Menjadi Juara di Era MEA 2015 Copyright© 2015 by Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian PerdaganganRepublik Indonesia. All rights reserved. No part of this book may be reproduced or transmitted in any form or by any means without written permission from the author. 1 Kata Pengantar Terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tidak dipungkiri lagi berbagai kekhawatiran dan pertanyaan akan muncul serta berkembang di dalam negeri, antara lain: “Apa sih MEA itu?” “Seberapa penting arti MEA untuk kita?”“Seberapa tangguh kita menghadapi MEA?” “Bagaimana kita dapat menghadapi MEA?” Pro dan Kontra, ibarat dua muka dalam satu koin yang sama, demikianlah pro dan kontra lahir sebagai pelengkap wacana suatu kerja sama, termasuk kerjasama Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang kerap dikenal dengan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). ASEAN, perhimpunan yang menjadi wadah kerja sama sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara sejak dilahirkan tanggal 8 Agustus 1967 melalui deklarasi Bangkok oleh lima negara penggagas, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand; telah mewarnai langkah sejarah bangsa Indonesia, bergulat dengan perubahan, dengan perkembangan kerja sama kawasan, dengan perhelatan ekonomi dunia sejak 47 tahun silam. Berbagai sentimen negatif dan kekhawatiran akan kegagalan menerpa, namun ASEAN terus bertahan dan semakin menunjukkan komitmennya yang semakin terarah, tidak hanya sekedar perdagangan bebas barang AFTA (ASEAN Free Trade Area), ASEAN menuju suatu kawasan integrasi ekonomi yang akan membawa kemakmuran bagi seluruh anggotanya. Pada tahun 2003, saat AFTA mulai diimplementasikan, ASEAN sepakat bahwa AFTA hanya sebagian kecil dari cita-cita ASEAN, karena 2 cita-cita ASEAN yang lebih besar lagi di pilar ekonomi adalah mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015. Mengingat Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan segera terwujud di penghujung tahun ini, maka Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan memper- sembahkan buku yang mengulas seputar MEA 2015. Semoga pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih luas tentang manfaat, tantangan dan peluang MEA 2015, dengan demikian semoga kita semua dapat memainkan peran secara maksimal dalam setiap langkah, demi perubahan Indonesia menjadi bangsa yang lebih maju.Semoga kita semua dapat lebih mencintai produk dalam negeri, dan semoga kita semua dapat dengan bangga berkata, What would the World do without Indonesia? What would ASEAN do without Indonesia? Mari Jadi Juara MEA 2015! Bachrul Chairi Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Juli 2015 3 Daftar Isi Kata Pengantar..................................................................... ... 2 Daftar Isi .............................................................................. 4 Kerja Sama Perdagangan Internasional .................................. 6 Sekilas Tentang ASEAN ........................................................... 9 Kerja Sama Ekonomi ASEAN ................................................... 11 Fasilitasi Perdagangan ASEAN .......................................... 11 Kerja Sama Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA) ............. 14 ASEAN Single Window (ASW) ........................................... 16 Kerja Sama Perdagangan Jasa di ASEAN ........................... 17 Kerja Sama Investasi ASEAN ............................................. 19 Kebijakan Persaingan Usaha di ASEAN ............................. 20 Perlindungan Konsumen di ASEAN................................... 21 ASEAN Free Trade Area (AFTA) ............................................... 23 Masyarakat Ekonomi ASEAN .................................................. 26 Pilar 1: Pasar Tunggal dan Basis Produksi ......................... 26 Pilar 2: Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing................. 28 Pilar 3: Pembangunan Ekonomi yang Merata .................. 28 Pilar 4: Integrasi Ekonomi dalam Perekonomian Global ............................................................................... 29 4 Tantangan dan Peluang Indonesia dalam MEA 2015 Infrastruktur ..................................................................... 30 Kebijakan Pemerintah ...................................................... 31 Sumber Daya Manusia ..................................................... 32 Daya Saing Produk Unggulan ........................................... 34 Investasi ........................................................................... 35 Koordinasi Pemerintah Pusat—Daerah ............................ 35 Strategi Jadi Juara dalam MEA 2015 Perubahan Cara Pandang.................................................. 37 Memulihkan Daya Saing .......................................................... 38 Merumuskan dan Melaksanakan Strategi Globalisasi ...... 41 Memaksimalkan Potensi Inovasi ...................................... 44 Tanya Jawab Seputar MEA 2015 ................................................... 46 5 Kerja Sama Perdagangan Internasional Sebelum lebih jauh kita mengulas tentang MEA 2015 dan seberapa penting kehadirannya bagi Indonesia, terlebih dahulu kita harus beranjak pada pemahaman mengapa kerja sama perdagangan internasional itu penting bagi Indonesia? Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa perdagangan kita dengan negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Timur telah lama tumbuh dan berkembang.Faktor perekat terpenting yang bersifat alamiah adalah kedekatan geografis. Banyak hal yang bisa di petik sebagai manfaat perdagangan internasional, diantaranya: Pertama, kita dapat memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi sendiri karena beberapa faktor, sebut saja perbedaan iklim, kondisi geografi, tingkat penguasaan atas teknologi yang mampu mempengaruhi perbedaan hasil produksi dari setiap negara.Maka, melalui perdagangan internasional setiap negara dapat memenuhi kebutuhan atas barang yang tidak diproduksi sendiri. Kedua, memberikan kesempatan perluasan pasar serta menambah keuntungan terutama dari spesialisasi produk, sebagai contoh jika kita mendengar kata Indofood, di kepala kita akan tergambar berbagai jenis makanan kemasan, sebut saja salah satunya Mie Instan, dan “identitas” Indofood sebagai makanan kemasan telah menguasai pangsa pasar domestik hingga merambah ke pasar Internasional. Faktor kedua ini pulalah yang melahirkan peran mekanisme ekspor dan 6 impor, sehingga tersedialah pilihan barang yang lebih bervariasi bagi konsumen. Ketiga, transfer ilmu dan teknologi modern.Melalui perdagangan internasional, telah memungkinkan suatu negara menyerap dan mempelajari berbagai teknik produksi yang lebih efisien dan modern. Dengan kata lain kerja sama perdagangan internasional memang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan, meningkatkan kesejahteraan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam matarantai nilai dunia sekaligus berperan aktif menciptakan sistem dan praktek perdagangan yang lebih adil. Sebuah negara diibaratkan manusia dengan beragam sifatnya, yang tidak dapat dipungkiri manusia memiliki sifat sosial.Artinya tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, begitu pula dengan negara. Lebih dari itu kerja sama perdagangan internasional tidak hanya bermanfaat di bidang ekonomi saja, kerja sama perdagangan internasional juga bermanfaat untuk mempererat kerja sama di bidang lain seperti politik, sosial dan pertahanan keamanan. Selain itu yang perlu di pahami bersama, bahwa kerja sama perdagangan internasional bukanlah suatu bentuk yang berdiri sendiri tanpa mengenal landasan pelaksanaannya.Adapun atau landasan atau dasar dasar hukum hukum dalam dari dilaksanakannya kerja sama perdagangan internasional sebagaimana terangkum dalam catatan berikut: 7 Landasan Kerja Sama Perdagangan Internasional (Kepentingan Ekonomi Indonesia) • • • • • • Pancasila: “keadilan sosial” Alinea 2 Pembukaan UUD 1945: Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Alinea 4 Pembukaan UUD 1945: Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia. Pasal 33 UUD 1945: Perekonomian berdasar demokrasi ekonomi: kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian. Pasal 11 UUD 1945: persetujuan DPR kepada Presiden untuk membuat perjanjian dengan negara lain. melahirkan UU No. 37 tahun 1999 (Hubungan Luar Negeri), UU No. 24 tahun 2000 (Perjanjian Internasional), UU No.3 tahun 2014 (Perindustrian) dan UU No. 7 tahun 2014 (Perdagangan). Kepentingan IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS Indonesia disesuaikan perkembangan nasional, bilateral, regional dan global. Hal ini menjadi “Positioning” Indonesia sebagai pemain utama (bukan sekedar pengikut)dapat dalam pergaulan internasional. ASEANberbagai merupakan “inner circle” Dengan demikian kita katakan bahwa kepentingan (kepentingan ekonomi Indonesia di kawasan dan sebagai “leverage” dalam perundingan dengan Indonesia baik ituWTO Politik, Ekonomi, dan Keamanan, Sosial non-ASEAN). APEC, dan kerja sama di foraPertahanan lainnya sebagai “second circle” kepentingan ekonomi Indonesia untuk kawasan yang lebih luas. Budaya dan sebagainya disesuaikan dengan perkembangan nasional,6 bilateral, regional dan global. Hal tersebutlah yang menjadikan Indonesia memiliki nilai atau posisi strategis sebagai internasional.ASEAN salah satu merupakan aktor “inner dalam kancah circle” atau pergaulan lingkaran kepentingan ekonomi Indonesia yang utama di kawasan, sekaligus sebagai pendorong kerjasama ekonomi dengan kawasan-kawasan lain atau dengan fora kerja sama lainnya di luar ASEAN. 