SM 07-2012-KHUTBAH

advertisement
Khutbah Jum'at
tauhid dan amal shalih
MUFTAHULHAQ
Hadirin, jamaah Jum’at yang
berbahagia.
Kita selaku manusia yang
hidup di dunia ini pasti
mempunyai maksud dan tujuan.
Allah SwT telah menuntunkan
dalam Al-Qur'an bahwa kita
manusia dan juga mahluk lain
yang bernama jin, diciptakan
memiliki maksud dan tujuan untuk
beribadah kepada-Nya. Firman
Allah:
“Dan tidaklah Aku ciptakan
jin dan manusia kecuali hanya
untuk beribadah kepada-Ku.”
(Adz-Dzariat [51]: 56).
Ibadah dalam pandangan
ulama Tauhid adalah mengEsakan Allah SwT dengan
sungguh-sungguh dan
merendahkan diri serta
menundukkan jiwa setunduktunduknya kepada-Nya.
Sedangkan ulama lain,
mendefinisikan ibadah sebagai
ketaatan kepada Allah dengan
menjalankan apa yang telah
diperintahkan-Nya melalui lisanlisan para Rasul. Sifat ketundukan
dan pengakuan, bahwa yang
Maha Esa hanyalah Allah,
selanjutnya adalah bekal kita
sebagai seorang hamba dalam
manjalankan tugas ibadah.
Dalam ajaran Islam, prinsip
dasar dan hal pertama yang
dilakukan adalah bagaimana kita
memiliki ketauhidan yang murni.
Tauhid adalah upaya pengakuan
kita, bahwa Allah SwT adalah
Tuhan satu-satunya yang kita
sembah. Tauhid yang diwujudkan
dalam kalimat talbiyah laa ilaaha
illallah, merupakan bentuk
deklarasi kemerdekaan diri kita
dari segala mahluk dan hanya
bersandar dan bergantung pada
Dzat yang Maha Pencipta, yaitu
Allah SwT.
Jamaah Jum’at yang dimuliakan
Allah SwT.
Dalam konteks sejarah
perkembangan Islam, upaya
pembentukan pribadi Muslim dan
kehidupan masyarakat secara
umum, diawali dengan pentingnya
membangun karakter tauhid
sebagai fondasi dan tolok ukur
pelaksanaan fungsi dan tujuan
penciptaannya, yaitu beribadah.
Semangat tauhid ini pula yang
dijadikan ajaran pertama yang
disampaikan dalam upaya
penyebaran misi keagamaan dan
reformasi sosial masyarakat saat
itu. Sebagai mana kita ketahui,
bahwa reaksi masyarakat Makkah
pada umumnya, khususnya suku
Quraisy, menolak dan menentang
secara ekstrem. Tetapi, Nabi
teguh dan terus berjuang untuk
meraih sejumlah pengikut dalam
masa lebih dari 13 tahun selama
misinya di Makkah.
Tauhid, dengan serangkaian
nilai yang dikandungnya, tidaklah
cukup hanya dipahami sebagai
doktrin. Tetapi bagaimana tauhid
dapat kita jadikan kunci untuk
menjawab berbagai persoalan
zaman yang kita hadapi saat ini.
Sebagai Muslim, tidaklah cukup
kalimat tauhid tersebut hanya
dinyatakan dalam bentuk ucapan
(lisan) dan diyakini dalam hati,
tetapi harus dilanjutkan dalam
bentuk perbuatan.
Dengan kata lain, tauhid
sebagai perwujudan keimanan kita
kepada Allah, haruslah kita ikuti
dengan pelaksanaan amal shalih.
Iman dan amal shalih ini ibarat
dua sisi mata uang yang saling
terkait satu sama lain, dan tidak
bisa kita pisahkan satu per satu.
Melaui iman dan amal shalih, kita
akan mampu memosisikan diri
kita sebagai mahluk yang
SUARA MUHAMMADIYAH 07 / 97 | 1 - 15 APRIL 2012
31
Khutbah Jum'at
sempurna, baik secara pribadi
maupun sosial. Terhindar dari
kehidupan yang hina dan rendah.
Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian Kami kembalikan dia
ke tempat yang serendahrendahnya (yaitu neraka).
Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal
shalih, maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya,” (AtTin [95]: 4–6)
Hadirin, Jamaah Jum’at yang
berbahagia.
