Khutbah Jum'at BURUKNYA PERBUATAN TERGESA-GESA ALI YUSUF, STHI, MHUM Sebagaimana firman Allah SwT: Jamaah Jum’ah rahimakumullah. Secara fitrah, setiap manusia akan memuji sikap tenang dan akan mencela sikap tergesa-gesa. Fitrah ini akan muncul karena dalam kehati-hatian terdapat keselamatan dan pada ketergesa-gesaan terdapat penyesalan. Dalam ajaran Islam, kita mengenal dua istilah yang memiliki kemiripan namun berbeda secara makna dan akibat yang terjadi darinya. Kedua istilah itu adalah al-Mubadara (bergegas atau bersegera dan al-Ajalah (tergesa-gesa). Al-mubadara artinya bergegas atau bersegera, adalah sikap seorang Muslim dalam dalam melaksanakan ajaran Islam. Sikap al-mubadara ini terjadi karena adanya sebuah kesungguhan, tekad yang bulat dan motivasi yang kuat untuk mengerjakan sesuatu dengan penuh perhitungan tanpa tergesa-gesa. Apabila sudah masuk waktu shalat segera dikerjakan, tidak ditunda-tunda. Jika sudah menyelesaikan suatu pekerjaan segera mengerjakan yang lainnya. Artinya: “Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap,” (Al-lnsyirah [94]: 7-8). Sikap al-mubadara jelas sangat berbeda dengan sikap al-Ajalah (tergesa-gesa) karena semua bentuk dan ketergesaan itu datangnya dari setan. Sikap al-ajalah ini terjadi karena sempitnya berpikir dan cara pandang yang salah. Berniat mengerjakan sesuatu ingin dengan cepat, tanpa perhitungan akibat apa yang akan terjadi setelahnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw: Artinya: “Dari Sahl bin Sa’ad ra berkata, Rasulullah saw bersabda: Tergesa-gesa itu dari setan,” (HR. Tirmidzi). Sikap tergesa seperti ini akan menghilangkan kemantapan, ketenangan dan kesabaran. Sehingga akibatnya, meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Yang akhirnya mendatangkan keburukan dan menghalangi kebaikan. Seorang Muslim harus meninggalkan perbuatan setan ini, setiap melakukan suatu tindakan hendaklah berhati-hati dan jangan tergesa-gesa, karena keselamatan itu tergantung pada ketergesa-gesaan yang diperbuat olehnya. Kehati-hatian itu datangnya dari Allah, hal ini perbuatan yang terpuji, sedangkan tergesa itu datangnya dari setan dan itu termasuk perbuatan yang tercela. Sebagaimana riwayat Anas bin Malik dalam kitab Syuabul Iman dikatakan: Artinya: “Ketenangan itu dari Allah dan tergesa itu dari setan,” (Syuabul Iman 4/89). Ketergesaan tidak hanya terjadi dalam sebuah tindakan atau pekerjaan sehari-hari. Di dalam berdoa kepada Allah pun tidak boleh kita memohon kepada Allah dengan tergesa. Adapun yang dimaksud tergesa dalam berdoa adalah, seseorang yang berdoa dengan berburuk sangka kepada Allah bahwa doa yang dipanjatkannya itu tidak akan dikabulkan oleh Allah, atau orang yang tergesa dalam berdoa itu adalah mereka yang berdoa kepada Allah, tetapi mengomentari dan mempertanyakan secara terus terang kenapa doa-doa yang dipanjatkannya tidak pernah dikabulkan oleh Allah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw: Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Dikabulkan doa seseorang di antara kamu selama doanya tidak tergesa, berkatalah ia SUARA MUHAMMADIYAH 08 / 98 | 16 - 30 APRIL 2013 31 Khutbah Jum'at (orang yang berdoa) aku telah berdoa tetapi tidak dikabulkan doa itu untukku“ (HR. Bukhari) Hadirin Jamaah Jum’ah yang dirahmati Allah. Sikap berhati-hati itu perbuatan yang terpuji, dan tergesa-gesa itu perbuatan yang tercela. Ada tiga syarat yang menjadi tercelanya suatu ketergesagesaan. Pertama, perbuatan yang dilakukan bukan berupa ketaatan kepada Allah. Sa’ad bin Abi