Khutbah Jum'at tauhid dan amal shalih MUFTAHULHAQ Hadirin, jamaah Jum’at yang berbahagia. Kita selaku manusia yang hidup di dunia ini pasti mempunyai maksud dan tujuan. Allah SwT telah menuntunkan dalam Al-Qur'an bahwa kita manusia dan juga mahluk lain yang bernama jin, diciptakan memiliki maksud dan tujuan untuk beribadah kepada-Nya. Firman Allah: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariat [51]: 56). Ibadah dalam pandangan ulama Tauhid adalah mengEsakan Allah SwT dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta menundukkan jiwa setunduktunduknya kepada-Nya. Sedangkan ulama lain, mendefinisikan ibadah sebagai ketaatan kepada Allah dengan menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya melalui lisanlisan para Rasul. Sifat ketundukan dan pengakuan, bahwa yang Maha Esa hanyalah Allah, selanjutnya adalah bekal kita sebagai seorang hamba dalam manjalankan tugas ibadah. Dalam ajaran Islam, prinsip dasar dan hal pertama yang dilakukan adalah bagaimana kita memiliki ketauhidan yang murni. Tauhid adalah upaya pengakuan kita, bahwa Allah SwT adalah Tuhan satu-satunya yang kita sembah. Tauhid yang diwujudkan dalam kalimat talbiyah laa ilaaha illallah, merupakan bentuk deklarasi kemerdekaan diri kita dari segala mahluk dan hanya bersandar dan bergantung pada Dzat yang Maha Pencipta, yaitu Allah SwT. Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah SwT. Dalam konteks sejarah perkembangan Islam, upaya pembentukan pribadi Muslim dan kehidupan masyarakat secara umum, diawali dengan pentingnya membangun karakter tauhid sebagai fondasi dan tolok ukur pelaksanaan fungsi dan tujuan penciptaannya, yaitu beribadah. Semangat tauhid ini pula yang dijadikan ajaran pertama yang disampaikan dalam upaya penyebaran misi keagamaan dan reformasi sosial masyarakat saat itu. Sebagai mana kita ketahui, bahwa reaksi masyarakat Makkah pada umumnya, khususnya suku Quraisy, menolak dan menentang secara ekstrem. Tetapi, Nabi teguh dan terus berjuang untuk meraih sejumlah pengikut dalam masa lebih dari 13 tahun selama misinya di Makkah. Tauhid, dengan serangkaian nilai yang dikandungnya, tidaklah cukup hanya dipahami sebagai doktrin. Tetapi bagaimana tauhid dapat kita jadikan kunci untuk menjawab berbagai persoalan zaman yang kita hadapi saat ini. Sebagai Muslim, tidaklah cukup kalimat tauhid tersebut hanya dinyatakan dalam bentuk ucapan (lisan) dan diyakini dalam hati, tetapi harus dilanjutkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain, tauhid sebagai perwujudan keimanan kita kepada Allah, haruslah kita ikuti dengan pelaksanaan amal shalih. Iman dan amal shalih ini ibarat dua sisi mata uang yang saling terkait satu sama lain, dan tidak bisa kita pisahkan satu per satu. Melaui iman dan amal shalih, kita akan mampu memosisikan diri kita sebagai mahluk yang SUARA MUHAMMADIYAH 07 / 97 | 1 - 15 APRIL 2012 31 Khutbah Jum'at sempurna, baik secara pribadi maupun sosial. Terhindar dari kehidupan yang hina dan rendah. Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendahrendahnya (yaitu neraka). