SM 08-2013-KHUTBAH

advertisement
Khutbah Jum'at
BURUKNYA PERBUATAN TERGESA-GESA
ALI YUSUF, STHI, MHUM
Sebagaimana firman Allah SwT:
Jamaah Jum’ah rahimakumullah.
Secara fitrah, setiap manusia akan
memuji sikap tenang dan akan mencela
sikap tergesa-gesa. Fitrah ini akan
muncul karena dalam kehati-hatian
terdapat keselamatan dan pada
ketergesa-gesaan terdapat penyesalan.
Dalam ajaran Islam, kita mengenal dua
istilah yang memiliki kemiripan namun
berbeda secara makna dan akibat yang
terjadi darinya. Kedua istilah itu adalah
al-Mubadara (bergegas atau bersegera
dan al-Ajalah (tergesa-gesa).
Al-mubadara artinya bergegas atau
bersegera, adalah sikap seorang
Muslim dalam dalam melaksanakan
ajaran Islam. Sikap al-mubadara ini
terjadi karena adanya sebuah
kesungguhan, tekad yang bulat dan
motivasi yang kuat untuk mengerjakan
sesuatu dengan penuh perhitungan
tanpa tergesa-gesa. Apabila sudah
masuk waktu shalat segera dikerjakan,
tidak ditunda-tunda. Jika sudah
menyelesaikan suatu pekerjaan segera
mengerjakan yang lainnya.
Artinya: “Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan)
yang lain. Dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap,” (Al-lnsyirah [94]: 7-8).
Sikap al-mubadara jelas sangat
berbeda dengan sikap al-Ajalah
(tergesa-gesa) karena semua bentuk
dan ketergesaan itu datangnya dari
setan. Sikap al-ajalah ini terjadi karena
sempitnya berpikir dan cara pandang
yang salah. Berniat mengerjakan
sesuatu ingin dengan cepat, tanpa
perhitungan akibat apa yang akan terjadi
setelahnya. Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Sahl bin Sa’ad ra
berkata, Rasulullah saw bersabda:
Tergesa-gesa itu dari setan,” (HR.
Tirmidzi).
Sikap tergesa seperti ini akan
menghilangkan kemantapan,
ketenangan dan kesabaran.
Sehingga akibatnya, meletakkan
sesuatu bukan pada tempatnya. Yang
akhirnya mendatangkan keburukan dan
menghalangi kebaikan. Seorang
Muslim harus meninggalkan perbuatan
setan ini, setiap melakukan suatu
tindakan hendaklah berhati-hati dan
jangan tergesa-gesa, karena
keselamatan itu tergantung pada
ketergesa-gesaan yang diperbuat
olehnya. Kehati-hatian itu datangnya dari
Allah, hal ini perbuatan yang terpuji,
sedangkan tergesa itu datangnya dari
setan dan itu termasuk perbuatan yang
tercela. Sebagaimana riwayat Anas bin
Malik dalam kitab Syuabul Iman
dikatakan:
Artinya: “Ketenangan itu dari Allah
dan tergesa itu dari setan,” (Syuabul
Iman 4/89).
Ketergesaan tidak hanya terjadi
dalam sebuah tindakan atau pekerjaan
sehari-hari. Di dalam berdoa kepada
Allah pun tidak boleh kita memohon
kepada Allah dengan tergesa. Adapun
yang dimaksud tergesa dalam berdoa
adalah, seseorang yang berdoa dengan
berburuk sangka kepada Allah bahwa
doa yang dipanjatkannya itu tidak akan
dikabulkan oleh Allah, atau orang yang
tergesa dalam berdoa itu adalah
mereka yang berdoa kepada Allah,
tetapi mengomentari dan
mempertanyakan secara terus terang
kenapa doa-doa yang dipanjatkannya
tidak pernah dikabulkan oleh Allah.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad
saw:
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Dikabulkan
doa seseorang di antara kamu selama
doanya tidak tergesa, berkatalah ia
SUARA MUHAMMADIYAH 08 / 98 | 16 - 30 APRIL 2013
31
Khutbah Jum'at
(orang yang berdoa) aku telah berdoa
tetapi tidak dikabulkan doa itu untukku“
(HR. Bukhari)
Hadirin Jamaah Jum’ah yang
dirahmati Allah.
Sikap berhati-hati itu perbuatan yang
terpuji, dan tergesa-gesa itu perbuatan
yang tercela. Ada tiga syarat yang
menjadi tercelanya suatu ketergesagesaan. Pertama, perbuatan yang
dilakukan bukan berupa ketaatan
kepada Allah.