8 Sekilas Tentang ASEAN Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)/Asosiasi Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, yang ditandai dengan penandatanganan Deklarasi ASEAN (Deklarasi Bangkok) oleh para pendiri ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Brunei Darussalam kemudian bergabung pada tanggal7 Januari 1984, Vietnam pada tanggal 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada tanggal 23 Juli tahun 1997, sementara Kamboja bergabung pada tanggal 16 Desember 1998, saat ini ASEAN beranggotakan sepuluh negara. Dua halaman dari deklarasi ASEAN berisikan maksud dan tujuan pembentukan asosiasi, yang meliputi kerja sama di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknis, pendidikan dan bidang lainnya, serta upaya untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan dengan menghormati rasa keadilan dan aturan hukum, dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB. 9 Adapun maksud dan Tujuan ASEAN, yakni: 1) mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan; 2) meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional; 3) meningkatkan kerjasama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi; 4) memelihara kerjasama yang erat di tengah - tengah percaturan global; 5) meningkatkan kerjasama untuk memajukan pendidikan, latihan dan penelitian di kawasan Asia Tenggara. Melalui visi bersama ASEAN, yang juga terikat bersama dalam kemitraan pembangunan yang dinamis, maka pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN memutuskan bahwa sebuah “Masyarakat ASEAN” harus terbentuk pada tahun 2020. Para pemimpin menegaskan komitmen kuat mereka pada tahun 2007 untuk mempercepat pembentukan komunitas/masyarakat ASEAN menjadi tahun 2015.Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar, yaitu Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN, yang diharapkan dapat bekerja secara bersamaan untuk membentuk Masyarakat ASEAN. Untuk mencapai Masyarakat ASEAN, ASEAN berpedoman pada Piagam ASEAN sebagai landasan dasar. Selain itu, Piagam ASEAN juga memberikan status hukum dan kerangka kelembagaan regional di kawasan. Piagam ASEAN tersebut mulai berlaku pada tanggal 15 Desember 2008, dan dengan berlakunya piagam ini, ASEAN selanjutnya berjalan di bawah kerangka hukum yang lebih kuat, yang didukung oleh pembentukan sejumlah organisasi/badan yang relevan untuk lebih mendorong proses pembentukan masyarakat ASEAN. 10 Kerja Sama Ekonomi ASEAN Fasilitasi Perdagangan ASEAN Sejak tanggal 1 Januari 2010, ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) telah menghapuskan bea impor sebanyak 99,65% dari pos tarif yang diperdagangkan, sementara ASEAN-4 (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam) menurunkan bea impor sebanyak 98,86% dari pos tarif yang diperdagangkan menjadi 0-5%. Dengan demikian, ASEAN semakin memfokuskan upaya diri untuk pada lebih meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (ASEAN Member States/AMS). Dalam konteks ini, dan dalam rangka memfasilitasi arus barang serta untuk mempromosikan jaringan kawasan produksi di ASEAN, AMS mengadopsi Program Kerja Fasilitasi Perdagangan pada tahun 2008 dan Indikator Fasilitasi Perdagangan pada tahun 2009. 11 Liberalisasi Tarif di ASEAN Pada tanggal 1 Januari 2010, ASEAN-6 telah menghapuskan tarif dari 7.881 pos tarif tambahan sehingga terdapat sejumlah 54.467 pos tarif yang bea masuknya nol (zero duty) atau 99,65% dari pos tarif yang diperdagangkan dalam Common Effective Preferential Tariff (CEPT- AFTA). Dari 7.881 pos tarif tambahan tersebut, terdapat barang-barang dalam sektor untuk ASEAN-4, sejumlah 34.691 pos tarif atau 98,96% dari total pos tarif telah berada pada rata-rata tingkat tarif 0-5% setelah tarif dari 2.003 pos tarif tambahan diturunkan menjadi 0-5%. Selain barang yang disebutkan di atas, produk seperti bahan makanan olahan, mebel, plastik, kertas, semen, keramik, kaca, dan aluminium asal ASEAN juga akan menikmati bebas bea masuk ke Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Meningkatkan Transparansi Perdagangan ASEAN saat ini sedang melakukan proses pembentukan ASEAN Trade Repository (ATR) yang ditargetkan sudah akan berfungsi sebagai gerbang informasi pengaturan di tingkat regional dan nasional pada tahun 2015. ATR tersebut antara lain akan memuat informasi tentang nomenklatur tarif, tarif preferensi yang ditawarkan di dalam perdagangan barang ASEAN (ASEAN Trade in Goods Agreement/ATIGA), ketentuan asal barang, hambatan non-tarif, aturan-aturan hukum perdagangan dan kepabeanan nasional, persyaratan dokumen (documentary requirements), dan daftar resmi importir dan eksportir dari negara-negara anggota. 12 Sektorprioritas integrasi (Priority Integration Sectors/PIS) mengharuskan penurunan tarif sebesar 24,15% pos tarif, untuk sektor besi dan baja sebanyak 14,92%, mesin dan peralatan mekanis 8,93%, dan bahan kimia 8,3%. Penghapusan tarif dari pos tarif tambahan ini telah menurunkan rata-rata tingkat tarif ASEAN-6 dari 0,79% pada tahun 2009 menjadi 0,05% pada tahun 2010. Reformasi Berkelanjutan atas Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin/RoO) Dengan tujuan untuk mewujudkan suatu sistem perizinan dan pelepasan pengiriman peti kemas oleh Otoritas Bea Cukai yang lebih cepat, ASEAN sedang mengembangkan ASEAN Single Window (ASW) yang akan menyediakan sebuah program kemitraan antar lembaga pemerintah dan pengguna akhir (end-user) secara terintegrasi dalam pergerakan barang lintas negara-negara anggota ASEAN. ASEAN secara terus menerus juga melakukan reformasi dan penyempurnaan terhadap peraturan Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin/RoO) untuk menjawab perubahan dalam proses rantai produksi global (global value chain), termasuk melakukan penyesuaian yang diperlukan. Tujuannya adalah untuk membuat RoO lebih memfasilitasi perdagangan atau setidaknya, sama dengan pengaturan yang tercantum dalam perjanjian FTA ASEAN. Revisi RoO yang dilakukan hingga saat ini telah memperkenalkan kriteria asal lainnya sebagai alternatif terhadap kriteria Regional Value Content (RVC) sebesar 40%. ATR nantinya akan dapat diakses melalui internet oleh pelaku ekonomi seperti eksportir, importir, pedagang, maupun instansi pemerintah, dan pihak yang berkepentingan, serta para 13 peneliti. Hal ini memberikan pilihan yang lebih luas bagi para pelaku ekonomi untuk memenuhi/mencapai status asal ASEAN bagi produkproduk yang diperdagangkan di kawasan ASEAN. Saat ini, ASEAN juga sedang mempertimbangkan pembentukan skema Sertifikasi Mandiri (Self Certification) dalam menentukan keterangan asal, yang merupakan bagian dari upaya prioritas sebagaimana digambarkan dalam proses pembangunan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Skema sertifikasi mandiri membekali “pelaku ekonomi bersertifikat” seperti eksportir, pedagang dan produsen untuk dapat menunjukan kapasitas mereka dalam memenuhi persyaratan asal untuk sertifikasi mandiri menggantikan Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh pemerintah. Kerja Sama Perdagangan Barang ASEAN (ASEAN Trade in Goods/ATIGA) Dalam rangka mewujudkan pembentukan pasar tunggal dan basis produksi melalui arus bebas perdagangan barang pada tahun 2015, dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih terintegrasi dan menyeluruh. Hal ini memerlukan pengintegrasian dan penyatuan berbagai tindakan yang telah dilaksanakan maupun tindakan yang akan ditempuh ke dalam suatu template/wadah umum. Untuk mencapai hal tersebut, maka pada bulan Agustus 2007, para Menteri Ekonomi ASEAN sepakat untuk memperluas perjanjian Common Effective Preferential Tariff for ASEAN Free Trade Agreement (CEPT-AFTA) agar menjadi perangkat hukum komprehensif. menghasilkan Hal ini penandatanganan Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN pada bulan Februari 2009. 14 Beberapa elemen penting ATIGA: (i) ATIGA mengkonsolidasikan dan menyederhanakan seluruh ketentuan yang terdapat dalam CEPT-AFTA, sekaligus memformalkan beberapa keputusan tingkat menteri. Sebagai hasilnya, ATIGA menjadi perangkat hukum tunggal tidak hanya bagi pejabat pemerintahan yang menerapkan dan mengamankan perjanjian tersebut, namun juga bagi pelaku usaha yang menjadi pemetik manfaatnya. (ii) Lampiran pada ATIGA menunjukkan jadwal penurunan tarif secara menyeluruh dari setiap negara anggota dan menguraikan tingkat tarif yang dikenakan kepada setiap produk per tahunnya hingga tahun 2015. Hal ini membuat rencana penurunan tarif menjadi lebih transparan dan memberikan kepastian bagi komunitas bisnis. Sebuah komitmen juga telah dilakukan untuk menerapkan secara efektif jadwal penurunan tarif sampai dengan tahun 2015. (iii) ATIGA mencakup beberapa elemen untuk dapat memastikan terwujudnya arus perdagangan bebas barang di kawasan ASEAN, termasuk di antaranya yaitu: liberalisasi tarif, penghapusan hambatan non-tarif, keterangan asal barang, fasilitasi perdagangan, kepabeanan, standar dan kesesuaian, serta kebijakan sanitary and phyto-sanitary. ATIGA meliputi cakupan komprehensif dari komitmen di bidang perdagangan barang, serta mekanisme penerapan serta pengaturan kelembagaannya. Hal ini akan memungkinkan terbentuknya sinergi dari langkah-langkah yang diambil oleh berbagai badan-badan sektoral ASEAN. (iv) Dengan tujuan untuk menghilangkan hambatan non-tarif, ketentuan mengenai kebijakan non-tarif (NTMs) dalam ATIGA telah dikembangkan lebih jauh melalui kodifikasi tindakan-tindakan, dan melalui penyusunan mekanisme untuk mengawasi komitmen pengurangan hambatan-hambatan non-tarif. (v) ATIGA memberikan penekanan pada langkah-langkah fasilitasi perdagangan dengan menyertakan penerapan Kerangka Kerja didalamnya. 