Waqas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Artinya: “Perlahan-lahan dalam segala hal itu baik kecuali dalam melakukan amal untuk akhirat,” (HR. Baihaqi dan Abu Daud). Al-Ghazali meriwayatkan dari Hatim al-Asham yang berkata, tergesa-gesa itu dari setan kecuali pada lima perkara merupakan Sunnah Rasulullah saw yaitu: memberi makan orang yang miskin, mengurus jenazah, mengawinkan anak gadis, melunasi utang dan bertaubat dari dosa. Ali bin Abi Thalib juga meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw pernah berpesan kepadanya dengan tiga hal yang harus disegerakan. Hadirin Jamaah Jum’ah yang dirahmati Allah. Kedua, perbuatan tersebut dilakukan tanpa melalui perencanaan dan pertimbangan yang mantap. Adapun jika sebelumnya dilakukan pertimbangan, musyawarah, pengkajian, riset atau istikharah maka tidak ada alasan lagi untuk menundanya. Seorang penyair berucap: Artinya: “Jika Anda punya pendapat mantapkanlah hati Anda, karena rusaknya pendapat seseorang disebabkan selalu ragu dan bimbang.” Ketiga, perbuatan ketergesagesaan tersebut dilakukan karena terlalu khawatir akan cepat hilangnya suatu kesempatan (padahal waktunya cukup banyak untuk berbuat lebih hatihati). Lain hal jika pekerjaan yang dilakukan itu terbatas waktunya maka ia tidak boleh menunda-nundanya. KHUTBAH II Artinya: “Wahai Ali, ada tiga perkara yang tidak boleh engkau tunda-tunda, yaitu shalat apabila telah tiba waktunya, jenazah apabila sudah hadir dan wanita apabila telah mendapatkan jodoh yang cocok,” (HR. Tirmidzi). 32 Dengan penjelasan di atas marilah kita biasakan untuk melakukan segala sesuatu dengan segera dan penuh perhitungan, jangan sampai apa yang kita lakukan tergesa-gesa sehingga akibat buruklah yang akan menimpa diri kita sendiri. Akhirnya marilah kita berdoa dengan khusyu’, tawadhu dan ikhlas sambil beristigfar dan berharap doa kita dikabulkan Allah SwT.• SUARA MUHAMMADIYAH 08 / 98 | 5 - 19 JUMADILAKHIR 1434 H Ali Yusuf STh I, MHum (anggota MTTPWM DIY, alumni Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah). Khutbah Jum'at KOMITMEN MENGILMUI ISLAM SETYADI RAHMAN seorang Muslim harus mendakwahkan Islam; dan (5) seorang Muslim harus bersabar dalam ber-Islam. Komitmen pertama yang dengannya seorang Muslim harus mengimani Islam, telah disampaikan pada pertemuan yang lalu. Pada khutbah kali ini, akan kita renungkan bersama komitmen yang kedua, yaitu seorang Muslim harus mengilmui Islam. Jamaah sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah. Pada khutbah Jum’at beberapa waktu yang lalu pernah disampaikan tentang pentingnya seorang Muslim memiliki lima komitmen yang kuat terhadap Islam sebagai agama yang diyakininya. Ketika seseorang menyatakan diri sebagai seorang Muslim, dengan cara bersyahadat, berikrar di hadapan Allah yang Maha Ghaib, dengan disaksikan para malaikat dan sesama manusia, sesungguhnya ia harus menyadari akan konsekuensi logisnya, yakni ia harus mematrikan dalam dirinya lima komitmen atau “rasa keterikatan diri” seorang Muslim terhadap agamanya. Lima komitmen yang dimaksud adalah (1) seorang Muslim harus mengimani Islam; (2) seorang Muslim harus mengilmui Islam; (3) seorang Muslim harus mengamalkan Islam; (4) Zumratal mukminin rahimakumullah. Yang dimaksud dengan komitmen kedua seorang Muslim ialah bahwa setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, wajib memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Islam, yakni berusaha untuk mengerti, memahami, dan menghayati, serta menguasai Islam, dalam segala aspek ajarannya, sesuai