Perang Salib - WordPress.com

advertisement
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA
Perang Salib
Oleh
Rizqa Hariq Hazana
Syaputri Dwi Restu
Ultari Femi Arshinta
Vivian Guswinda
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur Kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Perang Salib”. Shalawat dan
salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya,
sahabat-sahabatnya, para tabi’in serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini dapat terwujud karena dukungan berbagai pihak
sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu penulis
mohon kritik dan saran konstruktif dari pembaca guna penulisan selanjutnya
menjadi lebih baik lagi dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Terima kasih
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Padang, 20 April 2016
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar .................................................................................................................... I
Daftar Isi .............................................................................................................................. II
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Perang Salib ................................................................................................ 3
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya ......................................................................................... 4
2.3 Periodesasi Perang Salib ............................................................................................. 10
2.4 Dampak Perang Salib .................................................................................................. 22
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 25
3.1 Simpulan ..................................................................................................................... 25
3.2 Saran ........................................................................................................................... 25
Daftar Pustaka................................................................................................................... 26
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika kita membuka lembaran sejarah, mungkin tidak ada kejadian yang
lebih memilukan dan begitu dahsyat dampak jangka panjangnya bagi peradaban
umat manusia daripada perang salib, yaitu perang yang terjadi selama hampir 2
abad yang melibatkan seluruh kekuatan Eropa (Kristen) melawan kekuatan
muslim.
Dalam penyebaran pasukan Salib terhadap umat Islam, menjadi fenomena
yang disertai timbulnya sentimen keagamaan yang kuat. Dengan adanya motif ini,
maka membawa pengaruh besar terhadap hubungan antar pemeluk agama Islam
dan Kristen dalam waktu yang panjang.
Melihat dari beberapa gambaran yang ada maka dapat disimpulkan bahwa,
meskipun Perang Salib sudah berakhir namun pada hakekatnya belum berakhir,
hal ini karena adanya perkembangan-perkembangan selanjutnya, yang walaupun
tidak dalam bentuk yang lain, yang sekaligus merupakan suatu hubungan yang
sulit untuk dipisahkan. Perang Salib adalah penyerangan dari kefanatikan Kristen
yang dikoordinir oleh Paus yang mempunyai tujuan untuk merebut kota suci
Palestina dari tangan kaum Muslimin. Selain itu, perang ini yang disebabkan oleh
beberapa faktor lain yakni faktor agama, politik, sosial-ekonomi.
Peristiwa ini merusak hubungan antara dunia Timur dan dunia Barat
khususnya antara agama Islam dan Kristen. Penyerbuan yang berjalan selama dua
abad lamanya memakan korban baik jiwa maupun harta dan kebudayaan yang
tidak sedikit banyaknya. Selain itu, masih banyak lagi dampak dari perang salib
ini.
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah Perang Salib itu ?
b. Apa faktor penyebab terjadinya perang salib ?
c. Bagaimana proses terjadinya Perang Salib ?
d. Apa dampaknya bagi perkembangan Islam di Eropa ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian Perang Salib
b. Mengetahui faktor penyebab terjadinya Perang Salib
c. Mengetahui proses terjadinya Perang Salib
d. Mengetahui dampak Perang Salib bagi perkembangan islam di Eropa
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perang Salib
Perang Salib merupakan perang terbesar antar agama ( islam-kristen) dalam
lintasan sejarah. Sebelum Perang Salib terjadi , kaum muslim telah melewati
serangkaian pertempuran atau perang besar dengan kaum kafir di masa Nabi
Muhammad saw, dan di masa para sahabat sebagaimana telah diceritakan pada
kisah-kisah sebelumnya. Akan tetapi perang-perang besar yang pernah terjadi di
dunia islam pada masa awal tersebut berbeda dengan perang salib. Jika pada masa
awal penyebaran islam, perang terjadi murni karena alasan agama ( demi tegaknya
agama islam ), maka Perang Salib ini tidak hanya untuk menegakkan agama
islam, melainkan karena adanya unsur perebutan kekuasaan.
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat
Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13.
Perang Salib (1096-1291) terjadi sebagai reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap
dunia Islam di Asia, yang sejak 632 M., dianggap sebagai pihak “penyerang”,
bukan saja di Siria dan Asia kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sisilia.
Disebut Perang Salib, karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan
tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka sebagai simbol pemersatu
untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci
dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari
tangan orang-orang Islam dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.
Perang Salib berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah
secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang
merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara
Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan. Perang salib berpengaruh sangat luas
terhadap aspek-aspek politik, ekonomi, dan sosial, yang sebagiannya bahkan
3
berpengaruh sampai masa kini. Karena konflik internal antara kerajaan-kerajaan
kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib ( seperti
Perang Salib keempat ) bergeser dari tujuan semula dan berakhir dengan
dijarahnya kota-kota kristen, termasuk ibu kota Byzantium, Konstantinopel-kota
yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu.
2.2 Latar Belakang Terjadinya Perang Salib
Sejumlah Ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap
kekuatan muslim dalam periode 1096-2073 M di kenal dengan Perang Salib. Hal
ini disebabkan adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam melancarkan serangan
tersebut di dorong oleh motivasi keagamaan. Selain itu, mereka juga
menggunakan simbol salib. Namun, jika di ceramti lebih mendalam akan terlihat
adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai Perang Salib ini.