Tauhid akan membentuk kita
selaku manusia untuk dapat
menempatkan manusia lain pada
posisi kemanusiaannya. Bagi kita
yang bertauhid, manusia tidaklah
dihargai lebih rendah dari
kemanusiaannya sehingga
diposisikan bagai binatang. Atau
sebaliknya, lebih tinggi bagai
Tuhan. Kedudukan kita sesama
manusia sesungguhnya adalah
sama.
Dalam sejarah kita ketahui
bersama, bahwa bagaimana Islam
datang di tanah Makkah sangat
menghormati kedudukan manusia,
dan sangat menentang adanya
praktik perbudakan. Bilal bin
Rabah misalnya, bagi kaum kafir
Quraisy tidaklah lebih dianggap
sebagai manusia. Dia hanyalah
seorang budak yang hitam dan
kedudukannya pun sangat hina
32
dari binatang unta, atau kalau
tidak dianggap sama. Namun,
tatkala dia telah memeluk Islam,
dia menjadi manusia yang
merdeka, dan kedudukannya
sama dengan Abu Bakar, Usman
bin Affan, ataupun Umar bin
Khattab yang merupakan
golongan orang-orang terhormat
di kalangan kaum Quraisy.
Dengan demikian, jelas bagi
kita, bahwa keimanan kita tidaklah
terhenti pada diri kita semata,
tetapi harus kita ejawantah-kan
dalam kehidupan sosial kita.
Ibadah mahdhah apa pun yang
kita lakukan tidak akan memiliki
makna apa-apa, apabila tidak kita
teruskan dengan berbuat baik
kepada sesama manusia. Allah
berfirman:
sebagai perwujudan keluhuran
budi pekerti atau akhlakul
karimah. Dan ingatlah bahwa
kesempurnaan iman kita, sangat
tergantung dari kemuliaan akhlak.l
Doa Kutbah Kedua
“Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari
shalatnya, orang-orang yang
berbuat ria, dan enggan
(menolong dengan) barang yang
berguna),” (Al-Maun [107]: 4-7)
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Demikianlah Islam, agama
yang mengajarkan kita pada
keseimbangan hidup. Yaitu,
bagaimana kita tetap memiliki
komitmen untuk selalu
mendekatkan diri kita kepada
Allah (ibadah) atau hablum
minallah, tetapi juga tetap
menjaga komitmen kemanusiaan
kita kepada sesama manusia
dengan pelaksanaan amal shalih
SUARA MUHAMMADIYAH 07 / 97 | 9 - 23 JUMADILAWAL 1433 H
Ustad Madrasah Muallimin
Muhmmadiyah Yogyakarta.
Khutbah Jum'at
keRjA sama yang baik
ASFARI MUKRI
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah.
Izinkanlah pada kesempatan
yang baik ini, kami
menyampaikan khutbah Jum’at
kali ini. Langkah pertama, mari
ber sama-sama meningkatkan
iman dan takwa kita terhadap
Allah SwT, dengan senantiasa
melaksanakan perintah-perintahNya dan meninggalkan laranganlarangan-Nya.
Demikian pula, puji syukur tak
lupa kita panjatkan ke hadiratNya, atas berkat rahmat serta
inayah-Nya. Sehingga sampai
detik ini, alhamdulillah kita tetap
dalam keadaan sehat wal afiat
tiada halangan rintangan suatu apa
pun. Sempat memenuhi panggilan
untuk melaksanakan ibadah shalat
berjamaah Jum’at di masjid ini
dengan baik, khusyu’ dan
tawadhu’.
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah.
Maaf, khutbah Jum’at kali Ini
sengaja kami awali sebuah kisah
(cerita) pendek: …ada seekor
harimau (raja hutan) sedang tidur
nyenyak. Tiba-tiba datang seekor
tikus berjalan-jalan di atas
kepalanya, maka terbangunlah ia
dari tidurnya sambil marah-marah
karenanya. Lalu, dipeganglah si
kecil itu untuk dibunuhnya. Ia
menangis merengek-rengek
sehingga membuat hati raja rimba
menjadi berubah dan luntur,
menaruh belas kasihan dan segera
melepaskan dari cengkeramannya.
Pada hari berikutnya, sang raja
hutan tersebut jatuh terperosok ke
jaring perangkap milik seorang
pemburu. Raja hutan itu
mengaum, sehinga terdengar oleh
si kecil (tikus) itu. Kemudian ia
segera mendatanginya tempat
tersebut sambil berucap: “Jangan
takut, aku siap menolongmu.”