dengan kemampuannya masing-masing, dalam setiap kesempatan secara terus menerus sampai mati. Komitmen ini menjadi terasa ringan ketika kita menyadari bahwa secara global menuntut ilmu tanpa dikotomi ilmu agama-ilmu umum, merupakan kewajiban individual seorang Muslim, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Menuntut ilmu (pengetahuan) itu wajib bagi setiap Muslim (laki-laki maupun perempuan).” (H.R. Ibnu Majah) Lebih dari itu, agama Islam adalah agama ilmu pengetahuan, dalam arti agama yang mencerdaskan umat manusia yang telah diberi Allah SwT kekuatan akal, bukan agama yang membodohi mereka dengan berbagai mitos dan klenik yang tidak jelas ujung pangkalnya. Perintah “membaca” yang diulang dua kali pada wahyu pertama yang diterima Rasulullah Saw menjadi bukti tak terbantahkan akan hal itu. Bukankah membaca merupakan kunci ilmu pengetahuan? Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (*) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (*) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. (*) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (*) Dia mengajarkan kepada manusia (segala) sesuatu yang tidak diketahuinya.” (Q.s. Al-‘Alaq [96]: 1-5) Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. Rasulullah saw pernah mengisyaratkan adanya kebaikan yang telah diterima seorang Muslim dari Allah SwT, manakala ia memiliki pemahaman dan penguasaan ilmu agama yang mendalam, sebagaimna sabdanya: Artinya: “Barang siapa yang SUARA MUHAMMADIYAH 08 / 98 | 16 - 30 APRIL 2013 33 Khutbah Jum'at dikehendaki Allah (mendapatkan) kebaikan, niscaya Dia akan memberikan kepadanya kefahaman di dalam (urusan) agama.” (H.R. Bukhari, Muslim, dan perawi lainnya) Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita senantiasa bersyukur kepada Allah SwT. Mengapa demikian? Karena Allah SwT telah melapangkan hati kita untuk dapat menerima Islam sebagai agama yang memengaruhi dan mewarnai hidup kita, dan sekaligus menandai kita sebagai hamba-Nya yang senantiasa berada di dalam naungan cahaya-Nya. Allah SwT menegaskan di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya sebagai berikut. Artinya: “Maka apakah orang-orang yang dilapangkan hatinya oleh Allah untuk (menerima) Islam, lalu ia mendapatkan cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang keras hatinya)? Maka celakalah bagi orang yang keras hatinya dari mengingat Allah. Mereka itulah dalam kesesatan yang nyata” (Q.s. Az-Zumar [39]: 22) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menjadi seorang Muslim yang “kaffah”, tidaklah cukup baginya untuk berhenti hanya sampai kepada “komitmen mengimani Islam”, namun perlu memperkuatnya dengan “komitmen mengilmui Islam” dan melengkapinya dengan komitmenkomitmen lainnya, yang akan dibicarakan pada pertemuan khutbah berikutnya. 34 ilmu pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang Islam sebagai satu-satunya agama yang diridlai Allah SwT.• KHUTBAH II Jamaah sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah. Marilah kita akhiri renungan Jum’at pada siang hari ini dengan berdoa ke hadirat Allah SwT. Semoga Allah SwT berkenan menjadikan kita sebagai orang yang antara lain, memiliki komitmen atau rasa keterikatan diri yang kuat untuk tidak berhenti menggali Drs Setyadi Rahman adalah Guru Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Dosen STAIT Jogja. AGEN SUARA MUHAMMADIYAH DI MADURA SUARA MUHAMMADIYAH 08 / 98 | 5 - 19 JUMADILAKHIR 1434 H MUHAMMAD IHSAN SMA Muhammadiyah Arjasa Kangean, Madura, Jawa Timur Hp. 0853 34644 690