Sa’ad bin Abi Waqas meriwayatkan
bahwa Nabi Muhammad saw
bersabda:
Artinya: “Perlahan-lahan dalam
segala hal itu baik kecuali dalam
melakukan amal untuk akhirat,” (HR.
Baihaqi dan Abu Daud).
Al-Ghazali meriwayatkan dari Hatim
al-Asham yang berkata, tergesa-gesa
itu dari setan kecuali pada lima perkara
merupakan Sunnah Rasulullah saw
yaitu: memberi makan orang yang
miskin, mengurus jenazah,
mengawinkan anak gadis, melunasi
utang dan bertaubat dari dosa. Ali bin
Abi Thalib juga meriwayatkan bahwa
Nabi Muhammad saw pernah
berpesan kepadanya dengan tiga hal
yang harus disegerakan.
Hadirin Jamaah Jum’ah yang
dirahmati Allah.
Kedua, perbuatan tersebut
dilakukan tanpa melalui perencanaan
dan pertimbangan yang mantap.
Adapun jika sebelumnya dilakukan
pertimbangan, musyawarah,
pengkajian, riset atau istikharah maka
tidak ada alasan lagi untuk
menundanya. Seorang penyair
berucap:
Artinya: “Jika Anda punya pendapat
mantapkanlah hati Anda, karena
rusaknya pendapat seseorang
disebabkan selalu ragu dan bimbang.”
Ketiga, perbuatan ketergesagesaan tersebut dilakukan karena
terlalu khawatir akan cepat hilangnya
suatu kesempatan (padahal waktunya
cukup banyak untuk berbuat lebih hatihati). Lain hal jika pekerjaan yang
dilakukan itu terbatas waktunya maka ia
tidak boleh menunda-nundanya.
KHUTBAH II
Artinya: “Wahai Ali, ada tiga
perkara yang tidak boleh engkau
tunda-tunda, yaitu shalat apabila telah
tiba waktunya, jenazah apabila sudah
hadir dan wanita apabila telah
mendapatkan jodoh yang cocok,” (HR.
Tirmidzi).
32
Dengan penjelasan di atas marilah kita
biasakan untuk melakukan segala sesuatu
dengan segera dan penuh perhitungan,
jangan sampai apa yang kita lakukan
tergesa-gesa sehingga akibat buruklah
yang akan menimpa diri kita sendiri.
Akhirnya marilah kita berdoa
dengan khusyu’, tawadhu dan ikhlas
sambil beristigfar dan berharap doa kita
dikabulkan Allah SwT.•
SUARA MUHAMMADIYAH 08 / 98 | 5 - 19 JUMADILAKHIR 1434 H
Ali Yusuf STh I, MHum (anggota MTTPWM DIY, alumni Pendidikan Ulama
Tarjih Muhammadiyah).
Khutbah Jum'at
KOMITMEN MENGILMUI ISLAM
SETYADI RAHMAN
seorang Muslim harus mendakwahkan
Islam; dan (5) seorang Muslim harus
bersabar dalam ber-Islam. Komitmen
pertama yang dengannya seorang
Muslim harus mengimani Islam, telah
disampaikan pada pertemuan yang lalu.
Pada khutbah kali ini, akan kita
renungkan bersama komitmen yang
kedua, yaitu seorang Muslim harus
mengilmui Islam.
Jamaah sidang Jum’ah yang
dimulyakan Allah.
Pada khutbah Jum’at beberapa
waktu yang lalu pernah disampaikan
tentang pentingnya seorang Muslim
memiliki lima komitmen yang kuat
terhadap Islam sebagai agama yang
diyakininya. Ketika seseorang
menyatakan diri sebagai seorang
Muslim, dengan cara bersyahadat,
berikrar di hadapan Allah yang Maha
Ghaib, dengan disaksikan para
malaikat dan sesama manusia,
sesungguhnya ia harus menyadari
akan konsekuensi logisnya, yakni ia
harus mematrikan dalam dirinya lima
komitmen atau “rasa keterikatan diri”
seorang Muslim terhadap agamanya.
Lima komitmen yang dimaksud
adalah (1) seorang Muslim harus
mengimani Islam; (2) seorang Muslim
harus mengilmui Islam; (3) seorang
Muslim harus mengamalkan Islam; (4)
Zumratal mukminin rahimakumullah.
