PRESENTASI KASUS BEDAH TORAKS DISUSUN OLEH: Fitriana Nur Rahmawati 0906487796 Kevin 0906554333 NARASUMBER: dr. Wuryantoro, SpB, SpBTKV MODUL PRAKTIK KLINIK BEDAH DAN ATLS DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JANUARI 2014 BAB 1 ILUSTRASI KASUS Identitas Pasien Nama : Tn. GS Umur : 50 tahun Tempat Tanggal Lahir : 18 Januari 1963 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Sopir Travel Pendidikan : SD Alamat : Kampung Makassar, Jakarta Timur Status Pernikahan : Belum Menikah No. RM : 388 – 84 – 94 Tanggal Berkunjung : 31 Desember 2013 Tanggal Pemeriksaan : 13 Januari 2014 ANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri pada dada dan panggul pasca kecelakaan 2 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Pada dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku ditabrak oleh mobil dari sisi kanan. Saat itu, pasien telah menyelesaikan pekerjaan sebagai supir travel di Lampung dan waktu kurang lebih tengah malam. Pasien mengaku mengantuk dan tidak begitu awas, tetapi menyanggal berada dalam kondisi mabuk. Ketika hendak turun dari mobil, tiba-tiba datang mobil dari arah belakang dengan kecepatan tinggi dan menabrak pasien dari sisi kanan. Pasien mengaku terbentur pintu, terlempar dan sempat terguling di jalan aspal, sempat meminta tolong dan kemudian tidak sadarkan diri (pingsan) hingga tiba di RS setempat. Durasi pingsan tidak diketahui, kejang disangkal, sakit kepala disangkal, pandangan ganda disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal. Pasien menyangkal terlindas mobil. Karena alasan keterbatasan alat, pasien meminta langsung dirujuk ke RSCM. Saat pertama kali datang di IGD RSCM, pasien mengeluhkan nyeri pada tengah dada dan panggul dengan VAS 3, memberat saat bernapas dalam, batuk, atau bergerak, dan sedikit membaik bila mengonsumsi obat pereda nyeri. Nyeri dada tidak menjalar. Keluhan lain yang dirasakan adalah dada yang terasa berat dan sesak, nyeri pada perut, dan muntah. Kuku biru disangkal, ujung-ujung jari kaki masih dapat digerakkan. Pasien sudah diberikan tatalaksana awal obat anti nyeri dari RS sebelumnya dan dilakukan pemasangan traksi tulang di RSCM. Selama perawatan di RSCM, pasien mengalami demam, diare kurang lebih lima kali sehari, warna coklat kehijauan, berampas, tidak ada darah dan lendir, tidak ada mual dan muntah, terdapat nyeri perut yang tidak dapat ditunjuk. Saat ini demam sudah tidak ada, diare masih ada, lebih dari kali 5 per hari, warna coklat, tidak ada darah dan lendir. Jumlah makanan yang masuk kurang lebih 5 sendok makan, minum baik, BAK baik. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi, penyakit paru, jantung, ginjal, hati, keganasan, gangguan pembekuan darah, dan alergi disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat hipertensi, penyakit paru, jantung, ginjal, hati, dan alergi disangkal. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kebiasaan : Pasien belum menikah dan bekerja sebagai sopir travel. Pasien tidak memiliki jaminan kesehatan, selain itu KTP pasien juga hilang sehingga tidak bisa mengurus jaminan. Saat ini pasien membiayai pengobatan sendiri dan dibantu oleh keluarga. PEMERIKSAAN (Awal masuk-31 Desember 2013) Survei Primer : Airway : Tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada kecurigaan cedera servikal Breathing : simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak tampak sesak, penggunaan otot bantu napas (-), retraksi dada (-), bunyi napas tambahan (-), suara napas sama di kedua paru Circulation : Sianosis (-), pucat (-), akral hangat, CRT < 2 detik, nadi teraba kuat, regular, isi cukup, perdarahan (-) Disability : GCS 15 (E4M6V5) Exposure : Vulnus excoriatum regio hemithoraks detra dan abdomen, deformitas sternum, deformitas pelvis kanan Survei Sekunder : Evaluasi Tanda Vital : TD : 124/58 mmHg N : 107 x/menit Kepala : Tidak ada deformitas Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik Leher : Tidak tampak jejas Thoraks : I : terdapat deformitas sternum dan jejas RR : 22 x/menit T : 36,9˚C P : Fremitus kanan = kiri P : Sonor/sonor A : Vesikuler, tidak ada ronki dan mengi, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (–) Abdomen : I : datar, terdapat vulnus excoriatum multipel P : Lemas, nyeri tekan (+), hati/limpa tidak teraba membesar P : Timpani, pekak hati (+) A : Bising usus (+) Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, CRT < 2” Status Lokalis : Dada : deformitas sternum (+),vulnus excoriatum regio hemithoraks dextra Pelvis : deformitas pevis dextra (+) , rotasi eksterna (+), ROM terbatas, NVD distal (+) (9 Januari 2014) Pemeriksaan Umum : Kesadaran : kompos mentis Tekanan Darah : 130/90 mmHg Nadi : 88x/menit Suhu : 37ᵒC Pernapasan : 20 x/menit Keadaan Umum : tampak sakit sedang Keadaan Gizi : IMT 23,4 kg/m2 (obese) Tinggi Badan : 160 cm Berat Badan : 60 kg Pemeriksaan Fisik : Kepala : normosefal, rambut hitam tidak mudah dicabut Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+ Telinga : tidak ada deformitas, kedua liang telinga lapang Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak hiperemis, tidak tampak sekret ataupun bekuan darah Mulut : OH cukup, mukosa tidak hiperemis, arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1/T1, segmen posterior tenang Leher : KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, JVP 5-2 cmH2O, trakea di tengah Dada : vulnus ekskoriatum regio hemitoraks dekstra, deformitas os sternum Jantung I : iktus kordis tidak terlihat Palpasi dan perkusi tidak dilakukan A : bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop I : ekspansi dada simetris saat statis dan dinamis Paru Palpasi dan perkusi tidak dilakukan A : vesikular/vesikular, tidak ada ronki, tidak ada wheezing I : perut datar, lemas, vunus excoriatum (+) P : nyeri tekan epigastrik, hati dan limpa tidak teraba, shifting dullness tidak ada, ballotement tidak ada, nyeri tekan pada titik McBurney tidak ada A : suara bising usus ada, meningkat Abdomen Ekstremitas : akral hangat, edema -/-, a. Dorsalis pedis +/+ kuat, a. Tibialis posterior +/+ kuat, sensasi distal +/+ Status Lokalis Dada : deformitas sternum (+), vulnus excoriatum regio hemithoraks dextra Gambar 1.1 Deformitas sternum Pelvis : Look : terpasang traksi skeletal distal femur kanan, beban 7 kg, posisi baik Feel : Nyeri tekan ada Move : Immobilisasi Pemeriksaan Penunjang: EKG SR, QRS rate 120 bpm, normoaksis, LAD (-), RAD (-), p wave normal, PR int 0,16s, QRS dur 0,06s, Q patologis (-), QT int 0,32 s, ST changes (-) T inv pada lead V1-3, LBBB (-), RBBB (-) Pemeriksaan Laboratorium Item Darah rutin Hb Ht MCV MCH MCHC Leukosit Diff. count Trombosit LED PT INR aPTT Na K Cl Ureum Kreatinin eGFR (CKD-EPI) SGOT SGPT D-dimer Fibrinogen Glukosa sewaktu Albumin Asam laktat Anti-HIV pH pCO2 pO2 HCO3 Total CO2 BE O2 sat Std HCO3 Std BE Urinalisis 31/12/2013 5/1/2014 7/1/2014 8/1/2014 9/1/2014 9.13 26.0 86.4 30.3 35.0 25900 245000 - 6.7 20.1 87.4 29.1 33.3 33500 389000 - 10.6 30.6 83.6 29.0 31.6 25170 366000 115 10.4 29.9 93.5 29.1 34.8 24390 10.7 30.0 84.0 30.0 35.7 21650 384000 - 380000 83 10.5 0.89 37.0 135 4.2 101 54.6 0.867 100.8 107 131 123 - 124 3.55 86.5 - 13.1 1.17 34.9 133 2.80 100.2 33 0.60 119.7 70 42 2500 72 1.66 2.3 7.464 29.90 80.80 21.70 22.60 -0.60 96.20 23.9 -2.3 135 3.46 96.2 417.2 7.437 32.10 77.30 21.80 22.80 -1.00 95.40 23.5 -2.6 13.6 1.21 40.6 134 3.15 96.5 31 0.60 119.7 78 38 1.66 - Makros: Kuning, agak keruh, BJ 1.020, pH 5.5, Makros: Kuning, keruh, BJ 1.010, pH 6.5, protein 10/1/2014 9.5 27.6 84.4 29.1 34.4 20400 1.0/2.3/85.9/4.8/6. 