15 Pemberlakuan ATIGA ATIGA mulai berlaku setelah diratifikasi oleh Fasilitasi Perdagangan ASEAN. Lebih jauh, ASEAN telah mengembangkan Program Kerja Fasilitasi Perdagangan untuk periode 2009-2015. Pada saat ATIGA berlaku, beberapa perjanjian ASEAN yang berhubungan dengan perdagangan barang seperti perjanjian CEPT dan beberapa protokol lainnya akan tergantikan. ASEAN Single Window (ASW) ASEAN saat ini sedang mengembangkan ASEAN Single Window (ASW) guna meningkatkan fasilitasi perdagangan dengan menyediakan sebuah platform yang terintegrasi bagi kemitraan antara instansi pemerintah dan para pengguna akhir seperti operator ekonomi dan operator perhubungan serta logistik dalam proses pergerakan barang. Negara anggota ASEAN telah menginvestasikan sejumlah upaya penting untuk membangun ASW melalui penyusunan pondasi yang bertujuan mengamankan ”interoperability” dan interkoneksi dari berbagai sistem pemrosesan informasi otomatis. 16 Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand telah mengaktifkan National SingleWindows (NSW) pada masing-masing negara dan telah mencapai beragam tingkatan pengembangan dalam pengoperasiannya. Sedangkan Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam telah mulai membangun dasar untuk pengembangan sistem NSW masing-masing. Pada tingkat nasional, sejumlah instansi pemerintahan telah mengembangkan hubungan fungsional di dalam NSW mereka, dengan tujuan untuk mempercepat pelepasan pengiriman barang dari pabean. Penggunaan NSW oleh para pelaku bisnis dan industri ASEAN untuk pelepasan pengiriman barang mengalami peningkatan di Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Filipina telah berhasil melakukan pertukaran secara elektronik informasi Common Effective Preferential Tarif (CEPT) Form D yang menggunakan platform regional. Selain itu ASEAN juga telah menerapkan konsep proses bisnis menuju pengembangan pengolahan secara elektronik dari Dokumen Deklarasi Kepabeanan ASEAN. Beberapa area kunci utama dalam pertimbangan negara-negara anggota dalam rangka pembentukan ASW adalah: proses bisnis, harmonisasi data, protokol komunikasi, keamanan dan kerangka hukum. Kerja Sama Perdagangan Jasa di ASEAN Untuk meningkatkan kerja sama di bidang perdagangan jasa antar negara anggota ASEAN (AMS), dibentuklah ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN. Liberalisasi perdagangan jasa di bawah kerangka AFAS yang dilaksanakan melalui putaran negosiasi setiap dua tahun hingga 2015. Dari putaran-putaran perundingan dalam kerangka AFAS, dihasilkan suatu jadwal komitmen 17 yang spesifik yang dilampirkan pada kerangka perjanjian. Jadwal ini sering disebut sebagai paket komitmen jasa. Setelah enam putaran negosiasi, ASEAN telah menyelesaikan delapan paket komitmen AFAS yang merupakan konstribusi dari seluruh AMS secara progresif dan telah memperdalam tingkatan dan cakupan komitmennya untuk menghapuskan secara substansial hambatanhambatan perdagangan jasa di kawasan Asia Tenggara, baik hambatan yang berbentuk tarif maupun non-tarif. Komitmen tersebut mencakup liberalisasi pendidikan, jasa jasa bisnis, jasa lingkungan, profesional, konstruksi, kesehatan, distribusi, transportasi laut, telekomunikasi, dan pariwisata. Selain itu, terdapat juga empat paket komitmen pada jasa keuangan yang ditandatangani oleh Menterimenteri Keuangan ASEAN dan enam paket pada transportasi udara yang ditandatangani oleh Menteri-menteri Transportasi ASEAN. AFAS dibentuk dengan tujuan antara lain untuk: Meningkatkan kerja sama di bidang jasa antara AMS dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi serta pasokan dan distribusi jasa, baik antara para penyedia jasa di ASEAN maupun luar ASEAN; Menghapus hambatan perdagangan jasa antara AMS; Memperdalam dan memperluas cakupan liberalisasi yang telah dilakukan dalam kerangka GATS/WTO yang bertujuan untuk merealisasikan area perdagangan bebas bidang jasa. AFAS dibahas dalam forum Coordinating Committee on Services (CCS), dimana forum tersebut merupakan forum utama sektor jasa di luar jasa keuangan dan transportasi udara, yang mewadahi 155 subsektor jasa berdasarkan klasifikasi GATS W/120. Forum CCS mencakup perundingan di tingkat CCS Leader yang menentukan tahapan liberalisasi di negara anggota ASEAN berupa paket komitmen di bawah AFAS, pertemuan Kelompok Kerja Sektoral dan penyusunan Mutual Recognition Arrangements(MRA). 18 Mutual Recognition Arrangementssecara umum diartikan sebagai suatu kesepakatan pengakuan bersama terhadap produk-produk tertentu antar dua atau beberapa negara untuk mempermudah kegiatan perdagangan. MRA di sektor jasa merupakan perkembangan yang relatif baru dalam kerja sama ASEAN di bidang perdagangan jasa. Dengan adanya MRA para AMS saling memberikan pengakuan atas kualifikasi pendidikan danpariwisata. Kerja Sama Investasi ASEAN ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)ditandatangani oleh Menteri-menteri ASEAN pada tanggal 26 Februari 2009. Sebelum ACIA terbentuk di tahun 2009, ASEAN terlebih dahulu telah memiliki beberapa perjanjian yang bersifat regional di bidang investasi yaitu the 1987 ASEAN Agreement for the Promotion and Protection of Investments (juga dikenal sebagai ASEAN Investment Guarantee Agreement atau ASEAN IGA) dan the 1998 Framework Agreement on the ASEAN Investment Area (dikenal sebagai "AIA Agreement"). Dengan disepakatinya cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ASEAN memutuskan untuk meninjau kembali dan merevisi perjanjian di bidang investasi terdahulu, yang kemudian dijadikan perjanjian investasi yang komprehensif, meliputi kerjasama, fasilitas, promosi, liberalisasi dan perlindungan investasi yaitu ACIA. ACIA merupakan perjanjian investasi yang komprehensif yang mencakup Manufaktur, Pertanian, Perikanan, Kehutanan, Pertambangan Penggalian, dan Jasa yang terkait dengan lima sektor tersebut. Dengan demikian, melalui ACIA ASEAN akan dapat: 19 dan Meningkatkan daya tarik ASEAN sebagai tujuan investasi; Menciptakan rezim investasi bebas dan terbuka, serta memenuhi tujuan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN; Menyederhanakan prosedur pengajuan dan persetujuan penanaman modal, sehingga potensi terbuangnya waktu akibat proses perijinan bisa diminimalisir; Menciptakan aturan, peraturan, dan prosedur yang jelas dan kondusif yang mampu memberikan perlindungan kepada para investor dan juga investasinya; Menyamakan perlakuan terhadap semua investor khususnya perijinan, pengambilalihan, pendirian, pengelolaan, perluasan, pengelolaan, pelaksanaan, penjualan atau pelepasan penanaman modal lainnya; Mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil, menengah maupun perusahaan multinasional melalui liberalisasi investasi yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi; Menimbulkan efek domino yang juga akan meningkatkan ketersediaan lapangan kerja baru; Mewujudkan terciptanya kawasan modal terpadu antar negara anggota ASEAN. Kebijakan Persaingan Usaha di ASEAN Tahun 2015 menjadi momentum penting bagi ASEAN untuk bisa mengadopsi kebijakan hukum persaingan nasional masing-masing dalam rangka menjadikan ASEAN sebagai kawasan bebas dari praktikpraktik monopoli. Diharapkan tahun 2015 nanti, 7 (tujuh) negara anggota ASEAN akan siap melaksanakannya, seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Sedangkan Kamboja, Filipina dan Myanmar dalam proses penyempurnaan kebijakan persaingan usaha nasional mereka. 20 Saat ini, ASEAN terus menerus bergerak untuk mendukung dan mempercepat proses keberadaan kebijakan dan hukum persaingan usaha yang sehat untuk bisa mempertahankan peran ASEAN sebagai pemain yang kompetitif dan bermakna dalam rantai pasokan global dan regional dengan melakukan update Handbook on Competition Policy and Law, Penyusunan Regional Core Compentencies in Competition Policy and Law serta berinisiatif membuat Competition Policy Toolkit for ASEAN Government dan aktif melaksanakan ASEAN Competition Conference. Adapun tantangan dan peluang ke depan adalah melalui KPPU, Indonesia bisa memimpin ASEAN dalam menciptakan persaingan usaha yang sehat di pasar ASEAN mengingat banyaknya tantangan penyelesaian masalah persaingan usaha di Indonesia khususnya dan persaingan usaha di ASEAN pada umumnya. Perlindungan Konsumen di ASEAN Undang-undang Perlindungan Konsumen di ASEAN merupakan alat penting dalam mendukung terciptanya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Kesadaran ini terbukti dengan telah dibuatnya UU perlindungan Konsumen di Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam, sedangkan Kamboja dan Myanmar sedang dalam proses penyelesaian domestik mereka. Saat ini, ASEAN telah berhasil membuat website mekanisme ganti rugi konsumenlintasperbatasanwww.aseanconsumer.orgdanLeaflet Pengaduan Konsumen ASEAN www.asean.org, termasuk juga bisa dimanfaatkan untuk turis yang mengunjungi ASEAN. Diharapkan dengan fasilitasi ini, konsumen ASEAN bisa menjadi konsumen yang cerdas, teliti dan cermat dalam memilih barang-barang yang akan dikonsumsi serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen yang baik.Selain itu, Komite Perlindungan Konsumen ASEAN (ASEAN Committte on Consumer Protection/ACCP) juga telah melakukan koordinasi dan kerja 21 sama dengan ASEAN Expert Group on Competition (AEGC) dan ASEAN Consultative Committee for Standards and Quality (ACCSQ) untuk menghasilkan yang lebih baik untuk konsumen ASEAN nantinya. Adapun tantangan dan peluangnya ke depan, Direktorat Pemberdayaan Konsumen, bekerjasama dengan Direktorat Kerja sama ASEAN Kementerian Perdagangan terus menerus menggalakkan kegiatan untuk bisa membuat konsumen ASEAN termasuk Indonesia menjadi konsumen yang cerdas yaitu sebagai konsumen harus dapat menegakkan hak dan kewajibannya, teliti sebelum membeli, memperhatikan label, kartu manual garansi dan tanggal kadaluarsa, memastikan bahwa produk tersebut sesuai dengan standar mutu K3L, serta membeli barang sesuai dengan kebutuhan dan bukan keinginan. 