Yang dimaksud dengan komitmen
kedua seorang Muslim ialah bahwa
setiap Muslim, baik laki-laki maupun
perempuan, wajib memperluas dan
memperdalam ilmu pengetahuan
tentang Islam, yakni berusaha untuk
mengerti, memahami, dan menghayati,
serta menguasai Islam, dalam segala
aspek ajarannya, sesuai dengan
kemampuannya masing-masing,
dalam setiap kesempatan secara terus
menerus sampai mati.
Komitmen ini menjadi terasa ringan
ketika kita menyadari bahwa secara
global menuntut ilmu tanpa dikotomi ilmu
agama-ilmu umum, merupakan
kewajiban individual seorang Muslim,
sebagaimana Rasulullah saw
bersabda:
Artinya: “Menuntut ilmu
(pengetahuan) itu wajib bagi setiap
Muslim (laki-laki maupun
perempuan).” (H.R. Ibnu Majah)
Lebih dari itu, agama Islam adalah
agama ilmu pengetahuan, dalam arti
agama yang mencerdaskan umat
manusia yang telah diberi Allah SwT
kekuatan akal, bukan agama yang
membodohi mereka dengan berbagai
mitos dan klenik yang tidak jelas ujung
pangkalnya. Perintah “membaca” yang
diulang dua kali pada wahyu pertama
yang diterima Rasulullah Saw menjadi
bukti tak terbantahkan akan hal itu.
Bukankah membaca merupakan kunci
ilmu pengetahuan?
Artinya: “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan. (*) Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal
darah. (*) Bacalah, dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah. (*) Yang
mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. (*) Dia
mengajarkan kepada manusia (segala)
sesuatu yang tidak diketahuinya.”
(Q.s. Al-‘Alaq [96]: 1-5)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Rasulullah saw pernah
mengisyaratkan adanya kebaikan yang
telah diterima seorang Muslim dari Allah
SwT, manakala ia memiliki
pemahaman dan penguasaan ilmu
agama yang mendalam, sebagaimna
sabdanya:
Artinya: “Barang siapa yang
SUARA MUHAMMADIYAH 08 / 98 | 16 - 30 APRIL 2013
33
Khutbah Jum'at
dikehendaki Allah (mendapatkan)
kebaikan, niscaya Dia akan
memberikan kepadanya kefahaman di
dalam (urusan) agama.” (H.R. Bukhari,
Muslim, dan perawi lainnya)
Oleh karena itu, sudah sepatutnya
kita senantiasa bersyukur kepada Allah
SwT. Mengapa demikian? Karena
Allah SwT telah melapangkan hati kita
untuk dapat menerima Islam sebagai
agama yang memengaruhi dan
mewarnai hidup kita, dan sekaligus
menandai kita sebagai hamba-Nya
yang senantiasa berada di dalam
naungan cahaya-Nya. Allah SwT
menegaskan di dalam Al-Qur’an
dengan firman-Nya sebagai berikut.
Artinya: “Maka apakah orang-orang
yang dilapangkan hatinya oleh Allah
untuk (menerima) Islam, lalu ia
mendapatkan cahaya dari Tuhannya
(sama dengan orang yang keras
hatinya)? Maka celakalah bagi orang
yang keras hatinya dari mengingat
Allah. Mereka itulah dalam kesesatan
yang nyata” (Q.s. Az-Zumar [39]: 22)
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa untuk menjadi seorang Muslim
yang “kaffah”, tidaklah cukup baginya
untuk berhenti hanya sampai kepada
“komitmen mengimani Islam”, namun
perlu memperkuatnya dengan
“komitmen mengilmui Islam” dan
melengkapinya dengan komitmenkomitmen lainnya, yang akan
dibicarakan pada pertemuan khutbah
berikutnya.
34
ilmu pengetahuan dan pemahaman
yang mendalam tentang Islam sebagai
satu-satunya agama yang diridlai Allah
SwT.•
KHUTBAH II
Jamaah sidang Jum’ah yang
dimulyakan Allah.
Marilah kita akhiri renungan Jum’at
pada siang hari ini dengan berdoa ke
hadirat Allah SwT. Semoga Allah SwT
berkenan menjadikan kita sebagai
orang yang antara lain, memiliki
komitmen atau rasa keterikatan diri
yang kuat untuk tidak berhenti menggali
Drs Setyadi Rahman adalah Guru
Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
Yogyakarta dan Dosen STAIT Jogja.
AGEN
SUARA MUHAMMADIYAH DI MADURA
SUARA MUHAMMADIYAH 08 / 98 | 5 - 19 JUMADILAKHIR 1434 H
MUHAMMAD IHSAN
SMA Muhammadiyah
Arjasa Kangean, Madura,
Jawa Timur
Hp. 0853 34644 690
Download