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya,” (AtTin [95]: 4–6) Hadirin, Jamaah Jum’at yang berbahagia. Tauhid akan membentuk kita selaku manusia untuk dapat menempatkan manusia lain pada posisi kemanusiaannya. Bagi kita yang bertauhid, manusia tidaklah dihargai lebih rendah dari kemanusiaannya sehingga diposisikan bagai binatang. Atau sebaliknya, lebih tinggi bagai Tuhan. Kedudukan kita sesama manusia sesungguhnya adalah sama. Dalam sejarah kita ketahui bersama, bahwa bagaimana Islam datang di tanah Makkah sangat menghormati kedudukan manusia, dan sangat menentang adanya praktik perbudakan. Bilal bin Rabah misalnya, bagi kaum kafir Quraisy tidaklah lebih dianggap sebagai manusia. Dia hanyalah seorang budak yang hitam dan kedudukannya pun sangat hina 32 dari binatang unta, atau kalau tidak dianggap sama. Namun, tatkala dia telah memeluk Islam, dia menjadi manusia yang merdeka, dan kedudukannya sama dengan Abu Bakar, Usman bin Affan, ataupun Umar bin Khattab yang merupakan golongan orang-orang terhormat di kalangan kaum Quraisy. Dengan demikian, jelas bagi kita, bahwa keimanan kita tidaklah terhenti pada diri kita semata, tetapi harus kita ejawantah-kan dalam kehidupan sosial kita. Ibadah mahdhah apa pun yang kita lakukan tidak akan memiliki makna apa-apa, apabila tidak kita teruskan dengan berbuat baik kepada sesama manusia. Allah berfirman: sebagai perwujudan keluhuran budi pekerti atau akhlakul karimah. Dan ingatlah bahwa kesempurnaan iman kita, sangat tergantung dari kemuliaan akhlak.l Doa Kutbah Kedua “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ria, dan enggan (menolong dengan) barang yang berguna),” (Al-Maun [107]: 4-7) Jamaah Jum’at yang berbahagia. Demikianlah Islam, agama yang mengajarkan kita pada keseimbangan hidup. Yaitu, bagaimana kita tetap memiliki komitmen untuk selalu mendekatkan diri kita kepada Allah (ibadah) atau hablum minallah, tetapi juga tetap menjaga komitmen kemanusiaan kita kepada sesama manusia dengan pelaksanaan amal shalih SUARA MUHAMMADIYAH 07 / 97 | 9 - 23 JUMADILAWAL 1433 H Ustad Madrasah Muallimin Muhmmadiyah Yogyakarta. Khutbah Jum'at keRjA sama yang baik ASFARI MUKRI Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. Izinkanlah pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan khutbah Jum’at kali ini. Langkah pertama, mari ber sama-sama meningkatkan iman dan takwa kita terhadap Allah SwT, dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan meninggalkan laranganlarangan-Nya. Demikian pula, puji syukur tak lupa kita panjatkan ke hadiratNya, atas berkat rahmat serta inayah-Nya. Sehingga sampai detik ini, alhamdulillah kita tetap dalam keadaan sehat wal afiat tiada halangan rintangan suatu apa pun. Sempat memenuhi panggilan untuk melaksanakan ibadah shalat berjamaah Jum’at di masjid ini dengan baik, khusyu’ dan tawadhu’. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. Maaf, khutbah Jum’at kali Ini sengaja kami awali sebuah kisah (cerita) pendek: …ada seekor harimau (raja hutan) sedang tidur nyenyak. Tiba-tiba datang seekor tikus berjalan-jalan di atas kepalanya, maka terbangunlah ia dari tidurnya sambil marah-marah karenanya. Lalu, dipeganglah si kecil itu untuk dibunuhnya. Ia menangis merengek-rengek sehingga membuat hati raja rimba menjadi berubah dan luntur, menaruh belas kasihan dan segera melepaskan dari cengkeramannya. Pada hari berikutnya, sang raja hutan tersebut jatuh terperosok ke jaring perangkap milik seorang pemburu. Raja hutan itu mengaum, sehinga terdengar oleh si kecil (tikus) itu. Kemudian ia segera mendatanginya tempat tersebut sambil berucap: “Jangan takut, aku siap menolongmu.” Akhirnya, si kecil pun mulai beraksi, menggerogoti tali-temali jaring itu dengan giginya yang tajam dan mulai putus satu persatu. Maka keluarlah si raja hutan dengan selamat dari musibah, seraya berucap: “Sungguh aku tak mengira, binatang kecil lagi lemah semacam kamu, ternyata mampu berbuat yang aku sendiri tak mampu berbuat!” Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. Mengkaji kisah tersebut di atas, sungguh benar-benar merupakan ibrah pelajaran berharga bagi kita sekalian jamaah Jum’at yang berbahagia. Dan semuanya bisa disimpulkan secara singkat dan direnungkannya. Sungguh aneh bin ajaib, betapa tidak, mahluk Allah yang keduaduanya hidup cukup bermodalkan fisik, panca indra dan naluri (instink) tanpa akal saja mampu menggalang kerja sama positif. Bantu-membantu, tolongmenolong, hormat-menghormati, serta saling menyayangi sesamanya? Bagaimana halnya manusia, mereka yang diciptakan oleh Allah SwT sebagai mahluk nomor wahid di dunia, yang dimodali fisik ahsanutakwim dan dilengkapi dengan panca indra juga berikut akal dan hidayah berupa tatanan dan tuntunan lengkap, kadangkadang berlaku sebaliknya, dan enggan melaksakan perintahperintah Allah SwT sebagai penciptanya (Khaliq). Padahal, telah dinyatakan dengan firmanNya dalam surat Al-Maidah 2: ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggalaran...” Di samping apa yang telah diutarakan itu semua, kita dituntut memiliki jiwa pemaaf, serta SUARA MUHAMMADIYAH 07 / 97 | 1 - 15 APRIL 2012 33 Khutbah Jum'at pengertian, berbuat amar ma’ruf nahi munkar, jauh dari kehidupan jahiliyah sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat Al-A’raf 199: “Jadilah kamu seorang pemaaf, suruhlah (seseorang) untuk mengerjakan yang baikbaik dan berpalinglah dari orang-orang yang tidak berpengetahuan.” Rasulullah saw Bersabda: “Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda, tidak menghormati yang lebih tua dan tidak beramar ma’ruf nahi munkar.” Selanjutnya, Rasulullah saw sempat memperingatkan kepada kaum Muslimin khususnya, agar mereka menyadari untuk mengikuti, menaati syariatnya yang dinyatakan dengan sabdanya: “Tidaklah beriman seseorang dari kamu sehingga hatinya patuh mengikuti apa yang telah aku bawa (syariat Islam).’’ Doa Khutbah Kedua Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. Semua uraian di atas, firman Allah dan sabda Rasulullah saw, akhirnya dapat kami simpulkan dengan singkat sebagai berikut: 1. Sebaiknya yang besar dan kuat, pemaaf dan menyayangi yang kecil (lemah). 2. Sifat bantu-membantu, tolongmenolong, kerja sama, sangat perlu dilestarikan. 3. Seorang Mukmin sejati, hendaknya senantiasa taat patuh terhadap perintah agamanya. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. Akhirnya, khutbah Jum’at singkat yang dapat kami sampaikan pada siang hari ini, semoga bermanfaat bagi para jamaah yang berbahagia, amin.l Innalillahi wa inna ilaihi roji’un Keluarga Besar Suara Muhammadiyah mengucapkan duka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya: Hj. Siti Makfiyah (usia 76 tahun) (Ibunda Dra.Hj. Siti Aisyah, M.Ag, Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah) Pada Hari Kamis, 15 Maret 2012 pukul 02.00 WIB di Banjarnegara, Jawa Tengah Semoga Khusnul Khotimah, semua amal ibadah almarhum diterima Allah SwT diampuni dosa-dosanya dan diberikan tempat yang layak disisiNya. Amien. 34 SUARA MUHAMMADIYAH 07 / 97 | 9 - 23 JUMADILAWAL 1433 H