0 357000 110 non reaktif Nilai normal 13.0 – 17.0 g/dL 40 – 50 % 80.0 – 95.0 pg 27.0 – 31.0 fL 32.0 – 36.0 g/dL 3 5000 -10000/mm 0.5-1.0/1-4/55.0-70.0/2040/2-6 3 150000 – 400000/mm <10 11.0 – 12.6 s 31.0 – 47.0 s 132 – 147 mEq/L 3.30 – 5.40 mEq/L 94.0 – 111.0 mEq/L <50.0 mg/dL 0.80 – 1.30 mg/dL 79.90 – 117.00 mL/min/1.73m2 <33 U/l <50 U/l 0 – 300 g/L 136.0 – 384.0 mg/dL 3.4 – 4.8 g/dL 0.9 – 1.7 mmol/L Non-reaktif 7.350 – 7.450 35.00 – 45.00 mmHg 75.00 – 100.00 mmHg 21.00 – 25.00 mmol/L 21.00 – 27.00 mmol/L -2.50 - +2.50 mmol/L 95.00 – 98.00 % 22.0 – 24.0 mmol/L protein (1+), glukosa (-), keton (1+), darah (+2), bilirubin (-), urobilinogen (16 umol/L), nitrit (-), leukosit esterase (trace) Mikros: epitel (1+), leu 4-5/LPB, eri 8-10/LPB, silinder granular 23/LPK, kristal (-), bakteri (+) Analisis Tinja (trace), glukosa (). Keton (-) darah (trace), bilirubin (). Urobilinogen 3.2, nitrit (-), leukosit esterase (-) Mikros: leu 67/LPB, eri 12/LPB, silinder (-), kristal (-), bakteri (-), sel ragi (+), hifa (-) Cokelat, lembek, lendir (-), darah (-), pus (-), leu 3-4, eri 6-9, telur cacing (), amoeba (-), lemak (-), serat tumbuhan (+), serat otot (-), darah samar tinja (+) Hijau, cair, lendir (+), darah (-), pus (-), leu 6-8, eri 45, telur cacing (-), amoeba (-), lemak (-), serat tumbuhan (+), serat otot (-), darah samar tinja (+) Pemeriksaan Radiologi (31 Desember 2013) Pemeriksaan radiografi toraks proyeksi AP - Jantung kesan membesar Aorta dan mediastinum superior tidak melebar Trakea di tengah, kedua hilus tidak menebal Tampak infiltrat di perikardial kanan Kedua hemidiafragma licin, kedua sinus kostofrenikus lancip Jaringan lunak dinding dada terlihat baik Tampak fraktur costae 7 lateral kanan Pemeriksaan Schaedel proyeksi AP/lateral - Tidak tampak diskontinuitas pada tabula interna, diploe, dan tabula eksterna Tidak tampak tanda-tanda fraktur pada os kalvaria Sella tursika baik dan dorsum sella baik Jaringan lunak sekitar kalvaria baik Kesan: tidak tampak tanda fraktur tulang-tulang kalvaria Pemeriksaan radiografi servikal proyeksi AP dan lateral - Kelengkungan vertebra servikal melurus Kedudukan vertebra servikal baik, tidak tampak listesis Pedikel intak, tidak tampak tanda-tanda fraktur Tampak spur formation di sisi anterior korpus vertebra C3-6 Tidak tampak penyempitan celah diskus intervertebralis Sendi-sendi vertebra servikal terlihat baik Jaringan lunak sekitar vertebra servikal baik Kesan: tidak tampak fraktur pada vertebra servikal, straight cervical, spondylosis servikalis Pemeriksaan radiografi pelvis proyeksi AP - Tampak diskontinuitas pada iliac wing kanan, ramus pubis superior dan inferior bilateral, dan os ischium kiri Celah sendi dan permukaan sendi sakroiliakan bilateral masih baik Tampak endorotasi caput femur kanan terhadap acetabulum Kesan: fraktur multipel di iliac wing kanan, ramus pubis superior dan inferior bilateral, dan os ischium kiri FAST (31 Desember 2013) Tidak ada cairan bebas Daftar Masalah 1. Sepsis perbaikan ec GEA 2. Fraktur tertutup sternum 3. Fraktur tertutup