Berikut beberapa penyebab terjadinya Perang Salib :
1. Perang Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri
Barat dan Timur, yakni pihak kristen dan Muslim. Perkembangan dan
kemajuan umat muslimyang sangat pesat menimbulkan kecemasan
tokoh-tokoh kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka
melancarkan serangan terhadap kaum muslim.
2. Munculnya kekuatan Bani Seljuk yang berhasil merebut Asia Kecil
setelah
mengalahkan
mengalahkan
pasukan
Byzantiumdi
Manzikarttahun 1071, dan selanjutnya Seljuk merebut Baitul Maqdis
dari tangan Dinasti Fatimiyah tahun 1078. Kekuasaan Seljuk di asia
Kecil dan Jerussalem di anggap sebagai halangan bagi pihak Kristen
untuk melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Padahal, yang terjadi
adalah bahwa pihak Kristen bebas saja melaksanakan haji secara
berbondong-bondong.
Pihak
kristen
menyebarkan
desas-desus
perlakuan kejam Turki Seljuk terhadap jama’ah haji kristen. Desasdesus inilah yang kemudian membakar amarah umat Kristen Eropa.
3. Sejak abad ke sepuluh, pasukan muslim menjadi penguasa jalur
perdagangan di Laut Tengah. Para pedagang Pisa, Venesia, dan Cenoa
merasa terganggu atas kehadiran psukan sebagai penguasa
4
jalur
perdagangan di Laut Tengah ini. Satu-satunya jalan untuk memperluas
dan memperlancar perdagangan mereka adalah dengan mendesak
kekuatan muslim dari sana.
4. Propaganda Alexius Comnenus kepada Paus Urbanus II untuk
membahas kekalahannya dalam peperangan melawan pasukn Seljuk.
Paus merupakan sumber otoritas tertinggi di Barat yang di dengar dan
di taati propagandanya. Paus Urbanus II segera mengumpulkan tokohtokoh Kristen pada 26 November 1095 si Clermont, sebelah tenggara
Prancis. Dalam pidatonya di Clermont, sang paus memerintahkan
kepada pengikut Kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan
muslim. Tujuan utama paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya,
sehingga gereja-gereja Romawi akan bernaung di bawah otoritasnya.
Dalam propagandanya, Paus Urbanus II menjanjikan ampunan atas
segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan
ini. Maka, isu persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan
negeri-negeri Kristen memenuhi seruan sang paus. Dalam waktu yang
singkat,
sekitar
memenuhi
seruan
150.000
Paus
pasukan
Urbanus
kristenberbondong-bondong
II.
Mereka
berkumpul
di
Konstantinopel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Prancis dan
Normandia.
Selain empat faktor di atas, masih banyak faktor lain yang menjadi
penyebab Perang Salib. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perang salib,
antara lain :
a. Faktor situasi di Eropa
Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa
Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh
Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan
Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9,
dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an
bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung
5
bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama
lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan
yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai
berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk
menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah
kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat
terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria
dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan
pasukan Moor Islam.
Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang
intens yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib,
sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau
wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja. Selanjutnya,
“Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi
setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari
kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para
tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan
mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin
masuk surga pada saat mereka meninggal dunia.
b. Faktor situasi di Timur tengah
Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa
Arab terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini
sebenarnya tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum
Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci
Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas
dikuasainya Yerusalemyang berada jauh di Timur sampai ketika mereka sendiri
mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen
lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum
Muslim Turki Saljuk yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada
kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur.
6
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur
adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah
memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy
Sepulchre).
Penerusnya
memperbolehkan
Kekaisaran
Byzantium
untuk
membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk
berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang beredar di Barat
tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang
didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting
dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.
c. Faktor Sejarah
Peristiwa (awal) penting terkait dengan perang salib, adalah ekspansi yang
dilakukan oleh Alp Arselan yaitu peristiwa Manzikart tahun 1071 M (464 H).
Tentara Alp Arselan yang berkkuatan 15.000 prajurit berhasil mengalahkan
tentara berjumlah 200.000 orang; yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, AlAkraj, Al-Hajr, Perancis dan Armenia. Peristiwa inilah yang menanamkan benih
permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap umat Islam.
d. Faktor Agama
Berbagai literatur umumnya menuliskan bahwa faktor utama dari sisi
agama ialah sejak Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari Dinasti Fathimiyah.
Ketika itu umat Kristen merasa tidak lagi bebas untuk menunaikan ibadah ke
sana. Mereka yang pulang dari ziarah sering mendapat perlakuan jelek dari orangorang Seljuk . Selain itu khalifah Abdul Hakim menaikkan pajak ziarah bagi
orang-orang Kristen Eropa. Hal ini memicu kemarahan Paus Urbanus II yang
mengatakan bahwa hal tersebut merupakan perampokan dan sebuah kewajiban
untuk merebut kembali Baitul Maqdis . Selain itu, Paus juga menjanjikan
kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria
yang mau berperang.