22 ASEAN Free Trade Area (AFTA) ASEAN Free Trade Area (AFTA), merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN,dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi lebih dari 500 juta penduduknya. Perjalanan ASEAN Menuju MEA 2015 3 Visi ASEAN Komunitas ASEAN : 1. ASEAN Economic Community (AEC) 2. ASEAN Political-Security Community (APSC) 3. ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) (ASEAN Summit, Bali, October 2003) Launching ASEAN RCEP 2010 2003 1998 1992 1977 1967 Terbentuknya ASEAN ASEAN Free Trade Area (AFTA) AEC Blueprint Roadmap for an ASEAN Community (AEC, APSC, ASCC) AIAASEAN Investment Agreement 1997 1995 ASEAN Framework for RCEP and AFEED 2009 2007 Bali Concord II (ASEAN Community) ASEAN–PTA Preferential Trading Arrangement 2012 2011 ASEAN Charter AFAS-ASEAN Framework Agreement on Services ASEAN COMMUNITY 2015 ASEAN Vision 2020 Satu Wilayah yang Stabil dan Makmur dan Kompetitif dengan Perkembangan Ekonomi yang adil dan Pengurangan Kemiskinan dan Kesenjangang Sosial dan Ekonomi (ASEAN Summit, Kuala Lumpur, Desember 1997) 23 AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs for ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui: penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunei Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, dan bagi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Produk yang dikategorikan dalam General Exception adalah produkproduk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPTAFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyekobyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkategorikan produkproduk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception. Dengan demikian, AFTA sebagai suatu upaya bersama bagi negaranegara ASEAN yang bertujuan untuk: (i) menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global; (ii) menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI); dan (iii) meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade). Bagi kepentingan Indonesia, AFTA memiliki potensi manfaat dan tantangan sekaligus. 24 Potensi manfaat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan total populasi di kawasan ASEAN sebesar ± 500 juta jiwa dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam; Biaya produksi yang pengusaha/produsen semakin Indonesia rendah dan yang pasti bagi sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran; Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu; Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka melalui mekanismealiansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. Selain peluang manfaat tersebut di atas, AFTA juga memberikan tantangan bagi Indonesia.Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya. 25 Masyarakat Ekonomi ASEAN Pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN sepakat bahwa Masyarakat ASEAN harus terbentuk pada tahun 2020.Pada tahun 2007, para pemimpin menegaskan komitmen kuat mereka untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN dan mempercepat target waktunya menjadi tahun 2015. Masyarakat ASEAN terdiri dari tiga pilar yang terkait satu dengan yang lainnya, yaitu: “Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN” Dengan demikian, para pemimpin ASEAN sepakat untuk mentransformasi ASEAN menjadi suatu kawasan yang ditandai oleh pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan arus modal yang lebih bebas.Selanjutnya Blue Print/Cetak Biru MEA disusun dan disahkan pada tahun 2007. Pilar 1: Pasar Tunggal dan Basis Produksi Melalui realisasi MEA, diharapkan ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi. Pembentukan ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi akan membuat ASEAN lebih dinamis dan lebih berdaya saing dengan mekanisme dan langkah-langkah baru guna 26 memperkuat pelaksanaan inisiatif-inisiatif ekonomi yang ada dalam mempercepat integrasi ekonomi sebagai rencana induk yang koheren dalam pembentukan MEA. CETAK BIRU MEA 2015/ AEC 2015 Blueprint AEC/MEA 2015 Elemen Utama Pembentukan MEA/AEC • • • • Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3 Pilar 4 Pasar Tunggal & Basis Produksi Kawasan Ekonomi Berdaya Saing Tinggi Pembangunan Ekonomi yang Lebih Merata Integrasi dengan Perekonomian Global Bebas Arus Barang Bebas Arus Jasa Bebas Arus Investasi Arus modal yang lebih bebas • Arus bebas tenaga kerja terampil • Priority Integration Sectors • Pengembangan sektor Food, agriculture and forestry • Kebijakan persaingan/ kompetisi • Perlindungan konsumen • Hak Kekayaan Intelektual • Pembangunan infrastruktur • Perpajakan • E-Commerce • Pengembangan UKM • Prakarsa bagi integrasi ASEAN (CLMV) mengurangi gap pembangunan internal ASEAN • pendekatan terhadap hubungan ekonomi eksternal negosiasi FTA dan CEP dengan negara non ASEAN • partisipasi yang semakin meningkat dalam jaringan suplai global. Cetak Biru tersebut mengidentifikasikan karakteristik dan elemen MEA dengan target dan batas waktu yang jelas untuk pelaksanaan berbagai tindakan yang disepakati untuk mengakomodasi kepentingan seluruh negara anggota ASEAN. Dalam mendukung pembentukan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan basis produksi, maka hambatan perdagangan berupa tarif akan dihapuskan, dan hambatan non-tarif secara bertahap juga akan dihapus. Perdagangan dan sistem kepabeanan antar negara-negara di ASEAN akan terstandardisasi, sederhana dan harmonis sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya transaksi. Selain itu, Kawasan ASEAN juga akan mengakomodir pergerakan bebas bagi para profesional, sedangkan Investor yang berminat berinvestasi di ASEAN juga akan diberikan kemudahan untuk berinvestasi di berbagai sektor, termasuk di sektor 27 jasa.Pasar tunggal dan basis produksi ASEAN terdiri dari atas lima elemen inti, yaitu: Arus barang yang bebas; Arus jasa yang bebas; Arus investasi yang bebas; Arus modal yang lebih bebas; Arus tenaga kerja terampil yang bebas. Komponen dalam pasar tunggal dan basis produksi adalah termasuk 12 (dua belas) sektor-sektor prioritas integrasi, yakni: produk berbasis agro, transportasi udara, otomotif, e-ASEAN, elektronika, perikanan, pelayanan kesehatan, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian, pariwisata, produk berbasis kayu dan logistik, makanan, ditambah pertanian dan kehutanan. Pilar 2: Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing Perwujudan kawasan ekonomi yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi merupakan tujuan dari integrasi ekonomi ASEAN. Terdapat enam elemen inti bagi kawasan ekonomi yang berdaya saing ini, yaitu: (i) Kebijakan persaingan; (ii) Pelindungan konsumen; (ii) Hak Kekayaan Intelektual (HKI); (iv) Pembangunan infrastruktur; (v) Perpajakan; dan (vi) e-commerce. Negara-negara anggota ASEAN telah berkomitmen untuk memperkenalkan kebijakan kawasan di sektor-sektor prioritas, memfasilitasi pergerakan para pelaku usaha, tenaga kerja terampil dan berbakat, dan memperkuat mekanisme kelembagaan ASEAN untuk menjadikan ASEAN sebuah kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi. Pilar 3: Pembangunan Ekonomi yang Merata Di bawah karakteristik ini terdapat dua elemen utama, yaitu: (i) Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM); dan (ii) Inisiatif untuk Integrasi ASEAN. Kedua inisiatif ini diarahkan untuk menjembatani jurang pembangunan baik pada tingkat UKM maupun untuk memperkuat integrasi ekonomi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (Kamboja, Laos, MyanmarandVietnam/CLMV) agar semua anggota dapat bergerak maju secara serempak dan meningkatkan daya 28 saing ASEAN sebagai kawasan yang memberikan manfaat dari proses integrasi kepada semua anggotanya. Pilar 4: Integrasi dengan Ekonomi Global ASEAN bergerak di sebuah lingkungan yang makin terhubung dalam jejaring global yang sangat terkait satu dengan yang lain, dengan pasar yang saling bergantung dan industri yang mendunia. Sehingga, agar pelaku usaha ASEAN dapat bersaing secara global, serta untuk menjadikan ASEAN lebih dinamis sebagai ”mainstream” pemasok dunia, maka diperlukan keseimbangan dalam pengembangan pasar domestik agar tetap menarik bagi investasi, serta pengembangan pasar luar negeri guna mendorong terciptanya lebih banyak sentra produksi di ASEAN. Untuk itu,diperlukan sebuah payung hukum yang dapat mengakomodir persaingan usaha yang adil untuk mendorong proses integrasi ekonomi kawasan ASEAN dengan perekonomian global. Dua pendekatan yang ditempuh ASEAN dalam proses integrasi dengan perekonomian dunia adalah: (i) Pendekatan koheren menuju hubungan ekonomi eksternal melalui Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Area/FTA) dan kemitraan ekonomi yang lebih erat (Closer Economic Partnership/CEP); dan (ii) Partisipasi yang lebih kuat dalam jejaring pasokan global. Selain itu, ASEAN tengah mengikuti proses integrasi kawasan yang lebih luas dengan melibatkan RRT, Jepang, Korea, India, Selandia Baru, dan Australia. Hal ini dilakukan untuk memperkuat integrasi ekonomi di kawasan ASEAN yang saat ini di warnai dengan kerja sama baru diantaranya Trans Pacific Partnership (TPP), serta mulai bergulirnya inisiasi pembentukan Free Trade Area on Asia Pacific (FTAAP). 