pelvis MTC 1 dalam traksi skeletal 4. Hipoalbuminemia 5. Anemia normositik normokrom 6. Hipertensi grade I Terapi Diet 1900 kkal IVFD asering 500 cc/6 jam Albumin IV 20% selama 3 hari Pro ORIF sternum elektif Toleransi operasi : konsultasi anestesi dan IPD, cek DPL, PT/APTT, SGOT, SGPT, Ur/Cr, elektrolit, GDS Atasi Infeksi : Ciprofoloxacin 2x500 mg IV, Metronidazole 3x500 mg PO Atasi Nyeri Atasi stress ulcer : omeprazole 2x40 mg, sukralfat 4xCI Atasi diare Atasi perdarahan : Asam traneksamat 3x500 mg, vit K 3x10 mg, vit c 2x200 mg : paracetamol 3x1 g IV : activated attapulgit 2 tab/diare max 12 tab/hari, Smecta 3 x 1 Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam Ad functionam: dubia ad bonam Ad sanationam: dubia ad bonam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Fraktur dapat didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas struktural jaringan baik pada tulang, lempeng epifisis, ataupun kartilago.1 Fraktur sternum merupakan diskontinuitas korteks sternum akibat trauma langsung ataupun proses patologis pada sternum. Fraktur ini dapat terjadi secara tunggal (isolated sternal fracture/ ISF) ataupun bersamaan dengan cedera lain, seperti fraktur costae, pneumotoraks, atau hematotoraks.2,3 2.2. Insidensi dan Penyebab Fraktur sternum didiagnosis pada 3,7% korban kecelakaan lalu lintas yang datang ke rumah sakit.2 Walaupun fraktur ini tergolong fraktur yang jarang terjadi namun insidensnya meningkat setelah adanya peraturan penggunaan sabuk pengaman.4 Mekanisme trauma diklasifikasikan menjadi trauma langsung dan tidak langsung. Trauma langsung umumnya disebabkan trauma deselerasi dan trauma tumpul pada dada yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (83%). Fraktur sternum lebih sering terjadi pada pengemudi mobil atau penumpang yang duduk di kursi depan karena mereka tertahan oleh sabuk pengaman ketika terjadi benturan. Pengemudi juga bisa membentur setir mobil walaupun tidak memakai sabuk pengaman. Insidens untuk pengemudi 4,1%, penumpang kursi depan 6,3%, dan penumpang lainnya 0,8%.2 Penyebab lain seperti benturan kendaraan dan pejalan kaki, jatuh, serta penganiayaan juga dapat terjadi. Trauma tidak langsung disebabkan oleh fraktur insufisiensi, fraktur stres, dan fraktur patologis. Fraktur insufisiens terjadi spontan pada kifosis toraks berat dan pada osteoporosis. Pasien tua, post menopause, dan pasien dengan terapi steroid jangka panjang memiliki risiko lebih tinggi. Fraktur stres juga sering terjadi pada atlet yang melakukan latihan tubuh bagian atas secara rutin walaupun tanpa adanya riwayat trauma akut.4 2.3. Gejala Klinis Fraktur sternum dapat terjadi secara terisolasi tanpa adanya cedera yang lain. Nyeri dada merupakan gejala yang paling dominan dan terjadi selama kurang lebih 8-12 minggu). Nyeri dada yang terlokalisasi ini lebih berat pada saat pasien menarik napas dalam dan batuk dikarenakan sternum terlibat pada semua gerakan dinding dada terutama bernapas dan batuk.2,4 Nyeri dada ini terutama terjadi pada pasien fraktur sternum terisolasi dan 2/3 pasien hanya membutuhkan analgesik saja. Namun nyeri ini juga tidak bisa diremehkan karena dapat menyebabkan gangguan ventilasi yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi dada. Apabila fraktur sternum disertai dengan cedera lainnya maka pasien bisa datang dengan sesak napas, memar pada dinding dada, dan gangguan jantung.2 Cedera yang menyertai fraktur sternum dapat dibagi menjadi tiga yaitu :4 1. Cedera Jaringan Lunak Pneumothoraks, hematothoraks, tamponade jantung, kontusio