Namun, perang salib tidak terlepas dari penyebaran agama Islam ke
berbagai daerah yang menjadi kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen.
Seperti halnya beberapa kawasan Iran dan Syria (632), penaklukan Syria,
Mesopotamia dan Palestina (636), Mesir (637), penaklukan Cyprus dan Afrika
7
Utara (645), peperangan melawan Byzantium (646) kemudian terjadi peperangan
di laut melawan Byzantium (647) hingga musnahnya kerajaan Parsi pada tahun
yang sama. Tidak hanya sampai disitu, penyebaran Islam juga mengharuskan
serangan atas Konstatinopel (677) kemudian terjadi kembali pada 716,
penaklukan Spanyol, Sind dan Transoksian (711) hingga serangan atas bagian
selatan Perancis (792). Serta berbagai peristiwa penaklukan lainnya dalam
melakukan ekspansi serta dakwah Islam.
e. Faktor Politik
Pada sinode di Clermont Perancis, Paus Urbanus II (1088-1099) memulai
inisiatif mempersatukan dunia Kristen (yang saat itu terbelah antara Romawi
Barat di Roma dan Romawi Timur atau Byzantium di Konstantinopel). Kebetulan
saat itu raja Byzantium sedang merasa terancam oleh ekspansi kekuasaan Saljuk,
yakni orang-orang Turki yang sudah memeluk Islam. Ketika terasa cukup sulit
untuk mempersatukan para pemimpin dunia Kristen dengan ego dan ambisinya
masing-masing, maka dicarilah suatu musuh bersama. Dan musuh itu ditemukan
yaitu ummat Islam. Sasaran jangka pendeknya pun didefinisikan: pembebasan
tempat-tempat suci Kristen di bumi Islam, termasuk Baitul Maqdis. Adapun
sasaran jangka panjangnya adalah melumat ummat Islam.
Sementara itu, umat Islam justru terpecah tidak hanya secara
“pandangan” terhadap agama, namun juga hingga politik. Mereka yang
bersebarangan tidak dapat bersatu padu dalam melawan Kristen. Hingga akhirnya
Sholahudin al-Ayubi datang dan menyatukan kembali.
f. Faktor Sosial Ekonomi
Stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri atas kaum gereja,
bangsawan serta ksatria dan rakyat jelata. Mayoritas dari mereka adalah rakyat
hjelata yang harus tunduk pada tuan tanah, terbebani pajak dan kewajiban lainnya.
Gereja memobilisir mereka untuk turut serta dalam perang salib dengan janji akan
diberi kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila dapat memenangkan
peperangan.
Masyarakat Eropa memberlakukan dikriminasi terhadap rakyat jelata. Di
Eropa ketetapan hukum waris, bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima
8
waris. Jika anak tertua meninggal, maka harta waris harus diserahkan kepada
gereja. Hal ini menyebabkan anak miskin meningkat; kemudian diarahkan untuk
turut berperang.
Sementara, meluasnya daerah kekuasaan Islam berdampak pada beragam
pola pemahaman, budaya dan cara beragama. Sehingga nilai-nilai Islam sebagai
rahmatan lil alamin belum dapat meresapi seluruh daerah kekuasaan Islam. Tidak
sedikit perlakuan buruk yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap orang-orang
kristen; utamanya mereka yang hendak berziarah ke Baitul Maqdis. Namun,
dengan meluasnya daerah kekuasaan, perekonomian muslim di timur tengah
mengalami kemajuan yang pesat.
g. Faktor penyebab Langsung peperangan
Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar
Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan
menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini
dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah
dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di
Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa
ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri
dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan
kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil
(Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara
gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan
respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat
amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi
kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran
Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk
dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah
yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah
sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para
pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan
9
Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan
yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada
Kerajaan León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan
penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen
yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan.
Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki tamantaman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa
bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir
sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor
ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli
sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter
Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam
pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.
2.3 Periodesasi Perang Salib
A. Perang Salib I
Perang Salib pertama terjadi pada musim semi tahun 1095 M dan
melibatkan sekitar 150.000 orang Eropa. Mobilisasi massa yang dilakukan Paus
menghasilkan sekitar 100.000 serdadu siap tempur. Anak-anak muda, bangsawan,
petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan Paus. Peter The Hermit dan Walter
memimpin kaum miskin dan petani. Namun mereka dihancurkan oleh Pasukan
Turki suku Seljuk di medan pertempuran Anatolia ketika perjalanan menuju
Baitul Maqdis (Yerusalem).
Tentara Salib yang utama berasal dari Prancis, Jerman, dan Normandia
(Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey dan Raymond (dari
Prancis), Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), dan Robert
Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum
Muslimin di medan perang Antakiyah (Syria) pada tanggal 3 Juni 1098.
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar
bangsa Perancis dan Normandia, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke
Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond
10
ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil
menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Edessa. Di sini mereka
mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama
mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di
Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki
Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M dan mendirikan Kerajaan
Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu,
tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M),
Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County
Tripoli, rajanya adalah Raymond.