Akhirnya, si kecil pun mulai
beraksi, menggerogoti tali-temali
jaring itu dengan giginya yang
tajam dan mulai putus satu
persatu. Maka keluarlah si raja
hutan dengan selamat dari
musibah, seraya berucap:
“Sungguh aku tak mengira,
binatang kecil lagi lemah
semacam kamu, ternyata mampu
berbuat yang aku sendiri tak
mampu berbuat!”
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah.
Mengkaji kisah tersebut di
atas, sungguh benar-benar
merupakan ibrah pelajaran
berharga bagi kita sekalian jamaah
Jum’at yang berbahagia. Dan
semuanya bisa disimpulkan secara
singkat dan direnungkannya.
Sungguh aneh bin ajaib, betapa
tidak, mahluk Allah yang keduaduanya hidup cukup bermodalkan
fisik, panca indra dan naluri
(instink) tanpa akal saja mampu
menggalang kerja sama positif.
Bantu-membantu, tolongmenolong, hormat-menghormati,
serta saling menyayangi
sesamanya?
Bagaimana halnya manusia,
mereka yang diciptakan oleh Allah
SwT sebagai mahluk nomor
wahid di dunia, yang dimodali
fisik ahsanutakwim dan dilengkapi
dengan panca indra juga berikut
akal dan hidayah berupa tatanan
dan tuntunan lengkap, kadangkadang berlaku sebaliknya, dan
enggan melaksakan perintahperintah Allah SwT sebagai
penciptanya (Khaliq). Padahal,
telah dinyatakan dengan firmanNya dalam surat Al-Maidah 2:
”Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggalaran...”
Di samping apa yang telah
diutarakan itu semua, kita dituntut
memiliki jiwa pemaaf, serta
SUARA MUHAMMADIYAH 07 / 97 | 1 - 15 APRIL 2012
33
Khutbah Jum'at
pengertian, berbuat amar ma’ruf
nahi munkar, jauh dari kehidupan
jahiliyah sebagaimana Allah telah
berfirman dalam surat Al-A’raf
199:
“Jadilah kamu seorang
pemaaf, suruhlah (seseorang)
untuk mengerjakan yang baikbaik dan berpalinglah dari
orang-orang yang tidak
berpengetahuan.”
Rasulullah saw Bersabda:
“Bukanlah dari golongan
kami orang yang tidak mengasihi
dan menyayangi yang lebih
muda, tidak menghormati yang
lebih tua dan tidak beramar
ma’ruf nahi munkar.”
Selanjutnya, Rasulullah saw
sempat memperingatkan kepada
kaum Muslimin khususnya, agar
mereka menyadari untuk
mengikuti, menaati syariatnya
yang dinyatakan dengan
sabdanya:
“Tidaklah beriman seseorang
dari kamu sehingga hatinya
patuh mengikuti apa yang telah
aku bawa (syariat Islam).’’
Doa Khutbah Kedua
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah.
Semua uraian di atas, firman
Allah dan sabda Rasulullah saw,
akhirnya dapat kami simpulkan
dengan singkat sebagai berikut:
1. Sebaiknya yang besar dan
kuat, pemaaf dan menyayangi
yang kecil (lemah).
2. Sifat bantu-membantu, tolongmenolong, kerja sama, sangat
perlu dilestarikan.
3. Seorang Mukmin sejati,
hendaknya senantiasa taat
patuh terhadap perintah
agamanya.
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah.
Akhirnya, khutbah Jum’at
singkat yang dapat kami
sampaikan pada siang hari ini,
semoga bermanfaat bagi para
jamaah yang berbahagia, amin.l
Innalillahi wa inna ilaihi roji’un
Keluarga Besar Suara Muhammadiyah mengucapkan duka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya:
Hj. Siti Makfiyah (usia 76 tahun)
(Ibunda Dra.Hj. Siti Aisyah, M.Ag, Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah)
Pada Hari Kamis, 15 Maret 2012 pukul 02.00 WIB di Banjarnegara, Jawa Tengah
Semoga Khusnul Khotimah, semua amal ibadah almarhum diterima Allah SwT
diampuni dosa-dosanya dan diberikan tempat yang layak disisiNya. Amien.
34
SUARA MUHAMMADIYAH 07 / 97 | 9 - 23 JUMADILAWAL 1433 H
Download