata; (v)
Memperkuat Pembangunan Daerah dan Desa dengan cara membangun
infrastruktur
jalan,
jalur
KA,
Bandara,
angkutan
massal;
(vi)
Pembangunan Pusat –Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Luar Jawa; serta
(vii) melakukan pembinaan UKM.
Bagaimana memanfaatkan peluang pasar bebas ASEAN
agar Indonesia tidak banyak menanggung kerugian? Sektor
apa saja yang menjadi keunggulan Indonesia dibanding
negara ASEAN lainnya?
ASEAN menyepakati dua belas sektor yang dinilai potensial untuk
ditingkatkan daya saingnya baik di dalam negeri masing-masing maupun
di tingkat kawasan ASEAN, yang dikenal dengan prioritas integrasi
ekonomi (PIS).Diharapkan dua belas sektor tersebut mampu mendorong
pertumbuhan perekonomian kawasan. Ke dua belas sektor tersebut
merupakan sektor barang, yakni: (i) Agro-based product; (ii)
Automotive; (iii) Electronic; (iv) Fisheries; (v) Rubber-based products; (vi)
Textiles and Apparels; (vii) Wood-based product; dan sektor jasa, yakni:
48
(i) Air Travel; (ii) e-ASEAN; (iii) Healthcare; (iv) Tourism; (v) Logistic
Services.
Dalam upaya memanfaatkan peluang pasar MEA 2015 untuk
mendapatkan manfaat dari sektor unggulan tersebut, Indonesia telah
dan terus melakukan upaya peningkatan efisiensi dan pembenahan di
bidang infrastruktur (fisik) dan regulasi (non-fisik) yang dilakukan oleh
seluruh Kementerian dan Lembaga terkait.
Misalnya, upaya Indonesia saat ini untuk menjadikan Indonesia sebagai
basis produksi otomotif di kawasan selain Thailand yang selama ini
menguasai pasar otomotif di kawasan.Dalam rangka tersebut, Indonesia
telah melakukan pendekatan ke pihak investor Jepang untuk
meningkatkan investasinya tidak hanya di produk otomotif tetapi juga
komponen otomotif untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dari
sektor otomotif di Indonesia.Untuk elektronik misalnya, Indonesia
sudah merupakan salah satu pemasok elektronik di kawasan meskipun
pangsa pasarnya belum maksimal seperti yang diharapkan.
Bagaimana kesiapan Indonesia menghadapi perdagangan
bebas ASEAN terutama dari sisi daya saing di kawasan?
Indonesia telah melakukan berbagai hal dalam upaya meningkatkan
kesiapan daya saingnya di kawasan sebagai berikut:

Perbaikan
infrastruktur
telekomunikasi,
jalan
fisik
tol,
di
bidang
pelabuhan,
transportasi,
revitalisasi
serta
restrukturisasi industri, dan lain-lain.

Peningkatan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi
ekonomi biaya tinggi vide reformasi bidang perpajakan,
kepabeanan, dan birokrasi;

Reformasi kebijakan, melalui penyesuaian, persiapan, perbaikan
dan sinergisitas regulasi ;
49

Peningkatan kualitas sumber daya manusia di birokrasi, dunia
usaha ataupun professional vide sistem pendidikan nasional

Pengembangan industri prioritas yang berdampak luas dan
komoditi unggulan;

Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan

Pengembangan sektor energi yang akan mendukung produksi
nasional;

Penciptaan national social safety net melalui kerangka kebijakan
pengamanan;

Mengintergrasikan komitmen AEC dengan MP3EI
6 (enam)
koridor keunggulan ekonomi mencakup, sumber daya alam,
industri dan jasa, pariwisata dan pangan, proses produksi
tambang dan energi nasional, proses dan produksi perikanan,
pertanian, perkebunan, minyak, gas dan tambang, pusat
pertumbuhan pangan, perikanan, energi dan tambang nasional.