Selama terjadi penyerangan di atas, kesultanan Saljuk sedang dalam
kemunduran. Perselisihan antara sultan-sultan Saljuk memudahkan pasukan salib
merebut wilayah-wilayah kekuasaan Islam. Dalam kondisi seperti ini muncullah
seorang sultan Damaskus yang bernama Muhammad yang berusaha mengabaikan
konflik internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan Saljuk untuk mengusir
pasukan salib. Baldwin, penguasa Yerusalem pengganti Goldfrey, dapat
dikalahkan oleh pasukan Saljuk ketika ia sedang menyerang kota Damaskus.
Sepeninggal Sultan Mahmud, tampillah seorang perwira muslirn yang
cakap dan gagah pemberani. Ia adalah Imaduddin Zengi, seorang anak dari
pejabat tinggi Sultan Malik Syah. Atas kecakapannya, ia menerima kepercayaan
berkuasa atas kota Wasit dari Sultan Mahmud. Ia telah mencurahkan
kemampuannya dalam upaya mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan
menyusun kekuatan militer.
Pada tahun 1144 Imaduddin Zengi berhasil menaklukan kembali Aleppo,
Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh
puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali
Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat
direbutkembali.
11
B. Perang Salib II
Setelah kota Edessa yang dianggap oleh pasukan Kristen sebagai kota
termulya berhasil ditaklukan kembali oleh pasukan Zengi, maka tokoh-tokoh
Kristen Eropa dilanda rasa cemas. Sehingga menyebabkan orang-orang Kristen
Eropa mengobarkan Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang
suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II.
Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria.
Namun kedua pasukan ini dapat dihancurkan ketika sedang dalam perjalanan
menuju Syiria oleh pasukan Syeikh Nuruddin Zengi. Dengan sejumlah pasukan
yang tersisa mereka berusaha mencapai Antiokhia, dan kemudian mereka menuju
ke Damaskus untuk melakukan pengepungan.
Pengepungan Damaskus telah berlangsung beberapa hari, ketika Nuruddin
tiba di kota ini. Namun karena jumlah pasukan yang sedikit, mereka terdesak oleh
pasukan Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke Palestina, sementara
Conrad III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan hampa.
Nuruddin segera mulai memainkan peran baru sebagai sang penakluk.
Tidak lama setelah mengalahkan pasukan salib Conrad III dan Louis VII, ia
berhasil menduduki benteng Xareirna, merebut wilayah perbatasan Apamea pada
tahun 544 H/1149 M, dan kota Joscelin. Pendek kata, kota-kota penting pasukan
salib berhasil dikuasainya. Ia segera menyambut baik permohonan masyarakat
Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus yang menindas
mereka. Keberhasilan Nuruddin menaklukkan kota damaskus membuat sang
khalifah di Bagdad brerkenan memberinya gelar kehormatan “al-Malik al-’Adil”.
Setelah Syeikh Nuruddin Zengi wafat pada tahun 1174 M. Pimpinan
perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi putera dari
Najamuddin Ayub. Shalahuddin lahir di Takrit pada tahun 432 H/1137 M.
Ayahnya adalah pejabat kepercayaan pada masa Imaduddin Zengi dan masa
Nuruddin. Salahuddin adalah seorang letnan pada masa Nuruddin, dan telah
berhasil mengkonsolidasikan masyarakat Mesir, Nubia, Hijaz dan Yaman.
Sultan Malik Syah yang menggantikan Nuruddin adalah raja yang masih
berusia belia, sehingga amir-amirnya saling berebut pengaruh yang menyebabkan
12
timbulnya krisis poiitik internal. Kondisi demikian ini memudahkan bagi pasukan
salib untuk menyerang Damaskus dan menundukkannya. Setelah beberapa lama
tampillah Salahuddin berjuang mengamankan Damaskus dari pendudukan
pasukan salib.
Lantaran hasutan Gumusytag, sang sultan belia Malik Syah menaruh
kemarahan terhadap sikap Salahuddin ini sehingga menimbulkan konflik antara
keduanya. Sultan Malik Syah menghasut masyarakat Alleppo untuk berperang
melawan Salahuddin. Kekuatan Malik Syah di Alleppo dikalahkan oleh pasukan
Salahuddin. Merasa.tidak ada pilihan lain, Sultan Malik Syah rneminta bantuan
pasukan salib. Semenjak kemenangan melawan pasukan salib di Aleppo ini,
terbukalah jalan lurus bagi tugas dan perjuangan Salahuddin di masa-masa
mendatang hingga ia berhasil mencapai kedudukan sultan. Semenjak tahun
575H/1182M, kesultanan Saljuk di pusat mengakui kedudukan Salahuddin
sebagai sultan atas seluruh wilayah Asia Barat.
Sementara itu Baldwin III menggantikan kedudukan ayahnya, Amaury.
Baldwin III mengkhianati perjanjian genjatan senjata antara kekuatan muslim
dengan pasukan Salib-Kristen. Bahkan pada tahun 582H/1186 M. Penguasa
wilayah Kara yang bernama Reginald mengadakan penyerbuan terhadap kabilah
muslim yang sedang melintasi benteng pertahanannya. Salahuddin segera
mengerahkan pasukannya di bawah pimpinan Ali untuk mengepung Kara dan
selanjutnya menuju Galilee untuk menghadapi pasukan Perancis. Pada tanggal 3
Juli 1187 M. kedua pasukan bertempur di daerah Hittin, di mana pihak pasukan
Kristen mengalami kekalahan. Ribuan pasukan mereka terbunuh, sedang tokohtokoh militer mereka ditawan. Sultan Salahuddin selanjutnya merebut benteng
pertahanan Tiberia. Kota Acre, Naplus, Jericho, Ramla, Caesarea, Asrul Jaffra,
Beyrut, dan sejumlah kota-kota lainnya satu persatu jatuh dalam kekuasaan Sultan
Salahuddin.