29 Tantangandan PeluangIndonesia dalam MEA 2015 Infrastruktur Untuk infrastruktur kelemahan mengemuka dikarenakan oleh beberapa hal seperti, belum semua kapasitas bandara mampu melayani lonjakan penumpang, terbatasnya anggaran dalam pembangunan infrastruktur daerah, kurangnya konektivitas antar propinsi dan pulau, minimnya konektivitas antar negara dalam kerjasama sub regional, kurangnya ketersediaan pasokan energi dan listrik, dan minimnya peran swasta dalam pengembangan infrastruktur seperti melalui skema Public Private partnership (PPP). Beberapa hal yang menjadi ancaman bagi pengembangan infrastruktur kita diantarnya proyek infrastruktur masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, ketersediaan infrastruktur yang lebih baik di negara ASEAN lainnya, kebijakan pengelolaan infrastruktur yang lebih baik di negara ASEAN lainnya, rencana pengembangan infrastruktur ASEAN lebih fokus pada negara-negara mainland (daratan) daripada maritim. 30 Namun demikian, peluang dalam bidang infrastruktur pun tetap terbuka dan dapat kita manfaatkan bersama. Sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJM 2015-2019, pemerintah Indonesia akan membangun infrastruktur yang dipastikan akan mempercepat upaya peningkatan daya saing nasional, diantaranya yaitu: (i) Transportasi Massal yang terintegrasi di 6 (enam) kota besar di Indonesia; (ii) Dalam kerangka pembangunan Tol Laut, Indonesia akan membangun 24 pelabuhan, yang akan menghubungkan Indonesia barat dan Indonesia timur serta akan menghubungkan pulau dengan pulau, provinsi dengan provinsi dan kota ke kota, sehingga harga atau biaya transportasi akan turun karena transportasi laut akan sangat efektif dan efisien. Setiap pelabuhan akan dibangun zona-zona industri sehingga transportasi dapat lebih efisien; (iii) Pembangunan Pembangkit Listrik dengan power plant 35.000 Mega Watt yang akan memampukan industri manufaktur tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga kinerja ekspor dapat digenjot, volume impor akan menurun dan lapangan kerja semakin bertambah dan akan menekan jumlah pengangguran; (iv) Reformasi Peraturan Pembebasan lahan melalui penyederhanaan regulasi sehingga investor akan lebih nyaman masuk. Demikian halnya dengan peraturan lainnya di bidang investasi pelabuhan, jalan tol dan bandara akan juga disederhanakan; dan (v) Operasionalisasi Pelayanan Investasi Satu Pintu (one stop service). Kebijakan Pemerintah Pada tataran pemerintah misalnya, sudah cukup banyak regulasi yang dikeluarkan untuk menyokong upaya tersebut, diantaranya dengan 31 dikeluarkannya Inpres No. 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi, Inpres No. 11/2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, Keppres No. 23/2012 tentang Susunan Keanggotaan Sekretariat Nasional ASEAN, Program pembangunan seperti MP3EI, Program Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Pembentukan Komite Nasional MEA 2015, Pembentukan UKP4 untuk memonitor langkah pemerintah, Inpres No. 6/2014 tentang Peningkatan Daya Saing Nasional dalam Rangka Menghadapi MEA. Inpres No. 6/2014 ini bahkan lebih spesifik menyebutkan beberapa area yang menjadi prioritas pembangunan dalam upaya meningkatkan daya saing nasional, yaitu melalui pengembangan Industri Nasional, Pengembangan Pertanian, Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Pengembangan Energi, Pengembangan Infrastruktur, Pengembangan Sistem Logistik Nasional, Pengembangan Perbankan, Pengembangan UMKM, Pengembangan Tenaga Kerja, Pengembangan Kesehatan, Pengembangan Perdagangan, Pengembangan Kepariwisataan dan Pengembangan Kewirausahaan. Namun sayangnya, hasil dari implementasinya, belum dapat dikatakan maksimal. Sumber Daya Manusia Profil Sumber Daya Manusia kita pun tidak kalah mengkhawatirkan, berdasarkan data BPS tahun 2013, dari total angkatan kerja 121,19 juta jiwa, pekerja kita berjumlah 114,02 juta atau 94,08% dari total angkatan kerja, dan penganggur berjumlah 7,17 juta atau 5,29% dari total angkatan kerja. Sementara dari total 114,02 juta jiwa dari pekerja di Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang sangat bervariasi. Berdasarkan data tersebut, jumlah pendidikan pekerja untuk Sekolah Dasar ke bawah ada 56,62 juta; untuk tingkat SMP dan yang sederajat berjumlah 20,29 juta; untuk SMA dan SMK berjumlah 27,95 juta; untuk Diploma (D1-D3) berjumlah 3,22 juta dan untuk Universitas berjumlah 7,94 juta. Selain itu dari sisi internal terdapat pula kelemahan di sektor SDM, 32 diantaranya, banyak tenaga kerja yang belum bersertifikasi, banyak tenaga kerja yang berpendidikan dan berketerampilan rendah, pengetahuan akan prosedur sertifikasi masih minim, dan biaya sertifikasi yang cenderung mahal. Tentu saja kondisi ini menjadi ancaman bagi kita pada saat SDM negara-negara ASEAN lainnya lebih terampil dan siap bersaing, memiliki kemudahan akses prosedur sertifikasi, biaya sertifikasi yang relatif murah, mudah dan cepat bahkan melalui online basis serta persaingan dengan negara tetangga yang memiliki upah buruh relatif rendah, Vietnam sebagai contohnya. Namun demikian, kita pun masih memiliki peluang di sektor ini. Untuk sektor SDM, kita memiliki kekuatan, seperti jumlah populasi nomor satu yang terbesar di ASEAN dan nomor empat di dunia, serta sebagian besar populasi Indonesia masuk dalam kategori usia produktif, keberadaan balai pelatihan tenaga kerja di daerah, daerah pun semakin berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas SDM-nya, dan setiap personal semakin banyak yang menyadari pentingnya potensi peningkatan keterampilan dan kebutuhan akan sertifikasi. Selain itu peluang lain yang kita miliki diantaranya pemanfaatan 33 pelatihan dan program peningkatan kapasitas, keberadaan komunitas akademis di berbagai daerah, adanya UU Corporate Social Responsible (CRS) yang dapat dimanfaatkan PEMDA untuk bekerjasama dengan perusahaan dalam peningkatan potensi SDM, serta perguruan tinggi yang dapat memberikan pelatihan bagi tenaga kerja. Daya Saing Produk Unggulan Dari sisi produk unggulan, kelemahannya seperti pengunaan teknologi produksi masih minim, masih kurangnya promosi produk terutama produk-produk UKM, pengusaha masih bergantung pada komoditas primer atau produksi produk dengan nilai tambah kecil, hanya berorientasi pada pasar domestik, minimnya pengetahuan pengusaha akan peluang ASEAN, cenderung lebih memilih jadi importir dari pada produsen, dan daya saing usaha di sektor jasa masih tertinggal. Adapun tantangan lain untuk produk unggulan kita yaitu seperti adanya kesamaan produk dengan beberapa negara tetangga, pesaing memiliki teknologi yang lebih canggih, dan kemampuan pesaing (negara ASEAN lain) untuk meningkatkan nilai tambah yang lebih besar untuk produk-produk sejenis. Namun demikian, kita masih memiliki beberapa kekuatan, tiap daerah memiliki produk unggulan yang berbeda dan bervariasi, tiap daerah juga memiliki asosiasi dan pengusaha-pengusaha yang berpengalaman dalam kompetisi global, selain itu kita pun memiliki pasar dalam negeri yang besar, 40% dari pasar ASEAN yang berjumlah hampir 650 juta jiwa, kita juga memiliki jumlah pelaku UKM lebih dari 56,5 juta unit (BPS, 2012) serta tingkat persentase kewirausahaan mencapai 1,63% dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2013). 34 Investasi Untuk sektor Investasi, yang menjadi kelemahan kita diantaranya yakni, lamanya waktu untuk memperoleh perizinan investasi, jumlah investasi yang sudah ada relatif masih sedikit, ekonomi biaya tinggi seperti mahalnya biaya perizinan, dan sulitnya memperoleh kredit perbankan karena terlalu banyak persyaratan. Selain itu, negara-negara ASEAN lain lebih kompetitif dalam menarik investasi asing, seperti negara Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Namun demikian, dari sisi investasi, stabilitas politik kita yang terus terjaga, pasar domestik yang cukup besar serta tenaga kerja yang relatif bersaing dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya merupakan daya tarik yang cukup untuk menarik investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Apalagi dengan direalisasikannya komitmen pemerintahmelalui kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui pengalihan subsidi BBM ke penggunaan yang lebih produktif bagi masyarakat luas antara lain untuk pembangunan infrastruktur, pembangunan pelabuhan, pembangunan rel kereta api untuk jalur logistik diluar Sumatera, Kalimantan, Papua, dan pengembangan tol laut, akan menempatkan Indonesia sebagai tujuan investasi yang sangat menguntungkan. Koordinasi Pemerintah Pusat – Daerah Kelemahan dan ancaman pun menjadi warna dalam area koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adapun faktor kelemahan diantaranya seperti, peran propinsi belum optimal dan merata di era otonomi daerah, pendelegasian kewenangan pusat-daerah belum optimal, pengawasan pengelolaan Sumber Daya Alam belum maksimal, belum optimalnya pengetahuan akan kesepakatan internasional, masalah perizinan usaha yang tidak sinkron antara pusat-daerah, dan kewenangan dipegang oleh pejabat yang inkompeten. Sementara 35 negara-negara ASEAN lain memiliki level koordinasi yang lebih baik, hal ini bisa menjadi ancaman bagi Indonesia. Dari sisi koordinasi pusat dengan daerah, kita memiliki beberapa kekuatan diantaranya melalui kebijakan otonomi daerah, telah memberikan peran yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah serta pembenahan untuk meningkatkan level koordinasi di semua sektor mulai di optimalkan, adapun peluang lainnya, kita memiliki forum koordinasi tingkat nasional yang melibatkan daerah (Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang). 