miokard (6-12%) dan pulmoner, injuri abdomen dan diafragma 2. Cedera Dinding Dada Fraktur iga, flail chest, dislokasi sternoklavikular 3. Cedera Vertebra dan Kranium Fraktur kompresi vertebra toraks, trauma kepala, leher, dan ekstremitas Cedera pulmoner, efusi perikardium, fraktur vertebra dan iga lebih sering terjadi pada fraktur displaced dan tidak stabil. Gambar 2.1. Insidensi cedera lain yang terjadi bersama dengan fraktur sternum4 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya takipnea, sianosis, dan penggunaan otot bantu napas. Dari inspeksi dinding dada dapat ditemukan ekimosis atau kontusi dengan atau tanpa deformitas. Pada palpasi dapat dirasakan adanya krepitus. Gambar 2.2. Tanda yang ditemukan pada cedera lain yang terjadi pada fraktur sternum4 Derajat fraktur sternum diklasifikasikan menurut Johnson-Branfoot yang membaginya ke dalam empat tingkatan, yaitu5 Tabel 2.1. Derajat fraktur Johnson-Branfoot5 Grade Penjelasan I Fraktur melibatkan korteks anterior II Fraktur melibatkan korteks anterior dan posterior III Grade II + <50% pergeseran segmen posterior salah satu elemen fraktur IV Grade II + >50% pergeseran segmen posterior salah satu elemen fraktur Gambar 2.3. Derajat fraktur Johnson-Branfoot5 2. 4. Pemeriksaan Pada kondisi akut pasien harus diresusitasi sesuai dengan guideline ATLS yaitu memastikan jalur napas yang paten disertai kontrol c-spine, pemeriksaan napas dan sirkulasi, serta kondisi membahayakan nyawa lainnya yang harus segera diidentifikasi dan ditangani saat survei primer seperti tension pneumothorax, massive hemothorax, open pneumothorax, tamponade jantung, dan flail chest. GCS pasien serta status neurovaskular ekstremitas atas juga harus dinilai. Pakaian pasien juga harus dibuka untuk melihat adanya lebam, perdarahan atau injuri di tempat lain. Survei sekunder mencakup anamnesis lengkap, pemeriksaan kepala, vertebra, punggung, dan ekstremitas. Injuri dada yang diidentifikasi pada survei sekunder adalah fraktur iga, kontusi pulmoner, pneumotoraks sederhana, hemotoraks sederhana, cedera aorta tumpul, cedera miokard tumpul.4 Foto polos dada lateral merupakan baku emas dalam mendiagnosis fraktur sternum karena fraktur dan pergerakan fragmen fraktur (displacement) atau dislokasi terjadi pada bidang sagital. Foto polos dada AP bermanfaat untuk mendeteksi adanya cedera lainnya termasuk fraktur iga, kontusio pulmoner, dan hematothoraks atau pneumothoraks serta pelebaran mediastinum. CT axial dianggap lebih inferior dalam mendiagnosis fraktur sternum dikarenakan potongan CT dapat melewatkan adanya fraktur sternum transversal. USG sebenarnya memiliki sensitivitas yang sebanding dengan foto polos bahkan dianggap lebih superior. Akan tetapi sifat USG yang operator-dependen membuat foto polos tetap menjadi lini pertama modalitas radiografi, selain itu USG juga tidak bisa melihat derajat pergeseran fragmen fraktur. Walaupun demikian USG lebih superior dalam mendeteksi fraktur iga dan efusi pleura. Bone scintigraphy sebenernya sangat superior dalam diagnosis fraktur sternum bahkan fraktur yang terlewatkan pada foto polos namun modalitas ini jarang dipakai karena ketidaktersediaan dan cost effectivenya.4 Pemeriksaan dengan pulse oksimetri, EKG, observasi adanya kontusio miokard harus selalu dilakukan pada semua kasus. Jika dicurigai adanya kontusio miokard perlu dilakukan pemeriksaan biomarker seperti CK-MB dan troponin serta echocardiografi. Apabila konsentrasi troponin I atau T normal pada saat pasien masuk ke rumah sakit, pengukuran