Selanjutnya Salahudin memusatkan perhatiannya untuk menyerang
Yerusalem, di mana ribuan rakyat muslim dibantai oleh pasukan Salib-Kristen.
Setelah mendekati kota ini, Salahuddin segera menyampaikan perintah agar
seluruh pasukan Salib-Kristen Yerusalem menyerah. Perintah tersebut sama sekali
13
tidak dihiraukan, sehingga Salahuddin bersumpah untuk membalas dendam atas
pembantaian ribuan warga muslim. Setelah beberapa lama terjadi pengepungan,
pasukan salib kehilangan semangat tempurnya dan memohon kemurahan hati
sang sultan. Jiwa sang sultan terlalu lembut dan penyayang untuk melaksanakan
sumpah dan dendamnya, sehingga ia pun memaafkan mereka. Bangsa Romawi
dan warga Syria-Kristen diberi hidup dan diizinkan tinggal di Yerusalem dengan
hak-hak warga negara secara penuh. Bangsa Perancis dan bangsa-bangsa Latin
diberi hak meninggalkan Palestina dengan membayar uang tebusan 10 dinar setiap
orang dewasa, dan 1 dinar untuk setiap anak-anak. Jika tidak bersedia mereka
dijadikan sebagai budak. Namun peraturan seperti ini tidak diterapkan oleh sang
sultan secara kaku. Salahuddin berkenan melepaskan ribuan tawanan tanpa
tebusan sepeser pun, bahkan ia mengeluarkan hartanya sendiri untuk menrbantu
menebus sejumlah tawanan. Salahuddin juga membagi-bagikan sedekah kepada
ribuan masyarakat Kristen yang miskin dan lemah sebagai bekal perjalanan
mereka pulang. Ia menyadari betapa pasukan Salib-Kristen telah membantai
ribuan rnasyarakat muslim yang tidak berdosa, namun suara hatinya yang lembut
tidak tega untuk melampiaskan dendam terhadap pasukan Kristen.
Pada sisi lainnya Salahuddin juga membina ikatan persaudaraan antara
warga Kristen dengan warga muslim, dengan memberikan hak-hak warga Kristen
sama persis dengan hak-hak warga muslim di Yerusalem. Sikap Salahuddin
demikian ini membuat umat Kristen di negeri-negeri lain ingin sekali tinggal di
wilayah kekuasaan sang sultan ini. “sejumlah warga Kristen yang meninggalkan
Yerusalem menuju Antioch ditolak dan bahkan dicaci maki oleh raja Bahemond.
Mereka lalu menuju ke negeri Arab di mana kedatangan mereka disambut dengan
baik”, kata Mill. Perlakuan baik pasukan muslim terhadap umat Kristen ini
sungguh tidak ada bandingannya sepanjang sejarah dunia. Padahal sebelumnya,
pasukan Salib-Kristen telah berbuat kejam, menyiksa dan menyakiti warga
muslim.
C. Perang Salib III
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan
Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib
14
dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja
Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.
Sementara pada masa itu, Kekhalifahan Islam terpecah menjadi dua, yaitu
Dinasti Fathimiyah di Kairo (bermazhab Syi’ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat
di Turki (bermazhab Sunni). Kondisi ini membuat Shalahuddin prihatin.
Menurutnya, Islam harus bersatu untuk melawan Eropa-Kristen yang juga bahumembahu.
Pria keturunan Seljuk ini (Salahuddin) kebetulan mempunyai paman yang
menjadi petinggi Dinasti Fathimiyyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya
Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan kedua kubu dengan damai.
Pekerjaan pertama selesai. Shalahuddin kini dihadapkan pada perilaku
kaum Muslimin yang tampak loyo dan tak punya semangat jihad. Mereka
dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan yang
pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas di hati.
Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama
peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya
untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. Di festival ini dikaji
habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat,
terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai jihad.
Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar biasa.
Banyak pemuda Muslim yang mendaftar untuk berjihad membebaskan Palestina.
Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.
Salahuddin berhasil menghimpun pasukan yang terdiri atas para pemuda
dari berbagai negeri Islam. Pasukan ini kemudian berperang melawan Pasukan
Salib di Hattin (dekat Acre, kini dikuasai Israel). Orang-orang Kristen bahkan
akhirnya terdesak dan terkurung di Baitul Maqdis. Kaum Muslimin meraih
kemenangan (1187).
Dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon (Prancis) dan
Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Reynald akhirnya dijatuhi hukuman
mati karena terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang
15
Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak melakukan kekejaman yang
serupa.
Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, pada hari yang tepat sama ketika
Nabi Muhammad diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem dalam Isra’ Mi’raj,
Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya bisa direbut kembali
setelah 88 tahun berada dalam cengkeraman musuh.