36 Strategi jadi Juara dalam MEA 2015 Perubahan Cara Pandang Perubahan cara pandang atau mindset harus dapat terefleksi dalam berbagai bentuk tindakan, komunikasi, kebijakan dan kontempelasi. Hal ini penting untuk membangun rasa percaya diri dalam melawan rasa pesimis dan inferioritas. Selain itu, hal ini juga penting untuk membangun pemahaman bahwa tujuan dari sebuah bentuk kerja sama bukan hanya pada peningkatan trade surplus semata, namun pada kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjanglah yang menjadi tujuan utama. Dengan berusaha (reframing) kita merubah akan cara mampu pandang melakukan kontempelasi, bangkit dari rasa tidak percaya diri untuk kemudian memiliki daya dorong dalam melakukan berbagai upaya perubahan.Dengan demikian kita akan dapat menangkap peluang dari pembentukan MEA 2015. Sehingga pada akhirnya sinergisitas kebijakan yang dirumuskan dapat tercipta sekaligus dilaksanakan secara konsisten. 37 Memulihkan Daya Saing Satu hal yang perlu dilakukan bersama-sama untuk dapat berkiprah di panggung MEA Indonesia.Ekspor menciptakan adalah harus lebih dengan tumbuh banyak memulihkan kembali lapangan jika kerja daya saing Indonesia ingin dan meningkatkan pendapatan.Pertumbuhan lapangan kerja padaindustri berorientasi ekspor, jelas menguntungkan karenasebagian besar memanfaatkan keunggulan komparatif Indonesia yangmempunyai tenaga kerja secara berlimpah.Sayangnya sebagian menganggap kinerja buruk ini disebabkan hanya oleh faktor eksternal semata. Bahkan ada yang lebih berpandangan ekstrem dengan menyampaikan bahwa jika kita mengalami defisit perdagangan dengan negara Mitra, atau jika pemanfaatan preferential tarif yang rendah oleh dunia usaha kita, itu semua disebabkan oleh kesalahan negara Mitra Dagang semata. Pertanyaannya disini adalah apakah sebuah kerja sama dalam FTA memang harus selalu menguntungkan secara absolut di semua sektor? Lalu apabila kita tidak mampu bersaing dengan negara lain terlebih mereka adalah Mitra Dagang potensial, lantas menjadi salah perjanjiannya atau bahkan salah Negara Mitranya saja? Lalu apakah dengan cara menyalahkan Negara Mitra Dagang potensial kemudian memutuskan keluar dari perjanjian akan serta merta langsung memperbaiki struktur ekonomi dan industri kita? Apakah hanya kita yang melakukan kerja sama perjanjian dagang dengan negara Mitra? Lantas apa yang menyebabkan Indonesia gagal memperoleh manfaat daripeningkatan perdagangan dunia dan kehilangan pangsa pasar? Jawabannya, lebih mengarah pada berbagai faktor domestik yang menghambat daya saing.Akan tetapi, sejumlah kebijakan dalam jangka pendek, bila digabungkan dengan reformasi kelembagaan jangka panjang tentunya dapat membantu Indonesia memperoleh kembali daya saingnya dan menciptakan lapangan kerja. Stagnasi pertumbuhan ekspor Indonesia disebabkan oleh lima faktor, antara lain: (i) biaya yang lebih tinggi menjadikan ekspor 38 Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan para pesaingnya; (ii) lemahnya iklim usaha menghambat investasi dalam industri ekspor; (iii) rendahnya akses terhadap kualitas dan kuantitas prasarana yang memadai, mengakibatkan inefisiensi perdagangan; (iv) munculnya negara-negara pesaing, seperti Vietnam dan Tiongkok dengan produk yang lebih menguasai pasar; (v) lemahnya koordinasi antar Kementerian dan Lembaga Pemerintah, ditambah ego sektoral yang sulit dicarikan titik temu maupun penyelesaian permasalahan yang kerap berlarutlarut. Mengingat sedemikian banyak dan beragamnya permasalahan yang menghadang proses perdagangan internasional melalui mekanisme liberalisasi, maka dirasakan sangat mendesak untuk meng- implementasikan roadmap. Tanpa kesiapan yang memadai, liberalisasi pada akhirnya hanya akan menjadi momok yang menakutkan di dalam alam pikiran masyarakat seperti halnya juga deregulasi dan privatisasi, sehingga akan menimbulkan gelombang penentangan yang meluas. Akan tetapi jika titik berat hanya pada liberalisasi niscaya hanya akan membenamkan potensi-potensi yang kita miliki, karena liberalisasi pada dasarnya hanya satu dari empat elemen pemberdayaan pasar, yakni market creating, yang membawa masyarakat Indonesia menuju pada kemakmuran dengan memenuhi sense of justice dan sense of equity. Liberalisasi tanpa kerangka pemberdayaan pasar yang komprehensif hanya akan membuat mekanisme pasar berlangsung secara liar dan berpotensi menghancurkan peradaban. Masyarakat yang peradabannya “carut marut” di hajar oleh gelombang liberalisasi tak akan mampu berdialog secara setara dengan peradaban dunia. Salah satu wujud nyata dari keterasingan itu ialah kemerosotan daya saing. Tiga elemen lainnya yang wajib dihadirkan untuk menopang pasar yang menyejahterakan ialah market regulating,market stabilizing, dan market legitimizing. Liberalisasi tanpa kerangka pengaturan yang baik akan mengarah pada penguasaan aset-aset ekonomi di tangan asing dan segelintir pemodal domestik atau kolaborasi di antara keduanya, 39 yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah market legitimizing, misalnya dalam bentuk sentimen serba anti-asing. Ancaman dalam bentuk penentangan terhadap mekanisme pasaryang notabene merupakan satu-satunya kendaraan yang bisa membawa kita semua ada kemakmuran muncul akibat tidak terhadirkannya fungsi market stabilizing. Pembenahan lain yang dapat kita lakukan adalah melalui pengintegrasian pasar domestik. Buruknya sistem transportasi dan lalu lintas barang maupun jasa kita pun menyebabkan pasar dalam negeri mengalami disintegrasi. Dalam keadaan seperti ini, pasar Indonesia hanya akan menjadi mangsa produk-produk negara tetangga, karena biaya untuk transportasi antar pulau jauh lebih mahal sehingga harga produk juga lebih mahal karena mekanisme distribusi yang tidak memadai dan mahal, dibandingkan dengan melalui mekanisme impor yang secara gamblang mampu memenuhi keinginan pasar domestik, hanya karena kita belum mampu memenuhi pasar kita sendiri. Maka dalam upaya untuk memulihkan daya saing tersebut kita harus fokus di beberapa bidang, yakni: 1) Memperbaiki berbagai faktor domestik yang menghambat daya saing; 2) Meningkatkan ekspor untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan; 3) Melakukan pengintegrasian pasar domestik; 4) Melakukan harmonisasi dan efisiensi implementasi regulasi; 5) Mempertahankan daya saing industri padat karya dan meningkatkan daya saing industri padat modal; 6) Mendorong penetrasi pasar di kawasan ASEAN dan menetapkan sektor-sektor andalan untuk bersaing di pasar ASEAN. 40 Merumuskan dan Melaksanakan Strategi Globalisasi Dalam suatu negara demokratis dan pluralistis seperti Indonesia, adanya pro-kontra terhadap suatu masalah adalah suatu hal yang lazim, dan malah perlu diberi tempat sebagai salah satu konsekuensi yang telah menjadi bagian dari komitmen berbangsa dan bernegara. Pro dan kontra ini pula menjadi warna dalam memahami globalisasi. Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang akan semakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat dan peningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia (Tambunan, 2004). Perkembangan ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan ekonomi dan juga mempertajam persaingan antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga dalam investasi, keuangan, dan produksi. Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batasbatas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi, perdagangan dan pasar uang. Semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi secara nasional maupun regional yang berbarengan dengan semakin hilangnya kedaulatan suatu pemerintahan negara muncul disebabkan oleh banyak hal,diantaranya menurut Halwani (2002) adalah komunikasi dan transportasi yang semakin canggih dan murah, lalu lintas devisa yang semakin bebas, ekonomi negara yang semakin terbuka, penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara, metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang semakin efisien, dan semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia. Selain itu, penyebab-penyebab lainnya adalah semakin banyaknya industri yang bersifat footloose akibat kemajuan teknologi 41 (yang mengurangi pemakaian sumber daya alam), semakin tingginya pendapatan dunia rata-rata per kapita, semakin majunya tingkat pendidikan mayarakat dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi di semua bidang, dan semakin banyaknya jumlah penduduk dunia. Kekhawatiran yang berkembang di masyarakat secara berlebihan akan globalisasi cenderung disebabkan oleh informasi yang diterima tidak secara utuh (komprehensif). Menurut Hadi Soesastro (2004), dampak positif dari globalisasi umumnya tidak diberitakan. Sementara itu dampak negatifnya biasanya menjadi berita besar, dan hal yang kerap dilupakan adalah, bahwa dalam globalisasi tentunya ada yang diuntungkan dan ada yang juga dirugikan. Dengan perkataan lain, ada yang menang dan ada yang kalah. Yang dirugikan dan kalah biasanya berteriak keras.Sementara, pihak yang diuntungkan dan menang biasanya sangat tersebar, tidak terkonsentrasi, dan seringkali tidak tahu bahwa keuntungan itu diperoleh dari globalisasi. Bagi dunia dan kawasan Asia, on balance, barangkali keuntungan yang diperoleh dari globalisasi lebih besar daripada kerugian.Bagi kawasan Afrika keadaannya adalah yang sebaliknya.Di Asia pun masih ada kantong-kantong kemiskinan, tetapi secara rata-rata tingkat kesejahteraan