Peningkatan awareness dan readynesspemangku kepentingan
nasional termasuk masyarakat;

Sosialisasi MEA melalui berbagai media secara comprehensif
dan masif

Pembentukan Pusat Studi ASEAN di 11 Universitas Negeri
(inisiatif pemerintah) dan 1 Universitas Swasta (inisiatif sendiri).
Sebenarnya apa yang masih menjadi pekerjaan rumah yang
harus diperbaiki di dalam negeri untuk dapat merebut
pasar ASEAN?
Pekerjaan utama Indonesia dalam meningkatkan daya saingnya, yang
sekarang ini merupakan program utama pembangunan ekonomi
(NAWACITA), sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJM 2015-2019.
Pemerintah Indonesia akan membangun infrastruktur yang dipastikan
akan mempercepat upaya peningkatan daya saing nasional, diantaranya
adalah: (i) Transportasi Masal yang terintegrasi di 6 (enam) kota besar di
50
Indonesia; (ii) Dalam kerangka pembangunan Tol Laut, Indonesia akan
membangun 24 pelabuhan, yang akan menghubungkan Indonesia barat
dan Indonesia timur serta akan menghubungkan pulau dengan pulau,
provinsi dengan provinsi dan kota ke kota, sehingga harga atau biaya
transportasi akan turun karena transportasi laut akan sangat efektif dan
efisien. Setiap pelabuhan akan dibangun zona-zona industri sehingga
transportasi dapat lebih efisien; (iii) Pembangunan Pembangkit Listrik
dengan power plant 35.000 Mega Watt yang akan memampukan
industri manufaktur tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga
kinerja ekspor dapat digenjot, volume impor akan menurun dan
lapangan kerja semakin bertambah dan akan menekan jumlah
pengangguran; (iv) Reformasi Peraturan Pembebasan lahan melalui
penyederhanaan regulasi sehingga investor akan lebih nyaman masuk.
Demikian halnya dengan peraturan lainnya di bidang investasi
pelabuhan, jalan tol dan bandara akan juga disederhanakan; dan (v)
operasionalisasi Pelayanan Investasi Satu Pintu (one stop service).
Dengan demikian Indonesia akan mampu mendorong pertumbuhan
industri manufaktur secara signifikan, sehingga kinerja ekspor dapat
tumbuh hingga 300% seperti yang diharapkan dalam lima tahun ke
depan.
Bagaimana menangkal serbuan produk dari kawasan
ASEAN agar tidak memukul pasar dalam negeri?
Saat ini upaya yang dilakukan untuk menguatkan pasar dalam negeri
dalam rangka menangkal membanjirnya impor, antara lain:
 Pembenahan sistem distribusi bahan pokok dan sitem logistik
rantai suplai agar lebih efisien dan lebih handal sehingga dapat
mendorong peningkatan produktivitas ekonomi dan mengurangi
kesenjangan antar wilayah;
51
 Pembenahan iklim usaha perdagangan yang lebih kondusif dan
berdaya saing, serta penguatan perlindungan konsumen di pusat
dan di daerah;
 Penerapan SNI secara efektif untuk menangkal masuknya serbuan
impor produk-produk yang tidak berkualitas;
 Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan
untuk mengatasi kelangkaan stok serta dispartias dan fluktuasi
harga dan meningkatkan kualitas produk Indonesia;
 Menumbuhkan kecintaan masyarakat atas produk karya anak
bangsa, dll.
Adakah strategi khusus agar Indonesia mampu
memaksimalkan keuntungan dari mekanisme perdagangan
bebas ASEAN?
Untuk dapat memenangkan MEA 2015, ada beberapa strategi yang
perlu dilakukan bersama-sama oleh segenap elemen bangsa:
Pertama, ubah cara pandang:
Masyarakat Indonesia cenderung bersikap pesimis dan memandang