Sejarawan Inggris, Karen Armstrong, menggambarkan, pada tanggal 2
Oktober 1187 itu, Shalahuddin dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis sebagai
penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia. Tidak ada dendam
untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang dianjurkan Al-Qur`an
dalam surat An-Nahl ayat 127: “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah
kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih
hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa
yang mereka tipu dayakan.”
Permusuhan dihentikan dan Shalahuddin menghentikan pembunuhan. Ini
sesuai dengan firman dalam Al-Qur`an: “Dan perangilah mereka sehingga tidak
ada fitnah lagi dan agama itu hanya untuk Allah. Jika mereka berhenti (memusuhi
kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang
zhalim.” (Al-Baqarah: 193)
Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan.
Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin bahkan menangis
tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur
terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun menyebabkan
keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara
lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, juga sedih melihat penderitaan para
tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara
mereka dan membebaskannya saat itu juga.
Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang
Kristen kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya bisa
digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan
dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain, dan bahkan diberi
16
pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama
perjalanan ke Tyre (Libanon).
Shalahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik)
meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks–bukan
bagian dari Tentara Salib-tetap dibiarkan tinggal dan beribadah di kawasan itu.
Kaum Salib segera mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah
pasukan besar di bawah komando Phillip Augustus dan Richard “Si Hati Singa”.
Pada tahun 1194, Richard yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam
sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang
kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung di
Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka
tidak pernah memilih cara yang sama.
Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin secara
sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke tenda
Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran yang
hebat Shalahudin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh. Richard terkesan
dengan kebesaran hati Shalahuddin. Ia pun menawarkan damai dan berjanji akan
menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa. Mereka pun menandatangani
perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu, Shalahuddin membebaskan orang
Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak
membawa senjata. Setelah keberangkatan Jenderal Richard, Salahuddin masih
tetap tinggal di Yerusalem dalam beberapa lama. Ia kemudian kembali ke
Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanan panjang yang
meletihkan ini mengganggu kesehatan sultan dan akhirnya ia meninggal enam
bulan setelah tercapai perdamaian, yakni pada tahun 1193 M. Seorang penulis
berkata, “Hari kematian Salahuddin merupakan musibah bagi Islam dan ummat
Islam, sungguh tidak ada duka yang melanda mereka setelah kematian empat
khalifah pertarna yang melebihi duka atas kematian Sultan Salahuddin”.
Salahuddin bukan hanya seorang Prajurit, ia juga seorang yang mahir
dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Berbagai penulis berkarya di
istananya” Penulis yang ternama di antara mereka adalah Imaduddin, sedang
17
hakim yang termasyhur adalah al-Hakkari. Sultan Salahuddin mendirikan
berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah, perguruan, dan juga mendirikan
sejumiah rumah sakit di wilayah kekuasaannya.
D. Perang Salib IV
Dua tahun setelah kematian Salahuddin, berkobarlah perang salib keempat
atas inisiatif Paus Innocent III. Perang Salib Keempat (1202-1204) pada awalnya
dimaksudkan untuk menaklukkan Yerusalem yang telah dikuasai Muslim melalui
suatu invasi melalui Mesir dengan pertimbangan: (1) kekuatan Islam sudah
beralih ke Mesir, karena itu Mesir harus dikuasai dulu; (2) penaklukan Mesir akan
membawa keuntungan perdagangan untuk para pedagang Italia, jika langsung
menguasai Jerusalem, orang Mesir akan melakukan tindakan pembalasan terhadap
para pedagang di Delta Nil, Dimyat, dan Alexanderia. Akan tetapi ketika tentara
Salib Eropa Barat tiba di Venice (1202) dan bersiap hendak menuju Mesir, tibatiba semua pasukan salib diperintahkan untuk menyerang Konstantinopel (Kristen
Ortodox) pada bulan Juli 1203, dan merebutnya pada bulan April 1204. Setelah
itu, Baldwin VII diangkat sebagai Emperor Latin I di Konstantinopel. Kekuatan
ini berkuasa selama 60 tahun. Ini dipandang sebagai salah satu dari tindakan yang
mengakibatkan skisma besar antara Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik
Roma.
Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan
Kristen telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan
berikutnya tidak banyak dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan
Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan terhadap Syria. Pasukan kristen ini
mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang
bernama al-Adil segera menghalau pasukan salib. Ia selanjutnya menyerang kota
perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat perlindungan ke
Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib
akhirnya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan
kesepakatan pada tahun 1198M, bahwa peperangan ini harus dihentikan selama
tiga tahun.
18
E. Perang salib V
Perang Salib Kelima (1217–1221) adalah upaya untuk merebut kembali
Yerusalem dan seluruh wilayah Tanah Suci lainnya dengan pertama-tama
menaklukkan Dinasti Ayyubiyyah yang kuat di Mesir.