masyarakat di Asia telah mengalami peningkatan yang pesat. Bila demikian, pemanfaatan globalisasi harus diikuti oleh upaya untuk mengatasi dampak negatif dari globalisasi secara sadar dan terarah.Dalam kaitan ini orang berbicara mengenai sustainable globalization, yaitu globalisasi yang berkelanjutan.Artinya, globalisasi dapat terus berlanjut karena didukung oleh semua. Antara lain, hal ini dapat dilakukan dengan merentangkan suatu jaring pengaman. Tetapi di samping tindakan yang bersifat “defensif” itu agenda utama bagi suatu masyarakat untuk mengambil bagian dalam globalisasi adalah upaya untuk terus menerus mengembangkan sumber daya manusianya (SDM).Tetapi yang paling pokok adalah perlunya re-orientasi dalam wawasan.Pembangunan nasional atau pembangunan bangsa bukan 42 sesuatu yang bersifat agregatif tetapi pembangunan bagi manusianya.Keamanan (security) bukan lagi hanya masalah negara (state security) tetapi keamanan bagi manusianya (human security) (Soesastro, 2004). Sehingga, globalisasi tidaklah harus dirasakan sebagai sesuatu yang menakutkan. Kita tidak bisa terus menerus hidup dalam ketakutan sebagai globalisasi akan terus berlanjut. Globalisasi merupakan tantangan, yaitu tantangan untuk merubah orientasi.Ini bukan tantangan mudah, tetapi globalisasi tentunya tetap berada dalam kendali manusia. Dengan memiliki pemahaman yang baik akan globalisasi, kita akan dapat menghindar dari “Globaphobia”, suatuwabahyang cenderung berkembang tanpa kendali dan digunakan sebagai alasan untuk menutupi ketidakmampuan kita dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Lebih dari itu semua, NAWACITA Butir ke-6, berbunyi: “Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional sehingga Bangsa Indonesia bisa Maju dan Bangkit Bersama Bangsa-bangsa Asia Lainnya”. Maka untuk dapat memanfaatkan globalisasi perlu upaya yang dilakukan secara nasionaldan harus dilaksanakan secara bersama-sama dan bersinergi agar mampu mengambil bagian dalam proses globalisasi sekaligus menjadi pemenang dalam prosesnya. Upaya-upaya tersebut menyangkut semua bidang kehidupan: ekonomi, politik dan sosial. Mengapa demikian? Sebab, pertama, apabila suatu negara tidak mampu merumuskan sendiri strategi globalisasinya maka nasib negara tersebut akan ditentukan oleh pihak lain. Kedua, suatu negara harus membuka pasarnya sendiri bila ingin memanfaatkan pasar lain.Ketiga, suatu kerjasama melalui pengaturannya (perjanjian) dapat dilihat sebagai salah satu bagian dari strategi globalisasi. Adapun strategi lain yang juga harus segera dirumuskan adalah dengan melakukan market creating, regulating, stabilizing dan 43 legitimazing perlu di lakukan secara seimbang dan paralel untuk memenuhi globalisasi dan liberalisasi yang memiliki sense of justice and sense of equity. Kita juga memerlukan strategi offensive untuk meningkatkan pasar ekspor melalui sosialisasi, trade promotion, dan kemitraan; meningkatkan FDI, mendorong peningkatan produksi dalam negeri, mengurangi biaya logistik, mendorong pemanfaatan kawasan industri; mengembangkan industri hilir untuk komoditas unggulan; fokus pada peningkatan konektivitas; melakukan pemetaan sentra-sentra produksi untuk keperluan export by region dan bekerjasama dengan PEMDA dalam perencanaan dan pengembangannya; penetapan strategi yang berbeda-beda untuk masing-masing negara ASEAN; masing-masing pemangku kepentinganperlu melakukan harmonisasi langkah yang di cerminkan melalui tindakan serta informasi yang disampaikan kepada publik; serta mendorong pemanfaatan tarif preferensi. Memaksimalkan Potensi Inovasi Salah satu kunci yang mau tidak mau harus dilakukan oleh bangsa ini untuk mendapat keuntungan yang lebih besar dari setiap proses kerja sama adalah dengan melakukan inovasi. Tidak dapat kita pungkiri bahwa “business has only two functions, called marketing and innovations”. MEA 2015 menuntut semua orang tidak terkecuali siapapun dia untuk menjauhi zona nyaman dan melakukan inovasi, melakukan gebrakan baru. Inovasi merupakan salah satu kunci utama yang dapat merangsang pertumbuhan berkelanjutan ditengah pasar yang sangat kompetitif. Negara-negara yang berdaya saing tinggi adalah negara yang ditandai dengan adanya sistem inovasi nasional yang kuat, seperti Korea Selatan, Taiwan, yang ekonominya didorong oleh inovasi atau Innovation Driven Economy, yakni ekonomi yang dibangun atas industriindustri yang bernilai-tambah tinggi, berteknologi tinggi, serta berbasis penelitian dan pengembangan (R&D) yang intensif. 44 Kajian OECD tahun 2013 menyimpulkan bahwa masa depan negaranegara Asia Tenggara di dunia akan sangat tergantung pada kemampuannya memicu kapasitas berinovasi. Sayangnya kita masih terseok-seok menuju kesana, berdasarkan data Global Innovation Index tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 87, turun dari peringkat 85 tahun 2013, sementara negara tetangga, Malaysia berada di posisi 33, dan Thailand di posisi 48. Laporan OECD juga menyebutkan bahwa jumlah periset di Indonesia adalah 1:15 dibandingkan dengan Malaysia dan 1:3,4 dibandingkan dengan Thailand. Adapun Tingkat inovasi Indonesia yang dinyatakan dalam 4 teknologi terkini, yaitu biotechnology, nanotechnology, ICT, serta green technology, masih kalah jauh dibandingkan negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Maka dengan demikian, dalam menghadapi MEA 2015, kita sangat memerlukan kebijakan yang pro-inovasi yang berfokus pada kewirausahaan lokal berteknologi tinggi, yang mendukung budidaya pertanian berteknologi tinggi, yang mampu mensinergikan irama kepentingan pemerintah, bisnis, akademik, media dan masyarakat. Kita juga membutuhkan investasi yang kuat dalam R&D, yang tentunya menuntut SDM yang berkualitas dan memiliki kapasitas untuk berinovasi.Kurikulum pun perlu dirancang dan ditingkatkan agar potensi, bakat, dan motivasi anak didik terasah dengan baik ke arah kreasi dan penciptaan nilai-tambah.Peran perusahaan juga menjadi krusial dalam memfasilitasi program-program inovasi melalui kerja praktek dan pengembangan kajian. 45 Tanya Jawab Seputar MEA 2015 Apa tantangan dan harapan bagi Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan mulai berlangsung Desember 2015. Seberapa besar kesiapan Indonesia? Tantangan yang dihadapi dan memerlukan upaya ekstra dalam hal pemulihannya, diantaranya: Pada tataran pemerintah misalnya, sudah cukup banyak regulasi yang dikeluarkan untuk menyokong upaya tersebut, diantaranya dengan dikeluarkannya Inpres No. 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi, Inpres No. 6/2014 tentang Peningkatan Daya Saing Nasional dalam Rangka Menghadapi MEA, dll. Inpres No. 6/2014 ini bahkan lebih spesifik menyebutkan beberapa area yang menjadi prioritas pembangunan dalam upaya meningkatkan daya saing nasional, Namun hasilnya belum dapat dikatakan maksimal. 46 Profil Sumber Daya Manusia kita pun tidak kalah mengkhawatirkan, berdasarkan data BPS tahun 2013, dari total angkatan kerja 121,19 juta jiwa, pekerja kita berjumlah 114,02 juta atau 94,08% dari total angkatan kerja, dan penganggur berjumlah 7,17 juta atau 5,29% dari total angkatan kerja. Sementara dari total 114,02 juta jiwa dari pekerja di Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang sangat bervariasi, untuk Diploma (D1-D3) hanya berjumlah 3,22 juta dan untuk Universitas hanya berjumlah 7,94 juta. Selain itu banyak tenaga kerja yang belum bersertifikasi, berpendidikan dan berketerampilan rendah, pengetahuan akan prosedur sertifikasi masih minim, dan biaya sertifikasi yang cenderung mahal. Tentu saja kondisi ini menjadi tantangan bagi kita pada saat SDM negara-negara ASEAN lainnya lebih terampil dan siap bersaing, memiliki kemudahan akses prosedur sertifikasi, biaya sertifikasi yang relatif murah, mudah dan cepat bahkan melalui online basis serta persaingan dengan negara tetangga yang memiliki upah buruh relatif rendah, Vietnam sebagai contohnya. Dari sisi produk unggulan, tantangannya seperti pengunaan teknologi produksi masih minim, masih kurangnya promosi produk terutama produk-produk UKM, pengusaha masih bergantung pada komoditas primer atau produksi produk dengan nilai tambah kecil, hanya berorientasi pada pasar domestik, minimnya pengetahuan pengusaha akan peluang ASEAN, cenderung lebih memilih jadi importir dari pada produsen, dan daya saing usaha di sektor jasa masih tertinggal. Untuk sektor Investasi, diantaranya seperti lamanya waktu untuk memperoleh perizinan investasi, jumlah investasi yang sudah ada relatif masih sedikit, ekonomi biaya tinggi seperti mahalnya biaya perizinan, dan sulitnya memperoleh kredit perbankan karena terlalu banyak persyaratan. Sementara, negara-negara ASEAN lain lebih kompetitif 47 dalam menarik investasi asing, seperti negara Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Kondisi-kondisi demikianlah yang mengakibatkan kehadiran MEA ditanggapi oleh sebagian dari kita sebagai suatu yang sangat menakutkan sehingga semakin membahayakan perekonomian kita. Adapun kesiapan Indonesia di refleksikan melalui: (i) Pembangunan manusia dan masyarakat dengan upaya memperbaiki sistem pendidikan; (ii) Memperbaiki Kedaulatan Pangan dan Energi (power plant, waduk); (iii) Pembangunan Kemaritiman (membangun pelabuhan penyeberangan); (iv) pembangunan Karakter dan Potensi Pariwisata; (v) Memperkuat Pembangunan Daerah dan Desa dengan cara membangun infrastruktur jalan, jalur KA, Bandara, angkutan massal; (vi) Pembangunan Pusat –Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Luar Jawa; serta (vii) melakukan pembinaan UKM. Bagaimana memanfaatkan peluang pasar bebas ASEAN