kedua dilakukan 4-6 jam setelahnya untuk mengekslusi adanya injuri miokard.4 Gambar 2.3. Temuan ekokardiografi pada cedera miokard4 2.5. Tatalaksana Umumnya fraktur sternum berupa fraktur yang sederhana, tidak bergeser, dan tidak membutuhkan tindakan operasi. Tatalaksana konservatif menggunakan NSAID untuk mengatasi nyeri sudah cukup untuk kebanyakan kasus. Terlebih lagi dari penelitian terbukti bahwa pasien dengan fraktur sternum tanpa pergeseran fragmen yang berat, membutuhkan analgesik kompleks, dan komorbiditas yang bermakna tidak perlu dirawat di rumah sakit. Ketika nyeri tidak bisa diatasi dengan obat anti nyeri dan terdapat kondisi lain seperti alasan kosmetik, mal union, nonunion, kompresi jantung maka dibutuhkan operasi.6 Terdapat beberapa cara untuk memperbaiki sternum yaitu menggunakan steel wire, suture materials, plat alumunium dengan tujuh lubang, plat Sternolock X dengan delapan lubang, plat sternum-ostesynthesis, plat berbentuk t. Tidak ada konsensus yang menyatakan metode mana yang paling baik. Pemilihan metode mempertimbangkan biaya operasi dan tatalaksana yang sukses tanpa infeksi ataupun revisi. Metode yang paling efektif dalam segi biaya adalah suture materials atau steel wire namun ternyata metode ini kurang begitu sukses dan membutuhkan revisi sehingga memakan biaya lebih. Penelitian lain juga menyatakan bahwa dalam menggunakan plat sebaiknya hanya memakai satu plat dan memilih plat yang tidak perlu dikeluarkan lagi untuk mengurangi morbiditas pasien.6 2. 6. Prognosis dan Komplikasi Prognosis pada fraktur sternum terisolasi sangat bagus dan umumnya sembuh secara komplit dalam beberapa minggu (kurang lebih 10.4 minggu).2 Pasien dengan fraktur sternum terisolasi dan tidak ada kelainan pada EKG serta pemeriksaan enzim jantung pada beberapa jam setelah trauma dikategorikan sebagai kasus yang tidak membahayakan dan dapat dipulangkan dari IGD dalam waktu 24 jam.1 Mortalitas pada fraktur sternum hanya 0,7%, akan tetapi 2/3 fraktur disertai dengan cedera lainnya dan meningkatkan mortalitas menjadi 25-45% (bergantung pada seberapa jauh keterlibatan organ lain dalam dada).4 Gambar 2.4. Mortalitas pada fraktur sternum dengan cedera lain4 Komplikasi yang terjadi meliputi non-union dan pseudoarthrosis yang nyeri serta membutuhkan suatu intervensi bedah. Faktor predisposisi terjadinya gangguan penyatuan atau penyatuan yang tertunda antara lain faktor mekanik dan anatomis seperti instabilitas dan kontak antar tulang yang buruk. Abnormalitas kalsium, vitamin D, dan hormon paratiroid juga berpengaruh dalam penyembuhan. Osteomielitis, abses sternum, mediastinitis, ruptur aorta juga dapat terjadi walaupun jarang. Faktor risiko terjadinya abses mediastinum post trauma antara lain hematoma, penyalahgunaan obat suntik, dan sumber infeksi stafilokokkus.4 Permasalahan lain yang dapat timbul akibat fraktur sternum adalah trauma parenkim paru dan trauma tumpul jantung (blunt cardiac injury/ BCI). Risiko ini semakin meningkat apabila disertai dengan fraktur costae. Tanda terjadinya BCI dapat dinilai dari EKG dan echokardiografi. Perubahan yang dapat terlihat pada EKG baik pada saat pertama kali datang atau dalam perawatan 24 jam pertama, antara lain perubahan segmen ST, blok sinus atrioventrikular derajat I, bundle branch block, fibrilasi atrium, sinus takikardia persisten, dan ekstrasistol ventrikel. Temuan pada echokardiografi pada jantung adalah efusi perikardium dan gangguan motilitas regional.7 Gambar 2.5. Protokol perawatan pada fraktur sternum7 BAB III PEMBAHASAN