Paus Honorius III mengorganisir Tentara Salib yang dipimpin oleh
Leopold VI dari Austria dan Andrew II dari Hongaria, dan sebuah serangan
terhadap Yerusalem akhirnya menyebabkan kota itu tetap berada di tangan pihak
Muslim. Belakangan pada 1218, sebuah pasukan Jerman yang dipimpin oleh
Oliver dari Koln, dan sebuah pasukan campuran Belanda, Vlams dan Frisia yang
dipimpin oleh William I, Adipati Belanda tiba. Untuk menyerang Damietta di
Mesir, mereka bersekutu dengan Kesultanan Rûm Seljuk di Anatolia, yang
menyerang Dinasti Ayubi di Suriah dalam upaya membebaskan Tentara Salib dari
pertempuran di dua front.
Setelah menduduki pelabuhan Damietta, para Tentara Salib berbaris ke
selatan menuju Kairo pada Juli 1221, tetapi mereka berbalik setelah pasokan
mereka berkurang dan menyebabkan mereka harus mengundurkan diri. Sebuah
serangan malam oleh Sultan Al-Kamil menyebabkan kerugian besar di kalangan
Tentara Salib dan akhirnya pasukan itu pun menyerah. Al-Kamil sepakat untuk
mengadakan perjanjian perdamaian delapan tahun dengan Mesir.
F. Perang Salib VI
Perang Salib Keenam dimulai pada tahun (1228-1237) sebagai upaya
untuk mendapatkan kembali Yerusalem. Itu dimulai tujuh tahun setelah kegagalan
Perang Salib Kelima. Frederick II, Kaisar Romawi Suci, telah melibatkan dirinya
secara luas dalam Perang Salib Kelima, pengiriman pasukan dari Jerman, tapi ia
gagal mendampingi pasukan secara langsung, walau ada dorongan Honorius III
dan kemudian Gregorius IX, saat ia diperlukan untuk mengkonsolidasikan
posisinya di Jerman dan Italia sebelum memulai sebuah perang salib. Namun,
Frederick lagi berjanji untuk pergi pada perang salib setelah penobatannya sebagai
kaisar pada 1220 oleh Paus Honorius III.
Pada 1225 Frederick menikah Yolande dari Yerusalem (juga dikenal
sebagai Isabella), putri John dari Brienne, calon penguasa Kerajaan Yerusalem,
19
dan Maria dari Montferrat. Frederick kini punya klaim pada kerajaan yang
terpecah, dan mempunyai alasan untuk berusaha memulihkannya. Pada 1227,
setelah menjadi Paus Gregorius IX, Frederick dan pasukannya berlayar dari
Brindisi menuju Acre, tetapi sebuah epidemi Frederick menyebabkan ia kembali
ke Italia. Gregorius mengambil kesempatan ini untuk mengucilkan Frederick
untuk tentara salib yang melanggar sumpah, walaupun ini hanya alasan, seperti
Frederick sudah selama bertahun-tahun telah berusaha untuk mengkonsolidasikan
kekuasaan kekaisaran di Italia dengan mengorbankan kepausan.
Gregorius menyatakan bahwa alasan bagi ekskomunikasi Frederick adalah
keengganan untuk meneruskan perang salib. Untuk Gregory, perang salib
hanyalah alasan untuk mengucilkan kaisar. Frederick berusaha untuk bernegosiasi
dengan Paus, tapi akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya, dan berlayar ke
Suriah pada 1228 meskipun ekskomunikasi, dan tiba di Acre pada bulan
September.
G. Perang Salib VII
ada 1244, gabungan Khwarezmia merebut Yerusalem dalam perjalanan
mereka ke sekutu Mamluk Mesir. Sehingga Yerusalem kembali dikuasai muslim,
namun
kejatuhan
Yerusalem
tidak
lagi
merupakan
sebuah
peristiwa
menghancurkan dunia Kristen Eropa, yang telah melihat perpindahan kota itu dari
kistiani kepada muslim ke sekian kali dalam dua abad terakhir. Kali ini, meskipun
panggilan dari Paus, tidak ada antusiasme populer untuk perang salib baru.
Paus Innosensius IV dan Frederick II, Kaisar Romawi Suci melanjutkan
perjuangan kepausan-kekaisaran. Frederick ditangkap dan dipenjarakan ulama
dalam perjalanan ke Konsili Lyon, dan pada 1245 ia secara resmi digulingkan
oleh Innosensius IV. Paus Gregorius IX juga telah ditawarkan sebelumnya
saudara Raja Louis, pangeran Robert of Artois, tetapi Louis menolak. Dengan
demikian, Kaisar Romawi Suci tidak dalam posisi untuk perang salib. Henry III
dari Inggris itu masih berjuang dengan Simon de Montfort dan masalah lain di
Inggris. Henry dan Louis tidak dalam saat yang terbaik, yang terlibat dalam
Capetia-Plantagenet perjuangan, dan sementara Louis sedang pergi berperang raja
Inggris menjanjikan menandatangani gencatan senjata untuk tidak menyerang
20
tanah Perancis. Louis IX juga mengundang Raja Haakon IV dari Norwegia untuk
perang salib, mengirim penulis sejarah inggris Matius Paris sebagai seorang duta
besar, tapi sekali lagi tidak berhasil. Satu-satunya orang yang tertarik memulai
perang salib yang lain karena itu Louis IX, yang menyatakan niat untuk pergi ke
arah timur pada tahun 1245.