inferior negaranya sendiri. Dalam sebuah percaturan politik dan
perdagangan, tidak akan ada Negara yang untung 100% atau rugi 100%.
Kitalah yang bertanggungjawab dan memegang kendali penuh terhadap
keberhasilan atau kegagalan kita dalam melakukan sesuatu, termasuk
dalam memutuskan FTA mana yang harus diikuti dan bagaimana
caranya. Dalam FTA, trade surplus bukan tujuan utama, namun
kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang, dan tentunya selalu
ada harga yang harus dibayar bagi setiap keberhasilan
52
Kedua, pulihkan daya saing:
Indonesia membutuhkan Ekspor untuk menciptakan ruang bagi lebih
banyak lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, serta mendorong
penetrasi pasar di kawasan ASEAN.Indonesia harus mampu menetapkan
sektor-sektor andalan
yang
menjadi
fokus
untuk
ditingkatkan
kompetensi serta standar mutu produk untuk bersaing di pasar ASEAN,
dan kompetensi dimulai dari dalam melalui pengintegrasian pasar
domestik dengan harmonisasi dan efisiensi implementasi regulasi.
Ketiga, tingkatkan kualitas SDMserta merumuskan dan
Mengimplementasikan Strategi Globalisasi
Indonesia merupakan bagian dari rantai pasok global, dan Indonesia
harus mampu memetakan dimana posisinya.Indonesia harus melihat
perjanjian
dagang
yang
dibentuk
sebagai
upaya
peningkatan
konektivitas. Meningkatkan FDI, mendorong peningkatan produksi
dalam negeri, mengurangi biaya logistik, mendorong pemanfaatan
kawasan industri dengan fokus pengembangan industri hilir untuk
komoditas unggulan. Market creating, regulating, stabilizing dan
legitimazing perlu dilakukan secara seimbang dan parallel.Melakukan
strategi ofensif untuk meningkatkan pasar ekspor melalui sosialisasi,
trade promotion, dan upaya-upaya kemitraan.
Bagaimana upaya pemerintah untuk melindungi usaha kecil
dan menengah (UKM) dari tekanan persaingan produk
ASEAN?
Kemendag senantiasa melakukan fasilitasi dan pemberdayaan pelaku
usaha dan calon pelaku usaha terutama di tingkat UMKM untuk
meningkatkan kualitas produk dan daya saingnya agar dapat menjadi
produk unggulan tidak hanya di tingkat nasional namun juga di tingkat
regional ASEAN. Terkait dengan hal ini, Kemendag berupaya
53
meningkatkan daya saing produk UKM ekspor dan akses pasar ekspor
melalui: Pendampingan, pengembangan produk dan pelatihan di Balai
Besar Pelatihan Ekspor Indonesia (BPPEI) dan pembentukan trading
house sebagai pusat internediasi, pendampingan, sumber pengadaan
dan
pemasok
bahan
baku
bagi
kepentingan
pelaku
usaha
lokal/eksportir.

Informasi Lebih Lanjut:
Sekretariat Direktorat Jenderal
Kerja Sama Perdagangan Internasional
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
Jalan M.I.Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat 10110
Gedung Utama Lantai 8.
Telp
: (021) 23528601
Website
: http://www.kemendag.go.id
E-mail
:[email protected]
Referensi:
 Soesastro, Hadi (2004),
Kebijakan Persaingan, Daya Saing,
Liberalisasi, Globalisasi, Regionalisasi dan Semua Itu (Jakarta: CSIS
Economic Working Paper Series).
 Tambunan, Tulus (2004), Pengusaha KADIN Brebes di Dalam Era
Globalisasi: Tantangan dan Ancaman (Solo).
 Kajian OECD (2013), tentang Global Innovation Index.
 Kajian BPS (2013), tentang Struktur Angkatan Kerja Indonesia.
 Kajian BPS (2012), tentang Jumlah UKM Indonesia.
 AEC Centre.
 ASEAN Secretariat.
54
Download