Pasien laki-laki 50 tahun, datang dengan keluhan utama nyeri pada dada dan panggul pasca kecelakaan lalu lintas 2 hari SMRS. Berdasarkan anamnesis didapatkan riwayat trauma pada pasien yaitu : Mechanism of injury : Tertabrak mobil dari arah belakang dengan kecepatan tinggi, tubuh sisi kanan tertabrak dan bagian depan tubuh terbentur pintu sebelum akhirnya terlempar dan sempat terguling di jalan aspal Injuries Sustained: adanya fraktur tertutup pada pertengahan sternum komplit dengan pergeseran fragmen fraktur, fraktur costae 7 lateral kanan, fraktur tertutup pelvis multipel. Pasien dicurigai mengalami perdarahan pada rongga pelvis. Tidak ditemukan adanya trauma pada parenkim jantung dan paru-paru. Signs : o Tekanan darah : 124/58 mmHg o Nadi : 107 x/menit o Suhu : 36ᵒC o Pernapasan : 22 x/menit o Airway – Breathing - Circulation baik Treatment : Pasien dilakukan stabilisasi di Lampung sebelum dirujuk ke RSCM. Selama perawatan, pasien sudah diberikan obat anti nyeri dan traksi skeletal pada distal femur dextra Berdasarkan survei primer, tidak didapatkan adanya tanda kegawatdaruratan di bidang toraks pada pasien. Observasi pada survei sekunder didapatkan salah satunya adalah fraktur sternum. Berdasarkan kriteria Johnson-Branfoot, fraktur sternum pada pasien ini termasuk ke dalam derajat III. Selain itu, pada gambaran foto toraks AP, ditemukan adanya fraktur costae 7 lateral kanan. Gambaran EKG pada pasien ini masih dalam batas normal. Untuk memeriksa ada tidaknya trauma tumpul pada jantung, seharusnya dilakukan EKG ulangan dan echokardiografi untuk menilai ada tidaknya perubahan pada pasien. Fraktur sternum umumnya diobservasi dalam 24 jam dan apabila kondisi pasien stabil dapat segera dipulangkan. Akan tetapi, pasien ini memiliki faktor penyulit lain di mana mengalami fraktur pelvis multipel yang cukup berat dan diduga mengalami perdarahan masif yang ditandai dengan kadar Hb yang rendah saat datang (anemia normositik normokrom). Walaupun nyeri pada pasien dapat dikontrol dengan obat anti nyeri namun fraktur sternum pada pasien merupakan fraktur displaced dengan adanya cedera lain berupa fraktur iga yang berisiko mengakibatkan cedera lain pada sistem kardiopulmoner sehingga diindikasikan untuk operasi. Operasi yang direncanakan berupa open reduction internal fixation (ORIF), namun bersifat elektif. Saat ini, pembiayaan kesehatan pasien masih mandiri dan menunggu jaminan. Tujuan fiksasi sternum adalah untuk mengurangi nyeri dan mencegah terjadinya komplikasi lanjutan pada struktur sekitar, seperti parenkim jantung dan paru-paru. DAFTAR PUSTAKA 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system. 3rd Ed. Pensylvania: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. P 417-35 2. Kouritas VK, Zisis C, Vahlas K, Roussakis AG, Bellenis I. Isolated sternal fractures treated on an outpatient basis. Am J Emerg Med 2013;31:227-30 3. Jeyam M, Wallace PW, Tibrewal S. Sternal fractures. Nottingham : Queen’s Medical Care. 2008 September. P. 1-6 4. Khoriati A, Rajakulasingam R, Shah R. Sternal fractures and their management. J Emerg Trauma Shock. 2013 Apr-Junn: 6(2):113-116 5. Johnson I, Branfoot T. Sternal fracture – a modern review. Arch Emerg Med 1992;10:24-8 6. Yoldas B, Esms H, Calik M. Stenal fractures: “operative treatment” should be kept in mind. J Res Med Sci. 2012 August; 17(8):814-5 7. Waele JJD, Calle PAA, Blondeel L, Vermassen FEG. Blunt cardiac injury in patients with isolated sternal fractures: the importance of fracture grading. Eur J Trauma 2002;28:178-82