Perang Salib Ketujuh (1248-1254) adalah perang salib yang dipimpin oleh
Louis IX dari Perancis. Sekitar 50.000 bezant emas (suatu jumlah yang setara
dengan seluruh pendapatan tahunan dari Perancis) dijadikan tebusan untuk
membebaskan Raja Louis yang bersama dengan ribuan pasukannya, ditangkap
dan dikalahkan oleh pasukan Mesir yang dipimpin oleh Sultan Ayyubiyah
Turansyah didukung oleh Bahariyya Mamluk dipimpin oleh Faris ad-Din Aktai,
Baibars al-Bunduqdari, Qutuz, Aybak dan Qalawun.
H. Perang Salib VIII
Perang Salib terakhir juga dipimpin oleh Louis IX. Di tahun-tahun
kemudian, perubahan di dunia Muslim mengakibatkan munculnya sejumlah
serangan baru ke wilayah Kristen di Tanah Kudus. Warga lokal meminta bantuan
militer pada Barat, tapi cuma sedikit bangsa Eropa yang tertarik untuk melakukan
kampanye besar. Satu orang yang sekali lagi mau memanggul beban adalah Louis
IX. Namun kampanye yang dia lakukan kali ini mencapai kurang dari apa yang
dicapai sebelumnya bagi Kerajaan Yerusalem.
Tidak diketahui mengapa, tapi Tunisia di Afrika Utara dijadikan sasaran
awal. Setelah disana, wabah peyakit mengambil nyawa banyak orang, termasuk
Louis serta saudaranya, Charles Anjou, tiba dengan kapal-kapal Sisilia dan
berhasil mengungsikan sisa tentara.
Meskipun ini adalah Perang Salib terakhir, ini bukanlah ekspidisi militer
terakhir yang bisa disebut sebagai Perang Salib. Kampanya terus diserukan atas
berbagai sasaran (bukan hanya Muslim) oleh Prajurit Salib-orang yang berkaul
untuk melakukan perang.
Umat Kristen di Palestina ditinggalkan tanpa bantuan lebih lanjut.
Meskipun mengalami kekalahan terus menerus, Kerajaan Yerusalem tetap
21
bertahan sampai 1291, ketika akhirnya musnah. Umat Kristen masih tetap hidup
di daerah tersebut bahkan setelah kejatuhan Kerajaan Yerusalem.
2.4 Dampak Perang Salib
Ada beberapa dampak perang Salib, antara lain dalam bidang :
a. Dunia Islam
Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia
Islam. Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib”
meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan
Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21,
sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan PanIslamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah
sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai
pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
b. Politik dan Budaya
Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan. Pada
masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan
tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negarabangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia
dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal
perang salib.
Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama
berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia,
banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur
diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.
Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti
misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang
tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu
seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa
budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.
22
Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan
sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk
perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju
perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan
kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.
c. Perdagangan
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang
besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian
besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat
mengalami
peningkatan
disebabkan
oleh
para
pedagang
yang
berniat
mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan
Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian
setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu
pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak Negara kota di Itali
yang
sejak
awal
memiliki
hubungan
perdagangan
yang
penting
dan
menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun
kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang
sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal.
Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu
mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk,
apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.
Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat
mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian besar
diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap
Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico
Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat.
Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah
tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak
23
pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada
tahun 1453.
Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat
digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam,
ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak,
Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil
suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib
adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan
yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba
menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat
dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua untuk memperoleh bantuan logistik
bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib
Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sebagai
suatu kesalahan besar.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perang Salib merupakan perperangan antara tentara Islam dan Kristen.
Hal ini terjadi bermula kebencian terhadap masa pemerintahan Dinasti Seljuk
yang dapat menguasai kota suci mereka. Terlebih Dinasti menguasai Baitul
Maqdis. Dalam perperangan ini tentara Salib memakai tanda Salib di pakaiannya
sebagai tanda pemersatu umat Kristiani dan menunjukkan perperangan suci.
Perang Salib dibagi kedalam 3 periode, yaitu periode pertama yang disebut
sebagai periode penaklukkan. Kemudian periode kedua yang disebut dengan
periode reaksi umat Islam dan yang terakhir adalah periode ketiga atau yang
disebut dengan periode kehancuran.
Dampak yang diakibatkan dari Perang Salib ini adalah, yang pertama
politik dan budaya yang sangat berpengaruh pada masa abad pertengahan Eropa
yang dikenal dengan istilah Renaissance. Selain itu, perdagangan yang dilakukan
oleh kaum muslimin berpengaruh pesat terhadap sistem perdagangan Eropa.
Kemajuan di bidang berperangnya juga merupakan salah satu dampak
perperangan ini. Orang-orang kristen Eropa pada khususnya mengetahui
bagaimana caranya berperang, seperti menunggang kuda, cara menyemangati
ketika berperang, dan sebagainya.
3.2 Saran
Penulis telah menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Akan
tetapi, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Maka, penulis sangat mengharapkan saran dari para
pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan
datang.
25
DAFTAR PUSTAKA
Putra, S. R. (2012). Perang-Perang dalam Sejarah Islam. Jember: IRCiSoD.
Thohir, A. (2004). Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Yatim, B. (2001). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
26
Download