agar Indonesia tidak banyak menanggung kerugian? Sektor apa saja yang menjadi keunggulan Indonesia dibanding negara ASEAN lainnya? ASEAN menyepakati dua belas sektor yang dinilai potensial untuk ditingkatkan daya saingnya baik di dalam negeri masing-masing maupun di tingkat kawasan ASEAN, yang dikenal dengan prioritas integrasi ekonomi (PIS).Diharapkan dua belas sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan perekonomian kawasan. Ke dua belas sektor tersebut merupakan sektor barang, yakni: (i) Agro-based product; (ii) Automotive; (iii) Electronic; (iv) Fisheries; (v) Rubber-based products; (vi) Textiles and Apparels; (vii) Wood-based product; dan sektor jasa, yakni: 48 (i) Air Travel; (ii) e-ASEAN; (iii) Healthcare; (iv) Tourism; (v) Logistic Services. Dalam upaya memanfaatkan peluang pasar MEA 2015 untuk mendapatkan manfaat dari sektor unggulan tersebut, Indonesia telah dan terus melakukan upaya peningkatan efisiensi dan pembenahan di bidang infrastruktur (fisik) dan regulasi (non-fisik) yang dilakukan oleh seluruh Kementerian dan Lembaga terkait. Misalnya, upaya Indonesia saat ini untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi otomotif di kawasan selain Thailand yang selama ini menguasai pasar otomotif di kawasan.Dalam rangka tersebut, Indonesia telah melakukan pendekatan ke pihak investor Jepang untuk meningkatkan investasinya tidak hanya di produk otomotif tetapi juga komponen otomotif untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dari sektor otomotif di Indonesia.Untuk elektronik misalnya, Indonesia sudah merupakan salah satu pemasok elektronik di kawasan meskipun pangsa pasarnya belum maksimal seperti yang diharapkan. Bagaimana kesiapan Indonesia menghadapi perdagangan bebas ASEAN terutama dari sisi daya saing di kawasan? Indonesia telah melakukan berbagai hal dalam upaya meningkatkan kesiapan daya saingnya di kawasan sebagai berikut: Perbaikan infrastruktur telekomunikasi, jalan fisik tol, di bidang pelabuhan, transportasi, revitalisasi serta restrukturisasi industri, dan lain-lain. Peningkatan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi vide reformasi bidang perpajakan, kepabeanan, dan birokrasi; Reformasi kebijakan, melalui penyesuaian, persiapan, perbaikan dan sinergisitas regulasi ; 49 Peningkatan kualitas sumber daya manusia di birokrasi, dunia usaha ataupun professional vide sistem pendidikan nasional Pengembangan industri prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan; Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan Pengembangan sektor energi yang akan mendukung produksi nasional; Penciptaan national social safety net melalui kerangka kebijakan pengamanan; Mengintergrasikan komitmen AEC dengan MP3EI 6 (enam) koridor keunggulan ekonomi mencakup, sumber daya alam, industri dan jasa, pariwisata dan pangan, proses produksi tambang dan energi nasional, proses dan produksi perikanan, pertanian, perkebunan, minyak, gas dan tambang, pusat pertumbuhan pangan, perikanan, energi dan tambang nasional. Peningkatan awareness dan readynesspemangku kepentingan nasional termasuk masyarakat; Sosialisasi MEA melalui berbagai media secara comprehensif dan masif Pembentukan Pusat Studi ASEAN di 11 Universitas Negeri (inisiatif pemerintah) dan 1 Universitas Swasta (inisiatif sendiri). Sebenarnya apa yang masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diperbaiki di dalam negeri untuk dapat merebut pasar ASEAN? Pekerjaan utama Indonesia dalam meningkatkan daya saingnya, yang sekarang ini merupakan program utama pembangunan ekonomi (NAWACITA), sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJM 2015-2019. Pemerintah Indonesia akan membangun infrastruktur yang dipastikan akan mempercepat upaya peningkatan daya saing nasional, diantaranya adalah: (i) Transportasi Masal yang terintegrasi di 6 (enam) kota besar di 50 Indonesia; (ii) Dalam kerangka pembangunan Tol Laut, Indonesia akan membangun 24 pelabuhan, yang akan menghubungkan Indonesia barat dan Indonesia timur serta akan menghubungkan pulau dengan pulau, provinsi dengan provinsi dan kota ke kota, sehingga harga atau biaya transportasi akan turun karena transportasi laut akan sangat efektif dan efisien. Setiap pelabuhan akan dibangun zona-zona industri sehingga transportasi dapat lebih efisien; (iii) Pembangunan Pembangkit Listrik dengan power plant 35.000 Mega Watt yang akan memampukan industri manufaktur tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga kinerja ekspor dapat digenjot, volume impor akan menurun dan lapangan kerja semakin bertambah dan akan menekan jumlah pengangguran; (iv) Reformasi Peraturan Pembebasan lahan melalui penyederhanaan regulasi sehingga investor akan lebih nyaman masuk. Demikian halnya dengan peraturan lainnya di bidang investasi pelabuhan, jalan tol dan bandara akan juga disederhanakan; dan (v) operasionalisasi Pelayanan Investasi Satu Pintu (one stop service). Dengan demikian Indonesia akan mampu mendorong pertumbuhan industri manufaktur secara signifikan, sehingga kinerja ekspor dapat tumbuh hingga 300% seperti yang diharapkan dalam lima tahun ke depan. Bagaimana menangkal serbuan produk dari kawasan ASEAN agar tidak memukul pasar dalam negeri? Saat ini upaya yang dilakukan untuk menguatkan pasar dalam negeri dalam rangka menangkal membanjirnya impor, antara lain: Pembenahan sistem distribusi bahan pokok dan sitem logistik rantai suplai agar lebih efisien dan lebih handal sehingga dapat mendorong peningkatan produktivitas ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar wilayah; 51 Pembenahan iklim usaha perdagangan yang lebih kondusif dan berdaya saing, serta penguatan perlindungan konsumen di pusat dan di daerah; Penerapan SNI secara efektif untuk menangkal masuknya serbuan impor produk-produk yang tidak berkualitas; Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan untuk mengatasi kelangkaan stok serta dispartias dan fluktuasi harga dan meningkatkan kualitas produk Indonesia; Menumbuhkan kecintaan masyarakat atas produk karya anak bangsa, dll. Adakah strategi khusus agar Indonesia mampu memaksimalkan keuntungan dari mekanisme perdagangan bebas ASEAN? Untuk dapat memenangkan MEA 2015, ada beberapa strategi yang perlu dilakukan bersama-sama oleh segenap elemen bangsa: Pertama, ubah cara pandang: Masyarakat Indonesia cenderung bersikap pesimis dan memandang inferior negaranya sendiri. Dalam sebuah percaturan politik dan perdagangan, tidak akan ada Negara yang untung 100% atau rugi 100%. Kitalah yang bertanggungjawab dan memegang kendali penuh terhadap keberhasilan atau kegagalan kita dalam melakukan sesuatu, termasuk dalam memutuskan FTA mana yang harus diikuti dan bagaimana caranya. Dalam FTA, trade surplus bukan tujuan utama, namun kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang, dan tentunya selalu ada harga yang harus dibayar bagi setiap keberhasilan 52 Kedua, pulihkan daya saing: Indonesia membutuhkan Ekspor untuk menciptakan ruang bagi lebih banyak lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, serta mendorong penetrasi pasar di kawasan ASEAN.Indonesia harus mampu menetapkan sektor-sektor andalan yang menjadi fokus untuk ditingkatkan kompetensi serta standar mutu produk untuk bersaing di pasar ASEAN, dan kompetensi dimulai dari dalam melalui pengintegrasian pasar domestik dengan harmonisasi dan efisiensi implementasi regulasi. Ketiga, tingkatkan kualitas SDMserta merumuskan dan Mengimplementasikan Strategi Globalisasi Indonesia merupakan bagian dari rantai pasok global, dan Indonesia harus mampu memetakan dimana posisinya.Indonesia harus melihat perjanjian dagang yang dibentuk sebagai upaya peningkatan konektivitas. Meningkatkan FDI, mendorong peningkatan produksi dalam negeri, mengurangi biaya logistik, mendorong pemanfaatan kawasan industri dengan fokus pengembangan industri hilir untuk komoditas unggulan. Market creating, regulating, stabilizing dan legitimazing perlu dilakukan secara seimbang dan parallel.Melakukan strategi ofensif untuk meningkatkan pasar ekspor melalui sosialisasi, trade promotion, dan upaya-upaya kemitraan. Bagaimana upaya pemerintah untuk melindungi usaha kecil dan menengah (UKM) dari tekanan persaingan produk ASEAN? Kemendag senantiasa melakukan fasilitasi dan pemberdayaan pelaku usaha dan calon pelaku usaha terutama di tingkat UMKM untuk meningkatkan kualitas produk dan daya saingnya agar dapat menjadi produk unggulan tidak hanya di tingkat nasional namun juga di tingkat regional ASEAN. Terkait dengan hal ini, Kemendag berupaya 53 meningkatkan daya saing produk UKM ekspor dan akses pasar ekspor melalui: Pendampingan, pengembangan produk dan pelatihan di Balai Besar Pelatihan Ekspor Indonesia (BPPEI) dan pembentukan trading house sebagai pusat internediasi, pendampingan, sumber pengadaan dan pemasok bahan baku bagi kepentingan pelaku usaha lokal/eksportir. Informasi Lebih Lanjut: Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Jalan M.I.Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat 10110 Gedung Utama Lantai 8. Telp : (021) 23528601 Website : http://www.kemendag.go.id E-mail :[email protected] Referensi: Soesastro, Hadi (2004), Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi, Regionalisasi dan Semua Itu (Jakarta: CSIS Economic Working Paper Series). Tambunan, Tulus (2004), Pengusaha KADIN Brebes di Dalam Era Globalisasi: Tantangan dan Ancaman (Solo). Kajian OECD (2013), tentang Global Innovation Index. Kajian BPS (2013), tentang Struktur Angkatan Kerja Indonesia. Kajian BPS (2012), tentang Jumlah UKM Indonesia. AEC Centre. ASEAN Secretariat. 54